Drama Dan Teater

29
1 ANALISIS PERBEDAAN DRAMA DAN TEATER MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu Mata Bahasa Indonesia D osen : Januari, M.Pd Disusun Oleh : Nama : Siti Sopiah Kelas : I B

Transcript of Drama Dan Teater

Page 1: Drama Dan Teater

1

ANALISIS PERBEDAAN DRAMA DAN TEATER

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Individu Mata Bahasa Indonesia

Dosen : Januari, M.Pd

Disusun Oleh :

Nama : Siti Sopiah

Kelas : I B

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SYEKH MANSHUR

(STAISMAN) PANDEGLANGBANTEN

2012/2013

Page 2: Drama Dan Teater

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita

berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu

membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada

kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita

capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya saya ucapkan kepada Dosen Mata

Kuliah Bahasa Indonesia serta teman-teman sekalian yang telah membantu, baik

bantuan berupa moril maupun materil, sehingga makalah ini terselesaikan dalam

waktu yang telah ditentukan.

Saya menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan serta banyak kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa

maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian,

yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu besar harapan saya

jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan

makalah-makalah saya dilain waktu.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-

mudahan apa yang saya susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-

teman, serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau

mengambil hikmah dari judul ini (Analisis Perbedaan Drama dan Teater)

sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah ada.

Pandeglang, Januari 2013

Penyusun

ii

Page 3: Drama Dan Teater

3

DAFTAR ISI

JUDUL ……………………………………………. …. i

KATA PENGANTAR …………………………….… ii

DAFTAR ISI ………………………………………... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah..…………………….. 1

1.2. Pembatasan Masalah …………………………. 2

1.3. Tujuan Penulisan ……………………………. 2

1.4. Metode dan Teknik ......................................... 2

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Drama.................................................................... 3

2.1.1. Pengertian Drama ................................ 3

2.1.2. Sejarah Drama ..................................... 5

2.2. Teater .................................................................. 6

2.2.1. Pengertian Teater ................................. 6

2.2.2. Sejarah .................................................. 7

BAB III PEMBAHASAN

3.1. Analisis Perbedaan Drama dan Teater…… 10

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan ................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA …………………………………… 16

iii

Page 4: Drama Dan Teater

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Sastra pada dasarnya merupakan ciptaan, sebuah kreasi bukan semata -

mata sebuah imitasi (dalam Luxemburg, 1989: 5). Karya sastra sebagai bentuk

dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang

mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh

sebab itu, sebuah karya sastra, pada umumnya, berisi tentang permasalahan yang

melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra lahir dilatar belakangi adanya

dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. (dalam Sarjidu,

2004: 2).

Biasanya kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa. Jadi,

yang termasuk dalam kategori Sastra adalah: Novel cerita/cerpen (tertulis/lisan),

syair, pantun, sandiwara/drama, lukisan/kaligrafi.

Drama / teater adalah salah satu sastra yang amat popular hingga sekarang.

Bahkan di zaman ini telah terjadi perkembangan yang sangat pesat di bidang

teater. Contohnya sinetron, film layar lebar, dan pertunjukan – pertunjukan lain

yang menggambarkan kehidupan makhluk hidup.

Selain itu, seni drama / teater juga telah menjadi lahan bisnis yang luar

biasa. Dalam hal ini, penyelanggara ataupun pemeran akan mendapat keuntungan

financial serta menjadi terkenal, tetapi sebelum sampai ke situ seorang

penyelenggara atau pemeran harus menjadi insan yang profesionalitas agar dapat

berkembang terus.

Berdasarkan ulasan di atas, maka penulis membuat makalah ini guna

membantu para pembaca yang ingin menekuni dunia drama. Selain tentang

pengertian dan unsur – unsur drama, makalah ini juga memuat catatan tentang

manfaat drama serta dilengkapi juga dengan panduan bagaimana akting yang baik.

1

Page 5: Drama Dan Teater

2

1.2. Pembatasan Masalah

1. Apa pengertian drama ?

2. Apa pengertian teater ?

3. Apa perbedaan drama dan teater ?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Ingin mengetahui tentang pengertian drama

2. Ingin mengetahui tentang pengertian teater

3. Ingin mengetahui tentang perbedaan drama dan teater

1.4. Metode dan Teknik

Adapun metode dan teknik dalam penulisan ini adalah dengan

menggunakan metode library research, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan

yang ada kaitannya dengan permasalahan yang diangkat, kemudian

menjadikannya sebuah makalah yang ada pada pembaca saat ini.

Page 6: Drama Dan Teater

3

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Drama

2.1.1. Pengertian Drama

Kata drama berasal dari bahasa Yunani Draomai yang berarti berbuat,

berlaku, bertindak. Jadi drama bisa berarti perbuatan atau tindakan.

Arti pertama dari Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, actiom

(segala yang terlihat di pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (axcting),

dan ketegangan pada para pendengar.

Arti kedua, menurut Moulton Drama adalah hidup yang dilukiskan dengan

gerak (life presented in action).

Menurut Ferdinand Brunetierre : Drama haruslah melahirkan kehendak

dengan action.

Menurut Balthazar Vallhagen : Drama adalah kesenian melukiskan sifat

dan sifat manusia dengan gerak.

Arti ketiga drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang

diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action

dihadapan penonton (audience)

Adapun istilah lain drama berasal dari kata drame, sebuah kata Perancis

yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-lakon

mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah yang lebih ketat, sebuah

drama adalah lakon serius yang menggarap satu masalah yang punya arti penting

– meskipun mungkin berakhir dengan bahagia atau tidak bahagia – tapi tidak

bertujuan mengagungkan tragedi. Bagaimanapun juga, dalam jagat modern, istilah

drama sering diperluas sehingga mencakup semua lakon serius, termasuk

didalamnya tragedi dan lakon absurd.

Drama adalah satu bentuk lakon seni yang bercerita lewat percakapan dan

action tokoh-tokohnya. Akan tetapi, percakapan atau dialog itu sendiri bisa juga

dipandang sebagai pengertian action. Meskipun merupakan satu bentuk

kesusastraan, cara penyajian drama berbeda dari bentuk kekusastraan lainnya.

3

Page 7: Drama Dan Teater

4

Novel, cerpen dan balada masing-masing menceritakan kisah yang melibatkan

tokoh-tokoh lewat kombinasi antara dialog dan narasi, dan merupakan karya

sastra yang dicetak. Sebuah drama hanya terdiri atas dialog; mungkin ada

semacam penjelasannya, tapi hanya berisi petunjuk pementasan untuk dijadikan

pedoman oleh sutradara. Oleh para ahli, dialog dan tokoh itu disebut hauptext atau

teks utama; petunjuk pementasannya disebut nebentext atau tek sampingan.

Contoh;

Chaterina ( bergegas masuk, membawa berita bagus ); Raina ! ( ia mengucapkan

Raina, dengan tekanan pada i ) Raina ! ( ia menunjuk ketempat tidur, berharap

menemukan Raina disitu ) Mengapa, di mana….! ( Raina menoleh kedalam

ruangan).

Fase-fase dalam kurung diatas adalah petunjuk permainan untuk sutradara

dan pemain. Ini memandu para aktor dan sutradara maupun tetang penataan

perlengkapan panggung. George Bernard Shaw ( 1856 – 1950 ), pelopor realisme

dalam sejarah drama Inggris, memberi petunjuk secara panjang lebar pada

nebentext-nya yang ditemukan dalam kebanyakan naskahnya karena ia tidak ingin

interprestasi lakon-lakonnya menyeleweng dari apa yang sebenarnya ia

kehendaki.

Tidak adanya narasi dalam drama bisa digantikan oleh akting para pemain

yang, dengan menghubunkan diri mereka sendiri dengan perlengkapan,

perlampuan dan iringan musik, menciptakan suasan dan menghidupkan panggung

itu menjadi dunia yang amat nyata. Disamping itu, penjelasan tentang tokoh

disampaikan melalui dialog antara tokoh yang membicarakan tokoh lain. Pada

puisi, daya ekpresi dan irama mentepati posisi yang dominan. Oleh karena itu,

puisi tidak bercerita. Jika balada bertumpu pada narasi, sebab sebenarnya balada

adalah kisah, atau cerita yang dinyanyikan. Contohnya, mahabarata dan ramayana

dalam bentuk tembang. Puisi yang dibaca dengan baik menjadi dramatik, seperti

yang dilakukan Rendra, aktor baik. Maka “Tidak tidak diragukan lagi drama

kadang dianggap diambil dari kata dramen yang berarti sesuatu untuk

dimainkan.”Mungkin drama memperoleh hampir semua efektivitasnya dari

kemampuannya untuk mengatur dan menjelaskan pengalaman manusia. Oleh

Page 8: Drama Dan Teater

5

karenanya, drama, seperti halnya karya sastra pada umumnya, dapat dianggap

sebagai interprestasi penulis lakon tentang hidup. Unsur dasar drama-

perasaan,hasrat, konflik dan rekonsilasi merupakan unsur utama pengalaman

manusia.

Dalam kehidupan nyata, semua pengalaman emosional tersebut

merupakan kumpulan berbagai kesan yang saling ada hubungannya.

Bagaimanapun juga, dalam drama, penulis lakon mampu mengorganisir semua

pengalaman ini ke dalam satu pola yang bisa dipahami. Penonton melihat materi

kehidupan nyata yang disajikan dalam bentuk yang padat makna dengan

menghapus hal-hal yang tidak penting dan memberi tekanan kepada hal-hal yang

penting.

Penulis lakon menulis drama untuk dipentaskan, ia menulis drama itu

dengan membayangkan action dan ucapan para aktor diatas panggung. Jadi

ucapan dan action yang terwujud dalam dialog itu adalah bagian paling penting,

yang tanpa itu drama bukan benar-benar sebuah lakon. Karena itu, sebuah drama

mewujudkan action, emosi, pemikiran, karakterisasi, yang perlu digali dari dialog-

dialog itu. Adalah satu keharusan bagi seorang sutradra untuk menganalisis drama

sebelum memanggugkan drama itu.

2.1.2. Sejarah Drama

Kebanyakan dari kita mengira bahwa drama berasal dari Yunani Kuno.

Namun demikian, sebuah buku yang berjudul A History of the theatre

menunjukan pada kita bahwa pemujaan pada Dionisus, yang kelak diubah

kedalam festival drama di Yunani, berasal dari Mesir Kuno. Tek Piramid yang

bertanggal 4000SM. Adalah naskah Abydos Passion Play yang terkenal. Tentu

saja para pakar masih meragukan apakah teks itu drama atau bukan sebelum

Gaston Maspero menunjukan bahwa dalam teks tersebut ada petunjuk action dan

indikasi berbagai tokohnya.

Ada tiga macam teori yang mempersoalkan asal mula drama. Menurut

Brockett, drama mungkin telah berkembang dari upacara relijius primitif yang

dipentaskan untuk minta pertolonga dari Dewa. Upacara ini mengandung banyak

Page 9: Drama Dan Teater

6

benih drama. Para pendeta sering memerankan mahluk superaalami atau binatang;

dan kadang – kadang meniru action berburu, misalnya. Kisah-kisah berkembang

sekitar beberapa ritus dan tetap hidup bahkan setelah upacara itu sendiri sudah

tidak diadakan lagi. Kelak mite-mite itu merupakan dasar dari banyak drama.

Teori kedua memberi kesan bahwa himne pujian dinyanyikan bersama

didepan makam seorang pahlawan. Pembicara memisahkan diri dari koor dan

memperagakan perbuatan-perbuatan dalam kehidupan almarhum pahlawan itu.

Bagian yang diperagakan makin lama makin rumit dan koor tidak dipakai lagi.

Seorang kritisi memberi kesan bahwa sementara koor makinlama makin kurang

penting, muncul pembicara lain. Dialog mulai terjadi ketika ada dua pembicara

diatas panggung.

Teori ketiga memberi kesan bahwa drama tumbuh dari kecintaan manusia

untuk bercerita. Kisah – kisah yang diceritakan disekeliling api perkemahan

menciptakan kembali kisah – kisah perburuan atau peperangan, atau perbuatan

gagah seorang pahlawan yang telah gugur. Ketiga teaori itu merupakan cikal-

bakal drama. Meskipun tak seorang pun merasa pasti mana yang terbaik, harus

diingat bahwa ketiganya membicarakan tentang action. Konon, action adalah

intisari dari seni pertunjukan.

2.2. Teater

2.2.1. Pengertian Teater

Teater berasal dari kata Yunani, “theatron” (bahasa Inggris, Seeing Place)

yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, dalam

pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukkan

di depan orang banyak.

a. arti luas teater adalah segala tontonon yang dipertunjukan di depan orang

banyak, misalnya wayang golek, lenong, akrobat, debus, sulap, reog, band

dan sebagainya.

b. arti sempit adalah kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di

atas pentas, disaksikan oleh orang banyak, dengan media: percakapan,

Page 10: Drama Dan Teater

7

gerak dan laku dengan atau tanpa dekor, didasarkan pada naskah tertulis

dengan diiringi musik, nyanyian dan tarian.

Teater adalah salah satu bentuk kegiatan manusia yang secara sadar

menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya yang

diwujudkan dalam suatu karya (seni pertunjukan) yang ditunjang dengan unsur

gerak, suara, bunyi dan rupa yang dijalin dalam cerita pergulatan tentang

kehidupan manusia.

Dengan demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan,

misalnya ketoprak, ludruk, wayang, wayang wong, sintren, janger, mamanda,

dagelan, sulap, akrobat, dan lain sebagainya. Teater dapat dikatakan sebagai

manifestasi dari aktivitas naluriah, seperti misalnya, anak-anak bermain sebagai

ayah dan ibu, bermain perang-perangan, dan lain sebagainya. Selain itu, teater

merupakan manifestasi pembentukan strata sosial kemanusiaan yang berhubungan

dengan masalah ritual. Misalnya, upacara adat maupun upacara kenegaraan,

keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna filosofis. Berdasarkan

paparan di atas, kemungkinan perluasan definisi teater itu bisa terjadi. Tetapi

batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut pandang sebagai berikut: “tidak ada

teater tanpa aktor, baik berwujud riil manusia maupun boneka, terungkap di layar

maupun pertunjukan langsung yang dihadiri penonton, serta laku di dalamnya

merupakan realitas fiktif”, (Harymawan, 1993). Dengan demikian teater adalah

pertunjukan lakon yang dimainkan di atas pentas dan disaksikan oleh penonton.

2.2.2. Sejarah Teater

a.    Asal Mula Teater

Waktu dan tempat pertunjukan teater yang pertama kali dimulai tidak

diketahui. Adapun yang dapat diketahui hanyalah teori tentang asal mulanya. Di

antaranya teori tentang asal mula teater adalah sebagai berikut:

1) Berasal dari upacara agama primitif. Unsur cerita ditambahkan pada

upacara semacam itu yang akhirnya berkembang menjadi pertunjukan

teater. Meskipun upacara agama telah lama ditinggalkan, tapi teater ini

hidup terus hingga sekarang.

Page 11: Drama Dan Teater

8

2) Berasal dari nyanyian untuk menghormati seorang phlawan dikuburannya.

Dalam acara ini seseorang mengisahkan riwayat hidup sang pahlawan

yang lama kelamaan diperagakan dalam bentuk teater.

3) Berasal dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Cerita itu kemudian

juga dibuat dalam bentuk teater (kisah perburuan, kepahlawanan, perang,

dan lain sebagainya).

Rendra dalam (San Santosa, 2008: 4), menyebutkan bahwa naskah teater

tertua di dunia yang pernah ditemukan ditulis seorang pendeta Mesir, I Kher-

nefert, di zaman peradaban Mesir Kuno kira-kira 2000 tahun sebelum tarikh

Masehi. Pada zaman itu peradaban Mesir Kuno sudah maju. Mereka sudah bisa

membuat piramida, sudah mengerti irigasi, sudah bisa membuat kalender,

b.    Teater Yunani Klasik

Tempat pertunjukan teater Yunani pertama yang permanen dibangun

sekitar 2300 tahun yang lalu. Teater ini dibangun tanpa atap dalam bentuk

setengah lingkaran dengan tempat duduk penonton melengkung dan berundak-

undak yang disebutamphitheater (Jakob Soemardjo, 1984). Ribuan orang

mengunjungi amphitheateruntuk menonton teater-teater, dan hadiah diberikan

bagi teater terbaik. Naskah lakon teater Yunani merupakan naskah lakon teater

pertama yang menciptakan dialog diantara para karakternya.

Ciri-ciri khusus pertunjukan teater pada masa Yunani Kuno adalah:

1) Pertunjukan dilakukan di amphitheater.

2) Sudah menggunakan naskah lakon.

3) Seluruh pemainnya pria bahkan peran wanitanya dimainkan pria dan

memakai topeng karena setiap pemain memerankan lebih dari satu tokoh.

4) Cerita yang dimainkan adalah tragedi yang membuat penonton tegang,

takut, dan kasihan serta cerita komedi yang lucu, kasar dan sering

mengeritik tokoh terkenal pada waktu itu.

5) Selain pemeran utama juga ada pemain khusus untuk kelompok koor

(penyanyi), penari, dan narator (pemain yang menceritakan jalannya

pertunjukan).

Page 12: Drama Dan Teater

9

c.    Teater Romawi Klasik

Brockett  (San Santosa, 2008: 7) menyatakan bahwa Setelah tahun 200

Sebelum Masehi kegiatan kesenian beralih dari Yunani ke Roma, begitu juga

Teater. Namun mutu teater Romawi tak lebih baik daripada teater Yunani. Teater

Romawi menjadi penting karena pengaruhnya kelak pada Zaman Renaissance.

Teater pertama kali dipertunjukkan di kota Roma pada tahun 240 SM Pertunjukan

ini dikenalkan olehLivius Andronicus, seniman Yunani. Teater Romawi

merupakan hasil adaptasi bentuk teater Yunani.

Cirinya sebagai berikut:

1) Koor tidak lagi berfungsi mengisi setiap adegan.

2) Musik menjadi pelengkap seluruh adegan. Tidak hanya menjadi tema

cerita tetapi juga menjadi ilustrasi cerita.

3) Tema berkisar pada masalah hidup kesenjangan golongan menengah.

4) Karakteristik tokoh tergantung kelas yaitu orang tua yang bermasalah

dengan anak-anaknya atau kekayaan, anak muda yang melawan kekuasaan

orang tua dan lain sebagainya.

5) Seluruh adegan terjadi di rumah, di jalan, dan di halaman.

Page 13: Drama Dan Teater

10

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Analisis Perbedaan Teater dan Drama

Teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal dari kata Yunani

Kuno “draomai” yang berarti bertindak atau berbuat dan “drame” yang berasal

dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk

menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam

istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang

punya arti penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika. Kata “drama” juga

dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani

Kuno (800-277 SM). Hubungan kata “teater” dan “drama” bersandingan

sedemikian erat seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan

drama lebih identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra (Bakdi

Soemanto, 2001).

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah “teater” berkaitan

langsung dengan pertunjukan, sedangkan “drama” berkaitan dengan lakon atau

naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater adalah visualisasi dari drama

atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh penonton. Jika

“drama” adalah lakon dan “teater” adalah pertunjukan maka “drama” merupakan

bagian atau salah satu unsur dari “teater”. Jika digambarkan maka peta kedudukan

teater dan drama adalah sebagai berikut.

Teater

Drama

Gambar Peta kedudukan teater dan drama

10

Page 14: Drama Dan Teater

11

Dengan kata lain, secara khusus teater mengacu kepada aktivitas

melakukan kegiatan dalam seni pertunjukan (to act) sehingga tindaktanduk

pemain di atas pentas disebut acting. Istilah acting diambil dari kata Yunani

“dran” yang berarti, berbuat, berlaku, atau beraksi. Karena aktivitas beraksi ini

maka para pemain pria dalam teater disebut actor dan pemain wanita disebut

actress (Harymawan, 1993).

Meskipun istilah teater sekarang lebih umum digunakan tetapi sebelum itu

istilah drama lebih populer sehingga pertunjukan teater di atas panggung disebut

sebagai pentas drama. Hal ini menandakan digunakannya naskah lakon yang biasa

disebut sebagai karya sastra drama dalam pertujukan teater. Di Indonesia, pada

tahun 1920-an, belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara atau tonil

(dari bahasa Belanda: Het Toneel). Istilah Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri

Paduka Mangkunegoro VII dari Surakarta. Kata sandiwara berasal dari bahasa

Jawa “sandi” berarti “rahasia”, dan “wara” atau “warah” yang berarti,

“pengajaran”. Menurut Ki Hajar Dewantara “sandiwara” berarti “pengajaran yang

dilakukan dengan perlambang” (Harymawan, 1993). Rombongan teater pada

masa itu menggunakan nama Sandiwara, sedangkan cerita yang disajikan

dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan Zaman

Kemerdekaan, istilah sandiwara masihsangat populer. Istilah teater bagi

masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan (Kasim Achmad,

2006).

Keterikatan antara teater dan drama sangat kuat. Teater tidak mungkin

dipentaskan tanpa lakon (drama). Oleh karena itu pula dramaturgi menjadi bagian

penting dari seni teater. Dramaturgi berasal dari bahasa Inggris dramaturgy yang

berarti seni atau tekhnik penulisan drama dan penyajiannya dalam bentuk teater.

Berdasar pengertian ini, maka dramaturgi membahas proses penciptaan teater

mulai dari penulisan naskah hingga pementasannya. Harymawan (1993)

menyebutkan tahapan dasar untuk mempelajari dramaturgi yang disebut dengan

formula dramaturgi. Formula ini disebut dengan fromula 4 M yang terdiri dari,

menghayalkan, menuliskan, memainkan, dan menyaksikan.

Page 15: Drama Dan Teater

12

M1 atau menghayal, dapat dilakukan oleh seseorang atau sekelompok

orang karena menemukan sesuatu gagasan yang merangsang daya cipta. Gagasan

itu timbul karena perhatian ditujukan pada suatu persitiwa baik yang disaksikan,

didengar maupun dibaca dari literatur tertentu. Bisa juga gagasan itu timbul

karena perhatian ditujukan pada kehidupan seseorang. Gagasan atau daya cipta

tersebut kemudian diwujudkan ke dalam besaran cerita yang pada akhirnya

berkembang menjadi sebuah lakon untuk dipentaskan.

M2 atau menulis, adalah proses seleksi atau pemilihan situasi yang harus

dihidupkan begi keseluruhan lakon oleh pengarang. Dalam sebuah lakon, situasi

merupakan kunci aksi. Setelah menemukan kunci aksi ini, pengarang mulai

mengatur dan menyusun kembali situasi dan peristiwa menjadi pola lakon

tertentu. Di sini seorang pengarang memiliki kisah untuk diceritakan, kesan untuk

digambarkan, suasana hati para tokoh untuk diciptakan, dan semua unsur

pembentuk lakon untuk dikomunikasikan.

M3 atau memainkan, merupakan proses para aktor memainkan kisah lakon

di atas pentas. Tugas aktor dalam hal ini adalah mengkomunikasikan ide serta

gagasan pengarang secara hidup kepada penonton. Proses ini melibatkan banyak

orang yaitu, sutradara sebagai penafsir pertama ide dan gagasan pengarang, aktor

sebagai komunitakor, penata artsitik sebagai orang yang mewujudkan ide dan

gagasan secara visual serta penonton sebagai komunikan.

M4 atau menyaksikan, merupakan proses penerimaan dan penyerapan

informasi atau pesan yang disajikan oleh para pemain di atas pentas oleh para

penonton. Pementasan teater dapat dikatakan berhasil jika pesan yang hendak

disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penonton. Penonton pergi

menyaksikan pertunjukan dengan maksud pertama untuk memperoleh kepuasan

atas kebutuhan dan keinginannya terhadap tontonan tersebut.

Sebuah karya sastra yang bercerita terbagi atas dua; tutur dan tulis. Jika cerita-

cerita prosa seperti legenda dan dongeng lahir dari sastra tutur kemudian dituliskan,

drama adalah kebalikannya, yakni dituliskan dahulu, beru kemudian

dituturkan/diperankan. Drama dipertontonkan guna mencapai estetik implementasi.

Artinya, ia harus diawali dari tulisan, kemudian diceritakan melalui penggunaan medium

Page 16: Drama Dan Teater

13

seni yang disebut dengan panggung. Cerita drama yang sudah dipanggungkan disebut

dengan teater. Oleh karena itu, pembicaraan drama kerap dikaitkan dengan teater. Tak

ayal, terkadang orang menyebut drama sebagai teater dan sebaliknya, teater dikatakan

dengan drama. Sejatinya, kedua hal ini tetap berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat

dari tabel di bawah ini.

Drama Teater

naskah pertunjukan

penokohan tokoh/ aktor

teks interteks

Penulis sutradara

Dari tabel di atas jelas bahwa dikatakan dia sebagai drama karena masih

berupa naskah (di atas kertas). Artinya, drama adalah naskah yang akan

dilakonkan.

Naskah lakon merupakan bahan dasar sebuah pementasan dan belum

sempurna bentuknya apabila belum dipentaskan. Naskah lakon disebut juga

sebagai ungkapan pernyataan penulis (playwright) yang berisi nilai-nilai

pengalaman umum, juga merupakan ide dasar bagi aktor. Proses pengembangan

laku bersumber dari hasil studi dan analisis isi. Hal ini dapat membangkitkan daya

kreatif dalam menghayati laku secara pas, melaksanakan peran dengan takaran

seimbang dalam asas keutuhan, keseimbangan serta keselarasan. Naskah sering

juga disebut dengan skenario, terutama untuk film.

Dalam sebuah naskah, ada percakapan/ dialog. Berbeda dengan

percakapan dalam teks prosa yang biasanya ditulis berangkai dengan narasi, pada

naskah drama, percakapan ditulis terpisah menjadi dialog per tokoh yang

diharapkan memerankan ucapan tersebut. Namun demikian, dalam naskah drama

tetap juga memiliki narasi. Narasi dalam naskah drama biasanya ditulis memakai

tanda kurung (…) atau dimiringkan (italic). Japi Tambojang dalam “Dasar-dasar

Drama Turgi” memberi istilah pada percakapan sebagai wawancang dan untuk

tanda kurung disebutnya dengan kramagung. Perlu diingat, ketika sebuah naskah

sudah dipertunjukkan, barulah dikatakan dia sebagai teater. Tulisan dalam tanda

Page 17: Drama Dan Teater

14

kurung itu digunakan pemain untuk melakukan gerakan-gerakan dimaksud saat

memerankan karakternya. Dengan kata lain, tulisan dalam kurung merupakan

perintah dari penulis naskah untuk aktor.

Penokohan  merupakan karakter tokoh yang diinginkan dalam sebuah

naskah. Kharakter ini sama seperti karakter manusia biasa: ada kejam, sadis, baik,

pendiam, gila, dan sebagainya. Karakter-karakter tersebut diharapkan dapat

diperankan oleh aktor (pemain) dengan maksimal agar tercapai maksud naskah.

Dalam naskah drama (juga berlaku untuk film dan sandiwara) semua watak

tersebut dibagi menjadi tiga kategori, yaitu protagonis (tokoh baik) antagonis

(tokoh jahat), dan tritagonis (tokoh pembantu).

Oleh karena teks adalah sesuatu yang tampak (tertulis), pembicaraan

naskah merupakan pembicaraan teks/ masih di atas kertas. Ketika berbicara

interteks, berarti membicarakan maksud yang tidak tampak dari sebuah teks.

Interteks merupakan perilaku yang harapkan muncul setelah melakukan

interpretasi terhadap teks. Lebih mudahnya, teks merupakan unsur ekstrinsik

(luar), sedangkan interteks adalah unsur intrinsik (dalam).

Penulis adalah orang yang melakukan proses kreatif yang pertama

terhadap sebuah karya. Dalam hal ini kita membicarakan karya sastra drama. Jadi,

penulis adalah orang yang melakukan proses kreatif menulis naskah drama.

Sutradara adalah orang yang membawa naskah ke bentuk pertunjukkan. Seorang

sutradara pastinya dituntut orang yang mahir melakukan interpretasi terhadap

naskah, baik dari segi dialog, cerita, penokohan, sampai ke pada properti

panggung. Oleh karena tanggung jawabnya yang berat itu, seorang sutradara

biasanya dibantu oleh asisten sutradara. Tugas sutradara mulai dari latihan sampai

selesai pementasan.

Page 18: Drama Dan Teater

15

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog yang

diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action

dihadapan penonton (audience).

Teater adalah salah satu bentuk kegiatan manusia yang secara sadar

menggunakan tubuhnya sebagai unsur utama untuk menyatakan dirinya yang

diwujudkan dalam suatu karya (seni pertunjukan) yang ditunjang dengan unsur

gerak, suara, bunyi dan rupa yang dijalin dalam cerita pergulatan tentang

kehidupan manusia.

Teater berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan “drama”

berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater

adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan

disaksikan oleh penonton. Jika “drama” adalah lakon dan “teater” adalah

pertunjukan maka “drama” merupakan bagian atau salah satu unsur dari “teater”

15

Page 19: Drama Dan Teater

16

DAFTAR PUSTAKA

Hamzah Adjib A., Pengantar Bermain Drama, CV Rosda, Bandung.

Noer C. Arifin, Teater Tanpa Masa Silam, DKJ, Jakarta, 2005.

Iman Sholeh & Rik Rik El Saptaria, Module Workshop Keaktoran Festamasio 3, TGM, Yogyakarta, 2005.

Santosa, Eko. Dkk. 2008.Seni Teater Jilid I Untuk Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional 

16