studi kasus

11
KASUS 1: Seorang perempuan (38 tahun), datang ke poliklinik mata dengan keluhan ketajaman penglihatan berkurang, silau, melihat warna pelangi disekitar cahaya lampu, nyeri kepala dan sekitar mata, kadang merasakan mual. Hasil pemeriksaan TIO = 24 mmHg. 1. Jelaskan pemeriksaan fisik mata dan pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan pada pasien diatas? 2. Setelah dilakukan pemeriksaan visus , hasil visus didapatkan VOD 6/6, VOS 6/12. Apa interpretasi saudara terhadap hasil ini. 3. Jika pasien dapat membaca huruf pada snellen chart dimata mata normal mampu membaca dalam jarak 30 M. Maka hasil visus pasien adalah 4. Hasil pemeriksaan visus, pasien tidak bisa membaca huruf pada barisan 6/60, maka pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan oleh perawat , jelaskan urutan pemeriksaan lanjutan tersebut dan hasilnya 5. Coba anda lakukan pemeriksaan visus pada teman anda dan tuliskan hasilnya JAWAB 1. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. a. Pemeriksaan fisik : 1) Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.

description

studi kasus sensori

Transcript of studi kasus

KASUS 1:

Seorang perempuan (38 tahun), datang ke poliklinik mata dengan keluhan ketajaman penglihatan berkurang, silau, melihat warna pelangi disekitar cahaya lampu, nyeri kepala dan sekitar mata, kadang merasakan mual. Hasil pemeriksaan TIO = 24 mmHg.

1. Jelaskan pemeriksaan fisik mata dan pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan pada pasien diatas?

2. Setelah dilakukan pemeriksaan visus , hasil visus didapatkan VOD 6/6, VOS 6/12. Apa interpretasi saudara terhadap hasil ini.

3. Jika pasien dapat membaca huruf pada snellen chart dimata mata normal mampu membaca dalam jarak 30 M. Maka hasil visus pasien adalah

4. Hasil pemeriksaan visus, pasien tidak bisa membaca huruf pada barisan 6/60, maka pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan oleh perawat , jelaskan urutan pemeriksaan lanjutan tersebut dan hasilnya

5. Coba anda lakukan pemeriksaan visus pada teman anda dan tuliskan hasilnya

JAWAB

1. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

a. Pemeriksaan fisik :

1) Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut primer, kamera anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.

2) Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menurun secara bertahap.

3) Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa mata yang mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata yang lain.

4) Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi akan didapat sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut dapat tertutup. Pada glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu TIO normal sudutnya sempit.

b. Pemeriksaan penunjang

1. Perimetri

Alat ini berguna untuk melihat adanya kelainan lapang pandangan yangdisebabkan oleh kerusakan saraf optik2. Beberapa perimetri yang digunakanantara lain :

a. Perimetri manual: Perimeter Lister, Tangent screen, PerimeterGoldmann

b. Perimetri otomatis

c. Perimeter Oktopus

2. Tonometri

Alat ini digunakan untuk pengukuran TIO. Beberapa tonometri yang digunakan antara lain tonometer Schiotz, tonometer aplanasi Goldman, tonometer Pulsair, Tono-Pen, tonometer Perkins, non kontak pneumotonometer.

3. Oftalmoskopi

Oftalmoskopi yaitu pemeriksaan untuk menentukan adanya kerusakan saraf optik berdasarkan penilaian bentuk saraf optik.Rasio cekungan diskus (C/D) digunakan untuk mencatat ukuran diskus otipus pada penderita glaukoma. Apabila terdapat peninggian TIO yang signifikan, rasio C/D yang lebih besar dari 0,5 atau adanya asimetris yang bermakna antara kedua mata, mengidentifikasikan adanya atropi glaukomatosa.

4. Biomikroskopi

Untuk menentukan kondisi segmen anterior mata, dengan pemeriksaan ini dapat ditentukan apakah glaukomanya merupakan glaukoma primer atau sekunder.

5. Gonioskopi

Tujuan dari gonioskopi adalah mengidentifikasi kelainan struktur sudut,memperkirakan kedalaman sudut bilik serta untuk visualisasi sudut padaprosedur operasi.

6. OCT (Optical Coherent Tomography).

Alat ini berguna untuk mengukur ketebalan serabut saraf sekitar papil saraf

7. Fluorescein angiography.

8. Stereophotogrammetry of the optic disc.

2. Interpretasi hasil visus:

a. VOD (Kanan) : 6/6

Pasien bisa membaca kartu snellen chart pada jarak 6 meter, sedangkan pada orang normal melihat pada jarak 6 meter.

b. VOS (kiri) : 6/12

Pasien bisa membaca kartu snellen chart pada jarak 6 meter, sedangkan pada orang normal melihat pada jarak 12 meter.

3. Hasil visus pasien :

Diketahui : Pasien dapat membaca huruf pada snellen chart, sedangkan mata normal mampu membaca jarak 30 meter.

Jawaban: hasil visus : 6/30 (6 jarak kartu snellen chart dan 30 jarak mata normal yang mampu membaca)

Artinya : 6/30 : pasien bisa membaca kartu snellen chart pada jarak 6 meter, sedangkan pada orang normal dapat melihat pada jarak 30 m.

4. Pemeriksaan lanjutan:

a. Menghitung jari pemeriksa

Hasil :

5/60 : pasien bisa hitung jari pada jarak 6 meter, sedangkan pada mata normal pada jarak 60 meter.

1/60 : pasien bisa hitung jari pada jarak 1 meter, sedangkan pada mata normal pada jarak 60 meter.

b. Apabila pasien tidak bisa juga hitung jari, maka dilakukan dengan penilaian gerakan tangan dengan latar belakang terang. Jika pasien dapat menentukan arah gerakan tangan pada jarak 1 meter. Maka hasil visusnya yaitu 1/300

c. Jika tidak bisa melihat gerakan tangan dilakukan penyinaran dengan penlight ke arah mata pasien. Apabila pasien dapat mengenali saat disinari dan tidak disinari dari segala posisi (nasal, temporal,atas,bawah) maka tajam penglihatan V=1/~ proyeksi (light perception / LP). Jika tidak bisa menentukan arah sinar , maka penilaian V=1/~ (LP, proyeksi salah). Jika sinar tidak bisa dikenali maka tajam penglihatan dinilai V=0 (NLP).

5. Visus pada teman:

VOS (kiri) :20/30

Pasien bisa membaca huruf pada kartu snellen chart pada jarak 20 meter, sedangkan pada orang normal bisa membaca pada jarak 30 meter.

VOD (kanan) : 20/25

Pasien bisa membaca huruf pada kartu snellen chart pada jarak 20 meter, sedangkan pada orang normal bisa membaca pada jarak 25 meter.

KASUS 2

Seorang laki-laki (48 tahun), datang ke poliklinik THT dengan keluhan ketajaman pendengaran berkurang, telinga kadang berdengung, suara yang didengar tidak jelas, istri pasien menyatakan sering tidak nyambung ketika berbicara dengan pasien.

1. Jelaskan urutan pemeriksaan telinga dan pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan pada pasien diatas dan bagaimana temuannya.

2. Setelah dilakukan pemeriksaan ketajaman pendengaran telinga kiri Rinne (-) dan schwabach memendek. Apa interpretasi saudara terhadap hasil ini.

3. Apa perbedaan mendasar antara pemeriksaan Rinne, Weber dan schwabach

4. Dilakukan pemeriksaan pendengaran menggunakan Garpu Talla pada teman saudara dan tuliskan hasilnya.

JAWAB

1. Pemeriksaan telinga dan pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan telinga

Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang telinga dan membran timpani.

Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak mengganggu pergerakan, kira kira 20-30 cm di depan dada pemeriksa dengan sudut kira kira 60 derajat, lingkaran focus dari lampu, diameter 2-3 cm.

Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak lurus. Untuk meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang , dan tragus ditarik ke depan. Pada anak, daun telinga ditarik ke bawah. Dengan demikian liang telinga dan membran timpani akan tampak lebih jelas.

Liang telinga dikatakan lapang apabila pada pemeriksaan dengan lampu kepala tampak membran timpani secara keseluruhan( pinggir dan reflex cahaya) Seringkali terdapat banyak rambut di liang telinga,atau liang telinga sempit( tak tampak keseluruhan membran timpani) sehingga perlu dipakai corong telinga. Pada anak oleh karena liang telinganya sempit lebih baik dipakai corong telinga.

Kalau ada serumen, bersihkan dengan cara ekstraksi apabila serumen padat, irigasi apabila tidak terdapat komplikasi irigasi atau di suction bila serumen cair.

Untuk pemeriksaan detail membran timpani spt perforasi, hiperemis atau bulging dan retraksi, dipergunakan otoskop. Otoskop dipegang seperti memegang pensil. Dipegang dengan tangan kanan untuk memeriksa telinga kanan dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang otoskop ditekankan pada pipi pasien. Untuk melihat gerakan membran timpani digunakan otoskop pneumatic.

DAUN TELINGA

Diperhatikan bentuk serta tanda-tanda peradangan atau pembengkakan.

Daun telinga ditarik, untuk menentukan nyeri tarik dan menekan tragus untuk menentukan nyeri tekan.

DAERAH MASTOID

Adakah abses atau fistel di belakang telinga.

Mastoid diperkusi untuk menentukan nyeri ketok.

LIANG TELINGA

Lapang atau sempit, dindingnya adakah edema, hiperemis atau ada furunkel. Perhatikan adanya polip atau jaringan granulasi, tentukan dari mana asalnya. Apakah ada serumen atau sekret.

MEMBRAN TIMPANI

Nilai warna, reflek cahaya, perforasi dan tipenya dan gerakannya.

Warna membran timpani yang normal putih seperti mutiara.

Refleks cahaya normal berbentuk kerucut, warna seperti air raksa

Bayangan kaki maleus jelas kelihatan bila terdapat retraksi membrane timpani ke arah dalam.

b. Pemeriksaan penunjang

PEMERIKSAAN GARPU TALA (PENALA)

Manfaat: mengetahui jenis ketulian

Prosedur : cara menggetarkan dan penempatan garpu tala

Jenis tes : Rinne, Weber, Schwabach

Cara Menggetarkan Garpu Tala

Arah getaran kedua kaki garpu tala searah dengan kedua kaki garpu tala.

Getarkan kedua kaki garpu tala dengan jari telunjuk dan ibu jari( kuku)

Posisi / Letak Garpu Tala

Penting : Telinga tidak tertutup, kaca mata, giwang dilepas

Hantaran udara (AC) : arah kedua kaki garpu tala sejajar dengan arah liang telinga kira kira 2,5 cm.

Hantaran tulang (BC) : pada prosesus mastoid, tidak boleh menyinggung daun telinga

Tes RINNE

Prinsip :Membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga

Garpu tala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid. Setelah tindakan terdengar, garpu tala dipindahkan dan dipegang kira-kira 2,5 cm di depan liang telinga yang di periksa

Masih terdengar : Rinne (+), tidak terdengar : Rinne (-)

Tes WEBER

Prinsip tes Weber : Membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan penderita

Garpu tala digetarkan di linea mediana, dahi atau di gigi insisivus atas kemudian tentukan bunyi terdengar di mana ?

- sama keras di kedua telinga

- terdengar lebih keras di salah satu telinga

Penilaiannya ada atau tidak ada lateralisasi

Interpretasi

- Lateralisasi ke telinga sakit ( tuli konduktif yang sakit)

- Lateralisasi ke telinga sehat ( tulisaraf yang sakit)

Tes SCHWABACH

Prinsip : Membandingkan hantaran tulang yang diperiksa dengan pemeriksa, dimana pemeriksa harus normal

Garputala digetarkan, di letakkan di prosesus mastoid yang diperiksa, setelah tidak terdengar bunyi garputala dipindahkan ke prosesus mastoid pemeriksa dan sebaliknya.

Interprestasi :

- Schwabach memanjang gangguan konduksi

- Schwabach memendek gangguan sensorineural

- Schwabach sama Normal

2. Interpretasi pemeriksaan ketajaman pendengaran :

Pendengaran telinga kiri Rinne (-) : tidak terdengar (Pasien hanya bisa dengar di hantaran tulang).

Schwabach memendek : gangguan sensorineural.

3. Perbedaan pemeriksaan Rinne, Weber, dan Schwabach:

Pemeriksaan Rinne:

Membandingkan hantaran tulang dengan hantaran udara pada satu telinga.

Hasil: masih terdengar : Rinne (+)

Tidak terdengar : Rinne (-)

Pemeriksaan Weber :

Membandingkan hantaran tulang telinga kiri dan kanan penderita atau pada kedua telinga.

Hasil: penilaian ada tidaknya lateralisasi

Pemeriksaan Schwabach:

Membandingkan hantaran tulang yang diperiksa dengan pemeriksa, dimana pemeriksa harus normal.

Hasil: schwabach memanjang: gangguan konduksi

Schwabach memendek: gangguan sensorineural

Schwabach sama: normal

4. Hasil pemeriksaan menggunakan garpu talla:

Tes Rinne: + (Masih Terdengar)

Tes Weber: lateralisasi ke telinga sehat (tuli saraf yang sakit)

Tes Schwabach: memendek (gangguan sensorineural)