Tanaman Pekarangan

19
MAKALAH TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN HORTILKULTURA I BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN PEKARANGAN OLEH KELOMPOK 1 VENDRI 0910212011 BAHENDRA FEBRI PRATAMA 1110211001 MURNIATI 1110212128 ELISA SUSANTI 1110212009 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013

description

tanaman pekarangan di indonesia di pengaruhi iklim-iklim global. Pekarangan dapat di manfaatkan dan dapat di tingkatkaan produktifitas lahannya hal ini sudah barang tentu meningkatkan perekonomian rakyat

Transcript of Tanaman Pekarangan

Page 1: Tanaman Pekarangan

MAKALAH

TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN HORTILKULTURA I

BUDIDAYA TANAMAN SAYURAN PEKARANGAN

OLEH

KELOMPOK 1

VENDRI 0910212011

BAHENDRA FEBRI PRATAMA 1110211001

MURNIATI 1110212128

ELISA SUSANTI 1110212009

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2013

Page 2: Tanaman Pekarangan

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-

Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.

Ucapan terima kasih kami tujukan kepada semua pihak yang telah senantiasa

membimbing kami dalam penyelesaian makalah ini baik itu dosen maupun

rekan-rekan.

Pada makalah ini akan dipaparkan informasi mengenai pemanfaatan pekarangan

dan budidaya tanaman sayuran dipekarangan yang di sajikan sedemikian rupa

sehingga mudah untuk dipahami oleh pembaca.

Akhir kata kami meminta maaf apabila terdapat kesalahan baik dari segi

redaksional maupun materi.

Padang, 1 April 2013

Kelompok 1

Page 3: Tanaman Pekarangan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2 Permasalahan ................................................................................. 1

1.3 Tujuan ............................................................................................ 2

BAB II ISI

2.1 Definisi .......................................................................................... 3

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................... 8

3.2 Saran .............................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 4: Tanaman Pekarangan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Menurut arti katanya, pekarangan berasal ari kata “karang” yang berarti

halaman rumah (Poerwodarminto, 1976). Sedang secara luas, Terra (1948)

memberikan batasan pengertian sebagai berikut:

“Pekarangan adalah tanah di sekitar perumahan, kebanyakan berpagar

keliling, dan biasanya ditanami padat dengan beraneka macam tanaman

semusim maupun tanaman tahunan untuk keperluan sendiri sehari-hari dan

untuk diperdangkan. Pekarangan kebanyakan slng berdekaan, dan besama-

sama membentuk kampung, dukuh, atau desa”.

Batasan pengertian ini, di dalam praktek masih terus dipergunakan sampai

sekitar dua puluh tahun kemudian. Terbukti dari tulisan-tlisan Soeparma (1969),

maupun Danoesastro (1973), masih juga menggunakan definisi tersebut. Baru

setelah Soemarwoto (1975) yang melihatnya sebagai suatu ekosistem, berhasil

memberikan definisi yang lebih lengkap dengan mengatakan bahwa:

“Pekarangan adalah sebidang tanah darat yang terletak langsung di

sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasannya, ditanami dengan satu atau

berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan pemilikan dan/atau

fungsional dengan rumah yang bersangkutan. Hubungan fungsional yang

dimaksudkan di sini adalah meliputi hubungan sosial budaya, hubungan

ekonomi, serta hubungan biofisika”. (Danoesastro, 1978).

FUNGSI HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA

Ditinjau dari segi sosial budaya, dewasa ini nampak ada kecenderungan

bawa pekarangan dipandang tidak lebih jauh dari fungsi estetikanya saja.

Pandangan seperti ini nampak pada beberapa anggota masyarakat pedesaan

yang elah “maju”, terlebih pada masyarakat perkotaan. Yaitu, dengan memenuhi

pekarangannya dengan tanaman hias dengan dikelilingi tembok atau pagar besi

dengan gaya arsitektur “modern”.

Page 5: Tanaman Pekarangan

Namun, bagi masyarakat pedesaan yang masih “murni”, justru masih

banyak didapati pekarangan yang tidak berpagar sama sekali. Kalaupun

berpagar, selalu ada bagian yang masih terbka atau diberi pinu yang mudah

dibuka oleh siapapun dengan maksud untuk tetap memberi keleluasaan bagi

masyarakat umum untuk keluar masuk pekarangannya.

Nampaknya, bagi masyarakat desa, pekarangan juga mempunyai fungsi

sebagai jalan umum (lurung) antar tetangga, atar kampung, antar dkuh, ahkan

antar desa satu dengan yang lainnya.

Di samping itu, pada setiap pekarangan terdapat”pelataran” (Jawa) atau

“buruan” (Sunda) yang dapat dipergunakan sebagai tempat bemain anak-anak

sekampung. Adanya kolam tempat mandi atau sumur di dalam pekarangan, juga

dapat dipergunakan oleh orang-orang sekampung dengan bebas bahkan

sekaligus merupakan tempat pertemuan mereka sebagai sarana komunikasi

masa (Soemarwoto, 1978).

Jadi, bagi masyarakat desa yang asli, pekarangan bkanlah milik pribadi

yang”eksklusif”, melainkan juga mempunai fungsi sosial budaya di mana

anggota masyarakat (termasuk anak-anak) dapat bebas mempergunakannya

untuk keperluan-keperluan yang bersifat sosial kebudayaan pula.

FUNGSI HUBUNGAN EKONM

Selain fungsi hubungan sosial budaya, pekarangan juga memiliki fungsi

hubungan ekonomi yang tidak kecil artinya bagi masyarakat yang hidup di

pedesaan.

Dari hasil survey pemanfaatan pekarangan di Kalasan, disimpulkan oleh

Danoesastro (1978), sedikitnya ada empat fungsi pokok yang dipunyai

pekarangan, yaitu (Tabel 1): sebagai sumber bahan makanan, sebagai penhasil

tanaman perdagangan, sebagai penghasl tanaman rempah-rempah atau obat-

obatan, dan juga sumber bebagai macam kayu-kayuan (untuk kayu nakar, bahan

bangunan, maupun bahan kerajinan).

Tabel 1. Daftar berbagai macam tanaman di pekarangan petani di

kelurahan Sampel, dikelompokkan menurut fungsina (Kecamatan Kalasan).

No. Golongan Tanaman Macam Tanamannya

Page 6: Tanaman Pekarangan

I Sumber bahan makanan

tambahan :

1. Tanaman karbohidrat

2. Tanaman sayuran

3. Buah-buahan

4. Lain-lain

Ubikayu, ganyong, uwi, gembolo,

tales,garut dll.

Melinjo, koro, nangka, pete.

Pepaya, salak, mangga, jeruk, duku,

jambu, pakel, mundu, dll.

Sirih.

II Tanaman perdagangan Kelapa, cengkeh, rambutan.

III Rempah-rempah, obat-obatan. Jahe, laos, kunir, kencur, dll.

IV Kayu-kayuan:

1. Kayu bakar

2. Bahan bangunan

3. Bahan kerajinan

Munggur, mahoni, lmtoro.

Jati, sono, bambu, wadang.

Bambu, pandan, dll.

Sumber: Danoesastro, 1978.

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebutlah, maka Danoesastro (1977)

sampai pada kesimpulan bahwa bagi masyarakat pedesaan, pekarangan dapat

dipandang sebagai “lumbung hidup” yang tiap tahun diperlukan untuk

mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan “terugval basis” atau

pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat dimabil manfaatnya apabila

usahatani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat

serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain.

FUNGSI HUBUNGAN BIOFISIKA

Pada pandangan pertama, bagi orang “kota” yang baru pertama kali

turun masuk desa, akan nampak olehnya sistem pekarangan yang ditanami

secara acak-acakan dengan segala macam jenis tanaman dan sering pula

menimbukan kesan “menjijikkan” karena adanya kotoran hewan ternak di sana

sini. Namun, dalam penelitian menunjukkan, bahwa keadaan serupa itu adalah

Page 7: Tanaman Pekarangan

merupakan manifestasi kemanunggalan manusia dengan lingkungannya

sebagaimana yang telah diajarkan nenek moyangnya.

Di daerah Sunda misalnya, tetapi terdapat pandangan ang oleh Hidding

(1935) disebutkan:

“Manusia adalah bagian dalam dan dari satu kesatuan yang

besar ..........Semua mempunai tempatna sendiri dari tidak ada sesuatu yang

berdiri sendiri.....

Dalam teori kebatinan Jawa, disebutkan bahwa sesuatu yang ada dan yang

hidup pada pokoknya satu dan tunggal. Bahkan, justru pola pengusahaan

pekarangan seperti itulah ternyata, yang secara alamiah diakui sebagi

persyaratan demi berlangsungnya proses daur ulang (recycling) secara natural

(alami) yang paling efektif dan efisien, sehingga pada kehidupan masyarakat

desa tidak mengenal zat buangan. Apa yang menjadi zat buangan dari suatu

proses, merupakan sumberdaya yang dipergunakan dalam proses berikutnya

yang lain. Sebagai contoh, segala macam sampah dan kotoran ternak

dikumpulkan menjadi kompos untuk pupuk tanaman. Sisa dapur, sisa-sisa

makanan, kotoran manusia dan ternak dibuang ke kolam untuk dimakan ikan.

Ikan dan hasil tanaman (daun, bunga, atau buahnya) dimakan manusia, kotoran

manusia dan sampah dibuang ke kolam atau untuk kompos, demikian

seterusnya tanpa berhenti dan berulang-ulang.

Dengan demikian kalaupun dalam proses kemajuan peradaban manusia

ada sesuatu yang perlu diperbaki seperti: pembuatan jamban

Keluarga di atas kolam, sistem daur ulang yang tidak baik dan efisiensi harus

tetap terjaga kelangsungannya.

DAMPAK MODERNISASI YANG MEMPRIHATINKAN

Tetapi sayang, berbaai fungsi dari pekarangan yang begitu

kompleks dan mencakup banyak segi kehidupan manusia serta pelestarian

lingkungan itu kan mengalami “erosi” yang memprihatinkan karena sering

hanya dijadikan korban untuk memenuhi alasan “modernisasi”.

Proyek-proyek pembangunan industri dan prasarana lain di desa

pinggiran sering kurang memperhitungkan bahwa, pembangunan kompleks

perumahan karyawannya yang terlampau mewah dibandingkan dengan

Page 8: Tanaman Pekarangan

perumahan penhuni asli dan yang dipagar keliling rapat serta mewah pula itu

merupakan isolasi bagi masyarakat penatang dengan lingkungannya yang bisa

menimbulkan ketegangan sosial dan kriminalitas.

Lebih-lebih jika pembangunan itu sendiri membutuhkan tanah urug yang

harus diambilkan dari tanah lapisan aas (top soil) pekarangan penduduk di

sekitarnya. Penduduk asli tidak saja menjadi kehilangan “lumbung hidup” atau

“pangkalan induknya” karena pekarangan dan tegalannya tidak produktif lagi,

tetapi sekalgus kualitas lingkungannya menjadi rusak karena daur ualng idak

lagi berlangsung lancar.

Pengaruh pembangunan yang kurang bijak, modernisasi perumahan

yang mengganti tanaman pekarangan menjadi tanaman hias dan agar hidup

yang berubah menjadi tembol atau tulang besi, sebenarnya sangat disayangkan.

Modernisasi memang harus tumbuh, tetapi bkan dengan merusak lingkungan

hidup. Peningkatan kesejahteraan lahiriah memang salah satu tuntutan hidup,

tetapi bukan dengan menciptakan masayarakat eksklusif yang mengisolir diri.

Kurangnya halaman tempat bermain bagi anak-anak mungkin saja dapat

dialihkan, tetapi keakraban anak-anak sekampung yang merenggang akan dapat

berbalik menjadi iri dengki, dan dendam yang tersembuni. Itulah masalahnya.

Page 9: Tanaman Pekarangan

Wortel adalah sayuran yang sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia

dan populer sebagai sumber vit. A karena memiliki kadar karotena (provitamin

A). Selain itu, wortel juga mengandung vit. B, vit. C, sedikit vit. G, serta zat-zat

lain yang bermanfaat bagi kesehatan manusia. Sosok tanamannya berupa

rumput dan menyimpan cadangan makanannya di dalam umbi. Mempunyai

batang pendek, berakar tunggang yang bentuk dan fungsinya berubah menjadi

umbi bulat dan memanjang. Umbi berwarna kuning kemerah-merahan, berkulit

tipis, dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis.

Syarat Tumbuh Wortel

Wortel merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin (22-

24° C), lembap, dan cukup sinar matahari. Di Indonesia kondisi seperti itu

biasanya terdapat di daerah berketinggian antara 1.200-1.500 m dpl. Sekarang

wortel sudah dapat ditanam di daerah berketinggian 600 m dpl. Dianjurkan

untuk menanam wortel pada tanah yang subur, gembur dan kaya humus dengan

pH antara 5,5-6,5. Tanah yang kurang subur masih dapat ditanami wortel

asalkan dilakukan pemupukan intensif. Kebanyakan tanah dataran tinggi di

Indonesia mempunyai pH rendah. Bila demikian, tanah perlu dikapur, karena

tanah yang asam menghambat perkembangan umbi.

Teknis Budidaya Wortel

a. Pengolahan Tanah

Tanah yang akan ditanami wortel diolah sedalam 30-40 cm. Tambahkan

pupuk kandang sebanyak 1,5 kg/m2 agar tanah cukup subur. Bila tanah

termasuk miskin unsur hara dapat ditambahkan pupuk urea 100 kg/ha, TSP 100

kg/ha, dan KCl 30 kg/ha. Selanjutnya dibuatkan bedengan selebar 1,5-2 m dan

panjangnya disesuaikan dengan lahan.

Tinggi bedengan di tanah kering adalah 15 cm, sedangkan untuk tanah

yang terendam, tinggi bedengan dapat lebih tinggi lagi. Di antara bedengan

perlu dibuatkan parit selebar sekitar 25 cm untuk memudahkan penanaman dan

pemeliharaan tanaman.

b. Penanaman

Page 10: Tanaman Pekarangan

Kebutuhan benih wortel adalah 15-20 g/10 m2 atau 15-20 kg/ha. Benih

wortel yang baik dapat dibeli di toko-toko tanaman atau membenihkan sendiri

dari tanaman yang tua. Jika membeli, pilihlah benih yang telah bersertifikat.

Benih wortel dapat langsung disebarkan tanpa disemai dahulu.

Sebelumnya, benih direndam dalam air sekitar 12-24 jam untuk membantu

proses pertumbuhan. Kemudian, benih dicampur dengan sedikit pasir, lalu

digosok-gosokkan agar benih mudah disebar dan tidak melekat satu sama lain.

Benih ditabur di sepanjang alur dalam bedengan dengan bantuan alat

penugal, lalu benih ditutupi tanah tipis-tipis. Berikutnya, bedengan segera

ditutup dengan jerami atau daun pisang untuk menjaga agar benih tidak hanyut

oleh air. Jika tanaman telah tumbuh (antara 10-14 hari), jerami atau daun pisang

segera diangkat.

c. Pemeliharaan

Setelah tanaman tumbuh segera dilakukan pemeliharaan. Pemeliharaan

pertama adalah penyiraman yang dapat dilakukan sekali sehari atau dua kali

sehari jika udara sangat kering. Cara pemberian air yang lain ialah dengan jalan

menggenangi parit di antara bedengan. Cara seperti ini dapat dilakukan bila

terdapat saluran drainase.

Tanaman yang telah tumbuh harus segera diseleksi. Caranya cabutlah

tanaman yang lemah atau kering, tinggalkan tanaman yang sehat dan kokoh.

Tindakan ini sekaligus diikuti dengan penjarangan yang berguna untuk

memberikan jarak dalam alur dan menjaga tercukupinya sinar matahari

sehingga tanaman tumbuh subur. Penjarangan menghasilkan alur yang rapi

berjarak antara 5- 10 cm. Pemeliharaan selanjutnya adalah pemupukan yang

sudah dapat dilakukan sejak tanaman berumur dua minggu berupa 50 kg

Urea/ha, disusul pemberian kedua (1 atau 1,5 bulan kemudian) berupa urea

sebanyak SO kg/ha dan KCl 20 kg/ha.

Dosis dapat berubah sesuai kondisi tanah dan rekomendasi pemupukan

yang ada. Cara pemupukan adalah dengan menaburkan pupuk pada alur

sedalam 2 cm yang dibuat memanjang berjarak sekitar 5 cm dari alur tanaman.

Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan

pendangiran. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga

agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung.

d. Hama dan Penyakit Wortel

Page 11: Tanaman Pekarangan

Ada beberapa hama yang penting diketahui karena sering menyerang

tanaman wortel di Indonesia, di antaranya sebagai berikut. Manggot-manggot

(Psila rosae) Umbi wortel yang terserang memperlihatkan gejala kerusakan

(berlubang dan membusuk) akibat gigitan pada umbi. Penyebab kerusakan ini

adalah sejenis lalat wortel yang disebut manggot-manggot (Psila rosae).

Periode aktif perusakan adalah saat larva lalat ini memakan umbi selama 5-7

minggu sebelum berubah menjadi kepompong. Umbi yang telah terserang tidak

dapat di perbaiki, sebaiknya dicabut dan dibuang. Pencegahannya, saat tanaman

wortel masih muda disiram dengan larutan Polydo120 g dicampur air sebanyak

100 liter.

Untuk lebih meyakinkan hasilnya, pemberian Polydol diulangi lagi 10 hari

kemudian. Semiaphis dauci Serangan hama ini ditandai dengan terhentinya

pertumbuhan, tanaman menjadi kerdil, daun-daun menjadi keriting, dan dapat

menyebabkan kematian. Hama ini umumnya menyerang tanaman muda

sehingga menyebabkan kerugian besar. Hama perusak ini adalah serangga

berwarna abu-abu bernama Semiaphis dauci. Pemberantasan dan

pengendaliannya dilakukan dengan menyemprotkan Polydol 20 g dicampur air

100 liter. Atau dapat pula menggunakan Metasyttox 50 g dicampur air 100 liter.

Penyakit Penyakit tanaman wortel yang dianggap penting antara lain sebagai

berikut. Bercak daun cercospora Penyakit ini ditandai dengan bercak-bercak

bulat atau memanjang yang banyak terdapat di pinggir daun sehingga daun

mengeriting karena bagian yang terserang tidak sama pertumbuhannya

dibanding bagian yang sehat. Penyebab penyakit ini adalah jamur Cercospora

carotae (Pass). Penyebarannya dibantu oleh angin. Bagian tanaman yang lebih

dahulu terserang adalah daun muda. Pengendaliannya dengan menanam biji

yang sehat, menjaga sanitasi, tanaman yang telah terserang dicabut dan

dipendam, serta pergiliran tanaman. Cara pengendalian yang lain adalah dengan

menyemprotkan fungisida yang mengandung zineb dan maneb, yaitu Velimex

80 WP sebanyak 2-2,5 g/1 dengan volume semprot 400-800 1/ha. Busuk hitam

(hawar daun) Gejala penyakit ini ditandai dengan bercak-bercak kecil berwarna

cokelat tua sampai hitam bertepi kuning pada daun. Bercak dapat membesar dan

bersatu sehingga mematikan daun-daun (menghitam). Tangkai daun yang

terinfeksi menyebabkan terjadinya bercak memanjang berwarna seperti karat.

Gejala pada akar baru tampak setelah umbi akar disimpan. Pada akar timbul

Page 12: Tanaman Pekarangan

bercak berbentuk bulat dan tidak teratur, agak mengendap dengan kedalaman

sekitar 3 mm. Jaringan yang busuk berwarna hitam kehijauan sampai hitam

kelam. Terkadang timbul pula kapang kehitaman pada permukaan bagian yang

busuk. Penyebab penyakit ini adalah jamur Alternaria dauci yang semula

disebut Macrosporium carotae. Pengendaliannya dengan pergiliran tanaman,

sanitasi, penanaman benih yang sehat, dan membersihkan tanaman yang telah

terserang (dicabut dan dipendam atau dibakar). Dapat juga digunakan fungisida,

misalnya Velimex 80 WP sebanyak 2-2,5 g/1 dengan volume semprot 400-800

1/ha.

Panen dan Pasca Panen

Wortel dapat dipanen setelah 100 hari tergantung dari jenisnya.

Pemanenan tidak boleh terlambat karena umbi akan semakin mengeras

(berkayu) sehingga tidak disukai konsumen. Cara pemanenan dilakukan dengan

jalan mencabut umbi beserta akarnya. Untuk memudahkan pencabutan

sebaiknya tanah digemburkan dahulu. Pemanenan sebaiknya dilakukan pagi hari

agar dapat segera dipasarkan.

Page 13: Tanaman Pekarangan

DAFTAR PUSTAKA

Danoesastro, Haryono : “Tanaman Pekarangan dalam Usaha Meningkatkan

Ketahanan Rakat Pedesaan”. Agro – Ekonomi. Maret 1978.

__________________- : Survai Pekarangan Kecamatan Kalasan,kerjasama

Fakultas Pertanian UGM dengan Diperta Daerah Istimewa

Yagyakarta. 1979.

__________________ : Pemanfaatan Pekarangan. Yayaan Pembina Fakulas

Pertanian UGM. Yogyakarta, 1979.

Hidding, K.A.H. : Gebruiken en Godsdients der Soendaneezen G. Kolff & Co.

Hal. 24. Batavia. 1975.

Soemarwotto, O : “Pegaruh Lingkungan Proyek Pembangunan”. Prisma, N.3

Juli 1975.

_____________ : Ekologi Desa: Lingkungan Hidup dan Kualitas Hdup.

Prisma, No. 8, September 1978.

Terra, G.J.A. : Tuinbouw : Van Hall en C. Van de. Koppel : De Landbouw in de

indische archpel.IIA, 1949. Terjemahan Haryono Danoesastro.