Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang...

12

Transcript of Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang...

Page 1: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan
Page 2: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan
Page 3: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan

1

Pendahuluan

Tanah terbentuk dari campuran berbagai komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan organik 5%, udara 20-30%, dan air 20-30% (Sutanto, 2005). Walaupun jumlah bahan organik dalam tanah paling kecil dibanding bahan yang lainnya, namun bahan organik memainkan banyak peranan penting dalam tanah, baik ciri fisik, kimia, maupun biologi tanah. Kadar bahan organik di dalam tanah paling tinggi ditemukan di lapisan atas setebal 20 cm, makin ke bawah makin berkurang.

Faktor-faktor yang menentukan kadar bahan organik dalam tanah menurut Hakim dkk. (1986) adalah kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan keadaan drainase. Faktor iklim yang berpengaruh

adalah suhu udara dan curah hujan. Pada daerah yang semakin dingin pada umumnya kadar bahan organik makin tinggi. Kadar bahan organik dalam tanah bertambah dua hingga tiga kali tiap suhu tahunan rata-rata turun 10°C.

Pada tekstur tanah liat kadar bahan organik lebih tinggi dari pada tanah pasiran, pada tanah pasiran ini oksidasi dapat berlangsung lebih intensif sehingga bahan organik cepat habis. Sebaliknya pada keadaan drainase tanah yang buruk, oksidasi terhambat karena aerasi buruk menyebabkan kadar bahan organik tinggi.

Pada umumnya kadar bahan organik tanah ditentukan melalui analisis di laboratorium berdasarkan kandungan C-organik dengan metode Walkey and Black dan Metode Dennstedt. Analisa di laboratorium ini membutuhkan waktu yang lama, biaya yang cukup mahal. Secara visual

Technical Paper

Aplikasi Pengolahan Citra Digital dan Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Kadar Bahan Organik dalam Tanah

The application of Image Process and Artificial Neural Network to Prediction Soil Organic Matter Content

Hermantoro1

Abstract

The objective of this research is to determine organic matter content in soil using image processing and artificial neural network. The images of soil were captured using digital camera and processed using image process algorithm. The images parameter data i.e. red, green, blue, hue, saturation, intensity, mean, entropy, energy, contrast, and homogeneity were extracted from sixty soil sample with different organic matter content. Parameter images data were used as the inputs data for ANN analysis. Output layer of ANN is organic matter content in soil. Based on experiment found that application of image processing and ANN for predicting organic matter content in soil have the high accuracy with coefficient determination of 90.75 % and mean square error (MSE) of 0.002762.

Keywords: soil organic matter, images process, artificial neural network

Abstrak

Tujuan penelitian adalah menentukan kadar bahan organik dalam tanah menggunakan pengolahan citra digital dan jaringan syaraf tiruan. Citra tanah diambil menggunakan sebuah camera digital dan diolah menggunakan algoritma pengolahan citra. Parameter citra yang digunakan adalah : red, green, blue, saturasi, intensitas, rerata, entropi, energi, kontras, dan homogenitas diambil dari 60 contoh tanah dengan kadar bahan organik yang berbeda. Parameter citra tersebut digunakan sebagai data masukan dalam analisis ANN., sebagai lapisan keluaran dari ANN adalah kadar bahan organik dalam tanah. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis pengolahan citra dan ANN dapat digunakan untuk emprediksi kadar bahan organik dalam tanah dengan akurasi tinggi dengan kooefisien determinasi 90,75% dan MSE 0,002761.

Kata kunsi : bahan orgaik tanah, pengolahan citra, jaringan syaraf tiruan.Diterima: 12 Agustus 2010; Disetujui: 03 Januari 2011

1 Jurusan Teknik Pertanian dan Biosistem INSTIPER, Yogyakarta. email: [email protected]

Page 4: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan

9

Pendahuluan

Kebutuhan jagung terus meningkat, namun produksi jagung dalam negeri belum mampu memenuhi semua kebutuhan (Suryana, et al., 2007; Anonim, 2007). Produksi jagung di Indonesia diperkirakan akan naik 3.4% dari 17.5 juta ton tahun 2009 menjadi 18.1 juta ton pada tahun 2010 (Deptan, 2010). Luas budidaya jagung juga menunjukkan

peningkatan signifikan yaitu dari 3.358.211 ha (2003) menjadi 4.003.313 ha (2008) (BPS 2009). Untuk mendukung upaya peningkatan produksi jagung tersebut diperlukan dukungan penerapan teknologi untuk memecahkan masalah usaha tani di wilayah tertentu dan bersifat spesifik lokasi (Suryana, et al., 2007). Untuk itu, aplikasi teknologi mekanisasi dalam budidaya jagung sangat diperlukan.

Waktu tanam jagung itu sangat singkat. Untuk

Technical Paper

Perbaikan Desain Mesin Penanam dan Pemupuk Jagung Bertenaga Traktor Tangan

Design Improvement of Corn Planter and Fertilizer Applicator Powered by Hand Tractor

Wawan Hermawan

Abstract

A prototype of integrated machine for tillage, planting and fertilizer application for corn cultivation powered by hand tractor was modified to improve the planting and fertilizing performances. The fertilizer hopper was redesigned and separated to be two hoppers for urea, and for a mixture of TSP and KCl. The hoppers which had a bigger capacity were placed on left and right sides of the machine. For a better arrangement, the seed hopper was set on the middle part between the fertilizer hoppers. The rotor of fertilizer metering device were redesigned to become an edge cell type rotor, and equipped with a metering cylinder. Materials of the driving wheel were changed by thinner and lighter materials. To improve its driving force, the wheel was equipped by radial lugs and side rims which were set on the main rim. The stationer test result showed that the fertilizer application rate could be varied by setting the rotor opening of the metering device. Capacity of the fertilizer hopper was increased from 5 kg to 12 kg. By modification, the machine weight could be decreased and the vertical load on the handle of the tiller could be decreased from 50 kg (the first prototype) to 31 kg (modified prototype). The application of urea, TSP and KCl could be carried out well, in proper dosage. The theoretical field capacity of the modified prototype was 0.16 ha/hour, and the effective field capacity was 0.13 ha/hour.

Keywords: integrated machine, corn planter, fertilizer applicator, modification, performance

Abstrak

Prototipe mesin pengolah tanah, penanam dan pemupuk jagung terintegrasi dengan tenaga traktor tangan telah dimodifikasi untuk meningkatkan kinerja pananaman dan pemupukannya. Hoper pupuk didesain ulang dan dibagi dua untuk menampung pupuk urea dan campuran pupuk TSP dan KCl. Hoper pupuk dengan kapasitas lebih besar ditempatkan di bagian sisi kiri dan kanan dari mesin. Untuk susunan yang seimbang, hoper benih ditempatkan di tengahnya. Rotor penjatah pupuk dirancang ulang menjadi rotor tipe edge-cell, dan dilengkapi selubung pengatur penjatahan pupuk. Bahan roda penggerak dipertipis dan diperingan. Untuk meningkatkan kemampuan gerak memutarnya, roda tersebut dilengkapi dengan sirip-sirip radial dan pelek samping. Hasil pengujian stasioner menunjukkan bahwa penjatahan pupuk dapat diatur dengan mudah. Kapasitas hoper pupuk meningkat dari 5 kg menjadi 12 kg. Bobot mesin dapat dikurangi, sehingga beban angkat pada stang traktor berkurang dari 50 kg menjadi 31 kg. Pemupukan urea, TSP+KCl dapat dilakukan dengan dosis yang sesuai. Kapasitas lapangan teoritis mesin hasil modifikasi adalah 0.16 ha/jam dan kapasitas lapangan efektifnya adalah 0.13 ha/jam.

Kata kunci: mesin terintegrasi, penanam jagung, pemupuk, modifikasi, kinerjaDiterima: 23 Agustus 2010; Disetujui: 11 Januari 2011

1 Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kampus IPB Darmaga, PO Box 220 Bogor 16116; email: [email protected]

Page 5: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan

19

Pendahuluan

IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) (2007: 30), mendefinisikan perubahan iklim sebagai perubahan rata-rata dan/atau variabilitas faktor-faktor yang berkaitan dengan iklim dan tetap berlaku untuk satu periode yang panjang, umumnya puluhan tahun atau lebih. Faktor dan unsur iklim mencakup: hujan, evaporasi, kecepatan angin, kelembaban udara, suhu, konsentrasi CO2, dan hal lain yang berpengaruh terhadap iklim. Oleh karena itu, adanya perubahan iklim dapat diidentifikasi dengan melakukan analisis rentang waktu (Time Series Analysis) terhadap unsur atau faktor tersebut, salah satu nya adalah hujan.

Menurut Forster dan Ramaswany (2007: 135), perubahan iklim merupakan proses alami yang terjadi di bumi. Namun perubahan iklim terjadi lebih

cepat dalam dua ratus tahun terakhir. Hal ini terutama ditandai dengan semakin meningkatnya suhu di Bumi akibat meningkatnya Gas Rumah kaca (GRK). Pada dasarnya, GRK sangat dibutuhkan untuk menjamin kehidupan di bumi. Salah satunya adalah mengatur iklim untuk menjamin keberadaan air dalam bentuk cair. Tanpa GRK, bumi akan membeku dan tidak akan ada kehidupan di dalamnya (EPA, 2009). Peran utama GRK adalah menimbulkan Efek Rumah Kaca (ERK). ERK merupakan fenomena alam yang terjadi di Bumi. Ketika energi panas matahari mencapai bumi, energi tersebut ada sebagian yang dipantulkan dan sebagian diserap oleh permukaan dan atmosfer bumi (jumlahnya sekitar 240 W/m2). Guna menyeimbangkan energi yang datang tersebut, bumi memancarkan kembali energi ke angkasa dalam bentuk radiasi gelombang panjang secara terus menerus. Dalam proses ini,

Technical Paper

Analisis Kecenderungan Data Hujan di Jawa Timur Menggunakan Metode Mann-Kendal & Rank-Sum Test

Trend Detection of Rainfall Data in East Java Region usingMann-Kendal & Rank-Sum Tests

Indarto1, Budi Susanto2, dan Eka Mustika Diniardi2

Abstract

This paper describe temporal variability of rainfall data in East Java region and perform trend analysis using Mean-Kendall-Test. Is there any significant trend amongs periods? Time series data from (9) nine pluviometres around the East Java region were exploited. Daily rainfall data from: 01 January 1960 to 31 December 2005 were used as main input for the analysis. Daily, Monthly and Annual data were visualised by means of Exploratory Data Analysis (EDA) and then analysed using Mean-Kendall Test. Results shows that annual rainfall data from a few locations have significant negatif trend. However, Rainfall data from others locations have no significant trend amongs periods of observation.

Keywords: Trend Analysis, Rainfall data, East Java, Mann-kendal, Rank SUM

Abstrak

Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana data hujan bervariasi sepanjang waktu dan menganalisis secara statistik apakah ada perbedaan dan kecenderungan variasi data hujan pada dua rentang waktu yang berbeda. Sampel data diambil dari 9 alat penakar hujan di Jawa Timur, yang memiliki rekaman data lebih dari 20 tahun. Data hujan harian dari: 01 Januari 1960 sd 31 Desember 2005, divisualisasikan melalui Exploratory Data Analysis (EDA) dan diuji statistik menggunakan metode: Mann-kendall Test. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada beberapa lokasi terjadi kecenderungan data hujan tahunan yang signifikan, sementara pada stasiun lainnya tidak terjadi Trend yang signifikan.

Kata kunci: Analisis kecenderungan, data hujan, Jawa Timur, Mann-kendal, Rank-SumDiterima: 30 Agustus 2010; Disetujui: 19 Januari 2011

1 Lab. Teknik Pengendalian dan Konservasi Lingkungan (TPKL), PS Teknik Pertanian, FTP – UNEJ, Jl. Kalimantan no. 37 Kampus Tegalboto, Jember, 6812 E-mail: [email protected]

2 Lab. Teknik Pengendalian dan Konservasi Lingkungan Lab (TPKL) PS Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember. Jl. Kalimantan No.37 Jember 68121

Page 6: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan

29

Technical Paper

Eksplorasi Air Tanah di Pandaan

Groundwater Exploration at Pandaan, East Java

Roh Santoso Budi Waspodo1

Abstract

This geoelectricity survey was conducted to get an idea of the distribution of resistivity (rock resistivity) either vertically or laterally, especially the alleged distribution of layers of rock can serve as carriers of water layer or aquifer. The results of this survey are expected to provide data to the PT Sampoerna, about the possibilities of layout, the existence and depth of carrier layers of water that can be used to meet the supply water for the needs of the Integrated Education Trainning Center. The results of the geoelectricity measurements were generally cannot reach the target depth to be surveyed, where, from the 10 points of sounding wich were conducted, only 3 points could penetrate the >100 m depths in VES VES-2,-6,-7 and VES VES-8. This were likely due to the resistivity characteristics between rock layers which entirely were the product of volcanic activity in the form of breksi, breksi Tuff, lava and tuff were not so different that less could be detected properly. The value of soil or rocks doty resistivity ranged from 0.5 to 868 Ωm, volcanic breksi ranged from 1156 to 1944 Ωm, volcanic breksi and aquifer I (shallow) ranged from 600 to 770 Ωm, tuf ranged from 16 to 80 Ωm, breksi Tuff and aquifer II (deep) ranged from 126 to 226 Ωm. The possibility of the aquifer I (shallow) spreads were throughout the entire VES with the top depth ranged from 1.74 to 15.66 m. The base depth ranged from 14 to 28.59 m. The aquifer I thickness ranged from 8.37 to 16.36 m. The possibility of the aquifer II (deep) spreads were throughout the entire VES-2, VES-5, VES-6, and VES-7 with the top depth ranged from 17.16 to 72.32 m. The base depth ranged from 80 to 149.08 m. The aquifer I thickness ranged from 22,85 to 131,92 m. For the purposes of the water supply, it is recommended to perform the drilling around the VES-5, VES-6, VES-7 and VES-8 or by the VES-2 because in those areas have the potential of 2 aquifer layers or a thick aquifer layer.

Keywords: Aquifer, groundwater, resistivity

ABSTRAK

Survey geolistrik ini untuk mendapatkan gambaran mengenai sebaran tahanan jenis (resistivitas lapisan batuan) baik secara vertikal maupun lateral, terutama sebaran lapisan batuan yang diduga dapat berfungsi sebagai lapisan pembawa air atau aquifer. Hasil survey ini diharapkan dapat memberikan data kepada PT. Sampoerna, tentang kemungkinan letak, keberadaan dan kedalaman lapisan pembawa air yang dapat dipergunakan untuk memenuhi supply air bagi kebutuhan Integrated Education Trainning Center. Hasil pengukuran dari geolistrik secara umum tidak dapat mencapai target kedalaman yang harus disurvey, dimana dari 10 titik sounding yang dilakukan hanya terdapat 3 titik yang dapat menembus kedalaman >100 m yaitu pada VES-2, VES-6, VES-7 dan VES-8. Hal ini kemungkinan disebabkan karakteristik resistivitas antar lapisan batuan yang seluruhnya merupakan produk dari aktifitas vulkanik berupa breksi, breksi tuf, lava dan tuf ini tidak begitu berbeda sehingga kurang dapat terdeteksi dengan baik. Nilai resistivitas soil atau lapukan batuan berkisar antara 0.5–868 Ωm, breksi vulkanik berkisar antara 1156–1944 Ωm, breksi vulkanik dan aquifer 1 (dangkal) 600–770 Ωm, tuf berkisar antara 16–80 Ωm, breksi tuf dan aquifer 2 (dalam) berkisar antara 126–226 Ωm. Kemungkinan sebaran dari aquifer 1 (dangkal) terdapat di seluruh VES dengan kedalaman top berkisar antara 1.74–15.66 m. Kedalaman base berkisar antara 14– 28.59 m. Ketebalan aquifer 1 berkisar antara 8.37-16.36 m. Kemungkinan sebaran dari aquifer 2 (dalam) terdapat di VES-2, VES-5, VES-6, dan VES 7 dengan kedalaman top berkisar antara 17.16–72.32 m. Kedalaman base berkisar antara 80 – 149.08 m. Ketebalan aquifer 1 berkisar antara 22,85 – 131,92 m. Untuk keperluan supply air, disarankan untuk melakukan pemboran disekitar VES-5, VES-6, VES-7 dan VES-8 atau didekat VES-2 karena pada daerah tersebut memiliki potensi 2 lapisan aquifer atau 1 lapisan aquifer yang tebal.

Keyword: Aquifer, groundwater, resisivityDiterima: 06 September 2010; Disetujui: 08 Pebruari 2011

1 Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fateta IPB

Page 7: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan

37

Pendahuluan

Latar BelakangKebutuhan daging domba di Indonesia cukup

tinggi. Pada tahun 2007 sekitar 56,900 ton, dan hanya 2.75% terpenuhi dari produksi daging nasional (Ditjen Peternakan, 2008). Pertumbuhan populasi domba di Indonesia relatif kecil sedangkan permintaan terus meningkat seiring kenaikan jumlah penduduk dan perbaikan kesejahteraan masyarakat. Kebutuhan daging domba tiap tahun meningkat pada saat ibadah kurban dimana

dibutuhkan sekitar 5.6 juta ekor tiap tahunnya. Setiap restoran dan kaki lima membutuhkan 2-3 ekor tiap harinya, sedangkan pertumbuhan populasi domba belum sebanding dengan permintaan yang terus meningkat ( UGM, 2008). Pada tahun 2008 sekitar 579 ton daging domba muda diimpor dari Australia untuk memenuhi kebutuhan daging di Indonesia (Meat&livestock Australia, 2009).

Domba Garut atau domba Priangan merupakan domba lokal Indonesia yang banyak diternakkan di Jawa Barat. Populasi domba Garut tahun 2009 di Indonesia mencapai sekitar 4.8 juta ekor yang

Technical Paper

Analisis Iklim Mikro Kandang Domba Garut Sistem Tertutup Milik Fakultas Peternakan IPB

Indoor Climate Analysis In IPB’s Garut Sheep Cage

Meiske Widyarti1 dan Yoffa Oktavia2

Abstract

Microclimate condition of cage affecting the growth of livestocks. Livestocks will be able to develop and grow optimally in a good cage condition. Cages indoor or microclimate should be comfort and fit for livestock growth and functioned as a protector from environment influences. A good microclimate condition is influenced by air temperature, moisture content, velocity of air flow, and intensity of light. This study aims to analyze the distribution of temperature, humidity, wind speed and patterns inside the Garut sheep’s cage. Datas are collected on Faculty of Animal Husbandry IPB’s Garut sheep fattening cages. Datas including temperature, relative humidity, wind speed, and solar radiation were taken three days from 07:00 pm until 15:00 pm and analyzed using microsof exel program. The study results showed that the highest indoor cage temperature is 33.33OC at 12.00 pm., with relative humidity 73,33% and wind speed 0,38 m/sec. This condition is not optimal enough for Garut sheeps’s growth.

Keywords: animal cage, Garut sheep, micro climate.

Abstrak

Kondisi kandang mempengaruhi pertumbuhan ternak. Ternak akan mampu berkembang dan tumbuh secara optimal dalam kondisi kandang yang baik. Kandang yang baik harus sesuai bagi pertumbuhan ternak antara lain kenyamanan, naungan serta perlindungan dari pengaruh lingkungan. Kondisi kandang yang baik sangat dipengaruhi oleh suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, dan intensitas cahaya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sebaran suhu, kelembaban, kecepatan angin dan pola aliran udara di dalam kandang. Pengambilan data dilakukan di kandang penggemukan domba Fakultas Peternakan IPB. Data yang diambil meliputi suhu, RH, kecepatan angin, dan radiasi matahari. Pengukuran dilakukan mulai pukul 07.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB. Setelah itu, data hasil pengukuran dianalisis dan dibandingkan dengan standard .

Hasil penelitian menunjukkan suhu tertinggi di dalam kandang adalah 33,33 0C pada pukul 12.00 WIB. Dengan kelembaban relatif 73,33 % dan kecepatan angin 0,38 m/detik. Kondisi ini belum optimal bagi pertumbuhan domba Garut.

Kata kunci : Domba Garut, iklim mikro, kandang penggemukan.Diterima: 14 September 2010; Disetujui: 15 Pebruari 2011

1 Dosen pada Departmen Teknik Sipil dan Lingkungan , email: [email protected] Mahasisiwa pada Departmen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Page 8: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan

43

Pendahuluan

Produktivitas bawang merah Indonesia masih rendah yaitu 9.2 ton/ha, impor bawang merah mencapai 56710 ton (BPS, 2004). Oleh karena itu perlu adanya peningkatan produksi bawang merah. Bawang merah mempunyai kepentingan gizi, posisi

penawaran dan permintaan yang penting, karena dikonsumsi setiap hari dan sebagai bahan industri. Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Cirebon, Kediri, Sumenep tergolong daerah sentra produksi bawang merah.

Masalah utama dalam peningkatan produksi bawang merah adalah penyediaan bibit yang

Technical Paper

Modifikasi Iklim Mikro pada Bawang Merah Hidroponik dalam Rangka Memperoleh Bibit Bermutu

Micro Climate Modification on Hydrophonic for Red Onion in Gaining Quality Seed

Agus Margiwiyatno1 dan Eni Sumarni2

Abstract

Red Onion is one of prime commodities in Indonesia and the seed production has been efforted for gaining higher quality and healthy seed. Considering this matter, hydrophonic culture in a greenhouse could be applied for this purpose. Micro climate has to be controlled for giving favourable environment for growth of the Red Onion. Micro climate control in root zone (zone cooling) is an alternative for efficient use of energy in the greenhouse. Objective of this research was to find nutrient and medium cooling temperature favourable for hydrophonic of Red Onion. The experiment involved 2 factors: cooling temperature (18OC,21OC,24OC, and no cooling) and planting médium (husk charcoal, cocopeat, cocopeat + sand). The results indicated that use of husk charcoal and cooling at 24OC gave highest yield. The greatest number of leaves was gain when the cooling temperature was 24OC, while the lowest was at 18OC. Big size tubers were found when husk charcoal was used as medium while the smallest size tubers when the cocopeat was used. The highest wet weight of tubers were gained when husk charcoal with cooling temperature at 24OC, however the cooling temperature has not yet significantly increase the number of tubers.

Keywords: zone cooling, hydrophonic, red onion

Abstrak

Bawang Merah merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dan produksi benihnya terus diupayakan untuk mendapatkan benih yang berkualitas dan sehat. Sehubungan dengan hal ini, budidaya hidroponik dalam suatu rumah kaca dapat diterapkan untuk keperluan tersebut. Iklim mikro harus dikontrol untuk memberikan lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan Bawang Merah. Pengontrolan iklim mikro pada zona perakaran (zone cooling) merupakan salah satu alternatif untuk penggunaan energi secara efisien dalam rumah kaca. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan nutrisi dan suhu media pendingin yang sesuai untuk budidaya hidropinik Bawang Merah. Percobaan melibatkan 2 faktor : suhu pendinginan (18oC,21oC,24oC, dan tanpa pendinginan) dan media tanam (arang sekam, cocopeat, dan cocopeat+pasir). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan arang sekam dan pendinginan pada suhu 24 0C memberikan hasil panen tertinggi. Jumlah daun terbanyak diperoleh suhu 24 0C, sedangkan jumlah yang paling sedikit diperoleh pada suhu 18 0C. Umbi ukuran besar diperoleh pada penggunaan arang sekam sebagai medium sedangkan ukuran umbi terkecil diperoleh pada penggunaan cocopeat. Bobot basah umbi terbesar diperoleh pada penerapan arang sekam dan suhu pendinginan 24 0C, namun suhu pendinginan tersebut belum secara nyata meningkatkan jumlah umbi.

Kata kunci : zone cooling, hidroponik, bawang merah.Diterima: 22 September 2010; Disetujui: 23 Pebruari 2011

1 Staf pengajar pada Program studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, FAPERTA – UNSOED. Email: [email protected] Staf pengajar pada Program studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, FAPERTA – UNSOED. Email: [email protected],

Page 9: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan

49

Pendahuluan

Faktor penting bagi konsumen adalah jaminan mutu (rasa) dan keseragaman tingkat kematangan buah yang diterima. Sering di pasaran dijumpai adanya perbedaan mutu antara buah yang menjadi

contoh dengan yang dijual, karena berbeda asal pohonnya maupun berbeda jenis atau kultivarnya. Dengan demikian mutu buah yang diperoleh tidak sesuai yang diinginkan. Untuk itu diperlukan suatu sortasi agar diperoleh mutu buah yang diterima oleh konsumen (Haryanto dkk, 1999).

Technical Paper

Identifikasi Kematangan Buah Tropika Berbasis Sistem Penciuman Elektronik Menggunakan Deret Sensor Gas Semikonduktor Dengan

Metode Jaringan Syaraf Tiruan

Tropical Fruit Maturity Identification Based on Electronic Nose System Using Array Semiconductor Gas Sensors with Neural Network Method

Arief Sudarmaji1 dan Rifah Ediati2

Abstract

The research aimed to design the systems of tropical fruit maturity identification based on electronic nose using Array SnO2 semiconductor gas sensor. The research utilized five TGS sensors, namely TGS2600, TGS2602, TGS813, TGS2611, and TGS2612. The array sensor outputs are acquired by personal computer through interface unit based on microcontroller Atmega 8535. The acquisitions are made every 0.5 seconds for a minute for each sensor output. Then, it was determined the average sensor output as an input for Artificial Neural Network (ANN) which used Multi Layer Perceptron (MLP) architecture with three layers. ANN Training applied Backpropagation algorithm. The results showed the sensor output responses vary by the level of maturity of fruit. The obtained training yielded the architecture of ANN for the fruit maturity identification system were 5 inputs and 4 outputs with a number of hidden layer neurons for oranges and strawberries was 16 while for tomatoes was 32. The identification application showed that the successful identification percentage of orange was 93.75%, 75% of strawberries, and 81.25% of tomatoes. Overall success rate of detecting the level of maturity of fruit (oranges, strawberries, and tomatoes) was 83.33%

Keywords: E-nose system, TGS sensor, fruit maturity, ANN application

Abstrak

Penelitian bertujuan merancang bangun sistem identifikasi kematangan buah tropika berbasis penciuman elektronik (e-nose) menggunakan deret sensor gas semikonduktor SnO2 menggunakan jaringan syaraf tiruan. Dalam penelitian digunakan deret 5 sensor seri TGS: TGS2600, TGS2602, TGS813, TGS2611, dan TGS2612. Deret sensor diakuisisi dalam komputer melalui unit antarmuka berbasis mukrokontroler Atmega 8535. Akuisisi dilakukan dalam 1 menit tiap 0.5 detik sehingga diperoleh 120 data untuk tiap keluaran sensor. Ditentukan rata-rata keluaran sensor sebagai masukan Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Arsitektur JST menggunakan Multi Layer Perceptron (MLP) dengan 3 lapis. Hasil penelitian menunjukkan respon keluaran sensor berbeda-beda untuk tiap tingkat kematangan buah. Pelatihan JST menggunakan algoritma backpropagation. Dari hasil pelatihan didapatkan srsitektur jaringan syaraf tiruan untuk sistem identifikasi adalah 5 input dan 4 output dengan jumlah neuron hidden layer untuk identifikasi kematangan jeruk dan stroberi adalah 16 sedangkan untuk tomat adalah 32. Dari hasil pengujian aplikasi diperoleh persentase keberhasilan identifikasi kematangan buah jeruk sebesar 93.75%, stroberi sebesar 75%, dan tomat 81.25%. Secara keseluruhan persentase keberhasilan sistem dalam mendeteksi tingkat kematangan buah (jeruk, stroberi, dan tomat) adalah sebesar 83.33%.

Keyword : sistem penciuman elektronik, sensor TGS, kematangan buah, aplikasi JSTDiterima: 04 Oktober 2010; Disetujui: 28 Pebruari 2011

1 Dosen Teknik Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Email: [email protected] Dosen Teknik Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Email: [email protected],

Page 10: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan

59

Pendahuluan

Pengerasan kulit merupakan indikator kerusakan pada penyimpanan buah manggis. Buah manggis yang kulitnya mengeras dikategorikan rusak karena sulit dibuka sehingga tidak disukai oleh konsumen. Pengerasan kulit ini berkaitan dengan kandungan air pada kulit buah. Hasil penelitian terdahulu

menunjukkan bahwa kekerasan kulit cenderung meningkat sedangkan kadar air kulit buah cenderung menurun selama penyimpanan pada suhu ruang maupun pada suhu dingin. Penurunan kadar air kulit terjadi akibat transpirasi dan respirasi buah selama penyimpanan (Hasbi et al. 2005, Suyanti & Setyadjit 2007). Hasil pengamatan penampang melintang kulit buah manggis menunjukkan bahwa

Technical Paper

Penentuan Pola Peningkatan Kekerasan Kulit Buah Manggis Selama Penyimpanan Dingin Dengan Metode NIR Spectroscopy

Determination the Pattern of Pericarp Hardening of Mangosteen Fruit during Cold Storage using NIR Spectroscopy

Dwi Dian Novita1, Usman Ahmad2, Sutrisno3, I Wayan Budiastra4

Abstract

Pericarp hardening of mangosteen fruit has correlation with the decrease in moisture content due to transpiration and respiration during storage. The change of pericarp moisture content during storage may be determined nondestructively using near infrared (NIR) spectroscopy. The objectives of this study were to build calibration model of NIR reflectance to predict the moisture content of the pericarp, and to determine the pattern of pericarp hardening based on change of moisture content during storage using NIR reflectance. NIR reflectance spectra were obtained from fruits stored at 8OC, 13OC, and room temperature. Calibrations were built using partial least squares (PLS) and artificial neural network (ANN) models. Results of analysis indicated that pericarp moisture content could be predicted well by NIR reflectance using the calibration model of PLS for mangosteen stored at 8OC, 13OC, and room temperature. The pattern of pericarp hardening based on change of moisture content also could be determined using NIR reflectance for mangosteen stored at 13OC and room temperature.

Keywords: mangosteen fruit, pericarp hardening, moisture content NIR spectroscopy, PLS, ANN

Abstrak

Pengerasan kulit buah manggis memiliki korelasi dengan penurunan kadar air kulit buah akibat dari proses transpirasi dan respirasi buah selama penyimpanan. Perubahan kadar air kulit buah selama penyimpanan bisa ditentukan secara non-destutive dengan menggunakan near infrared (NIR) spectroscopy. Tujuan penelitian ini adalah menyusun model kalibrasi reflektan NIR untuk memprediksi kadar air kulit buah manggis, serta untuk menentukan model pengerasan kulit buah berdasarkan perubahan kadar air selama penyimpanan menggunakan reflektan NIR. Spektra reflektan NIR diambil dari buah manggis yang disimpan pada suhu 8oC, 13oC dan suhu ruang. Kalibrasi dibangun dengan menggunakan model partial least squares (PLS) dan artificial neural network (ANN). Hasil analisis mengindikasikan bahwa kadar air kulit buah dapat diprediksi secara baik dengan reflektan NIR menggunakan model kalibrasi PLS untuk buah manggis yang disimpan pada suhu 8oC, 13oC dan suhu ruang. Model pengerasan kulit buah berdasarkan perubahan kadar airnya juga dapat ditentukan dengan reflektan NIR untuk buah manggis yang disimpan pada suhu 13oC dan suhu ruang.

Kata kunci : buah manggis, pengerasan kulit, NIR spectroscopy, PLS, ANNDiterima: 19 Oktober 2010; Disetujui: 10 Maret 2011

1 Alumni Program Studi Teknologi Pasca Panen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor2 Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Email: [email protected] Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Email; [email protected] Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian IPB. [email protected],

Page 11: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan

69

Pendahuluan

Dalam rangka swasembada karbohidrat di Indonesia, jagung memegang peranan penting kedua setelah padi. Sebagai bahan makanan, jagung bernilai gizi tidak kalah dibandingkan dengan beras. Kehilangan produksi selama penanganan pasca panen di Indonesia masih sangat besar dikarenakan penanganan pasca panen yang tidak tepat.

Salah satu aspek penanganan pasca panen yaitu pengeringan yang dimaksudkan agar jagung yang dikonsumsi oleh manusia dapat disimpan dalam waktu lama. Dan salah satu mesin pengeringan artificial yang biasa digunakan adalah mesin pengering sistem fluidasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pengeringan jagung dengan menggunakan mesin pengering fluidasi, dan menentukan model pengeringan lapisan tipis yang sesuai dengan karakteristik pengeringan lapisan tipis biji jagung.

Metode Penelitian

Tempat PenelitianPenelitian ini dilakukan di Laboratorium

Mekanisasi Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Hasanuddin.

1 Staff Keteknikan Pertanian Universitas Hasanuddin. Email : [email protected] Staff Keteknikan Pertanian Universitas Hasanuddin.

Technical Paper

Pengeringan Lapis Tipis Biji Jagung Dengan Alat Pengering Sistem Fluidasi

The Drying of Layer of Corn Seed with Fluidized Bed Dryer

I.S Tulliza1 dan Mursalim2

Abstract

The objective of this study are to analyze the drying characteristics of corn, and then determine the thin layer drying models which represents the characteristics of thin layer drying of corn seed. This experiment were conducted using a laboratory scale fluidized bed dryer. The drying condition was controlled at four-level temperatures of 40 OC, 50 OC, 60 OC and 70 OC and at air velocity of 2.2 m/s. Characteristics of corn drying in this study indicate that only occurs the drying rate decreased which decreased continuously with decreasing moisture content to near equilibrium moisture content (drying after 2 hours). Two thin layer drying models, namely Mursalim Henderson-Pabis Model and Page Model were fitted to the experimental data. The results show that the Page model is a best fits model which represents the driying characteristics of thin layer drying of corn seed.

Keywords: Drying; Corn seed; Thin Layer Drying

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pengeringan jagung, dan menentukan model pengeringan lapisan tipis yang sesuai dengan karakteristik pengeringan lapisan tipis biji jagung. Penelitian berlangsung dengan mengeringkan biji jagung dalam alat pengering sistem fluidasi untuk empat level suhu pengeringan yang berbeda yaitu 40 OC, 50 OC, 60 OC dan 70 OC pada kecepatan 2,2 m/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terjadi laju pengeringan menurun yang diawali dengan pengeringan menurun tajam dan kemudian menurun secara perlahan sampai mendekati kadar air keseimbangan (pengeringan setelah 2 jam). Pola ini semakin terlihat jelas pada suhu pengeringan di atas 50 OC. Dua model pengeringan lapisan tipis yaitu Model Henderson-Pabis dan Model Page diuji dengan mengkorelasikan model yang sesuai dengan data hasil ekperimen. Hasilnya menunjukkan bahwa Model Page merupakan model yang paling sesuai dengan karakteristik pengeringan lapisan tipis biji jagung.

Kata Kunci : Pengeringan, Biji jagung, Lapisan TipisDiterima: 11 Nopember 2010; Disetujui: 21 Maret 2011

Page 12: Technical Paper - web.ipb.ac.idweb.ipb.ac.id/~jtep/Abstrak012011.pdf · komponen penyusun yang diperkirakan dalam persen (%) volume secara ideal komposisinya adalah mineral 45%, bahan

73

Pendahuluan

Industri gula tebu merupakan salah satu agroindustri yang memegang peranan strategis dalam tatanan ekonomi di Indonesia. Hal ini karena gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok kebutuhan masyarakat. Pada tahun 2010 penduduk Indonesia berjumlah 234,181,000. Dengan konsumsi gula 12.5 kg/tahun orang,

diperkirakan konsumsi gula Indonesia pada tahun tersebut 2,927,262 ton. Setiap tahunnya konsumsi gula nasional ini selalu meningkat secara signifikan seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, namun di pihak lain hasil produksi gula dalam negeri belum dapat mencukupinya, sehingga untuk menutupi kekurangan tersebut pemerintah harus mengimpor gula. Oleh karena itu pemerintah berusaha merealisasikan swasembada gula tahun 2014

1 Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Teknologi Pertanian IPB, [email protected] Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga Bogor,16680.3 Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga Bogor,16680.

Technical Paper

Identifikasi Kekritisan Komponen Pada Lini Produksi Pabrik Gula Tebu Menggunakan Metode Equipment Criticality Rating

The Identification of Component Criticality at Production Line of Sugar Fabrication Using ECR Methode

Sally Cahyati1, Bambang Pramudya2, Setyo Pertiwi3, Sam Herodian3

Abstract

ECR is one of Maintenance Performance Index (MPI)’s criteria in The System of Eco Maintenance (SEM) proposed for sugarcane fabrication. The SEM is a maintenance system that concerns to energy conservation issue in sugarcane fabrication. Reduction of energy consumption can affect the reduction of pollutant produced by sugarcane fabrication process. MPI and EPI (Environment Performance Index) are Operational Performance Index (OPI)’s components that calculated by SEM. The OPI will be used for selecting a proper strategy for revitalization of sugarcane factory. ECR uses a pairwise comparison assesment based on experts interview and judgement. Then, it will be calculated by Expert Choice software. The weight of ECR’s criteria will be multiplied by criteria value from data processing result in SEM software. The results show that the highest value of ECR is of 41.52 for Mill and Boiler station and the lowest result is of 8.83 for Drying and Packaging station. Finally the value of ECR will be classified into very critical (ECR1), critical (ECR2), less critical (ECR3) and non critical (ECR4), to determine the level of station’s criticality.

Keywords: ECR, eco maintenance, sugarcane

Abstrak

ECR adalah salah satu dari kriteria Indeks Kinerja Perawatan (MPI) dalam Sistem Eco Maintenance (SEM) yang diusulkan untuk pengolahan gula tebu. SEM adalah suatu sistem perawatan yang peduli terhadap isu konservasi energi dalam pengolahan gula tebu. Pengurangan konsumsi energi dapat berpengaruh terhadap pengurangan polutan yang dihasilkan oleh proses pengolahan gula tebu. MPI dan EPI (Indeks Kinerja Lingkungan) adalah komponen-komponen dari Indeks Kinerja Operasional (OPI) yang dihitung oleh SEM. OPI akan digunakan untuk menyeleksi strategi yang tepat bagi revitalisasi pabrik pengolah gula tebu. ECR menggunakan penilaian pembandingan berpasangan berbasis pada wawancara dan penilaian pakar. Kemudian, penilaian tersebut akan dihitung oleh piranti lunak Expert Choice. Bobot dari kriteria ECR akan dikalikan dengan nilai kriteria dari hasil pemrosesan data dalam piranti lunak SEM. Hasilnya memperlihatkan bahwa nilai tertinggi dari ECR adalah 41.52 untuk stasiun Gilingan dan Ketel Uap dan hasil terendah adalah 8.83 untuk stasiun Pengeringan dan Pengepakan. Pada akhirnya nilai ECR akan diklasifikasikan menjadi sangat kritis (ECR1), kritis (ECR2), kurang kritis (ECR3) dan tidak kritis (ECR4), untuk menggambarkan tingkat dari kekritisan stasiun.

Kata Kunci: ECR, Eco Pemeliharaan, TebuDiterima: 26 Nopember 2010; Disetujui: 30 Maret 2011