SUKSESI - UNMAS

108

Transcript of SUKSESI - UNMAS

Page 1: SUKSESI - UNMAS
Page 2: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /i

SUKSESIPERUSAHAAN KELUARGA

Page 3: SUKSESI - UNMAS

ii/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Page 4: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /iii

SUKSESI

Penerbit CV. Setia Bakti

PERUSAHAAN KELUARGA

DR. LUH KADEK BUDI MARTINI, SE.,MM.

Kata PengantarProf. Dr. I Nengah Dasi Astawa, MSi.

Page 5: SUKSESI - UNMAS

iv/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

SUKSESI PERUSAHAAN KELUARGA

Dr. Luh Kadek Budi Martini, SE.,MM.

Cover Design : M. Setia

Lay Out : N. Bakti

Cetakan IPebruari 2018Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Penerbit. CV. Setia BaktiJl. Padma 30 Penatih Denpasar [email protected]

ISBN : 978-602-6740-07-6

Isi di luar tanggung jawab percetakanPT. Mabhakti

Page 6: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /v

“Generasi pertama merintis dan membangun, generasi keduamenikmati, sedangkan generasi ketiga menghabiskan,”

istilah ini dikenal sebagaisindrom dale stalle(Marpa, 2010)

Perusahaan keluarga telah menjadi penggerak penting bagimodernisasi industri, seperti perusahaan keluarga

Carnegy di Amerika Serikat, Louis Vuittondi Eropa, Li Ka-Shing di Hong Kong

dan Sumitomo di Jepang(Hall & Nordqvist, 2008).

Perusahaan keluarga mampu memberi sumbangan antara 45%sampai 70% dari Produk Domestik Kotor (GDP) dan

banyak menyerap tenaga kerja di banyak negara(Glassop & Waddell, 2005)

Page 7: SUKSESI - UNMAS

vi/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Page 8: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /vii

Perbedaan antara perusahaan keluarga dan non keluargaadalah di mana perusahaan keluarga merupakan perusahaan yang dimiliki,dikontrol, dan dijalankan oleh anggota sebuah atau beberapa keluarga.Sebaliknya, perusahaan non keluarga adalah perusahaan yang dimiliki olehdua oang atau lebih yang tidak memiliki hubungan keluarga, yang dikelolasecara bersama atau memanfaatkan agensi (manajemen), dan umumnyaberorientasi keuntungan baru kemudian kesinambungan perusahaan. Dariberbagai hasil penelitian, salah satu keunggulan perusahaan keluarga adalahbiasanya berorientasi jangka panjang terhadap bisnis karena menganggapkelangsungan bisnis terkait langsung dengan kelangsungan hidup keluarga(Susanto, 2010).

Dari sisi budaya perusahaan, semangat keluarga menentukan nilai,norma, dan sikap yang berlaku dalam perusahaan. Sementara nilai darianggota keluarga mengekspresikan penciptaan suatu tujuan umum bagikaryawan dan membantu terbentuknya identitas dan komitmen. Dalamperusahaan keluarga yang berjalan terus, karyawan memiliki perasaansebagai bagian dari keluarga yang menciptakan atmosfir lebih peduli. Jugakarena relatif tidak birokratis sehingga akses kepada manajemen seniorlebih mudah, dan pengambilan keputusan pun lebih cepat dan lebih efektif.

Namun di sisi lain, budaya pada banyak perusahaan keluarga jugamemiliki sejumlah sisi negatif, yang metaforanya adalah The Moon Culture.Maksudnya sangat tergantung kepada suasana hati (mood) pemiliknya.Ciri-ciri The Moon Culture adalah pertama, apa yang disebut denganSuperman Syndrome dan kepemimpinan ganda. Sang pemimpin danpemilik seolah menjadi superman yang dapat menjalankan berbagi perandan mengatasi berbagai persoalan dalam perusahaan. Juga munculnyakepemimpinan dari pihak keluarga yang acap membingungkan karyawan.Sisi negatif lainnya adalah tiadanya garis tegas antara persoalan perusahaan

KATA PENGANTARProf. Dr. I Nengah Dasi Astawa, MSi.Guru Besar Ilmu Manajemen Undiknas Denpasar

Koordinator Kopertis Wil. VIII

Page 9: SUKSESI - UNMAS

viii/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

dan persoalan pribadi; kesetiaan lebih kepada pribadi ketimbang organisasi;prosedur yang lebih bertumpu kepada situasi, yang pada umumnya sangattergantung dari penilaian pemilik, dan transparansi yang rendah.

Kelebihan buku yang berjudul “Suksesi Perusahaan Keluarga” iniadalah mengulas berbagai teori yang berkaitan dengan perusahaan keluarga.Penulis merangkum, mengelaborasi dan memaparkan berbagai teori, baikyang berpengaruh terhadap kesuksesan maupun yang menjadikan kegagalanperjalanan bisnis perusahaan keluarga. Hasil-hasil riset di berbagai negaradibuatkan sebuah sintesa ke dalam satu model, serta diteliti pada perusahaankeluarga di Bali. Bagi para ilmuwan yang akan melakukan penelitian yangmenjadikan perusahaan keluarga sebagai obyek riset, maka buku ini patutmenjadi pertimbangan sebagai referensi.

Selaku pribadi maupun selaku ilmuwan, saya sangat mengapresiasiterbitnya buku ini, karena sangatlah tidak mudah merangkum berbgai teoridan mencoba mengkaitkannya antara satu teori dengan teori lainnya.Sedangkan selaku pimpinan Kopertis 8, tentu saya berharap banyak lagipara dosen yang berada di Koperis 8 untuk mengikuti jejak Dr. Luh KadekBudi Martini, sehingga produktivitas karya tulis bagi dosen di lingkunganKopertis 8 semakin meningkat.

Terima kasih.

Denpasar, 11 Maret 2018

Page 10: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /ix

KATA PENGANTAR EDITOR

Dunia bisnis dan dunia keluarga memang memiliki perbedaan yangamat curam. Umumnya dalam sebuah keluarga kepentingan keluarga akanmengalahkan kepentingan-kepentingan yang lain. Padahal, perusahaanmenuntut sikap yang profesional. Termasuk juga dalam masalah kompensasiatau pembagian keuntungan. Perusahaan profesional akan mendasarkanpemberian gaji pada nilai pasar dan riwayat kerja (kinerja) seseorang.Sedangkan keluarga mendasarkan pemberian gaji pada kebutuhan. Di siniterlihat betapa keluarga memiliki standar yang tidak jelas.

Salah satu keunggulan perusahaan keluarga adalah orientasi jangkapanjang terhadap bisnis karena menganggap kelangsungan bisnis terkaitlangsung dengan kelangsungan hidup keluarga. Jika perusahaan bangkrut,keluarga tidak bisa makan. Di samping itu, dalam banyak kasus perusahaandan produk sangat mempengaruhi identitas anggota keluarga. Sehinggajika produk yang dihasilkan dipersepsikan cacat atau bermutu rendah,seakan-akan merefleksikan diri mereka. Jadi sebuah perusahaan keluargakemungkinan tidak tertarik untuk memperoleh keuntungan finansial jangkapendek yang dapat menodai kedudukan perusahaan.

Masalah terpenting dalam keberlanjutan bisnis keluarga adalahmasalah suksesi. Suksesi memang bukan satu-satunya penentukelanggengan bisnis keluarga. Tapi, mau tidak mau generasi pendahuluharus memberikan tongkat estafet perusahaan kepada generasi berikutnya.Suksesi tidak hanya berarti pata tingkat pimpinan dan manajerial saja,termasuk pada kebijakan-kebijakan perusahaan. Terdapat tujuh langkahdalam melakukan suksesi perusahaan keluarga: mengevaluasi strukturkepemilikan; mengembangkan gambaran struktur yang diharapkan setelahsuksesi; Mengevaluasi keinginan keluarga; mengembangkan prosespemilihan, melatih dan memonitoring penerus masa depan; Melakukanaktivitas team building dari keluarga; Menciptakan dewan direksi yangefektif; Yang terakhir, memasukkan penerus pada saat yang tepat, yaituketika pendiri umumnya berusia di atas 50 tahun dan penerus berusia 30tahun.

Page 11: SUKSESI - UNMAS

x/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Nah, kompleksitas hubungan dalam perusahaan keluargamemerlukan manajemen yang terbuka, artinya manajemen yang dikelolasecara profesional. Manajemen yang baik diperlukan untuk kesuksesantiap bisnis. Praktek manajemen bisnis keluarga yang baik memiliki ciri-cirisebagai seperti: Merangsang pemikiran dan pemahaman strategi bisnis yangbaru; Merekrut dan mempertahankan manajer non keluarga yang baik;Menciptakan organisasi yang fleksibel dan inovatif; Menciptakan danmelindungi modal; dan Menyiapkan pengganti kepemimpinan (suksesi).

Salah satu permasalahan umum yang dihadapi ketika perusahaankeluarga berkembang adalah menentukan gaya bisnis apa yang sebaiknyaditerapkan dalam manajemennya. Ketika perusahaan masih dalam tarafkecil, manajemen keluarga masih dapat digunakan. Tetapi makin besarperkembangan usahanya, gaya manajemen tentunya harus berubah karenakemungkinan tidak lagi mampu jika hanya anggota keluarga yang mengelola.

Ciri negatif yang harus dihindari oleh perusahaan keluarga antaralain; kurang formalitas, pemisahan urusan personal bisnis yang tidak jelas,serta kepemimpinan ganda. Hubungan interpersonal yang emosional jugaharus dihindari. Dalam bisnis keluarga, sikap-sikap jujur, ulet dan tidakserakah akan membawa pada perkembangan yang baik. Sifat jujurdiperlukan agar orang tetap percaya dengan setiap perkataan danperbuatannya. Sikap ulet dapat mendorong seseorang untuk maju dantidak gagal. Sikap tidak serakah mencegah seorang pengusaha tidak fokusdalam melakukan ekspansi usahanya.

Buku ini yang merupakan hasil penelitian, mencoba mengupas secarabaik keterkaitan berbagai variabel yang mempengaruhi keberhasilanseorang generasi penerus dalam perusahaan keluarga. Tentu banyakmanfaat yang akan diperoleh bagi pembaca, terutama para peneliti.Meskipun demikian, masih banyak ditemukan beberpa kekurangan dalampenulisan, dan tentu hal itu sangat manusiawi.

Denpasar, 22 Maret 2018Editor,

Prof. Dr. Ida Bagus Raka Suardana, SE.,MM.

Page 12: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /xi

SEKAPUR SIRIH PENULIS

Puji syukur penulis sampaikan kehadapan Ida Hyang Widi Wasa atasterbitnya buku ini bertepatan pada saat ulang tahun penulis yang ke-43tahun (22 Maret 1975-2018). Tiada kata yang sanggup untuk dilontarkan,karena meringkas menjadi sebuah buku dari hasil penelitian disertasi doktor,gampang-gampang susah. Gampangnya, karena materinya sudah ada,susahnya adalah meringkas dan membuat menjadi pas agar terangkaiseluruh alinea sehingga layak menjadi sebuah buku. Tentu dalam meringkasini banyak materi yang terbuang, dan yang terbuang tersebut bisa sajaadalah bagian penting bagi sebuah bahasan yang tertuang dalam buku.

Buku ini merupakan kompilasi dan ringkasan hasil dari sebuahpenelitian lapangan, di mana hal-hal substansial dicoba untuk diungkapkan,serta keterkaitan antar variabel yang berhubungan dengan perusahaankeluarga dipaparkan secara ilmiah. Ada 4 variabel utama yang terungkapdalam buku ini, yakni nilai-nilai, perencanaan suksesi, karakteristik suksesordan kinerja suksesor. Semua variabel itu diuji keterkaitannya di dalampenelitian yang dilakukan sekitar 6 bulan pada perusahaan keluarga yangada di Bali.

Semoga buku ini bermanfaat, terutama bagi para peneliti yang akanmencari rujukan dalam penelitian yang berkaitan dengan perushaankeluarga (family business / family corporate). Tentu penulis merasakanbanyak sekali kekurangan dalam buku ini, dan untuk itu penulis mohonmaaf atas kekurangan tersebut.Terima Kasih

Denpasar, 22 Maret 2018Penulis,

Luh Kadek Budi Martini

Page 13: SUKSESI - UNMAS

xii/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Page 14: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /xiii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................ viiKata Pengantar Editor ................................................................. ixSekapur Sirih ............................................................................... xiDaftar isi ...................................................................................... xiii

Bagian 1Fenomena Perusahaan Keluarga .................................................. 1

Bagian 2Definisi dan Karakteristik Perusahaan Keluarga ............................ 16

Bagian 3Teori dan Suksesi Perusahaan Keluarga ....................................... 23- Teori Perusahan Keluaraga ........................................................ 23- Suksesi Perusahaan Keluarga .................................................... 24

Bagian 4Perencanaan Suksesi Perusahaan Keluarga .................................. 35- Perencanaan Suksesi ................................................................. 35- Indikator Perencanaan Suksesi Perusahaan Keluarga ................. 40

Bagian 5NiLai-nilai Perusahaan Keluarga .................................................. 44- Pengertian Nilai-nilai (Values) .................................................... 44

Page 15: SUKSESI - UNMAS

xiv/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Bagian 6Karakteristik dan Kinerja Suksesor .............................................. 48- Karakteristik Suksesor .............................................................. 48- Indikator Karakteristik Suksesor ............................................... 51- Kinerja Suksesor ...................................................................... 51- Indikator Kinerja Suksesor ........................................................ 54

Bagian 7Keterkaitan antara Nilai-nilai, Karakteristik Suksesor,Perencanaan Suksesi dan Kinerja Suksesor .................................. 55- Keterkaitan Antara Nilai-nilai Terhadap Karakteristik Suksesor ................................................................................... 55- Keterkaitan Antara Nilai-Nilai dengan Perencanaan Suksesi ....... 58- Keterkaitan Antara Karakteristik Suksesor dengan Perencanaan Suksesi ................................................................ 59- Keterkaitan Antara Nilai-Nilai dengan Kinerja Suksesor ............ 62- Keterkaitan Antara Karakteristik Suksesor dengan Kinerja Suksesor ....................................................................... 65- Keterkaitan Antara Perencanaan Suksesi dengan Kinerja Suksesor ....................................................................... 66

Bagian 8Penutup ....................................................................................... 68Daftar Pustaka ............................................................................. 70Lampiran ..................................................................................... 87

Bio Data Penulis .......................................................................... 92

Page 16: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /1

BAGIAN 1FENOMENA PERUSAHAAN KELUARGA

Perusahaan keluarga telah menjadi penggerak penting bagimodernisasi industri di banyak negara, seperti perusahaan keluarga Carnegydi Amerika Serikat, Louis Vuitton di Eropa, Li Ka-Shing di Hong Kongdan Sumitomo di Jepang (Hall & Nordqvist, 2008). Banyak negara duniajuga memberi perhatian pada peran perusahaan keluarga untuk mengatasikemiskinan dan pengangguran (Zahra & Sharma, 2004). Sejumlahpenelitian telah mencatatkan peran yang sangat sig-nifikan dari perusahaankeluarga atas pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perusahaan keluargatelah memberi kontribusi yang sangat besar bagi kegiatan ekonomi. Berbedadengan perusahaan-perusahaan bukan keluarga yang mengalami pasangsurut pertumbuhan, perusahaan keluarga justru menunjukkan kinerja yangstabil dan cenderung meningkat. Sebagai dampak dari itu, pe-rusahaankeluarga mampu memberi sumbangan antara 45% sampai 70% dari ProdukDomestik Kotor (GDP) dan banyak menyerap tenaga kerja di banyaknegara (Glassop & Waddell, 2005).

Posa (2007) mengatakan bahwa 80-98% bisnis di duniamerupakan usaha keluarga, perusahaan keluarga menciptakan 64% GDPdi Amerika Serikat dan diperkirakan memiliki andil dalam penciptaan GDPnegara lain sebesar 75%. Di Australia, perusahaan keluarga berperanpenting bagi perekonomian, dengan persentase sebesar sekitar 67% darikeseluruhan perusahaan swasta dan mempekerjakan lebih dari 50%angkatan kerja. Di Jerman, di mana sektor manufakturnya didominasi olehperusahaan multinasional besar, sebanyak 90,431 dari 107,094 perusahaanyang ada dimiliki keluarga dan dipimpin oleh anggota keluarga (Lamsfub& Wallau, 2012).

Page 17: SUKSESI - UNMAS

2/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Perusahaan keluarga juga memiliki peran yang signifikan di negaraberkembang seperti di India (Basu, 2000). Sementara di Jepang, Alloucheet. al (2008) menyatakan bahwa ada sekitar 42.68% perusahaan yangterdaftar di tahun 2003 merupakan perusahaan keluarga. Hal yang serupajuga berlaku di wilayah Timur Tengah, tercatat 98 % dari kegiatan komersialdalam Gulf Cooperation Council, di mana termasuk di dalamnya negaraSaudi Arabia, Kuwait dan hampir seluruh negara di kawasan Teluk Persiamerupakan usaha yang dijalankan oleh keluarga (Waheed, 2007).

Moores and Barrett (2002) mendefinisikan bahwa suksesi adalahperalihan kepemilikan perusahaan keluarga kepada suk-sesor. Perusahaankeluarga seringkali mempunyai masalah dalam suksesi ketika pendiri bisnisatau generasi pertama telah begitu lama menge-lola perusahaan keluarganyadan mendekati masa pensiun. Keberlanjutan perusahaan keluargatergantung pada suksesnya suksesi, sehingga tidak bisa dipungkiri bahwamasa depan perusahaan kelu-arga tergantung pada keberhasilan suksesi.

Penelitian yang dilakukan Family Business Review tahun 2003(Hall & Nordqvist, 2008) menunjukkan sekitar 71 persen perusahaankeluarga di Australia dimiliki generasi pertama, sekitar 20 persen olehgenerasi kedua, dan hanya sekitar 9 persen yang dimiliki generasi ketiga.Ward (2004) melakukan penelitian selama 25 tahun berkenaan dengansuksesi dalam perusahaan keluarga dan diperoleh hasil analisis bahwa hanyasekitar 5% sampai dengan 10% perusahaan keluarga sampai pada tahapsibling ownership, yaitu tahap di mana perusahaan keluarga dikelola olehketurunan pertama dari pendiri perusahaan.

Dari sisi keuangan, penelitian yang dilakukan Monash Universitypada tahun 1997 menunjukkan, rata-rata kekayaan generasi pertamasebesar sekitar 690 juta dollar AS, kekayaan generasi kedua menurunmenjadi sekitar 293 dollar AS, dan kekayaan generasi ketiga tinggal sekitar170 juta dollar AS (Triyatna, 2010). Hal tersebut merupakan wujud nyatadari jargon yang sering mengemukan yakni “generasi pertama merintis danmembangun, generasi kedua menikmati, sedangkan generasi ketiga

Page 18: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /3

menghabiskan,” istilah ini dikenal sebagai sindrom dale stalle (Marpa,2010).

Mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Family Firm Instituteuntuk the Family Business Review, 2003 (Hall and Nordqvist, 2008),diketahui bahwa hanya 30% dari keseluruhan perusahaan yang dimilikioleh keluarga bisa bertahan pada masa transisi antar generasi pada generasike-dua, sementara itu hanya 12% mampu bertahan pada generasi ke-tigadan hanya 3% saja yang mampu berkembang sampai pada generasi ke-empat dan seterusnya. Hal ini yang membuat bertumbuh suburnya idiomdalam perusahaan keluarga bahwa: “generasi pertama yang mendirikan,generasi ke-dua yang membangun, dan generasi ke-tiga yang merusak”.

Walaupun perencanaan suksesi sangat penting, terbukti di AmerikaSerikat, hanya 28 persen perusahaan keluarga yang mempunyaiperencanaan suksesi (Susanto et al., 2008). Kaslow (2006) jugamenemukan bukti bahwa kegiatan pendampingan kandidat suksesor olehpendahulu (incumbent’s mentoring) yang merupakan salah satu bagiandari persiapan dan perencanaan suksesi, sangat efektif dalam mengenalkandan mengajarkan bisnis kepada suksesor. Kandidat suksesor ternyatamenunjukkan hubungan yang lebih baik dengan pendahulunya secarasignifikan dengan adanya pendampingan tersebut. Para pendahulumemperkenalkan bisnis di usia dini (early age) dan kandidat suksesordiajak untuk ikut bekerja secara full-time dalam bisnis keluarga sejakusia dini.

Di sisi lain, karakteristik individu suksesor merupakan cerminan darikemampuan penerus (suksesor) terhadap kesiapan suksesor untukmeneruskan perusahaan. Marpa (2010) dalam penelitiannya menemukankarakteristik suksesor memberikan pengaruh terhadap keberhasilanperusahaan keluarga. Hal ini mendukung teori yang dikemukakan olehKing et al. (2001) yang lebih menekankan kualitas kepemimpinan suksesordalam perusahaan keluarga. Karakteristik suksesor juga ditentukan olehtingkat hubungan yang terjadi dalam keluarga atau sistem keluarga yangdianut (Lee, 2003). Dalam perusahaan keluarga terdapat saling

Page 19: SUKSESI - UNMAS

4/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

ketergantungan antara keluarga dan perusahaan. Sebagaimana sifatperusahaan keluarga, sistem keluarga memiliki saling ketergantungan yangsangat dekat dan mendalam antara sistem keluarga dan sistem perusahaan(Kepner, 2013). Perusahaan keluarga merupakan keterpaduan dua sistemyang saling bersinggungan (Beckard & Dyer, 1983; Lansberg, 1999).

Nilai-nilai keluarga pemilik perusahaan sangatlah mempengaruhibudaya perusahaan dari sebuah perusahaan keluarga (Soedibyo, 2007),sehingga latar belakang sang pemilik , termasuk latar belakang etnik jugasering memberi nilai-nilai pada budaya perusahaan yang diperantarai olehnilai yang diyakini oleh sang pemilik (Susanto & Sujanto, 2008). Nilaiyang ada dalam perusahaan adalah salah satu faktor kunci yang merupakan“efek keluarga,” istilah yang digunakan oleh Dyer (1988) ketika mengacupada dampak keluarga terhadap kinerja. Dikatakannya nilai-nilai (values)yang ada dalam keluarga pemilik perusahaan adalah salah satu faktor yangberdampak terhadap kinerja pengelola. Sementara itu, Miller dan LeBreton-Miller (2005) mengidentifikasi bahwa nilai-nilai yang berasal pendiriatau pemilik perusahaan merupakan dorongan bagi karyawan sebagai halyang mutlak untuk menjadikan perusahaan keluarga berumur panjang,dan transfer values dipentingkan agar penerusnya mengikuti apa yangdiinginkan pendiri.

Penelitian La Porta et al. (1999) memang menunjukkan bahwakebiasaan keluarga mempengaruhi kinerja pimpinan perusahaan tergantungpada tingkat transparansi dan regulasi yang diterapkan termasukperencanaan suksesi di dalamnya. Di sisi lain, Gibson et al. (2008)menyatakan sistem yang menembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yangada di setiap organisasi dapat mendorong atau menurunkan efektifitassebuah organisasi.

Pentingnya perencanan suksesi untuk keberhasilan perusahaankeluarga diteliti oleh Miller dan Isabelle (2006) dan Kaslow (2006). Millerdan Isabelle (2006) menyatakan bahwa suksesi bisnis yang baik merupakanindikator yang valid terhadap kinerja bisnis. Sementara Kaslow (2006)menemukan bukti bahwa kegiatan pendampingan kandidat suksesor oleh

Page 20: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /5

pendahulu (incumbent’s mentoring) yang merupakan salah satu bagiandari persiapan dan perencanaan suksesi, sangat efektif dalam mengenalkandan mengajarkan bisnis kepada suksesor.

Sejumlah penelitian tentang karakteristik suksesor dalamperusahaan keluarga dilakukan oleh Malone dan Jenster (2014), Levinson(2001) dan Morris (2007) yang menyatakan bahwa karakteristik pribadiseorang suksesor dapat mempengaruhinya dalam pengelolaan perusahaan.Penelitian Marpa (2010) menemukan karakteristik suksesor memberikanpengaruh terhadap keberhasilan perusahaan keluarga untuk tetap hidupdan berkembang. Hal ini mendukung konsep yang dikemukakan oleh Kinget al. (2001), dimana kualitas kepemimpinan suksesor ditekankan dalammencapai keberhasilan perusahaan keluarga.

Banyak penelitian telah dilakukan tentang keberhasilan suksesiperusahaan keluarga, namun masih sedikit yang mengkaitkan dengan nilai-nilai yang dianut oleh keluarga pemilik perusahaan. Nilai-nilai yang dianutkeluarga dalam organisasi bisnis yang dimiliki diakui sebagai kekuatan dalammengintergrasikan struktur, proses dan strategi dalam mencapai kinerjayang maksimal.

Sulistyo (2012) menyatakan bahwa kehadiran tata nilai yangdikemas dengan apik terbukti membuat organisasi berkarakter dan mampumenunjukkan eksistensi, sehingga membentengi perusahaan dari berbagaikrisis. Dyer (1998) menyatakan nilai-nilai (values) adalah salah satu faktorkunci pada dampak keluarga terhadap kinerja pengelola, demikian jugaSoedibyo (2007) menyatakan bahwa nilai-nilai keluarga pemilik perusahaansangatlah mempengaruhi budaya sebuah perusahaan keluarga, yangakhirnya dapat menjadikan perusahaan tersebut hidup dan berkembang.

Perusahaan keluarga pada umumnya cenderung memiliki sudutpandang jangka panjang terhadap bisnisnya dibandingkan denganperusahaan publik. Pada perusahaan publik seringkali banyak bertumpupada pertimbangan-pertimbangan jangka pendek karena terkait denganfluktuasi usaha. Sementara pemimpin dalam perusahaan keluarga tentumemiliki pandangan dan tindakan yang berbeda dibandingkan karyawan,

Page 21: SUKSESI - UNMAS

6/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

pelanggan, komunitas, maupun stakeholders penting lainnya, yang tentujuga akan memberi dampak positif terhadap kinerja perusahaan.

Nilai, norma dan sikap yang berlaku dalam perusahaan dari sisibudaya organisasi menentukan semangat keluarga, sementara nilai anggotakeluarga mengekspresikan penciptaan suatu tujuan umum bagi karyawandan membantu terbentuknya rasa identifikasi dan komitmen (Susanto,2008). Dalam perusahaan keluarga yang sudah berjalan secaraberkesinambungan, umumnya karyawan memiliki perasaan sebagai bagiandari keluarga, yang pada gilirannya akan menciptakan atmosfir lebih peduliterhadap perusahaan. Karena relatif tidak birokratif, maka akses karyawankepada manajemen senior lebih mudah dan pengambilan keputusan lebihcepat dan lebih efektif (Susanto, 2008).

Sebagai contoh, penuturan Sid Lowe dalam menggambarkanOverseas Chinese Family Business (OCFB) di Hongkong, dilakukanhibridisasi budaya antara modernis barat dan tradisionalis timur (Susanto,2008). Hibridisasi nilai-nilai dari kedua budaya merupakan ciri khas sekaligusmerupakan salah satu keunggulan nilai-nilai yang ada pada budaya OCFB,yang diserap dari nilai dan budaya masyarakat setempat. Akibatnya,mempermudah dalam beradaptasi dan mengembangkan usaha dalamkonteks budaya dimana perusahaan berada.

Nilai-nilai ini juga nampak pada Chinese Family-owned Enterprise(CFEs) di Singapura yang berhasil dalam menghadapi krisis ekonomi dankemudian bangkit menjadi motor penggerak ekonomi. Harus diakui,beberapa karakteristik CFEs tidak semua dianggap cocok bagi manajemenmodern. Diantaranya adalah tiadanya pemisahan antara kepemilikan danpengawasan, adanya nepotisme, manajemen yang konservatif,ketidakpercayaan terhadap bukan anggota keluarga, derajat otorianismeyang tinggi, berlandaskan kehematan dan kerja keras, penerapan jalurpatrilinear, dan berdasarkan bisnis etik Cina, khususnya Xinyong (salingpercaya). Menurut Francis Fukuyama (2005), beberapa ciri keluarga inidapat menghambat pertumbuhan perusahaan keluarga Cina. Demikian pulaRedding (2012: 7-10) menyatakan bahwa bentuk perusahaan keluarga

Page 22: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /7

Cina mengandung suatu hambatan untuk tumbuh. Kenyataannya, banyakbisnis keluarga Cina yang masih eksis, sehingga pendapatnya terkesanpesimistik.

Perkembangan dan kesinambungan Chinese FamilyEnterprises (CFEs)  di Singapura terutama merupakan hasil darikesuksesan peralihan kepemimpinan, pengawasan, dan pengelolaan darigenerasi pertama anggota keluarga menuju kepada anggota keluargagenerasi kedua, dan dalam kasus lainnya menuju ke generasi ketiga. Anggotagenerasi kedua ini, telah terlatih secara profesional dan terbuka terhadapteori manajemen baru yang digabungkan ke dalam nilai-nilai kultural Cina,seperti hemat dan sederhana, gigih, dan memodifikasinya ke dalam duniakerja yang berada di dalam konteks modern yang berubah cepat, dipanduoleh nilai-nilai dan standar profesional dari contoh manajemen yangditunjukkan oleh manajer profesional bukan keluarga.

Selain itu, generasi kedua anggota keluarga tetap giat untukmempertahankan fungsi entrepreneurial dalam perusahaannya, jugamampu mengubah nilai-nilai Cina tradisional yang tidak menaruhkepercayaan terhadap bukan anggota keluarga dan mengikisketidakpercayaan terhadap tanggung jawab administratif. Pemberiantanggung jawab diberikan kepada manajer profesional bukan keluargayang terlatih dan memiliki kapabilitas (kemampuan).

Di Indonesia, sumbangan perusahaan keluarga terhadappembentukan GNP adalah sebesar 80% (Casillas et al., 2007),berdasarkan publikasi yang dikeluarkan Indonesia Institute for CorporateDirectorship (IICD), lebih dari 95 persen bisnis di Indonesia merupakanperusahaan yang dimiliki maupun dikendalikan oleh keluarga (Handoyo,2010). Hal itu dapat dikatakan bahwa kegiatan bisnis keluarga telah lamamemberi kontribusi cukup besar terhadap pembangunan ekonomi nasional.Bahkan di saat krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 dan 2008, bisniskeluarga terus menunjukkan eksistensinya sebagai penopang sekaligussebagai modal kekuatan dalam pemulihan ekonomi nasional. Hal senadajuga dinyatakan oleh Jakarta Consulting Group (2008) dirumuskan bahwa

Page 23: SUKSESI - UNMAS

8/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

88 persen perusahaan swasta nasional berada di tangan keluarga. Untukeksekutif perusahaan swasta yang ada, mayoritas atau sekitar 90 persenpengusaha Indonesia merupakan eksekutif yang menjalankan bisniskeluarga (Kompas, 2010). Sebagai bisnis yang dimiliki dan dikendalikanoleh keluarga, maka manajemen maupun kinerja pada perusahaan keluarga,baik yang berskala kecil maupun besar, banyak dipengaruhi oleh visimaupun misi keluarga.

Mengingat peran perusahaan keluarga yang signifikan dalamperekonomian, maka peneliti berpendapat bahwa keberlanjutan dariperusahaan keluarga tersebut sangat perlu untuk dijaga. Pola manajemenkeluarga yang diterapkan dalam bisnis keluarga harus terus berkembangdan berubah menyesuaikan kebutuhan dan tingkat kinerja. Dalamperjalanannya, ada perusahaan keluarga yang berkembang pesat, ada yangbiasa-biasa saja tetapi tidak sedikit juga yang gagal. Bisnis keluarga yangsukses adalah bisnis yang berjalan dari generasi ke generasi dan berjalandengan kemampuan yang lebih besar, serta berdaya tahan cukup baik.Kurang lebih 30% bisnis keluarga dikelola oleh generasi kedua keluarganya,dan 10% dikelola oleh generasi ketiga (Lansberg, 2007).

Jakarta Consulting Group (dalam Susanto, 2008) menyatakanterdapat 7 (tujuh) mitos perusahaan keluarga yang terkait dengan suksesi,yaitu: (1) perusahaan keluarga tidak profesional; (2) tidak adanya pemisahanantara keuangan perusahaan dan keuangan pribadi; (3) perusahaan keluargadianggap tidak dapat menerapkan sistem dan prosedur yang sehat; (4)perusahaan keluarga hanya memberikan kesempatan kepada kerabatkeluarga saja untuk menduduki posisi kunci; (5) kinerja tidaklah penting,tetapi yang lebih penting adalah kemampuan membina hubungan yang dekatdengan pemilik; (6) perusahaan keluarga akan berakhir di tangan generasikedua, dan (7) perusahaan keluarga tidak memandang SDM sebagai asetperusahaan yang penting. Dengan memperhatikan banyaknya perusahankeluarga di Indonesia dan terutama pada mitos perusahaan keluarga, makasangat menarik untuk dilakukan studi empirik tentang hal tersebut.

Page 24: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /9

Hasil penelitian dari The Jakarta Consulting Group (dalam Susanto,2007) menyatakan bahwa banyak perusahaan yang mengalami kegagalanketika ditangani oleh generasi penerus. Misalnya PT. Mantrust yang pernahmerajai agro bisnis di Indonesia sekarang tinggal nama seiring denganmeninggalnya Teguh Sutantyo, sang pendiri. Hal yang sama juga terjadipada PT. Pardedetex setelah ditinggal Pardede.

Di Indonesia, walaupun banyak perusahaan keluarga yang gagalpada kepemimpinan generasi kedua, banyak pula yang sukses, bahkanmenjadi besar setelah dikelola oleh generasi kedua akibat keberhasilandalam proses suksesi, misalnya Grup Djarum, Grup Gunung Sewu, GrupDexa Medica. Beberapa perusahaan keluarga telah berhasil bertahansampai lebih dari 100 tahun seperti Hotel Savoy Homan yang berdiri tahun1888, Jamu Iboe berdiri tahun 1910, Sampoerna berdiri tahun 1913 danJamu Nyonya Meneer berdiri sejak tahun 1919 (Pambudi, 2007).

Berdasarkan fenomena tersebut, tampak bahwa alih generasi(suksesi) kepemimpinan dalam perusahaan keluarga merupakan faktor yangpenting di dalam keberlanjutan perusahaan. Suksesi kepemimpinan dalamperusahaan keluarga tidak selamanya berakhir pada kegagalan danmembawa kemunduran perusahaan, hal itu terbukti bahwa masih adaperusahaan-perusahaan yang dapat bertahan sampai dengan beberapagenerasi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti dan berpendapatbahwa perlu kiranya bagi perusahaan keluarga untuk mempersiapkan danmerencanakan suksesi kepemimpinan sebaik dan sedini mungkin untukmenghindari kegagalan dalam transformasi kepemimpinan dimaksud.

Beberapa peneliti mengakui bahwa pendiri memberikan pengaruhyang besar terhadap budaya (culture), nilai-nilai (value) dan kinerja(performance), selama dan setelah masa jabatan dan kekhasan bisniskeluarga dalam hal nilai-nilai (values) juga dipengaruhi oleh peran pendiri(Sharma, 2004). Nilai-nilai keluarga pemilik sangatlah mempengaruhibudaya perusahaan keluarga. Dengan demikian, latar belakang pemiliksangat menentukan. Latar belakang etnik juga sering memberi warna kepadabudaya perusahaan yang diperkuat oleh nilai yang diyakini oleh sang pemilik

Page 25: SUKSESI - UNMAS

10/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

dalam melakukan rencana pergantian kepemimpinan dalam perusahaankeluarga (Susanto & Sujanto, 2008).

Nilai-nilai yang ada dalam perusahaan adalah salah satu faktorkunci yang merupakan “efek keluarga,” istilah yang digunakan oleh Dyer(1988) ketika mengacu pada dampak keluarga terhadap kinerja pengelola.Dyer (1988) menggarisbawahi bahwa nilai-nilai dalam keluargamemberikan kontribusi terhadap kinerja yang tinggi, dalam hal memfasilitasibiaya agensi yang lebih rendah karena kepercayaan yang mendalam dannilai-nilai bersama antara anggota keluarga, meskipun dia juga melihatbahwa dalam beberapa kasus nilai-nilai keluarga dapat mendorongnepotisme.

Sejumlah penelitian lain yang mengkaji perusahan keluargamenunjukkan bahwa kinerja pada perusahaan keluarga dipengaruhi olehperencanaan suksesi yang baik. Seperti yang diungkapkan oleh Miller danIsabelle (2005), bahwa suksesi bisnis yang baik merupakan indikator yangvalid terhadap kinerja bisnis. Dalam masa per-pindahan kepemimpinanbisnis keluarga akan terjadi dengan lancar bila suksesor (pengganti) telahdisiapkan dengan lebih baik. Hal tersebut diantaranya dilakukan denganmempersiapkan suksesor dengan ramah (affable) dan diikutkan dalamproses perencanaan suksesi termasuk di dalamnya adalah prosesperpinda-han kekayaan dan hak kepemilikan serta hal-hal yang berpotensimendatangkan kekayaan (wealth-transfer).

Sebagian pemilik perusahaan memang telah sadar bahwa suksesisangat penting dalam kelangsungan hidup perusahaan sehingga perludirencanakan untuk menjamin kelangsungan dan keberhasilan perusahaandi masa mendatang. Namun tidak banyak pemilik perusahaan yang berbuatdan melakukan perencanaan suksesi pada perusahaannya. Ada penelitianyang dilakukan terhadap 178 perusahaan ditemukan bahwa hanya 34%yang memiliki rencana tertulis mengenai suksesi perusahaannya (Bowman-Upton, 1988). Seidmam (dalam Marpa, 2010) melakukan penelitianterhadap 1.873 perusahaan keluarga, menemukan bahwa 76% dariperusahaan tidak memiliki perencanaan suksesi. Sedangkan penelitian yang

Page 26: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /11

dilakukan oleh Fieldman tahun 1989 di King County, Washingtonmenunjukkan bahwa 57% perusahaan tidak memiliki rencana, baik untuksuksesi kepemilikan maupun untuk alih kepemimpinan.

Semementara di Indonesia, dari hasil penelitian The JakartaConsulting Group (Susanto, 2008), menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan keluarga di Indonesia belum semuanya menyiapkan penerusmelalui perencanaan suksesi untuk memimpin perusahaan. Perusahaankeluarga yang telah menyiapkan penerus melalui perencanaan suksesisebanyak 67,8% sedangkan yang lain (32,2%) tidak atau belummenyiapkannya. Perencanaan suksesi sangat penting untukmempertahankan dan mengem-bangkan standard of excellence dariperformansi perusahaan dan kompetensi yang dimiliki, serta menjawabkebutuhan persiapan eksekutif masa depan, maka perencanaan suksesimerupakan ke-butuhan yang tak terelakkan.

Fenomena empiris dan teoritis yang dijelaskan sebelumnya, dialamijuga oleh perusahaan keluarga yang terdapat di Bali. Tumbuhnyaperusahaan keluarga di Bali dimulai saat semakin maraknya pendirianperusahaan-perusahaan pada awal tahun 1980an, saat industri pariwisatasemakin menggeliat. Pendirian perusahaan-perusahaan tersebut tidak hanyaterbatas pada industri jasa pariwisata, namun juga industri-industri lainnya,seperti tekstil, kerajinan kayu, perdagangan, keuangan dan jasa. Industritekstil dan kerajian kayu, mendapatkan dukungan yang kuat dariPemerintah Provinsi Bali, karena banyak menyerap tenaga kerja, investasiyang sangat signifikan, sebagai penggerak ekonomi masyarakat, sertasebagian besar berorientasi ekspor. Perusahaan keluarga yang muncul itu,hingga kini masih banyak dikelola secara tradisional oleh pihak keluarga.Pengelolaan perusahaan-perusahaan tersebut sebagian besar kini sudahberalih kepememimpinan ke generasi kedua, bahkan ada beberapa yangsudah ke generasi ketiga.

Penelitian suksesi persahaan keluarga yang dilakukan oleh Marpa(2010) menemukan beberapa perusahaan keluarga di Bali berkembanglebih cepat dibandingkan perkembangan penyiapan organisasi dan

Page 27: SUKSESI - UNMAS

12/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

manajemen yang disebabkan oleh pesatnya perkembangan industripariwisata, serta sebagian besar masih dikelola secara konvensional denganrata-rata pemahaman mengenai manajemen modern yang masih relatifrendah. Selain itu, perusahaan keluarga di Bali sebagian besar masihdipimpin dan dikelola oleh generasi pertama, sehingga belum memiliki poladan pengalaman suksesi yang dapat dijadikan sebagai acuan untukmelakukan transfer kepemimpinan.

Survei awal yang telah dilakukan pada 30 perusahaan keluargayang ada di Denpasar, Badung, dan Gianyar menunjukkan bahwa suksesisudah dilakukan ke generasi kedua. Sebagian besar responden, yaknisebesar 26 orang atau 86,60 %, menyatakan telah merencanakan suksesikepemimpinan perusahaannya. Sebagian besar perencaan suksesidilakukan dengan pendampingan sebanyak 23 orang atau 76,66 %,menyekolahkan 5 orang atau 16,66 % dan sisanya dilakukan dengan caramagang sebanyak 2 orang atau 6,68 %. Dalam pengalihan kepemimpinan,para pendahulu mewariskan nilai-nilai kepada suksesor yakni berupakejujuran, taat pada hukum, mengutamakan kualitas, bersikap melayani,bertanggung jawab dan pentingnya inovasi dalam berbisnis. Suksesordalam menjalankan bisnisnya mengutamakan karakter berupa kreativitassebanyak 21 orang atau 70,00 %, integritas sebanyak 7 orang atau 23,33% dan agresif sebanyak 2 orang atau 6,66 %. Sementara itu, untukmengukur kinerja usaha para responden menggunakan tolok ukurpersentase peningkatan omset, peningkatan jumlah pelanggan, adanyainovasi produk, kontribusi pada lingkungan sekitar dan adanya efisiensimanajemen.

Dengan memperhatikan fakta bahwa hanya sedikit perusahaankeluarga di dunia dapat bertahan pada generasi kedua, dan belum adanyaperencanaan suksesi yang memadai pada sebagian besar perusahaankeluarga di Bali, maka ada kekhawatiran dari sebagian besar pemilik danpemimpin perusahaan keluarga di Bali bahwa proses suksesi kepemimpinanpada perusahaan-perusahaan tersebut tidak berjalan dengan baik. Dapatdibayangkan jika perusahaan-perusahaan keluarga di Bali yang saat ini

Page 28: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /13

memiliki peran cukup signifikan dalam menopang perekonomian daerahBali dan menyediakan banyak lapangan kerja, mengalami kegagalan dalammelakukan suksesi kepemimpinan dikarenakan kurangnya pernecanaanyang baik.

Dalam menjaga keberlangsungan hidup perusahaan dan menjadikankinerja semakin baik setelah terjadinya suksesi, maka diperlukan kajianlebih mendalam, misalnya nilai-nilai yang ada di masyarakat yang kemudianmenjadi nilai-nilai yang dianut oleh keluarga pemilik perusahaan. Sementarahal yang berkaitan dengan perencanaan dan pelaksanaan suksesi perusahaankeluarga, tidak dapat dipisahkan tiga faktor penting yakni faktor dari dalamkeluarga, faktor calon penerus (suksesor) dan faktor dari perusahaan(Marpa, 2010). Faktor keluarga antara lain keharmonisan keluarga, faktorindividu dapat berupa karakteristik suksesor maupun pemilik-pengelola,dan beberapa fraktor dari dalam perusahaan mencakup faktor organisasi,budaya serta adanya perencanaan suksesi yang baik.

Nilai-nilai dan tradisi keluarga (family values and tradition)memberikan pengaruh yang besar terhadap penerus saat perusahaan akanmengambil keputusan bisnis. Seperti yang dikatakan oleh Stavrou (1998)yang menyatakan kompleksitas dalam nilai-nilai, tradisi dan hubungankeluarga (family relationship) berpengaruh pada penerus secara efektifdapat mengembangkan perannya dalam perusahaan keluarga. Kekhasanbisnis keluarga dalam hal nilai-nilai umumnya berasal dari nilai-nilai yangdimiliki oleh pendiri. Para peneliti mengakui bahwa pendiri memberikanpengaruh yang besar terhadap budaya (culture), nilai-nilai (value) dankinerja (performance), selama dan setelah masa jabatan (Sharma, 2004).

Pengukuran kinerja perusahaan selama ini menggunakanpendekatan keuangan (financial) seperti Return on Asset (ROA), Returnon Equity (ROE), Return on Investment (ROI) dan pendekatan BalanceScore Card (BSC) untuk individu perusahaan. Sementara penelitian iniakan mengukur kinerja suksesor dengan menggunakan pendekatan dariDempsey et al. (1997), yang mengelaborasi kinerja dalam integratedperformance measurement systems dengan pendekatan kualitatif, yakni

Page 29: SUKSESI - UNMAS

14/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

dari sisi: (1) keuangan; (2) kualitas produk dan kepuasan pelanggan; (3)efisiensi proses; (4) inovasi produk dan proses; (5) lingkungan yangkompetitif; (6) efisiensi manajemen; (7) manajemen sumber daya manusia;dan (8) tanggung jawab sosial.

Beberapa fakta yang diungkap dalam beberapa penelitian tersebutdi atas, merupakan research gap penelitian perusahaan keluarga, yaitu,Triyatna, (2010). Menemukan “generasi pertama merintis dan membangun,generasi kedua menikmati, sedangkan generasi ketiga menghabiskan. Halland Nordqvist, (2008) menemukan 30% perusahaan keluarga bisa bertahanpada masa transisi antar generasi pada generasi ke-dua, dan hanya 12%mampu bertahan pada generasi ke-tiga. Di Amerika Serikat, hanya 28persen perusahaan keluarga mempunyai perencanaan suksesi (Susanto etal. 2008). Miller dan Isabelle (2006) menemukan perencanan suksesi yangbaik merupakan keberhasilan kinerja perusahaan. Di Indonesia, ditemukanbanyak perusahaan keluarga yang gagal pada kepemimpinan generasikedua, tetapi banyak sukses, bahkan menjadi besar setelah dikelola olehgenerasi kedua akibat keberhasilan perencanaan suksesi. Sejumlahpenelitian menemukan perusahan keluarga menunjukkan bahwa kinerjapada perusahaan keluarga dipengaruhi oleh perencanaan suksesi dan nilai-nilai keluarga pemilik berpengaruh terhadap budaya perusahaan.Selanjutnya penelitian Marpa, (2010) menemukan perencanaan danpelaksanaan suksesi perusahaan keluarga, dipengaruhi tiga faktor pentingyakni faktor dari dalam keluarga, faktor calon penerus (karakteristiksuksesor) dan faktor dari perusahaan.

Beberapa hasil penelitian tersebut di atas menunjukan bahwa,suksesi kepemimpinan dalam perusahaan keluarga merupakan faktor yangpenting di dalam keberlanjutan perusahaan. Oleh karena itu perusahaankeluarga perlu merencanakan suksesi perusahaan sebaik dan sedinimungkin. Perencanaan suksesi, nilai-nilai, dan karakteristik pengganti(suksesor) akan berpengaruh terhadap keberlanjutan perusahaan.Kompleksitas dalam nilai-nilai dan hubungan keluarga (family relationship)

Page 30: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /15

akan berpengaruh pada apakah penerus akan secara efektif dapatmengembangkan perannya dalam perusahaan keluarga.

Sharma (2004) menyatakan suksesi kepemimpinan dalamperusahaan keluarga sangat ditentukan oleh adanya keinginan pendiri(pemilik) untuk memberikan kewenangan mengelola kepada generasipenerusnya, adanya komitmen keluarga, kepercayaan terhadap calonpenerus dan dimilikinya jiwa kepemimpinan bagi calon pengganti(suksesor).

Bradley dan Burroughs (2010) mengatakan ada lima langkah dalamperencanaan suksesi, yaitu: (1) menentukan tujuan jangka panjang daripemilik; (2) menentukan kebutuhan finansial dari pemilik perusahaan besertapasangannya untuk kemudian membentuk perencanaan keberlanjutan yangmenjamin kemanan finansial mereka; (3) menentukan siapa yang akanmengelola bisnis dan mengembangkan tim manajemen; (4) menentukansiapa yang akan memiliki bisnis yang memiliki kepentingan yang sama; dan(5) meminimalisir pajak penghasilan dan merencanakan kepemilikan yangtepat. Namun demikian menurut Brockhaus (2004) dan Sharma et al.(2003) ada 5 (lima) indikator yang dapat dipakai sebagai indikatorperencanan suksesi, yaitu sikap, keinginan pendahulu (incumbent),komitmen, kepercayaan dan kepemimpinan.

Page 31: SUKSESI - UNMAS

16/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

BAGIAN 2DEFINISI DAN KARAKTERISTIK

PERUSAHAAN KELUARGA

Perusahaan keluarga merupakan perusahaan yang dimiliki,dikontrol, dan dijalankan oleh satu atau beberapa keluarga yang dikelolaoleh anggota-anggota keluarganya. Tetapi bukan berarti semua pekerjadalam perusahaan merupakan anggota keluarga. Banyak perusahaankeluarga, terutama perusahaan-perusahaan kecil, memperkerjakan oranglain untuk menempati posisi rendahan, sementara posisi tinggi (topmanager) dipegang oleh orang dari dalam keluarga pemilik perusahaan.Partisipasi keluarga dalam perusahaan dapat memperkuat perusahaantersebut karena biasanya anggota keluarga sangat loyal dan berdedikasitinggi terhadap perusahaan milik keluarganya. Meskipun demikian,seringkali timbul masalah-masalah dalam mengatur perusahaan keluarga,perusahaan akan cenderung mempertahankan seorang anggota keluargauntuk bekerja meskipun kurang kompeten dalam pekerjaannya sehinggaakan membahayakan kelangsungan hidup perusahaan, selanjutnyapermasalahan yang paling utama dihadapi perusahaan keluarga adalahketika terjadi pergantian kepemimpinan atau suksesi kepemimpimanperusahaan, karena hal ini menyangkut keberlanjutan dari perusahaankeluarga tersebut

Ada juga yang menyatakan perusahaan keluarga (family business)adalah suatu perusahaan yang pemegang saham mayoritasnya adalah sebuahkeluarga, dan posisi pengelola (manajemen) dikuasai oleh anggota keluargaserta diharapkan keturunan keluarga tersebut mengikuti jejak merekanantinya sebagai pengelola (Rock, 1991). Sementara Aronoff dan Ward

Page 32: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /17

(1995) menyatakan suatu perusahaan dinamakan perusahaan keluarga jikaterdiri dari dua atau lebih anggota keluarga yang mengawasi keuanganperusahaan, sementara Donnelley (1988) menyatakan suatu organisasidigolongkan perusahaan keluarga apabila paling sedikit ada keterlibatandua generasi dalam keluarga itu dan mereka mempengaruhi kebijakanperusahaan.

Perusahaan keluarga biasanya didirikan, dipimpin dan dikelola olehanggota keluarga, walaupun sebagian dari perusahaan keluarga dewasaini telah dikelola oleh para profesional yang berasal dari luar keluarga.Kalau ditinjau dari sisi arti kata, “keluarga” dan “bisnis” sejatinya adalahdua hal yang berbeda, sebab masing-masing merupakan sistem yangmempunyai elemen tersendiri. Keluarga sebagai sistem lebih bersifatemosional, karena disatukan oleh ikatan mendalam yang mempengaruhinyadalam berbisnis, diantaranya adalah keluarga sangat menjunjung tinggiloyalitas dan nurturing (pemeliharaan) usahanya. Selain itu keluarga jugacenderung konservatif, meminimalisir perubahan untuk menjaga merekaagar intact (utuh). Dengan kata lain, orientasi keluarga lebih ke dalam(inward looking). Sementara itu, bisnis berbasiskan pekerjaan yangberorientasi pasar dan mengambil peluang dari setiap perubahansekecil apapun.

Carsrud (2004) menyatakan perusahaan keluarga adalah usahayang dimiliki dan mayoritas aturan yang dijalankan oleh usaha itu dibuatoleh anggota dari kelompok yang terikat secara emosional. Sementara itu,IFC Corporate Governance (2008) menyatakan perusahaan keluargaadalah perusahaan dimana mayoritas suara ada pada keluarga dalammengatur jalannya bisnis. Mmenurut Centre for labour Reseach (2005)sebuah bisnis yang mana kepemilikan dan manajemennya dikuasai olehanggota keluarga. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak definisiperusahaan keluarga disampaikan, kebanyakan berfokus pada beberapafaktor yang melingkupi perusahaan keluarga seperti kepemilikan, kendali,manajemen dan keinginan untuk melestarikan suksesi antar generasi.

Page 33: SUKSESI - UNMAS

18/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Banyak peneliti sependapat bahwa keterlibatan keluarga dalamperusahaan membuat bisnis keluarga menjadi berbeda dibanding denganperusahaan non keluarga (Miller & Miller, 2006). Pendapat hampir senadajuga dikemukakan oleh Bernard (1995:42) yang mengatakan bahwa bisniskeluarga dikendalikan oleh anggota keluarga tunggal, khususnya dalamproses pengambilan keputusan bisnis yang penting.

Beberapa peneliti mengintepretasikan keterlibatan keluarga dalamhal kepemilikan dan manajemen (Handler, 1990). Sementara itu Churchill& Hatten (2007) lebih cenderung menambahkan faktor keberadaankeluarga pada saat terjadinya suksesi yang berasal dari dalam anggotakeluarga. Selanjutnya Carsrud (2004) memaparkan bahwa perusahaankeluarga adalah bisnis yang benar-benar dimiliki oleh keluarga danpembuatan dan pengambilan kebijakan perusahaan didominasi oleh anggotakeluarga.

Menurut Handoyo (2010), perusahaan keluarga atau familybusiness merupakan bisnis yang dimiliki dan/atau dikelola oleh sejumlahorang yang memiliki hubungan kekeluargaan, baik suami-istri maupunketurunannya, termasuk hubungan persaudaraan. Definisi ini diperlengkapilagi dengan definisi dari Dictionary of Law (2000) yang menyatakan bahwaperusahaan keluarga adalah perusahaan yang sebagian besar sahamnyadimiliki oleh anggota keluarga yang sama.

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atauBurgerlijk Wetboek (BW), persaudaran dalam keluarga ada empatgolongan. Golongan pertama ialah keluarga dalam garis lurus ke bawah(anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami/ isteri. Golongankedua, terdiri atas keluarga dalam garis lurus ke atas (orang tua dan saudara,baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka). Golonganketiga terdiri atas kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas. Golongankeempat terdiri dari anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanakkeluarga lainnya sampai derajat keenam. Penggolongan semacam inilazimnya terkait dengan urutan keutamaan dalam pewarisan.

Page 34: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /19

Chua, et al. (1999) lebih jauh menjelaskan definisi perusahaankeluarga berdasar studi empiris. Dengan menelaah lebih dari 250 makalahdan artikel ilmiah dalam kelompok literatur perusahaan keluarga sertamelakukan beberapa kali wawancara dengan manajemen perusahaankeluarga, mereka menyimpulkan bahwa hanya bisnis yang dimiliki olehkeluarga secara penuh saja yang bisa disebut perusahaan keluarga.Termasuk didalam pengertian perusahaan keluarga adalah manakalabeberapa saudara kandung dan saudara ipar ikut memiliki dan mengelolabisnis tersebut, namun mereka tidak mengelola perusahaan lainnya diluarperusahaan itu serta beberapa keputusan seringkali dipengaruhi olehpasangan (suami/istri) dan anak-anak. Oleh karenanya, definisi perusahaankeluarga seringkali berdasar komponen yang mempengaruhinya bukan padahal-hal yang termasuk esensinya, termasuk visi yang dibawa oleh keluargaatau sebagian kecil anggota keluarga. Seharusnya definisi perusahaankeluarga dibangun berdasar tujuan dari kondisi dominan yang membentukdan bagaimana mencapai visi melampaui beberapa generasi.

Menurut Sutanto et al. (2007) perusahaan keluarga terbagi menjadidua tipe, yaitu:1. Family Owned Enterprise (FOE), yaitu perusahaan yang dimiliki oleh

keluarga, namun dikelola oleh profesional yang berasal dari luar lingkarankeluarga. Peran keluarga hanya sebagai pemilik dan tidak melibatkandiri dalam operasi di lapangan.

2. Family Business Enterprise (FBE), yaitu perusahaan yang dimilikidan dikelola oleh keluarga pendirinya. Ciri perusahaan tipe ini adalahposisi-posisi kunci dalam perusahaan dipegang oleh anggota keluarga.

Sementara menurut Westhead (1997), ciri-ciri perusahaan keluargapada umumnya adalah: (1) dimiliki oleh kelompok keluarga tunggalyang dominan dengan jumlah kepemilikan saham lebih dari 50%; (2)dirasakan sebagai perusahaan; dan (3) dikelola oleh orang-rang yangberasal dari keluarga pemilik mayoritas saham. Hal tak jauh berbedadinyatakan oleh Tugiman (1995) yang menyatakan ciri-ciri perusahaankeluarga dalam konteks usaha kecil adalah (1) posisi kunci dipegang

Page 35: SUKSESI - UNMAS

20/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

keluarga; (2) keuangan perusahaan cenderung berbaur dengan keuangankeluarga; (3) tidak adanya mekanisme pertanggungjawaban yang ketat,(4) motivasi kerja tinggi; (5) tidak adanya kekhususan dalam manajemen.Memang dengan cirri-ciri tersebut, perusahaan keluarga sangat lenturterhadap perubahan lingkungan. Hal itulah yang menjadi alasan utamasebuah perusahaan keluarga cepat beradaptasi dan menemukan bentukbisnis yang cocok, sehingga dengan segera dapat meraih peluang sekaligusdapat mengatasi kendala yang ada. Keluwesan dan kecepatanmenyesuaikan dengan lingkungan yang berubah itu menyebabkankeberhasilan dan sekaligus kegagalan perusahaan keluarga. Seringkalikeluwesan itu menyebabkan tumpang tindih tugas dan peran yang justrumerupakan sumber konflik (Dyer, 2006; Kepner, 2001; Lansberg, 1999).

Pada titik ekstrim yang lain, karakteristik perusahaan keluarga,justru membuat perusahaan keluarga memilih strategi konservatif, bermainaman, serta bermain pada pasar yang kurang kompetitif yangpertumbuhannya lambat (Davis & Stern, 1998). Sementara itu Donckelsdan Frohlich (2009) setelah membandingkan banyak perusahaan keluargadi delapan negara Eropa menemukan bukti bahwa perusahaan keluargasecara konsisten menunjukkan jaringan yang lebih terbatas, kurangkerjasama, berkolaborasi atau melakukan sub-kontrak dengan perusahaanlain. Berdasarkan hal itu, Perry (2000) berani menyimpulkan bahwa sebagaikonsekuensinya perusahaan keluarga tidak bisa memperoleh tingkatkeuntungan yang tinggi, cenderung tidak stabil dan tidak dinamis. Kondisipersusahaan keluarga di Eropa itu cukup berbeda dengan kondisiperusahaan keluarga di Asia Timur dan Tenggara, khususnya Cina, denganciri-cirinya yang cenderung dinamis, pengambilan keputusan cepat dantidak bertele-tele karena didasari oleh kepercayaan (trust) sebagai dasaruntuk hidup selamanya, mempunyai hubungan personal yang erat denganseluruh karyawan dengan menabrak tingkatan manajemen.

Harianto (1997) menyatakan kondisi tersebut kondusif bagiperkembangan perusahaan keluarga. Berdasar kepercayaan itu, selainkeputusan lebih cepat diambil, juga memupuk disiplin dan budaya amanah.

Page 36: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /21

Dengan menghilangkan jenjang manajemen yang ada, menempatkan setiapkaryawan pada posisi yang setara dengan karyawan yang lain apapapunjabatannya, sehingga menimbulkan komitmen yang lebih kuat. Hal ini jugamemungkinkan pemilik memiliki “jendela yang dipercayai” dengan manamonitor perusahaan berjalan efektif, inilah yang menyebabkan kohesi yangdiperoleh perusahaan keluarga orang-orang Cina membuatnya responsifpada peluang baru yang cocok dengan visi personal pemilik.

Gersick et al. (1999) menyatakan bahwa terdapat tiga (3) elemenpengaruh dalam bisnis keluarga, seperti terlihat dalam gambar 2.1.Berdasarkan gambar 2.1, keberhasilan dalam keluarga diukur dalam artiankeharmonisan, kesatuan, dan perkembangan individu yang bahagia denganharga diri yang solid dan positif, sementara bisnis adalah entitas ekonomidimana keberhasilan diukur bukan pada harga diri dan kesenanganinterpersonal individu, tetapi dalam produktivitas dan profesionalisme.

Gambar 2.1The Three-Circle Model (Gersick et al. 1999: 287)

Dalam perusahaan keluarga, ketiga elemen tersebut bercampurmenjadi satu bahkan batas-batas diantara ketiganya kabur dan tak tampak.Banyak fungsi menjadi tumpang tindih sehingga sering terjadi keteganganhubungan, tetapi banyak hal menunjukkan bahwa kesuksesan bisniskeluarga dimulai dari kaburnya batas-batas itu. Berikut adalah matriks

KELUARGA BISNIS

KEPEMILIKAN

Page 37: SUKSESI - UNMAS

22/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

aturan hubungan dalam bisnis keluarga yang tertuang dalam Tabel 2.1.Tabel 2.1 mempertegas aturan hubungan yang menjamin dinamika bisniskeluarga tetap dalam posisi menguntungkan, dimana ada lima indikatoryang digunakan untuk mengelaborasi antara keluarga, bisnis dankepemilikan.

Page 38: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /23

BAGIAN 3TEORI DAN SUKSESI PERUSAHAAN KELUARGA

Teori Perusahaan KeluargaPoza (2007) menyatakan bahwa hingga saat ini ada dua teori yang

digunakan sebagai dasar penelitian perusahaan keluarga, yaitu Teori SistemPerusahaan Keluarga (The System Theory of Family Business) dan TeoriKeagenan (Agency Theory). Teori Sistem perusahaan keluarga dipakaiuntuk menjelaskan fenomena interaksi antar subsistem dalam perusahaankeluarga, sedangkan Teori Keagenan digunakan untuk menjelaskanperilaku agen dalam menyikapi biaya yang timbul akibat adanya informasiyang tidak simetris. Rogoff dan Heck (2003) menyatakan bahwa penelitianterdahulu tentang perusahaan keluarga sebagian besar menggunakan TeoriSistem Perusahaan Keluarga.

Teori Sistem perusahaan keluarga yang dalam hal ini disebut denganTeori Sistem adalah pendekatan teori yang pertama kali dipakai parapeneliti dalam perusahaan keluarga (Poza, 2007). Dalam teori ini,perusahaan digambarkan sebagai tiga unsur yang tumpang tindih, salingberinteraksi dan interdependen antara tiga subsistem, yakni keluarga,manajemen dan kepemilikan, sebagaimana tersaji pada Gambar 3.1 Dapatdijelaskan bahwa, posisi 1 merupakan posisi pendahulu yang sekaligussebagai pengelola perusahaan. Posisi 2,3 dan 4 merupakan anggotakeluarga dan kerabat yang ikut terlibat aktif dalam pengelolaan dankepemilikan perusahaan. Posisi 5 dan 6 bertururt-turut adalah pendahuludan anggota keluarga yang tidak aktif dalam manajemen, sedangkan posisi7 adalah manajer yang berasal dari bukan keluarga. Dalam Teori Sistem,agar organisasi berkinerja secara optimal, maka masing-masing subsistem

Page 39: SUKSESI - UNMAS

24/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

harus terintegrasi sehingga terjadi penyatuan fungsi seluruh sistem sepertiyang terlihat pada gambar 3.1.

Gambar 3.1..Model Teori Sistem Peursahaan Keluarga (Poza, 2007,p.9)

Sharma (2004) meyatakan bahwa sebagaimana pada kebanyakanilmu sosial lainnya, tujuan utama penelitian di bidang perusahaan keluargaadalah untuk mengembangkan teori-teori perusahaan keluarga. Titik awaluntuk mencapai tujuan utama tersebut menurut peneliti ini adalah dengancara menguji kembali teori-teori yang sudah ada pada pidang kajiankeluarga dan organisasi.

Suksesi Perusahaan KeluargaSuksesi merupakan perihal yang penting dalam kesinambungan

perusahaan (corporate sustainable), terutama setelah pengelolaanperusahaan dialihkan dari generasi pendahulu ke generasi berikutnya.Ketidakberhasilan dalam pergantian pengelolaan akan berpengaruh padaperkembangan dan kinerja, oleh karenanya suksesi pengelolaan merupakanhal penting untuk direncanakan secara matang. Fleming (2000) membagi

Page 40: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /25

suksesi menjadi dua tipe yakni suksesi secara evolusi (evolutionarysuccession) dan suksesi secara revolusi (revolutionary succession) dimana evolutionary succession merupakan suksesi yang didorong dandikendalikan secara intenal. Perusahaan telah mampu mengantisipasi danmeminimalkan masalah-masalah suksesi yang mungkin timbul selain itu jugadapat memaksimalkan potensi keuntungan. Secara umum suksesi tipe inididorong oleh keinginan pemilik untuk melakukannya.

Sementara suksesi yang dilakukan secara revolusi biasanyadilakukan atas desakan eksternal, seperti pimpinan lama mendadak tidakmampu atau tidak lagi bisa memimpin atau atas desakan-desakan lainnya.Suksesi jenis ini biasanya tidak direncanakan dengan baik, hanyamelibatkan sebagian kecil pihak-pihak dalam perusahaan, tidak memilikisistem pembinaan dan pengembangan suksesor yang baik dalam arti katasuksesor berkembang sendiri tanpa arahan yang jelas, seleksi dilakukantanpa adanya ukuran-ukuran yang memadai sehingga setiap suksesormerasa berhak untuk menggantikan pimpinan lama. Suksesi tipe ini dapatdipastikan akan menimbulkan kerusakan dalam organisasi pada sekalayang berbeda-beda

Seperti yang diungkapkan oleh Sharma (2004) suksesikepemimpinan perusahaan memegang peranan yang penting dalamkeberlanjutan perusahaan keluarga. Sementara suksesi perusahaan keluargadapat didefinisikan sebagai penyerahan pengelolaan dari pemilik-pendiriatau pemilik-pengelola (incumbent) kepada seorang suksesor, baikmerupakan anggota keluarga maupun bukan anggota keluarga yaitu seorangpengelola profesional (Beckhard & Dyer, 1988).

Handler (1990) dalam artikelnya mendeskripsikan suksesi sebagaisuatu transisi yang terdiri dari empat tahap yang terjadi pada karir suksesor.Proses ini dideskripsikan sebagai suatu penyesuaian peran informal yanglambat, berkaitan dengan suatu evolusi tanggung jawab dan otoritaspembuatan keputusan untuk suksesor (from helper, to manager, toleader), yang berhubungan dengan turunnya otoritas incumbent. Transisidalam perusahaan keluarga sebenarnya menyangkut pengalihan

Page 41: SUKSESI - UNMAS

26/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

kepemilikan, pengalihan manajemen dan pengalihan aturan-aturan(governance). Oleh karenanya penting untuk mengetahui bagaimanaperusahaan keluarga mengatur pengalihan-pengalihan ini (Lambrecht,2005).

Dalam perencanaan jangka panjang perusahaan keluarga, ada modelyang dikenal dengan nama continuity planning triangle, tampak padaGambar 3.2. Berdasarkan Gambar 3.2, perencanaan suksesikepemimpinan (leadership and ownership succession planning) memilikiketerkaitan dengan perencanaan kepemilikan saham perusahaan,perencanaan keuangan dan kekayaan keluarga dan perencanaan strategisperusahaan (business strategy planning). Perencanaan kepemilikansaham perusahaan dapat berupa rencana untuk menjual saham kepadamasyarakat (going public), rencana untuk mencari mitra strategis danrencana pendistribusian saham kepada anggota keluarga. Sementara ituperencanaan keluarga (family plan) dapat berupa rencana keuangan dankekayaan keluarga serta rencana-rencana individu termasuk di dalamnyarencana dari individu suksesor. Sedangkan suksesi itu sendiri terdiri dariperencanaan suksesi (succession plan) dan proses suksesi (succesionprocess).

Gambar 3.2.Continuity Planning Triangle (Ward, 2004)

Page 42: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /27

Keberhasilan dalam menggabungkan unsur-unsur kepemilikan,perusahaan dan keluarga, dalam perusahaan keluarga ditujukan untukmeningkatkan kinerja (performance), daya saing yang berkesinambungan(sustainable competitive advantage/SCA) serta kepuasan dari parapihak (stakeholder satisfaction) yang selaras dengan rencana keluargayang berkesinambungan (family continuity planning).

Banyak perusahaan keluarga yang tidak siap dengan pergantiankepemimpinan, sehingga perusahaan tersebut harus terhenti di generasipertama saja, seperti dalam kasus Surabaya Post, harian terkemuka yangterbit di Surabaya dengan cakupan wilayah edar seluruh Jawa Timur.Meskipun putra-putri pendiri (R. Abdul Azis dan istrinya) bersekolah tinggidi Amerika Serikat dengan gelar doktor ekonomi, tetapi tidak bisamenyelamatkan perusahaan, sehingga harus dipailitkan oleh PengadilanNiaga di tahun 2002. Berbeda dengan Surabaya Post, Thayeb MohammadGobel, pendiri PT Gobel Dharma Nusantara (dahulu PT. National Gobel),menyiapkan Rachmat Gobel, anak kelima dan anak lelaki tertua. Gobeltua telah menyiapkan Rachmat sejak usia 8 tahun dengan sesering mungkindilibatkan dalam suasana kantor dan pabrik di kawasan Cawang, Jakarta.Selain itu Rachmat juga disekolahkan bisnis di Jepang (Chuo University),selain menjalani kerja magang di perusahaan keluarganya sendiri. Selepasdari kuliahnya di Jepang, Rachmat harus menjalani masa 6 tahun denganbekerja mulai dari bawah sampai akhirnya memegang tampuk Direkturpada tahun 1990. Keputusan menyekolahkan Rachmat ke Jepang adalahvisi cemerlang Gobel tua.

Kasali (2008) menguatkan keberhasilan peralihan kepemimpinanperusahaan keluarga Gobel tersebut di PT Mustika Ratu Tbk dari BRAMooryati Soedibyo kepada anaknya Putri Koeswisnu Wardani yang jugadidahului dengan mekanisme pemagangan yang sungguh-sungguh. Prosespemagangan itu dijalaninya selama 5 tahun, dengan melibatkan padapekerjaan yang berbeda-beda. Mulai dari bekerja di bagian pemasaran,kemudian pindah ke bagian keuangan, dengan perlakuan yang sama dengankaryawan biasa yang lain. Untuk menghindari terjadi tumpang tindih peran,

Page 43: SUKSESI - UNMAS

28/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

dan adanya kemungkinan “gangguan” dari anggota keluarga yang lain, makasang Ibu memberikan tugas yang berbeda kepada anak-anak yang tidakkebagian tongkat suksesi.

Bagi pendiri perusahaan keluarga, keberhasilan dalam suksesiadalah salah satu ujian akhir dalam mengukur keberhasilan bisnis yangdijalankannya. Adalah sulit untuk memahami, mengapa suksesi seringkalimerupakan isu yang peka, khususnya bagi perusahaan keluarga padagenerasi pertama. Orang yang mendirikan dan membesarkan, merasa sedihuntuk mati, dan kegagalan membuat rencana suksesi merupakan hal yangegois dan kurang cerdas (Tracey, 2001). Adalah hal yang tak bisa diabaikanapabila karena penanganan suksesi yang buruk, akhirnya memberi peluangbagi pesaing untuk mendapat keuntungan yang signifikan.

Carsrud (2004) menyarankan beberapa hal untuk rencana suksesiperusahaan keluarga yang berhasil di antaranya adalah: (1) penyusunanharapan tentang masing-masing tugas dan peran secara jernih; (2)pemberian gaji berbasis kinerja aktual, bukan berdasar kebutuhan personal;(3) pengaturan waktu untuk supervisi, pemantauan, dan saran bagi mentoryang bukan keluarga; (4) menyediakan tanggung jawab yang sesungguhnyaatas kinerja yang sesungguhnya; (4) pemutaran penugasan untuk periodeyang berarti; dan (5) menyediakan prosedur tertulis bagi anggota keluargayang ingin meninggalkan perusahaan keluarga.

Menyangkut suksesi dalam perusahaan keluarga, Neuberger danLank (1998) menyimpulkan bahwa suksesi CEO (chief executive officer)atau pimpinan puncak, sejauh ini merupakan isu yang paling seringdibicarakan dan faktor kritis yang menentukan apakah suatu perusahaankeluarga dapat bertahan. Sementara itu, Moores dan Barrett (2002)menyatakan bahwa kesinambungan dari bisnis keluarga adalah sangattergantung dari keberhasilan dalam suksesi, maka tidak bisa dipungkiribahwa masa depan perusahaan keluarga tergantung pada keberhasilansuksesi. Perusahaan keluarga seringkali menghadapi masalah dalampengelolaan suksesi ketika pendiri bisnis atau generasi pengelola saat initelah begitu lama mengelola perusahaan keluarganya dan mendekati masa

Page 44: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /29

pensiun. Jika generasi sesudahnya mengambil alih manajemen, adakemungkinan terdapat kesenjangan antara kepemilikan dengan kemampuanmengendalikan bisnis yang memerlukan ketrampilan dan kerja keras dalammemelihara dan mempertanggungjawabkan perusahaan keluarganya. Disisi lain, generasi tua sulit untuk menerima kenyataan bahwa ketuaannyadan dominansi patriarkal sudah tidak bisa diterima atau tidak sesuai lagi.

Mengacu pada permasalahan kepemilikan dan pengendalian,Connolly et al. (1996:177) merekomendasikan sebanyak 30% darikepemilikan yang dipindahkan kepada generasi yang lebih muda bertujuanagar generasi yang lebih muda bersemangat dalam mengelola danmemajukan perusahaan keluarga namun bagi generasi yang lebih tua merasaaman dan tanpa rasa khawatir atas kelajutan bisnisnya di perusahaankeluarga. Menurut Saerang (2012) ada empat prinsip keberhasilan bisniskeluarga, yakni (1) komitmen bersama untuk masa depan keluarga danbisnis, (2) pertemuan bersama untuk memecahkan konflik dan menjagakomunikasi, (3) family agreement untuk mendukung fair process dalammenjalankan bisnis, dan (4) perencanaan yang berkelanjutan.

Craig (2003) dalam penelitiannnya menemukan beberapa hal, yaitu:(1) Generasi pendiri mempunyai derajat individualitas dan kepercayaan(self-belief) yang lebih tinggi dibanding generasi kedua atau ketiga dariperusahaan keluarga; dan (2) Generasi pendiri berbeda secara signifikandengan generasi ketiga (tapi tidak dengan generasi kedua) pada masalah-masalah pelaksanaan (direction) dan perencanaan (planning).

Ketika proses suksesi sedang berjalan, hal terpenting untuk diingatadalah seharusnya terdapat uji coba terlebih dahulu untuk mengukurketepatan suksesor (pengganti) dalam hal peraturan terdahulu dengankebiasaan yang berjalan. Terdapat beberapa uji, menurut Lansberg (2007)seperti uji kualifikasi (qualifying test), uji ketabahan (self-imposed test),uji loyalitas (circumference test), dan uji politis (political test).

Secara umum, menurut Lembaga Pengembangan Sumber DayaManusis Institut Teknologi Bandung (2004), beberapa hal yang menjadifaktor penentu kesuksesan suatu bisnis diantaranya adalah: (1) adanya

Page 45: SUKSESI - UNMAS

30/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

strategi yang jelas (strategic intent); (2) diterapkan good corporategovenance; (3) kecukupan pendanaan (funding); (4) adanya rencanabisnis (business plan); (5) adanya kerjasama yang baik antar staf dalambisnis tersebut (management team); (6) pelaksanaan (good execution)program yang baik dan (7) waktu yang tepat (timing). Diantara ketujuhfaktor tersebut, faktor yang paling utama dan perlu menjadi perhatian adalahadanya strategic intent. Suatu perusahaan dikatakan mampumemperlihatkan strategic intent, jika manajemennya tetap konsistendengan tujuan tertentu dalam jangka panjang sesuai dengan visi dan misinyaserta mengkonsentrasikan seluruh tindakannya dalam mencapai tujuantersebut. Tidak adanya strategic intent akan mendorong manajemen hanyasekadar berpikir dan bertindak dalam jangka pendek dan mengabaikankepentingan jangka panjang. Padahal, bisnis yang kokoh sudah pastimemerlukan waktu yang cukup lama. Sangat jarang namun tidak mustahilbahwa suatu bisnis dapat sukses seketika. Semuanya akan memerlukanwaktu dan proses dan tentu saja pengorbanan.

Perusahaan yang berkesinambungan sangat ditentukan olehbagaimana perusahaan tersebut mengelola dan mengimplementasikankonsep-konsep bisnisnya. Namun demikian, beberapa identifikasimenunjukkan bahwa terdapat 4 (empat) faktor kunci yang menjadipenyebab berkesinambungannya sebuah perusahaan (De Geus, 1997),yaitu :1. Memiliki sensitivitas terhadap lingkungan. Perusahaan yang

berkesinambungan adalah perusahaan yang memiliki sensitivitasterhadap lingkungan. Meskipun perusahaan yang bersangkutanmelakukan pengkajian dan pengembangan teknologi, atau memilikisumberdaya alam yang banyak mereka akan tetap menjagaharmonisasi dan kestabilan lingkungan. walau perang, depresi danbahkan dinamika politik, perusahaan akan tetap unggul, apabila tetapmenjaga keseimbangan lingkungan bisnisnya. Artinya bahwa,lingkungan internal dan eksternal perusahaan tersebut telah dapatdikendalikan dengan sebaik mungkin, dan hal ini membuktikan

Page 46: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /31

eksistensi yang kuat dari perusahaan yang bersangkutan. Terlepasdari apakah keuntungan perusahaan dibangun di atas pengetahuanatau sumberdaya alam tadi, mereka hidup dan adaptif terhadaplingkukngan sekitarnya.

2. Menjaga nama besar serta memiliki kohesivitas/keterikatan yang kuatterhadap identitasnya. Perusahaan yang berkesinamabungan adalahperusahaan menjaga nama besar serta memiliki kohesivitas/keterikatanyang kuat terhadap identitasnya. Tidak peduli berapa luasnyadiversifikasi usaha yang dijalankan perusahaan, manajemen, karyawanbahkan mitra bisnisnya merasakan berada dalam satu entitas. Tiapgenerasi (pengelola perusahaan) merasa dihubungkan oleh rantaikesehatan perusahaan. Keanekaragaman yang terdapat dalamlingkungan internal dan eksternal perusahaan telah dapat dikeloladengan baik. Hal ini akan turut membentuk suatu kesatuan yang akanmendorong kekuatan perusahaan dalam persaingannya.

3. Memiliki toleransi dan menghindari suatu kontrol yang terpusat.Perusahaan yang berkesinambungan memiliki toleransi danmenghindari suatu kontrol yang terpusat, ditangan satu orang entahitu eksekutif maupun owner, melainkan selalu berusahamengembangkan desentralisasi dan pembagian wewenang sesuaikonsep bisnis yang dikembangkannya. Dalam hal ini terjadi, denganalasan bahwa suatu toleransi dan kontrol yang terpusat cenderungmendorong perusahaan menjadi otoriter dan akan banyak munculkontradiktif akibat instruksinya yang mutlak. Selain itu, desentralisasiyang dilakukan bertujuan untuk memberikan kebebasan dalampengembangan variasi dan inovasi dalam perusahaan yangbersangkutan.

4. Memiliki sikap konservatif terhadap aspek keuangan. Perusahaan yangberkesinambungan adalah perusahaan yang memiliki sikap konservatifterhadap aspek keuangan. Perusahaan model ini memiliki pertimbanganbahwa jika mereka memiliki uang di kas, mereka akan dapatberaktivitas secara fleksibel dan akan lebih banyak mengajukan pilihan

Page 47: SUKSESI - UNMAS

32/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

dalam berbisnis dibandingkan pesaingnya. Artinya mereka tidakmenngatur resiko keuangan jika tidak perlu sama sekali.

Perusahaan yang sanggup untuk tetap eksis dan sustainablesebagai sebuah living company adalah perusahaan yang memilikipemimpin yang visioner. Perusahaan model ini tidak terlalu mengagungkanmaksimalisasi kekayaan pemegang saham, meskipun diakui bahwaprofitabilitas adalah suatu keharusan sebagai sarana perusahaan untuk tetapeksis. Namun profit/laba bukan segalanya, begitu pun dengan konsepbisnisnya bukan hanya sekedar kegiatan ekonomi, namun cenderungmengutamakan kepentingan stakeholder, termasuk karyawan.

Untuk bisnis keluarga, salah satu kelemahannya adalah seringadanya perbedaan kepentingan bisnis dan keluarga yang sarat akan konflik.Konflik tersebut menjadi pemicu keretakan bisnis keluarga yang berimbaspada keberlangsungan bisnis. International Finance Corporation (IFC)Corporate Governance (dalam Susanto, 2007) menyatakan hanya 5–15% bisnis keluarga yang sukses melanjutkan bisnisnya hingga generasiketiga. Meskipun banyak hal lain yang dapat memicu terganggunya bisnishingga harus ditutup, seperti manajemen yang buruk dan keterbatasanmodal, harmonisasi keluarga tetap menjadi hal yang sangat dipertaruhkanjika terjun ke ranah bisnis keluarga. Sementara kelemahan yang seringdimiliki oleh perusahaan keluarga di Indonesia salah satunya adalahkelemahan pola pengembangan, pengelolaan, dan persiapan suksesi untukjangka panjang.

Di Amerika Serikat bahkan beberapa perusahaan yang merupakanbisnis keluarga berkembang pesat selama ratusan tahun dan membesarbersamaan dengan alih generasi yang dikarenakan keberhasilan dalamsuksesi, seperti Bloomberg & Co berdiri tahun 1836, Levi Straus berdiritahun 1853, The Lyman Farm berdiri tahun 1771, Miller Farm berdiritahun 1684 dan masih banyak lagi perusahaan-perusahaan keluarga yangtelah berdiri ratusan tahun yang sampai sekarang masih bertahan (O’hara& Mendel, 2002).

Page 48: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /33

Menurut Bradley dan Burroughs (2010), ada lima langkah dalamperencanaan suksesi, yaitu: (1) Menentukan tujuan jangka panjang daripemilik; (2) Menentukan kebutuhan finansial dari pemilik perusahaan besertapasangannya untuk kemudian membentuk perencanaan keberlanjutan yangmenjamin kemanan finansial mereka; (3) Menentukan siapa yang akanmengelola bisnis dan mengembangkan tim manajemen; (4) Menentukansiapa yang akan memiliki bisnis yang memiliki kepentingan yang sama; dan(5) Meminimalisir pajak pengalihan dan merencanakan kepemilikan yangtepat.

Menurut Brockhaus (2004), hal terpenting yang berpengaruhterhadap rencana suksesi adalah sikap keluarga yang tentunya jugamerupakan nilai-nilai pada sebuah keluarga. Sikap keluarga yang tidakmendukung calon penerus akan berpengaruh buruk terhadap kelanjutanbisnis keluarga. Oleh karena itu, penerus yang potensial harus mendapatdukungan, kepercayaan dan sikap positif dari keluarga.

Sementara menurut Moris et al. (1996), faktor-faktor yangmempengaruhi suksesi bisnis keluarga dikelompokkan menjadi tiga.Kategori pertama yang sangat mempengaruhi suksesi bisnis keluarga adalahkegiatan perencanaan dan pengendalian. Kategori kedua yaitu hubunganpersonal antara keluarga, dan antara karyawan dalam dan luar keluarga diperusahaan, terutama kepercayaan dan komunikasi antara anggotakeluarga. Kategori terakhir yang berpengaruh terhadap suksesi bisniskeluarga yaitu persiapan penerus atau suksesor, yang akan menjadipengganti kepemimpinan dalam perusahaan keluarga.

Marpa (2011) mengemukakan ada lima hal penting yangmenyangkut masalah internal keluarga yang sangat mempengaruhikeberhasilan dari suksesi kepemimpinan bisnis keluarga. Apabila salah satudari kelima masalah ini ada dalam mekanisme dan pelaksanaan suksesimaka sangat memungkinkan suksesi tersebut akan gagal. Kelima haltersebut adalah kompetensi individu dari suksesor, ketidakharmonisanhubungan antara para pihak, masalah-masalah keuangan, masalah-masalahkontekstual dan proses suksesi. Efektivitas sebuah suksesi dalam

Page 49: SUKSESI - UNMAS

34/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

perusahaan antara lain merencanakannya sejak jauh-jauh hari denganbanyak melibatkan anggota keluarga. Dalam kaitan itu, diberikan pilihanbagi generasi penerusnya untuk bergabung atau tidak dalam perusahaan(Susanto et al., 2007).

Selain itu, The Jakarta Consulting Group memiliki beberapakriteria pemimpin dalam perusahaan keluarga yang disingkat ACE MAN(Susanto et al., 2007):1. Acceptable, artinya seorang pemimpin dalam tipe ini harus bisa

mengakomodasi atau menerima pendapat orang lain dan dapatmengambil sebuah keputusan dari hasil tersebut.

2. Charismatic, artinya pemimpin dalam tipe ini harus bissa dalam segalahal (mempunyai visi ke depan, menarik, dan menyangkan) sehinggadapat menghadapi tipe-tipe pemimpin lainnya.

3. Energetic, artinya pemimpin dalam tipe ini harus pandai memanfaatkanpeluang, memiliki gagasan, dan dapat membuat keputusan.

4. Managing, artinya pemimpin dalam tipe ini mampu mengelola danmenerima tanggung jawab atas pekerjaan yang diserahkan.

Page 50: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /35

BAGIAN 4PERENCANAAN SUKSESI PERUSAHAAN KELUARGA

Perencanaan SuksesiSuksesi merupakan hal yang sangat krusial dalam mempertahankan

kelanggengan atau kesinambungan perusahaan keluarga. Suksesi seringdiartikan sebagai peralihan pimpinan puncak saja, karena kepemimpinannyaakan menjangkau berbagai lapisan manajerial. Pola suksesi manajemenpuncak di antaranya adalah: Planned Succesion yaitu perencanaan suksesiyang terfokus pada calon yang telah dipersiapkan untuk menduduki posisikunci. Sementara itu, Informal Planned Succession, merupakanperencanaan suksesi yang lebih mengarah pada pemberian pengalamandengan cara memberikan posisi di bawah “orang nomor satu” dan secaralangsung menerima perintah dan petunjuk dari orang tersebut, danUnplanned Succesion, yaitu peralihan pimpinan puncak kepadapenerusnya berdasarkan keputusan pemilik dengan mengutamakanpertimbangan-pertimbangan pribadi.

Hollinger (2013) menyatakan hal penting perencannan suksesiadalah keberlanjutan dari pengembangan kepemimpinan. Saan (2013)menyampaikan model tentang kerangka konsepsual perencanaan suksesidan kesinambungan perusahaan keluarga (conceptual framework ofsuccession planning and FOB continuity) yang mengkaitkan antarapendiri (pemilik) dengan suksesor dan lingkungan, yang mempengaruhiproses suksesi dan keberhasilan suksesi perusahaan keluarga. Model Saan(2013) dapat dilihat Gambar 4.1:

Page 51: SUKSESI - UNMAS

36/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Gambar 4.1.Conceptual Framework of Succession Planning and FOB

Continuity (Saan, 2013)

Gambar 4.1 menyajikan kerangka konsepsual berbagai hubunganuntuk mencapai keberhasilan suksesi yang mengarah ke kesinambunganperusahaan. Kesediaan pendiri / pemilik untuk mundur dan memberikanpilihan untuk pengganti, baik di dalam atau di luar keluarga merupakanindikasi perlunya suksesi. Kepentingan pribadi suksesor dan kompetensiserta pengalaman akan dapat memfasilitasi kesediaannya untuk mengambilalih suksesi sesegera mungkin. Lingkungan yang terdiri dari internal daneksternal, bersama-sama dengan pendiri dan penerus melalui proses suksesiakan menghasilkan suksesi sukses yang mengarah ke kontinuitas.

Susanto et al. (2007) menyatakan perencanaan suksesi adalahpenting karena adanya berbagai proses kebijakan perusahaan yang terlibat,termasuk di dalamnya proses pengembangan perusahaan, kebijakanperencanaan karir, sistem promosi dan mutasi. Suksesi tidak hanya berarti“alih Generasi” di pimpinan puncak, tidak hanya berdasar kriteria usiaatau dari pemimpin ke keturunan atau profesional saja. Pandangan mengenai

Page 52: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /37

perencanaan dan pelaksanaan suksesi dengan tujuan yang lebih luas jugadapat diartikan suksesi tidak selalu berbicara mengenai tujuan bisnis saja,namun lebih luas dari itu yaitu keharmonisan keluarga yang menjadi alasanutama mengapa bisnis keluarga dibangun.

Penerapan succession planning dapat berjalan dengan baik bilaproses pemilihan suksesor dan persiapan suksesornya juga berjalan denganlancar. Proses pemilihan suksesor berbicara mengenai nilai komunikasidalam proses pemilihan tersebut dan nilai objektivitas dalam prosespemilihan suksesor. Sedangkan proses persiapan suksesor berbicaramengenai Successor Development Programme (program yang berisitahap-tahap pengembangan suksesor) dan allowance from previousFamily Business Leadership (FBL) atau restu yang diberikan oleh FBLsebelumnya (Fishman, 2009).

Miller dan Isabelle (2005) menyatakan bahwa perencanaan suksesibisnis yang baik merupakan indikator yang valid sebuah kinerja bisnis.Dalam masa peralihan kepemimpinan dalam bisnis keluarga akan lancarbila suksesor (pengganti) telah disiapkan dengan lebih baik. Persiapantersebut diantaranya dengan mempersiapkan suksesor dengan ramah(affable) dan diikutkan dalam proses perencanaan suksesi termasuk didalamnya adalah proses perpinda-han kekayaan dan hak kepemilikan sertahal-hal yang berpotensi mendatangkan kekayaan (wealth-transfer).

Suksesi dan karakteristik dari penerus juga ditentukan oleh tingkathubungan yang terjadi dalam keluarga atau sistem dan tata nilai keluargayang dianut (Lee, 2003). Dalam perusahaan keluarga terdapat salingketergantungan antara keluarga dan perusahaan. Sebagaimana sifatperusahaan keluarga, sistem keluarga (family system) memiliki salingketergantungan yang sangat dekat dan mendalam antara sistem keluargadan sistem perusahaan (Kepner, 2013). Perusahaan keluarga merupakanketerpaduan dua sistem yang saling bersinggungan (Beckard & Dyer, 1983;Lansberg, 1988). Di antara dua sistem tersebut terdapat perbedaankepentingan, perbedaan norma-norma, nilai-nilai serta perbedaan struktur.Tekanan di antara perbedaan dua sistem tersebut akan berpengaruh pada

Page 53: SUKSESI - UNMAS

38/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

perilaku individu baik di dalam kerja maupun di luar lingkungan kerja(Zedeck, 1992). Chitor & Dass (2007) menggambarkan hubungan limafaktor yang mempengaruhi keberhasilan dari suksesi perusahaan keluargaseperti ditunjukkan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2Management Succession: An Integrative Framework

(Chittoor & Das, 2007)

Page 54: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /39

Berdasarkan Gambar 4.2, faktor-faktor yang mempengaruhiproses suksesi dapat dibagi dalam lima kategori:1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pendahulu (incumbent or

predesor related factors), yang meliputi kepribadian pendahulu,motivasi, hubungan antara pendahulu dan suksesor (Handler, 1994;Lansberg, 1988).

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan suksesor (successor relatedfactors), meliputi kapabilitas, motivasi, pengalaman di luar perusahaan,pengalaman di dalam perusahaan, serta tingkat pendidikan (Chrisman,Sharma & Chua, 1998; Goldberg, 1996; Morris, et al., 1997;Sharma, Chrisman, Pablo, & Chua, 2003).

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluarga (family-specificrelated factors), meliputi dinamika keluarga dan kualitas komunikasidalam keluarga, kepercayaan antara kelompok-kelompok individukeluarga yang terlibat dalam perusahaan, sumber-sumber penolakanyang mungkin akan berdampak pada proses suksesi (Davis &Harveston, 1998; Dyer, 1988; Handler, 1990).

4. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perusahaan (business-specific related factors), meliputi komposisi dari dewan direktur,pengalaman suksesi sebelumnya, budaya organisasi, hubungan antarasiklus bisnis dan siklus keluarga (Astrachan & Shanker, 2003; Dunn,1999).

5. Faktor-faktor yang berhubungan dengan proses suksesi (successionprocess factors). Suksesi merupakan satu proses bukan satu kejadian,faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain: prosedur pemilihansuksesor, pembinaan, pengembangan dan pelatihan dari suksesor,struktur tata kelola dan mekanisme perusahaan (Morris et al, 1997;Elstrodt, 2003)

Sharma (2004) menyatakan suksesi kepemimpinan dalamperusahaan keluarga sangat ditentukan oleh adanya keinginan pendiri(pemilik) untuk memberikan kewenangan mengelola kepada generasipenerusnya, adanya komitmen keluarga, kepercayaan terhadap calon

Page 55: SUKSESI - UNMAS

40/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

penerus dan dimilikinya jiwa kepemimpinan bagi calon pengganti(suksesor).

Bradley dan Burroughs (2010) mengatakan ada lima langkah dalamperencanaan suksesi, yaitu: (1) menentukan tujuan jangka panjang daripemilik; (2) menentukan kebutuhan finansial dari pemilik perusahaan besertapasangannya untuk kemudian membentuk perencanaan keberlanjutan yangmenjamin kemanan finansial mereka; (3) menentukan siapa yang akanmengelola bisnis dan mengembangkan tim manajemen; (4) menentukan siapayang akan memiliki bisnis yang memiliki kepentingan yang sama; dan (5)meminimalisir pajak penghasilan dan merencanakan kepemilikan yang tepat.

Indikator Perencanaan Suksesi Perusahaan KeluargaHollinger (2013) menyatakan salah satu indikator perencanaan

suksesi yang penting adalah kepemimpinan. Brockhaus (2004) mengatakansikap keluarga merupakan nilai-nilai pada sebuah keluarga merupakan halyang penting juga dan penerus yang potensial harus mendapat dukungan,kepercayaan dan sikap positif dari keluarga. Sharma (2004) menyatakanperencanaan suksesi dalam perusahaan keluarga sangat ditentukan olehadanya keinginan incumbent, yang umumnya merupakan pendiri/pemilikuntuk memberikan kewenangan mengelola kepada generasi penerusnya,adanya komitmen keluarga, kepercayaan terhadap calon penerus dandimilikinya jiwa kepemimpinan bagi calon pengganti (suksesor).Susanto (2007), dalam kaitannya dengan pemilihan putra atau putrimahkota, ada dua kesalahan mendasar yang sering terjadi. Pertama, kriteriaputra-putri mahkota tidak pernah diumumkan. Kedua, Putra-putri mahkotaterlalu cepat ditentukan. Padahal masing-masing diantara mereka memilikikondisi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, perlunya dibuat sebuah kriteriayang menjadi patokan dalam proses pemilihan. Selanjutnya semuanyadiharapkan meningkatkan diri dan ikut berkompetisi untuk memenuhikriteria tadi. Menurut Fishman (2009), proses pemilihan suksesor berbicaramengenai nilai komunikasi dalam proses pemilihan tersebut dan nilaiobjektivitas dalam proses pemilihan suksesor.

Page 56: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /41

1. KomunikatifNilai utama dari pemilihan suksesor adalah selalu

mengkomunikasikan succession plan kepada anggota keluarga dan pihakyang bersangkutan sedini mungkin serta peka terhadap reaksi yang mungkinmuncul di dalam anggota keluarga

2. ObjektifFBL perlu memilih suksesor dengan mengidentifikasi faktor objektif

yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis secara efektif. Faktor-faktortersebut adalah sebagi berikut:

a. PassionKandidat suksesor perlu mengetahui apa yang suksesi butuhkan,

termasuk di dalamnya pengorbanan dan komitmen yang perlukandidat buat. Hanya suksesor yang benar-benar memiliki passionyang mau dan mampu untuk berkorban dan membuat komitmen demisuksesi bisnis keluarga. Tanpa passion tersebut, suksesor akan gagaldalam menjalankan bisnis keluarga terlepas dari kemampuan yangmereka miliki.

b. KompetensiKompetensi dapat diartikan ciri-ciri pengetahuan, keterampilan

dan kepribadian yang diperlukan untuk mencapai performan yangtinggi. Artinya orang dengan ciri-ciri tertentu diprediksi akan memilikikinerja yang tinggi dalam suatu jabatan.

c. Aptitude ( bakat )Kemampuan teknik dalam menjadi FBL saja tidaklah cukup. Bakat

untuk berpikir cepat, mandiri, dan mampu menyelesaikan masalahdengan kreatif dibutuhkan oleh suatu bisnis keluarga.

d. VisionSuksesor memerlukan visi untuk beradaptasi dan merubah bisnis

agar tetap kompetitif dan bertumbuh. Visi yang dimaksud adalah visiyang mampu melihat “gambaran besar” pada bisnis keluarga.

Page 57: SUKSESI - UNMAS

42/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Proses suksesi adalah salah satu poin penting dalam perjalanan bisniskeluarga . Tidak sedikit dari bisnis keluarga mengalami kegagalan dalamtransfer manajemen. Masalah ini menunjukkan pentingnya mempersiapkangenerasi berikutnya sedari awal. Seperti yang sudah di katakan kemauanjauh lebih penting dari sekadar kemampuan. Betapa pentingnya tekaduntuk memulai suatu bisnis, termasuk bisnis yang di rintis oleh keluarga.Oleh sebab itu, agar setiap anak dapat memiliki itikad dan kemauan yangkeras, termasuk dalam bisnis, ada 4 hal utama yang perlu di lakukanorangtua terhadap anaknya menurut Soedibyo (2012):

1. Kemandirian2. Empati3. Problem Solver4. Thinking out of box

Keempat pembentuk semangat bisnis tersebut akan makin kuat jikadi sertai pendidikan yang baik bagi anak (Soedibyo, 2012). Selain itu,Susanto (2007) mengukapkan pra-suksesi sebagai tahap awal dalamsuksesi, membahas kriteria suksesor yang di butuhkan untuk menjadigenerasi penerus. Kriteria tersebut terdiri dari beberapa indikator :

1. MotivasiHal yang sangat penting yaitu sebelum bergabung dengan perusahaan,pemimpin harus dapat mengidentifikasi motivasi suksesor karenapenerus dalam bisnis keluarga memiliki peran yang sulit.

2. Pendidikan dan pengalamanDi dalam proses suksesi, generasi penerus wajib untuk meningkatkanpengetahuan dan keahlian yang dimiliki untuk menjadi modal yang dapatdi manfaatkan bagi kesuksesan generasi penerus menjalankan tugas-tugas strategis, pengalaman bekerja diluar perusahaan sebelumbergabung dalam perusahaan keluarga juga akan memberi nilai tambah.

Menurut Walsh (2011, p. 20-51) dimensi dalam perencanaan suksesidibagi menjadi dua :

Page 58: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /43

1. Management SuccessionManagement Succession (suksesi manajemen) berkaitan dengan

pemimpin eksekutif yang professional dan kompeten, memiliki keterampilanserta komitmen dalam mengelola bisnis. Bertujuan untuk dipersiapkanmenjadi generasi selanjutnya dalam posisi manajemen dan denganpengelolaan yang berkaitan dengan komponen keluarga. Bertujuan agarmemberikan pengaruh pada kemampuan bisnis keluarga dalam transisimanajemen. Proses-proses management succession melalui familycommunication, grooming successors, dan Management Process.

2. Ownership SuccessionOwnership Succession (suksesi kepemimpinan) berhubungan

dengan pengambilalihan kepemilikan perusahaan kepada generasiselanjutnya. Pemimpin harus mengetahui nilai-nilai bisnis yang sudah ditanamdalam perusahaan. Proses penting dalam ownership Succession berkaitandengan anggota keluarga untuk menetapkan aturan didalam bisnis keluargamelalui family communication, family governance dan shareholderagreement.

Dari berbagai konsep, pengertian dan teori di atas, ada 5 (lima)indikator yang dapat dipakai sebagai indikator perencanan suksesi menurutHollinger (2013), Brockhaus (2004) dan Sharma et al. (2004), yaitu sikap,keinginan pendahulu (incumbent), komitmen, kepercayaan dankepemimpinan.

Page 59: SUKSESI - UNMAS

44/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

BAGIAN 5NILAI-NILAI PERUSAHAAN KELUARGA

Pengertian Nilai-nilai (Values)Koiranen (2002) dan Tapies dan Moya (2012) menyatakan nilai-

nilai berarti prinsip-prinsip moral, standar, etika dan norma-norma perilakuyang terdapat pada suatu kelompok atau organisasi. Tidak jauh berbeda,Robbins (2007) menyatakan bahwa nilai (value) merupakan bagian daribudaya dalam suatu organisasi yang menentukan tingkat bagaimana anggotamelakukan kegiatan dalam mencapai tujuan organsasi. Sementara itu,Susanto (2008) mendefinisi nilai-nilai dalam budaya organisasi memberikanpedoman kepada sumber daya manusia dalam menghadapi permasalahaneksternal dan upaya penyesuaian integrasi ke dalam perusahaan, sehinggamasing-masing anggota organisasi harus memahami nilai-nilai yang ada sertamengerti bagaimana bagaimana mereka harus bertingkah laku.

Dalam buku Handbook of Human Resource ManagementPractice oleh Armstrong (2009), tercantum bahwa budaya organisasi ataubudaya perusahaan adalah nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yangmerupakan bentuk bagaimana orang-orang dalam organisasi berperilakudan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Nilai-nilai adalah apa yangdiyakini bagi orang-orang dalam berperilaku dalam organisasi. Normaadalah aturan yang tidak tertulis dalam mengatur perilaku seseorang(Amstrong, 2009). Pengertian tersebut menekankan bahwa budayaorganisasi berkaitan dengan aspek subjektif dari seseorang untuk memahamiapa yang terjadi dalam organisasi. Hal ini dapat berpengaruh terhadapnilai-nilai dan norma-norma semua kegiatan bisnis, yang mungkin terjaditanpa disadari, yang selanjutnya mempengaruhi perilaku individu. Menurut

Page 60: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /45

Robbins (2007), budaya organisasi diartikan sebagai sistem makna bersamayang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan suatu organisasi dariorganisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila diamati dengan lebihseksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai olehsuatu organisasi.

Sementara itu Davis dan Harveston (1998) menyatakan polakeyakinan dan nilai-nilai yang merupakan budaya organisasional yang harusdipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh anggota organisasi, sehingga polatersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar berperilaku dalamorganisasi. Nilai-nilai organisasi merujuk kepada suatu sistem pengertianbersama yang dipegang oleh anggota--anggota suatu organisasi, yangmembedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya. Wood et al.(2001:391) menyatakan bahwa nilai-nilai yang dikembangkan olehorganisasi akan menuntun perilaku anggota organisasi itu sendiri. Hal itudipertegas lagi oleh Gibson et al. (2008) yang mengatakan sistem yangmenembus nilai-nilai, keyakinan, dan norma yang ada di setiap organisasidapat mendorong atau menurunkan efektifitas organisasi. Demikian jugaKluckhohn (1951, dalam Rokeach, 1973) menyatakan nilai-nilai adalahkonsepsi secara eksplisit atau implisit yang diinginkan yang mempengaruhiseleksi dari mode yang tersedia, sarana dan tujuan tindakan organisasi.

Hal senada dikatakan oleh Aronoff dan Ward (2000) bahwa nilai-nilai (value) adalah landasan pencapaian seseorang dan komitmennya.Nilai-nilai menginspirasi orang tersebut untuk melakukan hal-hal yang sulitdan untuk membuat komitmen dalam hal disiplin guna pencapaian rencanajangka panjang. Sementara itu, Dumas dan Blodgett (1999) menjelasknabahwa nilai-nilai menjawab pertanyaan tentang apa yang penting bagianggota organisasi dan nilai-nilai inti yang meresap dengan mendalam yangmempengaruhi hampir setiap aspek dari kehidupan yakni nilai moral danrespon kepada orang lain.

Berdasarkan beberapa pendapat dan konsep tentang nilai-nilaitersebut, maka dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai (values) adalah suatu

Page 61: SUKSESI - UNMAS

46/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

prinsip moral, standar, etika dan norma-norma perilaku yang melekat atauyang dianut oleh seseorang atau kelompok, dan dipakai sebagai penuntunatau pedoman dalam berperilaku keseharian, seperti dalam berpikir,bersikap, bertindak dan mengambil keputusan. Semua sumber dayamanusia yang ada dalam suatu organisasi harus dapat memahami denganbenar nilai-nilai dari budaya organisasi yang dianutnya, karena pemahamanini sangat berkaitan dengan setiap langkah ataupun kegiatan yang dilakukan,baik perencanaan yang bersifat strategis dan taktikal, maupun kegiatanimplementasi perencanaan di mana setiap kegiatan tersebut harus berdasarpada budaya organisasi. Khusus utuk bisnis keluarga, Ward (2008)menyatakan nilai-nilai adalah pengatur variabel bebas membentuk setiapdimensi manajemen bisnis keluarga.

Aronoff dan Ward (2000) menyatakan kekuatan nilai-nilai dalambisnis keluarga itu terkait dengan beberapa faktor : (1) meletakkan landasanuntuk budaya perusahaan; (2) menyediakan template untuk pengambilankeputusan; (3) merupakan puncak inspirasi untuk kinerja; (4) mendukungpelanggan; (5) pandangan jangka panjang; (6) mengurangi biaya modal;(7) menantang pemikiran konvensional; (8) beradaptasi dengan perubahan;(9) meningkatkan strategis perencanaan; (10) melaksanakan strategi; (11)aliansi strategis; (12) merekrut dan mempertahankan karyawan; dan (13)makna untuk bekerja.

Stavrou (1998) menyatakan interaksi antara orang tua dan anakakan mempengaruhi keputusan-keputusan yang akan diambil oleh sanganak di masa yang akan datang. Lebih lanjut lagi, nilai-nilai dan tradisikeluarga berpengaruh kuat terhadap penerus saat mereka akan mengambilkeputusan. Kompleksitas dalam nilai-nilai dan hubungan keluarga (familyrelationship) akan berpengaruh pada efektifitas karakteristik penerus untukmengembangkan perannya dalam perusahaan keluarga. Secara garis besarkeputusan generasi penerus untuk bergabung dan mengambil alihkepemimpinan perusahaan keluarga dapat digambarkan pada Gambar 5.1.

Page 62: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /47

Gambar 5.1Intergenerational Transition Decision Model

(Stravou, 1998)

Page 63: SUKSESI - UNMAS

48/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

BAGIAN 6KARAKTERISTIK DAN KINERJA SUKSESOR

Karakteristik SuksesorKarakteristik suksesor berperan dalam proses suksesi terutama

pada kemauan dari suksesor untuk melanjutkan perusahaan dan hubunganantara suksesor dengan pemilik perusahaan. Marpa (2010) menggunakanbeberapa tolok ukur untuk melihat karakteristik suksesor yakni: (1) usia;(2) tingkat pendidikan (3) lama waktu bergabung dalam perusahaan; dan(4) pengalaman bekerja di luar perusahaan keluarga

Berhubungan dengan profil atau motivasi individu yakni: (1) faktoryang berhubungan dengan suksesor: kurangnya kemampuan, kurang atauketidakpuasan motivasi, masalah yang tidak terduga (meninggal, sakit dll);dan (2) faktor yang berhubungan dengan Incumbent: keterikatanincumbent terhadap bisnis, masalah yang tidak terduga (meninggal, sakitdan lain-lain), kemungkinan incumbet menikah lagi, bercerai atau memilikianak lagi. Dalam beberapa literatur, ada banyak ukuran dari karakteristikpribadi seorang suksesor, diantaranya dikemukakan oleh Malone danJenster (2008) dan Levinson (2001) yang meninjau karakteristik seorangsuksesor dari sisi agresivitas, integritas dan kreativitas yang dimiliki.

Berkaitan dengan karakteristik suksesor, beberapa penelitiansebelumnya menemukan bahwa:1. Faktor-faktor individu yang merupakan karakteristik dari seorang

suksesor dengan menggunakan variabel motivasi, kemampuan, tingkatpendidikan, pengalaman di luar perusahaan serta lama waktu magangdi perusahaan menghasilkan temuan bahwa tingkat pendidikan yang

Page 64: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /49

memadai; pengalaman di luar perusahaan; lama magang di perusahaanmemiliki korelasi yang positif terhadap efektivitas perencanaan suksesi(Barach & Ganitsky, 1995; Chrisman et. al,1998; Morris et. al, 1997;dan Sharma et. al., 2003).

2. Rekomendasi agar suksesor memiliki pengalaman di perusahaan lain(Nelton, 2006 dan Danco, 2012). Hal ini didukung oleh pendapatBarnes (2014) dan Correl (1989) yang menyebutkan bahwaberdasarkan rekomendasi dari konsultan bahwa suksesor minimummemiliki pengalaman selama lima tahun di perusahaan lain dan palingtidak diikuti dengan satu kali promosi di perusahaan tersebut yangmenandakan kemampuan suksesor memang diakui di luar perusahaan.

3. Pengalaman dan turut serta dalam pengelolaan perusahaan keluargaakan membantu suksesor dalam membangun hubungan dengan pihak-pihak lain dalam perusahaan untuk memahami budaya dalamperusahaan (Danco, 2012; Lansberg & Astrachan, 1994).

4. Tingkat kemampuan dan pengetahuan dari generasi penerus amatlahpenting dan evaluasi dari kinerja individu tersebut seharusnya dijadikansatu bagian dari proses suksesi (Danco, 2012).

5. Lambrecht (2005) mengatakan bahwa untuk memasuki dan memimpinperusahaan keluarga tidak dapat dilakukan dengan tergesa-gesa.

6. Komitmen keluarga terhadap perusahaan juga memiliki hubungandengan kemungkinan berhasil tidaknya suksesor berkembang danberlatih (Lansberg & Astrachan, 1994).

7. Studi yang dilakukan Venter dan Maas (2005) menunjukkan bahwapersiapan keras yang dilakukan suksesor di luar perusahaan akanberpengaruh positif terhadap keberlanjutan keuntungan perusahaankeluarga.

Page 65: SUKSESI - UNMAS

50/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Gambar 6.1Successor Characteritics (Meijaard, 2005)

Page 66: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /51

Berdasarkan Gambar 6.1, Meijaard (2005) merinci indikatorkarakteristik suksesor yaitu: usia, jenis kelamin, pendidikan, pengalamanbisnis, pelatihan bisnis, motivasi, hubungan dengan pendahulu, jangka waktuketerlibatan, keinginan untuk mengambil alih, person atau komite.

Indikator Karakteristik SuksesorSaan (2013) dalam kerengka konsepsual tentang perencanaan

suksesi dan keberlanjutan perusahaan keluarga menyebutkan karakteristiksukesor terdiri dari keinginan pribadi dan pengalaman. Chittoor & Das(2007) dalam model manajemen suksesinya menjelaskan salah satuindikator karakteristik suksesor adalah dimilikianya pengalaman suksesor.Sementara indikator karakteristik suksesor yang dikemukakan olehMeijaard (2005) diantaranya adalah pengalaman bisnis, jangka waktuketerlibatan, dan keinginan untuk mengambil alih.

Kinerja SuksesorKinerja merupakan capaian atau hasil akhir dari suatu proses dan

sistem manajemen. Sebuah sistem pengukuran kinerja dapat didefinisikansebagai suatu yang formal, prosedur dan rutinitas yang berbasis padainformasi yang digunakan manajer untuk mempertahankan atau mengubahpola di dalam aktivitas perusahaan (Royer et al., 2008). Hal senadadiungkapkan Nurlaila (2010) yang menyatakan performance atau kinerjamerupakan hasil atau keluaran dari suatu proses. Berdasarkan pendekatanperilaku dalam manajemen, kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatuyang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukanpekerjaan (Luthans, 2005). Salah satu dari karakter dari sistem pengukurankinerja yang efektif, yang dapat meningkatkan tujuan perusahaan adalahharus dihubungkan dengan tujuan dan strategi perusahaan (Ittner & Larcker,2001; Otley, 1999) dan juga karakter dari perusahaan (Chenhall, 2003).Sebuah sistem pengukuran kinerja seharusnya memberikan sebuahpengukuran yang komprehensif dan praktis, terhubung dengan tujuan danstrategi perusahaan dan juga pengukuran kinerja tersebut seharusnya efektif

Page 67: SUKSESI - UNMAS

52/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

(Malina & Selto, 2006). Karakter kedua dari sistem pengukuran kinerjayang efektif adalah pengukuran kinerja seharusnya menunjukkan usahamanajemen, dan sesuai dengan target serta seharusnya terkait denganimbalan yang sesuai (Merchant & Stede, 2007; Malina & Selto, 2001;Royer et al., 2008).

Kinerja organisasi adalah gambaran mengenai tingkat pencapaiansasaran ataupun tujuan organisasi sebagai penjabaran dari visi, misi, yangmengindikasikan tingkat keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatansesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan. Kinerja organisasiadalah sejumlah luaran (output) berupa barang atau jasa yang dihasilkandari kegiatan dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Menurut Rivai(2004) kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang atauorganisasi secara keseluruhan selama periode tertentu di dalammelaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, sepertistandar hasil kerja, target/sasaran atau kriteria yang telah disepakatibersama. Selain itu, Mulyadi (2007) mendefinisikan bahwa kinerjaorganisasi adalah keberhasilan personel, tim, atau unit organisasi dalammewujudkan sasaran stretegis yang telah ditetapkan sebelumnya denganperilaku yang diharapkan. Dimensi yang digunakan dalam mengukur kinerjadi antaranya adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, pengetahuan kerja,kreativitas, dan kerja sama (Gorda,2004).

Kinerja mempunyai makna luas, tidak hanya hasil kerja, tetapibagaimana proses pekerjaan berlangsung. Adapun pendapat lain yangdikemukakan oleh Armstrong dan Baron (1998), kinerja merupakan hasilpekerjaan yang mempunyai hubungan dengan tujuan strategis organisasi,kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi.Venkatraman dan Ramanujam (1986) menunjukkan bahwa kinerjamerupakan sebuah konstruk multidimensi. Dalam hal ini, kinerja suksesorterdiri dari kinerja keuangan, kinerja bisnis, dan kinerja keorganisasian.Kinerja keuangan berada di pusat wilayah efektifitas keorganisasian.

Pada dekade terakhir, metode pengukuran kinerja (performancemeasurement) berkembangan semakin pesat. Para akademisi dan praktisitelah banyak mengimplementasikan model-model baru dari sistempengukuran kinerja, antara lain Balanced Scorecard (Kaplan & Norton,

Page 68: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /53

1996), Integrated Performance Measurement System (IPMS) (Bititciet al., 1997), SMART System (Ghalayani & Noble 1998; Lynch & Cross,1991), The Performance Measurement Matrix (Keegan et al., 1998),The Integrated Dynamic Performance Measurement System (Ghalayani& Noble, 1998). Sementara itu, ada juga pengukuran kinerja yang disebutdengan Performance Prism yang awalnya merupakan sebuah teori yangdikembangkan oleh Universitas Cranfield, kemudian diperluaspenggunaannya untuk mengukur kinerja (Neely et al., 2002). MetodePerformance Prism mencoba memperbaiki kekurangan-kekurangan yangada pada metode-metode sebelumnya seperti Balanced Scorecard.Kelebihan metode ini dibanding dengan metode-metode sebelumnya adalahbahwa Performance Prism mencoba mempertimbangkan seluruhstakeholder dari perusahaan seperti investor, pelanggan, karyawan danperaturan pemerintah sebagai aspek yang saling terintegrasi.

Ukuran kinerja pada umumnya masih didominasi ukuran-ukurankeuangan seperti anggaran, laba, atau ukuran akuntansi lainnya (Bushman etal., 1996; Ittner et al.,1997; Otley, 1999). Pada akhir dekade ini, pengukurankinerja secara akuntansi telah dianggap tidak dapat memenuhi kebutuhan akansistem pengukuran kinerja yang efektif (Hoque dan James, 2000; Ittner danLarcker, 2001). Ketidakmampuan pengukuran kinerja secara akuntansi telahmemotivasi beberapa akademisi dan praktisi untuk menganjurkan beberapainovasi pengukuran kinerja, mulai dari metriks keuangan yang telah dimodifikasiseperti Economic Value Added (Stern et al., 1995), sampai dengan BalancedScorecard, yang menyatukan pengukuran keuangan dan non-keuangan(Kaplan & Norton, 2004) dan pengukuran personal atau pengukuran subjektif(Gibbs et al., 2004; Ittner et al., 2003).

Menurut Robbins (2007) indikator untuk mengukur kinerja secaraindividu ada lima, yaitu:1. Kualitas kerja yang diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas

pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadapketerampilan dan kemampuan karyawan.

2. Kuantitas yang merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalamistilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.

Page 69: SUKSESI - UNMAS

54/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

3. Ketepatan waktu merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awalwaktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil outputserta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.

4. Efektivitas merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi(tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksudmenaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.

5. Kemandirian merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akandapat menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan suatutingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansidan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.

Indikator Kinerja SuksesorChittoor & Das (2007) menyatakan kinerja suksesi salah satunya

diukur dengan meningkatnya pertumbuhan penjualan. Kaplan & Norton(2004) dalam menyatakan keseimbangan (balanced) untuk mengukurkinerja menunjuk pada adanya kesetimbangan pada perspektif keuangandan perspektif non-keuangan seperti perspektif pelanggan, perspektifinternal, perspektif inovasi dan pembelajaran, dan perspektif keuangan.Dempsey et al. (1997) telah merinci indikator kinerja, baik kinerja secaraorganisasi maupun individu, ke dalam beberapa bagian dalam IntegratedPerformance Measurement Systems dan dapat dilakukan secarakualitatif, yakni: (1) keuangan (financial); (2) kualitas produk dan kepuasanpelanggan (Product Quality & Costumer Satisfaction); (3) efisiensiproses (Process efficiency); (4) inovasi produk dan proses (Product &Process Innovation); (5) lingkungan yang kompetitif (CompetitiveEnvironment); (6) efisiensi manajemen (Management efficiency); (7)manajemen sumber daya manusia (Human Resource Management); (8)tanggung jawab sosial (Social Responsibility).

Dengan demikian, kinerja indvidu seorang suksesor dapat puladiukur dengan pendekatan konsep Dempsey et al. (1997), sebabpendekatan pengukurannya dapat dilakukan dari sisi keuangan dan nonkeuangan secara kualitatif.

Page 70: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /55

BAGIAN 7KETERKAITAN ANTARA NILAI-NILAI, KARAKTERISTIK

SUKSESOR, PERENCANAAN SUKSESI DANKINERJA SUKSESOR

Keterkaitan antara Nilai-nilai terhadap Karakteristik SuksesorAda 15 indikator yang merefleksikan variabel nilai-nilai, yakni

kejujuran, kredibilitas, kepatuhan, kualitas, kerajinan, kemauan kerja keras,menjaga kehormatan, sikap melayani, tanggung jawab, keluwesan, toleranterhadap stres, kesejahteraan, keinovatifan, otonomi, dan kepemilikan visimanajemen. Jika dilihat dari profil variabel nilai-nilai, indikator kerajinantertinggi dan untuk nilai rerata indikator menjaga kehormatan memperolehtanggapan tertinggi. Berdasarkan hal itu maka temuan yang mengatakannilai-nilai terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap karakteristiksuksesor, dapat diartikan bahwa semakin kuat nilai-nilai pendahulu, makakarakteristik suksesor semakin diperlukan untuk suksesi, atau dapatdimaknai bahwa semakin kuat nilai-nilai yang ditekankan oleh pemilik(pendahulu), maka karakteristik suksesor semakin diperlukan untuksuksesi.

Adanya keterkaitan antara nilai-nilai dengan karakteristik suksesorsejalan dengan apa yang dinyatakan oleh Miller dan Le Breton-Miller(2005), bahwa values dari pendiri atau pemilik perusahaan merupakandorongan bagi karyawan sebagai hal yang mutlak untuk menjadikan bisniskeluarga dapat sustainable, dan transfer nilai-nilai dipentingkan agarpenerusnya mengikuti apa yang dicita-citakan oleh pendiri. Sementara ituStavrou (1998) menyatakan semakin kuatnya interaksi antara orang tuadan anak yang menjadi generasi penerus akan mempengaruhi keputusan-keputusan yang diambil oleh sang anak di masa yang akan datang. Salah

Page 71: SUKSESI - UNMAS

56/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

satu diantaranya adalah nilai-nilai dan tradisi keluarga berpengaruh besarterhadap karakter generasi penerus saat mereka akan mengambil keputusanbisnis.

Kompleksitas dalam nilai-nilai dan hubungan keluarga (familyrelationship) berpengaruh karakteristik penerus akan secara efektif dapatmengembangkan perannya dalam perusahaan keluarga. Values ditekankankepada suksesor agar tidak terjadi perbedaan nilai-nilai yang dianut olehgenerasi sebelumnya sebagai pendiri dan karakteristik yang dimiliki olehsuksesor sebagai individu yang melanjutkan bisnis keluarga. Jika terjadiketidakpercayaan dari pemilik akibat dari perbedaan nilai-nilai, dapatmembuat pemilik tidak bersedia untuk melepaskan kepemimpinannyasecara iklhas.

Ditemukannya keterkaitan antara nilai-nilai dengan karakteristiksuksesor dalam bahasan ini sama dengan apa yang diungkapkan olehKoiranen (2002), Tapies & Moya (2012) dan Robbins (2007) yangmenyatakan bahwa nilai-nilai yang berasal dari pendiri atau pengelolasebelumnya adalah prinsip-prinsip moral, standar, etika dan norma-normaperilaku yang merupakan bagian dari budaya yang menentukan tingkatbagaimana anggota organisasi termasuk suksesor melakukan kegiatandalam mencapai tujuan perusahaan. Hal senada dinyatakan juga olehAmstrong (2009) dan Wood et al. (2001) yang menekankan nilai-nilaimerupakan bagian budaya organisasi berkaitan dengan aspek subjektifdari seseorang dalam memahami apa yang terjadi dalam organisasi sehinggamemberikan pengaruh pada individu yang ada dalam organisasi. Demikianjuga Davis & Harveston (1998) yang menyatakan nilai-nilai yangmerupakan bagian dari budaya organisasional yang harus dipahami, dijiwaidan dipraktekkan oleh anggota organisasi, sehingga pola tersebut menjadidasar berperilaku dalam perusahaan.

Di sisi yang sama Aronoff dan Ward (2000) menyatakan bahwakekuatan nilai-nilai dalam bisnis keluarga itu terkait dengan beberapa faktoryaitu : landasan untuk budaya perusahaan; menyediakan template untukpengambilan keputusan; merupakan puncak inspirasi untuk kinerja;

Page 72: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /57

mendukung pelanggan; pandangan jangka panjang; mengurangi biayamodal; menantang pemikiran konvensional; beradaptasi dengan perubahan;meningkatkan strategis perencanaan; melaksanakan strategi; aliansistrategis; merekrut dan mempertahankan karyawan; serta dianggapmerupakan makna untuk bekerja.

Namun agak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Nelton(2006) dan Danco (2012) yang menyatakan bahwa umumnya pendahuluberharap kepada pengantinya agar memiliki pengalaman bisnis sebelummengambil alih perusahaan keluarga. Hal ini didukung oleh pendapat Barnes(2008) dan Correl (1999) yang menyebutkan bahwa suksesor minimummemiliki pengalaman selama lima tahun di perusahaan lain dan paling tidakdiikuti dengan satu kali promosi di perusahaan tersebut, karena itu berartikemampuan suksesor telah diakui di luar perusahaan. Selain itu, Danco(2012) dan Lansberg & Astrachan (1994) menyatakan pentingnyapengalaman dan keikutsertaan dalam pengelolaan perusahaan keluargaakan membantu suksesor dalam membangun hubungan dengan pihak-pihaklain dalam perusahaan untuk memahami budaya dalam perusahaan.

Ternyata ada perbedaan dengan teori yang dikemukakan oleh Kinget al. (2001) yang menyatakan indikator nilai-nilai yang ditekankan kepadasuksesor perusahaan keluarga adalah lebih menonjol pada kualitaskepemimpinan (leadership quality), sehingga nilai-nilai keluarga ditekankanpada kemampuan dari segi kepemimpinannya. Seorang pemimpin yangmemiliki kualitas yang baik, dianggap akan mampu menakhodai organisasiyang dikelolanya. Aspek kepemimpinan juga menjadi salah satu aspekdalam penelitian Sharma (2004). Hal yang melandasinya adalah successionof leadership, dikarenakan merupakan isu mengenai ketepatan pemilihangenerasi penerus dari segi keahlian dan pengalaman, pemilihan waktupenetapan generasi penerus, teknik-teknik yang digunakan dalammelaksanakan suksesi kepemimpinan dan komunikasi yang terjalin antarapendiri / pemilik dengan generasi penerus (Sharma, 2004).

Isu penting lainnya yang menjelaskan pentingnya aspekkepemimpinan adalah succession of ownership, adalah isu mengenai

Page 73: SUKSESI - UNMAS

58/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

apakah kepemilikan dalam perusahaan keluarga mengalami pemisahanantara keluarga, bisnis dan fungsi manajerial dalam perjalananperusahaannya atau masih memegang teguh kesatupaduan antara unitkeluarga, unit bisnis dan unit manajerial, karena bisnis keluarga memilikikecenderungan idiosinkretis yang hanya dapat memercayakan pihak diluar keluarga yang benar-benar dipercaya (Sharma, 2004).

Perbedaan dinyatakan oleh Kellermans et al. (2008) yangmenyatakan kualitas individual yang mengacu kepada kompetensi individusuksesor lebih diutamakan saat akan mengambil alih perusahaan. Dikatakanoleh Kellermans et al. (2008), dalam bisnis keluarga, kompetensi individudianggap memegang peranan yang cukup dominan dan vital untukmenjalankan suatu usaha.

Keterkaitan antara Nilai-nilai dengan Perencanaan SuksesiKeterkaitan nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi sejalan dengan

apa yang ditemukan oleh Kaslow (2006) dalam risetnya yang menyatakannilai-nilai dari pendiri atau pemilik ditransfer kepada penggantinya dilakukandalam kegiatan pendampingan (incumbent’s mentoring), di mana kegiatanpendampingan merupakan salah satu bagian dari persiapan atauperencanaan suksesi. Selain itu, dengan adanya pendampingan, suksesorumumnya menunjukkan hubungan yang lebih baik dengan pendahulunyasecara signifikan. Selain itu, Miller dan Isabelle (2005) juga menyatakandalam masa peralihan kepemimpinan dalam bisnis keluarga, akan menjadilancar bila suksesor (pengganti) telah disiapkan dengan lebih baik. Persiapantersebut diantaranya dengan mempersiapkan suksesor dengan ramah(affable) dan diikutkan dalam proses perencanaan suksesi termasuk didalamnya adalah proses perpinda-han kekayaan dan hak kepemilikan sertahal-hal yang berpotensi mendatangkan kekayaan (wealth-transfer).

Keterkaitan nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi sejalan puladengan yang dinyatakan oleh Susanto & Sujanto (2008) yang menyatakanbahwa nilai-nilai keluarga sang pemilik sangatlah mempengaruhi budayaorganisasi sebuah perusahaan keluarga. Oleh karena itu latar belakangsang pemilik akan sangat menentukan dan latar belakang etnik juga sering

Page 74: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /59

memberi warna kepada budaya organisasi yang diperkuat oleh nilai yangdiyakini oleh sang pemilik dalam melakukan perencanaan suksesikepemimpinan dalam perusahaan keluarga.

Marpa (2010) dalam risetnya menyatakan hal-hal yang berkaitandengan perencanaan suksesi perusahaan keluarga, tidak dapat dipisahkantiga faktor penting yakni faktor dari dalam keluarga, faktor calon penerus(suksesor) dan faktor dari perusahaan. Dikatakannya, penelitian yangmenekankan terhadap nilai-nilai yang ada dalam keluarga akan memberikankontribusi terhadap proses perencanaan suksesi dan keberhasilan pemimpindalam mengelola perusahaan. Dibandingkan perusahaan publik, perusahaankeluarga pada umumnya cenderung memiliki sudut pandang jangka panjangterhadap bisnisnya. Pada perusahaan publik seringkali banyak bertumpupada pertimbangan-pertimbangan jangka pendek karena terkait denganfluktuasi usaha. Sementara pemimpin dalam perusahaan keluarga tentumemiliki pandangan dan tindakan yang berbeda dibandingkan karyawan,pelanggan, komunitas, maupun stakeholders penting lainnya,

Keterkaitan nilai-nilai terhadap perencanaan suksesi sejalan puladengan pernyataan Brockhaus (2004) yang mengatakan hal terpenting yangberpengaruh terhadap rencana suksesi adalah sikap keluarga, yangmerupakan bagian nilai-nilai yang dianut pada sebuah keluarga. Sikapkeluarga yang tidak mendukung calon penerus akan berpengaruh burukterhadap kelanjutan bisnis keluarga. Oleh karena itu, penerus yang potensialharus mendapat dukungan, kepercayaan dan sikap positif dari keluarga.

Keterkaitan antara Karakteristik Suksesor denganPerencanaan Suksesi

Adanya keterkaitan karakteristik suksesor terhadap perencanaansuksesi sejalan dengan yang dikatakan oleh Barach & Ganitsky (1995)yang menyatakan bahwa pendahulu dan penerus harus memiliki hubunganyang baik diantara mereka. Penerus haruslah orang-orang yang paling tidaksudah memahami seluk beluk bisnis yang akan dikelolanya, sehingga menjadipenting ada dimilikinya kesamaan karakter antara pendahulu atau pemilikdengan yang menggantikannya. Karakter suksesor dapat disesuaikan

Page 75: SUKSESI - UNMAS

60/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

dengan rencana pergantian kepemimpinan. Suksesor berperan dalamproses suksesi terutama pada kemauan mengambil alih dari suksesor untukmelanjutkan perusahaan dan hubungan antara suksesor dengan pemilikperusahaan. Barach & Ganitsky (1995) lebih jauh mengatakan bahwafaktor-faktor individu yang merupakan karakteristik dari seorang suksesormemiliki korelasi yang positif terhadap efektivitas perencanaan suksesi,meski indikator yang digunakan agak sedikit berbeda yakni denganmenggunakan motivasi, kemampuan, tingkat pendidikan, pengalaman diluar perusahaan serta lama waktu magang di perusahaan.

Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Meijaardet al. (2005) yang menyatakan bahwa suksesi terjadi karena dua alasan,yaitu berdasarkan kesiapan generasi penerus sebagaimana yang telahdilakukan pemilik dalam rangkaian perencanaan suksesi (trigger event),atau karena faktor dipaksa oleh alam (forced of natural) karena pemiliklama meninggal dunia atau berhalangan tetap, tanpa memandang sudahmelakukan persiapan suksesi ataukah belum. Selanjutnya Meijaard et al.(2005) menyatakan bahwa pendidikan dan pengalaman, tujuan setelahtransfer, kepercayaan terhadap kemampuan pengganti serta keinginan untukberhenti pemilik lama memiliki pengaruh terhadap perencanaan suksesi.

Keterkaitan karakteristik suksesor terhadap perencanaan suksesisejalan pula dengan yang dikatakan oleh Chrisman et al. (1998) meskidalam dimensi yang sedikit berbeda. Dikatakan oleh Chrisman et al. (1998),suksesor adalah individu yang dipersiapkan sebagai pengganti kepemilikandan pengelolaan perusahaan. Dalam merencanakan suksesi, pemilihansuksesor didasarkan pada karakteristik atau atribut yang dimiliki olehmasing-masing suksesor. Pada perusahaan yang keluarga yang besar,suksesor bisa lebih dari seorang, kemudian melalui proses penilaian dipilihyang terbaik untuk menjadi pengelola. Dalam risetnya, Chrisman et al.(1998) mengelompokkan karakteristik atau atribut yang dikehendaki dariseorang suksesor menjadi 6 kelompok. Pertama adalah hubungan personalantara suksesor potensial dengan pengelola. Suksesi perusahan keluargamenekankan pentingnya kualitas hubungan antara suksesor potensial

Page 76: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /61

dengan pemilik perusahaan saat itu dalam menentukan proses, jadwal sertaefektivitas suksesi. Suksesi yang mulus membutuhkan kerjasama ntarapengelola saat itu dengan suksesor. Kedua adalah hubungan personal antarasuksesor potensial dengan anggota keluarga lainnya dalam keluarga.Seorang suksesor potensial harus mendapatkan kepercayaan dari seluruhanggota keluarga, baik yang aktif terlibat dalam pengelolaan bisnis maupunyang tidak. Ketiga adalah keutuhan keluarga. Selain dipercaya, suksesorharus bisa diterima oleh seluruh anggota keluarga berdasarkan nilai-nilaiyang berlaku atau disepakati di dalam keluarga. Keempat adalahkompetensi. Suksesor potensial hendaknya mempunyai kompetensi yangseharusnya dimiliki sebagai calon pengganti pemilik perusahaan, yaitukeahlian di bidang keuangan, pemasaran, teknis, kemampuan membuatkeputusan, serta keahlian interpersonal. Kelima, sifat-sifat kepribadian.Sifat-sifat kepribadian yang dibutuhkan seorang suksesor adalahkeagresifan, kreativitas, kemandirian, integritas, kecerdasan, percaya diriserta keberanian menanggung risiko. Keenam adalah keterlibatan suksesorpada perusahaan keluarga. Keterlibatan dalam bisnis keluarga bisa berupakepemilikan saham perusahaan atau berpartisipasi aktif dalam pengelolaan.

Adanya keterkaitan karakteristik suksesor dengan perencanaansuksesi sesuai juga dengan teori yang dikemukakan oleh Bliss (dalam Bliss& Colliungridge, 1993) yang mengatakan bahwa perencanaan suksesi yangbaik harus dimulai setidaknya 10 sampai 15 tahun sebelum ownermeninggalkan perusahaan. Perencanaan suksesi yang cukup lama akandapat mematangkan proses suksesi itu sendiri dengan memperiapkan orangyang akan menggantikan sesuai karakter calon pengganti (suksesor) yangdiinginkan. Pengalaman calon suksesor akan lebih banyak dan bervariasi,sehingga kelak apabila timbul masalah setelah pergantian kepemilikan, calonsuksesor akan dapat menangani masalah tersebut dengan lebih mudah.

Demikian juga dengan penelitian Sharma et al. (2003) yang tidakjauh berbeda dengan temuan penelitian ini. Sharma et al. (2003)mengatakan persiapan suksesi tergantung juga dari pemilihan karakter calonpengganti, sedangkan untuk proses suksesi, Sharma et al. (2003) membagi

Page 77: SUKSESI - UNMAS

62/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

aktivitasnya menjadi empat kategori, yaitu seleksi dan pelatihan suksesor,strategi bisnis pasca-suksesi, peran pemilik lama pasca-suksesi, sertapenyebaran informasi hasil suksesi kepada stakeholder. Seleksi danpelatihan suksesor aktivitasnya meliputi: (1) pengembangan daftar suksesorpotensial; (2) pembuatan kriteria yang jelas untuk menentukan suksesorterbaik; (3) pelatihan terhadap suksesor potensial; (4) pengakarabansuksesor potensial terhadap bisnis sebelum suksesi; serta (5) pengakrabansuksesor potensial terhadap pekerja sebelum suksesi.

Hal senada juga dikatakan oleh Morris (2007) yang menyatakanbahwa perencanaan suksesi harus dipersiapkan sedari awal dengan prosesyang tepat dalam mempersiapkan pemipmin sesuai karakteristik yangdiinginkan agar mampu memimpin perusahaan sebaik mungkin, termasukdengan hubungan keluarga yang didasari atas kepercayaan, dan waktupelaksanaan suksesi yang tepat.

Keterkaitan antara Nilai-nilai dengan Kinerja SuksesorAdanya keterkaitan antara nilai-nilai dengan kinerja suksesor

sejalan dengan yang dinyatakan oleh Dyer (1988), yang mengatakan nilai-nilai yang ada dalam perusahaan adalah salah satu faktor kunci yangberpengaruh terhadap kinerja dan menggarisbawahi bahwa nilai-nilai dalamkeluarga memberikan kontribusi terhadap kinerja yang tinggi, karena nilai-nilai dapat memfasilitasi biaya agensi yang lebih rendah disebabkan adanyakepercayaan yang mendalam antara anggota keluarga, meskipun dia jugamelihat bahwa dalam beberapa kasus nilai-nilai keluarga dapat mendorongnepotisme.

Aronoff dan Ward (2000) menyatakan pula bahwa nilai-nilaimempengaruhi kinerja dan mendukung terwujudnya perusahaan untukberumur panjang, yang kemudian dikuatkan oleh temuan penelitian Tàpiesdan Fernández (2010). Temuan pertama dari penelitian Tàpies danFernández (2010) adalah digunakannya sederet nilai-nilai yang dtransferoleh pendiri perusahaan keluarga tertua di spanyol kepada penerusnya.Daftar nili-nilai digunakan juga untuk penelitian pembanding, dengan tiga

Page 78: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /63

negara sampel, yakni kelompok I terdiri negara Spanyol, Perancis, danItalia, serta kelompok II adalah negara Finlandia. Temuan utama yangtelah dihasilkan menunjukkan bahwa nilai-nilai berupa kualitas, kejujurandan kerja keras adalah nilai-nilai yang berkontribusi sangat besar terhadapkinerja, sehingga perusahaan dapat berumur panjang.

Demikian juga dengan hasil penelitian Miller dan Le Breton-Miller(2005) dan La Porta et al. (1999) yang mengatakan bahwa nilai-nilai(values) yang berasal pemilik perusahaan merupakan dorongan bagikaryawan untuk menjadikan bisnis keluarga berkinerja yang baik sehinggamemiliki umur yang panjang, serta menunjukkan bukti bahwa kebiasaankeluarga mempengaruhi kinerja pimpinan perusahaan.

Adanya keterkaitan antara nilai-nilai dengan kinerja suksesordikemukakan pula oleh Soedibyo (2007) dalam disertasinya yangmenyatakan bahwa nilai-nilai pendiri sangatlah mempengaruhi budayaperusahaan sebuah perusahaan keluarga, yang akhirnya dapat menjadikanperusahaan berkinerja baik dan perusahaan tersebut tetap bisa hidup danberkembang. Selain itu, penanaman nilai-nilai kepada generasi penerusdapat menghindari konflik, sebab adanya kejelasan atas hak dan kewajibanmasing-masing sejak dini, yang salah satunya adalah dengan salah satunyaadalah menerapkan konsep unit entity (pembedaan antara milik sendiridan milik perusahaan) yang harus betul-betul dipahami dengan jelas.

Keterkaitan antara nilai-nilai dengan kinerja suksesor sejalan jugadengan yang dinyatakan oleh Sharma (2004) dan Aronoff & Ward (2000)yang mengakui bahwa nilai-nilai (values) yang berasal dari pendiri salahsatunya berperan besar terhadap kinerja (performance), dan kekuatannilai-nilai dalam bisnis keluarga itu terkait dengan beberapa faktor,diantaranya merupakan puncak inspirasi untuk kinerja.

Dalam konteks yang sama tapi dengan menggunakan indikatoryang berbeda, menunjukkan bukti bahwa nilai-nilai pendiri berdampakbaik terhadap kinerja. Seperti apa yang dilakukan oleh Kwek Hong Png,yang menanamkan serta mewariskan sejumlah nilai-nilai kepada anak-anaknya, yaitu Kenny Yap, yang menjabat sebagai Direktur Pengelola dan

Page 79: SUKSESI - UNMAS

64/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Ketua Eksekutif Perusahaan Qian Hu, dan juga saudara-saudaranya(Susanto, 2015). Kwek Hong Png adalah pendiri Hong Leong Group,konglomerat asal Singapura. Nilai-nilai itulah yang membentuk budaya QianHu saat ini. Nilai-nilai tersebut adalah diantaranya adalah integritas,ketekunan, kesetiaan, rasa saling percaya, saling menghormati, kerja samatim, dan kesatuan keluarga. Nilai-nilai ini bukan hanya diwariskan darigenerasi senior atau pendiri kepada generasi muda, melainkan juga kepadakaryawan non keluarga.

Ada lagi kisah Andrew Tan dari Alliance Global Group Inc. (AGI),konglomerat asal Filipina (Susanto,2015). Ia mengajarkan putranya, Kevin,untuk memiliki rasa belas kasihan, kesabaran, ketekunan. kreativitas,kedermawanan, dan berterima kasih terhadap orang lain. Kevinmengatakan bahwa ayahnya mengajarinya untuk tidak mengambil jalanpintas. Jika kita ingin sukses, kita harus bekerja keras melebihi orang lain.Tidak ada sesuatu di dunia ini yang dapat diperoleh dengan gratis tanpapengorbanan.

Apa yang dilakukan oleh Kwek Hong Png, Yap Tik Huay, danAndrew Tan biasa dijumpai dalam perusahaan keluarga yang sejalan denganhasil penelitian ini. Generasi senior nenanamkan serta mewariskan nilai-nilai yang mereka anut kepada generasi penerus. Mereka yakin bahwabila generasi penerus konsisten berpegang kepada nilai-nilai ini,kesinambungan perusahaan keluarga dapat lebih terjamin. Bagi mereka,nilai-nilai ini sudah teruji keandalannya. Nilai-nilai ini menjadi kebanggaankeluarga dan melekat dalam perusahaan sebagai budaya yang memanduperilaku bukan saja anggota keluarga melainkan karyawan dari luarkeluarga, termasuk para manajer profesional.

Meski demikian, penanaman serta pewarisan nilai-nilai kepadagenerasi penerus ini hendaknya dilakukan dengan hati-hati, dikarenakanperusahaan keluarga harus mengantisipasi serta menghadapi perubahanlingkungan yang sangat cepat (Susanto, 2015). Tidak semua nilai-nilai yangdianut keluarga kondusif bagi terwujudnya kinerja, daya saing, dankeberlanjutan perusahaan. Apa yang semula dianggap wajar, boleh jadi

Page 80: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /65

kemudian menjadi penghalang kemajuan perusahaan. Untuk itu, perusahaankeluarga wajib memilah dan memilih nilai-nilai yang masih relevandipertahankan, nilai-nilai yang harus disesuaikan dengan konteks yang tepat,dan nilai-nilai yang harus ditinggalkan karena akan menghambatperkembangan perusahaan.

Di samping itu, seiring dengan tumbuh kembangnya perusahaan,ada juga nilai baru yang perlu dikembangkan. Nilai-nilai semisal integritas,kejujuran, kegigihan, kerja keras, kreativitas, orientasi jangka panjang,dan kedermawanan sudah tentu wajib dipertahankan. Inilah nilai-nilaiuniversal yang membawa manusia dan organisasi menuju kejayaan dankesejahteraan, tak terkecuali bagi perusahaan keluarga. Kabar baiknya,banyak pemilik perusahaan keluarga yang sadar serta berupaya keras agargenerasi penerus menghayati serta menerapkan nilai-nilai ini saat merekamemimpin perusahaan kelak.

Keterkaitan antara Karakteristik Suksesor dengan KinerjaSuksesor

Adanya keterkaitan karakteristik suksesor dengan kinerja suksesormendukung apa yang dikatakan oleh Malone & Jenster (2008) danLevinson (2001) yang menyatakan karakteristik pribadi dapatmempengaruhi seorang suksesor dalam pengelolaan perusahaan. Namunyang berbeda dengan hasil penelitian ini adalah penekanan Malone &Jenster (2008) pada komitmen sebagai indikator karakteristiknya.Dikatakannya, komitmen yang kuat seorang suksesor untuk mengambilalih kepemipinan, berdampak pada keberhasilan dalam menjalankanperusahaan.

De Alwis (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwakarakteristik seorang penerus (suskesor) sebuah bisnis akan mempengaruhikinerjanya. Umumnya karakteristiknya terbawa dari karakter pribadinya,seperti sifat rajin, pekerja keras, keseriusan dan yang lainnya. Hasil penelitianini agak berbeda dengan yang dikatakan oleh Danco (2012) yangmengatakan salah satu komponen yang baik dalam mempersiapkan

Page 81: SUKSESI - UNMAS

66/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

suksesor yang kompeten adalah dengan melakukan pelatihan. Pelatihanyang ditempuh oleh calon suksesor sangat menentukan seberapa siap calonsuksesor menjadi pemimpin perusahaan, sehingga karakeristik yangdiinginkan pemilik bisa terpenuhi. Selain itu Danco (2012) menekankanpula bahwa tingkat kemampuan dan pengetahuan dari generasi penerusamatlah penting untuk mempengaruhi kinerja individu yang bersangkutan,dan jika memungkinkan tingkat kemampuan dan pengetahuan seharusnyadijadikan satu bagian dari proses suksesi.

Keterkaitan antara Perencanaan Suksesidengan Kinerja Suksesor

Adanya keterkaitan perencanaan suksesi dengan kinerja suksesorsama dengan yang dinyatakan oleh Noraini & Mahfodz (2009) dan Garg& Weele (2012 yang mengatakan suksesi yang direncanakan akanmempengaruhi kinerja. Noraini & Mahfodz (2009 dalam penelitiannyamenemukan bahwa perencanaan suksesi yang dipersiapkan sedini mungkindapat memberikan dampak positif bagi kinerja perusahaan. Demikian jugaGarg & Weele (2012) mengatakan bahwa perencanaan suksesi yang baikdapat menambah nilai perusahaan keluarga, khususnya yang bergerak disektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan perusahaan menjadihidup berkelanjutan. Dikatakannya, kurangnya perencanaan calon penerusyang tepat dapat memiliki efek yang tidak baik bagi perusahaan dan biasmengakibatkan bisnis keluarga menjadi runtuh.

Keterkaitan perencanaan suksesi dengan kinerja suksesor sejalandengan yang dinyatakan oleh Lansberg (1999) dan Lipman (2010) yangmengatakan bahwa perencanaan suksesi oleh pemilik/pendiri bisnis keluargaadalah penting dalam menjamin kelangsungan dan kesejahteraan bisnis.Perencanaan suksesi menjadi suatu hal sangat penting untuk mendukungkeberlangsungan bisnis keluarga, selain itu juga pemilik perlu untuk berbagiide tentang keberhasilan dan kelanjutan dari bisnis dengan penggantinya.Secara khusus Lipman (2010) menyatakan dalam proses perencanaandibutuhkan suatu kesadaran dari pendahulu untuk membimbing suksesornyaagar siap ketika tiba waktunya bagi suksesor untuk mengambil alih

Page 82: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /67

manajemen. Dengan adanya perencanaan suksesi, akan memungkinkansuksesor mendapatkan pengetahuan-pengetahuan terkait denganperusahaan. Pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki oleh suksesor tersebutakan menjadi bekal dan membantu suksesor dalam menjalankanperusahaan sehingga mampu berkinerja baik.

Pernyataan Morris (2007) juga mendukung hasil penelitian inidengan mengatakan bahwa perencanaan suksesi harus dipersiapkan sedariawal dengan proses yang tepat dalam mempersiapkan pemimpin agarmampu memimpin perusahaan sebaik mungkin, termasuk dengan hubungankeluarga yang didasari atas kepercayaan, dan waktu pelaksanaan suksesiyang tepat.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan Carsrud (2004) agaksedikit berbeda. Dikatakannya bahwa pada masa perencanaan suksesiada beberapa hambatan dalam pemilihan suksesor, yaitu sering kurangnyaterjadinya komunikasi dan adanya perbedaan kepentingan antaraperusahaan dengan suksesor. Sedangkan Fishman (2009) menyatakanhambatan yang lainnya adalah bersumber dari pola pikir, budaya, dankebiasaan yang dimiliki oleh pemilik bisnis keluarga yang sebelumnyamemimpin perusahaan saat merencanakan suksesi. Hal itu dikuatkan olehpendapat Atwood (2007) yang menyatakan ada 6 (enam) hal yang harusdilakukan agar perencanaan suksesi dapat menghasilkan kinerja yang baikbagi peruahaan, antara lain mengkomunikasikan kesempatan,mengidentifikasi kandidat, mempersiapkan kesiapan kandidat,mempersiapkan pengembangan individual, menyediakan pengembangankesempatan, mengevaluasi, melihat dan merevisinya kembali.

Faktor kepercayaan merupakan salah satu indikator perencanaansuksesi yang terkuat, dimana pengaruhnya positif dan signifikan terhadapkinerja suksesor yang indikator terkuatnya adalah keuangan (pendapatan).Berdasarkan jawaban dari kelima narasumber itu, jelas sekali bahwaperencanaan suksesi memberikan pengaruh terhadap kinerja suksesor yangdiberikan kepercayaan untuk mengelola perusahaan keluarga terbukti daripendapatan yang diakui mengalami peningkatan.

Page 83: SUKSESI - UNMAS

68/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

BAGIAN 8PENUTUP

Berbagai paparan yang telah dikemukakan pada bagian-bagiansebelumnya memberikan suatu gambaran dan pemahaman yangkomprehensif mengenai suksesi dalam perusahaan keluarga, dan faktor-faktor yang mempengaruhi suksesi perusahaan keluarga yang berhasil sertafaktor kunci keberhasilan perusahaan keluarga tersebut. Hasilnyamenyatakan bahwa nilai-nilai memiliki pengaruh yng positif terhadapkarakteristik suksesor, yng artinya semakin kuat nilai-nilai yang ditekankanoleh pemilik (pendahulu), maka karakteristik suksesor semakin diperlukanuntuk alih kepemimpinan (suksesi). Dari 15 indikator untuk variabel nilai-nilai, indikator kerajinan yang paling ditekankan, sedangkan indikatorpengalaman bisnis yang terkuat untuk variabel karakteristik suksesor. Halini dapat diartikan bahwa dimilikinya sifat rajin oleh suksesor akanmenambah pengalaman bisnis.

Demikian juga niilai-nilai memiliki pengaruh positif terhadapperencanaan suksesi, yang berarti semakin kuat nilai-nilai yang ditekankanoleh pemilik (pendahulu), maka perencanaan suksesi menjadi semakin baik.Untuk indikator perencanaan suksesi, indikator keinginan yang paling tinggibobotnya. Hal itu dapat dimaknai, bahwa pendiri menekankan suksesoragar memiliki sifat rajin, sehingga ada keinginan pendiri untuk terjadinyasuksesi. Sementra karakteristik suksesor memiliki positif terhadapperencanaan suksesi. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa semakinbaik karakteristik suksesor, maka perencanaan suksesi menjadi semakinbaik pula. Karena indikator pengalaman bisnis memiliki bobot tertinggi divariabel karakteristik suksesor, dan indikator keinginan memiliki bobottertinggi di perencanaan suksesi, berarti dengan dimilikinya pengalaman

Page 84: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /69

bisnis oleh suksesor, maka ada keinginan pemilik untuk melaksanakansuksesi.

Nilai-nilai ternyata pula memiliki pengaruh positif juga terhadapkinerja suksesor, yang bermakna bahwa semakin baik nilai-nilai yangditransfer oleh pendahulu, maka akan mampu meningkatkan kinerjasuksesor. Jika ditinjau dari indikator yang terkuat, dapat diartikan bahwasifat rajin suksesor akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Selainitu, karakteristik suksesor memiliki pengaruh positif terhadap kinerjasuksesor, yang berarti semakin baik karakteristik suksesor, maka mampumeningkatkan kinerja suksesor. Jika ditinjau dari indikator yang terkuat,dapat diartikan bahwa pengalaman bisnis suksesor mengakibatkan kinerjakeuangan perusahaan mengalami peningkatan. Tak jauh berbeda,perencanaan suksesi memliki pengaruh yang positif teradap kinerjasuksesor, yang jika dilihat dari indikator terkuat dapat dimaknai bahwakeinginan pendiri untuk melaksanakan suksesi mengakibatkanmeningkatnya kinerja keuangan perusahaan.

Page 85: SUKSESI - UNMAS

70/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

DAFTAR PUSTAKA

Allouche, J,, Amann B., Jaussaud J, and Kurashina T., (2008). The Impactof Family Control on the Performance and FinancialCharacteristics of Family Versus Nonfamily Businesses in Japan:A Matched-Pair Investigation. Family Business Review, XXI(4): pp. 315-329

Armstrong, M. (2009). Armstrong’s Handbook of Human ResourceManagement Practice: 11th ed. Kogan Page, London

Amstrong, M. (1998). Manajemen Sumber Daya Manusia. Elex MediaKompotindo, Jakarta.

Amstrong, M. and Baron, A. (1998). Performance Management. Instituteof Personel dan Development, London

Anderson, R.C., and Reeb, D.M. (2003). Founding-family ownership andfirm performance: evidence from the S&P 500. Journal ofFinance (58): pp. 1301–1328.

Aronoff R.C., (2003). Business Succession: The Final Test of Greatness.Family Enterprise Publisher, Marietta.

Aronoff, C.E., & Ward, J.L. (2000). More than family: Non-familyexecutives in the family business. Family Enterprise Publishers,Marietta

Aronoff, C. E., and Ward, J. L. (1995). Family-Owned Businesses: Athing of the past or a model of the future? Family BusinessReview, 8(2): pp. 121–130

Astrachan ,J.H. and M.C. Shanker, (2003). Family Businesses’Contribution to the U.S. Economy: A Closer Look. FamilyBusiness Review (2): pp 211-219

Page 86: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /71

Atwood, C.G., (2007). Implementing Your Succession Plan. T + D. 61(11):pp 54-58

Basu, K. (2006). Gender and Say: A Model Of Household BehaviourWith Endogenously Determined Balance Of Power. TheEconomic Journal, (116): pp. 558-580.

Beckard, R., and Dyer, W. (1983). Managing Continuity In The FamilyOwned Business. Organizational Dynamic, (12): pp 5-12

Beehr, T. A., Drexler, J. A. Jr., and Faulkner, S., (1997). Working inSmall Family Businesses: Empirical Comparison to Non-FamilyBusinesses, Journal of Organizational Behavior (18):pp 297-312.

Bernard, B., (1995). The development of organization structure in thefamily firm. Journal of General Management. Autumn, (2):pp 42-60.

Birley, S. (1991). Succession In The Family Business: The Inheritors View.Family Business Sourcebook: Omigraphics,. Detroit

Bititci, U.S., Carrie, McDevitt A.S. and Turner, T. (1997). IntegratedPerformance Measurement Systems: A Reference Model.Proceeding of IFIP-WG5.7 1997 Working Conference, AsconaTicono-Switzerland, pp. 15-18.

Bliss, T.V.P., dan Colliungridge, G.L. (1993). A Synaptic Model of Memory: Long-Term Potentiation in The Hippocampus. Nature.

Bowman-Upton, N., (1988). Transferring Management In The Family-Owned Business, Emerging Business Series, The John F. BaughCenter for Entrepreneurship Baylor University Waco, Texas,pp 21-28

Bradley, D., and Burroughs, S., (2010). A Strategy for Family BusinessSuccession Planning. Small Business Institute, 34 (1): Pp 38-55

Page 87: SUKSESI - UNMAS

72/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Brockhaus, R. H. (2004). Family Business Succession: Suggestions forFuture Research. Family Business Review (17): pp. 165–17

Bushman, R.M., Indjejikian, R.J. and Smith, A. (1996). CEOCompensation: The Roe of Individual Performance Evaluation.Journal of Accounting & Economics. (21): pp.161–193

Cale, P. (2008). Family Business Succession – A Process … Not an Event.Connecticut: University of Connecticut Family Business Program.Electronic resources download: Thursday, March 5th

Carsrud, A.L., (2004). Meanderings of a Resurrected Psychologist or,Lessons Learned in Creating a Family Business Program.Entrepreneurship: Theory and Practice (19: pp. 40-50

Casillas, J.C., Fransisco J.A. and Moreno, AM. (2007). InternationalEntrepreneurship in Family Business, Edward Elgar Publishing,Inc: Northampton

Chenhall, R. H. (2003). Management control systems design within itsorganizational context: findings from contingency-based researchand directions for the future. Accounting, Organizations andSociety (28), pp 127–168.

Chin, W.W. (1998). The Partial Least Squares Approach for StructuralEquation Modeling.”In GA Marcoulides (ed.), Modern Methodsfor Business Research, Lawrence Erlbaum Associates, London:pp. 295-336.

Chittoor, R. and Das R. (2007). Professionalization of Management andSuccession Performance - A Vital Linkage. Family BusinessReview, XX, (1): pp. 65-78

Chrisman, J.J., Kellermanns, F.W., Chan, K.C. and Liano, K. (2010),“Intellectual foundations of current research in family business:an identification and review of 25 influential articles”, FamilyBusiness Review, 23 (1): pp. 9-26.

Page 88: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /73

Chrisman, J. J., Chua, J. H.,and Sharma, P. (1998). Important AttributesOf Successors In Family Businesses: An-Exploratory Study.Family Business Review, 11, (1) : pp 19-34

Chua, J.H., Chrisman JJ and Sharma P. (1999). Defining the FamilyBusiness by Behavior. Entrepreneurship: Theory and Practice.(23); pp 4-19.

Churchill, N.C., and Hatten, K.J. (2007). Non-market based transfers ofwealth and power: A research framework for family businesses.American Journal of Small Business, 11 (3): pp. 51-64.

Correl, R. W. (1989). Facing Up To Moving Forward: A Third GenerationSuccessor Reflections. Family Business Review, 2, (1): pp. 17-29

Connolly, G. and Jay C. (1996). The Private World of Family Business.FT Pitman Publishing, Melbourne:

Craig, and Justin B.L. (2003). An Investigation and Behavioural Explanationof Family Businesser Functioning. A Dissertation submitted tothe School of Health Sciences for the Degree of Doctor ofPhilosophy, Bond University, Gold Coast.

Danco, L. (2012). Beyond Survival: A Guide For The Business OwnerAnd His Family. OH University Press, Cleveland.

Davis, P., and Harveston, P. (1998). The Influence Of Family On TheFamily Business Succession Process: A MultigenerationalPerspective. Entrepreneurship Theory and Practice, 22, (3):pp. 31-53

Davis, J. A., and Tagiuri, R. (1989). The Influence Of Live Stage OnFather-Son Work Relationship In Family Company. FamilyBusiness Review, 2. (1): pp. 47-73

Davis, P and Stern D. (1998), Adaptation, survival and growth of thefamily business: an integrated systems perspective, FamilyBusiness Review. 1 (1): pp. 69-85.

Page 89: SUKSESI - UNMAS

74/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Day, George S. and Reibstein DJ., (1997). Warthon on DynamicCompetitive Strategy, John Wiley & Sons, London.

De Geus. A., (1997). The Living Company; Habits For Survival InTurbulent Business Environment. Harvard Business SchoolPress, Harvard.

Dempsey S.J., Gatti, J.F., Grinnell, D.J. and Cats-Baril, W.L., (1997).The Use of Strategic Performance Variables as LeadingIndicators in Financial Analysts’ Forecasts, The Journal ofFinancial Statement Analysis, (4): pp. 61-79.

Donckels, R. and Frohlich, E. (2009). Are family businesses really different?European experiences from STRATOS, Family BusinessReview, 4 ( 2): pp. 149-160.

Donnelley, and Robert, G. (1988). The Family Business, Family BusinessReview, 1 ( 4) : pp. 427–445

Dumas, Colette and Blodgett, M. (1999). “Articulating values to informdecision making: lessons from family firms around the world”,International Journal of Value-Based Management, 12 (3):pp. 209-21.

Dunn, B.. (1999). The Family Factor: The Impact Of Family RelationshipDynamics On Business-Owning Families During Transitions.Family Business Review. 12 (1): pp. 41-60

Drucman, D. (2005). Doing Research: Methods of Inquiry for ConflictAnalysis. California: Sage Publication Inc.

Dyer Jr., W. G., (1988). Culture and Continuity In Family Firms. FamilyBusiness Review, 1 (1): pp 18-23

Elstrodt, H. P. (2003). Keeping The Family In Business. McKinseyQuarterly, (4) pp. 94-100

Page 90: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /75

Feltham, T.S., Feltham, G. and Barnett, J.J., (2005) ‘The dependence offamily businesses on a single decision-maker’, Journal of SmallBusiness Management, (2) : pp.1–15

Ferdinand A., (2010), Structural Equation Modelling dalam PenelitianManajemen, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Fieldman, R. (1989). Survey On Family Owned Manufacturing Firm.Seattle University Worker Center, Seattle.

Fishman, A.E. (2009) 9 Elements of Family Business Success. UnitedStates of America: McGraw-Hill, New York

Fleming Q.J. (2000). Keep The Family Baggage Out Of The FamilyBusiness: Avoiding The Seven Deadly Sins That DestroyFamily Business. Fireside Rockefeller Center, New York

Fornell C. and Fred L. Bookstein, (1982) Two Structural Equation Models:LISREL and PLS Applied to Consumer Exit-Voice Theory,Journal of Marketing Research, 19, (4) : pp. 45-60

Fornell, C., Larcker, D.F., (1981). Evaluating structural equation modelswith unobservable variables and measurement error, Journalof Marketing Research 18 (1): pp. 39-50.

Fishman, Allen E. (2009) 9 Elements of Family Business Success.UnitedStates of America: McGraw-H,ill, New York

Fukuyama, Francis. (2005). Guncangan Besar: Kodrat Manusia danTata Sosial Baru. Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama.

Garg, Ajay K and Weele Erich, (2012), Succession Planning and Its Impacton the Performance of Small Micro Medium Enterprises withinthe Manufacturing Sector in Johannesburg, InternationalJournal of Business and Management, 7, ( 9): pp 96-107

Page 91: SUKSESI - UNMAS

76/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Gersick, K., Lansberg, I., Desjardins, M., and Dunn, B. (1999). Stagesand Transitions: Managing Change in the Family Business.Family Business Review, 12(4): pp. 287-297.

Ghalayani, A.M. and Noble, J.S. (1998). The changing of performanceMeasurement, Univesity of Missouri, Columbia, USA.

Ghozali, Imam, (2009). Aplikai Analisis Multivarite dengan SPSS,Cetakan Keempat, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,Semarang

Gibson, Ivancevich, Donnelly and Konopaske. (2008). OrganizationsBehavior Structure Processes. Thirteenth Edition. McGraw HillInc, New York

Glassop, L. and Dianne W., (2005). Managing the Family Business.Heidelberg: Heidelberg Press.

Goldberg, S. D., (1996). Research Note: Effective Successors In Family-Owned Businesses: Signicant Elements. Family BusinessReview, IX (2): pp. 185-197

Gorda, IGN. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid I. PT.Indeks, Jakarta.

Gordon Grand, and Nicholson Nigel. (2008). Family Wars: ClassicConflict In Family Business And How To Deal With Them.MPG Books Ltd, Bodmin Cornwall, London.

Hall, A., and Nordqvist M. (2008). Professional Management in FamilyBusinesses: Toward an Extended Understanding. FamilyBusiness Review. XXI (1): pp. 51-68.

Handler, W.C. (1994). Succession in Family Business: A Review of theResearch, Family Business Review (7): pp. 133-140

Handler, W. C. (1990). Methodological issues and considerations instudying family businesses. Family Business Review 2 (3): pp.257-276.

Page 92: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /77

Handoyo, S. dan Stefan (2010). A Conceptual View of a Family-OwnedCorporation, Makalah dalam Pelatihan yang diselenggarakanoleh Indonesia Institute for Corporate Directorship (IICD),Jakarta

Harianto, F. (1997). Business Linkages and Chinese Entreprenuers inSoutheast Asia, in T. Brook and H.V. Luong (eds) Culture andEconomy: The Shaping of Capitalism in Eastern Asia, TheUniversity of Michigan Press, Ann Arbor.

Harveston, Paula D., Peter S. Davis and Julie A. Lyden. (1997). SuccesionPlanning in family Business: The Impact of Owner Gender. FamilyBusiness Review. Family Firm Institute, Inc: pp. 373-383

Henseler, J.,Esposito Vinci, W.W. Chin, , H. Wang, (2010), “Handsbookof PLS : Concepts, Methodes, and Applications”, Springer,New York

Hollinger, Thomas D., (2013). Leadership Development and SuccessionPlanning: A Biblical Perspective for an Ethical Response, Journalof Biblical Perspectivenes in Leadership, 1 (1): pp. 157-164

Hoque, Z., and James, W. 2000. Lingking Balanced Scorecard Measuresto Size and Market Factors: Impact on organizationalPerformance. Journal of Management Accounting Research,12: pp. 1-17.

IFC (2008). Family Business Governance.: International FinanceCorporation, Whasington DC.

Ittner, C.D, Lambert, R.A., and Larcker, D.F. (2003). The Structure andPerformance Consequences of Equity Grants to Employees ofNew Economy Firms. Journal of Accounting and Economics,(34) : pp 89–127

Page 93: SUKSESI - UNMAS

78/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

____________ (2001). Assessing Empirical Research in ManagerialAccounting: a Value Based Management Perspective. Journalof Management Accounting Research. 32: pp. 349-410.

_____________ and Rajan, M.V. (1997). The choice of performancemeasures in – annual bonus contract, The Accounting Review,2 (2): pp. 231-256.

_____________and Meyer, M.W. (2003). Subjectivity and the Weightingof Performance Measures: Evidence from a Balanced Scorecard.The Accounting Review. 78 (3): pp. 725-758.

Kaplan, Robert S. dan David P. Norton, 2004. Alignment: Using theBalanced Scorecard to Create Corporate Synergis. HarvardBussiness School, Harvard

Kaslow, F. W., (2006). Handbook of family business and familybusiness consultation: A global perspective. InternationalBusiness Press, Birming-ham.

Kellermans, Frans W., Kimberly A. Eddleston, Barnett T., and PearsonA. (2008). An Exploratory Study of Family MemberCharacteristics and Involvement: Eff, ects on EntrepreneurialBehavior in the Family Firm. Family Business Review. XXI(1): : pp. 1-14.

Keegan, D. P., Eiler, R. G. and Jones, C. R., (1989), “Are your performancemeasures obsolete?”, Management Accounting, 71, June: pp.45-50.

Kepner, E. (2013). The Family And The Firm: A CoevolutionaryPerspective. Family Business Review, 4, (2): pp. 30-37

King, Sandra W., George T. Solomon, and Lloyd W. Fernald, Jr. (2001).Issues in Growing a Family Business: A Strategic HumanResource Model. Journal of Small Business Management,39 (1): pp. 3-13.

Page 94: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /79

Koiranen, M. (2002), “Over 100 years of age but still entrepreneuriallyactive in business: exploring the values and family characteristicsof old Finnish family firms”, Family Business Review, 15 (3):pp. 175-88.

La Porta, R.,F. Lopez-De-Silanes, and Shleifer, A. (1999). CorporateOwnership Around the World. Journal of Finance, 54 (2): pp.471-517.

Lamsfuß & Wallau, (2012) Major family businesses in Germany Facts,figures, potential 2012 Spring Survey, Bundesverband derDeutschen Industrie e. V. (BDI) [Federation of GermanIndustries], Breite Straße 29 10178 ,Berlin

Lansberg, I. (2007). The Test of Prince. Harvard Business Review.September, (2); pp. 56-65

Lansberg, I. (1999). Succeeding Generations: Realizing the Dream ofFamilies in Business. Harvard Business School Press, Boston

Lansberg, I. (1988). The Succession Conspiracy Part I. Family BusinessReview, (2): pp. 1-18

Lansberg, I., and Astrachan, J. H. (1994). Influence Of Family RelationshipOn Succession Planning And Training: The Importance OfMediating Factors. Family Business Review, 7, (1): pp. 1-76

Lambrecht, J. (2005). Multigenerational Transition In Family Business: ANew Explanatory Model. Family Business Review, 18, (4):pp. 1-24

Le Van, G. (1999). Survival Guide for Business Families, Routledge,New York

Lee, J. (2003). Impact of Family Relationships on Attitudes of the SecondGeneration in Family Business. Family Business Review,Vol.XIX (3): pp. 31-41

Page 95: SUKSESI - UNMAS

80/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Lembaga Pengembangan Sumberdaya Manusia (LPSDM)-IPB. (2004).Business Criteria Sustainability, Technological and ProfesionalSkills Development Sector Project (TPSD), Bogor.

Levinson, H. (2001). Conflicts That Plague Family Business. HarvardBusiness Review, (49): pp. 90-98

Lynch, R.L. and Cross, K.F. (1991), Measure Up – The Essential Guideto Measuring Business Performance,Mandarin, London.

Long, VH. & Kindon, S.L. (1997). “Gender and Tourism development inBalinese Villages,” Gender, work and Tourism. Sinclair, M.Thea. London: Routledge

Malina, Mary A., Hanne S. O., Nørreklit, and Selto FH., (2006), Relationsamong Measures, Climate of Control and PerformanceMeasurement Models, Forthcoming in ContemporaryAccounting Research, XX (2): pp. 46-60

Malone, S. C., and Jenster, P. V. (2014). The Problem Of Plateaued OwnerManager. Family Business Review, 5, No. 1: pp 25-41

McNair, C.J. and Mosconi, W., (1987), “Measuring Performance in anAdvancedManufacturing Environment”, ManagementAccounting, 69 (1): pp. 28–31.

Marpa, N. (2011). Lima Faktor Penting Dalam Suksesi KepemimpinanPerusahaan Keluarga Harian Sinar Harapan, edisi tanggal 26April 2011, Jakarta.

Marpa, N. (2010). Kekerabatan Keluarga Dan Karakteristik IndividuSuksesor Sebagai Faktor Determinan Terhadap PerencanaanDan Kinerja Suksesi Kepemimpinan Pada Perusahaan Keluargadi Provinsi Bali (Disertasi: tidak dipublikasikan). Program DoktorIlmu Manajemen Program Pascasarjana Institut Bisnis danInformatika Indonesia, Jakarta

Page 96: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /81

Meijaard, Jo., Uhlaner L., Flören R., Bart Diephuis, and Sanders B.(2005). The relationship between successor and planningcharacteristics and the success of business transfer in DutchSME, SCALES-paper N200505

Merchant, K.A. and Stede, W.A. 2007. Management Control Systems:Performance Measurement, Evaluation, and Incentives. 2ndEdition. Prentice Hall. London

Miller, D., and I.L. Breton-Miller. (2006). Family Governance and FirmPerformance: Agency, Stewardship and Capabilities. FamilyBusiness Review, 19 (1): pp. 73-87.

Miller, D. and Le Breton-Miller I.., (2005). Managing for the long run:lessons in competitive advantage from great familybusinesses. Boston: Harvard Business School Press.

Miller, D., Steierb., Le Breton-Miller I. (2003). Lost In Time:Intergenerational Succession, Change, And Failure In FamilyBusiness. Journal of Business Venturing, 18 (2003): pp. 513–531.

Moores, K. and Barrett M. (2002). Learning Family Business,Paradoxes and Pathways. Aldeshot, Hampshire: AshgatePublishing Limited

Morris, M.H. (2007). Correlates of success in family business transitions,Journal of Business Venturing, 12, (5), September 1997: pp.385–401

Morris, M. H.,Williams, R. O., Allen, J. A., and Avila, R. A., (1997).Correlates Of Success In Family Business Transitions. Journalof Business Venturing, (12): pp 385-401

Neely, A.D., Adams, C. and Kennerley, M. (2002) “The PerformancePrism: The Scorecard for Measuring and Managing StakeholderRelationships”, Financial Times, Prentice Hall, London.

Page 97: SUKSESI - UNMAS

82/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Nelton, S. (2006). “Making Sure Your Business Outlasts You.” NationsBusiness.

Neuberger, F, and Lank, A.G, (1998). “The Family Business – ItsGovernance for Sustainbility, London, MacMillan.

Nurlaila, 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia I. Penerbit Lep Khair,Jakarta.

O’Hara, W. T., and Mendel, P. (2002). The World’s Oldest FamilyCompanies: Convincing Evidence that Smaller FirmsUsually Outlast Larger Ones. Spring, London

Otley, D.T., 1999. Performance Management: a Framework forManagement Control System Research. ManagementAccounting Research (10): pp. 363-382.

Pambudi, T., (2007). Sebuah Keniscayaan Bernama Suksesi, SWASembada, No. 12/ XXIII/ 4, 13 Juni 2007, Jakarta

Perry, Martin. 2000. Small Firm and Networks Economices, edisi bahasaIndonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Poza, Ernesto J., (2007) Family Business (Third Edition)Thunderbird:The Garvin School of International Management, StudentEdition, South-Western Cengage Learning, 5191 NatorpBoulevard Mason, OH 45040 USA

Redding, G., 2012. Culture and the Business Systems of Asia, OxfordHandbook of Asian Business Systems, London.

.Rivai, V. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia UntukPerusahaan. Cetakan Pertama. PT. Raja Grafindo. Jakarta.

Robbins, S.P & Judge, T.A. (2007). Organizational Behavior. PearsonInternational Edition, New Jersey

Rock, S., (1991). Family Firms. Director Book-Simon Schuster, England.

Page 98: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /83

Rogoff, EG and RKZ Heck (2003). Evolving research in entrepreneurshipand family business: Recognizing family as the oxygen that feedsthe fire of entrepreneurship. Journal of Business Venturing,18(5): pp 559–566.

Royer, S., Simons R., Boyd B., and Farrerty A. (2008). Promoting Family:A Contingency Model of Family Business Succession. FamilyBusiness Review. XXI, (1): pp. 15-30.

Saan, R.J., Boateng & Kamwines., (2013), Succession Planning AndFamily-Owned Business ContinuityIn The Wa Municipality,International Journal of Innovative Research & Development,ISSN: 2278-0211: pp. 304-309

Saerang, C., (2102). Kekuatan Bisnis Keluarga. Materi ClosingCeremony Entrepreneurship 4 Universitas Ciputra May 18.

Sharma, P., and Nordqvist, M., (2008), “A classification scheme for familyfirms: from family values to effective governance to firmperformance”, in Ta`pies, J. and Ward, J.L. (Eds), Family Valuesand Value Creation: The Fostering of Enduring Values WithinFamily-Owned Business, Palgrave Macmillan, New York, NY:pp. 71-101.

Sharma, P. (2004). An Overview Of Family Business Studies: CurrentStatus And Directions For The Future. Family Business Review,XVII (1): pp. 1-33

Sharma P., Chrisman J., Chua J.H. (2003). Succession And NonsuccesionConcern Of Family Firms And Agency Relationship WithNonfamily Managers. Family Business Review XVI, (2): pp1-15

Sharma P., Chrisman J.J., Chua J.H. (1997). Important Attributes ofSuccession of Successor in Family Business: An ExploratoryStudy. Family Business Review, XI, (1): pp. 1-35

Page 99: SUKSESI - UNMAS

84/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Smith, B. and Ben Amoako-Adu. (1999). Management Succession andFinancial Performance of Family Controlled Firms, Journal ofCorporate Finance, (5): pp. 341-368.

Soedibyo, M., (2007). Kajian terhadap Suksesi Kepemimpinan Puncak(CEO) Perusahaan Keluarga Indonesia - menurut PerspektifPenerus. Disertasi, Program Pasca Sarjana, UniversitasIndonesia, Jakarta.

Spencer L.M., and Spencer S.M., (1993). Competence at Work. JohnWiley & Sons.

Stavrou, E.T. (1998). A Four Factor Model:A Guide to Planning NextGeneration Involvement in the Family Firm. Family BusinessReview, XI (2): pp. 135-142

Stern, J.M., Stewart III, G.B. and Chew, D.H. 1995. The EVA in FinancialManagement System. Journal of Applied Corporate Finance,8 (2): pp. 32-46.

Suardana, R.,IB.,, (2005). Pengaruh kepemimpinan, budaya organisasi,dan faktor individu terhadap perilaku kerja karyawan danproduktivitas kerja organisasi pada Bank Umum di Bali,Disertasi, Unair, Surabaya

Suryadi, E., (2012). Faktor Penentu Keberhasilan Proses SuksesiPerusahaan Keluarga. JAMS – Journal of ManagementStudies, November 2012 ISSN : 2302-8122 01 (01): pp.56-67

Susanto, P., (2015), Nilai-nilai dalam Perusahaan Keluarga, BisnisIndonesia, Minggu (4/10/2015), Jakarta.

Susanto, A.B., Susanto, P., Wijanarko, H., dan Mertosono, S., (2008), AStrategic Management Approach Corporate Culture &Organization Culture, Divisi Penerbitan The Jakarta ConsultingGroup, Jakarta.

Page 100: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /85

Susanto, A.B dan F.X Sujanto. (2008). Corporate Culture andOrganization Culture, The Jakarta Consulting Group, Jakarta.

Susanto, A.B., Susanto, P., Wijanarko, H., dan Mertosono, S. (2007).The Jakarta Consulting Group on Family Business. TheJakarta Consulting Group, Jakarta.

Tapies J., and Moya, M.F., (2012). Values and longevity in family business:evidence from a cross-cultural analysis. Journal of FamilyBusiness Management, 2 (2J: pp. 130-146

Tracey, D. (2001). Family Business – Stories from Australian familybusiness and the people who operate them, the volatile mixof love, power and money, Information Australia, Melbourne

Tugiman (1995), Peranan Usaha kecil dan Koperasi dalamMemanfaatkan Sisa Laba BUMN, Penerbit Eresco, Bandung.

Tuhardjo (2008). Hubungan Pengalaman dan Pembelajaran Fungsi UtamaBisnis dan Suksesi Bisnis dengan Strategi Bersaing dan KinerjaBisnis pada sentra Industri Kecil Onix dan Marmer diTulungagung. Disertasi. Program Pasca Sarjana. UniversitasNegeri Malang. Malang.

Venter, E., Boshoff C, and Maas, G. (2005, Desember). The Influence ofSuccessor-Related Factors on the Succession Process in Smalland Medium-Sized Family Businesses. Family Business Review,XVIII ( 4): pp 23-30

Venkatraman, N., and V. Ramanujam, 1986. Measurement of BusinessPerformance in Strategy Research: A Comparison Approaches,Academy of Management Review, (11): pp 801-814.

Waheed, Al Qassim, (2007) An analysis of Bahrain’s reform process, 1999-2005: Elite driven reform, developmental challenges, and strategicopportunities, Durham theses, Durham University. Available atDurham E-Theses Online: http://etheses.dur.ac.uk/2596/

Page 101: SUKSESI - UNMAS

86/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Ward, J.L (2004). Perpetuating The Family Business: 50 LessonLearned Form Long-Lasting Successful Families InBusiness. Palgrave Macmillan, Basingstoke.

Westhead, P., (1997). Ambitions, external environment and strategic factordifferences between family and non-family companies,Entrepreneurship and Regional Development, 9 (2): pp.127-158.

Wood, J, et al. (2001). Organizational Behaviour: An Asian PasificPerspective. Australia

Zahra S., and Sharma P., (2004). Family business research: A StrategicReflection. Family Business Review, (1) pp. 331-346

Page 102: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /87

LAMPIRAN:KISAH KEBERHASILAN SUKSESI

PERUSAHAAN KELUARGA

Page 103: SUKSESI - UNMAS

88/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

PARADIGMA BARU PERUSAHAAN KELUARGAA. B. Susanto*

Dengan adanya perubahan pasar dan persaingan, muncul limaparadigma baru di lingkungan internal perusahaan keluarga. Pertama,karyawan merupakan generasi baru. Artinya, mereka mempunyaipandangan yang berbeda dengan pendiri. Loyalitas karyawan bukanmerupakan kewajiban melainkan komitmen. Karyawan tingkat atas danberpendidikan tinggi mengharapkan adanya transparansi, adanyaempowerment, dan melihat karier lima tahun ke depan. Ini disebut newbreed of employees. Karyawan di tingkat bawah juga mempunyaikeberanian untuk melakukan tuntutan-tuntutan.

Kedua, meningkatnya isu-isu yang berkaitan dengan perburuhan,pemogokan, dan lain lain. Ketiga, tingkat profesionalitas keluarga sudahmulai meningkat. Barangkali generasi pertama memiliki tingkat pendidikansedang-sedang saja, tetapi generasi kedua sudah lebih tinggi tingkatpendidikannya dan mempunyai profesionalitas yang lebih tinggi. Keempatadalah tuntutan adanya kompensasi yang adil dan sama (fair and equitablecompensation) baik melalui sistem kompensasi yang dikaitkan dengankompetensi, kinerja, ataupun kontribusi. Dan kelima adalah lebihtransparannya sistem remunerasi, sumber daya manusia, dan organisasi.

Keinginan dan Harapan KeluargaUntuk menyelaraskan keinginan keluarga dengan persyaratan bisnis,

perusahaan keluarga perlu menyadari bahwa perusahaan didirikanberdasarkan hubungan genetik, bahwa keluarga memiliki bisnis itu, danbahwa keluarga sangat terlibat dalam manajemen. Menjaga harmoni(harmony preservation) merupakan tugas pendiri dan sangat penting untukmenghindari perselisihan yang berdampak pada operasi perusahaan sehari-hari. Pendiri (founder) biasanya sangat memperhatikan kesejahteraan

Page 104: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /89

keluarga. Salah satu keinginan mendirikan perusahaan adalah untukkesejahteraan diri sendiri, anak dan cucunya. Banyak perusahaan keluargayang bersedia melakukan investasi jangka panjang (long-term investment)demi mendapatkan kesejahteraan itu.

Perusahaan keluarga sangat mementingkan reputasi dan citra di dalamkomunitasnya. Kekuatan perusahaan keluarga adalah keinginan keluargauntuk menjaga reputasi sehingga ada usaha-usaha dari para pendiri ketikaakan pensiun untuk mulai aktif dalam kegiatan-kegiaan sosial, keagamaan,dan amal (filantropis).

Untuk menyelaraskan kepentingan keluarga dan kepentingan bisnisdapat dilakukan matching process, penyelarasan (alignment) antarakeinginan keluarga dan business requirements, dengan tujuan agar proses-proses yang ada dalam operasi perusahaan berjalan lancar. Dalampenyelarasan ini kunci utamanya terletak pada upaya menggandengkancompany values dan family values.

Kecenderungan Keluarga Dalam BerbisnisKeluarga dan bisnis sejatinya adalah dua hal. Masing-masing

merupakan sistem yang mempunyai elemen-elemen tersendiri. Keluargasebagai sistem lebih bersifat emosional, karena disatukan oleh ikatanmendalam yang mempengaruhinya dalam berbisnis. Diantaranya, keluargasangat menjunjung tinggi loyalitas dan nurturing. Selain itu keluarga jugacenderung konservatif, meminimalisir perubahan untuk menjaga merekaagar intact. Dengan kata lain, orientasi keluarga lebih ke dalam (inwardlooking). Sementara di sisi yang lain bisnis berbasiskan pekerjaan yangberorientasi ke pasar dan mengambil peluang dari setiap perubahan sekecilapapun. Berbeda dengan keluarga yang lebih cenderung berorientasi kedalam, bisnis lebih berorientasi ke luar (outward looking). Dengankarakteristik ini, tentu saja tidak mudah menggabungkan dua sistem iniagar menjadi paduan yang serasi dan menguntungkan.

Dalam menjalankan roda perusahaan keluarga selalu ada tarik ulur,mana yang lebih dominan antara perusahaan (bisnis) dan keluarga. Idealnya,ada kesetimbangan. Tetapi sayangnya, kebanyakan perusahaan keluarga

Page 105: SUKSESI - UNMAS

90/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

cenderung terjebak dominan di keluarga daripada bisnis. Mereka sibukmelihat ke dalam (inward looking) daripada outward looking untukmelihat peluang bisnis ke depan. Waktu mereka lebih banyak tersita untukurusan-urusan internal keluarga karena adanya perbedaan pendapat.Berlarut-larut dalam konflik internal yang menghabiskan energi danterkadang tidak bermuara pada solusi, bahkan meminggirkan fungsi bisnisitu sendiri.

Di lain pihak dominannya sistem keluarga dibanding bisnis dalamperusahaan keluarga berakibat pada kecenderungan perusahaan untukkonservatif, menolak perubahan (adverse to change), padahal bisnismenghendaki perubahan luar biasa. Berbagai alasan dapat dikemukakan,mulai dari menghormati tradisi sampai demi keutuhan keluarga. Alasanyang sepintas terdengar mulia ini kalau dicermati secara lebih seksama.

Akan lain kondisinya jika kecenderungan lebih ditekankan ke luardengan prinsip Apa yang baik bagi perusahaan akan baik bagi keluarga.Dalam prinsip ini terkandung pesan bahwa ikatan emosi dan hubunganpersonal adalah modal, bukan potensi konflik. Dengan prinsip ini ikatanemosional yang sangat kuat dalam keluarga justru berkontribusi sebagaipenopang bagi kuatnya budaya perusahaan. Berpegang pada norma bisnisyang diantaranya berupa pembagian peran yang jelas, transparansi, danpay by performance, niscaya konflik keluarga bisa dihindari. Hubungankekeluargaan yang sifatnya permanen menjadi bibit loyalitas dalamperusahaan. Di sisi yang lain loyalitas dari karyawan di luar lingkarankeluarga juga harus diapresiasi. Mengkondisikan karyawan di luar lingkarankeluarga sebagai bagian dari keluarga. Pengkondisian ini akan mengurangiresiko tingginya turn over karyawan yang membuat perusahaan menjadilebih stabil.

Dari aspek jangka panjang yang hendak dicapai juga bisa dilihatkecenderungan keluarga dalam berbisnis. Perusahaan keluarga mula-muladidorong untuk bertahan mulai dari masih kecil. Pada hakekatnya bisnismempunyai long-term view of the business agar tetap survive. Tidakada keraguan sedikitpun, setiap perusahaan keluarga, entah di generasi

Page 106: SUKSESI - UNMAS

–––––––Suksesi Perusahaan Keluarga /91

yang ke berapa pun, mempunyai pemikiran ke arah itu, tetapi bagaimanacara mencapainya yang patut dipertanyakan.

Pertanyaan yang lebih spesifik dapat diarahkan pada Mengapabanyak perusahaan keluarga generasi kedua, ketiga, dan seterusnyamenjadi lebih buruk kinerjanya? Seorang pendiri perusahaan keluarga yangsudah mewariskan kendali perusahaan kepada anak-anaknnyamengeluhkan gaya hidup anak-anaknya yang cenderung wah dan tentusaja boros. Sangat berbeda dengan apa yang dijalaninya saat merintis usaha.Bagaimana mantan pejuang itu tetap sederhana sampai di saat suksesnya.Berulang-ulang sudah ia peringatkan anak-anaknya perihal gaya hidup yangcenderung merongrong kesehatan finansial perusahaan. Dalam kasus inimuncul perbedaan nilai yang mencolok antara pendiri yang selaluberorientasi ke long-term view of the business dan generasi ke dua yangkurang fokus. Padahal long-term view menuntut investasi dan reinvestasipenghasilan, selain tentu saja investasi human capital melalui penyemaianloyalitas dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia.

Jika ada pertanyaan kecenderungan apa yang baik bagi kelangsunganperusahaan keluarga, maka jawabannya adalah kecenderungan melihatkeluar (outward looking) dan berorientasi ke jangka panjang (long-termview of the business). Inilah paradigma yang mesti dimiliki olehkeluarga.<Bisnis Indonesia>

Sumber: http://www.jakartaconsulting.com/publications/articles/family-business

Page 107: SUKSESI - UNMAS

92/Suksesi Perusahaan Keluarga–––––––

Page 108: SUKSESI - UNMAS