Tata Pergaulan

12
TATA PERGAULAN Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah "Hadits" Dosen Pengampu : Abbas Shofwan, LLM Kelompok XIII Siti Zumrotun N. (932508612) Sri Wahyuni (932508712) Subandari (932508812) JURUSAN TARBIYAH PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

description

makalah mata kuliah "Hadits"

Transcript of Tata Pergaulan

TATA PERGAULAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugasMata kuliah "Hadits"

Dosen Pengampu :Abbas Shofwan, LLM

Kelompok XIIISiti Zumrotun N. (932508612)Sri Wahyuni (932508712)Subandari (932508812)

JURUSAN TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI(STAIN) KEDIRI2013BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Sebagian umat Islam, kita tentu mengetahui dengan baik bahwa Allah SWT telah menetapkan batas-batas dalam pergaulan. Yang mana dalam pergaulan terkadang manusia tidak lepas dari kesalahan, dosa, dan kekhilafan. Untuk itu perlu rujukannya dalam bertingkah laku. Rujukan tersebut diantaranya adalah hadits-hadits/sabda Rasulullah SAW, karena risalah pertama yang disampaikan kepada umat Islam adalah tentang akhlak. Hendaknya dalam kehidupan sehari-hari kita mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah disampaikan pada kita secara jelas. Agar dalam pergaulan sehari-hari, kita tidak melampaui batas yang telah ditetapkan, maka kita harus dapat memahami sabda-sabda Rasulullah tersebut. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa hanya pergaulan bebas dan semacamnya amper-hampir tidak memiliki rem, kaum muda saat ini berbuat sekehendak hatinya. Begitu pula halnya kebiasaan nongkrong di jalan hampir-hampir jadi tradisi serta hubungan silaturrahmi pun jarang dilakukan. Untuk itulah, kita sebagai orang yang berilmu agar bisa mencari jalan keluar untuk berbagai macam permasalahan dan kemudian kita dapat memprakteknya dalam kehidupan sehari-hari. BAB II

PEMBAHASANA. Larangan Berduaan Tanpa Mahram (LM: 1671) : : . . : : . ( )1. Terjemahan Hadis : "Ibnu Abbas berkata : "Saya mendengar Rasulullah SAW berkotbah, "Janganlah seorang laki-laki bersama dengan seorang perempuan, melainkan (hendaklah) besertanya (ada) mahramnya, dan janganlah bersafar (bepergian) seorang perempuan, melainkan dengan mahramnya. "Seorang berdiri dan berkata : Ya Rasulullah, istri saya keluar untuk haji, dan saya telah mendaftarkan diri pada peperangan anu dan anu." Maka beliau bersabda, "Pergilah dan berhajilah bersama istrimu." [footnoteRef:2][1] [2: [1] Rachmat Syafe'I, Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Jakarta: PT. Pustaka Setia, 2003, h.217]

(Mutatafaqalaih)

2. Tinjauan Bahasa Sedang berkhutbah :

Menyendiri :

Muhrim, orang yang haram dinikahi :

Mengadakan perjalanan :

Keluar mengerjakan haji :

Menulis, mendaftar :

Perang :

Pergi berangkat. :

3. Penjelasan Hadits Larangan tersebut, antara lain dimaksudkan sebagai batasan dalam pergaulan antara lawan jenis demi menghindari fitnah. Dalam kenyataannya, di negara-negara yang menganut pergaulan bebas, norma-norma hukum dan kesopanan merupakan salah satu pembeda antara manusia dengan binatang seakan-akan hilang. Hal ini karena kesenangan dan kebebasan dijadikan sebagai rujukan utama. Akibatnya, perzinahan sudah bukan hal yang aneh, tetapi sudah biasa terjadi, bahkan di tempat-tempat umum sekalipun. Kalau demikian adanya, apa bedanya antara manusia dengan binatang ? Oleh karena itu, larangan Islam, tidak semata-mata untuk membatasi pergaulan, tetapi lebih dari itu yaitu, untuk menyelamatkan peradaban manusia. Berduaan dengan lawan jenis merupakan salah satu langkah awal terhadap terjadinya fitnah. Dengan demikian, larangan perbuatan tersebut, sebenarnya sebagai langkah preventif agar tidak melanggar norma-norma hukum yang telah ditetapkan oleh agama dan yang telah disepakati masyarakat. Adapun larangan kedua, tentang wanita yang bepergian tanpa mahram, terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada yang menyatakan bahwa larangan tersebut sifatnya mutlak. Dengan demikian, perjalanan apa saja, baik yang dekat maupun yang jauh, harus disertai mahram. Ada yang berpendapat bahwa perjalanan tersebut adalah perjalanan jauh yang memerlukan waktu minimal dua hari. Ada pula yang berpendapat bahwa larangan tersebut ditujukan bagi wanita yang masih muda-muda saja, sedangkan bagi wanita yang sudah tua diperbolehkan, dan masih banyak pendapat lainnya. Sebenarnya, kalau dikaji secara mendalam, larangan wanita mengadakan safar adalah sangat kondisional. Seandainya wanita tersebut dapat menjaga diri dan meyakini tidak akan terjadi apa-apa. Serta merasa bahwa ia akan merepotkan mahramnya setiap kali akan pergi. Maka perjalanannya dibolehkan. Misalnya pergi untuk kuliah, kanotr dan lain-lain yang memang sudah biasa dilakukan setiap hari, apabila kalau kantor atau tempat kuliahnya dekat. Namun demikian, lebih baik ditemani oleh mahramnya, kalau tidak merepotkan dan menganggunya. Dengan demikian, yang menjadi standar adalah kemaslahatan dan keamanan. Begitu pula pergi haji, kalau diperkirakan akan aman, apalagi pada saat ini telah ada petugas pembimbing haji yang akan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kelancaran para jamaah haji, maka seorang wanita yang pergi haji tidak disertai mahramnya diperbolehkan kalau memang dia sudah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan ibadah haji.

B. Sopan Santun Duduk Dijalan (AN : 29) : : : : : . ( )1. Terjemahan Hadits : "Dari Abu Said Al-Khudry r.a. Rasulullah SAW. bersabda, Kami semua harus menghindari untuk duduk di atas jalan (pinggir jalan)-dalam riwayat lain, di jalan mereka berkata, "Mengapa tidak boleh padahal itu adalah tempat duduk kami untuk mengobrol. Nabi bersabda, "Jika tidak mengindahkan larangan tersebut karena hanya itu tempat untuk mengobrol, berilah hak jalan." Mereka bertanya, "Apakah hak jalan itu?" Nabi bersabda, "Menjaga pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam, memerintahkan kepada kebaikan dan larangan kemunkaran."[footnoteRef:3][2] [3: [2] Rachmat Syafe'I, Al-Hadits (Aqidah, Akhlaq, Sosial dan Hukum), Jakarta: PT. Pustaka Setia, 2003]

(H.R Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)2. Tinjauan Bahasa Jama dari yang juga merupakan jama yang berarti jalan. :

Memejamkan, menundukkan, menahan pandangan mata. :

Mencegah, menjauhkan dari :

Bahaya, sesuatu yang membahayakan atau merugikan. :

adth di atas ditempatkan dalam kitb al-Maz}lim wa al-Ghaab adth ke-2333[footnoteRef:4] oleh al-Bukhri. Ia juga menempatkan adth semakna atau selafaz} di kitb al-Istidhan adth ke-5875.[footnoteRef:5] Muslim menempatkan adth tersebut dalam kitb al-ajj adth ke-1211,[footnoteRef:6] dalam kitb al-Libs wa al-Znah adth ke-2121,[footnoteRef:7] kitb Salm adth ke-2121[footnoteRef:8] dan 2161.[footnoteRef:9] Ab Dwud menempatkannya dalam kitb al-Adab adth ke-4814.[footnoteRef:10] Sedangkan Amad menempatkannya dalam Musnad al-Mukthirn adth ke-10916,[footnoteRef:11] 11044,[footnoteRef:12] dan 11192.[footnoteRef:13] [4: al-Bukhriy, al-Jmi` al-a al-Mukhtaar, Jilid 2, hlm. 870.] [5: al-Bukhriy, al-Jmi` al-a al-Mukhtaar, Jilid 5, hlm. 2300.] [6: Muslim, a Muslim, Jilid 2, hlm. 877.] [7: Muslim, a Muslim, Jilid 3, hlm. 1675.] [8: Muslim, a Muslim, Jilid4, hlm. 1703.] [9: Muslim, a Muslim, Jilid 4, hlm. 1704.] [10: Sulaimn ibn al-Ash`ath Ab Dwud al-Sijistniy al-Azdiy (l. 202 H./w. 275 H.), Sunan Ab Dwud, (t.t.: Dr al-Fikr, t.th.), 4 Jilid, Ditaqq oleh Muammad Muhy al-Dn `Abd al-amd, Jilid 4, hlm. 256.] [11: Amad, Musnad al-Imm Amad ibn anbal, Jilid 3, hlm. 36.] [12: Amad, Musnad al-Imm Amad ibn anbal, Jilid 3, hlm. 47.] [13: Amad, Musnad al-Imm Amad ibn anbal, Jilid 3, hlm. 61.]

Terdapat 10 referensi untuk adth di atas. Dari 10 referensi ini terdapat 18 sanad. Dari 18 sanad ini, hanya ada 4 sanad yang rw terendahnya 3, yaitu dalam a al-Bukhri adth ke-2333 dan a muslim adth ke-2161 dan 2 sanad pada adth ke-1211. Sedangkan 14 sanad lainnya diketemukan rw yang lebih rendah dibanding 3. Zuhair ibn Muammad yang berperingkat ke-5 terdapat dalam a al-Bukhri adth ke-5857. Suwaid ibn Sa`d yang berperingkat ke-5 terdapat dalam a muslim adth ke-1211 dan 2121. `Abd al-`Azz yang berperingkat ke-5 terdapat dalam a muslim adth ke-2121. `Abd al-`Azz ini juga terdapat dalam Sunan Ab Dwud adth ke-4815. Dalam adth yang disebutkan terakhir juga terdapat `Abd al-Raman yang berperingkat ke-5 dan Ibn ujair yang berperingkat ke-7. Dalam a muslim adth ke- 2121 juga terdapat Muammad yang berperingkat ke-4 dan Hishm ibn Sa`d yang berperingkat ke-5. Rw yang disebutkan terakhir juga terdapat dalam Musnad Amad adth ke-11044. Zuhair ibn Muammad yang berperingkat ke-5 juga terdapat dalam Musnad Amad adth ke-10916. Sedangkan dalam Musnad Amad adth ke-11192 terdapat rw yang tidak dikenal. Karena penentuan kualitas adth ditentukan oleh sanad terkuatkannya; maka kami berkesimpulan bahwa kualitas adth ini adalah a li dhtihi karena terdapat 4 sanad yang kualitas rw terendahnya adalah 3.

3. Penjelasan Hadits Rasulullah SAW melarang duduk di pinggir jalan, baik di tempat duduk yang khusus, seperti diatas kursi, di bawah pohon, dan lain-lain. Sebenarnya larangan tersebut bukan berarti larangan pada tempat duduknya, yakni bahwa membuat tempat duduk di pinggir jalan itu haram. Terbukti ketika para sahabat merasa keberatan dan berargumen bahwa hanya itulah tempat mereka mengobrol. Rasulullah SAW. pun membolehkannya dengan syarat mereka harus memenuhi hak jalan, yaitu berikut ini. 1) Menjaga Pandangan Mata Menjaga pandangan merupakan suatu keharusan begi setiap muslim atau muslimat, sesuai dengan perintah Allah SWT. Dalam al-Qur'an : Artinya : "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".Hal itu tidak mungkin dapat dihindari bagi mereka yang sedang duduk dipinggir jalan. Ini karena akan banyak sekali orang yang lewat, dari berbagai usia dan berbagai tipe. Maka bagi para lelaki jangalah memandang dengan sengaja kepada para wanita yang bukan muhrim dengan pandangan syahwat. Begitu pula, tidak boleh memandang dengan pandangan sinis atau iri kepada siapa saja yang lewat. Oleh karena itu, mereka yang sedang duduk dipinggir harus betul-betul menjaga pandangannya. 2) Tidak MenyakitiTidak boleh menyakiti orang-orang yang lewat, dengan lisan, tangan, kaki, dan lain-lain. Dengan lisan misalnya mengata-ngatai atau membicarakannya, dengan tangan misalnya melempar dengan batu-batu keCil atau benda apa saja yang akan menyebabkan orang lewat sakit dan tersinggung, tidak memercikkan air, dan lain-lain yang akan menyakiti orang yang lewat atau menyinggung perasaannya. 3) Menjawab SalamMenjawab salam hukumnya adalah wajib meskipun mengucapkan- nya sunnat. Oleh karena itu, jika ada yang mengucapkan salam ketika duduk dijalan, hukum menjawabnya adalah wajib.4) Memerintahkan kepada Kebaikan dan Melarang kepada Kemungkaran. Apabila sedang duduk di jalan kemudian melihat ada orang yang berjalan dengan sombong atau sambil mabuk atau memakai kendaraan dengan ngebut, dan lain-lain, diwajibkan menegurnya atau memberinya nasihat dengan cara yang bijak. Jika tidak mampu, karena kurang memiliki kekuatan untuk itu, doakanlah dalam hati supaya orang tersebut menyadari kekeliruan dan kesombongannya.

C. Menyebarluaskan Salam : : .1. Terjemahan Hadits : "Dari Abdullah bin Salam ia berkata, telah bersabda Rasulullah SAW, "Hai Manusia, siarkanlah salam dan hubungan kekeluarga-keluarga dan berilah makan dan shalatl;ah pada malam ketika manusia tidur, niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera."[footnoteRef:14][3] [14: [3] Kahar Munsyur, Bulughul Maram, Jakarta: PT. Rineka Cipta, cet. 3, hal.225]

(Dikeluarkan oleh Turmudzi dan ia sahihkannya) 2. Tinjauan Bahasa: Menjelaskan, tetapi maksud dalam hadis diatas adalah menyebarkan salam:

Kasih sayang, keluarga, persaudaraan:

Damai, sejahtera :

Hadits Kedua: : : .Terjemahan hadits: Dari Abdullah bin Salam, Ia berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: hai manusia! Siarkanlah salam dan hubungilah keluarga-keluarga dan berikan makan dan sembahyanglah pada malam ketika manusia tidur, niscaya kamu masuk surga dengan sederhana.

3. Penjelasan Hadits Hadits diatas mengandung beberapa pokok bahasan, yaitu sebagai berikut : a. Menyiarkan (menyebarkan) SalamSalam merupakan salah satu identitas seorang muslim untuk saling mendoakan antar sesama muslim setiap kali bertemu. Mengucapkan salam menurut kesepakatan para ulama hukumnya sunat mu'akad. Ini dipahami dari ayat 81 surat An-Nisa : ( )Artinya : "Apabila ada orang memberi hormat (salam) kepada kamu, balaslah hormat (salamnya) itu dengan cara yang lebih baik, atau balas penghormatan itu (serupa dengan penghormatannya). Sesungguhnya Tuhan itu menghitung segala sesuatu". (Q.S An-Nisa : 81) Mengucapkan salam tidak hanya disunahkan ketika berjumpa dengan orang yang dikenal saja, tetapi juga bertemu dengan orang yang belum dikenal. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim : : : . ( )Artinya : "Abdullah Ibn Umar berkata, bahwa seorang laki-laki telah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Islam seperti apakah yang paling baik ? Nabi Menjawab, "Memberi makan dan mengucapkan salam, baik kepada kamu kenal mapun kepada orang yang tidak kamu kenal. (H.R Bukhari da Muslim)Dalam riwayat Bukhari : "Dan yang kecil memberi salam kepada yang besar."Salam juga disunahkan diucapkan dalam berbagai situasi, misalnya ketika hendk masuk rumah orang lain. Sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an : Artinya : "Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah- rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya(Nya) bagimu, agar kamu memahaminya.(Q.S. An-Nur : 61)Dari hadits diatas mengajarkan tentang nilai nilai yang sangat penting bagi kehidupan kita sehari hari yang menyangkup kehidupan sosial, akidah, akhlak dan hukum yakni adalah 1. Menyiarkan (menyebarkan) salam Salam merupakan identitas seseorang muslim untuk saling mendoakan setiap kali bertemu._mengucapkan salam tidak hanya disunahkan ketika bertemu dengan sesama muslim saja tetapi juga ketika bertemu dengan orang yang belum kita kenal._siapa yang harus pertama kali mengucapkan salam yaitu orang orang yang berkendaraan kepada yang berjalan kaki, yang yang berjalan kaki kepada yang duduk,kelompok yang kecil kepada kelompok yang besar._ketika masuk rumah hendaknya mengucapkn salam kepada (penghuninya) dan ketika pulang juga_ dengan mengucapkan salam akan timbul rasa mencintai di antaara kalian2. Menghubungkan kekeluargaan (silaturokhim)3. Memberi makan fakir miskin_sedekah bagi yang memiliki harta yang melimpah harus menyadari bahwa hartanya terdapat harta orang lain, haknya fakir miskin dan orang orang yang lemah. Maka hak mereka harus di berikan karena kelak akan dimintai pertanggung jawaban di mahkamah agung ilahi.4. Sholat pada malam hari ketika manusia tidurIbadah malam yakni sholat tahajud sangatlah baik dan utama setelah sholat fardhu, bahkan diperintah oleh allah untuk melaksanakannya.5. di antara anjuran rosululloh saw. Agar mendapatkan kebahagiaan kelak di akhirat dan masuk syurga dengan sejahtera adalah dengan mengamalkan hal halberikut yaitu: menyiarkan salam, menghubungkan keluarga, memberi makan pada fakir dan miskin, Sholat pada malam hari ketika manusia lainnya tidur.

(HR. Al-Baihaqi) Kesimpulan : Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwasanya, larangan berduaan tanpa mahram disini membahas dua poin. 1) Larangan berduaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dan belum resmi menikah. 2) Larangan bepergian kecuali dengan mahramnya. Kemudian larangan duduk dipinggir jalan, disini Rasulullah SAW, membolehkan dengan syarat harus memenuhi hak jalan antara lain : 1) Menjaga pandangan mata 2) Menjawab salam 3) Memerintahkan kepada kebaikan dan melarang kepada kemunggakaran. Salam, merupakan salah satu identitas seorang muslim untuk saling mendoakan antar sesama muslim setiap kali bertemu.