Tata Laksana, Komplikasi, Followup

download Tata Laksana, Komplikasi, Followup

of 6

description

hoo

Transcript of Tata Laksana, Komplikasi, Followup

Penatalaksanaan

Tumor Kelenjar Parotis

Pembedahan merupakan terapi utama untuk semua tumor parotis. Ada beberapa jenis pembedahan parotis yaitu parotidektomi superfisial, parotidektomi total dan parotidektomi radikal (extended). Dikenal beberapa jenis insisi kulit, yang biasa dipakai adalah insisi Blair, insisi Bailey dan insisi Y. Konfirmasi diagnosis definif dilakukan saat operasi dengan potong beku dari spesimen parotidektomi. Jika hasilnya jinak, cukup superfisial; jika ganas dilanjutkan dengan parotidektomi total. Sebagian besar tumor jinak kelenjar parotis berasal dari lobus superfisialis karena bagian ini volumenya jauh lebih besar daripada lobus profunda (Reksoprodjo,2012).

Untuk tumor jinak, parotidektomi superfisial adalah untuk diagnosis dan kuratif. Tumor maligna dari kelenjar liur memerlukan terapi pembedahan dan radiasi. kecuali neoplasma low grade (misalnya low grade mucoepidermoid carcinoma dan low grade adenocarcinoma), yang diterapi dengan pembedahan saja. Superfisial parotidektomi (partial dan lateral) diindikasikan untuk lesi jinak di lobus superfisial. Enukleasi tumor tidak dianjurkan karena sering residif (48%). Parotidektomi superfisial adalah pangangkatan tumor beserta jaringan parotis dengan preservasi nervus fasialis. Untuk tumor parotis ganas, neoplasma di lobus profundus dan tumor jinak yang residif, parotidektomi total adalah terapi pilihan. Parotidektomi total adalah pengangkatan tumor beserta seluruh kelenjar parotis dengan preservasi nervus fasialis. Adakalanya ekstensi tumor demikian luasnya sehingga nervus fasialis dan jaringan di sekitamya seperti kulit dan otot harus diangkat; tindakan ini dinamakan parotidektomi radikal (Suyatno, 2014).

Insisi Blairs modifikasi (kiri) dan insisi Y (kanan)

Pengorbanan nervus fasialis hanya diindikasikan bila secara makroskopis nervus telah terinfiltrasi. Nervus fasialis yang makroskopis terinfiltrasi, pengangkatannya harus sampai bebas tumor. Tindakan ini khususnya dilakukan pada adenoid cystic carcinoma, yang merupakan neurotropic tumor. Nervus fasialis yang diangkat harus segera direkonstruksi dengan interpositional nerve grafting (menggunakan nervus sural dari tungkai, nervus cutaneus antebrachii medial dari lengan atau nervus auricularis magnus) atau graft nervus XII ke nervus VII.

Tumor ganas dengan kelenjar getah bening klinis tidak teraba (N0), saat operasi parotidektomi diambil samping kelenjar getah bening subdigastrikus dan diperiksa potong beku. Jika positif mengandung metastasis dilakukan diseksi leher radikal, jika negatif operasi cukup parotidektomi total saja. Tumor ganas parotis yang disertai metastasis regional ke kelenjar getah bening leher (N positif) dilakukan parotidektomi total disertai diseksi leher radikal. Apabila disertai reseksi mandibula operasi dinamakan operasi Commando (Combined Mandibulectomy and Radical Neck Dissection Operation)(Suyatno,2014).Radiasi

Radiasi sebagai terapi primer diindikasikan pada pada kasus kanker kelenjar liur yang inoperable dan sebagai adjuvan post operatif pada kanker grading tinggi atau kasus rekurensi. Adenoid cystic carcinoma, high grade mucoepidermoid carcinoma, high grade adenocarcinoma, karsinoma sel skuamous dan metastasis kelenjar getah bening leher adalah kasus spesifik yang membutuhkan radiasi adjuvan. Radiasi adjuvan juga diindikasikan pada tumor yang menempel pada saraf (fasialis, lingualis, hipoglosus dan assesorius), karsinoma residif, karsinoma lobus profundus ada residu tumor makroskopis atau mikrokopis dan pada kanker stadium T3 atau T4. Sebagai radiasi adjuvan dapat menurunkan rekurensi lokal dan menaikkan survival rate, rekurensi lokal turun dari 54% menjadi 14% . Dosis radiasi pada tumor primer dan meliputi tempat insisi adalah 50-70 Gy. Radioterapi adjuvan pasca diseksi leher (regional/leher) diindikasikan pada semua kanker grading tinggi (high grade malignancy), kanker stadium T3 atau T4, terdapat kelenjar getah bening yang mengandung metastasis lebih dari 1, ada pertumbuhan ekstra kapsul atau diameter kelenjar getah bening lebih dari 3 cm.(Suyatno,2014).Kemoterapi

Kemoterapi tidak dapat digunakan sebagai terapi primer untuk tujuan kuratif pada kanker kelenjar liur. Data mengenai peranan kemoterapi pada kanker ini masih terbatas. Kemoterapi dapat diberikan sebagai adjuvan atau paliatif pada kasus-kasus yang sudah bermetastasis. Respon terhadap kemoterapi umumnva berkisar 10%-30%. Doxorubicin dan 5-fluorouracil disimpulkan memiliki respon yang besar pada penelitian retrospektif (pada adenoid cystic carcinoma) namun tidak terbukti pada prospektif. Cisplatin, paclitaxel, vinorelbin, epirubicin dan mitoxantrone rata-rata responnya adalah 10%-20% pada studi prospektif dengan sampel kanker yang telah bermetastasis atau rekuren. Kombinasi kemoterapi yang mengandung cisplatin atau antraksiklin (cyclophosphamide/doxorubicin/cisplatin, cisplatin/vinorelbin, cisplatin/5-FU) akan meningkatkan rata-rata respon menjadi 20%-30% dengan toksisitas yang dapat ditoleransi.

Terapi target terhadap ekspresi EGFR dan Her-2 masih dalam uji klinis. Walaupun dilaporkan adanya repon yang baik dengan pemakaian imatinib, namun respon objektif dalam uji klinis masih belum terbukti. Yang menarik adalah pada karsinoma kelenjar liur umumnya menunjukkan ekspresi reseptor hormonal hal ini berpotensi untuk pemberian terapi hormonal. Belum ada data yang melaporkan respon anti androgen pada karsinoma kelenjar liur (Suyatno,2014).KomplikasiSegera

Komplikasi yang dapat terjadi menurut Suyatno tahun 2014 adalah:

Kelumpuhan nervus fasialis. Kelumpuhan ini dapat sementara (nauropraksia) atau menetap. Gejalanya berupa gangguan motorik dari otot wajah yang disarafi, misal kelopak mata tidak dapat menutup sempurna (akibat cedera cabang zigomatik) atau tidak dapat bersiul karena kelumpuhan otot orbikularis oris dan otot pipi. Kelumpuhan sementara umumnya sembuh dalam waktu 1-6 bulan. Kelumpuhan menetap terjadi bila nervus fasialis sebagian cabangnya atau trunkusnya dipotong karena infiltrasi oleh tumor ganas. Perdarahan atau hematom, infeksi dan seroma; hal ini jarang terjadi bila operasi dikerjakan dengan teliti dan asepsis. Sialocele adalah sisa kelenjar liur yang bocor dan menumpuk di bawah flap; dapat dikoreksi dengan aspirasi dan balut tekan.Kemudian Sindrom Frey atau sindrom aurikulotemporal, terjadi akibat pertumbuhan kembali serabut saraf parasimpatik (nervus auriculotemporalis) pada kulit daerah operasi dan meng-inervasi kelenjar keringat daerah tersebut. Sehingga pada setiap rangsangan parasimpatis yang tadinya akan mengakibatkan sekresi air ludah, pada keadaan ini yang terjadi adalah sekresi kelenjar keringat. Saraf ini berdekatan dengan arteri dan vena temporalis. Secara klinis sindrom ini ditandai oleh adanya rasa panas, sakit, kemerahan dan keluar keringat pada kulit daerah operasi setiap makan dan sesudahnya. Keadaan tersebut dapat dikoreksi dengan konservatif (cream scopolamine hydrobromide 2%, glycopyrrolate roll-on lotion 1 % atau aluminum chloride 20%). Kerugian terapi konservatif adalah gejala berkurang beberapa hari, mulut kering, mata gatal dan penglihatan berkurang. Terapi lain dengan meletakkan jaringan yang menghalangi pertumbuhan saraf tersebut ke kulit misalnya dengan flap sternomastoid, tensor fasia lata, flap SMAS (superficial musculoaponeurotic system) dan dermal fat graft. Kekambuhan tumor (rekurensi). Rekurensi terjadi akibat operasi yang tidak adekuat. Tindakan enukleasi saja pada tumor jinak akan mengakibatkan rekurensi 48% oleh karena itu tindakan yang minimal pada tumor jinak parotis adalah parotidektomi superfisial. Rekurensi sangat tergantung pada jenis histopatologi tumor, grading tumor, ekstensi tumor dan teknik operasi. Rasa baal daun telinga, ini selalu terjadi pada setiap parotidektomi oleh karena nervus aurikularis magnus yang terpotong. Sensasi dari daun telinga ini akan kembali secara berangsur-angsur. Fistula, terjadi karena cedera saluran kelenjar liur (Stenson) pada sebagian kasus pasca parotidektomi superfisial ataupun karena infeksi yang menghambat penyembuhan luka. Xerostomia, terutama terjadi bila diberikan radiasi adjuvant eksterna. Jaringan parut atau keloid, cekungan pada daerah operasi dan neuroma.Prognosis

Pada kanker kelenjar liur, survival 5 tahun secara keseluruhan adalah 70%-90% pada grading rendah dan 20%-30% pada tumor grading tinggi. Rekurensi lokal dan metastasis jauh bervariasi dari 15% sampai 20% dan umumnya terjadi pada karsinoma yang invasi ke perineural (adenoid cystic carcinoma). Survival 5 tahun pada tumor jinak mencapai 100%; risiko tinggi untuk rekuren pada penderita yang mendapatkan operasi inadekuat. Pada kanker parotis menurut data terbaru AJCC tahun 2012, rerata hidup 5 tahun pada stadium I, II, III, dan IV adalah 91%, 745%, 65,3% dan 33,5% (Suyatno,2014).Follow Up

Pada keganasan di kelenjar liur, follow up dianjurkan setiap 3 bulan pada 3 tahun pertama pasca terapi selesai, kemudian setiap 6 bulan selama 5 tahun dan dilanjutkan sekali setiap tahun seumur hidup. Pada follow up tahunan, penderita diperiksa secara lengkap; fisik, foto toraks dan bone scan untuk menentukan penderita bebas kanker atau tidak. Informasi yang perlu dicari pada pemeriksaan adalah lama hidup, lama interval bebas tumor, keluhan penderita, status performans, status penyakit (bebas kanker, residif, metastase, timbul kanker atau penyakit baru), komplikasi terapi dan terapi yang diberikan.(Suyatno,2014).Daftar Pustaka

1. Suyatno, Pasaribu ET. Bedah Onkologi Diagnosis dan Terapi Edisi Ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2014. P:132-155.2. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher; 2012. 359-362.