Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

65
UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN KEBIASAAN MENCUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN KECACINGAN PADA SISWA SD “X” DI CILINCING, JAKARTA UTARA SKRIPSI AMBARTYAS NIKEN WIJAYANINGRUM 0706258630 FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM JAKARTA JUNI 2011

description

Skripsi

Transcript of Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

Page 1: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN KEBIASAAN MENCUCI TANGAN DENGAN

KEJADIAN KECACINGAN PADA SISWA SD “X” DI

CILINCING, JAKARTA UTARA

SKRIPSI

AMBARTYAS NIKEN WIJAYANINGRUM

0706258630

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM

JAKARTA

JUNI 2011

Page 2: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN KEBIASAAN MENCUCI TANGAN DENGAN

KEJADIAN KECACINGAN PADA SISWA SD “X” DI

CILINCING, JAKARTA UTARA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran

AMBARTYAS NIKEN WIJAYANINGRUM

0706258630

FAKULTAS KEDOKTERAN

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER UMUM

JAKARTA

JUNI 2011

Page 3: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

ii

Page 4: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

iii

Page 5: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama penulis ingin memanjatkan puji dan syukur kehadirat

Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat

untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran dalam Program Studi Pendidikan

Dokter Umum Fakultas Kedokteran Indonesia.

Tak lupa penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Dengan bantuan merekalah skripsi ini dapat terselesaikan.

1. dr. Agnes Kurniawan, PhD, Sp.Park selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingannya dalam hal mengarahkan penulis dalam menyusun

skripsi ini. Terima kasih telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

2. dr. Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOK, PhD selaku dosen pembimbing

statistik dalam hal menyusun skripsi ini;

3. Dr. dr. Saptawati Bardosono, MSc selaku ketua modul riset yang telah

memberikan ijin untuk dilakukannya penelitian ini;

4. Para guru serta staf SD ”X” di Cilincing, Jakarta Utara yang telah

memberikan ijin untuk dilakukan penelitian di tempat tersebut dan

memberikan fasilitas yang memadai sehingga penelitian bisa terlaksana

dengan baik

5. Orang tua serta keluarga yang telah memberikan dukungan baik moral

maupun material;

6. Serta teman-teman sekelompok Amy Cynthia, Arfenda Puntia, Dieta Rizki,

Imam Ciptadi, dan Nur Laila Fitriati Ahwanah yang telah banyak membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 6: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

v

Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki

banyak kekurangan dalam hal penulisan, oleh karena itu penulis ingin meminta

maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat

bagi masyarakat sekitar khususnya dalam bidang kedokteran.

.

Jakarta, Juni 2011

Penulis

Page 7: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Ambartyas Niken Wijayaningrum

NPM : 0706258630

Program Studi : Pendidikan Dokter Umum

Fakultas : Kedokteran

Jenis karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive

Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: ”Hubungan Kebiasaan

Mencuci Tangan dengan Kejadian Kecacingan pada Siswa SD “X” di Cilincing,

Jakarta Utara” beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas

Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/format-kan, mengelolah dalam bentuk pangkalan data (database),

merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemiliki Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 17 Juni 2011

Yang menyatakan,

Ambartyas Niken Wijayaningrum

Page 8: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

vii

ABSTRAK

Nama : Ambartyas Niken Wijayaningrum

Program Studi : Pendidikan Dokter Umum

Judul : Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Kejadian

Kecacingan pada Siswa SD “X” di Cilincing, Jakarta Utara

Kecacingan masih menjadi masalah kesehatan pada anak Indonesia di pedesaan

dan daeran perkotaan yang padat penduduk dengan sanitasi dan higiene yang

kurang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan

mencuci tangan dengan kejadian kecacingan pada anak SD “X” di Cilincing

Jakarta Utara. Penelitian dilakukan secara cross-sectional. Data didapatkan

melalui wawancara dan pengisian kuesioner pada 104 siswa SD “X” kelas 3-5.

Selanjutnya dilakukan skor penilaian dan dianalisis secara statistik dengan

program SPSS v 13.0 dan uji Fisher. Hasil penelitian memperlihatkan 65 siswa

(62,5%) mengalami kecacingan terdiri dari 30 anak terinfeksi A. lumbricoides, 10

anak terinfeksi T. trichiura dan 25 anak dengan infeksi campuran. Analisis

kebiasaan mencuci tangan menunjukkan 100 orang siswa (96.2%) memiliki

kebiasaan mencuci tangan yang baik yaitu selalu mencuci tangan sebelum makan,

setelah defekasi maupun bermain. Analisis statistik menunjukkan tidak adanya

hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian

kecacingan. (p = 1,000; p > 0,05) Untuk itu diperlukan rancangan penelitian yang

melibatkan kelompok studi dan control serta observasi mendalam.

Kata kunci : kecacingan, kebiasaan mencuci tangan, siswa SD, Cilincing

Page 9: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

vii

ABSTRACT

Name : Ambartyas Niken Wijayaningrum

Major : General Medicine

Title : The Association between Hand Washing Habit and the

Occurrence of Intestinal Helminthiasis in Elementary School

Students at Cilincing, North Jakarta

Intestinal helminthiasis is still a problem among school children in Indonesia and

affect mostly those living in rural area or densely populated urban area with

inadequate hygiene and sanitation. This study was aimed to investigate the

association between hand washing habits with intestinal helminthiasis among the

elementary school students in Cilincing, North Jakarta. A cross-sectional study

was performed involving 104 students from grade 3 – 5. Data was obtained

through questionnaires and interview, was then scored, analyzed statistically with

SPSS v 13.0 program and Fisher test. The result showed that 65 out of 104

students (62.5%) were infected with worms, majority by Ascaris lumbricoides

(46.2%), followed by Trichuris trichiura (15.4%) and the rest was a mixed

infection (38.5%). Analysis of hand washing habit showed 100 students (96.2%)

had good habit which was statistically no significant association between hand

washing habit with worm infection (p = 1,000; p > 0,05). Better study design

involving case control groups and close observation are necessary to elucidate the

association.

Keywords : intestinal helminthiasis, hand washing habit, elementary school

students, Cilincing

Page 10: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................. iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

ABSTRACT ........................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... x

DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xii

I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

I.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1

I.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

I.3. Hipotesis .................................................................................................... 2

I.4. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2

I.4.1. Tujuan Umum .................................................................................. 2

I.4.2. Tujuan Khusus ................................................................................ .3

I.5. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 3

I.5.1. Manfaat Bagi Penulis ....................................................................... 3

I.5.2. Manfaat Bagi Institusi ...................................................................... 3

I.5.3. Manfaat Bagi Masyarakat ................................................................ 3

II. LANDASAN TEORI ....................................................................................... 4

II.1. Definisi Kecacingan .................................................................................. 4

II.2. Informasi Mengenai Nematoda Usus ........................................................ 4

II.2.1. Ascaris lumbricoides ...................................................................... 4

II.2.2. Trichuris trichiura .......................................................................... 5

II.2.3. Cacing Tambang ............................................................................. 6

II.2.4. Oxyuris vermicularis ...................................................................... 6

II.3. Informasi Mengenai Kecacingan ............................................................... 7

II.3.1. Askariasis ....................................................................................... 7

II.3.2. Trikuriasis ..................................................................................... 11

II.3.3. Infeksi Cacing Tambang............................................................... 12

II.3.4. Enterobiasis .................................................................................. 15

II.4. Informasi Mengenai Faktor-Faktor Kecacingan.....................................17

II.4.1. Kebiasaan Mencuci Tangan ......................................................... 17

II.4.2. Kebiasaan Menggunting Kuku ..................................................... 18

II.4.3. Aktivitas Memasukkan Tangan ke Mulut ................................... 18

II.4.4. Kebiasaan Bermain Tanah ............................................................ 19

II.4.5. Kebiasaan Jajan ............................................................................ 20

II.4.6. Kebiasaan Buang Air Besar.......................................................... 21

Page 11: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

ix

II.3.7. Pemakaian Alas Kaki ................................................................... 22

II.4. Kerangka Konsep ..................................................................................... 23

III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 24

III.1. Desain Penelitian .................................................................................... 24

III.2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 24

III.3. Populasi Penelitian ................................................................................. 24

III.3.1. Populasi Target........................................................................... 24

III.3.2. Populasi Terjangkau ................................................................... 24

III.4. Sampel dan Cara Pemilihan Sampel ...................................................... 24

III.5. Estimasi Besar Sampel ........................................................................... 25

III.6. Kriteria Inklusi dan Eksklusi .................................................................. 25

III.7. Cara Kerja .............................................................................................. 26

III.8. Identifikasi Variabel ............................................................................... 26

III.9. Definisi Operasional............................................................................... 26

III.10.Pengolahan dan Analisis Data ................................................................ 26

III.11.Etika Penelitian ...................................................................................... 28

IV. HASIL PENELITIAN ................................................................................... 29

IV.1. Profil Subjek Penelitian .......................................................................... 29

IV.2. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan dan Kejadian Kecacingan ........ 29

V. PEMBAHASAN ............................................................................................. 35

V.1. Infeksi Kecacingan pada Siswa SD ......................................................... 35

V.2. Analisis Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan dan Kejadian

Kecacingan.......................................................................................................35

V.3. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian ................................................... 37

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 38

VI.1. Kesimpulan ............................................................................................ 38

VI.2. Saran ....................................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 39

LAMPIRAN .......................................................................................................... 43

1. Informed Consent ............................................................................................... 43

2. Kuesioner ........................................................................................................... 44

3. Tabel Penilaian Kebiasaan Mencuci Tangan ..................................................... 45

4. Hasil Pengolahan Data SPSS ............................................................................. 46

Page 12: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 A. lumbricoides dewasa dan telur ......................................................... 5

Gambar 2.2 T. trichiura dan telur ............................................................................ 6

Gambar 2.3 A. duodenale jantan dan betina dan telur ............................................. 6

Gambar 2.4 O. vermicularis dan telur ...................................................................... 7

Gambar 2.5 Daur hidup A. lumbricoides ................................................................. 8

Gambar 2.6 Daur hidup T. trichiura ...................................................................... 11

Gambar 2.7 Daur hidup cacing tambang................................................................ 13

Gambar 2.8 Daur hidup O. Vermicularis ............................................................... 15

Gambar 2.9 Skema Penyebaran Penyakit melalui Tinja ........................................ 22

Page 13: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

xi

DATA TABEL

Tabel 4.1 Data Umum Siswa SD “X” Cilincing, Jakarta Utara ............................. 29

Tabel 4.2 Distribusi Kelas ...................................................................................... 30

Tabel 4.3 Distribusi Jenis Kelamin ........................................................................ 30

Tabel 4.4 Distribusi Infeksi Kecacingan ................................................................ 31

Tabel 4.5 Distribusi Infeksi Kecacingan berdasarkan Jenis Cacing ...................... 31

Tabel 4.6 Distribusi Kebiasaan Mencuci Tangan .................................................. 32

Tabel 4.7 Distribusi Kebiasaan Mencuci Tangan Baik dan Tidak Baik ................ 33

Tabel 4.8 Analisis Statistik uji chi-square pada masing-masing faktor dengan

angka kejadian kecacingan ..................................................................................... 33

Tabel 4.9 Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Infeksi Kecacingan ..... 33

Page 14: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

xii

DAFTAR SINGKATAN

BAB : Buang Air Besar

ERCP : Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography

FAO : Food and Agriculture Organization

FKUI : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Ig : Imunoglobulin

Puslitbang : Pusat Penelitian dan Pengembangan

RI : Republik Indonesia

SD-WGT-Taskin : Sekolah Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu

Pengentasan Kemiskinan

SDN : Sekolah Dasar Negeri

SPSS : Statistical Package for the Social Sciences

USG : Ultrasonography

WHO : World Health Organizatin

Page 15: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

1

Universitas Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Penyakit infeksi cacing usus merupakan penyakit infeksi kronik yang

banyak menyerang balita dan anak terutama usia sekolah dasar.1 Apabila kondisi

ini berlangsung pada jangka waktu yang lama dapat mengganggu proses

pertumbuhan serta perkembangan pada anak tersebut.2 Di Indonesia sendiri,

infeksi kecacingan masih banyak terjadi yaitu sekitar 60% hingga 90%

bergantung kepada lokasi dan sanitasi suatu daerah.3 Jenis cacing yang

menginfeksi pun beraneka ragam namun berdasarkan bagian parasitologi fkui

rscm, jenis cacing terbanyak menginfeksi antara lain A. lumbricoides, T. trichiura,

dan A. americanus.4

Pada penelitian yang telah dilakukan pada tahun 1996 didapatkan

prevalensi kecacingan di Jakarta Utara sebesar 59.96% akibat A. lumbricoides dan

79.64% diakibatkan oleh T. trichiura.5 Prevalensi Ascaris dan Trichuris pada

anak-anak usia dibawah 5 tahun di daerah Joglo, Jakarta adalah masing-masing

sebesar 73.2% dan 60.9%.6 Sedangkan pada daerah Kramat, Jakarta Pusat, dengan

usia yang sama, infeksi Ascaris dan Trichuris berturut-turut sebesar 66.67% dan

61.12%.7

Berdasarkan hasil penelitian dari departemen Parasitologi FKUI pada

tahun 2008 sebanyak 65% siswa di SD “X” cilincing, Jakarta Utara terinfeksi oleh

cacing usus dimana cacing gelang merupakan penyebab terbanyak diantara cacing

usus lainnya seperti cacing tambang, cacing cambuk, dan cacing kremi.8

Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dapat terinfeksi cacing antara

lain adalah iklim tropis, rendahnya kesadaran terhadap kebersihan diri, buruknya

sistem sanitasi yang ada, rendahnya kondisi sosial ekonomi masyarakat, serta

jumlah penduduk yang padat (Prof. Tjandra Yoga Aditama, Sp. P (K), MARS,

DTM & H).9

Berikut ini adalah yang termasuk di dalam kesadaran akan kebersihan diri

antara lain kebiasaan mencuci tangan, menggunting kuku, memasukkan tangan ke

mulut, bermain tanah, jajan, dan kebiasaan buang air besar.

Page 16: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

2

Universitas Indonesia

Kuman dapat ditemukan di berbagai tempat dan barang seperti alat tulis,

buku, dan benda lainnya. Anak usia sekolah khususnya yang berada di sekolah

dasar sering menggunakan benda-benda tersebut dan saling bertukar. Dengan cara

inilah kuman-kuman tersebut berpindah tangan dari satu anak ke anak lainnya dan

bentuk infektif dari cacing gelang masuk melalui mulut bersama makanan dan

minuman dan tangan yang kotor.10

Oleh karena itu, mencuci tangan adalah salah

satu faktor penting untuk mencegah terjadinya kecacingan.11

Hal tersebut diatas sangatlah menarik untuk diteliti. Penelitian ini dibuat

untuk menambah keilmuan di bidang kedokteran dan megetahui tatalaksana

selanjutnya yang akan diberikan.

Hal-hal tersebut melatarbelakangi penulis untuk menyusun penelitian

dengan judul “Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Kejadian

Kecacingan pada Siswa SD “x” di Cilincing, Jakarta Utara”.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pertanyaan dalam penelitian

ini adalah:

Bagaimana hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian

kecacingan pada siswa SD “x” di Cilincing Jakarta Utara?

I.3. Hipotesis

Terdapat hubungan antara kebiasaan mencuci tangan yang tidak baik

dengan adanya kejadian kecacingan pada siswa SD “x” di Cilincing

Jakarta Utara .

I.4. Tujuan

I.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian

kecacingan pada siswa SD “x” di Cilincing Jakarta Utara.

Page 17: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

3

Universitas Indonesia

I.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui sebaran jenis cacing, jenis kelamin, usia dan pekerjaan

orang tua responden

2. Mengetahui jumlah siswa yang memiliki kebiasaan mencuci tangan

yang baik dan tidak baik

I.5. Manfaat

I.5.1 Manfaat Bagi Peneliti

1. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peneliti dalam

melaksanakan penelitian.

2. Meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai hubungan kebiasaan

mencuci tangan dengan kejadian kecacingan pada siswa SD “x” di

Cilincing Jakarta Utara.

3. Sebagai sarana melatih empati dan mengaplikasikan ilmu Parasitologi

yang telah dipelajari oleh peneliti.

I.5.2 Manfaat Bagi Institusi

1. Mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

2. Turut serta mewujudkan visi FKUI menjadi fakultas kedokteran riset

terkemuka di Asia Pasifik dan 80 terbaik di duniapada tahun 2014.

3. Menciptakan lulusan FKUI yang memenuhi kriteria seven stars doctor.

I.5.3 Manfaat Bagi Masyarakat

1. Mendapatkan pengetahuan mengenai hubungan kebiasaan mencuci

tangan dengan kejadian kecacingan pada siswa SD “x” di Cilincing

Jakarta Utara.

2. Dapat melakukan pencegahan kecacingan melalui perubahan perilaku

dan kebiasaan anak, khususnya berkaitan dengan kebiasaan mencuci

tangan .

3. Dapat melakukan penatalaksanaan yang tepat terhadap anak-anak yang

kecacingan.

Page 18: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

4

Universitas Indonesia

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Definisi Kecacingan

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) suatu kata yang

mendapatkan imbuhan ke dan akhiran an pada kata benda akan membuat kata

tersebut mengandung arti menderita atau mengalami kejadian. Oleh karena itu

orang yang kecacingan maka orang tersebut mengalami kecacingan.12

II.2 Informasi Mengenai Nematoda Usus

II.2.1 Ascaris lumbricoides

Ascaris lumbricoides adalah nematoda terbesar yang menginfeksi manusia

dan bentuk dewasanya hidup di usus halus manusia.13

Terdapat kurang lebih 1.4

juta manusia yang terinfeksi A. lumbricoides dimana prevalensi negara

berkembang; jumlah prevalensi terkecil sebesar 4% dan paling besar sebesar 90%

di beberapa daerah di Indonesia, lebih besar dibandingkan dengan negara maju

lainnya.14

Cacing betina memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan

cacing jantan dimana panjang cacing betina bisa mencapai hingga 49 cm dengan

diameter 3 – 6 mm dan tubuhnya berwarna putih hingga kekuningan dan

berselubung kutikula yang bergaris halus, sedangkan panjang cacing jantan

berukuran 10 – 30 cm, berwarna kemerahan dimana ujung posterior cacing

tersebut berbentuk lancip dan melengkung ke arah vertikal dan dilengkapi dengan

pepil kecil dan spekulum yang berjumlah dua buah dengan ukuran 2 mm. Cacing

dewasa hidup selama 10 – 24 bulan di dalam jejunum dan ileum tengah.15,16,17,18

Telur cacing A. lumbricoides dapat tumbuh dengan subur di tempat yang

lembab, hangat, dan tidak terpengaruh dengan berbagai macam kondisi

lingkungan. Di negara yang sedang berkembang, telur ini dapat sangat mudah

ditemukan, antara lain lingkungan dengan sanitasi yang buruk dan daerah

pedesaan.13,15

Ukuran telur pun bermacam-macam dan tampil dalam dua bentuk,

fertilized (yang telah dibuahi) dan unfertilized (belum dibuahi) dimana telur yang

belum dibuahi biasanya lebih panjang dan besar daripada yang sudah dibuahi.

Page 19: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

5

Universitas Indonesia

Telur cacing yang sudah dibuahi memiliki ukuran lebar 30 – 40 μm dan panjang

3-6 μm, memiliki warna coklat keemasan, berdinding luar tebal dan tidak teratur

serta dinding dalam lebih tipis dan teratur. Telur yang sudah dibuahi berukuran

lebar 40 – 50 μm dan panjang 88-95 μm. Telur ini nantinya akan menetas di usus

halus dan mengakibatkan suatu kondisi yang disebut dengan askariasis.15

Cacing

betina A. lumbricoides dapat menghasilkan telur rata-rata 200.000 – 250.000

perhari. Telur yang sudah dibuahi dan terdapat di tanah dapat menjadi menular

dalam waktu 5 – 10 hari. Infeksi terjadi karena terkontaminasinya tangan atau

makanan dengan tanah yang terdapat telur cacing di dalamnya.19

II.2.2 Trichuris trichiura

T. trichiura atau sering biasa disebut dengan whipworm dalam bahasa

inggris dan cacing cambuk sebagaimana sebagian orang Indonesia memanggil

merupakan cacing yang ditularkan melalui tanah seperti cacing tambang. Sekitar

604 – 795 juta manusia di dunia terinfeksi cacing ini. Sama halnya dengan cacing

tambang, cacing betina T. trichiura memiliki ukuran yang lebih besar dari cacing

jantannya yaitu berkisar 35 – 50 mm dan jantan 30 – 45 mm. Cacing dewasa

hidup dengan cara memasukkan bagian anterior dari tubuhnya ke dalam mukosa

usus di kolon asendens. Pada individu dengan infeksi yang berat infeksi dapat

ditemukan pada bagian distal saluran cerna seperti rektum dan kolon. Cacing ini

disebut dengan cacing cambuk karena bagian posteriornya berbentuk seperti

gagang cambuk.19,21

Telur yang dihasilkan oleh cacing betina berkisar 3000 hingga 5000 butir

perharinya. Ukuran telur pun bervariasi antara 50 – 54 mikro x 32 mikron. Telur

berbentuk seperti tempayan dan terdapat dua tonjolan bening di masing-masing

Gambar 2.1 A. Lumbricoides dewasa dan telur

Page 20: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

6

Universitas Indonesia

kedua ujungnya. Kulit luar telur berwarna kekuning-kuningan dan jernih pada

bagian dalamnya.19

II.2.3 Cacing Tambang

Cacing tambang merupakan salah satu parasit yang hidup dalam tubuh

manusia. Namun dua spesies yang sering menginfeksi manusia adalah

A.duodenale dan N.americanus dimana cacing A. duodenale memiliki tubuh yang

cenderung lebih besar dibandingkan dengan N. americanus yaitu sekitar 7 – 11

mm x 0,4 – 0,5 mm. Cacing N. americanus memiliki bentuk badan menyerupai

huruf S, mempunyai benda kitin serta cacing betinanya mampu menghasilkan

9000 telur; sedangkan A. duodenale memiliki badan menyerupai huruf C, selain

itu mereka juga mempunyai dua pasang gigi dan pada cacing jantan terdapat bursa

kopulatriks, dan cacing betinanya dapat mengeluarkan telur sekitar 10.000 butir

telur. Kedua cacing ini menginfeksi saluran cerna manusia dan menghisap darah

di saluran cerna yang akhirnya berujung kepada anemia defisiensi besi dan

malnutrisi.19

Infeksi cacing ini diperkirakan mempengaruhi seperempat dari populasi

manusia di bumi. Infeksi paling umum terjadi pada daerah tropis dan subtropis.

Infeksi cacing tambang hanya terjadi pada daerah dengan iklim yang terisolasi.19

Pada daerah endemik, infeksi pun biasa terjadi di daerah pedesaan dimana feses

manusia dijadikan sebagai bahan pupuk untuk tanaman atau pada daerah dengan

sanitasi yang tidak adekuat.19

Penyakit cacing tambang bisa menimbulkan kefatalan terutama apabila

terjadi pada bayi. Satu ekor cacing dewasa A. duodenale dapat mengakibatkan

hilangnya darah sekitar 0,2 ml perhari sedangkan N. americanus sebesar 0,02 ml

Gambar 2.2 T. trichiura dan telur

Page 21: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

7

Universitas Indonesia

perharinya. Suatu infeksi dikatakan ringan apabila ditemukan sekitar < 100 cacing

di dalam tubuh, moderate (menengah) sebanyak 100 – 500 cacing, dan berat

sebanyak 500 – 1000 cacing. Infeksi cacing menengah hingga berat dapat

menimbulkan anemia defisiensi besi bagi penderitanya.19

II.2.4 Oxyuris vermicularis

O. vermicularis atau lebih dikenal dengan Enterobius vermicularis atau

cacing kremi merupakan penyebab tersering timbulnya kecacingan di Amerika.

Cacing lebih senang hidup di daerah yang dingin dibandingkan dengan daerah

beriklim panas. 19

Cacing jantan berukuran lebih kecil dibandingkan dengan cacing

betinanya. Cacing betinanya memiliki ukuran rata-rata 8 -13 mm x 0,4 mm,

sedangkan yang jantan memiliki ukuran 2 – 5 mm dan terdapat sayap dan ekor

yang melengkung sehingga mirip dengan tanda tanya. Memiliki alae yaitu

pelebaran kutikulum yang menyerupai sayap dan terletak pada bagian anterior

cacing.19

Cacing ini tumbuh dan berkembang biak di usus. Baik usus besar maupun

usus halus dekat dengan rongga sekum. Telur oxyuris berbentuk asimetris dimana

terdapat satu bagian berbentuk lonjong dan bagian lainnya berbentuk datar.

Sedangkan untuk dindingnya sendiri tampak bening dan lebih tebal dibandingkan

dengan telur cacing tambang.19

Gambar 2.3 A. N. americanus (kiri), duodenale jantan (tengah) dan telur (kanan)

Page 22: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

8

Universitas Indonesia

II.3 Informasi Mengenai Kecacingan

II.3.1 Askariasis

A. lumbricoides merupakan cacing yang paling banyak menginfeksi manusia.

Infeksi yang disebabkan oleh cacing ini disebut dengan askariasis.13

Siklus Hidup

Telur A. lumbricoides yang telah dibuahi merupakan bentuk infektif yang

nantinya akan menetas di usus halus setelah tertelan oleh manusia. Larva akan

melalui usus dan bermigrasi ke sistem portal menuju hati dan paru.

Larva yang sudah berada di paru nantinya akan masuk menembus

pembuluh darah dan seterusnya masuk ke dinding alveolus lalu ke dalam rongga

alveolus lalu naik ke trakea melalui bronkioulus dan bronkus. Apabila sudah

mencapai faring, maka larva tersebut akan memberikan rangsangan dan membuat

penderita batuk dan akhirnya larva tersebut tertelan dan berkembang biak menjadi

cacing dewasa, proses ini membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.19

Gambar 2.4 O. vermicularis dan telur

Page 23: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

9

Universitas Indonesia

Patogenesis Seluler dan Molekuler

Pada saat fase migrasi infeksi, terjadi proses inflamasi karena antigen dari

cacing A. lumbricoides keluar melalui molting process, dimana proses ini

berhubungan dengan infiltrasi eosinofil pada jaringan, eosinofilia perifer, dan

level IgE yang meningkat.13

A. Lumbricoides dewasa akan mensekresi faktor anti tripsin dimana faktor ini

berperang penting terhadap kondisi nutrisi seseorang. Apabila nutrisi tersebut

tidak terpenuhi maka pertumbuhan fisik, kognitif, serta perkembangan

intelektualnya dapat terganggu.13

Mortalitas dan Morbiditas

Pada anak-anak obstruksi saluran cerna dapat disebabkan karena beban

berat cacing (≥ 60). Diperkirakan 2 dari 1000 penderita yang terinfeksi cacing

khususnya anak-anak akan berkembang menjadi penyumbatan saluran cerna

Gambar 2.5 Daur hidup A. Lumbricoides

Page 24: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

10

Universitas Indonesia

setiap tahunnya. Anak-anak yang menderita askariasis kronik akan terhambat

pertumbuhan serta perkembangannya karena berkurangnya asupan makanan.13,15

Pada penderita dewasa sendiri biasanya askariasis akan berkembang

menjadi komplikasi bilier akibat adanya migrasi cacing dewasa yang

kemungkinan diprovokasi oleh penyakit lainnya seperti demam malaria. Sebuah

study terkini mengemukakan bahwa hal ini kemungkinan terjadi akibat adanya

dilatasi dari saluran empedu dan peningkatan kadar cholesystokinin dengan

relaksasi yang dihasilkan oleh sfingter oddi. 13,15

Diagnosis

Gejala awal dari askariasis pada saat migrasi paru awal antara lain batuk,

dyspnea, wheezing, dan nyeri dada. Sedangkan nyeri perut, kolik, nausea, diare

intermiten mungkin disebabkan karena adanya penyumbatan lengkap atau

sebagian yang disebabkan oleh cacing dewasa.13,15

Pada pemeriksaan fisik mungkin dapat ditemukan adanya rales maupun

wheezing, serta takipnea ketika memasuki fase migrasi paru. Perut yang

membuncit dapat ditemukan terutama pada anak-anak.13,15

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan

diagnosis antara lain adalah pemeriksaan tinja secara langsung. Apabila

ditemukan telur berwarna coklat berukuran 60 µm x 50 µm maka dapat dipastikan

orang tersebut menderita askariasis. Namun tes ini mungkin saja memberikan

hasil yang negatif untuk ova hingga 40 hari setelah terjadinya infeksi. Hal ini

terjadi akibat dibutuhkan waktu untuk migrasi dan maturasi dari cacing. Pada

pemeriksaan darah lengkap ditemukan peningkatan eosinofil pada fase migrasi

jaringan pada saat infeksi.13,15

Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan USG, CT scan, dan ERCP

(endoscopic retrograde cholangiopancreatography) untuk mendiagnosis

askariasis.13,15

Page 25: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

11

Universitas Indonesia

Pengobatan

Pengobatan yang biasa dilakukan adalah dengan menggunakan piperasin,

pirantel pamoat, mebendazol atau albendazol. Albendazole 400 mg merupakan

drug of choice untuk mengobati askariasis. Namun obat ini tidak dianjurkan

diberikan kepada wanita yang sedang hamil. Untuk wanita yang sedang hamil,

dapat diberikan pirantel pamoat.

Pemberian obat hanya berpengaruh terhadap cacing dewasa dan bukan

terhadap larva. Oleh karena itu, orang yang tinggal di daerah endemik atau yang

akan pindah rumah harus di re-evaluasi dalam 3 bulan dan dilakukan pemeriksaan

tinja ulang.19

Pencegahan

Pencegahan dapat dilakukan dengan cara memperbaiki sanitasi, melakukan

pembuangan sampah pada malam hari, pengobatan secara masal, dan

menggalakkan gerakan mencuci tangan sebelum makan. Telur A. lumbricoides

dapat mati pada suhu melebihi 400C dan akan mati 12 jam setelah terpajan sinar

matahari.13

II.3.2 Trikuriasis

Siklus hidup

Trikuriasis sama seperti halnya askariasis menular melalui transmisi fekal-

oral. Setelah 10 – 14 hari, telur yang berada di tanah, telur tersebut akan berubah

menjadi bentuk infektif.19

Pertama-tama telur tertelan oleh manusia, kemudian telur tersebut masuk

ke dalam usus dan di usus telur tersebut menetas dan menjadi larva. Larva ini

nantinya akan masuk ke dalam usus halus dan setelah menjadi dewasa cacing

dewasa akan turun ke bagian distal usus lalu masuk ke dalam kolon asendens dan

lalu sekum. Waktu yang diperlukan untuk berubah dari bentuk larva ke dalam

cacing dewasa adalah sekitar kurang lebih 3 bulan.19

Page 26: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

12

Universitas Indonesia

Klinik

Gejala klinis yang timbul bergantung kepada banyaknya jumlah cacing,

lamanya suatu penderita mengalami infeksi, dan umur serta status kesehatan

seseorang. Seseorang dengan infeksi T. trichiura dapat mengalami disentri karena

cacing masuk kedalam epitel sekum dan menyebabkan mukosanya menjadi rapuh.

Selain itu dapat disertai dengan adanya kejang di perut, tenesmus rektum, dan

prolaps rektum.21

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan cara menemukan telur di dalam tinja. Telur

tersebut harus disebutkan jumlahnya (jarang, sedikit, sedang, banyak), karena

infeksi ringan biasanya tidak menyebabkan masalah dan tidak memerlukan

pengobatan.21

Disentri yang disebabkan oleh T. trichiura biasanya lebih kronis,

berhubungan dengan malnutrisi dan dapat menyebabkan prolaps rektum,

dibandingkan dengan disentri yang disebabkan oleh Entamoeba histolytica.

Gambar 2.6 Daur hidup T. trichiura

Page 27: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

13

Universitas Indonesia

Ditemukannya telur dan/atau tropozoit protozoa akan membedakan kedua jenis

infkesi ini.21

Pengobatan

Pengobatan mungkin tidak diperlukan, namun tergantung dari jumlah telur

yang ditemukan dalam tinja atau Dapat juga diberikan mebendazol, albendazol

dan oksantel pamoat.19,21

Epidemiologi dan Pencegahan

Penyebaran geografik dari T. trichiura sama dengan A. lumbricoides dan

seringkali kedua infeksi ini ditemukan bersama-sama dalam satu hospes. Telur

tidak dapat bertahan dalam suasana kering atau dingin sekali.21

Pembuangan tinja yang memenuhi syarat akan mengurangi jumlah infeksi

dan jumlah cacing. Hal ini penting diperhatikan terutama bila berhubungan

dengan anak-anak yang melakukan defekasi di tanah.21

II.3.3 Infeksi Cacing Tambang

Siklus hidup

Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1 – 1,5

hari keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rabditiform

tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup

selama 7 – 8 minggu di tanah.19

Infeksi pada manusia didapat melalui penetrasi larva filariform yang

terdapat di tanah ke dalam kulit. Setelah masuk ke dalam kulit, pertama-tama

larva dibawa aliran darah ke vena jantung bagian kanan dan kemudian ke paru-

paru. Larva menembus alveoli, bermigrasi melalui bronki ke trakea dan faring,

kemudian tertelan sampai ke usus kecil dan hidup di situ. Mereka melekat di

mukosa, mempergunakan struktur mulut sementara, sebelum struktur mulut

permanen yang khas terbentuk. Apabila larva filariform A. duodenale tertelan,

mereka dapat berkembang menjadi cacing dewasa dalam usus tanpa melalui siklus

paru-paru.21

Page 28: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

14

Universitas Indonesia

Klinik

Gejala-gejala awal setelah penetrasi larva ke kulit seringkali tergantung

dari jumlah larva. Dapat timbul rasa gatal yang minimal sampai berat dengan

kemungkinan infeksi sekunder apabila lesi menjadi vesikuler dari ruam papula

eritematosa disebut sebagai “ground itch”.21

Gejala-gejala infeksi pada fase usus disebabkan oleh 1) nekrosis jaringan

usus yang berada di dalam mulut cacing dewasa dan 2) kehilangan darah karena

langsung dihisap oleh cacing dan terjadinya perdarahan terus menerus di tempat

asal perlekatannya, yang kemungkinan diakibatkan oleh sekresi antikoagulan oleh

cacing.21

Apabila jumlah cacing yang menginfeksi banyak maka penderita akan

mengalami kelelahan, nausea, muntah, sakit perut, diare dengan tinja yang hitam

atau merah (hal ini tergantung dengan jumlah darah yang keluar), lesu, dan

pucat.21

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan cara menemukan telur di dalam tinja yang

segar. Di dalam tinja yang lama mungkin akan ditemukan adanya larva. Untuk

Gambar 2.7 Daur hidup cacing tambang

Page 29: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

15

Universitas Indonesia

membedakan spesies N. americanus dengan A. duodenale maka dapat dilakukan

biakan tinja dengan cara Harada-Mori.19

Pemeriksaan radiologis memperlihatkan hipermotilitas usus, dilatasi

proksimal jejunum, dan lipatan mukosa menjadi kasar.21

Pengobatan

Terdapat beberapa antihelmintik yang efektif. Gizi yang adekuat dapat

mencegah dan mengatasi gejala-gejala penyakit, tetapi tidak infeksinya sendiri.

Pada infeksi berat ternyata tidak mungkin terjadi absorbsi yang adekuat dari besi

dan gizi, meskipun dengan suplementasi diet yang ekstensif.21

Selain itu dapat diberikan juga pirantel pamoat karena obat ini memberikan

hasil yang cukup baik apabila digunakan beberapa hari berturut-turut.19

Epidemiologi dan Pencegahan

Sanitasi pembuangan tinja merupakan usaha pencegahan infeksi yang

utama. Hal tersebut kadang-kadang sulit diterapkan di desa-desa, masyarakat

miskin di mana fasilitas sanitasinya minim atau tak ada sama sekali. Untuk usaha

pencegahan yang menyeluruh juga diperlukan program penyuluhan. Penggunaan

sepatu dan usaha mensterilkan tanah belum terbukti mudah dalam

penerapannya.21

Ancylostoma duodenale (cacing tambang “Dunia Lama”) terutama

ditemukan di Eropa Selatan, pantai utara Afrika, India utara, Cina utara, dan

Jepang. N. americanus (cacing tambang “Dunia Baru”) ditemukan di seluruh

Amerika Serikat bagian Selatan, Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan,

bagian utara, Afrika tengah dan selatan, Asia selatan, Melanesia, dan Polynesia.21

II.3.4 Enterobiasis

Siklus hidup

Telur O. vermicularis menjadi matang dalam waktu kira-kira 6 jam setelah

dikeluarkan pada suhu badan. Telur resisten terhadap desinfektan dan udara

dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.19

Page 30: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

16

Universitas Indonesia

Infeksi cacing kremi dapat terjadi apabila seseorang menelan telur matang, atau

bila larva dari telur yang menetas di daerah perianal bermigrasi kembali ke usus

besar. Bila telur matang yang tertelan, telur menetas di duodenum dan larva

rabditiform berubah dua kali sebelum menjadi dewasa di yeyenum dan dibagian

atas ileum.19

Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelannya telur

matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi ke daerah perianal,

berlangsung kira-kira 2 minggu hingga 2 bulan.19

Klinik

Pada umumnya enterobiasis tidak berbahaya. Munculnya gejala klinis

disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum, dan vagina oleh cacing betina gravid

yang bermigrasi ke daerah anus. Ccaing yang bermigrasi ke daerah anus

menyebabkan pruritus ani terutama pada malam hari, sehingga penderita

terganggu tidurnya karena terus-menerus menggaruk bagian yang gatal.19

Kadang-kadang cacing dewasa muda juga dapat bergerak ke usus halus

bagian proksimal sampai ke lambung, esofagus, dan hidung, sehingga

menyebabkan gangguan di daerah tersebut. Radang saluran telur juga dapat terjadi

jika cacing betina gravid bergerak menuju tuba Fallopii.19

Gambar 2.8 Daur hidup cacing kremi

Page 31: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

17

Universitas Indonesia

Gejala lain yang dapat muncul akibat infeksi cacing ini berupa

berkurangnya nafsu makan, enuresis, emosi tak stabil, berat badan menurun,

insomnia, namun kadang-kadang sulit untuk membuktikan munculnya gejala

tersebut dengan infeksi cacing kremi.19

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan cara menemukan telur dan cacing dewasa. Telur

cacing dapat diambil menggunakan anal swab yang ditempelkan disekitar anus

pada waktu pagi hari sebelum anak buang air besar dan mencuci pantat (cebok). 19

Pengobatan

Seluruh anggota keluarga sebaiknya diberi pengobatan bila ditemukan

salah seorang anggota mengandung cacing kremi. Penderita dapat diberikan

piperazin, pirvinium pamoat, ataupun tiabendazol. Efek samping yang mungkin

terjadi antara lain yaitu mual dan muntah. Mebendazol dan pirvinium efektif

terhadap semua stadium perkembangan cacing kremi, sedangkan pirantel dan

piperazin yang diberikan dalam dosis tunggal tidak efektif untuk stadium muda. 19

Epidemiologi dan Pencegahan

Epidemiologi cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan

sering terjadi pada satu kelompok individu yang tinggal bersama dalam satu

keluarga atau di asrama atau di panti. Penelitian menunjukkan prevalensi cacing

kremi pada berbagai golongan manusia antara 3 - 80%. Penelitian lain di wilayah

Jakarta Timur menunjukkan bahwa kelompok usia terbanyak yang menderita

enterobiasis adalah anak usia 5 - 9 tahun, yaitu sebanyak 46 orang (54,1%) dari 85

anak yang diperiksa. 19

Penularan dapat terjadi melalui kontak tangan ke mulut setelah menggaruk

daerah perianal (autoinfeksi), tangan ini dapat menyebarkan telur kepada orang

lain dan diri sendiri karena memegang benda-benda maupun pakaian yang

terkontaminasi. 19

Page 32: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

18

Universitas Indonesia

Frekuensi enterobiasis di Indonesia masih tinggi dan mayoritas dialami

oleh golongan ekonomi lemah. Frekuensi oarang kulit putih lebih tinggi daripada

orang Negro. 19

Untuk mencegah penularan cacing ini, kebersihan perorangan sangat

penting. Biasakan cuci tangan sebelum makan dan menggunting kuku secara

teratur. Apabila anak sudah terinfeksi, sebaiknya anak menggunakan celana

panjang ketika akan tidur agar tidak mengkontaminasi alas kasur. Hindarilah

menggaruk daerah perianal dengan menggunakan tangan dan cucilah pakaian atau

alas kasur setiap hari dan juga hindari makanan yang ada dari debu. 19

II.4 Informasi Mengenai Faktor-Faktor Kecacingan

II.4.1 Kebiasaan Mencuci Tangan

Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari-

jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci

tangan, namun demikian sesekali orang dewasa juga perutnya terdapat cacing.

Cacing yang paling sering ditemui adalah cacing gelang, cacing tambang, cacing

benang, cacing pita, dan cacing kremi.22

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kedua tangan kita adalah salah

satu jalur utama masuknya kuman penyakit ke dalam tubuh. Sebab, tangan adalah

anggota tubuh yang paling sering berhubungan langsung dengan mulut dan

hidung. Penyakit-penyakit yang umumnya timbul karena tangan yang berkuman,

antara lain: diare, kolera, ISPA, cacingan, flu, dan Hepatitis A.23

Mahfudin dkk (1994) pernah melakukan penelitian dengan menggalakan

mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, dan sesudah buang air besar

(BAB). Ternyata aktivitas ini dapat menurunkan infeksi cacing usus.11

Mencuci

tangan sesuai dengan salah satu cara pencegahan infeksi cacing usus, yaitu

pendidikan kebersihan dan kesehatan perorangan yang sangat penting untuk

memutus rantai penularan.24

Berdasarkan artikel yang dilansir oleh Departemen Kesehatan RI pada situs

web resmi mereka, mencuci tangan yang tepat adalah sebagai berikut:23

Page 33: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

19

Universitas Indonesia

1. Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakan sabun. Tak perlu harus

sabun khusus antibakteri, namun lebih disarankan sabun yang berbentuk

cairan.

2. Gosok tangan setidaknya selama 15-20 detik.

3. Bersihkan bagian pergelangan tangan, punggung tangan, sela-sela jari, dan

kuku.

4. Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.

5. Keringkan dengan handuk bersih atau alat pengering lain

6. Gunakan tisu/handuk sebagai penghalang ketika mematikan keran air

II.4.2 Kebiasaan Menggunting Kuku

Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan kecacingan. Kuku

sebaiknya selalu dipotong pendek untuk menghindari penularan cacing dari

tangan ke mulut.19

Fungsi utama kuku adalah melindungi ujung jari yang lembut

dan penuh urat saraf, serta mempertinggi daya sentuh.25,26,27

Menurut Departemen Kesehatan R.I (2001:100)19

usaha pencegahan

kecacingan, antara lain menjaga kebersihan badan, kebersihan lingkungan dengan

baik, makanan dan minuman yang baik dan bersih, memakai alas kaki, BAB di

jamban (kakus), memelihara kebersihan diri dengan baik seperti memotong kuku,

dan mencuci tangan sebelum makan.

II.4.3 Aktivitas memasukkan tangan ke mulut

Anak-anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari-

jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan nasi tanpa cuci

tangan. Cacing yang paling sering ditemui adalah cacing gelang, cacing tambang,

cacing benang, cacing pita, dan cacing kremi.11

Infeksi usus dapat disebabkan karena higienitas yang buruk, sebagai

contoh kebiasaan makan dengan tangan kotor atau memasukkan benda-benda

yang mengandung bakteri atau elemen lain ke dalam mulut, sehingga tertelan.28

Cacing gelang betina dewasa memproduksi telur yang kemudian

dikeluarkan ke daerah perianal dan didistribusikan ke lingkungan sekitarnya. Hal

ini menimbulkan infeksi yang tidak langsung melalui pakaian, tempat tidur atau

Page 34: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

20

Universitas Indonesia

makanan, ataupun infeksi langsung yang berasal dari anus ke mulut menggunakan

media tangan. Suatu penelitian yang dilakukan di Taiwan menyatakan bahwa

anak-anak yang menggigit kuku atau tidak mencuci tangan sebelum makan

mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menelan telur cacing dari lingkungan

sekitarnya.29

II.4.4 Kebiasaan Bermain Tanah

Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur cacing

dari tanah ke manusia melalui tangan atau kuku yang mengandung telur cacing,

lalu masuk ke mulut bersama makanan.30

Penyebaran infeksi cacing dapat terjadi melalui terkontaminasinya tanah

dengan tinja yang mengandung telur T. Trichiura. Telur tumbuh dalam tanah liat

yang lembab dengan suhu optimal ± 300C.

31 Tanah liat yang berkelembaban

tinggi dan dengan suhu yang berkisar antara 250C - 30

0C sangat baik untuk

berkembangnya telur A. lumbricoides sampai menjadi bentuk infektif. Untuk

pertumbuhannya, Larva N. americanus memerlukan suhu optimum 280C - 32

0C

dan tanah gembur seperti pasir atau humus. Sedangkan untuk A. duodenale

diperlukan suhu yang lebih rendah yaitu 230C - 25

0C.

19

Angka kecacingan tertinggi terdapat pada anak-anak. Mereka

terkontaminasi tanah tempatnya bermain dan kemudian dapat terjadi infeksi

melalui telur dari tanah ke mulut.21

II.4.5 Kebiasaan Jajan

Pada umumnya kebiasaan yang sering menjadi masalah pada anak-anak

adalah kebiasaan makan di kantin atau warung di sekitar sekolah dan kebiasaan

makan fast food. Jajanan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau dalam bahasa

Inggris disebut street food menurut Food and Agriculture Organization (FAO)

didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual oleh

pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum lain yang

langsung dimakan atau dikonsumsi tanpa pengolahan atau persiapan lebih lanjut.32

Jajanan yang dijual pedagang kaki lima menyumbang asupan energi bagi

anak sekolah sebanyak 36%, protein 29%, dan zat besi 52%. Dengan demikian,

Page 35: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

21

Universitas Indonesia

jajanan kaki lima dapat mempengaruhi pertumbuhan dan prestasi belajar anak

sekolah.33

Padahal keamanan jajanan tersebut baik dari segi mikrobiologis maupun

kimiawi masih dipertanyakan.

Pada penelitian yang dilakukan di Bogor telah ditemukan Salmonella

paratyphi A pada 25 - 50% sampel minuman yang dijual oleh penjual kaki lima.34

Telur cacing O. vermicularis dapat diisolasi dari debu yang ada di kantin

atau kafetaria sekolah yang mungkin menjadi sumber infeksi bagi anak-anak

sekolah.19

Foodborne diseases atau penyakit bawaan makanan merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang utama di banyak negara. Penyakit ini dianggap bukan

penyakit yang serius, sehingga seringkali kurang diperhatikan.35

Makanan dapat menjadi salah satu perantara dari infeksi cacing. Telur

cacing gelang keluar bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena

sinar matahari, telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang

terjadi bila telur yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau

minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor.36

Lalat merupakan vektor penting dalam penyebaran infeksi cacing.

Keberadaan lalat di sekitar jajanan juga perlu diwaspadai. Lalat merupakan vektor

mekanik penyakit cacing usus yang tempat perindukannya di timbunan sampah,

tinja manusia dan binatang.37

Foodborne diseases yang disebabkan oleh parasit umumnya memiliki

masa inkubasi yang sangat lama (1 - 4 minggu). Namun pada Entamoeba

histolytica dapat terjadi dalam jangka waktu singkat. Infeksi yang dapat

ditimbulkan oleh parasit, antara lain giardiasis, amebiasis, kriptosporidiosis,

siklosporiasis, trikinosis, sistiserkosis, anisakiasis, cacing pita ikan, dan cacing

pipih.38

Pada sistiserkosis, infeksi disebabkan bentuk larva dari cacing pita (T.

solium) dan sering didapat melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh

telur cacing pita. Adapun infeksi anisakiasis, cacing pita ikan, dan cacing pipih

sering timbul setelah mengkonsumsi ikan mentah.39

Page 36: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

22

Universitas Indonesia

Gambar 2.9 Skema Penyebaran Penyakit melalui Tinja

II.4.6 Kebiasaan Buang Air Besar

Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya

pertambahan penduduk akan mempercepat penyebaran penyakit yang ditularkan

lewat tinja. Penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus,

disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing

tambang, cacing pita), skistosomiasis, dan sebagainya.40

Jamban adalah bangunan untuk tempat buang air besar (BAB) dan buang

air kecil (BAK). BAB dan BAK harus di dalam jamban, bukan di sungai atau di

sembarang tempat karena dapat menimbulkan penyakit.40

Suatu penelitian pada komunitas di India menyatakan bahwa penggunaan

air dan sabun setelah BAB dan penggunaan air sumur bersifat protektif terhadap

kecacingan. Adapun penggunaan air dari pompa dan kombinasi air pompa serta

defekasi di tempat terbuka dapat meningkatkan risiko kecacingan pada anak.41

Pompa tangan yang digali pada tempat dangkal mudah berkontak dengan

kotoran karena letaknya dekat dengan saluran yang terbuka, saluran yang meluap,

atau kontak fisik dengan air sisa kotoran. Hal ini memberikan kondisi optimal

bagi pertumbuhan telur cacing A. lumbricoides.41

II.4.7 Pemakaian Alas Kaki

Page 37: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

23

Universitas Indonesia

Untuk mencegah kecacingan yang disebabkan transmisi melalui tanah,

salah satunya dapat digunakan alas kaki. Pemakaian alas kaki akan mencegah

kontak dengan tanah yang terkontaminasi tinja serta dapat mengurangi infeksi

cacing tambang. Transmisi dari cacing usus terjadi melalui tanah yang

terkontaminasi atau tangan yang tidak dicuci. Langkah pengontrolan transmisi,

antara lain melalui pembuangan tinja pada tempatnya, penyediaan air minum

bersih, dan kebersihan indvidu.42

Apabila implementasi program penyediaan air dan sanitasi pada tingkat

rumah tangga dan komunitas memerlukan waktu, pencegahan individu untuk

mengatasi infeksi cacing tambang dapt dilakukan segera dengan menggunakan

alas kaki secara tepat untuk menghindarkan kulit kaki, pergelangan kaki, dan

tungkai dari kontak langsung terhadap larva infektif.43

II.5 Kerangka Konsep

Keterangan:

AGENT

HOST

ENVIRONMENT

Jajan

Memotong kuku

Memasukkan tangan ke mulut

Kebiasaan bermain tanah

Kebiasaan BAB

Lantai rumah

Tempat MCK

Penggunaan

air bersih

Ascaris

lumbricoides

Trichuris

trichiura

Necator

americanus

Ancylostoma

duodenale

Kebiasaan Mencuci Tangan

Page 38: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

24

Universitas Indonesia

: lingkup penelitian

: tidak diteliti

Page 39: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

25

Universitas Indonesia

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Desain Penelitian

Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif analitik. Peneliti

menggunakan desain cross-sectional. Tujuannya untuk mengetahui hubungan

kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian kecacingan pada siswa SD. Hal ini

dilakukan melalui wawancara, pengisian kuisioner, dan analisis data.

III.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat pelaksanaan : SD “X” di Cilincing, Jakarta Utara

Waktu penelitian : Mei – Juni 2009

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap persiapan (Mei

2009), tahap pelaksanaan (Mei - Juni 2009), serta tahap analisis dan pelaporan

(Januari - Juni 2011).

III.3 Populasi Penelitian

III.3.1 Populasi Target

Siswa SD “X” di Cilincing, Jakarta Utara.

III.3.2. Populasi Terjangkau

Siswa kelas 3, 4, dan 5 SD “X” di Cilincing, Jakarta Utara.

III.4 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah siswa kelas 3 - 5 SD “X” tahun ajaran

2008 – 2009 yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Cara pengambilan

sampel dengan consecutive sampling. Pada cara pengambilan sampel ini, semua

subjek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian

sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.

Page 40: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

26

Universitas Indonesia

III.5 Estimasi Besar Sampel

Untuk menentukan besar sampel, rumus yang digunakan adalah rumus

penghitungan sampel tunggal untuk data nominal:

n=

dengan

n = besar sampel minimal

α = derajat kepercayaan (kesalahan tipe 1), dalam penelitian ini α = 0,05

Zα = deviat baku normal untuk α = 1,96

P = proporsi siswa dengan kecacingan (dari penelitian sebelumnya diketahui p

= 0,65)

q = 1-p = proporsi anak-anak tanpa kecacingan

d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki (ketepatan absolut yang

diinginkan = 10%)

N = 1,962x0,5x0,5 / 0,2

2 (0,04)

3,85x0,25=0,9625 24,0625

Dari rumus di atas dapat dihitung besar sampel:

n = (1,962 x 0,65 x 0,35) / 0,1

2 = 88 orang

Untuk mengantisipasi adanya kesalahan, peneliti menambahkan 10% dari

n = 88+9 = 97 orang.

III.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi :

a) Siswa kelas 3 – 5 yang berada di sekolah saat dilakukan wawancara

dan pengisian kuesioner.

b) Bersedia menjadi subjek penelitian.

c) Telah dilakukan pemeriksaan tinja

Kriteria eksklusi :

a) Belum dilakukan pemeriksaan tinja parasit.

Z2 x p x q

d2

Page 41: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

27

Universitas Indonesia

b) Tidak hadir saat wawancara

III.7 Cara Kerja

- Menyusun dan mengajukan proposal kepada penanggung jawab

penelitian (modul Riset)

- Memohon persetujuan kepada kepala sekolah dan guru-guru SD “X” ,

Jakarta Utara

- Membuat kuesioner/daftar pertanyaan yang sesuai dengan tujuan serta

melakukan uji kevalidan kuisioner

- Menentukan besar sampel

- Menyeleksi subjek berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi

- Melakukan wawancara pada siswa kelas 3, 4, dan 5 SD

- Melakukan entri data dari jawaban kuesioner dan wawancara

- Mengolah dan menganalisis data untuk melihat hubungan antara

kebiasaan mencuci tangan dan kejadian kecacingan

- Menyusun laporan penelitian

III.8 Identifikasi Variabel

Variabel dependen : kejadian kecacingan.

Variabel independen : kebiasaan mencuci tangan

III.9 Definisi Operasional

1. Yang dimaksud dengan kecacingan adalah kondisi di mana subjek

terkena infeksi cacing gelang, dan/atau cacing cambuk, dan/atau

cacing tambang, dan/atau cacing kremi yang dibuktikan pada

pemeriksaan tinja.

2. Kebiasaan mencuci tangan dikatakan baik apabila subjek mencuci

tangan setelah BAB, sebelum makan, setelah bermain tanah, dan

menggunakan air beserta sabun pada saat mencuci tangan.

III.10 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data: menggunakan SPSS 13.

Page 42: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

28

Universitas Indonesia

Data yang diperoleh antara lain:

- Kebiasaan mencuci tangan (baik atau tidak bauk), meliputi beberapa

pertanyaan:

1. Kebiasaan mencuci tangan setelah BAB (ya atau tidak)

2. Mencuci tangan sebelum makan (ya atau tidak)

3. Mencuci tangan setelah bermain tanah (ya atau tidak)

4. Cara mencuci tangan (hanya dengan air atau menggunakan air dan

sabun)

- Infeksi kecacingan (ya atau tidak)

- Interpretasi hasil

Setiap pilihan jawaban kuesioner memiliki nilai sebagai berikut:

(Lampiran 3)

1. Mencuci tangan setelah BAB : ya bernilai 1, sedangkan tidak

bernilai 0.

2. Mencuci tangan sebelum makan : ya bernilai 1, sedangkan tidak

bernilai 0.

3. Mencuci tangan setelah bermain tanah : ya bernilai 1, sedangkan

tidak bernilai 0.

4. Cara mencuci tangan: hanya menggunakan air 1, sedangkan jika

menggunakan air dan sabun bernilai 2.

- Kebiasaan mencuci tangan dikatakan baik jika subjek mendapatkan

nilai total lebih atau sama dengan 3 ( ≥ 3), sedangkan jika kurang dari

3 ( < 3) dikatakan tidak baik.

- Data diolah dan dianalisis menggunakan uji statistik Fisher (untuk

menguji kebenaran hipotesis). Uji statistik Chi-Square tidak digunakan

karena lebih dari 50% sel yang mempunyai expected count kurang dari

5. Dengan menggunakan uji statistik Fisher dapat diketahui nilai

significancy dari hipotesis. Apabila nilai p kurang dari 0,05 (p < 0,05),

maka terdapat hubungan bermakna dari faktor risiko (kebiasaan

mencuci tangan) dan kejadian kecacingan

Page 43: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

29

Universitas Indonesia

- Bagan Alur Penelitian

III.11 Etika Penelitian

a. Memohon persetujuan/izin dari Kepala SD “X” di Cilincing, Jakarta

Utara dengan menyetujui informed consent.

b. Memberi penjelasan kepada subjek (siswa) mengenai penelitian ini,

serta menjamin data subjek dijaga kerahasiaannya.

c. Memberi hak sebesar-besarnya kepada subjek untuk mengikuti atau

menolak menjadi subjek penelitian.

Subjek

Memenuhi semua kriteria inklusi

Tidak terdapat kriteria eksklusi

Pencatatan data hasil

Pengolahan data

Wawancara subjek

Tidak diikutsertakan

dalam penelitian Ya

tidak

Page 44: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

30

Universitas Indonesia

BAB IV

HASIL PENELITIAN

IV.1 Data Umum

Dari pengambilan data yang telah kami lakukan sebelumnya terhadap

responden yang merupakan siswa/i SDN 06 Kalibaru Jakarta Utara didapatkan

data umum yang mencakup jenis kelamin, kelas, dan pekerjaan orang tua. Data ini

diperoleh dari hasil wawancara dengan responden tersebut.

Tabel IV.1. Data Umum Siswa SD “X” Cilincing, Jakarta Utara

Variabel n

Jenis Kelamin

- Perempuan

- Laki-laki

59

45

Kelas

- 3 (tiga)

- 4 (empat)

- 5 (lima)

36

29

39

Pekerjaan Orang Tua

- Tidak bekerja

- Nelayan

- Buruh

- Guru

- Wiraswasta

- Karyawan

- Lain-lain

- Tidak menjawab

3

17

15

3

25

17

17

7

Dari data diatas menunjukkan bahwa jumlah responden yang mengikuti penelitian

ini adalah 104 orang. Responden didominasi oleh perempuan sebanyak 59 orang

(56.7%) dari keseluruhan jumlah responden. Responden berasal dari 3 kelas yaitu

kelas 3 (tiga) sebanyak 36 orang (34.6%), kelas 4 (empat) sebanyak 29 orang

(27.9%), dan kelas 5 (lima) sebanyak 39 orang (37.5%). Sementara untuk

Page 45: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

31

Universitas Indonesia

pekerjaan orang tua dari tiap responden didapatkan jumlah terbanyak adalah

pekerjaan sebagai wiraswasta sebanyak 25 orang (24%) lalu berturut-turut adalah

nelayan, karyawan, dll yang berjumlah 17 orang (16.3%) di ikuti buruh sebanyak

15 orang (14.4%), 7 orang (6.7%) tidak menjawab, dan sisanya guru dan tidak

bekerja sebanyak 3 orang (2.9%).

IV.2 Data Khusus

IV.2.1 Karakteristik Siswa

IV.2.1.1 Distribusi Kelas

Tabel IV.2. Distribusi Kelas dengan Infeksi Kecacingan pada siswa SD “X”

Cilincing, Jakarta Utara

Kelas Infeksi Kecacingan Jumlah

Ya Tidak

3 26 10 36

4 18 11 29

5 21 18 39

Jumlah 65 39 104

Dari data diatas diketahui bahwa siswa kelas 3 lebih banyak mengalami infeksi

kecacingan yaitu sebanyak 26 orang (25%) dibandingkan dengan siswa kelas 4

yang berjumlah 18 orang (17.3%) dan kelas 5 sebanyak 21 orang (20.2%).

IV.2.1.2 Distribusi Jenis Kelamin

Tabel IV.3 Distribusi Jenis Kelamin dengan Infeksi Kecacingan pada siswa SD

“X” Cilincing, Jakarta Utara

Jenis

Kelamin

Infeksi Kecacingan Jumlah

Ya Tidak

Perempuan 36 23 59

Laki-laki 29 16 45

Jumlah 65 39 104

Page 46: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

32

Universitas Indonesia

Dari data diatas diketahui bahwa siswa perempuan lebih banyak yang mengalami

infeksi kecacingan yaitu sebesar 36 orang (34.6%) dibandingkan dengan siswa

laki-laki yang berjumlah 29 orang (27.9%).

IV.2.2 Infeksi Kecacingan

Tabel IV.4 Distribusi Infeksi Kecacingan Siswa SD “X” Cilincing, Jakarta Utara

No Infeksi Kecacingan Jumlah

n

1 Ya 65

2 Tidak 39

Jumlah 104

Dari tabel diatas maka diketahui sebanyak 62.5% (65 orang) siswa SD “x”

Cilincing Jakarta Utara mengalami infeksi kecacingan. Sedangkan sebesar 39

orang siswa (37.5%) tidak mengalami infeksi kecacingan.

IV.2.3 Infeksi Kecacingan berdasarkan Jenis Cacing

Tabel IV.5. Distribusi Infeksi Kecacingan berdasarkan Jenis Cacing pada Siswa

SD “X” Cilincing, Jakarta Utara

No Jenis Cacing Jumlah

n

1 A. lumbricoides 30

2 T. trichiura 10

3 Infeksi Campuran 25

Jumlah 65

Dari 65 orang siswa yang mengalami infeksi kecacingan didapatkan data bahwa

siswa yang terinfeksi cacing A. lumbricoides adalah sebanyak 30 orang (46.2%)

sedangkan yang terinfeksi cacing T. trichiura adalah sebanyak 10 orang (15.4%)

dan yang mengalami infeksi campuran sebanyak 25 orang (38.5%).

Page 47: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

33

Universitas Indonesia

IV.2.4 Kebiasaan Mencuci Tangan pada Siswa SD “X” Cilincing, Jakarta

Utara

Tabel IV.6. Distribusi Kebiasaan Mencuci Tangan pada Siswa SD “X” Cilincing,

Jakarta Utara

Faktor Jumlah Siswa

- Mencuci Tangan setelah

BAB

a. Ya

b. Tidak

90

14

- Mencuci Tangan sebelum

Makan

a. Ya

b. Tidak

90

14

- Mencuci Tangan setelah

Bermain Tanah

a. Ya

b. Tidak

88

16

- Cara Mencuci Tangan

a. Air

b. Air dan Sabun

37

67

Dari data tersebut diatas diketahui terdapat 86.5% siswa (90 siswa) yang

mempunyai kebiasaan mencuci tangan setelah BAB dan sebanyak 14 orang

(13.5%) tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan setelah BAB, 86.5% siswa

(90 orang) yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, dan

sebesar 14 orang (55.9%) siswa mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan

setelah bermain tanah Selain itu untuk cara mencuci tangan didapatkan sebanyak

64.4% siswa (sebanyak 67 orang) yang mencuci tangan menggunakan air dengan

sabun dan sisanya 37 orang (35.6%) mencuci tangan hanya dengan menggunakan

air saja.

Page 48: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

34

Universitas Indonesia

Tabel IV.7. Distribusi Kebiasaan Mencuci Tangan Baik dan Tidak Baik Siswa SD

“X” Cilincing, Jakarta Utara

No Kebiasaan Mencuci

Tangan

Jumlah

n

1 Baik 100

2 Tidak Baik 4

Jumlah 104

Hasilnya adalah sebanyak 4 orang (3.8%) yang mempunyai kebiasaan

mencuci tangan yang tidak baik, sedangkan 100 orang (96.2%) lainnya

dinyatakan memiliki kebiasaan yang baik.

IV.2.5. Hasil Analisis bivariat antara masing-masing faktor risiko dengan

kejadian kecacingan

Tabel IV.8. Analisis Statistik uji chi-square pada masing-masing faktor dengan

angka kejadian kecacingan pada Siswa SD “X” Cilincing, Jakarta Utara

Faktor Risiko p (p < 0.05)

Mencuci tangan setelah BAB 0.458

Mencuci tangan sebelum Makan 0.182

Mencuci tangan setelah Bermain Tanah 1.000

Cara Mencuci tangan 0.081

IV.2.6. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Infeksi Kecacingan

Tabel IV.9. Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Infeksi Kecacingan

pada Siswa SD “X” Cilincing, Jakarta Utara

Kebiasaan Mencuci

Tangan

Infeksi

Kecacingan Jumlah

Ya Tidak

Baik 62 38 100

Tidak Baik 3 1 4

Jumlah 65 39 104

Page 49: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

35

Universitas Indonesia

p = 1,000

Dari data diatas didapatkan sebanyak 4 orang yang mempunyai kebiasaan

mencuci tangan yang tidak baik, dimana 1 orang (1%) tidak mengalami infeksi

kecacingan dan 3 orang lainnya (2.9%) mengalami infeksi kecacingan, sedangkan

100 orang dinyatakan memiliki kebiasaan yang baik dimana 38 orang (36.5%)

tidak mengalami infeksi kecacingan dan 62 orang lainnya (59.6%) mengalami

infeksi kecacingan.

Pada uji korelasi antara variabel kebiasaan mencuci tangan dan infeksi

kecacingan didapatkan hasil yang tidak bermakna secara statistic sebesar p =

1,000 ( p < 0.05) diantara keduanya.

Page 50: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

36

Universitas Indonesia

BAB V

PEMBAHASAN

V.1 Infeksi Kecacingan pada Siswa SD “x” Cilincing, Jakarta Utara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 104 siswa SD “X” Cilincing

Jakarta Utara ini didapatkan sebanyak 65 orang (62.5%) mengalami infeksi

kecacingan dengan rincian 30 orang (46.2%) terinfeksi A. lumbricoides, 10 orang

(15.4%) terinfeksi oleh T. trichiura, dan sisanya sebanyak 25 orang (38.5%)

mengalami infeksi campuran. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1996 di

Sekolah Dasar di daerah Jakarta Pusat ternyata prevalensi askariasi sebesar

66.67% , dan trikuriasis sebesar 61,12% sedangkan infeksi campuran 45,56%.7

Hasil survei kecacingan Sekolah Dasar di 27 Propinsi Indonesia menurut jenis

cacing tahun 2006 prevalensi Ascaris lumbricoides 17,8%, Trichuris trichiura

24,2% dan Hookworm 1,0%.44

Selain itu dapat diketahui pula bahwa siswa perempuan lebih banyak yang

mengalami infeksi kecacingan sebanyak 36 orang (34.6%) dibandingkan dengan

siswa laki-laki yang berjumlah 29 orang (27.9%). Walaupun demikian, secara

statistik hubungan ini tidak bermakna dengan p = 0.721 lebih besar dari 0.05

(0.721 > 0.05).

Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2008 pada anak SD di Desa

Tertinggal Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir, diperoleh data Jenis

kelamin responden terbanyak yaitu laki-laki sebanyak 116 (57,4%), perempuan

sebanyak 86 orang (42,6%).45

Oleh karena itu tidak ada perbedaan yang bermakna

antara laki-laki dan perempuan dan mereka mempunyai kesempatan yang sama

untuk terinfeksi oleh cacing.

V.2 Hubungan Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Infeksi Kecacingan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 104 siswa

didapatkan sebanyak 4 orang yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan yang

tidak baik, dimana 1 orang (1%) tidak mengalami infeksi kecacingan dan 3 orang

lainnya (2.9%) mengalami infeksi kecacingan, sedangkan 100 orang dinyatakan

Page 51: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

37

Universitas Indonesia

memiliki kebiasaan yang baik dimana 38 orang (36.5%) tidak mengalami infeksi

kecacingan dan 62 orang lainnya (59.6%) mengalami infeksi kecacingan.

Berdasarkan uji anlisis chi-square yang dilakukan terhadap masing-masing

faktor resiko didapatkan kebiasaan mencuci tangan setelah BAB memiliki p =

0.458; kebiasaan mencuci tangan sebelum makan memiliki p = 0.182; kebiasaan

mencuci tangan setelah bermain tanah memiliki p = 1.000; dan cara mencuci

tangan memiliki p = 0.081 hal ini menunjukkan secara statistik hubungan tersebut

tidak bermakna dikarenakan memiliki p lebih besar dari 0.05 dimana hubungan

yang bermakna di dapatkan p < 0.05.

Berdasarkan uji fisher yang dilakukan pada penelitian antara kebiasaan

mencuci tangan dengan infeksi kecacingan tidak didapatkan hubungan yang

bermakna dengan p-value sebesar 1,000 ( p < 0.05).

Penelitian yang dilakukan oleh Evi Yulianto (2006/2007) terhadap siswa

SD di Kecamatan Tembalang Kota Semarang mengenai hubungan antara

kebiasaan mencuci tangan dengan kecacingan memiliki nilai p = 0.028 yaitu

terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan seseorang

dengan prevalensi kecacingan di suatu daerah.46

“Tangan merupakan salah satu jalur utama masuknya kuman penyakit

karena tangan merupakan salah satu anggota tubuh yang langsung berhubungan

dengan mulut dan hidung. Penyakit yang biasa ditimbulkan oleh tangan yang

berkuman adalah diare, kolera, ISPA, cacingan, flu, dan Hepatitis A.” – WHO

Mencuci tangan menggunakan air bersih dan sabun merupakan salah satu

cara yang efektif untuk memutus tali penularan infeksi cacing melalui tangan.

Mencuci tangan menggunakan air dapat lebih efektif membersihkan kotoran dan

telur cacing yang menempel pada permukaan kulit, kuku dan jari-jari pada kedua

tangan.47

Sementara cara mencuci tangan yang tepat berdasarkan Departemen

Kesehatan RI yang dilansir di situs resmi mereka adalah sebagai berikut:

1. Cuci tangan dengan air yang mengalir dan gunakanlah sabun. Tak perlu harus

sabun antibakteri, namun lebih disarankan sabun yang berbentuk cairan.

2. Gosok tangan setidaknya 15-20 detik.

3. Bersihkan pergelangan tangan, punggung tangan, sela-sela jari, dan kuku.

Page 52: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

38

Universitas Indonesia

4. Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.

5. Keringkan dengan handuk bersih atau pengering lain.

6. Gunakan tisu atau handuk sebagai penghalang ketika mematikan keran air.

Namun terdapat faktor risiko lainnya yang dapat menyebabkan seseorang

mengalami infeksi kecacingan selain kebiasaan mencuci tangan yaitu iklim tropis,

kesadaran akan kebersihan yang masih rendah, sanitasi yang buruk, kondisi sosial

ekonomi yang rendah, serta kepadatan penduduk dapat berpengaruh terdapat

infeksi kecacingan disuatu daerah.23

Oleh sebab itu infeksi kecacingan disebabkan

oleh berbagai macam faktor (multifaktorial).

V.2. Kelebihan dan Kekurangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain studi

cross-sectional. Kelebihan menggunakan jenis desain ini adalah kita dapat

mengetahui hubungan antara kecacingan dengan kebiasaan mencuci tangan pada

anak SD “X” Cilincing, Jakarta Utara.

Sedangkan kekurangan dari penelitian ini adalah tidak dapat mengetahui

hubungan sebab akibat antara variabel dependen dan independen karena penelitian

ini memang tidak digunakan untuk menjelaskan keadaan tersebut.

Kekurangan lainnya yaitu bias yang terjadi pada saat wawancara. Hal ini

terjadi karena tingkat pemahaman siswa yang diwawancara berbeda antara satu

dan lainnya.

Page 53: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

39

Universitas Indonesia

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1. Kesimpulan

Dari uraian diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Sebagian besar responden menderita kecacingan

2. Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan

3. Sebagian besar responden berasal dari kelas 5

4. Sebagian besar responden mempunyai kebiasaan mencuci tangan yang baik

5. Sebagian besar responden terinfeksi oleh cacing A. lumbricoides

6. Dengan menggunakan tes uji Fisher diketahui bahwa tidak terdapat hubungan

yang bermakna secara statistik antara kebiasaan mencuci tangan dengan

infeksi kecacingan pada siswa SD “x” Cilincing, Jakarta Utara

7. Tingginya angka kejadian kecacingan di SD “X” Cilincing, Jakarta Utara

mungkin berkaitan dengan faktor kebersihan perorangan lainnya dan bukan

karena faktor kebiasaan mencuci tangan.

VI.2. Saran

1. Dilakukan penyuluhan kepada para siswa SD “X” Cilincing, Jakarta Utara

mengenai hidup bersih dan bebas dari cacing

Page 54: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

40

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardiana L, Djarismawati. Prevalensi Cacing Usus pada Murid Sekolah Dasar

Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan Daerah

Kumuh di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. 2008;7:769 – 774.

2. Nokes C. 1992. Moderato to Heavy Infections of Trichiura affect Cognitif

Function in Jamaica School Children, Parasitologi

3. Hadidjaja, P. 1994. Masalah penyakit kecacingan di Indonesia dan

penanggulangannya. Maj. Kedok. Indon. 44: 215 – 216.

4. Prof. Dr. Sri S Margono. 2003. Controlling Disease Due to Helminth Infection

WHO Departemen Parasit FKUI

5. Margono Sri, S., Sri Oemijati, Runizar Roesin, Hd Ilahude, Rumsah Rasad.

1974. The use of some technics in the diagnosis of soil transmitted helminthes.

The first conference of the APCO, Proceedings, 229-233.

6. Ismid, I.S. 1996. Infeksi cacing yang ditularkan melalui tanah pada anak

Balita yang kurang kalori protein di Kelurahan Kramat, Jakarta Pusat. Maj.

Parasitol. Ind. 9 (1): 1– 5.

7. Ismid, I.S. 1996. Survey penyakit kecacingan pada anak murid Sekolah Dasar

di Jakarta Pusat. Jurnal Kesehatan Vol. 2. No.2

8. Atmadja AK. Kecacingan pada Siswa SD di Jakarta Utara. Jakarta:

Departemen Parasitologi FKUI. 2008

9. Prof. Tjandra Yoga Aditama, Sp. P (K), MARS, DTM & H. 2010. Penyakit

Kecacingan Masih Dianggap Sepele Available from: http://www.depkes.go.id.

10. Gillespie, Stephen H, Richard D.P. Principles and Practice of Clinical

Parasitology. England: John Wiley and Sons Ltd. 2001. p566-68.

11. Mahfudin HP, Hadidjaja P, Ismid IS, Liana V. Pengaruh Cuci Tangan

terhadap Reinfeksi Ascaris lumbricoides. Maj.Parasitol. Ind.1994:7 (2):1 – 5

12. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2001. Kamus Bahasa Indonesia.

Balai Pustaka. Jakarta.

13. Despommier, Dickson D, et all. Parasitic Diseases. 4rd ed. New York: Apple

Tree Production, LLC. 2000. p106.

Page 55: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

41

Universitas Indonesia

14. Albonico M, Ramsan M, Wright V, et al. Soil-transmitted nematode infections

and mebendazole treatment in Mafia Island schoolchildren. Ann Trop Med

Parasitol. Oct 2002;96(7):717-26

15. Gillespie, Stephen H, Richard D.P. Principles and Practice of Clinical

Parasitology. England: John Wiley and Sons Ltd. 2001. p566-68.

16. Haryanti, E., 2002. Helmintologi Kedokteran. Bagian Parasitologi Fakultas

Kedokteran USU. Medan

17. Onggowaluyo,S,J. 2002. Parasitologi Medik (Helmintologi). Pendekatan

Aspek Identifikasi Diagnosis dan Klinik. Anggota IKAPI. EGC. Jakarta

18. Prasetyo, H. 2003. Atlas Berwarna Helmintologi Kedokteran. Cetakan

pertama. Editor Winarko. Airlangga University Press. Anggota IKAPI.

Surabaya

19. Srisasi Gandahusada, 2000, Parasitologi Kedokteran edisi ke 3, Jakarta: EGC

20. Sandjaja, B. 2007. Helminthologi Kedokteran . Editor Pedo Herri. Cetakan

Pertama. Prestasi Pustaka. Jakarta

21. Garcia, Lynne S. Diagnosis Parasitologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 1996

p148-150

22. Oeswari E. Penyakit dan Penanggulangannya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama; 1991. p53

23. Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia 2010: PERILAKU SEDERHANA

BERDAMPAK LUAR BIASA Available from: http://www.depkes.go.id.

24. WHO. Control of Ascaris. Report of WHO Expert Committee, WHO

Technical Report Series, the World Health Organization. H; 1997. p339

25. .Toenail Definition. Available from: http://www.medterms.com/

26. American Academy of Dermatology. Nail Fungus & Nail Health. Available

from: http://www.aad.org/

27. Dugdale DC. Capillary nail refill test. 2009. Available from:

http://www.nlm.nih.gov/ medlineplus/)

28. Anonymous. Causes of Intestinal Infection. Available from:

http://www.tandurust.com/ digestive-disorders/)

Page 56: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

42

Universitas Indonesia

29. Sung JC, Lin RS, Huang KC, Wang SY, Lu AY. Pinworm Control and Risk

Factors of Pinworm Infection Among Primary-School Children in Taiwan.

Am. J. Trop. Med. Hyg. 2001;65(5):558–562.

30. Faust EC, Russell PD. Craig & Fausts Clinical Parasitology. 7th ed.

Philadelphia: Lea 7 Febiger; 1964. p341-429

31. Departemen Kesehatan R.I, Pedoman Umum Program Nasional

Pemberantasan Cacingan di Era Desentralisasi, Jakarta: Depkes R.I; 2004

32. FAO. Street Foods. Report of an FAO technical meeting on street foods,

Calcutta, 6-9 November 1995. FAO Food and Nutrition paper 63. FAO,

Rome; 1997.

33. Guhardja S, Madanijah S, Wulandari S, Natal NPS, and Akbar M. The role of

street foods in the household food consumption: A survey in Bogor.

Proceeding of the 4th ASEAN Food Conference 1992. IPB Press; 1992.

34. Anita N. Mutu mikrobiologis minuman jajanan kantin di tiga sekolah wilayah

Bogor. Institut Pertanian Bogor; 2002

35. WHO. Foodborne disease: a focus for health education. World Health

Organization, Geneva; 2000

36. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 424/MENKES/SK/VI. Pedoman

Pengendalian Cacingan, Jakarta: Departemen Kesehatan; 2006

37. Djakaria S. Hospes perantara. Dalam: Gandahusada S, Ilanude HD, Pribadi

W, penyunting. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2006. p243.

38. Maskar D.H. Assessment of illegal food additives intake from street food

among primary school children in selected area of Jakarta. Thesis. SEAMEO-

TROPMED RCCN University of Indonesia; 2004

39. Sood SK. Food Poisoning. 2009. Available from: www.e-medecine.com

40. Notoatmodjo S. Metode Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta; 2002.

p159

41. Awasthi S, Verma T, Kotecha V, Venkatesh V, Joshi V, Roy S. Prevalence

and risk factors associated with worm infestation in pre-school children (6-23

months) in selected blocks of Uttar Pradesh and Jharkand, India. Indian J Med

Sci. 2008;62:484-91.

Page 57: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

43

Universitas Indonesia

42. Boon NA, Davidson S. Davidson’s principles and practice of medicine.

19th ed. Edinburgh: Elsevier Science, 2002

43. Luong TV. Prevention of Intestinal Worm Infections through Improved

Sanitation and Hygiene. In: UNICEF East Asia & Pacific Regional Office

Bangkok, Thailand. Oktober 2002

44. Depkes. RI. Kamis. Profil Kesehatan Indonesia.Jakarta. available from:

http://www.depkes.go.id/

45. Agustaria Ginting : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Tertinggal Kecamatan

Pangururan Kabupaten Samosir Tahun 2008, 2009 USU Repository © 2008

46. Evi Yulianto. 2007. Hubungan Higiene Sanitasi dengan Kejadian Penyakit

Cacingan pada Siswa Sekolah Dasar Negero Rowosaro -1 Kecamatan

Tembalang Kota Semarang Tahun Ajaran 2006/2007. Under Graduates thesis,

Universitas Negeri Semarang

47. Ir. Dina Agoes M, Kes dalam Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Volume

2 Nomor 6, Juni 2008.

Page 58: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

44

Universitas Indonesia

Lampiran 1: Informed Consent

Jakarta, ….…....2009

Yth. Ibu Kepala SD “X”

Jakarta Utara

Saat ini mahasiswa tingkat II FKUI tengah melaksanakan penelitian

mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingginya insidenssi

kecacingan pada siswa SD “X” .

Saat ini kecacingan masih menjadi masalah kesehatan, khususnya pada

anak-anak. Penyakit ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,

kecerdasan dan produktivitas penderitanya, sehingga secara umum dapat

menyebabkan penurunan kualitas sumber daya manusia.

Besarnya angka kecacingan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah

satunya kurangnya perilaku hidup bersih yang meliputi kebiasaan tidak mencuci

tangan, jarang menggunting kuku, suka menggigit kuku, bermain tanah, jajan

sembarangan, serta buang air besar tidak di jamban.

Oleh karena itu, kami bermaksud melakukan wawancara pada siswa-siswa

SD “X” yang kecacingan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor di atas

dengan insidensi kecacingan, khususnya askariasis.

Kami memohon kesediaan Ibu mewakili siswa SD “X” untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini. Penelitian ini sifatnya tidak memaksa. Atas

kesediaan Ibu, kami ucapkan terima kasih.

INFORMED CONSENT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS INDONESIA

Jl. Salemba Raya No. 6, Jakarta Pusat

Page 59: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

45

Universitas Indonesia

Lampiran 2: Kuesioner

1.

2. Identitas Responden:

a) Kode Sampel : Punya hewan Peliharaan

b) Nama :

c) Tempat Tanggal Lahir:

d) Jenis Kelamin :

e) Kelas :

f) Alamat :

g) Anak ke : ..............., Jumlah saudara : ..............

h) Nama Orang Tua

Nama Ayah :…………………………………………………

Pekerjaan :……………………………………………..

Pendidikan : tidak sekolah SMP D3

SD SMA S1

Nama Ibu :………………………………………………

Pekerjaan :……………………………………………..

Pendidikan : tidak sekolah SMP D3

SD SMA S1

3. Kebiasaan Mencuci Tangan

a) Apakah adik mencuci tangan setelah BAB?

a. Ya

b. Tidak

b) Apakah adik mencuci tangan sebelum makan?

a. Ya

b. Tidak

c) Apakah setelah bermain tanah adik mencuci tangan?

a. Ya

b. Tidak

d) Bagaimana cara adik mencuci tangan?

a. Air dengan sabun

b. Air saja

Page 60: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

46

Universitas Indonesia

Lampiran 3: Tabel Penilaian Kuesioner

Keterangan Ya (skor) Tidak Kriteria keparahan:

Kebiasaan Mencuci Tangan

- Mencuci tangan setelah BAB

- Mencuci tangan Sebelum

makan

- Mencuci tangan Setelah

Bermain Tanah

- Cara Mencuci Tangan

1

1

1

Air =

2

Air dan sabun =

3

0

0

0

0

3-5 : baik

0-2 : buruk

Page 61: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

47

Universitas Indonesia

Lampiran 4: Hasil Pengolahan Data SPSS

Crosstabs Uji chi-square masing-masing Faktor dengan Kejadian

Kecacingan

1. Kebiasaan Mencuci Tangan setelah BAB dengan Kejadian Kecacingan

Mencuci Tangan setelah BAB * Infeksi Kecacingan Crosstabulation

4 10 14

5.3 8.8 14.0

3.8% 9.6% 13.5%

35 55 90

33.8 56.3 90.0

33.7% 52.9% 86.5%

39 65 104

39.0 65.0 104.0

37.5% 62.5% 100.0%

Count

Expected Count

% of Total

Count

Expected Count

% of Total

Count

Expected Count

% of Total

tidak

ya

Mencuci Tangan

setelah BAB

Total

Tidak Ya

Inf eksi Kecacingan

Total

Chi-Square Tests

.550b 1 .458

.198 1 .656

.569 1 .451

.561 .334

.545 1 .460

104

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.

25.

b.

Page 62: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

48

Universitas Indonesia

2. Kebiasaan Mencuci Tangan sebelum Makan dengan Kejadian Kecacingan

Mencuci Tangan sebelum Makan * Infeksi Kecacingan Crosstabulation

3 11 14

5.3 8.8 14.0

2.9% 10.6% 13.5%

36 54 90

33.8 56.3 90.0

34.6% 51.9% 86.5%

39 65 104

39.0 65.0 104.0

37.5% 62.5% 100.0%

Count

Expected Count

% of Total

Count

Expected Count

% of Total

Count

Expected Count

% of Total

tidak

ya

Mencuci Tangan

sebelum Makan

Total

Tidak Ya

Inf eksi Kecacingan

Total

Chi-Square Tests

1.783b 1 .182

1.079 1 .299

1.915 1 .166

.242 .149

1.766 1 .184

104

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.

25.

b.

Page 63: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

49

Universitas Indonesia

3. Kebiasaan Mencuci Tangan setelah Bermain Tanah dengan Kejadian

Kecacingan

Mencuci Tangan setelah Bermain Tanah * Infeksi Kecacingan Crosstabulation

6 10 16

6.0 10.0 16.0

5.8% 9.6% 15.4%

33 55 88

33.0 55.0 88.0

31.7% 52.9% 84.6%

39 65 104

39.0 65.0 104.0

37.5% 62.5% 100.0%

Count

Expected Count

% of Total

Count

Expected Count

% of Total

Count

Expected Count

% of Total

tidak

ya

Mencuci Tangan setelah

Bermain Tanah

Total

Tidak Ya

Inf eksi Kecacingan

Total

Chi-Square Tests

.000b 1 1.000

.000 1 1.000

.000 1 1.000

1.000 .616

.000 1 1.000

104

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.

00.

b.

Page 64: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

50

Universitas Indonesia

4. Cara Mencuci Tangan

Cara Mencuci Tangan * Infeksi Kecacingan Crosstabulation

18 19 37

13.9 23.1 37.0

17.3% 18.3% 35.6%

21 46 67

25.1 41.9 67.0

20.2% 44.2% 64.4%

39 65 104

39.0 65.0 104.0

37.5% 62.5% 100.0%

Count

Expected Count

% of Total

Count

Expected Count

% of Total

Count

Expected Count

% of Total

air

air dengan sabun

Cara Mencuci

Tangan

Total

Tidak Ya

Inf eksi Kecacingan

Total

Chi-Square Tests

3.046b 1 .081

2.352 1 .125

3.015 1 .082

.094 .063

3.016 1 .082

104

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.

88.

b.

Page 65: Ambartyas Niken W - Revisi Skripsi - FK - Full Text

51

Universitas Indonesia

Crosstabs Nilai Total Kebiasaan Mencuci Tangan

Case Processing Summary

104 100.0% 0 .0% 104 100.0%Nilai total * Inf eksi

Kecacingan

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Nilai total * Infeksi Kecacingan Crosstabulation

1 3 4

1.5 2.5 4.0

1.0% 2.9% 3.8%

38 62 100

37.5 62.5 100.0

36.5% 59.6% 96.2%

39 65 104

39.0 65.0 104.0

37.5% 62.5% 100.0%

Count

Expected Count

% of Total

Count

Expected Count

% of Total

Count

Expected Count

% of Total

tidak baik

baik

Nilai

total

Total

Tidak Ya

Inf eksi Kecacingan

Total

Chi-Square Tests

.277b 1 .598

.000 1 1.000

.294 1 .588

1.000 .518

.275 1 .600

104

Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio

Fisher's Exact Test

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value df

Asy mp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Computed only for a 2x2 tablea.

2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.

50.

b.