TB dan asma

download TB dan asma

of 13

description

tb dan asma

Transcript of TB dan asma

Gejala klinis serta pengobatan tuberkulosis pada anakPada umumnya anak yang terinfeksi dengan mycobacterium tuberculosis tidak menunjukkan penyakit tuberkulosis (TB). Satu-satunya bukti infeksi adalah uji tuberkulin (mantoux) positif. Resiko terinfeksi kuman TB meningkat bila anak tersebut tinggal serumah dengan pasien TB paru BTA positif.Terjadinya penyakit TB tergantung pada sistem imun untuk menekan multipikasi kuman. Kemampuan tersebut bervariasi sesuai dengan usia, yang paling rendah adalah pada usia yang sangat muda. HIV dan gangguan gizi menurunkan daya tahan tubuh; campak dan batuk rejan secara secara sementara dapat menggangu sistem imun. Dalam keadaan seperti ini penyakit TB lebih mudah terjadi. Tuberkulosis seringkali menjadi berat apabila lokasinya diparu, selaput otak, ginjal, atau tulang belakang. Bentuk penyakitnya ringan bila lokasinya di kelenjar limfe leher, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, abdomen, telinga, mata dan kulit. Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis, baik overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak, batuk bukan merupakan gejala utama. Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Kesulitan menegakkan diagnosis pasti pada anak disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan sputum. 1. Anamnesis a. Berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas atau gagal tumbuh.b. Demam tanpa sebab jelas, terutama jika berlanjut sampai 2 minggu.c. Batuk kronik >3minggu, dengan atau tanpa wheezingd. Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.2. Pemeriksaan fisika. Pembesaran kelenjar limfe leher, aksila, inguinal.b. Pembengkakan progresif atau deformitas tulang, sendi, lutut, falang.c. Uji tuberkulin. Biasanya positif pada anak dengan TB paru, tetapi bisa negatif pada anak dengan TB milier atau juga menderita HIV/AIDS, gizi buruk atau baru menderita campak.d. Pengukuran berat badan menurut umur atau lebih baik pengukuran berat menurut panjang/tinggi badan.e. Untuk memudahkan penegakkan diagnosis TB anak, IDAI merekomendasikan diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.

Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skoring. Pasien dengan jumlah skor 6, harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat pengobatan dengan obat anti tuberkulosis (OAT). Skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan dan lain-lainnya.

Alur deteksi dini dan rujukan TBC pada anak

Pengobatan TB pada anakJenis-jenis obat TB :1. Isoniazid (I)Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid. Dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari setelah pengobatan. INH adalah obat antituberkulosis yang efektif saat ini bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolit aktif yaitu kuman yang sedang berkembang dan bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Obat ini efektif pada intrasel dan ekstrasel kuman, dapat berdifusi kedalam seluruh jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura, cairan asites, jaringan caseosa dan angka timbulnya reaksi simpang (adverse reaction) sangat rendah. Dosis harian INH biasa diberikan 5-15 mg/kgBB/hari, max 300 mg/hari, secara peroral, diberikan 1x pemberian. INH yang tersedia umumnya dalam bentuk tablet 100 mg dan 300 mg dan dalam bentuk sirup 100 mg/5 ml.INH mempunyai 2 efek toksik utama yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer, tetapi keduanya jarang terjadi pada anak, tetapi frekuensinya meningkat dengan bertambahnya usia.2. Rifampisin (R)Rifampisin bersifat bakteriosid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semua jaringan, dapat membunuh kuman semi-dormand yang tidak dapat dibunuh oleh INH. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong, dan kadar serum puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini rifampisin diberikan dalam bentuk oral dengan dosis 10-20mg/kgbb/hari, maksimal 600mg/hari dengan dosis 1 kali pemberian perhari. jika diberikan bersama INH, dosis rifampisin tidak melebihi 15mg/kgbb/hari dan dosis INH tidak melebihi 10mg/kgbb/hari.Efek samping rifampisin adalah urine berwarna merah, gangguan gastrointestinal (mual dan muntah) dan hepatotoksisitas (ikterus atau hepatitis) yang biasanya ditandai oleh peningkatan kadar transaminase serum yang asimptomatik. Rifampisin dapat menyebabkan trombositopenia.

3. Pirazinamide (P)Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dan cairan tubuh termasuk SSP, cairan serebrospinal, bakterisid hanya pada intrasel pada suasana asam, diresorbsi baik pada saluran pencernaan. . Pemberian PZA secara oral dengan dosis 15-30mb/kgbb/hari dengan dosis maksimal 2g/hari. Pirazinamid tersedia dalam bentuk tablet 500mg.Efek samping PZA adalah hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi hipersensisitivitas dan hiperurisemia jarang timbul pada anak.4. Streptomisin (S)Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik. Kuman ekstraseluler pada keadaan basa atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler. Toksisitas utama streptomisin terjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan pendengaran berupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing. Streptomisin dapat diberikan secara IM dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal 1 gram perhari, kadar puncak 40-50 mikrogram permilliliter dalam waktu 1-2 jam.5. Ethambutol (E)Memiliki aktivitas bakteriostatik dan berdasarkan pengalaman, dapat mencegah timbulnya resistensi terhadap obat-obat lain. EMB dapat bersifat bakteriosid, jika diberikan dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. EMB tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan meningitis. Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Kemungkinan toksisitas utama adalah neuritis optik dan buta warna merah-hijau.Dosis etambutol (EMB) 15-20mg/kg/hari. Maksimal 1,25g/hari dengan dosis tunggal. Ekskresi terutama lewat ginjal dan saluran cerna. EMB tersedia dalam tablet 250mg dan 500mg.Paduan obat TBPrinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 2 macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman, juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps. OAT pada anak diberikan setiap hari, bukan 2 atau 3 kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan mengurangi ketidak teraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Obat-obat baku untuk seagian besar kasus TB pada anak adalah paduan rifampisin, INH dan pirazinamid. Pada fase intensif diberikan rifampisin, INH, dan pirazinamid, sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan INH. Pada keadaan TB berat baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain pada fase intensif diberikan minimal 4 macam obat (rifampisin, INH, PZA, EMB, atau streptomisin) sedangkan fase lanjutan diberikan rifampisin dan INH selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off dalam jangka waktu yang sama.

Status asmatikus dan asma bronkiale pada anakPrevalensi asma terus meningkat pada 20 tahun terakhir dan diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan . Kematian maupun kecacatan akibat asma sebenarnya dapat dicegah dengan pengobatan optimal. Pengetahuan dan tatalaksana yang tepat dibutuhkan sehingga diharapkan dapat mempengaruhi kualitas hidup anak dan keluarganya serta mengurangi biaya pelayanan kesehatan yang besar. Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan. Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.

Definisi Global Initiative for Asthma (GINA) Gangguan inflamasi kronis saluran nafas dengan banyak sel berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA):Mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: Timbul secara episodik Cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal) Musiman Adanya faktor pencetus Bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan Adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya Epidemiologi Di Indonesia, prevalensi asma pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2% Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics (NCHS), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa > 18 tahun adalah 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta) Berdasarkan laporan NCHS terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu. Namun secara umum kematian pada anak akibat asma jarang Patogenesis Pada banyak kasus terutama pada anak dan dewasa muda, asma dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent Pada populasi diperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40% penderita asma anak dan dewasa Faktor resiko Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :1. AtopiHal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus. 2. Hiperreaktivitas bronkusSaluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan.3. Jenis KelaminPerbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa.4. Ras5. Obesitas6. Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.Faktor PencetusPenelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu. Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah :1. Faktor LingkunganAlergen dalam rumahAlergen luar rumah2. Faktor LainAlergen makananAlergen obat obat tertentuBahan yang mengiritasiEkspresi emosi berlebihAsap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasifPolusi udara dari dalam dan luar ruanganManifestasi klinis dan diagnosis GINA, konsensus Internasional dan PNAA menekankan diagnosis asma didahului batuk dan atau mengi Gejala awal tersebut ditelusuri dengan algoritme kemungkinan diagnosis asma Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, khususnya anak di bawah 3 tahun, diagnosis ditegakkan secara klinis melalui respons yang baik terhadap obat bronkodilator dan steroid sistemik (5 hari) dan dengan penyingkiran penyakit lain Klasifikasi asma berdasarkan GINA

Klasifikasi asma berdasarkan PNAA

Penilaian derajat asma

Tatalaksana asma1. Edukasi terhadap pasien dan keluarga Edukasi pada pasien dan orang tuanya mengenai penyakit, pilihan pengobatan, identifikasi dan penghindaran alergen, pengertian tentang kegunaan obat yang dipakai, ketaatan dan pemantauan, dan yang paling utama adalah menguasai cara penggunaan obat hirup dengan benar 2. Mengevaluasi klasifikasi/keparahan asma Kriterianya asma terkontrol adalah sebagai berikut: Tidak ada gejala asma atau minimal Tidak ada gejala asma malam Tidak ada keterbatasan aktivitas Nilai APE/VEP1 normal Penggunaan obat pelega napas minimal Tidak ada kunjungan ke UGD

Klasifikasi Asma terkontrol total: bila semua kriteria asma terkontrol dipenuhi Asma terkontrol sebagian: bila terdapat 3 kriteria asma terkontrol Asma tak terkontrol: bila kriteria asma terkontrol tidak mencapai 3 buah Menghindari pajanan terhadap faktor risiko a. Serangan asma akan timbul apabila ada suatu faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya rangsangan terhadap saluran respiratorik yang berakibat terjadi bronkokonstriksi, edema mukosa, dan hipersekresi b. Penghindaran terhadap pencetus diharapkan dapat mengurangi rangsangan terhadap saluran respiratorik Pengobatan

Eksaserbasi akutEksaserbasi (serangan asma) adalah episode perburukan gejala-gejala asma secara progresif. Serangan akut biasanya muncul akibat pajanan terhadap faktor pencetus, sedangkan serangan berupa perburukan bertahap mencerminkan kegagalan pengobatan jangka panjang

Serangan asma ringanPada serangan asma ringan dengan sekali nebulisasi pasien dapat menunjukkan respon yang baik. Pasien dengan derajat serangan asma ringan diobservasi 1-2 jam, jika respon tersebut bertahan pasien dapat dipulangkan dan jika setelah observasi selama 2 jam gejala timbul kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan asma derajat sedang. Sebelum pulang pasien dibekali obat 2-agonis (hirupan atau oral) yang harus diberikan tiap 4-6 jam Serangan asma sedangPada serangan asma sedang dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali pasien hanya menunjukkan respon parsial (incomplete response) dan pasien perlu diobservasi di ruang rawat sehari (One day care). Walaupun belum tentu diperlukan, untuk persiapan keadaan darurat, pasien yang akan diobservasi di ruang rawat sehari langsung dipasang jalur parenteral sejak di unit gawat darurat (UGD). Pada serangan asma sedang diberikan kortikosteroid sistemik oral metilprednisolon dengan dosis 0,5-1 mg/kgbb/hari selama 3-5 hari Serangan asma beratPada serangan asma berat dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak menunjukkan respon yaitu gejala dan tanda serangan masih ada. Pasien diberikan oksigen 2-4 L/menit sejak awal termasuk saat dilakukan nebulisasi, dipasang jalur parenteral dan dilakukan foto toraks. Pada keadaan ini pasien harus dirawat inap dan jika pasien menunjukkan gejala dan ancaman henti napas pasien harus langsung dirawat diruang intensif. Pencegahan Pencegahan dini sensitisasi sejak masa fetus Beberapa klinik melakukan upaya pencegahan sensitisasi pada fetus dan bayi diet hipo dan non alergenik serta penghindaran asap rokok tidak ada perbedaan dengan bayi tanpa perlakuan. Pencegahan manifestasi asma bronkial pada pasien penyakit atopi yang belum menderita asma, dapat diberikan cetrizine Pencegahan serangan dan eksaserbasi asma Kontrol lingkungan cegah sensitisasi maupun penghindaran pencetus Alergen utama yang harus dihindari: tunggau debu rumah, kecoak, bulu, hewan peliharaan, spora jamur, dan serbuk sari bunga, asap tembakau, polutan. Edukasi Asma adalah penyakit inflamasi kronik yang sering kambuh Kekambuhan dapat dicegah dengan obat anti inflamasi dan mengurangi paparan terhadap faktor pencetus.