Teknik T114-T120 (1)

7
Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012) Kupang, 13 Nopember2012 T-114 PENGARUH FRAKSI VOLUME TERHADAP KARAKTERISASI MEKANIK GREEN COMPOSITE WIDURI – EPOXY Yeremias M. Pell Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana Jl. Adisucipto-Penfui Kupang, Telp. (0380)8037977 E-mail:[email protected] ABSTRAK Serat widuri (calotropis gigantea fiber) merupakan salah satu serat alam yang berpotensi sebagai penguat material komposit. Salah satu faktor penting yang menentukan karakterisasi komposit adalah perbandingan serat dengan matriksnya yang ditunjukkan dalam bentuk fraksi volume. Riset ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi mekanik dari serat widuri tanpa perlakuan kimia yang diistilahkan sebagai green composite dengan matriks resin epoksi dengan variasi fraksi volume, yaitu 15 %, 30 % dan 45 %. Karakterisasi mekanik yang sudah diteliti adalah kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas, kekuatan bending dan ketangguhan impak. Dengan pendekatan analisa variance dan standar deviasi, diperoleh hasil sebagai berikut: kekuatan tarik, regangan tarik dan modulus elastis tertinggi diperoleh pada fraksi volume 45% sebesar 93.04 ± 10.51 MPa, 3.82 ± 0.38 %, dan 3.64 ± 0.97 GPa. Demikian juga kekuatan bending dan impak diperoleh nilai tertinggi pada fraksi volume 45%, yaitu: 88.23 ± 5.66 MPa dan 38.36 kJ/m 2 . Selanjutnya dilakukan analisa kualitatif melalui foto SEM dan foto makro. Berdasarkan kedua cara analisa ini, menunjukkan bahwa dengan meningkatnya fraksi volume, maka nilai-nilai yang menunjukkan karakterisasi mekanik green composite widuri – epoksi, semakin meningkat. Kata Kunci: Komposit, Serat Widuri, Epoksi, Fraksi Volume, Karakterisasi Mekanik. 1. PENDAHULUAN Alasan untuk memilih serat alam sebagai penguat komposit menurut beberapa peneliti antara lain: (1) komposit serat alam ramah lingkungan, mempunyai sifat mekanik yang baik (bisa bersaing dengan serat sintetis), relatif murah [Liu & Dai, 2007]; (2) berat jenis serat alam lebih kecil dalam kisaran 1,25 – 1,5 gr/cm 3 dibandingkan dengan E- glass (2,54 gr/cm 3 ) dan serat Carbon (1,8 – 2,1 gr/cm 3 ), [Mallick, 2007]. Oleh karena itu menurut Mallick (2007), serat alam jauh lebih ringan sehingga konsumsi energi untuk menghasilkannya lebih kecil. Selain itu serat alam juga dapat diperbaharui (renewable) dan selalu tersedia. Alasan-alasan inilah yang mendorong berkembangnya penelitian tentang rekayasa material di bidang komposit, baik yang sudah ada maupun yang masih baru. Untuk membentuk komposit ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu pertama terdiri dari dua material atau lebih yang mempunyai sifat berbeda, kedua, memiliki ikatan yang kuat antara matriks dan seratnya dan ketiga, penggabungan material yang berbeda akan menghasilkan material baru yang mempunyai sifat yang berbeda pula dari material-material pembentuknya (sebelum digabung). Berkaitan dengan hal itu, maka salah satu aspek yang penting diperhatikan, yaitu informasi ikatan antar muka (interface) antara serat dan matriks, dimana hal ini akan sangat berpengaruh pada sifat mekaniknya. Banyak peneliti mengungkapkan fakta bahwa untuk meningkatkan ikatan interface itu dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan kimia pada serat. Wang (2004), menjelaskan bahwa ikatan antara serat dan matriks dipengaruhi oleh moisture absorption dan wettability, dimana debonding dapat terjadi dengan mudah apabila serat mempunyai moisture absorption yang tinggi dan wettability yang jelek. Salah satu parameter wettability yaitu sudut kontak antara serat dan matriks, telah juga disampaikan oleh Pell (2010), dimana sudut kontak di atas 45 0 mempunyai wettability yang rendah. Itu berarti ikatan interface menjadi lemah. Hal ini biasa terjadi pada serat tanpa perlakuan kimia. Sebelumnya Marsyahyo (2005), Korte (2006), Candra (2009), juga telah mengungkapkan fakta bahwa dengan perlakuan alkali pada serat maka akan meningkatkan mechanical interlocking antara serat dan matriksnya. Kemudian Ray, dkk (2004) dan Umar (2009) menjelaskan bahwa perlakuan alkali pada serat, meningkatkan sifat mekanik komposit dibandingkan dengan komposit serat tanpa perlakuan (green composite). Informasi-informasi diatas semuanya mengungkapkan bahwa sifat mekanik akan lebih baik jika serat mendapat perlakuan awal seperti perlakuan kimia, dan sedikit sekali informasi tentang bagaimana karakteristik komposit itu jika dibentuk dari serat tanpa perlakuan atau yang diistilahkan green composite. Tentunya hal ini pun mempunyai alasan tertentu. Oleh karena itu riset ini

description

wf

Transcript of Teknik T114-T120 (1)

  • Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)

    Kupang, 13 Nopember2012

    T-114

    PENGARUH FRAKSI VOLUME TERHADAP KARAKTERISASI MEKANIK

    GREEN COMPOSITE WIDURI EPOXY

    Yeremias M. Pell

    Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Nusa Cendana

    Jl. Adisucipto-Penfui Kupang, Telp. (0380)8037977

    E-mail:[email protected]

    ABSTRAK

    Serat widuri (calotropis gigantea fiber) merupakan salah satu serat alam yang berpotensi sebagai penguat material

    komposit. Salah satu faktor penting yang menentukan karakterisasi komposit adalah perbandingan serat dengan

    matriksnya yang ditunjukkan dalam bentuk fraksi volume. Riset ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi

    mekanik dari serat widuri tanpa perlakuan kimia yang diistilahkan sebagai green composite dengan matriks resin

    epoksi dengan variasi fraksi volume, yaitu 15 %, 30 % dan 45 %. Karakterisasi mekanik yang sudah diteliti adalah

    kekuatan tarik, regangan dan modulus elastisitas, kekuatan bending dan ketangguhan impak. Dengan pendekatan

    analisa variance dan standar deviasi, diperoleh hasil sebagai berikut: kekuatan tarik, regangan tarik dan modulus

    elastis tertinggi diperoleh pada fraksi volume 45% sebesar 93.04 10.51 MPa, 3.82 0.38 %, dan 3.64 0.97

    GPa. Demikian juga kekuatan bending dan impak diperoleh nilai tertinggi pada fraksi volume 45%, yaitu: 88.23

    5.66 MPa dan 38.36 kJ/m2 . Selanjutnya dilakukan analisa kualitatif melalui foto SEM dan foto makro. Berdasarkan

    kedua cara analisa ini, menunjukkan bahwa dengan meningkatnya fraksi volume, maka nilai-nilai yang

    menunjukkan karakterisasi mekanik green composite widuri epoksi, semakin meningkat.

    Kata Kunci: Komposit, Serat Widuri, Epoksi, Fraksi Volume, Karakterisasi Mekanik.

    1. PENDAHULUAN

    Alasan untuk memilih serat alam sebagai

    penguat komposit menurut beberapa peneliti antara

    lain: (1) komposit serat alam ramah lingkungan,

    mempunyai sifat mekanik yang baik (bisa bersaing

    dengan serat sintetis), relatif murah [Liu & Dai,

    2007]; (2) berat jenis serat alam lebih kecil dalam

    kisaran 1,25 1,5 gr/cm3 dibandingkan dengan E-

    glass (2,54 gr/cm3) dan serat Carbon (1,8 2,1

    gr/cm3), [Mallick, 2007]. Oleh karena itu menurut

    Mallick (2007), serat alam jauh lebih ringan

    sehingga konsumsi energi untuk menghasilkannya

    lebih kecil. Selain itu serat alam juga dapat

    diperbaharui (renewable) dan selalu tersedia.

    Alasan-alasan inilah yang mendorong

    berkembangnya penelitian tentang rekayasa material

    di bidang komposit, baik yang sudah ada maupun

    yang masih baru.

    Untuk membentuk komposit ada tiga syarat

    utama yang harus dipenuhi, yaitu pertama terdiri

    dari dua material atau lebih yang mempunyai sifat

    berbeda, kedua, memiliki ikatan yang kuat antara

    matriks dan seratnya dan ketiga, penggabungan

    material yang berbeda akan menghasilkan material

    baru yang mempunyai sifat yang berbeda pula dari

    material-material pembentuknya (sebelum

    digabung). Berkaitan dengan hal itu, maka salah

    satu aspek yang penting diperhatikan, yaitu

    informasi ikatan antar muka (interface) antara serat

    dan matriks, dimana hal ini akan sangat

    berpengaruh pada sifat mekaniknya. Banyak peneliti

    mengungkapkan fakta bahwa untuk meningkatkan

    ikatan interface itu dapat dilakukan dengan

    memberikan perlakuan kimia pada serat. Wang

    (2004), menjelaskan bahwa ikatan antara serat dan

    matriks dipengaruhi oleh moisture absorption dan

    wettability, dimana debonding dapat terjadi dengan

    mudah apabila serat mempunyai moisture

    absorption yang tinggi dan wettability yang jelek.

    Salah satu parameter wettability yaitu sudut kontak

    antara serat dan matriks, telah juga disampaikan

    oleh Pell (2010), dimana sudut kontak di atas 450

    mempunyai wettability yang rendah. Itu berarti

    ikatan interface menjadi lemah. Hal ini biasa terjadi

    pada serat tanpa perlakuan kimia. Sebelumnya

    Marsyahyo (2005), Korte (2006), Candra (2009),

    juga telah mengungkapkan fakta bahwa dengan

    perlakuan alkali pada serat maka akan

    meningkatkan mechanical interlocking antara serat

    dan matriksnya. Kemudian Ray, dkk (2004) dan

    Umar (2009) menjelaskan bahwa perlakuan alkali

    pada serat, meningkatkan sifat mekanik

    komposit dibandingkan dengan komposit serat

    tanpa perlakuan (green composite).

    Informasi-informasi diatas semuanya

    mengungkapkan bahwa sifat mekanik akan lebih

    baik jika serat mendapat perlakuan awal seperti

    perlakuan kimia, dan sedikit sekali informasi

    tentang bagaimana karakteristik komposit itu jika

    dibentuk dari serat tanpa perlakuan atau yang

    diistilahkan green composite. Tentunya hal ini pun

    mempunyai alasan tertentu. Oleh karena itu riset ini

  • Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)

    Kupang, 13 Nopember2012

    T-115

    bertujuan untuk mengetahui bagaimana karakteristik

    mekanik komposit khususnya green composite

    widuri-epoxy. Diyakini jika komposit serat widuri

    tanpa perlakuan dengan matriks epoksi ini, sudah

    mampu berikatan, maka informasi ini menjadi

    acuan bahwa untuk serat widuri yang sudah

    mendapat perlakuan pasti akan mempunyai

    karakteristik yang jauh lebih bagus dari green

    compoasite ini. Dengan kata lain bahwa riset ini

    juga bertujuan untuk memprediksikan karakteristik

    mekanik komposit widuri - epoksi jika seratnya

    sudah diberi perlakuan kimia.

    2. METODE PENULISAN

    2.1 Materi

    Salah satu faktor penting yang menentukan

    karakteristik mekanik dari komposit yaitu

    perbandingan serat dan matriknya. Umumnya

    perbandingan ini dapat ditunjukkan dalam bentuk

    fraksi volume serat (f) atau fraksi berat serat (wf).

    Namun formulasi kekuatan komposit lebih banyak

    menggunakan fraksi volume serat. Menurut Gibson

    (1994), fraksi volume serat dapat dihitung dengan

    menggunakan persamaan-persamaan berikut:

    Fraksi volume serat dan matriks :

    keterangan: Vf = volume serat; Vm = volume

    matriks; Vv = volume void.

    Jika dalam pembuatan komposit diketahui berat

    serta densitas serat dan matriks, perhitungannya

    dapat berdasarkan kedua hal ini, yaitu :

    Fraksi berat serat dan matriks :

    Jika diketahui densitas maka :

    Analisis teoritis tentang karakteristik mekanik

    komposit biasanya didasarkan pada asumsi bahwa

    ikatan antara serat dan matriks terjadi secara

    sempurna. Walaupun dalam kenyataannya tidak

    demikian, karena pergeseran antara muka dan

    deformasi pasti terjadi dalam komposit.

    Karakteristik mekanik yang ditampilkan dalam riset

    ini terdiri dari kekuatan tarik, kekuatan bending dan

    ketangguhan impak.

    Kekuatan Tarik

    Kekuatan tarik dapat dihitung dengan

    persamaan :

    dimana : c = tegangan teknik (MPa); F = beban

    (N); Ao = luas penampang awal (mm2).

    Regangan komposit dapat dihitung dengan

    persamaan :

    Berdasarkan kurva hasil pengujian, maka

    modulus elastis, E (GPa) dapat dihitung dengan

    persamaan :

    Kekuatan Bending

    Kekuatan bending adalah kemampuan material

    menahan beban tekan dari luar. Sifat ini dapat

    diketahui dari pengujian bending, dimana dalam

    pengujian ini defleksi akan terjadi pada titik

    pembebanannya, yang mengindikasikan kekakuan

    material. Kekuatan bending dapat dihitung dengan

    persamaan:

    Keterangan : f = tegangan bending (MPa); P

    = beban (N); L = panjang spesimen (mm); b = lebar

    spesimen (mm) dan d = tebal spesimen (mm).

    Ketangguhan Impak

    Ketangguhan, yaitu: kemampuan bahan menahan

    beban impak atau beban kejut yang diukur dengan

    besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan

    spesimen dengan palu ayun atau pendulum.

    Besarnya energi itu dapat dihitung dengan

    persamaan :

    Setelah energi impak diperoleh, barulah dapat

    dihitung ketangguhan impak dengan persamaan:

    Keterangan: W = energi patah (Joule); G = berat

    pendulum (N); R = Jarak pendulum ke pusat rotasi

    (mm); = sudut pendulum setelah mematahkan

    spesimen (0); = sudut pendulum sebelum

    mematrahkan spesimen (0) dan A = luas penampang

    spesimen pada bagian bertakik, ( A = b x h); b =

    lebar spesimen (mm) dan h = tebal spesimen (mm).

    2.2 Alat dan Bahan

    Alat: timbangan digital, mesin uji bending, mesin uji

    tarik servopulser, mesin uji impak tipe charpy, SEM,

    camera digital, cetakan komposit dan peralatan

    pendukung lain.

    Bahan: serat kulit batang (bast fiber) tanaman

    widuri dan resin epoksi.

    f = Vf / Vc = fraksi volume serat

    m = Vm / Vc = fraksi volume matriks

    v = Vv / Vc = fraksi volume void

    dimana: f + m + v = 1

    dan Vc = Vf + Vm + Vv

    . (1)

    wf = Wf / Wc = fraksi berat serat

    wm = Wm / Wc = fraksi berat matriks

    dimana:

    Wc = Wf + Wm = berat komposit

    . (2)

    c Vc = f Vf + m Vm

    c = f f + m m . (3)

    F

    c =

    Ao

    . (4)

    L - Lo L

    c = =

    Lo Lo

    . (5)

    c

    Ec =

    c

    . (6)

    f = (3PL) / (2bd2)

    . (7)

    W = G R (cos cos )

    Is = W / A

    . (8)

    . (9)

  • Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)

    Kupang, 13 Nopember2012

    T-116

    2.3 Proses Penelitian

    Proses-proses yang sudah dilakukan dalam

    penelitian ini yaitu:

    Pemisahan Serat (Dekortikasi)

    Proses pemisahan serat atau dekortikasi

    dilakukan secara manual dengan cara sebagai

    berikut:

    - Membuang daging kulit bagian terluar dengan

    ketebalan 1 mm, sedangkan serat tetap

    menempel pada batangnya.

    - Setelah batang dibiarkan sedikit layu serat

    ditarik atau dilepaskan dari batang secara

    manual sambil dicuci dengan air.

    - Serat dibiarkan mengering pada temperatur

    ruangan selama 1-3 jam.

    - Penguraian lebih lanjut untuk mendapatkan

    serat yang benar-benar bersih.

    Pembuatan Komposit Serat Widuri Epoksi

    Komposit yang dibuat terdiri dari 2 bahan

    utama yaitu serat kulit batang widuri sebagai

    penguat dan resin epoksi sebagai matriksnya. Serat

    yang digunakan adalah serat tanpa perlakuan

    (green), dengan terlebih dahulu dibuang kadar

    airnya dengan cara serat dioven selama 3 jam pada

    temperatur 1100C. Proses pembuatan komposit

    adalah:

    - Serat terlebih dahulu dianyam dalam arah

    sejajar 0o.

    - Pembuatan cetakan. Cetakan komposit dibuat

    dalam berbagai ukuran yang disesuaikan dengan

    jenis pengujian masing-masing, yaitu untuk

    pengujian tarik, impak dan bending yang

    dilengkapi dengan pembatas ketebalan untuk

    mendapatkan variasi fraksi volume yang

    diinginkan yaitu 15 %, 30 % dan 45 %. Bahan

    cetakan dari kaca dengan tebal 5 mm.

    - Pengolesan wax pada dinding cetakan untuk

    memudahkan pengambilan spesimen dari

    cetakannya.

    - Pembuatan komposit yang terdiri dari 1 - 2

    lamina (epoksi serat epoksi serat - epoksi)

    dengan metode hand-lay-up. Serat diletakkan

    dalam arah 00 kemudian menuangkan resin

    epoksi di atasnya, kemudian mengulanginya

    lagi sampai batas ketebalan yang sudah

    ditentukan.

    - Penutupan bagian atas cetakan dengan kaca dan

    diberi tekanan berupa pengepresan dengan

    menggunakan plat yang dikencangkan dengan

    baut dan mur.

    - Selanjutnya cetakan dibiarkan mengeras dan

    kering pada temperatur ruang selama 8 jam.

    Semua proses pembuatan komposit ini

    dilakukan dengan metode dan peralatan yang

    sama untuk masing-masing fraksi volume serat.

    - Pelepasan plat komposit dari cetakannya

    dengan cutter.

    - Pembentukan spesimen uji sesuai dengan

    standar pengujian yang digunakan baik bentuk

    maupun ukurannya. Pembentukan spesimen

    dengan menggunakan gergaji listrik.

    - Spesimen siap diuji.

    Pengujian Tarik

    Pengujian tarik komposit menggunakan mesin

    servopulser untuk mengetahui kekuatan tarik

    material komposit dan sifat mekanik lainnya. Bentuk

    spesimen dan proses pengujian tarik seperti pada

    Gambar 1.

    (a) (b) Gambar 1 (a) Spesimen Uji Tarik Komposit Standar

    ASTM D638-02, (b) Proses Pengujian Tarik

    Pengujian Bending

    Bentuk spesimen uji bending dan prosedur

    pengujian bending menggunakan metode tree-point

    bending seperti pada Gambar 2.

    (a) (b) Gambar 2 a) Spesimen Uji Bending Standar ASTM

    D790-02. b) Model Pengujian Tree-point Bending

    Pengujian Impak

    Bentuk spesimen uji impak dan prosedur

    pengujian impak menggunakan alat uji impak tipe

    chrapy seperti pada Gambar 3.

    (a) (b) Gambar 3 a) Spesimen Uji Impak Standar ASTM

    D256-02, b) Prosedur Pengujian Impak

    2.4 Analisa Data

    Data yang diperoleh dari pengujian selanjutnya

    dianalisa menggunakan analisa varians dan standar

    deviasi. Analisa kualitatif juga dilakukan dengan

    foto SEM dan foto makro untuk membedah profil

    permukaan benda. Dalam penelitian ini dibutuhkan

  • Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)

    Kupang, 13 Nopember2012

    T-117

    studi mikroskopis untuk mengetahui karakteristik

    komposit khususnya pada daerah patahan komposit

    akibat tegangan tarik, tegangan bending dan

    ketangguhan impak yang bekerja. Perangkat

    pengujian SEM dengan spesifikasi: manufaktur

    JEOL, model J5M T300, Serial No. MP167049

    43, buatan Jepang.

    3. HASIL DAN DISKUSI

    3.1 Hasil Pengujian Tarik Komposit

    Hasil perhitungan dari uji tarik komposit

    diperoleh nilai-nilai sifat mekanik material komposit

    serat widuri-resin epoksi seperti yang tercantum

    dalam Tabel 1.

    Tabel 1 Sifat Mekanik Serat Tunggal Tanpa

    Perlakuan, Resin Epoksi dan Kompositnya

    Jenis

    material

    Tegangan

    tarik

    (MPa)

    Regangan

    (%)

    Modulus

    Young

    (GPa)

    Resin

    epoksi

    42.02

    4.8

    2.8

    0.1

    1.8

    0.25

    Serat tanpa

    perlakuan

    392.72

    122.68

    4.26

    1.33

    9.65

    2.33

    Komposit

    vf = 15%

    71.56

    13.23

    2.83

    0.06

    2.75

    0.37

    Komposit

    vf = 30%

    87.63

    9.55

    3.56

    0.04

    2.92

    0.13

    Komposit

    vf = 45%

    93.04

    10.51

    3.82

    0.38

    3.64

    0.97

    Nilai kekuatan tarik matriks resin epoksi yang

    diperoleh dari hasil penelitian Candra (2009) dan

    Umar (2009) sebesar 42.02 4.8 MPa. Selanjutnya

    nilai-nilai dalam Tabel 1 diplotkan ke dalam bentuk

    grafik seperti pada Gambar 4 dan Gambar 5. Dalam

    Gambar 4 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan

    kekuatan tarik, regangan dan modulus Young-nya,

    dimana dengan bertambahnya fraksi volum serat

    menyebabkan kekuatan tarik, regangan dan modulus

    Young-nya pun bertambah. Kekuatan tarik, regangan

    dan modulus Young tertinggi diperoleh pada fraksi

    volum 45% dengan nilai 93.04 10.51 MPa, 3.82

    0.38 % dan 3.64 0.97 GPa.

    Gambar 4 Karakteristik Sifat Tarik Komposit

    Serat Widuri-Resin Epoksi pada Fraksi Volum

    Berbeda

    Gambar 5 Karakteristik Sifat Tarik Serat Tunggal

    Tanpa Perlakuan, Matriks Resin Epoksi

    dan Kompositnya.

    Sedangkan dalam Gambar 5, memperlihatkan grafik

    gabungan hubungan kekuatan tarik dan regangan

    dari serat tunggal, matriks dan komposit diperkuat

    serat widuri tanpa perlakuan. Gambar ini

    menunjukkan bahwa komposit yang diperkuat serat

    widuri tanpa perlakuan, mempunyai regangan

    kegagalan serat lebih besar dari pada regangan

    kegagalan matriks [Gibsons, 1994]. Kondisi ini

    menunjukkan bahwa pada material kompositnya

    matriks akan mengalami kegagalan terlebih dahulu

    daripada serat pada saat komposit menerima

    tegangan tarik. Hal ini sudah dapat membuktikan

    bahwa serat widuri dapat berfungsi sebagai penguat

    komposit.

    (a) f = 30 %

    (b) f = 45 % Gambar 6 Hasil Foto SEM Material Komposit Epoksi

    Diperkuat Serat Widuri Tanpa Perlakuan

    -5

    5

    15

    25

    35

    45

    55

    65

    75

    85

    95

    0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

    Te

    ga

    ng

    an

    , M

    pa

    Regangan, %

    vf = 15%

    vf = 30%

    vf = 45%

    0

    25

    50

    75

    100

    125

    150

    0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5

    Te

    ga

    ng

    an

    , Mp

    a

    Regangan, %

    serat

    matriks

    vf = 15%

    vf = 30%

    vf = 45%

  • Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)

    Kupang, 13 Nopember2012

    T-118

    Dalam Gambar 6, dapat dilihat bahwa ada

    beberapa peristiwa kegagalan dalam ikatan antara

    serat dan matriks. Pada Gambar 1, dikenal dengan

    istilah fiber pull-out. Kegagalan ini lebih didominasi

    oleh lepasnya ikatan (debonding) antara serat

    dengan matriks yang diakibatkan oleh tegangan

    geser dipermukaan serat yang rendah. Bentuk

    debonding yang lain seperti yang ditunjuk nomor 2

    dalam Gambar 6. Diperlihatkan bahwa akibat

    tegangan yang bekerja, maka matriks dan serat

    terlepas dari ikatannya tetapi ada sebagian serat yang

    masih berikatan dengan matriks sehingga serat

    tersebut belum dapat tercabut. Namun hal ini patut

    dihindari karena akan sangat menurunkan kekuatan

    kompositnya. Hal yang mengejutkan justru terjadi

    dalam gambar mikro ini, yaitu walaupun

    kompositnya diperkuat serat widuri tanpa perlakuan,

    namun ikatan antara serat dan matriks sudah dapat

    terjadi dengan baik. Hal ini dapat dilihat pada nomor

    3 dan 4 dalam Gambar 6. Pada nomor 3

    memperlihatkan serat-serat yang putus dan tidak

    tercabut, dan pada nomor 4 terlihat adanya retak

    mikro yang menunjukkan bahwa serat dan matriks

    berikatan kuat.

    Adanya tegangan yang bekerja di daerah

    tersebut masih belum sanggup mencabut serat dari

    matriks atau melepaskan serat dari matriksnya.

    Akibat gaya perlawanan inilah sehingga munculnya

    retak mikro tersebut. Selain itu juga pada nomor 5,

    terlihat hamburan matriks pada permukaan.

    Peristiwa ini selain menunjukkan bahwa ada

    kekuatan yang cukup besar dalam hal ini tegangan

    geser yang harus dilawan oleh serat sebagai penguat

    tetapi juga menunjukkan bahwa komposit bersifat

    getas. Keadaan yang ada pada Gambar 6 ditemukan

    pada komposit dengan fraksi volume serat yang

    besar yaitu, pada f = 30% dan f = 45%.

    Sedangkan pada fraksi volume serat yang rendah

    yaitu 15%, kegagalan terjadi didominasi oleh

    peristiwa fiber pull-out. Hal ini tidak ditampilkan

    melalui foto SEM tetapi cukup dengan foto makro

    seperti pada Gambar 7.

    a. vf = 15 % b. vf = 30 %

    c. vf = 45 %

    Gambar 7 memberi penjelasan yang berbeda dari

    Gambar 6 yaitu, menampilkan bentuk patahan pada

    komposit dengan fraksi volum serat 15% (Gambar

    7a) adalah jenis patahan tunggal yang mempunyai

    kekuatan tarik yang rendah karena didominasi oleh

    kondisi fiber pull-out. Sedangkan pada fraksi volum

    30% dan 45%, diperoleh jenis patahan banyak

    (splitting in multiple area). Umumnya komposit

    dengan jenis patahan pada Gambar 7b dan 7c

    memiliki kekuatan tarik yang tinggi (Diharjo, 2006).

    Hal ini terbukti bahwa pada komposit dengan fraksi

    volum 30% dan 45% diperoleh harga kekuatan tarik

    rata-rata sebesar 87.63 9.55 MPa dan 93.04

    10.51 MPa. Hasil pengamatan komposit melalui foto

    SEM pada kondisi ini memberikan informasi bahwa

    masih ada sejumlah kecil fenomena fiber pull-out,

    seperti yang sudah dijelaskan dalam Gambar 5. Hal

    ini disebabkan karena kompositnya diperkuat oleh

    serat tanpa perlakuan.

    3.2 Hasil Pengujian Bending

    Tabel 2 Hasil Perhitungan Pengujian Bending

    Fraksi

    volume (%)

    Kekuatan

    Bending (MPa)

    Modulus

    Elastis (GPa)

    15 % 86.84 8.5 6.22 3.39

    30 % 87.88 7.43 8.83 0.72

    45 % 88.23 5.66 9.99 1.97

    Dalam Tabel 2 diperoleh nilai kekuatan bending

    (flexural strength), dimana bertambahnya fraksi

    volum dari 15%, 30% dan 45% ternyata tidak terlalu

    besar berpengaruh terhadap nilai kekuatan

    bendingnya. Hal ini dapat dilihat dari nilai-nilai

    yang diperoleh yaitu, mengalami kenaikan kecil.

    Walaupun demikian secara keseluruhan perolehan

    nilai ini membuktikan bahwa komposit serat widuri

    epoksi ini mampu menahan beban lenturan dalam

    batas nilai dalam Tabel2, tetapi dengan hasil

    modulus elastisitas yang rendah, maka komposit ini

    bersifat getas. Itu berarti, komposit ini kurang cocok

    menerima pembebanan lentur. Dengan kata lain

    hasil ini menunjukkan bahwa ketika mencapai

    pembebanan maksimum, maka komposit langsung

    mengalami kegagalan.

    3.3 Hasil Pengujian Impak

    Ketangguhan impak adalah kemampuan material

    dalam menyerap energi sebelum patah atau dalam

    menahan beban impak, yang dapat dihitung dari

    jumlah energi yang diserap per satuan luas

    penampang material. Berdasarkan perhitungan

    tersebut, diperoleh hasil ketangguhan impak dengan

    variasi fraksi volum 15%, 30% dan 45% sebagai

    berikut: 9.34 kJ/m2, 35.21 kJ/m

    2 dan 38.3 kJ/m

    2

    seperti yang dapat dilihat pada Gambar 8.

    Nilai-nilai ini menunjukkan bahwa pada fraksi

    volume yang kecil, harga kekuatan impak cenderung

    kecil, sedangkan pada fraksi volume yang lebih

    besar dalam hal ini 35% dan 45% diperoleh nilai

    ketangguhan impak yang lebih tinggi. Hal ini

    disebabkan karena pada fraksi volume yang rendah

    mempunyai ikatan antara serat dan matriks yang

    Gambar 7 Bentuk

    Patahan Spesimen Uji

    Tarik Komposit

  • Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)

    Kupang, 13 Nopember2012

    T-119

    lemah maka, ketika matriksnya gagal pada saat yang

    bersamaan serat juga mengalami kegagalan serupa.

    Sedangkan pada fraksi volume yang lebih tinggi,

    ketika matriksnya gagal, serat masih mempunyai

    kesempatan untuk menerima transfer beban dari

    matriks dan hal itu dapat dilihat bahwa tidak semua

    seratnya patah atau putus seperti yang ada dalam

    Gambar 9. Kondisi ini pun sudah diperlihatkan pada

    uji tarik dan uji bending.

    Gambar 8 Histogram Ketangguhan Impak Rata-Rata

    pada Fraksi Volum yang Berbeda

    (a) vf = 15 % (b) vf = 30 % dan 45 %

    Gambar 9 Patahan Komposit yang Mendapat

    Pembebanan Impak

    Dalam Gambar 9 menunjukkan pula bahwa baik

    pada fraksi volume yang rendah maupun diperoleh

    bentuk patahan tunggal, yang mengindikasikan

    bahwa material komposit bersifat getas. Patahan

    tunggal juga terjadi pada fraksi volume yang tinggi

    namun pada fraksi volume yang lebih tinggi

    ternyata memberikan penjelasan yang lebih rinci.

    Artinya, bahwa matriks memang bersifat getas

    tetapi ikatan serat dan matriks berlangsung kuat

    karena tidak semua serat putus atau patah.

    Dari bukti-bukti yang diperoleh dari semua

    pengujian ini, menunjukkan satu hal penting yaitu,

    bahwa jika serat widuri tanpa perlakuan saja sudah

    memberikan nilai kuantitatif maupun kualitatif yang

    baik untuk dijadikan penguat komposit, apalagi jika

    serat widuri terlebih dahulu diberi perlakuan kimia.

    4. SIMPULAN

    1. Komposit yang diperkuat serat widuri tanpa

    perlakuan, mempunyai regangan kegagalan serat

    lebih besar dari pada regangan kegagalan

    matriks, yang berarti matriks akan mengalami

    kegagalan terlebih dahulu daripada serat pada

    saat komposit patah atau putus.

    2. Hasil foto SEM dan foto makro pada spesimen

    dari semua pengujian (tarik, bending dan impak),

    memperlihatkan bahwa pada fraksi volume yang

    rendah (15%) mempunyai ikatan antara serat dan

    matriks yang rendah karena didominasi oleh

    peristiwa fiber pull-out. Sedangkan pada fraksi

    volume yang tinggi (35% dan 45%) mempunyai

    ikatan antara serat dan matriks yang baik yang

    ditandai dengan sangat sedikit terjadinya

    peristiwa fiber pull-out pada komposit, dan

    timbulnya retak mikro pada permukaan

    komposit. Adanya sejumlah kecil peristiwa fiber

    pull-out yang terjadi pada fraksi volume yang

    tinggi karena kompositnya diperkuat oleh serat

    tanpa perlakuan.

    3. Sifat tarik komposit seperti kekuatan tarik,

    regangan dan modulus Young, kekuatan bending

    dan ketangguhan impak akan meningkat seiring

    dengan bertambahnya fraksi volume seperti

    dalam penelitian ini, yaitu: vf = 15%, 30% dan

    45%.

    5. PENGHARGAAN DAN TERIMA KASIH

    Ucapan terima kasih di sampaikan kepada Bapak

    Prof. Ir. Jamasri, Ph.D, yang telah memberikan

    arahan kepada penulis dalam penelitian ini, dan juga

    kepada semua pihak yang sudah membantu demi

    terselesaikan tulisan ini.

    DAFTAR PUSTAKA

    ,ASTM D 256-00, Standard Test Methods for

    Determining Izod Pendulum Impact Resistance of Plastics, Philadelphia, 2001.

    ,ASTM D 638-02, Standard Test Methods for

    Tensile Strength of Plastic, Philadelphia, 2002.

    ,ASTM D 790-02, Standard Test Methods for

    Flexural Properties of Unreinforced and Reinforced Plastic Electrical Insulating

    Materials, Philadelphia, 2002.

    Candra, S., Pengaruh Perlakuan Permukaan Serat Batang

    Melinjo (Gnetum Gnemon) terhadap Wettability

    dan Kemampuan Rekat Dengan Matriks Epoxy-Resin. Tesis S2 Program Studi Teknik Mesin

    Universitas Gadjah Mada, 2009.

    Diharjo, K., Pengaruh Perlakuan Alkali terhadap Sifat

    Tarik Bahan Komposit Serat Rami-Polyester.

    Jurnal Teknik Mesin, vol. 8, No. 1, hal. 8-13, Fak.Teknologi Industri, Universitas Kristen

    Petra. 2006.

    Gibson, F.R., Principles of Composite Materials

    Mechanics, McGraw-Hill, Singapore. 1994.

    Korte, S., Processing-Property Relationships of Hemp

    Fibre, A Thesis Degree of Master of

    Engineering, University of Canterbury. 2006.

    Liu, X.Y., and G.C.Dai, Surface Modification and Micromechanical Properties of Jute Fiber mat

    Reinforced Polypropylene Composites, Journal

    eXPRESS Polymer Letters, vol.1, N0. 5, page

    299-307. 2007.

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    1 2 3vf = 15 % vf = 30 % vf = 45 %

    9.34

    35.21

    38.3

    6

    Ke

    tan

    gg

    uh

    an

    imp

    ak

    , k

    J/m

    2

  • Seminar Nasional Sains dan Teknik 2012 (SAINSTEK 2012)

    Kupang, 13 Nopember2012

    T-120

    Mallick, P.K., Fiber-reinforced composites : materials,

    manufacturing, and design 3rd ed. CRC Press

    Taylor & Francis Group. 2007.

    Marsyahyo, dkk,. Penelitian Awal Pengaruh Perlakuan

    Alkali X % NaOH terhadap Karakteristik Morfologi Permukaan Serat Ramie. 2005.

    Pell, Yeremias.M., Karakterisasi Perlakuan Permukaan

    Serat Kulit Batang Widuri (Calotropis gigantea)

    terhadap Wettability dan Mampu Rekat Serat

    Tunggal, dan Sifat Mekanik Komposit dengan

    Matriks Resin Epoksi. Tesis. 2010.

    Pell, Yeremias.M., Pengaruh Perlakuan NaOH Terhadap

    Sifat Tarik Serat Tunggal dan Komposit Widuri

    Epoksi Pada Fraksi Volume Yang Berbeda. Jurnal Biotropikal Sains. vol. 9, No. 2: 27-41.

    2012.

    Ray, D and Sarkar, B.K., Characterization of Alkali

    Treated Jute Fibers for Physical and Mechanical

    Properties. J. Appl. Polym. Sci., 80, 1013. 2001.

    Umar, K., Pengaruh Perlakuan Permukaan Serat dan

    Perendaman Air Laut terhadap Sifat Fisik dan Mekanik Komposit Serat Kulit Batang Melinjo

    (Gnetum Gnemon) dengan Resin Epoksi. Tesis

    S2 Program Studi Teknik Mesin Universitas

    Gadjah Mada. 2009.

    Wang B., Pre-Treatment of Flax Fibers for Use In

    Rotationally Molded Biocomposites. Thesis

    Department of Agricultural and Bioresource

    Engineering University of Saskatchewan,

    Saskatoon, Saskatchewan. 2004.