(STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta...

105
PENAFSIRAN AYAT-AYAT MUTASYÂBIHÂT (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR AL-KASYSYÂF) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) Oleh: Asep Fathurrahman NIM: 1111034000129 PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H./2016 M.

Transcript of (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta...

Page 1: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

PENAFSIRAN AYAT-AYAT MUTASYÂBIHÂT

(STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN

TAFSIR AL-KASYSYÂF)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

Asep Fathurrahman

NIM: 1111034000129

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H./2016 M.

Page 2: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

t'

pENAFSTRAN AYAT-AYA T MUTAs vinmAr(sruDr KoMrARATTF TAFstx uanA4 nanto DAN

^-TAf,'SIR,4.L'KASYSYAry

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.f)

Oleh:

Asep FathurrahmanNIM: 1111034000129

PROGRAM STT}DI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULT]DDIN

UNIYERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

.IAKAR'TA

M37 E.n*l6ItL

i

Pembimbing,

NIP: 19550725 200012 2 200

Page 3: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

7

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudut PENAFSIRAN AYAT-AYAT MUTASYABIHAT

(sTUDr KOMPARATTF TAFSIR MAR lZ nqniO DAi\ TAFSTR ,4r-

KASYSYAry telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 10 Februari z}rc. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Theologi Islam

(S.Th.I) pada Program Studi Tafsir-Hadis.

lakarta" 10 Februari 2016

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

4/'sDr. Lilik Ummi Kaltsum. MANip: 19711003 199903 2 001

Penguji I

Dr. Mafri Amir" MANip: 19580301 199203 1001

Anggota,

Penguji II

Nip: 19721 024 200312 I 002

Nip: 19680618 199903 2 001

Pembimbing

19s50725 2000122200

Page 4: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

LEMBAR PER}IYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya atau menrpakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya

bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Itr

Page 5: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

iv

ABSTRAK

Asep Fathurrahman

PENAFSIRAN AYAT-AYAT MUTASYÂBIHÂT (STUDI KOMPARATIF

TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR AL-KASYSYÂF)

Kaum Musyabbihah dari kalangan Wahabiyah seringkali mengatakan

bahwa “pemaknaan istawâ dengan takwil istawlâ adalah pendapat orang-orang

Mu’tazilah, padahal kaum Mu’tazilah adalah kaum yang sesat sebagaimana telah

disepakati bersama. Dengan demikian bagaimana dapat dibenarkan jika

Asy’ariyyah-Maturidiyah mengambil pendapat kaum Mu’tazilah tersebut?”.

Berawal dari pernyataan kalangan Wahabiyah di atas penulis merasa perlu

mengkaji, membuktikan serta berusaha menjawab pernyataan dan pertanyaan

mereka di atas dengan tulisan ini; dengan menganalisa serta membandingkan

penafsiran Nawawî al-Bantanî; sebagai perwakilan dari Asy’ariyah-Maturidiyah

dan al-Zamakhsyarî; sebagai perwakilan dari Mu’tazilah. Dalam proses

menganalisa data, penulis menggunakan metode deskriptif-analitik-komparatif.

Dengan cara deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan pandangan atau

penafsiran Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî terhadap ayat-ayat

mutasyâbihât dalam al-Qur’an, menganalisa penafsiran-penafsiran Nawawî al-

Bantanî dan al-Zamakhsyarî untuk kemudian membandingkan penafsiran

keduanya secara proporsional sehingga akan didapat rincian jawaban atau

persoalan yang berhubungan dengan pokok pembahasan.

Temuan yang didapat dari hasil penelitian ini ialah baik Nawawî al-

Bantanî maupun al-Zamakhsyarî keduanya sama-sama mensucikan Allah dari

sifat-sifat keserupaan dengan makhluk sehingga ayat-ayat mutasyâbihât mereka

anggap sebagai bagian dari ayat-ayat mutasyâbihât yang harus ditakwilkan

kepada makna yang layak bagi kesucian Allah. Dan juga dalam mentakwil ayat-

ayat mutasyâbihât keduanya sama-sama menggunakan metode takwil tafsili.

Kemudian, perbedaan antara Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî hanya dalam

bentuk redaksi makna pentakwilannya saja. Ada yang sama, juga banyak yang

berbeda redaksi makna pentakwilannya. Dan juga terkadang Nawawî al-Bantanî

lebih rinci dalam mentakwil, terdakang al-Zamakhsyarî yang lebih rinci bahkan

banyak juga beberapa ayat yang tidak ditakwilkan oleh al-Zamakhsyarî.

Kemudian, sama sekali tidak masalah dalam hal ini jika al-Zamakhsyarî sebagai

perwakilan dari golongan Mu’tazilah menyamai Nawawî al-Bantanî sebagai

perwakilan dari golongan Asy’ariyah-Maturidiyah. Tidak semua apa yang

diyakini oleh orang-orang Mu’tazilah sebagai kesesatan atau kebatilan

sebagaimana yang banyak dikemukakan oleh orang-orang Musyabbihah dari

golongan Wahabiyah. Kebenaran atau kebatilan dilihat dari muatan pernyataannya

bukan orang atau golongan yang memberi pernyataannya.

Page 6: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah penulis ucapkan sebagai rasa syukur yang tak terhingga

kepada Tuhan semesta alam, Allah Swt. atas segala limpahan rahmat, nikmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

PENAFSIRAN AYAT-AYAT MUTASYÂBIHÂT (STUDI KOMPARATIF

TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR AL-KASYSYÂF).

Shalawat teriring salam, semoga selalu tercurahkan kepada Nabi

Muhammad Saw. yang kehadirannya di dunia ini menjadi pelita bagi umat serta

ajarannya yang senantiasa membimbing menuju kepada kebahagiaan dunia dan

akhirat. Semoga semua umatnya akan mendapat syafa’at dari beliau pada hari

penghisaban nanti. Amin.

Penulis menyadari bahwa di dalam penulisan ini, banyak pihak yang turut

membantu memberi andil, baik yang telah memberikan ilmunya maupun yang

telah meluangkan waktunya unuk membimbing penulis, terutama kepada dosen

pembimbing, sehingga tulisan ini dapat penulis selesaikan. Maka dari itu penulis

ingin mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada berbagai pihak, diantaranya

adalah:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, ibu Dr. Lilik Ummi

Kaltsum, MA. selaku Ketua Jurusan Tafsir Hadis, dan ibu Dra. Banun

Binaningrum, M.Pd. selaku Sekertaris Jurusan Tafsir Hadis.

Page 7: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

vi

3. Ibu Dr. Hj. Faizah Ali Syibromalisi, MA. selaku dosen pembimbing

penulisan skripsi ini; yang telah banyak membantu meluangkan waktunya,

memberikan ilmu, saran, motivasi, serta nasehatnya.

4. Prof. Dr. Said Aqil Husain Munawwar, MA. selaku dosen penasehat

akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingannya, sehingga

memudahkan penulis dalam pembuatan skripsi ini.

5. Seluruh dosen pada program studi Tafsir Hadis (TH) atas segala motivasi,

ilmu pengetahuan, bimbingan, wawasan, dan pengalaman yang

mendorong penulis selama menempuh studi. Dan juga seluruh staf

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Pimpinan dan segenap staf karyawan Perpustakaan Utama dan

Perpustakaan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kedua orang tua tercinta, yang jasanya tak pernah terbalas sepanjang

masa, ibunda Fatimah dan ayahanda Jamiluddin. Terimakasih yang tak

terhingga penulis ucapkan untuk keduanya. Terimakasih atas segala doa,

nasihat, semangat dan semuanya yang telah diberikan kepada penulis,

yang benar-benar penulis rasakan keberkahannya hingga saat ini. Semoga

ayah dan umi selalu dalam lindungan Allah Swt.

8. Kepada segenap keluarga, adinda Ahmad Syauqi Rahman, Agnia Aulia

Putri, semoga kalian juga dapat menyelesaikan sekolah sampai ke jenjang

bangku perkuliahan; sukses dunia-akhirat. Dan tak lupa teruntuk wanita

terkasih penulis yang begitu besar perannya dalam penulisan skripsi ini,

bahkan yang selalu ada menemani penulis semenjak awal masuk bangku

perkuliahan sampai skripsi ini selesai. Penulis persembahkan penyelesaian

Page 8: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

vii

skripsi ini sebagai kado ulang tahunnya yang ke-23. Semoga pada tahun

ini penulis bisa menghalalkannya sebagai pendamping hidup selamanya.

Terimakasih wanitaku, Bintu Dzaar ♥.

9. Kepada semua kiyai, guru Ponpes Al-Itqan Cengkareng, Ponpes Ash-

Habul Aziziyah Leuwisadeng Bogor, warga komplek Masjid Assakinah

Gardenia Estate Ciputat, dan semua pihak yang telah membantu dan

mendoakan penulis selama menyusun skripsi ini, dan mohon maaf tidak

bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, penulis ucapkan terimakasih

yang tak terhingga.

10. Kawan-kawan UIN El-Q, kobong majlis Sirrul Asrar Cengkareng Timur;

Aizza Faqih yang sudah dahulu menjadi sarjana, Haikal Fadhil, Aristo

Rahman, semoga cepat selesai juga kuliahnya, dan lain-lain; mohon maaf

penulis tidak bisa sebutkan satu persatu namanya. Juga kepada Hani

Hilyati Ubaidah yang sekarang sedang melanjutkan S2 sekaligus menjadi

asisten Sekjur TH, terimakasih atas semua pinjaman buku-bukunya, terima

kasih atas segala informasi dan masukan-masukannya kepada penulis.

Semoga Allah Swt. mudahkan segala urusan kalian semua.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak

kelemahan dan kekurangan, karena itu kritk serta saran yang membangun sangat

penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan para

pembaca pada umumnya. Amin.

Jakarta, 1 Februari 2016

Asep Fathurrahman

Page 9: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI (ARAB-LATIN)

Transliterasi tulisan Arab ke tulisan Latin yang dipakai dalam penulisan

skripsi ini berpedoman pada pedoman menurut buku Pedoman Akademik

Program Strata 1, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010/2011. Dalam buku itu

ditetapkan sebagai berikut:

A. Konsonan

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan

B be

T te

Ts te dan es

J je

H h dengan garis bawah

Kh ka dan ha

D de

Dz de dan zet

R er

Z zet

S es

Sy es dan ye

S es dengan garis bawah

D de dengan garis bawah

T te dengan garis bawah

Z zet dengan garis bawah

‘ koma terbalik di atas hadap kanan

Gh ge dan ha

Page 10: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

ix

F ef

Q ki

K ka

L el

M em

N en

W we

H ha

` apostrof

Y ye

B. Vokal Tunggal

Simbol Arab Nama Latin Keterangan

fathah a a ــَ

kasrah i i ــِ

dammah u u ــُ

C. Vokal Rangkap (Madd)/Diftong

Simbol Arab Nama Latin Keterangan

fathah dan ya ai a dan i ــَ

fathah dan waw au a dan u ــَ

D. Vokal Panjang (Madd)

Simbol Arab Latin Keterangan

â a dengan topi di atas

î i dengan topi di atas

û u dengan topi di atas

Page 11: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

x

E. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan

dengan huruf, yaitu “ ” dialihaksarakan menjadi /l/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-tafsîr bukan at-tafsîr,

al-rijâl bukan ar-rijâl.

F. Tasydîd

Transliterasi tasydîd adalah dengan menggandakan hurufnya

(konsonan). Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima

tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-

huruf syamsiyyah. Contoh: tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-

darûrah.

G. Ta Marbûtah

Ada 2 transliterasi atau alih aksara bagi “ta marbûtah ( )”, yaitu:

1. Jika ta terdapat pada kata yang berdiri sendiri, atau diikuti oleh kata

sifat (na’t), atau harakatnya disukunkan, atau berada pada akhir

kalimat, maka transliterasinya adalah dengan huruf /h/.

2. Jika ta diikuti oleh kata benda (mudâf ilaih), maka transliterasinya

adalah dengan huruf /t/.

Page 12: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING i

LEMBAR PENGESAHAN ii

LEMBAR PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv

KATA PENGANTAR v

PEDOMAN TRANSLITERASI viii

DAFTAR ISI xi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 10

C. Tujuan Penelitian 11

D. Manfaat Penelitian 11

E. Tinjauan Kepustakaan 12

F. Metodologi Penelitian 16

G. Sistematika Pembahasan 18

BAB II : DISKURSUS AYAT-AYAT MUTASYÂBIHÂT

A. Definisi Ayat-ayat Mutasyâbihât 19

B. Ayat-ayat Mutasyâbihât dalam al-Qur’an 23

C. Sikap Ulama Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 28

Page 13: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

xii

BAB III : PENAFSIRAN AYAT-AYAT MUTASYÂBIHÂT MENURUT

NAWAWÎ AL-BANTANÎ DAN AL-ZAMAKHSYARÎ

A. Nawawî al-Bantanî dan Marâh Labîd Serta Penafsirannya Terhadap

Ayat-ayat Mutasyâbihât

1. Biografi dan Aktivitas Akademik Nawawî al-Bantanî 34

2. Sekilas Tentang Tafsir Marâh Labîd

a. Latar Belakang Penulisan 40

b. Metode dan Corak Penafsiran 43

3. Penafsiran Nawawî al-Bantanî Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât

a. Berkenaan dengan wajh (wajah) 45

b. Berkenaan dengan yad (tangan) 49

c. Berkenaan dengan istawâ (bersemayam) 51

B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat

Mutasyâbihât

1. Biografi dan Aktivitas Akademik al-Zamakhsyarî 55

2. Sekilas Tentang Tafsir al-Kasysyâf

a. Latar Belakang Penulisan 60

b. Metode dan Corak Penafsiran 62

3. Penafsiran Nawawî al-Bantanî Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât

a. Berkenaan dengan wajh (wajah) 67

b. Berkenaan dengan yad (tangan) 69

c. Berkenaan dengan istawâ (bersemayam) 70

Page 14: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

xiii

BAB IV : ANALISA KOMPARATIF PENAFSIRAN NAWAWÎ AL-

BANTANÎ DAN AL-ZAMAKHSYARÎ

A. Persamaan Penafsiran Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî Terhadap

Ayat-ayat Mutasyâbihât

1. Persamaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Wajh 72

2. Persamaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Yad 74

3. Persamaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Istawâ 75

B. Perbedaan Penafsiran Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî Terhadap

Ayat-ayat Mutasyâbihât

1. Perbedaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Wajh 76

2. Perbedaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Yad 79

3. Perbedaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Istawâ 83

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan 85

B. Saran 85

DAFTAR PUSTAKA 87

Page 15: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

al-Qur’an mengenalkan dirinya sebagai hudan (petunjuk) bagi umat

manusia, khususnya bagi orang-orang yang bertaqwa,1 ia mengandung berbagai

dimensi dan aspek kehidupan umat manusia itu sendiri. Diantaranya hukum-

hukum dan aturan peribadatan,2 etika kemasyarakatan,

3 politik dan sosial,

4 isyarat

ilmiah,5 sampai hal yang mendasar yakni aspek ‘aqîdah.

6 Semua itu berfungsi

sebagai sarana petunjuk yang dapat mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di

dunia, diantaranya dengan terciptanya kesejahteraan dan ketentraman.7 Dan

kebahagiaan di akhirat dengan bertemunya umat manusia sebagai hamba dengan

Allah sebagai Tuhannya dalam keadaan tenang (mutmainnah), ridho (râdiyah)

dan diridhai oleh Allah (mardiyyah).8

‘Aqîdah atau kepercayaan yang dimaksud adalah ‘aqîdah yang harus

dianut oleh manusia, yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Allah dan

kepercayaan akan kepastian datangnya hari pembalasan.9 Dalam al-Qur’an, antara

lain doktrin ketauhidan dan keesaan Allah tertuang dalam surat al-Ikhlâs ayat 1-4

sebagai berikut :

1 QS. al-Bâqarah: 2, 185, QS. al-Isrâ’: 17.

2 QS. al-Bâqarah: 43, 83, 228, QS. al-Nisâ`: 43, QS. Hûd: 114.

3 QS. al-Hujurât: 13, QS. al-Hajj: 67, QS. al-Nisâ: 86.

4 QS. al-Syûrâ: 38, QS. al-Nisâ: 59, QS. Âli ‘Imrân: 110.

5 QS. al-Nahl: 89, QS. Yâsîn: 38, QS. Âli ‘Imrân: 190.

6 QS. al-Ra’d: 36, QS. Hûd: 2, 26, QS. al-Fâtihah: 4, QS. Tâhâ: 8.

7 QS. al-Sabâ’: 15, QS. al-Nahl: 97.

8 QS. al-Fajr: 27-30.

9 Mohammad Nor Ikhwan, Belajar al-Qur’an: Menyingkap Khazanah Ilmu-ilmu al-

Qur’an Melalui Pendekatan Historis-Metodologis (Semarang: RaSAIL, 2004), h. 43.

Page 16: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

2

“Katakanlah: Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang

bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula

diperanakkan. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia”.10

Ayat di atas menjelaskan unsur-unsur ketauhidan pada Allah, mengenai

keesaan Allah yang dimaksud ayat ini, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA, dalam

tafsirnya al-Misbah, berkata bahwa keesaan Allah mencakup keesaan zat, keesaan

sifat, perbuatan, serta keesaan beribadah kepada-Nya.11

Lebih lanjut beliau

menjelaskan bahwa keesaan zat mengandung pengertian bahwa Allah tidak terdiri

dari unsur-unsur atau bagian-bagian. Demikian surat al-Ikhlâs menetapkan

keesaan Allah secara murni dan menafikan kemusyrikan terhadap-Nya.12

Sedangkan ayat ketiga dan keempat memberikan petunjuk bahwa Allah

suci dari keserupaan dengan makhluk. Bahkan tidak ada sekutu bagi-Nya. Inilah

konsep ketauhidan yang diajarkan oleh al-Qur’an.

Selain itu, terdapat juga ayat lain yang menjelaskan bahwa Allah tidaklah

menyerupai makhluk-Nya. Allah befirman dalam QS. al-Syûrâ: 11,

……

“….. tidak ada yang serupa dengan Allah satu jua pun. Dan Dialah Zat

yang Maha mendengar lagi Maha melihat”.13

Dua ayat di atas adalah di antara dalil yang menunjukkan doktrin

ketauhidan pada Allah. Setelah diperhatikan, dapat diketahui bahwa dalâlah

(petunjuk) yang ditunjukkan oleh kedua ayat di atas sifatnya jelas dan terang.

10

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 11

M.Quraish Shihab, Tafsīr al-Misbāḥ (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Vol 15, h. 601. 12

Ibid., h. 616. 13 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971).

Page 17: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

3

Nash atau ayat al-Qur’an yang segi penunjukkannya jelas, terang, dan tidak

mempunyai arti yang samar disebut ayat muhkamât.

Perlu diketahui bahwa al-Qur’an yang memperkenalkan dirinya sebagai

petunjuk. Dalam kenyataannya, tidak selalu memberikan petunjuknya dengan

ayat-ayat yang muhkamât sebagaimana dua dalil di atas. Melainkan sebagian

petunjuknya juga, ia (al-Qur’an) ungkapkan dengan redaksi yang samar yang

tidak mudah untuk diketahui dalâlahnya. Ayat yang demikian disebut ayat-ayat

mutasyâbihât. Kenyataan ini telah dinyatakan sendiri oleh Allah sebagai author

dari al-Qur’an dalam surah Âli ‘Imrân ayat 7, sebagai berikut:

“Dia-lah yang menurunkan al-Kitâb (al-Qur’an) kepada kamu. di antara

(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamât, Itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan

yang lain (ayat-ayat) mutasyâbihât. Adapun orang-orang yang dalam hatinya

condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang

mutasyâbihât daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari

ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan

orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat

yang mutasyâbihât, semuanya itu dari sisi Tuhan kami". Dan tidak dapat

mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal”.14

14

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971).

Page 18: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

4

Dari ayat inilah konsep muhkam dan mutasyâbih dikenal para ulama dan

cendekiawan. Dalam hal ini mereka juga mempunyai definisi yang beragam

mengenai konsep muhkam dan mutasyâbih tersebut.

Di antara definisi yang beragam tersebut adalah definisi yang diungkapkan

oleh Muhammad Husain al-Taba‘tabâ‘î yang dikutip Nor Ikhwan, bahwa yang

dinamakan muhkam adalah ayat-ayat yang mengandung pengertian jelas,

sedangkan mutasyâbih adalah ayat-ayat yang memerlukan pemikiran dan

pengkajian lebih lanjut.15

Dari ayat ketujuh surat Ali ‘Imrān tersebut, disimpulkan bahwa secara

keseluruhan ayat-ayat yang ada dalam al-Qur’an tidak terlepas dari dua model

tersebut. Hal yang perlu ditegaskan adalah bahwa dalam ayat-ayat aqidah

(teologis) pun terdapat ayat-ayat muhkamât dan mutasyâbihât. Hal ini sebenarnya

termasuk salah satu permasalahan yang berhubungan dengan keimanan. Karena

jika hanya dilihat secara eksplisit (apa adanya, secara redaksional, tekstual), maka

ayat-ayat mutasyâbihât akan menimbulkan kesan bertentangan dengan doktrin

keimanan dan ketauhidan yang telah ditunjukkan dengan ayat-ayat muhkamât

seperti yang telah disebutkan di atas.

Untuk membuktikan statement tersebut, penulis paparkan beberapa dari

ayat-ayat mutasyâbihât tersebut. Misalnya QS. al-Fath ayat 10:

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu.

Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan

15

Nor Ikhwan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, h. 187.

Page 19: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

5

mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar

janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada

Allah maka Allah akan memberinya pahala yang besar”.16

“Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan

kemuliaan”.17

Pada ayat surat al-Fath di atas disebutkan kata . Jika kita hanya

memahami berdasarkan lahiriyah teks, maka artinya adalah tangan Allah. Jika

demikian Allah memiliki anggota badan. Maka tidak ada bedanya antara Allah

dan makhluk-Nya yang juga mempunyai anggota tubuh. Pemahaman ini jelas

bertentangan dengan ayat 11 surah al-Syûrâ yang menjelaskan tidak ada

sesuatupun yang menyerupai Allah.

Serupa dengan hal ini adalah ayat 27 surat al-Rahmân, pada ayat tersebut

tertulis kata (muka atau wajah Allah), jika hanya memahami sebatas

lahiriyah teks, maka pemahaman yang didapatkan akan sama seperti pemahaman

atas kata “tangan Allah” yakni Allah memiliki organ tubuh. Dan jelas bahwa ini

bertentangan dengan aqidah bahwa Allah berbeda dengan makhluk-Nya

(mukhâlafah li al-hawâdits).

Yûsuf al-Qardawî dalam bukunya menukil pendapat al-Syaukânî, bahwa

dalam menyikapi hal ini terdapat beberapa kecendrungan atau tiga mazhab:18

Pertama, tidak ada takwil padanya, dan nash-nash itu diambil hanya

pengertian zahirnya, tidak ditakwilkan sama sekali. Ini adalah pendapat al-

Musyabbihah.

16

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 17

Ibid. 18

Yûsuf al-Qardawî (selanjutnya disebut al-Qardawî), Berinteraksi dengan al-Qur’an.

Penterjemah Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Cet I, h. 411.

Page 20: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

6

Kedua, ia mempunyai takwil, namun menahan diri dari takwil itu, sambil

membersihkan keyakinan dari penyerupaan dan pengingkaran.

Ibn Burhân berkata ini adalah pendapat salaf. al-Syaukânî berkata bahwa

cukuplah salaf dijadikan panutan bagi orang yang ingin mengikuti, dan teladan

bagi orang yang meneladani.19

Asy‘âriyyah menyikapi ayat-ayat mutasyâbihât ini sebagaimana adanya

seperti yang terdapat dalam teks al-Qur'an. Meskipun mereka tidak menerima

bahwa Allah mempunyai sifat kebertubuhan yang sama dengan sifat kebertubuhan

pada manusia, tetapi tetap mengatakan bahwa Allah, sebagaimana dalam al-

Qur'an, mempunyai mata, wajah, telinga, dan sebagainya, tetapi tidak sama

dengan yang ada pada manusia. Asy‘âriyyah mengatakan bahwa Allah memiliki

sifat-sifat kebertubuhan tersebut dalam bentuknya sendiri yang "tidak diketahui

bagaimana" (bilâ kaif).20

Ketiga, ditakwilkan, ini adalah pendapat Mu’tazilah. Dalam pandangan

Mu'tazilah, adalah mustahil jika Allah menempati ruang dan waktu dan memiliki

(bagian-bagian) tubuh, sebab hal tersebut menunjukkan bahwa Allah tidak lagi

bersifat kekal. Sebab, sifat materi yang membentuk kebertubuhan itu, pastilah

mengalami perubahan sebagaimana hukum materi. Selain itu, dengan mengatakan

bahwa Allah menempati ruang dan berada di dalam waktu, akan membatasi Allah

dengan segala sifat kemahaan-Nya, dan menjadikan Allah sebagai zat yang

terbatas.21

19

al-Qardawî, Berinteraksi dengan al-Qur’an. Penterjemah Abdul Hayyie al-Kattani,

(Jakarta: Gema Insani Press, 2001), Cet I, h. 411. 20

al-Asy'ari, al-Ibânah 'an Usul al-Diyanah (Kairo: Dâr al-Ansâr, t.th.), h. 124-5. 21 al-Qardawî, Berinteraksi dengan al-Qur’an, h. 411.

Page 21: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

7

Karena itu, menurut kalangan Mu'tazilah, ayat-ayat mutasyâbihât harus

diberi interpretasi yang lain. Kata al-istawâ (bersemayam/bertahta)

diinterpretasikan dengan "kekuasaan", al-'ain (mata) diinterpretasikan dengan

"ilmu atau pengawasan", dan al-wajh (wajah) diartikan dengan "zat/esensi", dan

al-yad (tangan) diartikan dengan "nikmat atau kekuasaan"22

Kemudian jika diamati dari tiga ragam pandangan di atas nampaknya ada

kesamaan antara pandangan mazhab kedua dan ketiga yaitu mazhab Asy’ariyyah

dan mazhab Mu’tazilah. Keduanya sama-sama meyakini adanya takwil terhadap

ayat-ayat mutasyâbihât.

Sebagai contoh, kaum Musyabbihah dari kaum Wahabiyah23

seringkali

mengatakan bahwa “pemaknaan istawâ dengan takwil istawlâ adalah pendapat

orang-orang Mu’tazilah, padahal kaum Mu’tazilah adalah kaum yang sesat

sebagaimana telah disepakati bersama. Dengan demikian bagaimana dapat

dibenarkan jika Asy’ariyyah mengambil pendapat kaum Mu’tazilah tersebut?”.24

Berawal dari pernyataan kaum Wahabiyah diataslah penulis merasa perlu

untuk membuktikan dimana letak kesamaan penafsiran mazhab Asy’ariyyah

dengan Mu’tazilah terhadap ayat-ayat mutasyâbihât?

Oleh karena itu, untuk membuktikannya dalam tulisan skripsi ini penulis

mencoba mengkaji dan membandingkan lebih jauh lagi antara mufasir

Asy’ariyyah yang diwakili oleh Nawawî al-Bantânî dengan tafsirnya Marâh

22

‘Abd al-Jabbâr, Syarh al-Usûl al-Khamsah (Beirut: Maktabah Wahbah, 1988), h. 226-

8. 23

Pendiri paham ini adalah Muhammad ibn Abd al-Wahab (1702-1787 M.) Oleh karena

itu orang menamakan gerakannya dengan Wahabiyah, dibangsakan kepada Abd al-Wahab, bapak

dari Muhammad ibn Abd al-Wahab. Sebenarnya menamakan gerakan ini dengan “Wahabiyah”

adalah salah, karena pendirinya bernama Muhammad, bukan Abd al-Wahab. Lihat Siradjuddin

Abbas, h. 309. 24

Kholil Abu Fateh, Studi Komprehensif Tafsir “ISTAWA” (Jakarta: Syahamahpress,

2010), h. 108.

Page 22: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

8

Labîd dan dengan mufasir Mu’tazilah yang diwakili oleh al-Zamakhsyarî dengan

tafsirnya al-Kasysyâf.

Penulis memilih Nawawî al-Bantânî sebagai barometer mufasir

Asy’ariyyah karena memang Nawawî al-Bantânî sendiri seorang ulama Nusantara

yang menganut paham Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah dalam pemikiran kalam atau

teologi, menganut mazhab Syafi’i dalam bidang fiqh.

Dari karyanya Fath al-Majid orang dengan mudah mengerti bahwa

Nawawi al-Bantani adalah pengikut al-Asy’ari. Nawawi al-Bantani berkali-kali

menyebut al-Asy’ari dengan atribut “al-Syaikh”, yang berarti “Sang Guru”.25

Mafri Amir dalam bukunya mengutip dari Mamat S. Burhanuddin pun

mengatakan bahwa corak penafsiran Nawawi al-Bantani dalam tafsirnya

menganut Ahl al-Sunnah wa al-Jamâ’ah dalam bidang Teologi dan Syafi’iyah

dalam bidang Fiqih.26

Menurut Zamakhsyari Dhofier, ada enam orang ulama terkemuka yang

telah memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap pelestarian dan

perkembangan Islam tradisional27

di Jawa. Di antara keenam orang tersebut salah

satunya adalah Syaikh Nawawî al-Bantanî.28

Beliau adalah ulama Jawa yang

terkenal di Makkah dan Madînah dan telah tinggal di sana selama lebih dari

25

Samsul Munir Amin, Sayyid Ulama Hijaz: Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani

(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009), h. 58. 26

Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013), Cet II, h. 53-

54. 27

Suatu bentuk pemahaman yang merujuk pada pandangan ulama-ulama dan sarjana

terdahulu, baik yang diungkapkan dalam bentuk pandangan-pandangan pribadi maupun

pandangan-pandangan yang dikutip dari ulama-ulama sebelumnya. Lihat Muhammad Abed al-

Jabiri, Post Tradisionalisme Islam, terj. Imam Baehaqi, (Yogyakarta: LKiS, cet. 1, 2000), h. 9-10 28

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiai

(Jakarta: LP3eS, cet. 4, 1985), h. 86

Page 23: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

9

separuh hidupnya.29

Beliau begitu aktif mengarang kitab yang membahas tentang

fiqh, ushûl fiqh, ĥadîts, tasawuf, nahwu, dan tauhid.

Di pesantren-pesantren salaf yang banyak tersebar di Indonesia, kitab-

kitab karya Syaikh Nawawî sangat dikenal, bahkan bisa dikatakan bahwa

beberapa kitab karangannya dijadikan pedoman standar bagi para santri, terutama

bagi kalangan pemula. Di antara kitabnya yang menjadi pedoman para santri

adalah kitab Kâsyifat al-Sajâ (ulasan atas kitab Safînat al-Najâh, karya Salîm ibn

Samîr al-Ĥadhramî dalam bidang fiqh), Qatr al-Ghayts (ulasan atas kitab Masâ`il

Abî al-Layts karya Abû al-Layts dalam bidang tauhid), Mirqât Su‘ûd al-Tasdîq

(ulasan atas kitab Sullam al-Tawfîq karya ‘Abd al-Lâh ibn Husayn dalam bidang

tauhid, fiqh, dan tasawuf), dan masih banyak lagi.30

Selanjutnya, sebagai pembanding dari kalangan mufasir mazhab

Mu’tazilah penulis memilih al-Zamakhsyarî dengan tafsirnya al-Kasysyâf.

Dalam dunia khazanah keislaman, al-Zamakhsyarî adalah tokoh yang

selalu didengung-dengungkan terlebih dalam persoalan tafsir.31

al-Zamakhsyarî dalam perkembangan intelektualnya menganut paham

yang lebih berpijak pada rasionalitas yaitu Mu’tazilah. Bahkan menurut para

rivalnya yang berbeda paham dan aliran, beliau terkesan membela secara mati-

matian ideologi Mu’tazilah dengan menggunakan segala macam argumen yang

dapat diajukan untuk kepentingan tersebut.32

29

Baru pada abad ke-19 M, pesantren-pesantren di Jawa menghasilkan ulama yang

bertaraf internasional dan banyak yang berhasil menjadi guru besar di Makkah dan Madînah. Lihat

Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, h. 85. 30

HM. Usep Ramli, Syaikh Nawawî al-Jâwî: Tokoh Intelektual Internasional Asal Banten

(Banten: Fajar Banten, 2000), h. 5. 31

Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern

(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 39. 32

Ibid.. h. 41. Lihat juga Muqaddimah tafsir al-Kasysyâf dari Alayan dalam Zamakhsyarî,

al-Kasysyaf (Beirut: Dâr al-Ma’rifah).

Page 24: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

10

Siradjuddin Abbas dalam bukunya mencatat al-Zamakhsyarî sebagai salah

satu gembong dan pengarang kitab Mu’tazilah selain dari pada ‘Utsmân al-Jahiz,

Syarîf Radi, Abd al-Jabbâr ibn Ahmad, dan Ibn Abî al-Haddâd.33

Pada akhirnya, hemat penulis, kajian ayat-ayat mutasyâbihât ini akan

menarik dengan mengkomparasikan penafsiran kaum Asy’ariyyah yang diwakili

oleh Nawawî al-Bantanî dengan tafsirnya Marâh Labîd di satu sisi dan penafsiran

kaum Mu’tazilah yang diwakili oleh al-Zamakhsyarî dengan tafsirnya al-Kasysyâf

di sisi lain.

Berharap, semoga dengan kajian ini dapat membuktikan pernyataan yang

dibawa oleh kaum Musyabbihah dari kalangan Wahabiyah bahwa penafsiran

Asy’ariyyah terhadap ayat-ayat mutasyâbihât itu sama dengan penafsiran yang

dianut oleh kaum Mu’tazilah. Apakah benar sama? Dan dimana letak

kesamaannya? Jika berbeda, dimana letak perbedaannya?.

Kajian yang dimaksud, penulis tuangkan dalam karya skripsi yang

berjudul “PENAFSIRAN AYAT-AYAT MUTASYÂBIHÂT DALAM AL-

QUR’AN (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR

AL-KASYSYÂF)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Banyaknya perbedaan pandangan mengenai ayat-ayat mutasyâbihât

membuat pembahasan ini menjadi begitu luas. Oleh karena itu, penulis membatasi

ayat-ayat mutasyâbihât ini dengan fokus kepada kajian terhadap ayat-ayat tajsim

atau tasybih. Ayat-ayat yang terdapat term yadd, wajh, dan istawâ sebagai batasan

kajiannya. Alasan pembatasan hanya pada term yang disebutkan karena penulis

33

Siradjuddin Abbas, I’tiqad Ahlussunnah wa al-Jama’ah (Jakarta: Pustaka Tarbiyah,

1979), h. 177.

Page 25: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

11

menganggap ayat-ayat yang terdapat term tersebutlah yang banyak diperdebatkan

oleh para ulama.

Melalui latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan

masalah dalam pembahasan ini adalah Bagaimana perbandingan penafsiran

Nawawî al-Bantânî dan al-Zamakhsyarî tentang ayat-ayat mutasyâbihât?

C. Tujuan Penelitian

Secara formal, penulisan skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi syarat

memperoleh gelar sarjana strata satu (S-1) pada jurusan Tafsir Hadis, Fakultas

Ushuluddin dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Adapun tujuan non-

formal penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui penafsiran Nawawî al-Bantanî terhadap ayat-ayat

mutasyâbihât dalam tafsirnya Marâh Labîd dan al-Zamakhsyarî

dengan tafsirnya al-Kasysyâf.

2. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan penafsiran Nawawî al-

Bantanî dan al-Zamakhsyarî terhadap ayat-ayat mutasyâbihât.

D. Manfaat Penelitian

Selain memiliki tujuan, penelitian ini diharapkan mempunyai

kontribusi dan manfaat, yaitu:

1. Secara teoritis, karya ini diharapkan dapat menambah wawasan

tentang penafsiran ayat-ayat mutasyâbihât dalam kepustakaan ilmu al-

Qur’an dan teologis sekaligus.

2. Secara praktis, hasil pembahasan ini diharapkan mampu memberikan

kontribusi dalam pemahaman teologis dalam memahami sifat-sifat

Allah yang ditunjukkan al-Qur’an secara abstrak, dan mengetahui

Page 26: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

12

lebih jauh penafsiran yang dilakukan Nawawî al-Bantanî dan al-

Zamakhsyarî terhadap ayat-ayat mutasyâbihât dalam al-Qur’an.

3. Dalam aspek teologis dan agama, diharapkan hasil penelitian ini dapat

menambah kekuatan dan keteguhan iman kita sebagai orang yang

beriman.

E. Tinjauan Kepustakaan

Ayat-ayat mutasyâbihât khususnya dalam penelitian ini adalah ayat-

ayat yang merupakan salah satu tanda dari sekian âyât (tanda-tanda)

kekuasaan Allah yang sampai sekarang menjadi pembahasan yang cukup

menarik untuk dikaji. Upaya pengkajian tentang masalah ini telah dilakukan

oleh para mufassir dalam bentuk dan corak yang berbeda-beda, ada yang

memahaminya dari segi i’jâz, segi bahasa, dan lain sebagainya.

Dalam penelusuran penulis terhadap berbagai karya tulis yang

membahas tentang ayat-ayat mutasyâbihât memang banyak terutama dalam

bentuk makalah, atau dalam buku-buku ilmu al-Qur’an, akan tetapi yang

membahas tentang ayat-ayat mutasyâbihât dalam tafsir Marâh Labîd dan al-

Kasysyâf penulis belum menemukannya. Di antara beberapa karya tulis yang

membahas tentang ayat-ayat mutasyâbihât secara komprehensif antara lain

dapat dilihat dalam al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur’ân karya al-Zarkasyî, al-Itqân

fî ‘Ulûm al-Qur’ân karya al-Suyutî, dan kitab atau buku-buku ilmu al-Qur’an

lainnya seperti Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân karya al-Zarqânî, dan

Mabâhits fî ‘Ulûm al-Qur’ân karya al-Qattân.

Di samping itu, karya tulis yang membahas tentang ayat-ayat

mutasyâbihât juga tidak asing lagi di kalangan mahasiswa, baik berupa

Page 27: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

13

skripsi, tesis, dll. Di antara karya tulis mahasiswa yang membahas tentang

ayat-ayat mutasyâbihât adalah:

1. “Penafsiran Ayat-ayat Mutasyâbihât dalam Tafsir al-Jilânî Karya

Syaikh ‘Abd al-Qâdir al-Jilânî” karya Moh.Hidayat (skripsi Prodi

Tafsir-Hadis, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah,

2012). Dalam skripsi ini hanya meneliti tentang kajian penafsiran

Syaikh ‘Abd al-Qâdir al-Jilânî terhadap beberapa contoh ayat

mutasyâbihât (term yad, wajh, ‘aîn, dan istawâ) yang berbicara

seakan-akan Allah menyerupai makhluk-Nya, dan juga dibahas

aspek yang terkandung di dalam ayat tersebut menurut Syaikh

‘Abd al-Qâdir al-Jilânî. Moh.Hidayat menemukan adanya

perbedaan penafsiran Syaikh ‘Abd al-Qâdir al-Jilânî terhadap ayat

yang terdapat empat kata tersebut dengan mufassir lainnya namun

ada beberapa penafsirannya yang sama persis dengan mufassir

lain yang non sufi.

2. “Pemaknaan Ayat Istawâ; Studi Komparatif Penafsiran Syaikh

Ibn Taimiyyah dan ‘Abd Allâh al-Harari” karya Zainal Nu’it

(skripsi Prodi Tafsir-Hadis, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah, 2014).

3. Pemaknaan Ayat-ayat Mutasyabihat (analisis terhadap terjemahan

al-Qur’an Depag RI). Sebuah skripsi yang ditulis oleh Rifa’i

Zarkasyi (skripsi Prodi Tafsir-Hadis, Fakultas Ushuluddin, UIN

Syarif Hidayatullah, 2008)., ia memaparkan beberapa contoh

ayat-ayat mutasyabihat.

Page 28: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

14

4. Penafsiran Ayat-Ayat Mutasyabihat Dalam Tafsir Al-Misbah

Karya M. Quraish Shihab. Skripsi yang disusun oleh Dulatif

(skripsi Prodi Tafsir-Hadis, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah, 2006), di dalamnya ia membahas beberapa ayat-

ayat Mutasyâbihât menurut perspektif M. Qurasih Shihab.

5. “Pemikiran Metode al-Ta`wîl al-Tafsîlî Ibn Jam’ah terhadap

Sifat-sifat Allah” karya Misbahuddin (skripsi Prodi Aqidah

Filsafat, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah, 2013).

Dalam skripsi ini dipaparkan tentang bagaimana metode Ibn

Jam’ah menetapkan sifat-sifat bagi Allah dalam menganalisa

ayat-ayat mutasyâbihât maupun teks-teks lain yang berkaitan

dengan sifat-sifat Allah. Misbahuddin menemukan bahwa metode

yang dipakai Ibn Jam’ah terhadap teks-teks berkaitan dengan

sifat-sifat Allah dengan menggunakan metode al-ta`wîl al-tafsîlî.

Ditemukan kata al-yad dengan makna al-ni’mah (kenikmatan),

al-qudrah (kuasa), al-ihsan (kebaikan).

6. “Teori Mutasyâbih Syaikh Zakariyyâ al-Ansarî: Tahqiq dan

Dirasah Kitab Fath al-Rahmân bi Kasyf Mâ Yaltabis fî al-

Qur’ân” karya Nadia (Tesis S2 Prodi Agama dan Filsafat,

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010).

Penelitian ini merupakan kajian pemikiran dan ketokohan. Dalam

penelitian ini yaitu tokoh Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî. Di antara

beberapa karya tulis yang membahas tentang biografi tokoh Nawawî al-

Bantanî secara komprehensif antara lain dapat dilihat dalam “Sejarah

Page 29: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

15

Pujangga Islam, Syech Nawawi Albanteni Indonesia” karya Chaidar, dan

“Sayyid Ulama Hijaz: Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani” karya Amin

Syamsul Munir Amin.

Selain kitab atau buku-buku yang membahas tentang ayat-ayat

mutasyâbihât dan biografi tokoh, penulis juga dapati beberapa skripsi dan

tesis yang membahas kajian pemikiran tokoh Nawawî al-Bantanî dan al-

Zamakhsyarî, namun bukan pada ranah pemikiran Nawawî al-Bantanî dan al-

Zamakhsyarî terhadap ayat-ayat mutasyâbihât. Di antara skripsi yang

membahas kajian pemikiran tokoh Nawawî al-Bantanî yaitu karya

Muhammad Fatih (Prodi Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, tahun 2010) dengan judul “Penafsiran Ibnu Abbas

Tentang Lailat al-Qadr dalam Kitab Marâh Labîd Karya Syaikh Nawawî al-

Bantanî”, Siti Nur Wakhidah (Prodi Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin, UIN

Sunan Kalijaga, tahun 2009) dengan judul “Penafsiran Nawawî al-Bantanî

tentang Fitrah dalam Tafsir Marâh Labîd dan Implikasinya dalam Kehidupan

Sosial, Zidni Ilman NZ (Prodi Aqidah Filsafat, Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah, tahun 2006) dengan judul “Sifat Tuhan

dalam Pemikiran Syaikh Nawawî al-Bantanî”, tesis karya Ahmad Asnawi

(Tesis Magister IAIN Jakarta, 1984) dengan judul “Pemikiran Syaikh

Nawawî al-Bantanî tentang Af’âl al-’Ibâd (Perbuatan Manusia)”, tesis karya

Hazbini (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1996) dengan judul “Kitab Ilmu Tafsir

Karya Syaikh Muhammad Nawawî al-Bantanî”, dan tesis karya Muhammad

Hanafi (Prodi Agama dan Filsafat, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, tahun

2010) dengan judul “Pemikiran Kalam Imam Nawawî al-Bantanî dalam Kitab

Page 30: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

16

Qatr al-Ghaits: Tahqîq dan Dirâsah”, skripsi karya Rifki Hadi (Prodi Ilmu al-

Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga, tahun 2013)

dengan judul “Fadâil al-Suwar Perspektif al-Zamakhsyarî (Studi atas Kitab

al-Kasysyâf ‘an Haqâiq al-Tanzîl wa ‘Uyûn al-‘Aqâwîl fî Wujûh al-Tanwîl).

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (Library Research),

sehingga data yang diperoleh adalah berasal dari kajian teks atau buku-

buku yang relevan dengan pokok atau rumusan masalah di atas.34

2. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu data primer dan

sekunder. Yang dimaksud data primer dalam penelitian ini adalah kitab

tafsir Marâh Labîd karya Nawawî al-Bantanî dan tafsir al-Kasysyâf karya

al-Zamakhsyarî sebagai sumber utama. Sedangkan yang dimaksud sumber

sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku ilmu al-Qur’an, majalah,

jurnal, skripsi, tesis, maupun desertasi, dan artikel lain yang berkaitan

dengan tema pembahasan sebagai sumber pendukung.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dimaksud adalah suatu proses pengadaan

data primer sebagai rujukan utamannya, yaitu kitab tafsir Marâh Labîd

karangan Nawawî al-Bantanî dan tafsir al-Kasysyâf karya al-Zamakhsyarî.

Adapun data pelengkap (sekunder) sebagai penguat adalah kitab-kitab

tafsir yang bersangkutan secara langsung, juga berbagai literatur lain yang

34

Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Andi Offet, 1995), Jilid I, h. 9.

Page 31: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

17

membahasnya. Setelah data terkumpul sedemikian diolah sehingga

menjadi terarah dan sistematis, mula menuliskan data-data yang berkaitan

dengan tema pembahasan, mengedit, mengklarifikasi, mereduksi dan

menyajikan.35

.

4. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul untuk kemudian diolah, langkah berikutnya

adalah menganalisa data tersebut. Dalam proses menganalisa data, penulis

menggunakan metode deskriptif-analitik. Dengan cara deskriptif

dimaksudkan untuk menggambarkan pandangan atau penafsiran Nawawî

al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî terhadap ayat-ayat mutasyâbihât dalam al-

Qur’an.

Penelitian ini juga menggunakan metode analisis isi (Content

Analysis). Dalam analisis ini, penulis menggunakan pendekatan

interpretasi.36

Ini artinya penulis menyelami pemikiran Nawawî al-

Bantanî dan al-Zamakhsyarî terhadap ayat-ayat mutasyâbihât untuk

kemudian dikomparasikan antara keduanya.

Untuk teknik penulisan dan sistem transliterasi penelitian ini,

penulis merujuk pada buku Pedoman Akademik Program Strata 1 UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010/2011.

35

Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h. 29. 36

Anton Bakker dan Achmad Charis Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat (Yogyakarta:

Kanisius, 1990), h. 63.

Page 32: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

18

G. Sistematika Pembahasan

Seluruh pembahasan yang tercakup dalam skripsi ini, akan dituangkan

ke dalam bab-bab tertentu sesuai dengan tema pokoknya masing-masing,

yaitu:

Bab pertama adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

tinjauan kepustakaan, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua berisi tentang diskursus ayat-ayat mutasyâbihât yang

meliputi pembahasan tentang definisi ayat-ayat mutasyâbihât, ayat-ayat

mutasyâbihât dalam al-Qur’an, dan sikap ulama terhadap ayat-ayat

mutasyâbihât.

Bab ketiga berisi tentang uraian biografi, kitab tafsir Nawawî al-

Bantanî dan al-Zamakhsyarî, serta penafsiran keduanya terhadap ayat-ayat

mutasyâbihât dalam al-Qur’an.

Bab keempat berisi pembahasan analisis komparatif penafsiran

Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî terhadap ayat-ayat mutasyâbihât

dalam al-Qur’an yang meliputi persamaan, perbedaan antara penafsiran

keduanya.

Bab kelima adalah penutup yang memuat kesimpulan dari keseluruhan

panelitian (skripsi) ini dan saran dari penulis.

Page 33: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

19

BAB II

DISKURSUS AYAT-AYAT MUTASYÂBIHÂT

A. Definisi Ayat-ayat Mutasyâbihât

Secara bahasa (etimologi) kata mutasyâbihât adalah bentuk plural

(jama’ muannats sâlim) dari mufrad mutasyâbih, yang terambil dari akar kata

syabah yang berarti serupa atau sama antara dua perkara atau lebih. Biasanya,

keserupaan itu menimbulkan kesamaran atau ketidakjelasan bahkan

kebingungan menentukan antara yang satu dengan yang lainnya. Seperti

dalam al-Qur’an (QS. al-Bâqarah 2:25) dan (QS. al-Bâqarah [2]: 70). Dalam pengucapannya ada yang mengistilahkankan

mutasyâbih ada juga yang mengatakan mutasyâbihât.1

Dengan penjelasan di atas bisa dipahami bahwa mutasyâbih terkadang

bermakna samar, serupa, sama, dan mirip. Dari arti bahasa inilah kemudian

term mutasyâbih digunakan untuk sesuatu yang serupa yang masih samar dan

belum jelas pada sebagian ayat-ayat al-Qur’an.

Secara istilah, para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan

mutasyâbih, sebagaimana perbedaan mereka dalam mengartikan istilah

muhkam. Dalam kitab Manâhil al-‘Irfân, Syaikh al-Zarqânî menginventarisir

sebelas pendapat ulama (empat diantaranya dianggap lemah) dalam

menetapkan makna muhkam dan mutasyâbih.2

1. Muhkam artinya yang jelas dilâlah-nya (penunjukannya pada makna

yang dituju) sehingga tidak mungkin terjadi nasakh (penghapusan),

1 Muhammad ‘Abd al-‘Azîm al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân (Kairo:

Dâr al-Hadis, 2001), Jilid II, h. 225. Lihat juga Nûr al-Dîn ‘Itr, ‘Ulûm al-Qur’ân al-Karîm

(Damaskus: Matba’ah al-Sabâh, 1993), cet. Ke-5, h. 120. Lihat juga Muhammad Hâdî

Ma’rifah, al-Tamhîd fî ‘Ulûm al-Qur’ân (Iran: Muassasah al-Nasr al-Islâmî, 1416 H), cet. Ke-

3, Jilid III, h. 6. 2 Al-Zarqânî, Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-Qur’ân, h. 227.

Page 34: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

20

sedangkan mutasyâbih artinya yang samar yang tidak ditemukan

maknanya secara aqli atau pun naqli. Ia hanya diketahui Allah Swt.

seperti hari kiamat dan al-huruf al-muqatta’ah (huruf-huruf yang berada

pada awal surat). Menurut al-Alûsî pendapat ini adalah pendapatnya

ulama Hanafiyyah.

2. Muhkam adalah yang diketahui maksudnya baik karena jelas artinya atau

karena ditakwil, sedangkan mutasyâbih adalah apa yang hanya diketahui

oleh Allah Swt. seperti hari kiamat, keluarnya dajjal, dan al-huruf al-

muqatta’ah. Pendapat ini dinisbatkan kepada Ahl al-Sunnah dan

termasuk pendapat yang dipilih di kalangan mereka.

3. Muhkam adalah yang tidak memiliki kemungkinan kecuali pada satu

wajah takwil, sedangkan mutasyâbih yang memiliki beberapa

penakwilan. Pendapat ini dinisbatkan kepada Ibn ‘Abbâs dan dipakai

oleh mayoritas ulama Ushul.

4. Muhkam adalah yang mandiri dan tidak butuh pada penjelasan,

sedangkan mutasyâbih adalah yang tidak mandiri, ia butuh pada

penjelasan yang terkadang penjelasannya begini dan terkadang begitu.

Hal ini karena timbulnya khilâf dalam penakwilannya. Pendapat ini

dinisbatkan kepada Imam Ahmad.

5. Muhkam adalah yang benar rangkaian dan urutannya sehingga dapat

mendatangkan makna yang lurus tanpa ada perkara yang menghalangi,

sedangkan mutasyâbih adalah makna yang diharapkannya tidak diketahui

secara bahasa kecuali berbarengan dengan tanda atau indikasi lain. Dari

Page 35: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

21

definisi ini, istilah musytarak termasuk dari mutasyâbih. Pendapat ini

dinisbatkan kepada Imam al-Haramain.

6. Muhkam adalah yang jelas maknanya dan tidak terdapat isykâl

(permasalahan), terambil dari kata al-ihkâm yang berarti al-itqân

(sempurna), sedangkan arti mutasyâbih adalah sebaliknya.

7. Muhkam adalah yang unggul penunjukkannya pada makna yang

dimaksud seperti nass dan zâhir, sedangkan mutasyâbih yang tidak

unggul seperti mujmal, mu‘awwal dan musykil.3

Setelah dianalisis, sebenarnya pendapat-pendapat di atas tidak saling

bertentangan atau kontradiktif, bahkan saling melengkapi satu sama lainnya.

Perbedaan tersebut lebih dikarenakan cara pandang yang berbeda dalam

memahami kedua istilah tersebut. Dari ketujuh pendapat di atas bisa

disimpulkan bahwa muhkam adalah yang jelas maknanya sedangkan

mutasyâbih adalah yang tidak jelas maknanya sehingga membutuhkan

pemahaman mendalam untuk menguak makna yang dimaksud.

Di samping definisi di atas, ada empat definisi lain mengenai muhkam

dan mutasyâbih, namun keempat definisi ini dianggap lemah dibandingkan

ketujuh definisi yang telah disebutkan di atas, yaitu:

1. Muhkam adalah yang diamalkan, sedangkan mutasyâbih adalah yang

hanya diyakini namun tidak diamalkan. Al-Suyûtî mengatakan bahwa

pendapat ini diriwayatkan dari ‘Ikrimah, Qatâdah, dan yang lainnya.

Pendapat ini membatasi pengertian muhkam pada aspek amaliyah dan

mutasyâbih pada aspek keyakinan.

3 Al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 227. Lihat juga Hasan Ayyub, al-

Hadîts fî ‘Ulûm al-Qur’ân wa al-Hadîts (Kairo: Dâr al-Salâm, 2002), cet. Ke-1, h. 75-76.

Page 36: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

22

2. Muhkam adalah sesuatu yang bisa dirasionalisasikan maknanya,

sedangkan mutasyâbih adalah sebaliknya. Seperti kewajiban salat dan

pengkhususan puasa di bulan Ramadhan, tidak di bulan Sya’ban. Tafsiran

ini tidak membahas segala sesuatu yang jelas dan yang samar.

3. Muhkam adalah yang tidak berulang-ulang lafaznya, sedangkan

mutasyâbih adalah yang berulang-ulang lafaznya. Definisi lebih dekat

pada arti bahasa bagi mutasyâbih dan tidak menyinggung kejelasan serta

kesamaran lafaz.

4. Muhkam adalah yang tidak dihapus (nasakh), sedangkan mutasyâbih

adalah yang telah dihapus.4

Dalam al-Qur’an terdapat tiga ayat yang secara lahir tampak

bertentangan, yaitu:

1. Firman Allah swt. (QS. Hûd 11:1) ayat ini menjelaskan

bahwa semua ayat al-Qur’an muhkam;

2. Firman Allah swt. (QS. al-Zumar 39:23)

ayat ini menyatakan bahwa semua ayat al-Qur’an mutasyâbih;

3. Firman Allah swt. (QS. Âli

‘Imrân 3:7) ayat ini menegaskan bahwa dalam al-Qur’an ada yang

muhkam dan ada yang mutasyâbih.

Ketiga ayat di atas tampak kontradiktif karena yang satu menyatakan

seluruh al-Qur’an muhkam sedangkan yang lain menyatakan seluruhnya

mutasyâbih. Di samping itu ada juga yang berpendapat bahwa dalam al-

Qur’an ada yang muhkam dan ada juga yang mutasyâbih. Al-Suyûtî, di dalam

kitabnya yang terkenal, “al-Itqân” berusaha menjawab kejanggalan di atas, ia

4Al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 230-231.

Page 37: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

23

mengatakan bahwa maksud seluruhnya muhkam adalah kesempurnaan dan

tidak adanya cacat serta perbedaan, sedangkan yang dimaksud seluruhnya

mutasyâbih adalah antara satu dengan yang lainnya serupa dalam kebenaran

dan kemukjizatannya.5

B. Ayat-ayat Mutasyâbihât dalam al-Qur’an

Perbedaan pengertian muhkam dan mutasyâbih yang telah

disampaikan para ulama di atas, nampak tidak ada kesepakatan yang jelas

antara pendapat mereka tentang muhkam dan mutasyâbih, sehingga hal ini

terasa menyulitkan untuk membuat sebuah kriteria ayat yang termasuk

muhkam dan mutasyâbih.

J.M.S Baljon, mengutip pendapat al-Zamakhsyarî yang berpendapat

bahwa termasuk kriteria ayat-ayat muhkamât adalah apabila ayat-ayat

tersebut berhubungan dengan hakikat (kenyataan), sedangkan ayat-ayat

mutasyâbihât adalah ayat-ayat yang menuntut penelitian (tahqîqât).6

’Ali Ibn Abî Talhah memberikan kriteria ayat-ayat muhkamât sebagai

berikut, yakni ayat-ayat yang membatalkan ayat-ayat lain, ayat-ayat yang

menghalalkan, ayat-ayat yang mengharamkan, ayat-ayat yang mengandung

kewajiban, ayat-ayat yang harus diimani dan diamalkan. Sedangkan ayat-ayat

mutasyâbihât adalah ayat-ayat yang telah dibatalkan, ayat-ayat yang

dipertukarkan antara yang dahulu dan yang kemudian, ayat-ayat yang berisi

beberapa variabel, ayat-ayat yang mengandung sumpah, ayat-ayat yang boleh

diimani dan tidak boleh diamalkan.

5 Al-Suyûtî, al-Itqân fî ‘Ulum al-Qur’ân, h. 299.

6 Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti

Prima Yasa, 2003), h. 73.

Page 38: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

24

Al-Raghîb al-Asfihâni memberikan kreteria ayat-ayat mutasyâbihât

sebagai ayat atau lafaz yang tidak diketahui hakikat maknanya, seperti

tibanya hari kiamat, ayat-ayat al-Qur’an yang hanya bisa diketahui maknanya

dengan sarana bantu, baik dengan ayat-ayat muhkamât, hadis-hadis sahih

maupun ilmu penegtahuan, seperti ayat-ayat yang lafalnya terlihat aneh dan

hukum-hukumnya tertutup, ayat-ayat yang maknanya hanya bisa diketahui

oleh orang-orang yang dalam ilmunya. Sebagaimana diisyaratkan dalam doa

Rasulullah untuk Ibn ’Abbâs, Ya Allah, karuniailah ia ilmu yang mendalam

mengenai agama dan limpahankanlah pengetahuan tentang ta’wil

kepadanya. Muhkam menyangkut soal hukum-hukum (farâid), janji, dan

ancaman, sedangkan mutasyâbih mengenai kisah-kisah dan perumpamaan.7

Secara umum, munculnya mutasyâbihât dikarenakan samarnya tujuan

yang dimaksud oleh syar’i. Kesamaran tersebut dapat diklasifikasikan

menjadi tiga bentuk atau bagian, semua penafsiran para mufassir tidak keluar

dari ketiganya: mutasyâbih min jihah al-lafz yaitu dari aspek lafaz;

mutasyâbih min jihah al-ma’na yaitu dari aspek makna; dan mutasyâbihât

min jihah al-lafz wa al-ma’na yaitu dari aspek keduanya; lafaz dan maknanya

sekaligus.8

1. Kesamaran dari aspek lafaz

Sebab kesamaran lafaz ini ada dua macam. Pertama, pada lafz mufrad

(kata yang belum tersusun menjadi sebuah kalimat). Hal ini terjadi, terkadang

7 M. Hasby Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Quran ( Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993), h,

169. 8 Su’ud ibn ‘Abdullah al-Fanîsân, Ikhtilâf al-Mufassirîn Asbâbuh wa Âtâruh (Riyad: Dâr

Syabîliyâ,1997), cet. Ke-1, h. 157. Lihat juga Jalâl al-Dîn ‘Abd al-Rahmân ibn Abu Bakr al-

Suyûtî, al-Itqân fi ‘Ulum al-Qur’ân (Kairo: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2010), cet, ke-3, h.

310-311.

Page 39: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

25

dari segi keasingan sebuah lafaz, seperti lafaz abban. Kata abban tersebut

jarang ditemukan dalam al-Qur’an, sehingga asing. Kalau tidak ada

penjelasan dari ayat berikutnya, arti kata Abbanan itu sulit dimengerti. Tetapi

ayat 32 surat ‘Abbasa menyebutkan (untuk kesenangan

kamu dan ternak-ternakmu), sehingga baru jelas bahwa yang dimaksud

dengan abban adalah rerumputan, seperti bayam, kangkung dan sebagainya

yang disenangi manusia dan binatang ternak.9 Dan terkadang dari segi

isytirâk al-lafz (satu kata bermakna ganda) seperti lafaz yadd dan ‘ain. Kedua,

pada lafal yang murakkab (tersusun). Bagian kedua ini terbagi lagi menjadi

tiga macam. Pertama, karena terlalu ringkasnya susunan kalam seperti firman

Allah Swt. (QS. Al-Nisa’ 4: 3).

Kedua, karena terlalu luasnya kalam seperti firman Allah Swt.

(QS. al-Syûra’: 11), tanpa tambahan kâf dalam kalimat mitslih, ucapan justru

lebih jelas bagi yang mendengarkan. Ketiga, kesamaran karena susunannya

yang kurang tertib meski terlihat indah, seperti firman Allah Swt.

(QS. al-Syûra’: 1) asalnya

.

2. Kesamaran dari aspek makna

Yang kedua ini disebabkan karena adanya kesamaran pada makna

ayat, seperti terkait dengan sifat-sifat Allah Swt. dan sifat-sifat hari kiamat.

Kedua sifat tersebut tidak dapat digambarkan oleh kita, karena kita tidak

9 Abd Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), cet. Ke-2, h. 245.

Page 40: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

26

mampu berimajinasi untuk menemukan gambaran tentang keduanya. Dan

memang, keduanya bukan termasuk bagian dari sesuatu yang bisa

diimajinasi.

3. Kesamaran dari aspek lafal dan makna

Bagian yang terakhir ini dibagi lagi menjadi lima macam. Pertama,

dari aspek kuantitas (al-kammiyah) sebagaimana al-‘umûm wa al-khusûs

seperti firman Allah Swt. . Kedua, dari aspek kualitas (al-

kayfiyyah) sebagaimana al-wujûb wa al-nadb seperti firman Allah Swt.

. Ketiga, dari aspek masa seperti nasikh-mansukh contohnya

. Keempat, dari aspek tempat seperti firman Allah Swt.

dan . Bagi orang yang tidak

mengetahui kebiasaan orang-orang jahiliyah, akan sulit mengetahui

interpretasi kedua ayat di atas. Kelima, dari aspek syarat yang bisa

menjadikan sah/tidaknya sebuah amal, seperti syarat shalat dan nikah.10

Telah dikemukakan bahwa ayat-ayat mutasyâbihât itu banyak

bentuknya. Dalam skripsi ini penulis membahas khusus tentang ayat-ayat

mutasyâbihât yang menyangkut sifat-sifat Allah, yang dalam istilah al-Suyûtî

“âyat al-sifât”, dan dalam istilah Subhi al-Shaleh “mutasyâbihât al-sifât”.11

Ayat-ayat yang termasuk dalam kategori ini banyak, diantaranya adalah:

10

Al-Suyûtî, al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 313-314. Markaz al-Tsaqâfah wa al-Ma’ârif

al-Qur’âniyyah, ‘Ulum al-Qur`ân ‘Ind al-Mufassirîn (Iran: Maktab al-I’lâm al-Islâm, 1417),

cet. Ke-1, vol. III, h. 65-66. Lihat juga Al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulum al-Qur’ân, h.

231-232. 11

Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an (Jakarta: Rajawali Pers, 1993), h. 90.

Page 41: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

27

1. QS. Tâhâ: 5

“(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy”.12

2. QS. al-Baqarah: 29

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan

Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan

Dia Maha mengetahui segala sesuatu”.13

3. QS. al-Rahmân: 27

“Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan

kemuliaan”.14

4. QS. al-Fath: 10

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya

mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka”.15

Terkait hal ini oleh ibn Labban dipisahkan tersendiri di dalam

kitabnya yang berjudul Radd al-Mutasyâbihât ilâ Âyât al-Muhkamât.16

Di

12

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 13

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 14

Ibid.. 15

Ibid..

Page 42: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

28

dalam kitab tersebut ibn Labban memaparkan beberapa tema lafaz-lafaz yang

mengandung unsur mutasyâbihât al-sifât, baik yang terdapat dalam al-Qur’an

maupun hadis Nabi Saw. di antara tema-tema lafaznya adalah, 1) Lafaz wajh,

Di dalam kitabnya tersebut ibn Labban tidak meyebutkan secara rinci

bilangan ayat-ayat yang terdapat lafaz wajh dalam al-Qur’an namun hanya

mengatakan bahwa ayat-ayat yang terdapat lafaz wajh itu banyak jumlahnya,

diantaranya adalah QS. al-An’âm 52, QS. al-Qasas 88, QS. al-Bâqarah 115.17

2) Juga lafaz sam’, basr, ‘ain, dan a’yun pada QS. al-Anfâl: 21, QS. al-

A’râf 198, QS. Tâhâ 124, QS. al-Qamar 19, dll.18

3) lafaz nafs disebutkan

dalam al-Qur’an seperti dalam QS. Âli ‘Imrân 27, dan QS.al-Mâidah 116.19

4) Lafaz batsy terdapat dalam QS. al-Burûj 12.20

5) Lafaz yad, ibn Labban

meyebutkan beberapa ayat yang terdapat lafaz yad, diantaranya QS. Sâd 75,

QS. Âli ‘Imrân 26, QS. al-Fath 10, QS. Yâsîn 71, QS. al-Mu`minûn 88, dll.21

6) Dan lafaz istawâ disebutkan dalam al-Qur’an dibanyak tempat seperti

dalam QS. al-Bâqarah 29, QS. Fusilat 11, QS. Yûnus 3, dan banyak lagi.22

C. Sikap Ulama Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât

Ulama berbeda pendapat dalam menyikapi ayat-ayat mutasyâbihât,

apakah mungkin diketahui artinya dengan cara ditakwil atau tidak mungkin

16

Al-Itqân. Ibn laban adalah Muhammad ibn Ahmad ibn Abd al-Mu`min al-As’ardi

Syams al-Dîn, seorang ahli tafsir di kalangan penduduk Damsyik. Wafat 749 H. (al-A’lam, III. H.

853). 17

Ibn Laban, h. 130. 18

Ibn Laban, h. 139-140. 19

Ibn Laban, h. 141-142. 20

Ibn Laban, h. 145. 21

Ibn Laban, h. 149-150. 22

Ibn Laban, h. 174-175.

Page 43: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

29

diketahui sama sekali dan hanya Allah Swt. yang mengetahui rahasia tersebut.

Dalam hal ini ada tiga pendapat ulama:23

1. Mazhab Salaf, dikenal dengan sebutan mazhab al-mufawwidah, yaitu

golongan yang menyerahkan maksud dari ayat-ayat mutasyâbihât kepada

Allah swt. setelah membersihkan-Nya dari zahirnya teks-teks al-Qur’an

yang berbicara sesuatu yang mustahil bagi-Nya. Mereka berargumentasi

dengan dua dalil; a) dalil aqli, mereka mengatakan bahwa penentuan

maksud dari ayat-ayat mutasyâbihât itu berlandaskan pada kaidah-kaidah

bahasa dan penggunaan orang-orang Arab. Kedua hal tersebut bersifat

zann (asumsi), sedangkan keyakinan atas sifat-sifat Allah Swt. tidak cukup

dengan asumsi, melainkan harus dengan keyakinan. Padahal pada

kenyataannya tidak ada jalan untuk menuju kesana, maka yang bisa

dilakukan hanya pasrah dan menyerahkannya kepada Allah yang Maha

Tahu. b) dalil naqli, mereka berpegang pada beberapa dalil: 1) hadis

‘Aisyah24

; 2) hadis Abî Mâlik al-Asy’arî25

; 3) hadis kakeknya Ibn

Murdawih26

; 4) hadis Sulaiman ibn Yasâr27

; 5) apa yang diriwayatkan dari

Imam Malik28

.

23 al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 234.

24 bunyi hadisnya:

25

bunyi hadisnya:

26

bunyi hadisnya:

27

bunyi hadisnya:

Page 44: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

30

2. Mazhab Khalaf, yaitu ulama yang menakwilkan lafaz yang makna

lahirnya mustahil bagi Allah kepada makna yag lain dengan Zat Allah.

Karena itu mereka disebut juga dengan mazhab muawwilah atau mazhab

takwil. Mereka memaknakan istawâ` dengan ketinggian yang abstrak,

berupa pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan.

Kedatangan Allah diartikan kedatangan perintahnya, Allah berada di atas

hambaNya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada disuatu tempat,

“sisi” Allah dengan hak Allah, “wajah” dengan zat, “mata” dengan

pengawasan, “tangan” dengan kekuasaan, dll. Demikian metode

penafsiran ayat-ayat mutasyâbihât yang ditempuh oleh ulama khalaf.

Semua lafaz yang mengandung makna “cinta”, “murka” dan “malu” bagi

Allah ditakwil dengan makna majaz yang terdekat. Mereka berkata:

“setiap sifat yang makna hakikatnya mustahil bagi Allah ditakwil dengan

kelazimannya”. Pendapat ini dinisbatkan kepada Ibn Burhân dan golongan

muta`akhkhirîn.

3. Mazhab Moderat, yaitu golongan yang memerinci penafsiran; apabila

takwilnya dekat dengan lisan orang Arab maka tidak diingkari tetapi

apabila takwilnya melenceng jauh kita diam dan hanya meyakini sesuai

apa yang dikehendaki-Nya. Seperti Firman Allah dalam QS. al-Zumar: 56.

28 Ketika Imam Malik ditanya tentang makna surat Tâhâ beliau

menjawab: istiwa maklum tapi caranya tidak diketahui, sedangkan bertanya tentangnya adalah

bid’ah. Kemudian beliau berkata kepada orang yang bertanya Aku mengira engkau adalah

lelaki jelek. lihat al-Suyûtî, al-Itqân fi ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 312. al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân

fi ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 239-240.

Page 45: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

31

“Supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku

atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah, sedang

aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang memperolok-olokkan

(agama Allah)”.

Menurut mereka, “sisi Allah” diartikan dengan hak Allah. Pendapat ini

dinukil dari Ibn Daqîq al-‘Îd.29

Menurut al-Zarqânî, para ulama sepakat pada tiga hal dalam memahami

ayat-ayat mutasyâbihât dalam sifat Allah Swt. Pertama, ulama sepakat untuk

membelokkan pengertian zahirnya yang mustahil dan meyakini bahwa

pengertian zahir tidak dikehendaki oleh Allah Swt. Kedua, jika demi membela

Islam memerlukan takwil, maka wajib hukumnya mentakwil. Ketiga, jika ayat

tersebut hanya memiliki satu pengertian yang dekat, maka harus dengannya,

seperti firman Allah Swt. wa huwa ma’akum ainamâ kuntum (QS. Al-Hadîd

:4). Keberadaan Dzat Allah Swt. bersama makhluk-Nya adalah mustahil

berdasarkan dalil qat’i. Karena itu tidak ada penakwilan lain kecuali dengan al-

ihâtah ‘ilman, sam’an, basharan, qudratan, wa irâdatan (luas pengetahuannya,

pendengarannya, penglihatan, kemampuan, dan kehendak).30

29

al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm al-Qur’ân, h. 234. Bandingakan dengan al-

Zarkasyi, al-Burhân fi ‘Ulum al-Qur’ân, tahqiq Muhammad Abû Fadl Ibrâhîm (Beirut: Dâr al-

Ma’rifah, 1391 H),cet. Ke-3 vol. II, h. 78. 30

‘Abd al-‘Azîm al-Zarqânî, Manâhil al-‘Irfân fi ‘Ulûm al-Qur’ân (Kairo: Dâr al-

Hadîts, 2001), h. 238.

Page 46: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

32

Ada sebuah pertanyaan, apakah ayat-ayat mutasyâbihât dapat diketahui

maknanya atau hanya Allah Swt. yang mengetahui sedangkan selain-Nya

tidak? Ulama berbeda pandangan dalam menjawab pertanyaan di atas.

Perbedaan tersebut timbul karena perbedaan mereka dalam memahami firman

Allah swt. (QS. Âli ‘Imrân 3:7) apakah

wawu dalam sebagai wawu ‘âtifah yang berfaedah menyambungkan

pada lafaz Allah atau wawu isti’nâfiyah. Bagi golongan pertama, yang dapat

mengetahui takwilan mutasyâbihât tidak hanya Allah Swt. melainkan mereka

juga yang mendalam pengetahuan dan pemahamannya. Mereka yang

cenderung pada pendapat pertama diantaranya: Ibn ‘Abbâs31

, Mujâhid32

,

Dahhâk, al-Nawawî33

, dan Ibn Hâjib34

. Sedangkan menurut golongan kedua

hanya Allah Swt. yang mengetahui takwilan mutasyâbihât. Mayoritas sahabat,

tabiin, tabi’ tabiin, dan orang setelahnya cenderung memilih pendapat yang

kedua.35

Ibn Taimiyah berpendapat bahwa tidak mungkin dalam al-Qur’an

terdapat ayat yang tidak ketahui maknanya oleh Nabi Saw. atau umatnya,

karena hal itu menimbulkan kesia-siaan. Baginya, istilah mutasyâbihât adalah

perkara nisbî, maksudnya ialah terkadang ia samar bagi sebagian tetapi jelas

31

Beliau meyakini termasuk orang yang mengetahui takwilnya. 32

Beliau berkata: apabila orang-orang yang mendalam ilmunya tidak mengetahui

takwilan mutasyâbihât dan mereka hanya berkata “aku beriman”. Maka tidak ada keutamaan

yang membedakannya dari orang bodoh, karena setiap orang berkata demikian. 33

Beliau berkata: pendapat ini adalah pendapat yang al-Assah karena tidak mungkin

Allah berfirman kepada makhluknya dengan pernyataan yang tidak dapat dipahami. 34

Beliau berkata: ini adalah pendapat yang zhahir. 35

al-Suyûtî, al-Itqân fi ‘Ulum al-Qur’ân, h. 300. Lihat juga Muhammad Fâkir al-

Mîbadî, Qawâid al-Tafsîr Ladâ al-Syî’ah wa al-Sunnah (Irân: Markaz al-Tahqîqât wa al-

Dirasât al-‘Ilmiyyah, 2007), cet. Ke-1, h. 370.

Page 47: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

33

bagi sebagian yang lainnya. Jadi, pada dasarnya kesamaran itu bukan pada

substansi ayat tetapi samar bagi pembaca yang kesusahan dalam memahami

ayat tersebut. Dan kesamaran tersebut akan segera hilang dengan bertanya pada

orang-orang yang mendalam ilmunya dengan cara membandingkannya dengan

ayat-ayat yang muhkamât. Bagi mereka yang râsikh fî al-‘ilm tidak ada

bedanya antara ayat yang muhkam dan yang mutasyâbih.36

Lantas siapakah yang dimaksud dengan al-râsikhûn fî al-‘ilm yang

disinggung dalam surat Âli ‘Imrân telah diberi anugerah oleh Allah Swt. dapat

memahami ayat-ayat mutasyâbihât? Menurut M. Fâkir, mereka adalah orang-

orang yang memiliki kemampuan menggali kandungan ayat-ayat

mutasyâbihât, yang mengetahui sebagian dari apa yang diketahui Allah Swt. Ia

juga mengutip pendapat al-Tabrasî bahwa mereka adalah orang-orang yang

teguh, kuat, dan mendalam pengetahuannya.37

Menurut Hâdî Ma’rifah, al-râsikhûn fî al-‘ilm adalah mereka yang pada

mulanya mendapati kejanggalan dalam sebuah ayat (mutasyâbih), kemudian

mereka berusaha menggalinya sehingga dapat menemukan maksud yang benar

dari ayat tersebut. Mereka adalah orang-orang yang telah mengetahui dasar-

dasar agama dan mampu mengkontekstualisasikan pesan-pesan syariat,

sehingga ketika menemukan kejanggalan dalam sebuah ayat, mereka akan

mengetahui bahwa ayat tersebut membutuhkan takwil yang bisa diterima dan

sesuai dengan konteksnya.38

36

Ihsân Amîn, Manhaj al-Naqd, h. 292. Bandingkan dengan Muhammad Hâdî

Ma’rifah, al-Ta’wil fi Mukhtalaf al-Madzâhib wa al-Arâ (Irân: Markaz al-Tahqîqât wa al-

Dirasât al-‘Ilmiyyah, 2006), cet. Ke-1, h. 23. 37

Muhammad Fâkir al-Mîbadî, Qawâid al-Tafsîr Ladâ al-Syî’ah wa al-Sunnah, h. 373. 38

Muhammad Hâdî Ma’rifah, al-Ta’wil fi Mukhtalaf al-Madzâhib wa al-Arâ, h. 29

Page 48: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

34

BAB III

PENAFSIRAN AYAT-AYAT MUTASYÂBIHÂT MENURUT NAWAWÎ

AL-BANTANÎ DAN AL-ZAMAKHSYARÎ

A. Nawawî al-Bantanî dan Marâh Labîd Serta Penafsirannya Terhadap

Ayat-ayat Mutasyâbihât

1. Biografi dan Aktifitas Akademik Nawawî al-Bantanî

Nawawî al-Bantanî memiliki nama lengkap Muhammad

Nawawî ibn ‘Umar ibn ‘Arabî al-Tanara al-Jâwî al-Bantanî, dan lebih

dikenal dengan sebutan Muhammad Nawawî al-Bantanî. Sedangkan dalam

lingkungan keluarga, ia biasa dipanggil Abû ‘Abd al-Mu‘tî. Ayahnya

bernama ‘Umar ibn ‘Arabî, seorang pejabat penghulu (pemimpin Masjid)

di Tanara yang mengajar secara langsung ketiga anaknya, Nawawî,

Tamîm, dan Ahmad.1

dan ibunya bernama Zubaidah, wanita penduduk asli

Tanara.2

Ia dilahirkan di Kampung Tanara, Serang, Banten, pada tahun 1815

M/1230 H. Pada tanggal 25 Syawwâl 1314, Nawawî menghembuskan

nafasnya yang terakhir di usia 84 tahun. Beliau wafat pada saat sedang

menyusun sebuah tulisan yang menguraikan dan menjelaskan kitab Minhâj

al-Tâlibîn karya Yahyâ ibn Syaraf ibn Murâ ibn Hasan ibn Husain.3 Ia

dimakamkan di Ma‘lâ, dekat makam Siti Khadîjah. Sebagai tokoh

kebanggaan umat Islam di Jawa khususnya di Banten, umat Islam di desa

1 Sri Mulyati, Sufism In Indonesia: An Analysis of Nawawî al-Banteni's Salâlim al-

Fudhalâ`, Unpublished Thesis, h. 27. 2 Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawawî al-Bantanî (Banten: Yayasan

Pendidikan Pelajar al-Haddad Pandeglang, 1999), h. 3. 3 Didin Hafiduddin, “Tinjauan atas Tafsir al-Munîr Karya Imâm Muĥammad Nawawî

Tanara”, dalam Ahmad Rifa’i Hasan, Warisan Intelektual Islam Indonesia: Telaah atas

Karyakarya Klasik (Bandung: Mizan, 1987), h. 39.

Page 49: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

35

Tanara, Tirtayasa, Banten, setiap tahun di hari Jum‘at terakhir bulan

Syawwâl selalu diadakan acara haul untuk memperingati jejak

peninggalannya.

Ia mempunyai dua orang istri, masing-masing bernama Nasimah

dan Hamdanah. Dari Nasimah, ia memiliki tiga orang putri, yaitu Maryam,

Nafisah, dan Ruqayah. Sedangkan Hamdanah hanya memberinya seorang

putri yang dinamai Zahrah.4

Nawawî al-Bantanî dikenal sebagai penulis produktif. Tulisan-

tulisannya dalam bentuk buku (kitab) berjumlah puluhan, dan seluruhnya

ditulis dalam bahasa Arab sehingga ia dikenal di Mesir, Syam, Turki, dan

Hindustan.5

Karya-karya besar Nawawî yang gagasan pemikiran

pembaharuannya berangkat dari Mesir, sesungguhnya terbagi ke dalam

tujuh kategorisasi bidang, yakni bidang fiqh, tauhid, tasawuf, tafsir, hadis,

sejarah Nabi, serta bahasa. Hampir semua bidang ditulis dalam beberapa

kitab kecuali bidang tafsir yang ditulisnya hanya satu kitab. Menurut

Snouck, keistimewaan yang ia miliki tidak terletak dilidahnya, melainkan

di penanya.6

Semua karyanya, pada umumnya, menampilkan nuansa-nuansa

tradisionalisme dan sufisme. Tradisionalisme biasanya ditandai dengan

kecenderungan yang kuat pada upaya-upaya mempertahankan kemapanan

dan konservatif. Teks-teks suci biasanya, termasuk karya ulama klasik,

4 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: RajaGrafindo

Persada, cet. 1, 2005), h. 291. 5 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, h. 292.

6 Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek, h. 119.

Page 50: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

36

dibaca dan dipahami secara literal. Sikap kritis dan rasional dalam pola

pemikiran seperti ini seakan-akan menjadi tidak relevan. Sedangkan pola

pikir sufisme seringkali ditampilkan dalam fenomena gemar beribadah dan

rajin melakukan ritual-ritual yang mendalam, intens, dan asketis. Dalam

tulisan Nawawî, penekanan pada aspek ini sangat kuat. Dua hal inilah,

mungkin, yang menyebabkan tulisan Nawawî digemari oleh tradisi

keilmuan yang berkembang dalam masyarakat Indonesia pada waktu itu.7

Mengenai jumlah karya Nawawî al-Bantanî, Menurut Nurcholish

Madjid, karyanya sebanyak seratus kitab yang beredar terutama di wilayah

Timur Tengah yang berbasis madzhab Syâfi‘î. Dari sana umat Islam

membawanya ke Indonesia. Baru sesudah merdeka, karya-karya itu

dicetak ulang di Singapura, Jakarta, Cirebon, Bandung, Surabaya, Penang,

dan Kota Baru, Malaysia.8

Zamakhsyari Dhofier, dengan mengutip hasil penelitian Yusuf

Alian Sarkis dalam bukunya yang berjudul Dictionary of Arabic Printed

Books from the Beginning of Arabic Printing Until the End, menyebutkan

karangan Nawawî sebanyak 34 buah, bahkan ada yang mengatakan lebih

dari itu.9

Snouck Hurgronje mengatakan bahwa tidak kurang dari 22 karya

Nawawî al-Bantanî masih beredar, dan 11 judul dari kitab-kitabnya

termasuk 100 kitab yang paling banyak digunakan di pesantren.10

7 Husein Muhammad, Fiqh Perempuan, h. 173-174.

8 Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, h. 292.

9 Ma’ruf Amin dan M. Nashruddin Anshari Ch., Pemikiran Syaikh Nawawî al-Bantanî

(Jakarta: Pesantren, vol. VI, no. I, 1989), h. 105. Bandingkan dengan Sri Mulyati, Sufism In

Indonesia, h. 41. 10

Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, h. 37.

Page 51: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

37

Sejak kecil, Nawawî al-Bantanî telah mendapat pendidikan agama

dari orang tuanya. Mata pelajaran yang diterimanya antara lain bahasa

Arab, fiqh, dan ilmu tafsir. Selain itu, ia belajar kepada Kiai Sahal di

daerah Banten dan Kiai Yûsuf di Purwakarta.11

Pada usia 15 tahun, ia

mendapat kesempatan untuk pergi ke Makkah dalam rangka menunaikan

ibadah haji. Di sana ia memanfaatkan waktunya untuk belajar ilmu kalam

(teologi), bahasa dan sastra Arab, ilmu hadîts, tafsir, tasawuf, dan fiqh.12

Dan pada usia 18 tahun, ia sudah mampu menghafal al-Qur`an.13

Otaknya

memang cemerlang. Sayangnya, menurut Snouck Hurgronje,14

ia lemah

memulai diskusi jika tak dipancing.

Setelah tiga tahun belajar di Makkah, ia kembali ke daerahnya

tahun 1248 H/1831 M dengan khazanah ilmu keagamaan yang relatif

cukup lengkap untuk membantu ayahnya mengajar para santri. Nawawî,

yang sejak kecil telah menunjukkan kecerdasannya, langsung mendapat

simpati dari masyarakat. Kedatangannya membuat pesantren yang dibina

ayahnya didatangi oleh santri yang datang membludak dari berbagai

pelosok. Namun hanya beberapa tahun kemudian, ia memutuskan

11

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, cet. 2, jilid 4, 1984), h. 23. 12

Minat umat Islam Indonesia untuk belajar di Timur Tengah diwujudkan baik dengan

tujuan khusus untuk mencari ilmu maupun naik haji. Tidak sedikit kaum Muslim Indonesia yang

menetap (muqîm) di tanah suci ketika musim haji telah berakhir. Kondisi demikian itulah yang

secara berturut-turut melahirkan tokoh-tokoh terkemuka seperti ‘Abd al-Ra`ûf al-Sinkilî dan

Muĥammad Yûsuf al-Maqassârî (abad ke-17); ‘Abd al-Shamad al-Falimbânî, Arsyad al-Banjârî,

Aĥmad Khathîb al-Minankabâwî, Nawawî al-Bantanî (abad ke-18 dan 19); Ahmad Dahlan, Wahid

Hasyim, Abdul Wahab Hasbullah, Abdul Halim Majalengka. Hal itu tidak hanya menunjukkan

besarnya minat belajar agama di Timur Tengah, tetapi juga menunjukkan besarnya arti pusat-pusat

studi di Timur Tengah di kalangan masyarakat Muslim Indonesia. Lihat juga Hilmy

Muhammadiyah dan Sulthan Fatoni, NU: Identitas Islam Indonesia (Jakarta: eLSAS, cet. 1, 2004),

h. 114. 13

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, h. 24. 14

Seorang tokoh orientalis asal Belanda. Ia pernah mengadakan penelitian di Makkah

selama enam bulan pada tahun 1884/1885. Lihat Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang

Islam di Indonesia Abad ke-19 (Jakarta: Bulan Bintang, cet. 1, 1984), h. 117.

Page 52: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

38

berangkat lagi ke Makkah sesuai dengan impiannya untuk menetap di

sana.15

Tidak seperti orang Makkah pada umumnya, bentuk fisiknya

terbilang pendek, bahkan untuk ukuran orang Melayu sekalipun.

Badannya bungkuk. Jika ia berjalan, seolah semesta dunia adalah sebuah

kitab besar yang asyik dia baca.16

Di Makkah, ia melanjutkan belajar ke guru-gurunya yang terkenal.

Pertama kali ia mengikuti bimbingan dari Syaikh Khathîb Sambas

(penyatu tarekat Qâdirîyah-Naqsyabandîyah di Indonesia) dan Syaikh

‘Abd al-Ghanî Bima, dua di antara ulama asal Indonesia yang bermukim

di sana. Setelah itu ia belajar pada Sayyid Ahmad Dimyâtî dan Ahmad

Zaini Dahlân. Sedangkan di Madînah, ia belajar pada Muĥammad

Khathîb al-Hanbâlî.17

Kemudian ia melanjutkan pelajarannya pada ulama-

ulama besar di Mesir dan Syâm (Syiria) seperti Syaikh Yûsuf

Sumbulâwînî dan Syaikh Ahmad Nahrâwî yang keduanya merupakan

guru sejatinya.

Selain nama-nama di atas terdapat pula guru-gurunya yang lain,

yaitu Syaikh Muĥammad ibn Sulaymân Hasb Allâh al-Mâlikî, Syaikh

Zayn al-Dîn Aceh, Syaikh Syihâb al-Dîn, Syaikhah Fâthimah bint Syaikh

‘Abd al-Shamad al-Falimbânî, Syaikh Yûsuf ibn Arsyad al-Banjârî,

Syaikh ‘Abd al-Shamad ibn ‘Abd al-Raĥmân al-Falimbânî, Syaikh

Maĥmûd Kinân al-Falimbânî, dan Syaikh ‘Aqîb ibn Ĥasanuddin al-

15

Zidni Ilman NZ, “Sifat Tuhan dalam Pemikiran Syaikh Nawawi al-Bantani”, (Skripsi

S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2006 M), h. 14. 16

Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek, h. 119. 17

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, h. 24.

Page 53: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

39

Falimbânî. Beliau memang seorang yang sangat haus akan ilmu

pengetahuan. Hal ini tercermin dalam perkataannya, “Saya adalah debu

yang lekat pada orang yang mencari ilmu”.18

Setelah ia memilih hidup di Makkah bersama istrinya, Tamîm

(adiknya), dan Marzûqî (keponakannya) sekaligus meninggalkan

kampung halamannya pada tahun 1860, Syaikh Nawawî mulai mengajar

di lingkungan Masjid al-Ĥarâm19

di perguruan Nasyr al-Ma‘ârif al-

Dînîyah. Setiap pagi ia memberi tiga kuliah mulai pukul 7.30 sampai

12.00 yang direncanakan sesuai dengan kebutuhan jumlah para

muridnya.20

Sebenarnya ia merasa tidak pantas mengajar di Masjid al-

Ĥarâm karena ia menganggap pakaian yang dikenakannya jelek, dan

mengaku kepribadiannya kurang mulia dibanding profesor asli Arab. Dia

terlalu merendah, demikian kesan Snouck.

Dalam mengajar, Nawawî tetap berpegang kepada madzhab Imam

Syâfi‘î seperti yang juga dilakukan oleh Aĥmad Khathîb. Khusus di

bidang aqidah, pengajaran mereka berdua memberikan dorongan untuk

mengikuti tradisi besar dalam dunia Islam secara lebih intensif. Dan

berkat usaha mereka itulah penyelewengan dalam tarekat ditolak, kiblat

serta bacaan Arab diperbaiki, dan studi langsung kepada kitab berbahasa

18

Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam, h. 119. 19

Selain Nawawî, ada dua orang ulama Indonesia yang mengajar di Masjid al-Ĥarâm,

yaitu Aĥmad Khathîb (w. 1915) dan Maĥfûzh Termas. Mereka bertiga mengilhami gerakan agama

di Indonesia dan mendidik banyak ulama yang kemudian berperan penting di tanah air, seperti

Hasyim Asy‘ari. Aĥmad Khathîb sendiri adalah orang Indonesia pertama yang mengajar di Masjid

al-Ĥarâm sekaligus menjadi imam di sana. Sedangkan Maĥfûzh Termas merupakan ulama yang

sangat dihormati oleh para kiai di Jawa melebihi Syaikh Nawawî. Beliau adalah ulama Indonesia

pertama yang mengajar kitab Ĥadîts Shaĥîĥ al-Bukhârî. Lihat Martin Van Bruinessen, Kitab

Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, cet. 3,

1999), h. 37-39, 52. 20

Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek, h. 119.

Page 54: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

40

Arab lebih dipermudah. Mereka berdua juga mengadakan hubungan

langsung dengan dunia ilmu agama di negara Arab, yang begitu penting

bagi kelangsungan reformisme di abad ke-20.21

Setelah dia menuntut ilmu yang sangat banyak, men-syarh kitab-

kitab bahasa Arab dalam berbagai disiplin ilmu yang sangat banyak pula,

maka ia digelari Imam Nawawî al-Tsânî, artinya Imam Nawawî Yang

Kedua. Orang pertama memberi gelar demikian ialah Syaikh Wan Aĥmad

bin Muĥammad Zayn al-Fathânî. Gelar yang diungkapkan oleh Syaikh

Aĥmad al-Fathânî dalam seuntai gubahan syairnya itu akhirnya diikuti

oleh semua orang yang menulis riwayat ulama yang berasal dari Banten

itu. Dari sekian banyak ulama dunia Islam yang lahir sejak sesudah Imam

Nawawî yang pertama (wafat 676 H/1277 M) sampai sekarang ini, belum

ada satu pun di antara mereka yang mendapat gelar Imam Nawawî al-

Tsânî, kecuali Nawawî al-Bantanî, ulama kelahiran Banten yang

dibicarakan ini. Rasanya gelar demikian memang dipandang layak, tidak

ada ulama yang sezaman dengannya maupun sesudahnya yang

mempermasalahkan keahliannya dalam bidang ilmu keislaman secara

tradisional yang telah ada semenjak beberapa abad silam.

2. Sekilas Tentang Tafsir Marâh Labîd

a. Latar Belakang Penulisan

Salah satu karya Nawawî al-Bantanî yang menyebabkan beliau

mendapat penghargaan dari para ulama Makkah dan Mesir, adalah

karyanya dibidang tafsir al-Qur`an yaitu al-Tafsir Marâh Labîd li

21

Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek, h. 6.

Page 55: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

41

Kasyf Ma’nâ Qur’ân Majîd. Melalui karya tafsir ini, ia dikenal

sebagai ulama tafsir di dunia Arab, karena di samping menulisnya

dalam bahasa Arab dengan merujuk kitab-kitab tafsir sebelumnya,

kitab tersebut juga menafsirkan al-Qur`an secara keseluruhan (30 juz)

sesuai tata urutan ayat dan surah yang tertulis dalam Mushaf

‘Utsmani.

Tafsir ini terdiri dari dua jilid yang ditulis di Makkah oleh

Nawawî al-Bantanî (1815-1898) dari sebuah kampung Tanara di

Banten, Jawa Barat, yang telah menetap secara permanen di Makkah

setelah tahun 1835.22

Nawawî menamakan tafsirnya dengan Marâh

Labîd li Kasyf Ma’nâ Qur’ân Majîd, yang kemudian lebih dikenal di

kalangan ulama dengan nama al-Tafsîr Munîr li Ma’âlim al-Tanzîl

yang diterbitkan di Kairo pada 1305 H oleh penerbit ‘Abd al-Razzâq.

Selanjutnya pada 1355 H tafsir ini kembali dicetak di Kairo oleh

penerbit al-Bâbi al-Halabî. Tafsir ini juga dicetak di Saudi Arabia oleh

penerbit al-Maimanah dengan nama Tafsîr al-Nawawî. Perubahan

nama kitab ini adalah atas inisiatif penerbit yang ingin menisbatkan

kitab tersebut kepada penulisnya. Sudah menjadi tradisi yang

menisbahkan kepada penulisnya telah menjadi tren dalam dunia tafsir,

seperti tafsir yang ditulis oleh Ibn Jarîr al-Tabarî yang bernama Jâmi’

al-Bayân fî Tafsîr al-Qur’ân yang lebih populer dengan nama Tafsîr

al-Tabarî.23

22

Antthony H.Jons, “Tafsir al-Qur`an di Dunia Indonesia – Melayu” dalam Jurnal Studi

al-Qur`an Vo 1 No.3, 2006, h. 472. 23

Mustamin Arsyad, “Signifikasi Tafsir Marah Labid Terhadap Perkembangan Studi

Tafsir di Nusantara” dalam Jurnal Studi al-Qur’an, h. 624-625.

Page 56: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

42

Keberanian Nawawî al-Bantanî menulis tafsir ini pada

awalnya sempat terkendala ketika mengingat sebuah hadis Nabi Saw.

yang menyebutkan:

“Barang siapa berkata tentang (tafsir) al-Qur`an dengan

pikirannya, walaupun benar, tetap dinyatakan salah”.24

“Barang siapa berkata tentang al-Qur`an dengan pikirannya,

sama dengan mempersiapkan dirinya untuk mendapat

tempat di dalam neraka”.25

Setelah menimbang perlunya meneruskan misi para

pendahulunya yang telah banyak menulis tafsir al-Qur`an dan sejalan

dengan kebutuhan penuntut ilmu untuk memahami kandungan al-

Qur`an, menurutnya setiap zaman memerlukan pembaharu dalam

ilmu. Dengan rendah hati Nawawî al-Bantanî menegaskan bahwa ia

hanya melakukan cara baru dalam menyampaikan ilmu dan tidak

menambahkan apapun melainkan hasil rujukan dan bacaannya dari

beberapa kitab tafsir yang ada.

Latar belakang Nawawî al-Bantanî adalah tipikal dari banyak

ulama Jawa yang tidak dikenal, meskipun tidak banyak yang

menyamai kedalaman pengetahuannya.26

Kita beruntung karena

Hurgronje bertemu dengannya di Makkah tahun 1884, dan pada

volume kedua karyanya Mekkah in the Latter Part of the Nineteenth

24

Muḥammad Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd li Kasyf Ma’ânî al-Qur`ân al-Majîd (Beirut:

Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1417 H), Cet I, Jilid I, h. 5. 25

Ibid.. 26

Siti Nur Wakhidah, “Penafsiran Nawawi al-Bantani Tentang Fitrah dalam Tafsir

Marah Labid dan Implikasinya dalam Kehidupan Sosial”, (Skripsi S1 Fahultas Ushuluddin,

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009 M), h. 40.

Page 57: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

43

Century, ia memberi sketsa pendek yang sangat indah (an exquisite

thumbnail) tentang kepribadian Nawawî al-Bantanî.27

Dari pernyataan di atas yang terpenting adalah Snouk

Hurgronje bahwa Nawawî al-Bantanî telah menulis sebuah tafsir utuh

atas al-Qur`an yang kemudian diterbitkan oleh penerbit Makkah.28

Sekiranya Nawawi mengirimnya ke penerbit sekitar tahun 1884 dan

telah meluangkan waktu untuk menulisnya sekitar lima belas tahun

lebih awal, maka dapat diperkirakan bahwa ia mulai menulisnya

menjelang akhir 1860-an, kitab tersebut kemudian dicetak ulang oleh

penerbit al-Halabi di Kairo dalam dua volume yang masing-masing

terdiri dari 500 halaman. Dengan karya al-Wahidi (w. 1076) kitab al-

wajîz fî tafsîr al-qur’ân al-‘azîz di garis pinggir (margin/hasyiyah).29

b. Metode dan Corak Penafsiran

Di dalam muqaddimah kitab Marâh Labîd-nya, Nawawî al-

Bantanî menyatakan bahwa beliau tidak melakukan perubahan yang

signifikan di dalam metodologi penafsiran. Beliau mengadopsi metode

penafsiran ulama pendahulunya – yakni tahlilî – dengan memberikan

beberapa pengembangan.30

Metode tahlilî adalah sebuah metode atau cara penafsiran yang

digunakan untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur`an dengan jalan

meneliti semua aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya. Teknis

metode ini dimulai dari uraian makna kosakata, makna kalimat,

27

Antthony H.Jons, “Tafsir al-Qur`an di Dunia Indonesia – Melayu” dalam Jurnal Studi

al-Qur`an Vo 1 No.3, 2006, h. 473. 28

Ibid.. 29

Ibid., h. 474. 30

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 5.

Page 58: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

44

maksud setiap ungkapan, kaitan antar pemisah (munâsabah) dengan

bantuan asbâb al-nuzûl, riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi

Muhammad Saw., sahabat, dan tabi’in. Prosedur ini

diimplementasikan sesuai dengan urutan mushaf, ayat perayat, surat

persurat.31

Aplikasi dari prosedur tahlilî dapat ditemukan disetiap

penafsiran yang dilakukan oleh Nawawi, seperti menafsirkan satu ayat

dengan ayat yang lain,32

menguraikan ayat atau bagian ayat menurut

gramatika bahasa Arab,33

pemaparan qirâ`at tujuh imam, mengutip

riwayat baik dari hadis, qaul sahabat atau pendapat ulama terhadap

sebuah ayat,34

mencantumkan asbâb al-nuzûl ayat, serta munâsabah.35

Di samping itu, Nawawî al-Bantanî juga menambahkan

beberapa hal sebagai penyempurna, diantaranya adalah memaparkan

berbagai alternatif pemaknaan,36

kesimpulan dari berbagai

pemaknaan,37

dan pencantuman tanbîh sebagai sebuah aksentuasi

terhadap hal-hal yang penting.38

Selain itu, perlu diketahui bahwa di dalam muqaddimah,

Nawawî al-Bantanî menyatakan bahwa beliau menjadikan lima kitab

tafsir sebagai rujukan penafsirannya, yakni al-Futuhât al-Ilâhiyyah,

31

Abd al-Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudu’I dan Cara Penerapannya, terj.

Rosihon Anwar (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 23-24. 32

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 65. 33

Ibid., Jilid II, h. 532. 34

Ibid., Jilid I, h. 8. 35

Ibid., h. 8. 36

Ibid., h. 39. 37

Ibid., h. 20. 38

Ibid., h. 51.

Page 59: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

45

Mafâtih al-Ghaib, al-Sirâj al-Munîr, Tanwîr al-Miqbâs fî Tafsîr ibn

Abbâs, dan Tafsîr Abû al-Su’ûd.39

3. Penafsiran Nawawî al-Bantanî Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât

Seperti diterangkan dalam bab sebelumnya bahwa ayat-ayat

mutasyâbihât banyak sekali jumlahnya, baik yang berkaitan dengan lafaz,

makna, atau keduanya. Di sini penulis akan membahas penafsiran

Nawawî al-Bantanî terhadap ayat-ayat mutasyâbihât yang berkaitan

dengan sifat-sifat Allah Swt. dan terbatas pada ayat-ayat yang terdapat

term wajh, yad, dan istiwâ, untuk kemudian akan dibandingkan dengan

penafasirannya al-Zamakhsyarî pada sub bab selanjutnya.

a. Berkenaan dengan wajh (wajah)

Dituturkan dalam kamus ”al-Mu’jam al-Wasît” bahwa makna

wajh adalah sayyid dan syarîf (yang mulia). Di samping itu ia juga

bermakna bagian dari kepala yang terdapat dua mata, mulut, dan

hidung. Bisa juga bermakna setiap yang menghadap dari segala

sesuatu, zat, permulaan waktu, yang tampak, arah yang ada pintunya,

arah, dan sisi.40

Dalam al-Qur’an, kata wajh yang maknanya disandarkan

kepada Allah Swt. berjumlah 9.41

Nawawî al-Bantanî mentakwil wajh dengan beberapa makna,

yaitu:

39

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 5. 40

Majma’ al-lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasît, h. 1057. 41

‘Alamî Zâdah Fayd al-Lâh ibn Mûsâ al-Hasanî al-Maqdisî, Fath al-Rahmân li Tâlib

Âyât al-Qur’ân (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), h. 756.

Page 60: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

46

1) al-Ridâ (keridhaan). Nawawî al-Bantanî mentakwil wajh

dengan al-ridâ pada ayat QS. al-Bâqarah [2]: 115, QS. al-An'âm [6]:

52, dan QS. al-Ra'd [13]: 22.

QS. al-Bâqarah [2]: 115.

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî selain mengutip pendapat

Imam Mujâhid yang mentakwil lafaz wajh dengan qiblat juga

mengutip sebuah riwayat qira`at yang membaca lafaz tuwallû menjadi

tawallau dengan lafaz wajh ditakwil menjadi makna al-ridâ.42

QS. al-An'âm [6]: 52.

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî selain mentakwil lafaz

wajh dengan mahabbah juga mentakwilnya dengan al-ridâ yang

bermakna orang-orang yang ikhlas.43

QS. al-Ra'd [13]: 22.

42

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 41. 43

Ibid., h. 320.

Page 61: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

47

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz wajh

rabb dengan al-ridâ yang bermakna semata-mata menuntut ke-ridâ-an

Allah secara khusus tanpa mengharap pujian dari makhluk dengan

berbuat riyâ` dan sum’ah.44

2) al-Dzât (dzat). Nawawî mentakwil wajh dengan al-dzât pada

ayat QS. al-Qasas [28]: 88,45 dan QS. al-Rahmân [55]: 27.46

QS. al-Qasas [28]: 88.

QS. al-Rahmân [55]: 27.

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz wajh

dengan dzât al-lâh yang Maha Agung, yang keagunganNya dan

kemulianNya itu tidak terjangkau oleh akal.

3) Mahabbah (kasih sayang). Nawawî al-Bantanî mentakwil

wajh dengan mahabbah pada ayat QS. al-An'âm [6]: 52.47

44

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 558. 45

Ibid.,Jilid II, h. 209. 46

Ibid., h. 447. 47

Ibid., Jilid I, h. 320.

Page 62: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

48

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz wajh

dengan mahabbat al-lâh dan al-ridâ yang bermakna orang-orang yang

ikhlas.

4) al-Taqarrub (mendekatkan diri). Nawawî mentakwil wajh

dengan al-taqarrub pada ayat QS.al-Rûm [30]: 38.48

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz wajh

dengan al-taqarrub yang bermakna semata-mata bermaksud

mendekatkan diri kepada Allah bukan untuk kepentingan yang lain.

5) al-Tsawâb (ganjaran). Nawawî mentakwil wajh dengan al-

tsawâb pada ayat QS al-Insân [76]: 9.49

6) Dalam mentakwil lafaz wajh, Nawawî al-Bantanî mengutip

pula pendapat Imâm Mujâhid seperti pada tafsiran QS.al-Bâqarah [2]:

115. Imâm Mujâhid mentakwil lafaz wajh dengan al-qiblah (kiblat).50

48

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid II, h. 231. 49

Ibid., h. 587. 50

Ibid., Jilid I, h. 40.

Page 63: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

49

b. Berkenaan dengan yad (tangan)

Kata yad banyak sekali ditemukan dalam al-Qur’an baik yang

disandarkan kepada Allah Swt. seperti atau yang disandarkan

kepada makhluk-Nya seperti . disebutkan dalam kamus

“Fath al-Rahmân” penggunaan kata yad dalam al-Qur’an dengan

berbagai bentuknya (mufrâd, tatsniyyah, dan jama’) mencapai 90 ayat

lebih.51

Dalam kamus ”al-Mu’jam al-Wasît” dituturkan, yad artinya

salah satu bagian anggota tubuh yaitu dari mulai bahu sampai ujung

jari jemari. Apabila digunakan untuk baju dan semisalnya maka kata

yad artinya lengan baju. Di samping makna di atas, ia juga bisa

bermakna al-ni’mah (kenikmatan), al-ihsân (kebaikan), al-sultân

(kekuasan), al-qudrah (kemampuan), al-quwwah (kekuatan), al-milk

(kepemilikan), al-kafâlah (tanggungan), al-tâ’ah (ketaatan), al-

inqiyâd (ketundukan), dan al-istilâm (kepasrahan).52

Untuk Nawawî al-Bantanî, beliau tidak banyak memberikan

komentar lebih spesifik terkait takwilan lafaz yad. Namun ditemukan

takwilan makna yad dibeberapa tempat dalam tafsirnya. Nawawî

mentakwil lafaz yad dengan 1) ni’mah, 2) nusrah, 3) dan hifz dalam

QS. al-Fath: 10.53

51

‘Alamî Zâdah Fayd al-Lâh ibn Mûsâ al-Hasanî al-Maqdisî, Fath al-Rahmân li Talib

Âyat al-Qur’ân (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2005), cet. Ke-1, h. 791-793. 52

Majma’ al-lughah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasît (Mesir: Maktabah al-Syurûq al-

Dawliyyah, 2008), cet. Ke-4, h. 1107. 53

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid II, h. 425.

Page 64: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

50

4) Ayat berlafaz yad ditakwil oleh Nawawî al-Bantanî dengan

qudrah-irâdah dalam QS. Âli ‘Imrân: 73,54

al-Mulk: 1,55

dan Sâd:

75.56

QS. Âli ‘Imrân: 73.

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz yad

dengan qudrah (kuasa) dengan makna bahwa qudrah Allah Maha

Sempurna sehingga Allah berkuasa penuh dalam memberikan karunia

kepada siapapun yang Dia kehendaki.

QS. al-Mulk: 1.

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz yad

dengan qudrah (kuasa) dengan makna bahwa semua makhluk menjadi

ada karena kuasa Allah yang tersuci dari kebertubuhan, bertempat, dan

tersuci dari semua sifat-sifat makhluk.

54

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 134. 55

Ibid., Jilid II, h. 545. 56

Ibid., Jilid II, h. 322.

Page 65: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

51

QS. Sâd: 75.

Pada ayat di atas, lafaz yad ditakwil dengan qudrah dan irâdah

dengan makna bahwasanya Iblis diciptakan dengan kuasa dan

kehendak Allah, yang menciptakannya dengan tanpa perantara bapak

dan ibu.

5) Ayat berlafaz yad ditakwil oleh Nawawî al-Bantanî dengan

qabdah dalam QS. Yâsîn: 83, dengan makna bahwa setiap kerajaan

beserta pembendaharaannya semua dalam genggaman kuasa Allah

Swt.57

6) Dan ayat berlafaz yad ditakwil oleh Nawawî al-Bantanî

dengan tasarruf dalam QS. Hadîd: 29, dengan makna bahwa karunia

itu urusan dan hak Allah Swt. yang Ia berikan kepada siapapun yang

Dia kehendaki.58

c. Berkenaan dengan istawâ (bersemayam)

Dalam al-Qur’an penggunaan kata istawâ yang disandarkan

kepada Allah Swt. berjumlah 9 ayat.

57

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid II, h. 296. 58

Ibid., Jilid II, h. 497.

Page 66: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

52

Nawawî al-Bantanî ketika dihadapkan dengan term istawâ

beliau mentakwil dengan berbeda-beda penafsiran, yaitu:

1) Nawawî mentakwil istawâ dengan qasada (berkehendak),

setelah terciptanya bumi Allah hendak/bermaksud menciptakan langit.

Takwilan Nawawî seperti ini terdapat dalam QS.al-Bâqarah [2]: 2959

dan QS. Fussilat [41]: 11.60

QS.al-Bâqarah [2]: 29.

QS. Fussilat [41]: 11.

2) Selain qasada, Nawawî juga mentakwil lafaz istawâ dengan

istaulâ (menguasai), seperti dalam tafsiran QS. al-Ra'd [13]: 2.61

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz istawâ

dengan istaulâ dengan makna bahwa Allah menguasai ‘Arsy dengan

pemeliharaan dan pengaturanNya. Kemudian tampaklah pengaturan

59

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 14. 60

Ibid., Jilid II, h. 359. 61

Ibid., Jilid II,h. 552.

Page 67: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

53

Allah pada ‘Arsy ini setelah Ia menciptakan langit. Nawawî al-

Bantanî juga menjelaskan bahwa lafaz istawâ merupakan sebuah

kinâyah dari makna telah berlakunya segala pengaturan dan hukum-

hukum.

3) Istawâ ditakwil dengan istaqâma (menjaga/mengamati),

seperti tafsirannya dalam QS. al-Sajadah [32]: 4, dengan makna

bahwa Allah Swt. menjaga atau mengamati kerajaanNya serta

mengaturnya dengan pengaturan yang sempurna.62

4) Dalam menafsirkan lafaz istawâ, Nawawî al-Bantanî

dominan mentakwilnya dengan tasarrafa (mengatur)63. Setelah Allah

menciptakan semua makhluk, Allah atur kerajaanNya itu dengan

pengaturan yang sempurna.64 Takwilan seperti ini terdapat dalam

tafsiran QS.al-A’râf [7]: 54,65

QS. Yûnus [10]: 3,66

QS. Tâhâ [20]: 5,67

QS. al-Furqân [25]: 59,68

dan QS. al-Hadîd [57]: 4.69

QS.al-A’râf [7]: 54.

62

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid II, h. 241. 63

Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia lengkap (Penerbit: Pustaka

Progressif, 1984), h. 775. 64

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid II, h. 138. 65

Ibid., Jilid I, h. 375. 66

Ibid., h. 478. 67

Ibid., Jilid II, h. 20. 68

Ibid., h. 137-138. 69 Ibid., h. 489.

Page 68: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

54

QS. Yûnus [10]: 3.

QS. Tâhâ [20]: 5.

QS. al-Furqân [25]: 59.

Page 69: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

55

QS. al-Hadîd [57]: 4.

B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-

ayat Mutasyâbihât

1. Biografi dan Aktifitas Akademik al-Zamakhsyarî

Dalam penulisan nama al-Zamakhsyarî terdapat perbedaan.

Perbedaan tersebut berkisar pada mencantumkan atau tidak

mencantumkan nama kakek dan nama ayah dari kakeknya, dan perbedaan

dalam meletakkan nasab al-Khawârizmî dan al-Zamakhsyarî. al-Dzahabî

menulis nama lengkap al-Zamakhsyarî adalah Abû al-Qâsim Mahmûd ibn

‘Umar ibn Muhammad ibn ‘Umar al-Khawârizmî, al-Imâm al-Hanafî al-

Mu’tazilî. Sedangkan dalam kitab tafsirnya, al-Kasysyâf, tertulis nama

lengkap al-Zamakhsyarî adalah Abî al-Qâsim Mahmud ibn ‘Umar ibn

Muhammad al-Zamakhsyarî. Adapaun nama gelarnya adalah Jâr al-lâh

yang berarti tetangga Allah.70

Tokoh Mu’tazilah ini lahir pada hari Rabu, 27 Rajab 467 H atau 18

Maret 1075 M di Zamakhsyar, sebuah desa di wilayah Khawarizmi.71

Beliau berasal dari keluarga miskin dan taat beragama.72

Bapaknya adalah

seorang alim di kampung halamannya. Di kampung halamannya inilah

sejak kecil dia sudah belajar membaca, menulis, dan menghafal al-Qur’an

70

Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/ Tafsir (Jakarta: Bulan

Bintang, 1980), h. 292. 71

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, 1993), Jilid V, h. 231. 72

Said Agil Husin al-Munawar, al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki

(Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), h. 103.

Page 70: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

56

melalui bimbingan orang tuanya. Kemudian, setelah remaja dia

meneruskan studinya ke Khawârizmî.73

Untuk mengetahui lebih dalam tentang biografi al-Zamakhsyarî

perlu diungkapkan tentang seting historisnya. Berdasarkan data sejarah,

dia hidup pada masa pemerintahan Bani Abbas yang sedang mengalami

perpecahan yang kendali pemerintahannya sudah tak berada di tangan

khalifah Bani Abbas, tapi berada di tangan amîr al-umara yang pada

waktu itu berada di tangan Bani Saljuk. Pusat pemerintahannya pun sudah

tidak di Baghdad lagi. Sementara itu, pihak khalifah hanya sebagai simbol

belaka yang tidak mempunyai kebijakan dan kekuasaan politik.

Jika dasar-dasar pemerintahan Bani Abbas diletakkan dan

dibangun oleh Abu al-Abbâs dan Abu Ja’far al-Mansûr, maka puncak

keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah berikutnya. Yaitu

pada masa al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775-786 M), Harun al-Rasyîd

(786-809 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tasim (833-842 M), al-

Wasiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).74

Pada masa

merekalah Bani Abbas berada dalam puncak kejayaan. Banyak bidang

kehidupan mengalami perkembangan pesat, seperti kesejahteraan sosial,

kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, serta

kesusasteraan. Pada pemerintahan Bani Abbas periode pertama lahir

tokoh-tokoh madzhab fikih yang popular seperti Imam Abu Hanîfah (700-

767 M), Imâm Mâlik (713-795 M), Imâm Syafi’i (767-820 M), dan Imâm

73

Muhammad Nashuha, “Pemikiran Teologi al-Zamakhsyari dalam Tafsir al-Kasysyâf”,

Laporan Penelitian Individu (Semarang: Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo, 2011), h. 58. 74

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h.

52.

Page 71: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

57

Ahmad ibn Hanbal (780-855 M). Selain itu, aliran teologi juga

bermunculan, seperti Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah. Penulisan

hadis dan satra pun berkembang pesat pada masa ini.75

Namun, pada masa pemerintahan al-Mutawakkil, Bani Abbas

mulai mengalami disintegrasi yaitu setelah masuknya unsur Turki ke

dalam pemerintahan Bani Abbas. Pemerintahan di bawah kendali orang-

orang Turki dan khalifah Bani Abbas hanya sebagai simbol, tidak punya

wewenang apapun. Melihat kondisi seperti itu, para tokoh-tokoh daerah

bangkit memerdekakan diri dan mendirikan kerajaan-kerajaan kecil. Jika

pada periode kedua dikuasai oleh Turki, maka setelahnya yaitu pada

periode ketiga, pemerintahan dikuasai oleh Bani Buwaih yang bermadzhab

Syi’ah. Pada masa ini muncul ilmuwan-ilmuwan besar seperti al-Farabi

(w. 950 M), Ibn Sina (980-1037 M), al-Farghani, Abd al-Rahman al-Sûfi

(w. 986 M), Ibn Maskawaih (w. 1030 M), Abu al-A’lâ al-Ma’arri (973-

1057 M), dan kelompok Ikhwân al-Safâ.76

Penguasaan Bani Buwaih atas Bani Abbas tidak bertahan lama dan

digantikan dengan Bani Saljuk di bawah kepemimpinan Thugruk Bek. Hal

ini menandai awal periode keempat pemerintahan Bani Abbas. Dalam

kekuasaan Bani Saljuk, posisi khalifah mendapat tempat yang lebih layak,

setidaknya wibawanya dalam bidang keagamaan dikembalikan setelah

dirampas oleh Bani Buwaih yang berorientasi Syi’ah. Saat dikuasai Bani

Saljuk, pusat pemerintahan Bani Abbas tidak lagi berada di kota Baghdad

seperti pada waktu pemerintahan Bani Abbas periode pertama. Pusat

75

Badri Yatim, Sejarah, h. 56-57. 76

Badri Yatim, Sejarah, h. 71.

Page 72: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

58

pemerintahan dipindahkan Thugrul Bek ke Naisabur dan kemudian ke Rai.

Selain itu, kerajaan-kerajaan kecil yang sebelumnya memisahkan diri,

setelah ditaklukkan Thugrul Bek kembali mengakui kedudukan Baghdad.

Bahkan, mereka menjaga keutuhan dan keberadaan Bani Abbas untuk

membendung paham Syi’ah dan menyebarkan ajaran Sunni yang dianut

mereka.

Setelah Tughrul Bek (455 H/ 1063 M), kerajaan Bani Saljuk

berturut-turut diperintah oleh Alp Arselan, Maliksyah, Mahmûd,

Barkiyaruq, Maliksyah II, Abu Syuja’ Muhammad dan Abu Harîs Sanjar.

Pemerintahan Bani Saljuk ini dikenal dengan nama al-Salâjiqah al-Kubra

(Saljuk Agung). Pada waktu pemerintahan Alp Arselan, tentaranya

berhasil mengalahkan tentara Romawi yang besar yang terdiri dari tentara

Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis, dan Armenia.

Daerah kekuasaan Bani Saljuk sudah sangat luas ketika Maliksyah

menduduki kursi pemerintahan. Wilayahnya membentang dari Kasgor

(sebuah daerah di ujung wilayah Turki) sampai ke Yerussalem. Selain itu,

ilmu agama dan ilmu pengetahuan lainnya juga mengalami kemajuan yan

pesat. Universitas Nizamiyah dan Madrasah Hanafiyah di Baghdad

merupakan institusi-institusi pendidikan yang dibangun atas prakarsa

Nizhamul Mulk. Universitas Nizamiyah juga membuka cabang-cabang di

kota selain Baghdad.

Pada kondisi sosio-politik-kultural seperti itulah al-Zamakhsyarî

lahir dan tumbuh. Dia tumbuh di lingkungan keluarga yang taat beragama.

Perlu ditambahkan, bahwa pada periode Maliksyah dan perdana menteri

Page 73: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

59

Nizâmul Mulk juga muncul tokoh-tokoh besar lainnya seperti Abu Hamîd

al-Ghazâlî yang merupakan salah seorang guru besar di Universitas

Nizamiyah, al-Qusyairî yang merupakan penulis kitab tasawuf Risâlat al-

Qusyairiyyah, Farid al-Dîn al-Atar dan ‘Umar Khayyâm yang ahli dalam

bidang sastra.77

Meskipun dalam aqidah al-Zamakhsyarî adalah seorang Mu’tazilî,

dalam bidang fikih dia mengikuti kajian fikih madzhab Hanafi yang

disampaikan oleh ad-Damaghani al-Syarîf ibn al-Sajari.78

Dari Baghdad

al-Zamakhsyarî menuju ke Mekkah dengan tujuan membersihkan diri dari

dosa-dosanya di masa lampau dan menjauhi penguasa serta menyerahkan

diri secara total kepada Allah. Dia di Mekah selama dua tahun dan waktu

yang cukup lama ini dia gunakan untuk mempelajari kitab Sibawaih yang

merupakan pakar ilmu nahwu yang sangat terkenal (w. 518 H). Setelah

dari Mekah, dia meluangkan waktu untuk berkunjung ke berbagai daerah

di jazirah Arab. Baru kemudian dia kembali ke kampung halamannya di

Khawarizmi.

Ketika al-Zamakhsyarî menyadari bahwa umurnya sudah tak lama

lagi, dia memutuskan untuk kembali lagi ke Mekah. Dia ke Mekah untuk

kedua kalinya pada 526 H dan menetap di sana sampai 529 H. Di Mekah,

dia bertempat di dekat Baitullah sehingga ia mendapat gelar jâr al-lâh.

Dari Mekah dia pergi lagi ke Bahgdad dan selanjutnya dia kembali ke

Khawarizmi. Setelah beberapa tahun berada di tanah airnya, ia wafat di

Jurjaniyah pada malam ‘Arafah tahun 538 H.

77

Muhammad Nashuha, Pemikiran, h. 62. 78

A. Rofiq (ed.), Studi, h. 45-46.

Page 74: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

60

al-Zamakhsyarî hidup membujang. Sebagian besar waktunya

dihabiskan untuk ilmu dan menyebarluaskan faham yang dianutnya.79

2. Sekilas Tentang Tafsir al-Kasysyâf

a. Latar belakang Penulisan

Kitab tafsir yang berjudul al-Kasysyâf ‘an Haqâ’iq Ghawâmid al-

Tanzîl wa ‘Uyûn al-Aqâwîl fî Wujûh al-Ta'wîl ini mulai ditulis oleh al-

Zamakhsyarî ketika ia berada di Mekkah pada tahun 526 H dan selesai

pada hari Senin, 23 Rabi’ul Akhir 528 H.80

Alasannya menulis tafsir ini

adalah karena adanya permintaan yang menamakan diri mereka sebagai al-

Fi’ah al-Najiyyah al-‘Adiyyah. Kelompok ini adalah kelompok

Mu’tazilah. Dalam muqadimah tafsir al-Kasysyâf disebutkan sebagai

berikut: “…mereka menginginkan adanya sebuah kitab tafsir dan mereka

saya supaya mengungkapkan hakikat makna al-Qur’an dan semua kisah

yang terdapat didalamnya, termasuk segi-segi penakwilannya”.81

Atas permintaan itulah, akhirnya al-Zamakhsyarî menulis kitab

tafsirnya itu. Dia mendiktekan kepada orang-orang yang meminta tersebut

mengenai fawâtih al-suwar dan beberapa pembahasan tentang hakikat-

hakikat surat al-Bâqarah. Ternyata penafsirannya ini mendapatkan

sambutan hangat dari berbagai negeri. Dalam perjalanannya yang kedua ke

Mekah, banyak tokoh yang dijumpainya menyatakan keinginannya untuk

mendapatkan karyanya tersebut.82

Bahkan, setelah ia tiba di Mekah, ia

79

A. Rofiq (ed.), Studi, h. 47. 80

Abû al-Qâsim Jâr al-lâh Mahmûd ibn ‘Umar ibn Muhammad al-Zamakhsyarî, al-

Kasysyâf ‘an Haqâiq Ghawâmid al-Tanzîl wa ‘Uyûn al-Aqâwîl fî Wujûh al-Ta'wîl (Beirût: Dâr al-

Kutub Ilmiyyah, 1995), Jilid IV, h. 820. 81

A. Rofiq (ed.), Studi, h. 48. 82

Muhammad Nashuha, Pemikiran, h. 68.

Page 75: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

61

diberi tahu bahwa pemimpin pemerintahan Mekkah, Ibn Wahhâs,

bermaksud mengunjunginya di Khawarizm untuk memperoleh kitab

tafsirnya itu. Melihat semua respon tersebut, al-Zamakhsyarî menjadi

bersemangat untuk memulai menulis tafsirnya, meskipun dalam bentuk

yang lebih ringkas dari yang ia diktekan sebelumnya.83

Penafsiran yang ditempuh al-Zamakhsyarî dalam kitab tafsirnya ini

sangat menarik karena uraiannya singkat tapi jelas. Sehingga para ulama

Mu’tazilah mengusulkan agar tafsir tersebut dipresentasikan pada para

ulama Mu’tazilah dan mengusulkan agar penafsirannya dilakukan dengan

corak i’tizâlî, dan hasilnya adalah tafsir al-Kasysyâf yang ada sekarang

ini.84

Kitab ini terdiri dari empat jilid dan dicetak oleh percetakan al-

Istiqâmah di Kairo pada 1953 M. Kemudian pada tahun 1968, tafsir al-

Kasysyâf dicetak ulang pada percetakan Mustafâ al-Bâbi al-Halabi di

Mesir.85

Jilid pertama diawali dengan surat al-Fâtihah dan diakhiri dengan

surat al-Mâidah. Jilid kedua dimulai dengan surat al-An’âm dan diakhiri

dengan surat al-Kahf. Jilid ketiga diawali dengan surah Maryam dan

diakhiri dengan surat Fâtir. Jilid keempat berisi tafsir surah Yâsîn sampai

surat al-Nâs. Bersama kitab ini di hamis-nya ditulis kitab al-Intisâf karya

Ahmâd ibn Munîr al-Iskandari, kitab al-Kâfî al-Syâfî fî Takhrîj Ahadîts al-

Kasysyâf tentang takhrîj hadis-hadis yang terdapat dalam al-Kasysyâf

karya Ibn Hajar al-‘Asqalânî, Hasyiyyah Syaikh Muhammad ‘Ulyan al-

Marzuqî ‘alâ Tafsîr al-Kasysyâf karya Syaikh Marzuqî, serta Masyâhid al-

83

A. Rofiq (ed.), h. 48. 84

A. Rofiq (ed.), Studi, h. 49. 85

Muhammad Nashuha, Pemikiran, h. 68.

Page 76: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

62

Insâf ‘alâ Syawâhid al-Kasysyâf karya Syaikh Muhammad ‘Ulyan al-

Marzuqî.

b. Metode dan Corak Penafsiran

Tafsir al-Kasysyâf disusun dengan tartib mushafi, yaitu

berdasarkan urutan ayat dan surah dalam Mushaf ‘Utsmani, yang terdiri

dari 30 juz dan 114 surah, dimulai dari al-Fâtihah dan diakhiri dengan

surah al-Nâs. Setiap surat diawali basmalah kecuali surah al-Taubah.

Dalam menafsirkan al-Qur’an, al-Zamakhsyarî lebih dahulu

menuliskan ayat al-Qur’an yang hendak ditafsirkan, kemudian memulai

penafsirannya dengan mengemukakan pemikiran rasional yang didukung

dengan dalil-dalil dari riwayat atau ayat al-Qur’an, baik yang berhubungan

dengan sabâb al-nuzûl suatu ayat atau dalam hal penafsiran ayat.

Meskipun begitu, ia tak terikat oleh riwayat dalam penafsirannya. Kalau

ada riwayat yang mendukung penafsirannya maka ia akan mengambilnya,

jika tidak ada riwayat ia akan tetap melakukan penafsiran.86

Metode yang digunakan al-Zamakhsyarî adalah metode tahlîli.

Metode tahlîli atau yang menurut Muhammad Baqir Sadr sebagai metode

tajzi'i (al-ittijâh al-tajzî’iy) adalah suatu metode penafsiran yang berusaha

menjelaskan al-Qur'an dengan menguraikan berbagai seginya dan

menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh al-Qur'an. Seorang mufasir

menafsirkan al-Qur'an sesuai dengan tertib susunan al-Qur'an mushaf

Usmani, menafsirkan ayat demi ayat kemudian surah demi surah dari awal

surah al-Fâtihah sampai akhir surah al-Nâs. la menguraikan kosa kata dan

86

Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1998), h. 50.

Page 77: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

63

lafaz, menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju dan

kandungan ayat, yaitu unsur-unsur i’jâz, balâghah dan keindahan susunan

kalimat, menjelaskan apa yang dapat diistinbatkan dari ayat yaitu hukum

fiqih, dalil syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak, akidah atau

tauhid, perintah, larangan, janji, ancaman, hakikat, majaz, kinayah, serta

mengemukakan kaitan antara ayat-ayat dan relevansinya dengan surah

sebelum dan sesudahnya. Penafsir juga merujuk pada sebab-sebab turun

ayat (asbâb al-nuzûl), hadis-hadis Rusulullah saw., dan riwayat dari para

sahabat dan tabi'in.87

Seperti yang telah disebutkan bahwa dalam melakukan penafsiran,

al-Zamakhsyarî lebih mengutamakan penafsiran rasional maka tafsir al-

Kasysyâf bisa digolongkan tafsir bi al-ra`yi. Bahkan menurut Hasbie ash-

Shidqie tafsir al-Kasysyâf merupakan puncak tafsir bi al-ra`yi pada

masanya.88

Meskipun bercorak bi al-ra`yi, al-Zamakhsyarî dalam tafsirnya

masih menggunakan riwayat sebagai pendukung penafsirannya. Namun,

karena al-Zamakhsyarî tidak begitu menguasai ilmu hadis, ia tidak bisa

begitu mengkritisi beberapa hadis. Karena itu, dalam tafsir al-Kasysyâf

terdapat hadis-hadis maudu’ yaitu hadis-hadis tentang keutamaan surah.

Ibn Hajar al-‘Asqalânî merasa tergerak untuk meneliti hadis-hadis yang

terdapat dalam al-Kasysyâf dan hasil penelitiannya ini dituangkan dalam

karyanya al-Kâfî al-Syâfî. Buku ini dapat dibaca dalam hamis-nya tafsir

al-Kasysyâf yang diterbitkan oleh penerbit al-Istiqamah Kairo yang

87

Akhmad Arif Junaidi, Pembaruan Metodologi Tafsir al-Qur’an: Studi atas Pemikiran

Tafsir kontekstual Fazlur Rahman (Semarang : Gunung Jati, 2001), h. 27. 88

Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/ Tafsir (Jakarta: Bulan

Bintang, 1980), h. 245.

Page 78: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

64

diterbitkan pada tahun 1953 M.89

Meskipun begitu, di dalam tafsir al-

Kasysyâf tidak terdapat dongeng-dongeng Isra’iliyat yang sering dijumpai

pada tafsir-tafsir bi al-ma`qûl.90

Contoh penafsiran bi al-ra`yi dengan metode tahlili dalam tafsir al-

Kasysyâf dapat dilihat pada penafsian Q.S. al-Bâqarah/ 2: 115,

.

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun

kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas

(rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”.91

(wa li al-lâh al-masyriq wa al-magrib) menurut

al-Zamakhsyarî adalah timur dan barat, serta seluruh penjuru bumi,

semuanya milik Allah. Dia yang memiliki dan menguasai seluruh alam.

(fa’ainamâ tuwallû) maksudnya kemanapun manusia menghadap

Allah, hendaknya menghadap kiblat sesuai dengan firman Allah dalam

Q.S. al-Bâqarah[2]: 144.

.

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,

maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.

Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu

berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-

89

Muhammad Nashuha, Pemikiran, h. 68. 90

Subhi ash-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an, terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1985), h. 390. 91

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971).

Page 79: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

65

orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitâb (Taurat dan Injil)

memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah

benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang

mereka kerjakan”.92

(fatsamm wajh al-lâh) menurut al-Zamakhsyarî

maksudnya di tempat (Masjid al-Harâm) itu ada Allah, yaitu tempat yang

disenangi-Nya dan manusia diperintahkan untuk menghadap Allah pada

tempat tersebut. Maksud ayat di atas adalah apabila seorang muslim akan

melakukan shalat dengan menghadap Masjid al-Harâm dan Bait al-

Maqdis, akan tetapi dia ragu akan arah yang tepat untuk menghadap ke

arah tersebut, maka Allah memberikan kemudahan kepadanya untuk

menghadap ke arah manapun dalam shalat, dan di tempat manapun

sehingga ia tak terikat oleh lokasi tertentu.93

Asbâb al-nuzûl ayat ini menurut Ibn ‘Umar berkenaan dengan

shalat musafir di atas kendaraan, ia menghadap ke arah mana

kendaraannya menghadap. Tetapi menurut ‘Atâ`, ayat ini turun ketika

tidak diketahui arah kiblat oleh suatu kaum, lalu mereka shalat ke arah

yang berbeda-beda (sesuai keyakinan masing-masing). Setelah pagi hari

ternyata mereka salah menghadap kiblat, kemudian mereka

menyampaikan peristiwa tersebut kepada Nabi lalu turunlah ayat ini. Ada

92

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 93

Abî al-Qâsim Mahmud ibn ‘Umar ibn Muhammad al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf ‘an

Haqâiq Ghawâmid al-Tanzîl (Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Arabî, 1407 H), Jilid I, h. 180.

Page 80: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

66

juga yang berpendapat bahwa kebolehan menghadap mana saja itu adalah

dalam berdoa, bukan dalam shalat.94

Selain bercorak bi al-ra`yi, tafsir al-Kasysyâf juga bercorak sastra

bahasa. Ini dikarenakan al-Zamakhsyarî adalah seorang yang ahli dalam

bahasa Arab yang meliputi sastranya, balaghah-nya, nahwunya atau

gramatikanya, maka tidak mengherankan kalau keahliannya itu mewarnai

penafsirannya. Subhi as-Salih menyatakan bahwa tafsir al-Kasysyâf

mempunyai aspek keutamaan dalam mengetengahkan aspek balaghah dan

membuktikan beberapa bentuk i’jâz dengan cara adu argumentasi.95

Aspek nahw dan gramatika juga sangat kental dalam tafsir ini.

Sebagai contoh, berkenaan dengan masalah damîr (kata ganti). Ketika

menafsirkan Q.S. al-Bâqarah [2]: 23,

“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur`an yang

Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat

(saja) yang semisal al-Qur`an itu dan ajaklah penolong-penolongmu

selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”.96

Menurut al-Zamakhsyarî, kembalinya damîr (kata ganti) hi pada

kata (mitslih) adalah pada kata (mâ nazzalnâ) atau pada kata

(‘abdinâ). Tetapi, yang lebih kuat adalah damir itu kembali pada kata

(mâ nazzalnâ) sesuai dengan maksud ayat tersebut, sebab yang

94

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid I, h. 180. 95

Subhi al-Salih, Membahas, h. 390. 96

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971).

Page 81: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

67

dibicarakan dalam ayat tersebut adalah al-Qur’an, bukan Nabi

Muhammad.97

Tafsir al-Kasysyâf juga bisa dimasukkan ke dalam tafsir yang

bercorak teologi. Ini dikarenakan al-Zamakhsyarî yang merupakan salah

satu tokoh Mu’tazilah dan penafsirannya mendukung mazhab yang

dianutnya. Jika ia menemukan dalam al-Qur’an suatu lafaz yang kata

lahirnya tidak sesuai dengan pendapat Mu’tazilah, ia berusaha dengan

segenap kemampuannya untuk membatalkan makna lahir dan menetapkan

makna lainnya yang terdapat dalam bahasa. Contohnya ketika ia

menafsirkan Q.S. al-Qiyâmah [75]: 22-23.

“22. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-

seri. 23. kepada Tuhannyalah mereka melihat”.

al-Zamakhsyarî mengesampingkan makna lahir kata

(nâzirah) yaitu melihat, sebab menurut Mu’tazilah Allah tidak dapat

dilihat. Oleh karena itu, kata (nâzirah) diartikan dengan al-rajâ’

(menunggu, mengharapkan).98

3. Penafsiran al-Zamakhsyarî Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât

a. Berkenaan dengan wajh (wajah)

al-Zamakhsyarî mentakwil lafaz wajh dengan beberapa

makna, yaitu:

97

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid I, h. 96. 98

Ibid., Jilid IV, h. 662.

Page 82: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

68

1) Amr (perintah) dan 2) al-Ridâ (keridhaan), al-

Zamakhsyarî mentakwil wajh dengan al-ridâ dan amr pada ayat

QS. al-Bâqarah [2]: 115, dengan makna arah yang diperintah dan

diridhai Allah.99

3) al-Dzât (dzat atau hakikat), al-Zamakhsyarî mentakwil

wajh dengan al-dzât pada ayat QS. al-An'âm [6]: 52,100

dan QS. al-

Qasas [28]: 88.101

QS. al-An'âm [6]: 52.

Pada ayat di atas al-Zamakhsyarî mentakwil wajh dengan

al-dzât dengan makna bahwa lafaz wajh pada ayat di atas

merupakan sebuah ungkapan dari makna dzat dan hakikat sesuatu.

QS. al-Qasas [28]: 88.

(

4) al-Ikhlas dan 5) al-taqarrub, al-Zamakhsyarî mentakwil

wajh dengan al-ikhlas dan al-taqarrub pada ayat dan QS.al-Rûm

[30]: 38.102

99

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid I, h. 180. 100

Ibid., Jilid II, h. 27. 101

Ibid., Jilid III, h. 437. 102 Ibid., Jilid III, h. 481.

Page 83: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

69

b. Berkenaan dengan yad (tangan)

al-Zamakhsyarî, ketika dihadapkan dengan ayat-ayat yg

terdapat lafaz yad cenderung memberikan penjelasan bahwa lafaz

yad merupakan bentuk majaz (metafor) dari sebuah makna lain

yang berbeda dari makna asalnya. Berikut takwilan yad oleh al-

Zamakhsyarî:

1) Di dalam QS. Sâd ayat 75 al-Zamakhsyarî mentakwil

lafaz yad dengan majaz yang bermakna penciptaan dengan tanpa

perantara.103

2) Di dalam QS. al-Mâidah ayat 64, lafaz yad ditakwil

dengan majaz yang bermakna sifat bukhl (pelit), dan jûd

(dermawan).104

3) Di dalam QS. al-Fath ayat 10 lafaz yad ditakwil dengan

majaz yang bermakna tangan Rasulullah bukan tangan Allah

103

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid IV, h. 107. 104

Ibid., Jilid I, h. 654.

Page 84: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

70

karena Allah tersuci dari pada sifat-sifat kebertubuhan dan dari

segala sifat-sifat benda, dengan makna bahwa akad penjanjian atau

persetujuan dengan Nabi itu seperti akad perjanjian dengan Allah

dari tanpa perbedaan di antara keduanya. Membuat perjanjian

dengan Nabi berarti membuat perjanjian dengan Allah. Seperti

firman Allah “siapa orang yang taat kepada Rasul maka sungguh ia

telah pula taat kepada Allah”.105

c. Berkenaan dengan istawâ (bersemayam)

Dalam menafsirkan lafaz istawâ, al-Zamakhsyarî dominan

melewati ayat ini tanpa mentakwilnya. Dari Sembilan ayat lafaz

istawâ hanya dua ayat yang ditafsirkannya yaitu QS. al-Bâqarah:

29 (al-i’tidâl, al-istiqâmah, qasada)106

dan QS. Fusilat: 11 ditakwil

dengan istaqama dan imtadda.107

QS. al-Bâqarah: 29.

105

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid IV, h. 335. 106

Ibid., Jilid I, h. 123. 107

Ibid., Jilid IV, h. 189.

Page 85: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

71

QS. Fusilat: 11.

)

Pada ayat di atas al-Zamakhsyarî mentakwil lafaz istawâ

dengan istaqama dan imtadda dengan makna tegak dan lurus

sebagaimana antonim dari kata bengkok. Lurus dengan tidak

menoleh kepada yang lain.

Page 86: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

72

BAB IV

ANALISA KOMPARATIF PENAFSIRAN NAWAWÎ AL-BANTANÎ DAN AL-

ZAMAKHSYARÎ

Adanya persamaan dan perbedaan dalam hasil pemikiran merupakan suatu

keniscayaan. Oleh karena itu, adalah suatu yang pasti jika terdapat persamaan dan

perbedaan dalam penafsiran yang dilakukan Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî

terhadap ayat-ayat mutasyâbihât. Sebagaimana telah dipaparkan satu persatu

penafsiran yang dilakukan Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî terhadap ayat-ayat

mutasyâbihât pada bab sebelumnya, maka pada bab ini akan dipaparkan beberapa

persamaan dan perbedaan penafsiran mereka.

A. Persamaan Penafsiran Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî Terhadap

Ayat-ayat Mutasyâbihât

1. Persamaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Wajh

Mengenai penafsiran mereka terhadap ayat-ayat mutasyâbihât terdapat

persamaan antara Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî. Persamaan itu dapat

dilihat ketika mereka menafsirkan QS. al-Qasas : 88.

“Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan

apapun yang lain. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia.

Page 87: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

73

tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. bagi-Nyalah segala penentuan,

dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.1

Pada ayat ini, Nawawî al-Bantanî tidak banyak memberikan komentar

terkait pentakwilan lafaz wajh dalam tafsirnya, beliau to the poin mentakwil

lafaz wajh dengan Dzat Allah Ta’ala.2 Hal ini serupa dengan pentakwilan al-

Zamakhsyarî, dia juga tidak banyak memberikan komentar terkait lafaz wajh

pada ayat ini, al-Zamakhsyarî juga mentakwil lafaz wajh dengan Dzat Allah

Ta’ala.3

Takwilan yang serupa antara Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî

terkait lafaz wajh juga terdapat dalam QS. al-Rahmân : 27.

“Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan

kemuliaan”.4

Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî terkait pentakwilan lafaz wajh

pada ayat di atas juga sama-sama mentakwilnya dengan Dzat Allah.5

1 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971).

2 Muḥammad Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd li Kasyf Ma’ânî al-Qur`ân al-Majîd, Cet I,

(Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1417 H), Jilid II, h. 209. 3 Abû al-Qâsim Jâr al-lâh Mahmûd ibn ‘Umar ibn Muhammad al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf

‘an Haqâiq Ghawâmid al-Tanzîl wa ‘Uyûn al-Aqâwîl fî Wujûh al-Ta'wîl, (Beirût: Dâr al-Kutub

Ilmiyyah, 1995), Jilid III, h. 473. 4 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971).

5 Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid II, h. 447. lihat juga al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid

IV, h. 446.

Page 88: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

74

2. Persamaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Yad

Secara tekstual, pentakwilan Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî

terhadap ayat-ayat berlafaz yad banyak berbeda, namun ditemukan persamaan

pentakwilan mereka dalam QS. al-Mâidah : 64.

“Orang-orang Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu",

sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dila'nat

disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (tidak demikian), tetapi kedua-

dua tangan Allah terbuka; Dia menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki. dan

al-Quran yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu sungguh-sungguh akan

menambah kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di antara mereka. Dan

Kami telah timbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka sampai

hari kiamat. Setiap mereka menyalakan api peperangan Allah

memadamkannya dan mereka berbuat kerusakan dimuka bumi dan Allah tidak

menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.”6

6 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971).

Page 89: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

75

Pada ayat ini, Nawawî al-Bantanî banyak mengutip pendapat mufasir,

diantaranya pendapat Ibn Abbas, ‘Ikrimah, al-Dahak, dll. yang pada intinya

adalah mentakwil ayat atau lafaz yad sebagai sebuah majaz dari sifat al-bukhl

(pelit) bukan makna yad secara tekstual.7

Hal ini serupa dengan pentakwilan al-Zamakhsyarî, bahwa terbelenggu

dan terbentangnya tangan pada ayat ini merupakan majaz atau kiasan dari sifat

al-bukl (pelit) dan al-jûd (dermawan).8

3. Persamaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Istawâ

Secara tekstual, pentakwilan Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî

terhadap ayat-ayat berlafaz istawâ hampir semuanya berbeda dikarenakan

banyak ayat dalam hal ini yang ditakwil Nawawî al-Bantanî tetapi al-

Zamakhsyarî tidak mentakwilnya (tidak ada penjelasan), namun ada satu ayat

ditemukan persamaan pentakwilan mereka dalam QS. al-Bâqarah: 29.

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu

dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit.

Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.”9

Pada ayat ini, Nawawî al-Bantanî tidak banyak memberikan komentar

terkait pentakwilan lafaz istawâ dalam tafsirnya, Nawawî mentakwil lafaz

7 Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 281.

8 al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid I, h. 654-656.

9 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971).

Page 90: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

76

istawâ dengan qasada (bermaksud), istawâ bermakna bahwa Allah bermaksud

menciptakan langit.10

Begitupun al-Zamakhsyarî, pada ayat ini lafaz istawâ

bermakna qasada.11

B. Perbedaan Penafsiran Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî Terhadap

Ayat-ayat Mutasyâbihât

1. Perbedaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Wajh

Sejauh penelusuran penulis, sekurang-kurangnya terdapat empat ayat

dalam surah yang berbeda terkait perbedaan redaksi penafsiran ayat-ayat

mutasyâbihât (wajh) oleh Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî. Perbedaan

redaksi penafsiran tersebut terdapat dalam QS. al-Bâqarah: 115, QS. al-

Bâqarah: 272, QS. al-An’âm: 52, dan QS. al-Ra’d: 22.

1) QS. al-Bâqarah: 115.

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat. Maka kemanapun kamu

menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-

Nya) lagi Maha Mengetahui”.12

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz wajh al-lâh

dengan qiblat al-lâh dan mardât al-lâh.13

Sedangkan al-Zamakhsyarî

mentakwilnya dengan jihat amarabihâ (arah yang Allah ridhai).14

10 Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 14.

11 al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid I, h. 123.

12 Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971).

13 Nawawî al-Jâwî, Marâḥ, Jilid I, h. 41.

14 al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid I, h. 180.

Page 91: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

77

2) QS. al-Bâqarah: 272.

“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan

tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang

dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan

Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu

membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa

saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi

pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya

(dirugikan).15

Pada ayat di atas tidak ditemukan takwilan Nawawî al-Bantanî terhadap

lafaz wajh al-lâh.16

Sedangkan al-Zamakhsyarî mentakwil lafaz wajh al-lâh

dengan ‘indahu (di sisi Allah).17

15

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 16

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 100-101. 17

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid I, h. 317.

Page 92: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

78

3) QS. al-An’âm: 52.

“Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya

di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. Kamu

tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan

merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu,

yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu termasuk

orang-orang yang zalim)”.18

Pada ayat ini Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz wajh dengan

mahabbah dan ridâ yang bermakna ikhlas semata-mata karena Allah.19

Sedangkan al-Zamakhsyarî mentakwil lafaz wajh dengan dzât dan haqîqat Al-

lâh.20

4) Dan QS. al-Ra’d: 22.

“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya,

mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada

18

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 19

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 320. 20

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid II, h. 27.

Page 93: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

79

mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan

dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang

baik)”.21

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz wajh al-lâh

dengan talaban li ridâhu (mencari ridha Allah).22

Sedangkan al-Zamakhsyarî

mentakwil lafaz wajh al-lâh dengan ‘ind al-lâh (di sisi Allah).23

2. Perbedaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Yad

Dalam hal ini hampir semua berbeda redaksi penafsiran antara Nawawî

al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî terkait penafsiran mereka terhadap ayat-ayat

mutasyâbihât (yad). Sejauh penelusuran penulis semua redaksi penafsirannya

berbeda, cuma satu ayat yang redaksi penafsirannya sama yaitu dalam QS. al-

Mâidah : 64. Redaksi penafsiran mereka yang berbeda yaitu terdapat dalam QS.

al-Fath: 10, QS. Âli ‘Imrân: 73, QS. Yâsîn: 83, QS. al-Mulk: 1, QS. Sâd: 75,

dan QS. al-Hadîd: 29.

1) QS. al-Fath: 10.

“Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu.

Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan

21

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 22

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 558. 23

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid II, h. 256.

Page 94: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

80

mereka, maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia

melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati

janjinya kepada Allah, maka Allah akan memberinya pahala yang besar.”24

Pada ayat ini Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz yad dengan ni’mat,

nusrah (pertolongan), dan Nawawî juga mengutip sebuah pendapat yang

mentakwil lafaz yad dengan hifz (pemeliharaan).25

Sedangkan al-Zamakhsyarî

mentakwil lafaz yad dengan yad al-rasûl al-lâh. Menurut al-Zamakhsyarî,

Allah tersucikan dari kebertubuhan dan juga tersuci dari sifat-sifat kebendaan.

Oleh karena itu, yang dimaksud yad al-lâh pada ayat ini adalah tangan Rasul

bukan tangan Allah, melakukan akad dengan Rasul sama halnya melakukan

akad dengan Allah, al-Zamakhsyarî mendatangkan misal dalam hal ini seperti

ayat ketaatan, taat kepada Rasul berarti juga taat kepada Allah, begitupun

sebaliknya.26

2) QS. Âli ‘Imrân: 73.

“Dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti

agamamu. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk (yang harus diikuti) ialah

24

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 25

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid II, h. 425. 26

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid IV, h. 335.

Page 95: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

81

petunjuk Allah, dan (janganlah kamu percaya) bahwa akan diberikan kepada

seseorang seperti apa yang diberikan kepadamu, dan (jangan pula kamu

percaya) bahwa mereka akan mengalahkan hujjahmu di sisi Tuhanmu".

Katakanlah: "Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah, Allah memberikan

karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Luas

karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui".27

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz yad al-lâh dengan

qudrah.28

Sedangkan dalam tafsir al-Zamakhsyarî, pada ayat di atas tidak

ditemukan takwilannya terhadap lafaz yad al-lâh .29

3) QS. Yâsîn: 83.

“Maka Maha suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala

sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.30

Pada ayat ini Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz yad dengan qudrah.31

Sedangkan al-Zamakhsyarî mentakwil lafaz yad dengan mâlik yang bermakna

kepemilikan segala sesuatu.32

4) QS. al-Mulk: 1.

27

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 28

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 134. 29

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid I, h. 372. 30

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 31

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 320. 32

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid II, h. 27.

Page 96: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

82

“Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia

Maha Kuasa atas segala sesuatu”.33

Pada ayat ini Nawawî al-Bantanî juga mentakwil lafaz yad dengan

qudrah.34

Sedangkan al-Zamakhsyarî mentakwil lafaz yad sebagai majaz dari

makna sebuah kekuasaan yang meliputi segala kerajaan (al-ihâtah bi al-

mulk/al-istîlâ` ‘alaih).35

5) QS. Sâd: 75.

“Allah berfirman: "Hai iblis, Apakah yang menghalangi kamu sujud

kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku. Apakah kamu

menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang

(lebih) tinggi?".36

Pada ayat ini Nawawî al-Bantanî juga mentakwil lafaz yad dengan

qudrah dan iradah.37

Sedangkan al-Zamakhsyarî mentakwil lafaz yad dengan

majaz yang bermakna penciptaan dengan tanpa perantara.38

33

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 34

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 320. 35

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid II, h. 27. 36

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 37

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid I, h. 320. 38

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid II, h. 27.

Page 97: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

83

6) Dan QS. al-Hadîd: 29.

“(Kami terangkan yang demikian itu) supaya ahli kitab mengetahui

bahwa mereka tiada mendapat sedikitpun akan karunia Allah (jika mereka

tidak beriman kepada Muhammad), dan bahwasanya karunia itu adalah di

tangan Allah. Dia berikan karunia itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan

Allah mempunyai karunia yang besar”.39

Pada ayat di atas Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz yad al-lâh dengan

tasarruf.40

Sedangkan dalam tafsir al-Zamakhsyarî, pada ayat di atas tidak

ditemukan takwilannya terhadap lafaz yad al-lâh .41

3. Perbedaan Penafsiran terhadap Ayat-ayat Istawâ

Seperti perbedaan penafsiran ayat-ayat yad, dalam hal ini juga hampir

semua berbeda redaksi penafsiran antara Nawawî al-Bantanî dan al-

Zamakhsyarî terkait penafsiran mereka terhadap ayat-ayat mutasyâbihât

(istawâ). Sejauh penelusuran penulis juga semua redaksi penafsirannya

berbeda, cuma satu ayat yang redaksi penafsirannya sama yaitu dalam QS. al-

Bâqarah: 29 dengan takwilan qasada. Beberapa redaksi penafsiran mereka yang

berbeda yaitu terdapat dalam QS. al-A’râf: 54, QS. Yûnus: 3, QS. al-Ra’d: 2,

QS. Tâhâ: 5, QS. al-Furqân: 59, QS. al-Sajadah: 4, QS. Fussilat: 11, dan QS. al-

39

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 40

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid II, h. 497. 41

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid IV, h. 483.

Page 98: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

84

Hadîd: 4. Dikatakan berbeda karena banyak dalam beberapa ayat ini yang

ditakwil oleh Nawawî al-Bantanî namun tidak ditakwil oleh al-Zamakhsyarî.

Ada satu ayat yang ditakwil oleh keduanya dengan takwilan yang berbeda yaitu

dalam QS. Fussilat: 11.

“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih

merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah

kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa".

keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati".42

Pada ayat ini Nawawî al-Bantanî mentakwil lafaz istawâ dengan qasada

(bermaksud) yang bermakna bahwa Allah bermaksud menciptakan langit

setelah Allah menciptakan bumi.43

Sedangkan al-Zamakhsyarî mentakwil lafaz

istawâ dengan istaqâma dan imtadda, sebagai antonim dari al-i’wijâj

(bengkok).44

42

Al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: YPPA, 1971). 43

Nawawî al-Jâwî, Marâḥ labîd, Jilid II, h. 359. 44

al-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, Jilid IV, h. 189.

Page 99: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

85

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berawal dari rumusan masalah “Bagaimana perbandingan penafsiran

Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî terhadap ayat-ayat mutasyâbihât?” dan

setelah dilakukan penelitian, penulis berkesimpulan bahwa:

1. Ada persamaan penafsiran Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî

terhadap ayat-ayat mutasyâbihât. Keduanya sama-sama mensucikan

Allah dari sifat-sifat keserupaan dengan makhluk sehingga ayat-ayat

mutasyâbihât mereka anggap sebagai bagian dari ayat-ayat yang harus

ditakwilkan kepada makna yang layak bagi kesucian Allah.

2. Ada perbedaan antara penafsiran Nawawî al-Bantanî dan al-Zamakhsyarî

terhadap ayat-ayat mutasyâbihât. Perbedaan tersebut hanya dalam bentuk

redaksi makna pentakwilannya saja. Ada yang sama, juga banyak yang

berbeda redaksi makna pentakwilannya. Dan juga terkadang Nawawî al-

Bantanî lebih rinci dalam mentakwil, terdakang juga al-Zamakhsyarî

yang lebih rinci bahkan banyak juga beberapa ayat yang tidak

ditakwilkan oleh al-Zamakhsyarî.

B. SARAN

Pembahasan yang penulis angkat, merupakan pembahasan yang selalu

menarik dan luas untuk dibicarakan terbukti dari banyaknya perdebatan dari

berbagai ulama madzhab atau golongan dengan pendapat dan argumentasinya

masing-masing, baik melalui buku-buku bahkan di media sosial sekarang ini.

Page 100: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

86

Jika dikemudian hari ada peneliti yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut,

penulis berharap peneliti tersebut dapat lebih membahasnya secara detail dari

setiap bagian bahasan, serta dapat memberikan informasi baru yang mungkin

belum pernah dibahas. Sehingga hal tersebut dapat menambah khazanah bagi

para pembaca, khususnya bagi yang ingin mengetahui lebih jauh bagaimana para

ulama tafsir menafsirkan ayat-ayat mutasyâbihât dalam al-Qur’an .

Page 101: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

87

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Siradjuddin. I’tiqad Ahlussunnah wa al-Jama’ah, Jakarta: Pustaka

Tarbiyah, 1979.

Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia, Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013, Cet II.

Amin, Ma’ruf dan Ch., M. Nashruddin Anshari. Pemikiran Syaikh Nawawî al-

Bantanî, Jakarta: Pesantren, vol. VI, no. I, 1989.

Amin, Syamsul Munir. Sayyid Ulama Hijaz: Biografi Syaikh Nawawi al-Bantani,

Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009.

ash-Shiddieqy, Hasbi. Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an/ Tafsir, Jakarta:

Bulan Bintang, 1980.

al-‘Asy’arî, Abû al-Hasan ‘Ali ibn Ismâ’îl ibn Ishâq. al-Ibânah ‘an Usûl al-

Diniyah, Kairo: Dâr al-Ansâr, t.th.

Ayyub, Hasan. al-Hadits fî ‘Ulûm al-Qur’ân wa al-Hadits, Kairo: Dâr al-Salâm,

2002.

Baidan, Nashiruddin. Metodologi Penafsiran al-Qur’an, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1998.

Bakker, Anton dan Zubair, Achmad Charis. Metodologi Penelitian Filsafat,

Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Boullata, Issa J. Al-Qur’an yang Menakjubkan: Bacaan Terpilih dalam Tafsir

Klasik Hingga Modern dari Seorang Ilmuan Katolik, diterjemahkan

dari buku aslinya: I’jaz al-Qur’ân al-Karîm ‘Abra al-Tarikh, oleh

Bachrum B., Taufik A.D., dan Haris Abd. Hakim. Tangerang: Lentera

Hati, 2008, Cet I.

Bruinessen, Martin Van. Kitab Kuning Pesantren dan Tarekat: Tradisi-Tradisi

Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, Cet. 3, 1999.

Page 102: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

88

Buchori, Didin Saefuddin. Pedoman Memahami Kandungan al-Qur’an, Bogor:

Granada Sarana Pustaka, 2005, Cet I.

Chaidar, Sejarah Pujangga Islam, Syech Nawawi Albanteni Indonesia, Jakarta:

CV. Sarana Utama, 1978.

Departmen Agama, al-Qur'an dan Terjemahannya, Jakarta: Yamunu, l97O.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van

Hoeve, cet. 2, Jilid 4, 1984.

Djalal, Abd. Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2000.

Dolfier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kiyai,

Jakarta: LP3eS, Cet. 4, 1985.

al-Fanîsân, Su’ud ibn ‘Abdullah. Ikhtilâf al-Mufassirîn Asbâbuh wa Âtâruh,

Riyad: Dâr Syabîliyâ,1997.

al-Farmawi, Abd al-Hayy. Metode Tafsir Maudu’I dan Cara Penerapannya, terj.

Rosihon Anwar, Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Fateh, Kholil Abu. Studi Komprehensif Tafsir ISTAWA, Jakarta: Syahamah Press,

2010.

Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Yogyakarta: Andi Offet, 1995.

Hafiduddin, Didin. “Tinjauan atas Tafsir al-Munîr Karya Imâm Muĥammad

Nawawî Tanara”, dalam Ahmad Rifa’i Hasan, Warisan Intelektual

Islam Indonesia: Telaah atas Karyakarya Klasik, Bandung: Mizan,

1987.

Hanafi, Muhammad. “Pemikiran Kalam Imâm Nawawî al-Bantanî dalam Kitab

Qatr al-Gaits: Tahqîq dan Dirâsah”. Tesis S2, 2010.

al-Hasanî, Muhammad ibn ‘Alawî al-Mâliki. Samudra Ilmu-ilmu al-Qur’an:

Ringkasan Kitab al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ân Karya al-Imâm Jalâl al-

Dîn al-Suyutî, diterjemahkan dari buku aslinya, Zubdah al-Itqân fî

Page 103: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

89

‘Ulûm al-Qur’ân, oleh Tarmana Abdul Qosim. Bandung: Arasy PT

Mizan Pustaka, 2003, Cet I.

Hermawan, Acep. Ulumul Qur’an Ilmu untuk Memahami Wahyu. Bandung:

Rosda Karya, 2011.

‘Itr, Nûr al-Dîn. ‘Ulûm al-Qur’ân al-Karîm, Damaskus: Matba’ah al-Sabâh, 1993.

al-Jabbâr, ‘Abd. Syarh al-Usûl al-Khamsah, Beirût: Maktabah Wahbah, 1988.

al-Jâwî, Muhammad Nawawî. Marâh labîd li Kasyf Ma’ânî al-Qur`ân al-Majîd.

Cet I, Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiah, 1417 H.

Junaidi, Akhmad Arif. Pembaruan Metodologi Tafsir al-Qur’an: Studi atas

Pemikiran Tafsir kontekstual Fazlur Rahman, Semarang: Gunung Jati,

2001.

al-Mâlikî, Muhammad ibn ‘Alawî. Samudra Ilmu-ilmu al-Qur`an, terj.Tarmana

Abdul Qasim. Cet. 1, Bandung: Arasy Mizan, 2003.

Ma’rifah, Muhammad Hâdî. al-Tamhîd fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Iran: Muassasah al-

Nasr al-Islâmî, 1416 H.

al-Maqdisî, ‘Alamî Zâdah Fayd al-Lâh ibn Mûsâ al-Hasanî. Fath al-Rahmân li

Talib Âyat al-Qur’ân, Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Cet. ke-1,

2005.

al-Mîbadî, Muhammad Fâkir. Qawâid al-Tafsîr Ladâ al-Syî’ah wa al-Sunnah,

Irân: Markaz al-Tahqîqât wa al-Dirasât al-‘Ilmiyyah, 2007.

Mohammad, Nor Ichwan. Belajar al-Qur’an: Menyingkap Khazanah Ilmu-ilmu

al-Qur’an Melalui Pendekatan Historis-Metodologis, Semarang: RaSAIL, 2004.

____________. Memahami Bahasa al-Qur`an, Semarang: Pustaka Pelajar atas

kerjasama dengan Walisongo Press, Cet. 1, 2002.

____________. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an, Semarang: RaSAIL, 2008.

Muhajir, Noeng. Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996.

Page 104: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

90

Muhammadiyah, Hilmy dan Fatoni, Sulthan. NU: Identitas Islam Indonesia,

Jakarta: eLSAS, Cet. 1, 2004.

al-Munawar, Said Agil Husin. al-Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki,

Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005.

Munawir, Ahmad Warson. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia lengkap.

Penerbit: Pustaka Progressif, 1984.

Nashuha, Muhammad. “Pemikiran Teologi al-Zamakhsyari dalam Tafsir al-

Kasysyâf”, Laporan Penelitian Individu, Semarang: Fakultas

Ushuluddin IAIN Walisongo, 2011.

Nuriah, Nurul. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori-Aplikasi.

Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009.

NZ, Zidni Ilman. “Sifat Tuhan dalam Pemikiran Syaikh Nawawi al-Bantani”,

Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Jakarta,

2006 M.

al-Qardawî, Yûsuf. Berinteraksi dengan al-Qur’an, diterjemahkan dari buku

aslinya: Kaifa Nata’amal ma’a al-Qur’ân al-‘Azîm, oleh Abdul

Hayyie al-Kattani. Jakarta: Gema Insani Press, 2001, Cet I.

al-Qattân, Manna’ Khalîl. Mabâhis fî ‘Ulûm al-Qur’ân, terj.Mudzakir AS. Bogor:

PT. Pustaka Litera Antarnusa, 2009.

Ramli, HM Usep. Syaikh Nawawi al-Jawi: Tokoh Intelektual Internasional Asal

Banten, Banten: Fajar Banten, 2000.

Rodiana, Yuyun, “Syaikh Nawawi al-Bantani: Riwayat hidup dan sumbangannya

terhadap islam”, Skripsi S1 Fakultas Sastra Universitas Indonesia,

Jakarta, 1990.

al-Shalih, Subhi. Membahas Ilmu-ilmu al-Qur`an, Pustaka Firdaus, t.th.

Shihab, M.Quraish. Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1997.

Page 105: (STUDI KOMPARATIF TAFSIR MARÂH LABÎD DAN TAFSIR ......B. al-Zamakhsyarî dan al-Kasysyâf Serta Penafsirannya Terhadap Ayat-ayat Mutasyâbihât 1. Biografi dan Aktivitas Akademik

91

Steenbrink, Karel A. Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19,

Jakarta: Bulan Bintang, Cet. 1, 1984.

Sunanto, Musyrifah. Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo

Persada, Cet. 1, 2005.

al-Suyutî, Jalâl al-Dîn. al-Itqân fî ‘Ulûm al-Qur’ûn, Beirût: Dâr al-Fikr, 1979.

Syibromalisi, Faizah Ali dan Azizy, Jauhar. Membahas Kitab Tafsir Klasik-

Modern, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2011.

Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qur’an, Jakarta: Rajawali Pers, 1993.

Wakhidah, Siti Nur. “Penafsiran Nawawi al-Bantani Tentang Fitrah dalam Tafsir

Marah Labid dan Implikasinya dalam Kehidupan Sosial”, Skripsi S1

Fahultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2009 M.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2003.

Zaid, Nasr Hamid Abu. Tekstualitas al-Qur’an: Kritik terhadap Ulumul Qur’an,

diterjemahkan dari buku aslinya, Mafhûm al-Nas Dirâsah fî ‘Ulûm al-

Qur’ân, oleh Khoiron Nahdliyyin. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta,

2003, Cet III.

Zainudin, Ilmu Tauhid Lengkap, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996.

al-Zamakhsyarî, Abî al-Qâsim Mahmud ibn ‘Umar ibn Muhammad. al-Kasysyâf

‘an Haqâiq Ghawâmid al-Tanzîl, Beirût: Dâr al-Kutub al-‘Arabî, Cet

I, 1407 H.

al-Zarkasyî, Muhammad ibn ‘Abd al-Lâh. al-Burhân fî ‘Ulûm al-Qur’ân, Mesir:

Dâr Ihyâ` al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.th.

al-Zarqânî, Muhammad ‘Abd al-‘Azîm. Manâhil al-‘Irfân fî ‘Ulûm al-Qur’ân,

Kairo: Dâr al-Hadis, 2001.