Studi Pustaka Parasetamol
-
Upload
ameererdogan -
Category
Documents
-
view
194 -
download
5
Transcript of Studi Pustaka Parasetamol
STUDI PUSTAKA
‘’PARASETAMOL’’
DISUSUN OLEH :
NAMA : AMIR SETIADI
NIM : 4311410048
JURUSAN : KIMIA
JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
A. PENGERTIAN
Kata asetaminofen dan parasetamol berasal dari singkatan nama kimia
bahan tersebut: Versi Amerika N-asetil-para-aminofenol asetominofen dan Versi
Inggris para-asetil-amino-fenol parasetamol.
Parasetamol atau asetaminen adalah obat analgesik dan antipiretik yang
populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit
ringan, serta demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik
selesma dan flu. Aman digunakan dalam dosis standar, tetapi karena mudah
didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi. Dalam
dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau
mengganggu gumpalan darah, ginjal, atau duktus arteriosus pada janin.
B. SEJARAH
Pada tahun 1893, senyawa, kristal putih tidak berbau dengan rasa pahit
yang dikenal sebagai parasetamol ditemukan. Awalnya, parasetamol ditemukan
dalam air seni pasien yang telah diambil phenacetin dan pada tahun 1889. Hal
itu menunjukkan bahwa parasetamol adalah metabolit urin acetanilide.
Penemuan, bagaimanapun, gagal menarik perhatian banyak dan sebagian besar
diabaikan pada saat itu.
Tidak sampai 1948, ketika Perusahaan “Brodie dan Axelrod” didirikan
parasetamol yang merupakan metabolit utama dari kedua acetanilide dan
phenacetin, bahwa parasetamol mengalami kebangkitan yang menarik. Sebagai
turunan dari p-aminofenol, parasetamol sesuai dengan phenacetin metabolit aktif
utama. Itu umumnya diasumsikan pada waktu itu konversi yang cepat oleh
tubuh menjadi parasetamol sebenarnya bertanggung jawab atas efek terapi dari
kedua obat-obatan. Ia akhirnya dipastikan bahwa phenacetin memiliki tindakan
farmakologis sendiri dan tidak tergantung pada parasetamol untuk efek nya.
Karena tingginya proporsi phenacetin diubah menjadi parasetamol di hati,
namun, phenacetin diperlukan dosis besar untuk mencapai efek analgesik
langsung.
Pada tahun 1956, 500mg tablet parasetamol mulai dijual di Inggris Raya
dan popularitasnya sebagai over-the-counter analgesik meningkat pesat.
Popularitas ini sebagian dijelaskan oleh fakta bahwa parasetamol terbukti lebih
mudah di perut daripada beberapa analgesik lain. Parasetamol berangsur-angsur
menjadi dikombinasikan dengan baik analgesik dan dekongestan oral. Pada
1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat-obatan Sedatif telah memberi bantuan
kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji masalah yang
berkaitan dengan agen analgesik. Bernard Brodie dan Julius Axelrod telah
ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen bukan aspirin dikaitkan dengan
adanya methemoglobinemia, sejenis keadaan darah tidak berbahaya. Di dalam
tulisan mereka pada 1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan
asetanilida dengan methemoglobinemia dan mendapati pengaruh analgesik
asetanilida adalah disebabkan metabolit parasetamol aktif. Mereka membela
penggunaan parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak
menghasilkan racun asetanilida.
C. TINJAUAN SECARA MOLEKULER (KIMIA)
N-acetyl-para-aminophenol
Berat molekul : 151.17
Rumus empiris : C8H9NO2
Sifat Zat
Menurut Dirjen POM. (1995), sifat-sifat Parasetamol adalah sebagai berikut:
Sinonim : 4-Hidroksiasetanilida
Berat Molekul : 151.17
Sifat Fisika
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N; mudah larut dalam
etanol.
Jarak lebur : Antara 168⁰ dan 172⁰celcius.
Gambar geometri struktur Parasetamol
D. MEKANISME REAKSI
Mekanisme aksi utama dari parasetamol adalah hambatan terhadap
enzim siklooksigenase (COX: cyclooxigenase), dan penelitian terbaru
menunjukkan bahwa obat ini lebih selektif menghambat COX-2. Meskipun
mempunyai aktivitas antipiretik dan analgesik, tetapi aktivitas antiinflamasinya
sangat lemah karena dibatasi beberapa faktor, salah satunya adalah tingginya
kadar peroksida dapat lokasi inflamasi. Hal lain, karena selektivitas
hambatannya pada COX-2, sehingga obat ini tidak menghambat aktivitas
tromboksan yang merupakan zat pembekuan darah.
Parasetamol dimetabolisme terutama di hati. Parasetamol dan dua
senyawa metabolit primer sangat aman. Sekitar 90% dari dosis parasetamol akan
dikombinasikan dengan glukuronat dan sulfat sebelum dikeluarkan. Dari 10%
sisanya, sekitar 5% akan meninggalkan tubuh berubah dan yang 5% akan
teroksidasi menjadi benzoquinoneimine. Benzoquinoneimine tersebut kemudian
dikombinasikan dengan glutathione dan menjadi dimetabolisme ke sistein dan
mercapturate senyawa sebelum aman diekskresikan melalui ginjal. Lebih
kurang 25% parasetamol dalam darah terikat pada protein plasma.
E. SINTESIS
Parasetamol memiliki sebuah cincin benzena, tersubstitusi oleh satu
gugus hidroksil dan atom nitrogen dari gugus amida pada posisi para. Senyawa
ini dapat disintesis dari senyawa asal fenol yang dinitrasikan menggunakan asam
sulfat dan natrium nitrat. Parasetamol dapat pula terbentuk apabila senyawa 4-
aminofenol direaksikan dengan senyawa asetat anhidrat.
Dibandingkan dengan obat lain, parasetamol jauh lebih mudah untuk
disintesis, karena kekurangan stereocenters . Akibatnya, tidak perlu merancang
sebuah sintesis stereo-selektif.
Industri persiapan parasetamol biasanya hasil dari nitrobenzena . Sebuah
langkah reduktif acetamidation reaksi-satu bisa dimediasi oleh thioacetate.
Parasetamol dapat dengan mudah dipersiapkan di laboratorium dengan nitrating
fenol dengan natrium nitrat, memisahkan yang diinginkan p-nitrofenol dari orto
itu produk sampingan, dan mengurangi nitro dengan borohidrida natrium.
Resultan p aminofenol- kemudian asetilasi dengan anhidrida asetat . Pada reaksi
ini, fenol sangat mengaktifkan, sehingga reaksi hanya memerlukan kondisi
ringan:
p-aminofenol dapat diperoleh oleh amida hidrolisis parasetamol. P-
aminofenol ini mempersiapkan jalan dan terkait dengan tersedia secara
komersial Metol , telah digunakan sebagai pengembang dalam fotografi oleh
penggemar. Reaksi ini juga digunakan untuk menentukan parasetamol pada
sampel urin: Setelah hidrolisis dengan asam klorida, p-aminofenol bereaksi
dalam larutan amonia dengan derivat fenol misalnya asam salisilat untuk
membentuk indophenol zat warna di bawah oksidasi oleh udara.
F. PENGGUNAAN
Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual
secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot
sementara, sakit menjelang menstruasi, dan diindikasikan juga untuk demam.
Obat ini menjadi pilihan analgesik yang relatif aman bila dikonsumsi dengan
benar sesuai
Parasetamol telah disetujui sebagai penurun demam untuk segala usia.
WHO (World Health Organization) hanya merekomendasikan penggunaan
parasetamol sebagai penurun panas untuk anak-anak jika suhunya melebihi 38.5
Celcius. Namun efektivitas parasetamol sendiri untuk demam anak masih
dipertanyakan, jika dibandingkan dengan efektivitas ibuprofen.
Parasetamol digunakan untuk meredakan nyeri. Obat ini mempunyai
aktivitas sebagai analgesik, tetapi aktivitas antiinflamasinya sangat lemah.
Parasetamol lebih dapat ditoleransi oleh pasien yang mempunyai riwayat
gangguan pencernaan, seperti pengeluaran asam lambung berlebih dan
pendarahan lambung, dibandingkan dengan aspirin.
dosis penggunaan parasetanol seperti dibawah ini:
Dosis ini boleh diulang tiap 4 – 6 jam bila diperlukan (maksimum sebanyak 4
dosis dalam 24 jam).
Perlu diingat bahwa penggunaan parasetamol adalah antara lain untuk
mengatasi rasa sakit, sementara rasa sakit itu sendiri adalah manifestasi dari
suatu penyakit, artinya obat ini hanya menghilangkan gejala yang timbul tanpa
mengobati penyebab penyakit.
Banyak kesalahan dalam mengkonsumsi obat ini, karena obat digunakan
secara terus menerus untuk menghilangkan gejala rasa sakit yang timbul.
Misalnya seorang yang sering merasakan sakit kepala, untuk mengatasi sakit
kepalanya selalu minum parasetamol. Bila gejala yang dirasakan tidak hilang
setelah efek obat habis, yang bersangkutan seharusnya segera konsultasi ke
dokter untuk dicari penyebab penyakitnya sehingga dapat diobati penyebabnya
dengan benar.
Karena parasetamol merupakan obat bebas yang digunakan secara luas
oleh masyarakat, maka kemungkinan terjadinya kesalahan dalam penggunaan
yang dapat menyebabkan keracunan parasetamol cukup besar, sehingga dirasa
perlu untuk memberikan informasi mengenai cara untuk mengatasi keracunan
parasetamol sebagai edukasi untuk mencegah terjadinya keracunan obat
tersebut.
Farmakokinetik
Parasetamol yang diberikan secara oral diserap secara cepat dan
mencapai kadar serum puncak dalam waktu 30 – 120 menit. Adanya makanan
dalam lambung akan sedikit memperlambat penyerapan sediaan parasetamol
lepas lambat. Parasetamol terdistribusi dengan cepat pada hampir seluruh
jaringan tubuh.
Waktu paruh parasetamol adalah antara 1,25 – 3 jam. Penderita
kerusakan hati dan konsumsi parasetamol dengan dosis toksik dapat
memperpanjang waktu paruh zat ini. Parasetamol diekskresikan melalui urine
sebagai metabolitnya, yaitu asetaminofen glukoronid, asetaminofen sulfat,
merkaptat dan bentuk yang tidak berubah.
G. EFEK SAMPING
Pada dosis yang direkomendasikan, parasetamol tidak mengiritasi
lambung, memengaruhi koagulasi darah, atau memengaruhi fungsi ginjal.
Namun, pada dosis besar (lebih dari 2000 mg per hari) dapat meningkatkan
risiko gangguan pencernaan bagian atas. Hingga tahun 2010, parasetamol
dipercaya aman untuk digunakan selama masa kehamilan.
Penggunaan parasetamol di atas rentang dosis terapi dapat menyebabkan
gangguan hati. Pengobatan toksisitas parasetamol dapat dilakukan dengan cara
pemberian asetilsistein (N-asetil sistein) yang merupakan prekusor glutation,
membantu tubuh untuk mencegah kerusakan hati lebih lanjut.
H. MEKANISME KERACUNAN
Layaknya obat-obatan lainnya, penggunaan yang berlebihan dari obat ini
(overdosis) dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh, utamanya hati.
Kerusakan hati dapat terjadi secara permanen apa bila tidak segera dilakukan
tindakan penyembuhan. “Bagaimana parasetamol dapat merusak hati?’’ Secara
alamiah, tubuh dapat mengeluarkan sisa metabolism parasetamol (metabolit
beracun) dari dalam tubuh. Pada kondisi overdosis, jumlah metabolit beracun
sangat banyak, sehingga tidak dapat semua dikeluarkan. Akibatnya metabolit
beracun akan terikat pada sel-sel hati dan lama kelamaan dapat mengakibatkan
kerusakan hati. Banyak kasus overdosis tercatat dikarenakan penggunaan yang
tidak patuh aturan, maupun penggunaan bersama obat lain yang memiliki
kandungan yang sama namun tidak disadari oleh pasien.
Sebagaimana juga obat-obat lain, bila penggunaan parasetamol tidak
benar, maka berisiko menyebabkan efek yang tidak diinginkan. Keracunan
parasetamol biasanya terbagi dalam 4 fase, yaitu:
Fase 1 :
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, perasaan tak menentu pada tubuh
yang tak nyaman (malaise) dan banyak mengeluarkan keringat.
Fase 2 :
Pembesaran liver, peningkatan bilirubin dan konsentrasi enzim hepatik,
waktu yang dibutuhkan untuk pembekuan darah menjadi bertambah lama
dan kadang-kadang terjadi penurunan volume urin.
Fase 3 :
Berulangnya kejadian pada fase 1 (biasanya 3-5 hari setelah munculnya gejala
awal) serta terlihat gejala awal gagal hati seperti pasien tampak kuning karena
terjadinya penumpukan pigmen empedu di kulit, membran mukosa dan sklera
(jaundice), hipoglikemia, kelainan pembekuan darah, dan penyakit degeneratif
pada otak (encephalopathy). Pada fase ini juga mungkin terjadi gagal ginjal dan
berkembangnya penyakit yang terjadi pada jantung (cardiomyopathy)
Fase 4 :
Penyembuhan atau berkembang menuju gagal hati yang fatal.
Nomogram untuk memperkirakan hepatotoksisitas setelah overdosis akut parasetamol.
I. PENATALAKSANAAN
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama
saat menemukan korban yang dicurigai keracunan parasetamol adalah sebagai
berikut:
• Rangsang muntah (tindakan ini hanya efektif bila parasetamol baru ditelan atau
peristiwa tersebut terjadi kurang dari 1 jam sebelum diketahui)
• Berikan arang aktif dengan dosis 100 gram dalam 200 ml air untuk orang
dewasa dan larutan 1 g/kg bb untuk anak-anak.
Bila kadar serum parasetamol di atas garis toksik (lihat nomogram) maka
N-asetilsistein dapat mulai diberikan dengan loading dose 140mg/kg BB secara
oral, lalu dosis berikutnya 40 mg/kg BB diberikan setiap 4 jam. Larutkan
asetilsistein ke dalam air, jus atau larutan soda.
Bila terjadi muntah spontan, maka pemberian asetilsistein dapat
dilakukan melalui sonde lambung (nasogastric tube) atau berikan metoklopramid
pada pasien untuk mengatasi kondisi muntah tersebut.
Terapi asetilsistein paling efektif bila diberikan dalam waktu 8-10 jam
pasca penelanan parasetamol. N-asetilsistein harus diberikan secara hati-hati
dengan memperhatikan kontraindikasi dan riwayat alergi pada korban, terutama
riwayat asthma bronkiale.