Syok Kardiogenik Buletin IPD-1

download Syok Kardiogenik Buletin IPD-1

of 5

Transcript of Syok Kardiogenik Buletin IPD-1

Evaluasi klinis syok kardiogenikErwinanto Bagian Kardiologi dan Kedsokteran Vaskular Sub-Bagian Kardiovaskular, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakulatas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Pengertian Syok kardiogenik diartikan sebagai hipoksia jaringan akibat berkurangnya cardiac output (CO) dengan volume intravaskular yang normal. Hipoksia jaringan, secara klinis, dimanifestasikan sebagai oliguria, sianosis, ekstremitas teraba dingin, atau perubahan kesadaran. Sementara itu, hipotensi diartikan sebagai tekanan darah sistolik kurang dari 90 mm Hg selama lebih dari 30 menit. Untuk penderita di ruang perawatan, hipotensi sebaiknya diartikan sebagai menurunnya tekanan sistolik dan/atau mean arterial pressure (MAP) sebesar lebih dari 30 mm Hg, atau nilai MAP lebih rendah dari 65 mm Hg.. Diagnosis kardiogenik dapat dilakukan dengan akurat jika keadaan syok tidak membaik setelah faktor non-kardiak dari penyebab syok (hipovolemia, asidosis, hipoksia) dikoreksi. Patofisiologi syok kardiogenik Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh berkurangnya kemampuan pompa ventrikel kiri atau ventrikel kanan atau keduanya. Disfungsi ventrikel kiri dapat disebabkan oleh kerusakan kumulatif dari miokardium atau kombinasi dari disfungsi miokardium dan kerusakan komponen fungsional lainnya (katup, septum ventrikel, free wall) akibat iskemia atau nekrosis. Syok kardiogenik akibat disfungsi ventrikel kanan pada umumnya disebabkan oleh infark akut ventrikel kanan dengan akibat terjadi disfungsi sistolik dan diastolik ventrikel kanan. Angka kejadian syok kardiogenik akibat infark ventrikel kanan adalah 20% dari semua kejadian syok kardiogenik akibat infark miokard akut dengan gambaran EKG elevasi segmen ST. Ketika syok kardiogenik terjadi, tubuh akan melakukan mekanisme kompensasi yang bertujuan agar tekanan darah meningkat dan terjadi redistribusi volume darah dari jaringan tertentu (kulit, usus, dan otot bergaris) menuju otak, jantung, dan ginjal. Mekanisme kompensasi tersebut dapat berupa aktifasi sistem saraf simpatis yang mengakibatkan terjadinya vasokonstriksi (tekanan darah meningkat) dan takikardia. Pada keadaan syok yang berat, respon saraf simpatis dapat digantikan oleh respon saraf otonom lain yaitu reflex vagal sehingga yang terjadi bukan refleks takikardia melainkan bradikardia. Mekanisme kompensasi yang awalnya bertujuan untuk memperbaiki perfusi jaringan dalam kenyataannya justru memperburuk syok kardiogenik karena after-load akan meningkat. Pada awal syok terjadi kompensasi berupa perubahan dari metabolisme aerobik menjadi anaerobik dengan hasil akhir berupa penumpukan asam laktat. Hasil akhir ini menyebabkan kerusakan jaringan berupa nekrosis yang selanjutnya berakibat pada gagal organ multipel. Jadi, tubuh seorang yang mengalami syok kardiogenik pada dasarnya gagal bereaksi terhadap mekanisme kompensasi.

1

Evaluasi klinis Penderita dengan hipotensi disertai gangguan perfusi hendaknya dianamnesa secara singkat untuk mencari penyebab syok seperti anafilaksis, infark miokard akut, gagal jantung akut, sepsis. Pemeriksaan fisik berupa pengukuran frekuensi detak jantung, frekuensi nafas dan tekanan darah serta pemeriksaan lain seperti status mental, JVP, pulsus paradoksus, gallop S3/S4, ronkhi paru, dan perfusi jaringan perifer dapat membantu menentukan terapi. Sebagai akibat dari mekanisme kompensasi, penderita dengan gambaran hipoperfusi jaringan dapat mempunyai frekuensi nadi dan tekanan darah yang normal atau bahkan tinggi sehingga tanda vital yang normal tidak dapat digunakan untuk eksklusi diagnosis syok. Tekanan darah normal pada penderita dengan hipoperfusi jaringan hendaknya dipandang sebagai usaha kompensasi tubuh yang bersifat sementara, yang mungkin akan diakhiri dengan kegagalan. Mengingat bahwa hipotensi dianggap sebagai prasyarat untuk membuat diagnosis syok, maka seorang dengan tekanan darah sistolik >90 mm Hg yang menunjukkan hipoperfusi jaringan lebih tepat disebut sebagai berada dalam keadaan pre-syok kardiogenik. Hiperventilasi yang terlihat pada penderita syok disebabkan oleh respon tubuh terhadap asidosis laktat. Jadi, frekuensi nafas yang cepat tidak selalu mengindikasikan sesak nafas akibat gagal jantung Pada keadaan syok tanpa dekompensasi jantung, semua penyebab non-kardiak dari syok harus dicari sambil melakukan usaha resusitasi. Penyebab utama syok tanpa dekompensasi jantung adalah hipovolemia, sepsis, emboli paru, ruptur aneurisma aorta abdominalis, dan tamponade jantung. Jadi diagnosis syok tanpa dekompensasi jantung ditegakkan setelah mengeksklusi semua penyebab syok non-kardiak.. Pemeriksaan EKG berguna terutama untuk menentukan diagnosis infark miokard sebagai kemungkinan penyebab syok kardiogenik. EKG yang normal meniadakan kemungkinan syok kardiogenik disebabkan oleh infark miokard. Pemeriksaan foto radiologi toraks membantu menentukan kemungkinan problem paru dan edema paru sebagai penyebab syok. Pemeriksaan laboratorium darah seperti analisa gas darah, elektrolit, gula darah sewaktu dll juga perlu dilakukan sementara usaha resusitasi harus tetap dilakukan tanpa menunggu hasil pemeriksaan. Diagnosis banding Pada keadaan syok tanpa dekompensasi jantung, semua penyebab non-kardiak dari syok harus dicari sambil melakukan usaha resusitasi. Penyebab utama syok tanpa dekompensasi jantung adalah hipovolemia, sepsis, emboli paru, ruptur aneurisma aorta abdominalis, dan tamponade jantung. Jadi diagnosis syok kardiogenik tanpa dekompensasi jantung ditegakkan setelah mengeksklusi semua penyebab syok nonkardiak. Pada semua penderita syok tanpa edema paru hendaknya segera dilakukan evaluasi terhadap volume intravaskular dengan cara memberikan cairan salin. Pada keadaan dimana terdapat keraguan tentang kecukupan volume intravaskular, lakukan fluid challenge test sebagai berikut: berikan sekitar 250 cc cairan kristaloid melalui infus dalam 2 menit (diperlukan kanul iv dan tekanan cairan yang besar). Respon berupa peningkatan tekanan darah, berkurangnya frekuensi detak jantung, dan perbaikan perfusi perifer menandakan adanya hipovolemia. Pada keadaan dimana terpasang kateter CVP, hipovolemia diindikasikan sebagai peningkatan yang kecil (3 mm Hg) dari CVP saat diberikan 250 cc kristaloid. CVP yang meningkat >3 mm Hg

2

mengindikasikan sistem vena telah jenuh cairan dan pemberian cairan berikutnya akan membebani ventrikel kanan. Tatalaksana Usaha resusitasi dan suportif harus dilakukan secepatnya bersamaan dengan evaluasi diagnostik. Usaha tersebut meliputi oksigenasi dan ventilasi yang adekuat, koreksi elektrolit dan kelainan asam-basa, serta restorasi ke irama sinus. Terapi oksigen ditujukan untuk menaikkan saturasi oksigen menjadi 95-98%. Terapi oksigen yang berlebihan dapat menyebabkan hiperoksia yang dapat menyebabkan meningkatnya resistensi vaskular sistemik dan tekanan darah tetapi disertai dengan berkurangnya cardiac output dan berkurangnya aliran koroner. Terapi inotropik atau vasokonstriktor diindikasikan bagi penderita yang mengalami hipoperfusi jaringan tetapi mempunyai volume intravaskular yang normal. Mengingat bahwa hipoperfusi merupakan spektrum keadaan yang dapat dijumpai mulai dari sindroma low-output sampai syok kardiogenik, maka hipoperfusi hendaknya dilihat sebagai keadaan yang dinamis. Pada keadaan dimana terdapat keraguan tentang kecukupan volume intravaskular, dapat dilakukan fluid challenge test sebagai berikut: berikan sekitar 250 cc cairan kristaloid melalui infus dalam 2 menit (diperlukan kanul iv dan tekanan cairan yang besar). Respon berupa peningkatan tekanan darah, berkurangnya frekuensi detak jantung, dan perbaikan perfusi perifer menandakan adanya hipovolemia. Pada keadaan dimana terpasang kateter CVP, hipovolemia diindikasikan sebagai peningkatan yang kecil (3 mm Hg) dari CVP saat diberikan 250 cc kristaloid. CVP yang meningkat >3 mm Hg mengindikasikan sistem vena telah jenuh cairan dan pemberian cairan berikutnya akan membebani ventrikel kanan. Dalam keadaan syok kardiogenik dengan hipotensi berat (tekanan darah sistolik 100 mm Hg dan dijumpai gagal jantung akut atau mitral regurgitasi berperan dalam patofisiologi syok kardiogenik, vasodilator yaitu nitrogliserin iv 10-20 mcg/menit disertai ACE-inhibitor short-acting, misalnya kaptopril, dosis rendah 1-6,25 mg dapat mulai diberikan dengan melakukan pemantauan tekanan darah dan perfusi jaringan. Inotropik Dobutamin Dopamin Norepinefrin Epinefrin Isoproterenol Milrinone Vasodilatasi 0 Vasokonstriksi Dosis tinggi Dosis tinggi Dosis tinggi 0 0 Kronotropik 0

Tabel. Inotropik simpatomimetik

3

Berdasarkan regimen initropik dan vasokonstriktor di atas, jelas terlihat bahwa vasokonstriksi pembuluh darah yang berlebihan tidak diinginkan walau diikuti dengan peningkatan tekanan darah. Vasokonstriksi yang berlebihan akan meningkatkan afterload yang kemudian dapat menurunkan cardiac output. Jika cardiac output menurun, pada keadaan vasokonstriksi yang berlebihan, akan menyebabkan tekanan darah meningkat tetapi tekanan perfusi tidak adekuat. Seperti telah dibahas di depan, syok kardiogenik akibat infark ventrikel kanan sangat sensitif terhadap terapi cairan. Selain itu, bradikardia dan blok atrio-ventrikular sering terjadi menyertai infark ventrikel kanan. Oleh karena itu, terapi difokuskan pada terapi cairan, mempertahankan irama sinus, dan jika diperlukan dilakukan pemasangan pacu jantung dan dipertimbangkan pemberian inotropik (dobutamin).

Gejala klinis: syok, hipoperfusi, gagal jantung bendungan, edema paru akut. Kelainan dasar yang paling mungkin?

Edema paru akut

Hipovolemia

Low-output

Aritmia

Oksigen/intubasi jika perlu Nitrogliserin SL, kemudian 10-20 mcg/menit IV jika SBP >100 mm Hg Furosemid IV 0,5-1 mg/kg Morfin IV 2-4 mg Dopamin 5-15 mcg/kg/menit jika ada tanda syok dan SBP 70-100 mm Hg Dobutamin 2-20 mcg/kg/menit jika TIDAK ada tanda syok dan SBP 70-100 mm Hg

Cairan Transfusi darah Intervensi penyebab PERTIMBANGKAN vasopresor

Bradikardia

Takikardia

Cek tekanan darah

Cek tekanan darah

SBP >100 mm Hg

SBP 70-100 mm Hg tanpa tanda syok

SBP 70-100 mm Hg dengan tanda syok

SBP 100 mm Hg dan tidak kurang dari 30 mm Hg di bawah baseline

Nitrogliserin IV 10-20 mcg/menit

Dobutamin IV 220 mcg/kg/menit

Dopamin IV 515 mcg/kg/menit

Norepinefrin IV 0,3-30mcg/menit

ACE-inhibitor yang shortacting seperti kaptopril 16,25 mg

Pertimbangkan diagnostik dan terapi lanjutan (pada keadaan non-hipovolemik) Diagnostik: kateter arteri pulmonalis, ekokardiografi, angiografi untuk iskemia/infark miokard, lain-lain Terapi: intra-aortic balloon pump, reperfusi/revaskularisasi

Gambar. Algoritma hipotensi, syok, dan edema paru

4Norepinefrin IV 0.5-30 mcg/menit

Pemantauan hemodinamik secara invasif (kateterisasi jantung kanan) dapat memberikan banyak informasi tetapi penggunaannya masih merupakan kontroversi. Walau kateterisasi jantung kanan bukan merupakan prediktor independen terhadap mortalitas, penelitian GUSTO-I mengindikasikan perbaikan hasil terapi pada penderita yang dilakukan pemantauan invasif. Penelitian ini mengindikasikan bahwa cardiac output sebesar 5,1 L/menit dan pulmonary-capillary wedge pressure (PCWP) 20 mm Hg berhubungan dengan mortalitas yang lebih rendah. Hasil serupa tidak didapatkan pada penelitian lain yang meneliti asosiasi antara pemantauan hemodinamik invasif dengan mortalitas pada penderita sakit berat yang sebagian diantaranya dengan syok kardiogenik. Sementara itu, pemantauan hemodinamik invasif pada penderita gagal jantung berat dengan atau tanpa syok kardiogenik menunjukkan tidak adanya keuntungan pemantauan tersebut terhadap kematian jangka pendek maupun jangka panjang

5