TATA KELOLA KAWASAN

12
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tantangan konservasi hutan di Indonesia semakin kompleks, tidak saja oleh permasalahan manajemen teknis, melainkan juga adanya berbagai tuntutan  pengembangan perekonomian daerah serta makin tingginya kesenjangan sosial ekonomi masy arakat sekitar hutan. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan tuntutan pertumbuhan ekonomi nasional, tekanan terhadap sumber daya hutan makin meningkat, ditandai dengan masih tingginya tingkat deforestasi, yaitu diperkirakan Indonesia kehilangan hutan seluas 15,8 juta hektar antara tahun 2000-2012, disebabkan sebagian besar oleh kebakaran hutan, alih fungsi hutan, dan ilegal logging  (Hansen et.al , 2013). Salah satu upaya pemerintah untuk mencegah semakin tingginya deforestasi adalah dengan menetapkan kawasan- kawasan konservasi yang diharapkan menjadi benteng pertahanan bagi kelestarian ekosistem sumber daya hutan (Marsono, 2008). Data Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen PHKA) tahun 2007 menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia telah menetapkan 535 lokasi kawasan konservasi dengan luas 28.260.150,56 hektar, terdiri dari Kawasan Suaka Alam (KSA) meliputi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) meliputi Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya dan Taman Buru. Saat ini, taman nasional merupakan  jenis kawasan konservasi yang mempunyai persentase luas paling besar yaitu mencapai 57,9 % (16.375.251,31 Ha) dengan jumlah 50 taman nasional.

Transcript of TATA KELOLA KAWASAN

Page 1: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 1/12

1

I.  PENDAHULUAN

A. 

Latar Belakang

Tantangan konservasi hutan di Indonesia semakin kompleks, tidak saja

oleh permasalahan manajemen teknis, melainkan juga adanya berbagai tuntutan

 pengembangan perekonomian daerah serta makin tingginya kesenjangan sosial

ekonomi masyarakat sekitar hutan. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan

tuntutan pertumbuhan ekonomi nasional, tekanan terhadap sumber daya hutan

makin meningkat, ditandai dengan masih tingginya tingkat deforestasi, yaitu

diperkirakan Indonesia kehilangan hutan seluas 15,8 juta hektar antara tahun

2000-2012, disebabkan sebagian besar oleh kebakaran hutan, alih fungsi hutan,

dan ilegal logging   (Hansen et.al , 2013). Salah satu upaya pemerintah untuk

mencegah semakin tingginya deforestasi adalah dengan menetapkan kawasan-

kawasan konservasi yang diharapkan menjadi benteng pertahanan bagi kelestarian

ekosistem sumber daya hutan (Marsono, 2008).

Data Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen

PHKA) tahun 2007 menyebutkan bahwa Pemerintah Indonesia telah menetapkan

535 lokasi kawasan konservasi dengan luas 28.260.150,56 hektar, terdiri dari

Kawasan Suaka Alam (KSA) meliputi Cagar Alam dan Suaka Margasatwa, dan

Kawasan Pelestarian Alam (KPA) meliputi Taman Nasional, Taman Wisata

Alam, Taman Hutan Raya dan Taman Buru. Saat ini, taman nasional merupakan

 jenis kawasan konservasi yang mempunyai persentase luas paling besar yaitu

mencapai 57,9 % (16.375.251,31 Ha) dengan jumlah 50 taman nasional.

Page 2: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 2/12

2

Menurut  International Union for Conservation of Nature  (IUCN), taman

nasional merupakan  Protected Area  dengan kategori II yang pengelolaannya

ditujukan untuk melindungi fungsi ekosistem secara keseluruhan, dikelola dengan

sistem zonasi yang memungkinkannya terdapat pemanfaatan sumber daya alam

dan untuk tujuan rekreasi alam terbatas. Aturan pengelolaan taman nasional tidak

setegas Strict Nature Reserve  (Kategori Ia IUCN) ataupun Wilderness Area 

(Kategori Ib IUCN) karena pada taman nasional masih diperbolehkan ada campur

tangan manusia terutama pada pembangunan infrastruktur dan kunjungan wisata

alam pada zona pemanfaatan (Dudley(ed), 2008).  Sementara itu  Peraturan

Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2011 menyebutkan bahwa 

taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,

dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

 pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Pada Pasal 35 PP No: 28 tahun 2011 ayat 1 dan 2 disebutkan bahwa taman

nasional dapat dimanfaatkan untuk: penelitian dan pengembangan ilmu

 pengetahuan; pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;

 penyimpanan dan/atau penyerapan karbon; pemanfaatan air serta energi air, panas,

dan angin serta wisata alam; pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; pemanfaatan

sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; dan pemanfaatan tradisional

oleh masyarakat setempat. Pemanfaatan tradisional dapat berupa kegiatan

 pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan

tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi.

Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) dengan luas 15.500 Ha

merupakan salah satu dari 16 taman nasional yang ditetapkan pada tahun 2004

Page 3: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 3/12

3

melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 424/Menhut-II/2004

tanggal 19 Oktober 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung

Gunung Ciremai menjadi Taman Nasional. Pertimbangan penetapannya seperti

tertuang dalam SK tersebut adalah bahwa:

a.  Kawasan hutan lindung tersebut merupakan ekosistem yang relatif masih

utuh dengan tipe hutan dataran rendah, hutan hujan pegunungan, dan hutan

 pegunungan yang diantaranya memiliki vegetasi hutan alam primer.

 b.  Kawasan hutan lindung tersebut memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi

 berupa flora langka dan endemik, jenis satwa langka dan berbagai jenis

 burung yang dilindungi.

c.  Kawasan hutan tersebut selain memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi,

merupakan daerah resapan air bagi kawasan di bawahnya dan beberapa

sungai penting di Kabupaten Kuningan, Majalengka dan Cirebon serta

sumber mata air yang dimanfaatkan untuk kebutuhan masyarakat, pertanian,

 perikanan, suplai Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan industri,

memiliki potensi ekowisata, potensi untuk penelitian dan pendidikan, situs

 budaya, dan bangunan bersejarah, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan.

Pertimbangan yang digunakan sebagai dasar penetapan kawasan Gunung

Ciremai sebagai taman nasional tersebut secara konseptual sudah memenuhi

kriteria dinilai dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial, akan tetapi sejak

 penetapannya, masih terdapat pertentangan dengan masyarakat dan beberapa

 pemangku kepentingan karena ada kekhawatiran akan tertutupnya akses terhadap

kawasan Gunung Ciremai. Hingga tahun 2010 masih terdapat pemanfaatan lahan

dalam kawasan dengan pola pemanfaatan budidaya tanaman pertanian yang dapat

Page 4: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 4/12

4

menimbulkan kerusakan daerah tangkapan air dan makin luasnya lahan kritis

akibat perambahan lahan pertanian dan perkebunan serta bekas kebakaran (seluas

3500 hektar atau 23 % dari luas TNGC pada tahun 2009). Praktek-praktek ilegal

 juga masih ditemukan di kawasan TNGC, seperti pembalakan liar, penambangan

galian C, dan perburuan satwa liar (BTNGC, 2010).

Ketika kawasan masih menjadi hutan produksi yang dikelola Perum

Perhutani, pada tahun 2001 dikembangkan sistem Pengelolaan Hutan Bersama

Masyarakat (PHBM) yaitu sistem kolaborasi tanggung jawab dan tugas di antara

 berbagai pihak. Pada masa itu terdapat ruang partisipasi masyarakat yang cukup

 besar dalam kegiatan pengelolaan hutan. Masyarakat setempat dapat melakukan

usaha budidaya perkebunan, buah-buahan dan sayuran di bawah tegakan, dengan

 pembagian keuntungan: 60 % penggarap, 20 % Perum Perhutani, 10 % Desa, dan

10 % pemerintah daerah (Mufrizal, 2009). Dengan perubahan fungsi menjadi

taman nasional maka aturan-aturan baru yang berlandaskan kaidah konservasi

ditetapkan, sehingga tidak diperbolehkan lagi adanya kegiatan penggarapan lahan

untuk pertanian di dalam kawasan, pemungutan hasil hutan baik kayu ataupun

 bukan kayu, serta perburuan. Pemanfaatan taman nasional hanya dibatasi pada

 pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata terbatas pada zona pemanfaatan.

Berdasarkan data penyerahan berkas PHBM dari Perum Perhutani kepada

Balai TNGC tahun 2005 tercatat ± 2.949 Kepala Keluarga (KK) dari 24.475 KK

(12,04%) di Kabupaten Kuningan yang memanfaatkan lahan TNGC untuk

kegiatan pertanian/perkebunan. Sementara itu berdasarkan laporan pelaksanaan

kegiatan monitoring pemanfaatan lahan PHBM di 2 Resort TNGC tahun 2008

tercatat 1.017 KK dari 4.015 KK (25,33 %) yang berada di Resort Argalingga

Page 5: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 5/12

5

Kabupaten Majalengka merupakan penggarap lahan PHBM, sedangkan di Resort

Darma Kabupaten Kuningan tercatat 1024 KK dari 3595 KK (28,49%)

merupakan penggarap lahan PHBM dengan penghasilan berkisar dari Rp150.000,-

hingga Rp1.000.000,- per musim panen. Angka-angka tersebut menunjukkan

 bahwa tingkat ketergantungan masyarakat desa sekitar terhadap kawasan taman

nasional masih cukup tinggi.

Dalam upaya menangani konflik dengan petani yang menjadi anggota

PHBM, pada awal pengelolaan oleh Balai TNGC, lahan tersebut dialihnamakan

menjadi lahan Pengelolaan Kawasan Konservasi Bersama Masyarakat (PKKBM)

sebagai tindak lanjut Surat Dirjen PHKA No. S.56/KK-I/2006 tanggal 26 Januari

2006, dengan menyediakan lahan seluas 2.000 hektar di dalam kawasan untuk

digarap oleh 2.500 bekas anggota PHBM. Pola pemanfaatan yang dilaksanakan

hampir sama yaitu sistem tumpangsari dari beberapa jenis palawija dan sayuran

seperti Bawang, Kol, Kentang, Wortel serta tanaman Multi Purposes Tree Species 

(MPTS) seperti Kesemek, Kemiri, dan Picung.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar TNGC yang memiliki

ketergantungan terhadap lahan pertanian dengan luas kepemilikan lahan garapan

tergolong rendah yaitu rata-rata kurang dari 0,3 ha memungkinkan mereka untuk

melakukan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam TNGC yang tidak sesuai

dengan kaidah-kaidah konservasi alam, seperti perambahan hutan, pencurian kayu

dan bukan kayu, serta perburuan satwa, yang berakibat makin meningkatnya

 jumlah lahan kritis dalam kawasan TNGC. Program-program pengembangan

untuk desa-desa sekitar TNGC yang selama ini dilakukan oleh berbagai pihak

dinilai belum optimal dan belum mampu untuk membentuk masyarakat menjadi

Page 6: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 6/12

6

 berdaya dan mandiri dengan pengetahuan, keterampilan dan bantuan-bantuan

yang telah diperolehnya. Masyarakat sekitar taman nasional harus dilibatkan

secara optimal dalam upaya mengelola taman nasional, agar mereka mempunyai

rasa memiliki untuk ikut melindungi kawasan taman nasional dengan memperoleh

manfaat yang dapat menopang kehidupan mereka, karena sebagaimana dinyatakan

 beberapa antropolog seperti Geertz (Subaktini, 2006) bahwa perilaku manusia

dalam memperlakukan alam lingkungannya banyak dipengaruhi oleh aspek sosial

ekonomi dan budaya. Munasinghe (1993) menyebutkan bahwa keseimbangan

ekosistem, ekonomi dan sosial menjadi elemen-elemen penting untuk

mewujudkan kelestarian lingkungan, ketika salah satu elemen tersebut tidak ada,

maka akan terjadi ketidakseimbangan lingkungan.

Beragamnya potensi yang dimiliki TNGC seperti obyek-obyek daya tarik

wisata alam berupa air terjun, keanekaragaman flora dan fauna, jalur-jalur

 pendakian, dan kondisi bentang alamnya serta sumber-sumber mata air dan

kondisi tanah yang subur memungkinkan untuk dapat dikembangkan

 pemanfaatannya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mendukung

upaya pelestarian kawasan taman nasional. Berdasarkan hal tersebut, maka masih

diperlukan upaya pengembangan pemanfaatan sumber daya alam TNGC yang

tepat dan sesuai dengan potensi yang dimiliki melalui kegiatan-kegiatan yang

dapat mengikutsertakan seluruh  stakeholders  untuk dapat meningkatkan kondisi

sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan dan memelihara kelestarian TNGC.

B.  Perumusan Masalah

Perubahan fungsi kawasan Gunung Ciremai dari fungsi lindung menjadi

taman nasional adalah berdasarkan kekhawatiran akan makin rusaknya sumber

Page 7: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 7/12

7

daya alam yang berada dalam kawasan Gunung Ciremai, terutama potensi sumber

mata air yang selama ini memberikan kontribusi besar kepada pendapatan asli

daerah. Konsekuensi dari perubahan fungsi ini menghasilkan beragam perubahan

di dalam pengelolaannya. Dampak perubahan pengelolaan kawasan menjadi

taman nasional terhadap kehidupan masyarakat sekitar TNGC sangat besar

terutama karena pada kawasan tersebut sudah lama berjalan program-program

 pemberdayaan masyarakat seperti halnya PHBM yang dibentuk oleh Perum

Perhutani. Pengelolaan taman nasional yang bertujuan melindungi sistem

 penyangga kehidupan, mengawetkan keanekaragaman tumbuhan dan satwa

 beserta ekosistemnya, serta memanfaatkan secara lestari sumber daya alam hayati

dan ekosistemnya, secara tegas melarang pemanfaatan lahan dalam kawasan

apalagi bila dilihat dari hukum peraturan perundangan yang memayunginya

seperti UU Nomor 5 tahun 1990 pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Sejak

 pembentukannya, terjadi dilema bagi pengelola TNGC, di satu sisi ingin

memberhentikan kegiatan perambahan lahan untuk menjaga kelestarian TNGC,

tetapi di sisi lain juga tidak bisa serta merta menghilangkan kegiatan masyarakat

dalam kawasan yang sudah sejak lama dilakukan, karena akan menimbulkan

konflik sosial yang sangat besar.

Keberadaan suatu kawasan konservasi tentunya harus mendapat

 penerimaan masyarakat untuk mendukung pengelolaannya. Apa yang sudah

terjadi pada kawasan tersebut sejak sebelum dijadikan kawasan konservasi

tentunya harus secara perlahan ditangani sehingga masyarakat lambat laun

menyadari betapa pentingnya keberadaan kawasan konservasi. Upaya dari pihak

 pengelola untuk penanganan konflik dengan masyarakat bekas anggota PHBM

Page 8: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 8/12

8

sampai dengan saat ini masih menemui banyak hambatan, walaupun sudah ada

kesediaan sebagian masyarakat untuk meninggalkan lahan garapan dalam

kawasan, akan tetapi masih ada tuntutan-tuntutan yang masih harus dipenuhi,

diantaranya adalah disediakannya alternatif kegiatan mata pencaharian lainnya

dan ijin pengambilan buah-buahan dari dalam kawasan.

Meningkatnya konflik di antara  stakeholders  mengharuskan pengelola

TNGC untuk mempersiapkan sistem kolaborasi pengelolaan taman nasional.

Sesuai aturan yang tertuang pada Permenhut Nomor:P.19/Menhut-II/2004, bahwa

untuk melakukan kolaborasi diperlukan langkah-langkah persiapan diantaranya

melakukan inventarisasi dan identifikasi jenis kegiatan pengelolaan yang akan

dikolaborasikan, dengan berpedoman pada ketentuan bahwa kolaborasi ini tidak

merubah status kawasan dan dilakukan sesuai peraturan yang berlaku. Kolaborasi

ini diselenggarakan semata-mata untuk menunjang efektivitas pengelolaan taman

nasional. Kolaborasi pengelolaan taman nasional merupakan salah satu cara

mensinergikan semua unsur pemangku kepentingan, dengan tetap menjunjung

tinggi nilai substansial konservasi sumber daya alam.

Sebagai suatu ekosistem, kawasan taman nasional memiliki banyak

 potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan untuk mendukung

efektivitas pengelolaan taman nasional. Marsono (2004) menyatakan bahwa

 pelaksanaan konservasi sumber daya alam berjalan baik apabila sumber daya alam

tersebut dikenali dan difahami secara memadai. Selain mengenali potensi sumber

daya alam, dalam pengelolaan taman nasional diperlukan pemahaman akan

interaksi masyarakat lokal dengan sumber daya alam, karena seiring dengan

waktu, pengelolaan taman nasional tidak bisa terlepas dari adanya konflik-konflik

Page 9: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 9/12

9

sosial yang berakar dari adanya interaksi antara manusia dan sumber daya alam

taman nasional tersebut. Dengan demikian maka peran masyarakat lokal terhadap

 pengelolaan sumber daya alam yang berada dalam taman nasional sangat perlu

dipertimbangkan, terutama di dalam rangka mencapai tujuan pemanfaatan taman

nasional yang harus mampu melindungi ekosistem taman nasional dan mampu

memberikan manfaat sosial ekonomi kepada masyarakat lokal.

Pemanfaatan sumber daya alam oleh berbagai pihak yang berkepentingan

di TNGC selama ini belum dipayungi oleh peraturan dan rambu-rambu yang

memadai, sehingga pemanfaatannya bisa tidak terbatas, yang pada akhirnya dapat

mengancam kelestarian TNGC. Pada pengelolaan taman nasional, zonasi

merupakan langkah penting dalam menerapkan rambu-rambu pemanfaatan

sumber daya alam taman nasional. Pemanfaatan yang telah terjadi sejak sebelum

kawasan ditetapkan sebagai taman nasional sebaiknya dievaluasi dan makna

 pemanfaatan dalam pengelolaan taman nasional saat sekarang adalah bukan untuk

menambah jumlah pemanfaatan karena dorongan sosial ekonomi yang tinggi,

akan tetapi bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan yang memungkinkan

dilakukan dalam kawasan taman nasional, sehingga dapat memadukan aspek

 perlindungan ekologis dan kepentingan sosial ekonomi.

Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini diajukan pertanyaan sebagai

 berikut:

1. 

Bagaimana potensi sumber daya alam TNGC dimanfaatkan, dan sejauhmana

dampak pemanfaatannya bagi berbagai pihak yang berkepentingan?

2.  Apa keinginan masyarakat dan  stakeholders  lainnya untuk pengembangan

 pemanfaatan potensi sumber daya alam TNGC?

Page 10: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 10/12

10

3.  Sistem pengelolaan seperti apa yang dapat dilakukan untuk kegiatan

 pengembangan pemanfaatan potensi sumber daya alam di TNGC?

C.  Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan merumuskan model sistem pengembangan

 pemanfaatan potensi sumber daya alam TNGC yang mampu memadukan

kepentingan pengelola dan masyarakat, serta kepentingan pelestarian sumber daya

alam dan ekosistem. Secara rinci, penelitian ini bertujuan untuk:

1. 

Mengidentifikasi pemanfaatan potensi sumber daya alam TNGC dan sejauh

mana dampak pemanfaatannya bagi berbagai pihak yang berkepentingan.

2. 

Mengidentifikasi keinginan masyarakat dan  stakeholders  lainnya untuk

 pengembangan pemanfaatan potensi sumber daya alam TNGC.

3.  Merumuskan model sistem pengembangan pemanfaatan potensi sumber daya

alam TNGC.

D.  Keaslian Penelitian

Penelitian-penelitian tentang pemanfaatan sumber daya alam taman

nasional oleh masyarakat sudah banyak dilakukan, akan tetapi berdasarkan hasil

telaahan beberapa jurnal dari penelitian-penelitian terdahulu, belum banyak

ditemukan model pengembangan pemanfaatan potensi sumber daya alam di dalam

kawasan taman nasional dengan pendekatan analisis sistem dinamik. Hal ini juga

 berkaitan dengan aturan pengelolaan taman nasional dimana pemanfaatannya

terbatas pada kegiatan wisata alam, pengelolaan jasa lingkungan, dan kepentingan

 penelitian dan pendidikan. Beberapa penelitian di zona pemanfaatan taman

nasional terfokus kepada aktivitas ekowisata dan sebagian besar penelitian

Page 11: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 11/12

11

dilakukan di kawasan penyangga yang memungkinkan lebih banyak alternatif

variasi pengembangannya, seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Beberapa penelitian di taman nasional

Tahun Peneliti Judul Metode Hasil Penelitian

2002 Endang Nugraheni/ Tesis

MSi IPB

SistemPengelolaan

Ekowisata

BerbasisMasyarakat di

Taman Nasional:

Studi kasus di TNGn Halimun

Pendekatandeskriptif

Pengelolaan ekowisata berbasis potensimasyarakat setempat dapat dijadikan sebagai

 pola sistem pengelolaan ekowisata yang

lestari.

2007 Wiwik Sri

Wahyuni/Tesis MSc UGM

Kajian

PengembanganEkowisata

BerbasisMasyarakat di TNWasur

Pendekatan

deskriptif,analisis SWOT

Lebih dari 90 % persepsi masyarakat

mendukung pengembangan ekowisata, bentuknya: kesamaan persepsi, perencanaan

strategi, peningkatan SDM, pembenahankelembagaan, promosi dan pemasaran, jaminan hukum yang intensif dan terpadu.

2007 Jess Jogersen/

Thesis MScForestry at The

Royal Veterinary

& AgriculturalUniv.Copenhagen

Community Based

 Natural Resources Management in

 Malawi: A Case

 study of Thuma Forest Reserve

 Descriptive

analysis

Tekanan yang lebih tinggi terhadap

 pemanfaatan sumber daya alam terlihat padawilayah yang memiliki kepadatan penduduk

lebih tinggi. Inisiatif untuk melibatkan

masyarakat harus konsisten dengan rencana pengelolaan kawasan secara menyeluruh.

2008 Sudhiani Pratiwi/

Disertasi IPB

Analisis

Ekowisata di TNGunung Halimun

Pendekatan

Kualitatif, ujivaliditas Face

V, teknik

triangulasi,feedback & rich

data

Pengelolaan ekowisata belum memenuhi 5

kriteria kecukupan ekowisata, dimana pemahaman dan partisipasi masyarakat masih

rendah, belum optimalnya pemenuhan kriteria

ekonomi, kebijakan masih didominasi pemerintah pusat padahal ekowisata

menekankan partisipasi aktif aktor lokal.

2008 Abdullah Mohd/Thesis MSc

Forestry atUniversity of

Putra Malaysia

The Managementof Bhawal

 National ParkBangladesh By

The Local

Community ForResource

Protection and

Ecotourism

 Exploratory Descriptive

analysis, Descriptive

 statistic

Persepsi masyarakat terhadap peranan Taman Nasional meningkat secara signifikan jika

mata pencaharian mereka secara langsung bergantung pada baik/tidaknya kondisi TN.

Pengelola perlu menemukan ide untuk

memotivasi masyarakat lokal untuk lebih proaktif dan inovatif dalam menjalankan

aktivitas dan perlindungan SDA.

2009 L. Sukardi/

Disertasi IPB

Desain Model

Pemberdayaan

Masyarakat LokalDalam

Pengelolaan

HutanBerkelanjutan:

Kasus Masysekitar Kawasan

TN Gn Rinjani

Pulau Lombok

Pendekatan

kualitatif

kuantitatif,deskriptif,

Skoring Skala

Likert, AHP.

Model yang dibangun adalah yang dapat

menjamin keharmonisan masy-TNGR.

Bentuknya a.l.: arboretum terpadu, pendakian,hutan kompensasi, hutan keluarga, ternak

sapi, usaha kecil HHBK. Terdapat

kecenderungan partisipasi masyarakat dalam pelestarian meningkat ketika pendapatan

meningkat.Tahapan pemberdayaan dimulaidengan penyadaran kemudian peningkatan

kapasitas dan praktek pemberdayaan dengan

input biofisik TNGR, lahan milik dan

infrastruktur.2010 Moh. Haryono/

Disertasi IPB

Model

Pengembangan

 pengelolaan TNscr terintegrasi:

Studi Kasus

PengelolaanBerbasis

Ekowisata di TN

Bukit 30 Prop.Riau dan Jambi

Analisis Spasial

Analisis Supply

&DemandAnalisis SWOT

+AHP

Analisis SistemDinamik

dengan

STELLA 9.02

Pengelolaan TN Bukit 30 belum terintegrasi

dengan pengembangan daerah penyangga dan

 pembangunan wilayah. Perlu dilakukan pengembangan ekowisata terintegrasi dengan

skenario optimistis sehingga pendapatan masy

dari 149 jt menjadi 10 M per tahun, dan pendapatan pemerintah dari 3 jt menjadi 211

 jt per tahun

Page 12: TATA KELOLA KAWASAN

7/23/2019 TATA KELOLA KAWASAN

http://slidepdf.com/reader/full/tata-kelola-kawasan 12/12

12

E. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat menghasilkan masukan ilmiah terhadap

 pengelolaan taman nasional, yaitu berupa:

1.  Deskripsi pemanfaatan potensi sumber daya alam TNGC dan dampak

 pemanfaatannya bagi berbagai pihak yang berkepentingan, sehingga menjadi

input bagi kegiatan pengelolaan TNGC.

2.  Analisis keinginan masyarakat dan stakeholders lainnya untuk pengembangan

 pemanfaatan potensi sumber daya alam TNGC, penting untuk dipertimbangkan

 bagi arah kebijakan pengelolaan TNGC, dan mendukung visi TNGC yang

memegang prinsip kelestarian dan kolaborasi berbasis pemberdayaan

masyarakat.

3.  Model pengembangan pemanfaatan potensi sumber daya alam TNGC, yang

memadukan aspek ekologi, ekonomi dan sosial, serta mampu memadukan

kepentingan pemerintah dan masyarakat.  Model tersebut diharapkan dapat

menjadi sumbangan ilmu pengetahuan bagi pengelolaan taman nasional.