Tahu Sbg Pangan Fungsional

17
TUGAS PANGAN FUNGSIONAL TINJAUAN TAHU SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL Oleh: Evi Kurniawati 051414153005 PROGRAM PASCA SARJANA ILMU FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

description

Pangan fungsional

Transcript of Tahu Sbg Pangan Fungsional

TUGAS PANGAN FUNGSIONAL

TINJAUAN TAHU SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL

Oleh:

Evi Kurniawati051414153005PROGRAM PASCA SARJANA ILMU FARMASI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2014DAFTAR ISIHal.

HALAMAN JUDUL 1DAFTAR ISI 2

ISI MAKALAH 31. Pendahuluan 31.1. Pangan Fungsional 31.2. Syarat Pangan Fungsional 32. Tahu Sebagai Pangan Fungsional 42.1. Nilai Gizi Tahu 42.2. Bahan Pembuat Tahu 52.3. Koagulan dalam Pembuatan Tahu 53. Isoflavon 83.1. Efek Fisiologis Isoflavon 83.2. Protein Kedelai dan Osteoporosis 94. Penutup 10DAFTAR PUSTAKA 11ISI MAKALAH1. Pendahuluan1.1. Pangan FungsionalPeningkatan kesejahteraan penduduk telah mendorong terjadinya perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada meningkatnya berbagai macam penyakit degeneratif. Kesadaran akan besarnya hubungan antara makanan dan kemungkinan timbulnya penyakit, telah mengubah pandangan bahwa makanan bukan sekedar untuk mengenyangkan dan sebagai sumber zat gizi, tetapi juga untuk kesehatan. Sebenarnya konsep bahwa makanan sebagai obat telah ada sejak zaman Hipokrates dan telah lama dikembangkan di beberapa negara Asia yaitu Jepang, Korea dan Tiongkok, tetapi perhatian secara global mengenai fungsi khusus maknan dalam kesehatan baru signifikan dalam dua dasa warsa terakhir ini dengan dimunculkannya istilah makanan fungsional. Sejak itu telah banyak definisi dan istilah diberikan oleh para peneliti untuk memberi batasan mengenai makanan fungsional. Meski belum ada satu definisi yang baku, secara umum makanan funsional diartikan sebagai makanan yang mampu memberikan efek menguntungkan bagi kesehatan di samping efek nutrisi yang secara prinsip memang dimiliki oleh makanan (7). Menurut American Dietetic Association (ADA), yang termasuk pangan fungsional tidak hanya pangan alamiah tetapi juga pangan yang telah difortifikasi atau diperkaya dan memberikan efek potensial yang bermanfaat untuk kesehatan jika dikonsumsi sebagai bagian dari menu pangan yang bervariasi secara teratur pada dosis yang efektif. Di Indonesia, sesuai peraturan kepala BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) No. HK. 00.05.52.0685, pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, terbukti tidak mambahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan (10)1.2. Syarat Pangan Fungsional

Pangan fungsional dipakai secara luas untuk mendefinisikan pangan atau makanan yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi proses fisiologis sehingga meningkatkan kesehatan atau mencegah timbulnya penyakit. individu. Meskipun diharapkan memberi efek meningkatkan kesehatan, makanan fungsional tidak dapat dikategorikan sebagai obat atau suplemen. Karena itu sifat atau fungsi makanan harus muncul pada makannan fungsional yaitu sebagai sumber zat gizi dan memiliki sifat sensorik yang menarik (berkaitan dengan rangsangan). Dengan demikian ada 3 faktor dari makanan fungsional yang harus ada yaitu : memiliki ciri menyehatkan, nilai gizi dan sifat sensoriknya. Ada berbagai kriteria untuk manyatakan suatu produk pangan adalah makanan fungsional. Kriteria tersebut meliputi: (1) harus merupakan produk makanan (bukan kapsul, tablet atau serbuk) yang berasal dari bahan yang terdapat secara alami, (2) dapat dan selayaknya dikonsumsi sebagai bagian dari pangan sehari-hari dan (3) mempunyai fungsi tertentu pada waktu dicerna, serta memberikan peran tertentu dalam proses metabolisme di dalam tubuh. Kriteria ketiga inilah yang membedakan maknan fungsional dengan maknan lain. Peran yang diharapkan dari makanan kesehatan antara lain (a) memperkuat mekanisme pertahanan tubuh, (b) mencegah timbulnya penyakit tertentu, (c) membantu mengembalikan kondisi tubuh setelah sakit, (d) menjaga kondisi fisik dan mental serta (e) memperlambat proses penuaan (7).2. Tahu Sebagai Pangan Fungsional2.1. Nilai Gizi Tahu

Tahu sebagai salah satu produk olahan dari kedelai merupakan sumber protein yang sangat baik sebagai bahan substitusi bagi protein sari, daging dan telur karena jumlah protein yang dikandungnya serta daya cernanya yang tinggi. Tahu pertama sekali dibuat oleh seorang raja bangsa Cina kira-kira 200 tahun yang lalu. Sejak saat itu maka tahu sebagai produk olahan kedelai diterima sebagai suatu sumber kesehatan bagi orang Asia.

Tahu mempunyai nilai gizi yang tinggi. Per 100 gram bahan, tahu memiliki kandungan zat gizi yang lebih baik dibandingkan susu kedelai. Hal tersebut dapat dimaklumi karena tahu terbuat dari susu kedelai, dengan kadar air yang lebih rendah. Tahu mengandung energi, lemak, protein dan fosfor dua kali lebih banyak dibndingkan susu kedelai, sedangkan kadar kalsiumnya mencapai 9 kali lebih banyak. Tahu mempunyai kadr protein antara 8-12% dengan mutu protein yang dinyatakan sebagai net protein utilization NPU) sebear 65. Sebagai perbandingan, nilai NPU protein dari berbagai bahan pangan adalah telur (94), susu (82), beras merah (70), daging ayam (65) dan kacang tanah (43). Dengan demikian nilai protein tahu setara dengan protein daging ayam, dan lebih tinggi dibandingkan protein kacang tanah. Tahu mempunyai daya cerna yang sangat tinggi karena serat dan karbohidrat yang bersifat larut dalam air sebagian besar terbuang pada proses pembuatannya (2)2.2. Bahan Pembuat Tahu

Bahan baku utama dalam pembuatan tahu adalah kedelai. Disamping bernilai gizi tinggi, para peneliti menemukan bahwa kedelai mempunyai banyak efek menguntungkan kesehatan bila dikonsumsi. Kacang kedelai merupakan sumber protein tercerna yang sangat baik. Meskipun kandungan vitamin (vitamin A, E, K dan beberapa jenis vitamin B) dan mineral (K, Fe, Zn dan P) di dalamnya tinggi, kedelai rendah dalam kandungan asam lemak jenuh, dengan 60 % kandungan asam lemak tidak jenuhnya terdiri atas asam linoleat dan linolenat, yang keduanya diketahui membantu kesehatan jantung. Kacang kedelai tidak mengandung kolesterol. Makanan dari kedelai juga bebas laktosa, yang sangat cocok bagi konsumen yang menderita lactose intolerant. Pada bulan Oktober 1999, US FDA menyetujui klaim kesehatan yang menyatakan bahwa konsumsi 25 gram protein kedelai, sebagai bagian dari diet rendah lemak jenuh dan kolesterol, dapat mengurangi resiko penyakit jantung, yang merupakan penyebab kematian nomor satu di banyak negara maju. Hasil-hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kedelai dapat membantu meningkatkan kondisi penderita penyakit ginjal, tekanan darah tinggi, diabetes, osteoporosis dan beberapa jenis kanker. Penelitian medis terkini sedang meneliti lebih lanjut potensi yang menguntungkan tersebut dan mekanisme kerjanya.2.3. Koagulan dalam Pembuatan Tahu

Dalam proses pembuatan tahu digunakan bahan pembantu agar bahan baku (kedelai) dapat diproses lebih lanjut. Bahan pembantu yang digunakan salah satunya adalah koagulan (bahan penggumpal), yang digunakan untuk mengendapkan protein dan larutan padat pada sari kedelai. Beberapa contoh bahan penggumpal yang dapat digunakan yaitu (4):

a. Asam Sitrat

Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus citrus (jeruk-jerukan). Senyawa yang memiliki rumus kimia C6H8O7 ini merupakan bahan pengawet yang baik dan alami. Selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada makanan dan minuman ringan. Asam sitrat memiliki pKa 3,15. Penggunaan utama asam sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa dan pengawet makanan dan minuman serta sebagai penggumpal pada pembuatan tahu skala kecil. Asam sitrat ditambahkan pada suhu pemasakan sari kedelai 80 90 oC.

b. Asam Cuka / Asam Asetat

Asam cuka di Indonesia adalah asam cuka yang mengandung 4% asam asetat atau cuka makan. Asam asetat memiliki pKa 4,74. Asam cuka juga merupakan koagulan yang baik dalam pembuatan tahu. Dosis yang digunakan untuk 0,5 kg kedelai kering adalah sebanyak74 mL atau sekitar 16,4% dari berta kering. Asam cuka ditambahkan pada suhu pemasakan sari kedelai 80 90 oC.

c. Batu Tahu / Sioko

Batu tahu sebagai penggumpal tergolong popular. Sebagian besar kandungannya berupa kalsium sulfat berwujud padatan putih. Sebelum digunakan , batu thau harus dibakar, lalu dihaluskan kemudian dilarutkan dalam air dan diendapkan semalaman. Dosis yang digunakan adalah larutan 5 10 gr batu tahu/400 800 liter air. Larutan batu tahu ditambahkan pada suhu pemasakan sari kedelai 70 90oC.

d. Biang Tahu / Whey

Biang tahu merupakan air sisa penggumpalan sari kedelai. Sebelum digunakan, cairan ini didiamkan selama 1 2 malam agar bakteri didalamnya menghasilkan asam asetat. Setelah itu ditambahkan pada sari kedelai. Kendala yang sering muncul yaitu bila penangannya tidak higenis, maka akan tumbuh bakteri pemecah protein yang akan menggagalkan proses penggumpalan protein.

e. Kalsium Sulfat Murni / CaSO4Kalsium sulfat murni sebagai penggumpal tergolong popular. Bentuknya berupa serbuk putih. Dosis pemakainnya kira-kira 10 gr / 0,5 kg kedelai kering atau 4 gr / 0,5 kg kedelai kering. Ditambahkan pada suhu pemasakan sari kedelai 70 75oC. Dosis pertama untuk membuat tahu dengan tekstur tahu keras sedangkan dosis kedua untuk membuat tahu dengan tekstur lunak atau disebut tahu sutera.

3. IsoflavonDalam kedelai terdapat fitokimia, yaitu suatu senyawa dari tanaman yang mempunyai kemampuan biologis aktif baik pada hewan percobaan atau manusia yang mengkonsumsinya yang dikenal sebagai isoflavon. Senyawa tersebut terdapat dalam kacang-kacangan dalam jumlah yang bervariasi, tetapi satu-satunya sumber pangan berisoflavon tinggi bagi manusia adalah kedelai. Isoflavon merupakan phytoestrogen dan mempunyai struktur kimia yang mirip dengan hormon estrogen. Jika dikonsumsi oleh hewan percobaan atau manusia, isoflavon akan menghasilkan efek estrogen lemah. Dua jenis isoflavon utama dalam kedelai adalah genistein dan daidzein dan masing-masing dengan glikosidanya. Sebagian besar isoflavon dalam kedelai terdapat dalam bentuk glikosida, yaitu genistein dan daidzei (6)Makanan yang terbuat dari kedelai mempunyai jumlah isoflavon yang bervariasi, tergantung bagaimana mereka diproses. Makanan dari kedelai seperti tahu, susu kedelai, tepung kedelai dan kedelai utuh mempunyai kandungan isoflavon yang berbeda-beda. Tabel berikut ini menunjukkan kadar isoflavon beberapa produk olahan kedelai.

Soy productsisoflavones (g/g)Genistein (g/g)Daidzein (g/g)Glycitein (g/g)

Roasted soybeans 26611426941294

Soy-protein isolate 987640191156

Tempeh 86542240538

Tofu 53224523849

Protein concentrate7319054

Soy drink282170

3.1 Efek Fisiologis IsoflavonHasil-hasil penelitian di berbagai bidang kesehatan telah membuktikan bahwa konsumsi produk-produk kedelai berperan penting dalam menurunkan resiko terkena penyakit. Isoflavon dalam kedelai telah dipelajari untuk menjelaskan efek fisiologis dari kedelai tersebut. Ternyata, dalam beberapa kasus penyakit, isoflavon merupakan faktor kunci dalam kedelai sehingga memiliki potensi memerangi penyakit tertentu.1. Mencegah kanker

Telah dibuktikan bahwa isoflavon mengadakan aksi inhibisitirosin kinase yakni menghambat pertumbuhan dan perkembangan sel sehingga dapat digunakan sebagai pencegahan penyakit kanker. Mekanisme isoflavon dalam hal ini dengan mencegah inhibisi topoisomerase 1, 2 transkripsi DNA yakni mencegah replikasi DNA yang menghasilkan protein yang tidak normal (8).Isoflavon bertindak sebagai agen antikanker yang melawan sel-sel kanker. Melindungi tubuh dari kanker hormon seperti itu dari rahim, payudara dan prostat.

Studi epidemologi telah membuktikan bahwa masyarakat yang secara teratur mengkonsumsi makanan dari kedelai, memiliki kasus kanker payudara, kolon dan prostat yang lebih rendah. Bukti ini telah mendorong para peneliti untuk meneliti kemungkinan pengaruh fitoestrogen terhadap resiko kanker. Wanita dengan produksi hormon estrogen yang berlebihan mempunyai resiko terkena kanker payudara. Fitoestrogen mempunyai efek estrogen yang lemah, dan dapat berikatan dengan reseptor estrogen. Secara teoritis hal ini berarti isoflavon (fitoestrogen) bertindak sebagai anti-estrogen, sehingga menurunkan resiko kanker (8).

2. Mencegah osteoporosisOsteoporosis menyebabkan tulang menjadi lebih mudah keropos dan rapuh karena kekrangan kalsium dan mineral lain. Hal ini biasanya tanpa gejala, sampai pada akhirnya timbul rasa sakit dan mungkin bisa terjadi fraktur pada tulang. Makanan dari kedelai dapat membantu mencegah osteoporosis. Berdasarkan kemiripan struktur isoflavon dengan estrogen beberapa studi menyebutkan bahwa isoflavon dapat mengurangi kecepatan penurunan massa tulang yang mungkin timbul di awal menopouse pada wanita (1,4,9,12). Isoflavone daidzein dan genistein yang ditemukan dalam jumlah yang cukup besar dalam kedelai dapat secara langsung menghambat resorpsi tulang (3). Dengan adanya kalsium, kedelai akan dengan mudah diabsorpsi oleh tubuh. Makanan kedelai mempunyai peran yang penting dalam melindungi kesehatan tulang. Sebuah studi yang dilakukan oleh Erdman dan Potter menjelaskan bahwa setelah enam bulan mengkonsumsi kedelai dapat secara signifikan meningkatkan kadar mineral dan densitas tulang. Protein kedelai membantu dalam penyerapan yang lebih baik kalsium dalam tulang. Isoflavon yang hadir dalam makanan kedelai berfungsi untuk memperlambat kehilangan tulang dan menghambat kerusakan tulang yang pada gilirannya mencegah osteoporosis.3. Mencegah Penyakit Kardiovaskular

Isoflavon mempunyai peran yang penting dalam memperbaiki fungsi pembuluh darah. Protein dan isoflavon yang hadir dalam kedelai, membantu dalam menurunkan kadar kolesterol LDL, meningkatkan kadar HDL serta penurunan kemungkinan kekakuan arteri dan pembekuan darah sehingga dapat mengurangi risiko penyakit jantung dan stroke (5).

4. Sebagai AntioksidanMengkonsumsi kedelai dan produk olahannya sangat bermanfaat dalam meningkatkan kapasitas antioksidan alami yang ada dalam tubuh. Aktivitas enzim antioksidan seperti superoxide dismutase, catalase, dan ghlutathione peroxidase secara signifikan meningkat dengan adanya genestein yang terkandung di dalam isoflavon.3.2 Protein Kedelai dan Osteoporosis

Konsumsi protein yang tinggi akan meningkatkan eksresi (pembuangan) kalsium keluar dari tubuh, sehingga meningkatkan peluang terjadinya retak pada tulang. Konsumsi protein hewani yang tinggi akan menyebabkan kehilangan kalsium yang lebih besar dibandingkan konsumsi protein nabati. Beberapa hal yang menyebabkan adanya hubungan yang menguntungkan antara protein kedelai dan kalsium sebagai pencegah osteoporosis adalah :

Kedelai rendah kandungan asam amino bersulfur. Asam amino bersulfur dapat menghambat resorpsi kalsium oleh ginjal, yang menyebabkan lebih banyak kehilangan kalsium dalam urine.

Protein hewani diketahui mempunyai kandungan phosfor dan phosfat yang tinggi, dan tingginya kandungan phosfor dan phosfat tersebut menyebabkan kehilangan kalsium dari tubuh. Oleh karena itu, penggantian protein hewani dengan protein kedelai dapat mengurangi kehilangan tersebut.4. PenutupSalah satu produk pangan fungsonal yang mempunyai nilai gizi tinggi adalah tahu, yang merupakan salah satu produk olahan dari kedelai, sumber protein yang di dalamnya terdapat isoflavon.

Isoflavon dalam kedelai mempunyai peran yang besar pada kehidupa manusia. Diantaranya adalah sebagai pencegah kanker, pencegah penyakit kardiovaskular, pencegah osteoporosis dan sebagai antioksidan. Konsumsi protein yang tinggi akan meningkatkan eksresi (pembuangan) kalsium keluar dari tubuh, sehingga meningkatkan peluang terjadinya retak pada tulang. Konsumsi protein hewani yang tinggi akan menyebabkan kehilangan kalsium yang lebih besar dibandingkan konsumsi protein nabati.DAFTAR PUSTAKA1. Anderson J.W., Johnstone B.M., Cook-Newell M.E.1995. Meta-analysis of the effects of soy protein intake on serum lipids. N Engl J Med.;333(5):276-282. 2. Astawan, Made. 2009. Sehat dengan hidangan kacang dan biji-bijian. Bogor: Penebar Swdaya

3. Chen Y.M., Ho S.C., Lam S.S., Ho S.S., Woo J.L. 2004. Beneficial effect of soy isoflavones on bone mineral content was modified by years since menopause, body weight, and calcium intake: a double-blind, randomized, controlled trial. Menopause. 11(3): 246-254. 4. Cheong J.M., Martin B.R., Jackson G.S. 2007. Soy isoflavones do not affect bone resorption in postmenopausal women: a dose-response study using a novel approach with 41Ca. J Clin Endocrinol Metab;92(2):577-582. 5. Jooyandeh, H. 1990. Soy Products as Healthy and Functional Foods. Middle-East Journal of Scientific Research 7 (1): 71-806. Kridawati, Atik. 2011. Pemanfaatan Isoflavon Untuk Kesehatan Jurnal Respati, I (1): 69 77 7. Marsono, Yustinus. 2008. Prospek Pengembangan Makanan Fungsional. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi, Vol. 7 No.1: 19 278. Messina, J. Persky V, Setchell K.D, and Barnes S. 1994. Soy intake and Cancer: A review of the Invitro and Invivo Data. Nutr Cancer 21, 113-1319. Newton K.M., LaCroix A.Z., Levy L.2006. Soy protein and bone mineral density in older men and women: a randomized trial. Maturitas.55(3):270-277. 10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK 00.05.52.0685, Tahun 2005.11. Saragih, P. Y, 2001. Membuat aneka tahu. Depok: Penerbar Swadaya12. Teede H.J., Giannopoulos D., Dalais F.S., Hodgson J., McGrath B.P.2006. Randomised, controlled, cross-over trial of soy protein with isoflavones on blood pressure and arterial function in hypertensive subjects. J Am Coll Nutr.;25(6):533-540

11