Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi...

41
i Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi Menurut Warga Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo, Simbuang Oleh: SATRA SAMBA’ LANGI’ 712013078 TUGAS AKHIR Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol) Program Studi Teologi FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

Transcript of Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi...

Page 1: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

i

Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi Menurut Warga Gereja

Toraja Jemaat Lebo-Lebo, Simbuang

Oleh:

SATRA SAMBA’ LANGI’

712013078

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Program Studi Teologi

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017

Page 2: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi Menurut Warga Gereja

Toraja Jemaat Lebo-Lebo, Simbuang

oleh:

SATRA SAMBA’ LANGI’

712013078

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

(S.Si-Teol)

Disetujui oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

Pdt. Dr. Retnowati, M.Si Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Ketua Program Studi Dekan

Pdt. Izak Y. M. Lattu, Ph.D Pdt. Dr. Retnowati, M.Si

Fakultas Teologi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

2017

Page 3: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

iii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Satra Samba’ Langi’

NIM : 712013078 Email : [email protected]

Fakultas : Teologi Program Studi : Teologi

Judul tugas akhir : Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi Menurut

Warga Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo, Simbuang

Pembimbing : 1. Pdt. Dr. Retnowati, M.Si

2. Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Hasil karya yang saya serahkan ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan

gelar kesarjanaan baik di Universitas Kristen Satya Wacana maupun di institusi pendidikan

lainnya.

2. Hasil karya saya ini bukan saduran/terjemahan melainkan merupakan gagasan, rumusan, dan hasil

pelaksanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan

pembimbing akademik dan narasumber penelitian.

3. Hasil karya saya ini merupakan hasil revisi terakhir setelah diujikan yang telah diketahui dan

disetujui oleh pembimbing.

4. Dalam karya saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan

orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan dalam naskah dengan menyebutkan nama

pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terbukti ada penyimpangan

dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa

pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya saya ini, serta sanksi lain yang sesuai dengan

ketentuan yang berlaku di Universitas Kristen Satya Wacana.

Salatiga, 28 Mei 2017

SATRA SAMBA’ LANGI’

Page 4: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Satra Samba’ Langi’

NIM : 712013078 Email: [email protected]

Fakultas : Teologi Program Studi: Teologi

Judul tugas akhir : Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi Menurut

Warga Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo, Simbuang

Dengan ini saya menyerahkan hak non-eksklusif* kepada Perpustakaan Universitas – Universitas

Kristen Satya Wacana untuk menyimpan, mengatur akses serta melakukan pengelolaan terhadap

karya saya ini dengan mengacu pada ketentuan akses tugas akhir elektronik sebagai berikut (beri

tanda pada kotak yang sesuai):

a. Saya mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori

PerpustakaanUniversitas, dan/atau portal GARUDA

b. Saya tidak mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori

Perpustakaan Universitas, dan/atau portal GARUDA**

Demikian

pernyataa

n ini saya

buat

dengan

sebenarnya.

Salatiga, 28 Mei 2017

Satra Samba’ Langi’

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Pdt. Dr. Retnowati, M. Si PPdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo

* Hak yang tidak terbatashanya bagi satu pihak saja. Pengajar, peneliti, dan mahasiswa yang

menyerahkan hak non-ekslusif kepada Repositori Perpustakaan Universitas saat mengumpulkan hasil

karya mereka masih memiliki hak copyright atas karya tersebut.

** Hanya akan menampilkan halaman judul dan abstrak. Pilihan ini harus dilampiri dengan penjelasan/ alasan

tertulis dari pembimbing TA dan diketahui oleh pimpinan fakultas (dekan/kaprodi).

Page 5: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda

tangan di bawah ini:

Nama : Satra Samba’ Langi’

NIM : 712013078

Program Studi : Teologi

Fakultas : Teologi

Jenis Karya : Jurnal

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak

bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty free right) atas karya ilmiah saya berjudul:

Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi Menurut Warga Gereja

Toraja Jemaat Lebo-Lebo

beserta perangkat yang ada (jika perlu).

Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan,

mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat, dan

mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis/pencipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada tanggal : 25 Mei 2017

Yang menyatakan,

Satra Samba’ Langi’

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Pdt. Dr. Retnowati, M.Si Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo

Page 6: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

vi

KATA PENGANTAR

Penulisan Tugas Akhir (TA) adalah hal mutlak yang harus dihadapi oleh setiap

mahasiswa. Tuagas akhir dapat dikatakan tantangan terakhir yang harus dilalui jika ingin

memperoleh gelar sarjana.Syukur kepada Tuhan sebab penulis telah melewati rintangan yang

terakhir tersebut. Dalam proses mengerjakan tugas akhir penulis merasakan bahwa Tuhan

tidak pernah meninggalkan. Ia selalu ada bersama-sama dengan penulis ketika penulis

menghadapi berbagai rintangan dalam mengerjakan tugas akhir. Walaupun Ia seola-ola

meninggalkan ketika penulis sudah hampir menyerah, namun penulis menyadari bahwa Ia

membiarkan penulis menghadapai hal tersebut. Ia mengijinkan penulis untuk mengalami

“penderitaan” dalam mengerjakan tugas akhir. Menurut refleksi penulis, tujuan hal itu

dilakukan adalah ketika penulis mencapai tujuan, maka penulis benar-benar akan merasakan

kehadiranNya. Bila proses pengerjaan tugas akhir berjalan secara mulus atau tanpa rintangan,

mungkin penulis akan menjadi angkuh dan mengandalkan diri sendiri.

Penyertaan Tuhan bagi penulis tentu tidak dapat penulis alami ketika Ia tidak

mengijinkan penulis untuk berjumpa dengan orang-orang di sekitar. Oleh karenanya penulis

mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada pertama, dosen pembimbing I, ibu

Pdt. Dr. Retnowati M.Si, yang sekaligus merupakan dosen wali penulis. Penulis

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas segala bimbingan dalam penulisan tugas

akhir, serta segala nasehat-nasehat yang diberikan sebagai dosen wali. Biarlah Tuhan yang

membalas setiap kebaikan dari ibu. Selanjutnya kedua saya ucapkan terimakasih yang tidak

terhingga kepada dosen pembimbing II, bapak Pdt. Dr. Ebenhaizer I. Nuban Timo.

Terimakasih atas segala arahan, bimbingan dan kritikan bagi penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir dengan baik. Biarlah kiranya Tuhan menyertai bapak dalam segala

kehidupan yang bapak jalani. Ketiga, saya mengucapkan terima kasih kepada semua dosen

dan pegawai yang telah menolong penulis selama proses perkuliahan. Biarlah segala ilmu

yang telah penulis terima dari para dosen dapat menjadi bekal bagi penulis untuk menjalani

kehidupan yang lebih baik, dan biarlah pelayanan yang tulus dari para pegawai menjadi

berkat tersendiri bagi setiap bapak dan ibu.

Keempat, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua (Yulius

Samba’ dan Elisabeth Timba Bulawan). Keduanya memiliki peranan yang begitu berharga

bagi penulis. Kekuatan doa dan nasehat yang mereka berikan selalu menjadi senjata bagi

penulis untuk berjuang menempu pendidikan di tempat ini hingga selesai. Penulis meyadari

Page 7: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

vii

bahwa kasih sayang itu tidak akan terbalaskan dengan apa pun juga. Tidak lupa juga penulis

mengucapkan terima kasih kepada kedua adik yang penulis sangat kasihi dan cintai Evita Eda

Efendi dan Si kecil Charis Samba’ Langi’. Mereka berdua menjadi motivasi bagi saya untuk

menjadi labih baik. Harapannya bahwa mereka dapat menjadikan kakak mereka sebagai

teladan.

Kelima, terimakasih kepada saudara-saudara yang telah berjuang bersama-sama

dengan saya sejak tahun 2013. Dari kalianlah saya belajar banyak hal mengenai bagiamana

membangun kehidupan di dalam perbedaan. Dari kalianlah saya belajar bahwa perbedaan itu

indah. Secara khusus saya ucapkan kepada empat sahabat saya Gali, Paulus, Laja Batuk, dan

Laki-Laki. Terima kasih atas segala kenangan yang telah terukir. Biarlah itu menjadi memori

yang indah untuk dikenang jika Tuhan mengijinkan kita hidup lebih lama lagi.

Kepada saudara-saudara saya 2013, berkenanlah kiranya mengampuni segala

kesalahan saya jika ada perkataan dan tindakan yang kurang berkenan di hati saudara-saudara

sekalian. Terlebih khusus untuk “seseorang”, saya ingin menyampaikan permohonan maaf

yang sedalam-dalamnya atas keputusan yang saya ambil. Berkenanlah kiranya mengampuni

dan melupakan segala kesalahan yang telah saya perbuat seperti halnya yang Yesus lakukan,

dan trimakasih atas pengalaman hidup singkat yang telah kita jalani bersama-sama.

Keenam, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada saudara-saudara saya dari

Toraja di salatiga. Terimakasih kasih kepada PKMST karena telah memberikan begitu

banyak kesempatan bagi saya untuk mendewasakan diri sebagai seorang pelayan. Kiranya

pengalaman-pengalaman berharga yang saya peroleh dapat menjadi bekal bagi saya ketika

menjadi pelayan nantinya. Terimakasih lebih khusus kepada kak Daud, kak Tian, kak Tato’,

Raya, Erik atas kekeluargaan yang boleh terjalin. Biarlah kita semuanya senantiasa diberkati

oleh Tuhan.

Ketuju, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada semua anggota Persekutuan

Mahasiswa Kristen Salatiga (PMKS3). Terimakasih segala pengalaman menarik yang boleh

saya terima selama bergabung dalam organisasi. Kepada kakak Kelompok Tumbuh Bersama

(KTB) kak delon, kepada saudara KTB saya Adrian, Nael. Terimakasih telah menjadi kakak

dan saudara bagi saya di salatiga. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepadan adik-

adik KTB saya Atan, Berti, dan Daus. Terima kasih telah bersedia untuk berjuang dalam

menjalani proses pertumbuhan di dalam Tuhan. Biarlah Tuhan memberkati adik-adik

senantiasa dalam kehidupan adik-adik. Selanjutnya saya ingin mengucapkan terimakasih

Page 8: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

viii

kepada saudara-saudara PMKS3 angkatan 2013. Terima kasih untuk kebersamaan yang

terjalin biarlah Tuhan memberkati saudar-saudara sekalian. Tidak lupa juga saya

mengucapkan terimakasih kepada Staff dan semua kakak-kakak yang telah membimbing saya

selama bergabung dalam PMKS3, terutama pada waktu saya menjadi ketua. Terakhir, saya

ingin menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kesalahan dan

kelemahan saya. Kiranya Tuhan selalu hadir dalam organisai PMKS3, dan selalu

membimbing kakak-kakak, saudara-saudara, serta adik-adik semua. Jayalah PMK! Selemat

bertumbuh menjadi murid Tuhan yang setia, taat, dewasa, tangguh dan menjadi teladan

sehingga menjadi berkat yang nyata bagi keluarga, gereja dan masyarakat (poin pertama Visi

PMKS3).

Penulis

Page 9: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ................................................... iii

PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ........................................ iv

PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI .................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................... ix

MOTTO ................................................................................................. xi

ABSTRAK ............................................................................................. xii

1. Pendahuluan ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah, Tujuan, Metode Penelitian ..................... 4

1.3 Manfaat Penelitian dan Sistematika Penulisan ...................... 6

2. Teori .................................................................................................. 6

2.1 Stratifikasi Sodial ..................................................................... 7

2.2 Simbol .......................................................................................... 9

2.3 Ritus ............................................................................................. 12

2.4 Identitas Sosial ............................................................................. 13

3. Peneltian............................................................................................ 15

3.1 Gambaran Singkat Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo............. 15

3.2 Pembagian Makanan Berupa Daging Babi .............................. 16

3.3 Tanggapan Majelis dan Warga Jemaat ............................... 20

Page 10: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

x

4. Makna dan Manfaat Pembagian Daging Babi .............................. 21

4.1 Makna Pembagian Daging Babi ............................................. 21

4.2 Manfaat Pembagian Daging Babi ........................................... 24

5. Penutup ............................................................................................ 26

5.1 Kesimpulan ............................................................................... 26

5.2 Saran .......................................................................................... 27

Daftar Pustaka ..................................................................................... 28

Page 11: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

xi

MOTTo

“Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh Iman; itu

bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil

pekerjaanmu: jangan ada yang memegahkan diri. Karena kita

ini buatan Allah diciptakan dalam Kristus Yesus untuk

melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah

sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya”

Efesus 3:8-10

Page 12: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

xii

Abstrak

Pembagian daging babi dengan potongan yang berbeda-beda adalah tradisi

yang dilaksanakan oleh masyarakat Simbuang Tana Toraja, termasuk di dalamnya Gereja

Toraja Jemaat Lebo-Lebo. Potongan daging babi yang berbeda-beda tersebut menjadi hal

yang menarik untuk diteliti. Oleh karenanya sangat penting untuk memahami makna dan

manfaat dari potongan daging babi yang berbeda-beda tersebut. Upaya pemahaman terhadap

pembagian daging babi kemudian dibandingkan dengan argumen para ahli, terlebih khusus

yang berkaitan dengan Stratifikasi Sosial, Simbol, Ritus dan Identitas Sosial.

Ketertarikan untuk memahami makna dan manfaat pembagian daging babi dengan

potongan yang berbeda-beda tentu menyebabkan penulis harus hadir untuk menyaksikan

secara langsung pelaksanaan tradisi tersebut. Oleh karenanya di dalam penelitian yang

dilaksanakan, wawancara secara mendalam terhadap tokoh masyarakat, Pendeta, Majelis

Jemaat dan Warga Jemaat perlu untuk dilakukan.

Setelah melaksanakan hal di atas, maka pembagian daging babi dengan potongan

yang berbeda-beda dapat dipahami sebagai bentuk penghargaan kepada orang yang

mempunyai kedudukan dalam masyarakat dan dalam gereja. Selanjutnya, pembagian daging

babi menjadi tradisi yang harus tetap dipertahankan oleh masyarakat Simbuang.

Kata kunci : Daging babi, pengucapan syukur (rambu tuka’), Stratifikasi Sosial, Simbol,

Ritus, Identitas Sosial

Page 13: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

1

Bagian I : Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Manusia dalam upayanya untuk menjalani kehidupan, setidaknya akan diperhadapkan

dengan dua peristiwa penting, yakni kedukaan dan pengucapan syukur. Kedukaan menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah peristiwa di mana seseorang mengalami

kesusahan atau kesedihan yang mendalam di dalam hatinya, sementara pengucapan syukur

adalah ungkapan terima kasih kepada Sang Pencipta karena suatu hal yang dialami dalam

kehidupan.1

Apabila kedua hal di atas ditarik masuk ke dalam konteks kehidupan masyarakat

Toraja, terlebih khususnya warga Gereja Toraja, maka masyarakat Toraja mengenal peristiwa

tersebut sebagai Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’. Rambu Solo’ adalah upacara keagamaan

yang dilakukan pada saat masyarakat Toraja sedang mengalami kedukaan, sementara Rambu

Tuka’ merupakan pengucapan syukur atas perisitiwa-peristiwa menggembirakan yang

dialami.2

Dalam upaya mempermudah memahami istilah Rambu Solo’ dan Rambu Tuka’, maka

penulis akan menjelaskan terjemahan istilah tersebut ke dalam bahasa Indonesia. Rambu

Tuka’ terdiri atas dua suku kata yaitu rambu yang dapat diartikan sebagai “asap”, sementara

tuka’ bisa diartikan sebagai “naik”.3 Melalui hal tersebut, rambu tuka’ dapat dipahami

sebagai persembahan syukur yang dilakukan oleh masyarakat Toraja, yang ditujukan kepada

Puang Matua atau Tuhan Allah, dewa-dewa dan arwah (jiwa) para leluhur yang telah

menjadi dewa (tomembali puang).4 Penting juga untuk dipahami bahwa persembahan

tersebut biasanya dilakukan oleh masyarakat Toraja mulai dari pagi sampai tengah hari.5

Selanjutnya, rambu solo’ yang juga terdiri atas dua suku kata yaitu rambu yang dalam

bahasa Indonesia berarti asap, kemudian solo’ yang dalam bahasa Indonesia berarti turun.

Dengan adanya penjelasan yang demikian, maka rambu solo’ dapat dipahami sebagai

ungkapan dukacita yang dilakukan dengan cara memberikan persembahan yang ditandai

dengan pemotongan kerbau atau babi yang ditujukan kepada jiwa orang atau keluarga yang

1 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Tiga, (Jakarta : Balai Pustaka

2015), 1115. 2 A. T. Marampa’, Mengenal Toraja, (Penerbit tidak dicantumkan) 59-66.

3 Th. Kobong dkk., Aluk, Adat, dan Kebudayaan Toraja Dalam Perjumpaan Dengan Injil, (Tana Toraja :

Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja), 6. 4 Th. Kobong dkk., Aluk, Adat, dan Kebudayaan, 6.

5 Th. Kobong dkk., Aluk, Adat, dan Kebudayaan, 6.

Page 14: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

2

meninggal.6 Lebih jauh lagi dapat dipahami bahwa kerbau dan babi yang dipersembahkan

untuk keluarga yang meninggal akan menjadi bekal untuk memperoleh keselamatan.7

Penulis tidak akan membahas kedua ritus ini, melainkan hanya akan fokus untuk

membahas bagian yang kedua yaitu pengucapan syukur atau rambu tuka’. Perlu dipahami

bahwa bentuk-bentuk pengucapan syukur yang dilakukan oleh masyarakat Toraja berbeda-

beda, oleh karenanya penulis akan berupaya untuk menjelaskan pemahaman tentang rambu

tuka’ secara umum terlebih dahulu, lalu kemudian menjelaskan pengucapan syukur atau

rambu tuka’ yang dilaksanakan oleh Gereja Toraja di Simbuang.8

Rambu tuka’ yang dilaksanakan oleh masyarakat Toraja secara umum memiliki

pemahaman yang sama yaitu tanda ungkapan syukur kepada Tuhan yang ditandai dengan

pemotongan ayam atau babi.9 Bentuk-bentuk rambu tuka’ yang biasa dilakukan oleh

masyarakat Toraja adalah mangrara banua (ungkapan syukur atas rumah yang baru selesai

dibangun), ma’bugi’ (ungkapan syukur yang dilakukan setelah panen), dan beberapa hal

lainnya.10

Hal penting yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan kegiatan-kegiatan rambu

tuka’ di atas adalah walaupun bentuk pengucapan syukurnya sama, namun cara-cara untuk

melakukan pengucapan syukur tersebut berbeda-beda. Nampaknya hal tersebut terjadi karena

Toraja awalnya terbagi atas tiga bagian, yaitu timur, tengah, barat. Ketiga bagian ini memiliki

pemimpin yang berbeda-beda. Adanya pemimpin yang berbeda-beda, mengakibatkan

masyarakat Toraja melakukan acara rambu tuka’ dengan cara yang berbeda pula. Pemimpin

yang di bagian timur diberi gelar Pong, misalnya Pong Tiku, Pong Simpin, sementara di

bagian tengah diberi gelar Puang, misalnya Puang Ri Buntu’, Puang Ri Papa Sura’, dan

terakhir di bagian barat diberi gelar Ma’dika, misalnya Ma’dika Simbuang, Ma’dika

Mamasa.11

Dengan melihat penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa rambu tuka’ yang

dilaksanakan masyarakat Simbuang termasuk warga Gereja Toraja saat ini adalah rambu

tuka’ yang peraturannya pada waktu itu ditentukan oleh Ma’dika Simbuang.

Pengucapan Syukur atau Rambu Tuka’ yang dilakukan oleh warga gereja Toraja di

Simbuang biasanya dilakukan pada saat acara pernikahan, selesai membangun rumah baru,

6 Th. Kobong dkk., Aluk, Adat, dan Kebudayaan, 6.

7 A.T. Marampa’, Mengenal Toraja, 65.

8 Simbuang adalah salah satu kecamatan di Tana Toraja, bagian Barat.

9 A.T. Marampa’, Mengenal Toraja, 59.

10 A.T. Marampa’, Mengenal Toraja, 60.

11Frans Bararuallo, kebudayaan Toraja,(Jakarta : Universitas Atma Jaya 2010), 33.

Page 15: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

3

ulang tahun anak (biasanya yang berusia satu tahun), acara kelulusan wisuda, natal keluarga,

dan beberapa bentuk pengucapan syukur lainnya. Hal menarik dari pengucapan syukur atau

rambu tuka’ yang dilakukan oleh warga Gereja Toraja jemaat lebo-lebo di simbuang adalah

di akhir dari acara pengucapan syukur, yakni pada saat pembagian makanan. Dikatakan

menarik sebab pada saat acara makan, masing-masing orang akan diberikan lauk berupa

daging babi oleh keluarga atau panitia yang dibentuk dengan potongan yang berbeda-beda.

Potongan-potongan lauk tersebut ditentukan oleh jabatan atau kedudukan seseorang dalam

masyarakat atau gereja. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi kedudukan

seseorang dalam gereja atau pun masyarakat, maka semakin besar potongan daging babi yang

didapatkan.

Realita di atas, tentu saja memunculkan pemahaman yang perlu untuk dipahami lebih

dalam. Dikatakan demikian karena orang-orang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam

gereja atau pun masyarakat seperti pendeta, majelis jemaat, camat, lurah, mendapatkan

penghargaan dari keluarga dengan memperoleh potongan daging yang besar, sementara

undangan lainnya yang berasal dari strata sosial yang rendah memperoleh jumlah yang

sedikit dari mereka yang memperoleh strata sosial yang tinggi.

Dari perspektif kristen kita akan menjumpai bahwa pembagian daging babi dalam

acara pengucapan syukur yang dilakukan oleh waraga Gereja Toraja tidak sesuai dengan apa

yang diajarkan dalam kekristenan. Dikatakan demikian karena kekristenan mengajarkan

berita baik tentang Yesus Kristus, yang inti ajarannya adalah mengasihi sesama manusia

seperti mengasihi diri sendiri (Matius 22:37-40).12

Dalam kasih tersebut, manusia dituntut

untuk menerapkan kesetaraan dengan semua orang, sesama, dan hukum.

Lebih jauh lagi dalam Yohanes 15:14 dikatakan bahwa “kamu adalah sahabat-Ku,

jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu”. Hal ini berarti bahwa ketika umat

kristiani melakukan pembagian daging babi dengan potongan yang berbeda-beda, maka

potongan tersebut diberikan layaknya seorang sahabat memberikan sesuatu kepada

sahabatnya. Dengan kata lain, potongan daging babi yang diberikan dibagi secara merata.

Permasalahan yang telah penulis kemukakan di atas, menarik untuk diteliti, sebab hal

tersebut mengandaikan bahwa ada stratifikasi sosial yang secara umum tetap dipertahankan

oleh gereja, padahal injil mengajarkan kesetaraan untuk mengasihi manusia tanpa membeda-

bedakan. Hal ini tentu saja menimbulkan keresahan bagi beberapa anggota jemaat atau

12

G. C. Van NIFTRIK dan B. J. BOLAND, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1981), 405-406.

Page 16: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

4

masyarakat, terlebih khususnya bagi mereka yang memiliki stratifikasi sosial yang rendah.

Namun, hal yang perlu dipertimbangkan adalah ketika pembagian daging dengan potongan

yang berbeda-beda tersebut dihilangkan karena dianggap bertentangan dengan injil, maka

orang Toraja akan kehilangan identitasnya. Pertanyaan yang muncul adalah apakah

penerimaan akan injil mengakibatkan kita harus kehilangan budaya kita?

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka melalui penelitian ini penulis akan

menggunakan dua pertanyaan penelitian, yaitu :

Apa makna pembagian makanan sesuai dengan strata sosial dalam acara

pengucapan syukur yang dilakukan oleh warga Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo,

di Simbuang, Toraja?

Apa manfaat pembagian makanan dalam acara pengucapan syukur bagi Gereja

Toraja Jemaat Lebo-Lebo, di Simbuang?

1.3 Tujuan Penelitian

Alasan penulis untuk mengajukan dua pertanyaan penelitian di atas adalah

Mendeskripsikan tentang apa sebenarnya yang menjadi makna dari pembagian

daging yang berbeda-beda dalam acara pengucapan syukur yang dilakukan oleh

warga Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo di Simbuang.

Mendeskripsikan tentang apa sebenarnya yang menjadi manfaat pembagian

daging babi dengan potongan berbeda-beda yang dilakukan oleh Gereja Toraja

Jemaat Lebo-Lebo Simbuang.

1.4 Metode Penelitian

a) Jenis Penelitian Lapangan

Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan metode penelitian

kualitatif, yang bertujuan untuk mengumpulkan data deskriptif yang

mendeskripsikan objek penelitian secara rinci dan mendalam dengan maksud

mengembangkan konsep atau pemahaman dari suatu gejala.13

Dengan

menggunakan metode kualitatif, penulis dapat mendeskripsikan secara mendalam

13

B. Sandjaja dan Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2006), 49-50.

Page 17: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

5

makna pembagian makanan dengan potongan daging yang berbeda dalam acara

pengucapan syukur di Gereja Toraja jemaat lebo-lebo, Simbuang.

b) Informan

Ada pun yang menjadi Informan dalam penelitian ini adalah Pendeta,

Majelis Gereja Toraja jemaat Lebo-Lebo di Simbuang, 20 anggota jemaat (10

Laki-laki dan 10 Perempuan) dengan usia minimal 30 tahun, dan tokoh masyarakat

yang memahami makna pembagian daging babi dengan potongan yang berbeda.

c) Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara :

Pertama, melakukan wawancara secara mendalam terhadap Pendeta,

Majelis Jemaat, dan warga Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo (10 Laki-Laki dan 10

Perempuan.

Kedua, melakukan wawancara mendalam terhadap tokoh-tokoh masyarakat

yang memahami pembagian daging babi dengan potongan yang berbeda-beda.

Ketiga, melakukan pengamatan pada pelaksanaan pembagian daging babi

dalam acara pengucapan syukur yang dilaksanakan oleh Gereja Toraja Jemaat

Lebo-Lebo.

Teknik pengumpulan data di atas mengacu pada teori-teori yang telah

disusun.

d) Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Gereja Toraja jemaat Lebo-Lebo, Simbuang,

kecamatan Simbuang, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Alasan penulis memilih lokasi tersebut dikarenakan sepengetahuan penulis

warga Gereja Toraja jemaat Lebo-Lebo mayoritas pekerjaannya adalah petani,

namun mereka masih melakukan pembagian makanan dengan potongan daging

yang berbeda-beda pada waktu melakukan acara pengucapan syukur.

e) Teori-teori

Ada pun teori-teori yang akan digunakan dalam penelitan ini adalah teori-teori

yang berkaitan dengan stratifikasi sosial, simbol, ritus, serta teori yang berkaitan

dengan identitas sosial.

Page 18: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

6

1.5 Manfaat Penelitian

1) Untuk melestarikan nilai-nilai positif yang ada dalam budaya dan tradisi lokal

masyarakat, serta mengajak warga jemaat untuk memahami budaya tersebut

sebagai instrumen penting dalam kehidupan.

2) Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai bagaimana

melakukan penghayatan iman yang bernuansa budaya.

1.6 Sistematika Penulisan

Berikut ini adalah sistematika penulisan yang akan penulis lakukan :

I. Bagian pertama berisi tentang pendahuluan, rumusan masalah, metode penelitian,

tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Di dalam bagian ini penulis akan

menjelaskan apa yang melatarbelakangi penulis mengangkat judul “Studi Sosio

Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi Menurut Warga Gereja Toraja

Jemaat Lebo-Lebo, Simbuang. Selanjutnya, penulis akan menyebutkan apa yang

menjadi rumusan masalah, metode penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat

penelitian.

II. Pada bagian kedua akan dipaparkan teori-teori yang berkaitan dengan judul di

atas.

III. Bagian ketiga berisi hasil penelitian yang telah penulis laksanakan di Gereja

Toraja Jemaat Lebo-Lebo, Simbuang, Tana Toraja.

IV. Bagian keempat berisi tentang analisa. Di dalam bagian ini penulis akan

membandingkan argumen dari para ahli dan realita pembagian makanan berupa

daging babi yang terjadi di Jemaat Lebo-Lebo.

V. Bagian kelima berisi tentang kesimpulan dan saran yang dapat penulis sampaikan

dalam penelitian ini.

Bagian II : Teori

Kajian studi yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah makna dan manfaat

pembagian makanan daging babi sesuai dengan strata sosial yang dilakukan oleh warga

Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo, Simbuang. Oleh karena itu, teori yang akan dipakai dalam

penelitian ini adalah teori yang berkaitan dengan stratifikasi sosial, simbol,ritus, serta teori

yang berkaitan dengan identitas sosial.

Page 19: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

7

2.1 Stratifikasi Sosial

Stratifikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah adanya

pembedaan yang terjadi pada penduduk atau pun masyarakat ke dalam kelas-kelas secara

bertingkat atas dasar kekuasaan, hak-hak istimewa, dan prestise.14

Sanderson berpendapat bahwa stratifikasi sosial merupakan sebuah fenomena yang di

dalamnya terdapat dua atau lebih kelompok-kelompok bertingkat.15

Sejalan dengan

pernyataan tersebut, Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa stratifikasi sosial dapat

dipahami sebagai sebuah paham yang menggolongkan masyarakat ke dalam tingkat yang

berbeda-beda.16

Ada masyarakat yang berada dalam kategori masyarakat dengan kedudukan

tinggi dan ada masyarakat yang tergolong dalam kedudukan rendah.17

Melalui hal tersebut,

stratifikasi sosial dapat dipahami sebagai tingkatan atau kedudukan sosial seseorang dalam

masyarakat, berdasarkan kedudukan atau kekuasaan yang dimilikinya.

Munculnya pemahaman stratifikasi sosial tentu saja tidak terlepas dari pemikiran

Max Weber. Menurut analisisnya, ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya stratifikasi

sosial, yaitu kelas, status, dan partai.18

Pertama, kelas. Max weber mengemukakan bahwa

kelas lebih mengacu kepada kebutuhan manusia dalam hal ekonomi.19

Argumen tersebut

menimbulkan pertanyaan tentang kelas ekonomi seperti apa yang dimaksudkan, sebab ada

begitu banyak macam kelas ekonomi. John Golthrope misalnya, menggolongkan sebelas

kelas ekonomi, yaitu pemilik properti besar, pengusaha kecil, petani, wiraswastawan, kerja

pelayanan, pekerja rutin nonmanual, pekerja manual, pekerja terampil, pekerja tanpa

keterampilan, dan buruh tani.20

Nampaknya kelas ekonomi yang dimaksudkan oleh Weber adalah kelas sosial.

Pemikiran tersebut berangkat dari pemahaman bahwa semua individu memiliki peluang yang

sama dalam hal ekonomis, misalnya membeli rumah. Hanya saja ada individu yang dengan

sendirinya akan tersingkir sebab individu tersebut tidak memiliki modal untuk bersaing.21

Kedua, status. Weber mengemukakan bahwa status mengacu kepada sebuah

komunitas, dan individu yang menjadi anggota dari komunitas tersebut memiliki derajat yang

14

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar, 1092. 15

Stephen K. Sanderson, Makro Sosiologi : Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial, (Jakarta : RajaGrafindo Persada 2010), 146.

16 Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat, (Jakarta : CV. Rajawali

1984), 247. 17

Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi, 247. 18

George Ritzer dan Doughlas J. Goodman, Teori Sosiologi, (Bantul : Kreasi Wacana 2011), 138. 19

George Ritzer dan Doughlas J. Goodman, Teori Sosiologi, 138. 20

Jhon Scott, Sosiologi : The Key Concepts, (Jakarta : RajaGrafindo Persada), 47. 21

Soerjono Soekanto, Beberapa Teori Sosiologi, 252.

Page 20: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

8

berbeda.22

Sejalan dengan pemikiran Weber, Soekanto menjelaskan status dengan bahasa

yang lebih sederhana yaitu tempat atau posisi individu dalam kelompok sosial.23

Ketiga,

partai. Weber menjelaskan poin yang ketiga ini sebagai sarana bagi individu untuk meraih

kekuasaan yang tidak hanya diupayakan untuk dicapai dalam negara, melainkan juga dalam

klub-klub sosial.24

Dengan kata lain, dalam upaya untuk memperoleh kekuasaan, partai akan

berupaya untuk merekrut pengikut-pengikutnya dari klub-klub sosial dan dari negara.25

Hal menarik dari stratifikasi sosial yang disampaikan oleh Weber di atas adalah kelas,

status, dan partai, memiliki sifat multidimensional.26

Artinya bahwa individu dapat

memperoleh peringkat yang tinggi di satu dimensi, dan di saat yang bersamaan individu bisa

memperoleh peringkat terendah di dimensi lainnya.27

Dengan adanya pemahaman yang

demikian maka dapat dipahami bahwa stratifikasi sosial yang ada dalam masyarakat menurut

pemahaman Weber tidak akan mutlak didominasi oleh satu individu saja, dikarenakan

individu tidak dapat atau pun sulit untuk memperoleh peringkat tertinggi dari ketiga basis

stratifikasi sekaligus.

Adanya penjelasan mengenai kelas, status, dan partai di atas menimbulkan

pemahaman bahwa stratifikasi muncul karena adanya upaya individu untuk memperoleh

kekuasaan.28

Apabila dipahami demikian, maka agaknya jelas bahwa individu dalam

menjalani kehidupannya tidak selamanya berjuang untuk memperoleh kekayaan, melainkan

individu juga berjuang untuk memperoleh kekuasaan dan penghormatan baik dalam

kehidupan sosial maupun dalam kehidupan politik.29

Singkatnya kelas, status, dan partai

adalah fenomena dari distribusi kekuasaan dalam sebuah komunitas.30

Pertanyaan menarik yang perlu dimunculkan adalah apakah status dan strata sosial itu

dapat berubah? Menjawab hal tersebut, perlu dipahami bahwa status dan strata sosial

seseorang dalam masyarakat ada dua macam, yaitu status yang diperoleh berdasarkan

keturunan (Ascriebed Status), dan status yang yang diperoleh atas usaha yang disengaja

(Achieved Status).31

Apabila melihat keduanya, Ascribed Status secara jelas tidak dapat

22

George Ritzer dan Doughlas J. Goodman, Teori Sosiologi, 138-139. 23

Soerjono Soekanto, Sosiologi : Suatu Pengantar, (Jakarta : RajaGrafindo Persada), 208. 24

George Ritzer dan Doughlas J. Goodman, Teori Sosiologi, 139. 25

Max Weber, Sosiologi, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), 233-234. 26

George Ritzer dan Doughlas J. Goodman, Teori Sosiologi, 138. 27

George Ritzer dan Doughlas J. Goodman, Teori Sosiologi, 138. 28

Max Weber, Sosiologi, 217. 29

Max Weber, Sosiologi,217. 30

Max Weber, Sosiologi,217. 31

Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2002), 93.

Page 21: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

9

berubah, sebab status diperoleh berdasarkan kelahiran atau keturunan dalam masyarakat.32

Sebaliknya, Achieved Status justru memungkinkan perubahan status tersebut terjadi. Hal ini

dapat dicapai melalui perjuangan dari individu-individu. Seseorang bisa saja menjadi

presiden, hakim, dokter, menteri, asalakan orang tersebut mau berjuang dengan keras untuk

memperolehnya.33

Upaya seseorang untuk memperoleh status yang lebih tinggi dalam masyarakat,

nampaknya tidak terlepas dari motivasi untuk memperoleh penghargaan dalam masyarakat.

Dikatakan demikian karena semakin besar kedudukan seseorang dalam masyarakat (ekonomi,

politik, sosial) maka semakin besar penghargaan yang akan diberikan oleh masyarakat

terhadap dirinya.34

Jika demikian, maka dapat juga dipahami bahwa semakin rendah

kedudukan seseorang dalam masyarakat, maka penghargaan terhadap dirinya pun akan

menjadi semakin rendah.

Ada berbagai bentuk penghargaan yang dapat diterima dalam masyakat jika memiliki

status yang tinggi. Salah satu contohnya adalah ia dapat berinteraksi secara mudah dengan

masyarakat.35

Interaksi itu dicapai bukan karena individu dari orang tersebut, melainkan

karena status tinggi yang dimilikinya dalam masyarakat.36

2.2 Simbol

Manusia dalam menghadapi realita kehidupan di masa kini, tentu tidak dapat

melepaskan dirinya dari pertanyaan tentang mengapa hal tersebut terjadi. Upaya untuk

berefleksi tersebut, kemudian akan membawa manusia kembali menelusuri hal-hal yang

terjadi di masa lalu.

Refleksi manusia yang demikian bila dikaitkan dengan pemahaman akan simbol bisa

dikatakan memiliki kesamaan. Namun sebelumnya, penting juga untuk memahami mitos,

sebab mitos erat kaitannya dengan simbol. Kata mitos berasal dari bahasa Yunani, yang

awalnya memiliki hubungan yang erat dengan agama.37

Mitos pada zaman purba diyakini

32

Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, 88. 33

Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, 93. 34

Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, 83-84. 35

Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, 93. 36

Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, 93.

37 Peter L. Berger, Pyramid of Sacrifice, diterjemahkan oleh A. Rahman Tolleng, Piramida Kebudayaan

Manusia, (Nama Tempat Terbit Tidak Dicantumkan : Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1982), 15.

Page 22: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

10

sebagai istilah merujuk kepada adanya campur tangan mahkluk-mahkluk atau kekuatan gaib

dalam kehidupan manusia.38

Mitos dipahami sebagai upaya manusia untuk merenungkan bahwa keberadaan

dirinya tidak terjadi begitu saja. Kesadaran akan hal tersebut, lalu kemudian membuat

manusia meyakini bahwa ada begitu banyak fenomena-fenomena dalam kehidupan ini yang

sulit untuk dipahami oleh manusia.39

Manusia meyakini bahwa keberadaan itu terjadi karena

adanya campur tangan dari Yang Ilahi.40

Pemahaman akan sumber keberadaan itulah yang

kemudian membuat manusia membentuk simbol, dalam hal ini bahasa simbolik untuk

berefleksi terhadap Yang Ilahi.41

Selain itu, mitos juga dijadikan oleh sekelompok individu

sebagai penuntun atau arah dalam menjalani kehidupannya untuk menjadi orang yang

bijaksana di dunia.42

Oleh karenanya, simbol kemudian hadir untuk membantu memahami

cara menjalani kehidupan sesuai dengan yang dikehendaki oleh Yang Ilahi.43

Penjelasan di atas dapat dipahami sebagai simbol yang bernuansa religi. Ternyata

selain simbol religi, ada juga simbol yang lain yaitu simbol dalam tradisi atau adat istiadat,

yang berupaya untuk mewariskan upacara-upacara adat secara turun temurun.44

Meskipun

demikian, simbol tradisi ini pada akhirnya akan kembali kepada hal yang bersifat religi,

sebab tujuan dari upacara tersebut adalah kepada Yang Ilahi.

Defenisi tentang simbol itu sendiri bila melihat akar katanya dalam bahasa Yunani

adalah symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada

seseorang.45

Simbol dapat dijadikan sebagai sesuatu hal yang dapat menuntun individu untuk

memahami sebuah objek.46

Namun perlu diingat bahwa objek yang dipilih adalah objek yang

pemaknaannya telah disepakati secara bersama. Dengan kata lain, simbol yang dibentuk oleh

masyarakat memiliki isi dan bentuk ungkapannya.47

Salah satu contohnya ketika seseorang

38

Peter L. Berger, Pyramid, 15. 39

Claude Levi Strauss, Anthropologie Structurale, diterjemahkan oleh Ninik Rochani Sjams, Antropologi Struktural, (Yogyakarta :Kreasi Wacana, 2005), 277.

40 Hans J. Daeng, Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan : Tinjauan Antropologis, (Yogyakarta :

Pustaka Pelajar 2008), 81. 41

Hans J. Daeng, Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan, 81. 42

Hans J. Daeng, Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan, 81-82. 43

Hans J. Daeng, Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan, 82-83. 44

Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa, (Yogyakarta :Penerbit Ombak 2008), 48. 45

Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa, 17. 46

Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa, 18. 47

Emanuel Martasudjita, Liturgi : Pengantar Untuk Studi dan Praksis Liturgi (Yogyakarta : Penerbit Kanisius 2011), 131.

Page 23: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

11

membawa rangkaian bunga kepada kerabat yang berduka, maka yang menjadi fokus bukan

bunganya, melainkan tanda turut berdukacita atas kerabat tersebut.48

Selain penjelasan di atas, simbol juga dapat dipahami sebagai lambang atau tanda

yang dibentuk oleh masyarakat untuk menggambarkan atau mengingatkan mereka akan apa

yang disimbolkan.49

Dengan kata lain, pemaknaan terhadap simbol yang dibentuk oleh

masyarakat akan menjadi warisan bagi generasi berikutnya, dan simbol itu akan tetap

dimaknai sebagaimana yang dimaknai oleh masyarakat yang membentuk simbol tersebut.

Hal penting yang perlu dipahami adalah tidak semua tanda dapat dipahami sebagai

simbol, namun semua simbol dapat dipahami sebagai tanda.50

Untuk lebih memperjelas

perbedaan diantara keduanya, maka penulis akan menjelaskan perbedaan antara simbol dan

tanda.

Dalam simbol setidaknya terdapat empat macam ciri pokok. Pertama, simbol

merupakan tanda yang bukan sekedar suatu ungkapan kosong belaka, melainkan simbol

menunjuk suatu realitas atau tindakan nyata dan real.51

Kedua, simbol dipahami sebagai

realitas yang mengatasi hal indrawi, seperti halnya Allah yang transenden.52

Ketiga, simbol

yang muncul dalam masyarakat karena kebersamaan.53

Contohnya bendera merah putih yang

diakui oleh masyarakat Indonesia sebagai simbol identias dirinya.54

Keempat, simbol bukan

hanya ada dalam tataran rasional belaka, melainkan menyapa dan menyentuh seluruh diri

manusia dan benar-benar menyentuh pengalaman hidup manusia.55

Berbeda dengan simbol, tanda dapat digolongkan dalam dua bagian, yakni tanda

alamiah dan tanda konvensional. Tanda alamiah merupakan tanda yang terjadi secara alami,

seperti tangisan bayi karena ia lapar, anjing menggonggong karena ada tamu, asap mengepul

karena ada sesuatu yang terbakar, dan lain sebagainya.56

Sementara tanda konvensional

merupakan tanda yang dibentuk dalam masyarakat atau komunitas.57

Salah satu contohnya

48

Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa, 19. 49

F.W. Dillistone, The Power of Simbols, Diterjemahkan oleh A. Widyamartaya, Daya Kekuatan Simbol(Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2002), 21.

50 E. Martasudjita, Sakramen-Sakramen Gereja : Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral (Yogyakarta :

Penerbit Kanisius, 2013), 31. 51

E. Martasudjita, Sakramen-Sakramen Gereja : Tinjauan Teologis, 31. 52

E. Martasudjita, Sakramen-Sakramen, 32. 53

E. Martasudjita, Sakramen-Sakramen, 32. 54

E. Martasudjita, Sakramen-Sakramen, 32. 55

E. Martasudjita, Sakramen-Sakramen, 32. 56

E. Martasudjita, Sakramen-Sakramen Gereja : Tinjauan Teologis, 33. 57

E. Martasudjita, Sakramen-Sakramen Gereja : Tinjauan Teologis, 33.

Page 24: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

12

adalah tanda rambu lalu lintas, ketika berwarna hijau maka pengendara boleh berjalan terus

dan warna merah berarti pengendara wajib untuk berhenti.58

2.3 Ritus

Apabila berbicara tentang ritus, maka tentu saja yang muncul pertama dalam

pemikiran kita adalah tata upacara atau perayaan keagamaan yang dilakukan di dalam

masyarakat.59

Upacara keagamaan atau ritus muncul dengan tujuan untuk memberi makna

terhadap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.60

Namun perlu diasadari bahwa

upacara keagamaan yang dilaksanakan, tidak dilakukan oleh semua masyarakat secara

unviersal. Artinya bahwa ritus berlandaskan pada kepercayaan dan pengalaman-pengalaman

yang sama dalam masyarakat, sehingga menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat

moral atau moral comunity.61

Ritus sebenarnya memiliki hubungan yang erat dengan mitos dan simbol. Dikatakan

demikian karena ritus hadir melalui penggunaan simbol-simbol yang berupaya menjelaskan

mitos-mitos yang ada.62

Ritus berfungsi untuk menjadi sarana pengungkapan emosi dalam

masyarakat. Artinya bahwa setiap realita yang terjadi dalam masyarakat disadari sebagai

kehendak dari Yang Ilahi. Dengan kata lain, masyarakat yang melaksanakan ritus menyadari

bahwa mereka tidak berdaya untuk melakukan apa pun di dunia ini, jika Sang Ilahi tersebut

tidak ikut campur tangan di dalamnya.63

Oleh karenanya, ritus mengarahkan masyarakat

untuk melakukan hal-hal yang sakral, kudus, dan ilahi.64

Dalam memahami tentang ritus, setidaknya ada tiga fase yang akan terjadi dalam

masyarakat. Pertama, fase pemisahan. Fase ini merupakan sikap simbolik yang menandakan

pertahanan diri seseorang atau kelompok dari sebuah nilai yang terbentuk dalam struktur

sosial, dari situasi budaya yang ada.65

Kedua, liminalitas. Fase ini merupakan karakteristik

subjek ritual yang ambigu. Individu yang berada pada fase ini diperhadapkan dengan

58

E. Martasudjita, Sakramen-Sakramen Gereja : Tinjauan Teologis, 33.

59Christologus Dhogo, Su’i Uwi : ritus budaya ngadha dalam perbandingan dengan ekaristi,

(Yogyakarta : Ledalero 2009), 48. 60

Iwayan Sudharma, Imade Sumarja, I Putu Putra Kusuma Yudha, Penti Weki Peso Bea Reca Rangga Walin Tahun di Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur, ( Yogyakarta : Penerbit Ombak 2013), 54.

61 Iwayan Sudharma, Imade Sumarja, I Putu Putra Kusuma Yudha, Penti Weki, 54.

62 Christologus Dhogo, Su’i Uwi : ritus budaya, 48.

63 Christologus Dhogo, Su’i Uwi : ritus budaya, 48.

64 Christologus Dhogo, Su’i Uwi : ritus budaya, 49.

65 Victor W. Turner, The Ritual Process, (Harmondsworth : Penguin Books 1969), 80.

Page 25: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

13

kebudayaan yang sama sekali tidak memiliki atribut masa lalu dan masa depan.66

Ketiga,

pengumpulan kembali. Pada fase ini subjek ritual yang dilaksanakan berada dalam kondisi

stabil, dan individu-individu yang melakukan ritual memiliki hak serta kewajiban satu sama

lain, yaitu bersikap sesuai dengan norma dan standar etis yang ada dalam masyarakat.67

Dari ketiga penjelasan di atas, fase yang penting untuk diperhatikan adalah fase kedua

yakni fase liminalitas. Dikatakan demikian karena liminalitas adalah sikap seseorang yang

patuh secara pasif. Mereka harus menerima perintah, menerima hukuman, menerima aturan-

aturan tanpa bisa protes.68

Adanya tuntutan untuk patuh dan taat pada segala peraturan yang

ditetapkan dalam masyarakat, maka masyarakat dituntut untuk wajib hadir secara bersama-

sama untuk melaksanakan ritus kepada yang ilahi. Apabila masyarakat tidak taat untuk

melaksanakan ritus, maka hal itu akan membawa malapetaka bagi dirinya sendiri. Salah satu

contohnya adalah ketika seseorang sedang hamil, maka orang tersebut wajib untuk

melaksanakan ritus-ritus yang telah ditetapkan, sehingga bayi yang dalam kandungan dapat

terhindar dari malapetaka yang disebabkan oleh murka mahkluk halus dan arwah para

leluhur.69

2.4 Identitas Sosial

Identitas dapat dipahami sebagai sebuah upaya bagi beberapa atau pun sekelompok

individu untuk menunjukkan keberadaanya di tengah masyarakat.70

Di zaman sekarang ini,

tentu jelas bahwa ada banyak kelompok-kelompok yang berupaya untuk menunjukkan

identitas mereka. Contohnya para pembela perempuan, masyarakat adat, pembela kaum gay,

dan lain sebagainya.71

Oleh karenanya, menurut pemahaman penulis, identitas sosial dapat

dipahami sebagai sebuah upaya beberapa atau sekelompok individu yang hadir dalam

masyarakat, untuk menunjukkan atau memperjuangkan hal-hal tertentu.

Munculnya identitas terhadap individu selalu dipengaruhi oleh komunitas sosial di

mana individu tersebut berada. Dikatakan demikian karena lokasi sosial individu meliputi

66

Victor W. Turner, The Ritual, 80. 67

Victor W. Turner, The Ritual, 80. 68

Victor W. Turner, The Ritual ,81. 69

Purwadi, Upacara Tradisional Jawa : Menggali Untaian Kearifan Lokal, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), 133.

70 Martin Lukito Sinaga, Identitas Poskolonial gereja suku dalam masyarakat sipil (Yogyakarta : LkiS,

2004), 5. 71

Martin Lukito Sinaga, Identitas Poskolonial, 5.

Page 26: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

14

keberadaan dari indvidu (being) maupun perbuatan dari individu (conduct).72

Melalui hal

tersebut, identitas sosial tidak muncul begitu saja atau terjadi secara alami, melainkan

identitas terbentuk berdasarkan pengakuan masyarakat terhadap individu.73

Pembentukan identitas sosial individu nampaknya penting untuk diperhatikan secara

khusus. Dikatakan demikian karena setiap tindakan yang dilakukan terhadap individu sejak

individu tersebut lahir, akan berpengaruh pada tindakannya dalam komunitas sosial. Misalnya

seorang anak yang tidak diberikan belas kasihan, akan membentuk identitas anak itu menjadi

individu yang tidak memiliki sifat-sifat manusiawi.74

Sebaliknya, seorang anak yang

diberikan rasa hormat, akan berupaya dan berjuang untuk menghormati dirinya sendiri dan

orang lain di sekitarnya.75

Selain pembentukan identitas individu, hal penting yang juga perlu untuk dipahami

adalah pemberian identitas sosial terhadap individu.76

Pemberian identitas yang melekat pada

diri individu akan diupayakan untuk tetap dipertahankan untuk memperoleh pengakuan dari

masyarakat. Dikatakan demikian karena selagi masyarakat mengakui akan identitas sosial

yang ada pada individu, maka identitas individu itu akan tetap ada.77

Sebaliknya, jika

identitas sosial itu tidak lagi mendapat pengakuan dari masyarakat, maka identitas itu secara

otomatis juga akan hilang.78

Salah satu contohnya individu yang awalnya dalam masyarakat

dianggap sebagai orang yang baik, namun pada kenyataannya individu tersebut menjadi

narapidana. Identitas yang melekat pada individu tersebut bukan lagi identitasnya sebagai

individu yang baik, melainkan identitas yang melekat adalah individu tersebut merupakan

mantan narapidana.79

Oleh karenanya, individu tersebut harus berjuang untuk mendapatkan

kembali identitasnya sebagai orang yang baik, walaupun harus diakui bahwa hal itu bukanlah

perkara yang mudah untuk dilakukan.

Individu dalam upayanya untuk menjalin hubungan dengan masyarakat, tentu saja

harus berjuang untuk membangun solidaritas dalam masyarakat. Menurut pemahaman

durkheim, ada dua asas solidaritas yang muncul dalam masyarakat yaitu tipe mekanis dan

72

Peter L. Berger, Invitation to Sociology, A Humanistic Perspective, diterjemahkan oleh Daniel Dhakidae, Humanisme Sosiologi, (Jakarta : Inti Sarana Aksara, 1985), 132.

73 Peter L. Berger, Invitation to Sociology, 140.

74 Peter L. Berger, Invitation to Sociology, 140-141.

75Peter L. Berger, Invitation to Sociology, 141.

76Peter L. Berger, Invitation to Sociology, 141.

77 Peter L. Berger, Invitation to Sociology, 141.

78Peter L. Berger, Invitation to Sociology, 141.

79 Peter L. Berger, Invitation to Sociology, 141-142.

Page 27: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

15

organis.80

Durkheim memunculkan pemikiran ini, sebab ia mengkritik pandangan Hobbes

yang memahami bahwa masyarakat muncul secara tidak alami, melainkan masyarakat

muncul dengan adanya keinginan untuk memenuhi kepentingan-kepentingannya sendiri.81

Menurut Hobbes, karena keinginan untuk mencapai kepentingan pribadi itu tidak dapat

dicapai dengan menggunakan kekerasan karena adanya berbagai peraturan, maka individu

terpaksa untuk mengikuti konstruksi sosial yang dibangun dalam masyarakat.82

Ada pun maksud dari tipe mekanis menurut Durkheim adalah tipe masyarakat yang

didominasi oleh keserupaan. Artinya bahwa individu-individu yang ada dalam masyarakat

menjalani pengalaman-pengalaman hidup yang serupa, memiliki keterampilan-keterampilan

dan kemampuan-kemampuan yang serupa, serta mengembangkan pemikiran-pemikiran dan

sikap-sikap yang sama.83

Masyarakat yang tergolong dalam tipe ini menurut Durkheim

adalah masyarakat tradisional.84

Berbanding terbalik dengan tipe mekanis, tipe organis justru

menekankan tentang perbedaan-perbedaan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota

masyarakat.85

Melalaui hal tersebut, dapat dipahami bahwa tipe mekanik merupakan identitas

apa adanya dalam masyarakat tradisional, sementara identitas organik berkaitan dengan

pembagian kerja dalam masyarakat moderen.

Selain adanya sikap saling membutuhkan dalam masyarakat, identitas kelompok juga

muncul karena adanya kesadaran bersama untuk tetap mempertahankan nilai-nilai

kebudayaan dalam masyarakat.86

Upaya untuk membangun kesadaran bersama tersebut lalu

kemudian dilaksanakan melalui ritus.87

Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa ritus

menjadikan nilai-nilai kebudayaan yang menjadi identitas sosial dalam suatu masyarakat

tetap dipertahankan.88

Bagian III : Penelitian

3.1 Gambaran Singkat Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo

Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo berada di wilayah paling barat kabupaten Tana

Toraja. Lebih tepatnya berada di Kecamatan Simbuang, Kelurahan Sima. Jarak kota

80

Peter Worsley, Introducing Sosiology, diterjemahkan oleh Hartono Hadikusumo, Pengantar Sosiologi : Sebuah Pembanding Jilid 2, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1992), 229.

81Peter Worsley, Introducing, 226.

82Peter Worsley, Introducing, 226-228.

83Peter Worsley, Introducing, 229.

84Peter Worsley, Introducing, 229.

85 Peter Worsley, Introducing,230.

86Christologus Dhogo, Su’i Uwi : ritus budaya, 57.

87 Christologus Dhogo, Su’i Uwi : ritus budaya,48.

88Christologus Dhogo, Su’i Uwi : ritus budaya, 49.

Page 28: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

16

kabupaten (Makale) ke Simbuang kurang lebih 90 KM. Perjalanan ke sana dapat ditempuh

dengan menggunakan kendaraan bermotor selama 4-6 jam.

Jumlah Kepala Keluarga Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo adalah 40 KK.89

Di jemaat

lebo-lebo jumlah Pegawai Negeri Sipil dua orang serta tenaga honorer dua orang. Sisanya

berprofesi sebagai petani

Gambaran singkat tentang Jemaat Lebo-Lebo di atas, kiranya mampu memberikan

gambaran bahwa jemaat tersebut berada di desa. Oleh karenanya tradisi-tradisi dari nenek

moyang mereka tentunya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan, walaupun

mereka sudah menganut kepercayaan kristen.

3.2 Pembagian Makanan Berupa Daging Babi

Orang Toraja terlebih khusus masyarakat Simbuang merupakan bangsa yang hidup

dalam ikatan kekeluargaan yang tinggi dan merasakan bahwa dirinya berada di tengah kuasa-

kuasa yang lain. Oleh karenanya, dalam upaya untuk membangun relasi dengan sesama dan

juga kuasa-kuasa lain maka leluhur orang Toraja telah mengembangkan tradisi-tradisi ritual

dalam dua siklus, yakni siklus kehidupan dan siklus pertanian. Dalam pembahasan ini penulis

tidak akan membahas kedua siklus tersebut, melainkan penulis akan fokus kepada siklus

kehidupan.

Masyarakat Simbuang terlebih khusus agama Aluk Todolo mengenal tiga macam

siklus kehidupan yaitu Aluk Bati’ (kelahiran anak), Aluk Banua (pembangunan rumah baru),

dan Bammayang/ Tananan Dapo’ (Rumah tangga baru/ pernikahan).90

Dalam ketiga siklus

inilah pembagian makanan berupa daging babi itu dilakukan.

Pelaksanaan ketiga siklus ini dikenal dalam kekristenan sebagai ucapan syukur

kepada Tuhan. Padahal dalam masyarakat Tana Toraja, terlebih khususnya Simbuang, ritus-

ritus tersebut maknanya bukanlah pengucapan syukur. Ada pun makna dari ritus-ritus

tersebut adalah pertama, melestrarikan strata sosial yang ada dalam masyarakat. Dengan kata

lain untuk mengetahui di mana letak posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.

Kedua, dalam masyarakat Simbuang ritus dibuat untuk memperkuat solidaritas. Ketiga,

sebagai ungkapan terimakasih kepada Dewa atau Dewata sebab atas perkenaanNyalah

sehingga seorang anak bisa lahir, rumah baru boleh selesai dibangun, dan rumah tangga baru

dapat terebentuk.

89

Wawancara yang dilakukan kepada Pendeta Jemaat. 90

Wawancara yang dilakukan kepada Tokoh Masyarakat Di Simbuang.

Page 29: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

17

Keempat, sebagai bentuk permohonan kepada Dewa atau Dewata agar Ia mampu

memberkati anak yang baru lahir dalam pertumbuhannya, memberkati rumah baru sehingga

terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan (kebakaran, kemalingan dan hal buruk lainnya),

memberkati keluarga baru sehingga mereka tetap hidup sebagai keluarga yang harmonis.

Adanya keinginan masyarakat Simbuang untuk tetap melaksanakan ritus-ritus

tersebut, maka orang kristen memikirkan jalan keluar. Tujuan untuk mencari jalan keluar ini

adalah agar pelaksanaan ritus-ritus tersebut tidak bertentangan dengan iman kristen. Jalan

keluar tersebut diupayakan untuk melakukan transformasi dari makna yang ada dalam adat

menjadi sebuah pengucapan syukur.91

Pertanyaan yang muncul adalah apakah upaya untuk melakukan transformasi tersebut

berhasil. Untuk menjawab hal tersebut maka mari kita melihat hasil penelitian yang penulis

lakukan di Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo, Simbuang.

Cara Menentukan Pembagian Makanan

Sebelum penulis menjelaskan tentang pembagian makanan berupa daging babi, tentu

akan muncul pertanyaan mengapa hewan yang digunakan dalam pengucapan syukur adalah

babi? Apakah tidak bisa menggunakan hewan yang lain? Menjawab pertanyaan ini, perlu

diketahui bahwa pada masa yang lalu sebenarnya orang masih bisa menggunakan ayam.

Orang yang menggunakan ayam adalah orang yang tidak berada, atau memiliki strata sosial

yang rendah dalam masyarakat. Bahkan dalam pernikahan pun ada yang hanya menggunakan

ayam.92

Namun seiring dengan perkembangan yang ada di Simbuang, tidak ada lagi yang

menggunakan ayam dalam melaksanakan pengucapan syukur. Alasannya tentu saja jelas,

yakni merasa malu terhadap orang yang diundang untuk hadir dalam pengucapan syukur.

Selain penjelasan di atas, orang Simbuang juga mengenal istilah “kamu tunui kami

kandei, aku tunui kamu kandei”.93

Secara harafiah kalimat ini berarti “anda yang membakar

kami yang makan, saya membakar anda yang makan” Istilah ini ingin memberikan gambaran

bahwa pembagian makanan berupa daging babi menjadi wadah bagi mereka untuk saling

mendukung satu dengan yang lain. Ketika ada orang yang melaksanakan pengucapan syukur,

maka orang lain akan datang bersama-sama dalam pengucapan syukur untuk bersukacita

91

Wawancara yang dilakukan kepada Tokoh Kristen yang mengubah ritual dari Aluk Todolo, menjadi pengucapan syukur. 92

Wawancara dengan Tokoh adat dan Tokoh Kristen di Simbuang 93

Wawancara dengan Tokoh adat Simbuang dan Tokoh Kristen

Page 30: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

18

bersama-sama, sebaliknya ketika orang yang diundang pun nantinya melaksanakan

pengucapan syukur maka orang yang melaksanakan pengucapan syukur pun wajib hadir.

Setelah menjelaskan tentang alasan mengapa yang harus digunakan adalah daging

babi, maka penulis akan menjelaskan cara menentukan pembagian makanan berupa daging

babi yang dilakukan oleh masyarakat Simbuang, terlebih khususnya Jemaat Lebo-Lebo.

Ucapan syukur yang dilakukan oleh anggota jemaat terlebih khususnya dalam

pembagian daging babi, ditentukan berdasarkan posisi atau kedudukan seseorang dalam

gereja, dan juga dalam masyarakat. Panitia yang ditunjuk untuk melakukan pembagian

daging babi, sebelumnya akan memantau siapa-siapa saja yang hadir dalam ibadah

pengucapan syukur.94

Selanjutnya panitia akan memotong daging babi berdasarkan posisi seseorang dalam

gereja atau pun dalam masyarakat. Setelah daging babi itu selesai dipotong, maka pada waktu

acara makan sudah tiba, panitia yang ditunjuk akan menunjuk beberapa orang untuk

membagi potongan daging babi tersebut.95

Jenis-Jenis Potongan Daging Babi

Ada pun jenis potongan dalam pembagian makanan berupa daging babi terdiri atas 9

macam yaitu Buku Siruk, Buku Lappa, Longa-Longa, Buku Piak, Pattunu, Buku Lengo,

Urang-Urang, Patta’takan (potongan untuk masyarakat umum), dan tawa pea (potongan

daging babi untuk anak-anak).96

Potongan daging babi yang paling tertinggi adalah buku

siruk, lalu kemudian diikuti dengan buku lappa, lalu potongan yang ketiga adalah Longa-

Longa. Selanjutnya Buku Piak, Pattunu, Buku Lengo, Urang-Urang, memiliki posisi yang

sejajar. Potongan berikutnya adalah Patta’takan (potongan untuk masyarakat umum), dan

terakhir tawa pea (potongan daging babi untuk anak-anak).

Kesembilan macam potongan daging babi di atas hanya dapat diperoleh dalam acara

perkawinan. Potongan daging babi yang pertama sampai ketiga (Buku Siruk, Buku Lappa,

Longa-Longa), diberikan kepada orang yang dihargai di dalam masyarakat, termasuk di

dalamnya Pendeta dan Majelis Jemaat. Sementara keempat potongan lainnya (Buku Piak,

Pattunu, Buku Lengo, Urang-Urang) diberikan kepada orang yang memimpin proses lamaran

(dari kaum laki-laki dan perempuan) dan kepada orang tua dari kedua mempelai.

94

Wawancara yang dilakukan dengan panitia yang ditunjuk dalam pengucapan syukur yang dilakukan oleh salah seorang anggota jemaat 95

Pengamatan penulis pada waktu pelaksanaan pengucapan syukur dilakukan. 96

Wawancara dengan salah seorang tokoh masyarakat di Simbuang

Page 31: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

19

Melalui hal tersebut, potongan daging babi dalam acara pengucapan syukur lainnya

seperti kelahiran bayi, pembangunan rumah baru, dan beberapa jenis pengucapan syukur

lainnya hanya mengenal 5 macam jenis potongan yakni Buku Siruk (jenis potongan untuk

kelas sosial tertinggi atau orang baru yang disambut dalam masyarakat), Buku Lappa, Longa-

Longa, Patta’takan (potongan untuk masyarakat umum), dan tawa pea (potongan untuk

anak-anak).97

Masyarakat simbuang, terlebih khususnya warga gereja jemaat lebo-lebo masih tetap

mempertahankan pembagian daging babi berdasarkan posisi atau kedudukan seseorang dalam

gereja atau pun dalam masyarakat karena adanya penghargaan yang diberikan kepada

mereka.98

Ada pun status sosial yang berhak untuk memperoleh potongan daging babi yang

besar adalah Pendeta, Majelis Jemaat, Tokoh-Tokoh Masyarakat. Selain itu, seseorang yang

dianggap tamu akan memperoleh potongan yang tertinggi dari semua golongan masyarakat.

Salah satu contohnya adalah istri dari pendeta jemaat lebo-lebo yang baru pertama kali hadir

di Simbuang. Pada waktu jemaat lebo-lebo melaksanakan pengucapan syukur, maka

potongan tertinggi dari daging babi yakni buku siruk diberikan kepada istri pendeta tersebut.

Lain halnya dengan seseorang yang tidak mempunyai kedudukan dalam gereja maupun

masyarakat, mereka tidak berhak untuk mendapatkan potongan-potongan yang besar seperti

buku siruk, buku lappa, dan longa-longa. Ada pun potongan daging babi bagi masyarakat

atau warga jemaat tersebut adalah pa’tattakan.

Keuntungan Mempertahankan Pembagian Makanan

Masyarakat Simbuang tetap berupaya untuk mempertahankan ritual pembagian

makanan tentu disebabkan karena ada keuntungan yang diperoleh dari pembagian makanan

tersebut. Ada pun keuntungan yang diperoleh adalah masyarakat akan memperoleh

penghargaan dari masyarakat karena tetap mempertahankan tradisi.99

Masyarakat Simbuang

perlu memahami bahwa ada kebiasaan dalam masyarakat yang perlu untuk dilakukan secara

bersama-sama, atau yang masyarakat Simbuang kenal sebagai Ada’.100

Salah satu kebiasaan

tersebut adalah Ada’ Rambu Tuka’ atau pengucapan syukur.101

97

Wawancara dengan tokoh masyarakat di Simbuang. 98

Wawancara dengan tokoh masyarakat di Simbuang, pendapat mayoritas anggota jemaat yang menjadi narasumber 99

Wawancara dengan tokoh masyarakat dan sejalas dengan pendapat majelis jemaat. 100

Wawancara dengan tokoh masyarakat Simbuang, sekaligus tokoh kristen 101

Wawancara dengan tokoh masyarakat Simbuang.

Page 32: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

20

Apabila masyarakat, terlebih khususnya anggota gereja tidak melakukan potongan

daging babi secara berbeda-beda pada waktu pengucapan syukur maka orang tersebut akan

dikucilkan dalam masyarakat. Salah satu contoh yang pernah terjadi adalah pendeta keminjil

yang menolak untuk melayani jemaatnya jika melakukan pembagian makanan berupa daging

babi dengan potongan yang berbeda-beda. Pada akhirnya pendeta tersebut mendapatkan

teguran dari masyarakat setempat dan gereja tersebut dikucilkan dalam masyarakat.102

3.3 Tanggapan Majelis Jemaat dan Warga Jemaat

Pertama, tanggapan Majelis Jemaat Lebo-Lebo. Menurut Majelis Jemaat, pembagian

makanan berupa potongan daging babi yang berbeda-beda adalah hal yang tidak bisa diubah.

Dikatakan demikian karena Jemaat Lebo-Lebo adalah bagian dari adat Simbuang yang

tentunya terikat dengan adat Simbuang. Apabila mereka menentang adat maka mereka akan

berhadapan dengan masyarakat yang ada di Simbuang.103

Dengan adanya penjelesan dari Majelis Jemaat di atas, maka hal menarik yang

muncul adalah ketika penulis bertanya kepada para Majelis Jemaat mengenai pendapat

mereka tentang kasih. Penjelasan yang panjang lebar dari Majelis Jemaat tersebut pada

intinya ingin menyampaikan bahwa kita harus saling mengasihi seperti yang diajarkan Yesus

kepada kita.

Namun, ketika saya mengembalikan pertanyaan ke topik awal yakni bagaimana

tanggapan mereka tentang pembagian daging babi dengan potongan yang berbeda-beda jika

dibandingkan dengan kasih? Majelis secara umum tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut

dan hanya mengatakan bahwa itulah yang menjadi tantangan kita gereja Toraja.

Kedua, tanggapan warga jemaat. Dalam wawancara dengan warga jemaat (10 laki-

laki dan 10 perempuan dengan usia 30 tahun ke atas), penulis dapat menggambarkan bahwa

jemaat dalam keadaan dilema dalam menanggapi pembagian makanan tersebut. Di satu sisi

pembagian makanan dengan potongan yang berbeda-beda merupakan penghargaan yang

diberikan kepada orang-orang yang dihargai dalam masyarakat (termasuk di dalamnya

Pendeta dan Majelis Jemaat). Namun di sisi lain, jemaat beranggapan bahwa pembagian

makanan dengan potongan yang berbeda adalah tindakan yang tidak adil. Terlebih lagi hal itu

bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Yesus yaitu saing mengasihi satu dengan yang

lain.

102

Cerita dari tokoh masyarakat di Simbuang. 103

Wawancara Dengan Majelis Jemaat

Page 33: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

21

Pertanyaan yang penulis lontarkan rupanya menjadi dilematis bagi jemaat sehingga

mereka kebingungan. Di satu sisi jemaat tidak mungkin meninggalkan adat, dan di sisi lain

rupanya mereka memiliki pemahaman bahwa pembagian makanan yang selama ini

diterapkan dalam ibadah pengucapan syukur, rupanya bertentangan dengan apa yang

diajarkan oleh Yesus Kristus.

Bagian IV : Makna dan Manfaat Pembagian Daging Babi

4.1 Makna Pembagian Daging Babi

Pembagian daging babi dengan potongan berbeda-beda yang dilakukan oleh

Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo menurut pemahaman penulis memiliki dua makna yang

penting, yakni penghargaan dan pengucapan syukur.

Penghargaan.

Stratifikasi sosial yang dipahami sebagai penggolongan masyarakat ke dalam tingkat

yang berbeda-beda,104

dapat terlihat secara jelas di dalam pembagian makanan berupa

daging babi yang dilakukan oleh Jemaat Lebo-Lebo.105

Namun sebelumnya, penulis akan

menyebutkan lapisan atau struktur sosial yang dikenal oleh masyarakat Toraja. Ada pun

lapisan tersebut adalah pertama, Tanak Bulaan. Lapisan ini merupakan lapisan sosial

golongan bangsawan tertinggi.106

Kedua, Tanak Bassi. Bagian kedua ini merupakan

lapisan sosial bagi masyarakat yang tergolong ke dalam bangsawan menengah.107

Ketiga,

Tanak Karurung. Orang-orang yang ada di lapisan ini adalah orang-orang yang tergolong

ke dalam masyarakat biasa.108

Keempat, Tanak Kua-Kua. Orang-orang yang terdapat

dalam lapisan ini adalah para hamba atau suruhan.109

Pembagian potongan daging babi yang dilakukan oleh Jemaat Lebo-Lebo,

tidak lagi berdasarkan keempat lapisan sosial yang dijelaskan di atas. Pembagian daging

babi dibagi berdasarkan posisi atau kedudukan seseorang di dalam masyararakat dan di

dalam gereja, seperti Camat, Lurah, Kepala Lembang, tokoh masyarakat, Pendeta dan

Majelis Jemaat.

104

Lihat Bagian dua halaman 8. 105

Lihat bagian 3, halaman 19-20 106

L.T. Tangdilintin, Tongkonan (Rumah Adat Toraja) : Arsitektur dan ragam hias Toraja, (Toraja : Yayasan Lepongan Bulan 1985), 17-18. 107

L.T. Tangdilintin, Tongkonan (Rumah Adat Toraja), 17-18. 108

L.T. Tangdilintin, Tongkonan (Rumah Adat Toraja), 17-18. 109

L.T. Tangdilintin, Tongkonan (Rumah Adat Toraja), 17-18.

Page 34: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

22

Dengan adanya peristiwa tersebut, maka penulis menemukan beberapa hal

menarik.

Pertama, perubahan status sosial dari tradisional ke moderen. Pembagian daging

babi yang tidak lagi dibagi berdasarkan lapisan sosial yang dikenal oleh masyarakat

Toraja, menunjukkan bahwa perubahan itu dimungkinkan untuk terjadi. Namun yang

menjadi pertanyaan adalah jika lapisan sosial itu dapat berubah, lalu mengapa potongan

daging babi yang berbeda-beda itu tidak dapat berubah. Penyebab yang paling mungkin

dari realita tersebut adalah karena perubahan lapisan sosial dari tradisional ke moderen

tidak merusak atau mengganggu kenyamanan masyarakat. Sebaliknya menghilangkan

atau mengubah potongan daging yang berbeda-beda dianggap mengganggu kenyamanan

dalam masyarakat atau bertentangan dengat ada’ (kebiasaan dalam masyarakat).

Kedua,di dalam kehidupan sosial, seseorang bisa mendapat penghargaan yang tinggi

di satu dimensi, namun di dimensi lainnya seseorang bisa mendapat penghargaan yang

rendah.110

Hal ini dapat terlihat di Jemaat Lebo-Lebo. Perlu diketahui bahwa mayoritas

Majelis Jemaat Lebo-Lebo berprofesi sebagai petani. Apabila Majelis Jemaat tersebut

mengikuti ibadah pengucapan syukur yang dilaksanakan oleh Jemaat Lebo-Lebo, maka

mereka akan mendapatkan potongan yang besar dibandingkan dengan anggota jemaat

lainnya.111

Sebaliknya, jika Majelis Jemaat yang berprofesi sebagai petani tersebut

mengikuti ibadah pengucapan syukur yang dilaksanakan oleh jemaat lain, maka ia akan

mendapatkan potongan yang sama dengan masyarakat biasa.

Ketiga, Dalam bagian dua dijelaskan bahwa simbol dapat dipahami sebagai

ciri atau tanda yang memberitahukan sesuatu kepada seseorang.112

Potongan daging babi

yang diberikan kepada individu yang memiliki posisi atau kedudukan di dalam

masyarakat dan di dalam gereja adalah sebuah simbol. Ada pun makna dari simbol

tersebut adalah sebagai bentuk penghargaan kepada mereka. Dengan kata lain dapat

dipahami bahwa pemberian daging babi dengan potongan yang berbeda sama sekali

tidak berniat untuk menerapkan adanya ketidakadilan di dalam masyarkat. Potongan

daging babi yang berbeda justru merupakan simbol bahwa ada orang-orang yang perlu

untuk dihargai di dalam masyarakat. Oleh karenanya mereka harus mendapatkan sesuatu

yang berbeda dari masyarakat biasa.

110

Lihat bagian dua halaman 9. 111

Lihat bagian 3, halaman 19-20. 112

Lihat bagian dua , halaman 11.

Page 35: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

23

Pengucapan Syukur

Pada penjelasan awal di bagian tiga secara jelas dipaparkan bahwa pembagian

makanan berupa daging babi dengan potongan yang berbeda-beda merupakan tradisi

Aluk Todolo.113

Adanya keinginan untuk tetap mempertahankan tradisi pembagian

potongan daging babi yang berbeda-beda, maka tokoh kristen di Simbuang melakukan

transformasi. Namun yang menjadi perhatian adalah pelaksanaan yang dilakukan oleh

orang kristen di Simbuang, terlebih khusus jemaat Lebo-Lebo, rupanya tidak jauh

berbeda. Potongan daging babi yang berbeda-beda rupanya bertentangan dengan apa

yang diajarkan oleh kekristenan. Hal ini dapat terlihat ketika penulis melakukan

wawancara dengan 20 anggota jemaat beserta Pendeta dan Majelis Jemaat. Dalam

wawancara tersebut, ketika penulis bertanya tentang kasih maka pada intinya mereka

mengatakan bahwa kasih adalah mengasihi sesama seperti yang diajarkan oleh Tuhan

Yesus. Namun, ketika saya mengembalikan pertanyaan ke topik awal bagaimana

tanggapan mereka tentang pembagian daging babi dengan potongan yang berbeda-beda,

maka mereka tidak bisa menjawab.114

Keadaan dilematis yang dialami oleh jemaat yakni di satu sisi mempertahankan tradisi

dari nenek moyang, sementara di sisi lain potongan daging babi yang berbeda-beda

rupanya tidak menerapkan kasih secara merata menjadi pergumulan yang serius bagi

jemaat Lebo-Lebo.

Melalui realita di atas, penulis dapat memahami bahwa mengubah atau

menghilangkan tradisi pembagian makanan berupa daging babi dengan potongan yang

berbeda-beda adalah hal yang tidak dapat dilakukan. Dikatakan demikian karena ketika

jemaat Lebo-Lebo menghilangkan hal tersebut, maka ia akan dikucilkan di dalam

masyarakat.

Hal yang dapat dilakukan oleh jemaat menurut pemahaman penulis adalah mengubah

pemahaman terhadap orang-orang yang menerima potongan babi yang tinggi. Artinya

bahwa di dalam pembagian potongan daging babi tersebut tidak ada istilah kelas rendah

atau pun kelas tinggi. Orang-orang yang mendapat potongan daging babi yang besar

dipahami sebagai orang-orang yang ditunjuk oleh Tuhan. Apabila orang tersebut adalah

Pendeta dan Majelis Jemaat, maka mereka adalah orang-orang yang ditunjuk oleh Tuhan

untuk menyebarluaskan FirmanNya. Oleh karenanya mereka harus dikasihi, dengan cara

memberikan penghargaan kepadanya. Selanjutnya, apabila orang tersebut adalah

113

Lihat bagian 3, halaman 17-18. 114

Lihat bagian 3, halaman 21-22

Page 36: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

24

pemerintah dan tokoh-tokoh masayarakat, maka mereka adalah orang yang ditunjuk oleh

Tuhan untuk mensejahterakan rakyat, menjaga keamanan, serta memperjuangkan

berbagai hal-hal positif dalam masyarakat. Melalui hal tersebut, mereka pun wajib

memperoleh penghargaan dari masyarakat.

4.2 Manfaat Pembagian Daging Babi

Pembagian daging babi yang dilakukan oleh masyarakat Simbuang, terlebih khusus

Jemaat Lebo-Lebo merupakan upaya untuk mempertahankan tradisi dari para pendahulu.

Dalam upaya untuk menjelaskan manfaat pembagian daging babi, maka penulis akan

menjelaskan dalam tiga bagian yakni Simbol, Ritus, dan Identitas Sosial.

Simbol

Upaya untuk mempertahankan tradisi pembagian makanan berupa daging babi

dengan potongan yang berbeda-beda, merupakan simbol yang menunjukkan identitas

masyarakat Simbuang.115

Oleh karenanya, ketika ada masyarkat Simbuang yang

berupaya untuk menghilangkan tradisi tersebut, maka ia akan dikucilkan di dalam

masyarakat, sebab individu tersebut telah menghina apa yang menjadi identitas mereka.

Dengan adanya penjelasan di atas, maka jelas bahwa pembagian makanan berupa

potongan daging babi yang berbeda-beda tidak hanya sekedar menjadi ciri atau tanda,

melainkan benar-benar menjadi simbol bagi masyarakat Simbuang.116

Simbol tersebut

merupakan simbol yang diwariskan oleh para pendahulu masyarakat Simbuang.

Walaupun harus disadari bahwa hal tersebut telah ditransformasi menjadi pengucapan

syukur oleh orang-orang Kristen.117

Ritus

Pelaksanaan pengucapan syukur yang di dalamnya terdapat pembagian

makanan berupa daging babi dengan potongan yang berbeda-beda dapat dipahami

sebagai ritus. Dikatakan demikian karena ritus merupakan tata upacara atau perayaan

keagamaan yang dilakukan di dalam masyarakat.118

Ritus muncul dengan tujuan untuk memberi makna terhadap peristiwa yang

terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.119

Namun perlu diingat bahwa ritus tersebut

tidak dilaksanakan oleh masyarakat secara universal. Apabila membandingkan

115

Bandingkan bagian 2, halaman 12. 116

Bandingkan bagian 2, halaman 11-12. 117

Lihat bagian 3 halaman 18. 118

Lihat bagian dua halaman 13. 119

Lihat bagian dua halaman 13.

Page 37: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

25

penjelasan tersebut dengan ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat Simbuang, terlebih

khusus jemaat Lebo-Lebo, maka hal tersebut dapat dibenarkan. Dikatakan demikian

karena ritual pembagian makanan berupa daging babi dengan potongan yang berbeda-

beda, sepengetahuan penulis hanya dilaksanakan oleh masyarakat Simbuang.

Apabila telah dipahami bahwa ritual pembagian makanan berupa potongan

daging babi yang berbeda-beda hanya dilaksanakan oleh masyarakat Simbuang, maka

upaya untuk mempertahankan tradisi ini perlu untuk dilakukan. Apabila hal tersebut

tidak dilakukan maka ciri kahs orang Simbuang akan hilang dan bahkan salah satu ciri

khas di Tana Toraja pun akan hilang.

Upaya untuk mempertahankan ritual pembagian makanan berupa daging babi

dengan potongan yang berbeda-beda, telah dilakukan oleh masyarakat kristen di

Simbuang. Hal itu dilakukan dengan cara melakukan transformasi terhadap ritual-ritual

yang dilakukan oleh para pendahulu ke dalam kekristenan, dengan mengubah menjadi

pengucapan syukur kepada Tuhan.

Identitas Sosial

Pada bagian dua dijelaskan bahwa Identitas dapat dipahami sebagai sebuah upaya

bagi beberapa atau pun sekelompok individu untuk menunjukkan keberadaanya di tengah

masyarakat.120

Oleh karenanya, pembagian makanan berupa daging babi dengan

potongan yang berbeda-beda yang dilakukan oleh masyarakat Simbuang merupakan

sebuah identitas.

Dalam upaya untuk menjelaskan identitas masyarakat Simbuang, terlebih khusus

Jemaat Lebo-Lebo, maka penulis akan membagi ke dalam dua bagian. Pertama, identitas

individu. Adanya pengakuan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap individu

menyebabkan identitas dari individu tersebut terbentuk.121

Jika demikian, maka individu

yang mendapat potongan daging babi dari yang besar sampai kecil di dalam masyarakat

merupakan identitas yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka. Individu yang

mendapat potongan daging babi yang besar identitasnya terbentuk menjadi individu yang

dihargai dalam masyarakat. Sebaliknya, individu yang mendapatkan potongan kecil atau

patta’takan122

identitasnya terbentuk menjadi individu biasa di dalam masyarakat.

120

Lihat bagian dua halaman 14. 121

Lihat bagian dua halaman 15. 122

Lihat bagian tiga halaman 19.

Page 38: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

26

Kedua, identitas kelompok. Salah satu hal penting dari identitas kelompok

adalah adanya sikap saling membutuhkan di dalam masyarkat.123

Apabila

membandingkan hal ini dengan ritual pembagian makanan berupa daging babi yang

dilakukan oleh masyarkat Simbuang, terlebih khusus jemaat Lebo-Lebo maka hal

tersebut dapat terlihat.

Dalam acara pengucapan syukur, masyarkat Simbuang, terlebih khusus Jemaat

Lebo-Lebo, mereka mempersiapkan konsumsi tentu saja tidak memesan seperti yang

dilakukan oleh masyarakat kota. Berdasarkan pengamatan penulis, warga jemaat dan

masyarakat yang ada di sekitar, hadir untuk membantu keluarga mempersiapkan

konsumsi yang akan digunakan dalam ibadah pengucapan syukur. Melalui peristiwa ini

terlihat secara jelas bahawa ada sikap yang saling membutuhkan diantara mereka.

Selain sikap saling membutuhkan di dalam masyarakat Simbuang, terlebih khusus

Jemaat Lebo-Lebo, identitas kelompok juga muncul dengan tujuan untuk

mempertahankan nilai-nilai kebudayaan di dalam masyarakat.124

Hal ini dapat dilihat

melalui ritual pembagian makanan berupa daging babi dengan potongan berbeda-beda

yang masih dilaksanakan sampai saat ini.

Bagian V : Penutup

5.1 Kesimpulan

Pembagian makanan berupa daging babi dengan potongan yang berbeda-beda,

merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam pengucapan syukur yang

dilakukan oleh Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo, Simbuang. Hal tersebut terjadi

karena Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo adalah bagian dari masayarakat Simbuang.

Dengan begitu maka Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo pun wajib melaksanakan apa

yang menjadi ada’ atau kebiasaan masyarakat Simbuang. Oleh karenanya, dalam

bagian kesimpulan ini, ada dua hal yang penulis temukan.

Pertama, pembagian daging babi dengan potongan yang berbeda-beda

dimaknai sebagai penghargaan kepada orang yang mempunyai kedudukan dalam

masyarakat dan dalam gereja. Hal ini pun mempertegas bahwa indikasi tentang adanya

ketidakadilan dalam pembagian makanan tersebut tidak dapat dibenarkan.

Kedua, pembagian daging babi dengan potongan berbeda-beda yang hanya

dilakukan di masyarakat Simbuang, tentu mendorong masyarakat untuk tetap

123

Lihat bagian dua halaman 16. 124

Bandingkan bagian dua halaman 16.

Page 39: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

27

mempertahankan tradisi tersebut. Dikatakan demikian karena pembagian daging babi

dengan potongan yang berbeda-beda adalah ciri khas dari masyarakat Simbuang,

sekaligus menjadi ciri khas dari Tana Toraja.

5.2 Saran

Pertama, kepada Fakultas. Sebutan Universitas Kristen Satya Wacana sebagai

Indonesia mini menggambarkan bahwa mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana,

termasuk di dalamnya Fakultas Teologi berasal dari berbagai daerah di Indonesia.

Dengan adanya realita yang demikian, maka Fakultas Teologi dapat mendorong

mahasiswanya untuk mempelajari tradisi-tradisi yang ada di daerahnya masing-masing

dengan menjadikan itu sebagai tulisan karya ilmiah.

Kedua, kepada Gereja Toraja Jemaat Lebo-Lebo, Simbuang. Apabila

memperhatikan kebiasaan masyarakat moderen dalam melaksanakan pengucapan

syukur, maka akan ditemukan bahwa pembagian makanan tidak lagi dilakukan

berdasarkan strata sosial. Tamu-tamu yang datang dihargai secara setara. Hal itu dapat

dilihat dari tamu-tamu yang datang mengambil makanan secara sendiri-sendiri di meja

makan yang telah disediakan oleh keluarga.

Dengan melihat realita masyarakat moderen tersebut, maka tentu dapat

dipahami bahwa pelaksanaan pembagian makanan yang dilaksanakan oleh masyarakat

Simbuang berbeda dengan apa yang dilaksanakan oleh masayarakat moderen. Oleh

karenanya, perbedaan tersebut harus dipertahankan karena merupakan ciri khas dari

masyarakat Simbuang dan juga Tana Toraja. Meskipun demikian, hal tersebut harus

dilakukan dengan berbagai-bagai modifikasi. Salah satunya dapat dilakukan dengan

cara memberikan makanan dengan memperhatikan status sosial, tetapi ukuran porsi

daging babi hendaknya diseterakan dengan perkembangan moderen yang mengarah

pada kesetaraan dan ajaran kristen mengenai kesetaraan. Dengan kata lain strata sosial

tetap dipertahankan, namun wujud atau bentuknya diperbaharui.

Page 40: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

28

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta : PT Bumi Aksara, 2002.

Berger, Peter L. Pyramid of Sacrifice. Diterjemahkan oleh A. Rahman Tolleng, Piramida

KebudayaanManusia. Nama Tempat Terbit Tidak Dicantumkan : Lembaga

Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, 1982.

Berger, Peter L. Invitation to Sociology, A Humanistic Perspective. Diterjemahkan oleh

Daniel Dhakidae, Humanisme Sosiologi. Jakarta : Inti Sarana Aksara, 1985.

Bararuallo, Frans. kebudayaan Toraja, Jakarta : Universitas Atma Jaya, 2010.

Daeng,Hans J. Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungan : Tinjauan Antropologis. Yogyakarta

: Pustaka Pelajar, 2008.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Tiga, Jakarta : Balai

Pustaka, 2015.

Dhogo, Christologus. Su’i Uwi : ritus budaya ngadha dalam perbandingan dengan ekaristi.

Yogyakarta : Ledalero, 2009.

Dillistone, F.W. The Power of Simbols. Diterjemahkan oleh A. Widyamartaya. Daya

Kekuatan Simbol.Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2002.

Herusatoto,Budiono. Simbolisme Jawa. Yogyakarta :Penerbit Ombak, 2008.

Kobong, Th. dkk., Aluk, Adat, dan Kebudayaan Toraja Dalam Perjumpaan Dengan Injil,

Tana Toraja : Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja.

Martasudjita, Emanuel. Liturgi : Pengantar Untuk Studi dan Praksis Liturgi. Yogyakarta :

Penerbit Kanisius, 2011.

Martasudjita, E. Sakramen-Sakramen Gereja : Tinjauan Teologis, Liturgis, dan Pastoral .

Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 2013.

Marampa’, A.T. Mengenal Toraja, Penerbit tidak dicantumkan.

Purwadi. Upacara Tradisional Jawa : Menggali Untaian Kearifan Lokal, Yogyakarta :

Pustaka Pelajar, 2005.

Ritzer, George dan Doughlas J. Goodman. Teori Sosiologi. Bantul : Kreasi Wacana, 2011.

Sanderson, Stephen K. Makro Sosiologi : Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial.

Jakarta : RajaGrafindo Persada 2010.

Sandjaja, B. dan Albertus Heriyanto, Panduan Penelitian, Jakarta : Prestasi Pustaka

Publisher, 2006.

Sinaga,Martin Lukito. Identitas Poskolonial gereja suku dalam masyarakat sipil ,

Yogyakarta : LkiS, 2004.

Scott, Jhon. Sosiologi : The Key Concepts. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Page 41: Studi Sosio Teologis Terhadap Makna Pembagian Daging Babi ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13462/1/T1_712013078_Full... · Nama : Satra Samba’ Langi ... Jenis Karya :

29

Sinaga,Martin Lukito. Identitas Poskolonial gereja suku dalam masyarakat sipil ,

Yogyakarta : LkiS, 2004.

Soekanto, Soerjono. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat. Jakarta : CV.

Rajawali, 1984.

Soekanto,Soerjono. Sosiologi : Suatu Pengantar. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Strauss, Claude Levi. Anthropologie StructuraleI. Diterjemahkan oleh Ninik Rochani Sjams.

Antropologi Struktural. Yogyakarta :Kreasi Wacana, 2005.

Sudharma, Iwayan, Imade Sumarja dan I Putu Putra Kusuma Yudha. Penti Weki Peso Bea Reca

Rangga Walin Tahun di Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur, Yogyakarta :

Penerbit Ombak, 2013.

Tangdilintin, L.T. Tongkonan (Rumah Adat Toraja) : Arsitektur dan ragam hias Toraja,

Toraja : Yayasan Lepongan Bulan, 1985.

Turner, Victor W. The Ritual Process, Harmondsworth : Penguin Books, 1969.

Weber, Max. Sosiologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009.

Worsley, Peter. Introducing Sosiology. Diterjemahkan oleh Hartono Hadikusumo, Pengantar

Sosiologi : Sebuah Pembanding Jilid 2. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1992.