Takhrij Hadits-cholidi Zainuddin

download Takhrij Hadits-cholidi Zainuddin

of 16

Transcript of Takhrij Hadits-cholidi Zainuddin

MAKALAH STUDI ILMU-ILMU HADITSPesan Edukatif Nabi Muhammad SAW bagi Pemilik Karakter Ahli Surga dan Ahli Neraka

Oleh : Wahyono Saputro NIM. 2110103187 Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Cholidi Zainudin, M.A.

MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG 2012

PESAN EDUKATIF NABI MUHAMMAD SAW BAGI PEMILIK KARAKTER AHLI SURGA DAN AHLI NERAKA

: : : ( : .) / -/

I. PENDAHULUAN A. Rawi Hadits1 Rawi pertama dalam hadits ini adalah: 1. Haritsah bin Wahb al-Khuzaie, dia dinamakan Shahibul hadits karena orang pertama yang mendapatkan hadits ini. Dia sampaikan hadits ini kepada; 2. Mabad bin Khalid al- Qaisie, lalu ia sampaikan pada muridnya yaitu; 3. Sofyan, kemudian dari Sofyan disampaikan kepada; 4. Muhammad bin Katsir. Muhammad bin Katsir ini dinamakan akhir rawi, karena ia yang menyampaikan kepada mukharrij (orang yang membukukan hadits dan menyampaikannya pada umum).

2

Mukharrij hadits ini adalah Imam Bukhari, ia menuliskannya dalam kitabnya Shahih Bukhari dalam kitab adab bab ke-61. Lebih jelasnya kita mengenal para rawi tersebut walau secara singkat, sebagai berikut: Haritsah bin Wahb al-Khuzai, ibunya dikenal dengan sebutan Ummu Kultsum binti Jarul bin Malik al-Khuzai. Dia adalah saudara seibu dengan Ubaidillah bin Umar. Termasuk shahabat yang dekat dengan Nabi saw., oleh karenanya ia meriwayatkan hadits dari Beliau saw., di samping itu dia meriwayatkan dari Hafshah dan shahabat lain. Sedang yang mengambil hadits darinya adalah Mabad bin Khalid al-Qaisi, Abu Ishaq as- Sabii dan lainlainnya. Mabad bin Khalid al- Qaisi, nama lengkapnya Mabad bin Khalid Marier bin Haritsah bin Naadlirah bin Amr bin Said bin Ali bin Rahm bin Rabah bin Yayskur bin Adwaaan al-Jadali al-Qaisi. Dia meriwayatkan hadits dari bapaknya. Haritsah bin Wahb al-Khuzaie, al- Mustaurid bin Syadad al- Fahrie, Zaid bin Uqbah dan lain-lainnya. Sedang yang berguru mengambil hadits darinya antara lain; alAmasy, Sofyan ats- Tsauri, Musier dan lain-lainnya. Banyak yang memuji dengan pujian tsiqah2 untuknya di samping termasuk orang yang teguh dan selalu beribadah pada Allah swt. melebihi lainnya. Meninggal tahun 118 H. Sofyan, nama lengkapnya adalah Sofyan bin Said al-Imam Abu Abdillah ats-Tsauri. Dia salah seorang ahli hadits, di samping berpengetahuan luas dia adalah orang Zuhud yang menghabiskan umurnya untuk beribadah dan ilmu. Dia mengambil hadits dari Hubaib bin Abi Tsabit, Salamah bin Kuhail, Mabad bin Khalid alQusaie, Ibnu al-Munkadir dan lain-lainnya. Sedang yang berguru

3

mengambil hadits darinya seperti: Abdurrahman, Muhammad bin Katsir, al-Qath-thaan, al-Firyabi dan lain-lain. Banyak yang memuji Tsiqah karena ia tergolong ahli hadits, sampai Ibnul Mubarak mengatakan: Saya belum pernah menulis hadits dari seseorang yang lebih utama darinya. Meninggal tahun 161 H dalam usia 64 Tahun. Muhammad bin Katsir, nama lengkapnya Muhammad bin Katsir al-Abdi al-Bashri. Dia meriwayatkan hadits dari Syubah, Sofyan ats-Tsauri, Ibrahim bin Nafi al-Makki dan lain-lainnya. Sedang yang berguru mengambil hadits darinya Bukhari, Abu Dawud dan ahli hadits yang lain melalui perantaraan ad-Darimi. Riwayat hadits dari dia tertulis dalam kitab Sabah (Musnad Imam Ahmad, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah). Oleh karena itu banyak yang memuji Tsiqah terhadapnya. Sedang Abu Hatim berkata:Dia itu Shaduq dan ditsiqahkan oleh Ahmad. Ibnu Hibban juga memasukkan dia dalam kelompok rawi-rawi Tsiqah, namun Ibnu Main mendlaifkannya. Maksud perkataan Abu Hatim ini, ia ingin menunjukkan bahwa menilai dengan penilaian shaduq (masuk kategori peringkat hasan) karena memandang di samping banyak yang mengataakan Tsiqah (kepercayaan) tetapi ada yang mendlaifkannya, yaitu Ibnu Main sedang Ibnu Hajar menilai rawi ini (Muhammad bin Katsir) tsiqah. Dengan ada isyarat membantah Ibnu Main, Ibnu Hajar mengatakan dalam kitab Taqriibut Tahziib (artinya): Muhammad bin Katsir al-Abdi al-Bashri itu Tsiqah, tidak tepat orang mendlaifkannya. Dia termasuk peringkat kesepuluh. Meninggal dunia pada tahun 223 Hijriyah. Dia dipakai oleh imam yang tujuh. Muhammad bin Katsir dikatakan sebagai rawi yang

4

terakhir karena dialah orang yang terakhir menyampaikan hadits ini hingga tertulis dalam Shahih Bukhari. Dan dikatakan awal sanad, karena dialah yang menjadi awal (pertama-tama) orang yang dijadikan sandaran oleh Bukhari selaku penulis hadits. B. Mufradat dan Penjelasannya

C. Arti Hadits

YANG LEMAH. LEMAH ADALAH LAWAN KATA DARI KUAT. SEDANG SIFAT LEMAH INI BISA TERDAPAT PADA JIWA, BADAN ATAU KEADAAN. YANG DIMAKSUD DI SINI BUKAN MANAFIKAN (MENIADAKAN) YANG KUAT, AKAN TETAPI BAGAIMANA SEBAIKNYA YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH ORANG YANG LEMAH. Yang berbuat lemah lembut. Kalau ia bersumpah atas nama menepatinya dan melaksanakannya. Allah pastilah

Kasar lagi keras. Maksudnya: perangai akhlaknya kasar lagi berhati keras, jauh dari sifat tasamuh (toleran). Pengumpul harta yang pelit. Yang mengaku-ngaku dirinya lebih hebat dari orang lain.

Imam Bukhari berkata dalam shahih-nya: Telah menceritakan pada kami Muhammad kepada bin kami Katsir, Sofyan, (Ia (Ia berkata) berkata) telah telah mengkhabarkan

menceritakan kepada kami Mabad bin Khalid al-Qaisi, (ia berkata) dari Haritsah bin Wahb al-Khuzai, (ia berkata) dari Nabi saw. Beliau bersabda: Perhatikanlah!, akan aku khabarkan kepadamu tentang (calon) ahli surga; yaitu setiap yang lemah yang berbuat lemah lembut Allah (karena (tentang tawadlu) sesuatu), kalau ia bersumpah atas nama pastilah

menepatinya dan melaksanakannya. Perhatikanlah!, akan aku khabarkan kepadamu tentang (calon) penghuni neraka; Yaitu setiap yang kasar (perangainya) lagi pula hatinya keras,

5

pengumpul harta yang pelit, yang mengaku-ngaku dirinya lebih hebat dari yang lain (Shahih Bukhari dalam Kitab Adab bab al-Kibr/ Kitab Adab bab 61). D. Takhrij Hadits3 Hadits tersebut yang persis secara lafadz dan yang semakna kandungan pengertiannya bisa kita lihat pada: Shahih Bukhari Kitab Adab bab 61, Fathul Bari 10/489, Muslim dalam Shahih-nya kitab alJannah hadits ke 46, 47. Sunan Tirmidzi hadits No. 2605, Musnad Imam Ahmad 4/306, Abdurrazaq dalam Mushannafnya No. 20662, 20613, Thabrani dalam Mujam Kabir-nya 3/ 266. Al- Haitsami dalam kitabnya Majmauz Zawaid Wa Manbaul Fawaid pada jilid ke 10, halaman 264-266 mengomentari riwayatriwayat yang membawakan hadits ini, antara lain yang diriwayatkan oleh: 1. Ahmad bin Hanbal dari Anas bin Malik, dalam sanadnya ada rawi Ibnu Lahieah. Ibnu Lahieah ini jelak hafalannya di hari tuanya, yang seperti ini dinamakan rawi mukhtalith. 2. Thabrani dalam al-Ausath dari Abdullah bin Maryam, sedang dia ini dlaif.4 3. Thabrani dalam al-Kabir dan al-Ausath dari Saraqah bin Malik, sanadnya hasan.5 4. Thabrani yang bersumber dari Abdullah bin Umar, semua rawi-rawi dalam sanad Tsiqah, haditsnya bisa diterima. Sedang yang bersumber dari Abu Darda dalam sanadnya ada rawi yang bernama Kharijah bin Mushib. Dia itu Matruk6, maka riwayatnya tertolak. Yang bersumber dari Zaid bin Tsabit sanadnya hasan.

6

Al-Bazzar meriwayatkan bersumber dari Abu Hurairah, dalam sanadnya ada rawi yang bernama al-Barra bin Abdullah bin Yazid. Untuk rawi ini al-Haitsami tidak memberi komentar karena ia tersamar, jangan-jangan al-Barra bin Yazid al-Hamdani. Demikianlah komentar dari al- Haitsamie pada sanad-sanad tertentu yang membawakan hadits ini. Karena sanad lainnya masih banyak, di samping yang tersebut tadi, ada juga yang diriwayatkan Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, dan Tirmidzi. Yang belum dikomentari oleh al-Haitsami secara singkat bisa disebutkan apa yang diriwayatkan oleh para mukharrij. 1. Bukhari dalam shahihnya kitab Adab 61, bersumber dari Haritsah bin Wahb al-Khuzaie dengan sanad shah.7 2. Bukhari dalam shahihnya kitab Zaman 9. bersumber dari Haritsah bin Wahb al-Khuzaie. 3. Bukhari dalam shahihnya Kitabut Tafsir Surah ke-68 juga bersumber dari Haritsah bin Wahb. 4. Muslim dalam Shahihnya Kitabul Jannah No. 46-47, bersumber pada Haritsah bin Wahb. 5. Tirmidzi dalam Sunannya Kitabu Shifati Jahannam bab 13, No. 2605, bersumber pada Haritsah bin Wahb. 6. Ibnu Majah dalam Sunannya Kitab Zuhud bab ke-4, bersumber dari Haritsah bin Wahb dan Muadz bin Jabal. 7. Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya 4/306, bersumber dari Haritsah bin Wahb. Dengan demikian dianggap cukup takhriij hadits ini karena telah mendapatkan banyak sanad dan bersumber dari beberapa sahabat, seperti dari sahabat; Haritsah bin Wahb, Muadz bin Jabal,

7

Abu Hurairah, Abu Darda, abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Saraqah bin Malik dan Zaid bin Tsabit Oleh karena itu riwayat hadits ini shah dapat dijadikan hujjah. Adapun yang sanadnya dlaif dapat dikatakan dlaiful Isnad Shahihul Matan.8

II. PEMBAHASAN Hadits Nabi saw tersebut dimulai dengan huruf ( tanbih) yang berfungsi untuk mengarahkan fokus perhatian para pendengar terhadap materi yang akan disampaikan oleh Nabi saw. Selanjutnya Nabi saw. memberitahukan kepada kita mengenai karakter calon penghuni surga, yakni 1 , ) setiap yang lemah, dan 2) yang berbuat lemah lembut. Lemah yang dimaksudkan dalam point pertama ini meliputi lemahnya fisik maupun mental. Sedangkan point kedua lebih merujuk pada ucapan ataupun perilaku yang menghindari kekerasan. Selanjutnya Nabi saw. mempertegas karakter calon penghuni surga dengan ungkapan yang artinya jika ia bersumpah atas nama Allah, pastilah menepatinya dan melaksanakannya. Dari konteks ungkapan bisa difahami secara implisit (tersirat) bahwa meski karakter calon penghuni surga itu lemah, namun bukan berarti mereka tidak mampu berlaku dan bertindak tegas. Kemampuan untuk berlaku dan bertindak tegas ini bisa muncul dari kebutuhan akan penghargaan atau harga diri. Dan dari kebutuhan akan akan penghargaan mengerahkan atau harga diri inilah kaum untuk lemah ini termotivasi, sehingga bila mereka telah bersumpah, maka mereka seluruh kemampuannya mencapai

8

tujuannya. Berlaku dan bertindak tegas ini tidak saja dalam konteks usaha mencapai tujuan kebahagiaan akhirat (surga), bahkan sebagai pembuktian diri bahwa mereka juga sebenarnya mampu mengenyam kebahagiaan dunia sebagaimana yang dilakukan rival mereka calon penghuni neraka. Sementara itu, karakter calon penghuni neraka adalah mereka dengan karakter ( kasar lagi keras, pengumpul harta yang pelit, yang mengaku-ngaku dirinya lebih hebat dari orang lain). Dalam menyampaikan informasi kepada kelompok calon penghuni neraka ini Nabi saw. pun memulai dengan ( tanbih), seakan Nabi saw. ingin menginformasikan apa yang belum pernah diketahui atau disalahpahami oleh calon penghuni neraka. Hal yang disalahfahami oleh calon penghuni neraka adalah sifat kasar lagi keras dalam berinteraksi dengan sesama, sifat pengumpul harta yang pelit, dan yang mengaku-ngaku dirinya lebih hebat dari orang lain. Ketiga sifat tersebut bila tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan kebencian, kecemburuan sosial dan sikap antipati dari pihak calon penghuni surga. Pesan edukatif Nabi saw. dalam hadits yang telah disebutkan di atas adalah dengan menginformasikan karakter calon penghuni surga dan karakter penghuni neraka, diharapakan dapat memberikan pengertian bersama, setelah itu mencapai persetujuan mengenai pokok ataupun masalah yang merupakan kepentingan bersama. Pengertian bersama yang dimaksud dalam konteks hadits Nabi saw. adalah saling mengerti, memahami dan menghargai posisi dan peran masing-masing dalam kesatuan umat Nabi saw. yang hidup harmonis di dunia agar sepakat untuk menjauhkan diri

9

dari azab neraka dan berhak memiliki kesempatan sebagai calon penghuni surga. Dalam hadits Nabi saw. di atas juga menggaris bawahi tentang peran Nabi saw. selaku motivator ummat. Selaku manusia Nabi saw. menyadari, bahwa baik karakter calon penghuni surga maupun karakter calon penghuni neraka adalah relatif. Itu artinya karakter tersebut bukan bersifat bakat atau bawaan sejak lahir yang inherent. Dengan kata lain karakter calon penghuni surga itu bisa dipelajari dan akhirnya bisa dimilki oleh calon penghuni neraka dalam usahanya meminimalisir semaksimal mungkin kecenderungan-kecenderungan yang mengarah kepada identifikasi calon penghuni neraka. Demikian halnya dengan pemilik karakter calon penghuni surga, kepada mereka Nabi saw. tetap memotivasi dan memelihara spirit motivasi tersebut agar jangan sampai meredup bahkan padam. Pendekatan yang digunakan oleh Nabi saw. dalam mengkomunikasikan pengetahuan, pokok pikiran, serta nilai baikburuk dan nilai perasaan harga diri dalam hadits Beliau saw adalah pendekatan emosional. Dengan pendekatan ini diharapkan kedua kelompok yang disebutkan dalam hadits, akan menyesuaikan diri terhadap keadaan sekitarnya. Alat pendidikan non benda yang diaplikasikan dalam hadits Nabi saw. di atas adalah ganjaran. Secara sederhana bentuk ganjaran yang di visualisasikan dalam hadits Nabi saw. di atas adalah surga bagi mereka yang dlaif, bersikap lemah lembut serta orang yang bersungguh-sungguh mewujudkan keinginannya setelah ia bersumpah atas nama Allah, dan neraka bagi mereka yang kasar

10

lagi keras, pengumpul harta yang pelit serta yang mengaku-ngaku dirinya lebih hebat dari orang lain. Sementara metode yang digunakan Nabi saw. dalam hadits di atas dikenal dengan metode ceramah, materi yaitu yang metode belum yang digunakan untuk menyampaikan pernah

diinformasikan sebelumnya atau samasekali baru dan metode lainnya adalah yang dikenal dengan metode targhib dan tarhib yakni cara mengajar di mana guru memberikan materi pelajaran dengan menggunakan ganjaran (targhib) terhadap nilai kebaikan dan hukuman (tarhib) terhadap nilai keburukan agar peserta didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan. Salah satu hal penting dalam kajian hadits Nabi di atas adalah empathy yakni kemampuan untuk memandang sesuatu dari segi pandangan orang lain. Dalam konteks ini kelompok calon penghuni neraka dipersuasi untuk melakukan tindak empathy terhadap kelompok calon penghuni surga dan demikian pula sebaliknya, hal ini dimaksudkan agar terjadi balance (keseimbangan) pada kelompok tersebut. III. KESIMPULAN 1. Status hadits tentang pemilik karakter calon penghuni surga dan pemilik karakter calon penghuni neraka seperti yang telah tersebut di atas adalah shah. 2. Secara zhahir, karakter calon penghuni surga adalah semua yang dlaif dan mutadlaaif, sementara karakter calon penghuni neraka adalah orang yang kasar lagi keras, pengumpul harta yang pelit, dan yang mengaku-ngaku dirinya lebih hebat dari orang lain.

11

3. Dalam dengan

hadits

Nabi

saw.

tersebut

secara kita

tersirat layak

memotivasi kita agar selalu berbuat yag terbaik dan sesuai tuntunan Nabi saw., sehingga mendapatkan ganjaran surga dan terhindar dari ancaman azab neraka. (Wallahu Alam)

12

Catatan Akhir

13

Rawi ( ) artinya orang yang menceritakan, yang meriwayatkan, merupakan isim fail dari , = sedangkan bentuk jamak (taksir) dari Rawie adalah Ruwaat ( )yang berarti orang-orang yang menceritakan atau orangorang yang meriwayatkan, Lihat Abdul Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, (Bandung: Diponegoro, 1994), Cet. Ke- 4, hlm. 23, 391. Ats-Tsiqah ( ,)Secara etimologi: bentuk mashdar ( .)Kadang dijadikan sifat. Secara terminologi: Orang yang memiliki dua sifat, yaitu:adil dan dlabith menurut pendapat yang paling masyhur, lihat Abdul Mannan ar- Rasikh, Kamus Istilah-Istilah Hadits (terj:Asmuni), (Jakarta: Darul Falah, 2006), Cet. Ke-1, hlm. 76-77. Definisi takhrij seperti yang diungkap Mahmud ath-Thahhan dan dikutip Suyitno dalam Studi IlmuIlmu Hadits (2006:204-205) yakni: ( ) Petunjuk jalan ke tempat/letak hadits pada sumber-sumbernya yang orisinil yang takhrijnya berikut sanadnya kemudian menjelaskan martabatnya jika diperlukan. Yang dimaksud dengan kata ( petunjuk tempat/letak hadits) adalah menunjuk sejumlah kitab yang didapati hadits itu di dalamnya seperti perkataan kita: Hadits ini telah ditakhriej (dikeluarkan) oleh Bukhori dalam Shahihnya atau hadits ini telah ditakhriej oleh Thabrani dalam mujam-nya, dan ungkapan-ungkapan lain yang sejenis. Dlaif ( )pada rawie itu mengisyaratkan adanya sifat-sifat yang menyebabkan si rawie menjadi lemah atau dianggap lemah, tercela atau tercacat yang disebabkan antara lain: a) pemalsuan, b) tuduhan memalsu, c) dusta, d) tuduhan berdusta, e) dituduh atau suka keliru, f) dituduh atau suka lupa/lalai, g) dituduh atau suka salah, h) dituduh atau suka menyamarkan, i) kefasikan /melanggar hukum agama, j) tidak kuat hafalan, k) tidak dikenal orangnya atau sifatnya, l) tersembunyi/tidak dijelaskan namanya, m) berobah fikirannnya atau hafalannya, n) bidah, o) berlawanan dengan yang lebih kuat daripadanya. Lihat Abdul Qadir Hasan, op.cit, hlm. 221-222. Sanadnya hasan ( ,) sanad yang hasan ( ) dan yang hasan sanadnya () menunjukan bahwa sanadnya saja yang hasan dan belum tentu matannya juga hasan, bedakan dengan hadits hasan yang menandakan bahwa baik sanad dan matannya sama-sama hasan. Dari perbedaan ini memberi arti, bahwa hadits yang disebut derajatnya di bawah dari yang dikatakana hadits hasan ,/ Abdul Qadir Hasan, op.cit, hlm. 86-87. Matruk ( ,)merupakan isim maful, artinya: yang ditinggalkan. Adapun pengertian matruk secara terminologi adalah suatu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh berdusta serta tidak diketahui hadits itu melainkan dari jurusan dia saja, atau satu hadits yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh banyak kekeliruan, atau kelalaian atau kefasikan, selain dusta. Abdul Qadir Hasan, op.cit, hlm. 137-139. Lihat juga Abdul Mannan ar- Rasikh, Kamus IstilahIstilah Hadits (terj:Asmuni), (Jakarta: Darul Falah, 2006), Cet. Ke-1, hlm. 148. Sanad shah () atau shahihul isnad () digunakan untuk menyebut isnad yang telah terpenuhi tiga syarat sebagai syarat sahihnya, yakni: sanad yang bersambung, para perawi yang kuat hafalannya, dan para perawi yang adil. Ungkapan sanad shah atau shahihul isnad tidak secara otomatis menyatakan bahwa matan haditsnya juga shah/shaih. Lihat Abdul Mannan ar- Rasikh, Kamus Istilah-Istilah Hadits (terj:Asmuni), (Jakarta: Darul Falah, 2006), Cet. Ke-1, hlm. 119.8 7 6 5 4 3 2

1

() artinya lemah sanadnya, tetapi isi matannya shah. Abdul Qadir Hasan, op.cit, hlm. 376.

DAFTAR PUSTAKA Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Utsman al-Dzahabi, Mizanul ITidal Fii Naqdi al-Rijal, Beirut: Darul Fikr, 1963. Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Bin Mughirah Al-Bukhari, Al-Bukhari, Beirut: Darul Fikr. Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Bin Mughirah Al-Bukhari, Al-Bukhari, Mausuah al-Hadiits al-Nabawiy al-Syariif al-Shihhah, wa al-Sunnah wa al- Masaaniid, www.islamspirit.com Abu Abdullah Muhammad Bin Yazid Al-Rabi (Ibnu Majah), Musnad Ibnu Majah, Mausuah alHadiits al-Nabawiy al-Syariif al-Shihhah, wa al-Sunnah wa al- Masaaniid, www.islamspirit.com

Abu al-Husain Muslim Bin Hajjaj al-Qusyairi al-Niisaabury, Shahih Muslim, Beirut: Darul Fikr, 1992. Abu al-Husain Muslim Bin Hajjaj al-Qusyairi al-Niisaabury, Shahih Muslim, Mausuah al-Hadiits alNabawiy al-Syariif al-Shihhah, wa al-Sunnah wa al- Masaaniid, www.islamspirit.com Ahmad Bin Muhammad Bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad, Mausuah al-Hadiits al-Nabawiy al-Syariif al-Shihhah, wa al-Sunnah wa al- Masaaniid, www.islamspirit.com Muhammad Bin Isa Bin Saura Bin Musa Bin al-Dhahhak al-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Mausuah alHadiits al-Nabawiy al-Syariif al-Shihhah, wa al-Sunnah wa al- Masaaniid, www.islamspirit.com Muhammad Jamaluddin al-Qasyimi, Qawaidu al-Tahdits, min Funuuni Mushthalahil Hadits, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah, 1353 H. Jamaluddin Abu al-Hajjaj, Yusuf al-Muzzy, Tahdziibul Kamal Fii Asmaa-i al-Rijal, Beirut: Darul Fikir, 1994 Nuruddin Ali bin Abi Bakr al-Haitsami, Majmau al-Zawaaid wa Manbaul Fawaid, Beirut: Darul Fikr, 1988. Nuruddin Atar, Manhaj al-Naqdi fii Uluumil Hadits, Beirut: Darul Fikr, 1981. Ar-Rasikh, Abdul Mannan, Kamus Istilah-Istilah Hadits, (terj: Asmuni), Jakarta: Darul Falah, 2006. Cet. Ke-1 Azami, Muhammad Mustafa, Metodologi Kritik Hadits, (terj: A.Yamin), Jakarta: Pustaka Hidayah, 1992 Fayyad, Mahmud Ali, Metodologi Penetapan Keshahihan Hadits, (terj:Zarkasyi Humaidy), Bandung: Pustaka Setia, 1998. Cet. Ke-1 Hasan, Abdul Qadir, Ilmu Mushthalah Hadits, Bandung: Diponegoro, 1994. Cet.Ke-4 Idri, Studi Hadits, Jakarta: Kencana, 2010. Cet. Ke-1 Munawwir, Ahmad Warson, Al- Munawwir, Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak , 1984. Suyitno, Studi Ilmu-Ilmu Hadits, Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2006. Ramayulius, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008. Cet. Ke-5. --------------, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2008. Cet. Ke-6 Agung, Lilik, Cara Cepat Menjadi Supervisor Unggul, Jakarta: Elex Media Kumpotindo, 2009 Ahmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Cet. Ke-1

Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002. Cet. Ke-1 Djaali, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Cet. Ke-3 Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Cet. Ke-12 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta:Rajawali Pers, 2010 Sobur, Alex, Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia, 2003. Cet. Ke-2.