TATA TERTIB - animalsciencelaboratory.files.wordpress.com · Alat praktikum yang hilang atau rusak...

39
1

Transcript of TATA TERTIB - animalsciencelaboratory.files.wordpress.com · Alat praktikum yang hilang atau rusak...

1

2

TATA TERTIB

1. Praktikan WAJIB datang 15 menit sebelum praktikum dimulai

2. Praktikan WAJIB memakai sepatu boot dan cattle pack beridentitas instansi terkait tidak

boleh instansi lain

3. Alat praktikum yang hilang atau rusak harus diganti barang yang sama bukan uang oleh

praktikan dalam satu gelombang

4. Praktikan wajib mengikuti seluruh serangkaian praktikum, mulai dari brefing sampai

postest. Jika tidak ikut salah satu, berakibat TIDAK LULUS Praktikum

5. Tidak dilaksanakan pretest, praktikum dan asistensi susulan

6. Diperkenankan absen apabila sakit yang dibuktikan dengan surat dokter, dan delegasi

yang dibuktikan dengan surat izin dari fakultas atau universitas

7. Laporan dikerjakan pada lembar kerja yang telah disediakan

8. Hasil ujian atau isi laporan tidak boleh sama

9. Tidak diperkenankan menggunakan aksesoris kecuali jam tangan karet

10. Pelanggaran yang dilakukan praktikan seperti merokok, membawa senjata tajam selain

peralatan praktikum, minuman keras, meludah secara sengaja, berkata kasar dan kotor

selama diarea praktikum dan memakai atribut praktikum maka Nilai Praktikum E

(Tidak Lulus)

TATA TERTIB INI WAJIB DITAAT DAN DILAKSANAKAN DENGAN PENUH

TANGGUNG JAWAB OLEH SELURUH PRAKTIKAN

3

DAFTAR ISI

COVER…… ............................................................................................................ 1

TATA TERTIB ....................................................................................................... 2

DAFTAR ISI............................................................................................................ 3

MATERI I BANGSA BANGSA TERNAK POTONG ..................................... 4

1.1 Bangsa Bangsa Sapi Potong .............................................................................. 4

1.2 Bangsa Bangsa Kambing dan Domba ............................................................... 9

1.3 Babi Komersil ..................................................................................................... 13

1.4 Pendugaan Umur ................................................................................................ 13

1.5 Pengenalan Alat .................................................................................................. 16

1.6 Pengukuran Statistik Vital ................................................................................. 19

1.7 Penilaian Ternak ................................................................................................. 22

1.8 Handling Ternak ................................................................................................. 23

MATERI II RUMAH POTONG HEWAN......................................................... 27

2.1 Persyaratan Lokasi RPH .................................................................................... 27

2.2 Persyaratan Sarana RPH ................................................................................................. 28

2.3 Persyaratan Bangunan dan Tata Letak RPH ............................................................. 28

2.4 Persyaratan Ternak yang Dipotong di RPH ............................................................. 29

2.5 Proses Pemotongan Ternak di RPH Sapi ................................................................... 29

2.6 Syarat RPH Babi .............................................................................................................. 32 MATERI III PROSES PEMOTONGAN ........................................................... 34

3.1 Perhitungan Presentase Karkas dan Yield Grade ............................................. 35

3.2 Retail Cut ............................................................................................................ 37

4

MATERI I

BANGSA-BANGSA TERNAK POTONG

I.1 Bangsa Bangsa Sapi Potong

Sapi potong yang di pelihara para peternak mempunyai berbagai jenis bangsa yang

berbeda-beda.Pada dasarnya terdapat 3 bangsa dari ternak sapi potong yang telah dikenal,yaitu:

1. Bos taurus, sapi yang berasal dari daerah sub-tropis atau beriklim temperate.

Sapi Bos taurus umumnya sapi yang didatangkan ke Indonesia dari daerah sub-tropis atau

dikenal dengan sapi import. Kelebihan dari sapi tersebut yaitu memiliki pertambahan bobot

badan (PBB) yang tinggi, namun juga memiliki kelemahan seperti, tidak tahan terhadap iklim

tropis (membutuhkan adaptasi lama), tidak tahan terhadap mutu pakan yang jelek dan tidak tahan

terhadap ektoparasit (caplak). Contoh dari sapi Bos

taurus:

A. Sapi Simmental

Ciri-cirinya:

1. Kepala putih

2. Rambut pada kepala keriting

3. Warna rambut merah

4. keempat kaki mulai dari lutut dan kipas ekor berwarna putih.

5. Warna merahnya bervariasi dari merah gelap sampai kuning

6. Tidak mempunyai punuk

7. Perototannya baik dan pertulangaannya besar

dengan temperamen yang baik

B. Sapi Limousin

Ciri-cirinya:

1. Bentuk kepala lurus, pendek

2. Warna rambut merah (dominan), hitam (resesif)

3. Memiliki warna merah

4. Tidak berpunuk

5. Badan kompak, serta badan panjang

5

6. Tidak bergelambir

C. Sapi Brangus (Brahman x Angus)

Ciri-cirinya:

1. Warna rambut hitam

2. Berpunuk dan bergelambir

3. Bentuk tubuh lebih kompak

4. Memiliki tanduk kecil.

5. Leher dan telinga pendek

6. Punggung lurus,

7. Badan kompak dan padat

8. kaki kuat dan kokoh

Catatan: spesifik dari sapi Bos Taurus yaitu tidak memiliki punuk. Contoh lain dari sapi

Bos taurus, Short Horn, Belgian Blue, Hereford, Charolis, Wagyu (Japanese Black

Cattle), dll.

2. Bos indicus, atau bangsa zebu, sapi yang berasal dari daerah tropis khususnya dari India.

Bos indicus umumnya memiliki kelebihan berupa tahan terhadap iklim suhu panas,

mampu berkembang dengan pakan yang kualitasnya jelek dan tahan terhadap ekstoparasit

(caplak). Kelemahan dari sapi dari bangsa ini yaitu pertambahan bobot badannya relatif lebih

lambat. Sapi dari bangsa ini rata-rata disilangkan dengan sapi asli Indonesia yang kemudian

menjadi sapi lokal Indonesia, karena telah tinggal di Indonesia lebih dari 5 generasi. Contoh dari

sapi Bos Indicus, sebagai berikut :

A. Sapi Brahman

Ciri-cirinya:

1. Bentuk kepala lebih panjang

2. Leher pendek dan Telinga panjang

3. Mempunyai punuk besar dan lebih rebah

4. Gelambir yang memanjang berlipat-lipat dari kepala

ke dada

5. Warna rambut abu-abu kehitaman

6. Kalau asli tidak bertanduk dan kalau silangan mempunyai tanduk kecil

6

B. Sapi Pernakan Ongole (PO)

Ciri-cirinya:

1. Fisiologi tubuhnya panjang dan kompak

2. Rambut berwarna putih keabu-abuan

3. Mempunyai punuk besar dan tegak

4. Memiliki gelambir

5. Muka lebih lonjong dari pada sumba ongole

6. Memiliki tanduk (tanduk betina lebih panjang dari pada jantan)

7. Memiliki telinga menggantung seperti daun nangka

C. Sapi Sumbawa Ongole (SO)

Ciri-cirinya:

1. Warna Tubuh dominan putih sampai keabu-abuan

2. Bertanduk lebih tumpul dari pada ongole

3. Bergelambir

4. Warna hidung hitam

5. Kepala lebih pendek dari pada Ongole

D. Sapi Sumbawa

Ciri-cirinya:

1. Rambut pada jantan berwarna putih keabuan,

sedangkan pada betina berwarna putih

2. Warna kepala sapi jantan abu-abu, sedangkan pada

betina berwarna putih

3. Bertanduk

4. Pada sapi betina tanduk lebih panjang

5. Telinga sedang, mengarah ke samping dan tidak terkulai

E. Sapi Madura

Ciri-cirinya:

1. Rambut berwarna merah bata

2. Memiliki tanduk kecil yang berbentuk bulan sabit

7

3. Moncong, ekor, kaki bagian bawah dan garis pada punggung berwarna putih

4. Telinga, bulu ekor dan kelopak mata berwarna hitam

5. pada bagian kepala bertanduk yang mengarah dorsalateral,

Pada sapi jantan memiliki gumba (punuk) sedangkan yang betina tidak tampak adanya punuk

(kecil).

F. Sapi Aceh

Ciri-cirinya:

1. Warna rambut merah bata sampai coklat

2. Pada umumnya bentuk muka cembung

3. Tanduk mengarah kesamping dan melengkung keatas

4. Telinga kecil mengarah kesamping dan tidak terkulai

3. Bos sondaicus atau sapi asli dari Indonesia dari bangsa banteng

Sapi Bos sondaicus merupakan sapi yang berasal dari persilangan antara sapi yang asli

mendiami pulau Bali dengan banteng Bali. Sapi tersebut contohnya yaitu sapi Bali. Sapi Bali

merupakan satu-satunya sapi asli dari Indonesia yang memiliki kelebihan tahan terhadap pakan

yang berkualitas jelek, memiliki karkas terbesar (55-60%) dan memiliki reproduksi yang baik.

Kelemahan dari sapi Bali ini terdapat postur tubuhnya yang relative lebih kecil dari sapi lokal

Indonesia.

Sapi Bali

1. Warna tubuh pada pedet jantan coklat muda/gelap,

sedangkan warna tubuh pada betina dewasa merah.

Pada jantan dewasa memiliki warna hitam

2. Bentuk tanduk pada jantan menjorok keluar kepala

pada betina bentuk tanduk menjorok kedalam kepala

3. Memiliki tanduk kearah belakang

4. Postur fisiologi seperti banteng

5. Punggungnya terdapat garis hitam yang membujur

dari gumba ke pangkal ekor (garis belut)

6. Bagian persendian tarsus dan carpus kaki berwarna

8

putih sampai batas pinggir atas kuku dan pada bagian pantat terdapat warna putih berbentuk

oval (white mirror)

Catatan:

Perbedaan pada sapi Madura dan sapi Bali terletak pada

a. White Sock

b. White Mirror

Bentuk kepala sapi potong

Jantan : cenderung lebih menonjol

Betina : cenderung lebih rata/ lancip

Bakalan yang baik:

Jantan : bentuk kepalanya seperti ternak betina, karena jarak kepala dan leher

depan yang nantinya akan mempengaruhi konsumsi pakan.

Sapi potong yang berpunuk, konformasi tubuhnya cenderung cekung

Sapi Brahman punuknya berwarna hitam

Sapi PO punuknya berwarna putih

9

I.2 BANGSA-BANGSA KAMBING DAN DOMBA

Kambing dan domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia

kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anak-anaknya.

Disamping penghasil daging yang baik, kambing dan domba juga penghasil kulit. Keistimewaan

yang membedakan kambing dan domba adalah pada domba terdapat Glandula suborbitalis di

mata bagian bawah dan glandula intergigitalis di celah-celah kuku, sedangkan pada kambing

tidak. Glandula suborbitalis merupakan kelenjar yang mengeluarkan cairan di mata sehingga

mata domba seringkali nampak basah. Glandula intergigitalis merupakan kelenjar yang dapat

menghasilkan sekresi atau cairan menyerupai minyak yang memiliki bau khas, cairan ini keluar

pada saat domba berjalan dan berfungsi sebagai tanda untuk mengetahui kelompoknya sehingga

apabila ada domba yang terpisah dari kelompoknya dapat dengan mudah menemukan

kelompoknya kembali.

Terdapat berbagai jenis bangsa kambing dan domba di Indonesia. Masing-masing

mempunyai karakteristik yang berbeda, diantaranya adalah : Kambing Kacang, Kambing

Peranakan Etawah, Peranakan Etawah dan Kambing Gambrong. Sedangkan bangsa-bangsa

domba antara lain: Domba Priangan / Garut, Domba Ekor Gemuk (DEG), Domba Ekor Tipis

(DET).

Jenis ternak Kambing asli Indonesia antara lain ;

1. Kambing Kacang

1) warna bulu : Dominasi warna tunggal putih, hitam,

cokelat, atau kombinasi ketiganya.

2) kepala : Kecil dan ramping dengan profil lurus.

3) telinga : Sedang, tegak mengarah ke samping.

4) tanduk : Melengkung ke belakang.

5) janggut : Jantan: tumbuh bulu dengan baik. Betina:

tidak begitu lebat.

10

6) punggung : Lurus, pada beberapa kasus terlihat agak melengkung, dan semakin ke belakang

semakin tinggi sampai pinggul.

7) bulu : Pendek, khusus yang jantan berbulu surai panjang dan kasar sepanjang garis leher

sampai ekor.

8) ekor : Pendek, kecil dan tegak.

Jenis ternak Kambing Lokal Indonesia antara lain ;

2. Kambing PE (Peranakan Etawa)

Warna bulu : kombinasi putih, hitam, dan cokelat.

1) Kepala : profil muka cembung.

2) Telinga : panjang dan terkulai.

3) Tanduk : melengkung ke belakang.

4) Bulu jenggot : jantan: panjang. betina: tidak berjenggot.

5) Punggung : lurus, beberapa agak melengkung, dan semakin

ke belakang semakin tinggi sampai pinggul.

6) Bulu tubuh : bagian leher dan pinggul lebih panjang, dan

pada jantan bulu lebih panjang mengurai.

7) Ekor : pendek.

3. Kambing Gembrong

Warna bulu : dominasi warna putih, sebagian cokelat muda dan

hitam.

1) Kepala : ringan dengan profil muka lurus agak cekung.

2) Telinga : sedang, dan terkulai.

3) Tanduk : jantan dan betina bertanduk.

4. Kambing Lakor

1) warna :

a) tubuh dominan : kombinasi warna polos dan

belang putih - kehitaman;

b) kepala : dominasi hitam, dan belang putih, warna

sekitar mata umumnya hitam;

c) telinga : mengikuti warna tubuh dominan;

11

2) tanduk : jantan dan betina bertanduk dengan ukuran kecil sampai sedang, mengarah ke atas dan

ke belakang;

3) bentuk telinga : panjang dan menggantung;

4) garis muka : cembung;

5) garis punggung : agak cekung;

6) bentuk ekor : bagian pangkal ekor berukuran sedang (4 – 9 cm).

Jenis ternak domba lokal Indonesia antara lain ;

1. Domba Garut

1) warna :

a) tubuh dominan : kombinasi hitam-putih;

b) kepala : kombinasi hitam-putih;

2) tanduk :

a) domba jantan : besar dan panjang dengan variasi

bentuk melingkar atau melengkung mengarah ke depan

dan ke luar;

b) domba betina : bertanduk kecil atau tidak bertanduk;

4) garis muka : cembung;

5) garis punggung : lurus sampai agak cekung;

6) bentuk ekor : segitiga, dengan bagian pangkal lebar dan mengecil ke arah ujung (ngabuntut

beurit atau ngabuntut bagong)

2. Domba Sapudi

1) warna :

a) tubuh : Dominan putih.

b) kepala : Putih.

2) garis muka : Agak cembung.

3) telinga : Cukup besar, panjang, lebar, dan tegak ke

samping dengan sudut 45-90 derajat.

4) tanduk : Tidak bertanduk.

5) garis punggung : Melengkung cekung dengan bagian belakang meninggi.

6) ekor : Bervariasi dari bentuk segitiga sampai sigmoid, tebal, panjang dan lebar, bagian

pangkal tengah lebar dan sering berkelok (sigmoid) dan meruncing pada bagian ujungnya.

12

3. Domba Kisar

1) warna :

a) tubuh dominan : kombinasi warna polos dan belang

putih - hitam;

b) kepala : dominasi hitam, dan belang putih, warna

sekitar mata umumnya hitam;

2) tanduk :

a) domba jantan : ukuran besar tanduk sedang dan panjang dengan bentuk melingkar atau

melengkung mengarah ke depan dan ke luar;

b) domba betina : tidak bertanduk;

3) bentuk telinga : sedang agak menggantung;

4) garis muka : cembung;

5) garis punggung : agak cekung;

6) bentuk ekor : bagian pangkal ekor berukuran sedang (4 – 9 cm).

4. Domba Ekor Gemuk (DEG)

a. Bentuk kepala lurus

b. Kepala botak dan berambut

c. Ekor berisi lemak

5. Domba Ekor Tipis (DET)

a. Telinga mengarah keluar

b. Kaki pendek

c. Tidak Bertanduk

d. Warna lebih putih

13

I.3 BABI KOMERSIL

1. Babi Yorkshire

a. Tubuh Besar

b. Bertulang kasar

c. Kaki Panjang

2. Babi Landrace

a. Berwarna putih

b. Tubuh Panjang

c. Punggung sangat kurang menonjol

d. Kepala panjang

e. Telinga besar

3. Babi Duroc

a. Warna merah

b. Ukuran tubuh besar dan panjang

c. Ukuran kepala sedang

d. Telinga terkulai ke depan

e. Punggung berbentuk busur

f. Telinga kecil dan berdiri

4. Babi Tamworth

a. Tubuh yang besar

b. Kaki sedikit panjang

c. Telinga tegak dan berukuran sedang

d. Kepala yang lebar

e. Moncong panjang dan lurus

f. Tubuh berwarna merah tua kecoklatan

I.4 Pendugaan Umur

Pendugaan umur pada ternak penting dilakukan, hal ini berkaitan dengan tujuan dari

pemeliharaan sapi. Pendugaan umur yang baik dengan recording, namun secara konvensional

pendugaan umur dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:

14

1. Pemeriksaan Gigi Ternak (Poel)

Umumnya metode ini sudah sangat dikenal pada masyakat peternak di Indonesia. Istilah

yang biasa dikenal adalah “poel”. ‘Poel” menunjukkan adanya pergantian gigi ternak, sehingga

seberapa banyak tingkat pergantian gigi bisa menjadi dasar menduga umur ternak. Semakin

banyak gigi yang “poel” maka umur ternak juga semakin tua.

Gigi ternak mengalami erupsi dan keterasahan secara kontinyu. Pola erupsi gigi pada

ternak memiliki karakteristik tertentu sehingga dapat digunakan untuk menduga umur ternak.

Gerakan mengunyah makanan yang dilakukan ternak mengakibatkan terasahnya gigi.

Pertumbuhan gigi ternak dibagi menjadi 3 fase yaitu: fase tumbuh gigi (gigi susu),

fase pergantian gigi dan fase keausan gigi.

a) Fase gigi susu: terjadi pada ternak mulai lahir sampai dengan gigi seri bertukar dengan yang

baru.

b) Pergantian gigi: masa awal dari pergantian gigi sampai dengan selesai

c) Keausan gigi: gigi sudah tidak berganti-ganti lagi, melainkan sedikit demi sedikit aus

Perkiraan Umur Sapi

15

2. Melalui cincin pada tanduk

Keadaan cincin tanduk dapat digunakan untuk menafsirkan umur sapi. Rumus yang

digunakan yaitu :

Y = X + 2

Dimana Y merupakan umur sapi, X merupakan jumlah cincin tanduk dan 2 merupakan

koefisien rata-rata sapi bunting pada umur 2 tahun. Tiap cincin tanduk berhubungan erat dengan

kelahiran, periode laktasi dan jalannya pemeliharaan. Sesudah selesai periode kebuntingan

pertama, pangkal tanduknya timbul suatu alur melingkar dan selanjutnya setiap kali bunting hal

demikian akan terjadi lagi. Pengaruh pencemaran, penyakit dan musim panas menyebabkan

cincin tanduk kelihatan dangkal dan tidak terang.

Penentuan umur ternak dengan melihat lingkar cincin tanduk adalah dengan cara

menjumlahkan angka dua pada tiap lingkar cincin tanduk. Misalnya terdapat satu lingkar cincin

tanduk berarti sapi tersebut berumur tiga tahun. Asumsi dari penambahan angka dua tersebut

adalah sapi telah dewasa kelamin dan siap melahirkan pada umur dua tahun.

Pendugaan umur sapi berdasarkan tumbuhnya tanduk dan cincin tanduk adalah yang paling

kurang akurat. Oleh karena itu pendugaan dengan cara ini jarang dipergunakan. Prinsip

pendugaan umur berdasarkan cincin tanduk didasarkan pada pengaruh pakan. Alasannya, di

Indonesia terjadi musim kemarau dan musim hujan. Sapi betina yang sedang bunting akan

membutuhkan zat pakan yang lebih tinggi, sementara pada saat kemarau kebutuhan nutrisi yang

tinggi tersebut tidak sepenuhnya bisa diperoleh untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi janinnya,

induk sapi akan membongkar cadangan lemak dan protein tubuh, padahal protein tersebut juga

dipergunakan untuk pertumbuhan tanduk, sehingga pertumbuhan tanduk akan terhambat

sehingga terbentuklah cincin pada tanduk

16

3. Melalui Tali Pusar

Melihat lepasnya tali pusar hanya digunakan untuk mengingatkan lagi hari atau tanggal

kelahiran pedet dalam jangka kejadian beberapa hari yang telah lewat.Sewaktu lahir tali pusar

masih tampak basah dan tidak berbulu.Setelah berumur 3 hari,tali pusar terasa lunak jika

diraba,umur 4-5 hari tali pusar mulai mengering,dan umur 7 hari tali pusar mulai lepas serta

sudah mulai ditumbuhi bulu.

I.5 Pengenalan Alat

• DEHORNING

Yakni suatu cara penghilangan tanduk pada ternak pada sapi. Dapat dilakukan dengan

cara :

1. Kimiawi yakni dengan zat kimia (Caustic potash/ Caustic soda)

Pangkal tanduk dioles zat kimia Caustic potash/ Caustic soda selama 15 detik lalu

digosok sampai timbul pendarahan. Setelah ± 10 hari tanduk menjadi lempengan-

lempengan dan akan lepas sendiri.

2. Panas dengan menggunakan alat Electrical Dehorner

Gunanya yaitu membunuh saraf atau akar tanduk supaya tidak dapat tumbuh lagi.

Caranya: Alat dipanaskan selama 15-20 menit hingga mencapai suhu 1000 ˚C. lalu

ditekan alat ke tunas tanduk selama 5-10 detik hingga membentuk bulatan 2mm.

umumnya dilakukan pada pedet 4-21 hari.

3. Biologi yaitu dengan cara kawin silang

17

Dengan mengawinkan ternak yang bertanduk dengan ternak yang tidak bertanduk

dengan harapan anak yang dihasilkan nantinya tidak bertanduk

4. Mekanik yaitu dengan cara memotong tanduk menggunakan gergaji apabila tanduk

sudah besar

• KASTRASI

Yaitu suatu tindakan untuk menghilangkan fungsi buah zakar (testis) pada ternak jantan.

Tujuannya adalah :

1. Agar ternak menjadi lebih terang atau jinak

2. Memudahkan penanganan

3. agar daging yang dihasilkan ternak jantan tersebut yang berkualitas baik

4. Mempercepat proses pertumbuhan

Cara Kastrasi

1. Cara tertutup

Menggunakan alat emasculator yaitu Tang Burdizzo dan cincin karet (elastrator).

Fungsinya menghambat peredaran dari dan ke testis

2. Cara terbuka

Membedah kantung buah zakar atau skrotum, kemudian mengeluarkan dan

memotong buah zakar tersebut.

• CUKUR BULU RAMBUT

• MARKING

Bisa dilakukan dengan cara :

1. Kalung leher

2. Cap bakar pada kulit

➢ Dilakukan dengan bahan kimia (nitrogen cair), disebut freeze branding / cryosenic

branding.

➢ Dengan besi panas menggunakan huruf / angka dari tembaga. Biasanya dilakukan

dengan pembakaran langsung dari api / sumber panas lain. Pada pedet lama waktu

pembakarannya 15 detik dan pada sapi dewasa 30 detik.

3. Tanda pada telinga

➢ Ear Tag : Tanda telinga dari plastik / logam yang mudah cair.

18

Caranya: - Posisikan ternak dalam keadaan tenang lalu siapkan tag yang dipakai,

kapas, dan alcohol 70%.

- Bersihkan salah satu telinga bersihkan dengan alcohol 70%

- Raba telinga ternak yang tidak dilalui pembuluh darah

- Masukkan daun telinga diantara kedua sisi tang yang sudah dipasangi

tag

- Tekan tuas gun applicator untuk memasukkan eartag pada telinga

➢ Ear Notch : Tanda telinga dengan menggunting telinga dengan bentuk U/V

menggunakan pisau atau gunting.

➢ Ear Punch : Tanda telinga dengan perlubangan

➢ Ear Tattoes : Tanda pada telinga dengan tinta,

Caranya: - Posisikan ternak dalam keadaan tenang lalu persiapkan peralatan tattoo,

yang terdiri dari tinta, nomor/huruf yang dipakai.

- Oleskan nomor/huruf pada tinta lalu pasangkan nomor/huruf pada tang

dengan posisi terbalik (seperti melihat cermin).

- Bersihkan salah satu telinga bersihkan dengan alcohol 70%

- Raba telinga ternak yang tidak dilalui pembuluh darah

- Masukkan daun telinga diatara kedua sisi tang yang sudah dipasangi

nomor/huruf lalu tekan gun applicator

19

1.6 PENGUKURAN STATISTIK VITAL

1. Definisi Ukuran Statistik Vital

Ukuran statistic vital merupakan ukuran tubuh ternak yang secara statistic cukup vital

untuk mengidentifikasi sifat-sifat kuantitatif ternak tersebut. Ukuran statistic vital ini

dipergunakan sebagai parameter teknis dalam penentuan standar bibit. Pada kambing dan domba

pengukuran statistic vital dengan mengukur : lingkar dada dan panjang badan. Adapun cara

pengukuran lingkar dada dan panjang badan dalam statistic vital kambing atau domba adalah

sebagai berikut :

1. Lingkar dada: Diukur dengan menggunakan pita ukur melingkar pada dada dekat scapula

atau kaki depan bagian belakang.

2. Panjang badan : Diukur dengan menggunakan mistar ukur yang dimulai dari tuberculum

lateral humerus (point of shoulder atau sendi peluru) sampai tuber ischiadicum (pin bone)

3. Tinggi gumba : Diukur menggunakan mistar ukur (khusus sapi) secara tegak lurus mulai

dari tanah/lantai hingga bagian tertinggi gumba.

2. Pendugaan Bobot Badan Ternak Menggunakan Ukuran Statistik Vital

Salah satu fungsi pengukuran statistik vital adalah untuk mengetahui estimasi bobot

badan ternak menggunakan rumus tertentu. Estimasi bobot badan pada ternak bergantung pada

gemuk dan kompaknya tubuh ternak yang akan diukur, setidaknya gambaran bobot badan dapat

diketahui dan tidak akan jauh dari bobot badan sebenarnya.

Estimasi bobot badan sapi, kambing dan domba sangat penting dilakukan apabila dalam

suatu peternakan tidak terdapat timbangan ternak. Manfaat estimasi bobot badan ternak adalah

sebagai berikut:

1. Mengukur kebutuhan pakan.

2. Mengukur laju pertumbuhan ternak/laju pertumbuhan bobot badan ternak.

3. Mengukur dosis obat-obatan berdasar bobot badan.

Ketika telah diketahui lingkar dada dan panjang badan maka formula perhitungan

estimasi bobot badan ternak adalah sebagai berikut:

20

a. Estimasi Bobot Badan Sapi

1. Rumus schoorl

EBB (kg) = (𝐿𝐷(𝑐𝑚) + 22)

100

2

2. Rumus smith

EBB (kg) = (𝐿𝐷(𝑐𝑚) + 18)

100

2

3. Rumus winters

EBB (lbs) = (LD(inch)

2 x PB(inch) )

300

b. Estimasi Bobot Badan (EBB) Kambing Dan Domba

1. Umur 𝑃𝐼0

EBB (kg) = (𝐿𝐷(𝑖𝑛𝑐ℎ)

2 𝑥 𝑃𝐵(𝑖𝑛𝑐ℎ))

103:

2. Umur 𝑃𝐼2−4

EBB (kg) = (𝐿𝐷(𝑖𝑛𝑐ℎ)

2 𝑥 𝑃𝐵(𝑖𝑛𝑐ℎ))

11 𝑥 103

3. Umur 𝑃𝐼6−8

EBB (kg) = (𝐿𝐷(𝑖𝑛𝑐ℎ)

2 𝑥 𝑃𝐵(𝑖𝑛𝑐ℎ))

12 𝑥 103

3. Kegunaan Lain Ukuran Statistik Vital

Manfaat lain dari pengukuran statistik vital adalah untuk mengetahui konformasi kepala

dan grade ternak. Penentuan konformasi kepala dan grade ternak melalui perhitungan sebagai

berikut:

a. Indeks Kepala

Pengukuran indeks kepala merupakan upaya untuk mengetahui konformasi kepala

seekor ternak, dimana konformasi kepala dapat digunakan untuk menduga kemampuan makan

ternak secara fisiologis, sehingga dapat digunakan sebagai parameter dalam menentukan

tatalaksana pemberian pakan yang tepat. Selain itu, konformasi kepala dapat digunakan untuk

menduga keeratan hubungan keluarga ternak, dimana setiap ternak mempunyai konformasi

kepala yang berbeda sebagai ciri khas ternak tersebut.

Prosedur pengukuran indeks kepala adalah sebagai berikut:

21

1. Panjang kepala

Diukur menggunakan pita ukur (khusus ternak) mulai dari titik tengah antara kedua tanduk

pada dahi hingga pangkal hidung secara tegak lurus.

2. Lebar kepala

Diukur menggunakan pita ukur (khusus ternak) mulai dari pelipis mata kanan menuju pelipis

mata kiri.

Rumus indeks kepala:

Indeks kepala = 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑙𝑎

𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑙𝑎 x 100%

b. Grade Sapi

Grade (ukuran) sapi merupakan suatu ekspresi keharmonisan bentuk badan ternak dan

dapat diketahui melalui perbandingan panjang badan dengan tinggi gumba ternak. Grade

(ukuran) ternak digunakan untuk mengetahui ukuran ternak tersebut yang nantinya dapat

digunakan sebagai parameter teknis untuk mengetahui grade (ukuran) ternak tersebut. Setiap

ternak mempunyai grade (ukuran) yang berbeda sesuai dengan potensi genetiknya masing-

masing.

Rumus grade sapi:

Grade sapi = 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛

𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑔𝑢𝑚𝑏𝑎 x 100%

Standard grade (ukuran) ternak terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu:

Nilai Grade <100% 100% - 105% 105% - 110% >110%

Kategori Very small grade Small grade Medium grade High grade

22

1.7 PENILAIAN (JUDGING) TERNAK

1. Penilaian Eksterior Sapi Potong

Penampilan luar seekor sapi akan sangat menentukan dan menjadi utama sebelum

memikirkan berbagai pengenalan yang lain. Berikut adalah gambar berbagai kelainan tumpuan

anggota badan (kaki depan dan kaki belakang) sapi bila dilihat dari depan, belakang, samping,

khusus untuk bibit, posisi tersebut harus diperhatikan.

23

1.8 HANDLING TERNAK

1. Pengertian Handling :

Handling merupakan suatu upaya penanganan yang dilakukan oleh manusia kepada ternak,

dengan tujuan mengendalikan ternak sesuai dengan yang kita inginkan tanpa menyakiti ternak

tersebut.

2. Penerapan handling :

• Pada saat menuntun sapi dewasa yang jinak

Ternak sapi yang jinak dapat dituntun tanpa menggunakan tali – temali, yaitu dengan cara

menarik hidungnya ke atas. Tangan kanan mencengkram sekat hidung (septum nasal) sapi.

Caranya, ibu jari dimasukkan ke lubang hidung sapi sebelah kanan, sedangkan telunjuk

dimasukkan ke lubang hidung sapi sebelah kiri. Tangan kiri memegang tanduk atau telinga sapi

tersebut dengan erat.

• Pada saat menuntun sapi muda yang jinak

Cara menuntun sapi yang lebih muda dan juga jinak (pedet atau heifer muda) cukup mudah.

Tangan kanan mencengkram dagu (bagian bawah mulut) sapi, sedangkan tangan kiri memegang

erat tanduk atau telinga sapi

• Pada saat menuntun sapi dewasa yang sedikit ganas

Cara menuntun ternak sapi yang telah dewasa dan sedikit ganas memerlukan penanganan

dengan bantuan tali atau tambang yang ditusukkan atau di tendok melalui sekat hidungnya.

Penusukkan sekat hidung sapi dewasa umumnya dilakukan dengan menggunakan tang penusuk

hidung (nose punch) yang telah diolesi antiseptik terlebih dahulu untuk menghindari infeksi.

Setelah sekat hidung sapi berlubang, dipasang cincin bertali untuk menuntun ternak sapi tersebut.

Ketika tali ditarik, sapi akan merasa kesakitan sehingga sapi akan mengikuti denagan patuh

kemana saja sapi tersebut dituntun. Lama – kelamaan setelah terbiasa, apabila tali pengikat

hidungnya dipegang (meskipun tanpa ditarik terlebih dahulu) sapi akan segera bergerak

mengikuti si penunutun.

Cara lain untuk penarikan hidung ternak sapi adalah dengan menggunakan penarik

hidung (nose lead). Sekat hidung sapi tidak perlu ditusuk. Alat penarik hidung ini cukup

dipasangkan. Kunci yang ketat pada alat ini akan menekan hidung sapi sehingga sapi dapat

24

ditarik. Alat ini digunakan untuk menarik sapi agar terdongak ke atas, misalnnya pada saat sapi

akan disuntik intravena, pemeriksaan kesehatan atau pada saat melakukan potong kuku.

3. Teknik Merebahkan Ternak

• Merebahkan Sapi pedet

Dekatilah pedet, sudutkan dan peganglah pada leher dan pantatnya agar pedet tidak

bergerak maju atau mundur, kemudian tangan pemegang leher dilepaskan untuk kemudian

memegang lutut kaki kanan lewat atas bahu. Selanjutnya tekuk lutut sedikt mengukit dan tarik

anak sapi ke arah tubuh kita, dengan demikaian pedet akan meluncurkan ke tanah dan berbaring

pada salah satu sisinya.

• Merebahkan sapi dewasa

Salah satu metode merobohkan seekor sapi adalah teknik Rope Squeeze. Rope Squezee

merupakan cara baku untuk merobohkan seekor sapi dengan menggunakan tali yang diletakkan

pada sapi saat masih berada dalam kandang. Cara merobohkan sapi dewasa sebagai berikut :

1. Buat simpul kupu di sekitar leher sapi

2. Pindahkan ujung tali ke sisi berlawanan melalui punggung sapi melewati bagian bawah

sapi

3. Pegang ujung tali dan ligkarkan pada tubuhnya dibawah badan tali dari tali yang didekat

simpul kupu untuk membuat sebuah ikatan mati tepat di belakang pundak

4. Bawa ujung tali melewati punggung sapi lagi

5. Buatlah sebuah ikatan mati tepat didepan ambing

6. Tarik tali, maka sapi akan roboh.

25

Pengekangan Kepala

Tali kepala

Tali Leher Darurat

Pengekangan Sapi dara

26

Rope Squaze

27

MATERI 2

RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH)

Bangsa ternak yang telah dikenal diatas dipelihara dengan tujuan untuk memproduksi

daging dan dengan tujuan akhir dipotong. Pemotongan ternak diatur oleh pemerintah,melalui

beberapa syarat. Syarat yang utama adalah pemotongan ternak harus dilakukan di Rumah

Potong Hewan (RPH) resmi yang telah ditetapkan, agar dapat dijamin kualitas,kesehatan dan

kehalalan daging melalui serangkaian tahapan yang harus dilalui. Penanganan ternak yang akan

dipotong dimulai dengan pemeriksaan sebelum dipotong (ante mortem) dan setelah dipotong

(post mortem) sebelum daging tersebut diputuskan layak edar.

Pemeriksaan antemortem di RPH dilakukan pada saat ternak di pelataran yang telah

disediakan khusus,melalui beberapa tahapan. Pemeriksaan dilakukan pada pagi dan sore hari

dengan cahaya yang cukup dan ternak yang disembelih telah diistirahatkan serta pemeriksaan

tidak lama sebelum ternak disembelih.

Pemeriksaan setelah ternak dipotong (postmortem) seharusnya dilakukan dibawah cahaya

yang cukup dan ternak betul-betul sudah mati disembelih. Setelah ternak dipotong karkas

dibagi menjadi dua bagian kiri dan kanan serta bagian depan belakang yang dipotong pada

posisi rusuk 12-13. Bagian perut atau bagian rongga dada dikeluarkan dan pada saat itu

dilakukan pemeriksaan post mortem yang bertujuan apakah daging dapat diterima (layak

edar),diterima bersyarat untuk daging konsumsi atau ditolak untuk dimusnakan.

2.1 Persyaratan Lokasi RPH

Pemerintah telah menetapkan beberapa persyaratan lokasi RPH yang dijadikan sebuah

landasan dalam pendirian ataupun pengembangan RPH pada suatu wilayah. Persyaratan lokasi

RPH tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tidak bertentangan dengan tata ruang wilayah kota

b. Tidak berada di bagian kota yang padat penduduk, letak lebih rendah dari pemukiman

penduduk,dan tidak menimbulkan pencemaran air

c. Tidak berada dekat waduk, rawan banjir, bebas asap, bau, debu, dan kontaminasi lain

d. Memiliki lahan yang relative datar dan cukup luas untuk pengembangan RPH.

28

2.2 Persyaratan Sarana RPH

Persyaratan kedua yang harus dipenuhi oleh bangunan RPH sesuai dengan ketentuan

pemerintah adalah persyaratan sarana yang terdapat didalm area RPH. Persyaratan sarana

tersebut antara lain adalah RPH harus dilengkapi dengan :

a. Sarana jalan menuju RPH yang dapat dilalui kendaraan pengangkut hewan potong dan

kendaraan daging

b. Sumber air yang cukup

c. Sumber tenaga listrik

d. RPH babi harus ada persediaan air panas

e. Sarana pengelolaan limbah

2.3 Persyaratan Bangunan dan Tata Letak RPH

Persyaratan selanjutnya yang harus dipenuhi oleh bangunan RPH sesuai dengan

ketentuan pemerintah adalah persyaratan bangunan dan tata letaknya didalam area RPH. Pada

persyaratan bangunan dan tata letaknya ini mendeskripsikan bahwa sebuah bangunan RPH

terdiri dari beberapa bangunan yang bergabung dalam sebuah area (komplek) bangunan RPH.

Persyaratan bangunan dan tata letaknya menunjukkan bahwa komplek bangunan RPH terdiri

dari :

a. Bangunan Utama

b. Kandang Penampung dan istirahat hewan

c. Kandang isolasi

d. Kantor

e. Sarana penanganan limbah

f. Gardu listrik

g. Pintu masuk hewan dan pintu keluar daging

Bangunan dalam komplek RPH terpisah dalam bangunan sendiri-sendiri yang dipisahkan

dan dihubungkan dengan sarana jalan sebagaimana telah dijelaskan pada sub bagian sebelum ini.

Pengecualian terjadi pada RPH yang tidak hanya digunakan untuk pemotongan 1 (satu) jenis

hewan ternak saja,dimana masing-masing RPH untuk pemotongan jenis hean ternak yang

berlainan harus memiliki komplek bangunan sebagaimana diatas dan dipisahkan oleh pagar yang

cukup representatif antar RPH untuk jenis hewan ternak yang berlainan,meskipun dalam suatau

29

komplek bangunan yang sama. Pada bangunan utama RPH,dapat dipisahkan lagi oleh ruangan

yang terdiri dari : daerah bersih, daerah kotor dan ruang pelengkap

2.4 Persyaratan Ternak yang Dipotong di RPH

Pada persyaratan bagi RPH tidak hanya persyaratan teknis dan fisik bangunan saja,namun

juga persyaratan yang menyangkut prosedur pemotongan hewan. Hal ini sesuai dengan tujuan

keberadaan RPH sebagai tempat untuk kontrol pemotongan hewan agar dapat dijamin

kualitas,kesehatan dan kehalalan daging bagi konsumen.

Persyaratan terakhir yang akan dibahas ini,menyangkut persyaratan teknis terhadap

prosedur hewan yang akan dipotong. Persyaratan tersebut terdiri dari:

a. Breed (bangsa) yang akan dipotong (ditulis sesuai dengan yang saudara amati)

b. Jenis kelamin

c. Umur (rata±rata pemotongan )

d. Judging

e. Pemeriksaan ante mortem I /syarat±syarat lolos potong

f. Prosedur pemotongan

g. Pemeriksaan post mortem /syarat±syarat pemeriksaan daging layak edar

Persyaratan tersebut diatas berlaku untuk semua hewan yang akan dipotong di RPH . Pada

pelaksanaan praktikum nantinya akan dilakukan pada 2 (dua) pengamatan terhadap RPH untuk

ternak sapi dan RPH untuk ternak babi. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui detail

prosedur yang berbeda pada RPH yang melaksanakan pemotongan ternak yang berbeda pula.

2.5 Proses Pemotongan Ternak di RPH Sapi

Sistematika pemotongan ternak di RPH berbeda-beda antara RPH yang satu dengan RPH

yang lainnya tergantung jenis RPH dan manajemen efisiensi yang diterapkan di RPH tersebut.

Secara umu proses sistematika proses pemotongan ternak di RPH yang ada di Indonesia

meliputi :

1. Ternak yang baru datang, terlebih dahulu ditampung di kandang penampungan atau kandang

karantina untuk diistirahatkan dan dipuasakan.

2. Dilakukan pemeriksaan antemortem (pemeriksaan sebelum pemotongan) yang meliputi :

a. Jenis kelamin

b. Bangsa

30

c. Umur (poel)

d. Mendeteksi adanya penyakik/ tidak

e. Memeriksa moncong (hidung) basah/ lembab/ kering

f. Melihat mulut ada air liur/ busa/ tidak

g. Melihat anus, ada tidaknya bercak darah dan sisa-sisa kotoran

Hasil pemeriksaan antemortem :

a. DITERIMA, ternak siap untuk dipotong

b. DITERIMA BERSYARAT, boleh dipotong tapi harus diisolasi sampai sehat karena

sapi mengalami sakit ringan

c. DITUNDA, menunggu untuk waktu tertentu karena kurang yakin bahwa ternak

terjangkit penyakit serius atau tidak

d. DITOLAK, tidak boleh dipotong karena mengandung penyakit serius (zoonis) yang

dapat menular kemanusia

3. Bleeding atau penyembelihan, dilakukan dengan 2 cara yaitu dipingsankan terlebih dahulu

(Stuning) atau disembelih secara langsung.

3.1 Stuning atau pemingsanan ternak, dilakukan dengan 3 cara :

a. Stuning gun, biasanya digunakan untuk ternak sapi yang berpostur tubuh besar,

dilakukan dengan peluru tumpul atau dengan tekanan udara. Jika menggunakan

peluru tumpul, ada 3 kategori jenis peluru berdasarkan warna : waran kuning (BB <

400 kg); merah (BB 400-600 kg); dan hitam (BB > 800 kg). Jika menggunakan

tekanan udara, ada 3 spesifikasi : tekanan 6-8 bar (BB < 400 kg); 8-10 bar (BB 400-

600 kg); dan 10-12 bar (BB > 800 kg)

b. Kejut listrik dengan daya 1500 watt (210-240 volt/ampere), biasanya digunakan

untuk ternak babi

c. Menggunakan bahan kimia seperti gas CO2

3.2 Penyembelihan secara langsung, ada 2 cara :

a. Menggunakan alat yang dinamakan restraining box, sebuah alat penyembelihan

berbentuk balok yang berfungsi untuk menjepit sapi dan kemudian memiringkan

badan sapi untuk memudahkan dalam proses penyembelihan. Kelebihan alat ini

adalah mampu meminimalisir cedera/ patah tulang dan stress pada ternak

31

b. Secara langsung dengan cara dirobohkan dengan metode selendang, kemudian

disembelih secara Islami dengan memotong 4 saluran yaitu saluran pernapasan,

pencernaan, pembuluh darah arteri aortis dan pembuluh darah vena jugularis

4. Legging, ke empat kaki (pada bagian metatarsus dan metacarpus) dan heading, pemisahan

kepala (pada bagian sendi occipito atlantis)

5. Skinning, pengulitan atau proses pelepasan kulit dari tubuh ternak karena bukan termasuK

kedalam karkas.

6. Eviserasi, pengeluaran organ-organ viseral ada 2 kategori yaitu :

a. Red oval, bagian/ organ selain organ pencernaan seperti jantung, paru-paru, hati dan

limpa

b. Green oval, bagian/ organ-organ pencernaan mulai dari esophagus sampai ke anus

7. Pemeriksaan postmortem (pemeriksaan setelah pemotongan) pada bagian organ-organ viseral

yang meliputi pemeriksaan :

a. Jantung, diperiksa apakah ada kelainan atau tidak dan apakah jantungnya bengkak atau

tidak

b. Paru-paru, dilihat apakah ada kelainan warna atau tidak, paru-paru normal berwarna

putih kemerahan, jika berwarna hitam maka ada indikasi terkena penyakit TBC

(Tubercelosis)

c. Limpa, dilihat bentuknya apakah tebal, semakin menipis, hampir membentuk segitiga

atau lancip, ketika bentuknya tumpul maka ada indikasi terkena penyakit antraks

d. Hati, dilihat apakah ada warna menyimpang atau tidak, diraba apakah terksturnya halus

mulus atau kasar bergelombang, dan disayat untuk mengetehaui apakah ada cacing hati

(Vasciola hepatica) atau tidak

Setelah dilakukan pemeriksaan postmortem dan tidak ditemukan penyakit zoonosis, karkas

kemudian diberi cap baik.

8. Wholesale cuts (potongan grosir), pemotongan karkas menjadi menjadi 4 bagian besar yaitu

FQR (Front Quarter Right), FQL (Front Quarter Left), HQR (Hind Quarter Right), HQL

(Hind Quarter Left)

9. Chilling, proses pelayuan (pendinginan) karkas untuk memaksimalkan proses rigortmortis

(kejang semu) atau proses perombakan selaput-selaput otot menjadi daging yang dipengaruhi

oleh ATP (Adenosin Triposfat) dan kerja serabut aktin miosin

32

10. Deboning, pemisahan daging dari tulang

11. Retail cuts, pemisahan daging menjadi 3 kelas utama yaitu :

a. Primer cuts : sirloin, tenderloin dan cube roll

b. Secondary cuts : bagian daging selain primer cuts, seperti : shortloin, rib, cuck, breast

cuts, plank, force shank, hind shank dll

c. Manufactoring cuts : bagian daging yang masih tertinggal pada tulang

2.6 Syarat RPH Babi

Standar Operasional Prosedur RPH Babi :

a. Persyaratan Lokasi

• Memiliki area yang cukup untuk pengembang

• Berada diluar kota

• Berada di daerah yang mudah dicapai kendaraan

• Berada didaerah yang aman dan dekat dengan wilayah pemasaran

b. Persyaratan umum

• Sarana jalan terbagi atas dua yaitu jalan menuju kompleks RPH dan jalan di

dalam lokasi RPH

• Jalan lebar yang memungkinkan dapat dilewati oleh kendaraan ternak maupun

kendaraan pengangkut hasil potong

• Persediaan air minimal untuk RPH babi yaitu 450 liter/ekor/hari

• Untuk RPH babi dibutuhkan sumber air panas untuk membantu proses

debeaking atau pengerokan bulu melalui proses pencelupan

• Kompleks RPH babi harus dipisahkan dari kompleks RPH lain dengan jarak

yang cukup jauh dan dibatasi pagar minimal 3 meter atau terpisah total dengan

dinding tembok terletak ditempat yang lebih rendah dari RPH lain.

Alur Pemotongan Babi

• Antemortem

Babi sebelum dibawa ke RPH diperikasa terlebih dahulu oleh peternak.

• Babi dimasukkan ke dalam kandang istirahat tanpa adanya pemuasaan karena babi

memakan fesesnya sendiri. Masa peristirahatan babi selama 24 jam.

33

Cara penembakan dilakukan dengan menembak di pertengahan dahi babi dan sedikit ke

bawah dekat mata

• Stunning (Pemingsanan)

Proses pemotongan pada babi dilakukan dengan proses pemingsanan dengan

menggunakan electrical stunning (2 garpu di setrum 2100-2500 watt) atau CO2 stunning

(dilakukan di dalam ruangan hingga babi pingsan). Pemingsanan babi di peternakan dilakukan

dengan cara pembenturan atau menembak babi. Cara pembenturan dilakukan dengan pukulan

benda tajam menggunakan pemingsan mekanik, sedangkan

• Bleeding (Pengeluaran darah)

Pengeluaran darah sangat penting dilakukan dalam proses pemotongan, darah hewan

harus dikeluarkan selama 2 menit. Darah dikeluarkan dengan menusuk langsung

bagian jantung, bawah leher sebelah kiri dengan panjang 20-25 cm. Posisi

kemiringan pisau ditahan pada sudut 35-40O. Ditusuk bagian jantung sampai

darah keluar. Alat yang digunakan pisau hunus dengan panjang 40-50 cm

berbentuk runcing.

• Perebusan (scalding)

Rambut babi dapat dihilangkan dengan cara perendaman (scalding) dalam air panas

dengan suhu 70-80OC selama 10-30 detik.

• Pembakaran Babi (Dehairing)

Dehairing dilakukan untuk menghilangkan rambut yang ada pada babi dengan cara

penyemprotan api ke tubuh babi atau bisa dilakukan pengerokan.

• Pemotongan kepala

Pemotongan kepala dilakukan untuk mempermudah dalam proses selanjutnya, kaki babi

tidak dipotong karena termasuk standar internasional.

• Eviserasi

Pengeluaran organ bagian dalam dan pemeriksaan postmortem.

• Wholesale cut

Wholesale cut pada babi langsung dilanjutkan dengan retail cut.

• Freezing (Pembekuan)

Babi tidak dilakukan regormotis namun pembekuan dengan suhu 18oC.

34

MATERI 3

PROSES PEMOTONGAN

Pemotongan ternak sesuai dengan tujuannya adalah untuk mendapatkan daging dan

produk daging. Ada beberapa persyaratan untuk memperoleh hasil pemotongan ternak yang baik.

Kondisi ternak sebelum dipotong harus bersyarat sehat dan segar, oleh sebab itu setelah ternak

tiba di rumah potong harus diistirahatkan terlebih dahulu sampai kondisi ternak kembali tidak

stres minimal 12 jam. Pemotongan meliputi pemeriksaan antemortem, prosedur pemotongan dan

pemeriksaan post mortem.

a. Pemeriksaan antemortem

Antemortem adalah pemeriksaan kondisi ternak sebelum pemotongan secara dari depan

kepala sampai dengan kaki dan ekor. Analisis antemortem dilakukan minimal 12 jam

sebelum ternak dipotong (Murdiati, 2006). Faktor antemortem menurut Purbowati (2006)

meliputi genetik termasuk bangsa, spesies dan fisiologi, umur ternak, manajemen, jenis

kelamin, dan stress.

b. Prosedur pemotongan

Terdapat 5 prosedur pemotongan yang harus dilaksanakan untuk mendapatkan kualitas

daging yang baik dan higinies. Prosedur pemotongan meliputi:

1. Bleeding, merupakan proses pengeluaran darah sebanyak-banyaknya dari dalam tubuh.

Bleeding dilakukan dengan memotong Vena jugularis dan Arteri aortis serta memotong

2 saluran, yaitu saluran pencernaan dan saluran pernafasan.

2. Skinning, merupakan proses pengulitan, yaitu memisahkan kulit dari tubuh. Dilakukan

dengan hati-hati agar tidak merusak karkas. Batas penyayatan kulit adalah sampai lemak

subcutan terpisah dari tubuh.

3. Eviserasi, merupakan proses pengeluaran organ viseral (organ-organ dalam tubuh),

yang terdiri dari: organ pencernaan, organ pernafasan, dan organ reproduksi. Ginjal dan

lemak yang membujur dari pembungkus ginjal, dibawah pelvic sampai pembungkus

jantung diusahakan tertinggal (tidak ikut dikeluarkan).

4. Whole sale cut, merupakan proses pembagian karkas berdasarkan potongan wholesale,

yaitu karkas dipotong menjadi 4 bagian: Forequarter left & Forequarter right dan

Hindquarter left & Hindquarter right . Dipotong antara tulang rusuk 12-13.

35

5. Deboning, merupakan proses pemisahan daging dari tulang.

c. Pemeriksaan post mortem

Postmortem merupakan pemeriksaan yang dilakukan setelah pemotongan meliputi

pemeriksaan karkas dan organ internal yang meliputi limpa, hati, jantung, dan paru-paru.

Keputusan hasil pemeriksaan akan menentukan apakah karkas dan bagian-bagian karkas

dapat dikonsumsi, diproses lebih lanjut atau tidak. Pemeriksaan organ internal ditujukan

untuk mengetahui kondisi ternak yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Limpa , merupakan objek yang paling penting dalam pemeriksaan postmortem. Dalam

kondisi normal bentuk limpa yaitu pipih dan lancip. Sedangkan limpa yang bengkak

diindikasi mengidap penyakit anthrax (radang limpa) yang merupakan salah satu

penyakit yang bersifat zoonosis, disebabkan oleh Bacillus anthracis (Bahri, 2014).

2. Hati, pengamatan untuk hati dilakukan dengan 3D, dilihat, diraba, disayat. Dengan 3D

dapat diketahui kelainan yang terjadi pada hati antara lain kerusakan pada hati dan

adanya cacing hati, Fasciola hepatica.

3. Jantung, diamati apakah terdapaat kelainan pada warna jantung, terjadi pembengkakan

atau tidak, adanya pengapuran jantung atau tidak. Jika terjadi pengapuran diindikasi

bahwa ternak tercemar zat kapur pada air minumnya.

4. Paru-paru, warna paru-paru normal yaitu putih kemerahan, jika terdapat perubahan

warna ke hitam diindikasi ternak mengidap TBC.

III. 1 PERHITUNGAN PERSENTASE KARKAS DAN YIELD GRADE

Karkas adalah bobot hidup setelah dikurangi bobot saluran pencernaan, darah, kepala,

kulit dan keempat kaki mulai dari persendian carpus atau tarsus ke bawah. Karkas terdiri dari

daging, tulang dan lemak. Penentuan persentase dari karkas, daging, tulang dan lemak dilakukan

dengan rumus:

Persentase Karkas : 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐾𝑎𝑟𝑘𝑎𝑠

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑥 100%

Persentase Daging : 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐷𝑎𝑔𝑖𝑛𝑔

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐾𝑎𝑟𝑘𝑎𝑠 𝑥 100%

Persentase Tulang : 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑇𝑢𝑙𝑎𝑛𝑔

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐾𝑎𝑟𝑘𝑎𝑠 𝑥 100%

36

Yield grade adalah nilai karkas yang dihasilkan oleh ternak yang meliputi karkas, jumlah

daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang dihasilkan. Yield grade digunakan

untuk menentukan jumlah dagingn pada karkas (cutability), terutama pada daging paha (round),

daging lulur (loin), daging bahu (chuck), dan daging rusuk (rib). Faktor yang dipergunakan untuk

menentukan yield grade pada kambing dan domba adalah tebal lemak subkutan, persentase

lemak pelvik dan lemak ginjal serta skor konformasi paha. Nilai yield grade terbaik adalah 1 dan

yang terburuk adalah 5 dengan klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 1. Hubungan antara nilai YG dengan % perdagingan pada round, loin, rib dan chuck.

Nilai Yield Grade Perdagingan (%)

1 > 52,3

2 52,3 – 50,1

3 50,0 – 47,8

4 47,7 - 45,5

5 < 45,5

Catatan : Nilai 1 (1,0-1,9), 2 (2,0-2,9), 3 (3,0-3,9), 4 (4,0-4,9) dan 5 (5,0-5,9)

Rumus perhitungan yield grade yaitu:

Yield Grade = 1,66 + (6,66 X tebal lemak punggung) + (0,25 X % LKPH) – (0,05 X SKP)

Cara menghitung nilai yield grade dengan menentukan ketebalan lemak punggung,

persentase LKPH (Lemak Kidney, Pelvic and Heart) dan menentukan skor konformasi paha.

Ketebalan lemak punggung dihitung dengan menentukan luas REA terlebih dahulu. REA

merupakan area daging ditengah tulang punggung yang menyerupai mata. Luasnya dihitung

menggunakan kertas milimeter blok dengan cara perhitungan sebagai berikut:

1 kotak penuh = 1 mm2 ½ kotak = ½ mm2

½ kotak penuh = 1 mm2 > ½ kotak = 0

Satuan luas REA = inch2

37

III.2 RETAIL CUT

Retail cut merupakan pengelompokkan daging menjadi bagian yang lebih kecil untuk

meningklasifikasikan daging sesuai kualitas daging dan meningkatkan nilai jual daging.

Potongan retail cut diklsifikasikan menjadi 3.

Tabel 3. Klasifikasi retail cut

Golongan (kelas) Potongan daging

Priemery cut

1. Has dalam (tenderloin)

2. Has luar (striploin/sirloin)

3. Iga utuh

4. Lamusir (cube roll)

Secondary cut

1. Tanjung (rump)

2. Kelapa (round)

3. Penutup (topside)

4. Pendasar (silverside)

5. Gandik (eye round)

6. Kijen (chuck tender)

7. Sampil besar (chuck)

8. Sampil kecil (blade)

Manufacturing Tetelan

38

A. Retail cut of Lamb

B. Retail cut of Beef

C. Wholesale cut of Swine

39