Summary Chapter 1-6
-
Upload
dwi-s-adam-putri -
Category
Documents
-
view
1.404 -
download
0
Transcript of Summary Chapter 1-6
CHAPTER 1
Asal mula ESP
Terdapat 3 alasan utama munculnya ESP
1. Tuntutan dunia baru
Akhir perang dunia 1945 terjadi perluasan dunia yang di dominasi oleh dua
kekuatan yaitu teknologi dan perdagangan yang berlangsung tanpa henti dan
menghasilkan permintaan bahasa internasional. Karena berbagai alasan terutama
dalam hal ekonomi, bahasa inggris dipilih menjadi bahasa internasional.
Bahasa inggris adalah kunci untuk mata uang internasional, teknologi dan
perdagangan. Belajar bahasa inggris menjadi tuntutan tersendiri bagi peserta didik
agar bisa mengikuti perkembangan di bidang mereka masing-masing. Berbagai
program studi termasuk buku pelajaran dan jurnal tersedia dalam bahasa inggris.
2. Sebuah revolusi dalam linguistik
Pada saat yang sama karena bertambahnya permintaan untuk kursus bahasa
inggris yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus. Ide-ide baru mulai mempengaruhi
munculnya pelajaran bahasa. Secara tradisional tujuan linguistik untuk
menggambarkan aturan penggunaan bahasa inggris, yaitu tata bahasa. Dalam
pelajaran bahasa inggris terdapat perbedaan penting antara bahasa inggris
perdagangan dan teknik.
Bahasa inggris yang diperlukan oleh kelompok peserta didik tertentu dapat di
identifikasikan dengan menganalisa karakteristik linguistik khusus mereka yang
bekerja atau belajar.
3. Fokus pada peserta didik
Peserta didik memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda, yang akan
memiliki pengaruh penting pada motivasi mereka untuk belajar dan karena itu pada
efektivitas pembelajaran mereka. Hal ini memberikan dukungan untuk pengembangan
kursus dengan mementingkan kebutuhan peserta didik dan juga kepentingan peserta
didik.
1
CHAPTER 2
Perkembangan ESP
Lima langkah untuk memahami ESP
1. Konsep bahasa khusus : Daftar analisis
Bahasa inggris teknik elektro berbeda dengan biologi atau bahasa inggris
umum. tujuan dari analisis yaitu untuk mengidentifikasikan fitur gramatikal dam
leksikal dari register tersebut. Intinya dalam memahami ESP yang lebih penting yaitu
memahami tata bahasanya terlebih dahulu karena dalam sebuah teks ESP konteks
grammar yang digunakan adalah konteks grammar tingkat tinggi.
2. Analisis retorika atau wacana
Setelah memahami tata bahasa kemudian peserta didik harus bisa memahami
makna dalam suatu kalimat di teks ESP. Teks ESP memiliki tingkat kesulitan dalam
memahami makna, terdapat wacana retorika yang membutuhkan pemahaman lebih,
bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang spesifik.
3. Target situasi analisis
Peserta didik harus memiliki tujuan dalam mempelajari ESP. mengingat
bahwa tujuan dari pelajaran ESP adalah untuk memungkinkan peserta didik untuk
cukup berfungsi di dalam target situasi, yaitu situasi dimana peserta didik akan
menggunakan bahasa yang mereka pelajari.
4. Kemampuan dan strategi
Dalam mempelajari ESP peserta didik harus memiliki kemampuan dan strategi.
Tahap keempat ESP memperlihatkan sebuah usaha untuk mendalami dan
mempertimbangkan bukan hanya bahasa itu sendiri tapi proses berpikir yang mendasari
penggunanaan bahasa. Dalam hal ini peserta didik harus menguasai kemampuan-
kemampuan dalam hal vocabulary, grammar, reading.
Mengambil isyarat dari teori belajar kognitif, pembelajar bahasa diperlakukan
sebagai makhluk berpikir yang dapat diminta untuk mengamati dan verbalisasi proses
penafsiran mereka mempekerjakan dalam penggunaan bahasa.
5. Pendekatan yang berorientasi pada pembelajaran
Terdapat tiga kekuatan yang mendasari asal usul ESP yaitu kebutuhan, ide
baru tentang bahasa, dan ide-ide baru tentang belajar. Pembelajaran bahasa tidak
hanya sekedar membaca buku tetapi harus ada proses pembelajaran.
2
CHAPTER 3
ESP adalah sebuah pendekatan bukan produk
ESP dianalogikan sebagai sebuah pohon yang memiliki akar, batang, cabang dan
ranting. Akar ESP yaitu pembelajaran komunikasi (learning communication) dan batangnya
yaitu pengajaran bahasa (language teaching) kemudian di atasnya English Language
Teaching (ELT) yang terbagi 3 cabang yaitu English as a Mother Tongue (EMT), English as
a Foreign Language (EFL), dan English as a Second Language (ESL). English as a foreign
language (EFL) terbagi dua yaitu pertama General English yang terdiri dari Primary,
Secondary, Adult Tertiary. dan kedua yaitu English for Specific Purpose (ESP) yang terbagi
tiga cabang yaitu English for Science and Technology (EST), English for Business and
Economics (EBE) dan English for Social Science (ESS). Dalam EST terbagi dua yaitu bahasa
inggris untuk akademis (English for Academic Purposes) , dan bahasa inggris untuk
pekerjaan (English for Occupational Purposes), bahasa inggris untuk akademis terdiri dari
English for medical studies, dan bahasa inggris untuk pekerjaan terdiri dari English for
Technicians. Sama halnya dengan ESP, EBE juga dibagi menjadi dua, yaitu EAP yang terdiri
dari English for Economics dan EOP yang terdiri dari English for Secretaries. EBE terbagi
dua yaitu EAP yang terdiri dari English for Psychology dan EOP yang terdiri dari English for
Teaching.
a) ESP bukanlah soal 'varietas khusus' pengajaran bahasa Inggris. Kenyataan bahwa
bahasa yang digunakan untuk tujuan tertentu tidak berarti bahwa itu adalah bentuk
khusus dari bahasa, berbeda dalam jenis dari bentuk-bentuk lain.
b) ESP bukan hanya soal kata-kata ilmu pengetahuan dan tata bahasa bagi para ilmuwan.
seperti Chomsky lakukan berkaitan dengan tata bahasa, antara kinerja dan
kompetensi, yaitu antara apa yang orang benar-benar dilakukan dengan bahasa dan
berbagai pengetahuan dan kemampuan yang memungkinkan mereka untuk
melakukannya.
c) ESP tidak berbeda jenisnya dari bentuk lain dari pengajaran bahasa, dalam hal ini
harus didasarkan pada tingkat pertama pada prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif
dan efisien. Meskipun isi pembelajaran dapat bervariasi tidak ada alasan untuk
menganggap bahwa proses pembelajaran harus berbeda untuk pelajar ESP daripada
untuk pelajar bahasa Inggris umum.
3
ESP adalah sebuah pendekatan bukan sebagai produk. ESP bukanlah jenis bahasa
tertentu atau metodologi, maupun terdiri dari tipe materi pengajaran tertentu. ESP adalah
pendekatan pengajaran bahasa dimana semua konten dan metode didasarkan pada alasan
peserta didik untuk belajar.
4
CHAPTER 4
Gambaran bahasa
Berikut adalah beberapa garis besar tentang berbagai gagasan mengenai bahasa yang
telah mempengaruhi ESP.
1. Tata bahasa klasik atau tradisional
Titik awal bahasa inggris didasarkan pada tata bahasa klasik yaitu yunani dan
latin. Hal ini didasarkan pada analisis setiap kata dalam kalimat, karena bahasa klasik
yang berbasis kasus bahasa dimana fungsi grammatical setiap kata dalam kaliamat
dibuat jelas oleh grammatical infleksi yang tepat. Pengetahuan bahasa klasik dapat
memperdalam pengetahuan peserta didik tentang bagaimana bahasa berkembang.
2. Structural kebahasaan
Dalam deskripsi structural tata bahasa digambarkan dalam jangka truktur
sintagmatik yang membawa proporsi dasar berupa statement, interogativem negative,
imperative dll. Dan gagasan berupa waktu, jumlah, gender dll dengan memvariasikan
kata-kata dalam kerangka kerja structural kalimat dengan arti yang berbeda dapat
dihasilkan. Metode analisis linguistic yang dipelajari dalam pengajaran bahasa inggris
untuk pengembangan table substitusi sebagai sarana khas yang menjelaskan pola
gramatikal.
3. Transformational generative (TG) grammar
Perubahan grammar dari tradisional ke modern.
Chomsky mengkategorikan dua tingkat makna yaitu:
A deep level : level yang lebih dalam yang berkaitan dengan struktur kebahasaan.
A surface level : tahapan dasar mengenai syntax kebahasaan.
Dalam perkembangannya bahasa dianggap dari sudut pandang bentuk, tetapi bahasa
bukan untuk kepentingan diri sendiri. Hal ini ada karena orang melakukan hal-hal
seperti memberikan infromasi mengklarifikasi, mengidentifikasi, melaporkan. Di sisi
lain bahasa juga dapat dilihat dari sudut pandang fungsi yaitu apa yang orang lakukan
dengan bahasa. Berkembangnya juga konsep komunikatif yang mengembangkan
bahan-bahan komunikasi seperti komunikasi verbal (gerakan, postur, kontak mata,
dll) media dan saluran komunikasi, hubungan antara peserta, topic dan tujuan
komunikasi. Konsep kompetensi komunikasi memiliki konsekuensi yang luas untuk
5
ESP yang mempertimbangkan variasi bahasa dan daftar analisis bahasa sebagai fungsi
analisis wacana.
4. Variasi bahasa dan daftar analisis
Bahasa bervariasi sesuai dengan konteks penggunaan dan memungkinkan
untuk dibedakan misalnya bentuk formal informal, tulisan lisan tergantung pada
konteks. Konsep variasi bahasa memunculkan jenis ESP yang didasarkan pada daftar
analisis. Jika bahasa berbeda-beda sesuai dengan konteks, maka bahasa terkait harus
diidentifiksikan dengan konteks tertentu, seperti bidang pengetahuan (bahasa inggis
hukum, bahasa inggris social, bahasa inggris medis. Bahasa inggris medis, bahasa
inggria khusus). Hal yang paling penting adalah bahkan dari bentuk tertentu
mendukung daftar tertentu, bukan bentuk khas. Variasi bahasa menyiratkan adanya
varietas mengidentifikasi bahasa terkait dengan memiliki konteks penggunaan
tertentu.
5. Funsional/ notional grammar
Fungsi terkait dengan perilaku social dan penggambaran maksud penulis atau
pembicara contohnya menasehati, memperingatkan, mengancam, menggambarkan dll,
berupa tindakan komunikatif yang dilakukan melalui bahasa. Gagasan adalah kategori
dimana pikiran bahasa menjadi realitas, contohnya waktu, frekuensi, durasi, jenis
kelamin, jumlah, lokasi, kualitas, kuantitas.
6. Wacana (retoris) analisis
Bahasa dilihat dari segi kalimat, yang lebih menekankan mengenai makna
yang dihasilkan kalimat. Hal ini menunjukan bahwa ada hal yang lebih berarti dari
sekedar kata-kata dalam kalimat. Konteks kalimat juga penting dalam menciptaka
makna. Terdapat dua cara kunci dimana hasil penelitian ke dalam sifat wacana telah
digunakan dalam bahan ESP.
a. Tahapan-tahapan tertentu pada bidang tertentu.
b. Bagaimana arti itu dihasilkan dalam sebuah kalimat dan teks.
6
CHAPTER 5
Teori pembelajaran
Titik awal untuk semua pengajaran bahasa harus pemahaman tentang bagaimana
orang belajar. Tetapi terlalu sering terjadi bahwa 'belajar' faktor yang terakhir untuk
dipertimbangkan. Terutama ESP, bersalah dalam hal ini. Seperti dalam bab sebelumnya ESP
lebih memberi penekanan dalam penelitian dan bahan-bahan analisis bahasa.
Belajar bahasa adalah dengan cara mengamati, mengatur dan menyimpan informasi.
Dengan kata lain, kunci sukses belajar dan mengajar bahasa terletak bukan pada analisis sifat
bahasa tetapi dalam memahami struktur dan proses pemikiran. Berikut ini adalah teori-teori
belajar bahasa :
1. Behaviorisme: belajar sebagai pembentukan kebiasaan
Teori koheren pertama belajar adalah teori behaviourist didasarkan pada karya
Pavlov di Uni Soviet dan Skinner di Amerika Serikat. Teori ini sederhana namun
kuat, mengatakan bahwa belajar adalah proses mekanik pembentukan kebiasaan dan
hasil dengan penguatan sering stimulus respon urutan. Secara lebih sederhana biasa
karena terbiasa.
2. Mentalism: berpikir sebagai aturan
Belajar bukan membentuk kebiasaan tetapi memperoleh aturan, sebuah proses
dimana pengalaman individu digunakan oleh pikiran untuk merumuskan hipotesis.
3. Kognitif Kode: peserta didik sebagai makhluk berpikir
Belajar adalah proses berpikir, dimana peserta didik mencoba untuk
memahami data dan pembelajaran terjadi ketika peserta didik telah berhasil
menafsirkan makna atau pola pada data. Teknik dasar pengajaran yang terkait dengan
teori kognitif belajar bahasa adalah pemecahan masalah.
4. Faktor afektif: peserta didik sebagai makhluk emosional
Manusia bukan hanya makhluk berpikir tetapi juga makhluk yang memiliki
perasaan.
Perasaan disini berupa keinginan/motivasi peserta didik dalam mempelajari bahasa.
Menurut Gardner dan Lambert (1972) terdapat dua jenis motivasi: instrumental dan
Integratif.
7
a) Instrumental
Berupa motivasi eksternal, keinginan yang berasal dari luar peserta didik,
contohnya keluarga, tuntutan pekerjaan, dsb.
b) Integrative
Berupa motivasi internal, keinginan yang berasal dari peserta didik itu sendiri.
Dalam mempelajari ESP perlunya motivasi intrinsik
5. Belajar dan akuisisi
Belajar adalah proses sadar, sementara akuisisi hasil secara tidak sadar.
6. Model untuk pembelajaran
a. Masing-masing item pengetahuan ke jaringan pengetahuan yang ada.
b. Dalam memperoleh pengetahuan baru, pengetahuan peserta didik yang
membuatnya mungkin untuk mempelajari item baru.
c. Item pengetahuan yang tidak penting sama. Beberapa item lebih sulit untuk
diperoleh.
d. Peserta didik akan membuat kemajuan yang lebih baik dengan mengembangkan
strategi untuk memecahkan masalah belajar yang akan timbul.
e. Jaringan komunikasi adalah system.
f. Pada awalnya peserta didik harus memiliki motivasi untuk belajar bahasa yang
berupa kebutuhan. Jadi dengan belajar, kebutuhan untuk memperoleh pengetahuan
adalah factor yang diperlukan, tetapi sama jika tidak lebih penting adalah perlu
untuk benar-benar menikmati proses akuisisi.
8
CHAPTER 6
Analisis kebutuhan
Alasan peserta didik mempelajari bahasa inggris yakni berdasarkan kebutuhan yang
beragam. Bahasa inggris umum dan ESP berbeda, pelajar sekolah dikatakan membutuhkan
bahasa inggris umum, hal ini tidak spesifik, asumsi ini merupakan penetapan kelembagaan
pendidikan. Pelajar sekolah hanya sekedar belajar bahasa inggris untuk lulus ujian tidak
berdasarkan kebutuhan yang lebih khusus, sedangkan ESP bukan hanya adanya kebutuhan
melainkan kesadaran dari kebutuhan. Jika peserta didik dan guru tahu mengapa perlu belajar
bahasa inggris, kesadaran itu akan memiliki pengaruh pada apa yang akan diterima sebagai
konten dalam pembelajaran bahasa dan apa potensi yang bisa dimanfaatkan.
Kebutuhan target yaitu apa yang pelajar perlu lakukan dalam target situasi. Kebutuhan
belajar yaitu apa pelajar perlu lakukan dalam belajar.
a. Kebutuhan
Setiap peserta didik memiliki kebutuhan yang berbeda untuk mencapai target.
b. Kekurangan
Tidak hanya mengidentifikasi kebutuhan tetapi juga harus mengidentifikasikan
kekurangan peserta didik yang perlu dianalisa dengan kemampuan peserta didik.
c. Keinginan
Keinginan peserta didik berupa motivasi berperan penting dalam belajar bahasa. Akan
sulit jika peserta didik tidak memiliki motivasi belajar bahasa.
Analisis kebutuhan sasaran situasi pada dasarnya merupakan masalah mengajukan
pertanyaan tentang situasi target dan sikap terhadap situasi dari berbagai peserta dalam proses
pembelajaran.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam menganalisa kebutuhan yaitu dengan
pembuatan angket, wawancara, pengamatan dan pengumpulan data. Dalam menganalisa
kebutuhan belajar perlu sebuah kerangka yang kemudian di analisis. Kerangka tersebut
berupa pertanyaan seperti apa alasan peserta didik memilih bidang tersebut? Bagaimana
peserta didik belajar? Sumber pelajaran apa yang tersedia? Siapa peserta didik itu sendiri?
Dimana tempat pembelajaran ESP? dan kapan belajar ESP?
9
CHAPTER 7
Pendekatan desain pelajaran
Model pembelajaran adalah proses dimana data mentah mengenai kebutuhan belajar
ditafsirkan untuk menghasilkan serangkaian pengalaman belajar-mengajar yang terpadu,
tujuan utamanya adalah untuk meneliti keadaan pengetahuan tertentu. Hal ini memerlukan
penggunaan informasi teoritis dan empiris yang tersedia untuk menghasilkan silabus, untuk
memilih, menyesuaikan atau menulis materi sesuai dengan silabus, untuk mengembangkan
materi-materi metode pengajaran dan untuk menetapkan prosedur evaluasi yang mana
kemajuan terhadap target yang ditetapkan akan diukur.
Terdapat tiga jenis pendekatan
1. Bahasa berpusat pada desain
Bahasa berpusat pada model/desain peserta didik bertujuan untuk menarik hubungan
langsung antara sasaran situasi analisis.
Beberapa kelemahan model ini diantaranya :
a. Dalam model ini kebutuhan peserta didik tidak diperhitungkan sama sekal, oleh
karena itu bukan berpusat pada peserta didik tetapi membatasi peserta didik.
b. Proses berpusat pada bahasa juga dapat dikritik karena prosedur statis dan tidak
flexible yang dapat memperhitungkan sedikit konflik dan kontradiksi yang
melekat dalam setiap usaha manusia. Prosedur apapun harus memiliki fleksibilitas
saluran umpan balik dalam membangun toleransi kesalahan sehingga dapat
merespon pengaruh terduga atau berkembang.
c. Menghindari kesalahan yang dibuat oleh pendekatan audiolingual tentang
keyakinan bahwa bahasa memiliki system yang akan mendorong pembelajaran
yang sistematis.
d. Jika materi didasarkan pada model berpusat pada bahasa, maka faktor lain yang
digunakan tidak diakui dalam model. Ini adalah yang begiru sering tampak
menjadi kasus, faktor-faktor pembelajaran tidak dianggap menjadi penting.
e. Analisis bahasa berpusat data dalam situasi target hanya pada tingkat pemula.
2. Model pembelajaran berpusat pada keterampilan
Sejumlah proyek ESP telah dibentuk dengan tujuan khusus mengembangkan
kemampuan siswa untuk membaca teks bahasa inggris. Keterampilan berpusat
didasarkan pada dua prinsip yaitu bersifat teoritis dan pragmatis.
10
a. Hipotesis teoritis dasar adalah hal yang mendasari perilaku bahasa yaitu
keterampilan tertentu dan strategi, yang pelajar gunakan untuk menghasilkan atau
memahami wacana. Pendekatan yang berpusat pada keterampilan bertujuan untuk
menjauh dari data kinerja pemula dan memperhatikan kompetensi yang mendasari
kinerja. Pembelajaran yang berpusat pada keterampilan, kemudian akan
menyajikan tujuan pembelajarannya (meskipun mungkin tidak secara tegas) baik
dari segi kinerja dan kompetensi.
b. Dasar pragmatis untuk pendekatan keterampilan yang berpusat berasal dari
perbedaan yang dibuat oleh Widdowson (1981) antara berorientasi pada tujuan
kursus dan proses-berorientasi saja.
Peran analisis kebutuhan dalam pendekatan yang berpusat pada keterampilan
ada dua. Pertama, ia menyediakan dasar untuk menemukan kompetensi dasar yang
memungkinkan orang untuk tampil di sasaran situasi. Kedua, memungkinkan
perencana untuk menemukan potensi pengetahuan dan kemampuan pelajar ke kelas
ESP.
Pendekatan berpusat pada keterampilan kemudian menyatakan untuk peserta
didik lebih diperhitungkan dibandingkan dengan pendekatan bahasa yang berpusat
pada:
a) Memandang bahasa dalam hal bagaimana proses pemikiran peserta didik
daripada kesatuan itu sendiri.
b) Mencoba untuk membangun faktor-faktor positif peserta didik dalam pelajaran,
bukan hanya pada gagasan negatif 'kekurangan'.
c) Menyusun tujuannya dalam istilah terbuka, sehingga memungkinkan peserta didik
untuk mencapai sesuatu.
3. Pembelajaran yang berpusat pada pendekatan
Belajar dipandang sebagai suatu proses di mana peserta didik menggunakan
pengetahuan atau keterampilan yang mereka miliki untuk memahami informasi baru.
Pembelajaran adalah suatu proses internal, yang krusial tergantung pada pengetahuan
peserta didik sudah ada dan kemampuan mereka dan motivasi untuk
menggunakannya.
11
CHAPTER 8
Silabus
Silabus adalah dokumen yang berisi apa yang akan/harus dipelajari oleh peserta didik.
a. Silabus evaluasi
Silabus ini lebih menekankan untuk mengevaluasi keberhasilan dan kegagalan
pembelajaran.
b. Organisasi silabus
Silabus ini berisi urutan yang harus dipelajari.
c. Bahan-bahan silabus
Silabus berisi bahan-bahan berupa asumsi-asumsi mengenai sifat bahasa, penggunaan
pembelajaran bahasa. Penulis silabus juga mencantumkan jumlah dan jenis latihan
yang akan dibahas yang termasuk dalam aspek bahasa. Semua ini memiliki efek
terhadap peserta didik.
d. Silabus guru
Guru sebagai penulis silabus dapat mempengaruhi kejelasan, intensitas dan frekuensi
item apapun, dan dengan demikian mempengaruhi penerimaan pembelajaran peserta
didik.
e. Silabus kelas
Kondisi kelas bisa mempengaruhi rencana pelajaran. Kondisi dari luar kelas maupun
kondisi peserta didik itu sendiri, maka dari itu pembuatan silabus harus disesuaikan
dengan kondisi kelas.
f. Silabus pelajar
Sebuah silabus internal. Ini adalah jaringan pengetahuan yang berkembang di dalam
otak peserta didik dan memungkinkan peserta didik memahami dan menyimpan
pengetahuan.
Silabus harus digunakan secara bijaksana agar dapat memberikan dukungan
dan bimbingan untuk menumbuhkan kreativitas. Silabus bukanlah sebuah tulisan
biasa, melainkan dokumen yang harus digunakan untuk memaksimalkan tujuan dan
proses belajar.
12
CHAPTER 9
Bahan-bahan evaluasi
Evaluasi adalah masalah menilai sesuatu untuk tujuan tertentu. Keputusan akhir yang
dibuat kemungkinan menjadi lebih baik untuk hal yang berbasis pada pemeriksaan sistematis
dari semua variabel penting.
Evaluasi pada dasarnya adalah sebuah proses pencocokan: pencocokan kebutuhan
untuk solusi yang tersedia. Jika pencocokan ini harus dilakukan seobjektif mungkin, yang
terbaik adalah melihat kebutuhan dan solusi secara terpisah. Dalam analisis akhir, pilihan
apapun akan dilakukan atas dasar subjektif.
Terdapat empat langkah proses evaluasi diantaranya :
1. Mendefinisikan kriteria.
2. Analisis subjektif.
3. Tujuan analisis.
4. Mencocokan.
13
CHAPTER 10
Bahan-bahan desain
Menulis bahan adalah salah satu fitur karakteristik ESP dalam hal praktek yang berbeda
dengan pengajaran bahasa inggris umum.
a. Seorang guru atau lembaga mungkin ingin memberikan bahan ajar yang sesuai
berdasarkan subjek didik tertentu, namun bahan tersebut tidak tersedia secara
komersial.
b. Ketika bahan yang dibutuhkan tersedia guru atau lembaga kesulitan untuk membeli
karena biaya impor yang mahal.
c. Bahan ESP juga dapat ditulis untuk non-alasan pendidikan
Karena keterbatasan bahan, guru ESP memproduksi bahannya sendiri yang kemudian
didistribusikan ke lembaga lain atau bahkan di terbitkan tetapi pada umumnya bahan
ESP dibuat oleh guru dari lembaga pendidikan tertentu untuk mahasiswa di institusi
tersebut.
Guru telah mendapatkan pelatihan keterampilan dan teknik penulisan bahan
untuk membantu guru lebih sadar dengan apa yang dilibatkan oleh guru dalam
belajar.
14
CHAPTER 11
Metodologi
Beberapa prinsip dasar pembelajaran bahasa yang akan mendukung metodologi
pembelajaran yang berpusat.
1. Pembelajaran bahasa kedua adalah proses pembangunan.
Pada hal ini peserta didik menggunakan pengetahuan yang ada untuk
memahami informasi baru agar pembelajaran bisa berlangsung dengan baik.
2. Pembelajaran bahasa adalah proses aktif
Tidak hanya memiliki pengetahuan tetapi peserta didik juga harus
menggunakan pengetahuan itu secara aktif.
a. Aktivitas psikomotor yaitu pengamatan gerakan dari organ berbicara atau anggota
badan sesuai dengan perintah otak.
b. Aktivitas pengolahan bahasa yaitu kegiatan yang bersifat internal dan tidak bisa
diamati.
Hal-hal di atas adalah factor penting kegiatan pengolahan bahasa. Aktivitas
tidak harus dinilai dalam seberapa seringkah peserta didik berbicara dan menulis,
tetapi seharusnya seberapa seringkah peserta didik berpikir untuk menggunakan
kapasitas kognitif mereka dan pengetahuan untuk memahami informasi baru.
3. Pembelajaran bahasa adalah proses pengambilan keputusan.
Peserta didik harus mengambil keputusan mengenai berbagai hal yang akan
muncul saat pembelajaran berlangsung.
4. Pembelajaran bahasa bukan hanya soal pengetahuan linguitik.
Ketidakcocokan antara konseptual/ kapasitas kognitif dan tingkat bahasa
peserta didik menjadi masalah paling mendasar dari pembelajaran bahasa kedua.
5. Pembelajaran bahasa bukanlah pengalaman pertama pembelajar dengan bahasa.
Setiap mempelajari bahasa kedua peserta didik sudah mampu berkomunikasi
dalam satu bahasa. Peserta didik tidak mengetahui konsep bahasa tetapi mereka
mengetahui komunikasi bagaimana yang digunakan. Pengetahuan komunikasi peserta
didik harus secara aktif di eksploitasi dalam pembelajaran bahasa kedua.
15
6. Belajar adalah pengalaman emosional
Pada hal ini guru harus mengembangkan emosi positif saat pembelajaran
berlangsung.
7. Pembelajaran bahasa adalah sebuah kebetulan.
Bahasa dapat dipelajari secara kebetulan.
8. Pembelajaran bahasa tidak sistematis.
Pembelajaran bahasa secara sistematis tidak akan menjamin belajar.
16
CHAPTER 12
Evaluasi
Tekanan-tekanan yang sama telah menghasilkan kebutuhan yang sama kuat untuk
pendekatan yang lebih terbuka dan koheren untuk evaluasi. Setiap kursus pengajaran bahasa
memiliki persyaratan evaluasi tertentu, tetapi dalam ESP persyaratan ini dibawa ke dalam
fokus tajam oleh fakta bahwa pelajaran ESP biasanya memiliki tujuan tertentu.
Dua tingkat evaluasi
1. Penilaian peserta didik
Penilain di ESP memiliki kepentingan yang lebih besar karena berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan tugas-tugas komunikatif tertentu.
2. Evaluasi pelajaran
Evaluasi ESP itu sendiri, evaluasi yang membantu untuk menilai apakah tujuan ESP
terpenuhi dengan kata lain adalah melakukan apa yang dirancang untuk dilakukan.
Evaluasi peserta didik adalah tidak untuk menunjukan dengan tepat dimana kesalahan
terletak, tetapi hanya menunjukan adanya kesalahan.
Evaluasi dapat memenuhi dua fungsi penilaian dan umpan balik. penilaian adalah
masalah mengukur apa yang sudah diketahui. namun penilaian apapun juga harus
memberikan umpan balik positif untuk menginformasikan guru dan siswa tentang apa yang
masih belum diketahui, sehingga memberikan masukan penting pada isi dan metode
pekerjaan di masa depan.
17
CHAPTER 13
Orientasi
1. Kurangnya suatu ortodoks
ESP telah mengalami sejumlah perubahan besar dalam orientasi. Ini telah
terjadi karena ESP telah dikembangkan pada saat revisi mendasar pandangan kita
tentang bahasa dan pembelajaran telah berlangsung. Guru ESP harus mempersenjatai
diri dengan pengetahuan tentang perkembangan teoris dan praktis agar mampu
membuat berbagai keputusan yang diminta.
2. Bidang pengetahuan baru
Dalam hal ini guru ESP harus menguasai materi bahasa dan pelajarang di luar
batas pengalaman mereka sebelumnya, selain itu guru ESP harus memahami materi
pelajaran ESP.
Dengan kata lain, guru ESP tidak harus menjadi seorang guru dari
materi pelajaran, melainkan seorang mahasiswa yang tertarik pada materi
pelajaran.
Satu hal lagi yang perlu diperhatikan adalah bahwa, seperti dengan
kebutuhan peserta didik, pengetahuan guru bukanlah komoditas statis.
Banyak guru ESP terkejut melihat berapa banyak pengetahuan materi
pelajaran mereka yang diambil dengan mengajarkan materi atau
berbicara kepada siswa.
3. Perubahan status pengajaran bahasa inggris
Hal yang paling penting dari semua adalah bahwa kerjasama
antara guru ESP dengan spesialis harus merupakan proses dua arah:
subjek khusus dapat membantu guru ESP untuk belajar lebih banyak
tentang subjek khusus dan dapat membantu guru ESP untuk belajar lebih
banyak tentang situasi target pelajar.
Guru ESP harus siap menerima kondisi yang tak terelakkan,
berusaha untuk berimprovisasi dan juga sabar. Cara yang paling penting
di mana guru ESP menjadi negosiator adalah berkaitan dengan peserta
didik itu sendiri. Berbeda dengan guru bahasa Inggris Umum, guru ESP
dihadapkan oleh sekelompok peserta didik dengan harapan tertentu
mengenai isi, sifat dan prestasi saja. Kita bisa melihat efek ini paling jelas
jika kita mempertimbangkan masalah memiliki peserta didik dari
beberapa subjek khusus yang berbeda di kelas yang sama di ESP.
Tampaknya sesuatu kontradiksi untuk mencoba dan mengajarkan ESP
18
pada seorang Ahli biologi, insinyur, mahasiswa Kedokteran dan Arsitek di
kelas yang sama.
19