Surveilans Epidemiologi FKM Undip

71
TUGAS TAKE HOME EXAMINATION MK SURVEILANS EPIDEMIOLOGI SEMESTER 4 (2 SKS) DISUSUN OLEH: ACHMAD RIZKI AZHARI NIM 25010113140258 KELAS D-2013 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO JUNI 2015

description

Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Transcript of Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Page 1: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

TUGAS TAKE HOME EXAMINATION

MK SURVEILANS EPIDEMIOLOGI SEMESTER 4 (2 SKS)

DISUSUN OLEH:

ACHMAD RIZKI AZHARI

NIM 25010113140258

KELAS D-2013

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

JUNI 2015

Page 2: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

1.1. Definisi Surveilans Epidemiologi

Menurut German (dalam Kesmas, 2013), surveilans kesehatan masyarakat (public

health surveillance) adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus

berupa pengumpulan data secara sistematik, analisis dan interpretasi data mengenai

suatu peristiwa yang terkait dengan kesehatan untuk digunakan dalam tindakan

kesehatan masyarakat dalam upaya mengurangi angka kesakitan dan kematian, dan

meningkatkan status kesehatan.

Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan interpretasi

data secara terus menerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan

(disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pencegahan

penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008).

1.2. Prinsip Umum Surveilans Epidemiologi

Prinsip umum survelian epidemiologi adalah sebagai berikut (Eko Budiarto, 2003) :

a. Pengumpulan data Pencatatan insidensi terhadap population at risk.

Pencatatan insidensi berdasarkan laporan rumah sakit, puskesmas, dan sarana

pelayanan kesehatan lain, laporan petugas surveilans di lapangan, laporan

masyarakat, dan petugas kesehatan lain; Survei khusus; dan pencatatan jumlah

populasi berisiko terhadap penyakit yang sedang diamati. Tehnik pengumpulan data

dapat dilakukan dengan wawancara dan pemeriksaan. Tujuan pengumpulan data

adalah menentukan kelompok high risk; Menentukan jenis dan karakteristik

(penyebabnya); Menentukan reservoir; Transmisi; Pencatatan kejadian penyakit; dan

KLB.

b. Pengelolaan data

Data yang diperoleh biasanya masih dalam bentuk data mentah (row data) yang

masih perlu disusun sedemikian rupa sehingga mudah dianalisis. Data yang

terkumpul dapat diolah dalam bentuk tabel, bentuk grafik maupun bentuk peta atau

bentuk lainnya. Kompilasi data tersebut harus dapat memberikan keterangan yang

berarti.

c. Analisis dan interpretasi data untuk keperluan kegiatan

Page 3: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Data yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan dilakukan

interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang situasi yang

ada dalam masyarakat.

d. Penyebarluasan data dan keterangan termasuk umpan balik

Setelah analisis dan interpretasi data serta telah memiliki keterangan yang cukup

jelas dan sudah disimpulkan dalam suatu kesimpulan, selanjutnya dapat

disebarluaskan kepada semua pihak yang berkepentingan, agar informasi ini dapat

dimanfaatkan sebagai mana mestinya.

e. Evaluasi

Hasil evaluasi terhadap data sistem surveilans selanjutnya dapat digunakan untuk

perencanaan, penanggulangan khusus serta program pelaksanaannya, untuk kegiatan

tindak lanjut (follow up), untuk melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan

program dan pelaksanaan program, serta untuk kepentingan evaluasi maupun

penilaian hasil kegiatan.

1.3. Fungsi Surveilans Epidemiologi

Surveilans epidemiologi pada umumnya berfungsi untuk (Amiruddin, 2013) :

Mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit

Menentukan penyakit apa yang diprioritaskan untuk diobati atau diberantas

Meramalkan kejadian wabah

Menilai dan memantau pelaksanaan program pemberatasan penyakit menular, serta

program-program kesehatan lainnya seperti program mengatasi kecelakaan, program

kesehatan gigi, dan program gizi

Mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehatan

1.4. Unsur Dasar Surveilans Epidemiologi

Unsur-unsur surveilans epidemiologi untuk penyakit, khususnya penyakit menular,

adalah sebagai berikut (Amiruddin, 2013) :

a. Pencatatan Kematian

Pencatatan kematian yang dilakukan di tingkat desa dilaporkan ke kantor

kelurahan lalu ke kantor kecamatan dan Puskesmas. Sementara itu dari kantor

Page 4: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

kecamatan, pencatatan tersebut dikirim ke kantor kapupaten/kota. Unsur ini akan

bermanfaat bila data pada pencatatan kematian cepat diolah dan hasilnya segera

diberitahukan kepada yang berkepentingan.

b. Laporan Penyakit

Unsur ini penting untuk mengetahui distribusi penyakit menurut wajtu,

apakah musiman, cylic, atau secular. Dengan demikian dapat diketahui pula

ukuran endemis suatu penyakit. Jenis data yang diperlukan sesederhana mungkin,

Contohnya variabel orang cukup dicatat nama dan umurnya, variabel tempat

cukup alamatnya. Diagnosis penyakit dan waktu mulai timbulnya penyakit

merupakan hal yang penting dicatat.

c. Laporan Wabah

Laporan wabah dengan distribusi penyakit menurut waktu, tempat, dan

orang penting artinya untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dalam

rangka mengetahui sumber dan penyebab wabah tersebut

d. Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium merupakan suatu sarana yang penting untuk mengetahui

kuman penyebbab penyakit menular dan pemeriksaan tertentu untuk penyakit-

penyakit lainya, misalnya kadar gula darah untuk penyakit diabetes mellitus.

e. Penyakit Khusus

Penyelididkan kasus untuk penyakit khusus dimaksudkan untuk

mengetahui riwayat alamiah penyakit yang belum belum diketahui, terjadi pada

seorang atau lebih individu.

f. Penyelidikan Wabah

Bila terjadi lonjakan frekuensi penyakit yang melebihi frekuensi biasa,

perlu diadakan penyelidikan wabah denan analisis data sekunder sehingga dapat

diketahui terjadinya letusan tersebut. Dalam hal ini diperlukan diagnosis klisis

dan diagnosis labiratoris disamping penyelidikan epidemic di lapangan.

g. Survei

Survei ialah suatu cara penelitian epidemiologi untuk mengetahui

prevalens penyakit. Dengan ukuran ini dapat diketahui luas masalah penyakit

tersebut. Setelah survey pertama dilakukan, berikan pengobatan terhadap

Page 5: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

penderita sehingga survey kedua dapat ditentukan keberhasilan pengobatan

tersebut.

h. Penyelidikan Tentang Distribusi Vector Dan Reservoir Penyakit

Penyakit zoonis terdapat pada manusia dan hewan. Sehingga dalam hal

ini manusia dan hewan merupakan reservoir. Penyakit pada hewan diselidiki oleh

dokter hewan dan penyakit akibat vector seranggga diselidiki oleh ahli

entomologis.

i. Penggunaan Obat-Obatan, Sera, Dan Vaksin

Keterangan yang menyangkut penggunaan bahan-bahan tersebut

mengenai banyaknya, jenisnya , dan waktunya memberi petunjuk kepada kita

mengenai masalah penyakit. Disamping itu, dapat pula dikumpulkan keterangan

mengenai efek samping dari bahan-bahan tersebut

j. Keterangan Tentang Penduduk Serta Lingkungan

Keterangan penduduk penting untuk menetapkan “population at risk”.

Persediaan bahan makanan juga penting diketahui apakah ada hunbungan

kekurangan gizi, faktot-faktor lain yang berhubungan dengan kependudukan, dan

lingkungan ini perlu selalu dipikirkan dalam rangka analisis epidemiologis. Data

atau keterangan mengenai kependudukan dan lingkungan itu tentu harus didapat

di lembaga-lemabaga nonkesehatan.

1.5. Lingkup Surveilans Epidemiologi

Ruang lingkup surveilans epidemiologi menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 pasal 4 ayat 1 adalah :

a) Surveilans epidemiologi penyakit menular

Merupakan analisis terus menerus dan sistematika terhadap penyakit menular dan

faktor risiko untuk upaya pemberantasan penyakit menular.

b) Surveilans epidemiologi penyakit tidak menular

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan

faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.

c) Surveilans epidemiologi kesehatan lingkungan

Page 6: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor risiko

untuk mendukung program penyehatan lingkungan.

d) Surveilans epidemiologi masalah kesehatan

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan

factor risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.

e) Surveilans epidemiologi kesehatan matra

Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan dan

faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra

1.6. Pertimbangan Melakukan Survailans Epidemiologi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 pasal

5, penyelenggaraan surveilans kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ruang lingkup

diatas dapat dilaksanakan secara terpadu yang didasarkan pada pertimbangan efektifitas

dan efisiensi sesuai kebutuhan program

1.7. Indikator Pengukuran Penyakit

Pengukuran penyakit/epidemiologis terdiri atas (M.N. Bustan, 2006) :

1) Angka (Rate)

Nilai rate mengukur kemungkinan kejadian dalam populasi terhadap beberapa

peristiwa tertentu. Contohnya adalah :

Angka Insidensi (Incidence Rate)

Angka Insidensi adalah suatu ukuran freakuensi kejadian kasus baru penyakit

dalam suatu populasi tertentu selama suatu periode waktu tertentu

Angka serangan (Attack Rate)

Angka serangan adalah angka insidensi, biasanya dinyatakan dalam persen dan

diterapkan terhadap populasi tertentu yang sempit dan terbatas pada suatu

periode, misalnya dalam suatu wabah (epidemic)

Angka kematian

Angka kematian adalah suatu ukuran frekuensi terjadinya kematian dalam suatu

populasi tertentu selama suatu masa jeda tertentu.

2) Proporsi

Page 7: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Distribusi proporsi adalah suatu persen yakni proporsi dari jumlah peristiwa-peristiwa

dalam kelompok data yang mengenai masing-masing kategori (atau subkelompok)

dari kelompok itu.

3) Rasio

Rasio adalah suatu pernyataan frekuensi nisbi kejadian suatu peristiwa terhadap

peristiwa lainnya.

1.8. Indikator Surveilans

Indikator surveilans adalah sebagai berikut (Wahyudin Rajab, 2009) :

a. Spesific (spesifik)

b. Measurable (dapat diukur)

c. Action oriented (orientasi pada aksi)

d. Realistic (realistis)

e. Timely (tepat waktu)

2.1. Penyakit yang Dilaporkan dan Mekanisme Pelaporan

Penyakit yang Dilaporkan

Penyakit yang dilaporkan dalam surveilans menurut pasal 4 ayat (2) dan (3) PMK no

45 Tahun 2014 adalah :

a) Penyakit menular

Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi;

Penyakit demam berdarah;

Penyakit malaria;

Penyakit zoonosis;

Penyakit filariasis;

Penyakit tuberkulosis;

Penyakit diare;

Penyakit tifoid;

Penyakit kecacingan dan penyakit perut lainnya;

Penyakit kusta;

Penyakit frambusia;

Page 8: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Penyakit HIV/AIDS;

Penyakit hepatitis;

Penyakit menular seksual

Penyakit pneumonia, termasuk penyakit infeksi saluran pernafasan akut berat

(severe acute respiratory infection).

b) Penyakit tidak menular

Penyakit jantung dan pembuluh darah;

Diabetes melitus dan penyakit metabolik;

Penyakit kanker;

Penyakit kronis dan degeneratif;

Gangguan mental;

Gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.

Mekanisme Pelaporan

Alur Distribusi Data Surveilans Terpadu Penyakit :

Page 9: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Sumber: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1479/Menkes/Sk/X/2003

2.2. Definisi Statistik Vital

Data statistik vital disebut juga kejadian vital yang mengacu pada proses pengumpulan

data dan penerapan metode statistik dasar pada data tersebut guna mengidentifikasi fakta-

fakta kesehatan yang vital di dalam sutau masyarakat, populasi atau wilayah tertentu.

Data morbiditas, mortalitas, pernikahan, perceraian, kelahiran semuanya merupakan data

statistik vital. (Efendi, 2009).

2.3. Tujuan Statistik Vital

Mempublikasikan data kesehatan yang berguna sekali bagi evaluasi aktivitas,

perencanaan, dasar tindak lanjut suatu pemantauan dan penelitian (Slamet, 2004).

2.4. Manfaat Statistik Vital

Manfaat dari statistik vital adalah digunakan untuk mengevaluasi status kesehatan

masyarakat dari kejadian yang terjadi sehari-hari. Selain itu, kegunaan statistik vital,

antara lain (Lintang, 2015a):

a. Mengidentifikasi perbedaan status kesehatan dalam kelompok-kelompok

b. Menilai perbedaan berdasarkan area geografik dan pekerjaan

c. Memonitor kematian yang dapat dicegah

d. Menghasilkan hipotesis mengenai sebab atau korelasi yang mungkin berhubungan

e. Melaksanakan aktivitas perencanaan kesehatan

f. Memantau kemajuan kearah tujuan kesehatan

2.5. Pengkodean (Coding)

Pengkodean adalah suatu kegiatan pemberian kode atau symbol pada keterangan-

keterangan tertentu, kalau pengolahan akan diakukan dengan computer elektronik.

(Supranto, 2007). Pengkodean (coding) adalah prosedur teknis dimana data mentah

diubah menjadi symbol-simbol. Simbol-simbol ini paling sering berupa angka-angka

karena dapat ditabulasi dan dihitung dengan lebih mudah. (Churchill, 2005).

Page 10: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

2.6. Klasifikasi Statistik Vital

Data statistic vital terdiri atas (Wahyudin Rajab, 2009) :

1. Angka Kesakitan (Morbiditas) dan Usia Harapan Hidup

Setiap gangguan di dalam fungsi maupun struktur tubuh seseorang dianggap

sebagai penyakit. Penyakit, sakit, cedera, gangguan dan sakit, semuanyadikategorikan

di dalam istilah tunggal yaitu morbiditas. Morbiditas (kesakitan) merupakan derajat

sakit, cedera atau gangguan padasuatu populasi. Morbiditas juga merupakan suatu

penyimpangan dari status sehat dan sejahtera atau keberadaan suatu kondisi sakit.

Morbiditas juga mengacu pada angka kesakitan yaitu: jumlah orang yang sakit

dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering kali merupakan kelompok yang

sehat atau kelompok yang beresiko.

Di dalam epidemiologi, ukuran utama morbiditas adalah: Angka Insidensi dan

Prevalensi dan berbagai ukuran turunan dari kedua indikator tersebut. Setiap kejadian

penyakit, kondisi gangguan atau kesakitan dapat diukur dengan Angka Insidensi dan

angka prevalensi. Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial

ekonomi pada umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk

dari suatu negara. Meningkatnya perawatan kesehatan melalui puskesmas,

meningkatnya daya beli masyarakat akan meningkatkan akses terhadap pelayanan

kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi dan kalori, mampu mempunyai

pendidikan yanglebih baik sehingga memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang

memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan

memperpanjang usia harapan hidupnya.

Angka harapan hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerjapemerintah

dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya, dan meningkatkan

derajat kesehatan pada khususnya.

2. Angka kelahiran dan angka kelahiran kasar

Angka kelahiran (birth rate) suatu populasi biasanya merupakan angka kasar

(crude rate) dan angka ini mengacu pada keseluruhan populasi. Saat menggunakan

angka kasar (kelahiran maupun kematian) perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut

terhadap penggunaan rate spesifik dan distribusi usia karena karaktaristik penduduk

Page 11: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

sangat beragam sehingga angka kasar juga menjadi beragam dan tidak akurat. Usia

merupakan variable yang dapat menyebabkan semua rate pada keseluruhan populasi

menghasilkan data yang beragam pada kelompok yangberlainan.

Angka kelahiran kasar (crude rate birth) dan angka kematian kasar merupakan

indikator yang sangat berguna karena memberikan informasi ringkas,sekaligus data

statistic umum dari populasi yang besar. Angka kasar (crude rate) dapat dipakai

dalam perbandingan internasional sekaligus dalam perbandinganumum kejadian vital

selama beberapa waktu.

3. Angka Kematian

Akta kematian juga termasuk dokumen yang penting bagi keluarga yang

ditinggal. Alasan yang paling penting akta kematian sangat dibutuhkan adalah untuk

memenuhi kebutuhan hukum. Kematian ditangani dengan serius dan hokum

memberikan perlindungan terhadap kemungkinan terjadinya kematian

akibatkesalahan melalui penelusuran dan pendataan kematian dengan metode yang

ketat. Kematian harus diregistrasi dan jika ada sesuatu yang mencurugakan,

kematiantersebut akan diselidiki termasuk melakukan autopsy. Akta kematian juga

dibutuhkan untuk mengajukan klaim pensiun dan asuransi jiwa. Angka kematian dan

data relevan diperoleh dari proses registrasi akta kematian.

4. Data statistik perkawinan dan perceraian

Status perkawinan memengaruhi struktur keluarga, status sosial ekonomi,

kesehatan mental, akses ke layanan kesehatan dan berbagai faktor lain yang

berkaitan dengan status kesehatan.

2.7. Perhitungan Rate

Rate adalah perbandingan antara suatu kejadian dengan jumlah penduduk yang

mempunyai risiko kejadian tersebut, menyangkut interval waktu tertentu. Rate untuk

menyatakan dinamika dan kecepatan kejadian dalam suatu populasi masyarakat tertentu.

Contohnya, penyakit campak berisiko pada balita dan penyakit cancer servik berisiko

pada wanita. (Eko Budiarto, 2003).

Page 12: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

2.8. Kendali Mutu

Data statistik vital mencakup data populasi yang dipadukan dengan informasi yang

berkaitan dengan status kesehatan, penyakit, cedera, dan peristiwa kematian. Singkatnya,

data statistik vital terdiri atas semua data penduduk ditambah dengan data yang berkaitan

dengan kesehatan (penyakit). Informasi yang diperoleh dari pengumpulan, analisis, dan

distribusi data penting untuk perencanaan dan prediksi pergerakan dan perubahan

penduduk. Informasi kematian dan kelahiran merupakan inti dan sangat berguna di dalam

perencanaan layanan kesehatan (Ferry Efendi, 2009).

3.1. Definisi Surveilans Sentinel

Surveilans Sentinel adalah penyelenggaraan Surveilans epidemiologi pada populasi dan

wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah kesehatan pada suatu

populasi atau wilayah yang lebih luas. (Dinkes Kota Semarang, 2004)

3.2. Sentinel Peristiwa Kesehatan

“A Sentinel Health Event (SHE) is a preventable disease, disability, or untimely death

whose occurrence serves as a warning signal that the quality of preventive and/or

therapeutic medical care may need to be improved”. (David, 1983).

Jika diartikan menjadi “sentinel kejadian kesehatan yakni berupa kejadian penyakit,

kecacatan atau kematian yang dapat menjadi tanda penting bahwa upaya preventif atau

pengobatan yang sedang dijalankan perlu melakukan perbaikan”.

3.3. Tempat Sentinel

Tempat-tempat yang dipilih tidak begitu penting karena mewakili suatu area tertentu.

Tempat-tempat sentinel dapat memberikan suatu gambaran yang lebih konsisten terhadap

Page 13: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

kesakitan didalam suatu area tertentu dibanding pada pelaporan rutin (Amiruddin, 2013).

Tempat-tempat sentinel seperti rumah sakit, klinik, provinsi dan pusat kesehatan

masyarakat. Peranan tempat sentinel yaitu memantau kondisi yang informasi lain tidak

tersedia dan memantau kondisi dalam subkelompok yang rentan daripada populasi

umum. Di bawah ini terdapat penjelasan dua tempat sentinel :

Puskesmas sentinel

Puskesmas Sentinel adalah satu buah Puskesmas yang ditetapkan oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai Puskesmas Sentinel dengan memperhatikan

sumber daya puskesmas dan kemampuan pembinaan .(Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1479/Menkes/Sk/X/2003)

Rumah sakit sentinel

Rumah Sakit Sentinel adalah Rumah Sakit Pemerintah tipe A, tipe B dan sebuah

Rumah Sakit tipe lain di Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota sebagai Rumah Sakit Sentinel. (Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1479/Menkes/Sk/X/2003).

3.4. Petugas Sentinel

Staf (pegawai) pada daerah kerja sentinel diberikan pelatihan dan pengawasan khusus

untuk meyakinkan bahwa pelaporan lengkap dan akurat (Amiruddin, 2013). Pertugas

entinel bertugas untuk melaporkan data surveilans, meningkatkan mutu data, dan dapat

menghitung serta mengestimasi morbiditas penyakit.

4.1. Register (Registrasi)

Registrasi merupakan pencatatan yang terus menerus mengenai kejadian vital (kelahiran,

kematian, status perkawinan, abortus, penyakit yang harus dilaporkan, dan riwayat

penyakit menular tertentu) yang dialami penduduk. (Ferry dan Makhfudli, 2009).

4.2. Manfaat Register

Manfaat register adalah memberikan perhatian pada penyakit yang menjadi masalah

utama pada kesehatan masyarakat seperti tuberkulosis, kanker, demam reumatik dan

Page 14: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

penyakit jiwa. Semua kasus baru yang didiagnosis diidentifikasi melalui pelaporan rutin

ke Dinas Kesehatan. (Fatkurahman, 2012).

4.3. Tipe Register

Ada 2 registrasi yang digunakan untuk surveilans rutin yaitu:

- Registrasi Klinik: semua program puskesmas yang berjalan telah diregistrasi,

dimana hal tersebut dapat digunakan untuk surveilans penyakit atau program.

- Registrasi Lapangan: bentuk ini dirancang untuk mengumpulkan data pada

peristiwa kelahiran, kematian, imunisasi, diare dan status gizi tentang semua anak

berusia dibawah lima tahun, serta kehamilan dan status imunisasi dari semua wanita

menikah didalam rumah tangga.

Sedangkan tipe register (Lintang, 2015a) yaitu:

Serial kausal dan didasarkan rumah sakit

Didasarkan populasi

Didasarkan pemajan

4.4. Manfaat Survey

Untuk memperkirakan tingkatan suatu penyakit atau kondisi pada suatu area tertentu.

Survei adalah cara yang aktif dan cepat untuk mendapatkan keterangan mengenai

keadaan suatu penyakit dimasyarakat. (Amiruddin, 2013). Survei bermanfaat untuk

menyediakan informasi untuk penilaian prevalens kondisi kesehatan dan risiko,

memantau perubahan dalam prevalens sepanjang waktu, dan menilai pengetahuan, sikap

dan perilaku.

4.5. Perbedaan Register dan Survey

Register dilakukan dari penyedia layanan kesehatan umum dan swasta yang menyediakan

laporan kelahiran, kematian, dan data terseleksi lainnya kepada suatu sistem pusat.

Sedangkan survey biasanya dilakukan secara periodik untuk memperkirakan suatu

penyakit atau kematian dan merekomendasikan tindakan pencegahan jikalau hal tersebut

terulang. (Amiruddin, 2013).

Sehingga dapat disimpulkan perbedaan dari register dan survey adalah sebagai berikut :

Page 15: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Survei Register

Waktu tidak harus ditentukan secara

periodik (dapat dilaksanakan kapanpun

sesuai kebutuhan)

Idealnya dilakukan setiap saat

Populasi umumnya mewakili sumber

populasi

Seluruh sumber populasi dicatat

(deregister)

4.6. Tipe Survey

Tipe-tipe survey yaitu sebagai berikut (Fatkurahman, 2012) :

Survey Morbiditas

Survey Wawancara Kesehatan

Survey Pemeriksaan Kesehatan

Survey Pencatatan Kesehatan

Survey Nasional Pertumbuhan Keluarga

Survey yang berkaitan dengan catatan vital

Survey Pelayanan Medis Rawat Jalan

Survey untuk penyakit-penyakit tertentu, misalnya kanker

4.7. Tipe Sistem Administratif Pengumpulan Data

Terdapat lima tipe sistem administrative pengumpulan data, yaitu (Lintang, 2015a):

Ketersediaan dan kegunaan

Sistem informasi kesehatan terpadu

Sistem data pelaksanaan rumah sakit

Pengumpulan data ruang emergensi

Data rawat jalan

5.1. Tahap-Tahap Perencanaan Surveilans Kesehatan Masyarakat

Terdapat 8 tahapan dalam perencanaan surveilans kesehatan masyarakat, yaitu (Lintang,

2015b):

Page 16: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

1. Menetapkan tujuan

2. Mengembangkan definisi kasus

3. Mengembangkan sistem pengumpulan data

4. Mengembangkan instrumen pengumpulan data

5. Menguji metode dilapangan

6. Mengembangkan pendekatan analisis data

7. Menentukan mekanisme diseminasi (penyebaran)

8. Menentukan metode evaluasi

5.2. Rasional (Alasan-Alasan) Untuk Setiap Tahap Perencanaan

Alasan-alasan untuk setiap tahap perencanaan surveilans kesehatan masyarakat, yaitu

(Amiruddin, 2013):

1. Menetapkan tujuan

Sebelum merancang suatu sistem, sangat penting untuk menentukan tujuan yang

jelas.

2. Mengembangkan definisi kasus

Definisi kasus ini perlu dikembangkan agar semua petugas kesehatan menggunakan

definisi dan criteria yang sama untuk mendiagnsis suatu penyakit spesifik.

3. Mengembangkan sistem pengumpulan data

Secara mendasar, sistem pengumpulan data perlu diseleksi untuk tiap-tiap indicator.

Hal ini berarti akan diputuskan apakah mengumpulkan data dari pelaporan rutin,

menyusun suatu sistem sentinel, atau melakukan suatu survey untuk mengumpulkan

data.

4. Mengembangkan instrumen pengumpulan data

Instrument pengumpulan data merupakan perlengkap yang digunakan didalam

surveilans rutin dan sentinel.

5. Menguji metode dilapangan

Untuk mengumpulkan masalah dalam sistem pengumpulan data, mengidentifikasi

masalah-masalah validitas, mengoreksi masalah-masalah sistem pengumpulan data

sebelum pelaksanaan.

6. Mengembangkan pendekatan analisis data

Page 17: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Untuk menjamin bahwa sumber data dan proses pengumpulan adekuat/memadai

7. Menentukan mekanisme diseminasi (penyebaran)

Diseminasi informasi dimaksudkan untuk memberikan informasi yang dapat

dimengerti kemudian dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan,

upaya pengendalian dan evaluasi serta kesimpulan analisis.

8. Menentukan metode evaluasi

Evaluasi sistem surveilans perlu dilakukan agar memberikan rekomendasi untuk

perbaikan kualitas dan efisiensi.

5.3. Aktivitas Yang Dilakukan Dalam Setiap Tahap Perencanaan

Aktivitas yang dilakukan dalam setiap tahap perencanaan surveilans kesehatan

masyarakat, yaitu (Amiruddin, 2013):

1. Menetapkan tujuan

Langkah untuk mengkhusukan kegiatan surveilans:

Kegunaan surveilans

Penggunaan informasi yang dihasilkan oleh sistem, ruang lingkup surveilans

Kelompok sasaran yang akan diamati

2. Mengembangkan definisi kasus

Pengembangan definisi kasus sebaiknya didiskusikan dalam kelompok sehingga

keseluruhan poin penting dari sudut pandang diperhatikan. Definisi digunakan untuk

masing-masing penyakit yang rencananya akan diamati. Faktor yang mempengaruhi

pada definisi kasus: peningkatan pengetahuan, kriteria pendefinisian kasus.

3. Mengembangkan sistem pengumpulan data

Jika suatu prosedur surveilans telah dipilih, muailah merancang prosedur

pengumpulan data. Hal ini memuat 3 langkah:

Mengembangkan definisi operasional kasus

Mengembangkan atau memperbaiki perlengkapan pengumpulan data dan

pencatatan data

Pengujian perlengkapan

Tipe sistem pengumpulan data:

Page 18: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

1. Sistem pencatatan vital

2. Kumpulan data yang ada

3. Pencatatan/registrasi atau survei yang ada

4. Mengembangkan instrumen pengumpulan data

Ada 3 jenis perlengkapan yang dapat digunakan didalam surveilans rutin dan

sentinel yaitu registrasi, kuesioner suvei dan protkol pengujian kasus. Setelah

mengembangkan instrumen pengumpulan data, sebaiknya diuji dibawah kondisi

normal (mencoba diluar program untuk melihat apakah instrument tersebut

mudah dipahami oleh staf, mudah digunakan dan menghasilkan jenis data yang

dibutuhkan).

5. Menguji metode dilapangan

Dilakukan seleksi terhadap prosedur pengumpulan data untuk tiap indikator. Perlu

dipertimbangkan pilihan secara teliti, khususnya jika menyusun suatu sistem

pelaporan sentinelyang baru. Hal ini bisa saja memakan waktu dan biaya,

khususnya jika kebutuhan pelaporan besar.

6. Mengembangkan pendekatan analisis data

Analisis sebaiknya dilakukan pada tiap tingkatan sistem surveilans. Kegunaan

analisis adalah untuk mengidentifikasi pola penyakit dan mengidentifikasi

penyebab penyakit atau kematian.

7. Menentukan mekanisme diseminasi (penyebaran)

Dalam menentukan mekanisme diseminasi, perlu merancang strategi diseminasi

yang mampu menjawab tiga pertanyaan penting:

Siapakah pengguna potensial hasil surveilans yang kita lakukan?

Hasil tertentu manakah yang akan paling diminati oleh maisng-masing

kelompok pengguna potensial?

Saluran media apakah yang paling baik yang dapat menjangkau kelompok

pengguna potensial?

Cara diseminasi:

Membuat suatu laporan yang disampaikan kepada unit kesehatan pada tingkat

yang lebih tinggi.

Membuat suatu laporan yang disampaikan dalam seminar atau pertemuan lain

Page 19: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Membuat suatu tulisan dimajalah atau jurnal rutin

8. Menentukan metode evaluasi

Evaluasi sistem surveilans akan meningkatkan penggunaan terbaik sumber

kesehatan dengan meyakinkan bahwa hanya masalah penting yang menjalani

surveilans dengan sistem surveilans yang yang berlangsung secara efisien.

(Amiruddin, 2013)

6.1. Peranan Etika (Kode Etik) Dalam Kesehatan Masyarakat

Etika kesehatan masyarakat adalah suatu tatanan moral berdasarkan system nilai yang

berlaku secara universal dalam eksistensi mencegah perkembangan risiko pada individu,

kelompok dan masyarakat yang mengakibatkan penderitaan sakit dan kecacatan, serta

meningkatkan keberdayaan masyarakat untuk hidup sehat dan sejahtera. (Eryati Darwin,

2014).

Sebuah kode etik untuk kesehatan masyarakat dapat memperjelas elemen khas

kesehatan masyarakat dan prinsip-prinsip etis yang mengikuti dari atau menanggapi

elemen-elemen masyarakat. Hal ini dapat memperjelas kepada penduduk dan masyarakat

cita-cita lembaga kesehatan masyarakat yang melayani mereka, cita-cita yang dapat

dipertanggungjawabkan oleh lembaga-lembaga tersebut. (Eryati Darwin, 2014).

6.2. Prinsip Moral

Prinsip-prinsip moral yang diterapkan dalam suatu riset ataupun surveilans adalah

(Lingtang, 2015):

- Penghargaan otonomi

- Kedermawanan

- Paternalisme

- Keadilan

- Kejujuran

- Privasi (bersifat pribadi)

- Konfidensialitas

- Kebenaran/ketelitian

Page 20: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

6.3. Isu Etika dan Tanggung Jawab dalam Surveilans

- Tipe kontak yang terlibat dalam surveilans, yaitu (Lintang, 2015c) :

Surveilans lingkungan

Surveilans pencatatan

Surveilans dengan wawancara atau pemeriksaan

- Etika-etika peserta, yaitu (Lintang, 2015c) :

Hubungan yang tampak dan tidak tampak antar peserta-peserta menggambarkan

kewajiban etika mereka satu sama lain

- Etika tanggung jawab antar praktisi surveilans dan masyarakat luas, adalah (Lintang,

2015c) :

Melaksanakan surveilans pada isu-isu prioritas dengan keuntungan kesehatan

masyarakat yang potensial

Mencari keadilan adalah juga rasional moral utama untu surveilans

Menghindari conflict of interest

Hasil-hasil harus dilaporkan dalam cara yang sesitif, bertanggung jawab, dapat

dimengerti dan tepat waktu

- Etika tanggungjawab antara investigator dan subjek, yaitu (Lintang, 2015c):

Kemurahan hari

Tidak melakukan pelanggaran

Perlindungan privasi

Informed consent (persetujuan subjek)

Penyingkapan

Diseminasi

Konfidensialitas

Kejujuran

Orang dalam lingkungan social disekitar subjek

- Prinsip-prinsip menjustifikasi akses yang luas (Lintang, 2015c):

Meningkatkan kualitas keilmuan dengan memperkenankan studi-studi yang

direanalisis dan studi-studi konfirmasi

Meluaskan pengetahuan dengan memfasilitasi analsis tambahan

Page 21: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Mengurangi beban surveilans terhadap subjek

Mengurangi beban surveilans pada praktisi

7. Komputerisasi Surveilans

Penggunaan komputer di bidang kesehatan di negara-negara berkembang,

seperti di berbagai daerah di Indonesia masih belum merata. Tidak hanya dari segi

fasilitas komputer dan jaringannya, tetapi dari segi sumber daya manusia. Di

Indonesia masih sedikit tenaga kesehatan yang sekaligus dapat mengoperasikan

komputer. Hal ini salah satu penyebab masih minimalnya penggunaan komputer

sebagai pendukung kesejahteraan kesehatan masyarakat. Padahal, maksud pemerintah

mengadakan sistem informasi kesehatan berbasis komputer adalah untuk

mempermudah pekerjaan dalam keterbatasan sumber daya manusia.

Penggunaan komputer tentunya tidak lepas dari listrik. Seperti yang kita tahu,

komputer membutuhkan listrik untuk dapat beroperasi. Meskipun pemerintah sudah

merencanakan sebuah sistem informasi kesehatan di daerah-daerah, tetap saja hal itu

kurang dapat memberikan hasil yang baik, karena masih banyak daerah yang

mendapat pemadaman listrik bergilir atau bahkan sama sekali belum teraliri listrik.

Oleh karena itu dibutuhkan peran serta yang tinggi, konsisten dan intensif dari

pemerintah dalam hal penyediaan aliran listrik yang baik dan merata hingga daerah

terkecil di nusantara.

Masalah utama dari masih minimalnya penggunaan komputer di daerah adalah

masih sedikitnya penyediaan komputer bahkan di tingkat rumah sakit. Hal inilah yang

membuat daerah masih kesulitan dalam hal pengolahan data kesehatan.

Penggunaan teknologi komputer di daerah terpencil masih sangat minimal.

Salah satu contoh adalah di daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki

peringkat ke-31 dari 33 provinsi dalam Indeks Pembangunan Manusia. Kesehatan

merupakan salah satu indikator dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia.

Dalam pembangunan kesehatan itu sendiri, dibutuhkan penggunaan sistem informasi

yang tepat. Akan tetapi, kendala yang dihadapi oleh Provinsi NTT adalah terbatasnya

ketersediaan sarana dan prasarana sistem informasi dan minimnya penggunaan

Page 22: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

fasilitas komputer. Terbatasnya ketersediaan sistem informasi dapat mempengaruhi

kelancaran pelaksanaan kegiatan sehingga pelaksanaan yang dilakukan oleh Provinsi

NTT kurang maksimal.

Selain di Provinsi NTT, Provinsi NTB yang berada pada peringkat ke-32 dari 33

provinsi juga memiliki masalah terkait penggunaan teknologi komputer, yaitu adanya

fragmentasi dalam sistem informasi kesehatan. Maksud dari fragmentasi tersebut

adalah banyaknya penggunaan sistem informasi kesehatan yang berbeda-beda di

semua tingkat administrasi (kabupaten, kota, provinsi). Hal ini mengakibatkan

terjadinya duplikasi data, kurangnya kelengkapan data, dan data yang tidak valid.

Hasil penelitian di NTB membuktikan bahwa puskesmas harus mengirim lebih dari

300 laporan dan terdapat 8 macam sistem yang digunakan sehingga beban

administrasi dan beban petugas terlalu tinggi. Beban-beban yang terlalu tinggi

mengakibatkan ketidakefektifan dan ketidakefisiensian sistem informasi kesehatan

yang digunakan.

Selain itu, masalah yang dihadapi dalam sistem informasi kesehatan ialah

format pencatatan dan pelaporan masih berbeda-beda dan belum memiliki standar

secara nasional. Hal ini diwujudkan dari masih adanya daerah yang mencatat dan

menyerahkan laporan kesehatan yang diisi dengan tulisan tangan. Lebih buruknya,

mereka terkadang menyusun sendiri poin-poin pelaporan sehingga tidak sesuai

dengan standar yang sudah dibuat oleh pemerintah. Sudah dapat dipastikan, metode

pencatatan dan data basing seperti ini sangat tidak efektif dan memberi informasi

yang baik.

Masalah tersebut mendorong pemerintah untuk membuat perencanaan sistem

informasi kesehatan daerah yang baru pada tahun 2008, yakni Sistem Informasi

Kesehatan Daerah (SIKDA) “Satu Pintu”. Sistem ini merupakan sistem pencatatan

dan pelaporan kesehatan yang berpusat pada sebuah bank data sebagai pintu masuk

dan keluarnya data, yang berisikan data individu dan atau agregat yang berasal dari

setiap fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta serta sektor

terkait.

Page 23: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Untuk menerapkan SIKDA “Satu Pintu”, dibutuhkan sarana pendukung, antara

lain bangunan, hardware, software, SDM untuk pengumpulan, pengolahan, analisa,

dan visualisasi data. Terlebih, 96% puskesmas harus memiliki minimal satu unit

computer untuk dapat melaksanakan program ini.

Selain hal di atas, dalam penggunaan teknologi komputer dibutuhkan tenaga

ahli profesional untuk menjalankan sistem pelayanan kesehatan berbasis komputer.

Dengan adanya tenaga ahli, maka penggunaan teknologi komputer dalam sistem

pelayanan kesehatan menjadi optimal dan saat terjadi masalah dalam penggunaan

komputer, mereka dapat menyelesaikan masalah tersebut.

8. Sistem Surveilans

Tipe-Tipe Sistem Surveilans, Pengumpulan, dan Entry Data

Cara-cara penyelenggaraan surveilans epidemiologi dibagi berdasarkan atas metode

pelaksanaan, aktifitas pengumpulan data dan pola pelaksanaannya. (KMK No.

1116/MENKES/SK/VIII/2003).

B. Penyelenggaraan Berdasarkan Metode Pelaksanaan

a. Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu, adalah penyelenggaraan surveilans

epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan, dan atau faktor risiko

kesehatan

b. Surveilans Epidemiologi Khusus, adalah penyelenggaraan surveilans

epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan, faktor risiko atau situasi

khusus kesehatan

c. Surveilans Sentinel, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada

populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah

kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.

d. Studi Epidemiologi, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi pada

periode tertentu serta populasi dan atau wilayah tertentu untuk mengetahui

lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau

faktor risiko kesehatan

C. Penyelenggaraan Berdasarkan Aktifitas Pengumpulan Data

Page 24: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

a. Surveilans Aktif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi, dimana

unit surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan

kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.

b. Surveilans Pasif, adalah penyelenggaraan surveilans epidemiologi, dimana

unit surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari

unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.

D. Penyelenggaraan Berdasarkan Pola Pelaksanaan

a. Pola Kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada ketentuan

yang berlaku untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan atau bencana.

b. Pola Selain Kedaruratan, adalah kegiatan surveilans yang mengacu pada

ketentuan yang berlaku untuk keadaan diluar KLB dan atau wabah dan atau

bencana.

E. Penyelenggaraan Berdasarkan Kualitas Pemeriksaan

a. Bukti klinis atau tanpa peralatan pemeriksaan, adalah kegiatan surveilans

dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan klinis atau tidak

menggunakan peralatan pendukung pemeriksaan.

b. Bukti laboratorium atau dengan peralatan khusus, adalah kegiatan surveilans

dimana data diperoleh berdasarkan pemeriksaan laboratorium atau peralatan

pendukung pemeriksaan lainnya.

Persoalan Dokumentasi Dan Latihan

Dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan melihat/mengacu pada

dokumentasi atau catatan masalah kesehatan serta data hasil penelitian. Alat:

a. Alat catatan

b. Pustaka atau referensi

Contoh: dokumen dari pusat pelayanan kesehatan tentang kejadian suatu masalah

kesehatan yang terjadi diwilayahnya.

Pelatihan digunakan ntuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat

dibutuhkan tenaga kesehatan yang mengerti dan memahami kegiatan surveilans.

Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas

sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan persepsi dan tingkat

Page 25: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi petugas.

Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap

unit pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat

(TGC) KLB. Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap

adanya ancaman KLB yang dilaporkan oleh masyarakat.

Laporan Dan Pembagian Data (Data Sharing)

Pelaporan (reporting): data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil

kegiatan surveilans epidemiologi disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat

melakukan tindakan penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program

kesehatan, pusat penelitian dan pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring

surveilans epidemiologi. Pengumpulan data kasus pasien dari tingkat yang lebih

rendah dilaporkan kepada fasilitas kesehatan yang lebih tinggi seperti lingkup daerah

atau nasional.

Hasil analisa dan interpretasi data selain terutama dipakai sendiri oleh unit

kesehatan setempat untuk keperluan penentuan tindak lanjut, juga untuk

disebarluaskan dengan jalan dilaporkan kepada atasan sehagai infomasi lebih lanjut,

dikirimkan sebagai umpan balik (feed back) kepada unit kesehatan pemberi laporan.

Umpan balik atau pengiriman informasi kembali kepada sumber-sumber data

(pelapor) mengenai arti data yang telah diberikan dan kegunaannya setelah diolah,

merupakan suatu tindakan yang penting, selain tindakan follow up. Sasaran

penyebaran informasi adalah instansi terkait baik secara vertikal maupun horizontal

dengan tujuan untuk memperoleh kesepahaman dan feedback dalam perumusan

kebijakan. Manfaat penyebaran informasi adalah mendapatkan respon dari instansi

terkait sebagai feedback, tindak lanjut, dan kesepahaman. Metode yang dapat

digunakan dalam penyebaran informasi adalah tertulis dan deseminasi laporan,

verbal dalam rapat, media cetak dan elektronik (Noor, 2008).

Peranan Pengelola Data, Cara-Cara Mengelola Data

Pernanan Pengelola Data

Penyajian dan analisis data hasil kegiatan secara statistic sederhana sehingga dapat

memberikan informasi surveilans yang optimal dan keterampilan mengoperasikan

software pengolahan data.

Page 26: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Cara-cara mengelola data

Data yang sudah terkumpul dari kegiatan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel,

grafik (histogram, poligon frekuensi), chart (bar chart, peta/map area). Penggunaan

komputer sangat diperlukan untuk mempermudah dalam pengolahan data

diantaranya dengan menggunakan program (software) seperti epid info, SPSS, lotus,

excel dan lain-lain (Budioro, 2007).

Tujuan penilaian survailans

Tujuan dari penilaian system surveilens adalah untuk meningkatkan pemanfaatan

sumber-sumber yang ada di bidang kesehatan secara maksimal melalui

pengembangan system surveilans yang efektif dan efisien.

Protocol Penilaian Survailans

Pentingnya suatu peristiwa kesehatan dilihat dari segi kesehatan masyarakat adalah:

a) Jumlah kasus atau besarnya kasus, insiden dan prevalen.

b) Indikator dari besarnya masalah: angka kematian preventabilitas.

Tujuan Sistem

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan

populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat

dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus

surveilans, antara lain (Giesecke, 2002):

a) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit;

b) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini

outbreak;

c) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease

burden) pada populasi;

d) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan,

implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan;

e) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan;

f) Mengidentifikasi kebutuhan riset

Gambaran Sistem

Page 27: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Gambaran system berisi di antaranya ada daftar tujuan system, definisi kasus

peristiwa kesehatan, diagram alur dari system yang akan dievakuasi, komponen

dan pelaksanaan system, populasi, periode pengumpulan data, informasi yang

telah dikumpulkan.

Kemampuan dan Atribut (Sifat) Sistem

Kemampuan dan atribut (sifat) system terdiri dari (Romaguera, 2000) :

Kesederhanaan (Simplicity)

Kesederhanaan sistem surveilans menyangkut struktur dan pengorganisasian

sistem. Besar dan jenis informasi yang diperlukan untuk menunjang diagnosis,

sumber pelapor, cara pengiriman data, organisasi yang menerima laporan,

kebutuhan pelatihan staf, pengolahan dan analisa data perlu dirancang agar tidak

membutuhkan sumber daya yang terlalu besar dan prosedur yang terlalu rumit.

Fleksibilitas (Flexibility)

Sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dalam mengatasi

perubahan-perubahan informasi yang dibutuhkan atau kondisi operasional tanpa

memerlukan peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, waktu dan tenaga.

Dapat diterima (Acceptability)

Penerimaan terhadap sistem surveilans tercermin dari tingkat partisipasi

individu, organisasi dan lembaga kesehatan. lnteraksi sistem dengan mereka

yang terlibat, temasuk pasien atau kasus yang terdeteksi dan petugas yang

melakukan diagnosis dan pelaporan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

sistem tesebut. Beberapa indikator penerimaan terhadap sistem surveilans

adalah jumlah proporsi para pelapor, kelengkapan pengisian formulir pelaporan

dan ketepatan waktu pelaporan. Tingkat partisipasi dalam sistem surveilans

dipengaruhi oleh pentingnya kejadian kesehatan yang dipantau, pengakuan atas

kontribusi mereka yang terlibat dalam sistem, tanggapan sistem terhadap saran

atau komentar, beban sumber daya yang tersedia, adanya peraturan dan

perundangan yang dijalankan dengan tepat.

Sensitivitas (Sensitivity)

Page 28: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Sensitivitas suatu surveilans dapat dinilai dari kemampuan mendeteksi kejadian

kasus-kasus penyakit atau kondisi kesehatan yang dipantau dan kemampuan

mengidentifikasi adanya KLB. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah :

Proporsi penderita yang berobat ke pelayanan kesehatan.

Kemampuan mendiagnosa secara benar dan kemungkinan kasus yang

terdiagnosa akan dilaporkan.

Keakuratan data yang dilaporkan

Nilai Prediktif Positif (Positive predictive value)

Nilai Prediktif Positif

Adalah proporsi dari yang diidentifikasi sebagai kasus, yang kenyataannya

memang menderita penyakit atau kondisi sasaran surveilans. Nilai Prediktif

Positif menggambarkan sensitivitas dan spesifisitas serta prevalensi/

insidensi penyakit atau masalah kesehatan di masyarakat.

Representatif (Representative).

Sistem surveilans yang representatif mampu mendeskripsikan secara akurat

distribusi kejadian penyakit menurut karakteristik orang, waktu dan tempat.

Kualitas data merupakan karakteristik sistem surveilans yang representatif. Data

surveilans tidak sekedar pemecahan kasus-kasus tetapi juga diskripsi atau ciri-

ciri demografik dan infomasi mengenai faktor resiko yang penting.

Tepat Waktu.

Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh ketepatan dan

kecepatan mulai dari proses pengumpulan data, pengolahan analisis dan

interpretasi data serta penyebarluasan informasi kepada pihak-pihak yang

berkepentingan. Pelaporan penyakit-penyakit tertentu perlu dilakukan dengan

tepat dan cepat agar dapat dikendalikan secara efektif atau tidak meluas

sehingga membahayakan masyarakat. Ketepatan waktu dalam sistem surveilans

dapat dinilai berdasarakan ketersediaan infomasi untuk pengendalian penyakit

baik yang sifatnya segera maupun untuk perencanaan program dalam jangka

panjang. Teknologi komputer dapat sebagai faktor pendukung sistem surveilans

dalam ketepatan waktu penyediaan informasi.

Koordinasi

Page 29: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

1. Koordinasi pada system surveilans dapat berupa :

Dalam rangka penyelenggaraan Surveilans Kesehatan, dibangun dan

dikembangkan koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan antar instansi

pemerintah dan pemangku kepentingan baik di pusat, provinsi, maupun

kabupaten/kota.

2. Koordinasi, jejaring kerja, dan kemitraan diarahkan untuk :

Identifikasi masalah kesehatan dan/atau masalah yang berdampak terhadap

kesehatan

Kelancaran pelaksanaan investigasi dan respon cepat

Keberhasilan pelaksanaan penanggulangan KLB/wabah

Peningkatan dan pengembangan kapasitas teknis dan manajemen sumber

daya manusia

Pengelolaan sumber pendanaan.

Mekanisme Respons untuk Intevensi

Mekanisme Respons untuk intevensi “Information for Action” ILI, yaitu

(Kepmenkes RI Nomor 300/ MENKES/SK/IV/2009):

1. Pencegahan ILI: Tindakan pencegahan berupa peningkatan kesehatan

personal, seperti mencuci tangan dan menghindari kontak dengan unggas yang

sakit, pelaksanaan vaksin virus influenza dan pelayanan kesehatan seperti

pemberian obat anti viral.

2. Pengendalian ILI :

Pembentukan pos komando dan koordinasi sebagai pusat operasi

penanggulangan

Surveilans epidemiologi

Respon medik dan laboratorium

Intervensi farmasi

Intervensi nonfarmasi

Pengawasan perimeter oleh POLRI dan TNI

Komunikasi risiko

Page 30: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Tindakan karantina di bandar udara, pelabuhan, pos lintas batas darat

(PLBD), terminal, dan stasiun

Mobilisasi sumber daya Kebijakan ILI

Meningkatkan usaha pengamatan (surveilans) pada manusia dan hewan

(sistem kewaspadaan dini, investigasi epidemiologis, dan

reaksi/penanggulangan cepat)

9.1. Pemikiran Epidemiologis Untuk Pencegahan Dan Pemberantasan Penyakit

Menular

Epidemiologi merupakan suatu cabang suatu ilmu yang mempelajari,

menganalisis serta berusaha memecahkan berbagai masalah kesehatan maupun masalah

yang erat hubungannya dengan kesehatan pada suatu kelompok tertentu. Epidemiologi

menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah kesehatan serta mempelajari sebab

timbulnya masalah kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun

penanggulangannya. (Nasry, 2008)

Wade Hampton Frost (1972) mendefinisikan epidemiologi sebagai suatu

pengetahuan tentang fenomena massal ( mass phenomen ) penyakit infeksi atau sebagai

riwayat alamiah ( natural history ) penyakit menular. Di sini tampak bahwa pada waktu

itu perhatian epidemiologi hanya ditujukan kepada masalah penyakit infeksi yang

terjadi/mengenai masyarakat/massa.

Epidemiologi penyakit menular telah banyak memberikan peluang dalam usaha

pencegahan dan penanggulangan penyakit menular tertentu. Berhasilnya manusia

mengatasi berbagai gangguan penyakit menular deswasa ini merupakan salah satu hasil

yang gemilang dari epidemiologi. Peranan surveilans epidemiologi yang mulanya hanya

ditujukan pada pengamatan penyakit menular secara seksama, ternyata telah memberikan

hasil yang cukup berarti dalam menanggulangi berbagai masalah penyakit menular.

(Nasry, 2008)

Program pencegahan dan pemberantasan penyakit akan sangat efektif bila

mendapat dukungan oleh sistem surveilans yang aktif, karena fungsi surveilans

yang utama adalah menyediakan informasi epidemiologi yang peka terhadap

Page 31: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit yang

menjadi prioritas pembangunan.

9.2. Epidemiologi Sebagai Dasar Kesehatan Masyarakat

“Epidemiologi” berasal dari dari kata Yunani epi= atas, demos= rakyat, populasi

manusia, dan logos = ilmu (sains), bicara. Secara etimologis epidemiologi adalah ilmu

yang mempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan peristiwa yang banyak terjadi

pada masyarakat, yakni penyakit dan kematian yang diakibatkannya yang disebut

epidemi. (M.N. Bustan, 2006).

Profesor Sally Blakley menyebutkan epidemiologi ”the mother science of public

health”. Kesehatan masyarakat bertujuan melindungi, memelihara, memulihkan, dan

meningkatkan kesehatan populasi. (Bernard, 2014). Sedangkan epidemiologi

memberikan kontribusinya dengan mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi,

meneliti paparan faktor-faktor yang mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya

perbedaan distribusi penyakit tersebut. Pengetahuan tentang penyebab perbedaan

distribusi penyakit selanjutnya digunakan untuk memilih strategi intervensi yang tepat

untuk mencegah dan mengendalikan penyakit pada populasi, dengan cara mengeliminasi,

menghindari, atau mengubah faktor penyebab tersebut. (Wahyudin Rajab, 2009).

Epidemiologi adalah bagian dari ilmu kesehatan masyarakat yang merupakan inti atau

induk ilmu kesehatan masyarakat, memiliki pengertian, filosofi, dan pelaksanaan metode

yang terkandung dalam public health. (Eko Budiarto, 2003).

9.1. Kontribusi GIS dalam Kesehatan Masyarakat

Menurut WHO (dalam Dodiet Aditya, 2014), SIG (Sistem Informasi Geografis)

dalam kesehatan masyarakat dapat digunakan antara lain untuk: (1) Menentukan

Distribusi Geografis Penyakit; (2) Analisis trend Spasial dan Temporal: (3) Pemetaan

Populasis Berisiko: (4) Stratifikasi Faktor risiko; (5) Penilaian Distribusi Sumberdaya; (6)

Perencanaan dan Penentuan Intervensi; (7) Monitoring Penyakit.

Berikut ini adalah beberapa contoh pemanfaatan SIG dalam bidang Kesehatan

Masyarakat berdasarkan analisa CDC tersebut (Dodiet Aditya, 2014):

Page 32: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

a) Fungsi pertama yaitu memonitor status kesehatan untuk mengidentifikasi masalah

kesehatan yang ada di masyarakat. Dalam mendukung fungsi ini, SIG dapat

digunakan untuk memetakan kelompok masyarakat serta areanya berdasarkan status

kesehatan tertentu, misalnya status kehamilan. Dengan SIG, peta mengenai status

kesehatan dapat digunakan untuk merencanakan program pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan oleh kelompok tersebut, misalnya pelayanan ANC, persalinan dll.

b) Fungsi yang kedua yaitu mendiagnosa dan menginvestigasi masalah serta risiko

kesehatan di masyarakat. Sebagai contoh, seorang epidemiologis sedang mengolah

data tentang kasus asma yang diperoleh dari Rumah Sakit, Puskesmas, dan Pusat –

Pusat Kesehatan lainnya di masyarakat, ternyata dia menemukan terjadi kenaikna

kasus yang cukup signifikan di suatu Rumah Sakit, maka kemudian dia mencari tahu

data dari pasien – pesien penderita asma di Ruimagh sakit. Ternyata ditemukan

bahwa 8 dari 10 orang penderita asma yang dirawat di Rumah Sakit tersebut bekerhja

di perusahaan yang sama. Demikian seterusnya hingga kemudian SIG dapat

digunakan untuk memberikan data yang lengkap mengenai pola pajanan kimia

tertentu di perusahaan – perusahaan dalam suatu wilayah, yang merupaka informasi

yang penting utnuk para karyawan. Informasi ini juga dapat diteruskan kepada ahli –

ahli terkait, dalam hal ini ahli K3 untuk melakukan penanganan lebih lanjut terhadap

masalah yang ditemukan

c) Fungsi yang ketiga yaitu menginformasikan, mendidik dan memberdayakan

masyarakat nmengenai isu – isu kesehatan. SIG dalam hal ini dapat menyediakan

informasi mengenai kelompok masyarakat yang diidentifikasi masih memiliki

pengetahuan yang kurang mengenai informasi kesehatan tertentu, sehingga kemudian

dapat dicari media komunikasi yang paling efektif bagi kelompok tersebut, serta

dapat dibuat perencanaan mengenai waktu yang paling tepat untuk melakukan

promosi kesehatan kepada kelompok masyarakat tersebut.

d) Fungsi yang keempat yaitu membangun dan menggerakkan hubungan kerjasama

dengan masyarakat untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah kesehatan.

Dalam hal ini SIG dapat digunakan untuk melihat suatu pemecahan masalah

kesehatan berdasarkan area tertentu dan kemudian memetakan kelompok masyarakat

yang potensial dapat mendukung program tersebut berdasarkan area – area yang

Page 33: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

terdekat dengannya. Misalnya masalah imunisasi yang ada pada wilayah kerja tingkat

RW atau Posyandu, maka dapat dipetakan kelompok potensial pendukungnya yaitu

Ibu – Ibu PKK yang dapat diberdayakan sebagai kader pada Posyandu – Posyandu

yang terdekat dengan tempat tinggalnya

e) Fungsi yang kelima yaitu membangun kebijakan dan rencana yang mendukung usaha

individu maupun masyarakat dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Contohnya

dalam hal analisa wilayah cakupan Puskesmas. Dalam hal ini SIG digunakan untuk

memetakan utillisasi dari tiap – tiap Puskesms oleh masyarakat sehingga dapat dibuat

perencanaan yang jelas mengenai sumber daya kesehatan yang perlu disediakan untuk

Puskesmas tersebut disesuaikan dengan tingkat utilitasnya.

f) Fungsi yang keenam yaitu membangun perangkat hukum dan peraturan yang

melindungi kesehatan dan menjamin keselamatan masyarakat. Dalam hal ini SIG

dapat digunakan untuk membagi secara jelas kewenangan dan tanggung jawab suatu

pusat pelayanan kesehatan pada tiap – tiap wilayah kerja dalam menjamin dan

menangani segala bentuk masalah yang terjadi di wilayah tersebut. Dengan demikian

maka manajemen komplain dapat terkoordinir dengan baik.

g) Fungsi yang ketujuh yaitu menghubungkan individu yang membutuhkan pelayanan

kesehatan yang dibutuhkan dan menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan tersebut

jika belum tersedia. Misalnya seorang warga negara asing diidentifikasi menderita

suatu penyakit tertentu yang membutuhkan penanganan yang serius. Maka untuk

mengatasinya, dengan melihat peta dan data akses pelayanan kesehatan yang tersedia

dapat dicari tenaga kesehatan terdekat yang dapat membantu orang tersebut, dan

menguasai bahasa yang digunakannya. Dengan data SIG juga dapat diketahui

bagaimana akses transportasi termudah yang dapat dilalui oleh warga negara asing

tersebut menuju fasilitas kesehatan terdekat.

h) Fungsi kedelapan yaitu menjamin ketersediaan tenaga kesehatan dan ahli kesehatan

masyarakat yang berkompeten di bidangnya. Dalam hal ini SIG dapat menyediakan

peta persebaran tenaga kesehatan dan ahli kesehatan masyarakat di tiap – tiap daerah,

sehingga dengan demikian dapat dilihat jika ada penumpukan atau bahkan

kekurangan personel di suatu daerah. Lebih lanjut, data tersebut dapat digunakan

Page 34: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

dalam hal perencanaan pengadaan tenaga – tenaga kesehatan untuk jangka waktu ke

depan untuk masing – masing wilayah.

i) Fungsi kesembilan yaitu mengevaluasi efektifitas, kemudahan akses dan kualitas

pelayanan kesehatan di masyarakat. Data SIG dapat menyediakan data yang lengkap

mengenai potensi tiap – tiap daerah serta karakter demografis masyarakatnya untuk

dihubungkan dengan fasilitas – fasilitas kesehatan yang tersedia dan tingkat

utilitasnya. Dengan demikian dapat dievaluasi kembali kesesuaian dan kecukupan

dari penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang ada.

j) Fungsi kesepuluh yaitu penelitian untuk menciptakan penemuan baru dan inovasi

dalam memecahkan masalah – masalah kesehatan di masyarakat. Salah satu kegunaan

SIG dalam hal ini adalah untuk menyediakan data yang akurat mengenai perubahan –

perubahan yang terjadi di suatu daerah seperti pertambahan jumlah perumahan, jalan,

pabrik atau sarana - sarana lainnya yang berpengaruh pada lingkungan dan berpotensi

mempengaruhi status kesehatan masyarakat. Data ini kemudian dapat digunakan

untuk merancang dan merencanakan inovasi – inovasi tertentu yang dapat menjamin

kesehatan suatu masyarakat.

9.2. Aplikasi GIS Untuk P2M Penyakit

Aplikasi GIS untuk P2M penyakit yaitu (Dodiet Aditya, 2014):

a) menemukan penyebaran dan jenis-jenis penyakit secara geografis,

b) meneliti perkembangan trend sementara suatu penyakit,

c) mengidentifikasi kesenjangan, celah di daerah terpencil,

d) mengurangi kerugian masyarakat melalui pemetaan dan stratifikasi faktor-faktor

risiko,

e) menggambarkan kebutuhan-kebutuhan dalam pelayanan kesehatan berdasarkan

data dari masyarakat dan menilai alokasi sumber daya,

f) meramalkan kejadian wabah,

g) memantau perkembangan penyakit dari waktu ke waktu, dan

h) dapat menempatkan fasilitas dan sarana pelayanan kesehatan yang dapat

dijangkau oleh masyarakat

Page 35: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

10. Standarisasi Langsung dan Tidak Langsung

Standarisasi langsung dan tidak langsung akan dijelaskan dalam standarisasi angka

kematian.

Standarisasi Angka Kematian

Dalam membandingkan dua angka kematian (menurut umur) dari wilayah

yang berbeda harus hati-hati karena harus menghilangkan dulu faktor yng

mempengaruhi angka kematian tersebut, atau dengan kata lain harus dilakukan

standarisasi. Standarisasi diperlukan untuk menghilangkan pengaruh susunan

penduduk, antara lain umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan, suku.

Ada dua cara standarisasi langsung (direct) dan tidak langsung (indirect)

a. Standarisasi langsung

Untuk membandingkan angka kematian dua tempat atau daerah, digunakan

daerah lain sebagai standar yang diketahui jumlah penduduk menurut umur (atau

variabel lain yang dianggap mempengaruhi) baik angka sebenarnya atau teoritis

saja. Dalam cara langsung ini, dua daerah yang akan dibandingkan harus

mempunyai data kematian menurut umur (ASDR), sedangkan daerah yang akan

dijadikan standar adalah daerah yang mempunyai jumlah penduduk menurut umur

baik empirik maupun teoritis, atau bahkan salah satu dari daerah yang akan

dibandingkan menjadi penduduk standar.

Page 36: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Keterangan : Expected death pada kolom terakhir didapatn dengan mengalikan

ASDR masing-masing kelompokumur dengan jumlah penduduk standar pada

kelompok umur yang bersangkutan.

Contoh:

Expected death untuk kelompok umur 0-14 th daerah A adalah

,

Expected death untuk kelompok umur 60-74 th daerah B adalah

Angka kematian daerah A yang sudah distandarisasi :

Angka kematian daerah B yang sudah distandarisasi :

Rasio kematian daerah A dan B =

Dengan standarisasi terlihat bahwa anagka kematian, alam hal ini CDR unutk

daerah A yang tadinya dianggap lebih rendah, ternyata setelah dilakukan

standarisasi berubah lebih tinggi . Hal ini terjadi karena adanya komposisi

penduduk menurut umur yang berbeda.Kalau diperhatikan pada daerah A jumlah

kelompok umur yang ASDR-nya tertinggi (150/1000) adalah kelompok umur 75+

tahun keatas dengan jumlah 1000 orang. Sedangkan pada daerah B, kelompok

umur yang ASDR-nya tertinggi adalah kelompok umu 75+ dengan jumah hanya

400 orang.

b. Standarisasi Tidak Langsung

Pada standarisasi tidak langsung, angka kematian daerah A dan B tidak

mempunyai ASDR, hanya ada CDR dan penduduk menurut kelompok umur. Oleh

karena itu, diperlukan dari daerah standar adalah harus mempunyai angka standar

Page 37: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Sumber : (Chandra, 1995)

Untuk mendapatkan angka kematian yang distandarisasi, diperlukan perhitungan

indeks angka kematian dan faktor koreksi dengan perhitungan seperti dibawah ini.

Indeks angka kematian daerah

A=

B=

Faktor koreksi untuk kematian kasar ASDR daerah :

A=

B=

Rasio angka kematian yang sudah distandarisasi daerah A dan B :

=

11. Tes Performance

Sensitivitas

Adalah kemampuan uji skrining untuk memberikan hasil positif mereka yang

mengidap penyakit. (Richard, 2009).

Spesifisitas

Page 38: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Adalah kemampuan uji untuk memberikan hasil negative pada mereka yang sehat

(tidak sakit). (Richard, 2009).

Perhitungan Sensifitas dan Spesifitas

Berdasarkan tabel matriks skring dibawah ini, dapat ditentukan rumus sensifitas

dan spesifitas (Richard, 2009):

Keterangan :

a = True positive

b = False positive

c = False negative

d = True Negative

Cut Off

Cutoof dapat dicontohhkan misalnya menetapkan titik potong (cut off

point) dalam menentukan pasien mana yang akan dinyatakan memiliki

glaukomatosa oleh skrining. (Richard, 2009).

Page 39: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Dari gambar di atas, tampak bahwa untuk mendeteksi semua mata yang

glaukomatosa (untuk mencapai sensitivitas 100 %) maka titik potong harus berada

pada 22 mm Hg. Pada titik potong ini, semua kasus glaukomatosa akan terdeteksi,

tetapi berakibat pada tercakupnya sejumlah besar mata yang normal, yaitu yang

berada pada ekor sebelah kanan pada distribusi mata non glaukomatosa, pada

tekanan 22-27. Hal ini menunjukkan spesifisitas kurang dari 100 %. (Richard,

2009).

Selanjutnya, diasumsikan bahwa seluruh mata normal dikeluarkan agar

mendapatkan spesifisitas 100 %. Hal ini memerlukan titik potong pada tekanan 27

agar seluruh mata normal dapat dikeluarkan. Hal tersebut mengakibatkan

hilangnya sejumlah kasus glaukomatosa sehingga sensitivitas kurang dari 100 %.

(Richard, 2009).

Pada praktiknya, titik potong ditetapkan pada tekanan 24. Hal ini

mengakibatkan sensitivitas maupun spesifisitas kurang dari 100 % dan baik hasil

positif palsu maupun negatif palsu akan muncul, tetapi dalam jumlah kecil.

Distribusi populasi yang sehat dan sakit bertumpang tindih berkenaan dengan

variabel yang diukur. Hasil uji bergantung pada pembacaan satu titik potong saja,

sensitivitas dan spesifisitas selalu saling berbanding terbalik. (Richard, 2009).

PVP (Nilai Prediktif Positive) dan PVN (Nilai Prediktif Negatif)

PVP adalah prsentase dari mereka dengan hasil tes positive yang benar benar

sakit, sedangkan PVN adalah porsentase dari mereka dengan hasil tes negative

yang benar benar tidak sakit. (Rizchard, 2009)

Berdasarkan tabel matrik skrining di atas, rumus PVP dan PVP :

PVP = a / (a+b)

PVN = d/ (c+d)

Peranan Prevalensi Rate Penyakit

Yield merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati sebagai hasil dari

uji tapis (skrining). Prevalensi penyakit yang tidak tampak dapat mempengaruhi

yield. (Eko Budiarto, 2003). Makin tinggi prevalensi penyakit tanpa gejala yang

terdapat di masyarakat akan meningkat yield, terutama penyakit-penyakit kronis

seperti TBC, karsinoma, hipertensi, dan diabetes mellitus. (Eko Budiarto, 2003).

Page 40: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Rendahnya prevalensi rate, maka test skring akan mengambil lebih banyak true

negative. Sedangkan tingginya prevalensi rate, maka test skrining akan

mengambil lebih banyak false negative. “increased prevalence results in

decreased negative predictive value”, meningkatnya prevalensi rate akan

menghasilkan penurunan hasil negative predictive. (Penn State Science, 2015).

(Relationship between disease prevalence and predictive value in a test with 95%

sensitivity and 85% specificity.

12. Analisis Data Surveilans

Pendekatan Metode

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode epidemiologi deskriptif

dan/atau analitik untuk menghasilkan informasi yang sesuai dengan tujuan

surveilans yang ditetapkan. Epidemiologi deskriptif dalam surveilans akan

menggambarkan distribusi masalah kesehatan berdasarkan orang, tempat, dan

waktu dan akan menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini (M.N. Bustan,

2006):

a) Who (Siapa), dapat menyangkut variabel umur, jenis kelamin, suku, agama,

pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan populasi berisiko.

b) Where (dimana), mengenai faktor tempat dimana masyarakat tinggal atau

bekertja atau dimana saja kemungkinan mereka mengahdapi masalah

kesehatan. Faktot tempat dapat berupa: kota (urban) dan desa (rural); pantai

dan pegunungan; daerah pertanian, industry, tempat bermukim atau kerja.

Page 41: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

c) When (kapan), kejadian masalah kesehatan berdasarkan waktu. Misalnya jam,

hari, minggu, bulan, dan tahun; musim hujan dan musim kering.

Sedangkan epidemiologi analtik akan menganalisis factor penyebab (determinant)

masalah kesehatan. (M.N. Bustan, 2006).

Konsep dan Standarisasi Rate

Rate salah satu alat ukur untuk mengukur peristiwa penting yang terjadi

di masyarakat (vita event) dan pengukuran terhadap jumlah kesakitan yang

terjadi di masyarakat. Rate dipergunakan untuk menyatakan frekuensi distribusi

suatu kejadian atau suatu keadaan yang terjadi pada populasi yang sedang

diobservasi.(Chandra, 1995)

Rate adalah ukuran untk menunjukkan perhitungan yang mempunyai

implikasi probabilitas terhadap suatu kejadian. Rate dinyatakan dalam bentuk:

frekuensi suatu kejadian / event dalam ajangka waktu tertentu

(umumnya dalam 1 tahun)

jumlah orang yang terpapar untuk berisiko kejadian tersebut dalam

periode yang sama

konstanta tertentu (misalnya 100, 1000, atau 100.000)

Perlu diperhatikan dalam rumus tersebut bahwa pembilang merupakan

bagian dari penyebut. Tujuan pengalian k adalah untuk menghindari angka yang

terlalu kecil dari hasil perhitungan rate tersebut. Pemilihan besarnya tergantung

dari besarnya angka pembilang dan penyebut. (Krisanti, 2008)

Rate dapat digunakan untuk mengukur angka kematian, kelahiran, dan

kesakitan. Dalam hal ini akan dijelaskan rate dalam angka kematian. Ada

beberapa ukuran (rate/angka ) kematian mortalitas, yaitu :

- Angka kematian kasar (crude death rate/CDR)

- Angka kematian khusus menurut kelompok umur dan penyebab penyakit(

age and cause specific death rate/ ASDR dan CSDR)

- Angka kematian bayi (Infant mortality rate/IMR)

- Angka kematian neonatal (neonatal mortality rate/NMR)

Page 42: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

- Dan lain-lain

Standarized Death Rate

Dalam keadaan keadaan tertentu, angka kematian perlu dilakukan standarisasi

bila kita ingin membandingkan keadaan status kesehatn dua daerah atau dua

negara yang berbeda struktur penduduknya, dan dalam hal ini CDR tidak

dipakai karena hanya menyatakan angka kematian kasar tanpa menyebutkan

adanya komposisi umur dans eks dari penduduk. Ada dua cara untuk melakukan

standarisasi atau adjusted dari angka kematian tersebut, yaitu:

a. Direct method

Standarisasi Angka Kematian Menurut Umur dan Seks Laki-laki dengan

Direct Method antara Argentina dan Meksiko, 1082

b. Indirect Method

Pada keadaan tertentu kita hanya mengetahui jumlah kematian berdasarkan

kelompok umur, maka kita harus melakukan standarisasi secara indirect.

Page 43: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

(Chandra, 1995)

Pendekatan-Pendekatan Untuk Analisis Data Eksploratif

Analisis Eksplorasi data merupakan metode untuk mengenali pola data

nelalui diagram atau grafik, mendeteksi adanya nilai ekstrim agar analisis yang

dibuat dapat tidak terpengaruh efek ekstrem, menentukan pola hubungan antar

variabel dengan menggunakan diagram pencar dan membuat garis persamaan

serta melakukan smoothing data. Penyajian data dalam bentuk tabel kontingensi

dan melakukan analisis hubungan dari variabel yang bersifat kategori.

Analisis data eksploratif (Exploratory Data Analysis – EDA) merupakan

metode eksplorasi data dengan menggunakan teknik aritmatika sederhana dan

teknik grafis dalam meringkas data pengamatan. EDA banyak digunakan dalam

berbagai hal seperti:

Memaksimalkan telaahan data

Mencari struktur data yang tersembunyi (mengungakp misteri yang

tersembunyi)

Mengeluarkan variable penting

Mendeteksi kelainan dan anomali

Melakukan test suatu asumsi

Membangun model

Melakukan optimasi

Page 44: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Adapun tahap-tahap dalam analisis data eksploratif, yaitu (Lintang, 2015c):

1. Gunakan peragaan visual untuk menyampaikan struktur dan analisis data.

2. Trabsformasikan data secara matematis untuk menyederhanakan distribusi

3. Selidiki pengaruh outlier (data-data ekstream)

4. Jelaskan residual-residual

Menguraikan Manfaat Grafik Dan Peta

Penyajian dalam bentuk grafik bermanfaat untuk hal-hal berikut ini

(Budiarto, 2001):

1. Membandingkan beberapa variabel, beberapa kategori dalam variabel atau

satu variabel pada waktu dan tempat yang berbeda

2. Meramalkan perubahan yang terjasi dengan berjalannya waktu (time series)

3. Mengetahui adanya hubungan dua variabel atau lebih

4. Memberikan penerangan pada masyarakat.

Peta merupakan gambar visual. Penyajian data dalam bentuk peta

memudahkan untuk mengidentifikasi kasus. Hal tersebut memberikan gambaran

cepat tentang bagaimanapenyakit menyebar. Peta memudahkan untuk

perencanaan karena dapat menyajikan data rumah tangga dengan suatu masalah

kesehatan.Selain itu, peta juga berguna untuk menyajikan data pada tingkat

administrasi yang lebih tinggi (desa, kota, kabupaten). (Amirudin, 2012).

Membuat Interpretasi Yang Sistematik Dari Data Surveilens

Surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan

interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran

informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan

Data yang telah disusun dan dikompilasi, selanjutnya dianalisis dan

dilakukan interpretasi untuk memberikan arti dan memberikan kejelasan tentang

situasi yang ada dalam masyarakat.

Analisis data diperlukan untuk menjamin bahwa sumber data dan proses

pengumpulan data adalah adekuat. Untuk menganalisis data surveilans kita harus

memperhatikan beberapa hal berikut:

Page 45: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

1. Apa keistimewaan atau kekhasan data yang didapat?

2. Memulai dari data yang paling sederhana ke data yang paling kompleks

3. Menyadari bila ketidaktepatan dalam data menghalangi analisis-analisis yang

lebih canggih. Jika ada data yang bias maka data tersebut tidak perlu

digunakan.

4. Sifat data surveilans

5. Perubahan dari waktu ke waktu

6. Beberapa sumber-sumber informasi

7. Masalah kualitas dan kelengkapan

8. Butuh pengetahuan yang mendalam tentang sistem evaluasi

13. A. Sifat Data Surveilans

Specific (spesifik)

Measurable (dapat diukur)

Actioned Oriented (orientasi pada aksi)

Realistic (realistis)

Timely (tepat waktu)

B. Definisi Nomenklatur

Nomenklatur merupakan metode penamaan yang diperlukan dalam klasifikasi. Sistem

nama ini diciptakan oleh Carolus Linnaeus pada tahun 1753. Nomenklatur merupakan

bahasa Latin nomen, yang artinya nama.

C. Menyajikan Manfaat Yang Benar Metode Analitik Dan Grafik Untuk

Mengkoreksi Aberasi/ Penyimpangan

Analisis dengan metode epidemiologi analitik dilakukan untuk mengetahui

hubungan antar variable yang dapat mempengaruhi peningkatan kejadian kesakitan

atau masalah kesehatan. Untuk mempermudah melakukan analisis dengan metode

epidemiologi analitik dapat menggunakan alat bantu statistik. Manfaat Grafik yaitu

(Budiarto, 2002) :

Page 46: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

1. Membandingkan beberapa variabel, beberapa kategori dalam variabel atau satu

variabel pada waktu dan tempat yang berbeda.

2. Meramalkan perubahan yang terjadi dengan berjalannya waktu (time series)

3. Mengetahui adanya hubungan dua variabel atau lebih.

Jenis-jenis grafik, yaitu (Amiruddin, 2013):

Grafik Batang (Bar)

Grafik Garis (line)

Grafik Lingkaran (Pie)

Grafik Interaksi (Interactive)

Page 47: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Spot map (diagram map)

Poligon Frekuensi

Page 48: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

D. Menyajikan Penilaian Yang Benar Kelengkapan Sistem Surveilens

Penilaian Sistem Surveilans

Ukuran yang dipakai dalam melakukan evaluasi pada sistem surveilans

didasarkan pada beberapa aspek berikut:

1) Kepentingan

Pentingnya suatu peristiwa kesehatan dilihat dari segi kesehatan

masyarakat dan kebutuhan untuk mengamati tersebut dapat dilihat dari beberapa

cara. Suatu peristiwa kesehatan yang menyerang banyak penduduk atau menyerap

sumber daya dan sumber dana besar jelas akan mempunyai arti penting. Namun

demikian, bukan tidak mungkin bahwa suatu peristiwa kesehatan yang menyerang

penduduk dalam jumlah relatif sedikit juga dapat dikatakan mempunyai arti

penting seperti adanya KLB suatu penyakit yang sifatnya terbatas. Akhirnya,

pentingnya suatu peristiwa kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh

preventabilitas.

2) Kegunaan

Suatu sistem dapat dikatakan bermanfaat bila sistem tersebut mempunyai

andil dalam penanggulangan dan pencegahan penyakit, termasuk meningkatkan

pemahaman akan implikasi dari penyakit tersebut terhadap kesehatan masyarakat.

Sistem juga akan dianggap tidak penting, tetapi ternyata terbukti bahwa peristiwa

tersebut sebenarnya penting. (Sugiasih, 2012).

Dalam menilai manfaat suatu sistem surveilans, harus dimulai dengan

meninjau tujuan dari sistem tersebut disamping mempertimbangkan peranan

kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada dalam pengambilan keputusan dan

tindakan pencegahan. Sistem akan menjadi lebih bermanfaat bila sistem tersebut

dapat (Sugiasih, 2012):

a) Mendeteksi tanda-tanda adanya perubahan kecenderungan penyakit.\

Page 49: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

b) Mendeteksi adanya KLB.

c) Memperkirakan besar kesakitan atau kematian.

d) Merangsang penelitian epidemiologis untuk mengawali tindakan

penanggulangan atau pencegahan.

e) Mengidentifikasi faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian penyakit.

f) Memungkinkan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap tindakan

penanggulangan.

g) Mengawali upaya untuk meningkatkan tindakan-tindakan praktek klinis oleh

petugas yang terlibat dalam sistem surveilans.

Kegunaan/ manfaat sistem surveilans dipengaruhi oleh beberapa atribut

dari sistem tersebut meliputi kesederhanaan, fleksibilitas, akseptabilitas,

sensitivitas, nilai predektif positif, kerepresentatifan, ketepatan waktu. (Sugiasih,

2012)

a. Kesederhanaan

Kesederhanaan dari suatu sistem surveilans mencakup kesedehanaan

dalam hal struktur dan kemudahan pengoprasiaannya. Sistem surveilans

dirancang sesederhana mungkin, namun masih dapat mencapai tujuan yang

diinginkan.

b. Fleksibilitas

Suatu sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dengan

perubahan informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan tanpa disertai

peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, tenaga, dan waktu. Sistem yang

fleksibel dapat menerima, misalnya penyakit dan masalah kesehatan yang baru

diidentifikasikan, perubahan definisi kasus, dan variasi-variasi dari sumber

pelaporan.

c. Akseptabilitas

Akseptabilitas menggambarkan kemauan seseorang atau organisasi untuk

berpartisipasi dalam melaksanakan sistem surveilans mencakup kemauan

Page 50: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

seseorang yang bertangungjawab terhadap pelaksanaan sistem surveilans untuk

menyediakan data yang akurat, konsisten, lengkap, dan tepat waktu (Laksono dkk,

2004: 95).

d. Sensitivitas

Sensitivitas dari suatu sistem surveilans dapat dilihat pada tingkat

pengumpulan data, proporsi kasus dari suatu penyakit masalah kesehatan yang

terdeteksi oleh sistem surveilans.

e. Nilai Predektif Positif

Nilai predektif positif (NPP) adalah proporsi dari populasi yang

diidentifikasikan sebagai kasus oleh suatu sistem surveilans dan kenyataannya

memang kasus.

f. Kerepresentatifan

Suatu sistem surveilans yang representatif akan menggambarkan secara

akurat kejadian dari suatu peristiwa kesehatan dalam periode waktu tertentu dan

distribusi peristiwa tersebut dalam masyarakat menurut tempat dan orang.

Kerepresentatifan dinilai dengan membandingkan karakteristik dari kejadian-

kejadian yang dilaporkan dengan semua kejadian yang ada.

g. Ketepatan Waktu

Ketepatan waktu menggambarkan kecepatan atau kelambatan diantara

langkah-langkah dalam suatu sistem surveilans dan waktu yang diperlukan untuk

mengidentifikasi tren, KLB, atau hasil dari tindakan penanggulangannya, serta

adanya informasi mengenai upaya penanggulangan penyakit, baik dalam hal

tindakan penanggulangan yang segera dilakukan maupun rencana jangka panjang

dari upaya pencegahan.

14. Diseminasi

Konsep Dasar Diseminasi

Page 51: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Kata diseminasi berasal dari bahasa Latin, disseminates. Lalu dimasukkan

ke dalam Inggris dengan sebutan dissemination, yang diartikan sebagai suatu

kegiatan yang ditujukan kepada kelompok target atau individu agar mendapatkan

informasi, sehingga timbul kesadaran, menerima dan akhirnya memanfaatkan

informasi tersebut. (Soleman, 2013).

Diseminasi merupakan sinonim dari kata penyebaran. Jadi, pengertian

diseminasi informasi adalah penyebaran informasi. Penyebaran informasi yang

dimaksud dapat dilakukan melalui berbagai jenis media seperti buku, majalah,

surat kabar, film, televisi, radio, musik, game dan sebagainya. Dengan kata lain,

diseminasi merupakan kegiatan penyebaran informasi ke dalam lingkungan

masyarakat. (Soleman, 2013).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45

Tahun 2014, Diseminasi informasi dapat disampaikan dalam bentuk buletin, surat

edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk publikasi ilmiah. Diseminasi

informasi dilakukan dengan memanfaatkan sarana teknologi informasi yang

mudah diakses. Diseminasi informasi dapat juga dilakukan apabila petugas

surveilans secara aktif terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring

evaluasi program kesehatan, dengan menyampaikan hasil analisis.

Diseminasi/Komunikasi Informasi

Cara diseminasi/penyebarluasan informasi adalah (Amiruddin, 2013) :

a) Membuat suatu laporan yang disampaikan kepada unit kesehatan pada tingkat

yang lebih tinggi.

b) Membuat suatu laporan yang disampaikan dalam seminar atau pertemuan lain

c) Membuat suatu tulisan di majalah atau jurnal rutin.

Contoh Diseminasi

A. Diseminasi Penyakit Malaria

Stakeholder yang memiliki peranan penting dalam penanganan masalah penyakit

malaria diantaranya (Permenkes no.45 tahun 2014):

1) Dinas Kesehatan

Page 52: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Berikut ini merupakan contoh – contoh dari peranan yang dapat dilakukan oleh

Dinas Kesehatan untuk masalah malaria :

a. Kebijakan

Kebijakan Departemen Kesehatan RI untuk pengendalian malaria

1) Diagnosa Malaria harus terkonfirmasi atau Rapid Diagnostic Test.

2) Pengobatan Menggunakan Combination Therapy/ ACT

3) Pencegahan penularan malaria dengan kelambu ( Long Lasting

Insekticidal Net )

4) Kerjasama lintas sektor dalam forum gebrak malaria dan lintas program

5) Memperkuat Desa Siaga dengan pembentukan Pos Malaria Desa

(Posmaldes )

6) Kebijakan Departemen Kesehatan RI untuk pengendalian vektor

7) Pelatihan petugas

8) Penemuan aktif penderita

9) Penatalaksanaan kasus dan pengobatan

10) Pengendalian vektor

11) Pos malaria desa

12) Penyediaan sarana ( mikroskop, RDT ) bahan laboratorium dan obat-

obatan (ACT)

b. Program Kegiatan

Kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan :

1) Penemuan penderita malaria baik secara aktif melalui kegiatan Mass

Blood Survey ( MBS ) maupun pasif ( rutin puskesmas )

2) Pembagian kelambu berinsektisida kepada masyarakat miskin, ibu

hamil, bayi dan balita

3) Screening malaria bagi ibu hamil saat kunjungan trimester pertama pada

tenaga kesehatan

4) Penyemprotan dinding luar rumah ( Indoor Residual Sprying )

5) Sosialisasi dan Publikasi

Page 53: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Kegiatan untuk Dinas Kesehatan (mis. Pusat Komunikasi Publik,

Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI) dalam upaya untuk

menanggulangi masalah malaria di Indonesia dapat berupa Sosialisasi da

Publikasi. Sosialisasi dan publikasi dalam hal ini bisa dalam bentuk

media seperti poster atau web/blog, serta bisa secara langsung terjun ke

masyarakat yang bisa berupa penyuluhan – penyuluhan (3M plus,

pencegahan dan lain-lain) oleh Puskesmas setempat.

Dinas Kesehatan merupakan penyelenggara kegiatan surveilans

terhadap penyakit malaria. Hasil kegiatan surveilans ini berupa data

kesakitan malaria akan digunakan untuk penanganan masalah lebih

lanjut. Seperti penggalakan program pemberantasan sarang nyamuk

(fogging dan program 3M Plus) terhadap masyarakat, penyuluhan

tentang bahaya malaria oleh puskesmas setempat,juga pemberdayaan

masyarakat dalam mengelola lingkungan.

2) Pemerintah Kota/Kabupaten

Pemerintah kota/kabupaten berwenang dalam masalah kebijakan-

kebijakan pencegahan dan penanggulangan malaria. Kebijakan ini menjadi

langkah represif untuk penanganan dan pencegahan malaria dari Pemerintah

kota/kabupaten langsung ke masyarakat. Bentuk peran lainnya adalah

pengalokasian dana untuk program pemberantasan dan pencegahan penyakit

malaria. Peranan pemerintah setempat untuk membantu menanggulangi

masalah malaria bisa berupa penyediaan sarana prasarana untuk membantu

dan menunjang dari kegiatan – kegiatan maupun program – program dalam

pemberantasan malaria.

3) Dinas Pendidikan

Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dalam

pemberantasan malaria di lingkungan sekolah. Dinas pendidikan memberi

instruksi kepada sekolah-sekolah untuk membantu pelaksanaan program

pemberantasan dengan cara menjaga lingkungan sekolah dan rumah para

Page 54: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

siswa untuk mencegah malaria. Juga menjaga diri dari gigitan nyamuk selama

kegiatan belajar-mengajar di sekolah dengan cara pemakaian lotion anti

nyamuk.

B. Contoh Diseminasi Informasi Pada Surveilans Penyakit Tidak Menular

Contoh diseminasi informasi pada surveilans penyakit tidak menular adalah

sebagai berikut (Permenkes no.45 tahun 2014):

a. Hasil-hasil analisis dan interpretasi dibuat dalam bentuk laporan dan atau

presentasi. Laporan tersebut dikirimkan oleh unit penanggungjawab kepada

jenjang struktural yang lebih tinggi, dari Puskesmas ke dinas kesehatan

kabupaten/kota, dari dinas kesehatan kabupaten/kota ke dinas kesehatan

provinsi dan Kementerian Kesehatan. Umpan balik diberikan ke unit

jenjang dibawahnya, seperti ke dinkes kabupaten/kota dan dinkes provinsi.

b. Diseminasi informasi ditujukan kepada seluruh stakeholder yang terkait,

seperti jajaran kesehatan, LSM, profesi, perguruan tinggi dan masyarakat

pada umumnya. Untuk jajaran kesehatan, khususnya dinas kesehatan

informasi akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan dan

perencanaan pengendalian PTM serta evaluasi program.

15. A. Otoritas Untuk Pelaporan Data Surveilens Di Tingkat Lokal Maupun Propinsi

Pakar epidemiologi yang paling dekat dengan unit pelaporan setempat harus

menyelidiki dugaan KLB penyakit yang dideteksi oleh sistem surveilans secepat

mungkin. Sampai bantuan epidemiologi tiba, upaya penyelidikan dan pengendalian

awal menjadi tanggung jawab unit kesehatan setempat. (Fauziyah, 2006).

Rangkuman laporan dari temuan teknis sistem surveilans harus diumpan balikkan

ke Komite Darurat Nasional, rumah sakit, dan fasilitas kesehatan, kemudian tindakan

yang tepat diambil untuk memperkenalkan upaya pengendalian yang tepat jika

kondisi yang ada di luar kemampuan pakar epidemiologi. (Fauziyah, 2006).

B. Sumber-Sumber dari Jenjang Surveilans

Page 55: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014,

sumber surveilans berupa dari individu, fasilitas pelayanan kesehatan, unit statistic dan

demografi dan sebagainya.

C. Persoalan-Persoalan Dalam Sederetan Daftar Penyakit Yang Wajib Dilaporkan

(Notifiable Disease)

Notifable disease terdiri atas (Permenkes RI Nomor 45 Tahun 2014):

A. Penyakit-penyakit menular :

a. surveilans penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi;

b. surveilans penyakit demam berdarah;

c. surveilans malaria;

d. surveilans penyakit zoonosis;

e. surveilans penyakit filariasis;

f. surveilans penyakit tuberkulosis;

g. surveilans penyakit diare;

h. surveilans penyakit tifoid;

i. surveilans penyakit kecacingan dan penyakit perut lainnya;

j. surveilans penyakit kusta;

k. surveilans penyakit frambusia;

l. surveilans penyakit HIV/AIDS;

m. surveilans hepatitis;

n. surveilans penyakit menular seksual;dan

o. surveilans penyakit pneumonia, termasuk penyakit infeksi saluran pernafasan akut

berat (severe acute respiratory infection).

B. Penyakit-penyakit tidak menular :

a) surveilans penyakit jantung dan pembuluh darah;

b) surveilans diabetes melitus dan penyakit metabolik;

c) surveilans penyakit kanker;

d) surveilans penyakit kronis dan degeneratif;

e) surveilans gangguan mental; dan

Page 56: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

f) surveilans gangguan akibat kecelakaan dan tindak kekerasan.

Persoalan-persoalan yang terjadi pada saat pelaporan penyakit-penyakit diatas yaitu

dalam hal aksesibilitas, kelengkapan data, keakuratan data, dan kejelasan informasi

yang dihasilkan. (Erlinawati, 2015).

D. Pendekatan-Pendekatan Menterjemahkan Data Ke Dalam Aksi

Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: (1) Surveilans pasif; (2)

Surveilans aktif. Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan

menggunakan data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia

di fasilitas pelayanan kesehatan. Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah

untuk dilakukan. Negara-negara anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah

penyakit infeksi yang harus dilaporkan, sehingga dengan surveilans pasif dapat

dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional. Kekurangan surveilans pasif

adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit. Data yang

dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas

pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan

biasanya rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama

memberikan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk

mengatasi problem tersebut, instrumen pelaporan perlu dibuat sederhana dan ringkas.

Surveilans aktif menggunakan petugas khusus surveilans untuk kunjungan

berkala ke lapangan, desa-desa, tempat praktik pribadi dokter dan tenaga medis

lainnya, puskesmas, klinik, dan rumah sakit, dengan tujuan mengidentifikasi kasus

baru penyakit atau kematian, disebut penemuan kasus (case finding), dan konfirmasi

laporan kasus indeks. Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans

pasif, sebab dilakukan oleh petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan

tanggungjawab itu. Selain itu, surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal.

Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal dan lebih sulit untuk dilakukan daripada

surveilans pasif. Sistem surveilans dapat diperluas pada level komunitas, disebut

community surveilance. Dalam community surveilance, informasi dikumpulkan

Page 57: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan

diagnosis kasus bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu

para kader kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke

fasilitas kesehatan tingkat pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih

menggunakan definsi kasus lebih spesifik, yang memerlukan konfirmasi

laboratorium.Community surveilans mengurangi kemungkinan negatif palsu (JHU,

2006).

E. Surveilans di Negara Berkembang

Permasalahan tidak berjalannya sistem surveilans tidak saja terjadi pada

sistemnya melainkan pada pelaksanaanya. Selain itu, pelaksanaan program surveilans

oleh unit kesehatan belum terintegrasi secara menyeluruh dan perlunya kehadiran

petugas kesehatan ditengah-tengah masyarakat sebagai tempat mereka bertanya

tentang masalah kesehatan yang mereka hadapi agar dapat dicarikan aletrnatif dan

solusi untuk permasalahan tersebut. (WHO, 2006).

Lemahnya sistem investigasi dan surveilans di negara berkembang untuk

penyakit bawaan makanan menyebabkan angka kasus yang tinggi atau berita

mengenai KLB tersebut jarang ditemui, tetapi hal ini menggugah kewaspadaan

negara diseluruh dunia tentang potensi masalah yang membayangi dibidang

keamanan makanan dan potensi peningkatan serta penyebaran penyakit bawaan

makanan. (WHO, 2006).

Oleh karena itu, masih banyak diperlukan pembenahan pada pelaksanaan

program surveilans agar dapat ditingkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, dan

masyarakat secara umum. (WHO, 2006).

F. Terminologi Kunci Yang Digunakan Dalam Surveilens Di Negara Sedang

Berkembang

Di negara berkembang terkadang menggunakan istilah surveilans

epidemiologi. Baik surveilans kesehatan masyarakat maupun surveilans

epidemiologi hakikatnya sama saja, sebab menggunakan metode yang sama, dan

tujuan epidemiologi adalah untuk mengendalikan masalah kesehatan masyarakat,

Page 58: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

sehingga epidemiologi dikenal sebagai sains inti kesehatan masyarakat (core science

of public health).

G. Surveilans Berbasis Populasi

Surveilans memantau terus-menerus kejadian dan kecenderungan penyakit,

mendeteksi dan memprediksi outbreak pada populasi, mengamati faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian penyakit, seperti perubahan-perubahan biologis pada agen,

vektor, dan reservoir. Selanjutnya surveilans menghubungkan informasi tersebut

kepada pembuat keputusan agar dapat dilakukan langkah-langkah pencegahan dan

pengendalian penyakit.

H. Pembangunan Sistem-Sistem Surveilens Terpadu

Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua

kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota)

sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu menggunakan

struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi mengumpulkan

informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit. Kendatipun

pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan kebutuhan data

khusus penyakitpenyakit tertentu (WHO, 2001, 2002; Sloan et al., 2006).

Karakteristik pendekatan surveilans terpadu: (1) Memandang surveilans

sebagai pelayanan bersama (common services); (2) Menggunakan pendekatan solusi

majemuk; (3) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural; (4)

Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan, pelaporan,

analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni, pelatihan dan

supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen sumber daya); (5)

Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian penyakit. Meskipun

menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap memandang penyakit

yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang berbeda (WHO, 2002).

Page 59: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

16. Peran Surveilans dan Surveilans KLB

Peran surveilans dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit adalah

(Wahyudin Rajab, 2009):

Deteksi KLB, letusan, wabah (epidemic)

Memamntau kecenderungan penyakit endemic

Evaluasi intervensi penyakit

Memantau kemajuan pengendalian penyakit

Memantau kinerja program pencegahanan, pengendalian dan penanggulangan

penyakit

Prediksi KLB, letusan, wabah (epidemic)

Memperkirakan dampak masa dating dari penyakit

KLB serta Pencegahan dan Penanggulangan

Menurut Permenkes 1501 Tahun 2010, KLB (kejadian luar biasa) adalah

timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang

bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu,

dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Suatu

penyakit dapat dikategorikan menjadi KLB jika memenuhi salah satu syarat-

syarat, dibawah ini :

a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau

tidak dikenal pada suatu daerah.

b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun waktu

dalam jam, hari atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakitnya.

c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan

periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis

penyakitnya.

d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan menunjukkan

kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan

dalam tahun sebelumnya.

e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun

menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata

jumlah kejadian kesakitan per bulan pada tahun sebelumnya.

Page 60: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

f. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)

kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau

lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode

sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada satu periode

menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding satu periode sebelumnya

dalam kurun waktu yang sama.

Penanggulangan KLB/wabah meliputi penyelidikan epidemiologi dan

surveilans; penatalaksanaan penderita; pencegahan dan pengebalan; pemusnahan

penyebab penyakit; penanganan jenazah akibat wabah; penyuluhan kepada

masyarakat; dan upaya penanggulangan lainnya. (Permenkes 1501 Tahun 2010).

Surveilans KLB

Surveilans di daerah wabah dan daerah-daerah yang berisiko terjadi wabah

dilaksanakan lebih intensif untuk mengetahui perkembangan penyakit menurut

waktu dan tempat dan dimanfaatkan untuk mendukung upaya penanggulangan

yang sedang dilaksanakan, meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut (Permenkes

1501 Tahun 2010):

a. Menghimpun data kasus baru pada kunjungan berobat di pos-pos kesehatan

dan unit-unit kesehatan lainnya, membuat tabel, grafik dan pemetaan dan

melakukan analisis kecenderungan wabah dari waktu ke waktu dan analisis

data menurut tempat, RT, RW, desa dan kelompok-kelompok masyarakat

tertentu lainnya.

b. Mengadakan pertemuan berkala petugas lapangan dengan kepala desa, kader

dan masyarakat untuk membahas perkembangan penyakit dan hasil upaya

penanggulangan wabah yang telah dilaksanakan.

c. Memanfaatkan hasil surveilans tersebut dalam upaya penanggulangan wabah.

Hasil penyelidikan surveilans secara teratur disampaikan kepada kepala dinas

kesehatan kabupaten/kota, kepala dinas kesehatan provinsi dan Menteri up.

Direktur Jenderal sebagai laporan perkembangan penanggulangan wabah.

Page 61: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

17. Contoh Surveilans Nasional: Surveilans Gizi (Sumber: Kemenkes RI, 2012)

Tujuan

i. Umum

Terselenggaranya kegiatan surveilans gizi untuk memberikan gambaran

perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan indikator

khusus lain yang diperlukan secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan

dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan

menengah serta perumusan kebijakan.

ii. Khusus

a. Tersedianya informasi secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan

mengenai perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi:

1) Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan;

2) Persentase balita yang ditimbang berat badannya;

3) Persentase bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif;

4) Persentase rumah tangga mengonsumsi garam beriodium;

5) Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A;

6) Persentase ibu hamil mendapat 90 tablet Fe;

7) Persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi;

8) Persentase penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana.

b. Tersedianya informasi indikator gizi lainnya secara berkala jika

diperlukan, seperti:

1) Prevalensi balita gizi kurang berdasarkan antropometri;

2) Prevalensi status gizi anak usia sekolah, remaja dan dewasa;

3) Prevalensi risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia

Subur ( WUS) dan ibu hamil;

4) Prevalensi anemia gizi besi dan Gangguan Akibat Kurang Iodium

(GAKI), Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah gizi mikro lainnya;

5) Tingkat konsumsi zat gizi makro (energi dan protein) dan mikro

(defisiensi zat besi, defisiensi iodium);

6) Data pendistribusian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) dan

Pemberian Makanan Tambahan (PMT);

Page 62: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

7) Data terkait lainnya yang diperlukan.

Indikator (Indikator Keberhasilan Surveilans)

A. Indikator Input

a. Adanya tenaga manajemen data gizi yang meliputi pengumpul data dari

laporan rutin atau survei khusus, pengolah dan analis data serta penyaji

informasi

b. Tersedianya instrumen pengumpulan dan pengolahan data

c. Tersedianya sarana dan prasarana pengolahan data

d. Tersedianya biaya operasional surveilans gizi

B. Indikator Proses

a. Adanya proses pengumpulan data

b. Adanya proses editing dan pengolahan data

c. Adanya proses pembuatan laporan dan umpan balik hasil surveilans gizi

d. Adanya proses sosialisasi atau advokasi hasil surveilans gizi

C. Indikator Output

a. Tersedianya informasi gizi buruk yang mendapat perawatan

b. Tersedianya informasi balita yang ditimbang berat badannya (D/S)

c. Tersedianya informasi bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif

d. Tersedianya informasi rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium

e. Tersedianya informasi balita 6-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A

f. Tersedianya informasi ibu hamil mendapat 90 tablet Fe

g. Tersedianya informasi kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi

h. Tersedianya informasi penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah

bencana

i. Tersedianya informasi data terkait lainnya (sesuai dengan situasi dan

kondisi daerah)

Sumber Data dan Waktu Pelaporan

Page 63: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Alur Pelaporan dan Umpan Balik serta Koordinasi

Page 64: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Penjelasan Alur Pelaporan dan Umpan Balik serta Koordinasi:

1. Laporan kegiatan surveilans dilaporkan secara berjenjang sesuai sumber data

(bisa mulai dari Posyandu atau dari Puskesmas)

2. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi

berkoordinasi dengan Rumah Sakit (RS)2 Pusat/Provinsi/Kabupaten/ Kota

tentang data terkait, seperti data kasus gizi buruk yang mendapat perawatan.

3. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengirimkan rekapitulasi laporan dari

Puskesmas (Kecamatan) dan dari RS Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan

Provinsi dan Direktorat Bina Gizi, Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan

Anak, Kementerian Kesehatan RI, sesuai dengan frekuensi pelaporan.

4. Umpan balik hasil kegiatan surveilans disampaikan secara berjenjang dari

Pusat ke Provinsi setiap 3 bulan atau setiap saat bila terjadi perubahan kinerja,

dari Provinsi ke Kabupaten/Kota dan dari Kabupaten/Kota ke Kecamatan

(Puskesmas) serta Desa/Kelurahan (Posyandu) sesuai dengan frekuensi

pelaporan pada setiap bulan berikutnya.

Penyelidikan Epidemiologi

Penyelidikan epidemiologi yang dilakukan dalm surveilans gizi berupa

penyelidikan kasus gizi buruk balita, cakupan ASI eksklusif bayi 0-6 bulan,

rumah tangga mengonsumsi garam beriodium, balita 6-59 bulan yang mendapat

kapsul vitamin A, ibu hamil mendapat 90 Tablet Tambah Darah (TTD) atau tablet

Fe, kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi, dan penyediaan

bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana.

18. Monitoring dan Evaluasi Surveilans

Monitoring Surveilans Kesehatan dilaksanakan secara berkala untuk mendapatkan

informasi atau mengukur indikator kinerja kegiatan. Kinerja penyelengaraan Sistem

Surveilans Epidemiologi Kesehatan diukur dengan indikator masukan, proses dan

Page 65: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

keluaran. Monitoring dilaksanakan sebagai bagian dalam pelaksanaan surveilans yang

sedang berjalan. Disamping itu monitoring akan mengawal agar tahapan pencapaian

tujuan kegiatan sesuai target yang telah ditetapkan. Bila dalam pelaksanaan monitoring

ditemukan hal yang tidak sesuai rencana, maka dapat dilakukan koreksi dan perbaikan

pada waktu yang tepat. (PMK no. 45 Tahun 2014).

Indikator kinerja surveilans sebagaimana dimaksud pada peraturan menteri kesehatan no.

45 tahun 2014 paling sedikit meliputi:

a. kelengkapan laporan;

b. ketepatan laporan; dan

c. indikator kinerja surveilans lainnya yang ditetapkan pada masing-masing program.

Menurut keputusan menteri kesehatan no. 1116/MENKES/SK/VIII/2003 indikator-

indikator kinerja surveilans adalah sebagai berikut :

Page 66: Surveilans Epidemiologi FKM Undip
Page 67: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur hasil dari Surveilans Kesehatan yang telah

dilaksanakan dalam perode waktu tertentu. Disebabkan banyaknya aspek yang

berpengaruh dalam pencapaian suatu hasil, maka evaluasi objektif harus dapat

digambarkan dalam menilai suatu pencapaian program. Peran dan kontribusi Surveilans

Kesehatan terhadap suatu perubahan dan hasil program kesehatan harus dapat dinilai dan

digambarkan dalam proses evaluasi. (Peraturan Menteri Kesehatan no. 45 Tahun 2014).

19. Problematika Survailans Di Negara Berkembang

Permasalahan tidak berjalannya sistem surveilans tidak saja terjadi pada

sistemnya melainkan pada pelaksanaanya. Selain itu, pelaksanaan program surveilans

oleh unit kesehatan belum terintegrasi secara menyeluruh dan perlunya kehadiran petugas

kesehatan ditengah-tengah masyarakat sebagai tempat mereka bertanya tentang masalah

Page 68: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

kesehatan yang mereka hadapi agar dapat dicarikan aletrnatif dan solusi untuk

permasalahan tersebut. (WHO, 2006).

Lemahnya sistem investigasi dan surveilans di negara berkembang untuk penyakit

bawaan makanan menyebabkan angka kasus yang tinggi atau berita mengenai KLB

tersebut jarang ditemui, tetapi hal ini menggugah kewaspadaan negara diseluruh dunia

tentang potensi masalah yang membayangi dibidang keamanan makanan dan potensi

peningkatan serta penyebaran penyakit bawaan makanan. (WHO, 2006).

Oleh karena itu, masih banyak diperlukan pembenahan pada pelaksanaan program

surveilans agar dapat ditingkatkan derajat kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat

secara umum. (WHO, 2006).

Page 69: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Daftar Pustaka

Amiruddin, Ridwan. 2013. Surveilans Kesehatan Masyarakat. Bogor: IPB Press.

Arjuna, Fatkurahman. 2012. "Manfaat Epidemiolog".

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Fatkurahman%20Arjuna,%20

M.Or/sumber-data-kesehatan-masyarakat.pdf. Diakses pada 15 Juni 2015.

Budiarto, Eko dan Dwi Anggraeni. 2003. Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: EGC

Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: EGC

Budiarto, Eko. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: EGC

Budiarto, Eko. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran: Sebuah Pengantar. Jakarta:

EGC

Budioro. 2007. Pengantar Epidemiologi Edisi II. Semarang: Badan Penerbit Fakultas

Kesehatan Masyarakat Undip.

Bustan, M.N., 2006. Pengantar Epidemiologi (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Chandra, Budiman. 1995. Pengantar Statistika Kesehatan. Jakarta: EGC.

Churchill, Gilbert A. 2005. Dasar-Dasar Riset Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

Darwin, Eryati. 2014. Etika Profesi Kesehatan. Yogyakarta: Depublish.

DCP2. 2008. “Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics. Disease

Control Priority Project”. www.dcp2.org/file/153/dcpp-surveillance.pdf. Diakses

pada 9 Juni 2015.

Dinas Kesehatan Kota Semarang. 2004. Profil Dinas Kesehatan Kota Semarang 2004.

Semarang: Dinas Kesehatan Kota Semarang.

Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan

Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Erlinawati, Yulis. 2011. “Pengembangan Sistem Informasi Posyandu Guna Mendukung

Surveilans Kesehatan Ibu dan Anak Berbasis Masyarakat Pada Desa Siaga”.

Program Magister Keperawatan, Kekhususan Keperawatan Komunitas, Fakultas

Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

Fauziyah, Munaya. 2006. Bencana Alam: Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:

EGC

Page 70: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

J., Giesecke. 2002. Modern Infectious Disease Epidemiology. London: Arnold.

JHU (=Johns Hopkins University). 2006. Disaster epidemiology. Baltimore, MD: The

Johns Hopkins and IFRC Public Health Guide for Emergencies.

Kementerian Kesehatan RI. 2012. Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi. Jakarta:

Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1116/Menkes/Sk/Viii/2003

Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1479/Menkes/Sk/X/2003

Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 300/ MENKES/SK/IV/2009

Tentang Pedoman Penanggulangan Episenter Pandemi Influenza

Kesmas. 2013. “Pengertian Surveilans Kesmas”. http://www.indonesian-

publichealth.com/2013/07/teori-surveilans-kesmas.html. Diakses pada 9 Juni

2015.

Krisanti J, Diana dan Slamet Santoso. 2008. Metodologi Penelitian Biomedis Edisi 2.

Bandung: Danamartha Sejahtera Utama (DSU)

Montori, Soleman. 2013. "Apakah Diseminasi Informasi Itu".

http://www.manadokota.go.id/berita-1194-apakah--diseminasi--informasi--

itu.html. Diakses pada 15 Juni 2015.

Morton, Richard F.; J. Richard Hebel: dan Robert J. McCarter. 2009. Epidemiologi dan

Biostatistika: Panduan Studi Edisi 5. Jakarta :EGC

Murti, Bhisma. “Sejarah Epidemiologi”. Bagian Ilmu Kesehatan Mayarakat, Fakultas

Kedokteran, Universitas Sebelas Maret.

Nasry, Nur N. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta

Penn State Science. 2015. "10.3 - Sensitivity, Specificity, Positive Predictive Value, and

Negative Predictive Value".

https://onlinecourses.science.psu.edu/stat507/node/71. Diakses pada 18 Juni 2015.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501/Menkes/Per/X/2010

Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan

Upaya Penanggulangan

Page 71: Surveilans Epidemiologi FKM Undip

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2014 Tentang

Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:

EGC.

Romaguera, A. Raul., German, R.Robert & Klaucke N. Douglas, 2000 Evaluating

Public Health Surveillance in : Teutsch, M. Steven and Churchill, E. R. ed.

Principles and Practice of Public Health Surveillance: New york : Oxford

University Press pp.

Rutstein, David D. 1983. Sentinel Health Events (OCcupational): A Basis for Physician

Recognition And Public Health Surveilance. AJPH September 1963, Vol 73, No.

9. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1651048/. Diakses pada 14 Juni

2015.

Saraswati, Lintang Dian. 2015a. "Sumber-Sumber yang Secara Rutin Mengumpulkan

Data Untuk Surveilans".

Saraswati, Lintang Dian. 2015b. "Pertimbangan dalam Perencanaan Surveilans

Kesehatan Masyarakat".

Saraswati, Lintang Dian. 2015c. "Persoalan Etika dalam Surveilans".

Setyawan, Dodiet Aditya. 2014. Pengantar Sistem Informasi Geografis [Manfaat SIG

dalam Kesehatan Masyarakat]. Surakarta: Politeknik Kesehatan Surakarta.

Sugiasih, Ety. 2012. “Gambaran Pelaksanaan Surveilans Campak Di Puskesmas Cepu

Dan Tunjungan Kabupaten Blora Tahun 2012”. Universitas Negeri Semarang.

Supranto, J. 2007. Statistik untuk Pemimpin Berwawasan Global. Jakarta: Salemba

Empat

Turnock, Bernard J. 2014. Essentials of Public Health. United States: Jones & Bartlett

Publishers.

WHO. 2001. “An integrated approach to communicable disease surveillance”. Weekly

epidemiological record, 75: 1-8. http://www.who.int/wer/

WHO. 2002. Surveillance: slides. http://www.who.int

WHO. 2006. Penyakit Bawaan Makanan: Fokus Pendidikan Kesehatan. Jakarta: EGC.