Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA
-
Upload
praktikumhasillaut -
Category
Documents
-
view
11 -
download
0
description
Transcript of Karagenan_Liem_Pamela_Lukito_13.70.0014_E3_UNIKA SOEGIJAPRANATA
Acara V
EKSTRAKSI KARAGENAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama: Liem Pamela Lukito
NIM: 13.70.0014
Kelompok: E3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
1. MATERI METODE
1.1. ALAT DAN BAHAN
1.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah panci, kompor, blender, pengaduk,
gelas bekker, termometer, gelas ukur, pH meter, timbangan digital, dan kain saring.
1.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),
isopropil alkohol (IPA), NaOH 10%, HCl 0,1 N, dan aquades.
1.2. METODE
1
Rumput laut ditimbang sebanyak 40 gram
disiapkan air sebanyak 1 liter
dipotong kecil-kecil dan di-blender dengan ditambahkan sedikit air
blender dibersihkan dengan menggunakan air
tepung rumput laut
tepung rumput laut direbus (diekstraksi) dalam air dan dipanaskan pada suhu 80-90oC selama 1 jam
atur pH larutan menjadi pH 8 dengan menambahkan larutan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N
2
hasil ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring yang bersih dan cairan filtratnya ditampung dalam gelas ukur besar
cairan filtrat ditambah larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat
dipanaskan pada suhu 60oC
filtrat dituang ke wadah berisi cairan IPA sebanyak 2 kali volume filtrat untuk diendapkan dengan cara diaduk selama 10-15 menit sehingga
terbentuk serat karagenan
endapan karagenan ditiriskan dan direndam dalam IPA sampai diperoleh serat karagenan yang lebih kaku
serat karagenan dibentuk tipis-tipis dan diletakkan dalam wadah tahan panas
dikeringkan dalam oven selama 12 jam pada suhu 50-60oC
serat karagenan kering ditimbang
diblender menjadi tepung karagenan
didihitung persen rendemen dengan rumus
3
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan ekstraksi karagenan dengan menggunakan Eucheuma cottonii dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ekstraksi Karagenan
Kelompok Berat Basah (gram) Berat Kering (gram) %rendemen
E1 40 3,70 9,250E2 40 3,36 8,400E3 40 3,63 9,075E4 40 3,84 9,600E5 40 3,76 9,400
Berdasarkan hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa dalam mengekstrak
karagenan digunakan rumput laut sebanyak 40 gram. Kemudian setelah diproses lebih
lanjut, diperoleh berat kering dengan rata-rata 3,658 gram dan kisaran berat kering 3,36
gram hingga 3,84 gram. Sedangkan presentase rendemen yang dihasilkan memiliki rata-
rata sebesar 9,145% dengan kisaran 8,4% hingga 9,6%.
4
3. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi karagenan dari rumput laut Euchema
cotonii. Dalam penelitian Viswanathan dan Thangaraju N (2014) dikatakan bahwa alga
merupakan sumber makanan yang baik untuk manusia, karena adanya kandungan
protein, karbohidrat, abu, lemak dan natrium aginat. Menurut Doty (1985) Eucheuma
cottonii adalah rumput laut merah (Rhodophyceae) yang memiliki nama lain
Kappaphycus alvarezii karena rumput laut ini menghasilkan karagenan kappa.
Eucheuma ini merupakan family dari Solieraceae. Aslan (1998) menambahkan bahwa
Eucheuma cottonii memiliki karakteristik fisik permukaan licin, memiliki thallus
silindris, dan bersifat cartilogeneus. Warna yang dimiliki rumput laut ini berbeda-beda
tergantung dari habitat hidupnya, bisa bervariasi dari hijau, abu-abu hingga merah. Duri
yang menempel pada thallus berbentuk runcing dan memanjang, ada sela-sela di antara
duri dan tidak melingkari thallus. Biasanya cabang pertama dan kedua tubuh
membentuk rumpun yang banyak dengan arah tumbuh ke arah datangnya sinar matahati
(Atmadja, 1996). Menurut Angka dan Suhartono (2000) kadar karagenan yang ada
dalam Eucheuma berkisar antara 54-73%, dimana jenis Euheuma cottonii menghasilkan
karagenan dalam jumlah banyak dan memberikan efek tertentu dalam komposisi serat.
Eucheuma cottonii terdiri dari rantai poliglikan tersulfatasi denga berat molekul berkisar
pada angka 100.000 dan memiliki sifat hidrokoloid.
Menurut Tripathy et al. (2009) karagenan adalah poligalaktan anionik tersulfatasi yang
dapat diekstrak dari alga merah pada habitatnya yang ada di dasar laut. Contoh
kelompok alga tersebut adalah Chondrus, Eucheuma, Gigartina, dan Iridea. Menurut
Campo et al. (2009) dalam Araujo et al. (2012) karagenan bersifat hidrofilik dengan
kandungan ikatan β-Dgalactopyranose (G-units) dan α-Dgalactopyranose (D-units) atau
3,6-anhydro-α-D-galactopyranose (DA-units) yang akan membentuk unit pengulangan
disakarida. Karagenan ini dapat dijumpai dalam jumlah yang banyak pada matriks
esktraselular alga merah. Tripathy et al. (2009) melanjutkan bahwa karagenan yang
dihasilkan oleh kelompok alga tersebut bisa jadi berbeda satu sama lain, karena terdapat
beberapa jenis karagenan yaitu iota, kappa, mu, nu, theta dan lambda dengan sifat yang
berbeda pula. Karagenan biasa digunakan ke dalam campuran bahan pangan dengan
5
6
tujuan untuk menstabilkan suatu campuran. Di dalam penelitian Pereira dan Fred van de
velde (2011) dikatakan bahwa karagenan dapat dimanfaatkan sebagai penstabil untuk
suspensi kakao dalam susu coklat. Beliau melanjutkan bahwa di dalam industri pangan,
karagenan jenis kappa, iota dan lambda adalah ketiga karagenan yang kerap kali
digunakan. Ketiganya ini bersifat aman untuk dikonsumsi dan tergolong bahan yang
GRAS (Generally Regarded as Safe) oleh FDA, sehingga dapat digunakan secara masal
dan komersial. Robledo dan Freile-Pelegrin (2010) dalam Araujo et al. (2012)
mealnjutkan bahwa selain sebagai penstabil, karagenan ditambahkan sebagai pengental
dan gelling agent. Kemampuannya sebagai gelling agent di sini dikarenakan adanya
kandungan 3,6 Anhidro Galaktosa, yang mana semakin tinggi kandungan 3,6-Anhidro
Galaktosa ini maka kekuatan gel akan meningkat (Mustapha et al., 2011).
Perbedaan jenis karagenan akan menimbulkan karakteristik yang berbeda pula. Dalam
penelitian Mustapha et al. (2011) ditemukan bahwa karagenan kappa dapat membentuk
gel yang kuat dan padat ketika ditambahkan ion kalium di dalam larutannya.
Penambahan ion kalium akan mengubah struktur coil (tidak beraturan) menjadi helix
(beraturan), diikuti dengan agregasi dan pembentukan jaringan gel. Karagenan iota
dapat membentuk gel yang lemah, dan elastis (Pereira dan Fred van de velde, 2011).
Mustapha et a. (2011) melanjutkan, sedangkan karagenan lambda tidak menghasilkan
atau tidak membentuk gel namun membentuk larutan yang kental. Hal ini, dijelaskan
dalam penelitian. Pereira dan Fred van de velde (2011) dikarenakan kandungan 3,6-
Anhidro Galaktosa yang rendah. Selain itu karagenan nu dan mu merupakan prekursor
dari karagenan kappa dan iota. Ketika karagenan mu dan nu terekspos pada kondisi
alkali, maka akan terbentuk karagenan kappa dan iota, sebagai akibat dari terbentuknya
jembatan 3,6-anhidro-galaktosa. Berikut adalah struktur kimia dari karagenan, menurut
(Campo et al., 2009) dalam Araujo et al. (2012)
7
Gambar 1. Struktur Kimia Karagenan
Menurut Araujo et al. (2012) karagenan mampu berperan sebagai bahan antikoagulan.
Kemampuannya ini ditentukan oleh posisi sulfat dalam karagenan dan berat
melekulnya. Selain itu Muthezhilan et al. (2014) menemukan bahwa pada era sekarang
ini kerapkali dijumpai kemasan yang dibuat secara sintetis dengan menggunakan bahan-
bahan kimia. Di sisi lain konsumen masa kini sudah mulai memperhatikan akan
kesehatan. Oleh karena itu perlu diteliti untuk menemui permintaan konsumen, yaitu
dengan menggunakan karagenan yang disiapkan dengan penambahan mikroba
penghasil antibiotik atau bahan aktif sebagai kemasan dengan kemampuan antibiotik
sehingga penyakit atau sakit yang disebabkan karena mikroba patogen dapat dicegah
dan produk pangan dapat diperpanjang umur simpannya.
Van De Velde et al. (2002) menyatakan bahwa karagenan jenis kappa dan iota dapat
diproduksi secara enzimatis oleh enzim sulfohyrolase dan dapat diekstrak dengan
menggunakan larutan basa. Karena kemampuannya sebagai gelling agent maka
tentunya karagenan mampu membentuk gel, dimana gel yang terbentuk akan bersifat
thermo-reversible. Gel akan menjadi kental dengan adanya larutan garam. Beberapa
alga seperti Eucheuma cotonii banyak mengandung karagenan kappa, Euchema
spinosum banyak mengandung karagenan iota dan Gigartina serta Chondrus banyak
mengandung karagenan lambda.
Tahap awal pembuatan karagenan dimulai dengan menimbang 40 gram rumput laut
basah. Kemudian rumput laut dipotong kecil-kecil dan dihaluskan dengan blender.
8
Sebelum diblender, siapkan 1 liter air dan rumput laut perlu dicampur dengan sedikit air
(hingga rumput laut tergenang). Sisa air yang ada digunakan untuk membilas blender.
Arpah (1993) menyatakan bahwa pengecilan ukuran bahan dengan menghaluskan
bertujuan untuk meningkatkan luas permukaan sehinga kontak antara reagen dengan
pelarut semakin meningkat dan ekstraksi berjalan optimal. Setelah itu cairan yang
diperoleh direbus (diekstraksi) selama 1 jam pada suhu 80-90ºC. Menurut Mappiratu
(2009) untuk melarutkan karagenan bisa dilakukan dengan air karena karagenan bersifat
hidrofilik dan hidrokoloid (mampu mengentalkan). Dalam pengekstraksian karagenan
ini memang dibutuhkan air dan suhu tinggi. Suhu tinggi melebihi 70ºC ini menurut
Mustapha et al. (2011) dapat mendukung pembentukan gel karagenan sebagai hasil
meningkatnya kandungan 3,6- Anhidro Galaktosa. Menurut penelitian Araujo et al.
(2012) kelarutan karagenan di dalam air dipengaruhi oleh gugus sulfat dan kation (Na,
K, Ca, dan Mg). Fachruddin (1997) menambahkan bahwa selama perebusan, perlu
sesekali diaduk. Hal ini untuk mencegah kegosongan karagenan atau pembetukkan busa
yang dapat meluap jika tidak diaduk. Selain itu pengadukan dapat menghasilkan
karagenan dengan struktur gel lebih kuat sehingga akan lebih kental.
Langkah selanjutnya adalah cairan diatur hingga mencapai pH 8 dengan menambahkan
larutan asam HCl 0,1 N atau larutan basa NaOH 0,1 N. Netralisasi ini dibutuhkan
karena menurut Mustapha et al. (2011) ekstraksi karagenan membutuhkan kondisi basa
karena karagenan dapat terdegradasi dalam suasana asam dan panas yang tinggi.
Detailnya, Prasetyowati et al. (2008) menambahkan bahwa karagenan dapat dengan
mudah terdegradasi pada kondisi pH di bawah 3,5. Karagenan yang terdegradasi ini
menyebabkan terjadinya hidrolisis ikatan glikosidik sehingga karagenan rusak.
Sedangkan pada pH yang cukup netral hingga basa didapati karagenan dengan
stabilitias paling optimal. Distantina et al. (2011) juga menambahkan bahwa kondisi
basa (alkalis) diperlukan dalam proses ekstraksi rumput laut. Kemudian hasil ekstraksi
tadi disaring dengan kain saring dan filtrat diukur volumenya. Menurut Earle (1969)
penyaringan dilakukan untuk mendapatkan fase cair dan fase padatan seca terpisah.
Cairan filtrat ditambah lagi dengan larutan NaCl 10% sebanyak 5% dari volume filtrat
dan dipanaskan sampai suhu 60ºC. Hal ini menurut Mappiratu (2009) NaCl digunakan
untuk mengendapkan karagenan pada larutan yang telah diekstraksi. Pemanasan juga
9
perlu dilakukan supaya proses pengendapan karagenan berlangsung lebih cepat dan
mendukung kinerja dari NaCl.
Filtrat yang diperoleh dituang ke dalam wadah berisi cairan isopropil alkohol (IPA)
sebanyak 2 kali volume filtrat untuk diendapkan dengan cara diaduk selama 10-15
menit. Sehingga akan terbentuk endapan karagenan. Endapan kemudian ditiriskan dan
direndam dalam IPA sampai didapatkan serat karagenan yang lebih kaku. Menurut
Distantina et al. (2011) IPA kerap digunakan untuk meningkatkan kemurnian
karagenan. Hal ini didasarkan pada sifat karagenan bahwa karagenan akan larut dalam
air namun tidak larut dalam alkohol, sehingga di dalam larutan IPA karagenan akan
mengendap. Yasita & Rachmawati (2006) menambahkan bahwa perendaman di dalam
larutan IPA sebanyak 2 kali bertujuan agar serat karagenan lebih kaku karena kadar air
dalam karagenan berkurang dan kemampuan membentuk gel akan meningkat.
Anggadireja et al. (2006) berpendapat bahwa IPA merupakan pelarut yang relatif mahal
sehingga untuk menekan biaya yang dikeluarkan bisa menggunakan proses recovery
IPA yang sudah digunakan melalui distilasi. Setelah itu serat karagenan disusun tipis-
tipis dan dikeringkan di dalam oven. Selanjutnya karagenan kering ditimbang setelah
pengeringan 1 malam dan dihaluskan sehingga diperoleh tepung karagenan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh dijumpai berat kering dan presentase
rendemen yang sedikit berbeda antar kelompok dengan kisaran berat kering 3,36-3,84
gram dan presentase rendemen 8,4-9,6%, walaupun metode dan berat bahan-bahan yang
digunakan sama. Menurut Distantina et al. (2011) ekstraksi karagenan ditentukan oleh
faktor-faktor seperti jenis pelarut, rasio bahan dengan pelarut, metode dan lama
pengadukan, suhu yang digunakan selama ekstraksi, dan ukuran padatan yang dituju
atau diekstrak. Ketika terdapat perbedaan lama pengadukan dan suhu atau api yang
digunakan kecil atau besar maka hasil yang diperoleh juga akan berbeda. Yolanda et al.
(2006) juga menambahkan bahwa umur dari rumput laut yang digunakan juga
berpengaruh terhadap karagenan, yaitu semakin tua umur rumput laut maka komponen
3,6-anhidro galaktosa yang menyebabkan karagenan yang terbentuk semakin banyak.
Lebih detailnya Yasita & Rachmawati (2006) larutan yang digunakan untuk
mengendapkan karagenan dapat berpengaruh pada hasil akhir rendemen yang terbentuk.
10
Larutan IPA yang digunakan hanya dapat menghasilkan karagenan lebih sedikit
daripada jika digunakan larutan etanol. Etanol memiliki rantai karbon pendek yang
dapat dengan mudah berikatan dengan karagenan. Distantina et al. (2011)
menambahkan bahwa seharusnya pelarut yang digunakan adalah larutan basa seperti
contohnya adalah KOH dan proses dilakukan pada suhu yang tinggi. Jika basa yang
digunakan sebagai pelarut, maka presentase rendemen akan cenderung lebih tinggi.
Mishra et al. (2006) dalam Muthezhilan et al. (2014) menyatakan bahwa pretreatment
alga kering dengan menggunakan larutan basa seperti NaOH, KOH dan Ca(OH)2 diikuti
dengan pemasakan bertekanan akan menghasilkan karagenan dalam jumlah yang tinggi.
Namun efek sampingnya adalah kekentalan, kejernihan dan tekstur gel sangat rendah.
Muthezhilan et al. (2014) menambahkan bahwa ekstraksi karagenan dapat dilakukan
dengan cara menambahkan mikroorganisme, seperti Aspergillus sp. yang terbukti
mampu memecah dinding sel alga sehinga karagenan akan keluar. Banyaknya
karagenan yang dihasilkan dipengaruhi oleh cara penanganan dan teknologi yang
digunakan. Selain itu di dalam Pereira dan Fred van de velde (2011) dikatakan bahwa
ekstraksi menggunakan larutan basa cenderung menghasilkan karagenan dengan berat
molekul yang lebih besar daripada ekstraksi dengan air. Ion OH- dalam larutan basa
berperan sebagai katalis yang mendukung pembentukan 3,6-anhidrous galaktosa.
4. KESIMPULAN
Karagenan adalah poligalaktan tersulfaktasi yang dapat diperoleh dari ekstraksi alga
merah, seperti Eucheuma cottonii.
Eucheuma cottonii memiliki karakteristik fisik permukaan licin, memiliki thallus
silindris, dan bersifat cartilogeneus.
Ada beberapa jenis karagenan yaitu karagenan kappa, iota, lambda, theta, mu dan nu
yang masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda.
Dalam larutan basa, karagenan mu dan nu dapat membentuk karagenan kappa dan
iota.
Karagenan kappa dapat membentuk gel yang kuat dan padat ketika ditambahkan ion
kalium di dalam larutannya.
Karagenan iota dapat membentuk gel yang lemah, dan elastis.
Karagenan lambda tidak menghasilkan atau tidak membentuk gel namun membentuk
larutan yang kental.
Karagenan berperan sebagai penstabil, gelling agent, pengental, antikoagulan dan
kemasan bahan pangan.
Penghalusan rumput laut dilakukan untuk meningkatkan kontak antara pengekstrak
dengan bahan yang diekstrak.
Perebusan dan pengadukkan dilakukan untuk melarutkan karagenan dalam air dan
mencegah kegosongan, terbentuknya busa dan meningkatkan struktur gel.
Netralisasi hingga pH 8 dilakukan untuk mencegah degradasi dari karagenan.
Isopropil alkohol dan NaCl digunakan untuk mengendapkan karagenan.
Perendaman sebanyak 2 kali bertujuan untuk mendapatkan serat karagenan yang
lebih kaki.
Pengeringan dalam oven bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga diperoleh
bubuk karagenan.
Hasil ekstraksi karagenan berupa presentase rendemen, dipengaruhi oleh jenis pelarut
yang digunakan, rasio pelarut dengan bahan, umur rumput laut, metode yang
dilakukan, suhu ekstraksi, ukuran padatan dan jenis larutan yang digunakan untuk
mengendapkan.
11
12
Semarang, 1 November 2015
Liem, Pamela Lukito13.70.0014
Asisten Dosen:Ignatius Dicky A.W.
5. DAFTAR PUSTAKA
Anggadiredja, Jana T., Achmad Zatnika, Heri Purwoto, dan Sri Istini. (2006). Rumput Laut. Jakarta : Penebar Swadaya.
Angka, S.L. & M.T. Suhartono. (2002). Bioteknologi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.
Araujo I. W.F., Jose A. G. R., Edfranck S.O.V., Gabriela A.P., Ticiana B.L., dan Norma M.B.B. (2012). Iota-carrageenans from Solieria filiformis (Rhodophyta) and Their Effects in The Inflammation and Coagulation. Journal of Acta Scientiarum Technology. Volume 34, no 2, p 127-135.
Arpah. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarselo. Bandung.
Aslan, L. M. (1998). Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Atmadja WS. (1996). Pengenalan Jenis Algae Merah. Di dalam: Pengenalan JenisJenis Rumput Laut Indonesia. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 147 – 151.
Distantina, S.; Wiratni; Moh. Fahrurrozi; & Rochmadi. (2011). Carrageenan Properties Extracted From Eucheuma cottonii, Indonesia. World Academy of Science, Engineering and Technology; 54:738-742.
Doty MS. (1985). Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia. Di dalam: Abbot IA, Norris JN (editors). Taxonomy of Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program. p 37 – 45.
Earle, R.L. (1969). Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Sastra Hudaya. Bogor.
Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.
Mappiratu. (2009). Kajian Teknologi Pengolahan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Skala Rumah Tangga. Media Litbang Sulteng; 2(1):1-6.
Mustapha, S., H. Chandar., Z. Z. Abidin., R. Saghravani and M. Y. Harun. (2011). Production of semi-refined carragenan from Eucheuma cottonii. Journal of Scientific and Industrial Research. Vol 70 : 865-870.
13
14
Muthezhilan R., Kuzhandaivel J., Ramachandran K., Ajmath J.H. (2014). Endophytic Fungal Cellulase for Extraction of Carrageenan and its Use in Antibiotics Amended Film Preparation. Journal of Biosciences Biotechnology Research Asia. Vol. 11 (Spl. Edn. 1). p. 307-312.
Pereira L., Fred van de Velde. (2011). Portuguese carrageenophytes: Carrageenan Composition and Geographic Distribution of Eight Species (Gigartinales, Rhodophyta). Journal of Carbohydrate Polymers. Volume 4, Issue 1. ISSN 0144-8617.
Prasetyowati; Corrine Jasmine A.; & Devy Agustiawan. (2008). Pembuatan Tepung Karaginan Dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Berdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan. Jurnal Teknik Kimia; 15(2):27-33.
Tripathy, J., Dinesh K.M., Mithilesh Y., Arpit S. and Kunj B. (2009). Modification of K-Carrageenan by Gaft Copolymerization of Methacrylic Acid: Synthesis and Applications. DOI 10.1002/app.30703
Van de Velde, F.; Knutsen, S.H.; Usov, A.I.; Romella, H.S.; & Cerezo, A.S. (2002). 1H and 13C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication in Research and Industry. Trend in Food Science and Technology; 13:73-92.
Viswanathan S., Thangraju Nallamuthu. (2014). Extraction of Sodium Alginate from Selected Seaweeds and Their Physiochemical and Biochemical Properties. International Journal of Innovative Research in Science, Engineering and Technology. Vol. 3, Issue 4. ISSN: 2319-8753.
Yasita & Rachmawati. (2006). Optimasi Proses Ekstraksi Pada Pembuatan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Untuk Mencapai Foodgrade. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro. Semarang.
Yolanda Freile-Pelegrı´n, Daniel Robledo and Jose´ A. Azamar. (2006). Carrageenan of Eucheuma isiforme (Solieriaceae, Rhodophyta) from Yucata´ n, Mexico. I. Effect of extraction conditions. Botanica Marina Vol 49: page 65–71. Mexico.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
% rendemen=berat keringberat basah
x 100 %
Kelompok E1
% rendemen=3,7040
x 100 %
= 9,250%
Kelompok E2
% rendemen=3,3640
x 100 %
= 8,400%
Kelompok E3
% rendemen=3,6340
x 100 %
= 9,075%
Kelompok E4
% rendemen=3,8440
x100 %
= 9,600%
Kelompok E5
% rendemen=3,7640
x 100 %
= 9,400%
6.2. Laporan Sementara
6.3. Diagram Alir
6.4. Abstrak Jurnal
15