Surimi_Anindita Putri A_13.70.0201_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA
-
Upload
praktikumhasillaut -
Category
Documents
-
view
9 -
download
2
description
Transcript of Surimi_Anindita Putri A_13.70.0201_A2_UNIKA SOEGIJAPRANATA
SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Anindita Putri A. 13.70.0201
Kelompok A2
PROGAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI METODE
1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam prakitkum ini adalah pisau, telenan, kain saring ukuran
30x30 cm, penggiling daging, dan freezer.
1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam prakitkum ini adalah daging ikan, garam, gula pasir,
polifosfat, es batu.
1.3. Metode
Ikan dicuci bersih dengan air mengalir dan ditimbang beratnya
Daging ikan di-fillet dengan memisahkan bagian kepala, sirip, ekor, sisik, kulit, dan
bagian perutnya, kemudian diambil bagian daging putih sebanyak 100 gram.
Daging ikan digiling hingga halus dan selama penggilingan dapat ditambahkan es
batu untuk menjaga suhu tetap rendah.
Daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali lalu disaring dengan
menggunakan kertas saring.
Residu ditambahkan dengan sukrosa sebanyak 2,5% (kelompok A1 dan A2) dan
5% (kelompok A3, A4, dan A5)
Dimasukkan dalam plastik dan dibekukan dalam freezer selama semalam.
Surimi di-thawing lalu diukur hardness menggunakan texture analyzer
Dilakukan uji pengukuran WHC pada surimi, dimana surimi beku dipipihkan
menggunakan alat penekan (presser)
Ditambahkan garam sebanyak 2,5% (semua kelompok), dan polifosfat sebanyak
0,1% (kelompok A1), 0,3% (kelompok A2 dan A3), dan 0,5% (kelompok A4 dan
A5).
Dilakukan uji sensoris pada surimi yang meliputi kekenyalan dan aroma.
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan analisa pembuatan surimi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Surimi
Kelompok PerlakuanHardness
(gf)WHC
(mg H2O)Sensoris
Kekenyalan Aroma
A1Sukrosa 2,5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,1%- 337.468,35 +++ +++
A2Sukrosa 2,5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,3%361,64 207.510,55 ++ ++
A3Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,3%271,72 246.118,14 ++ ++
A4Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%105,85 237.573,84 ++ ++
A5Sukrosa 5% + garam 2,5% +
polifosfat 0,5%143,79 210.042,19 ++ ++
Keterangan:Kekenyalan Aroma+ : Tidak kenyal + : Tidak amis++ : Kenyal ++ : Amis+++ : Sangat Kenyal +++ : Sangat amis
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa, kelompok A1 mendapatkan perlakuan
penambahan sukrosa 2,5%, garam 2,5%, dan poliphospat 0,1%; kelompok A2
mendapatkan perlakuan sukrosa 2,5%; garam 2,5%, dan poliphospat 0,3%; kelompok
A3 mendapatkan perlakuan sukrosa 5%; garam 2,5%, dan poliphospat 0,3%; kelompok
A4 mendapatkan perlakuan sukrosa 5%; garam 2,5%, dan poliphospat 0,5%; sedangkan
kelompok A5 mendapatkan perlakuan sukrosa 5%; garam 2,5%, dan poliphospat 0,5%.
Pada hasil percobaan tingkat kekerasan surimi kelompok A1 tidak terdeteksi adanya
hardeners, kelompok A4 mendapatkan nilai hardners terendah yaitu 105,85 gf, dan
kelompok A2 mendapatkan nilai hardners paling tinggi yaitu 361,64 gf. Hasil
perhitungan WHC kelompok A5 mendapatkan nilai terendah yaitu sebesar 20928,27 mg
H2O sedangkan kelompok A1 mendapatkan nilai tertinggi pada perhitungan WHC yaitu
sebesar 337468,35 mg H2O. Kemudian hasil pengamatan sensori pada kekenyalan
surimi dihasilkan bahwa kelompok A1 mendapatkan tingkat kekenyalan yang sangat
tinggi dibandingkan dengan kelompok A2, A3, A4, dan A5 karena memiliki tingkat
kekenyalan kenyal saja. Sedangkan untuk hasil pengamatan sensori pada aroma surimi
didapatkan hasil bahwa, kelompok A1 mendapatkan hasil sensori sangat amis
dibandingkan dengan kelompok A2, A3, A4, dan A5 yang mendapatkan hasil sensori
amis.
3. PEMBAHASAN
Ikan adalah salah satu sumber bahan pangan bermutu tinggi karena ikan banyak
mengandung protein yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia, tetapi ikan mudah
busuk (perishable) atau rusak, sehingga adanya usaha untuk memperpanjang umur
simpan ikan dengan cara pengolahan ikan menjadi produk yang bersifat tahan lama
(contonya surimi, sosis, bakso, dll) (Liptan, 2000). Pada praktikum surimi kloter A
menggunakan bahan utama ikan patin, daging ikan akan digunakan untuk praktikum
surimi sedangkan bagian tulang ikan, sirip, ekor, dan kepala akan digunakan untuk
praktikum pembuatan kecap ikan. Ikan patin (Pangasius sp.) adalah salah satu jenis ikan
asli perairan Indonesia yang telah berhasil didomestikasi. Jenis–jenis ikan patin di
Indonesia sangat banyak, beberapa diantaranya antara lain Pangasius pangasius atau
Pangasius jambal, Pangasius humeralis, Pangasius lithostoma, Pangasius nasutus,
pangasius polyuranodon, Pangasius niewenhuisii. Ikan patin mempunyai bentuk tubuh
memanjang, berwarna putih perak, dan punggung berwarna kebiruan. Ikan patin tidak
memiliki sisik sedangkan kepala ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung
kepala agak ke bawah. Panjang tubuh ikan patin dapat mencapai 120 cm. Pada bagian
mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip pada
bagian punggung memiliki sebuah jari–jari keras yang berubah menjadi patil yang besar
dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari–jari lunak pada sirip punggungnya
terdapat 6 – 7 buah (Kordi, 2005). Taksonomi ikan patin (Pangasius hypophtalmus)
yaitu:
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Famili : Pangasidae
Kingdom : Animalia
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius hypophtalmus
Nama Inggris : Catfish
Nama lokal : Ikan patin, Santoso (1996).
Surimi memiliki fungsi sebagai salah satu alternatif produk perantara sehingga penting
untuk dapat mengetahui proses pembuatannya. Menurut teori Miyauchi (1970) yang
menyatakan bahwa, produk surimi termasuk dalam produk semi processed dimana
protein ikan yang menjadi bahan dasar untuk pembuatan sosis, nugget, dan bakso
berbasis daging ikan.
Proses pembuatan surimi yaitu, pertama-tama ikan patin dicuci dengan air mengalir,
kemudian bagian kepala, sirip ekor, sisik, isi perut, dan kulit diambil sehingga
didapatkan bentuk daging yang sudah difillet. Sebanyak 100 gram daging ikan berwarna
putih ditimbang dan setelah itu digiling hingga halus. Selama proses penggilingan
daging ikan diberi tambahan es batu agar suhu tetap terjaga rendah. Daging ikan patin
dicuci dengan air es memiliki fungsi untuk menghilangkan kandungan lemak dan bahan
lain (darah, enzim, pigmen, dan zat yang berbau) yang terkandung serta tidak
diinginkan dalam proses selain itu air es juga dapat meningkatkan konsentrasi miofibril
dalam ikan dan juga dapat meningkatkan kemampuan pembentukan gel pada surimi
(Turan & Sonmez, 2008). Lalu daging ikan dicuci dengan air es sebanyak 3 kali untuk
kemudian daging disaring menggunakan kain saring. Kimball (1992) menjelaskah
bahwa, proses penyaringan dilakukan bertujuan untuk memisahkan bagian-bagian yang
tidak diharapkan seperti cairan. Kemudian daging fillet kering dimasukkan kedalam
plastik dan diberi perlakuan yang berbeda-beda tiap kelompok yaitu dengan
penambahan sukrosa, garam, dan polifosfat.
Kelompok A1 diberi bahan tambahan sukrosa sebesar 2,5%; garam sebesar 2,5%; dan
polifosfat sebesar 0,1%; kelompok A2 diberi bahan tambahan sukrosa sebesar 2,5%;
garam sebesar 2,5%; dan polifosfat sebesar 0,3%; kelompok A3 diberi bahan tambahan
sukrosa sebesar 5%; garam sebesar 2,5%; dan polifosfat sebesar 0,3%; lalu kelompok
A4 diberi bahan tambahan sukrosa sebesar 5%; garam sebesar 2,5%; dan polifosfat
sebesar 0,5%; sedangkan kelompok A5 diberi bahan tambahan sukrosa sebesar 5%;
garam sebesar 2,5%; dan polifosfat sebesar 0,5%. Penambahan bahan tambahan garam,
polifosfat, dan sukrosa sesuai dengan teori Suzuki (1981) yang menyatakan bahwa,
tujuan penambahan garam adalah untuk menghilangkan lendir dan kotoran pada daging
ikan dan juga dapat digunakan untuk mengekstrak protein aktomiosin sehingga dapat
membentuk pasta sol aktomiosin. Garam yang ditambahkan juga dapat digunakan untuk
melarutkan protein miofibril sehingga miosin dapat berikatan dengan aktin secara
mudah dan membentuk aktimiosin yang memiliki peran dalam proses pembentukan gel.
Wibowo (2004) juga menambahkan bahwa, penambahan garam yang terlalu sedikit
dapat menjadikan tekstur yang dihasilkan surimi kurang baik karena proses ekstrak
protein aktomiosin terjadi secara tidak sempurna namun, jika terlalu banyak garam yang
ditambahkan akan menimbulkan efek saling-out serta dapat memicu denaturasi protein.
Kemudian untuk penambahan sukrosa berfungsi sebagai bahan pecegah terjadinya
denaturasi protein pada proses pengeringan ataupun pembekuan (Huda, et all, 2001).
Selain itu sukrosa juga dapat digunakan untuk meningkatkan nilai dari kekuatan gel
yaitu sebesar ± 4% (Agustini et al., 2008). Pada praktikum surimi ini juga ditambahan
bahan tambahna polifosfat yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan dalam
membentuk gel, meningkatkan kekuatan gel, meningkatkan kekompakan tekstur surimi,
selain itu juga berpengaruh terhadap kekenyalan tekstur surimi (Peranginangin et al.,
1999).
Setelah masing-masing kelompok menambahkan bahan tambahan tersebut, plastik
daging ikan diikat dan dimasukkan ke dalam freezer pada suhu -10oC hingga -20oC
selama 1 malam. Penyimpanan surimi di dalam freezer memiliki bertujuan agar kualitas
surimi tetap optimal karena pada suhu rendah, aktivitas mikroba akan terhambat akibat
tidak aktifnya enzim-enzim dalam mikroba (Winarno, 1993). Setelah surimi dibekukan
maka surimi siap untuk dithawing dan diukur hardness, WHC, dan kualitas sensorinya
yang meliputi kekenyalan serta aroma. Fosfat juga memiliki fungsi lain yaitu untuk
meningkatkan retensi air dan juga kemampuan untuk menyerap kembali cairan saat
surimi di thawing (Nopianti et al., 2011)
Hasil pengamatan praktikum pada surimi kloter A menunjukkan hasil yang berbeda-
beda. Pada pengukuran tingkat kekerasan surimi dengan menggunakan texture analyzer,
kelompok A4 mendapatkan nilai hardners terkecil yaitu sebesar 105,85 gf sedangkan,
kelompok A2 mendapatkan nilai hardners terbesar yaitu sebesar 361,64 gf namun, hasil
surimi kelompok A1 tidak terdeteksi tekstur analyzer. Menurut jurnal “Effects of
Different Dryoprotectants on Functional Properties of Threadfin Bream Surimi Powder”
menyatakan bahwa, denaturasi protein dapat terjadi ketika proses penggorengan surimi.
Pemberian dryoprotectans tidak mempengaruhi kekuatan WHC (Water Holding
Capacity) yang ada di dalam surimi bubuk melainkan berefek samping pada solubilitas
protein dalam 3% NaCl dan berfungsi sebagai penstabil/ emulsifier. Namun, pada
penambahan sukrosa sebagai cryoprotectant menghasilkan dampak yang baik bagi
dryoprotectant (Huda N., 2012). Dengan kata lain hasil pengurukuran surimi
menggunakan tektur analyzer kelompok A1 tidak dapat terbaca karena bahan telah
mengalami denaturasi protein sehingga dnegan penambahan sukrosa (gula) tidak dapat
menyatukan/ memadatkan bentuk surimi.
Kemudian dilakukan analisis WHC (Water Holding Capacity) yaitu dengan cara surimi
yang sudah di ukur tingkat kekerasannya menggunakan Texture analyzer dipipihkan
menggunakan alat penekan (presser) sehingga didapatkan bentuk surimi yang tipis
namun, dengan keadaan luas permukaan yang lebih lebar. Shaviklo, et al. (2010)
menyatakan bahwa, penambahan sukrosa dan garam secara bersamaan dapat
meningkatkan WHC. Kelompok A2 mendapatkan nilai WHC terendah yaitu sebesar
107510,55 mg H2O dan kelompok A1 mendapatkan nilai tertinggi yaitu sebesar
337468,35 mg H2O. Hasil perhitungan WHC kelompok A1 tidak sesuai dengan teori
karena kelompok A1 memiliki nilai WHC tertinggi yang seharusnya memiliki nilai
WHC terendah sedangkan, kelompok A3 seharusnya memiliki nilai WHC tertinggi
namun, hanya memiliki nilai WHC sebesar 20928,27 mg H2O. Lilis & Rudy (2011)
memiliki pendapat bahwa, semakin meningkatnya kadar anti denaturan dan garam,
maka nilai WHC (Water Holding Capacity) juga semakin meningkat karena mekanisme
kerja dari cryoprotectant adalah menghambat proses denaturasi protein selama
pembekuan dan penyimpanan beku, sehingga hal ini dapat menginaktifkan kondensasi
dengan cara mengikat molekul air melalui ikatan hidrogen (Fennema, 1985). Winarno,
et al. (1980) juga menambahkan bahwa, penambahan sukrosa dapat berpengaruh
terhadap daya ikat dari air atau WHC, dimana semakin banyak sukrosa yang
ditambahkan maka WHC akan semakin tinggi. Sukrosa dapat berperan sebagai agen
untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme karena sifat sukrosa yang dapat
mengikat air sehingga menurunkan kadar Aw. Sedangkan kelompok A3 dan A4 yang
seharusnya memiliki nilai WHC dibawah A5 menunjukkan hasil yang sebaliknya yaitu
sebesar 246118,15 mg H2O dan 237573,85 mg H2O.
Pada hasil pengamatan pada uji sensori surimi kloter A diukur berdasarkan tingkat
kekenyalan dan aroma. Salah satu karakter penentuan mutu surimi dapat dilihat pada
tingkat elastisitas dari produk yang dihasilkan (pembentukan gel ikan) dan hal ini dapat
dilihat melalui uji sensori (Heruwati et al., 1995). Hasil uji sensori kekenyalan surimi
kelompok A1 memiliki kekenyalan yang paling berbeda dengan kelompok lain dimana
surimi A1 memiliki tingkat kekenyalan sangat kenyal (+++) sedangkan, kelompok A2,
A3, A4, dan A5 memiliki tingkat kekenyalan kenyal saja (++). Hasil ini tidak sesuai
dengan teori Nopianti et al. (2011) yang menjelaskan bahwa, penambahan polifosfat
dapat memberikan sifat produk olahan dari surimi seperti nugget ikan, sosis, dan
tempura menjadi lebih lembut. Semakin meningkat penggunaan dari polifosfat maka
tekstur pada surimi akan semakin kenyal, namun jika penggunaan polifosfat yang terlalu
tinggi atau berlebihan maka akan memberikan efek negatif pada proses pembentukan
gel pada surimi. Hasil sensori tingkat kekenyalan kelompok A1 dipicu karena telah
terjadi oksidasi selama proses pembuatan yang seharusnya hasilnya dibawah kelompok
A2-A5. Kekuatan gel dan kekenyalan menurun kemungkinan terjadi disebabkan karena
terjadinya oksidasi sehingga dapat mempercepat perubahan ikatan kimia, termasuk
diantaranya ikatan sulfida dan menyebabkan denaturasi protein (Chen et al., (1997).
Lalu untuk hasil uji sensori aroma kelompok A1 juga memiliki hasil yang berbeda
dengan kelompok lainnya yaitu memiliki aroma sangat amis (+++) dibandingkan
kelompok A2, A3, A4, dan A5 yang hanya memiliki aroma amis (++). Bau amis dapat
timbul akibat reaksi oksida yang terjadi pada ikan dan menyebabkan asam lemak
mengalami perubahan dan berakibat terjadinya off-flavor akan tetapi bau amis pada
ikan dapat dikurangi dengan proses pencucian daging surimi (Peranginangin et al.,
1999). Surimi yang memiliki kualitas baik yaitu dengan memiliki warna putih kuat serta
dapat membentuk gel dengan baik (Winarno, 1993). Menurut Lee (1984) faktor yang
mempengaruhi kualitas surimi yaitu:
1. Kualitas air yang terkandung
2. Besarnya partikel pada daging lumat
3. Cara pencucian daging ikan
4. Cara pemotongan kepala ikan dan cara mem-fillet daging ikan.
5. Temperatur yang digunakan pada proses penyaringan dan penyimpanan ikan
6. Kebersihan alat yang digunakan selama proses
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Effect of Fat Extraction Treatment on The
Physicochemical Properties of Duck Feet Collagen and Its Application in Surimi”
menjelaskan bahwa, pembuatan surimi tidak hanya dari ikan namun juga dapat
menggunakan kaki bebek yang mengandung kolagen yaitu dengan cara kolagen dalam
kaki bebek ditambahkan pada pembuatan surimi dan terbukti dapat meningkatkan nilai
tes lipat dari surimi sebesar 3,00-5,00. Pada pengujian ini dilakukan dengan 3 metode
yaitu dengan penambahan MDFC, BDFC, dan EDFC. Hasil dari metode BDFC adalah
kolagen yang terdapat dalam kaki bebek memiliki kandungan lemak rendah (BDFC)
dengan menunjukkan peningkatan yang lebih baik dalam mengurangi kehilangan
kandungan nutrisi saat memasak selain itu juga dapat meningkatkan kekerasan dari
surimi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa BDFC bekerja lebih baik daripada MDFC
dan EDFC dengan protein myofibrillar yang terdapat pada surimi. Kandungan kolagen
pada kaki bebek memiliki kemampuan untuk meningkatkan kualitas surimi karena
efeknya lebih baik dari kolagen yang terkandung pada sapi maupun ikan (Ai Tan Yiin
et al., 2014). Hasil studi diatas juga berhubungan dengan jurnal “Surimi-like Material
from Poultry Meat and Its Potential as a Surimi Replacer” yang menjelaskan bahwa,
bahan baku pembuat surimi tidak hanya dari daging ikan tapi juga dapat diganti dengan
menggunakan poultry meat seperti bebek, kalkun, burung puyuh, dan juga ayam
sehingga, hasil produknyapun juga lebih bervariasi karena dibuat dari bahan baku yang
berbeda. Penggantian bahan ini dilakukan dengan beberapa seperti penghilangan lemak,
jaringan ikat, kadar pigment, komponen rasa, dan kandungan protein sehingga dapat
dihasilkan produk yang lebih variatif. Terbukti di dalam jurnal bahwa produk surimi
dengan bahan baku daging bebek mengalami peningkatan dari tahun 1987 hingga 2008
(Ismail Ishamri et al., 2011).
Kemudian pada jurnal “Effect of Legume Seed Protein Isolates on Autolysis and Gel
Properties of Surimi from Sardine (Sardinella albella)” menjelaskan bahwa, proses
proteolisis pada surimi dapat terjadi karena disebabkan oleh panas yang diaktifkan
enzim protease dan dapat dihambat dengan penambahan BGPI/BBPI/MBPI. Meningkat
gaya deformasi gel pada surimi dengan tinggi terjadi ketika ditambahkan
BGPI/BBPI/MBPI sebesar 1,5%.Oleh karena itu, BGPI/BBPI/MBPI pada tingkat yang
sesuai bisa menjadi alternatif food grade untuk meningkatkan sifat gel dari surimi,
terutama ketika menghadapi pembentukan gel surimi yang lemah (Kudre Tanaji, 2013).
Jurnal yang berjudul “Recover and Characterization of Proteins Precipitated fromSurimi
Wash-water” menjelaskan bahwa, Proses ekstrasi protein terjadi sesuai perubahan pH
yang mampu mengubah konsentrasi pelarut organik sehingga dapat mengakibatkan
pengendapan protein surimi yang diharapkan karakterisasi protein kembali membaik,
tidak terbuang percuma, sehingga akan dapat digunakan pada aplikasi tertentu seperti
penstabilan kandungan protein dalam, busa, dan produksi edible film yang dapat
digunakan dalam industri makanan (Bourtoom et al., 2009).
4. KESIMPULAN
Proses pencucian berfungsi untuk menghilangkan bau amis ikan, meningkatkan
kekuatan gel, serta memperbaiki penampakan daging ikan.
Penggilingan daging dengan es batu berfungsi untuk memperluas luas permukaan
daging ikan agar kerusakan yang terjadi dapat diminimalkan.
Sukrosa yang digunakan berfungsi untuk bahan anti denaturasi protein pada
proses pembuatan surimi.
Penambahan garam berfungsi untuk melarutkan protein miofibril agar miosin
mudah berikatan dengan aktin sehingga gel dapat terbentuk.
Penambahan polifosfat dalam pembuatan surimi berfungsi untuk memberikan
efek buffer pada pH daging ikan dan sebagai agen pengkelat sehingga dapat
membentuk surimi yang kenyal dan kokoh.
Semakin tinggi penambahan konsentrasi sukrosa, garam, dan polifosfat
mempengaruhi nilai WHC (Water Holding Capacity) menjadi semakin tinggi
pula.
Semakin tinggi konsentrasi polifosfat yang ditambahkan, maka tingkat
kekenyalan akan semakin meningkat.
Kelompok A1 tidak terdeteksi dalam uji kekerasan dikarenakan kandungan air di
dalam surimi terlalu banyak dan menyebabkan terjadinya denaturasi protein.
Bau amis yang ada pada masing-masing kelompok dapat timbul dikarenakan
akibat reaksi oksida yang terjadi pada ikan sehingga menyebabkan asam lemak
mengalami perubahan dan berakibat terjadinya off-flavor.
Surimi yang memiliki kualitas baik yaitu memiliki warna putih kuat dan dapat
membentuk gel dengan baik.
Semarang, 22 September 2015 Asisten Dosen,- Yusdhika Bayu S.
Anindita Putri Anugeraheni13.70.0201
5. DAFTAR PUSTAKA
Agustini, T. W.; Y. S. Darmanto & Danar P. K. P. (2008). Evaluation on Utilization of Small Marine Fish to Produce Surimi Using Different Cryoprotective Agents to Increase the Quality of Surimi. Journal of Coastal Development Vol. 11, Number 3: 131-140.
Ai Tan Yiin. (2014). Effect of Fat Extraction Treatment on The Physicochemical Properties of Duck Feet Collagen and Its Application in Surimi. ISSN 1816-4927
Bourtoom. (2009). Recover and Characterization of Proteins Precipitated fromSurimi Wash-water. Journal of food science and technology 42 599-605
Chen H. H.; Chiu E. M. & Huang J. R. (1997). Color and Gel-Forming Properties of Horse Mackerel (Trachurus japonicus) as Related to Washing Conditions. Journal of Food Science. Vol. 62 (5): 985 –991.
Fennema, O. W. (1985). Principle of Food Science, Food Chemistry, 2nd Edition. Marcel Dekker Inc. New York.
Heruwati E. S.; Murtini J.T.; Rahayu S. & Suherman. (1995). Pengaruh Jenis Ikan dan Zat Penambah terhadap Elastisitas Surimi Ikan Air Tawar. Jurnal Penelitian Perikanan Inonesia 1: 12-17.
Huda N. (2012). Effects of Different Dryoprotectants on Functional Properties of Threadfin Bream Surimi Powder. ISSN 2338-1345
Ismail Ishamri. (2011). Surimi-like Material from Poultry Meat and Its Potential as a Surimi Replacer. Asian journal of poultry science ISSN 1819-3609
Kimball, J.W. (1992). Biologi jilid 1 Edisi 5. Erlangga. Jakarta.
Kordi. (2005). Tekno Pangan dan Agroindustri. Jakarta: UI Press.
Kudre Tanaji. (2013). Effect of Legume Seed Protein Isolates on Autolysis and Gel Properties of Surimi from Sardine (Sardinella albella). ISSN 2320-4087
Lee C. M. (1984). Surimi Process Technology. Journal Food Techonology 38 (11) : 69-80.
Lilis, S. & Rudy P. (2011). Sifat Fisik dan Kimia Nikumi Daging Kuda dengan Penambahan Antidenaturan dan Natrium. Jurnal Ilmu Ternak. Vol.11. No.1, p.6-12.Liptan (Lembar informasi pertanian). (2000). Pengolahan Ikan Nila Merah. LPTP Puntikayu Sumatera Selatan.
Miyauchi. (1970). Kamaboko The Giant Among Japanese Processed Fishery Products. MFR Paper 1019.Marine Fisheries Review Vol 35 (12).
Nopianti, R.; Huda, N.; Fazilah, A.; Ismail, N. & Easa, A. M. (2012). Effect of Different Types of Low Sweetness Sugar on Physicochemical Properties of Threadfin Bream Surimi (Nemipterus spp.) During Frozen Storage. International Food Research Journal 19 (3): 1011-1021. Malaysia.
Nopianti, R.; Nurul Huda & Noryanti Ismail. (2011). A Review on The Loss of The Functional Properties of Proteins During Frozen Storage and The Improvement of Gel-forming Properties of Surimi. American Journal of Food Technology Vol. 6 (1): 19-30.
Peranginangin R; Wibowo S; Nuri Y. & Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.
Santoso. (1996). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Shaviklo, G. R.; Gudjon T. & Sigurjon Arason. (2010). The Influence of Additives and Frozen Storage on Functional Properties and Flow Behaviour of Fish Protein Isolated from Haddock (Melanogrammus aeglefinus). Turkhish Journal of Fisheries and Aquatic Sciences 10: 333-340.
Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein. Applied Science Publ., Ltd. London.
Turan, Hülya and Sönmez, Gülşah. (2008). Changes in Proximate Composition of Thornback Ray (Raja clavata, L. 1758) Surimi During Washing and Frozen Storage. Journal of Food Processing and Preservation 34. pp. 24 – 34.
Wibowo, Singgih. (2004). Pembuatan Bakso Ikan dan Daging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Winarno F. G. (1993). Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Winarno F. G.; Fardiaz S. & Fardiaz D. (1980). Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Zaitsev, V.; I. Kizevetter; L. Lagunov; T. Makarova; L. Minder & V. Podselalov. (1969). Fish Curing and Processing. MIR Publishers. Moscow.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus Perhitungan WHC (mg H2O)
Luas atas = 13
a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)
Luas bawah = 13
a (ho + 4h1 + 2h2 + 4h3 + ... + hn)
Luas Area Basah = LA - LB
mg H2O = luas areabasah−8,0
0,0948
Kelompok A1
a = 60 mm h1 atas = 185 mm h1 bawah = 35 mm
ho = 99 mm h2 atas = 200 mm h2 bawah = 16 mm
hn = 120 mm h3 atas = 182 mm h3 bawah = 24 mm
Luas atas = 13
x 60 (99 + 4(185) + 2(200) + 4(182) + 120)
= 20 (99 + 740 + 400 + 728 + 120)
= 41.740 mm2
Luas bawah = 13
x 60 (99 + 4(35) + 2(16) + 4(24) + 120)
= 20 (99 + 140 + 32 + 96 +120)
= 9.740 mm2
Luas Area Basah = 41.740 – 9,740
= 32.000 mm2
mg H2O = 32.000−8,0
0,0948 = 337.468,35 mg
Kelompok A2
a = 40 mm h1 atas = 172 mm h1 bawah = 19 mm
ho = 79 mm h2 atas = 176 mm h2 bawah = 8 mm
hn = 107 mm h3 atas = 148 mm h3 bawah = 16 mm
Luas atas = 13
x 40 (79 + 4(172) + 2(176) + 4(148) + 107)
= 403
(79 + 688 + 352 + 592 + 107)
= 24.240 mm2
Luas bawah = 13
x 40 (79 + 4(19) + 2(8) + 4(16) + 107)
= 403
(79 + 76 + 16 + 64 +107)
= 4.560 mm2
Luas Area Basah = 24.240 – 4.560
= 19.680 mm2
mg H2O = 19.680−8,0
0,0948 = 207.510,55 mg
Kelompok A3
a = 45 mm h1 atas = 173 mm h1 bawah = 24 mm
ho = 87 mm h2 atas = 192 mm h2 bawah = 10 mm
hn = 60 mm h3 atas = 172 mm h3 bawah = 23 mm
Luas atas = 13
x 45 (87 + 4(173) + 2(192) + 4(172) + 60)
= 15 (87 + 692 + 384 + 688 + 60)
= 28.665 mm2
Luas bawah = 13
x 45 (87 + 4(24) + 2(10) + 4(23) + 60)
= 15 (87 + 96 + 20 + 92 +60)
= 5.325 mm2
Luas Area Basah = 28.665 – 5.325
= 23.340 mm2
mg H2O = 23.340−8,0
0,0948 = 246.118,14 mg
Kelompok A4
a = 45 mm h1 atas = 161 mm h1 bawah = 14 mm
ho = 75 mm h2 atas = 178 mm h2 bawah = 7 mm
hn = 90 mm h3 atas = 153 mm h3 bawah = 10 mm
Luas atas = 13
x 45 (75 + 4(161) + 2(178) + 4(153) + 90)
= 15 (75 + 644 + 356 + 612 + 90)
= 26.655 mm2
Luas bawah = 13
x 45 (75 + 4(14) + 2(7) + 4(10) + 90)
= 15 (75 + 56 + 14 + 40 + 90)
= 4.125 mm2
Luas Area Basah = 26.655 – 4.125
= 22.530 mm2
mg H2O = 22.530−8,0
0,0948 = 237.573,84 mg
Kelompok A5
a = 40 mm h1 atas = 154 mm h1 bawah = 33 mm
ho = 75 mm h2 atas = 196 mm h2 bawah = 3 mm
hn = 99 mm h3 atas = 169 mm h3 bawah = 13 mm
Luas atas = 13
x 40 (75 + 4(154) + 2(196) + 4(169) + 99)
= 403
(75 + 616 + 392 + 676 + 99)
= 24.773,33 mm2
Luas bawah = 13
x 40 (75 + 4(33) + 2(3) + 4(13) + 99)
= 403
(75 + 132 + 6 + 52 + 99)
= 4.853,33 mm2
Luas Area Basah = 24.773,33 – 4.853,33
= 19.920 mm2
mg H2O = 1.992−8,0
0,0948 = 210.042,19 mg
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Jurnal