T1_652008022_Full text

21
2 PENDAHULUAN Kedelai (Glycine max (L.) Merr) merupakan sumber protein nabati yang sangat penting dalam kehidupan. Protein yang terdapat pada kedelai yaitu sebesar 35 %, bahkan pada varietas unggul memiliki kadar protein yang tinggi sekitar 40 – 43 % (Margono, 2000). Di Indonesia, sekitar 90% kedelai diolah sebagai bahan pangan. Pengolahan kedelai sebagai bahan pangan didominasi oleh tempe (sebanyak 50%) dan sisanya diolah menjadi tahu, oncom, susu kedelai serta kecap (FAOSTAT, 2005 dalam Ginting dkk, 2009). Untuk memenuhi kebutuhan industri pangan berbahan baku kedelai, beberapa varietas unggul kedelai lokal dilepas akhir-akhir ini diantaranya Argomulyo, Bromo, Burangrang, Wilis, Anjasmoro dan Grobogan (Ginting, 2010). Kedelai lokal varietas Grobogan memiliki keunggulan yaitu bobot biji yang besar (18 g/ 100 biji), kadar protein lebih tinggi dibanding dengan kedelai impor maupun varietas Wilis yang sudah lama dibudidayakan petani, serta pengolahannya menjadi tempe memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibanding dengan kedelai impor (Anonim 1 , 2011; Widyanti, 2011). Tempe adalah produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus sp. (Rusmin dan Ko, 1974). Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Kandungan protein yang terdapat dalam tempe lebih tinggi dibandingkan dengan produk olahan kedelai yang lain. Hermana (1985) dalam Ginting (2010) menyebutkan bahwa kandungan protein pada tempe adalah sebesar 18,3 %, sedangkan kandungan protein pada tauco 10,4 %, tahu 7,9 %, kecap 5,5 %, dan susu kedelai 2,8 %. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe seperti protein dan karbohidrat, lebih mudah dicerna, diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini dikarenakan jamur Rhizopus sp. yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990). Dalam proses pembuatan tempe terdapat tiga tahap utama yaitu perendaman, perebusan, dan fermentasi. Pada proses fermentasi dibutuhkan inokulum tempe yang biasa disebut dengan ragi tempe atau usar. Inokulum tempe atau ragi tempe adalah

description

• Spesifikasi:- Diameter piringan gergaji dapat mencapai 200 sampai 400 mm dengan ketebalan 0,5 mm.- Ketelitian gerigi pada keliling piringan memiliki ketinggian antara 0,25 mm sampai 0,50 mm- Pada proses penggergajian ini selalu digunakan cairan pendingin.- Daya 350 watt.- Tegangan 220 volt.- Kuat arus 1,5 A

Transcript of T1_652008022_Full text

  • 2

    PENDAHULUAN

    Kedelai (Glycine max (L.) Merr) merupakan sumber protein nabati yang sangat

    penting dalam kehidupan. Protein yang terdapat pada kedelai yaitu sebesar 35 %,

    bahkan pada varietas unggul memiliki kadar protein yang tinggi sekitar 40 43 %

    (Margono, 2000). Di Indonesia, sekitar 90% kedelai diolah sebagai bahan pangan.

    Pengolahan kedelai sebagai bahan pangan didominasi oleh tempe (sebanyak 50%) dan

    sisanya diolah menjadi tahu, oncom, susu kedelai serta kecap (FAOSTAT, 2005 dalam

    Ginting dkk, 2009).

    Untuk memenuhi kebutuhan industri pangan berbahan baku kedelai, beberapa

    varietas unggul kedelai lokal dilepas akhir-akhir ini diantaranya Argomulyo, Bromo,

    Burangrang, Wilis, Anjasmoro dan Grobogan (Ginting, 2010). Kedelai lokal varietas

    Grobogan memiliki keunggulan yaitu bobot biji yang besar (18 g/ 100 biji), kadar

    protein lebih tinggi dibanding dengan kedelai impor maupun varietas Wilis yang sudah

    lama dibudidayakan petani, serta pengolahannya menjadi tempe memiliki kandungan

    gizi yang lebih tinggi dibanding dengan kedelai impor (Anonim1, 2011; Widyanti,

    2011).

    Tempe adalah produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus sp.

    (Rusmin dan Ko, 1974). Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh

    tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Kandungan protein yang terdapat

    dalam tempe lebih tinggi dibandingkan dengan produk olahan kedelai yang lain.

    Hermana (1985) dalam Ginting (2010) menyebutkan bahwa kandungan protein pada

    tempe adalah sebesar 18,3 %, sedangkan kandungan protein pada tauco 10,4 %, tahu 7,9

    %, kecap 5,5 %, dan susu kedelai 2,8 %. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat

    gizi tempe seperti protein dan karbohidrat, lebih mudah dicerna, diserap dan

    dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini dikarenakan jamur Rhizopus sp. yang tumbuh pada

    kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang

    mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990).

    Dalam proses pembuatan tempe terdapat tiga tahap utama yaitu perendaman,

    perebusan, dan fermentasi. Pada proses fermentasi dibutuhkan inokulum tempe yang

    biasa disebut dengan ragi tempe atau usar. Inokulum tempe atau ragi tempe adalah

  • 3

    bahan yang digunakan sebagai agensia untuk mengubah kedelai menjadi tempe yang

    mengandung jamur tempe Rhizopus sp. Jamur tempe akan tumbuh dan melakukan

    kegiatan fermentasi. Istilah usar mengacu pada inokulum tempe yang dibuat secara

    tradisional dengan menggunakan daun waru (Hibiscus sp.) atau daun jati (Tectona

    grandis). Jamur tempe akan menempel pada permukaan bagian bawah daun jati atau

    daun waru setelah beberapa hari dan dapat digunakan setelah dikeringkan terlebih

    dahulu (Anonim2,2011).

    Usar (inokulum tempe yang dibuat secara tradisional) telah lama dikenal dan

    digunakan oleh masyarakat. Selain itu masyarakat juga mengenal jenis inokulum yang

    lain yaitu inokulum buatan LIPI (Sukardi dkk., 2008). Seiring dengan perkembangan

    ilmu pengetahuan, kini para pengrajin tempe banyak menggunakan inokulum buatan

    LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) sebagai pengganti usar. Pemakaian

    inokulum buatan LIPI sangat mudah untuk dilakukan dibanding dengan usar. Selain itu,

    tempe yang dihasilkan dengan memakai inokulum buatan LIPI lebih stabil karena lebih

    sedikit mengandung bakteri kontaminan. Meskipun demikian, takaran penggunaan

    inokulum bubuk oleh pengrajin tempe berbeda-beda sehingga dimungkinkan tempe

    yang dihasilkan memiliki kandungan gizi yang berbeda pula.

    Modifikasi dalam pembuatan tempe dengan mempergunakan beberapa

    konsentrasi inokulum ditinjau dari karakteristik fisik maupun kimia sejauh ini belum

    banyak dilakukan. Oleh sebab itu, harapan dari penelitian ini adalah menghasilkan

    tempe dari kedelai lokal (Grobogan) yang memiliki penampilan baru disamping itu juga

    kaya akan kandungan gizi serta dapat berperan dalam peningkatan kualitas tempe dan

    dapat diterima oleh masyarakat.

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

    1. Memperoleh data karakteristik fisik (bau, warna, rasa, kepadatan) dan kimiawi

    (kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar) tempe kedelai lokal (Grobogan) antar

    berbagai konsentrasi inokulum LIPI.

    2. Menentukan konsentrasi inokulum terbaik dari tempe kedelai lokal (Grobogan)

    ditinjau dari karakteristik fisik (bau, warna, rasa, kepadatan) dan kimiawi (kadar air,

    abu, protein, lemak, serat kasar).

  • 4

    METODA PENELITIAN

    Bahan

    Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe dari kedelai lokal

    (Grobogan) yang telah difermentasi dengan inokulum bubuk buatan LIPI (merk

    Raprima).

    Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaOH (PA, E-Merck,

    Germany), H2SO4 (PA, E-Merck, Germany), Alkohol (derajat teknis), dietil eter (derajat

    teknis), dan akuades.

    Piranti

    Piranti yang digunakan adalah cawan petri, cawan porselin, oven, furnace

    (Vulcan A-550), neraca analitik Acis AD 300, neraca mettler H-80, kertas saring, kolf,

    waterbath, kondensor, alat destilasi, soxhlet, corong Buchner, dan piranti gelas.

    Pembuatan Tempe (Santoso, 1993)

    Sebanyak 100 g kedelai lokal (Grobogan) disortir, dicuci dengan air bersih

    kemudian direbus selama 30 menit. Setelah direbus, kedelai rebusan dibiarkan terendam

    semalam hingga menghasilkan kondisi asam. Selanjutnya, dilakukan pengupasan kulit

    ari dan sekali lagi kedelai dicuci. Setelah itu, dilakukan perebusan yang kedua selama

    60 menit kemudian kedelai ditiriskan dan didinginkan. Kedelai kemudian diinokulasi

    dengan inokulum LIPI (merk Raprima) (0,1 g; 0,15 g; 0,2 g; 0,25 g; 0,3 g) dan

    dibungkus dengan plastik. Penginkubasian dilakukan pada suhu ruang selama 2 hari (48

    jam).

    Analisis Karakteristik Fisik Tempe

    Analisis karakteristik fisik tempe kedelai lokal (Grobogan) dilakukan pada jam ke-48

    (fermentasi) meliputi warna, bau, rasa dan kepadatan tempe.

  • 5

    Preparasi Sampel

    Tempe kedelai lokal (Grobogan) yang sudah jadi dihaluskan dengan mortar,

    selanjutnya tempe yang telah halus tersebut digunakan menjadi sampel yang akan diuji

    kandungan gizinya.

    Pengukuran Kadar Air (SNI, 2009)

    Sebanyak 2 gram sampel ditimbang ke dalam cawan petri yang sudah diketahui

    bobotnya, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu (100 + 5) 0C. Setelah itu, didinginkan

    dalam desikator dan ditimbang sampai bobot tetap.

    Kadar Air (%)

    Ket: W0 = massa cawan petri kosong dan tutupnya (g)

    W1 = massa cawan petri kosong, tutup dan sampel sebelum dioven (g)

    W2 = massa cawan petri kosong, tutup dan sampel setelah dioven (g)

    Pengukuran Kadar Abu (SNI, 2009)

    Sebanyak 2 gram sampel ditimbang ke dalam cawan porselin yang telah kering

    dan sudah diketahui bobotnya, kemudian dipijarkan dalam tanur pada suhu 8000C

    sampai diperoleh abu berwarna keputih-putihan. Cawan dan abu dimasukkan kedalam

    desikator dan ditimbang setelah dingin.

    Kadar Abu (%)

    Ket: W0 = massa cawan kosong (g)

    W1 = massa cawan dan sampel sebelum diabukan (g)

    W2 = massa cawan dan sampel setelah diabukan (g)

    Pengukuran Kadar Protein N-Total

    Kadar protein diukur dengan menggunakan metode Kjeldahl di Laboratorium

    Kimia Dasar, Fakultas Teknologi Pangan Universitas Katolik Soegijapranata dengan

    spesifikasi alat sebagai berikut:

    Alat destruksi : DK 20 VELP

  • 6

    Alat destilasi : UDK VELP 142

    Pengukuran Kadar Lemak Metoda Gravimetri (Sudarmadji dkk., 1997)

    Sebanyak 4 gram sampel diekstrak menggunakan soxhlet dengan 150 ml pelarut

    dietil eter dengan suhu 50 - 600C selama 3 - 4 jam. Sisa pelarut diuapkan dengan alat

    destilasi. Selisih labu yang berisi lemak dan labu kosong, ditimbang dan bobotnya

    dihitung sebagai % kadar lemak tempe.

    Kadar Lemak (%)

    Ket: W = massa sampel (g)

    W0 = massa labu kosong (g)

    W1 = massa labu kosong dan lemak (g)

    Pengukuran Kadar Serat Kasar (SNI, 2009)

    Sebanyak 2 gram sampel yang telah bebas dari lemak dimasukkan ke dalam

    erlenmeyer 750 ml. Kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 1,25%, dan dididihkan

    selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak. Setelah itu, ditambahkan lagi

    200 ml NaOH 3,25% dan dididihkan lagi selama 30 menit. Dalam keadaan panas

    disaring kedalam corong Buchner berisi kertas saring yang telah diketahui bobotnya

    (lebih dahulu dikeringkan pada 105 0C selama 30 menit). Dicuci berturut-turut dengan

    air panas, H2SO4 1,25%, air panas dan alkohol 96%. Kertas saring dengan isinya

    diangkat dan dimasukkan ke dalam cawan pijar yang telah diketahui bobotnya, lalu

    dikeringkan pada 105 0C selama 1 jam hingga bobot tetap. Setelah itu cawan seisinya

    diabukan dan dipijarkan, lalu ditimbang sampai bobot tetap.

    Kadar serat kasar =

    Ket: A = massa cawan + kertas saring + residu (g)

    B = massa cawan + abu (g)

    C = massa kertas saring (g)

  • 7

    Analisis Data (Steel dan Torie, 1989)

    Data (kadar air, abu, protein, lemak, dan serat kasar) yang diperoleh dianalisis

    dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 perlakuan dan 5

    ulangan. Sebagai perlakuan adalah banyaknya penambahan inokulum bubuk buatan

    LIPI pada kedelai lokal (Grobogan) siap fermentasi yaitu 0,1% b/b (0,1 g inokulum/ 100

    g kedelai), 0,15% b/b, 0,2% b/b, 0,25% b/b, dan 0,30% b/b, sedangkan sebagai

    kelompok adalah waktu analisis. Untuk membandingkan antar purata digunakan uji

    Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Karakteristik Fisik dan Kimia Tempe

    Karakteristik Fisik

    Bau dinyatakan normal jika tidak tercium bau asing. Warna normal adalah putih

    atau keabu-abuan yang dihasilkan dari proses fermentasi tempe. Rasa yang normal

    dinyatakan bila tidak terasa rasa asing (SNI, 2009). Tekstur tempe yang padat jika biji

    kedelai semuanya terselimuti oleh hifa Rhizopus sp.

    Karakteristik fisik tempe kedelai varietas Grobogan dengan penambahan

    berbagai konsentrasi inokulum dapat dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1. Karakteristik Fisik Tempe Dari Kedelai Lokal Antar Berbagai Konsentrasi Inokulum

    Konsentrasi Inokulum (b/b) Kenampakan 0,1 % 0,15 % 0,2 % 0,25 % 0,3 % SNI* Bau Normal,

    khas Normal, khas

    Normal, khas

    Normal, khas

    Normal, khas

    Normal, khas

    Warna Normal Normal Normal Normal Normal Normal Rasa Normal Normal Normal Normal Normal Normal Kepadatan Kurang

    padat dan kompak

    Padat, kompak

    Padat, kompak

    Padat, kompak

    Padat, kompak

    -

    *Sumber: SNI 3144, 2009

    Berdasarkan Tabel 1, secara umum karakteristik fisik tempe (meliputi bau,

    warna dan rasa) dengan berbagai konsentrasi inokulum sesuai dengan kriteria SNI

  • 8

    3144:2009. Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh

    pada permukaan biji kedelai. Bau langu pada kedelai yang diakibatkan oleh aktivitas

    enzim lipoksigenase dalam hal ini juga dapat hilang karena pada proses fermentasi

    tempe. Selain itu terjadi proses degradasi komponen-komponen dalam kedelai sehingga

    menyebabkan terbentuknya bau yang khas/ spesifik setelah fermentasi. Aroma tempe

    yang khas terutama ditentukan oleh pertumbuhan kapang dan pemecahan komponen-

    komponen dalam kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana yang bersifat volatil

    seperti amonia, aldehid, dan keton ( Kasmidjo,1990; Shurtleff dan Aoyagi, 1979).

    Namun, bila dilihat dari aspek kepadatan tempe, penambahan inokulum dengan

    konsentrasi kecil (0,1%) menghasilkan tempe yang kurang padat dan kompak. Tekstur

    yang kurang kompak tersebut disebabkan kurangnya miselia jamur yang

    menghubungkan antar kedelai. Pada penambahan konsentrasi inokulum 0,15%-0,3%

    terlihat bahwa miselia yang terbentuk secara visual meningkat sehingga dapat

    mempengaruhi tekstur atau kepadatan tempe.

    Karakteristik fisik tempe dengan berbagai konsentrasi inokulum sesuai dengan

    kriteria SNI 3144:2009 yaitu memiliki bau normal (khas tempe), warna normal (putih),

    serta rasa yang normal (rasa khas tempe dan tidak terasa rasa asing).

    Karakteristik Kimia

    Karakteristik kimia tempe yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan serat

    kasar pada tempe kedelai varietas Grobogogan dengan penambahan berbagai

    konsentrasi inokulum dapat dilihat pada Tabel 2.

  • 9

    Tabel 2. Purata Kadar Air, Abu, Protein, Lemak dan Serat Kasar Tempe Berbagai Konsentrasi Inokulum dan SNI 3144:2009

    * Sumber : SNI 3144, 2009

    Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa terjadi penurunan kadar pada kadar protein,

    lemak dan kadar abu seiring dengan penambahan konsentrasi inokulum pada tempe

    kedelai varietas Grobogan. Kadar Air tempe dengan berbagai konsentrasi inokulum

    sama yaitu diantara 60,42%-60,74%. Sebaliknya kadar serat kasar tempe berbagai

    konsentrasi inokulum meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi inokulum.

    Kadar air, kadar abu, protein dan lemak tempe dengan berbagai konsentrasi inokulum

    sesuai dengan kriteria SNI, tetapi kandungan serat kasar masing-masing tempe memiliki

    nilai yang lebih tinggi dari SNI dimana maksimal standar serat kasar adalah 2,5 %.

    Kadar Air Tempe

    Kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan karena dapat

    mempengaruhi cita rasa, tekstur dan aroma dari bahan pangan tersebut. Hal ini

    merupakan salah satu sebab mengapa dalam pengolahan pangan, air tersebut sering

    dikeluarkan atau dikurangi dengan cara penguapan dan pengentalan atau pengeringan.

    Pengurangan kandungan air dalam bahan pangan tersebut bertujuan agar bahan pangan

    lebih awet dan tahan lama. Kadar air tempe padaberbagai konsentrasi inokulum dapat

    dilihat pada Gambar 1.

    Konsentrasi Inokulum (b/b)

    0,1% 0,15% 0,2% 0,25% 0,3% SNI*

    Kadar Air (%)

    Kadar Abu (%)

    Protein (%)

    Lemak (%)

    Serat Kasar (%)

    60,420,83

    1,190,07

    19,560,84

    23,641,19

    5,270,40

    60,530,70

    1,160,10

    19,010,64

    22,860,83

    5,510,27

    60,741,03

    1,090,09

    18,470,58

    22,540,88

    5,700,11

    60,691,09

    1,050,06

    17,940,86

    21,981,10

    5,980,33

    60,590,60

    1,000,05

    17,480,74

    20,90,76

    6,720,48

    Maks. 65

    Maks.1,5

    Min. 16

    Min. 10

    Maks. 2,5

  • 10

    Gambar 1. Histogram Kadar Air Tempe dalam Berbagai Konsentrasi

    Inokulum

    Berdasarkan Gambar 1, terlihat bahwa kadar air tempe varietas Grobogan sama.

    Kadar air tempe dengan variasi penamabahan inokulum berkisar antara 60,42%-

    60,74%. Hal ini dapat dikatakan bahwa penambahan konsentrasi inokulum pada proses

    fermentasi tempe tidak mempengaruhi kadar air tempe yang dihasilkan. Kadar air yang

    terdapat pada tempe memungkinkan pertumbuhan kapang Rhizopus sp dapat tumbuh

    dengan baik. Kebanyakan kapang membutuhkan nilai aw 0,75-0,99 untuk dapat hidup

    (Dwidjoseputro, 1985).

    Hasil kadar air yang di dapat tidak jauh berbeda dengan penelitian Widyanti

    (2011) yaitu sebesar 61,28 + 0,09 untuk kadar air tempe kedelai Grobogan tanpa

    substitusi kedelai impor. Hal ini dikarenakan bahan baku untuk kedelai yang digunakan

    sama yaitu kedelai Grobogan.

    Variasi penambahan konsentrasi inokulum pada proses fermentasi tempe kedelai

    varietas Grobogan tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar air pada tempe. Kadar

    air yang terkandung di dalam tempe telah sesuai dengan kriteria pada SNI 3144:2009

    yaitu maksimal 65%.

  • 11

    Kadar Abu Tempe

    Kadar abu adalah material yang tertinggal bila bahan makanan dipijarkan dan

    dibakar pada suhu sekitar 500o-800oC. Semua bahan organik akan terbakar sempurna

    menjadi air, CO2 dan NH3 sedangkan elemen-elemen tertinggal sebagai oksidasinya.

    Kadar abu yang terdapat di dalam suatu bahan menunjukkan adanya kandungan mineral

    pada bahan tersebut, seperti kandungan besi, kalsium dan tembaga.

    Kadar abu tempe kedelai varietas Grobogan antar berbagai konsentrasi inokulum

    dapat dilihat dalam Gambar 2.

    Gambar 2. Histogram Kadar Abu Tempe dalam Berbagai Konsentrasi

    Inokulum

    Berdasarkan Gambar 2, kadar abu tempe mengalami penurunan seiring dengan

    penambahan konsentrasi inokulum. Kadar abu yang didapat berkisar antara 1,00%-

    1,19% dengan kadar abu tertinggi pada penambahan konsentrasi inokulum 0,1%.

    Penurunan kadar abu pada penambahan berbagai konsentrasi inokulum tersebut

    disebabkan oleh aktivitas kapang Rhizopus sp. Penambahan konsentrasi inokulum

    memungkinkan lebih banyak kapang Rhizopus sp yang tumbuh. Mineral yang terdapat

    pada tempe akan digunakan kapang untuk pertumbuhan. Mineral yang dibutuhkan

    kapang dalam jumlah relatif besar (makronutrien) misalnya kalium, magnesium,

    kalsium, natrium, dan besi biasanya diperlukan untuk menyusun bahan-bahan seluler.

  • 12

    Sedang mineral yang dibutuhkan dalam jumlah relatif sedikit (mikronutrien) misalnya

    seng, tembaga, mangan dan molibdenum biasanya dibutuhkan sebagai kofaktor dari

    berbagai enzim (Timotius, 1980).

    Menurut Mudambi dan Radjagopal (1980) kadar abu yang merupakan mineral

    secara umum tidak akan terjadi perubahan selama proses penyimpanan tempe, namun

    dengan naiknya kadar air menyebabkan terjadinya kenaikan berat basah pada tempe,

    sehingga persentase abu menurun. Dalam kondisi yang sama semakin banyak

    penambahan konsentrasi inokulum maka proses fermentasi akan berjalan lebih cepat

    yang diakibatkan oleh aktivitas mikrob pada tempe sehingga akan menghasilkan air

    yang lebih banyak dan kandungan abu pada tempe akan semakin menurun.

    Kadar abu yang terkandung pada tempe dengan berbagai konsentrasi inokulum

    sesuai dengan analisa di atas sesuai dengan kriteria standar mutu tempe menurut SNI

    3144:2009 yaitu maksimal 1,5%.

    Kadar Protein Tempe

    Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti

    bahan makronutrien lainnya (karbohidrat, lemak), protein ini berperan lebih penting

    dalam pembentukan biomolekul daripada sumber energi. Namun, demikian apabila

    organisme sedang kekurangan energi, maka protein ini dapat juga di pakai sebagai

    sumber energi. Keistimewaan lain dari protein adalah strukturnya yang selain

    mengandung N, C, H, O, kadang mengandung S, P, dan Fe (Sudarmadji, 1989).

    Pada proses fermentasi kapang Rhizopus oligosporus mempunyai peran penting

    dalam aspek gizi tempe karena kapang ini lebih banyak mensintesa enzim protease

    daripada spesies kapang yang lain (Purwaningsih, 2008). Dengan adanya aktivitas

    enzim protease maka protein dapat terurai menjadi komponen penyusunnya berupa

    asam amino-asam amino sehingga lebih muda diserap oleh tubuh. Muchtadi (1992)

    dalam Wardhani dkk (2008) menyatakan bahwa suatu protein dapat dicerna ditunjukkan

    oleh tingginya jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh tubuh,

    sebaliknya suatu protein sukar dicerna dapat ditunjukkan oleh rendahnya jumlah asam-

  • 13

    asam amino yang dapat diserap tubuh karena sebagian besar dibuang oleh tubuh

    bersama tinja.

    Gambar 3. Histogram Kadar Protein Tempe dalam Berbagai Konsentrasi

    Inokulum

    Dari Gambar 3 terlihat bahwa penambahan konsentrasi inokulum memberikan

    pengaruh terhadap penurunan kadar protein. Kadar protein tersebut berkisar antara

    17,48%-19,56%. Penambahan konsentrasi inokulum memungkinkan lebih banyak

    jumlah kapang Rhizopus sp. yang tumbuh. Jumlah asam amino bebas pada tempe jauh

    lebih besar daripada kedelai karena aktivitas enzim protease yang dihasilkan kapang

    Rhizopus sp. tetapi setelah proses fermentasi 48 jam, jumlah asam amino keseluruhan

    mengalami penurunan dengan kisaran 3,62-27,9%. Setelah proses fermentasi

    kandungan total asam amino akan mengalami penurunan tetapi asam amino bebas akan

    meningkat dengan tajam, hal ini disebabkan karena kapang Rhizopus sp. memakai asam

    amino sebagai sumber N (nitrogen) untuk pertumbuhannya (Murata et al. dalam Astuti

    et al., 2000).

    Variasi penambahan inokulum berpengaruh terhadap kadar protein tempe yang

    dinyatakan dengan N-total. Semakin banyak penambahan inokulum maka kadar protein

    akan semakin menurun. Berdasarkan hasil analisa di atas dapat diketahui bahwa kadar

  • 14

    protein tempe telah memenuhi standar mutu tempe SNI 3144:2009 yang menyebutkan

    bahwa minimal kadar protein tempe yaitu 16%.

    Kadar Lemak Tempe

    Lemak merupakan sumber energi yang efisien dan sisimpan di dalam tubuh

    secara langsung. Lemak berbeda dengan karbohidrat dan protein karena tidak terdiri

    dari polimer satuan-satuan molekuler. Setiap gram lemak mengandung kalori 2,25 kali

    dari jumlah kalori yang dihasilkan oleh satu gram protein atau karbohidrat. Lemak

    selalu tercampur dengan komponen-komponen lain di dalam makanan misalnya

    vitamin-vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A, D, E, K, sterol misalnya

    zoosterol di dalam lemak hewan dan fitosterol di dalam lemak sayuran, fosfolipid yang

    berperan sebagai zat pengemulsi, dengan protein yaitu lipoprotein atau dengan

    karbohidrat yaitu glikolipid (Winarno, 1980).

    Kadar lemak tempe kedelai varietas Grobogan dengan berbagai konsenstrasi

    inokulum dapat dilihat pada Gambar 4.

    Gambar 4. Histogram Kadar Lemak Tempe dalam Berbagai Konsentrasi

    Inokulum

    Berdasarkan Gambar 4, kadar lemak pada tempe mengalami penurunan seiring

    dengan penambahan konsentrasi inokulum. Kadar lemak tempe yang didaptkan berkisar

  • 15

    antara 20,9%-23,64% dengan kadar lemak tertinggi pada penambahan konsentrasi

    inokulum 0,1%. Penurunan kadar lemak tersebut dipengaruhi oleh aktivitas enzim

    lipase yang dihasilkan oleh kapang Rhizopus sp. Selama proses fermentasi enzim lipase

    akan menghidrolisis trigliserol menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas tersebut

    kemudian digunakan sebagai sumber energi oleh kapang Rhizopus sp. sehingga

    mengakibatkan kandungan lemak pada tempe rendah seiring dengan penambahan

    konsentrasi inokulum. Kapang Rhizopus oligosporus dan R. stolonifer mengunakan

    asam linoleat, asam oleat, serta asam palmitat sebagai sumber energi, oleh karena itu

    selama proses fermentasi kandungan asam linoleat, asam oleat, dan asam palmitat

    mengalami penurunan (Astuti et al., 2000). Hal serupa juga dinyatakan oleh Wang et al.

    (1968) bahwa kapang lebih mudah menggunakan lemak sebagai sumber energi daripada

    karbohidrat sehingga menyebabkan penurunan kandungan lemak tempe selama proses

    fermentasi. Meskipun demikian, asam lemak bebas tidak secara langsung digunakan

    oleh kapang. Sapuan dan Sutrisno (1996) menyatakan bahwa pada pemeraman 12 jam

    pertama enzim yang aktivitasnya tinggi adalah amilase, pada periode fermentasi 12-24

    jam aktivitas enzim protease yang paling tinggi, dan setelah pemeraman 24-36 jam

    aktivitas enzim lipase yang paling tinggi.

    Penambahan konsentrasi inokulum pada tempe kedelai varietas Grobogan

    mempengaruhi kadar lemak yang terkandung didalamnya. Semakin banyak

    penambahan konsentrasi inokulum maka kadar lemak akan semakin menurun. Kadar

    lemak yang didapat masih sesuai dengan standar mutu tempe SNI 3144:1009 yaitu

    minimal 10%.

    Kadar Serat Kasar Tempe

    Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam

    atau basa kuat, bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar

    yaitu Asam Sulfat (H2SO4 1,25%) dan Natrium Hidroksida (NaOH 3,25%). Serat kasar

    adalah serat tumbuhan yang tidak larut dalam air. Serat adalah zat non gizi yang

    berperan mengikat air, selulosa dan pektin. Istilah dari serat makanan (dietary fiber)

    harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam

  • 16

    analisa proksimat bahan pangan. Kandungan serat kasar dapat digunakan untuk

    mengevaluasi suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses

    pemisahan antara kulit dan kotiledon, dengan demikian persentase serat dapat dipakai

    untuk menentukan kemurniaan bahan atau efisiensi suatu proses.

    Kadar serat kasar pada tempe dengan berbagai konsentrasi inokulum dapat

    dilihat pada Gambar 5.

    Gambar 5. Histogram Kadar Serat Kasar Tempe dalam Berbagai

    Konsentrasi Inokulum

    Pada Gambar 5 terlihat bahwa semakin banyak konsentrasi inokulum yang

    digunakan maka kandungan serat kasar pada tempe akan semakin tinggi. Kandungan

    serat kasar pada tempe kedelai varietas Grobogan dengan berbagai konsentrasi

    inokulum berkisar antara 5,27%-6,37%. Konsentrasi inokulum yang semakin besar akan

    mempercepat proses fermentasi akibat aktivitas dari mikrob. Hasil yang didapat ini

    sesuai dengan Shurtleff dan Aoyagi (1979) yang menyatakan bahwa selama proses

    fermentasi kadar serat akan meningkat. Dinding sel hifa kapang Rhizopus sp sebagian

    besar terdiri atas polisakarida. Penambahan konsentrasi inokulum akan menghasilkan

    semakin banyak kapang Rhizopus sp yang tumbuh serta miselium yang terbentuk

    sehingga kandungan polisakarida dalam tempe akan semakin besar.

  • 17

    Kandungan serat kasar yang didapat melebihi standar mutu dari SNI 3144:2009

    yaitu maks. 2,5%. Hal ini dapat disebabkan karena penggunaan bahan baku kedelai

    yang berbeda. Menurut Handajani dkk (2011) kadar serat kasar tempe kedelai adalah

    sebesar 16,7%, sedangkan Setyowati dkk (2008) menyatakan bahwa kadar serat kasar

    tempe kedelai tanpa penambahan bekatul adalah sebesar 4,569%.

    Perbandingan Konsentrasi Inokulum Pada Tempe Kedelai Grobogan

    Karakteristik fisik dan kimia tempe pada berbagai konsentrasi inokulum dapat

    dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Karakteristik Fisik dan Kimia Tempe Pada Berbagai Konsentrasi Inokulum

    Konsentrasi Inokulum (b/b) Karakteristik 0,1 % 0,15 % 0,2 % 0,25 % 0,3 % Fisik Bau Normal, khas Normal, khas Normal,

    khas Normal, khas Normal, khas

    Warna Normal Normal Normal Normal Normal Rasa Normal Normal Normal Normal Normal

    Kepadatan Kurang padat dan kompak

    Padat, kompak

    Padat, kompak

    Padat, kompak

    Padat, kompak

    Kimia

    Kadar Air (%) W = 1,03

    Kadar Abu (%)

    W = 0,13

    Protein (%) W = 0,89

    Lemak (%) W = 1,45

    Serat Kasar (%)

    W = 0,52

    60,42 + 0,83 (a)

    1,19 + 0,07

    (c)

    19,56 + 0,84 (d)

    23,64 + 1,19

    (c)

    5,27 + 0,39 (a)

    60,53 + 0,70 (a)

    1,16 + 0,10

    (bc)

    19,01 + 0,64 (cd)

    22,86 + 0,83

    (bc)

    5,51 + 0,27 (ab)

    60,74 + 1,03 (a)

    1,09 + 0,90

    (abc)

    18,47 + 0,58 (abc)

    22,54 + 0,88

    (bc)

    5,70 + 0,11 (abc)

    60,69 + 1,09 (a)

    1,05 + 0,06

    (ab)

    17,94 + 0,86 (ab)

    21,98 + 1,10

    (ab)

    5,98 + 0,33 (bcd)

    60,59 + 0,60 (a)

    1,00 + 0,05

    (a)

    17,48 + 0,74 (a)

    20,9 + 0,76

    (a)

    6,37 + 0,48 (d)

    Keterangan: Angka angka yang di ikuti oleh huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda

    secara bermakna, sedangkan angka yang di ikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan antar perlakuan berbeda secara bermakna.

  • 18

    Dari Tabel 3 dapat dilihat karakteristik fisik tempe dengan berbagai penambahan

    konsentrasi inokulum untuk parameter bau, warna dan rasa tempe pada masing-masing

    perlakuan memiliki nilai yang sama yaitu memiliki bau yang normal atau khas tempe,

    rasa yang normal atau tidak terdapat rasa asing selain tempe, serta berwarna putih

    (normal). Bila dilihat dari tekstur atau kepadatan maka pada penambahan konsentrasi

    inokulum sebesar 0,1% memiliki penampakan yang kurang baik yaitu kurang padat dan

    kompak sedangkan pada penambahan 0,15% sampai dengan 0,3% memiliki tekstur atau

    kepadatan yang baik yaitu padat dan kompak. Dalam kondisi fermentasi dan lama

    fermentasi yang sama (48 jam) penambahan konsentrasi inokulum yang lebih besar dari

    0,3% menunjukkan karakteristik fisik yang buruk dengan ciri bau yang didapat sedikit

    berbau alkohol, warna kecoklatan. Karakteristik fisik yang buruk tersebut menunjukkan

    bahwa tempe yang dihasilkan telah melewati masa optimal fermentasi sehingga tempe

    yang didapat telah memasuki fase pembusukan.

    Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan

    konsentrasi inokulum yang digunakan maka kadar abu, protein dan lemak akan semakin

    menurun. Kadar abu, protein, dan lemak terkecil terdapat pada penambahan konsentrasi

    inokulum 0,3% dan kadar tertinggi pada penambahan konsentrasi inokulum 0,1%.

    Kadar abu, protein, dan lemak pada penambahan konsentrasi inokulum sebesar 0,1%

    dan 0,3% terlihat menunjukkan antar perlakuan berbeda secara signifikan. Pada

    penambahan konsentrasi inokulum sebesar 0,25% nilai kadar abu dan protein tidak

    menunjukkan perbedaan secara bermakna dengan konsentrasi inokulum 0,3% serta

    0,2%.

    Kadar abu pada penambahan konsentrasi inokulum sebesar 0,2% tidak

    menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan konsentrasi inokulum yang lain yaitu

    0,25%; 0,3%; 0,1% serta 0,15 %. Pada penambahan konsentrasi inokulum 0,15%

    menunjukkan nilai kadar abu yang relatif tidak berbeda dengan konsentrasi inokulum

    0,1%; dan 0,2%. Sedangkan untuk kadar proteinnya, penambahan konsentrasi inokulum

    0,15% terlihat menunjukkan tidak terdapat perbedaan nilai yang signifikan dengan

    konsentrasi inokulum 0,1%. Pada penambahan 0,25% kadar lemak yang dimiliki tempe

    memiliki nilai yang tidak berbeda secara signifikan dengan kadar lemak pada

  • 19

    konsentrasi inokulum 0,3%. Pada penambahan konsentrasi inokulum 0,2% dan 0,15%

    kadar lemak yang didapat tidak berbeda dan keduanya menunjukkan nilai yang tidak

    berbeda secara signifikan dengan konsentrasi inokulum 0,1%. Dari analisa taraf

    kebermaknaan di atas, dapat dilihat bahwa konsentrasi inokulum sebesar 0,1% memiliki

    nilai yang tertinggi terhadap kadar abu, protein dan lemak dibandingkan dengan

    penambahan konsentrasi yang lain.

    Kadar serat kasar tempe pada Tabel 3 menunjukkan peningkatan seiring dengan

    penambahan konsentrasi inokulum yaitu dari konsentrasi terkecil (0,1%) sampai dengan

    konsentrasi inokulum 0,3%. Kadar serat kasar tertinggi terdapat pada penambahan

    konsentrasi inokulum 0,3%, sedangkan kadar serat kasar terendah terdapat pada

    penambahan konsentrasi inokulum 0,1%. Pada penambahan konsentrasi inokulum

    sebesar 0,25% terlihat bahwa kadar serat kasar yang dimiliki tidak terdapat perbedaan

    yang signifikan dengan konsentrasi inokulum 0,3% serta 0,2%. Begitu juga dengan

    penambahan 0,2% yang memiliki nilai tidak berbeda secara signifikan dengan

    konsentrasi inokulum 0,25% serta 0,15%. Penambahan konsentrasi inokulum 0,15%

    terlihat tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap konsentrasi 0,1% dan

    0,2%. Dari analisa taraf kebermaknaan kadar serat kasar tempe di atas dapat dilihat

    bahwa penambahan konsentrasi sebesar 0,3% memiliki nilai yang paling tinggi di antara

    konsentrasi yang lain.

    Tabel 3 juga menunjukkan tidak adanya peningkatan kadar air. Pada

    penambahan konsentrasi inokulum 0,1% menuju pada konsentrasi 0,2% kadar air tempe

    meningkat tetapi agak menurun pada penambahan konsentrasi inokulum 0,25% dan

    0,3%. Kadar air tertinggi terdapat pada konsentrasi 0,2% yaitu 60,74 + 1,03. Bila dilihat

    dari analisa taraf kebermaknaan antar perlakuan, tidak terdapat perbedaan yang

    signifikan antar perlakuan.

  • 20

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Kesimpulan

    1. Kandungan gizi tempe kedelai lokal (varietas Grobogan) telah memenuhi

    standar mutu tempe SNI 3144:2009 sedangkan kadar serat kasar yang didapat

    melebihi standar mutu.

    2. Karakteristik kimia tempe kedelai lokal (varietas Grobogan) untuk kadar abu,

    protein, dan lemak tertinggi terdapat pada konsentrasi inokulum 0,1%, untuk

    serat kasar tertinggi terdapat pada konsentrasi inokulum 0,3%, sedangkan kadar

    air tertinggi terdapat pada penambahan inokulum 0,2%.

    3. Hasil uji kandungan gizi tempe terbaik yaitu dengan penambahan konsentrasi

    inokulum sebesar 0,15% yang menunjukkan karakteristik fisik serta kimia yang

    baik.

    Saran

    1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang jumlah atau banyaknya

    kandungan spora yang terdapat pada masing-masing penambahan konsentrasi

    inokulum yang digunakan sehingga dapat terlihat jelas kuantitas mikrob yang

    mempengaruhi nilai gizi dan non gizi pada tempe.

    2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut seperti uji organoleptik yang meliputi

    parameter-parameter standar mutu tempe serta pengamatan secara visual.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim1. 2011. Benih Kedelai Grobogan. http://www.pertani-kalimantan.com/umum/benih-kedelai-grobogan.html [2 Desember 2011]

    Anonim2. 2011. Laru Atau Ragi Tempe. Tekno Pangan & Agroindustri, Volume I, No.1.http://www.warintek.ristek.go.id/pangan_kesehatan/pangan/ipb/Laru%20atau%20ragi%20tempe.pdf [2 Desember 2011]

    Astuti, Mary., Andreanyta Meliala, Fabien S Dalais and Mark LWahlqvist. 2000. Review Article: Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pacific J Clin Nutr (2000) 9(4): 322325

    Dwidjoseputro. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Surabaya: Penerbit Djambatan Ginting, E. 2010. Petunjuk Teknis Produk Olahan Kedelai (Materi Pelatihan Agribisnis

    bagi KMPH). Balai Penelitian Kacang Kacangan dan Umbi Umbian Malang. Ginting, Erliana., Sri Satya Antarlina, dan Sri Widowati. 2009. Varietas Unggul Kedelai

    Untuk Bahan Baku Industri Pangan. Jurnal Litbang Pertanian, 28(3) 79-87

  • 21

    Handajani, Sri., Edhi Nurhartadi, dan Ihda Nurul Hikmah. 2011. Abstrak: Kajian Karakteristik Kimia Dan Sensori Tempe Kedelai (Glycine max) Dengan Variasi Penambahan Berbagai Jenis Bahan Pengisi (Kulit Ari Kedelai, Millet (Pennisetum spp.), Dan Sorgum (Sorghum bicolor)) http://fp.uns.ac.id/jurnal/KAJIAN%20KARAKTERISTIK%20KIMIA%20DAN%20SENSORI%20TEMPE%20KEDELAI%20(Glycine%20max)%20DENGAN%20VARIASI%20PENAMBAHAN%20BERBAGAI%20JENIS%20BAHAN%20PENGISI%20(KULIT%20ARI%20KEDELAI,%20MILLET%20(Penni.pdf [7 Mei 2012]

    Kasmidjo, R.B. 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM

    Margono. 2000. Tempe. Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation. Jakarta

    Mudambi, S.R. and M.V Rajagopal. 1980. Fundamental of Food and Nutrition. New Delhi: Wiley Eastern Limited

    Purwaningsih, N. E. 2008. Pengaruh Komposisi Bahan Baku dan Bahan Pembungkus Terhadap Mutu Tempe Kacang. Teknologi dan Kejuruan, Vol. 31, No.1, Pebruari 2008: 87-97

    Rusmin, Simon and Swan Djien Ko. 1974. Rice-Grown Rhizopus oligosporus Inoculum for Tempeh Fermentation. Applied Microbiology Vol. 28, No. 3, Sept. 1974, 347-350.

    Santoso, H.B., 1993. Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai : Bahan Makanan Bergizi Tinggi. Kanisius, Yogyakarta.

    Sapuan dan N. Soetrisno. 1996. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta: Yayasan Tempe Indonesia.Hal 92-93

    Setyowati, Rini., Dwi Sarbini dan Sri Rejeki. 2008. Pengaruh Penambahan Bekatul Terhadap Kadar Serat Kasar, Sifat Organoleptik dan Daya Terima Pada Pembuatan Tempe Kedelai (Glycine max (L) Meriil). Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 9, No. 1, 2008: 52 - 61

    Shurtleff, W. and A. Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh. New York: Harper and Row SNI. 2009. Tempe Kedelai. Badan Standardisasi Nasional SNI 3144:2009. Jakarta. Steel, R.G.D dan J.H. Torie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT Gramedia,

    Jakarta. Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan

    Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty Sukardi, Wignyanto, dan Isti Purwaningsih. 2008. Uji Coba Penggunaan Inokulum

    Tempe dari Kapang Rhizopus oryzae Dengan Substrat Tepung Beras dan Ubikayu Pada Unit Produksi Tempe Sanan Kodya Malang. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 9 No.3 (Desember 2008) 207-215

    Timotius, K.H. 1982. Mikrobiologi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana Wang, Hwa L., Doris I. Ruttle, and C. W. Hasseltine. 1968. Protein Quality of Wheat

    and Soybeans After Rhizopus oligosporus Fermentation. The Journal of Nutrition, 96: 109-114

  • 22

    Wardhani, Agustin K., Pratidina Andayani, dan Erni Sofia Murtini. 2008. Isolasi dan Identifikasi Mikrob Dari Tempe Sorgum Coklat (Sorghum bicolor) Serta Potensinya Dalam Mendegradasi Pati dan Protein. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 9 No. 2 (Agustus 2008) 95-105

    Widyanti, A. D. 2011. Pengaruh Jenis Kedelai (Glycine max L. Merr) Grobogan Dan Impor Terhadap Nilai Gizi Tempe. Skripsi Progdi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

    Winarno, F.G. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: PT Gramedia