Studi Pendahuluan Pembentukan Model Jejaring wefwefwefwefwefwef

8
STUDI PENDAHULUAN PEMBENTUKAN MODEL JEJARING MASYARAKAT JATIGEDE Pembangunan pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang dalam pelaksanaannya selalu melibatkan lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial. Artinya bahwa pendekatan terhadap hakekat pembangunan bersifat perpaduan antara segi ekonomi dan segi sosial (Soemarwoto, 1973). Dari segi fisik, pembangunan melibatkan sumber daya lahan yang menjadi tumpuan hidup penduduk, dan dari segi sosial, bahwa pembangunan melibatkan penduduk sebagai tenaga kerja maupun objek penerima dampak seperti harus berpindah tempat karena tergusur. Pembangunan bendungan tidak terlepas dari permasalahan sosial. Masalahan ganti rugi lahan, hilangnya mata pencaharian masyarakat tidak dapat dihindari dalam proses pembangunan waduk. Masyarakat yang terkena dampak pembangunan waduk semakin berani dalam mengekspresikan sikapnya terhadap lingkungan hidupnya, pembangunan dan terhadap kehidupan sosial budaya ekonominya, akibatnya betapa besar kerugian yang harus ditanggung karena proyek mengalami hambatan, tertundanya waktu pelaksanaan, sedangkan pelaksanaan fisik dan teknis teknologis telah dilaksanakan. Timbulnya permasalahan sosial ini terjadi karena adanya gap atau kesenjangan antara harapan pemerintah dengan harapan berbagai pihak atau masyarakat. Berbagai bendungan yang telah diresmikan atau akan dibangun ternyata masih menyisakan berbagai permasalahan yang belum terselesaikan secara tuntas. Hal ini terjadi juga pada proyek pembangunan Waduk Jatigede Kabupaten Sumedang. Pembangunan waduk Jatigede memiliki berbagai tujuan (multipurpose) yang ujungnya diperuntukan bagi kesejahteraan masyarakat. Tujuan pembangunan waduk Jatigede antara lain adalah pengendalian air, pembangkit tenaga listrik dan pariwisata. Melalui pembangunan waduk Jatigede ini diharapkan masyarakat akan memperoleh berbagai keuntungan (multibenefit) yang antara lain adalah tertanganinya masalah kekeringan dan banjir di wilayah pantura Jawa Barat, meningkatnya produksi padi sebagai stok pangan regional dan

description

efwefwefwefwefwefwefwefwefwefwefwefwefevfeweew erg erg rg 5r erg wrg ethrtbrhtht hert erh e

Transcript of Studi Pendahuluan Pembentukan Model Jejaring wefwefwefwefwefwef

Page 1: Studi Pendahuluan Pembentukan Model Jejaring wefwefwefwefwefwef

STUDI PENDAHULUAN PEMBENTUKAN MODEL JEJARING MASYARAKAT JATIGEDE

Pembangunan pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang dalam pelaksanaannya selalu melibatkan lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial. Artinya bahwa pendekatan terhadap hakekat pembangunan bersifat perpaduan antara segi ekonomi dan segi sosial (Soemarwoto, 1973). Dari segi fisik, pembangunan melibatkan sumber daya lahan yang menjadi tumpuan hidup penduduk, dan dari segi sosial, bahwa pembangunan melibatkan penduduk sebagai tenaga kerja maupun objek penerima dampak seperti harus berpindah tempat karena tergusur.   Pembangunan bendungan tidak terlepas dari permasalahan sosial. Masalahan ganti rugi lahan, hilangnya mata pencaharian masyarakat tidak dapat dihindari dalam proses pembangunan waduk. Masyarakat yang terkena dampak pembangunan waduk semakin berani dalam mengekspresikan sikapnya terhadap lingkungan hidupnya, pembangunan dan terhadap kehidupan sosial budaya ekonominya, akibatnya betapa besar kerugian yang harus ditanggung karena proyek mengalami hambatan, tertundanya waktu pelaksanaan, sedangkan pelaksanaan fisik dan teknis teknologis telah dilaksanakan.

Timbulnya permasalahan sosial ini terjadi karena adanya gap atau kesenjangan antara harapan pemerintah dengan harapan berbagai pihak atau masyarakat. Berbagai bendungan yang telah diresmikan atau akan dibangun ternyata masih menyisakan berbagai permasalahan yang belum terselesaikan secara tuntas. Hal ini terjadi juga pada proyek pembangunan Waduk Jatigede Kabupaten Sumedang. 

Pembangunan waduk Jatigede memiliki berbagai tujuan (multipurpose) yang ujungnya diperuntukan bagi kesejahteraan masyarakat. Tujuan pembangunan waduk Jatigede antara lain adalah pengendalian air, pembangkit tenaga listrik dan pariwisata. Melalui pembangunan waduk Jatigede ini diharapkan masyarakat akan memperoleh berbagai keuntungan (multibenefit) yang antara lain adalah tertanganinya masalah kekeringan dan banjir di wilayah pantura Jawa Barat, meningkatnya produksi padi sebagai stok pangan regional dan nasional, bertambahnya pembangkit tenaga listrik, penyediaan air baku, serta membuka peluang lapangan usaha dan lapangan kerja. 

Namun di balik manfaat dan keuntungan yang akan didapatkan dari pembangunan Waduk Jatigede terdapat juga dampak negatifnya, di antaranya timbulnya dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat sekitar proyek pembangunan. Salah satu dampak sosial-ekonomi yang timbul adalah adanya perubahan dan atau hilangnya mata pencaharian penduduk sebagai akibat dari berubahnya lingkungan fisik dan fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi area genangan waduk.

Guna mengantisipasi dan mengatasi keterpurukan kondisi sosial-ekonomi masyarakat terkena dampak, perlu dilakukan telaah seksama terhadap permasalahan eksisting sekaligus potensi masyarakat yang dapat dikembangkan. Oleh karena itu, kegiatan ‘Studi Pendahuluan Pembentukan Model Jejaring Masyarakat  Jatigede’ dirasa sangat mendesak untuk dilakukan. Hasil dari kegiatan ini akan menjadi dasar pijakan untuk kajian lebih mendalam sehingga dapat

Page 2: Studi Pendahuluan Pembentukan Model Jejaring wefwefwefwefwefwef

dibentuk suatu prototype model solutif berupa jejaring masyarakat Jatigede yang berbasis pada pengembangan ekonomi kreatif yang ramah lingkungan. Lebih lanjut diharapkan model jejaring ini dapat diimplementasikan dalam kebijakan pendampingan masyarakat terkena dampak, sehingga tujuan menyejahterakan masyarakat melalui pembangunan waduk Jatigede dapat terwujud.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian, sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi eksisting masyarakat terkena dampak dilihat dari mata pencahariannya?

2. Permasalahan ekonomi apa saja yang dihadapi masyarakat khususnya yang terkena dampak langsung dari pembangunan Waduk Jatigede?

3. Potensi sumberdaya apa saja yang terdapat di tempat relokasi penduduk termasuk potensi SDA dan SDM penduduk yang dapat didorong dalam rangka pemenuhan mata pencaharian baru bagi masyarakat?

4. Kebutuhan apa saja yang betul-betul diperlukan masyarakat di tempat baru setelah proses ganti untung dituntaskan, baik untuk kebutuhan jangka pendek, jangka menengah sampai jangka panjang? 

5. Bagaimana cara mengatasi permasalahan alih mata pencaharian agar dapat mengurangi dampak sosial yang ditimbulkan akibat adanya pembangunan waduk?

Kegiatan ‘Studi Pendahuluan Pembentukan Model Jejaring Masyarakat  Jatigede’ akan dilaksanakan dengan tujuan :

1. Memperoleh informasi autentik yang akurat mengenai permasalahan eksisting yang dihadapi masyararakat terkena dampak pembangunan waduk Jatigede.

2. Memperoleh informasi autentik yang akurat mengenai potensi yang dimiliki masyakat, baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia, yang dapat dikembangkan untuk mengantisipasi dan mengatasi permasalahan eksisting yang dihadapi masyararakat terkena dampak pembangunan waduk Jatigede.

3. Memberi kontribusi pemikiran berbasis riset bagi pemangku kepentingan dalam menentukan kebijakan pendampingan bagi masyararakat terkena dampak pembangunan waduk Jatigede dalam menghadapi masa transisi pengalihan mata pencaharian.

Luaran dari kegiatan ini berupa data valid yang dapat dipergunakan sebagai dasar kajian dalam membangun prototype model solutif yang kelak dapat diimplementasikan sebagai solusi tepat guna dalam upaya mengantisipasi dan mengatasi keterpurukan sosial-ekonomi masyarakat terkena dampak pembangunan waduk Jatigede. 

http://bappeda.sumedangkab.go.id/berita-246-studi-pendahuluan-pembentukan-model-jejaring-masyarakat-jatigede.html

Page 3: Studi Pendahuluan Pembentukan Model Jejaring wefwefwefwefwefwef

KAJIAN PUSTAKA

Amanat UUD 1945 menyatakan bahwa sumberdaya alam dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian sumberdaya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan. Oleh karena itu pembangunan skala kecil sekalipun, apalagi pembangunan yang berskala besar, harus mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan dan keadilan, sehingga tidak menimbulkan konflik sosial maupun yang lainnya (Djakapermana, 2010).

Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan, mengemukakan bahwa pembangunan nasional diarahkan pada tiga konsentrasi yang meliputi, Pertama, pro rakyat dalam bentuk penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga, pemberdayaan masyarakat dan usaha mikro dan kecil; Kedua, keadilan untuk semua meliputi keadilan untuk anak, perempuan, ketenagakerjaan, hukum serta kelompok miskin dan termarginal; Ketiga, pencapaian tujuan millennium dengan delapan sasaran MDGs, diantaranya pengentasan kemiskinan dan menjamin berlanjutnya pembangunan lingkungan (LPPM UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2011).

Pembangunan bendungan mengandung beberapa tujuan, diantaranya untuk irigasi dalam pengembangan sektor pertanian, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), pariwisata, air minum dan pengendalian banjir (Soemarwoto, 1983). Pembangunan waduk atau bendungan diharapkan mampu memberikan manfaat bagi masyarakat secara berkelanjutan, sehingga pengelolaan waduk beserta kawasan yang mempengaruhinya perlu melibatkan stakeholders termasuk penduduk lokal yang terkena dampak, sejak perencanaan, pelaksanaan sampai pengendalian. Berkaitan dengan hal tersebut, pendekatan sistem bisa dilakukan. Pendekatan sistem dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif. Melalui pendekatan sistem ini diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang kompleks dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan sehingga menghasilkan sesuatu yang lebih bermanfaat (Djakapermana, 2010).

Masalah banjir dan kekeringan selalu menjadi topik yang hangat dibicarakan. Tidak saja di kalangan masyarakarat awam, bahkan diantara pakar pengelolaan lingkungan dan pakar hidrologi juga sering kali silang pendapat mengenai seberapa jauh peranan atau pengaruh perubahan vegetasi terhadap berkurang atau bertambahnya hasil air di tempat kegiatan tersebut berlangsung dan/atau di wilayah luar yang dipengaruhinya. Dalam hal ini bahwa penanganan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai daerah tangkapan air melalui kegiatan penanaman vegetasi memiliki peranan penting dan strategis diantaranya dalam mempengaruhi masalah banjir dan kekeringan, selain solusi di tengah atau hilir DAS dalm bentuk pembangunan infrastruktur seperti bendungan (Asdak, 2002).

Page 4: Studi Pendahuluan Pembentukan Model Jejaring wefwefwefwefwefwef

Waduk Jatigede dibangun untuk mengatasi berbagai permasalahan yang muncul di daerah aliran sungai (DAS) Cimanuk yang merupakan satu kesatuan aliran Sungai Cimanuk dari 5 kabupaten yaitu Garut, Sumedang, Majalengka, Indramayu, dan Cirebon. Permasalahan utama yang muncul di wilayah ini adalah fluktuasi debit air sungai Cimanuk yang cukup tinggi sehingga menimbulkan permasalahan kekeringan di musim kemarau dan banjir di musim penghujan. Secara lebih rinci di dalam brosur yang dikeluarkan Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung, dikemukakan bahwa waduk Jatigede dibangun dengan latar belakang sebagai berikut:

1. Ratio perbandingan antara debit banjir dengan debit kering yang besar dimana fluktuasi debit di Sungai Cimanuk yang tercatat di Bendung Rentang (infrastruktur sumber daya air yang telah ada di Sungai Cimanuk) sangat besar : Qmax = 1.004 m3/det; Qmin = 4 m3/det, Ratio = 251.

2. Lahan kritis DAS Cimanuk pada saat ini telah mencapai lebih kurang 110.000 Ha atau sekitar 31% dari luas DAS Cimanuk.

3. Potensi air Sungai Cimanuk di Bendung Rentang rata-rata sebesar 4,3 milyar m3/th dan hanya dapat dimanfaatkan 28% saja, sisanya terbuang ke laut karena belum ada waduk.

4. Sistem irigasi Rentang seluas 90.000 Ha sepenuhnya mengandalkan pasokan air dari Sungai Cimanuk (river runoff), sehingga pada musim kemarau selalu mengalami defisit air irigasi yang mengakibatkan kekeringan.

5. Di wilayah hilir Sungai Cimanuk (Pantura CIAYU) pada musim kemarau telah pula terjadi krisis ketersediaan air baku untuk keperluan domestik, perkotaan dan industri.

Lokasi pembangunan Waduk Jatigede terletak di Kampung Jatigede Kulon, Desa Cijeungjing, Kecamatan Jatigede Kabupaten Sumedang. Areal yang akan terkena genangan dan bangunan fasilitas seluas 4.896,22 ha meliputi lima kecamatan dan 30 desa (sumber lain menyatakan 6 keacamatan dan 16 desa). Areal itu untuk genangan 3.224,78 ha dan untuk fasilitas seluas 1.200,00 ha (‘Mega Proyek Pembangunan Waduk Jatigede’ dalam http://sumedang.go.id/files/perda/MEGA%20PROYEK%20JATIGEDE.pdf., diakses 8 Sept. 2008). Keenam kecamatan itu adalah Kecamatan Situraja, Cisitu, Darmaraja, Wado, Jatinunggal, dan Jatigede. Keberadaan waduk Jatigede secara konseptual bermanfaat bagi masyarakat Sumedang sendiri, bagi kabupaten-kabupaten di sekitar Sumedang (Majalengka, Indramayu dan Cirebon) maupun bagi Pulau Jawa umumnya. Bagi masyarakat dan pemerintah Sumedang, misalnya: retribusi listrik, perikanan air tawar dan pariwisata. Khusus untuk wilayah Pantura Jawa Barat (Kabupaten Majalengka, Indramayu dan Cirebon) adanya waduk Jatigede ini dapat mengatasi kekeringan pada musim kemarau dan mengendalikan banjir pada musim hujan. Waduk Jatigede pun dapat mengkontribusi pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitatif, dampak positif dari keberadaan Waduk Jatigede ini adalah sebagai berikut :

1. Menyediakan air untuk pengairan sawah seluas 130.000,00 ha. 2. Memasok air baku sebesar 2,1 m3/detik untuk keperluan rumah tangga. 3. Mengendalikan banjir untuk periode 100 tahun pada wilayah seluas 76.700 ha. 4. Meningkatkan hasil panen padi menjadi 1.950.000 ton per tahun dengan mengintensifkan

sekitar 109.000 ha. sawah beririgasi yang ada dan 14.000 ha. sawah tadah hujan serta tanaman sayur-sayuran.

Page 5: Studi Pendahuluan Pembentukan Model Jejaring wefwefwefwefwefwef

5. Menghasilkan tenaga listrik sebesar 175 megawatt. 6. Khusus bagi masyarakat dan pemerintah Sumedang, akan mendapatkan keuntungan

antara lain dari retribusi listrik, perikanan air tawar dan pariwisata.

Zakaria (2008) menyimpulkan bahwa keuntungan yang akan diperoleh dari pembangunan Waduk Jatigede ini adalah :

1. Tertanganinya masalah kekeringan dan banjir di wilayah Pantura Jawa Barat. 2. Meningkatnya produksi padi sebagai stok pangan, baik regional maupun nasional. 3. Bertambahnya pembangkit tenaga listrik khususnya untuk Pulau Jawa. 4. Penyediaan air baku baik untuk kepentingan domestik, perkotaan maupun industri

khususnya untuk wilayah Pantura Jawa Barat5. Membuka peluang lapanganusaha dan lapangan kerja.

Tidak dapat dipungkiri bahwa di balik manfaat dan keuntungan yang akan didapatkan dari pembuatan Waduk Jatigede terdapat juga dampak negatifnya, di antaranya, adalah dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat sekitar proyek pembangunan. Salah satu dampak sosial-ekonomi yang timbul adalah adanya perubahan dan atau hilangnya mata pencaharian penduduk sebagai akibat dari berubahnya lingkungan fisik dan fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi area genangan waduk. Dampak sosial sebagai akibat dari rencana pembangunan Waduk Jatigede, antara lain adalah sebanyak 5.686 KK harus direlokasi (PPSDAL, 2000). Hal ini memerlukan penanganan yang sungguh-sungguh dengan perencanaan yang matang dalam pemindahannya sehingga tidak menimbulkan konflik vertikal maupun horizontal. Setelah penduduk dipindahkan ke lokasi baru, permaslahan sosial tidak serta merta dianggap selesai, karena permasalahan sosial ini tidak dapat dipisahkan dengan permasalahan ekonomi. 

Berkenaan dengan upaya mengantisipasi dan mengatasi keterpurukan kondisi sosial-ekonomi masyarakat terkena dampak, maka perlu dibangun kebijakan yang berorientasi kepada upaya memaksimalkan kebermanfaatan pembangunan waduk Jatigede bagi kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan ‘Studi Pendahuluan Pembentukan Model Jejaring Masyarakat Jatigede’ dirasa sangat mendesak untuk dilakukan untuk menelaah secara seksama permasalahan eksisting sekaligus potensi masyarakat yang dapat dikembangkan. Hasil dari kegiatan ini akan menjadi dasar pijakan untuk kajian lebih mendalam sehingga dapat dibentuk suatu prototype model solutif berupa jejaring masyarakat Jatigede yang berbasis pada pengembangan ekonomi kreatif yang ramah lingkungan. Lebih lanjut diharapkan model jejaring ini dapat diimplementasikan dalam kebijakan pendampingan masyarakat terkena dampak, sehingga tujuan menyejahterakan masyarakat melalui pembangunan waduk Jatigede dapat terwujud.