Studi Kasus Sak Rs Blu

13
Setiap sesuatu yang baru selalu dibutuhkan waktu, tenaga, dan biaya untuk menjadikan sesuatu yang baru itu berubah menjadi kebiasaan dan budaya. Tak terkecuali laporan keuangan BLUD. RSUD BLUD meskipun memiliki fleksibilitas dalam hal-hal tertentu, namun dibebani dengan kewajiban penyusunan laporan keuangan yang banyak. Dari jenis laporan keuangannya saja, ia harus membuat Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus kas, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Dari segi frekuensi, ada yang harus dibuat triwulanan (laporan operasional dan arus kas) serta semesteran (semua laporan keuangan minus laporan realisasi anggaran) dan tahunan (semua jenis laporan keuangan). Itupun belum termasuk laporan pendapatan yang harus dikirimnya tiap bulan dan daftar SPM pengesahan yang harus dibuatnya triwulanan. Banyaknya pelaporan keuangan yang harus dibuat adalah konsekuensi wajar dari penerapan dua standar akuntansi yang diterapkan oleh RSUD. Sebagai BLUD ia harus mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana amanat PP 23/2005, sedangkan sebagai satuan kerja Pemda ia harus mengacu pada standar akuntansi pemerintahan yang diadopsi oleh Pemda setempat berdasarkan Permendagri 13/2006 dan perubahannya Permendagri 59/2007. Meskipun telah terbit PP 71/2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang berbasis akrual, namun masih muncul perdebatan dalam penerapannya, apalagi PP 71/2010 sendiri masih memberikan toleransi penggunaan basis kas SAP sampai dengan tahun 2014. Bagi seorang dengan latar belakang akuntansi, sebenarnya cukup mudah dan cepat untuk bisa memahami dua model pelaporan

description

pelaporan korporat

Transcript of Studi Kasus Sak Rs Blu

Page 1: Studi Kasus Sak Rs Blu

Setiap sesuatu yang baru selalu dibutuhkan waktu, tenaga, dan biaya untuk

menjadikan sesuatu yang baru itu berubah menjadi kebiasaan dan budaya.  Tak terkecuali

laporan keuangan BLUD.  RSUD BLUD meskipun memiliki fleksibilitas dalam hal-hal

tertentu, namun dibebani dengan kewajiban penyusunan laporan keuangan yang banyak. 

Dari jenis laporan keuangannya saja, ia harus membuat Neraca, Laporan Operasional,

Laporan Arus kas, Laporan Realisasi Anggaran dan Catatan Atas Laporan Keuangan.  Dari

segi frekuensi, ada yang harus dibuat triwulanan (laporan operasional dan arus kas) serta

semesteran (semua laporan keuangan minus laporan realisasi anggaran) dan tahunan (semua

jenis laporan keuangan).  Itupun belum termasuk laporan pendapatan yang harus dikirimnya

tiap bulan dan daftar SPM pengesahan yang harus dibuatnya triwulanan. 

Banyaknya pelaporan keuangan yang harus dibuat adalah konsekuensi wajar dari

penerapan dua standar akuntansi yang diterapkan oleh RSUD.  Sebagai BLUD ia harus

mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan sebagaimana amanat PP 23/2005, sedangkan

sebagai satuan kerja Pemda ia harus mengacu pada standar akuntansi pemerintahan yang

diadopsi oleh Pemda setempat berdasarkan Permendagri 13/2006 dan perubahannya

Permendagri 59/2007.  Meskipun telah terbit PP 71/2010 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan yang berbasis akrual, namun masih muncul perdebatan dalam penerapannya,

apalagi PP 71/2010 sendiri masih memberikan toleransi penggunaan basis kas SAP sampai

dengan tahun 2014. 

Bagi seorang dengan latar belakang akuntansi, sebenarnya cukup mudah dan cepat

untuk bisa memahami dua model pelaporan BLUD ini SAP dan SAK.  Namun adalah fakta

bahwa kebanyakan SDM rumah sakit berlatar belakang kesehatan.  Hanya sedikit RSUD

yang memiliki SDM murni dari akuntansi.  Kalaupun mereka merekrut tenaga honorer untuk

mengisi pos akuntansi ini, kebanyakan mereka adalah fresh graduate yang masih perlu

belajar banyak tentang kedua standar akuntansi ini, terutama SAP mengingat porsi kurikulum

pembelajaran untuk mata kuliah SAP minim sekali dibanding dengan akuntansi komersial

yang berbasis SAK.

Sebagai solusi instan untuk bisa memahami bagaimana hubungan antara kedua

standar akuntansi ini dalam proses penyusunan laporan keuangan, berikut akan disajikan

contoh kasus penyusunan laporan keuangan RSUD.  Kasus akan dibuat sesederhana mungkin

dengan tujuan lebih memudahkan pemahaman penyusunan laporan keuangan BLUD RSUD. 

Dengan demikian diharapkan semua orang akan bisa memahami dengan cepat akan substansi

SAK dan SAP.  Tidak terkecuali jajaran direksi rumah sakit, yang kebanyakan dokter,

apoteker dan sarjana kesehatan lainnya.

Page 2: Studi Kasus Sak Rs Blu

Berikut adalah data DPA RSUD ‘X” tahun 2012:

Anggaran Pendapatan BLUD RSUD

Anggaran Belanja BLUD RSUD

Page 3: Studi Kasus Sak Rs Blu

Belanja yang bersumber dari subsidi APBD adalah belanja tidak langsung, belanja

modal dan belanja makan dan minum harian pegawai.  Sisanya merupakan belanja yang

didanai dari sumber pendapatan fungsional rumah sakit. Laporan Realisasi Anggaran atas

DPA ini cukup mudah, tinggal membandingkan antara realisasi dengan anggarannya,

sehingga dalam tulisan ini, cara penyusunan laporan realisasi anggaran tidak kami bahas.

Dengan mengacu pada siklus penyusunan laporan keuangan pada proses penyusunan

RBA yang pernah kita bahas sebelumnya, maka laporan keuangan yang pertama kali kita

buat dengan menggunakan data DPA adalah laporan operasional.  Laporan ini sepenuhnya

berbasis akrual dengan format mengacu pada Permenkeu nomor 76/2008 tentang pedoman

akuntansi dan pelaporan keuangan BLU.

Komponen utama laporan operasional adalah pendapatan dan belanja, yang masing-

masing dapat kami sajikan sebagai berikut:

a. Komponen pendapatan

Laporan Operasional Pendapatan

Jasa layanan sebesar Rp.1.385 merupakan pendapatan yang berasal dari

penyelenggaraan layanan kesehatan rumah sakit.  Pendapatan APBD yang tercantum dalam

laporan operasional adalah bagian belanja dalam APBD yang bersumber dari subsidi

Page 4: Studi Kasus Sak Rs Blu

pemerintah daerah, terdiri dari pendapatan operasional APBD Rp.220 dan belanja modal

Rp.130.  Pendapatan operasional APBD Rp.220 merupakan belanja tidak langsung sebesar

Rp.195 dan belanja makan dan minum pegawai Rp.25.

Untuk menyusun komponen belanja dalam laporan operasional, kita harus memilah

belanja dalam DPA menjadi jenis belanja dalam laporan operasional.  Yang harus kita

lakukan adalah mengkonversi jenis belanja dalam Permendagri 13/2006 Permendagri

59/2007 ke dalam jenis belanja menurut Permendagri 61/2007.  Penggunaan tabel konversi

guna memudahkan pemilahan belanja DPA menjadi jenis belanja dalam Laporan operasional

sangat dianjurkan, sebagai berikut:

Tabel Konversi Belanja menjadi Biaya

Dengan berpatokan pada tabel, kertas kerja yang menggambarkan proses konversi belanja di

atas , tersaji sebagai berikut:

Page 5: Studi Kasus Sak Rs Blu

Kerta Kerja Konversi Belanja menjadi Biaya

Anda akan melihat kolom paling kanan terdapat kode B1, A3, A2, B2 dan

sebagainya.  Kode itu merupakan cara konversi dengan menggunakan tabel konversi.  A

adalah Biaya Pelayanan, B merupakan biaya umum dan administrasi.  Kode angka

merupakan urutan biaya dalam permendagri 61/2007.  Sehingga kode A1 adalah Biaya

pelayanan dengan nomor urut 1 yaitu biaya pegawai.  Kode B1 adalah Biaya Umum dan

Administrasi dengan nomor urut 1 yaitu biaya pegawai.  Demikian seterusnya.

Sehingga Kode di atas dapat diartikan sebagai berikut: Gaji pokok PNS/uang

representasi dengan kode belanja 5.1.1.01.01 dikonversi menjadi B1, maksudnya adalah

menjadi biaya pegawai dalam kategori biaya umum dan administrasi.

Sebenarnya pengkodean menjadi A1, B1 dst nya adalah alat untuk memudahkan

konversi.  Anda bisa menggantinya dengan kode yang paling anda suka.  Misal untuk biaya

pelayanan digambarkan dengan Apel dan Biaya umum dan administrasi dengan Durian. 

Page 6: Studi Kasus Sak Rs Blu

b. Komponen Biaya laporan Operasional

Hasil final konversi belanja DPA menjadi komponen biaya laporan operasional tersaji

sebagai berikut:

Hasil Akhir Laporan Operasional Komponen Biaya

Untuk mengetahui apakah hasil konversi kita telah benar atau masih ada belanja yang

terlewat, kita bisa melakukan cross check dengan cara mengurangkan total belanja dalam

DPA dengan belanja modalnya.  Hasilnya harus sama dengan jumlah total biaya operasional.

Dalam kasus di atas, total belanja Rp.1.279 dikurangi belanja modal Rp.130, sama

dengan Rp.1.149.  Jumlah ini sama dengan jumlah biaya operasional di atas Rp.1.149.  Bila

terdapat selisih maka kemungkinannya adalah terdapat belanja DPA yang belum kita

konversi menjadi biaya, atau terdapat duplikasi konversi biaya.

Hasil akhir laporan operasional (bottom line) menghasilkan angka surplus (defisit)

sebesar Rp.586.  Harap perhatikan angka ini, karena akan kita kaitkan kelak saat penyusunan

neraca.

Page 7: Studi Kasus Sak Rs Blu

Laporan keuangan berikutnya yang hendak kita susun adalah Laporan Arus Kas. 

Laporan yang berbasis kas ini menggambarkan putaran kas yang kita terima dan kita

keluarkan selama satu periode akuntansi.  Laporan arus kas ini menggunakan data dari

laporan operasional dan belanja modal dalam DPA.  Selengkapnya sebagai berikut:

Laporan Arus Kas

Saldo awal kas adalah saldo kas pada awal tahun.  Dalam kasus ini diasumsikan tidak

terdapat saldo kas awal tahun. Saldo akhir kas merupakan saldo kas yang akan muncul dalam

laporan neraca akhir periode akuntansi. Dengan menggunakan kombinasi laporan arus kas

dan operasional, kita dapat menyusun neraca BLUD RS yang terbagi dalam dua komponen

utama yaitu aset (aktiva) dan hutang dan ekuitas (pasiva).  Pembagian dalam dua kategori

neraca ini sangat penting terkait dengan format laporan standar akuntansi yang digunakan. 

Dari sisi aktiva tidak terdapat perbedaan format antara SAK maupun SAP sebagai berikut:

Page 8: Studi Kasus Sak Rs Blu

Neraca sisi Aktiva berdasar SAK dan SAP

Namun dari sisi pasiva terdapat perbedaan format.  Komponen pasiva neraca untuk SAP

sebagai berikut:

Page 9: Studi Kasus Sak Rs Blu

Neraca Sisi Pasiva berdasarkan SAP

Sedang format komponen pasiva untuk SAK sebagai berikut:

Page 10: Studi Kasus Sak Rs Blu

Neraca Sisi Pasiva berdasarkan SAK