STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB...

54
STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus vampyrus) DI PULAU MUTIARA TELUK SEMAKA KABUPATEN TANGGAMUS (Skripsi) Oleh IKA SUCI ELIYANI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019

Transcript of STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB...

Page 1: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus vampyrus)DI PULAU MUTIARA TELUK SEMAKA KABUPATEN TANGGAMUS

(Skripsi)

Oleh

IKA SUCI ELIYANI

FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG2019

Page 2: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

ABSTRAK

STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus vampyrus)DI PULAU MUTIARA TELUK SEMAKA KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

Ika Suci Eliyani

Kalong (Pteropus vampyrus) merupakan mamalia yang dapat terbang, aktif

mencari makan pada malam hari (nocturnal). Koloni kalong pada siang hari

membutuhkan tempat untuk istirahat, sehingga habitatnya harus selalu terjaga.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik habitat kalong dan

pohon pakan serta pohon tidur kalong dengan melakukan studi literatur,

pengamatan di lapangan, dan analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan

dengan menggunakan metode garis berpetak. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa karakteristik habitat kalong pada tingkat pohon didominasi oleh jenis

pohon pedada (Sonneratia alba) dengan Indeks Nilai Penting (INP) 300%,

sedangkan untuk tingkat tiang didominansi oleh jenis pedada (Sonneratia alba)

dengan INP 259,44%. Indeks keanekaragaman pada habitat kalong tingkat pohon

0 yang termasuk dalam kategori rendah. Indeks keanekaragaman tingkat tiang

jenis Rhizophora apiculata 0,215 dan pedada (Sonneratia alba) 0.172 yang

Page 3: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

Ika Suci Eliyanitermasuk ke dalam kategori rendah. Indeks kesamaan komunitas pada tingkat

pohon sebesar 0 yang termasuk ke dalam komunitas tertekan. Untuk tingkat tiang

Rhizophora apiculata 0,20 termasuk ke dalam komunitas labil dan pedada

(Sonneratia alba) 0,06 termasuk ke dalam komunitas tertekan. Pohon pakan

alami yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu didominasi oleh jenis pedada

(Sonneratia alba). Pohon tidur kalong yaitu jenis pohon pedada (Sonneratia alba)

dengan karakteristik pohon yang banyak memiliki cabang dan tidak memiliki

daun lebat.

Kata kunci : Habitat, kalong (Pteropus vampyrus), nocturnal.

Page 4: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

ABSTRACT

STUDY OF CHARACTERISTICS OF BATS HABITAT(Pteropus vampyrus) IN MUTIARA BAY OF SEMAKA ISLAND

TANGGAMUS REGENCY

By

Ika Suci Eliyani

Bats (Pteropus vampyrus) are mammals that are able to fly, actively foraging at

night (nocturnal). The bats colony need a place to rest during the day. So that the

habitat must always be maintained. This study aims to identify the characteristics

of the habitat of bats and feed trees and bunk sleeping trees by conducting

literature studies, field observations, and vegetation analysis. Vegetation analysis

was carried out using the line pattern method. The results showed that the habitat

characteristics of bats at the tree level were dominated by pedada tree species

(Sonneratia alba) with an Important Value Index (IVI) of 300%, while for the

pole level at the dominance of pedada (Sonneratia alba) with IVI 259,44%.

Diversity index in bats habitat level 0 trees which are included in the low

category. Whereas the diversity index of pole level of Rhizophora apiculata

species was 0,215 and pedada (Sonneratia alba) 0,172 which was included in the

low category. Index of community similarity at the tree level of 0 were was

included in the stressed community. As for the Rhizophora apiculata pole level

Page 5: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

Ika Suci Eliyani0,20 included in the labile and pedada community (Sonneratia alba) 0,06 was

included in the depressed community. Natural food trees found in the study

location were dominated by pedada species (Sonneratia alba). While the bats

sleeping tree was the Pedada tree species (Sonneratia alba) with many tree

characteristics that have branches and do not have dense leaves.

Keywords: Bats (Pteropus vampyrus), habitats, nocturnal.

Page 6: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus vampyrus)

DI PULAU MUTIARA TELUK SEMAKA KABUPATEN TANGGAMUS

Oleh

IKA SUCI ELIYANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA KEHUTANAN

Pada

Jurusan Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2019

Page 7: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,
Page 8: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,
Page 9: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wonosobo, Kabupaten Tanggamus

pada tanggal 13 Desember 1995 sebagai putri pertama

dari pasangan Bapak Sutarmono dan Ibu Suryati. Jenjang

pendidikan penulis dimulai tahun 2002 di Sekolah Dasar

(SD) Negeri 1 Karang Anyar, kemudian melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Muhamadiyah 1 Wonosobo pada tahun 2008. Pada tahun 2011 penulis

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Kotaagung

dan pada tahun 2014 penulis di terima di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian

melalui jalur Ujian Mandiri (UM).

Penulis aktif menjadi anggota Utama Himasylva (Himpunan Mahasiswa

Kehutanan) Universitas Lampung. Penulis mempunyai pengalaman Praktek

Umum (PU) pada tahun 2017 di KPH Balapulang BKPH Linggapada selama 40

hari. Pada tahun 2018 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa

Panaragan Kampung Kabupaten Tulang Bawang Barat, dan mengikuti magang

Bakti Rimbawan tahun 2018 di KPHL Kotaagung Utara selama dua bulan.

Page 10: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

“Kupersembahkan Karya ini untuk Keluarga tercinta, Nenek Rohyati dan KakekSumadi, Ayahanda Sutarmono dan Ibunda Suryati, Kedua Adikku Dewi

Cahyanti dan Arafat Febry Setiawan, serta Pamanku Eko Susanto”

Page 11: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan karunia-

Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Studi Karakteristik Habitat Kalong

(Pteropus vampyrus) di Pulau Mutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus”. Skripsi

ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Jurusan

Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dan

kemurahan hati dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya kepada.

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

2. Ibu Dr. Melya Riniarti, S. P., M. Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan Fakultas

Pertanian Universitas Lampung terimakasi atas bimbingan dan saran yang telah

diberikan dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Gunardi Djoko Winarno, M. Si., selaku pembimbing utama atas

kesediaannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian

skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng Prayitno Harianto, M. S., selaku pembimbing kedua dan

pembimbing akademik atas kesediaan memberikan bimbingan, saran, kritik, dan

menjadi orang tua selama menuntut ilmu hingga menyelesaikan skripsi.

Page 12: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

iii

5. Bapak Dr. Ir Agus Setiawan, M. Si., selaku penguji atas segala saran dan nasihat

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf pegawai di Jurusan Kehutanan Universitas

Lampung yang telah memberikan ilmu selama penulis menempuh pendidikan di

Jurusan Kehutanan Universitas Lampung.

7. Kepada keluarga tercinta (Bapak, mamak, Nenek, Kakek, Paman Eko, Dewi, dan

Febry) terimakasih atas kasih sayang yang selalu tercurah kepada Penulis yang

tiada hentinya, serta yang selalu memberi doa, dukungan moral dan material serta

memberikan motivasi penuh pada Penulis.

8. Saudara-saudara seperjuangan Kehutanan 2014 “LUGOSYL” tanpa terkecuali,

terimakasih atas segala bantuan, dukungan, semangat, canda tawa dan

kebersamaannya selama ini.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan mereka semua yang telah diberikan

kepada penulis. Penulis sangat menyadari skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh

sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan dapat

memberikan manfaat bagi penulis pribadi dan bagi para pembaca.

Bandar Lampung, Januari 2019

Ika Suci Eliyani

Page 13: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

DAFTAR ISI

HalamanDAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang .............................................................................. 11.2 Rumusan Masalah......................................................................... 31.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 31.4 Manfaat Penelitian......................................................................... 41.5 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Biologi Kelelawar....................................................................... 82.2 Klasifikasi Kelelawar 92.3 Morfologi Kelelawar .................................................................. 112.4 Habitat Kelelawar ....................................................................... 122.5 Peranan Kelelawar dalam Ekosistem ......................................... 142.6 Penyebaran Kelelawar ................................................................ 162.7 Perilaku Kelelawar ..................................................................... 172.8 Pakan Kelelawar ......................................................................... 182.9 Perilaku Bersarang...................................................................... 202.10 Reproduksi Kelelawar ................................................................ 23

III. BAHAN DAN METODE3.1 Tempat dan Waktu Penelitian....................................................... 253.2 Alat dan Bahan.............................................................................. 253.3 Batas Penelitian............................................................................. 253.4 Jenis Data yang Dikumpulkan ...................................................... 263.5 Metode Pengumpulan Data........................................................... 26

3.5.1 Data Primer ....................................................................... 263.5.2 Perilaku Kalong................................................................. 273.5.3 Data Sekunder ................................................................... 28

3.6 Analisis Data................................................................................. 283.6.1 Rumus Kerapatan .............................................................. 283.6.2 Rumus Distribusi/Frekuensi.............................................. 283.6.3 Rumus Dominasi............................................................... 29

Page 14: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

v

Halaman3.6.4 Rumus Indeks Nilai Penting ............................................. 293.6.5 Rumus Indeks Keanekaragaman ....................................... 293.6.6 Rumus Indeks Kemerataan Komunitas............................. 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ................................................. 314.2 Inventarisasi Habitat Kalong......................................................... 314.3 Analisis Vegetasi Sebagai Pakan Alami Kalong .......................... 334.4 Pohon Tidur Kalong...................................................................... 384.5 Ekosistem Pulau Mutiara .............................................................. 40

4.5.1 Komponen Biotik Pulau Mutiara ...................................... 414.5.1.1 Kondisi Habitat ..................................................... 414.5.1.2 Indeks Keanekaragaman dan Indeks Kemerataan. 434.5.1.3 Perilaku Kalong..................................................... 45

V. SIMPULAN5.1 Simpulan ....................................................................................... 495.2 Saran ............................................................................................. 49

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 50

LAMPIRAN............................................................................................... 56Gambar 11-14.............................................................................................. 57Tabel 7-9 ..................................................................................................... 59

Page 15: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Karakteristik Habitat Kalong di

Pulau Mutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamu ........................ 7

2. Kelelawar jenis Cynopterus brachyotis ............................................. 10

3. Kelelawar jenis Pteropus vampyrus................................................... 10

4. Desain Metode Garis Berpetak .......................................................... 27

5. Koloni kalong yang menepati Pulau Mutiara sebagai habitatnya...... 32

6. Buah pedada pakan alami kalong di Pulau Mutiara Teluk Semaka... 35

7. Feses Kalong...................................................................................... 37

8. Pohon tidur yang digunakan koloni kalong. ...................................... 40

9. Tumbuhan yang terdapat di Pulau Mutiara........................................ 42

10. Kurva Keanekaragaman dan Kemerataan komunitas di Pulau MutiaraTeluk Semaka..................................................................................... 45

11. Vegetasi mangrove jenis pedada........................................................ 56

12. Koloni kalong yang berterbangan di Pulau Mutiara .......................... 56

13. Buah pedada yang menjadi pakan alami kalong di Pulau Mutiara .... 57

14. Pengukuran suhu, kelembaban, dan ketinggian tempat ..................... 57

Page 16: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman1. INP spesies pohon dan tiang di Pulau Mutiara Teluk Semaka,

Kabupaten Tanggamus ...................................................................... 33

2. Jenis tumbuhan pakan kelelawar pemakan buah berdasarkan famili 35

3. Data hasil analisis vegetasi tumbuhan di Pulau Mutiara ................... 42

4. Indeks keanekaragaman dan kemerataan vegetasi di Pulau Mutiara. 44

5. Waktu masuk kalong ke dalam habitat .............................................. 46

6. Waktu keluar kalong dari habitatnya ................................................. 47

7. Perhitungan Indeks Nilai Penting (INP) ............................................ 58

8. Perhitungan indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan komunitas 58

9. Nilai diameter rata-rata dan tinggi rata-rata....................................... 58

Page 17: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara georafis posisi Indonesia sangat

strategis, yaitu diapit oleh dua benua dan dua samudra sehingga keanekaragaman

hayati sangat tinggi (Suyanto, 2001). Keanekaragaman merupakan nilai yang

terbentuk dari dua komponen yang berbeda, yaitu kekayaan spesies dan jumlah

spesies pada suatu area (Okthalamo, 2009). Keanekaragaman fauna yang sangat

tinggi, seperti keanekaragaman jenis kelelawar yang lebih dari 250 jenis kelelawar

yang terdiri dari 72 jenis kelelawar pemakan buah (Megachiroptera) dan 133 jenis

kelelawar pemakan serangga (Microchiroptera). Salah satu jenis megachiroptera

yaitu kalong (Pteropus vampyrus) (Suyanto, 2001).

Kalong (Pteropus vampyrus) merupakan mamalia yang dapat terbang, aktif

mencari makan pada malam hari (nocturnal) (Corbet dan Hill, 1992; Kunz dan

Fenton, 2003). Oleh sebab itu pada siang hari kalong membutuhkan tempat untuk

bertengger (roosting). Hal tersebut berguna untuk melakukan aktifitas seperti

makan, istirahat dan reproduksi (Ariyanti, 2012). Sebagai pemakan buah, hewan

ini bersarang di pohon dengan jumlah koloni besar. Pohon sarang Megachiroptera

biasanya tinggi dan besar, tetapi tidak berdaun rimbun (Altringham, 1996). Selain

itu, kalong (Pteropus vampyrus) merupakan satwa yang secara ekologis

Page 18: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

2mempunyai peranan penting dalam menyediakan jasa ekosistem melalui

penyerbukan tumbuhan dan penyebaran biji (Kunz dkk., 2011; Ghanem dan

Voigt, 2012). Satwa ini juga memiliki peranan memencarkan biji beragam

tanaman seperti sawo, srikaya, jamblang, dan cendana ke berbagai daerah, sebab

daya jelajah satwa ini hingga radius 60 km (Pramono, 2011).

Salah satu tempat yang banyak dihuni kalong (Pteropus vampyrus) adalah Pulau

Mutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus, Lampung. Daerah tersebut

terletak di muara Way Semaka, kawasan ini termasuk daerah yang jarang

dikunjungi oleh manusia.

Kehidupan satwa liar di alam sangat tergantung dengan habitatnya. Komponen-

komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan, ketersediaan pakan/

nutris, dan kebutuhan spesifik lainnya (cahaya, suhu, kelembaban, dan lain-lain),

merupakan faktor-faktor pembatas bagi kehidupan satwa baik segi kualitas

maupun kuantitas. Perubahan ekosistem yang timbul akibat aktifitas manusia

seperti perusakan habitat, perburuan liar, dan pemanfaatan satwa untuk konsumsi

secara tidak terkendali. Keadaan ini, tidak hanya menimbulkan perubahan

terhadap iklim mikro, akan tetapi menimbulkan perubahan terhadap lingkungan

biotik bagi satwa liar tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis untuk

mendukung dan merumuskan tindakan penggelolaan yang benar (Alikodra, 1990).

Dasar dari pembinaan satwa yaitu pembinaan ekosistem, sehingga perhatian

masyarakat tidak hanya ditujukan pada populasi satwa, tetapi masyarakat harus

memperhatikan pula habitatnya. Saat ini, pengetahuan tentang habitat kalong

Page 19: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

3(Pteropus vampyrus) perlu diketahui secara lengkap mengingat sampai saat ini

informasi tentang habitatnya sangat terbatas.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana karakteristik habitat kalong (Pteropus vampyrus) di Pulau Mutiara

Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus.

2. Bagaimana ketersediaan pakan alami kalong (Pteropus vampyrus) di Pulau

Mutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus.

3. Bagaimana karakteristik pohon tidur kalong (Pteropus vampyrus) di Pulau

Mutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk.

1. Menganalisis karakteristik tipe habitat kalong (Pteropus vampyrus) di Pulau

Mutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus.

2. Menganalisis ketersediaan jenis pakan kalong (Pteropus vampyrus) di Pulau

Mutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus.

3. Menganalisis karakteristik pohon tidur kalong (Pteropus vampyrus) di Pulau

Mutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus.

Page 20: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

41.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan data dan informasi tentang.

1. Memberikan data dan informasi mengenai karakteristik fisik habitat kalong

(Pteropus vampyrus) yang ada di Pulau Mutiara Teluk Semaka. Karakteristik

fisik habitat kalong (Pteropus vampyrus) sebagai upaya konservasi di Pulau

Mutiara Teluk Semaka.

2. Sebagai informasi dasar mengenai habitat kalong (Pteropus vampyrus)

sehingga dapat memberikan masukan kepada masyarakat sekitar agar

melestarikan habitat kalong (Pteropus vampyrus) di Pulau Mutiara Teluk

Semaka Kabupaten Tanggamus.

3. Jenis dan ketersediaan pakan alami dari habitat kalong (Pteropus vampyrus)

yang ada di Pulau Mutiara Teluk Semaka.

4. Karakteristik pohon tidur kalong (Pteropus vampyrus) di Pulau Mutiara Teluk

Semaka Kabupaten Tanggamus.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pulau Mutiara yang terletak di Teluk Semaka memiliki banyak keanekaragaman

jenis satwa, salah satunya yaitu kalong (Pteropus vampyrus). Keanekaragaman

jenis vegetasi yang tinggi banyak menyediakan sumber pakan dan tempat

berlindung bagi kalong. Oleh sebab itu pulau ini dijadikan habitat bagi kalong

untuk melangsungkan hidupnya.

Habitat kalong (Pteropus vampyrus) dipengaruhi oleh pakan, naungan, air dan

ruang. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis habitat untuk mengetahui

Page 21: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

5karakteristik habitat yang menjadi tempat tinggal kalong (Pteropus vampyrus).

Kalong (Pteropus vampyrus) hidup dan berkembang dengan karakteristiknya.

Menentukan karakteristik habitat sangat diperlukan untuk upaya konservasi

terhadap jenis kalong (Pteropus vampyrus).

Pohon pakan menjadi faktor utama yang sangat penting untuk diketahui, karena

pakan memegang peran yang sangat menentukan bagi kelangsungan hidup satwa

liar. Kalong (Pteropus vampyrus) bukanlah satwa pemakan daging ataupun

penghisap darah, melainkan kelelawar pemakan buah-buahan (Pendong dkk.,

2015). Kelimpahan pakan akan sangat mempengaruhi persebaran dan habitat

kalong itu sendiri. Oleh karena itu, analisis habitat perlu dilakukan untuk

mengetahui ketersediaan pakan yang ada di Pulau Mutiara Teluk Semaka.

Selain pohon pakan, pohon tidur juga menjadi faktor yang sangat perlu untuk

diketahui. Lokasi tidur atau tempat bergelantung menjadi salah satu aspek

ekologis yang sangat penting. Lokasi tidur merupakan lokasi yang digunakan

oleh kelelawar untuk istirahat dan tidur. Kalong (Pteropus vampyrus) tidur dalam

keadaan bergantung terbalik agar memudahkan untuk siap terbang bila terancam

oleh predator (Suyanto, 2001).

Untuk mengetahui jenis pohon pakan dan pohon tidur perlu dilakukannya studi

literature, pengamatan di lapangan, dan analisis vegetasi. Analisis vegetasi

dilakukan dengan metode garis berpetak, yaitu dengan menitik beratkan pada

keberadaan kalong (Pteropus vampyrus) yang ditemukan di areal penelitian

(Indriyanto, 2006). Analisis vegetasi diperoleh melalui tiga hal yang diteliti yaitu

keadaan fisik, keadaan biologi, karakteristik pakan dan karakteristik pohon tidur.

Page 22: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

6Keadaan fisik yang diukur yaitu suhu, kelembaban, dan topografi. Sedangkan

untuk keadaan biologi yang diamati di lapangan yaitu predator dan kompetitor

dari kalong. Dari tiga data tersebut maka akan diperoleh karakteristik habitat

kalong di Pulau Mutiara Teluk Semaka. Data yang diperoleh dari karakteristik

habitat digunakan untuk mengetahui ketersediaan pakan alami untuk kalong

tercukupi atau tidak serta bagaimana karakteristik pohon tempat kalong tidur.

Data yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui habitat

kalong dalam upaya konservasi yang ada di Pulau Mutiara Teluk Semaka

Kabupaten Tanggamus. Berikut adalah bagan alir kerangka pemikiran dari

penelitian ini yaitu dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 23: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

7

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Karakteristik Habitat Kalong di PulauMutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus.

Pulau Mutiara

Kalong(Pteropus vampyrus)

Habitat

Pohon pakan Pohon tidur

Studi literatur

Pengamatan di lapangan

Analisis vegetasi

Keadaan fisik Keadaan biologi Karakteristik pohonpakan dan pohon tidur

Suhu Kelembaban

Topografi

Predator

Kompetitor

Karakteristik habitat kalong di PulauMutiara Teluk Semaka

Ketersediaan pohon pakan dan pohontidur di Pulau Mutiara Teluk Semaka

Page 24: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

8

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Kelelawar

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tinggi yang mencakup

keanekaragaman flora, fauna dan mikroba. Tingginya keanekaragaman hayati ini

dikarenakan wilayah Indonesia yang terletak di daerah tropik, memiliki beberapa

macam tipe habitat, serta berbagai isolasi sebaran berupa laut atau pegunungan

(Noerdjito dan Maryanto, 2005).

Indonesia memiliki keanekaragaman jenis kelelawar yang cukup tinggi, lebih dari

205 jenis kelelawar yang terdiri dari 72 jenis kelelawar pemakan buah

(Megachiroptera) dan 133 jenis kelelawar pemakan serangga (Mikrochiroptera),

atau sekitar 21% dari jumlah jenis di dunia yang telah diketahui (Suyanto, 2001).

Kelelawar berperan sebagai penyeimbang yang penting dalam proses ekologi

yang kompleks melalui interaksi-interaksinya. Seperti pada penyebaran benih,

penyerbukan, dan penyeimbang populasi serangga (Aguirre dkk., 2003).

Kelelawar merupakan anggota mamalia yang mampu terbang secara sempurna

dengan menggunakan sayap (Hill dan Smith, 1984 dalam Saridan, 2010).

Kelelawar memiliki kontribusi sampai setengah dari jenis mamalia hutan

(Meijaard dkk., 2006). Ordo chiroptera meliputi 18 famili, 192 marga dan 977

jenis, jumlah ini merupakan jumlah jenis mamalia terbanyak setelah mamalia

Page 25: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

9pengerat (Rodentia) (Suyanto, 2001). Ordo chiroptera terbagi menjadi dua sub

ordo, yaitu sub ordo megachiroptera (17 famili) dan microchiroptera (famili

pterepodidae). Pembagian sub ordo ini umumnya karena perbedaan ukuran tubuh.

Secara umumnya ukuran tubuh megachiroptera lebih besar dibandingkan dengan

microchiroptera (Hoeve, 1996).

Suyanto (2001), menyatakan bahwa 205 spesies (21%) dari seluruh spesies

kelelawar yang ada di dunia ditemukan di Indonesia. Jumlah jenis ini meliputi 72

spesies kelelawar pemakan buah (megachiroptera) dan 133 spesies kelelawar

pemakan serangga. Kelelawar membutuhkan tempat bertengger untuk melakukan

berbagai aktifitas seperti tidur, istirahat, makan dan reproduksi.

Kelelawar pemakan buah berperan dalam memencarkan biji dari buah-buahan

yang dimakannya, sedangkan kelelawar pemakan serangga berperan dalam

mengatur keseimbangan serangga pengganggu tanaman (Suyanto, 2001).

Kerusakan dan fragmentasi habitat mengakibatkan penurunan keanekaragaman

dan populasi kelelawar karena sifatnya yang peka terhadap perubahan lingkungan

(Estrada, 2001).

2.3 Klasifikasi Kelelawar

Menurut Simmons (2005), kelelawar di dunia dibagi menjadi 18 famili yang

terdiri dari 1030 spesies. Di Indonesia diketahui terdapat sembilan famili yang

terdiri 225 spesies, dan di Sumatera terdapat 72 spesies dari sembilan famili, serta

terdapat 12 spesies di Sulawesi. Penelitian terbaru teridentifikasi terdapat 340

spesies kelelawar di Indonesia dan 87 spesies diantaranya terdapat di Sumatera

Page 26: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

10(Huang dkk., 2016). Kelelawar pemakan buah dikelompokkan dalam satu famili

yaitu pteropodidae dengan 42 genus dan 175 spesies, salah satu contoh spesies

dengan penyebaran luas dan umum ditemukan adalah jenis Cynopterus brachyotis

seperti pada Gambar 2 dan Gambar 3 adalah salah satu jenis Pteropus.

Gambar 2. Kelelawar jenis Cynopterus brachyotis.

Gambar 3. Kelelawar jenis Pteropus vampyrus.

Page 27: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

11Secara taksonomi kalong jenis Pteropus vampyrus (Linnaeus, 1758 dalam

Supandi, 2002) ini, diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Class : Mamalia

Ordo : Chiroptera

Sub Ordo : Megachiroptera

Famili : Pteropodidae

Genus : Pteropus

Species : Pteropus vampyrus

2.3 Morfologi Kelelawar

Kelompok kelelawar insektivor dapat dibedakan dari kelompok kelelawar frugivor

dan nektarivor berdasarkan ukuran tubuhnya. Pada umumnya kelompok Frugivor

dan nektarivor mempunyai ukuran tubuh lebih besar dibandingkan dengan

kelompok kelelawar insektivor. Selain itu kelelawar insektivor dapat dikenal

lewat susunan gigi tajam yang dimilikinya. Ciri-ciri umum dari kelelawar adalah

seluruh tubuhnya ditutupi rambut, dengan anggota badan yang mengalami

perkembangan luar biasa. Lengan atas sangat pendek dan kokoh sedangkan

persendian bahu kuat agar dapat menyanggah berat tubuh secara baik pada saat

terbang (Hoeve, 1996).

Pteropus vampyrus familinya mengalami perkembangan yang lebih tinggi, pada

setiap lengan terdapat sendi rangkap yang dihubungkan dengan tulang belikat,

Page 28: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

12sehingga tersusun engsel yang kokoh untuk melakukan gerakan yang

menggelepar. Lengan bawah berukuran panjang, dengan hanya satu tulang

pengumpil (tulang hasta tidak ada) dilengkapi pergelangan pendek dan buntak,

dengan banyak tulang tubuh menyatu, yang menjadikannya bertambah kokoh.

Ibu jari menonjol keluar dan menyandang sebuah cakar yang bermanfaat untuk

berjalan dan memanjat. Jari-jemari pada kaki memiliki alat pengunci yang dapat

mencegah cakar yang dipergunakan pada saat mencengkram suatu benda lepas

sebelum saatnya (Hoeve, 1996).

Binatang ini mampu bergantung tanpa mengerahkan tenaga banyak bahkan jika

mati sekalipun sering masih bergantung. Ekor dan selaput ekor disela tungkai

belakang dapat sangat berbeda dalam hal ukuran dan bentuk, dan hal ini

merupakan ciri yang baik bagi pelacakan banyak famili. Kelelawar besar

kebanyakan memiliki kelim kulit yang sederhana pada bagian sepanjang sebelah

dalam tungkai, dan merapatkan kedua kaki selama terbang. Pada kelelawar kecil

kebanyakan, namun tidak selalu, terdapat selaput ekor yang besar disela tungkai,

yang mampu membungkus keseluruhan atau sebagian besar ekor (Hoeve, 1996).

2.4 Habitat Kelelawar

Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu dimana suatu spesies

atau komunitas hidup. Habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan

organisme yang hidup di dalamnya secara normal. Habitat memiliki kapasitas

tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme. Kapasitas

untuk mendukung organisme disebut daya dukung habitat (Irwanto, 2006).

Page 29: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

13Suatu habitat terbentuk dari hasil interaksi komponen fisik maupun biotik.

Komponen-komponen tersebut membentuk sistem yang mengendalikan

kehidupan satwa liar. Secara terperinci komponen fisik terdiri dari air, udara,

iklim, topografi, tanah dan ruang, sedangkan faktor biotik terdiri dari vegetasi,

mikro dan makro fauna, serta manusia (Alikodra, 1990).

Pada lingkungan dengan kondisi fisik yang ekstrim, aktivitas biologi relatif

kurang berkembang. Pada lingkungan yang kondisi fisiknya sesuai,

interaksi dalam ekosistem dan habitat secara efektif akan membatasi pertumbuhan

populasi satwa liar. Suatu habitat yang digemari oleh suatu jenis satwa belum

tentu sesuai untuk kehidupan jenis satwa yang lain karena pada dasarnya setiap

jenis satwa memiliki preferensi habitat yang berbeda-beda. Berkurangnya habitat

disebabkan karena beberapa faktor. Ada tiga faktor utama yang dinilai sangat

mempengaruhi terhadap perubahan habitat, yaitu aktivitas manusia, satwa liar

dan bencana alam seperti gunung meletus (Irwanto, 2006).

Menurut Alikodra (2002), habitat adalah suatu daerah yang terdiri dari berbagai

faktor (physiografi dan vegetasi dengan kualitasnya) dan merupakan tempat untuk

memenuhi semua kebutuhan hidup organisme. Mengartikan habitat suatu

individu sebagai tempat dimana individu tersebut hidup. Definisi lain dinyatakan

oleh Goin dkk. (1978) bahwa habitat tidak hanya menyediakan kebutuhan hidup

suatu organisme melainkan tentang dimana dan bagaimana satwa tersebut dapat

hidup.

Habitat kelelawar berada di dalam gua, batu karang, pepohonan, dan alam

terbuka. Kelelawar yang tinggal di dalam gua, 20% pemakan buah, dan lebih dari

Page 30: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

1450% pemakan serangga (Suyanto, 2001). Habitat bagi kelelawar merupakan suatu

hal yang memiliki kekhasan tersendiri. Habitat kelelawar berhubungan erat

dengan tempat mencari makan (foraging area) dan sarang/tempat tinggal

(roosting area). Tempat mencari makan dan tempat tinggal dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu tipe tempat bertengger, makanan, air, morfologi terbang,

ukuran koloni, dan serta siklus reproduksi. Jarak antara area roosting dan mencari

makan sering kali terpisah beberapa kilometer sehingga sulit mengamati habitat

alami kelelawar secara tepat (Kunz dan Lumsden, 2003).

Menurut Kunz (1996) kelelawar adalah satwa nocturnal yang aktif mencari

mangsa di malam hari, dan bersembunyi atau beristirahat di siang hari. Tempat

persembunyian kelelawar bermacam-macam tergantung jenisnya. Kemampuan

terbang kelelawar memberi kemungkinan berpindah tempat yang besar

dibandingkan pada binatang darat lainnya. Oleh karena itu kelelawar dapat

ditemukan di pulau-pulau yang jauh letaknya dari tanah daratan, jika saja

kemungkinan hidup di daerah itu menguntungkan. Kelelawar biasanya hanya

melakukan tidur di udara terbuka, bergelantung pada pohon, melekat pada dinding

bukit batu, atau pada bagian luar dinding tembok suatu gerbang.

2.5 Peranan Kelelawar dalam Ekosistem

Kelelawar memiliki peranan yang sangat penting dalam ekosistem, baik berupa

manfaat langsung maupun manfaat tidak langsung. Maanfaat langsung yaitu

sebagai penghasil guano yang berfungsi sebagai bahan makanan organisme lain

dan dapat dijadikan pupuk. Manfaat tidak langsung kelelawar pemakan serangga

Page 31: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

15adalah sebagai pengendali serangga yang menyerang tanaman dan persediaan

pangan, dan serangga yang dapat merugikan manusia (Alikodra, 1990).

Kelelawar pemakan buah dan nektar memainkan peranan penting dari segi

ekologi sebagai penyebar biji dan penyerbuk (Dumont, 2004). Dari segi ekologis,

kelelawar merupakan penyebar biji buah-buahan seperti sawo (Manilkara kauki),

jambu air (Eugenia aquea), jambu biji (Psidium guajava), duwet (Eugenia

cuminii) dan cendana (Santalum album). Jenis kelelawar yang memiliki peranan

ini mayoritas adalah jenis dari family Pteropodidae. Kelelawar juga berperan

sebagai penyerbuk bunga dari tanaman bernilai ekonomis seperti durian (Durio

zibethinus), bakau (Rhizophora conjugate), kapuk (Ceiba pentandra) dan mangga

(Mangifera indica). Menurut Saridan (2010) peran kelelawar sebagai penyebar

biji dan kelelawar sangat bergantung pada faktor jenis pakan yang mempengaruhi

masing-masing spesies kelelawar, mulai dari faktor bentuk mahkota bunga, tipe

polen, dan ukuran polen.

Kelelawar pemakan buah dan nektar berperan penting sebagai polinator dan

penyebar biji khususnya di daerah tropis dan kelelawar pemakan serangga

berperan sebagai pengontrol populasi serangga. Di daerah tropis kira-kira

terdapat 300 tanaman yang pembuahannya tergantung kelelawar dan diperkirakan

95% regenerasi hutan dilakukan oleh kelelawar jenis pemakan buah dan madu

(Satyadharma, 2007).

Kelelawar menjadi spesies kunci dalam komunitas khususnya di daerah tropis

yang memiliki kelimpahan dan keanekaragaman jenis tinggi. Sekitar 25%

(hampir 240 jenis) dari seluruh jenis yang termasuk dalam ordo Chiroptera

Page 32: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

16dianggap terancam kelangsungan hidupnya oleh IUCN (2008). Megachiroptera

cenderung memiliki resiko kepunahan lebih tinggi daripada Microchiroptera

namun keduanya menghadapi ancaman yang sama yaitu kehilangan dan

fragmentasi habitat. Rusaknya tempat bertengger adalah masalah utama yang

dihadapi kelelawar. Penggunaan pestisida secara tidak langsung menimbulkan

ancaman bagi kelelawar pemakan serangga, karena serangga yang menjadi pakan

kelelawar akan mengandung bahan kimia. Jenis-jenis kelelawar yang berada pada

wilayah geografi yang kecil atau memiliki ekologi yang khas memiliki ancaman

kepunahan yang tinggi (Wund dan Myers, 2005).

2.6 Penyebaran Kelelawar

Menurut Nowak (1994), kelelawar ditemukan di seluruh permukaan bumi, kecuali

di daerah kutub dan pulau-pulau terpencil. Kemampuan terbang kelelawar

merupakan faktor penting dalam persebaran hewan ini. Selain itu, jenis pakannya

sangat bervariasi sehingga memungkinkan hidup di berbagai tipe habitat. Sekitar

200 spesies kelelawar ditemukan di Madagaskar dan Afrika, 300 spesies

ditemukan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah, 240 jenis ditemukan di Asia

dan Australia; dan sekitar 40 spesies ditemukan di Amerika Utara dan Eropa, di

Indonesia terdapat 151 jenis kelelawar. Jenis-jenis tersebut menyebar di seluruh

kepulauan Indonesia. Lebih lanjut Kunz dan Pierson (1994), menjelaskan bahwa

kelelawar merupakan mamalia paling berhasil, karena dapat ditemukan di

berbagai tipe habitat dengan ketinggian mulai 10 m dpl sampai 3000 m dpl.

Winkelmann dkk. (2000) meneliti penggunaan habitat oleh kelelawar

Synconycteris australis di Papua New Guinea. Faktor-faktor yang dapat

Page 33: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

17mempengaruhi keberadaan dan kelimpahan kelelawar pada suatu habitat ialah 1)

struktur fisik habitat, 2) iklim mikro habitat, 3) ketersediaan pakan dan sumber air,

4) keamanan dari predator, 5) kompetisi, dan 6) ketersediaan sarang.

Persebaran kelelawar sangat tersebar luas, seperti jenis Chaerephon plicatus

tersebar di Srilangka, India sampai China, Asia Tenggara, Sumatra, Jawa,

ditemukan juga dalam gua-gua di Cilacap dan Kebumen. Hpposideros galaritus

banyak ditemukan di Srilangka, India, Asia Tenggara, Filipina, Indonesia,

Australia. Hipposideros larvatus ditemukan di Banglades, China Selatan,

Sumatera, Jawa-Sumba, Semenanjung Malaysia, Serawak, Thailand, Madura,

Jawa, Pulau Laut, Krakatau, Sumatera, Nias, Nusa Tenggara (Sumba, Sumbawa,

Flores, Savu, Roti, Semau, timor) (Kitcheneer dkk., 1993). Eonyctris spelaea

penyebarannya meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa, India utara sampai China,

Asia Tenggara dan Lombok. Spesies Pteropus vampyrus penyebarannya di

Myanmar Selatan, Thailand, Indocina, Semenanjung Malaysia, Filipina, Jawa,

Sumatera, Kalimantan, Kepulauan Nusa Tenggara dan pulau-pulau yang

berdekatan (Kitcheneer dkk., 1990).

2.7 Perilaku Kelelawar

Bangsa kelelawar termasuk hewan nocturnal, karena mencari makan pada malam

hari dan di siang hari melakukan aktivitas tidur dengan cara bergantung dengan

kakinya, menyelimuti tubuhnya dengan sayap ketika dingin dan mengipaskan

sayapnya jika keadaan panas. Terdapat dua alasan mengapa kelelawar lebih

memilih aktif pada malam hari. Pertama, pada siang hari dapat terjadi pengaruh

radiasi yang merugikan pada sayap. Sayap yang terkena sinar matahari akan lebih

Page 34: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

18banyak menyerap panas daripada yang dikeluarkan. Hal ini karena sayap

kelelawar hanya berupa selaput kulit tipis dan sangat rentan terkena sinar

matahari. Kedua, kelelawar telah mengalami proses adaptasi khusus yaitu

memiliki indera yang sangat mendukung bagi aktivitas pada malam hari, sehingga

dapat menghilangkan persaingan dengan hewan diurnal, misalnya burung.

Kelelawar sering terlihat makan di atas pohon dan menjatuhkan sisa makanannya

ke tanah. Bagi induk yang memiliki anak, maka induk memberikan makan

kepada anaknya sebelum induk tersebut makan (Apriandi, 2004).

Kelelawar yang memakan buah, serangga, maupun nektar mempunyai aktifitas

makan pada malam hari. Hal ini dimungkinkan karena satwa ini mempunyai

sistem ekolokasi (penentuan arah dan lokasi melalui gelombang ultrasonik yang

dihasilkan dari mekanisme laryngeal yang dipadukan dengan sistem pernapasan),

daya penciuman (nasal) dan penglihatan (visual). Kelelawar ordo microchiroptera

termasuk Chaerepton plicatus sangat tergantung pada sistem ekolokasi. Emisi

ultrasonik yang dihasilkan larynx akan disalurkan melalui mulut atau melalui

hidung (Kitcheneer dkk., 1990).

2.8 Pakan Kelelawar

Berdasarkan jenis pakannya kelelawar dapat dibedakan menjadi kelelawar

pemakan buah, serangga, dan madu. Kelompok pemakan buah umumnya adalah

herbivora dengan memakan buah, nektar dan serbuk sari. Hampir 260 jenis

kelelawar merupakan kelompok pemakan buah, serbuk sari, daun dan nektar

(Nowak, 1994). Mamalia yang termasuk pemakan buah cenderung membawa,

memakan, dan menelan buah kemudian mensekresikan feses yang mengandung

Page 35: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

19biji yang termakan, biasanya cenderung mempunyai rata-rata waktu semai lebih

tinggi daripada biji yang tidak termakan (Vaughan dkk., 2000).

Menurut penelitian Pendong dkk. (2015) jenis pakan yang banyak dimakan oleh

kelelawar pemakan buah jenis Pteropus alecto, yaitu buah papaya (Carica

papaya), pisang (Musa paradisica), mangga (Mangifera indica), sirsak (Annona

muricata), jambu (Psidium guajava) dan bunga kelapa (Cocos nucifera).

Kelelawar Pteropus alecto memliki susunan organ-organ cerna yang umumnya

sama seperti hewan monogastrik lainnya, tetapi tidak memiliki sekum dan tidak

memiliki ruang cerna fermentatif, dimana pakan utamanya adalah buah-buahan,

sehingga dapat dikategorikan sebagai hewan monogastrik herbivora frugivora

(non pseudo-ruminanisa).

Menurut penelitian Mariyanti dkk. (2008) Suku tumbuhan yang menjadi sumber

pakan kelelawar sebanyak 14 suku tumbuhan yakni Acanthaceae, Anacardiaceae,

Bombacaceae, Cucurbitaceae, Cyperaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Graminae,

Loranthaceae, Myrtaceae, Paku-pakuan, Rubiaceae, Sapindaceae, Tiliaceae. Jenis

tumbuhan sumber pakan sebanyak 21 jenis yaitu Justicia sp, Anacardium sp,

Coccinia sp, Euphorbia sp, Dendrocalamus sp, Dendrophthoe sp, Helixanthera

sp, Pileantus sp, paku genus a, paku genus b, Tarenna sp, Morinda sp,

Cardiospermum sp, Bombax sp, Cyperus sp, Acacia sp, Grewia sp, Tilia sp,

Cassia sp, Coccinia sp, Adenanthera sp. Selain itu penelitian Fajri dan Arminiani

(2015), menemukan 9 spesies tanaman yang termakan oleh kelelawar diantaranya

An-nacardium sp, Adenathera sp, Ceiba sp, Convulvulaceae, Poaceae, Syzygium

sp, Musa sp, Muntingia sp, dan Annona sp.

Page 36: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

202.9 Perilaku bersarang

Sarang merupakan salah satu komponen penting dalam hidup kelelawar.

Kebanyakan jenis kelelawar hidup berkoloni dalam bersarang dan pencarian

makan. Menurut Zukal dkk. (2005) beberapa keuntungan hidup dalam koloni

adalah adanya transfer informasi, keamanan pada predator, keberhasilan

reproduksi, dan thermoregulasi.

Ada tiga perilaku produk transfer informasi yang dilakukan dalam koloni

kelelawar, yaitu 1) mengikuti (following behaviour), yaitu perilaku yang

menyebabkan anggota dalam koloni bersama-sama menuju suatu lokasi tempat

pencarian makan atau tempat bersarang; 2) penanda hubungan sosial (sosial

signal), yaitu pemahaman signal-signal intensional, termasuk signal tanda bahaya;

3) belajar (learning behaviour), yaitu proses pembelajaran dari induk ke anak

yang menyebabkan kelelawar muda mampu mengembangkan teknik pencarian

makan, menghindar dari predator, serta hal-hal yang menguntungkan bagi

kehidupannya (Zukal dkk., 2005).

Willis dan Brigham (2004), meneliti pembagian sarang (roost sharing) dan

kebersamaan sosial (sosial cohesion) kelelawar Eptesicus fuscus

(microchiroptera) di Cypres Hill Canada. Hasil penelitian membuktikan bahwa

interaksi sosial dan kerja sama intraspesifik dalam koloni dapat menghasilkan

ketahanan terhadap gangguan predator dan cuaca buruk. Penelitian Baudinette

dkk. (1994), di Gua Kelelawar dan Gua Robertson Australia membuktikan gua

yang dihuni kelelawar dengan jumlah besar dapat menaikkan suhu dalam gua

Page 37: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

21hingga 3oC. Pada musim dingin, keadaan ini menguntungkan kelelawar karena

mengurangi energi yang diperlukan untuk menghangatkan tubuh.

Kebanyakan kelelawar pemakan buah (megachiroptera) bersarang di pohon

dengan jumlah koloni besar. Pohon sarang megachiroptera biasanya tinggi dan

besar, tetapi tidak berdaun rimbun. Menurut Campbell dkk. (1996), pohon tempat

bersarang kelelawar biasanya menyediakan akses yang mudah menuju tempat

pencarian makan (central place foraging) dan mempunyai pencahayaan yang

cukup bagi perkembangan anakan. Pada sarang kelelawar Cyanopterus sphinx

(megachiroptera) tanaman palem (Caryota urens : Palmaea) ditempati oleh 1

individu jantan dewasa, 37 individu betina dewasa, dan 33 individu anakan (Storzt

dkk., 2000).

Penelitian Soegiharto dan Kartono (2009), mendapatkan kelelawar

Megachiroptera: Pteropus vampyrus menempati tanaman kelapa (Cocos nucifera:

Palmaea), kepuh (Sterculia foetida: Malvaceae), dan kapuk (Ceiba pentandra:

Malvaceae) di Kebun Raya Bogor. Tanaman yang dipilih memiliki ketinggian

yang cukup untuk menghindar dari gangguan predator serta bertajuk relatif lebar

dan mendatar. Jenis Megachiroptera yang bersarang di gua biasanya dalam

koloni kecil atau bahkan hanya satu individu saja. Jenis-jenis tersebut adalah

Rousettus amplexicaudatus, Megaderma lyra dan Eonysteris spelaea (Suyanto,

2001).

Sebaliknya, ordo Microchiroptera bersarang di pohon dalam jumlah sedikit.

Microchiroptera lebih menyukai bersarang di bangunan buatan manusia, di celah

batuan atau di gua dibandingkan pada dahan pohon. Penelitian Campbell dkk.

Page 38: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

22(1996) di hutan Pasific Nortwest Amerika Serikat mendapatkan kelelawar

Lasionycteri noctivagans (Vespertilionidae: Microchiroptera) bersarang pada

pohon pinus (Pinus ponderosa: Pinaceae) dan pinus putih (Pinus monticola:

Pinaceae).

Law dan Chidel (2002), meneliti sarang dan ekologi pencarian makan

kelelawar Kerivoula papuensis (Vespertilionidae : Microchiroptera) di hutan

hujan New South Wales Australia. Sebanyak 11 individu kelelawar ditangkap di

sekitar hutan dan dipasangi radiotracking. Lima puluh empat persen (54%) di

antaranya bersarang di pohon yang jaraknya 5.2 km dari sungai, dan dua puluh

tiga persen (23%) bersarang di pohon yang jaraknya 2.7 km dari sungai, dua puluh

tiga persen (23%) bersarang di pohon yang jaraknya 2 km. Jumlah individu

dalam koloni sarang ternyata tidak lebih dari 10 individu. Tanaman yang

digunakan sebagai sarang adalah pohon jeruk (Flindersia australis: Rutaceae).

Russo dkk. (2003) meneliti seleksi sarang oleh kelelawar jenis Barbastella

barbastellus (Microchiroptera) di hutan Italia. Tanaman pada hutan yang tidak

ditebang lebih banyak dihuni kelelawar Barbastella barbastellus daripada di

hutan yang telah mengalami penebangan. Hal ini karena di hutan yang belum

ditebang lebih banyak terdapat tanaman tua (hampir mati) dengan kulit kayu

mengelupas, tinggi, dan sedikit daun.

Kebanyakan jenis Microchiroptera bersarang di gua dalam jumlah besar.

Beberapa jenis kelelawar memilih gua sebagai tempat bersarang karena kondisi

gua yang lembab, suhu stabil, dan jauh dari kebisingan. Dengan kondisi

demikian, kelelawar kelompok Microchiroptera dapat meminimalkan kekurangan

Page 39: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

23air akibat evaporasi, dapat memilih suhu yang tepat untuk tubuhnya, dan dapat

menghindari kebisingan yang dapat mengganggu bahkan dapat menyebabkan

kematian.

Menurut Ruczynsi dkk. (2007) kelelawar Microchiroptera memiliki alat

pendengaran yang sangat sensitif pada gelombang suara, terutama gelombang

pantul (echolokasi) berfrekuensi ultrasonik ( > 20 KHerzt). Kelelawar juga dapat

bertahan hidup pada gua dengan kandungan amonia tinggi. Penelitian Sridhar

dkk. (2006) mendapatkan urin dan feses (guano) kelelawar Hipposideros speoris

(Hipposideridae : Microchiroptera) tersusun atas 5.7 ± 1.5% nitrogen (N)

berbentuk amonia (NH3). Amonia tersebut merupakan hasil katabolisme protein.

Amonia dalam guano dapat menguap menjadi gas bercampur dengan komponen

udara lainnya. Hal ini menyebabkan kandungan amonia udara meningkat tajam

(Sridhar dkk., 2006).

2.10 Reproduksi Kelelawar

Kelelawar melahirkan anaknya dalam keadaan head-down (posisi terbalik) pada

posisi roosting. Selaput kulit (patagium) digunakan sebagai tempat melahirkan

anaknya (Altringham, 1996). Pada umumnya kelelawar berkembang biak hanya

satu kali dalam setahun dalam masa kehamilan 3 sampai 6 bulan, dan hanya bisa

melahirkan satu atau dua ekor bayi setiap priode melahirkan. Bayi yang baru

dilahirkan ini mempunyai bobot yang dapat mencapai 25-30% dari bobot tubuh

induknya, lebih besar dari bayi manusia yang mencapai 5% dari bobot induknya

(Nowak, 1995).

Page 40: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

24Kelelawar baru lahir memiliki gigi susu, tetapi akan segera digantikan dengan gigi

permanen. Gigi susu pada beberapa jenis cukup tajam dengan bentuk

membengkok. Hal ini dapat membantu bayi kelelawar berpegangan dengan

induknya saat induknya terbang berkeliling dengan menggendong bayinya.

Kelelawar pemakan serangga memiliki geraham yang sangat tajam dan digunakan

untuk menghancurkan serangga, sedangkan taringnya didesain untuk menggigit

dan membawa mangsa yang masih hidup. Gigi tengah umumnya sangat kecil

pada kelelawar pemakan serangga dan ketika membuka mulut, terlihat seperti

tidak memiliki gigi depan sama sekali. Kelelawar pemakan buah memiliki

geraham yang besar dan kuat untuk mengunyah buah dan biji-bijian. Juga

memiliki otot rahang yang sangat kuat untuk membantu mengunyah makanan

yang keras (Ceave, 1999).

Page 41: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

25

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian karakteristik habitat kalong (Pteropus vampyrus) dilakukan di Pulau

Mutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus, pada bulan Juni 2018.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, Global

Positioning System (GPS), kompas, rol meter, pita meter, Criten hypsometer dan

pisau. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kalong dan vegetasi

yang ada di Pulau Mutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus.

3.3 Batasan Penelitian

Batasan dalam penelitian ini adalah.

1. Pohon tidur kalong adalah tumbuhan yang digunakan oleh kalong untuk

bergelantung selama penelitian di Pulau Mutiara Teluk Semaka Kabupaten

Tanggamus.

2. Penelitian dilakukan di areal aktivitas kalong yang ada di Pulau Mutiara

Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus.

Page 42: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

263.4 Jenis Data yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu

data yang diambil dengan metode observasi dengan menggunakan metode

observasi (pengamatan langsung), yaitu kondisi habitat yang meliputi vegetasi,

jumlah vegetasi, struktur vegetasi, tinggi, diameter, dan suhu di Pulau Mutiara

Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus. Data sekunder yaitu data yang meliputi

keadaan umum lokasi penelitian dan data yang menunjang tentang data primer.

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1 Data Primer

Pengumpulan data habitat diperoleh dengan membuat petak contoh yaitu dengan

menentukan titik awal terlebih dahulu selanjutnya membuat petak contoh secara

Purposive sampling, berdasarkan keberadaan kalong yang ditemukan. Parameter

yang diamati dan diukur yaitu jenis pohon, tinggi pohon, dan diameter pohon.

Data fisik yang akan diukur yaitu suhu, kelembaban, dan ketinggian tempat.

Pohon pakan kalong diketahui dengan melihat secara langsung sepahan bekas

makan atau meliahat secara langsung kalong itu makan dan melihat literature

tentang pakan kalong. Untuk pohon tidur diketahui dengan melihat langsung

kelompok kalong melakukan aktifitas di pohon tersebut dan mengamati

karakteristik bentuk tajuk yang dijadikan tempat untuk tidur kalong.

Data habitat diperoleh dengan membuat petak contoh 20 m x 20 m secara

purposive sampling berdasarkan keberadaan kalong yang ditemukan. Parameter

Page 43: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

27yang diukur dalam petak 20 m x 20 m (tingkat pohon) yaitu jenis pohon, tinggi,

diameter, dan suhu. Petak 10 m x 10 m (tingkat tiang) yang diukur yaitu jenis

pohon, jumlah, dan tinggi. Petak 5 m x 5 m (tingkat pancang) yang diukur jumlah

vegetasi, tinggi, diameter, dan jenis. Petak 2 m x 2 m (tingkat semai atau

tumbuhan bawah) diukur jenis dan tingginya (Soerianegara dan Indrawan, 2005).

Secara lengkap desain metode garis berpetak dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Desain Metode Garis Berpetak.

3.5.2 Perilaku Kalong

Prilaku kalong yang diamati yaitu prilaku saat datang dan pergi kalong ke dan dari

habitatnya, yaitu pada pagi hari (04.00 – 07.00 WIB) dan pada sore hari (17.30 –

19.00 WIB) dengan parameter yang diukur adalah masuk dan keluar kalong dari

habitatnya. Penelitian ini dilakukan selama 10 hari untuk mengetahui prilaku

berpindahnya kalong dari habitatnya.

2 m

2 m5 m

10 m5 m

20 m10 m

20 m

Page 44: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

283.5.3 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data penunjang atau sumber informasi mengenai

gambaran umum Pulau Mutiara Teluk Semaka Kabupaten Tanggamus.

3.6 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menghitung Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi

Relatif (FR), Dominansi Relative (DR), Indeks Nilai Penting (INP), indeks

keanekaragaman, dan indeks kemerataan. Analisis vegetasi tumbuhan pakan

digunakan persamaan-persamaan yang sama dengan analisis struktur vegetasi

kalong (Soerianegara dan Indrawan, 2005). Menurut Indriyanto (2006), untuk

menganalisis vegetasi dapat dihitung menggunakan rumus-rumus sebagai berikut.

3.6.1 Rumus Kerapatan

Kerapatan (K) menunjukkan jumlah individu dalam suatu petak. Kerapatan setiap

spesies dibedakan berdasarkan tingkat pertumbuhan (semai, pancang, tiang,

pohon dan tanaman lain selain pohon). Perhitungan kerapatan dapat diketahui

berdasarkan rumus berikut.

K = jumlah individu untuk spesies ke-iLuas seluruh petak contoh

KR = kerapatan spesies ke-1 x 100%Kerapatan seluruh spesies

3.6.2 Rumus Distribusi/Frekuensi

Distribusi/frekuensi (F) menunjukkan jumlah penyebaran tempat ditemukannya

suatu spesies dari semua plot ukur dapat dihitung dengan rumus berikut.

Page 45: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

29F = jumlah petak contoh ditemukan suatu spesies ke-i

Jumlah seluruh petak contoh

FR = frekuensi spesieske-i x 100%Frekuensi seluruh spesies

3.6.3 Rumus Dominasi

Dominasi (D) digunakan untuk mengetahui spesies yang tumbuh lebih

banyak/mendominasi. Perhitungan dominasi dapat diketahui berdasarkan rumus

berikut .

D = jumlah luas bidangdasar ke-iLuas petak contoh

DR = dominansi suatu spesies ke-i x 100%Dominansi seluruh spesies

3.6.4 Rumus Indeks Nilai Penting

Indeks Nilai Penting (Importance Value Index) adalah parameter kuantitatif yang

dapat dipakai untuk menyatakan tingkat dominasi spesies-spesies dalam suatu

komunitas tumbuhan. Perhitungan INP dapat diperoleh berdasarkan rumus

berikut.

INP = KR + FR + DR

3.6.5 Rumus Indeks Keanekaragaman

Keanekaragaman jenis (H’) diukur dengan Indeks Keanekaragaman Jenis

Shannon-Wienner yaitu dengan rumus (Odum, 1971).

H’ = -Σ Pi ln (Pi), dimana Pi = (ni/N)

Page 46: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

30Kriteria :

H’ <1 :Rendah

H’ = 1-3 :Sedang

H’ >3 :Tinggi

3.6.6 Rumus Indeks Kemerataan Komunitas

Perbandingan antar jenis dapat diketahui besarnya indeks kemerataan menurut

Odum (1993) yaitu sebagai berikut.

E = H’ / Ln S

Keterangan:

H’ = Indeks Shannon

S = Jumlah Spesies

E = Indeks Kemerataan

Kriteria komunitas lingkungan berdasarkan indeks kemerataan:

0,00 < E < 0,50 komunitas tertekan

0,05 < E < 0,75 komunitas labil

0,75 < E < 1,00 komunitas stabil

Page 47: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pulau Mutiara Teluk Semaka Kabupaten

Tanggamus, maka dapat disimpulkan.

1. Habitat kalong (Pteropus vampyrus) di Pulau Mutiara didominasi oleh hutan

mangrove. Jenis mangrove yang dapat dijumpai di lokasi yaitu pedada (Sonneratia

alba) dan Rhizophora apiculata. Vegetasi tersebut digunakan kalong untuk makan,

tidur, dan melakukan aktifitas lainnya.

2. Pakan alami kalong yang ada di Pulau Mutiara hanya ada satu jenis yaitu jenis

tanaman pedada (Sonneratia alba).

3. Pohon tidur yang dimanfaatkan kalong di Pulau Mutiara memiliki karakteristik

pohon yang tinggi besar, tidak memiliki daun yang rimbun, dan memiliki jenis

percabangan simpodial.

5.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang karakteristik habitat kalong sebagai

upaya untuk kelayakan dan kesesuaian habitat kalong.

2. Perlu adanya perhatian khusus terhadap kelestarian habitat kalong, agar tidak

terjadinya kepunahan pada spesies tersebut.

Page 48: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

DAFTAR PUSTAKA

Page 49: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

DAFTAR PUSTAKA

Aguirre, L., Lens, L. dan Matthyse, E. 2003. Pattern of roost use by bats in aneotropical savanna: implications for conservation. Journal BiologicalConservation. 111: 435-443.

Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Buku. Fakultas KehutananInstitut Pertanian Bogor. Bogor. 296 hlm.

Alikodra, H. S. 2002. Pengelolaan Satwa Liar. Buku. Yayasan PenerbitFakultas Kehutanan. Bogor. 125 hlm.

Altringham, J. D. 1996. Bats: Biology and Behaviour. Buku. Oxford UniversityPress. New York. 272 hlm.

Anderson, J. R. 1999. Sleep, sleeping site, and sleep-related activities:awakening to their significance. Journal American of Primatology. 46: 63-75.

Apriandi, J. 2004. Keanekaragaman dan Kekerabatan Jenis KelelawarBerdasarkan Kondisi Fisik Mikroklimat Tempat Bertengger pada BeberapaGua di Kawasan Gua Gudawang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.Bogor. 74 hlm.

Ariyanti, E. S. 2012. Studi Karakteristik Roost Kelelawar Pemakan Buah(Megachiroptera) di Perkebunan Kopi Sumberejo Way Heni LampungBarat, Sumatera. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.83 hlm.

Baudinette, R. V., Wlls, R. T., Sanderson, K. J. dan Clark, B. 1994.Microclimate conditions in maternity caves of the bent-wing batMiniopterusschreibersii: an attempt restoration of a former maternity site.Wildlife Research. 21(6): 607-619.

Berliana, Y., Rizaldi. dan Wilson, N. 2013. Struktur kelompok, daerah jelajahdan jenis makanan ungko (hylobates agilis) di hutan pendidikan danpenelitian biologi universitas andalas. Jurnal Biologi Universitas Andalas.2(1): 57-63.

Page 50: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

51Bumbut, P. I. 2016. Keanekaragaman Jenis dan Jenis Pakan Kelelawar Sub

Ordo Megachiroptera di Taman Wisata Alam Gunung Meja ManokwariPapua Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 51 hlm.

Campbell, L. A., Hallet, J. G. dan O’Connel, M. A. 1996. Conservation of batsin managed forest: use of roost by brown bats. eptesicus fuscus, conform tothe fission- fusion model. Journal Animal Behaviour. 68(3): 495-505.

Ceave, A. 1999. Bats a Partrait of The Animal World. Buku. TODTRI BookPublishers. New York. 157 hlm.

Choirunnisa, A. 2015. Karakteristik Morfologi dan Pemilihan Jenis Pakan olehKelelawar Megachiroptera di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KabupatenSukabumi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 53 hlm.

Corbet. G. B. dan Hill, J. E. 1992. The Mammal of the Indomalayan Region: ASystematic Review. Buku. Natural History Museum Publications, OxfordUniversity Press, UK. London. 496 hlm.

Dempsey, J. L. 2004. Fruit Bats: Nutrition and Dietary Husbandry. Adapted(and Updated) From Dempsey, J.L. 1998. Recent Advances in Fruit BatNutrition. Artikel. https://www.researchgate.net/FRUIT_B ATS/0f31753.Diakses pada tanggal 05 Agustus 2018.

Dumont, E. R. 2004. Food hardness and feeding behavior in old world fruit bats(pteropodidae). Journal of Mammalogy. 85(1): 8-14.

Estrada, A. 2001. Food hardness and feeding behavior in old world fruit bats(pteropodidae). Journal of Mammalogy. 85(1): 8-14.

Fitri, R., Rizaldi. dan Novarino, W. 2013. Kepadatan populasi dan strukturkelompok simpai (presbytis melalophos) serta jenis tumbuhan makanannyadi hutan pendidikan dan penelitian biologi (hppb) universitas andalas.Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(1): 25–30.

Ghanem, S. J. dan Voigt, C. C. 2012. Increasing awareness of ecosystemservices provided by bats. Elsevier. 44: 279-302.

Goin, C. J., Goin, O. B. dan Zug. G. R. 1978. Introduction to Herpetology.Buku. W. H Freeman and Company. San Fransisco. 378 hlm.

Hoeve, V. 1996. Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna.Mamalia 1. Buku.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Proyek Peningkatan Mutu danPelaksanaan Wajib Belajar SLTP. Jakarta. 246 hlm.

Huang, J. C. C., Ariyanti, E. S., Rustiati, E. L., Darras, K., Maryanto, I. danMaharadatunkamsi. 2016. Kunci Identifikasi Kelelawar di Sumatera:dengan Catatan Hasil Perjumpaan Langsung di Kawasan Taman Nasional

Page 51: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

52Bukit Barisan Selatan. Artikel.https://www.researchgate.net/publication/308954580. Diakses pada bulan05 Agustus 2018.

Indriyanto. 2005. Dendrologi Edisi ke-1. Buku. Penerbit Universitas Lampung.Bandar Lampung. 232 hlm.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 210 hlm.

Insafitri. 2010. Keanekaragaman, keseragaman, dan dominansi bivalvia di areabuangan limpur lapindo muara sungai porong. Jurnal Kelautan. 3(1): 54-59.

Iqbal, M. 2011. Pemilihan Lokasi Tidur (Sleeping Sites) Kukang Jawa(Nycticebus Javanicuse. Geoffroy, 1812) yang Dilepasliarkan di KawasanHutan Gunung Salak Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Universitas Indonesia.Depok. 36 hlm.

IUCN. 2008. The IUCN Red List Catagories and Criteria. Version3.1.<www.iucnredlist>. Diakses pada bulan 13 Oktober 2018.

Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna pada Habitat Mangrove. Artikel.www.Irwantoshut.com. Diakses pada 13 Oktober 2018.

Kitcheneer, T., Liem, B. L., Charlton, L. dan Mahadaratunkamsi. 1990. WildMammals of Lombok Island Nusa Tenggara, Indonesia: Systematic andNatural History. Buku. Western Australian Museum.Australia. 129 hlm.

Kitchener, D. J., Packer, W. C. dan Maryanto, I. 1993. Taxonomic status ofnyctimene (chiroptera : pteropodidae) from the banda, kei and aru is.,maluku, indonesia. Implication for biogeography. Records WesternAustralian Museum. 16: 399- 417.

Kunz, T. H. dan Pierson, E. D. 1994. Walker’s Bats of the World. Buku. TheJohn Hopkins University press. Baltimore and London. 288 hlm.

Kunz, T. H. 1996. Ecological and Behavioral Study of Bats. Buku. SmithsonianInstitution Press. Washington. 920 hlm.

Kunz, T. H. dan Fenton, M. B. 2003. Bat Ecology. Buku. University of ChicagoPress. Chicago. 779 hlm.

Kunz T. H. dan Lumsden, L. F. 2003. Ecology of Cavity and Foliage RoostingBats. Buku. The University of Chicago Press. Chicago and London.745 hlm.

Page 52: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

53Kunz, T. H., Torrez, E. B. D., Bauer. D., Lobova,T.dan Fleming, T. H. 2011.

Ecosystem services provided by bats. Journal Annals of the New YorkAcademy of Sciences. 1223: 1–38.

Lang, C. K. A. 2006. Primate Factsheets: Long-Tailed Macaque (Macacafascicularis) Taxonomy, Morphology and Ecology. Artikel.http://pin.primate.wisc. Diakses pada tanggal 05 Agustus 2018.

Law, B. dan Chidel, M. 2002. Tracks and riparian zones facilitate the use ofaustralian regrowth forest by insectivorous bats. Journal of AppliedEcology. 39(4): 605-617.

Mariyanti., Kartono, A. P. dan Maryanto, I. 2008. Kelelawar pemakan buahsebagai pollinator yang diidentifikasi melalui polen yang digunakan sebagaisumber pakannya di kawasan sektor linggarjati, taman nasional ciremai jawabarat. Jurnal Biologi Indonesia. 4(5): 335-347.

Meijaard, E., Sheil, D., Nasi, R., Augeri, D., Rosenbaum, B., Iskandar, D.,Setiawati, T., Lammartink, M., Racmatika, I., Wong, A., Soehartono, T.,Stanley, S. dan O’Brien, T. 2006. Hutan pasca pemanenan; MelindungiSatwaliar dalam Kegiatan Hutan Produksi di Kalimantan. Buku. CenterFor International Forestry Research. Bogor. 384 hlm.

Noerdjito.dan Maryanto. 2005. Kriteria Jenis Hayati yang Harus Dilindungioleh dan untuk Masyarakat Indonesia. Buku. LIPI dan ICRAF. Bogor.97 hlm.

Nowak, L. 1994. Walker’s Mammals of the World. Buku. John HopkinsUniversity Press. Baltimore and London. 793 hlm.

Nowak, R. M. 1995. Bats of The World. Buku. The Johns Hopkins UniversityPress.Baltimore and London. 287 hlm.

Nowak, R. M. 1999. Hipposideros Diadema. Animal Diversity Web.http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/html.Diakses pada tanggal 20 Maret 2018.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. (Terjemahan Tjahjono Samingan.1993. Ed. B. Srigandono. Dasar-dasar Ekologi). Buku. Gadjah MadaUniversity Press. Yogyakarta. 697 hlm.

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Buku. Terjemahan TjahjonoSamingan. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 677hlm.

Okthalamo, V. 2009. Monitoring Keanekaragaman Kelelawar PemakanSerangga (Microchiroptera) di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 65 hlm.

Page 53: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

54Pattiselanno, F. dan Bumbut, P. I. 2011. Jenis kelelawar pemakan buah

(pteropodidae) di taman wisata alam gunung meja manokwari. JurnalBiosfer. 29(1): 78-84.

Pendong, L. K., Umboh, J. F., Imbar, M. dan Rahasia, C. A. 2015. Identifikasikarakteristik alat pencernaan kelelawar pteropus alecto di sulawesi bagianutara. Jurnal Zootek. 35(1): 55-61.

Pramono. 2011. Pengaruh Kompensasi, Motivasi, Lingkungan Kerja danKepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan PT. Adi Mitra PratamaSemarang. Artikel Fakultas Ekonomi Universitas Semarang.http://journal.usm.ac.id/jurnal/dinamika-manajemen/330/detail/. Diaksespada tanggal 20 Maret 2018.

Qiai, Z. H., Chengming, L.. Ming , W. dan Fuen. 2009. Sleeping sites use bytrachypitecus francoisi at nonggang nature reserve china. InternationalJournal of Primatology. 30: 353-365.

Ruczynski, I., Kalko, E. K. V. dan Siemers, B. M. 2007. The sensory basis ofroost finding in a forest bat. Jurnal Mamalia Biologi. 26: 162-163.

Russo, D., Cistrone, L., Jones, G. dan Mazzoleni, S. 2003. Roost selection bybarbastelle bats in beech woodland of central italy. Journal BiologycalConservation. 117: 73-81.

Saridan, A. 2010. Jenis dan preferensi polen sebagai pakan kelelawar pemakanbuah dan nektar. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 7(3): 241-256.

Satyadharma, A. 2007. Conservation Bats. Artikel.http://www.conservation.or.id./tropica/. Diakses pada tanggal 25 Maret2018.

Selan, Y. N., Amalo, F. A., Kusindarta, D. L., Widayanti, R. dan Gololodo, M. A.2016. Anatomy study on small intestine of pteropus vampyrus from timorisland. Seminar Nasional Ke-4, Fakultas Kedokteran Hewan. UniversitasNusa Cendana, Kupang 25 Maret 2018.

Setia, T. M. 2008. Penyebaran biji oleh satwa liar di kawasan pusat pendidikankonservasi alam bodogol dan pusat riset bodogol, taman nasional gununggede pangrango, jawa barat. Jurnal Vis Vitalis. 1(1): 1-8.

Simmons, N. B. 2005. Chiroptera and Mammals Species of The World;ATaxonomic and Geographic Referenece. Buku. Johns Hopkins UniversityPress, Baltimore, Maryland In Press. Amerika Serikat. 2142 hlm.

Page 54: STUDI KARAKTERISTIK HABITAT KALONG (Pteropus …digilib.unila.ac.id/55334/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Komponen-komponen penyusun habitat seperti ketersediaan air, naungan,

55Soegianto, A. 1994. Ekologi Kuantitatif: Metode Analisis Populasi dan

Komunitas. Buku. Penerbit Usaha Nasional. Jakarta. 275 hlm.

Soegiharto, S. dan Kartono, A. P. 2009. Karakteristik tipe pakan kelelawarpemakan buah dan nektar di daerah perkotaan: studi kasus di kebun rayabogor. Jurnal Biologi Indonesia. 6(1): 199-130.

Soerianegara, I. dan Indrawan, A. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Buku.Institut Pertanian Bogor. Bogor. 83 hlm.

Sridhar, K. R., Ashwini, K. W., Seena, S. dan Sreepada, K. S. 2006. Manurequalilities of guano of incectivorous cave bat hippsideros speoris. JournalTropical and subtropical agoecosystems. 6: 103-110.

Storzt, J. F., Bhat, H. B. dan Kunz, T. H. 2000. Social structure of polygynoustentmaking bat, cyanopterus sphinx (megachiroptera). Journal Zool. 251:151-165.

Supandi, E. 2002. .Studi Karakteristik Habitat Bergelantung Kalong (Pteropusvampyrus, Linnaeus 1758) di Way Sleman Tampang Belimbing TamanNasional Bukit Barisan Selatan, Lampung. Skripsi. Unila. BandarLampung. 50 hlm.

Suyanto, A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Buku. Pusat Penelitian danPengembangan Biologi–LIPI. Bogor. 110 hlm.

Vaughan, T. A., James, M. R. dan Nicholas, J. 2000. Mammalogy FourthEdition. Buku. Harcourt College Publisher. United States of America.750 hlm.

Willis, C. K. R. dan Brigham, M. 2004. Roost switching, roost sharing and socialcohesion : forest-dwelling big brown bats, eptesicus fuscus, conform to thefission-fusion model. Journal Animal Behavior. 68: 495-505.

Winkelmann, J. R., Bonaccorso, F. J. dan Strickler, T. L. 2000. Home range ofthe southern blossom bat, syconycteris australis, in papua new guinea.Journal Mammal. 81: 408 414.

Wund, M. dan Myers, P. 2005. Chiroptera. Animal Diversity Web.http://animaldiversity.ummz.umich.eu/site/accounts/information/Chiroptera.html. Di akses pada tanggal 25 Maret 2018.

Zukal, J., Berkova, H. dan Rehak, Z. 2005. Activity shelter selection by myotismyotis and rhinolophus hipposideros hibernating in the katerinska cave.Jurnal Mamalia Biologi. 70: 271-281.