Teater tradisional sulawesi, kalimantan, papua

32
TEATER TRADISIONAL SULAWESI

Transcript of Teater tradisional sulawesi, kalimantan, papua

TEATER TRADISIONAL SULAWESI

Gandrang Bulo Berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan. Kesenian gandrang bulo sudah

berkembang sejak zaman penjajahan Jepang. Aslinya gandrang bulo merupakan pertunjukan seni tari yang diiringi permainan musik gendang dan biola dari bambu. Namun di zaman penjajahan Jepang, kesenian rakyat ini dikembangkan dengan menambahkan dialog-dialog spontan dan gerak tubuh para penari yang kocak. Sejak itu, kesenian gandrang bulo lebih dikenal dengan kesenian yang menyampaikan aspirasi dan kritik rakyat dengan cara yang ringan dan lucu.

Pemain membawakan karakter lucu seperti orang idiot atau orang kampung yang lugu berhadapan dengan pemeran pejabat atau orang berkuasa yang angkuh. Orang idiot dan orang kampung itu selalu berhasil mencibir si pejabat.

Pertunjukan gandrang bulo umumnya dilakukan diatas sebuah panggung dan diiringi musik dari gendang. Para pemainnya menggunakan kostum sehari-hari sesuai dengan cerita yang dipertunjukan. Disela-sela pertunjukan sering disisipkan tari-tarian tradisional dari Makassar seperti Tari Se'ru dan Tari Pepe.

Berbeda dengan tarian etnis Bugis – Makassar lain yang berirama lembut, lamban dan penuh pengkhyatan disetiap tarinya. Tari gandrang bulo justru mengedepankan gerakan tangan dan kaki dengan tempo cepat, rancak dan energik seolah tak ada tata gerak baku. Sesungguhnya tarian itu melambangkan karakter orang Bugis – Makassar, dalam perspektif gender masing-masing, Karakter Bugis – Makkassar yang keras dan tegas memang hanya ditemui pada kaum pria, sementara pada kaum perempuan justru sebaliknya. Mereka cenderung tampil anggun, gemulai dan keibuan.

Kondobuleng Kondobuleng, sejenis teater tradisional suku Bugis-Makassar, Sulawesi

Selatan. Catatan tertua menegaskan, teater tradisional ini milik orang Bajo.

Teater tradisional Kondobuleng mempunyai keunikan yang tidak dipunyai oleh teater tradisional lainnya di Indonesia, yaitu tidak adanya batas antara pemain dengan perlengkapan pada adegan tertentu. Mereka adalah pemain, tetapi pada adegan yang sama, mereka adalah perlengkapan pemain. Mereka perahu yang sedang menyeberangi samudra, tetapi pada saat itu pula, mereka adalah manusia yang sedang menumpangi perahu itu.

Kondobuleng yang telah berusia sekitar 300 tahun itu, mengandung fungsi-fungsi sosial yang memiliki 3 nilai yaitu nilai pendidikan, nilai hiburan, dan nilai penciptaan .Nilai-nilai tersebut dapat ditemukan sepanjang pertunjukanya yang sederhana tapi sangat simbolis melalui tiga jenis komedi, yakni kecelakaan fisik, kejenakaan verbal, dan komedi ide. Tak ada kecelakaan pentas pada Kondobuleng. Semua berlangsung santai.

Berbagai perubahan terjadi dan karena itu berbagai penafsiran muncul dalam perjalanannya. Ada yang berpendapat bahwa Kondobuleng adalah simbol kesucian, kemurnian; dan karena itu meskipun tokoh kondo (bangau) sudah mati karena ditembak, dia hidup kembali. Pada masa penjajahan Belanda, tokoh Bangau ditafsirkan sebagai Belanda, dan karena itu tidak hidup kembali setelah tertembak oleh gerilya. Ketika PKI (Partai Komunis Indonesia) masih bercokol di Indonesia, tokoh Bangau hidup kembali setalah ditembak oleh PKI, dan karena itu sang penembak harus menembak dirinya sendiri, karena dianggap dia tidak mampu melaksanakan tugas partai dengan baik. Hal ini mengingatkan kita tentang prinsip PKI, bahwa segala sesuatunya ada di bawah telapak kaki politik. Salah satu sebab perbedaan penafsiran itu disebabkan oleh adanya perubahan tertentu, tetapi tidak mengubah pola.

Pada awalnya Kondobuleng berbentuk permainan yang nirkata, tanpa kata atau tanpa tuturan. Segala sesuatuya terungkap melalui gerak dan musik. Vokal manusia terwujud dalam nyanyian, tawa, dan teriakan. Penyebarannya sangat lamban karena hanya ada melalui permainan pengisi waktu. Dalam perjalanannya yang sangat lamban, status Kondobuleng berubah dari permainan menjadi pertunjukan. Itulah sebabnya dalam masyarakat tradisional Bugis-Makassar, permainan masyarakat yang telah berubah menjadi pertunjukan itu dijadikan salah satu mata acara keramaian, misalnya dalam pesta perkawinan, naik rumah baru, khitanan, dll.

Tokoh dalam Kondobuleng terdiri atas dua. Tokoh pertama, Bangau. Untuk memberi kesan bangau, pemain yang memerankannya mengenakan kain putih polos yang diselimutkan mulai dari pundak sampai ke kaki. Selain itu, secarik kain yang juga berwarna putih diikatkan di bagian leher, diputar ke atas menutupi kepala termasuk wajah. Di bagian mulut, tertonjol runcing oleh bentukan bambu. Itulah paruhnya. Inilah Kondobuleng-nya. Tokoh kedua, Pemburu, laki-laki dengan sebatang tongkat yang berfungsi sebagai senapan.

TEATER TRADISIONALKALIMANTAN

Dibagi menjadi 2:

Teater Tutur

Teater non Tutur

TEATER TUTUR

Bapandung

Lamut

Andi-Andi

Dundam

1. Bapandung• Bapandung lahir di Desa Muara Munign kabupaten Tapin.

• Orang-orang dahulu mengenal bapandung sebagai suatu seni keterampilan bercerita. Orang ini disebut pandung.

• Pandung bercerita kepada orang yang hadir. Tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita, dimainkan dengan menirukan suara, tingkah laku seseorang, dan sebagainya. Hal ini mengingat kita pada seni Monolog.

2. Dundam• Teater tutur yang di kisahkan oleh pendundam dengan prosa lirik, berpantun-pantun. Lagunya lebih dekat dengan lagu mantra.

• Cerita adalah tokoh legenda orang Dayak (Bukit) dalam suatu kelompok. Ada hubungan cerita dengan etnis Banjar atau dengan kerajaan Banjar.

• Dundam hampir punah ( sejak tahun 1980 tidak pernah lagi di pergelarkan ) karena pencerita harus dalam gelap gulita. Cahaya lampu tidak bisa memaksa ia bercerita.

• Media untuk bercerita adalah sebuah gendang atau tarbang yang dipukul berirama mengiring lagu pendundam bercerita.

3. Lamut

• Teater tutur lamut befungsi sebagai upacara pengobatan anak yang sakit, bisa juga berfungsi sebagai tontonan masyarakat.

• Pelamutan duduk berila dengan memegang sebuah gendang budar yang dikenal dengan nama tarbang. Pelamut berbaju Taluk balanga ( Koko ) memakai sarung palekat, berkopiah hitam. Penonton duduk santai lesehan.

4. Andi-Andi

• Teater andi-andi adalah seseorang berkisah tentang legenda, dongeng dan sebagainya disaat orang bergotong royong, mengetam padi di sawah.

• Fungsinya menghibur orang bekerja. Ceritanya dari syair-syair, tutur candi,dan dongengan. Jenis teater ini telah pudar, karena si penutur sudah tiada dan usia uzur.

TEATER NON TUTURMamanda

Tantayungan

Wayang Gipang

Anak Dalapan

Wayang GungBapantulan

Japin Carita

1. Mamanda• Teater rakyat mamanda, tumbuh dan berkembang sejak tahun 1900-an di Desa Periuk, kecamatan Margasari, kabupaten tapin.

• Cerita permulaan ketika adalah Syair Abdul Malik. Kemudian berkembang kepada legenda rakyat, dongeng 1001 malam dan sebagainya.

• Busanya yang khas banjar dan melayu, serta iringan musik yang terdiri dari rebab/biola, Babun/gendang, dan gung menyebabkan teater tradisi ini cepat populer dan berkembang keseluruh Kalimantan selatan.

2. Tantayungan• Teater tantayungan tumbuh di desa haruyan, dan Barikin kabupaten hulu sungai Tengah. • Pada mulanya hanyalah perang-perangan antara kelompok pengantin pria dengan kelompok wanita. Kemudian terjadi Cerita yang berasal dari syair maupun legenda “ Orang Bukit “.• Teater ini unik, pemainnya semua memakai tombak sedang pakainnya dari etnis Banjar dengan kida-kida ( penutup dada ). Pengiring teater ini adalah gemelan Banjar bercampur dengan sarunai, sehingga ke danimisan musik menjalin gerakan pemain.

• Teater tantayungan ini hampir punah namun masih ada yang memelihara di Desa Barikin.

3. Wayang Gipang / Kuda Gipang Carita

• Wayang Gipang disebut juga teater Kuda Gipang Carita / Bakisah ( bhs banjar ), karena semua memakai kuda Gipang dari anyaman bamboo.

• Cerita bersumber dari Mahabarata dengan episode Kerajaan Suryapringgandani yang dirajai oleh Prabu Kisa dan anak-anaknya Dewi Arimbi, Raden Arimba, Patih Praja Kangkapa, Braja Musti, Braja Langatan dan temtu saja ada kerajaan musuh yakni bernama kerajaan Siring Sagara, Suara Warga dan lain-lain yang dicipta oleh sang pengarang lakon.

• Cerita yang sangat populer adalah sekitar perkawinan Dewi Arumbi dengan Arya Bima.

• Seperti semua teater non tutur (dimainkan orang), arena pentas pada umumnya diatur sesuai serobong dan cirri khas seting adalah sebuah meja, ditafsirkan sebagai lambang Istana, pohon, goa, rumah, hutan dan lain-lain

4. Wayang Gung• Tempat bermain teater Wayang Gung berbentuk sama dengan teater Mamanda.

• Cerita diambil pakem Ramayana, sekitar pertarungan Negara Pancawati dengan Alengka Diraja. Negara Pancawati menuntut Negara Alengka, karena Dewi Shinta isteri maharaja Pancawati yang bernama batara Rama diculik oleh Rahwana Dasamuka. Peperangan terjadi, dan dimenangkan oleh Negara Pancawati dengan tentara keranya dipimpin oleh ksatria hanoman pancasona.

• Iringan musik teater ini adalah seperangkat gamelan Banjar. Pemain teater Wayang Gung ini semua memakai tutup kepala atau disebut dengan ketopang. Pemain juga memakai baju Mamanda, difungsikan sebagai baju raja-raja dalam Wayang Gung.

• Teater Wayang Gung ini tumbuh di Desa Barikin, kabupaten Hulu Sungai Tangah, desa Kayu Bawang kabupaten Hulu Sungai Selatan dan menyabar keseluruh Kalimantan Selatan sekitar tahun 1990-an.

5. Teater japin Carita•Teater Japin Carita menceritakan tentang tingkah polah kehidupan masyarakat disekitarnya, tentang perkawinan, percintaan, kerajaan dan sebagainya.

•Sebelumnya terjadi bujuk-bujukan dengan stilisasi tari japin, tema ini lambat laun berubah manjadi tarian gembira oleh anak muda.

•Ada pula teater japin yang menceritakan pembela kebenaran, seperti dalam dongeng, yakni kasatri yang jujur, berani membela masyarakat.

•Teater ini tumbuh di Desa Sungai Miai, Kota Banjarmasin tahun 1902.

JAPIN CARITA

6. Teater Topeng / Bapantulan

• Teater ini tumbuh di Desa Barikin Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan dibina oleh seorang dalang Wayang Kulit Banjar.

• Semua pemain memakai topeng Banjar. Cerita, ada yang mengambil topeng Panji, ada yang mengambil syair atau pun khusus cerita keluarga Pantul Banjar lambing kerakyatan yang bersikap lugu, pintar dan tak terhindar dari serba kekurangan.

7. Teater Anak Delapan• Asal mula teater tradisi Anak Delapan adalah tarian berbaris-baris delapan orang anak raja-raja pada suatu pesta dalam bentuk tari dan nyanyi. Kemudian datang seorang raja yang mengandalkan keterampilan.

•Pada kurun waktu tertentu tarian ini menjelma atau berubah menjadi suatu drama / teater tradisi yang ceritanya Istana Sentris mirip seperti teater Mamanda.

•Teater ini masih hidup di kabupaten Kotabaru dan di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

ANAK DELAPAN

TEATER TRADISIONALPAPUA

Dalam kesenian masyarakat papua di masa lampau, sebuah tarian atau perilaku teatrikal sering dilakukan tanpa kehadiran penonton. hal itu dilakukan sebagai cara komunikasi suku atau kumpulan masyarakat terhadap arwah-arwah nenek moyang. Proses kemunculan teater tersebut disesuaikan dengan wilayah hukum adat papua

 Pada dasarnya seni teater di Indonesia mula-mula berisi ekspresi komunikasi masyarakat mesolitik yang berburu dan neolitik yang agraris. Masyarakat mesolitik yang menggunakan proses berburu sebagai mata pencaharian untuk mewujudkan bentuk-bentuk teatrikal, seperti: berburu binatang atau ikan, mencari ubi-ubian, serta perebutan kekuasaan. Begitu juga dengan wujud teater papua juga tidak jauh-jauh dari cara hidup mereka tersebut seperti simbol-simbol tingkah laku binatang, binatang air, dan juga gerak alam. contohnya adalah teater sasimbiori yang menceritakan pengorbanan seorang ibu.

SASIMBIORI

Kisah Sasimbiori dibawakan dengan ringan dan menggelitik karena penuh imaji yang tak masuk akal, namun sarat pesan dan filosifi kehidupan. Penjabaran perjalanan hidup manusia ibarat dua sisi mata uang yang saling berseberangan; tak dapat dipisahkan. Ada sedih ada bahagia, ada kecewa ada pemulihan, ada duka ada suka, ada iri hati ada kasih mesra, ada saatnya lahir ada masanya mati. Meski lahir dan dibesarkan oleh seekor kangguru, Sasimbiori mendapat bekal didikan dan kasih sayang dari sang Ibu yang menempanya menjadi manusia yang berbudi luhur. Karakter seseorang dibentuk dari lingkungan terkecil yaitu keluarga, dan sosok seorang Ibu (perempuan) memegang peranan yang sangat penting.

Karena sayangnya, sang Ibu pun tak mau berdiam diri ketika anaknya tak pulang dari berburu. Keyakinan membawanya menyeberangi lautan demi mencari buah hatinya. Pulau tempat tinggal Sasimbiori tersebut dikenal warga sebagai Sasimbiori Nupori (pulau yang ditemukan oleh Sasimbiori) atau sekarang dikenal sebagai pulau Numfor, Biak, Papua Barat. Sedang buah kelapa yang digunakan oleh Wawi Amori sebagai pelampung dan ditinggalkan di pulau itu; diyakini sebagai cikal bakal pohon kelapa yang berkembang di pulau Numfor hingga hari ini