Tanatologi Forensik

16
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanatologi 2.1.1. Definisi Tanatologi Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut (Idries, 1997). Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak (Idries, 1997). 2.1.2. Manfaat Ada tiga manfaat tanatologi ini, antara lain untuk dapat menetapkan hidup atau matinya korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan wajar atau tidak wajarnya kematian korban. Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat kita ketahui dari masih adanya tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan dapat kita nilai dari masih aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh korban. Sebaliknya, tidak aktifnya siklus oksigen menjadi tanda kematian (Al- Fatih II, 2007). 2.1.3. Jenis Kematian Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem persarafan, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat Universitas Sumatera Utara

description

tanatologi forensik

Transcript of Tanatologi Forensik

  • BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Tanatologi

    2.1.1. Definisi Tanatologi

    Tanatologi berasal dari kata thanatos (yang berhubungan dengan

    kematian) dan logos (ilmu). Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran

    Forensik yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi

    atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan

    faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut (Idries, 1997).

    Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi

    sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya

    perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan

    respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi kematian berkembang menjadi

    kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah kematian batang otak

    (Idries, 1997).

    2.1.2. Manfaat

    Ada tiga manfaat tanatologi ini, antara lain untuk dapat menetapkan hidup

    atau matinya korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan

    wajar atau tidak wajarnya kematian korban.

    Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat kita ketahui

    dari masih adanya tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan

    dapat kita nilai dari masih aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh

    korban. Sebaliknya, tidak aktifnya siklus oksigen menjadi tanda kematian (Al-

    Fatih II, 2007).

    2.1.3. Jenis Kematian

    Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem

    yang mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem

    persarafan, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat

    Universitas Sumatera Utara

  • mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka

    sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut berpengaruh (Idries, 1997).

    Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis

    (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang

    otak).

    Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu

    sebab terjadi gangguan pada ketiga sistem utama tersebut yang bersifat menetap

    (Idries, 1997).

    Pada kejadian mati somatis ini secara klinis tidak ditemukan adanya

    refleks, elektro ensefalografi (EEG) mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung

    tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara napas tidak terdengar saat

    auskultasi.

    Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan

    kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifat

    sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,

    tersengat aliran listrik dan tenggelam (Idries, 1997).

    Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringan

    tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidup

    masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian

    seluler pada tiap organ tidak bersamaan (Budiyanto, 1997).

    Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak

    yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem

    lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi dengan

    bantuan alat (Budiyanto, 1997).

    Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadi

    kerusakan seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batang

    otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka

    dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi,

    sehingga alat bantu dapat dihentikan (Budiyanto, 1997).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.1.4. Cara Mendeteksi Kematian

    Melalui fungsi sistem saraf, kardiovaskuler, dan pernapasan, kita bisa

    mendeteksi hidup matinya seseorang.

    Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem saraf, ada lima hal yang harus

    kita perhatikan yaitu tanda areflex, relaksasi, tidak ada pegerakan, tidak ada tonus,

    dan elektro ensefalografi (EEG) mendatar/ flat.

    Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sistem kardiovaskuler ada enam hal

    yang harus kita perhatikan yaitu denyut nadi berhenti pada palpasi, denyut jantung

    berhenti selama 5-10 menit pada auskultasi, elektro kardiografi (EKG) mendatar/

    flat, tidak ada tanda sianotik pada ujung jari tangan setelah jari tangan korban kita

    ikat (tes magnus), daerah sekitar tempat penyuntikan icard subkutan tidak

    berwarna kuning kehijauan (tes icard), dan tidak keluarnya darah dengan pulsasi

    pada insisi arteri radialis.

    Untuk mendeteksi tidak berfungsinya sisteim pernapasan juga ada

    beberapa hal yang harus kita perhatikan, antara lain tidak ada gerak napas pada

    inspeksi dan palpasi, tidak ada bising napas pada auskultasi, tidak ada gerakan

    permukaan air dalam gelas yang kita taruh diatas perut korban pada tes, tidak ada

    uap air pada cermin yang kita letakkan didepan lubang hidung atau mulut korban,

    serta tidak ada gerakan bulu ayam yang kita letakkan didepan lubang hidung atau

    mulut korban (Modi, 1988).

    2.1.5. Tanda Kematian

    Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada

    seseorang berupa tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat

    meninggal atau beberapa menit kemudian. Perubahan tersebut dikenal sebagai

    tanda kematian yang nantinya akan dibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan

    tanda kematian tidak pasti.

    A. Tanda kematian tidak pasti

    1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit.

    2. Terhentinya sirkulasi yang dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak

    teraba.

    Universitas Sumatera Utara

  • 3. Kulit pucat.

    4. Tonus otot menghilang dan relaksasi.

    5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah

    kematian.

    6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit

    yang masih dapat dihilangkan dengan meneteskan air mata (Budiyanto,

    1997).

    B. Tanda kematian pasti

    1. Livor mortis

    Nama lain livor mortis ini antara lain lebam mayat, post mortem

    lividity, post mortem hypostatic, post mortem sugillation, dan vibices.

    Livor mortis adalah suatu bercak atau noda besar merah kebiruan

    atau merah ungu (livide) pada lokasi terendah tubuh mayat akibat

    penumpukan eritrosit atau stagnasi darah karena terhentinya kerja

    pembuluh darah dan gaya gravitasi bumi, bukan bagian tubuh mayat yang

    tertekan oleh alas keras.

    Bercak tersebut mulai tampak oleh kita kira-kira 20-30 menit pasca

    kematian klinis. Makin lama bercak tersebut makin luas dan lengkap,

    akhirnya menetap kira-kira 8-12 jam pasca kematian klinis (Idries, 1997).

    Sebelum lebam mayat menetap, masih dapat hilang bila kita

    menekannya. Hal ini berlangsung kira-kira kurang dari 6-10 jam pasca

    kematian klinis. Juga lebam masih bisa berpindah sesuai perubahan posisi

    mayat yang terakhir. Lebam tidak bisa lagi kita hilangkan dengan

    penekanan jika lama kematian klinis sudah terjadi kira-kira lebih dari 6-10

    jam.

    Ada 4 penyebab bercak makin lama semakin meluas dan menetap,

    yaitu :

    1. Ekstravasasi dan hemolisis sehingga hemoglobin keluar.

    2. Kapiler sebagai bejana berhubungan.

    3. Lemak tubuh mengental saat suhu tubuh menurun.

    4. Pembuluh darah oleh otot saat rigor mortis.

    Universitas Sumatera Utara

  • Livor mortis dapat kita lihat pada kulit mayat. Juga dapat kita

    temukan pada organ dalam tubuh mayat. Masing-masing sesuai dengan

    posisi mayat.

    Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat terlentang, dapat kita

    lihat pada belakang kepala, daun telinga, ekstensor lengan, fleksor tungkai,

    ujung jari dibawah kuku, dan kadang-kadang di samping leher. Tidak ada

    lebam yang dapat kita lihat pada daerah skapula, gluteus dan bekas tempat

    dasi.

    Lebam pada kulit mayat dengan posisi mayat tengkurap, dapat kita

    lihat pada dahi, pipi, dagu, bagian ventral tubuh, dan ekstensor tungkai.

    Lebam pada kulit mayat dengan posisi tergantung, dapat kita lihat pada

    ujung ekstremitas dan genitalia eksterna.

    Lebam pada organ dalam mayat dengan posisi terlentang dapat kita

    temukan pada posterior otak besar, posterior otak kecil, dorsal paru-paru,

    dorsal hepar, dorsal ginjal, posterior dinding lambung, dan usus yang

    dibawah (dalam rongga panggul).

    Ada tiga faktor yang mempengaruhi livor mortis yaitu volume

    darah yang beredar, lamanya darah dalam keadaan cepat cair dan warna

    lebam.

    Volume darah yang beredar banyak menyebabkan lebam mayat

    lebih cepat dan lebih luas terjadi. Sebaliknya lebih lambat dan lebih

    terbatas penyebarannya pada volume darah yang sedikit, misalnya pada

    anemia.

    Ada lima warna lebam mayat yang dapat kita gunakan untuk

    memperkirakan penyebab kematian yaitu (1) warna merah kebiruan

    merupakan warna normal lebam, (2) warna merah terang menandakan

    keracunan CO, keracunan CN, atau suhu dingin, (3) warna merah gelap

    menunjukkan asfiksia, (4) warna biru menunjukkan keracunan nitrit dan

    (5) warna coklat menandakan keracunan aniline (Spitz, 1997).

    Interpretasi livor mortis dapat diartikan sebagai tanda pasti

    kematian, tanda memperkirakan saat dan lama kematian, tanda

    Universitas Sumatera Utara

  • memperkirakan penyebab kematian dan posisi mayat setelah terjadi lebam

    bukan pada saat mati.

    Livor mortis harus dapat kita bedakan dengan resapan darah akibat

    trauma (ekstravasasi darah). Warna merah darah akibat trauma akan

    menempati ruang tertentu dalam jaringan. Warna tersebut akan hilang jika

    irisan jaringan kita siram dengan air (Mason, 1983).

    2. Kaku mayat (rigor mortis)

    Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada

    otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot,

    yang terjadi setelah periode pelemasan/ relaksasi primer; hal mana

    disebabkan oleh karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang

    terdapat dalam serabut-serabut otot (Gonzales, 1954).

    a. Cadaveric spasme

    Cadaveric spasme atau instantaneous rigor adalah suatu keadaan

    dimana terjadi kekakuan pada sekelompok otot dan kadang-kadang

    pada seluruh otot, segera setelah terjadi kematian somatis dan tanpa

    melalui relaksasi primer (Idries, 1997).

    b. Heat Stiffening

    Heat Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu tinggi,

    misalnya pada kasus kebakaran (Idries, 1997).

    c. Cold Stiffening

    Cold Stiffening adalah suatu kekakuan yang terjadi akibat suhu

    rendah, dapat terjadi bila tubuh korban diletakkan dalam freezer, atau

    bila suhu keliling sedemikian rendahnya, sehingga cairan tubuh

    terutama yang terdapat sendi-sendi akan membeku (Idries, 1997).

    3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)

    Algor mortis adalah penurunan suhu tubuh mayat akibat

    terhentinya produksi panas dan terjadinya pengeluaran panas secara terus-

    menerus. Pengeluaran panas tersebut disebabkan perbedaan suhu antara

    Universitas Sumatera Utara

  • mayat dengan lingkungannya. Algor mortis merupakan salah satu

    perubahan yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada

    fase lanjut post mortem.

    Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat

    dengan bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada dua faktor, yaitu masih

    adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat dan perbedaan koefisien

    hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga suhu.

    Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat atau lamanya

    penurunan suhu tubuh mayat, yaitu :

    1. Besarnya perbedaan suhu tubuh mayat dengan lingkungannya.

    2. Suhu tubuh mayat saat mati. Makin tinggi suhu tubuhnya, makin lama

    penurunan suhu tubuhnya.

    3. Aliran udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.

    4. Kelembaban udara makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.

    5. Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat

    penurunan suhu tubuh mayat.

    6. Aktivitas sebelum meninggal.

    7. Sebab kematian, misalnya asfiksia dan septikemia, mati dengan suhu

    tubuh tinggi.

    8. Pakaian tipis makin mempercepat penurunan suhu tubuh mayat.

    9. Posisi tubuh dihubungkan dengan luas permukaan tubuh yang terpapar.

    Penilaian algor mortis dapat dilakukan dengan cara sebagai

    berikut, antara lain :

    1. Lingkungan sangat mempengaruhi ketidakteraturan penurunan suhu

    tubuh mayat.

    2. Tempat pengukuran suhu memegang peranan penting.

    3. Dahi dingin setelah 4 jam post mortem.

    4. Badan dingin setelah 12 jam post mortem.

    5. Suhu organ dalam mulai berubah setelah 5 jam post mortem.

    6. Bila korban mati dalam air, penurunan suhu tubuhnya tergantung dari

    suhu, aliran, dan keadaan airnya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 7. Rumus untuk memperkirakan berapa jam sejak mati yaitu (98,40F -

    suhu rectal 0F) : 1,50F (Gonzales, 1954).

    4. Pembusukan

    Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection.

    Pembusukan mayat adalah proses degradasi jaringan terutama protein

    akibat autolisis dan kerja bakteri pembusuk terutama Klostridium welchii.

    Bakteri ini menghasilkan asam lemak dan gas pembusukan berupa H2S,

    HCN, dan AA. H2S akan bereaksi dengan hemoglobin (Hb) menghasilkan

    HbS yang berwarna hijau kehitaman. Syarat terjadinya degradasi jaringan

    yaitu adanya mikroorganisme dan enzim proteolitik.

    Proses pembusukan telah terjadi setelah kematian seluler dan baru

    tampak oleh kita setelah kira-kira 24 jam kematian. Kita akan melihatnya

    pertama kali berupa warna kehijauan (HbS) di daerah perut kanan bagian

    bawah yaitu dari sekum (caecum). Lalu menyebar ke seluruh perut dan

    dada dengan disertai bau busuk.

    Ada 17 tanda pembusukan, yaitu wajah dan bibir membengkak,

    mata menonjol, lidah terjulur, lubang hidung dan mulut mengeluarkan

    darah, lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambung, dan

    partus (gravid), badan gembung, bulla atau kulit ari terkelupas, aborescent

    pattern/ marbling yaitu vena superfisialis kulit berwarna kehijauan,

    pembuluh darah bawah kulit melebar, dinding perut pecah, skrotum atau

    vulva membengkak, kuku terlepas, rambut terlepas, organ dalam

    membusuk, dan ditemukannya larva lalat.

    Organ dalam yang cepat membusuk antara lain otak, lien, lambung,

    usus, uterus gravid, uterus post partum, dan darah. Organ yang lambat

    membusuk antara lain paru-paru, jantung, ginjal dan diafragma. Organ

    yang paling lambat membusuk antara lain kelenjar prostat dan uterus non

    gravid.

    Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam

    pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan

    Universitas Sumatera Utara

  • penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan

    dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena

    racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva

    lalat.

    Ada sembilan faktor yang mempengaruhi cepat-lambatnya

    pembusukan mayat, yaitu :

    1. Mikroorganisme. Bakteri pembusuk mempercepat

    pembusukan.

    2. Suhu optimal yaitu 21-370C mempercepat pembusukan.

    3. Kelembaban udara yang tinggi mempercepat pembusukan.

    4. Umur. Bayi, anak-anak dan orang tua lebih lambat terjadi

    pembusukan.

    5. Konstitusi tubuh. Tubuh gemuk lebih cepat membusuk

    daripada tubuh kurus.

    6. Sifat medium. Udara : air : tanah (1:2:8).

    7. Keadaan saat mati. Oedem mempercepat pembusukan.

    Dehidrasi memperlambat pembusukan.

    8. Penyebab kematian. Radang, infeksi, dan sepsis mempercepat

    pembusukan. Arsen, stibium dan asam karbonat memperlambat

    pembusukan.

    9. Seks. Wanita baru melahirkan (uterus post partum) lebih cepat

    mengalami pembusukan.

    Pada pembusukan mayat kita juga dapat menginterpretasikan suatu

    kematian sebagai tanda pasti kematian, untuk menaksir saat kematian,

    untuk menaksir lama kematian, serta dapat membedakannya dengan bulla

    intravital (Al-Fatih II, 2007).

    Universitas Sumatera Utara

  • Tabel 2.1. Perbedaan bulla intravital dan bulla pembusukan

    Bulla Intravital Perbedaan Bulla pembusukan

    Kecoklatan Warna kulit ari Kuning

    Tinggi Kadar albumin & klor

    bulla

    Rendah atau tidak ada

    Hiperemis Dasar bulla Merah pembusukan

    Intraepidermal Jaringan yang terangkat Antara epidermis &

    dermis

    Ada Reaksi jaringan &

    respon darah

    Tidak ada

    5. Adipocere (lilin mayat)

    Adipocere adalah suatu keadaan dimana tubuh mayat mengalami

    hidrolisis dan hidrogenisasi pada jaringan lemaknya, dan hidrolisis ini

    dimungkinkan oleh karena terbentuknya lesitinase, suatu enzim yang

    dihasilkan oleh Klostridium welchii, yang berpengaruh terhadap jaringan

    lemak.

    Untuk dapat terjadi adipocere dibutuhkan waktu yang lama,

    sedikitnya beberapa minggu sampai beberapa bulan dan keuntungan

    adanya adipocere ini, tubuh korban akan mudah dikenali dan tetap

    bertahan untuk waktu yang sangat lama sekali, sampai ratusan tahun

    (Idries, 1997).

    6. Mummifikasi

    Mummifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan

    pengeringan dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses

    pembusukan. Jaringan akan menjadi gelap, keras dan kering. Pengeringan

    akan mengakibatkan menyusutnya alat-alat dalam tubuh, sehingga tubuh

    Universitas Sumatera Utara

  • akan menjadi lebih kecil dan ringan. Untuk dapat terjadi mummifikasi

    dibutuhkan waktu yang cukup lama, beberapa minggu sampai beberapa

    bulan; yang dipengaruhi oleh keadaan suhu lingkungan dan sifat aliran

    udara (Idries, 1997).

    2.2. Tenggelam

    Tenggelam adalah penyebab signifikan kecacatan dan kematian.

    Tenggelam telah didefenisikan sebagai kematian sebelumnya sekunder untuk

    sesak napas sementara terbenam dalam suatu cairan, biasanya air, atau dalam

    waktu 24 jam perendaman. Pada Kongres Dunia 2002 yang diadakan di

    Amsterdam, sekelompok ahli menyarankan sebuah definisi konsensus baru untuk

    tenggelam dalam rangka mengurangi kebingungan atas jumlah istilah dan definisi

    (> 20) merujuk kepada proses ini yang telah muncul dalam literatur. Grup yang

    percaya bahwa definisi yang seragam akan memungkinkan analisa lebih akurat

    dan perbandingan studi, memungkinkan peneliti untuk menarik kesimpulan lebih

    bermakna dari mengumpulkan data, dan meningkatkan kemudahan kegiatan

    surveilans dan pencegahan (Shepherd, 2009).

    2.2.1. Definisi Tenggelam

    Secara definisi tenggelam diartikan sebagai suatu keadaan tercekik dan

    mati yang disebabkan oleh terisinya paru dengan air atau bahan lain atau cairan

    sehingga pertukaran gas menjadi tidak mungkin. Sederhananya, tenggelam adalah

    merupakan akibat dari terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh ke dalam cairan

    (Idries, 1997).

    2.2.2. Jenis Tenggelam

    Tenggelam dibagi menjadi beberapa jenis antara lain (A) wet drowning,

    (B) dry drowning, (C) secondary drowning, dan (D) the immersion syndrome

    (cold water drowning) (Modi, 1988).

    Wet drowning adalah kematian tenggelam akibat terlalu banyaknya air

    yang terinhalasi. Pada kasus wet drowning ada tiga penyebab kematian yang

    Universitas Sumatera Utara

  • terjadi, yaitu akibat asfiksia, fibrilasi ventrikel pada kasus tenggelam di air tawar,

    dan edema paru pada kasus tenggelam di air asin.

    Dry drowning adalah suatu kematian tenggelam dimana air yang

    terinhalasi sedikit. Penyebab kematian pada kasus ini sendiri dikarenakan

    terjadinya spasme laring yang menimbulkan asfiksia dan terjadinya refleks vagal,

    cardiac arrest, atau kolaps sirkulasi (Modi, 1988).

    Secondary drowning adalah suatu keadaan dimana terjadi gejala beberapa

    hari setelah korban tenggelam (dan diangkat dari dalam air) dan korban meninggal

    akibat komplikasi.

    Immersion drowning adalah suatu keadaan dimana korban tiba-tiba

    meninggal setelah tenggelam dalam air dingin akibat refleks vagal. Pada

    umumnya alkohol dan makan terlalu banyak merupakan faktor pencetus pada

    kejadian ini (Modi, 1988).

    2.2.3. Pemeriksaan pada Kasus Tenggelam

    1. Pemeriksaan luar

    Penurunan suhu mayat, berlangsung cepat, rata-rata 50F per menit.

    Suhu tubuh akan sama dengan suhu lingkungan dalam waktu 5 atau 6 jam.

    Lebam mayat, akan tampak jelas pada dada bagian depan, leher

    dan kepala. Lebam mayat berwarna merah terang yang perlu dibedakan

    dengan lebam mayat yang terjadi pada keracunan CO.

    Pembusukan sering tampak, kulit berwarna kehijauan atau merah

    gelap. Pada pembusukan lanjut tampak gelembung-gelembung

    pembusukan, terutama bagian atas tubuh, dan skrotum serta penis pada

    pria dan labia mayora pada wanita, kulit telapak tangan dan kaki

    mengelupas.

    Gambaran kulit angsa (goose-flesh, cutis anserina), sering

    dijumpai; keadaan ini terjadi selama interval antara kematian somatik dan

    seluler, atau merupakan perubahan post mortal karena terjadinya rigor

    mortis. Cutis anserina tidak mempunyai nilai sebagai kriteria diagnostik.

    Universitas Sumatera Utara

  • Busa halus putih yang berbentuk jamur (mushroom-like mass)

    tampak pada mulut atau hidung atau keduanya. Terbentuknya busa halus

    tersebut adalah masuknya cairan ke dalam saluran pernapasan merangsang

    terbentuknya mukus, substansi ini ketika bercampur dengan air dan

    surfaktan dari paru-paru dan terkocok oleh karena adanya upaya

    pernapasan yang hebat. Pembusukan akan merusak busa tersebut dan

    terbentuknya pseudofoam yang berwarna kemerahan yang berasal dari

    darah dan gas pembusukan.

    Perdarahan berbintik (petechial haemmorrhages), dapat ditemukan

    pada kedua kelopak mata, terutama kelopak mata bagian bawah.

    Pada pria genitalianya dapat membesar, ereksi atau semi-ereksi.

    Namun yang paling sering dijumpai adalah semi-ereksi.

    Pada lidah dapat ditemukan memar atau bekas gigitan, yang

    merupakan tanda bahwa korban berusaha untuk hidup, atau tanda sedang

    terjadi epilepsi, sebagai akibat dari masuknya korban ke dalam air.

    Cadaveric spasme, biasanya jarang dijumpai, dan dapat diartikan

    bahwa berusaha untuk tidak tenggelam, sebagaimana sering didapatkannya

    dahan, batu atau rumput yang tergenggam, adanya cadaveric spasme

    menunjukkan bahwa korban masih dalam keadaan hidup pada saat

    terbenam.

    Luka-luka pada daerah wajah, tangan dan tungkai bagian depan

    dapat terjadi akibat persentuhan korban dengan dasar sungai, atau terkena

    benda-benda di sekitarnya; luka-luka tersebut seringkali mengeluarkan

    darah, sehingga tidak jarang memberi kesan korban dianiaya sebelum

    ditenggelamkan.

    Pada kasus bunuh diri dimana korban dari tempat yang tinggi

    terjun ke sungai, kematian dapat terjadi akibat benturan yang keras

    sehingga menyebabkan kerusakan pada kepala atau patahnya tulang leher.

    Bila korban yang tenggelam adalah bayi, maka dapat dipastikan

    bahwa kasusnya merupakan kasus pembunuhan. Bila seorang dewasa

    ditemukan mati dalam empang yang dangkal, maka harus dipikirkan

    Universitas Sumatera Utara

  • kemungkinan adanya unsur tindak pidana, misalnya setelah diberi racun

    korban dilempar ke tempat tersebut dengan maksud mengacaukan

    penyidikan (Idries, 1997).

    2. Pemeriksaan dalam

    Untuk sebagian kasus asfiksia merupakan penyebab umum

    terjadinya kematian ini. Hal tersebut dikarenakan air yang masuk ke paru-

    paru akan bercampur dengan udara dan lendir sehingga menghasilkan

    buih-buih halus yang memblok udara di vesikula. Dalam beberapa kasus,

    kematian dapat terjadi dari asfiksia obstruktif yang juga dikenal sebagai

    tenggelam kering yang disebabkan oleh kejang laring yang dibentuk oleh

    sejumlah kecil air yang memasuki laring. Pada beberapa kasus lainnya air

    tidak masuk ke paru-paru sehingga tanda-tanda klasik tenggelam tidak

    dapat kita temukan (Modi, 1988)

    Sebelum kita melakukan pemeriksaan dalam pada korban

    tenggelam, kita harus memperhatikan apakah mayat korban tersebut sudah

    dalam keadaan pembusukan lanjut atau belum. Apabila keadaan mayat

    telah mengalami pembusukan lanjut, maka pemeriksaan dan pengambilan

    kesimpulan akan menjadi lebih sulit.

    Pemeriksaan terutama ditujukan pada sistem pernapasan, busa

    halus putih dapat mengisi trakhea dan cabang-cabangnya, air juga dapat

    ditemukan, demikian pula halnya dengan benda-benda asing yang ikut

    terinhalasi bersama air.

    Benda asing dalam trakhea dapat tampak secara makroskopik

    misalnya pasir, lumpur, binatang air, tumbuhan air dan sebagainya.

    Sedangkan yang tampak secara mikroskopik diantaranya telur cacing dan

    diatome (Idries, 1997).

    Diatome adalah sejenis ganggang yang mempunyai dinding dari

    silikat. Silikat ini tahan terhadap pemanasan dan asam keras. Diatome

    dijumpai di air tawar, air laut, sungai, sumur, dan lain-lain.

    Pada korban mati tenggelam diatome akan masuk ke dalam saluran

    pernafasan dan saluran pencernaan, karena ukurannya yang sangat kecil, ia

    Universitas Sumatera Utara

  • di absorpsi dan mengikuti aliran darah. Diatome ini dapat sampai ke hati,

    paru, otak, ginjal, dan sumsum tulang. Bila diatome positif berarti korban

    masih hidup sewaktu tenggelam.

    Oleh karena banyak terdapat di alam dan tergantung musim, maka

    tidak ditemukannya diatome tidak dapat menyingkirkan bahwa korban

    bukan mati tenggelam. Relevansi diatome terbatas pada tenggelam dengan

    mekanisme asfiksia.

    Cara pemeriksaan diatome adalah :

    1. Ambil jaringan paru sebanyak 150-200 gram, bersihkan lalu masukkan

    ke dalam tabung Erlenmeyer, masukkan H2SO4 pekat sampai menutup

    seluruh jaringan paru dan biarkan selama 24 jam sehingga seluruh

    jaringan paru hancur dan seperti bubur hitam.

    2. Panaskan dengan api yang kecil sampai mendidih sehingga semuanya

    benar-benar hancur.

    3. Tuangkan ke dalamnya beberapa tetes HNO3 pekat, sampai warnanya

    kuning jernih.

    4. Cairan disentrifuge selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm.

    5. Sedimennya dicuci dengan akuades kemudian disentrifuge lagi.

    Sedimennya dilihat dibawah mikroskop. Periksalah kerangka diatome

    yang berupa sel-sel yang cerah dengan dinding bergaris-garis bentuk

    bulat, panjang, dan lain-lain (Modi, 1988).

    Pleura juga dapat kita temukan pada pemeriksaan kasus ini. Pleura

    yang ditemukan dapat berwarna kemerahan dan terdapat bintik-bintik

    perdarahan, perdarahan ini dapat terjadi karena adanya kompresi terhadap

    septum inter alveoli atau oleh karena terjadinya fase konvulsi akibat

    kekurangan oksigen.

    Bercak perdarahan yang besar (diameter 3-5 cm), terjadi karena

    robeknya partisi interalveolar dan sering terlihat di bawah pleura. Bercak

    ini disebut bercak Paltouf yang ditemukan pada tahun 1882 dan diberi

    nama sesuai dengan nama yang pertama mencatat kelainan tersebut.

    Universitas Sumatera Utara

  • Bercak paltouf berwarna biru kemerahan dan banyak terlihat pada

    bagian bawah paru-paru, yaitu pada permukaan anterior dan permukaan

    antar bagian paru-paru. (Spitz, 1997).

    Kongesti pada laring merupakan kelainan yang berarti, paru-paru

    biasanya sangat mengembang, seringkali menutupi perikardium dan pada

    permukaan tampak adanya jejas dari tulang iga, pada perabaan kenyal.

    Edema dan kongesti paru-paru dapat sangat hebat sehingga

    beratnya dapat mencapai 700-1000 gram, dimana berat paru-paru normal

    adalah sekitar 250-300 gram (Williams, 1998).

    Paru-paru pucat dengan diselingi bercak-bercak merah di antara

    daerah yang berwarna kelabu. Pada pengirisan tampak banyak cairan

    merah kehitaman bercampur buih keluar dari penampang tersebut, yang

    pada keadaan paru-paru normal, keluarnya cairan bercampur busa tersebut

    baru tampak setelah dipijat dengan dua jari. Gambaran paru-paru seperti

    tersebut diatas dikenal dengan nama emphysema aquosum atau

    emphysema hydroaerique.

    Obstruksi pada sirkulasi paru-paru akan menyebabkan distensi

    jantung kanan dan pembuluh vena besar dan keduanya penuh berisi darah

    yang berwarna merah gelap dan cair, tidak ada bekuan (Idries, 1997).

    Universitas Sumatera Utara