Teknik budidaya tanaman
Transcript of Teknik budidaya tanaman
BAB VIII
TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN
Agronomi merupakan istilah yang tidak asing lagI di bidang
pertanian. Istilah itu belakangan ini diartikan sebagai usaha
dalam membudidayakan tanaman-tanaman pertanian atau sering
disebut dengan budidaya pertanian. Dalam membudidayakan
tanaman yang di dasar ialah produksi yang tinggi baik mutu
maupun jumlahnya.
Dalam rangka mendapatkan produksi tinggi (jumlah dan
mutu) perlu penerapan yang dikenal dengan panca usaha tani
yang meliputi: (1) penyediaan bahan tanaman (benih/bibit)
bermutu tinggi yang berasal dari klon/kultivar unggul; (2)
pengolahan tanah; (3) pengairan; (4) pemupukan; (5)
perlindungan tanaman.
VIII.1 Penyediaan Bahan Tanaman Bermutu Tinggi
Bahan tanam (benih/bibit yang bermutu tinggi) sangat
diperlukan untuk mendapatkan hasil panen yang tinggi. Bahan
tanam merupakan suatu awal keberhasilan suatu proses produksi.
Tidak ada gunanya kita memupuk, menyiangi dan menyiram
apabila bahan tanamannya tidak bermutu tidak akan dapat
diperoleh hasil panen yang maksimum.
Benih yang berkualitas adalah yang mempunyai sifat-sifat
antara lain tingkat kemurnian genetik dan fisik yang tinggi, sehat
dan kadar air aman dalam penyimpanan.
Kultivar unggul diperoleh dengan cara seleksi mutasi
maupun persilangan antara tetua yang mempunyai sift-sifat
genetik unggul.
Penggunaan kultivar unggul introduksi dari luar negeri, perlu
diperhatikan masalah adaptasinya. Yang ideal sifat-sifat unggul
dari luar negeri dikombinasikan sifat unggul nasional/lokal, akan
memperkaya plasma nutfah di dalam negeri.
Pemanfaatan kultivar unggul lokal yang sudah teruji daya
adaptasinya, akan mendukung pelestarian dan pengembangan
plasma nutfah dan merupakan salah satu faktor pendukung
terwujudnya pertanian berkelanjutan. Kultivar unggul pada
umumnya memerlukan unsur hara yang banyak, agar dapat
memberikan hasil sesuai potensinya. Yang perlu segera
dikembangkan adalah kultivar-kultivar unggul hemat unsur hara
(tidak manja). Dengan demikian akan menghemat sumber daya
alam bahan pupuk.
VIII.2 Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah bertujuan: untuk menyediakan lahan agar
siap bagi kehidupan tanaman dengan meningkatkan kondisi fisik
tanah. Karena tanah merupakan faktor lingkungan yang
mempunyai hubungan timbal balik dengan tanaman yang tumbub
padanya.
Faktor lingkungan tanah meliputi:
<!--[if !vml]--><!--[endif]--> Faktor fisik (air, udara, struktur tanah
serta suhu)
<!--[if !vml]--><!--[endif]--> Faktor kimiawi (kemampuan tanah
dalam menyediakan nutrisi)
<!--[if !vml]--><!--[endif]--> Faktor biologis (makro/mikro flora dan
makro/mikro fauna)
Pelaksanaan pengolahan tanah pada prinsipnya adalah
tindakan pembalikan, pemotongan, penghancuran, dan perataan
tanah. Struktur tanah yang semula padat diubah menjadi gembur,
sehingga sesuai bagi perkecambahan benih dan perkembangan
akar tanaman. Bagi lahan basah sasaran yang ingin dicapai
adalah lumpur halus, yang sesuai bagi perkecambahan benh dan
perkembangan akar tanaman. Alat pengolahan tanah mulai yang
tradisional sampai modern (mekanisasi).
Berdasarkan tingkat intensifitasnya ada beberapa
pengolahan tanah:
1. <!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Pengolahan tanah O (Zero
Tillage) sering disebut Tanpa Olah Tanah (TOT). Penaburan
benih kedelai pada lahan sawah bekas padi tanpa
pengolahan tanah terlebih dulu, untuk memanfaatkan
kelembaban tanah.
2. <!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Pengolahan tanah
minimum (Mimimum Tillage). Bagian tanah yang diloah
hanya pada calon zona perakaran dengan kelembaban dan
suhu yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
3. <!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Pengolahan tanah
optimum (Optimum Tillage). Pengolahan hanya dilakukan
pada lajur tanaman saja (sistem Reynoso untuk tanaman
tebu).
4. <!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Pengolahan tanah
maksimum (Maximum Tillage). Pengolahan secara intensif
seluruh areal pertanahan menjadi gembur dan permukaan
tanah rata.
Makin minim (tidak intensif) cara pengolahan tanah, akan
makin mampu menangkal erosi. Dengan demikian makin
mendukung kelestarian kesuburan tanah disamping lebih
menghemat biaya dan waktu.
VIII.3 Pengairan
Pengairan mengandung arti memanfaatkan dan menambah
sumber air dalam tingkat tersedia bagi kehidupan tanaman.
Apabila air terdapat berlebihan dalam tanah maka perlu dilakukan
pembuangan (drainase), agar tidak mengganggu kehidupan
tanaman.
Pengairan pada tanaman dapat dilakukan dengan cara: (1)
Pengairan di atas tanah; (2) Pengairan di dalam tanah (sub
irrigation); (3) Pengairan denagn penyemprotan (sprinkler
irrigation); dan (4) Pengairan tetes (drip irrigation).
Pengairan permukaan menggunakan selokan dengan aliran
lambat agar tidak terjadi erosi berat. Penggenangan kontur
dilakukan bila tanah cukup kemiringannya, sehingga terjadi
genangan yang bertingkat tingginya karena dibatasi dengan
galengan yang bertahap dan teratur. Laju pemberian air
hendaknya berkesinambungan dengan bagian tanah yang dapat
menyerapnya, oleh karenanya frekuensi pengairan akan efektif
bila diberikan sebelum kelembaban tanah menjadi penghambat
pertumbuhan tanaman.
Dalam keadaan tanah kering maka pemberian air dapat
berjumlah lebih banyak dibanding pada tanah basah. Tanah yang
memperoleh air pengairan, maka air dapat masuk ke dalam tanah
(inflitrasi) dan air dapat lalu lewat tanah itu (perkolasi). Dalam air
pengairan dikenal istilah air bebas yaitu air yang tidak diikat dan
lalu dengan bebas kebawah karena gaya gravitasi. Bila sebagian
air tetap didalam pori-pori tanah maka disebut air kapiler yang
terikat dalam pori tersebut oleh tekanan permukaan dan daya
adesinya. Air kapiler dan air bebas ini keduanya dapat
dipergunakan oleh tanaman. Penggunaan air tersebut juga
tergantung dari banyaknya akar, dan laju pengambilan air
meningkat dengan makin meningkatnya kekeringan.
Mengingat makin terbatasnya sumber air, maka langkah-
langkah penghematan (peningkatan keefisienan) penggunaan air
dalam budidaya tanaman, perlu dilakukan secara simultan dan
terus menerus. Langkah-langkah tersebut antara lain melalui
pergiliran tanaman (padi dan palawija/sayuran di lahan sawah),
pemanfaatan mulsa (diutamakan mulsa organik) di laahn kering
pada musim kemarau, sistem tanpa olah tanah (TOT) di akhir
musim hujan, pemanfaatan air tanah, penerapan pengairan tetes,
dll. Dengan langkah-langkah tersebut kelestarian sunber daya
alam air akan lebih terjamin.
VIII.4 Pemupukan
Tujuan pemupukan adalah meningkatkan pertumbuhan dan
mutu hasil tanaman. Pemupukan diberikan pada saat tanaman
menunjukkan sejumlah kebutuhan unsur hara agar diperoleh
keefisienan yang maksimal.
Pemberian pupuk padat dilakukan dengan cara ditugal,
disebar di atas tanah atau di sebelah tanaman, sedangkan
pemberian pupuk daun.
Dengan cara menyemprotkan pada daun, bersama air
disemprotkan sebagai perlakuan tambahan. Pemupukan secara
disebar mempunyai kelemahan bahwa pupuk mudah menguap
ataupun terikat dalam tanah. Sebenarnya tanah merupakan
sumber unsur-unsur hara. Suatu hasil yang tinggi dari tanaman
akan mengangkut keluar unsur lebih banyak daripada tanaman
yang berdaya hasil rendah.
Unsur-unsur esensial yaitu unsur penting bila ditiadakan
maka pertumbuhan tanaman dapat terhenti. Pada saat
kekurangan nampak gejala defisiensi, dan fungsi unsur tertentu
tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Unsur esensial makro ialah
unsur penting yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak
agar siklus hidupnya tidak terhenti seperti N, P, K, Ca, Mg, H dan
O, sedangkan unsur esensial mikro ialah
unsur penting yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit
agar siklus hidupnya tidak terhenti, meliputu Fe, Mn, Zn, Cu, Cl,
Mo dan B.
Konsekuensi penggunaan kultivar unggul berpotensi hasil
tinggi (terutama kultivar ”manja”) adalah pemberian pupuk
dalam jumlah banyak. Apabila yang digunakan pupuk anorganik
dan diberikan terus-menerus tanpa diimbangi pupuk organik,
maka akan menyebabkan kerusakan fisik dan keseimbangan
hayati tanah. Kesehatan dan produktivitas tanah cenderung
menurun sehingga menjadi kendala terwujudnya pertanian
berkelanjutan.
Dalam rangka melestarikan kesuburan tanah (kimiawi, fisik
dan hayati) dan mencegah pencemaran air tanah, maka sistem
pemupukan hayati perlu ditingkatkan dan dikembangkan karena
efeknya yang ramah lingkungan. Pendekatannya dengan
pemanfaatan input lokal (pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk
kompos, pupuk kascing, pupuk guano, dll) dan input luar yang
ramah lingkungan misalnya pemanfaatan bakteri Rhizobium
(pada kacang-kacangan), cendawan Micoriza (pada padi-padian)
dan pupuk organik cair.
Peletakan Pupuk
Pupuk Nitrogen yang dalam bentuk mudah larut, perlu
diletakkan dekat dengan biji tanaman sebagai pemacu tumbuh.
Bila pemberian secara sebar maka kemungkinan penguapan
cukup besar dan dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan
gulma. Pada tanah basah yang memudahkan pupuk N mudah
menguap maka dapat diatasi dengan peletakan yang agak dalam.
Pupuk Fosfor, yang diberikan dalam bentuk fosfat dapat larut
dalam air tanah asam merupakan pemupukan yang cukup efisien
bila diberikan secara jalur.
Pupuk Kalium, peletakan yang terlalu dekat dari pupuk
kalium khiorida akan menyebabkan kerusakan asmotik pada biji
tanaman.
Pupuk Daun, pada umumnya diberikan bagi pupuk yang
mengandung unsur mikro seperti Fe, Cu dan Mn. Namun
penyemprotan pupuk N juga dilakukan pada tanaman yang sudah
tumbuh lanjut.
VIII.5 Perlindungan Tanaman
Pada budidaya tanaman faktor organisme pengganggu
tanaman (OPT) baik berupa hama (insekta, tikus, burung jenis
tertentu, dll) dan mikroba penyebab penyakit (cendawan, bakteri,
virus) sebagai perusak (secara fisik, kimiawi, dan biologik)
maupun gulma sebagai kompetitor tanaman (persaingan dalam
mendapatkan unsur hara, air, energi cahaya matahari, CO2, O2,
ruang hidup) disertai zat allelopati yang dikeluarkannya, sangat
menentukan tingkat produksi dalam jumlah maupun mutu.
Tingkat dampak gangguan pada tanaman sejak yang paling
ringan berupa hambatan pertumbuhan/perkembangan,
penurunan produk (jumlah dan mutu), kerusakan fatal sehingga
gagal panen (ledakan hama tikus di era enam puluhan dan hama
wereng di era tahun tujuh puluhan pada tanaman padi) bahkan
kematian total tanaman (ledakan hama kutu loncat pada lamtoro
local di era tahun delapan puluhan).
Kejadian tersebut di atas minimal suatu ilustrasi tentang
besarnya tingkat gangguan pada keseimbangan hayati di alam,
sehingga populasi musuh alam (antara lain predator dan parasit)
sudah tidak seimbang lagi dengan populasi hama-hama tersebut
di atas. Kondisi tersebut dipicu terutama oleh penggunaan
pestisida kimia murni yang tidak terkendali, sehingga
pencemaran atmosfer akan menekan kehidupan musuh-musuh
alami hama.
Beberapa cara pengendalian organisme pengganggu yang
dikenal antara lain: (1) Cara teknik budidaya dititikberatkan
pengurangan populasi musuh alami (menghilangkan
tanaman/bagian yang terserang, pergiliran tanaman, pengaturan
populasi tanaman, karantina tanaman/tumbuhan, tanaman
campuran); (2) Cara fisik (menghilangkan binatang hama dari
tanaman, pencabutan gulma, penggunaan zat penarik,
penggunaan penangkap hama, perlakuan panas untuk penyebab
penyakit); (3) Cara hayati (pemanfaatan predator dan parasit,
penggunaan tanaman resisten, pemanfaatan binatang pengusir
hama); (4) Cara kimiawi dengan pestisida kimia murni di satu sisi
positifnya adalah efek lebih cepat tampak dan praktis dalam
penanganan. Tetapi aplikasi yang tidak tepat (takaran, cara,
intensitas dan saat) justru dampak negatifnya akan dirasakan
jangka panjang dalam bentuk pencemaran (atmosfer, tanah dan
air), residu pada produk tanaman, keracunan pada manusia dan
hewan, resistensi pada hama dan penyebab penyakit. Cara
pengendalian inilah yang sangat mengancam kelestarian sumber
daya alam keseimbangan hayat di alam. Penggunaan cara kimia
tersebut sebaiknya dilakukan apabila cara lain yang lebih ramah
lingkungan kurang berhasil. Penggunaan dan pengembangan
pestisida hayat dianggap dapat menutup kelemahan pestisida
kimia murni.
Budidaya tanaman ganda
1. Multiple Cropping
Penanaman lebih dari jenis tanaman pada sebidang tanah
yang sama dalam satu tahun, yang termasuk dalam sistem
tanaman ganda yaitu Inter Cropping, Mixed Cropping dan Relay
Cropping.
a. Inter Cropping
Penanaman serentak dua atau lebih jenis tanaman dalam
barisan berselang-seling pada sebidang tanah yang sama.
Sebagai contoh tumpang sari antara Sorghum dan tanaman
kacang tunggak dan antara tanaman ubi kayu dan jagung atau
kacang tanah.
b. Mixed Cropping
Penanaman dua atau lebih jenis tanaman secara serentak
dan bercampur pada sebidang lahan yang sama. Sistem tanam
campuran lebih banyak diterapkan dalam usaha pengendalian
hama dan penyabab penyakit.
c. Relay Cropping
Penanaman sisipan adalah penanaman suatu jenis tanaman
kedalam pertanaman yang ada sebelum tanaman yang ada
tersebut dipanen, atau dengan istilah lain suatu bentuk tumpang
sari dimana tidak semua jenis tanaman ditanam pada waktu yang
sama.
Sebagai contoh : padi gogo dan jagung ditanam bersamaan
kemudian ubi kayu ditanam sebagai tanaman sela satu belan
atau lebih sesudahnya.
2. Sequantial Cropping
Penanaman lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang
lahan dalam satu tahun, dimana tanaman kedua ditanam setelah
tanaman pertama dipanen. Demikian juga kalau ada tanaman
ketiga, tanaman ditanam setelah tanaman kedua dipanen.