Sub Modul 10-Perkembangan Sanitasi Di Indonesia

19
SUB MODUL 10 PROGRES PENGEMBANGAN SANITASI DI INDONESIA 10.1 Pendahuluan Kepadatan penduduk suatu kota umumnya mengakibatkan peningkatan juml limbah air kotor, baik limbah air buangan rumah tangga maupun limbah ai produksi. Sehingga perlu melakukan teknik perencanaan dan pengolahan limbah air secara terkontrol. Salah satu upaya penanggulangan pencemaran air dari limbah dom yang dilakukan selama ini adalah dengan sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (I IPAL penduduk terpusat yang dibangun pemerintah Indonesia ada di kota yang ter di Pulau !a"a, Sumatera, dan Kalimantan. Kota#kota tersebut meliputi$ a. %andung &i %andung, IPAL terdapat di %ojongsoang, Kabupaten %andung. Limbah dari rumah penduduk disalurkan melalui sistem se"erage, atau saluran pipa. Sistem i ditangani oleh di'isi penanganan airkotoratau limbah domestikP&A Kota %andung. Limbah domestik berupa black "ater dan grey "ater. %lack "ater adalah limbah rumah tangga yang bersumber dari toilet kakus, sementara grey "ater ad air limbah rumah tangga nonkakus seperti buangan dari kamar mandi, d makanan) dan tempat cuci. %erdasarkan data dari Kementerian Lingkungan (KL*) tahun + -, IPAL %ojongsoang baru bisamelayani ,/01 limbah dari +.+2 . penduduk %andung, atau sekitar -+ . ji"a. Penduduk yang belum terlayani sistem se"erage ini mengolah sebagian limba rumah tangganya melalui septik tank atau langsung membuangnya ke perairan umum ataudiresapkan ke dalam tanah. Sementara itu penduduk yang terlayani sistem se"erageP&A Kota %andung pun tidaksemuanya bisa dialirkan ke IPAL %ojongsoang. enurut &irektur P&A Kota %andung, sistem se"erage yang mampu mengalirkan limbah ke IPAL %ojongsoang untuk diolah, baru di "ilayah %a 3engah#Selatan dan %andung 3imur. Sementara saluran limbah domestik di "ilayah %andung 4tara dan %andung %arat masih dialirkan ke Sungai 5itepus tanpa diolah Penduduk yang menampung limbah domestiknya dalam septik tank juga tidak sepenuhnya aman, karena risiko pencemaran air tanah oleh septik tank masih tin Sementara itu, pengelolaan limbah industri dilakukan dengan Program Kali %ersi (Prokasih) yang telah dimulai sejak tahun 6 6. Prokasih ini ditunjan peraturan yang pada intinya memberi ke"ajiban untuk mengolah limbah yang dihasilkan oleh setiap kegiatan termasuk industri. aka setiap industr

description

Perkembangan Sanitasi di Indonesia

Transcript of Sub Modul 10-Perkembangan Sanitasi Di Indonesia

Collaborative Knowledge Network Indonesia

SUB MODUL 10PROGRES PENGEMBANGAN SANITASI

DI INDONESIA10.1 Pendahuluan

Kepadatan penduduk suatu kota umumnya mengakibatkan peningkatan jumlah limbah air kotor, baik limbah air buangan rumah tangga maupun limbah air buangan produksi. Sehingga perlu melakukan teknik perencanaan dan pengolahan limbah air kotor secara terkontrol. Salah satu upaya penanggulangan pencemaran air dari limbah domestik yang dilakukan selama ini adalah dengan sarana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL penduduk terpusat yang dibangun pemerintah Indonesia ada di 11 kota yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan. Kota-kota tersebut meliputi:

a. Bandung

Di Bandung, IPAL terdapat di Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Limbah dari rumah penduduk disalurkan melalui sistem sewerage, atau saluran pipa. Sistem ini ditangani oleh divisi penanganan air kotor atau limbah domestik PDAM Kota Bandung. Limbah domestik berupa black water dan grey water. Black water adalah air limbah rumah tangga yang bersumber dari toilet/kakus, sementara grey water adalah air limbah rumah tangga nonkakus seperti buangan dari kamar mandi, dapur (sisa makanan) dan tempat cuci. Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun 2004, IPAL Bojongsoang baru bisa melayani 18,67% limbah dari 2.250.000 penduduk Bandung, atau sekitar 420.000 jiwa. Penduduk yang belum terlayani sistem sewerage ini mengolah sebagian limbah rumah tangganya melalui septik tank atau langsung membuangnya ke perairan umum atau diresapkan ke dalam tanah. Sementara itu penduduk yang terlayani sistem sewerage PDAM Kota Bandung pun tidak semuanya bisa dialirkan ke IPAL Bojongsoang. Menurut Direktur PDAM Kota Bandung, sistem sewerage yang mampu mengalirkan limbah ke IPAL Bojongsoang untuk diolah, baru di wilayah Bandung Tengah-Selatan dan Bandung Timur. Sementara saluran limbah domestik di wilayah Bandung Utara dan Bandung Barat masih dialirkan ke Sungai Citepus tanpa diolah. Penduduk yang menampung limbah domestiknya dalam septik tank juga tidak sepenuhnya aman, karena risiko pencemaran air tanah oleh septik tank masih tinggi. Sementara itu, pengelolaan limbah industri dilakukan dengan Program Kali Bersih (Prokasih) yang telah dimulai sejak tahun 1989. Prokasih ini ditunjang berbagai peraturan yang pada intinya memberi kewajiban untuk mengolah limbah yang dihasilkan oleh setiap kegiatan termasuk industri. Maka setiap industri diharuskan memiliki sarana IPAL Industri. Namun masih banyak pengusaha yang tidak mengindahkan aturan tersebut. Meskipun keberadaan IPAL industri juga bukan jaminan limbah akan terolah dengan baik. Namun bisa sedikit mereduksi unsur Nitrogen (N) sekitar 5%-30%. Kelemahan dan keterbatasan IPAL dalam menangani limbah domestik dan industri membuat kita tidak bisa tinggal diam. Ada alternatif solusi yaitu pengolahan air limbah dengan ekoteknologi. Ekotekonolgi adalah pengolahan limbah cair berdasarkan ekosistem dengan tanaman air. Zat pencemar berupa N dan P dapat diserap. Kadar BOD, COD, deterjen dan bakteri patogen juga dapat diturunkan. Selain itu mampu menghilangkan bau tak sedap dan menjernihkan air. Ekoteknologi ini bisa diterapkan dalam skala rumah tangga, perumahan, PKL, industri, dan pengelolaan air secara umum. Kelebihan ekoteknologi selain memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dalam menyerap unsur pencemar air, juga merupakan teknologi yang murah dan mudah perawatannya. Di samping itu, ekoteknologi juga mampu menambah estetika khususnya jika diterapkan dalam skala rumah tangga maupun perumahan. Meski demikian, pada kasus tertentu, pengelolaan air limbah harus bersinergi antara sistem IPAL dengan ekoteknologi. Selain ekoteknologi, penjernihan air dengan bak pengendap berkeping (BPB) dapat menjadi solusi yang mudah, murah, dan efisien. BPB adalah novasi dari bak pengendap biasa yang disempurnakan dengan menggunakan sederet keping pengendap. Fungsinya, memperluas bidang pengendapan sehingga prosesnya dapat berlangsung lebih efektif. BPB merupakan inovasi dari bak pengendap biasa yang disempurnakan dengan menggunakan sederet keping pengendap. Fungsinya, memperluas bidang pengendapan sehingga prosesnya dapat berlangsung lebih efektif dibandingkan dengan menggunakan bak konvensional.Tetapi selama IPAL berjalan masih ditemukan beberapa hambatan, yakni kapasitasnya belum memenuhi semua penduduk masih ada unsur seperti BOD dan COD yang tidak bisa terolah, kalau musim kemarau bau tak sedap amat mengganggu dan sumur penduduk yang dekat IPAL juga airsumurnya bau, salah satu permasalahan yang dialami adalah IPAL Bojongsoang hanya didesain untuk mengolah air limbah rumah tangga. Kenyataannya, IPAL ini sering menerima air limbah yang berasal dari industri kecil dan industri rumah tangga yang tidak memiliki IPAL mandiri dan langsung membuang air limbahnya ke IPAL Bojongsoang. IPAL Bojongsoang baru bisa menangani air limbah dari wilayah Bandung Timur dan Bandung Tengah bagian Selatan karena Jaringan perpipaan di Bandung Barat dan Bandung Utara belum dihubungkan dengan jaringan perpipaan menuju IPAL Bojongsoang. Masyarakat sekitar juga sering merepotkan perawatan dan operasional IPAL Bojongsoang rusaknya jalan Kampung Lembang Kuntit sepanjang sekitar delapan ratus meter dan lebar tiga meter yang mengelilingi kawasan IPAL, moral hazard akibat pemberlakuan sistem tarif yang dikaitkan dengan pemakaian air minum PDAM serta terjadinya ketidakadilan dalam pelayananb. Medan

Sistem pengolahan air limbah yang digunakan juga bervariasi. Pemilihan teknologi pengolahan sangat dipengaruhi oleh kombinasi pengolahan yang diinginkan serta ketentuan kualitas air limbah yang dibuang (efluen). Kolam stabilisasi dengan aerator umum yang digunakan saat ini. Di Medan, proses anaerobic dengan menggunakan UASB digunakan sebelum pengolahan dengan aerasi.c. JakartaPengolahan air limbah secara terpadu di DKI Jakarta, telah terhenti sejak ada pembangunan gedung IPAL Setiabudi sebagai proyek percontohan pada tahun 1991 silam. Akibatnya, pengolahan limbah hanya mencakup air limbah di kawasan Setiabudi dan sekitarnya. Tentunya hal itu sangat tidak berarti mengingat Jakarta begitu luas cakupannya. Terkait hal tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melanjutkan penanganan dan pengolahan air limbah terpadu di Jakarta melalui metode zona. Rencananya akan ada lima zona pengolahan air limbah terpadu yang akan melayani pembuangan limbah dari 700 ribu jiwa warga Jakarta. Salah satunya adalah zona sentral yang akan dibangun Pemprov DKI bekerjasama dengan Departemen Pekerjaan Umum. Nilai proyeknya mencapai Rp 3,8 trilliun yang berasal dari pemerintah pusat sebesar Rp 3,1 triliun dan dari APBD DKI Jakarta sebesar Rp 700 miliar.Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo menerangkan, tuntutan penanganan air limbah domestik di kota metropolitan ini sudah tidak bisa ditawar lagi. Pemprov DKI Jakarta bersama Departemen Pekerjaan Umum membahas bagaimana mengembangkan sistem penanganan air limbah terpadu di Jakarta. Dari kajian bersama itu, sampai ke satu kesimpulan yaitu akan mengembangkan suatu sistem pengolahan air limbah terpadu yang dibagi atas lima zona. Dari lima zona yang akan dibangun ini, zona sentral akan menjadi prioritas utama karena untuk mengembangkan IPAL Setiabudi. Di zona sentral ini akan dibangun pipa penyalur air limbah berdiameter 1,8 meter di sepanjang kawasan Setiabudi dan jalan-jalan di Jakarta Pusat, menuju ke Gajah Mada -Hayam Wuruk lalu terpusat ke pluit. Tetapi IPAL Setiabudi akan tetap difungsikan. Belajar dari pengalaman pengelolaan IPAL Setiabudi, Pemprov DKI dan Departemen Pekerjaan Umum akan membangun instalansi pengolahan air limbah terpadu (IPALT) di kawasan utara. Artinya, seluruh pipa penyalur air limbah di lima zona tersebut akan mengalirkan air limbah ke lokasi IPALT. Saat ini masih ada dua alternatif lokasi yang akan dibangun IPALT yaitu sekitar pinggiran Waduk Pluit dan Muara Angke. Kita belum bisa pastikan mana yang akan dipilih, masih dikaji dulu lokasi mana yang tepat dan bagus, tandasnya. Namun yang pasti, dari lima zona yang akan digarap, kawasan Setiabudi ini akan menjadi kawasan yang diprioritaskan. Sedangkan zona lainnya yang akan dibangun yakni zona barat laut, akan ditanam pipa penyalur air limbah di sepanjang kawasan Mangga Besar, Gunung Sahari, Pademangan sampai Sunter dan berakhir di IPALT. Kemudian zona barat daya di sepanjang kawasan Palmerah, Slipi dan Kebon Jeruk, juga berakhir di IPALT. Dana investasi berasal dari kerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Saat itu, kegiatan pengolahan limbah terhenti pada pembangunan pilot project pusat instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di Setiabudi yang mengelola produksi air limbah di Setiabudi dan sekitarnya.

Untuk saat ini instalasi sama sekali tidak memenuhi kebutuhan penanganan air limbah di Jakarta. karenanya perlu adanya kerja sama dengan pemerintah pusat untuk membangun sistem pengolahan limbah yang lebih meluas. Dalam tahap pertama, DKI dan pemerintah pusat akan membuat masterplan yang akan dirancang dalam periode 2010-2011. Selanjutnya, pada 2020 diharapkan sistem ini bisa mengelola sekitar 10 persen dari air limbah yang diproduksi oleh limbah domestik warga Jakarta. Pemprov sendiri menargetkan pada 2030 air limbah di Jakarta sebesar 30 persennya bisa diolah dengan sistem pengolahan limbah yang diterapkan di lima zona itu. Sistem pengolahan limbah di lima zona itu, akan dapat mengelola air limbah yang diproduksi oleh sekitar 700.000 jiwa warga Jakarta. Sasaran utamanya yakni limbah domestik yang berasal dari rumah tangga, industri perkotaan, mal dan hotel yang dilalui oleh pipa pengolahan limbah nantinya.

Dari limbah yang dialirkan melalui pipa yang ditanam, akan dialirkan ke dua opsi pusat instalasi yakni di Muara Angke dan di Pluit untuk diolah. Selanjutnya, air hasil olahan yang sudah mencapai kadar baku mutu itu, baru bisa dibuang ke badan air seperti sungai dan waduk yang ada di sekitar pusat instalasi. Jika memungkinkan, Pemprov DKI juga akan dapat mengolah air baku mutu itu menjadi air bersih yang bisa digunakan untuk kebutuhan warga sehari-hari. Tapi saat ini masih fokus dalam pengolahan untuk mencapai air baku mutu, sedangkan untuk menjadi air bersih itu akan dipikirkan selanjutnya. Untuk biaya, walaupun sebagian besar pendanaan pembangunan proyek berasal dari hibah dari pemerintah pusat, namun biaya pengelolaan dan pemeliharaan akan dibebankan pada pemprov DKI.Kasus yang terjadi meliputi penyiapan proyek yang sentralistik, kurangnya kesepakatan antar stakeholders, pelaksanaan sosialisasi yang terlambat, pendekatan system yang tidak bertahap (non stape wise), pengambilan keputusan yang berlarut-larut (SLA, DED), kontrak TA yang bersifat global yang kurang menguntungkan. Tidak dibukanya opsi untuk keterlibatan sektor swasta serta moral hazard akibat tidak adanya kontrol kualitas effluent dari IPAL setiabudi.Selain itu gambaran kondisi IPAL di Jakarta lebih rinci adalah sebagai beikut pengelolaan limbah yang terdapat di wilayah DKI Jakarta saat ini menggunakan berbagai macam sistem pengolahan (unit proses dan unit operasi). Sistem pengolahan Air limbah yang digunakan berupa pengolahan secara fisik maupun pengolahan secara biologis. Proses pengolahan Air limbah secara biologis yang digunakan di beberapa IPAL tersebut berupa proses aerob dan anaerob. Sistem pengolahan secara fisik yang telah ada menggunakan proses penyaringan (filtrasi). Unit operasi dengan proses filtrasi yang telah digunakan berupa membrane clear box unit (MCB), vacuum rotation membrane (VRM), dan saringan pasir. Proses penyaringan dilakukan dengan media membrane dan pasir. Sistem pengolahan secara biologis yang telah ada menggunakan proses aerob dan anaerob. Proses pengolahan Air limbah secara aerob menggunakan unit operasi berupa tangki aerasi, rotating biological contactor, dan biofilter. Sementara itu, pengolahan secara anaerob menggunakan unit operasi berupa tangki kontak dan biofilter. Beberapa sistem yang banyak digunakan diantaranya menggunakan biogard system dan biocaps system.Cakupan pelayanan IPAL meliputi kantor pemerintahan, permukiman, pasar, rumah sakit herwan, peternakan sapi, kebun binatang dan kawasan industri rumah tangga. IPAL merupakan prasarana yang dibangun oleh Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. IPAL tersebut dibangun dalam skala kecil dengan kapasitas bervariasi antara 10-800 m3/hari. IPAL yang paling besar kapasitasnya adalah IPAL Waduk Grogol sebesar 800 m3/hari. Sementara IPAL dengan kapasitas 10 m3/hari dibangun di kantor-kantor kecamatan. IPAL yang telah dibangun tersebut, sebagian besar pengelolaannya telah diserahterimakan kepada pengguna. IPAL yang berada di kantor-kantor walikota dan Dinas, saat ini di bawah pengawasan dan pengelolaan kantor tersebut. Sementara itu, IPAL yang berada di kawasan sentra pengrajin tempe & tahu diserahkan kepada Koperasi Pengusaha tahu & tempe (Kopti) untuk pengelolaannya. IPAL Pondok Rangon telah diserahkan pengelolaannya kepada Dinas Peternakan. Namun, pada kenyataannya IPAL yang telah diserahterimakan tersebut sebagian tidak berjalan dengan baik. Ada IPAL yang sudah tidak dioperasionalkan lagi. Ada juga IPAL yang beberapa peralatan pendukungnya tidak dipergunakan atau rusak sehingga pada akhirnya kinerja IPAL tidak berjalan dengan baik.d. Yogyakarta

Perkembangan perkotaan Yogyakarta sebagai akibat proses urbanisasi telah memunculkan berbagai permasalahan baru terkait dengan kebutuhan peningkatan prasarana dan sarana pendukung maupun kebutuhan pengendalian terhadap lingkungan perkotaan yang berkelanjutan, tidak terkecuali masalah air limbah perkotaan. Beberapa waktu lalu melalui media ini pernah dirilis berita mengenai pencemaran bakteri e-coli di perkotaan Yogyakarta yang sudah melebihi ambang batas kewajaran sebagai akibat pertumbuhan pemukiman yang semakin tinggi, disisi lain daya dukung lingkungan menjadi kurang mendapatkan perhatian, Kondisi tersebut jelas akan memperburuk kondisi air tanah perkotaan Yogyakarta yang berpasir dan berdaya serap tinggi.

i. Fasilitas pendukung dan cakupan pelayanan

Jaringan perpipaan air limbah telah lama dikembangkan sejak zaman pemerintah Belanda di Kota Yogyakarta sejak tahun 1926-an yang meliputi wilayah pusat kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Sleman. Dari data DEMY (Decentralization Environmental Management for Yogyakarta) Tahun 2004 telah ada pelayanan air limbah dengan sistem terpusat yang instalasinya berada di wilayah Pendowohardjo, Sewon, Bantul yang melayani 4 % penduduk perkotaan, dan beberapa instalasi air limbah komunal di Zone Sungai Winongo, Zone Sungai Code dan Zone Sungai Gadjah Wong yang khusus melayani masyarakat yang tidak terjangkau jaringan air limbah terpusat yang cakupan pelayanannya masih kurang dari 1 % penduduk perkotaan, dan 27% merupakan sanitasi individual. Dari data tersebut berarti masih terdapat 70% penduduk perkotaan yang belum menggunakan system terpusat, system komunal ataupun individual, sehingga mereka masih membuang langsung kelingkungan sekitar seperti sungai, sawah, saluran air hujan, saluran irigasi dan lahan terbuka lainnya.ii. Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) terpusatFasilitas ini dibangun pada tahun 1994-1995 oleh JICA Jepang yang selanjutnya dihibahkan kepada pemerintah Propinsi DIY. IPAL ini dirancang untuk melayani kapasitas 110.000 penduduk dengan disain kapasitas 15.500 m3/hari. Dalam realitasnya kapasitas pengolahan saat ini diperkirakan mencapai 11.300 m3/hari atau hanya 73% dari kapasitas yang tersedia. Jumlah sambungan resmi pengguna jaringan pipa air limbah saat ini baru mencapai 10 ribu orang, tentunya ini masih jauh dari kapasitas olah dari fasilitas IPAL itu sendiri.iii. Instalasi Pengolah Air Limbah Komunal

Sampai dengan saat ini telah dibangun 50 instalasi pengolah air limbah komunal yang dibangun diwilayah bantaran sungai yang membelah perkotaan Yogyakarta (Winongo, Code dan Gadjah Wong) mengingat di daerah tersebut belum terlayani dengan jaringan pipa air limbah yang terpusat karena perbedaan faktor geografis. Pemerintah di wilayah Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, Bantul) bersama dengan Pemerintah Propinsi maupun NGO dalam perencanaan ke depan tengah berusaha untuk memperbanyak membangun IPAL Komunal di wilayah bantaran sungai tersebut iv. Aspek Kelembagaan Pengelola IPAL

Kelembagaan Pengelolaan IPAL saat ini masih berupa UPIPAL (Unit Pengelola Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang merupakan kepanjangan tangan dari Bidang Cipta Karya Kimpraswil Propinsi DIY sehingga otoritas dan kewenangannya sangatlah terbatas. Dalam upayanya agar UPIPAL ini bisa lebih efektif maka dikembangkan menjadi lembaga yang berbentuk BLU-D (Badan Layanan Umum Daerah) dengan pertimbangan bahwa dengan model BLU Daerah masih terbuka peluang untuk mendapatkan subsidi dana dari Pemerintah Kabupaten/Kota/ Propinsi ataupun Pemerintah Pusat meskipun secara manajerial dilakukan dengan model out sourcing.v. Komitmen Eksekutif dan Legislatif

Mengingat permasalahan air limbah dan pencemarannya merupakan masalah sosial yang cukup kompleks tentunya sangat dibutuhkan adanya suatu kesamaan persepsi dan komitmen yang kuat dari segenap pihak baik itu dari pihak eksekutif ataupun legislatif baik itu ditingkat Kabupaten/Kota ataupun Propinsi khususnya terkait dengan permasalahan pendanaan dan dukungan regulasinya. Dalam konteks pelestarian lingkungan perkotaan secara berkelanjutan, pihak eksekutif dan legislative dituntut juga mempunyai interest dan perhatian yang sama, karena hal tersebut menyangkut hajat hidup masyarakat secara luas. Bahkan dalam konteks penyelamatan lingkungan, alokasi pembiayaan untuk pengelolaan air limbah sebaiknya bisa lebih besar dari anggaran yang dialokasikan untuk pengelolaan sektor yang lain.vi. Regulasi Terkait dengan Air Limbah

Perda Kota Yogyakarta Nomor 9 Tahun 1991 tentang Pemeliharaan Assainering yang didalamnya mengatur tentang Retribusi tidak lagi sesuai dengan situasi dan kondisi saat ini, sehingga perlu untuk segera dilakukan revisi. Sebenarnya melalui fasilitasi yang telah dilakukan oleh Sekretariat Bersama Kartamantul sejak tahun 2004 telah direkomendasikan mengenai tarif retribusi yang reasonable dengan kondisi yang berkembang. Namun demikian kembali pada komitment antara pihak eksekutif dan legislatif terkait penyiapan dan revisi terhadap Perda ini.

Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah perlunya prinsip polluter pays menjadi spirit dan menjiwai perda ataupun regulasi lain terkait dengan air limbah karena disadari ataupun tidak setiap orang berpotensi mencemari lingkungannya. Pengalaman Kota Bandung dan Samarinda terkait dengan penggabungan rekening PDAM dengan beban retribusi air limbah dalam satu billing rekening dapat dijadikan sebagai bahan kajian, disisi lain partisipasi masyarakat terkait dengan kepeduliannya terhadap lingkungan dari pencemaran air limbah juga harus senantiasa ditumbuhkembangkan.Selanjutnya revisi perda diharapkan tidak semata-mata mengejar PAD (pendapatan asli daerah) namun juga memberikan penyadaran dan pemberdayaan kepada masyarakat untuk peduli terhadap pelestarian lingkungan.vii. Pengembangan Jaringan Perpipaan

Jaringan eksisting perpipaan air limbah perkotaan Yogyakarta dalam kenyataannya telah melewati batas administratif Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul, sehingga dalam pengembangannya haruslah dilakukan secara selaras, serasi dan seimbang dalam suatu keterpaduan yang fungsional integratif melibatkan Pemerintah Propinsi DIY, Pemerintah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu tentunya pembagian peran terhadap pengembangan jaringan primer dan sekunder menjadi sangat penting untuk dilakukan. Dalam hal ini Pemerintah Propinsi DIY, Kabupaten/Kota di wilayah Kartamantul harus sama sama punya komitment untuk peningkatan pelayanan publik pada sektor air limbah. Pembagian peran dapat diwujudkan dengan bentuk kerjasama sebagai berikut; pelaksanaan pengembangan jaringan pipa induk/primer dilakukan oleh Pemerintah Propinsi DIY ataupun Pemerintah Pusat, sedangkan pengembangan jaringan sekunder dan tersier dilakukan oleh Kabupaten/Kota dengan harapan bahwa dengan bentuk kerjasama ini pelayanan publik terkait dengan pengelolaan air limbah dapat dilakukan secara terpadu dan merata diseluruh wilayah perkotaan Yogyakarta.e. Banjarmasin

Perusahaan Daerah (PD) Instalasi Pengolahan Air Limbah (Ipal) Kota Banjarmasin baru bisa melayani 9.800 penduduk, dari target 37.500 jiwa selama 2009. PD menargetkan 14 titik lokasi Ipal agar bisa mengcover pelanggan di seluruh Banjarmasin. Saat ini sudah terpasang Ipal, antara lain di Pekapuran Raya dan Pekapuran Laut, Kelayan, Sungai Baru, Karang Mekar dan Murung Raya dan HKSN dengan kapasitas 2.000 meterkubik per hari. Pendirian Ipal dimaksudkan untuk mencegah pencemaran air limbah dan air limbah rumah tangga dan industri itu kemudian diolah hingga bersih agar lingkungan juga bersih.Dengan pengolahan itu, air limbah dari pelanggan tak langsung ke lingkungan tetapi diolah dulu hingga bersih baru bisa dipergunakan atau dialirkan ke sungai dan lingkungan. Pembangunan Ipal itu didukung dan APBN dan APBD.f. Denpasar

Hal-hal yang terjadi saat beroperasinya IPAL di denpasar adalah penyelenggaraan proyek yang sentralistik, penyelenggaraan sosialisasi yang terlambat dilakukan, kurangnya kesepakatan antar stakeholdersontrak TA yang bersifat global yang merugikan keterlambatan pembentukan Institusi pengelola, tidak siapnya Pemda untuk menerbitkan Perda yang diperlukan mengenai pengelolaan air limbah, retribusi. Keterlambatan penyiapan DED. Pertentangan kepentingan antar Stakeholder dan tidak dibukanya opsi keterlibatan sektor swasta.REKAPITULASI KONDISI IPAL DI 11 KOTA DI INDONESIATeknologi yang digunakanKapasitas pelayananyaSistem pengelolaannyaLembaga PengelolanyaUsia IPALDampak positifAsal Dana investasiHambatan

1. MedanAerated Lagoon + UASB

Mencapai sekitar 2,6% dari jumlah penduduk sekitar 2,2 juta jiwa Berjumlah 12.000 sambungan rumah lebih dengan sistem pengaliran secara pompanisasi ke IPAL Cemara.

IPAL Cemara itu sendiri mempunyai kapasitas desain 60.000 m3/hari dan baru terpakai 20.000 m3/hari sehingga kapasitas yang belum terpakai 40.000 m3/hariCara pengolahan air limbah sendiri dimulai dari limbah kamar mandi atau toilet dan dapur lalu masuk ke pipa untuk dialirkan ke box control air limbah yang mengalir lagi melalui pipa air limbah yang tersambung ke manhole air limbah, lalu diolah dengan dua proses yakni anaerop dan aerop (bakteri mikro biologi non bahan kimia) yang ada di instalasi pengolahan air limbah di kawasan Komplek Cemara Asri Medan untuk kemudian diolah hingga menjadi air baku dan layak untuk ditempati makhluk hidup di air seperti ikan.PDAM Tirtanadi Kota Medan15 tahun Pemerintah Pusat melalui dana hibah APBN Ditjen Cipta Karya Pendanaan ADB pada proyek MUDP (Medan Urban Develop-ment Project)Ditemui pelanggan yang tidak mengerti harus memberi tahu pihak mana bila terjadi penyumbatan saluran

2. Jakarta IPAL Setia Budi menggunakan teknologi Aerated Lagoon dengan menggunakan 7 (tujuh) unit aerator yang memiliki kemampuan mensuplai oksigen sebesar 48 kg/jam/-unit IPAL Duren Sawit menggunakan teknologi RBC Jumlah penduduk yang terlayani 60.000 jiwa IPAL Setia Budi memiliki kapasitas 48.000 m3/hari

IPAL Duren Sawit memiliki kapasitas 400 m3/hari

Sistem pengolahan air limbah yang digunakan berupa pengolahan secara fisik maupun pengolahan secara biologis.

Proses pengolahan Air limbah secara biologis yang digunakan di beberapa IPAL tersebut berupa proses aerob dan anaerob.

Sistem pengolahan secara fisik yang telah ada menggunakan proses penyaringan (filtrasi). Unit operasi dengan proses filtrasi yang telah digunakan berupa membrane clear box unit (MCB), vacuum rotation membrane (VRM), dan saringan pasir. Proses penyaringan dilakukan dengan media membrane dan pasir Sistem pengolahan secara biologis yang telah ada menggunakan proses aerob dan anaerob. Proses pengolahan Air limbah secara aerob menggunakan unit operasi berupa tangki aerasi, rotating biological contactor, dan biofilter. Sementara itu, pengolahan secara anaerob menggunakan unit operasi berupa tangki kontak dan biofilter.

Beberapa sistem yang banyak digunakandiantaranya menggunakan biogard system dan biocaps systemBadan Pengelola Air Limbah DKI Jakarta19 tahunEfisiensi penurunan kadar organik terurai atau lebih dikenal dengan BOD sampai dengan 80% sehingga dapat menghasilkan effluen sampai batas kualitas baku mutu yang telah ditetap-kan Pemerintah pusat dan dana APBD DKI Jakarta Kerja sama dengana Japan International Cooperation Agency (JICA) Penyiapan proyek yang sentralistik

Kurangnya kesepakatan antar stakeholders

Pelaksanaan sosialisasi yang terlambat

Pendekatan system yang tidak bertahap

Pengambilan keputusan yang berlarut-larut Kontrak yang bersifat global yang kurang menguntungkan Tidak dibukanya opsi untuk keterlibatan sektor swasta.

Moral Hazard akibat tidak adanya kontrol kualitas effluent dari IPAL Setiabudi.

3. BandungStabilization Pond

Kapasitasnya 80 ribu meter kubik per hari, namun baru 50 persen termanfaatkan. Air limbah eksisting yang diolah hanya 40.000 meter kubik 58 persen dari jumlah penduduk Kota Bandung di 93 kelurahan Jumlah sambungan air kotor di Kota Bandung baru mencapai 97.000 sambungan yang bermuara pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL Bojongsoang) IPAL Bojongsoang baru bisa melayani 18,67% limbah dari 2.250.000 penduduk Bandung, atau sekitar 420.000 jiwa Sistem pengelolaan: sistem perpipaan untuk daerah yang padat penduduk.

Pengolahan air limbah domestik untuk Kota Bandung saat ini, baru untuk air limbah yang berasal dari Bandung Timur dan Bandung Tengah Selatan yang bermuara di IPAL Bojongsoang Kabupaten Bandung, dengan kapasitas 80.835 m3/hari. Sedangkan untuk Kota Bandung wilayah Utara dan Barat sampai saat ini belum dapat terolah secara maksimal Limbah dari rumah penduduk disalurkan melalui sistem sewerage, atau saluran pipa Sistem pengolahan air limbah di IPAL Bojongsoang terhitung konvensional. Proses-prosesnya mengutamakan proses alami, tanpa bantuan teknologi yang rumit dan tanpa bantuan bahan kimia aditif. IPAL seluas 85 hektar ini mengolah air limbah melalui dua proses utama, yaitu proses fisik dan biologi. Proses fisik memisahkan air limbah dari sampah-sampah, pasir, dan padatan lainnya sehingga proses pengolahan biologi tidak terganggu. Proses biologi mengolah air limbah sehingga parameter Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Dissolved Oxygen (DO), kandungan bakteri Coli, kandungan logam berat, dll memenuhi daya dukung lingkungan badan air di mana air limbah yang sudah diolah ini akan dibuang. Kolam pengolahan biologi terdiri dari 14 kolam yang terdiri dari dua kompartemen utama, kompartemen A dan kompartemen B. Jadi, masing-masing kompartemen terdiri dari tujuh kolam yaitu, tiga kolam anaerob, dua kolam fakultatif, dan dua kolam maturasi.Divisi penanganan air kotor atau limbah domestik PDAM Kota Bandung18 tahunSebelum ada IPAL, saat banjir terdapatnya luapan dari saluran pembuangan rumah tangga. Setelah ada, sudah mulai ada perubahannya Kapasitasnya belum memenuhi semua pendudukmasih ada unsur seperti BOD dan COD yang tidak bisa terolah Kalau musim kemarau bau tak sedap amat mengganggu dan sumur penduduk yang dekat IPAL juga airsumurnya bau Salah satu permasalahan yang dialami adalah IPAL Bojongsoang hanya didesain untuk mengolah air limbah rumah tangga. Kenyataannya, IPAL ini sering menerima air limbah yang berasal dari industri kecil dan industri rumah tangga yang tidak memiliki IPAL mandiri dan langsung membuang air limbahnya ke IPAL Bojongsoang IPAL Bojongsoang baru bisa menangani air limbah dari wilayah Bandung Timur dan Bandung Tengah bagian Selatan karena Jaringan perpipaan di Bandung Barat dan Bandung Utara belum dihubungkan dengan jaringan perpipaan menuju IPAL Bojongsoang Masyarakat sekitar juga sering merepotkan perawatan dan operasional IPAL Bojongsoangrusaknya jalan Kampung Lembang Kuntit sepanjang sekitar delapan ratus meter dan lebar tiga meter yang mengelilingi kawasan IPAL MORAL HAZARD akibat pemberlakuan sistem tarif yang dikaitkan dengan pemakaian air minum PDAM.

Terjadinya ketidakadilan dalam pelayanan

4. Yogyakarta Aerated Lagoon

IPAL dirancang untuk melayani kapasitas 110.000 penduduk dengan disain kapasitas 15.500 m3/hari Dalam realitasnya kapasitas pengolahan saat ini diperkirakan mencapai 11.300 m3/hari atau hanya 73% dari kapasitas yang tersedia.UPIPAL (Unit Pengelola Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang merupakan kepanjangan tangan dari Bidang Cipta Karya Kimpraswil Propinsi DIY16 tahun Perlindungan badan-badan air (sungai dan sumur penduduk) dari pencemaran air limbah rumah tangga,

Peningkatan kualitas dan estetika lingkungan,

Pemanfaatan hasil IPAL berupa pupuk organik dari lumpur air limbahHibah dari pemeritah Jepang, dana APBD Tingkat I, dan dana APBNotoritas dan kewenanangan UPIPAL terbatas

5. MakasarPemerintah pusat melalui Departemen Pekerjaan UmumAPBN dan APBD Makasarminimnya keinginan masyarakat untuk berlangganan

6. CirebonStabilization Pond

13.500 m3/hari

Jumlah penduduk terlayani adalah 47.000 jiwaminimnya keinginan masyarakat untuk berlangganan

7. SoloAerated Lagoon

Pengelolaan limbah di sini dilayani dua unit IPAL, yakni di IPAL Mojosongo dengan kapasitas pelayanan 24 liter perdetik, dan IPAL Semanggi dengan kapasitas layanan 30 liter per detik. Sejak 2008 lalu, ditingkatkan kapasitas menjadi 60 liter per detik

8. DenpasarAerated Lagoon

Cakupan pelayanannya baru 26 % (15.847 sambungan rumah) yang didukung dengan kapasitas desain IPAL 51.000 m3/hari dan sampai saat ini baru 31.185 m3/hari terpakai untuk pengolahan limbah cair domestik di IPAL SuwungSistem penyaluran ini untuk daerah Kabupaten Badung dilakukan secara grafitasi dan untuk Kota Denpasar dengan sistem pompanisasiBLUD PAL Bali6 tahunPemerintah (Menteri Keuangan) sebesar 96,9 % dan termasuk penyertaan dari Provinsi Bali , Kota Denpasar (1,9 %) dan Kabupaten Badung (1,5 %) Penyelenggaraan proyek yang sentralistik

Penyelenggaraan sosialisasi yang terlambat dilakukan

Kurangnya kesepakatan antar Stakeholders

Kontrak TA yang bersifat global yang merugikan

keterlambatan pembentukan Institusi pengelola

Tidak siapnya Pemda untuk menerbitkan Perda yang diperlukan mengenai pengelolaan air limbah, retribusi.

Keterlambatan penyiapan DED.

Pertentangan kepentingan antar Stakeholder.

Tidak dibukanya opsi keterlibatan sektor swasta.

9. BanjarmasinRBC

Tahap I pembangunan sistem pengelolaan air limbah terpusat di Pekapuran Raya dengan kapasitas 500 m3/hari diharapkan dapat melayani 10.000 pe (population equivalent) di Kecamatan Banjar Tengah.Departemen PU12 tahun Pemerintah Kota Banjarmasin dengan bantuan pinjaman Bank Dunia dan fasilitasi Departe-men Pekerjaan Umum melalui Kalimantan Urban Development Project (KUDP) Melalui Perusahaan Daerah Pengelola-an Air Limbah (PD PAL ) Banjarmasin mendapat bantuan dari Negara Jepang, Australia dan Belandaminimnya keinginan masyarakat untuk berlangganan

10. BalikpapanExtended Aeration

800

m3/hariBertambahnya tingkat pelayan-an masya-rakat

Referensi:

Anonymus. 2010. Penanganan Air Limbah Kota Bandung Oleh PDAM Baru mencapai 58 Persen. Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://www.pelita.or.id/index.phpAnonymus. 2005. Peresmian Pengolahan Air Limbah Terpusat Skala Kawasan Di Banjarmasin. Diakses pada tanggal 20 April 2010 dari http://www.pu.go.id/index.asp?site_id=001&news=ppw2509051lisn.htm&ndate=9/25/2005%208:55:10%20PMAnonymus. 2008. Kapan Kita Mewariskan Air bersih? Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://klipingut.wordpress.com/page/109/?pages-list

Anonymus. 2007. Jaringan Perpipaan Air Limbah Perkotaan Yogyakarta, Sebuah Realitas Dan Upaya Pengembangan. Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://www.kartamantul.pemda-diy.go.id/index2.php?option=content&task=view&id=61&pop=1&page=0Anonymus. 2008. Semangat Peningkatan Pelayanan kepada Masyarakat. Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://www.perpamsi.org/index.phpAnonymus. 2008. PDAM Tirtanadi Gandeng IWK Malaysia. Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://www.pemkomedan.go.id/index.phpAnonymus. 2008. Tirtanadi-IWK Malaysia Kerjasama Pengolahan Air Limbah. Diakses pada tanggal 9 April 2010 dari http://beritasore.com/Anonymus. 2010. Warga Mengeluhkan Bau tidak Sedap IPAL Bojongsoang. Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.phpAnonymus. 2010. Model Badan Layanan Umum Daerah Pengelolaan Air Limbah Provinsi Bali Contoh Pengelolaan Limbah Medan. Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://pdamtirtanadi.com/Beranda/tabid/72/Default.aspxAnonymus. 2010. Untuk Penanganan Limbah Cair Rumah Tangga, Rombongan PDAM Tirtanadi Kunker ke BLH Kota Denpasar. Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://www.analisadaily.com/Anonymus. 2006. Kerja Sama Pengelolaan Prasarana Dan Sarana Air Limbah Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul. Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://www.kartamantul.pemda-diy.go.id/index.php?option=com_frontpage&Itemid=1Anonymus. 2009. Limbah PDAM Tirtanadi Aman Bagi Makluk Hidup. Diakses pada tanggal 9 April 2010 dari http://www.gomedan.com/Anonymus. 2009. Solo Kota Pioner Pengolahan Limbah. Diakses pada tanggal 20 April 2010 dari http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/lingkungan/09/04/29/47131-solo-kota-pioner-pengolahan-limbahChalik, Alex Abdi. 2004. Evaluasi Pembangunan Prasarana Dan Sarana Air Limbah Domestik Di Indonesia. Diakses pada tanggal 22 April 2010 dari http://rudyct.com/PPS702-ipb/08234/aa_chalik.htmFirdaus, Ali. 2008. Kondisi Dan Sistem Pengelolaan Air Limbah DKI Jakarta. Diakses pada tanggal 22 April 2010 dari http://ecodrain.multiply.com/journalKrisna. 2006. Studi Lapangan IPAL Bojongsoang Mahasiswa Teknik Lingkungan. Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://www.itb.ac.id/news/recentLenny. 2010. DKI Akan Bangun Instalasi Pengolahan Air Limbah Terpadu. Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://www.beritajakarta.com/2008/id/default.aspRizki, Nurina, dkk. 2009. Sistem Penyaluran Air Limbah & Instalasi Pengolahan Air Limbah Kota Tangerang. Diakses pada tanggal 7 April 2010 dari http://cwasta.org/index.php?option=com_content&view=article&id=55:sistem-penyaluran-air-limbah-a-instalasi-pengolahan-air-limbah-kota-tangerang&catid=20:publikasi-sanitasi&Itemid=23 1Sub Module 10: Progres Pengembangan Sanitasi Di Indonesia