SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

22
Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr 1. MATERI METODE 1.1. Materi 1.1.1. Alat Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pisau, telenan, kain saring, penggiling daging, plastic, freezer, texture analyzer dan pengepres. 1.1.2. Bahan Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan, garam, gula pasir, polifosfat dan es batu. 1.2. Metode 1 Pencucian ikan bawal hingga bersih Pemisahan ikan dari kepala, sirip, ekor dan isi perut (Fillet daging ikan) )

description

Praktikum ini membahas mengenai proses pengolahan surimi serta beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas surimi.

Transcript of SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Page 1: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Fillet ikan ditimbang dan diambil 100 gr

1. MATERI METODE

1.1. Materi

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pisau, telenan, kain saring, penggiling

daging, plastic, freezer, texture analyzer dan pengepres.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ikan, garam, gula pasir,

polifosfat dan es batu.

1.2. Metode

1

Pencucian ikan bawal hingga bersih

Pemisahan ikan dari kepala, sirip, ekor dan isi perut

(Fillet daging ikan)

)

Page 2: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

2

Fillet ikan dihaluskan dengan menggunakan alat penggiling daging dan ditambah es batu

Daging yang sudah halus dicuci dengan air es batu sebanyak 3 kali

Penyaringan daging giling hingga kering (tidak menggumpal)

Penambahan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok 1,2); 5% (kelompok 3, 4, 5), garam sebanyak 2,5% dan polifosfat sebanyak 0,1% (kelompok 1); 0,3%

(kelompok 2, 3); 0,5% (kelompok 4, 5)

Daging dibekukan selama 1 malam di dalam freezer

Page 3: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

3

Thawing

Pengujian sensori meliputi kekenyalan dan aroma

Uji hardness menggunakan texture analyzer

Surimi dipress menggunakan presser untuk mengetahui WHC

Hasil press digambar di milimeter blok

Page 4: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

4

Penghitungan WHC :

Page 5: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan surimi berdasarkan uji hardness, WHC dan uji sensori dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengamatan Surimi

Kel. PerlakuanHardness

(gf)WHC

(mg H2O)Sensori

Kekenyalan Aroma

1Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,1%108,24 188832,63 + + +

2Sukrosa 2,5% + garam 2,5%

+ polifosfat 0,3%121,52 216793,25 + + + +

3Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,3%188,05 130435,97 + + + + +

4Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%103,44 271751,05 + + + +

5Sukrosa 5% + garam 2,5% +

polifosfat 0,5%91,87 273975,32 + + + + +

Keterangan :Kekenyalan Aroma + : tidak kenyal + : tidak amis + + : kenyal + + : amis+ + + : sangat kenyal + + + : sangat amis

Hasil pengamatan diatas dapat dilihat dengan beberapa perlakuan terhadap fillet ikan,

didapatkan hasil yang berbeda. Penambahan sukrosa sebanyak 5%, garam 2,5%, dan

polifosfat 0,3% menghasilkan fillet ikan dengan nilai hardness tertinggi yaitu 188,05 gf,

tekstur yang kenyal dan aroma yang sangat amis. Hasil tersebut dapat dilihat pada hasil

pengamatan kelompok D3. Kelompok D5 dengan perlakuan yang berbeda memiliki

nilai hardness paling rendah yaitu 91,87 gf. Pada kelompok ini diberi perlakuan dengan

penambahan sukrosa sebesar 5%, garam sebesar 2,5%, dan polifosfat sebesar 0,5%.

Pada tabel hasil pengamatan juga dijelaskan nilai WHC pada masing-masing perlakuan.

Kelompok D5 memiliki nilai WHC paling tinggi yaitu 273975,32 mgH2O dengan

perlakuan penambahan sukrosa sebesar 5%, garam sebesar 2,5%, dan polifosfat sebesar

0,5%. Kelompok D3 memiliki nilai WHC paling rendah yaitu 130435,97 mgH2O

dengan perlakuan penambahan sukrosa sebanyak 5%, garam 2,5%, dan polifosfat 0,3%

5

Page 6: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

3. PEMBAHASAN

Ikan merupakan sumber utama dari asam lemak n-3. EPA dan DHA merupakan

substansi yang berguna pada ikan (Ozogul et al., 2005). Teori Watabe (1990)

menjelaskan bahwa di dalam daging ikan terdapat protein miofibril yang merupakan

bagian terbesar dalam jaringan daging ikan, sifat protein ini dapat larut dalam larutan

garam. Protein ini terdiri dari miosin, aktin, dan juga protein regulasi seperti

(tropomiosin, troponin, dan aktinin). Dalam praktikum teknologi hasil laut ini

membahas mengenai surimi, dimana pengertian surimi menurut Chairita et al., (2009)

yaitu salah satu produk teknologi hasil laut berupa produk setengah jadi yang dihasilkan

dari daging ikan. Dalam teori ini juga dijelaskna bahwa terdapat dua jenis surimi, yaitu

ka-en surimi dan mu-en surimi. Pengertian dari ka-en surimi adalah surimi yang dibuat

dengan adanya penambahan garam pada konsentrasi tertentu, sementara pengertian mu-

en surimi adalah surimi yang dibuat tanpa adanya penambahan garam.

Pada teori Nurkhoeriyati et al., (2008) menjelaskan bahwa produk surimi merupakan

produk yang digunakan sebagai bahan baku antara untuk pembuatan berbagai macam

produk makanan laut, seperti daging kepiting tiruan, bakso ikan, sosis ikan dan

beberapa produk makanan laut lainnya. Selain itu, dalam jurnal Comparisons of the

Properties of Whitemouth Coaker (Micropoginias furnieri) Surimi and Mechanically

Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material dijelaskan bahwa surimi merupakan

bukan hanya produk yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan bakso ikan.

Tetapi surimi juga dapat bermanfaat sebagai salah satu sumber protein hewani. Selain

itu dalam jurnal Recovery and Utilization of Protein Derived From Surimi Wash-water

dijelaskan bahwa dengan proses recovery air pencucian protein, dapat digunakan

kembali atau dapat ditambahkan dalam persentase yang rendah dalam pembuatan

produk surimi.

Nopianti et al., (2010) menyebutkan bahwa surimi merupakan produk ikan yang protein

miofibrilnya distabilisasi, kemudian daging ikan tersebut dihancurkan atau dihaluskan,

dan diberi penambahan krioprotektan untuk memperpanjang umur simpan produk.

6

Page 7: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

Secara proses leaching, maka komponen larut air termasuk protein sarkoplasma yang

terdapat dalam tubuh ikan akan hilang. Proses penghilangan protein sarkoplasma dari

dalam daging ikan ini bertujuan agar daging ikan dapat membentuk gel secara

sempurna. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa surimi merupakan produk yang

dihasilkan dari daging ikan tanpa tulang yang dibersihkan dengan air, serta dibekukan.

Pada praktikum ini, tahapan yang dilakukan dalam pembuatan surimi yaitu pertama –

tama ikan bawal harus dicuci bersih dengan air mengalir kemudian ikan bawal

ditimbang beratnya. Pada tahap pencucian ini sesuai dengan teori Ng dan Huda (2011)

yang menjelaskan bahwa pada proses pencucian surimi dapat berpengaruh terhadap sifat

pembentukan gel dan kualitas dari produk surimi yang dihasilkan. Dalam jurnal

Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi: A Review dijelaskan

bahwa tidak hanya proses pencucian yang menjadi faktor utama dalam kemampuan

pembentukan gel pada surimi, tetapi tingkat kesegaran dari bahan baku yang digunakan

juga menjadi faktor pembentukkan gel pada surimi. Proses pencucian ini akan lebih

efektif untuk mengkonsentrasikan protein myofibril dengan tujuan untuk meningkatkan

sifat fungsional dari produk surimi. Dalam teori ini ditambahkan bahwa pada proses

pencucian dengan menggunakan larutan alkali lebih menguntungkan dibandingkan

pencucian dengan menggunakan air biasa. Proses pencucian ini bertujuan untuk

menghilangkan lemak serta protein sarkoplasma yang dapat berefek negatif terhadap

kualitas produk surimi yang dihasilkan. Kombinasi paling baik dalam proses ini adalah

pencucian dengan menggunakan 0.04M sodium fosfat dan dilakukan sebanyak 3 kali

pencucian. Selain itu teori Shahidi (1994) menambahkan bahwa tujuan dari proses

pencucian dengan air terhadap daging lumat ikan yaitu untuk menghilangkan darah, bau

ikan, dan juga membuang protein sarkoplasma yang dapat menghambat pembentukan

gel. Protein stroma merupakan protein yang dapat membentuk jaringan ikat dan bersifat

tidak dapat larut dalam cairan dengan kekuatan ion yang tinggi.

Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam praktikum ini adalah dengan memisahkan

ikan bawal dari kepala, sirip, ekor, sisik, isi perut, dan kulit. Setelah dipisahkan, bagian

yang digunakan dalam tahap selanjutnya adalah daging ikan berwarna putih. Daging

yang digunakan sebanyak 100 gram. Setelah daging diambil sebnayak 100 gram,

7

Page 8: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

kemudian daging ikan dihaluskan. Pada tahap penghaluskan ikan ini juga dilakukan

penambahan es batu agar suhu ikan tetap rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang

dijelaskan oleh Koswara et al., (2001) bahwa dengan penambahan es batu atau air es

pada saat proses penghalusan bertujuan agar suhu adonan selama penghalusan dan

proses ekstraksi protein dapat berjalan dengan baik. Selain itu penambahan air juga

berfungsi untuk melarutkan garam dan menyebarkannya secara merata pada seluruh

bagian daging, serta memudahkan proses ekstraksi protein dari daging dan dapat

membantu dalam proses pembentukan emulsi.

Langkah selanjutnya dalam pembuatan surimi adalah dengan penambahan sukrosa

sebanyak 2,5% dari berat sampel untuk kelompok D1 dan D2, serta penambahan

sukrosa sebanyak 5% dari berat sampel untuk kelompok D3 - D5. Penambahan sukrosa

dalam tahap ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dari protein myofibrillar dalam

menahan air. Hal ini disebabkan karena gula bersifat dapat meningkatkan tegangan

permukaan molekul protein, sehingga air dapat dipertahankan dalam jaringan denaturasi

protein (Utomo, et al., 2004). Dari hasil pengamatan, diperoleh nilai yang berbeda

untuk hardness dan WHC pada setiap kelompok. Hal ini disebabkan karena pemberian

sukrosa yang berbeda antar kelompok. Pada kelompok D1 dan D2 menggunakan

sukrosa dengan konsentrasi 2,5% menghasilkan nilai hardness sebesar 108,24 gf dan

121,52 gf. Pada kelompok D3 sampai dengan D5 didapatkan nilai hardness sebesar

188,05 gf, 103,44 gf, dan 91,873 gf. Perbedaan nilai hardness yang didapat ini

disebabkan karena konsentrasi sukrosa yang digunakan berbeda. Semakin besar

konsentrasi sukrosa yang digunakan, maka tingkat kekuatan untuk mengikat airnya akan

semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan teori yang sudah dijelaskan sebelumnya dan hasil

yang didapat oleh kelompok D3, dengan penggunaan sukrosa sebesar 5%, nilai

hardness yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan kelompok D1 dan D2 yang

menggunakan sukrosa dengan konsentrasi 2,5%.

Efek dari penambahan sukrosa terhadap nilai WHC pada masing-masing kelompok

adalah semakin tinggi konsentrasi sukrosa yang ditambahkan, maka nilai WHC akan

semakin tinggi. Hal ini dijelaskan pada teori Nowsad et al., (2000) yang menjabarkan

bahwa sukrosa memiliki sifat yang dapat meningkatkan kemampuan dalam

8

Page 9: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

pembentukan gel. Selain itu sukrosa juga memiliki sifat meningkatkan kelarutan protein

dan menurunkan susut masak dari produk surimi yang dihasilkan. Berdasarkan teori

tersebut, dapat dilihat pada hasil pengamatan masing-masing kelompok didapat nilai

WHC yang berbeda. Pada kelompok D1 dan D2 dengan penambahan sukrosa sebesar

2,5% memiliki nilai WHC sebesar 1888832,63 mgH2O dan 216793,25 mgH2O. Pada

kelompok D3, D4 dan D5 dengan penambahan sukrosa sebesar 5%, didapatkan nilai

WHC sebesar 130435,97 mgH2O, 271751,05 mgH2O, dan 273975,32 mgH2O. Dari hasil

pengamatan yang didapat, terdapat kelompok yang tidak sesuai dengan teori. Pada

kelompok D3 didapatkan nilai WHC paling rendah, padahal pada kelompok tersebut

konsentrasi sukrosa yang ditambahkan sebanyak 5%. Hal ini tidak sesuai dengan teori

dari Utomo et al., (2004) yang menjelaskan bahwa penambahan sukrosa pada surimi

dapat meningkatkan kemampuan dari protein myofibrillar dalam menahan air. Hal ini

disebabkan karena gula dapat meningkatkan tegangan permukaan pada molekul protein

sehingga air dapat dipertahankan dalam jaringan denaturasi protein. Hasil pengamatan

yang didapat seharusnya dengan penambahan konsentrasi sukrosa, maka nilai WHC

yang didapat juga semakin tinggi. Hasil yang tidak sesuai ini dapat disebabkan karena

ketidaktepatan praktikan saat melakukan penimbangan sukrosa, pencucian ikan yang

kurang bersih, serta perhitungan yang kurang tepat.

Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah dengan menambahkan garam dengan

konsentrasi sebesar 2,5% untuk semua kelompok. Tujuan utama dalam penambahan

garam pada tahap ini adalah untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan. Hal paling

penting dari penambahan garam yaitu untuk menghasilkan jeli yang kuat. Teori Niwa

(1992) menyebutkan bahwa tujuan lain dari penambahan garam pada praktikum ini

adalah untuk memudahkan keluarnya air dari daging ikan yang telah digiling.

Penambahan garam dapat melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang sangat penting

untuk pembentukan gel yang kuat. Hasil pengamatan dengan penambahan garam

sebanyak 2,5% pada masing-masing kelompok berbeda. Nilai hardness paling tinggi

ada pada kelompok D3 yaitu sebesar 188,05 gf. Sedangkan nilai hardness paling rendah

ada pada kelompok D5 yaitu sebesar 91,87 gf. Hasil pengamatan ini tidak dapat

dibandingkan karena konsentrasi garam yang digunakan pada seluruh kelompok sama

yaitu 2,5%. Tetapi penambahan garam dalam pembuatan surimi ini juga harus

9

Page 10: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

diperhatikan. Hal ini sesuai dengan teori yang dijelaskan Niwa (1992) bahwa adanya

penambahan garam dengan konsentrasi yang rendah (di bawah 2%) dapat

mengakibatkan protein miofibril menjadi tidak dapat larut, sedangkan penambahan

garam dengan konsentrasi yang cukup tinggi (di atas 12%) akan mengakibatkan daging

ikan terhidrasi dan akan menimbulkan salting-out dari garam tersebut. Salting-out ini

dapat terjadi ketika konsentrasi garam meningkat, sehingga beberapa molekul air

berikatan dengan ion garam. Pada jurnal Effect of Different Salts on Dewatering and

Properties of Yellowtail Barracuda Surimi dijelaskan bahwa pencucian dengan

menggunakan garam dapat berpengaruh terhadap tingkat kekenyalan dari surimi yang

dihasilkan. Hal ini disebabkan karena dengan adanya pencucian dengan menggunakan

garam tersebut dapat berpengaruh terhadap sifat pembentukkan gel pada surimi yang

akan berdampak pada tingkat kekenyalan surimi.

Sementara itu, langkah selanjutnya pada praktikum ini adalah diberikan perlakuan

dengan penambahan polifosfat. Pengertian mengenao polifosfat ini menurut (Nowsad et

al., 2000) merupakan salah satu krioprotektan yang dapat meningkatkan kekuatan

tekstur dan retensi kelembaban selama proses pengolahan surimi oleh peningkatan pH,

kekuatan ion, dan kelarutan protein. Pada tahap ini, konsentrasi yang digunakan setiap

kelompok berbeda. Kelompok D1 menggunakan polifosfat dengan konsentrasi sebesar

0,1% dari berat sampel, kelompok D2 dan D3 menggunakan polifosfat sebesar 0,3%

dari berat sampel, dan kelompok D4 serta D5 menggunakan polifosfat sebesar 0,5% dari

berat sampel. Fungsi penambahan senyawa polifosfat menurut teori Lanier (1992)

adalah untuk meningkatkan daya ikat air. Penambahan polifosfat juga dapat berfungsi

untuk membantu fungsi dari senyawa cryoprotectan. Dalam teori Utomo, et al., (2004)

menjelaskan bahwa tingkat kemampuan surimi dalam mengikat air akan semakin baik

dengan adanya penambahan sodium polyphosphat yang semakin tinggi. Hal ini

disebabkan karena dengan adanya penambahan senyawa sodium tripoliphosphat akan

menyebabkan terbentuknya pengikatan melintang antara aktin dan miosin, hal ini

menyebabkan pemerangkapan air dalam jaringan protein.

Tahap terakhir dari proses pembuatan surimi adalah pengemasan dan pembekuan

selama satu malam. Tahapan pembuatan surimi ini sesuai dengan teori yang disebutkan

10

Page 11: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

oleh Djazuli (2009). Pada teori ini dijelaskan bahwa tahap pembuatan surimi meliputi

tahapan pencucian dengan menggunakan larutan garam dingin, tahapan pengepresan,

tahapan penambahan bahan tambahan berupa bumbu, tahapan pengepakan dan tahapan

pembekuan. Pada tahapan ini, jika tidak dilakukan dengan tepat akan menyebabkan sifat

fungsional protein yang terdapat dalam surimi, seperti misalnya pembentukkan gel,

kelarutan protein dan juga sifat resistensi air. Fungsi tersebut dapat hilang karena

adanya proses denaturasi protein. Proses ini saling berkaitan karena dengan penggunaan

suhu yang rendah dapat berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi zat terlarut dan

juga dehidrasi, kedua hal tersebut dapat berkontribusi terhadap denaturasi protein

(Nowsad et al., 2000). Pada jurnal Influence of The Mixing Process On Surimi Seafood

Paste Properties and Structure dijelaskan bahwa dengan perbedaan suhu dapat

mempengaruhi tekstur pada produk surimi yang dihasilkan. Selain itu dalam jurnal ini

juga dijelaskan bahwa ukuran partikel yang digunakan dalam proses pembuatan surimi

juga menjadi faktor kekenyalan surimi yang dihasilkan.

Teori Agustini et al., (2008) menjelaskan bahwa ada dua faktor yang dapat

mempengaruhi tingkat kualitas produk surimi yang dihasikan,yaitu kesegaran bahan

baku yang digunakan dan kiropektan. Zat yang berperan sebagai anti denaturasi pada

proses pembekuan ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kualitas

surimi yang dihasilkan. Dalam proses pembekuan, akan terjadi kerusakan pada produk

akibat proses denaturasi protein, dehidrasi, dan oksidasi lipid. Gula sebagai salah satu

contoh zat kriopektan berperan sebagai agen krioprotektif yang dapat meningkatkan

permukaan geser air dengan tujuan melindungi proses hilangnya molekul protein dalam

bahan. Adanya penambahan krioprotektan dapat berpengaruh untuk meningkatkan

kualitas dan daya ikat air surimi.

11

Page 12: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

4. KESIMPULAN

Surimi adalah produk olahan ikan yang dianggap sebagai produk setengah jadi.

Surimi biasa diolah menjadi produk-produk beberapa pengembangan seperti bakso

ikan, sosis ikan, nugget ikan, dll.

Terdapat 2 jenis surimi, yaitu surimi yang dibuat tanpa penambahan garam (mu-en

surimi) dan surimi yang ditambah garam (ka-en surimi).

Surimi mempunyai sifat pembentukan gel dan daya ikat air yang tinggi.

Proses pembuatan surimi meliputi proses pencucian dengan larutan garam dingin,

pengepresan, penambahan bahan tambahan (food additive), pengepakan dan

pembekuan.

Bagian terbesar dalam jaringan daging ikan adalah protein miofibril.

Faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas surimi adalah kesegaran bahan baku

dan krioprotektan.

Krioprotektan adalah zat yang bertindak sebagai agen anti denaturasi selama

penyimpanan beku.

Sukrosa merupakan salah satu bahan cryoprotectant (bahan anti denaturasi protein

terhdap pembekuan).

Penambahan gula akan meningkatkan kapasitas dari protein myofibrillar dalam

menahan air.

Penambahan polifosfat bertujuan untuk menambah kelembutan dan memperbaiki

sifat surimi, terutama sifat elastisitas atau kekenyalan.

Penambahan garam bertujuan untuk melepaskan miosin dari serat-serat ikan yang

sangat penting untuk pembentukan jeli yang kuat.

Semakin tinggi daya serap air maka semakin kenyal gel yang terbentuk.

Semarang, 27 Oktober 2015

Praktikan Asisten Praktikum

Caesar July Fiani Putri Yusdhika Bayu S.

13.70.0134

12

Page 13: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

5. DAFTAR PUSTAKA

Agustini, Tri Winarni, YS. Darmanto dan Danar Puspita Kurnia Putri.2008. Evaluation On Utilization Of Small Marine Fish To Produce Surimi Using Different Cryoprotective Agents To Increase The Quality Of Surimi. Journal of Coastal Development ISSN : 1410-5217 Volume 11, Number 3,131-140.

Chairita; Linawati Hardjito; Joko Santoso; dan Santoso. (2009). Karakteristik Bakso Ikan dari Campuran Surimi Ikan Layang (Decapterus spp.) dan Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) pada Penyimpanan Suhu Dingin. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Vol XII Nomor 1Tahun 2009.

Djazuli, Nazori. (2002). Penanganan dan Pengolahan Produk Perikanan Budidaya dalam Menghadapi Pasar Global : Peluang dan Tantangan. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor.

F. Ducept, T. de Broucker, J.M. Soulie, G. Trystram, G. Cuvelier. 2012. Influence of The Mixing Process On Surimi Seafood Paste Properties and Structure. Journal of Food Engineering 108, 557-562.

J.J. Stine, L. Pedersen, S. Smiley, P.J. Bechtel. 2012. Recovery and Utilization of Protein Derived From Surimi Wash-Water. Journal of Food Quality ISSN 1745-4557.

Kosol Lertwittayanon, Soottawat Benjakul, Sajid Maqsood, and Angel B Encarnacion. 2013. Effect of Different Salt On Dewatering and Properties Of Yellowtail Barracuda Surimi. Journal of International Aquatic Research, 5:10.

Koswara S, Hariyadi P, Purnomo EH. 2001. Tekno Pangan dan Agroindustri. Jakarta: UI Press.

Martin-Sanchez, C. Navarro, J.A. Perez-Alvarez, and V. Kuri. 2009. Alternatives for Efficient and Sustainable Production of Surimi:A Review. Comprehensive reviews in Food Science and Food Safety, Vol. 8.

Ng, X. Y. Dan N. Huda. 2011. Thermal Gelation Properties and Quality Characteristics of Duck Surimi-like Material (Duckrimi) as Affected by The Selected Washing Processes. International Food Research Journal 18:731-740 (2011).

Niwa, E. (1992). Chemistry Of Surimi Gelation. Dalam Lanier TC, Lee CM (editors). Surimi Technology. New York: Marcell Dekker Inc.Nopianti R., N. Huda, dan N. Ismail. 2010. Loss of Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and Improvement of Gel-Forming Propertien of Surimi (review). Asian Journal of Food and Agro-Industry 2010, 3(06), 535-547.

13

Page 14: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

Nurkhoeriyati, T.; Nurul Huda; dan Ruzita Ahmad. (2008). Perkembangan Terbaru Teknologi Surimi. Pusat Pengajian Teknologi Industri. Universitas Sains Malaysia. Pulau Pinang: Malaysia.

Ozogul, Yesim, Fatih Ozogul, and A.Ilkan Olgunoglu. (2005). Fatty Acid Profile and Mineral Content of The Wild Snail (Helix pomatia) from The Region of The South of The Turkey. Europe Food Research Technology 221: 547-549.

Shahidi, F. (1994). Seafood Protein and Preparation of Protein Concentrate. Di dalam: Shahidi F, Botta JR, editor. Seafood, Chemistry, Processing, Technology and Quality. London: Chapman and Hall. Page. 45-78.

Utomo, Adrianus Rulianto, Susana Ristiarini, Stephanus Rio Reynaldo. 2004. Penentuan Kombinasi Terbaik Penambahan Maltodekstrin De-12 Dan Stpp Pada Pengolahan Surimi Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis). Seminar Nasional dan Kongres Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI). ISBN : 979-99965-0-3.

Watabe, S. (1990). The Chemistry Of Protein From Marine Mamal. In Science of Processing Marine Food Product. Japan: Japan International Agency.

William Renzo, Gustavo Graciano, Carlos Prentice. 2012. Comparisons of the

Properties of Whitemouth Croaker (Micropogonias furnieri) Surimi and Mechanically

Deboned Chicken Meat Surimi-Like Material. Journal of Food and Nutrition Sciences,

Number 3, 1480-1483.

14

Page 15: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

Kelompok D1

Kelompok D2

Kelompok D3

15

Page 16: SURIMI_Caesar July Fiani P_13.70.0134_D4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

Kelompok D4

Kelompok D5

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal

16