Skripsi Full Text

84
PERBEDAAN INDEKS MASSA TUBUH SEBELUM PENGOBATAN DAN SESUDAH PENGOBATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran Diajukan oleh: IMAM AL HUDA J500110035 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

description

hgvhvhgv

Transcript of Skripsi Full Text

Page 1: Skripsi Full Text

PERBEDAAN INDEKS MASSA TUBUH SEBELUM PENGOBATAN DAN

SESUDAH PENGOBATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU

DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT

SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Diajukan oleh:

IMAM AL HUDA

J500110035

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

Page 2: Skripsi Full Text

PERBEDAAN INDEKS MASSA TUBUH SEBELUM PENGOBATAN DAN

SESUDAH PENGOBATA

DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT

Telah disetujui dan dipertahankan di hadapan dewan penguji skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada hari Rabu, tanggal 11 Februari 2015

Penguji

Nama : dr Retno Sintowati, M.Sc

NIP/NIK : 1005

Pembimbing Utama

Nama : dr Riana Sari, Sp.P

NIP/NIK : 197903032009122003

Pembimbing Pendamping

Nama : dr Endang Widhiyastuti

NIP/NIK : 1236

Prof. DR. dr. B. Soebagyo, Sp. A (K)

SKRIPSI

PERBEDAAN INDEKS MASSA TUBUH SEBELUM PENGOBATAN DAN

SESUDAH PENGOBATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU

BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT

SURAKARTA

Yang diajukan Oleh :

IMAM AL HUDA

J500110035

Telah disetujui dan dipertahankan di hadapan dewan penguji skripsi

Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

abu, tanggal 11 Februari 2015

: dr Retno Sintowati, M.Sc (………………)

: dr Riana Sari, Sp.P (………………)

: 197903032009122003

Pembimbing Pendamping

: dr Endang Widhiyastuti (………………)

Dekan

Prof. DR. dr. B. Soebagyo, Sp. A (K)

NIP/NIK.400.1243

ii

PERBEDAAN INDEKS MASSA TUBUH SEBELUM PENGOBATAN DAN

PASIEN TUBERKULOSIS PARU

BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT

Telah disetujui dan dipertahankan di hadapan dewan penguji skripsi

(………………)

(………………)

(………………)

Page 3: Skripsi Full Text

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali dalam naskah ini dan disebutkan

dalam pustaka.

Surakarta, 11 Februari 2015

Imam Al Huda

Page 4: Skripsi Full Text

iv

MOTTO

Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan

mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah.

Q.S. At Taubah ayat 116

Allah berfirman kepada Malaikat-Nya : “Pergilah kepada hamba-Ku, lalu

timpakanlah bermacam-macam ujian kepadanya karena Aku ingin mendengar

suaranya.”

HQR. Thabrani yang bersumber dari Abu Umamah r.a

“Muhammadiyah ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah

kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan dimana saja. Jadilah guru, kembali

pada Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembali kepada Muhammadiyah. Jadilah

master, insinyur dan lain-lain, dan kembalilah kepada Muhammadiyah”

KH. Ahmad Dahlan

“Kalaupun bumi bergerak mengitari bulan itu tidak akan mempengaruhi pekerjaanku”

Sherlock Holmes

Page 5: Skripsi Full Text

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb.

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan

nikmat iman, sehat, serta kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya

Tulis Ilmiah dengan judul "Perbedaan Indeks Massa Tubuh Sebelum Pengobatan dan

Sesudah Pengobatan pada Pasien Tuberkulosis Paru di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat Surakarta” untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat sarjana

kedokteran. Sholawat serta salam selalu tercurah pada junjungan kita Nabi besar

Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Tidak lupa penulis

ucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Soebagyo, dr. Sp. A (K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. dr. Shoim Dasuki, M. Kes, selaku kepala biro skripsi Fakultas Kedokteran

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

3. dr. Riana Sari, Sp. P, selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, dan saran dalam penyusunan

karya tulis ilmiah ini.

4. dr. Endang Widhiyastuti, selaku dosen pembimbing pendamping yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan saran, kritik, dan dukungan dalam

penyusunan karya tulis ilmiah ini.

5. dr. Retno Sintowati, M. Sc, selaku penguji yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan kritik serta saran untuk karya tulis ilmiah ini.

6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Surakarta yang telah memberikan ilmu kepada penulis dan seluruh mahasiswa.

7. Segenap keluarga besar BBKPM Surakarta yang telah memberikan izin sebagai

tempat penelitian dan membantu kelancaran penelitian ini.

8. Bapak, Ibu, Kakak, atas doa, semangat, dukungan dan kasih sayang.

Page 6: Skripsi Full Text

vi

9. Reza, Anggi, Rere, Rahma teman seperjuangan kelompok bimbingan Ilmu

Penyakit Paru.

10. Sahabat-sahabat luar biasa (Fajar, Salim, Dian, Bintang, Naufan, Ajeng, Mumun,

Aceh, Enny, dll) dan kerabat dekat yang telah menjadi sahabat dalam arti yang

sesungguhnya.

11. Semua teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

angkatan 2011 atas kebersamaannya.

12. Senior, seperjuangan, dan junior Pretana Berawa SMA Negeri 3 Klaten yang

telah membagi dunianya.

13. Semua keluarga besar PPI Kabupaten Klaten atas perjuangannya yang luar biasa

selama ini.

14. Semua anggota PPI Jawa Tengah 2008 atas kenangannya yang tidak pernah

hilang.

15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan penulis dalam

menyusun karya tulis ilmiah ini. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi

penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, semoga Karya Tulis Ilmiah ini

dapat membawa manfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Surakarta, 11 Februari 2015

Penulis

Page 7: Skripsi Full Text

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................... iii

MOTTO .................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR .............................................................................................. v

DAFTAR ISI ............................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL .................................................................................................... ix

DAFTAR GRAFIK .................................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xii

DAFTAR ISTILAH ................................................................................................. xiii

ABSTRAK ................................................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................. 3

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 3

D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 5

A. Tuberkulosis Paru ................................................................................. 5

1. Etiologi ............................................................................................. 5

2. Patogenesis dan Patofisiologis ......................................................... 5

3. Diagnosis .......................................................................................... 7

4. Klasifikasi ........................................................................................ 11

5. Pengobatan ....................................................................................... 13

B. Indeks Massa Tubuh ............................................................................. 15

1. Definisi ............................................................................................. 15

2. Cara mengukur IMT ......................................................................... 15

3. Klasifikasi IMT ................................................................................ 16

Page 8: Skripsi Full Text

viii

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan IMT pada pasien

TB paru............................................................................................. 16

C. Pengaruh Pengobatan TB Terhadap Peningkatan IMT ........................ 19

D. Kerangka Konsep .................................................................................. 22

E. Hipotesis ............................................................................................... 23

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 24

A. Desain Penelitian .................................................................................. 24

B. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 24

C. Populasi Penelitian ................................................................................ 24

D. Teknik Sampling ................................................................................... 24

E. Estimasi Besar Sampel .......................................................................... 24

F. Kriteria Restriksi ................................................................................... 25

G. Identifikasi Variabel ............................................................................. 25

H. Definisi Operasional Variabel .............................................................. 26

I. Instrumentasi ......................................................................................... 29

J. Analisis Data ......................................................................................... 29

K. Alur Penelitian ...................................................................................... 29

L. Skema Penelitian ................................................................................... 30

M. Jadwal Penelitian .................................................................................. 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 32

A. Hasil ...................................................................................................... 32

B. Pembahasan .......................................................................................... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 48

A. Kesimpulan ........................................................................................... 48

B. Saran ..................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 49

LAMPIRAN .............................................................................................................. 53

Page 9: Skripsi Full Text

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi IMT Menurut Departemen Kesehatan ....................................... 16

Tabel 2. Distribusi Sampel Penelitian ........................................................................ 32

Tabel 3. Distribusi Data Sampel Berdasarkan Indeks Massa Tubuh ......................... 33

Tabel 4. Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru Berdasarkan Jenis

Kelamin ...................................................................................................................... 34

Tabel 5 . Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru Berdasarkan Umur

Sebelum Pengobatan .................................................................................................. 35

Tabel 6. Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru Berdasarkan

Kategori Tb Paru ........................................................................................................ 35

Tabel 7. Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru Berdasarkan

Tingkat Pendidikan .................................................................................................... 36

Tabel 8. Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru Berdasarkan Ada

Atau Tidaknya Penyakit Penyerta .............................................................................. 36

Tabel 9. Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru Berdasarkan Luas

Lesi Paru..................................................................................................................... 37

Tabel 10. Hasil Tes Normalitas Data Menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov ....... 38

Tabel 11. Transformasi Data Untuk Mendapatkan Distribusi Data Yang

Normal........................................................................................................................ 38

Tabel 12. Hasil Uji t Berpasangan Secara Lengkap ................................................... 39

Tabel 13. Hasil Uji t Tidak Berpasangan Peningkatan IMT Berdasarkan Jenis

Kelamin ...................................................................................................................... 40

Tabel 14. Hasil Uji t Tidak Berpasangan Peningkatan IMT Berdasarkan Umur....... 40

Tabel 15. Hasil Uji t Tidak Berpasangan Peningkatan IMT Berdasarkan

Kategori TB Paru ....................................................................................................... 41

Page 10: Skripsi Full Text

x

Tabel 16. Hasil Uji t Tidak Berpasangan Peningkatan IMT Berdasarkan

Tingkat Pendidikan .................................................................................................... 41

Tabel 17. Hasil Uji Mann-Whitney Peningkatan IMT Berdasarkan Ada Atau

Tidaknya Penyakit Penyerta ....................................................................................... 42

Tabel 18. Hasil Uji T Tidak Berpasangan Peningkatan IMT Berdasarkan Luas

Lesi Paru..................................................................................................................... 42

Page 11: Skripsi Full Text

xi

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Distribusi Sampel Penelitian....................................................................... 33

Grafik 2. Distribusi Data Sampel Berdasarkan Indeks Massa Tubuh ........................ 34

Page 12: Skripsi Full Text

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Rekam Medis

Lampiran 2 Analisis Data

Lampiran 3 Surat Perizinan Penelitian

Page 13: Skripsi Full Text

xiii

DAFTAR ISTILAH

AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome

BBKPM : Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

BTA : Basil Tahan Asam

DM : Diabetes Mellitus

E : Ethambutol

FDC : Fixed Dose Combination

HIV : Human Immunodeficiency Virus

IMT : Indeks Massa Tubuh

INH : Isoniazid

KDT : Kombinasi Dosis Tetap

LLA : Lingkar Lengan Atas

LPL : Lipoprotein Lipase

MUAC : Middle-Upper Arm Circumference

OAT : Obat Anti Tuberkulosis

ODHA : Orang Dengan HIV AIDS

PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

PEM : Protein Energy Malnutrition

PNPTI : Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Indonesia

PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik

R : Rifampisin

REE : Resting Energy Expenditure

S : Streptomisin

SPS : Sewaktu Pagi Sewaktu

TB : Tuberkulosis

WHO : World Health Organization

Z : Pirazinamid

Page 14: Skripsi Full Text

xiv

ABSTRAK

PERBEDAAN INDEKS MASSA TUBUH SEBELUM PENGOBATAN DAN SESUDAH PENGOBATAN PADA PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI

BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Surakarta Imam Al Huda, Riana Sari, Endang Widhiyastuti.

Latar belakang: Tuberkulosis menjadi masalah kesehatan utama secara global. Tuberkulosis paru merupakan penyebab kematian nomor dua yang disebabkan oleh penyakit infeksi setelah penyakit AIDS. Status gizi pasien tuberkulosis paru secara signifikan lebih rendah dibanding orang sehat. Infeksi Mycobacterium tuberculosis menyebabkan penurunan asupan makanan dan malabsorpsi nutrien. Malnutrisi pada penyakit tuberkulosis paru akan memperburuk perjalanan penyakit dan mempengaruhi prognosis pengobatan dan tingkat mortalitas. Tujuan: Untuk mengetahui perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan pada pasien tuberkulosis paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta. Metode Penelitian: Penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Data diambil dari data rekam medis tahun 2013 di BBKPM Surakarta dengan teknik purposive sampling. Analisis data menggunakan Uji t berpasangan. Hasil: Terdapat 216 pasien TB paru dengan IMT <17 berjumlah 52 pasien, dengan IMT antara 17,0-18,4 berjumlah 41 pasien, dengan IMT antara 18,25-25,0 berjumlah 108 pasien, dengan IMT 25,1-27,0 berjumlah 8 pasien, dan dengan IMT > 27 berjumlah 7 pasien. Setelah pasien berobat didapatkan pasien TB paru dengan IMT <17 berjumlah 19 pasien, dengan IMT antara 17,0-18,4 berjumlah 25 pasien, dengan IMT antara 18,25-25,0 berjumlah 143, dengan IMT 25,1-27,0 berjumlah 12 pasien, dan dengan IMT > 27 berjumlah 17 pasien. Terdapat perbedaan IMT sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta p=0,00. Kesimpulan: Terdapat perbedaan Indeks Massa Tubuh sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta p=0,00. Kata Kunci: tuberkulosis paru, indeks massa tubuh, pengobatan

Page 15: Skripsi Full Text

xv

ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF BODY MASS INDEX BEFORE TREATMENT AND AFTER TREATMENT PATIENT WITH PULMONARY TUBERCULOSIS

AT THE BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

Medical Faculty of Muhammadiyah University of Surakarta Imam Al Huda, Riana Sari, Endang Widhiyastuti

Background: Tuberculosis is a major health problem in the world. Pulmonary tuberculosis is the second leading cause of death due to infectious disease after AIDS. Nutritional status of patients with pulmonary tuberculosis were significantly lower than healthy people. Mycobacterium tuberculosis infection causes a decreased food intake and malabsorbtion of nutrients. Malnutrition in pulmonary tuberculosis will worsen the course of the disease and affects the prognosis of treatment and mortality.

Purpose: To determine differences in Body Massa Index (BMI) before treatment and after treatment in patients with pulmonary tuberculosis at the Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Method: Analytic observasional study with cross sectional approach. Sample retrieved from medical records of 2013 in BBKPM Surakarta with purposive sampling technique. The data were analyzed by Paired t test in SPSS for Windows. Result: There was 216 pulmonary TB patients with a BMI < 17, totaling 52 samples , patients with a BMI between 17.0-18.4 totaling 41 samples , patients with a BMI between 18.25-25.0 totaling 108 samples , patients with a BMI of 25,1-27.0 amounted to 8 samples , and with a BMI > 27 amounted to 7 samples . After the treatment of patients with pulmonary tuberculosis, patients with a BMI < 17, totaling 19 samples , patients with a BMI between 17.0-18.4 totaling 25 samples , patients with a BMI between 18.25-25.0 totaled 143 samples, patients with a BMI of 25.1-27.0 totaling 12 samples , and patients with a BMI > 27, totaling 17 samples . There was differences between BMI before and after treatment in patients with pulmonary tuberculosis in BBKPM Surakarta p = 0.00. Conclusion: There was a significant difference in Body Mass Index before and after treatment in patients with pulmonary tuberculosis in BBKPM Surakarta p=0,00 Keywords: pulmonary tuberculosis, body mass index, treatment

Page 16: Skripsi Full Text

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena

infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis (Djojodibroto, 2009).

Tuberkulosis menjadi masalah kesehatan utama secara global. Hal ini

menyebabkan masalah kesehatan bagi jutaan orang setiap tahun dan

merupakan penyebab kematian nomor dua yang disebabkan oleh penyakit

infeksi setelah penyakit AIDS (WHO, 2013). Menurut laporan Organisasi

Kesehatan Dunia/ World Health Organization (WHO) tahun 2013 terdapat

8,6 juta kasus tuberkulosis baru pada tahun 2012. Lima negara dengan

insidensi tuberkulosis paru tertinggi pada tahun 2012 yaitu India (2,0 juta-

2,4 juta), China (0,9 juta-1,1 juta), Afrika Selatan (0,4 juta-0,6 juta),

Indonesia (0,4 juta-0,5 juta), dan Pakistan (0,3 juta-0,5 juta). Menurut

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi

penduduk Indonesia yang didiagnosa tuberkulosis paru sebesar 0,4%, tidak

berbeda dengan laporan pada tahun 2007. Lima provinsi dengan tuberkulosis

paru tertinggi adalah Jawa Barat (0,7%), Papua (0,6%), DKI Jakarta (0,6%),

Gorontalo (0,5%), Banten (0,4%), dan Papua Barat (0,4%). Prevalensi

tuberkulosis paru di Jawa Tengah sendiri sebesar 0,4% sedangkan data di

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta tahun 2012

didapatkan jumlah pasien tuberkulosis paru sebesar 3697 kasus.

Status gizi pasien tuberkulosis paru secara signifikan lebih rendah

dibanding orang sehat. Malnutrisi pada pasien tuberkulosis lebih parah

dibandingkan dengan malnutrisi oleh karena penyakit kronis lainnya.

Temuan klinis penderita tuberkulosis sehubungan dengan status nutrisi

buruk adalah anoreksia, penurunan berat badan, indeks massa tubuh (IMT),

Lingkar Lengan Atas (LLA) / middle-upper arm circumference (MUAC)

Page 17: Skripsi Full Text

2

dan kadar albumin serum. Prevalensi pasien tuberkulosis paru dengan IMT

rendah adalah sekitar 60% dan terdapat kemungkinan sebanyak 11 kali lipat

seorang penderita tuberkulosis paru yang memiliki IMT <18,5 dan 7 kali

lipat memiliki MUAC <24 cm dibanding orang dewasa normal (Gupta et al.,

2009). Infeksi Mycobacterium tuberculosis menyebabkan penurunan asupan

makanan dan malabsorpsi nutrien. Selain itu terjadi perubahan metabolisme

tubuh yang menyebabkan penurunan massa otot dan lemak (wasting) sebagai

manifestasi malnutrisi energi protein. Malnutrisi pada penyakit tuberkulosis

paru akan memperberat perjalanan penyakit dan mempengaruhi prognosis

pengobatan dan tingkat mortalitas (Pratomo et al., 2012).

Pengobatan tuberkulosis membutuhkan setidaknya 6 bulan dengan

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dan memerlukan pemantauan yang sistematis

mengenai efek samping dan respon terhadap pengobatan (Ehman et al.,

2014). Pengobatan tuberkulosis dengan OAT utama meliputi isoniazid,

rifampicin, pyrazinamide, ethambutol dan streptomycin (WHO, 2010).

Dalam sebuah penelitian, rata-rata berat badan pasien tuberkulosis paru

sebelum pengobatan yaitu 39,49 kg. Setelah mendapatkan pengobatan

dengan menggunakan OAT pada fase intensif berat badan meningkat

menjadi 41,97 kg. Sedangkan IMT pasien tuberkulosis paru sebelum

pengobatan yaitu 16,39 dan setelah dilakukan pengobatan dengan

menggunakan OAT fase intensif meningkat menjadi 17,44 (Fakhrurrozi et

al., 2004).

Tambahan suplemen bisa membantu meningkatkan hasil

pengobatan pada pasien. Dalam sebuah penelitian menemukan bahwa

konseling gizi untuk meningkatkan asupan makan dikombinasikan dengan

suplemen tambahan, ketika dimulai pada awal fase pengobatan tuberkulosis

dapat meningkatkan berat badan secara signifikan dalam waktu 6 minggu

(Gupta et al., 2009). Pemberian makanan berupa tempe sebanyak 150 gram

yang diolah dengan cara dikukus dan diberikan pada pasien tuberkulosis

Page 18: Skripsi Full Text

3

paru selama 4 minggu dapat meningkatkan kekuatan genggaman tangan dan

peningkatan IMT. Tetapi konsumsi tempe tidak dapat menghasilkan

perubahan yang bermakna pada ukuran LLA (Setiawan et al., 2014).

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai Perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) Sebelum

Pengobatan dan Sesudah Pengobatan Pada Pasien Tuberkulosis Paru di Balai

Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas,

maka rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah: Apakah

terdapat perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum pengobatan dan

sesudah pengobatan pada pasien tuberkulosis paru di Balai Besar Kesehatan

Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan Indeks Massa Tubuh

(IMT) sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan pada pasien

tuberkulosis paru di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Surakarta.

2. Tujuan khusus:

a. Mengetahui perbedaan kenaikan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum

pengobatan dan sesudah pengobatan pada pasien tuberkulosis paru

berdasarkan usia di BBKPM Surakarta.

b. Mengetahui perbedaan kenaikan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum

pengobatan dan sesudah pengobatan pada pasien tuberkulosis paru

berdasarkan jenis kelamin di BBKPM Surakarta.

Page 19: Skripsi Full Text

4

c. Mengetahui perbedaan kenaikan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum

pengobatan dan sesudah pengobatan pada pasien tuberkulosis paru

berdasarkan luas lesi paru di BBKPM Surakarta.

d. Mengetahui perbedaan kenaikan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum

pengobatan dan sesudah pengobatan pada pasien tuberkulosis paru

berdasarkan ada atau tidaknya penyakit penyerta di BBKPM

Surakarta.

e. Mengetahui perbedaan kenaikan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum

pengobatan dan sesudah pengobatan pada pasien tuberkulosis paru

berdasarkan tingkat pendidikan di BBKPM Surakarta.

f. Mengetahui perbedaan kenaikan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum

pengobatan dan sesudah pengobatan pada pasien tuberkulosis paru

BTA positif atau BTA negatif di BBKPM Surakarta.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai perbedaan Indeks

Massa Tubuh (IMT) sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan pada

pasien tuberkulosis paru.

2. Manfaat aplikatif

a. Sebagai informasi bagi mahasiswa kedokteran dan masyarakat tentang

perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum pengobatan dan

sesudah pengobatan pada pasien tuberkulosis paru.

b. Sebagai masukan dan informasi kepada pasien tuberkulosis paru untuk

meningkatkan kepatuhan minum obat.

c. Penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian selanju

Page 20: Skripsi Full Text

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru merupakan penyakit radang parenkim paru karena

infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah salah satu

penyakit saluran pernapasan bagian bawah. Tuberkulosis paru mencakup 80% dari

keseluruhan kejadian infeksi Mycobacterium tuberculosis, sedangkan 20%

selebihnya merupakan tuberkulosis ekstraparu. Sebagian besar Mycobacterium

tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airborne infection

(Djojodibroto, 2009). Bakteri ini bersifat tahan terhadap asam sehingga disebut

juga Basil Tahan Asam (BTA) (Hudoyono, 2008).

1. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang termasuk famili

Mycobacteriaceae. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung

dengan panjang 1-4 µm dan ketebalan 0,3-0,6 µm, bersifat aerob, tidak

membentuk spora dan tidak bergerak. Mycobacterium tuberculosis dapat hidup

pada suhu 30-42oC di dalam tubuh manusia (Brooks et al., 2007). Bakteri ini

memiliki ketahanan terhadap asam pada saat pewarnaan, oleh karena itu

Mycobacterium tuberculosis sering disebut Basil Tahan Asam (BTA). Bakteri

ini dapat mati saat terpapar sinar matahari langsung, namun dapat hidup di

ruangan yang gelap dan lembab. Dalam tubuh manusia bakteri ini dapat tidur

atau dormant selama bertahun-tahun (Sharma & Mohan, 2004).

2. Patogenesis dan Patofisiologis

Tuberkulosis paru merupakan penyakit yang mengenai sistem

pernapasan, terutama pernapasan bagian bawah. Bakteri Mycobacterium

tuberculosis ditularkan melalui udara ketika penderita tuberkulosis paru batuk

atau bersin sehingga droplet nuclei tersebar. Bakteri yang infektif ini dapat

Page 21: Skripsi Full Text

6

bertahan di udara ruangan selama 1-2 jam dan dapat bertahan lebih lama

apabila kondisi udara lembab (Amin & Bahar, 2009).

Apabila droplet nuclei dengan basil Mycobacterium tuberculosis masuk

ke saluran napas seseorang maka kuman tersebut masuk ke saluran pernapasan

dan menetap di paru bagian atas dikarenakan tekanan oksigen lebih tinggi.

Dalam saluran napas terdapat dinding dengan sel goblet dan silia. Sel goblet

berfungsi untuk memproduksi mukus dan silia berfungsi untuk menangkap dan

mencegah benda asing yang akan masuk ke saluran napas (Knechel, 2009).

Bakteri Mycobacterium tuberculosis dapat masuk ke alveolar apabila

ukurannya <5 µm. Setelah sampai di alveoli, Mycobacterium tuberculosis akan

difagosit oleh makrofag yang merupakan sel imun dalam sistem pertahanan

tubuh dan merupakan bagian dari sistem imun bawaan yang berfungsi

mencegah infeksi dan penyebaran bakteri. Di dalam makrofag terdapat sel-sel

fagosit yang berfungsi melawan organisme asing tanpa membutuhkan paparan

sebelumnya terhadap patogen tersebut. Setelah bakteri difagosit oleh makrofag,

bakteri bereplikasi perlahan di dalam makrofag dan interaksi ini menghasilkan

enzim proteolitik serta sitokin untuk membunuh bakteri (Knechel, 2009).

Sitokin ini memicu sinyal infeksi dan menyebabkan migrasi sel monosit

dan sel dendrit dari aliran darah ke tempat infeksi paru. Sitokin juga memicu

limfosit T sebagai sel imun. Makrofag akan mempresentasikan antigen

Mycobacterium tuberculosis ke permukaan sel T. Mekanisme ini akan terus

berlangsung 2-12 minggu. (Knechel, 2009).

Setelah migrasi monosit dan sel dendrit ke tempat infeksi, sel dendrit

akan menelan bakteri dan menjadi sel dendrit matur lalu bermigrasi ke dalam

jaringan limfe. Migrasi sel ke fokus infeksi ini menyebabkan terbentuknya

granuloma. Granuloma disusun oleh akumulasi limfosit sel T, makrofag, sel

dendrit, sel endotel, sel B dan sel epitel. Granuloma ini berfungsi untuk

menghambat penyebaran bakteri dan membentuk lingkungan yang dapat

Page 22: Skripsi Full Text

7

membatasi replikasi dan penyebaran Mycobacterium tuberculosis (Jordao &

Vieira, 2011).

Lingkungan yang dibentuk oleh granuloma ini berfungsi untuk

menghancurkan makrofag dan memproduksi nekrosis yang solid di tengah lesi.

Tetapi bakteri masih bisa beradaptasi dan bertahan dengan cara mengubah

ekspresi fenotip. Sekitar 2-3 minggu, nekrosis berubah menjadi nekrosis

caseosa dengan kadar O2 dan pH yang rendah serta terbatasnya nutrisi yang

mengakibatkan pertumbuhan yang luas dan laten (Knechel, 2009).

Apabila lesi terjadi pada orang dengan imunitas yang kuat, maka akan

terjasi fibrosis dan kalsifikasi. Infeksi ini juga dapat dikontrol sehingga

Mycobacterium tuberculosis berada dalam kondisi dorman dan lesi dapat

sembuh. Tetapi apabila lesi ini terjadi pada seseorang dengan imunitas yang

tidak kuat maka dapat terjadi tuberkulosis primer progresif. Granuloma masih

belum sempurna dan mengandung basil. Dinding granuloma kehilangan

struktur integritasnya dan menjadi lemah, sehingga bakteri dapat keluar dari

granuloma dan menyebar ke dalam alveoli paru (Knechel, 2009).

3. Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteri, radiologi foto toraks dan pemeriksaan

penunjang yang lain. Gejala klinis tuberkulosis paru dibagi menjadi 2 macam:

gejala lokal dan gejala sistemik. Apabila organ yang terkena adalah paru, maka

gejala lokal yang muncul adalah gejala respiratorik.

a. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang sering terjadi oleh karena infeksi

Mycobacterium tuberculosis adalah gejala pernapasan. Perkembangan

penyakit ini berbahaya, gejala klinis berkembang secara perlahan lebih dari

beberapa minggu. Gejala pada pernapasan tidak spesifik dan dapat

menyerupai gejala penyakit pernapasan pada umumnya. Batuk merupakan

gejala utama yang disertai produksi sputum, nyeri pada dada atau sesak

Page 23: Skripsi Full Text

8

napas, batuk darah/ hemoptisis mungkin terjadi dan menyebabkan pasien

mencari bantuan segera. Gejala sistemik berupa demam pada malam hari

rata-rata 38oC, berkeringat pada malam hari, kehilangan nafsu makan,

kehilangan berat badan dan malaise (Ait-Khaled & Enarson, 2003).

1) Gejala respiratorik

a) Batuk >2 minggu

Batuk merupakan gangguan yang paling sering dirasakan

pasien. Biasanya dimulai dengan batuk ringan yang dianggap biasa

oleh pasien. Proses ini menyebabkan sputum terakumulasi pada saat

tidur dan dikeluarkan ketika pasien bangun pada pagi hari. Sekret atau

sputum ini dikeluarkan terus menerus apabila destruksi terus

berlangsung, sehingga batuk menjadi lebih berat dan mengganggu

pasien (Alsagaff H, 2002).

b) Batuk darah/ hemoptisis

Batuk yang disertai darah berupa bercak darah, gumpalan darah

atau darah segar. Jumlah darah yang dikeluarkan sangat banyak. Batuk

yang disertai darah merupakan tanda telah terjadi ekskavasi dan

ulserasi pembuluh darah pada paru. Batuk darah yang banyak dan

masif terjadi apabila ada robekan pada Aneurisma Rasmussen pada

dinding paru atau terdapat perdarahan karena bronkiektasis atau

ulserasi trakeo-bronkial. Kondisi seperti ini dapat dapat berakibat fatal

apabila terjadi penyumbatan saluran pernapasan oleh bekuan darah.

Batuk darah sulit berhenti mendadak, pasien akan terus-menerus

mengeluarkan gumpalan darah yang berwarna coklat selama beberapa

hari (Alsagaff, 2002).

c) Sesak napas/ dispneu

Sesak napas merupakan gejala yang muncul terlambat pada

penyakit tuberkulosis paru. Sesak napas diakibatkan karena restriksi

pada saluran napas dan loss of vascular bed/ vascular thrombosis yang

Page 24: Skripsi Full Text

9

menyebabkan gangguan difusi, hipertensi pulmonal dan korpulmonal.

Pada tuberkulosis paru kasus baru jarang dirasakan sesak napas. Sesak

napas akan muncul ketika infeksi yang sudah lanjut dan infiltrasi sudah

meluas lebih dari setengah bagian paru (Amin & Bahar, 2009).

d) Nyeri dada

Nyeri yang dirasakan pasien tuberkulosis paru merupakan nyeri

pleuritik yang ringan. Nyeri akan bertambah berat jika terjadi pleuritis

yang bertambah luas (Alsagaff H, 2002).

2) Gejala sistemik

a) Demam

Demam merupakan tanda yang sering dijumpai dan

menunjukkan kemungkinan penyebab dari manifestasi klinis yang

terjadi. Demam subfebril yang menyerupai demam influenza tetapi

suhu tubuh terkadang dapat mencapai 40-41oC. Demam meningkat

pada siang dan sore hari. Demam meningkat apabila proses penyakit

berkembang menjadi lebih progresif. Keadaan ini dipengaruhi daya

tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi bakteri Mycobacterium

tuberculosis (Amin & Bahar, 2009).

b) Keringat malam

Keringat malam bukan gejala utama dari penyakit tuberkulosis

paru. Keringat malam muncul apabila proses penyakit telah lanjut

(Alsagaff H, 2002).

c) Malaise

Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit yang bersifat

radang dan kronis/ menahun. Gejala malaise yang sering dijumpai

berupa anoreksia/ tidak nafsu makan, badan semakin kurus (IMT

turun), sakit kepala, meriang dan nyeri otot. Gejala malaise ini

semakin lama menjadi lebih berat (Amin & Bahar, 2009).

Page 25: Skripsi Full Text

10

b. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis tuberkulosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang

dilakukan untuk diagnosis tuberkulosis yaitu kultur bakteri, pemeriksaan

bakteriologi, pemeriksaan radiologi dan tes tuberkulin. Kultur bakteri

merupakan gold standard untuk diagnosis penyakit ini, namun kultur bakteri

memerlukan waktu lebih lama (minimal 6 minggu) dan mahal (Aditama &

Subuh, 2011).

Pemeriksaan radiologis foto toraks merupakan cara yang praktis

untuk menemukan lesi pada paru. Pemeriksaan radiologis foto toraks

memerlukan biaya yang lebih dibanding pemeriksaan yang lain, tetapi pada

kasus tertentu seperti tuberkulosis pada anak-anak maupun tuberkulosis

milier diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan radiologis foto

toraks karena pada pemeriksaan sputum hampir selalu hasilnya negatif

(Amin & Bahar, 2009).

1) Kultur bakteri

Kultur bakteri merupakan gold standard untuk menegakkan diagnosis

tuberkulosis. Interpretasi hasil kultur bakteri adalah sebagai berikut:

a) Tidak didapatkan pertumbuhan bakteri maka disebut negatif.

b) Apabila didapatkan 1-19 koloni bakteri maka ditulis jumlah koloni

yang ditemukan.

c) Didapatkan 20-100 koloni disebut satu positif (1+).

d) Didapatkan 100-200 koloni disebut dua positif (2+).

e) Didapatkan 200-500 koloni disebut tiga positif (3+).

f) Didapatkan >500 koloni disebut empat positif (4+).

2) Pemeriksaan radiologis

Pemeriksaan radiologis foto toraks adalah metode yang mudah

untuk menemukan gambaran abnormal pada paru. Pemeriksaan radiologis

foto toraks membutuhkan biaya yang lebih dibanding pemeriksaan yang

Page 26: Skripsi Full Text

11

lain, namun pada kasus tertentu seperti tuberkulosis pada anak-anak

maupun tuberkulosis milier diagnosis dapat ditegakkan melalui

pemeriksaan radiologis foto toraks karena pada pemeriksaan sputum

terkadang menunjukkan hasil negatif (Amin & Bahar, 2009).

Foto toraks hanya dapat menunjukkan adanya kelainan di paru

tetapi tidak dapat dipakai untuk mencari penyebabnya. Menurut

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI, 2006) luas lesi pada foto

toraks dinyatakan sebagai berikut:

a) Lesi minimal (minimal lesion)

Lesi mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan

luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrosternal

junction dari iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis

IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak dijumpai kavitas.

b) Lesi luas (far advanced)

Lesi luas memberikan gambaran yang lebih luas dari lesi minimal.

3) Tes tuberkulin

Tes tuberkulin merupakan pemeriksaan penunjang yang bertujuan

untuk mengetahui reaksi imunitas seluler yang muncul setelah 4-6

minggu penderita mengalami infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tes

tuberkulin yang paling sering digunakan yaitu tes Mantoux.

4. Klasifikasi

a. Berdasarkan riwayat pengobatan

1) Kasus baru

Pasien tuberkulosis paru yang belum pernah mendapat terapi OAT atau

pernah mendapat terapi OAT kurang dari 1 bulan.

2) Kasus kambuh

Pasien tuberkulosis paru yang sudah mendapat pengobatan OAT secara

lengkap dan dinyatakan sembuh tapi datang lagi dan pada pemeriksaan

dahak BTA positif atau biakan positif.

Page 27: Skripsi Full Text

12

3) Kasus drop out atau defaulted

Pasien tuberkulosis paru yang telah menjalani pengobatan selama lebih

dari 1 bulan tetapi tidak berobat lagi setelah 2 bulan berturut-turut atau

lebih sebelum masa pengobatan berakhir.

4) Kasus gagal

Pasien tuberkulosis paru dengan BTA positif yang masih positif atau

menjadi positif pada bulan ke 5 pengobatan atau 1 bulan sebelum

pengobatan berakhir.

5) Kasus kronik

Pasien tuberkulosis paru dengan pemeriksaan BTA masih positif setelah

menjalani pengobatan dengan OAT lini kedua dan diawasi dengan baik

6) Kasus bekas tuberkulosis

a) Hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru

menunjukkan lesi tuberkulosis yang tidak aktif, atau foto serial

menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT

adekuat akan lebih mendukung.

b) Pada kasus tuberkulosis paru dengan gambaran radiologi meragukan

dan telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks

ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi (PDPI, 2006).

b. Berdasarkan pemeriksaan dahak

1) Tuberkulosis paru BTA positif

a) Sekurang-kurangnya dua dari tiga spesimen sputum/ dahak Sewaktu-

Pagi-Sewaktu (SPS) hasilnya positif.

b) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif

dan pada pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis

aktif.

c) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif

dan biakan bakteri positif.

Page 28: Skripsi Full Text

13

d) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah tiga spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya menunjukkan hasil BTA

negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT

(Aditama & Subuh, 2011).

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

a) Hasil pemeriksaan dahak tiga kali menunjukkan BTA negatif,

gambaran klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis

aktif.

b) Hasil pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis

aktif.

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT, bagi

pasien dengan HIV negatif.

d) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan

(Aditama & Subuh, 2011).

5. Pengobatan

Berdasarkan Program Penanggulangan Tuberkulosis Indonesia (PNPTI),

tujuan dari pengobatan tuberkulosis paru yaitu untuk menyembuhkan pasien,

mencegah kematian pasien, mencegah kekambuhan, memutus rantai penularan

dan mencegah resistensi bakteri terhadap OAT (Keputusan Menteri Kesehatan

RI, 2009).

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase. Yang pertama fase

intensif selama 2-3 bulan dan fase lanjutan selama 4-7 bulan. Obat yang

digunakan yaitu obat utama (lini 1) dan lini 2 sebagai obat tambahan (PDPI,

2006). Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama yaitu:

1. Isoniazid (INH)

Bersifat bakteriostatik dan membunuh bakteri atau bakterisid. Obat

ini menghambat pembelahan bakteri yang tumbuh cepat dan bakterisid

melawan basil intraseluler serta ekstraseluler (Tabrani, 2007).

2. Rifampisin (R)

Page 29: Skripsi Full Text

14

Obat ini menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis.

Bila diberikan bersama PAS (para-amino-salisilat) akan menghambat

absorpsi rifampisin dan menurunkan kadar obat ini dalam darah. Pada

pemberian yang berulang, eliminasi rifampisin akan meningkat karena sifat

rifampisin yang menginduksi metabolisme (Istiantoro & Setiabudy, 2011).

3. Pirazinamid (Z)

Pirazinamid membunuh bakteri tuberkel semi dorman dalam keadaan

asam. Obat ini aktif pada suasana asam dan bekerja secara bakterisid yang

kuat untuk bakteri tahan asam yang beada dalam sel makrofag. (Istiantoro &

Setiabudy, 2011).

4. Streptomisin (S)

Obat ini bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap

Mycobacterium tuberculosis dan obat ini merupakan OAT satu-satunya yang

diberikan secara injeksi (Istiantoro & Setiabudy, 2011).

5. Ethambutol (E)

Obat ini bersifat tuberkulostatik, yaitu bekerja dengan cara

menghambat pertumbuhan atau multiplikasi Mycobacterium tuberculosis

yang telah resisten. Obat ini menghambat sintesis metabolit sel sehingga

metabolisme bakteri terhambat dan sel mati (Istiantoro & Setiabudy, 2011).

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini kedua yaitu:

1. Kanamisin

2. Amikasin

3. Kuinolon

4. Obat lain yang masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam

klavulanat (PDPI, 2006).

Untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan dan mencegah resistensi

obat maka dikembangkan obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT) atau Fixed-dose

Combination (FDC). Obat ini terdiri dari 3-4 obat anti tuberkulosis dalam satu

tablet (PDPI, 2006).

Page 30: Skripsi Full Text

15

Tiga OAT dalam satu tablet KDT terdiri dari Isoniazid (INH),

Rifampisin (R) dan Pirazinamid (Z). Sedangkan empat OAT dalam satu tablet

KDT terdiri dari Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan

Ethambutol (E) (International Standart For Tuberculosis Care, 2006).

B. Indeks Massa Tubuh

1. Definisi

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering

digunakan untuk mengukur tingkat berat badan pada orang dewasa. IMT diukur

dengan cara berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat

(m2). Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator yang bermanfaat untuk

menentukan berat badan seseorang. Orang yang lebih besar, tinggi dan gemuk,

akan lebih berat dari orang yang lebih kecil (Sugondo, 2006).

Dua parameter yang berhubungan dengan pengukuran IMT adalah:

a. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometrik yang paling penting

dan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesehatan dan pertumbuhan

anak pada semua kelompok umur. Berat badan merupakan hasil dari

pertumbuhan semua jaringan yang ada dalam tubuh, antara lain tulang, otot,

lemak, cairan tubuh dan lain-lain (Soetjiningsih, 2014).

b. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang

terpenting. Tinggi badan pada masa pertumbuhan meningkat terus sampai

tinggi maksimal dicapai. Tinggi badan seseorang akan berhenti pada umur

18-20 tahun (Soetjiningsih, 2014).

2. Cara Mengukur IMT

Tinggi badan dan berat badan merupakan ukuran yang relatif bersifat

langsung. Walaupun begitu, pelatihan dan pemantauan teknik pengukuran

Page 31: Skripsi Full Text

16

sangat penting untuk memberikan hasil yang dapat diandalkan. Untuk

mengukur IMT digunakan rumus:

IMT = Berat Badan (kg)

(Tinggi Badan (m)) �

Sultan et al., 2012

3. Klasifikasi IMT

Pada tahun 1994, Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan berat

badan berdasarkan IMT Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi IMT menurut Departemen Kesehatan

Klasifikasi IMT Berdasarkan Depkes RI (1994)

IMT (kg/m2) Kategori

<17,0 Kekurangan berat badan tingkat berat Kurus

17,0-18,4 Kekurangan berat badan tingkat ringan

18,5-25,0 Normal Normal

25,1-27,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan Gemuk

>27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat

Sumber : Supariasa (2002)

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan IMT pada pasien TB paru

Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi peningkatan IMT pada

pasien tuberkulosis paru, yaitu:

a. Faktor Internal

1) Umur

Pasien tuberkulosis paru dengan kelompok umur lebih dari 30

tahun mengalami peningkatan berat badan yang lebih signifikan

dibanding pasien tuberkulosis paru kelompok umur kurang dari sama

dengan 30 tahun. Hal ini terjadi karena pada pasien dengan usia yang

lebih matang memiliki mental dan kepribadian yang lebih stabil.

Page 32: Skripsi Full Text

17

Sehingga meningkatkan kepatuhan meminum obat secara teratur (Fajrin

K, 2012).

2) Jenis kelamin

Pasien tuberkulosis paru dengan jenis kelamin laki-laki

menunjukkan peningkatan berat badan yang lebih signifikan dibanding

perempuan. Hal ini dikarenakan adanya suatu kepercayaan yang

menyatakan bahwa anak laki-laki membutuhkan makanan yang lebih baik

dalam hal kualitas dan kuantitas. Selain itu perempuan juga memiliki

pantangan untuk terlihat gemuk, akibatnya menurunkan asupan makanan

(Fajrin K, 2012).

3) Luas lesi pada paru

Lesi tuberkulosis pada paru dibagi menjadi dua, yaitu lesi luas dan

lesi minimal. Lesi pada paru menunjukkan tingkat keparahan infeksi

Mycobacterium tuberculosis. Semakin luas lesinya akan menurunkan

tingkat keberhasilan pengobatan dan tingkat perbaikan fungsi fisik dan

antropometri.

4) Kategori TB paru

Angka konversi sputum BTA adalah presentase pasien

tuberkulosis dengan pemeriksaan sputum BTA + yang mengalami

perubahan menjadi BTA – setelah pengobatan fase intensif (Depkes RI,

2009). Banyak faktor yang mempengaruhi angka konversi sputum BTA

dangan pengobatan OAT, yaitu pasien tidak teratur minum obat, sikap

pasien yaitu pasien lupa tidak memeriksakan dahaknya pada akhir bulan

kedua (fase intensif) serta dosis obat yang tidak sesuai. Angka konversi

yang tinggi akan diikuti oleh angka kesembuhan yang tinggi (Kurniati,

2010).

b. Faktor Eksternal

1) Penyakit penyerta

Page 33: Skripsi Full Text

18

Seseorang yang terinfeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus)

akan mudah terserang infeksi. Human Immunodeficiency Virus

menyerang limfosit sel T-helper atau limfosit CD4. Fungsi CD4 sangat

penting untuk menjaga imunitas tubuh, yaitu untuk mengatur dan bekerja

sama dengan komponen sistem kekebalan yang lain. Apabila seseorang

terinfeksi HIV, maka akan mudah sekali terinfeksi penyakit karena

rusaknya sistem pertahanan tubuh (Doerban, 1999).

Dalam suatu penelitian mengatakan bahwa terdapat hubungan

antara malnutrisi dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik. Kekurangan

nutrisi mempengaruhi struktur, elastisitas, fungsi paru, kekuatan dan

ketahanan otot pernapasan dan pertahanan imunitas paru. Seperti pada TB

paru, pada penderita PPOK juga terjadi peningkatan Resting Energy

Expenditure (REE) dan penurunan asupan makanan. Penurunan berat

badan karena asupan makanan yang tidak adekuat berkorelasi secara

bermakna dengan buruknya prognosis PPOK (Fasitasari M, 2013).

Pada pasien TB disertai dengan PPOK menyebabkan peningkatan

Resting Energy Expenditure (REE) dan penurunan asupan makanan.

Akibatnya, berat badan pasien tidak menunjukkan peningkatan.

2) Tingkat pendidikan

Berdasarkan penelitian Fajrin tahun 2012, pasien dengan tingkat

pendidikan SLTA menunjukkan peningkatan berat badan lebih banyak

dibandingkan pasien dengan tingkat pendidikan lebih rendah. Pendidikan

merupakan faktor yang kuat berhubungan dengan pendapatan dan

peningkatan dampak kesehatan. Tingkat pendidikan ikut membentuk pola

pikir, pola persepsi, dan pengambilan keputusan seseorang. Tingkat

pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap

stimulus (Fajrin K, 2012).

Page 34: Skripsi Full Text

19

C. Pengaruh Pengobatan TB Terhadap Peningkatan IMT

Status nutrisi merupakan salah satu faktor yang penting sebagai

pencegahan terhadap infeksi. Kekurangan nutrisi mengakibatkan terganggunya

sistem kekebalan tubuh. Ketika seseorang kekurangan nutrisi akan meningkatkan

kerentanan terhadap infeksi, infeksi dapat meningkatkan resiko kehilangan nutrisi

dan penurunan berat badan, sehingga menurunkan status gizi penderita (Papathakis

& Piwoz, 2008).

Secara umum malnutrisi akan menyebabkan berat badan di bawah normal,

dan pada anak-anak akan menyebabkan kekurangan berat badan atau tinggi badan

yang kurang. Kondisi ini berhubungan dengan defisiensi mikronutrien, atau sering

disebut malnutrisi energi protein/ protein-energy malnutrition (PEM). Malnutrisi

mengakibatkan penurunan fungsi-fungsi kekebalan tubuh (Papathakis & Piwoz,

2008). Kekurangan mikronutrien merupakan penyebab sekunder paling sering

defisiensi imun dan morbiditas yang berkaitan dengan tuberkulosis (Gupta et al.,

2009).

Malnutrisi pada penyakit tuberkulosis dapat menurunkan status imun

karena penurunan produksi limfosit dan kemampuan proliferasi sel imun. Keadaan

ini disebabkan karena penurunan kadar IFN-γ dan IL-2 serta peningkatan kadar

TGF-β dan penurunan produksi limfosit akibat atrofi timus. Penurunan status imun

karena malnutrisi dapat mengakibatkan peningkatan pertumbuhan mikroorganisme

(Pratomo et al., 2012).

Infeksi Mycobacterium tuberculosis menyebabkan peningkatan kebutuhan

energi untuk mempertahankan fungsi normal tubuh yang ditandai dengan

peningkatan penggunaan energi saat istirahat atau resting energy expenditure

(REE). Peningkatan REE pada pasien tuberkulosis meningkat 10-30% dari

kebutuhan energi orang normal (Papathakis & Piwoz, 2008). Proses ini

menimbulkan anoreksia karena peningkatan produksi leptin sehingga terjadi

penurunan asupan dan malabsorpsi nutrien (Pratomo et al., 2012).

Page 35: Skripsi Full Text

20

Penderita tuberkulosis mengalami peningkatan proteolisis dan lipolisis.

Gangguan tersebut mengganggu sintesis protein dan lemak endogen sehingga REE

meningkat. Keadaan ini disebut blokade formasi energi (anabolic block) dan

berhubungan dengan proses wasting sehingga terjadi malnutrisi. Penurunan massa

otot dihubungkan dengan peningkatan produksi IL-β, IL-6, TNF-α dan

malondialdehid (MDA) akibat proses inflamasi. Proses inflamasi mengaktivasi

jalur proteolisis ATP-dependent ubiquitin protease intraselular dan selanjutnya

protein dihancurkan proteasom yang diregulasi TNF-α. Peningkatan IFN-γ, IL-6,

TNF-α akibat infeksi TB menghambat aktivitas enzim lipoprotein lipase (LPL) di

jaringan lemak. Peningkatan enzim ini meningkatkan bersihan trigliserida

sehingga menurunkan sintesis asam lemak dan meningkatkan proses lipolisis

lemak di jaringan. Peningkatan TNF-α juga dihubungkan dengan anoreksia

sehingga terjadi gangguan asupan nutrisi dan memperberat malnutrisi (Pratomo et

al., 2012).

Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien tuberkulosis lebih kurus

atau memiliki Indeks Massa Tubuh (IMT) yang lebih rendah dibanding kelompok

kontrol yang sehat. Penelitian oleh Karyadi et al., pada tahun 2000 di Indonesia

rata-rata IMT pasien tuberkulosis 20% lebih rendah dari kelompok kontrol (IMT

18,5 ± 3,2 : 21,9 ± 2,8 pada laki-laki dan 17,8 ± 3,1 : 21,9 ± 3,5 pada perempuan),

pasien dengan IMT <18,5 enam kali lebih banyak dibanding kelompok kontrol.

Sebagai tambahan, berat badan, ketebalan kulit, ukuran lingkar lengan atas, massa

lemak, dan massa otot secara signifikan lebih rendah pada penderita tuberkulosis.

Pengobatan tuberkulosis paru memerlukan waktu yang cukup lama.

Pengobatan dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase

lanjutan (4-7 bulan) (PDPI, 2006). Peningkatan IMT biasanya terjadi ketika

pengobatan sudah memasuki bulan ke 3 (Cegielski et al., 2013). Peningkatan IMT

disebabkan karena proses infeksi yang berkurang sehingga terjadi penurunan kadar

IL-1β, IL-6, TNF-α. Proses ini meningkatkan sintesis asam lemak dan

Page 36: Skripsi Full Text

21

menurunkan proses lipolisis lemak di jaringan sehingga terjadi peningkatan massa

lemak dan meningkatkan Indeks Massa Tubuh (Pratomo et al., 2012).

Status gizi menjadi faktor yang paling penting pada pengobatan pasien

tuberkulosis. Pada sebuah penelitian di India, 163 pasien tuberkulosis diobati

dengan nutrisi seimbang dan pasien tuberkulosis diobati tetapi tidak mendapatkan

nutrisi yang seimbang didapatkan tidak ada perbedaan yang signifikan. Tetapi,

pada penderita tuberkulosis yang mendapatkan nutrisi lebih baik cenderung

menunjukkan pembersihan bakteri yang lebih cepat, perubahan hasil radiografi,

dan peningkatan berat badan yang lebih signifikan (Gupta et al., 2009).

Status nutrisi penderita tuberkulosis biasanya membaik setelah pengobatan.

Pemberian nutrisi tambahan diharapkan menjadi pendekatan baru supaya

penyembuhan lebih maksimal. Perbaikan status nutrisi pada populasi diharapkan

menjadi upaya efektif untuk mengendalikan infeksi tuberkulosis. Efek perbaikan

nutrisi sulit diprediksi dan bervariasi karena berkaitan dengan faktor organisme,

faktor penjamu, dan faktor lingkungan (Gupta et al., 2009).

Page 37: Skripsi Full Text

22

D. Kerangka Konsep

Sumber :

- Pratomo et al., 2012

- Gupta et al., 2009

- Cegielski et al., 2013

- Malnutrisi

- Kontak dengan pasien TB

- Kepadatan penduduk

- Penyakit imunosupresi

- Umur

Penurunan sistem

kekebalan tubuh

Peningkatan resiko infeksi

(Mycobacterium tuberculosis)

Tuberkulosis

Resting Energy Expenditure(REE)

meningkat, anoreksia, malabsorpsi

nutrien

Penurunan Indeks Massa

Tubuh (IMT)

Pengobatan TB

Peningkatan Indeks

Massa Tubuh (IMT)

Faktor Eksternal:

- Penyakit penyerta

- Tingkat pendidikan

Faktor Internal:

- Umur

- Jenis kelamin

- Luas lesi pada paru

- BTA (+) atau BTA (-)

- peningkatan produksi IL-β,

IL-6, TNF-α dan

malondialdehid (MDA)

akibat proses inflamasi

- peningkatan proteolisis dan

lipolisis

- menurunkan sintesis asam

lemak

diteliti

tidak diteliti

Page 38: Skripsi Full Text

23

E. Hipotesis

Terdapat perbedaan Indeks Massa Tubuh (IMT) sebelum pengobatan dan

setelah pengobatan pada pasien tuberkulosis paru dewasa di Balai Besar Kesehatan

Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta.

Page 39: Skripsi Full Text

24

BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional. Data yang diambil merupakan data sekunder dari rekam medis

pasien tuberkulosis (TB) paru yang terdapat di Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM) Surakarta.

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat

(BBKPM) Surakarta pada bulan Januari-Februari 2015.

C. POPULASI PENELITIAN

1. Populasi target yaitu pasien TB paru dewasa berusia 21-60 tahun.

2. Populasi aktual yaitu pasien TB paru dewasa berusia 21-60 tahun yang

menjalani pengobatan awal di BBKPM Surakarta pada tahun 2013 dan selesai

pengobatan di BBKPM Surakarta.

D. TEKNIK SAMPLING

Pengambilan sampel dilakukan secara nonprobability sampling

menggunakan teknik purposive sampling didasarkan pada suatu pertimbangan

tertentu yang dibuat peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat populasi yang

sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2010).

E. ESTIMASI BESAR SAMPEL

Penentuan besar sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan

rumus uji dua kelompok berpasangan.

24

Page 40: Skripsi Full Text

25

� = �(�� + ��) x ��

��

d = 0,4 (selisih rerata kedua kelompok bermakna)

Sd = 2,45 (Vasantha et al., 2008)

Z� = 1,96 (α : ketetapan yang dipilih peneliti)

Z� = 0,84 (β : ketetapan yang dipilih peneliti)

� = �(1,96 + 0,84) x 2,45

0,4�

� = 294,1225 (dibulatkan menjadi 295)

F. KRITERIA RESTRIKSI

1. Kriteria Inklusi

a. Pasien TB paru di BBKPM Surakarta yang berusia 21-60 tahun.

b. Pasien TB paru di BBKPM Surakarta laki-laki maupun perempuan.

c. Pasien TB paru di BBKPM Surakarta dengan pemeriksaan radiologi foto

toraks pada awal pemeriksaan yang menunjukkan luas lesi pada paru.

d. Pasien TB paru di BBKPM Surakarta dengan penyakit kronis atau tanpa

penyakit penyerta.

e. Pasien TB paru di BBKPM Surakarta dengan berbagai tingkat pendidikan.

f. Pasien TB paru di BBKPM Surakarta dengan BTA+ maupun BTA-.

2. Kriteria Eksklusi

a. Data rekam medik tidak terdapat data pengukuran tinggi badan dan berat

badan.

G. IDENTIFIKASI VARIABEL

1. Variabel bebas : Pengobatan tuberkulosis paru

2. Variabel terikat : Indeks Massa tubuh

Page 41: Skripsi Full Text

26

3. Variabel perancu :

a. Faktor Internal

1) Umur

2) Jenis kelamin

3) Luas lesi pada paru

4) TB paru BTA + atau TB paru BTA -

b. Faktor Eksternal

1) Penyakit penyerta

2) Tingkat pendidikan

H. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

1. Pengobatan tuberkulosis paru

Pengobatan tuberkulosis paru adalah tahapan terapi yang bertujuan

untuk mengobati penyakit yang disebabkan infeksi Mycobacterium

tuberculosis. Pengobatan tuberkulosis paru dibagi menjadi 2 fase. Fase pertama

yaitu fase intensif selama 2-3 bulan dan fase lanjutan selama 4-7 bulan. Obat

Anti Tuberkulosis (OAT) digunakan obat lini 1 (utama) dan lini 2 sebagai obat

tambahan (PDPI, 2006).

alat ukur : rekam medis

skala ukur : kategorik (nominal)

2. Indeks Massa Tubuh

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah indikator yang digunakan untuk

mengukur tingkat berat badan pada orang dewasa.

Dua parameter yang berhubungan dengan pengukuran IMT yaitu:

a. Berat Badan

Salah satu parameter massa tubuh yang dapat digunakan untuk

menggambarkan jumlah zat gizi seperti lemak, protein, air dan mineral.

b. Tinggi Badan

Page 42: Skripsi Full Text

27

Tinggi badan adalah parameter ukuran panjang yang dapat

menggambarkan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tinggi seseorang akan

berhenti pada usia 18-19 tahun pada perempuan dan 21 tahun pada laki-laki

(Abdoerrachman, 1998).

IMT diukur dengan cara berat badan dalam kilogram (kg) dibagi

tinggi dalam meter kuadrat (m2).

IMT = Berat Badan (kg)

(Tinggi Badan (m)) �

Sultan et al., 2012

alat ukur : rekam medis

skala ukur : numerik (interval)

3. Umur

Umur adalah rentang masa hidup yang diukur dengan tahun. Usia 18-40

tahun adalah masa awal dewasa, sedangkan usia 41-60 tahun adalah masa

dewasa madya. Umur dihitung dengan skala tahun sejak individu dilahirkan

alat ukur : rekam medis

skala ukur : kategorik (nominal)

4. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki-laki dengan perempuan

secara biologis sejak individu lahir.

alat ukur : rekam medis

skala ukur : kategorik (nominal)

5. Luas lesi pada paru

Luas lesi pada paru menunjukkan seberapa luas infeksi Mycobacterium

tuberculosis pada paru. Lesi pada paru dibagi menjadi dua, yaitu lesi minimal

(minimal lession) dan lesi luas (far advanced).

Page 43: Skripsi Full Text

28

alat ukur : rekam medis

skala ukur : kategorik (nominal)

6. TB paru BTA+ dan TB paru BTA-

Tuberkulosis paru dapat diklasifikasikan berdasarkan hasil pemeriksaan

dahak, yaitu BTA+ dan BTA-.

a. Tuberkulosis paru BTA positif

1) Sekurang-kurangnya dua dari tiga spesimen sputum/ dahak Sewaktu-

Pagi-Sewaktu (SPS) hasilnya positif.

2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

pada pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan

biakan bakteri positif.

4) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah tiga spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya menunjukkan hasil BTA

negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT

(Aditama & Subuh, 2011).

b. Tuberkulosis paru BTA negatif

1) Hasil pemeriksaan dahak tiga kali menunjukkan BTA negatif, gambaran

klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.

2) Hasil pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT, bagi pasien

dengan HIV negatif.

4) Ditentukan atau dipertimbangkan oleh dokter untuk diberi pengobatan

(Aditama & Subuh, 2011).

alat ukur : rekam medis

skala ukur : kategorik (nominal)

7. Penyakit penyerta

Penyakit penyerta adalah penyakit yang menyertai penyakit tuberkulosis

paru seperti AIDS, diabetes, PPOK, dan penyakit kronis lainnya.

Page 44: Skripsi Full Text

29

alat ukur : rekam medis

skala ukur : kategorik (nominal)

8. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan adalah tahap yang berkelanjutan, yang dipengaruhi

oleh perkembangan peserta didik, tingkat pelajaran dan cara menyajikan

pelajaran. Tingkat pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan

menengah, dan pendidikan tinggi.

alat ukur : rekam medis

skala ukur : kategorik (ordinal)

I. INSTRUMENTASI

Instrumentasi penelitian ini menggunakan data sekunder atau rekam medis

pasien TB paru BTA + dengan kode J15 dan BTA - dengan kode J16 berupa berat

badan dan tinggi badan yang berobat di BBKPM Surakarta pada tahun 2013.

J. ANALISIS DATA

Variabel independen penelitian ini menggunakan skala kategorik (nominal)

yaitu pengobatan TB paru. Sedangkan variabel dependen menggunakan skala

numerik (interval) yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT). Data akan diuji dengan

menggunakan SPSS for Windows dengan uji normalitas Kolmogorov Smirnov. Uji

statistik dengan Uji t berpasangan.

K. ALUR PENELITIAN

Data yang diambil dari rekam medis BBKPM Surakarta adalah data pasien

TB paru yang mendapatkan pengobatan OAT di BBKPM Surakarta dan telah

melewati fase pengobatan intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Data

yang dianalisis yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT) yang didapat dari perhitungan

dari berat badan dan tinggi badan pasien. Indeks Massa Tubuh pasien

Page 45: Skripsi Full Text

30

dibandingkan ketika sebelum melakukan pengobatan dan setelah selesai

melakukan pengobatan. Selanjutnya data dianalisis menggunakan SPSS for

Windows.

L. SKEMA PENELITIAN

Pasien TB paru yang sudah

berobat di BBKPM Surakarta

Rekam medis pasien

sebelum pengobatan

TB paru

Rekam medis pasien

sesudah pengobatan

TB paru

Analisis perbedaan IMT

Dipengaruhi faktor eksternal :

- Penyakit penyerta

- Tingkat pendidikan

Dipengaruhi faktor internal :

- Usia

- Jenis Kelamin

- Luas lesi pada paru

- BTA (+) atau BTA

negatif (-)

Page 46: Skripsi Full Text

31

M. JADWAL PENELITIAN

Kegiatan

Waktu

14-Sep Okt-14 Nov-14 Des-14 14-Jan 15-Feb

Persiapan

studi

Pustaka

Penyusunan

proposal

Ujian

proposal

Pengambilan

dan

pengolahan

data

Penyusunan

skripsi

Ujian skripsi

Page 47: Skripsi Full Text

32

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medik dan Konseling Gizi

Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta pada tanggal 4 dan 5

Februari 2015. Sampel diambil dari rekam medis pasien tuberkulosis paru yang

berobat di BBKPM Surakarta pada bulan Januari 2013 sampai dengan bulan

Desember 2013 dan telah selesai mendapatkan pengobatan dengan menggunakan

Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Data yang memenuhi kriteria restriksi berjumlah

216 sampel. Kriteria sampel meliputi jenis kelamin, umur, kategori TB paru,

tingkat pendidikan, penyakit penyerta dan luas lesi paru.

1. Analisis Univariat

a. Distribusi sampel penelitian

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, sebaran data sampel pasien

tuberkulosis paru di BBKPM Surakarta pada bulan Januari 2013 sampai

dengan Desember 2013 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Sampel Penelitian

Bulan Jumlah sampel Persentase

Januari 21 9.72%

Februari 18 8.33%

Maret 16 7.41%

April 16 7.41%

Mei 18 8.33%

Juni 15 6.94%

Juli 16 7.41%

Agustus 19 8.80%

September 19 8.80%

Oktober 17 7.87%

November 23 10.65%

Desember 18 8.33% Total 216 100.00%

32

Page 48: Skripsi Full Text

33

Grafik 1. Distribusi Sampel Penelitian

Dari tabel dan grafik di atas diketahui bahwa total sampel penelitian

berjumlah 216. Sampel terbanyak didapatkan dari rekam medis pasien TB

paru bulan November 2013 (23 sampel). Sedangkan sampel terkecil

didapatkan dari rekam medis pasien TB paru bulan Juni 2013 (15 sampel).

b. Distribusi sampel penelitian berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, sebaran data sampel pasien

tuberkulosis paru di BBKPM Surakarta tahun 2013 berdasarkan Indeks

Massa Tubuh dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3. Distribusi Data Sampel Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

IMT Jumlah Pasien(%)

Sebelum Sesudah

<17 52 19

17,0-18,4 41 25

18,5-25,0 108 143

25,1-27,0 8 12

>27,0 7 17

Total 216 216

0

5

10

15

20

25

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sept Okt Nov Des

Page 49: Skripsi Full Text

34

Grafik 2. Distribusi Data Sampel Berdasarkan Indeks Massa Tubuh

Dari tabel dan grafik di atas diketahui bahwa jumlah sampel pasien

tuberkulosis paru di BBKPM Surakarta tahun 2013 dengan IMT di bawah

normal berjumlah 93 pasien. Setelah selesai berobat jumlah pasien dengan

IMT di bawah normal berkurang menjadi 44 pasien.

c. Distribusi sampel penelitian IMT pasien TB Paru berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, sebaran data sampel pasien

tuberkulosis paru di BBKPM Surakarta tahun 2013 berdasarkan jenis

kelamin dapat dilihat dari Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru Berdasarkan

Jenis Kelamin

IMT Laki-laki Perempuan

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

<17 21 6 30 13

17,0-18,4 25 15 16 11

18,5-25,0 57 76 51 65

25,1-27,0 7 7 2 6

>27,0 4 10 3 7

Total 114 114 102 102

0

20

40

60

80

100

120

140

160

<17 17,0-18,4 18,5-25,0 25,1-27,0 >27,0

Sebelum

Sesudah

Page 50: Skripsi Full Text

35

d. Distribusi sampel penelitian IMT pasien TB Paru berdasarkan umur

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, sebaran data sampel pasien

tuberkulosis paru di BBKPM Surakarta tahun 2013 berdasarkan umur dapat

dilihat dari Tabel 5.

Tabel 5 . Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru

Berdasarkan Umur Sebelum Pengobatan

IMT Usia Total

21-30 31-40 41-50 51-60

<17 18 12 13 8 51

17,0-18,4 16 7 10 7 40

18,5-25,0 27 20 30 32 109

25,1-27,0 0 1 4 4 9

>27,0 0 0 4 3 7

Total 61 40 61 54 216

e. Distribusi sampel penelitian IMT pasien TB Paru berdasarkan kategori TB

paru

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, sebaran data sampel pasien

tuberkulosis paru di BBKPM Surakarta tahun 2013 berdasarkan kategori TB

paru dapat dilihat dari Tabel 6.

Tabel 6. Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru

Berdasarkan Kategori TB Paru

IMT Sebelum Sesudah

BTA+ BTA- BTA+ BTA-

<17 34 17 8 11 17,0-18,4 34 7 19 6 18,5-25,0 78 30 107 34 25,1-27,0 6 3 11 3

>27,0 7 0 14 3

Total 159 57 159 57

Page 51: Skripsi Full Text

36

f. Distribusi sampel penelitian IMT pasien TB paru berdasarkan tingkat

pendidikan

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, sebaran data sampel pasien

tuberkulosis paru di BBKPM Surakarta tahun 2013 berdasarkan tingkat

pendidikan dapat dilihat dari Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru Berdasarkan

Tingkat Pendidikan

IMT DASAR MENENGAH LANJUT

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

<17 8 4 27 8 8 4

17,0-18,4 12 3 18 15 4 5

18,5-25,0 26 36 41 58 9 10 25,1-27,0 2 2 6 5 0 2

>27,0 3 6 2 8 1 1

Total 51 51 94 94 22 22

g. Distribusi sampel penelitian IMT pasien TB paru berdasarkan ada atau

tidaknya penyakit penyerta

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, sebaran data sampel pasien

tuberkulosis paru di BBKPM Surakarta tahun 2013 berdasarkan ada atau

tidaknya penyakit penyerta dapat dilihat dari Tabel 8.

Tabel 8. Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru Berdasarkan

Ada Atau Tidaknya Penyakit Penyerta

IMT Sebelum Sesudah

Dengan penyakit

Tanpa penyakit

Dengan penyakit

Tanpa penyakit

<17 8 43 4 15 17,0-18,4 5 36 2 24 18,5-25,0 25 83 27 114 25,1-27,0 0 9 4 9

>27,0 2 5 3 14

Total 40 176 40 176

Page 52: Skripsi Full Text

37

h. Distribusi sampel penelitian IMT pasien TB paru berdasarkan luas lesi paru

Berdasarkan data yang diperoleh penulis, sebaran data sampel pasien

tuberkulosis paru di BBKPM Surakarta tahun 2013 berdasarkan luas lesi

paru dapat dilihat dari Tabel 9.

Tabel 9. Distribusi Sampel Penelitian IMT Pasien TB Paru

Berdasarkan Luas Lesi Paru

IMT Lesi Luas Lesi Minimal

Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah

<17 35 13 2 0

17,0-18,4 30 18 2 3

18,5-25,0 69 93 11 10

25,1-27,0 6 8 1 3

>27,0 6 14 1 1

Total 146 146 17 17

2. Analisis Bivariat

Pengolahan data yang diperoleh dari penelitian ini menggunakan

program SPSS 17.0 for windows untuk menguji kemaknaan statistik perbedaan

rerata IMT sebelum pengobatan dan IMT setelah pengobatan pada pasien

tuberkulosis paru di BBKPM Surakarta.

Analisis peningkatan IMT berdasarkan karakteristik jenis kelamin,

umur, kategori TB paru, tingkat pendidikan, ada atau tidaknya penyakit

penyerta dan lesi pada paru menggunakan data selisih IMT sebelum

pengobatan, dan IMT sesudah pengobatan untuk memudahkan analisis bivariat.

a. Analisis perbedaan IMT sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan

Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan normalitas

data untuk mengetahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Apabila

data terdistribusi normal, maka dilakukan uji t berpasangan, namun apabila

data tidak terdistribusi normal dilakukan transformasi terlebih dahulu,

apabila data masih tidak terdistribusi normal maka dilakukan uji Wilcoxon.

Page 53: Skripsi Full Text

38

Uji Normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji

Kolmogorov-Smirnov, karena jumlah sampel lebih dari 60 data. hasil tes

normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dapat dilihat

di Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Tes Normalitas Data Menggunakan Uji

Kolmogorov-Smirnov.

Kelompok sampel

Kolmogorov-Smirnov

Mean SD Sig

Rerata IMT

Sebelum 19,5595 3,68361 .040

Sesudah 21,3408 4,05915 .016

Tabel 10 menjelaskan bahwa hasil tes normalitas data menggunakan

Uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai p sebelum = 0,04 dan p sesudah =

0,16. Karena p < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa “distribusi data tidak

normal”.

Uji normalitas data yang dilakukan dengan menggunakan Uji

Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal.

Oleh karena itu perlu dilakukan transformasi data terlebih dahulu. Setelah itu

dilakukan lagi Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov. Hasil data yang sudah

ditransformasi dapat dilihat di Tabel 11.

Tabel 11. Transformasi Data Untuk Mendapatkan Distribusi

Data Yang Normal

Kelompok sampel

Kolmogorov-Smirnov Mean SD Sig

Rerata IMT

Sebelum 1,2842 .07822 .463

Sesudah 1,3221 .07753 .265

Tabel 11 menjelaskan bahwa hasil transformasi data diperoleh nilai p

sebelum = 0,463 dan p sesudah = 0,265. Karena p > 0,05 maka dapat

Page 54: Skripsi Full Text

39

disimpulkan bahwa “distribusi data normal” dan dapat dilakukan Uji statistik

Uji t berpasangan.

Hasil analisis Uji t berpasangan untuk menguji perbedaan IMT

sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan pada pasien TB paru di

BBKPM Surakarta dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Uji T Berpasangan Secara Lengkap

n Rerata±s.b. Perbedaan

rerata ± s.b. IK 95% p IMT sebelum pengobatan 216 19,55±3,68 1,78±2,00 1,51-2,04 ,000 IMT sesudah pengobatan 216 21,34±4,05

Tabel 12 menunjukkan bahwa dari hasil Uji t berpasangan

didapatkan nilai significancy sebesar 0,000 dengan perbedaan rerata antar

kelompok sebesar 1,78. Karena nilai p<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa

“terdapat perbedaan IMT sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan pada

pasien TB paru di BBKPM Surakarta”, di mana rerata IMT setelah

pengobatan lebih tinggi daripada rerata IMT sebelum pengobatan. Hasil nilai

Interval Kepercayaan (IK) 95% pada penelitian ini antara 1,51 sampai 2,04,

maka perbedaan rerata IMT antara dua kelompok berpasangan antara 1,51

sampai 1,045.

b. Analisis perbedaan peningkatan IMT berdasarkan jenis kelamin

Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data

terdistribusi tidak normal, maka dilakukan transformasi data dan dilakukan

uji normalitas Kolmogorov-Smirnov lagi. Hasil Uji normalitas kedua

menunjukkan data terdistribusi normal, maka dapat dilanjutkan analisis data

dengan Uji t berpasangan.

Page 55: Skripsi Full Text

40

Tabel 13. Hasil Uji T Tidak Berpasangan Peningkatan IMT

Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin n Rerata Simpang Baku p

Laki-laki 114 1,8 1,97 0,882

Perempuan 102 1,74 1,87

Tabel 13 menunjukkan hasil Uji t tidak berpasangan didapatkan

signifikansi sebesar 0.882. Karena nila p > 0,05, maka dapat disimpulkan

“tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada peningkatan IMT antara laki-

laki dan perempuan”.

c. Analisis perbedaan peningkatan IMT berdasarkan umur

Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data

terdistribusi tidak normal, maka dilakukan transformasi data dan dilakukan

uji normalitas Kolmogorov-Smirnov lagi. Hasil Uji normalitas kedua

menunjukkan data terdistribusi normal, maka dapat dilanjutkan analisis data.

Karena kelompok data berjumlah lebih dari 2, analisis yang digunakan

adalah Uji ANOVA.

Tabel 14. Hasil Uji T Tidak Berpasangan Peningkatan IMT

Berdasarkan Umur

Rentang Usia n Rerata Simpang Baku p

21-30 61 1,82 1,24

0,323 31-40 40 1,52 1,99

41-50 61 2,10 2,41

51-60 54 1,51 1,88

Tabel 14 menunjukkan hasil Uji ANOVA didapatkan signifikansi

sebesar 0,323. Karena nilai p > 0,05, maka dapat disimpulkan “tidak terdapat

perbedaan yang bermakna pada peningkatan IMT antara kelompok umur”.

Page 56: Skripsi Full Text

41

d. Analisis perbedaan peningkatan IMT berdasarkan kategori TB paru

Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data

terdistribusi tidak normal, maka dilakukan transformasi data dan dilakukan

uji normalitas Kolmogorov-Smirnov lagi. Hasil Uji normalitas kedua

menunjukkan data terdistribusi normal, maka dapat dilanjutkan analisis Uji t

tidak berpasangan.

Tabel 15. Hasil Uji T Tidak Berpasangan Peningkatan IMT

Berdasarkan Kategori TB Paru

Kategori TB paru n Rerata Simpang Baku P

BTA+ 159 1,91 1,92 0,275

BTA- 57 1,37 1,91

Tabel 15 menunjukkan hasil Uji t tidak berpasangan didapatkan

signifikansi sebesar 0,275. Karena p > 0,05, maka dapat disimpulkan “ tidak

terdapat perbedaan yang bermakna pada peningkatan IMT antara TB BTA+

dan TB BTA-“.

e. Analisis perbedaan peningkatan IMT berdasarkan tingkat pendidikan

Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data

terdistribusi normal, maka bisa dilakukan uji analisis. Karena kelompok data

berjumlah lebih dari 2, maka dilakukan Uji ANOVA.

Tabel 16. Hasil Uji T Tidak Berpasangan Peningkatan IMT

Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Jenis kelamin N Rerata Simpang Baku p

Dasar 51 1,62 2,26

0,33 Menengah 94 1,92 1,87

Lanjut 22 1,28 1,32

Tabel 16 menunjukkan hasil Uji ANOVA didapatkan signifikansi

sebesar 0,33. Karena p > 0, maka dapat disimpulkan “ tidak terdapat

Page 57: Skripsi Full Text

42

perbedaan yang bermakna pada peningkatan IMT antara pasien dengan

tingkat pendidikan dasar, menengah dan lanjut”.

f. Analisis perbedaan peningkatan IMT berdasarkan ada atau tidaknya penyakit

penyerta

Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan data tidak

berdistribusi normal, maka dilakukan transformasi data dan dilakukan uji

normalitas lagi menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov. Setelah dilakukan

transformasi data didapatkan data masih tidak terdistribusi normal, maka

dilakukan Uji alternatif Mann-Whitney.

Tabel 17. Hasil Uji Mann-Whitney Peningkatan IMT Berdasarkan Ada

Atau Tidaknya Penyakit Penyerta

Penyakit penyerta n p

Ada 37 0,707

Tidak ada 179

Tabel 17 menunjukkan hasil Uji Mann Whitney didapatkan

signifikansi sebesar 0,707. Karena p > 0,05, maka dapat disimpulkan “ tidak

terdapat perbedaan yang bermakna pada peningkatan IMT antara pasien TB

paru dengan penyakit penyerta dan tanpa penyakit penyerta”.

g. Analisis perbedaan peningkatan IMT berdasarkan luas lesi paru

Hasil Uji normalitas menggunakan Uji Kolmogorov-Smirnov

menunjukkan bahwa data berdistribusi normal, maka data dapat dianalisis

dengan Uji t tidak berpasangan.

Tabel 18. Hasil Uji T Tidak Berpasangan Peningkatan IMT

Berdasarkan Luas Lesi Paru

Luas lesi n Rerata Simpang Baku p

Luas 17 1,30 1,43 0,324

Minimal 146 1,86 2,02

Page 58: Skripsi Full Text

43

Tabel 18 menunjukkan hasil Uji t tidak berpasangan didapatkan

signifikansi sebesar 0,324. Karena p > 0,05, maka dapat disimpulkan “ tidak

terdapat perbedaan yang bermakana pada peningkatan IMT antara pasien TB

paru dengan lesi luas dan pasien TB paru dengan lesi minimal”.

B. Pembahasan

1. Pembahasan perbedaan IMT sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan

Tabel 12 menunjukkan “terdapat perbedaan IMT sebelum pengobatan

dan sesudah pengobatan pada pasien TB paru di BBKPM Surakarta” (p < 0,05).

Hal ini sesuai dengan penelitian Cegielski et al., pada tahun 2013 yang

mengatakan bahwa IMT pasien TB paru akan meningkat pada bulan ke-3

pengobatan.

Pada pasien TB paru terjadi peningkatan proteolisis dan lipolisis.

Gangguan tersebut mengganggu sintesis protein dan lemak endogen sehingga

REE meningkat. Keadaan ini disebut blokade formasi energi (anabolic block)

dan berhubungan dengan proses wasting sehingga terjadi malnutrisi. Penurunan

massa otot dihubungkan dengan peningkatan produksi IL-1β, IL-6, TNF-α dan

malondialdehid (MDA) akibat proses inflamasi. Proses inflamasi mengaktivasi

jalur proteolisis ATP-dependent ubiquitin protease intraselular dan selanjutnya

protein dihancurkan proteasom yang diregulasi TNF-α. Peningkatan IFN-γ, IL-

6, TNF-α akibat infeksi TB menghambat aktivitas enzim lipoprotein lipase

(LPL) di jaringan lemak. Peningkatan enzim ini meningkatkan bersihan

trigliserida sehingga menurunkan sintesis asam lemak dan meningkatkan proses

lipolisis lemak di jaringan. Peningkatan TNF-α juga dihubungkan dengan

anoreksia sehingga terjadi gangguan asupan nutrisi dan memperberat malnutrisi

(Pratomo et al., 2012).

Peningkatan IMT disebabkan karena proses infeksi yang berkurang

sehingga terjadi penurunan kadar IL-β, IL-6, TNF-α. Proses ini meningkatkan

sintesis asam lemak dan menurunkan proses lipolisis lemak di jaringan

Page 59: Skripsi Full Text

44

sehingga terjadi peningkatan massa lemak dan meningkatkan Indeks Massa

Tubuh (Pratomo et al., 2012).

2. Pembahasan perbedaan peningkatan IMT berdasarkan jenis kelamin

Tabel 13 menunjukkan bahwa pada laki-laki terjadi peningkatan IMT

lebih tinggi dibanding perempuan. Akan tetapi secara statistik tidak bermakna

(p > 0,05). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Fajrin K, pada

tahun 2009 dimana pada laki-laki menunjukkan peningkatan IMT dibanding

perempuan. Tetapi tidak terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik

peningkatan IMT pasien TB paru antara laki-laki dan perempuan.

Pada penelitian lain peningkatan berat badan yang lebih rendah pada

wanita disebabkan oleh deskriminasi gender. Ada suatu kepercayaan bahwa

anak laki-laki membutuhkan makanan yang lebih baik dalam hal kualitas

maupun kuantitas. Selain itu, perempuan terbatas dalam hal akses pendidikan.

Hal inilah yang membuat perempuan terbatas dalam hal ekonomi yang akhirnya

mempengaruhi konsumsi makan pada perempuan (Merge Koblinsky et al.,

1997).

3. Pembahasan perbedaan peningkatan IMT berdasarkan umur

Tabel 14 menunjukkan pada kelompok umur 41-50 terjadi peningkatan

berat badan lebih banyak dibanding kelompok umur lain. Akan tetapi secara

statistik tidak bermakna (p > 0,05). Dari penelitian Fajrin K pada tahun 2012

menunjukkan bahwa pada pasien kelompok umur lebih dari 30 tahun lebih

sering mengalami peningkatan berat badan, namun secara statistik tidak

signifikan. Hal tersebut kemungkinan terjadi karena pasien dengan umur lebih

matang mempunyai mental dan kepribadian yang lebih stabil. Sehingga

mempengaruhi tingkat kepatuhan minum obat.

Umur berkaitan dengan tingkat maturitas dan kedewasaan. Semakin

meningkatnya umur akan meningkat pula kedewasaan secara teknis dan

psikologis, serta semakin mampu melaksanakan tugasnya.

4. Pembahasan perbedaan peningkatan IMT berdasarkan kategori TB paru

Page 60: Skripsi Full Text

45

Tabel 15 menunjukkan bahwa “tidak terdapat perbedaan yang bermakna

pada peningkatan IMT antara TB BTA+ dan TB BTA-“ (p > 0,05). Pada

penelitian Pantekosta pada tahun 2013 mengatakan bahwa terdapat hubungan

antara pemeriksaan BTA dengan lesi kavitas paru. Penelitian Tiwari et al., pada

tahun 2012 menunjukkan bahwa angka kesembuhan menurun dengan semakin

tinggi tingkat kepositifan BTA pada awal terapi intensif. Tingkat kepositifan

BTA menunjukkan luasnya lesi pada paru. Tingkat kesembuhan yang rendah

juga membuat peningkatan IMT pada pasien TB paru BTA+ dan TB paru BTA-

menjadi tidak signifikan.

5. Pembahasan perbedaan peningkatan IMT berdasarkan tingkat pendidikan

Tabel 16 menunjukan pasien TB paru yang berpendidikan SMP maupun

SMA menunjukkan peningkatan IMT lebih tinggi, akan tetapi secara statistik

tidak signifikan (p > 0,05), karena sampel dengan pendidikan dasar dan lanjut

hanya sedikit. Pada penelitian Fajrin K tahun 2012 menunjukkan bahwa pasien

dengan tingkat pendidikan SMA lebih sering menunjukkan peningkatan berat

badan dibanding pasien dengan tingkat pendidikan lebih rendah. Akan tetapi,

secara statistik tidak bermakna.

Pendidikan merupakan faktor yang dengan pendapatan dan peningkatan

status kesehatan. Tingkat pendidikan membantu membentuk pola fikir, pola

persepsi, dan pengambilan keputusan seseorang. Tingkat pendidikan juga

mempengaruhi kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus (Fajrin K, 2012).

6. Pembahasan perbedaan peningkatan IMT berdasarkan ada atau tidaknya

penyakit penyerta

Tabel 17 menunjukkan bahwa “tidak terdapat perbedaan yang bermakna

pada peningkatan IMT antara pasien TB paru dengan penyakit penyerta dan

tanpa penyakit penyerta” (p > 0,05). Penyakit penyerta yang tercantum dalam

rekam medis penelitian ini antara lain Diabetes Mellitus (DM) dan Penyakit

Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Penelitian lain pada tahun 2011 mengatakan

bahwa prevalensi terjadinya TB paru meningkat seiring dengan peningkatan

Page 61: Skripsi Full Text

46

prevalensi pasien DM. Patofisiologi yang terjadi pada pasien DM turut

mempengaruhi patogenesis terjadinya TB paru di mana pada pasien DM terjadi

defek pada fungsi sel-sel imun. DM dapat meningkatkan frekuensi maupun

tingkat keparahan suatu infeksi. Dalam hal manifestasi klinis, tidak ditemukan

adanya perbedaan yang signifikan antara pasien TB paru dengan DM dan

pasien TB paru tanpa DM. Gejala yang muncul cenderung lebih banyak pada

pasien TB dengan DM. Namun dari gambaran radiologi dan bakteriologi tidak

ada perbedaan antara pasien TB dengan DM dan tanpa DM (Cahyadi A &

Venty, 2011).

Pada pasien TB dengan DM menunjukkan gejala yang lebih berat

dibanding pasien TB tanpa DM. Hal tersebut juga akan mempengaruhi tingkat

kesembuhan pasien. Akibatnya IMT pasien TB dengan DM cenderung

menunjukkan peningkatan yang tidak signifikan.

Dalam suatu penelitian lain mengatakan bahwa terdapat hubungan

antara malnutrisi dengan PPOK. Kekurangan nutrisi mempengaruhi struktur,

elastisitas, fungsi paru, kekuatan dan ketahanan otot pernapasan dan pertahanan

imunitas paru. Seperti pada TB paru, pada penderita PPOK juga terjadi

peningkatan Resting Energy Expenditure (REE) dan penurunan asupan

makanan. Penurunan berat badan karena asupan makanan yang tidak adekuat

berkorelasi secara bermakna dengan buruknya prognosis PPOK (Fasitasari M,

2013).

Pada pasien TB disertai dengan PPOK menyebabkan peningkatan

Resting Energy Expenditure (REE) dan penurunan asupan makanan. Akibatnya,

berat badan pasien tidak menunjukkan peningkatan.

7. Pembahasan perbedaan peningkatan IMT berdasarkan luas lesi pada paru

Tabel 18 menunjukkan pasien TB paru lesi luas menunjukkan

peningkatan IMT lebih tinggi akan tetapi secara statistik tidak bermakna (p >

0,05)., karena sampel pasien TB paru dengan hasil radiologi paru lesi minimal

Page 62: Skripsi Full Text

47

hanya berjumlah 17 sampel, sedangkan dengan hasil radiologi lesi luas

berjumlah 146.

Kelebihan penelitian ini dari penelitian yang lain adalah karakteristik sampel

yang digunakan. Penelitian ini menggunakan sampel dari rekam medis pasien TB

paru di BBKPM Surakarta tahun 2013 dengan karakteristik berdasarkan jenis

kelamin, umur, kategori TB paru, tingkat pendidikan, ada atau tidaknya penyakit

penyerta, dan luas lesi pada paru.

Keterbatasan pada penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian ini masih menggunakan desain penelitian cross sectional, di mana

desain ini masih sangat lemah dalam menggambarkan perbedaan rerata IMT

sebelum pengobatan dan IMT sesudah pengobatan.

2. Masih banyak faktor perancu yang belum dapat dikendalikan seperti jenis obat-

obatan yang diberikan (OAT-kombinasi atau OAT lepasan) dan ada atau tidaknya

suplemen tambahan.

3. Beberapa karakteristik sampel tidak lengkap seperti tingkat pendidikan,

pemeriksaan radiologi dan penyakit penyerta.

4. Sampel yang digunakan belum memenuhi jumlah prakiraan besar sampel yang

dibutuhkan, karena data rekam medis TB paru tahun 2013 di BBKPM Surakarta

terdapat beberapa sampel yang tidak terdapat data pengukuran berat badan dan

tinggi badan.

5. Catatan rekam medis yang tidak lengkap

Page 63: Skripsi Full Text

48

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Terdapat perbedaan rerata Indeks Massa Tubuh sebelum pengobatan

dengan sesudah pengobatan (p < 0,001) pada pasien tuberkulosis paru di Balai

Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Rerata IMT setelah pengobatan

(21,340) lebih tinggi daripada rerata IMT sebelum pengobatan TB paru (19,559).

Peningkatan IMT tidak dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, kategori TB paru,

tingkat pendidikan, luas lesi pada paru, dan ada atau tidaknya penyakit penyerta.

B. Saran

1. Pendidikan dan promosi kesehatan tentang penyebab dan bahaya penyakit

saluran pernapasan terutama tuberkulosis paru.

2. Perlunya memakai masker saat berada di lingkungan yang padat penduduk

untuk mencegah menularnya tuberkulosis paru.

3. Perlunya menjaga asupan nutrisi yang seimbang supaya daya tubuh kuat

sehingga terhindar dari penyakit infeksi terutama tuberkulosis paru.

4. Untuk penelitian selanjutnya lebih baik menggunakan desain penelitian yang

lebih kuat dalam menguji adanya hubungan antar variabel yang akan diteliti

seperti cohort dan dapat dilakukan pada kelompok masyarakat yang lebih luas.

5. Untuk penelitian lebih lanjut disarankan untuk lebih dapat mengontrol variabel

perancu yang dapat mempengaruhi hasil penelitian.

Page 64: Skripsi Full Text

49

49

DAFTAR PUSTAKA

Abdoerrachman, M.H., et al., 1998. Pertumbuhan dan Perkembangan dalam Buku

Kuliah Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Aditama, T.Y., Subuh, M., 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis.

Available at http://www.tbindonesia.or.id/2012/04/09/buku-pedoman-

nasional-tb/ diakses pada tanggal 26 November 2014.

Ait-khaled N, Enarson D. Tuberculosis A Manual For Medical Students. World

Health Organization; 2003.

Alsagaff H, Mukty HA, 2002. Dasar- Dasar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga

University Press: Surabaya; 73-109.

Amin, Z., Bahar, A., 2009. Tuberkulosis Paru. Pada: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

jilid III edisi V, Sudoyo WA, editor. Jakarta: Interna Publishing, pp. 2230-8.

Brooks, GF., Carroll, K.C., Butel, J.S., Morse, S.A., 2007. Mycobacteria. In: Medical

Microbiology. 24th ed. United States of America: The McGraw-Hill

Companies Inc, pp. 320-7.

Cahyadi, A., Venty., 2011. Tuberkulosis Paru pada Pasien Diabetes Mellitus. J Indon

Med Assoc. Volume: 61, Nomor: 4, April 2011.

Djojodibroto, D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC.

Ehman M., Flood J., Barry PM., 2014. Tuberculosis Treatment Managed by

Providers outside the Public Health Department: Lessons for the Affordable

Care Act. PLoS ONE. volume 9.

Fajrin K., 2012. Evaluasi Terapi ARV Terhadap Perubahan Jumlah CD4 Dan Berat

Badan Dan Terapi OAT Terhadap Perubahan Berat Badan Pada Pasien

Koinfeksi TB/HIV Di Unit Pelayanan Terpadu HIV RSUPN DR. Cipto

Mangunkusumo Tahun 2009. Available at

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20293331-S1497-Evaluasi%20terapi.pdf

diakses tanggal 11 Januari 2015.

Page 65: Skripsi Full Text

50

Fasitasari, M., 2013. Terapi Gizi pada Lanjut Usia dengan Penyakit Paru Obstruktif

Kronik (PPOK). Sains Medika, Volume. 5, Januari-Juni 2013 : 50-61.

Gupta, K.B., Gupta, R., Atreja, A., Verma, M., Vishvkarma, S., 2009. Tuberculosis

and Nutrition. Lung India, Volume: 26, Issue: 1.

International Standart for Tuberculosis Care: Diagnosis, Treatment and Public Care,

2006. Available at http://www.who.int/tb/publications/2006/istc_report.pdf

diakses pada tanggal 26 November 2014.

Istiantoro, Y.H., Setiabudy, R., 2011. Tuberkulostatik dan Leprostatik. Pada:

Farmakologi dan Terapi, edisi 5 cetak ulang dengan tambahan 2011,

Gunawan SG, editor. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, pp. 613-32.

Jordao, L., Vieira, O.V., 2011. Review Article Tuberculosis: New Aspect of an Old

Disease. Int Journal of Cell Biology, Volume 2011.

Karyadi, E., West, C.E., Schultink, W., Nelwan, R.H.H., Gross, R., Amin, Z., et al.

2002. Poor Micronutrient Status of Active Pulmonary Tuberculosis Patients

in Indonesia. The Journal of Nutrition, 130: 2953-2958.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) Tahun 2013. available at

http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesdas

2013.PDF diakses pada tanggal 18 Oktober 2014.

KMK RI Nomor 364/MENKES/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan

Tuberkulosis (TB).

Knechel, N.A., Tuberculosis: Pathophysiologi, Clinical Features, and Diagnosis. Crit

Care Nurse. 2009; 29: 34-43.

Koblinsky, Marge et al. 1997. Kesehatan Wanita Sebuah Perspektif Global. Gajah

Mada University Press. Yogyakarta.

Notoatmodjo, S., 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, pp,

124-5.

Papathakis, P., Piwoz, E., 2008. Nutrition and Tuberculosis: A Review of the

Literature and Considerations for TB Control Programs. Chapter 2, HIV-TB

Page 66: Skripsi Full Text

51

Co-infection. Whasington: United States Agency for International

Development; 2008. p.7-9. Available on:

http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/PNADL992.pdf diakses pada tanggal 23

Oktober 2014.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2006. Pedoman Diagnosis dan

Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia.

Pratomo, I.P., Burhan, E., Tambunan, V., 2012. Malnutrisi dan Tuberkulosis. J Indon

Med Assoc, Volume: 62, Nomor: 6.

Sharma SK, Mohan A. Extrapulmonary Tuberculosis. Indian J Med Res 120.2004.

hal 316-353.

Sugondo, S., 2006. Obesitas dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 4. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

Sultan, K.M., Alobaidy, M.W., Al-Jubouri, A.M., Naser, A.A., Al-Sabah, H.A., 2012.

Assesment of Body Mass Index and Nutritional Status in Pulmonary

Tuberculosis Patients. J Fac Med Baghdad, Volume: 54, No: 3, 2012.

Supariasa, I. D. N., Bakri, B., Fajar, I., 2002. Penilaian Status Gizi, Cetakan Pertama.

Jakarta: EGC.

Tabrani, I., 2007. Konversi Sputum BTA pada Fase Intensif TB Paru Kategori I

antara Kombinasi Dosis Tetap (KDT) dan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Generik di RSUP. H. Adam Malik Medan. Tesis.

Tiwari, B.M., Kannan, N.,Vemu, L., Raghunand, T.R., 2012. The Mycobacterium

tuberculosis PE Proteins Rv0285 and Rv1386 Modulate Innate Immunity

and Mediate Bacillary Survival in Macrophages. PLoS ONE 7(12): e51686.

Vasantha, P.G,G., Subramani, R., 2008. Weight Gain in Patients With Tuberculosis

Treated Under Directly Observed Treatment Short-Course (DOTS). Indian J

Tubrc, 2009; 56: 5-9.

Page 67: Skripsi Full Text

52

WHO, 2010. Treatment of Tuberculosis Guidelines Fourth Edition. Available at

http://www.who.int/tb/publications/2010/9789241547833/en/ diakses pada

tanggal 27 Oktober 2014.

WHO, 2013. Global Tuberculosis Report 2013. Available at

http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/ diakses pada tanggal

18 Oktober 2014.

Page 68: Skripsi Full Text

61

LAMPIRAN 1

No No RM

Nama Um JK BTA Pen TB Aw IMT aw

Ak IMT ak

Peny Lesi Ket

1 064161 SRD 51 L A15 SMA 1.55 46 19.15 50 20.81 V S

2 064144 PMN 41 L A16 SD 1.64 55 20.45 54 20.08 LUAS PL

3 064439 JKS 36 L A16 1.54 44 18.55 41 17.29 MIN PL

4 064483 TBS 22 L A15 S1 1.67 57 20.44 57 20.44 LUAS S

5 063983 EP 22 L A16 1.67 54 19.36 56 20.08 LUAS PL

6 064647 SUM 45 P A16 1.5 32 14.22 34 15.11 V PL

7 064488 HS 44 L A15 SMA 1.6 61 23.83 60 23.44 S

8 064466 SPR 47 P A15 1.44 45 21.70 55 26.52 S

9 064792 SM 49 P A15 SD 1.45 38 18.07 40 19.02 V LUAS S

10 064753 SMY 55 P A16 1.49 34 15.31 35 15.77 V LUAS PL

11 064668 LC 25 L A16 1.7 56 19.38 60 20.76 MIN PL

12 064885 WK 23 P A15 SMA 1.65 47 17.26 50 18.37 LUAS S

13 041587 MN 52 L A16 SD 1.68 58 20.55 59 20.90 LUAS PL

14 065016 AP 30 P A16 SMA 1.47 53 24.53 62 28.69 LUAS PL

15 065020 PRY 40 P A16 SD 1.55 37 15.40 40 16.65 LUAS PL

16 065065 SA 42 P A16 SMA 1.55 54 22.48 56 23.31 MIN PL

17 065339 CS 53 L A15 1.63 51 19.20 53 19.95 LUAS S

18 065247 HW 54 L A15 SD 1.62 47 17.91 45 17.15 V S

19 065415 RS 41 L A15 SD 1.68 51 18.07 55 19.49 S

20 065312 KW 55 L A15 SD 1.6 48 18.75 60 23.44 S

21 065205 WJN 30 L A15 SMA 1.56 43 17.46 49 20.13 S

22 065112 JS 41 L A16 SMA 1.65 69 25.34 72 26.45 PL

23 065614 SKM 46 L A15 SD 1.61 56 21.60 60 23.15 LUAS S

24 065679 SR 40 P A15 SMA 1.53 39 16.66 45 19.22 LUAS S

25 065295 AP 28 L A16 1.73 57 19.05 63 21.05 PL

26 046044 MR 43 P A15 SD 1.46 32 15.01 44 20.41 LUAS S

27 065835 MJY 49 L A16 S1 1.73 62 20.72 75 25.06 V LUAS PL

28 065889 NR 53 L A15 S1 1.55 90 37.46 87 36.21 V LUAS S

29 065978 HK 22 L A15 SMA 1.5 47 20.89 52 23.11 LUAS S

30 007968 SPR 42 L A15 SMP 1.62 48 18.29 52 19.81 S

31 066090 SRT 56 L A15 SMA 1.48 57 26.02 65 29.67 LUAS S

32 066029 YT 47 L A15 1.6 45 17.58 52 20.31 LUAS S

53

Page 69: Skripsi Full Text

54

33 066088 SW 55 L A16 1.55 39 16.23 50 20.81 PL

34 066241 AW 26 L A15 D3 1.7 52 17.99 55 19.03 LUAS S

35 066450 EN 34 P A16 SMP 1.5 37 16.22 41 18.22 MIN PL

36 065933 MU 39 P A15 SMA 1.64 48 17.85 53 19.71 LUAS S

37 048117 KAR 50 P A15 SD 1.55 53 21.85 52 21.64 LUAS S

38 066522 WC 34 L A16 SMA 1.67 48 17.21 51 18.29 MIN PL

39 066521 STR 56 P A15 SD 1.51 31 13.60 34 14.91 LUAS S

40 066014 SD 25 L A15 1.8 71 21.91 76 23.46 LUAS S

41 066982 TY 41 L A15 SD 1.58 56 22.43 66 26.44 V LUAS S

42 066741 RP 26 P A16 SMA 1.53 35 14.95 38 16.02 LUAS PL

43 066899 SR 50 P A15 1.55 45 18.73 47 19.56 S

44 067058 W 52 P A15 SMP 1.44 37 17.84 39 18.81 LUAS S

45 066763 SH 53 P A15 1.55 45 18.73 48 19.98 LUAS S

46 066986 NS 34 P A15 1.5 43 18.89 48 21.33 LUAS S

47 066966 DC 27 P A16 D1 1.65 65 23.88 67 24.61 LUAS PL

48 066816 KH 22 L A16 S1 1.63 43 16.18 43 16.18 LUAS PL

49 067177 DP 24 L A15 SMA 1.64 44 16.36 50 18.59 S

50 067138 DY 39 L A16 SMA 1.63 43 16.18 55 20.70 MIN PL

51 067399 WT 48 L A16 SD 1.61 48 18.32 77 29.71 LUAS PL

52 067569 ML 35 P A15 SD 1.55 44 18.31 54 22.48 LUAS S

53 067456 SW 28 P A15 1.59 58 22.94 63 24.92 LUAS S

54 067672 AY 22 P A15 S1 1.52 38 16.45 40 17.31 LUAS S

55 067710 R 41 L A15 1.67 54 19.36 55 19.72 LUAS S

56 022699 SN 39 L A16 SD 1.49 26 11.71 28 12.61 PL

57 067769 M 53 P A16 SD 1.53 63 26.91 70 29.90 V LUAS PL

58 067686 R 52 P A16 1.6 51 19.92 51 19.92 LUAS PL

59 067511 SR 41 L A15 SMA 1.52 72 30.95 77 33.33 V LUAS S

60 067874 SI 54 P A15 SD 1.5 37 16.44 41 18.00 S

61 067890 MS 55 P A15 1.55 41 17.07 44 18.31 LUAS S

62 067658 SW 40 L A16 1.7 70 24.22 73 25.26 MIN PL

63 067853 YT 44 L A16 1.6 53 20.70 58 22.66 V LUAS PL

64 067754 SR 40 P A15 SMA 1.52 44 19.04 43 18.61 LUAS S

65 067956 DL 33 P A15 SMA 1.6 42 16.21 48 18.75 LUAS S

66 063302 SG 43 P A15 SD 1.6 72 28.13 72 27.93 LUAS S

67 068258 SL 51 L A15 S1 1.56 48 19.52 50 20.55 V S

68 068262 DS 57 L A15 SD 1.68 51 18.07 65 23.03 S

Page 70: Skripsi Full Text

55

69 068254 S 58 P A16 SD 1.46 30 14.07 33 15.48 LUAS PL

70 068163 SAM 53 L A16 SD 1.7 65 22.49 66 22.84 LUAS PL

71 068300 SRM 52 P A15 1.45 45 21.40 53 24.97 LUAS S

72 068354 GY 50 P A15 SD 1.47 48 21.98 54 24.99 V LUAS S

73 068130 AS 24 L A16 SMA 1.6 53 20.70 54 21.09 MIN PL

74 067725 J 40 L A15 SD 1.62 48 18.29 51 19.43 LUAS S

75 068180 L 51 P A15 SMA 1.48 39 17.80 40 18.03 V LUAS S

76 068466 DN 25 L A15 SMA 1.55 40 16.44 42 17.48 S

77 068443 KP 53 L A15 SD 1.53 51 21.79 51 21.79 S

78 068565 NG 47 P A15 SD 1.58 41 16.42 48 19.23 LUAS S

79 063757 HI 29 P A15 1.59 43 17.01 47 18.59 LUAS S

80 068602 S 57 P A15 SD 1.43 55 26.90 66 32.28 LUAS S

81 068601 SR 44 P A15 SD 1.47 49 22.68 52 24.06 LUAS S

82 068469 P 42 L A16 1.74 42 13.87 45 14.86 V LUAS PL

83 068436 W 25 P A16 1.57 45 18.26 49 19.68 LUAS PL

84 068541 Y 47 L A15 SMA 1.65 59 21.67 67 24.61 LUAS S

85 068724 JBP 36 L A15 SMA 1.7 45 15.57 54 18.69 LUAS S

86 068732 RW 43 L A15 SMA 1.6 61 23.83 63 24.61 LUAS S

87 033093 JR 50 L A15 S1 1.62 52 19.81 57 21.72 LUAS S

88 068337 AK 48 L A15 SD 1.65 50 18.37 57 20.94 LUAS S

89 068788 S 46 L A15 SMP 1.52 33 14.28 38 16.45 V S

90 068792 LS 30 L A15 SMA 1.72 50 16.90 59 19.94 LUAS S

91 068449 SH 36 P A16 SMP 1.5 34 14.89 37 16.44 LUAS PL

92 069059 RB 25 P A15 D3 1.6 38 14.84 43 16.80 LUAS S

93 069194 H 48 L A15 SMP 1.6 65 25.39 73 28.52 V LUAS S

94 069042 FH 21 L A15 SMA 1.69 60 21.01 57 19.96 LUAS S

95 069317 S 51 L A15 SMA 1.63 52 19.38 57 21.45 S

96 069297 S 52 L A16 SD 1.7 59 20.42 61 21.11 PL

97 069334 W 24 L A15 SMA 1.7 52 17.82 58 20.07 LUAS S

98 069275 AR 21 P A15 S1 1.6 61 23.83 69 26.95 LUAS S

99 069284 MAR 60 L A15 SMA 1.61 64 24.69 85 32.79 LUAS S

100 069356 DJ 44 P A15 1.54 43 18.13 45 18.97 MIN S

101 069424 EP 25 P A15 1.6 55 21.48 63 24.61 LUAS S

102 069016 SA 29 P A16 1.54 50 21.08 52 21.93 LUAS PL

103 069361 JS 59 L A15 SMA 1.56 72 29.38 78 32.05 MIN S

104 069576 HM 43 L A15 SMA 1.7 75 25.95 94 32.53 V LUAS S

Page 71: Skripsi Full Text

56

105 068962 IB 21 L A15 1.7 56 19.38 63 21.80 S

106 069743 ZH 47 L A15 SMA 1.58 62 24.84 72 28.84 V S

107 069754 AS 44 P A15 D2 1.49 36 16.22 39 17.57 V LUAS S

108 069677 NGT 34 P A15 1.55 46 19.15 54 22.48 LUAS S

109 069782 PRY 40 P A15 SD 1.63 62 23.34 63 23.71 LUAS S

110 005231 FA 22 L A16 SMA 1.55 37 15.40 43 17.90 LUAS PL

111 069851 RP 21 P A15 SMA 1.6 37 14.45 43 16.80 LUAS S

112 069951 VIP 21 P A16 SMA 1.57 54 21.91 55 22.31 MIN PL

113 069956 DAS 51 P A15 SD 1.47 43 19.90 44 20.36 LUAS S

114 070077 SAY 59 L A15 SD 1.63 49 18.44 50 18.82 S

115 070204 SUK 53 L A15 SMA 1.61 45 17.36 48 18.32 LUAS S

116 070181 HAN 25 L A15 1.6 51 19.92 52 20.31 LUAS S

117 070053 SP 46 P A16 SMA 1.53 48 20.50 47 20.08 MIN PL

118 070221 AAS 26 L A16 D3 1.69 63 22.06 65 22.76 LUAS PL

119 070042 G 42 L A15 1.63 52 19.57 62 23.34 S

120 070232 EYE 29 L A15 SMA 1.71 52 17.78 56 19.15 S

121 070109 M 31 P A15 SMA 1.57 48 19.27 54 21.91 LUAS S

122 070166 GYT 53 P A15 SD 1.5 65 28.89 64 28.22 LUAS S

123 070176 APD 27 L A15 SMA 1.73 54 17.88 58 19.38 S

124 070495 HS 33 L A15 1.74 60 19.82 63 20.64 LUAS S

125 070428 BS 57 L A15 SMP 1.6 56 21.88 66 25.78 LUAS S

126 043892 RAH 39 L A16 S1 1.65 62 22.77 65 23.88 V LUAS PL

127 070579 SK 37 P A15 SMP 1.47 43 19.90 49 22.44 MIN S

128 070713 MR 24 L A15 SMA 1.6 45 17.38 53 20.70 LUAS S

129 070776 SU 41 P A15 SMA 1.54 55 23.19 62 26.14 V LUAS S

130 070680 H 36 L A15 SMA 1.68 62 21.79 72 25.51 LUAS S

131 070852 Y 22 L A15 SMP 1.57 40 16.23 53 21.50 LUAS S

132 071109 T 50 L A15 1.5 58 25.78 59 26.22 V LUAS S

133 071072 AT 23 L A15 SMA 1.68 54 19.13 61 21.61 S

134 071227 AP 21 L A15 1.73 62 20.72 65 21.72 LUAS S

135 071138 LS 38 P A15 SMP 1.5 44 19.33 47 20.89 LUAS S

136 071327 S 28 P A15 SMP 1.41 29 14.59 32 16.10 V LUAS S

137 071851 NGA 53 P A15 SD 1.43 47 22.98 45 22.01 LUAS S

138 071116 SUY 30 P A16 SD 1.47 39 18.05 45 20.82 V LUAS PL

139 071430 DS 35 L A15 SMA 1.61 49 18.90 55 21.22 S

140 071446 TB 28 P A16 SMA 1.47 43 19.67 47 21.75 LUAS PL

Page 72: Skripsi Full Text

57

141 071620 SOE 60 L A15 SMA 1.65 43 15.79 48 17.63 LUAS S

142 071765 SUS 29 L A15 SMA 1.66 49 17.78 50 18.14 LUAS S

143 071805 MR 45 L A15 SD 1.6 81 31.64 85 33.20 LUAS S

144 071848 BW 34 L A15 D1 1.58 43 17.22 45 18.03 LUAS S

145 071851 NGA 53 P A15 SD 1.43 47 22.98 45 22.01 LUAS S

146 071251 TRI 54 P A15 SD 1.51 50 21.93 51 22.37 S

147 071760 SUM 50 P A15 D1 1.48 32 14.38 40 18.26 S

148 071959 SUP 38 L A15 SMP 1.62 46 17.53 50 19.05 S

149 071618 JUM 40 L A16 SMP 1.55 50 20.81 43 17.90 PL

150 071864 SAR 49 P A15 SD 1.53 44 18.80 54 23.07 V LUAS S

151 072074 HAM 50 L A15 1.66 47 17.06 48 17.42 LUAS S

152 072027 SUP 60 L A15 1.65 59 21.67 61 22.41 LUAS S

153 072157 DP 34 P A15 SMA 1.52 43 18.61 49 21.21 LUAS S

154 071996 SK 31 P A15 S1 1.5 49 21.78 51 22.67 S

155 072075 MEN 48 P A15 SD 1.5 53 23.56 48 21.33 S

156 030305 DS 26 L A15 SMA 1.61 41 15.82 48 18.52 LUAS S

157 072169 SUH 33 P A16 SMA 1.61 51 19.68 55 21.22 LUAS PL

158 072315 PT 51 L A15 SMA 1.62 56 21.34 63 24.01 V LUAS S

159 047412 SUR 48 L A15 SMA 1.67 36 12.91 38 13.63 LUAS S

160 072337 SUG 53 L A16 SMA 1.58 52 20.63 57 22.83 V PL

161 072411 SUS 23 L A15 SMA 1.55 39 16.23 45 18.73 S

162 072363 RE 39 P A16 1.55 39 16.23 45 18.73 LUAS PL

163 072642 SET 55 L A15 SMA 1.62 66 25.15 65 24.77 MIN S

164 070607 SAR 51 L A16 SMP 1.55 45 18.73 52 21.64 PL

165 072666 SUM 51 P A15 1.5 56 24.89 64 28.44 V S

166 072483 MR 32 P A15 SMP 1.5 55 24.44 44 19.56 LUAS S

167 072545 FA 24 L A15 S1 1.7 49 16.96 58 20.07 LUAS S

168 047960 SH 30 P A15 SMP 1.5 33 14.67 39 17.33 V LUAS S

169 072950 ARJ 21 P A15 1.55 39 16.23 45 18.52 S

170 072979 ES 46 L A15 SMA 1.6 39 15.23 45 17.58 LUAS S

171 073139 SUP 42 L A15 SMA 1.63 48 18.07 53 19.95 LUAS S

172 073453 DH 30 L A15 SMA 1.49 38 17.12 41 18.47 LUAS S

173 073346 SUR 42 P A16 SMA 1.48 43 19.63 42 19.17 LUAS PL

174 073362 SUT 40 L A16 SMA 1.63 67 25.22 66 24.84 V PL

175 073553 SUR 26 P A15 SMP 1.46 37 17.36 45 21.11 LUAS S

176 073573 HR 56 L A15 SMP 1.56 46 18.90 49 19.93 LUAS S

Page 73: Skripsi Full Text

58

177 073612 YT 48 P A15 1.52 38 16.23 48 20.78 LUAS S

178 073586 SI 46 P A16 D2 1.5 33 14.67 35 15.56 PL

179 073552 P 40 L A16 SMA 1.63 55 20.70 55 20.70 V PL

180 073777 SUY 27 L A15 SD 1.5 43 19.11 45 20.00 S

181 062836 KAS 50 P A15 1.47 62 28.69 86 39.80 V LUAS S

182 073825 SAR 52 P A15 SD 1.47 30 13.88 38 17.59 LUAS S

183 073961 SB 22 P A15 SD 1.5 42 18.67 49 21.78 LUAS S

184 074044 DE 25 P A15 1.5 51 22.44 58 25.56 MIN S

185 074066 DK 29 P A15 SMA 1.52 45 19.26 46 19.91 LUAS S

186 074113 TGY 45 L A15 SMA 1.68 48 17.01 62 21.97 LUAS S

187 074095 SP 38 L A15 SMA 1.58 42 16.82 61 24.44 LUAS S

188 074139 S 24 P A15 SMP 1.53 33 14.10 40 17.09 LUAS S

189 074166 RK 28 P A15 SMA 1.55 39 16.23 52 21.64 LUAS S

190 074207 MU 45 P A15 SD 1.58 48 19.23 49 19.43 V S

191 074134 ES 56 P A16 SMP 1.44 45 21.70 47 22.67 LUAS PL

192 074350 MEG 25 P A15 1.5 43 19.11 46 20.44 S

193 032638 Y 47 P A15 1.5 38 16.89 45 20.00 LUAS S

194 074320 SR 57 L A15 SMP 1.55 46 19.15 46 18.94 LUAS S

195 074528 YP 40 L A15 1.73 64 21.38 68 22.72 MIN S

196 074428 MAR 41 P A15 SD 1.45 50 23.78 55 25.92 V MIN S

197 074551 PM 21 P A15 1.52 46 19.91 48 20.78 LUAS S

198 074597 HT 40 P A16 SMA 1.48 34 15.52 36 16.44 PL

199 074720 SH 41 P A15 SMP 1.5 44 19.56 45 20.00 S

200 074644 M 47 L A15 1.68 70 24.80 68 24.09 V LUAS S

201 074757 SB 52 P A15 SMP 1.53 55 23.28 59 25.20 V LUAS S

202 074825 SP 40 P A15 SD 1.5 41 18.40 45 20.00 LUAS S

203 074781 SU 58 P A16 SD 1.53 43 18.37 45 19.22 LUAS PL

204 074962 AZ 43 L A15 SMA 1.6 60 23.44 63 24.61 V LUAS S

205 075015 SR 26 P A15 1.64 46 17.10 50 18.59 LUAS S

206 074891 W 46 L A15 SD 1.57 54 21.91 55 22.31 LUAS S

207 030661 SU 51 P A15 SD 1.53 55 23.50 52 22.21 LUAS S

208 075100 KAS 55 P A15 SD 1.5 49 21.56 51 22.44 V S

209 075109 TRI 31 P A15 SMA 1.54 33 13.91 35 14.76 S

210 074930 CPA 25 L A16 D3 1.68 48 17.01 49 17.36 LUAS PL

211 075045 S 46 P A15 SD 1.55 47 19.35 49 20.40 LUAS S

212 075181 S 45 L A15 S3 1.63 41 15.43 42 15.81 LUAS S

Page 74: Skripsi Full Text

59

213 060394 M 51 L A16 1.57 49 19.88 51 20.69 LUAS PL

214 075235 KS 52 L A16 SMA 1.55 40 16.65 46 19.15 V LUAS PL

215 075278 P 51 L A15 SMA 1.53 44 18.58 43 18.37 LUAS S

216 075245 WH 29 P A16 S1 1.61 48 18.32 50 19.29 V LUAS PL

Page 75: Skripsi Full Text

61

LAMPIRAN 2

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

sebelum sesudah

N 216 216

Normal Parametersa,,b

Mean 19.5912 21.3633

Std. Deviation 3.71014 4.06115

Most Extreme Differences Absolute .099 .108

Positive .099 .108

Negative -.049 -.061

Kolmogorov-Smirnov Z 1.454 1.588

Asymp. Sig. (2-tailed) .029 .013

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

NPar Tests T-Test [DataSet3]

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 imt_sebelum 1.2848 216 .07874 .00536

imt_sesudah 1.3225 216 .07757 .00528

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 imt_sebelu

m &

imt_sesud

ah

216 .884 .000

60

Page 76: Skripsi Full Text

61

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 imt_sebelum - imt_sesudah

-.03774 .03759 .00256 -.04278 -.03270 -14.757 215 .000

Group Statistics

gender N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

sel_imt Laki-laki 114 1.7994 1.97970 .18542

Perempuan 102 1.7402 1.87876 .18602

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference Lower Upper

sel_imt Equal variances assumed

.246 .620 .225 214 .822 .05919 .26342 -.46003 .57841

Equal variances not assumed

.225 213.246 .822 .05919 .26265 -.45853 .57691

Page 77: Skripsi Full Text

62

Group Statistics

kat_TB N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

sel_imt TB paru BTA+

159 1.9128 1.92120 .15236

TB paru BTA-

57 1.3772 1.91025 .25302

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference Lower Upper

sel_imt Equal variances assumed

1.199 .275 1.808 214 .072 .53557 .29615 -.04818 1.11932

Equal variances not assumed

1.813 99.346 .073 .53557 .29535 -.05044 1.12159

Group Statistics

lesi N Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

sel_imt minimal 17 1.3076 1.43231 .34739

luas 146 1.8618 2.02085 .16725

Page 78: Skripsi Full Text

63

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference Lower Upper

sel_imt Equal variances assumed

.981 .324 -1.097 161 .274 -.55413 .50491 -1.55123 .44296

Equal variances not assumed

-1.437 24.134 .163 -.55413 .38555 -1.34964 .24137

Ranks

penyakit N

Mean Rank

Sum of Ranks

sel_imt Penyakit penyerta

37 112.01 4144.50

Tanpa penyakit penyerta

179 107.77 19291.50

Total 216

Test Statisticsa

sel_imt

Mann-Whitney U

3181.500

Wilcoxon W

19291.500

Z -.376

Asymp. Sig. (2-tailed)

.707

Page 79: Skripsi Full Text

64

ANOVA

sel_imt

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 8.419 2 4.209 1.117 .330

Within Groups 617.772 164 3.767

Total 626.191 166

Multiple Comparisons

sel_imt

Tukey HSD

(I) pendidikan (J) pendidikan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

dasar menengah -.29433 .33754 .659 -1.0927 .5040

atas .34843 .49506 .762 -.8225 1.5193

menengah dasar .29433 .33754 .659 -.5040 1.0927

atas .64277 .45967 .344 -.4444 1.7300

atas dasar -.34843 .49506 .762 -1.5193 .8225

menengah -.64277 .45967 .344 -1.7300 .4444

Page 80: Skripsi Full Text

65

sel_imt

Tukey HSDa,,b

pendidikan N

Subset for alpha

= 0.05

1

atas 22 1.2800

dasar 51 1.6284

menengah 94 1.9228

Sig. .306

Means for groups in homogeneous subsets

are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

39.630.

b. The group sizes are unequal. The

harmonic mean of the group sizes is used.

Type I error levels are not guaranteed.

Descriptives

sel_imt

N Mean Std. Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound

21-30 61 1.8261 1.24219 .15905 1.5079 2.1442 -1.05 5.41

31-40 40 1.5215 1.99369 .31523 .8839 2.1591 -4.89 7.61

41-50 61 2.1059 2.41927 .30976 1.4863 2.7255 -2.22 11.38

51-60 54 1.5170 1.88234 .25615 1.0033 2.0308 -1.28 8.10

Total 216 1.7714 1.92844 .13121 1.5128 2.0301 -4.89 11.38

Page 81: Skripsi Full Text

66

Test of Homogeneity of Variances

sel_imt

Levene Statistic df1 df2 Sig.

3.218 3 212 .024

ANOVA

sel_imt

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 12.999 3 4.333 1.168 .323

Within Groups 786.561 212 3.710

Total 799.560 215

Multiple Comparisons

sel_imt

Tukey HSD

(I) umur (J) umur

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

21-30 31-40 .30457 .39189 .865 -.7102 1.3194

41-50 -.27984 .34878 .853 -1.1830 .6233

51-60 .30903 .35990 .826 -.6229 1.2410

31-40 21-30 -.30457 .39189 .865 -1.3194 .7102

41-50 -.58440 .39189 .445 -1.5992 .4304

51-60 .00446 .40182 1.000 -1.0361 1.0450

41-50 21-30 .27984 .34878 .853 -.6233 1.1830

31-40 .58440 .39189 .445 -.4304 1.5992

51-60 .58886 .35990 .361 -.3431 1.5208

51-60 21-30 -.30903 .35990 .826 -1.2410 .6229

Page 82: Skripsi Full Text

67

31-40 -.00446 .40182 1.000 -1.0450 1.0361

41-50 -.58886 .35990 .361 -1.5208 .3431

sel_imt

Tukey HSDa,,b

umur N

Subset for alpha

= 0.05

1

51-60 54 1.5170

31-40 40 1.5215

21-30 61 1.8261

41-50 61 2.1059

Sig. .401

Means for groups in homogeneous

subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size =

52.421.

b. The group sizes are unequal. The

harmonic mean of the group sizes is

used. Type I error levels are not

guaranteed.

Page 83: Skripsi Full Text

68

LAMPIRAN 3

Page 84: Skripsi Full Text

69