STRUKTUR DAN FUNGSI MITOS ROMBIYA DALAM UPACARA … · 2017. 7. 7. · PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN...

169
STRUKTUR DAN FUNGSI MITOS ROMBIYA DALAM UPACARA NOPAHTUNG SUKU DAYAK UUD DANUM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Oleh Tursina Ayun Sundari NIM: 131224005 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of STRUKTUR DAN FUNGSI MITOS ROMBIYA DALAM UPACARA … · 2017. 7. 7. · PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN...

STRUKTUR DAN FUNGSI MITOS ROMBIYA

DALAM UPACARA NOPAHTUNG SUKU DAYAK UUD DANUM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Tursina Ayun Sundari

NIM: 131224005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

i

STRUKTUR DAN FUNGSI MITOS ROMBIYA

DALAM UPACARA NOPAHTUNG SUKU DAYAK UUD DANUM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Tursina Ayun Sundari

NIM: 131224005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

v

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vi

MOTO

“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan

bertekunlah dalam doa”

(Roma 12 : 12)

If you want something go get it.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa.

2. Orang tua tercinta Stefanus Yelani dan Suryani Nonot yang selalu

memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa dalam menyelesaikan skripsi

ini.

3. Kakak saya Roswita Yeni Sulastri dan adik saya Adria Wisanggeni yang

selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa dalam menyelesaikan

skripsi ini.

4. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tempat peneliti menuntut ilmu.

5. Keluarga, sahabat, dan teman-teman tercinta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan

rahmat yang telah dilimpahkan atas diri penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu

syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna

dan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas arahan, bantuan serta

bimbingan dan juga dorongan dari berbagai pihak. Penulis dengan tulus

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara

langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan, pendampingan,

saran, dan nasihat kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan,

pendampingan, saran, dan nasihat kepada peneliti dalam menyelesaikan

skripsi ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

ix

4. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan sabar

telah memberikan dukungan, pendampingan, saran, pengarahan, dan nasihat

kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Septina Krismawati, S.S., M.A., selaku pembimbing II yang dengan sabar

telah memberikan dukungan, pendampingan, saran, pengarahan, dan nasihat

kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas

Sanata Dharma yang telah mendidik dan memotivasi peneliti.

7. Robertus Marsidiq, selaku staf sekretariat Prodi Pendidikan Bahasa Sastra

Indonesia Universitas Sanata Dharma yang selalu memberikan informasi yang

berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini.

8. Kedua orang tua peneliti Stefanus Yelani dan Suryani Nonot yang selalu

memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa kepada peneliti dalam

menyelesaikan skripsi ini.

9. Kedua kakak dan adik peneliti Roswita Yeni Sulastri dan Adria Wisanggeni

yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa kepada peneliti

dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepada Seto Hariyanto yang selalu membantu dan mendukung saya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

11. Paman dan bibi peneliti yang telah membantu kelancaran peneliti saat

mengambil data untuk skripsi ini.

12. Nenek Ci, nenek Tang, dan nenek Keremoi yang telah membantu peneliti

dalam mengambil data untuk skripsi ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

x

13. Sahabat seperjuangan dari semester satu sampai akhir Yohana Augusta

Wokabelolo, Margareta Anggraini Taruk, Alexandra Taum, Clara Wahyu

Kurnia Putri yang selalu memberikan memberikan kasih sayang, dukungan,

dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

14. Seluruh teman-teman seperjuangan PBSI angkatan 2013 kelas A dan B yang

selalu memberikan dukungan dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan

skripsi ini.

15. H. Ismanto Koesturi, Alm. Hj. Marlianti Yulianti dan Farra Indrianti, S.sos.

beserta “The Kos Kanjeng Mami” Maria Yunita Anggelina, Yohana Augusta

Wokabelolo, Brigitta Aisin Uba Arakian, Laras Mustikarani, Elisabeth

Lusitana Endah Permatasari, Maria Isti Nugrahini, Kristina Simarilon Dania,

Erica Valentina Siboro, dan Wulan Permatasari yang selalu memberikan

dukungan dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

16. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

memberikan dukungan dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Dalam hal ini peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Penulis

berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat secara khusus di bidang

akademis dan dapat dipergunakan sebaik-baiknya.

Yogyakarta, 5 Mei 2017

Tursina Ayun Sundari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................................iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..........................................v

MOTO..............................................................................................................vi

HALAMAN PERSEMBAHAN.....................................................................vii

KATA PENGANTAR....................................................................................viii

DAFTAR ISI...................................................................................................xi

ABSTRAK.......................................................................................................xiv

ABSTRACT......................................................................................................xv

BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................3

C. Tujuan Penelitian.............................................................................4

D. Manfaat Penelitian...........................................................................4

E. Batasan Istilah.................................................................................5

F. Sistematika Penyajian......................................................................6

BAB II. LANDASAN TEORI........................................................................8

A. Penelitian yang Relevan...................................................................8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xii

B. Kajian Teori......................................................................................11

1. Tradisi Lisan..................................................................................12

2. Sastra Lisan....................................................................................12

3. Struktur Mitos................................................................................16

a. Tokoh.....................................................................................17

b. Alur........................................................................................17

c. Latar.......................................................................................19

d. Tema.......................................................................................20

4. Fungsi Mitos...................................................................................21

5. Upacara Nopahtung........................................................................22

BAB III. METODE PENELITIAN................................................................ 24

A. Jenis Penelitian...................................................................................24

B. Sumber Data dan Data Penelitian ......................................................24

C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data..............................................25

D. Instrumen Penelitian...........................................................................26

E. Metode dan Teknik Analisis Data.......................................................26

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................28

A. Tradisi Upacara Nopahtung................................................................28

1. Upacara Nopahtung........................................................................28

2. Proses Upacara...............................................................................35

a. Nopahtung Menggunakan Abu Dapur.....................................36

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiii

b. Nopahtung Menggunakan Kayu Pahting Jorik........................38

c. Nopahtung Menggunakan Rotan (Uoi Cohkok)......................43

d. Nopahtung Menggunakan Batu...............................................47

B. Struktur Mitos dalam Upacara Nopahtung.........................................47

1. Struktur Mitos Rombiya Teks A....................................................48

2. Struktur Mitos Rombiya Teks B.....................................................61

3. Struktur Mitos Rombiya Teks C.....................................................78

C. Fungsi Mitos........................................................................................80

BAB V. PENUTUP.............................................................................................89

A. Kesimpulan..........................................................................................89

B. Saran....................................................................................................91

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................92

LAMPIRAN

1. Daftar Informan........................................................................................95

2. Transkripsi dan Terjemahan Mitos..........................................................96

3. Daftar Gambar.........................................................................................151

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xiv

ABSTRAK

Sundari, Tursina Ayun. 2017, Struktur dan Fungsi Mitos Rombiya dalam

Upacara Nopahtung Suku Dayak Uud Danum. Skripsi Strata 1 (S1).

Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas

Sanata Dharma.

Dalam skripsi ini dibahas struktur dan fungsi dari mitos Rombiya dalam

upacara Nopahtung Suku Dayak Uud Danum. Penelitian ini memiliki tiga tujuan.

1. Menghimpun dan mendokumentasikan sastra lisan dalam upacara Nopahtung

suku Dayak Uud Danum yang disertai dengan terjemahan dan catatan agar dapat

dinikmati oleh kalangan yang lebih luas. 2. Menganalisis struktur mitos Rombiya

dalam upacara Nopahtung. 3. Menganalisis fungsi mitos Rombiya dalam upacara

Nopahtung.

Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan struktural.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian tradisi lisan,

sastra lisan, struktur mitos, fungsi mitos, dan upacara Nopahtung. Penelitian ini

menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan

dokumentasi.

Hasil penelitian mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung suku Dayak

Uud Danum ini menunjukan beberapa hal berikut. 1. Upacara Nopahtung

merupakan upacara penyembuhan orang sakit yang dilakukan berdasarkan mitos

Rombiya. 2. Ketiga mitos Rombiya memiliki tokoh utama yang sama yaitu

Rombiya, namun ada perbedaan nama tokoh yang menjadi suami Rombiya

maupun tokoh yang menolong Rombiya. 3. Ada enam fungsi mitos Rombiya,

yaitu: a. fungsi pertama, sebagai sarana penyembuhan, b. Fungsi kedua sebagai

proyeksi (projective system) yaitu sebagai alat pencermin angan-angan suatu

kolektif, c. fungsi ketiga sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-

lembaga kebudayaan, d. fungsi keempat sebagai alat pendidikan anak

(pedagogical device), e. fungsi kelima sebagai alat pemaksa dan pengawas agar

norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota koletifnya, f. fungsi

keenam sebagai penetapan contoh model bagi semua tindakan manusia.

Kata kunci: struktur, fungsi, mitos, upacara Nopahtung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

xv

ABSTRACT

Sundari, Tursina Ayun 2017, Structure and Function of Rombiya’s Myth in

Nopahtung ceremony by Dayak ethnic Uud Danum. Undergraduate

Thesis (S1). Indonesian Education and Literature Study Program,

Department of Language Education and Art, Faculty of Teacher training

and Education, Sanata Dharma University.

In this thesis, the researcher talked about the analysis of structure and

function from Rombiya’s mythin Dayak Uud Danum. This study has three main

purposes. 1. Collecting and documenting oral literature that located in Nopahtung

ceremony from Dayak Uud Danum including the translation and also some notes

to make it enjoyable for everyone. 2. Analyzing the structure of Rombiya’s myth

in Nopahtung ceremony. 3. Analyzing the function of Rombiya’s myth in

Nopahtung ceremony.

Structural approaching technique was the main tool for this research.

Furthermore, theoretical framework that researcher used as theoretical references

were oral tradition, oral literature, structure of myth, function of myth, and

Nopahtung ceremony. Moreover, this research used three data collecting

technique which were observation, interview, and documentation. Documentation

technique used for describing the procedure of Nopahtung ceremony and also

finding Rombiya itself.

There were three main results regard to the research. 1. Nopahtung

ceremony was a healing ceremony for dying people based on Rombiya’s myth. 2.

Three of Rombiya’s myth had main character named Rombiya, but there was a

difference between Rombiya’s husband name and the one who helped Rombiya.

3. There were six functions of Rombiya’s myth; a. as a healing tool, b. as a

validation tool in society and culture organization, c. as a pedagogical device to

teach children, d. as a norm keeper among Dayak people especially Uud danum

for being good people, e. as a foundation model for human action, f. and also as a

projective system that showed collective imaginary.

Key words: structure, function, myth, Nopahtung ceremony

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sastra memiliki hubungan yang erat dengan kesusastraan daerah,

khususnya sastra lisan yang merupakan warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai

luhur seperti nilai moral dan nilai sosial. Sastra lisan ini kemudian menjadi alat

kontrol masyarakat. Adapun sastra lisan adalah karya yang penyebarannya

disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun (Endraswara 2013: 150).

Orang-orang yang menguasai sastra lisan biasanya sudah tua dan berusia lanjut.

Penyebarannya secara lisan itulah yang kemudian menimbulkan perubahan-

perubahan sastra lisan dari versi aslinya dan memunculkan beberapa versi lain.

Sastra lisan mencerminkan budaya dan padangan hidup suatu masyarakat.

Melalui sastra lisan, dapat digali tatanan kehidupan dan latar belakang sosial

budaya suatu masyarakat pemilik sastra lisan tersebut. Saat ini kedudukan sastra

lisan perlahan mulai tergeserkan oleh teknologi, gaya hidup, dan pola pikir

manusia yang mulai meninggalkan tradisi-tradisi warisan nenek moyang. Di sisi

lain, orang-orang yang menguasai sastra lisan rata-rata sudah berusia lanjut. Hal

ini tentu sangat mengkhawatirkan jika orang-orang yang menguasai sastra lisan

meninggal dunia tanpa sempat mewariskan sastra lisan itu kepada generasi muda.

Pada akhirnya sastra lisan tersebut bisa saja menghilang begitu saja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

2

Vansina (via Taum, 2011: 10), menjelaskan bahwa sastra lisan (oral

literature) adalah bagian tradisi lisan (oral tradition) atau yang biasanya

dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral culture) berupa pesan-pesan, cerita-

cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang diwariskan secara lisan dari satu

generasi ke generasi lainnya. Endraswara (2013: 150) membagi sastra lisan

menjadi dua, yaitu sastra lisan murni yang berupa dongeng, legenda, cerita yang

tersebar secara lisan di masyarakat dan ada pula sastra lisan tak murni, biasanya

sastra ini berbaur dengan tradisi lisan. Sastra lisan yang berbaur ini kadang-

kadang hanya berupa penggalan cerita sakral.

Menurut Hutomo (via Endraswara, 2013: 151), bahan sastra lisan dapat

dibedakan menjadi tiga bagian. Pertama, bahan yang bercorak cerita: (a) cerita-

cerita biasa (tales), (b) mitos (myths), (c) legenda (legends), (d) epik (epics), (e)

cerita tutur (ballads), (f) memori (memorates). Kedua, bahan yang bercorak

bukan cerita: (a) ungkapan (folk speech), (b) nyanyian (songs), (c) peribahasa

(proverbs), (d) teka-teki (riddles), (e) puisi lisan (rhymes), (f) nyanyian sedih

pemakaman (dirge), (g) undang-undang atau peraturan adat (law). Ketiga, bahan

yang bercorak tingkah laku (drama): (a) drama panggung dan (b) drama arena.

Salah satu tradisi suku Dayak Uud Danum yang mengandung sastra lisan

adalah tradisi menyembuhkan orang sakit. Suku Dayak Uud Danum tersebar di

Kecamatan Serawai dan Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Provinsi

Kalimantan Barat. Tradisi menyembuhan orang sakit berdasarkan pada

kepercayaan masyarakat suku Dayak Uud Danum akan mahkluk-makhluk gaib.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3

Tradisi ini bertujuan mengembalikan roh manusia yang diyakini sedang tersesat

atau diambil oleh roh orang-orang yang sudah meninggal.

Dalam tradisi ini terdapat sebuah mitos tentang seorang gadis cantik

bernama Rombiya yang konon menikah dengan makluk halus. Mitos Rombiya

inilah yang dituturkan oleh dukun saat melakukan upacara menyembuhkan orang

sakit atau Nopahtung. Sastra lisan ini dikhawatirkan akan menghilang karena

cerita ini belum pernah ditulis, didokumentasikan, dan dipublikasikan kepada

masyarakat di luar suku Dayak Uud Danum oleh siapapun.

Permasalahan inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian

terhadap sastra lisan suku Dayak Uud Danum. Agar warisan nenek moyang dapat

digunakan dan dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya, sastra lisan perlu ditulis,

didokumentasikan, dipublikasikan, dan dilestarikan. Selain itu agar sastra lisan itu

tetap ada dan dikenal banyak orang sebagai kekayaan budaya yang patut

dibanggakan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana deskripsi proses upacara Nopahtung (penyembuhan orang

sakit) suku Dayak Uud Danum?

2. Bagaimana struktur mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung?

3. Bagaimana fungsi mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai oleh

peneliti dalam penelitian ini, sebagai berikut.

1. Menghimpun dan mendokumentasikan sastra lisan dalam upacara

Nopahtung suku Dayak Uud Danum yang disertai dengan terjemahan dan

catatan agar dapat dinikmati oleh kalangan yang lebih luas.

2. Menganalisis struktur mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung.

3. Menganalisis fungsi mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung.

D. Manfaat Hasil Penelitian

Penelitian ini adalah studi sastra yang pertama dilakukan terhadap sastra

lisan suku Dayak Uud Danum. Peneliti berharap penelitian ini memberikan

manfaat teoretis dan praktis. Adapun manfaatnya sebagai berikut.

1. Manfaat Teroretis

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan teori

mengenai sastra lisan suku Dayak Uud Danum. Selain itu, hasil studi ini bisa

menjadi dokumen kebudayaan masyarakat Dayak Uud Danum agar tidak hilang

seiring dengan perkembangan zaman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

5

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengajaran sastra di

sekolah, khususnya sastra daerah. Dari penelitian ini juga, siswa dapat belajar

mengenai sastra sekaligus budaya suku Dayak Uud Danum.

E. Batasan Istilah

Peneliti membatasi beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini.

Istilah-istilah tersebut sebagai berikut.

1. Tradisi Lisan

Tradisi lisan diartikan sebagai “segala wacana yang diucapkan meliputi

yang lisan dan yang beraksara” atau dikatakan juga sebagai “sistem wacana yang

bukan aksara” (Pudentia 2015: 3).

2. Upacara Nopahtung

Upacara Nopahtung merupakan tradisi yang dilakukan untuk

menyembuhkan orang sakit dengan menuturkan mitos Rombiya (Yelani, 2016).

3. Sastra Lisan

Taum (2011: 21-22), mengemukakan bahwa sastra lisan adalah

sekelompok teks yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan, yang

secara instrinsik mengandung sarana-sarana kesusastraan dan efek estetik dalam

kaitannya dengan konteks moral maupun kultur dari sekelompok masyarakat

tertentu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

6

4. Mitos

Bascom (via Taum, 2011: 67), mengatakan bahwa mitos (myth) adalah

sejenis cerita prosa yang dipercaya kebenarannya oleh masyarakat pendukung

cerita itu.

5. Mitos Rombiya

Mitos Rombiya adalah mitos yang mengisahkan tentang seorang gadis

yang menikah dengan roh halus. Mitos ini dituturkan ketika melakukan upacara

Nopahtung (Yelani, 2016).

6. Prosa

Waluyo (2011: 1), mengatakan prosa berasal dari kata “orate provorsa”

yang berarti ‘uraian langsung’, ‘cerita langsung’, atau ‘karya sastra yang

menggunakan bahasa terurai.’

7. Struktur

Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun (Depdiknas, 2008:

1341).

8. Fungsi

Fungsi adalah kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat

(Depdiknas, 2008: 401).

F. Sistematika Penyajian

Dalam penulisan skripsi ini terdapat lima bab, yaitu bab I pendahuluan,

bab II landasan teori, bab III metode penelitian, bab IV pembahasan hasil

penelitian, dan bab V penutup. Pada bab I peneliti akan memapaparkan latar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

7

belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

batasan istilah, dan sistematika penyajian. Pada bab II dipaparkan mengenai

kajian teori-teori terdahulu yang relevan, kajian teori tradisi lisan, sastra lisan,

struktur mitos, fungsi mitos, dan upacara Nopahtung. Pada bab III, peneliti

memaparkan jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, metode dan teknik

pengumpulan data, instrumen penelitian, metode dan teknik analisis data. Pada

bab IV, peneliti memapaparkan hasil penelitian berupa tradisi upacara Nopahtung,

struktur dan fungsi mitos Rombiya. Pada bab V dipaparkan kesimpulan dan saran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

8

BAB II

LANDASAN TEORI

Dalam landasan teori ini ada dua bagian yang akan dijelaskan yaitu

penelitian relevan dan kajian teori. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini

yaitu penelitian yang dilakukan oleh Liman (2013) dan penelitian yang dilakukan

oleh Karolus (2013). Selanjutnya pada bagian kajian teori, dipaparkan teori

tradisi lisan, sastra lisan, struktur mitos, fungsi mitos, dan upacara Nopahtung.

Berikut ini disajikan uraian mengenai kedua bagian tersebut.

A. Penelitian Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian peneliti adalah penelitian yang

berjudul Sastra Lisan Lamabaka Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata;

Klasifikasi dan Analisis Fungsi bagi Masyarakat. Penelitian itu diteliti oleh

Liman (2013). Penelitian Liman tersebut dilakukan dengan tujuan (1)

mendeskripsikan konteks sastra dan budaya masyarakat Lamabaka, (2)

mendeskripsikan klasifikasi sastra lisan masyarakat Lambaka, (3)

mendeskripsikan fungsi sastra lisan Lamabaka bagi masyarakat.

Metode yang dipakai oleh Liman dalam penelitian itu adalah penelitian

deskriptif kualitatif sedangkan objek yang diteliti adalah jenis dan fungsi sastra

lisan yang ada di kampung Lamabaka. Wujud data dalam penelitian Liman berupa

peribahasa atau ungkapan tradisional, teka-teki, mantra, pantun, dongeng,

legenda, mite. Sumber data dalam penelitian Liman adalah sastra lisan yang ada di

kampung Lamabaka. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

9

observasi dan metode wawancara. Dari hasil penelitian Liman dapat disimpulkan

bahwa masyarakat kampung Lamabaka Kecamatan Wulandoni Kabupaten

Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki lima jenis sastra lisan yang

tersebar di daerahnya yaitu (1) peribahasa, (2) teka-teki, (3) puisi rakyat, (4) cerita

rakyat, dan (5) nyanyian rakyat. Fungsi yang terkandung dalam peribahasa

Lamabaka adalah fungsi didaktis, fungsi pengungkapan emosional, dan fungsi

menyindir. Fungsi yang terkandung dalam teka-teki Lamabaka adalah fungsi

didaktis, fungsi menggoda, fungsi kontemplasi dan fungsi rekreatif, fungsi

informasi, fungsi sosial, dan fungsi religius. Fungsi yang terkandung dalam

nyanyian rakyat Lamabaka adalah fungsi pengiring kerja, fungsi pengungkapan

emosional, fungsi komunikasi dan infromasi, fungsi ritual, fungsi pengesah

pranata sosial, dan fungsi sosial.

Penelitian Liman relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

karena sama-sama meneliti tentang sastra lisan yang ada di masyarakat. Penelitian

yang dilakukan Liman dan peneliti sama-sama mengunakan metode deskriptif

kualitatif. Perbedaanya adalah objek penelitian yaitu jenis dan fungsi sastra lisan

Lamabaka Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata. Sementara itu, peneliti

meneliti struktur dan fungsi mitos dalam upacara Nopahtung suku Dayak Uud

Danum. Wujud data penelitian juga tidak sama, wujud data Liman berupa

peribahasa atau ungkapan tradisional, teka-teki, mantra, pantun, dongeng,

legenda, mite, sedangkan wujud data peneliti berupa mitos yang terdapat dalam

upacara Nopahtung. Metode yang peneliti gunakan untuk mengumpulkan data

yaitu metode observasi, wawancara dan dokumentasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

10

Penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian peneliti adalah

penelitian yang berjudul Tradisi Reba: Mitos Genealogis, Proses Ritual, Makna

dan Fungsi Reba bagi Masyarakat Ngadha di Flores, NTT. Penelitian itu diteliti

oleh Karolus (2013). Penelitian Karolus tersebut dilakukan dengan tujuan (1)

mendeskripsikan asal-usul tradisi Reba dalam konteks sejarah dan budaya

Masyarakat Ngadha, (2) mendeskripsikan proses ritual pelaksanaan upacara Reba

di daerah Kabupaten Ngadha, dan (3) mendeskripsikan makna dan fungsi ritual

Reba bagi masyarakat Ngadha.

Pendekatan yang digunakan Karolus adalah pendekatan folklor. Landasan

teori yang digunakan sebagai referensi adalah mitos genealogis, ritual, makna dan

fungsi mitos. Karolus kemudian menggunakan metode etnografi dengan empat

teknik pengumpulan data yaitu pengamatan (obresvasi), wawancara, pencatatan,

dan dokumentasi.

Hasil penelitian Karolus menunjukan beberapa hal berikut. Pertama, asal-

usul budaya Reba yang mengisahkan latar belakang munculnya budaya Reba.

Kedua, ada empat tahap proses pelaksanaan ritual Reba, yaitu tahap persiapan,

tahap perayaan awal, tahap perayaan inti, dan tahap perayaan akhir. Ketiga, ada

dua makna yang terkandung dalam upacara Reba, yaitu: (a) makna historis, yang

mengisahkan perjalanan panjang nenek moyang orang Ngadha dan Saylon di

India menuju ke tempat tujuannya yaitu di Ngadha. Makna ini disampaikan

melalui upacara Su’i Uwi (pemotongan ubi) dan upacara O’Uwi (pemujaan ubi)

dan (b) makna persaudaraan yang menunjukan kepada larangan untuk tidak saling

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

11

bermusuhan kepada sesama. Sementara itu, fungsi dalam upacara Reba meliputi

fungsi sosial, fungsi magis, dan fungsi ajaran hidup.

Penelitian Karolus relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

karena sama-sama meneliti tradisi yang ada di masyarakat. Namun dalam

penelitian ini, peneliti menganalisis mitos yang terdapat dalam upacara

Nopahtung. Perbedaan penelitian peneliti dengan penelitian Karolus juga terdapat

pada pendekatan dan metode yang digunakan. Karolus menggunakan pendekatan

folklor dan metode etnografi sedangkan peneliti dalam penelitian ini akan

menggunakan pendekatan struktural untuk menganalisis struktur instrinsik mitos

yang ada dalam upacara Nopahtung. Harapan peneliti dengan menggunakan

pendekatan struktural ini, dapat merumuskan fungsi dari mitos tersebut.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti mengatakan bahwa penelitian yang

dilakukan oleh peneliti ini adalah sesuatu yang baru dan belum pernah diteliti oleh

peneliti sebelumnya.

B. Kajian Teori

Pada bab kajian teori ini, peneliti memaparkan teori yang dijadikan

landasan dalam penelitian ini. Pertama, tradisi lisan. Kedua, sastra lisan. Ketiga,

struktur mitos. Keempat, fungsi mitos. Kelima, upacara Nopahtung. Teori-teori

yang menjadi landasan penelitian ini dipaparkan sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

12

1. Tradisi Lisan

Tradisi lisan diartikan sebagai “segala wacana yang diucapkan meliputi

yang lisan dan yang beraksara” atau dikatakan juga sebagai “sistem wacana yang

bukan aksara” (Pudentia 2015: 3). Tradisi lisan atau dikenal dengan sastra rakyat

mencakup suatu bidang yang cukup luas, cerita-cerita, ungkapan, peribahasa,

nyanyian, tarian, adat resam, undang-undang, teka-teki, permainan (games),

kepercayaan dan perayaan (beliefs and festival) semuanya termasuk dalam sastra

rakyat (Sarumpaet, 2011: 2). Ratna (2011: 104), kemudian mengatakan tradisi

lisan secara definitif adalah berbagai kebiasaan dalam masyarakat yang hidup

secara lisan. UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural

Organization) memasukan sastra lisan sebagai bagian tradisi lisan (via Ratna,

2011: 105).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi lisan adalah

segala wacana yang diucapkan meliputi yang lisan dan beraksara (tidak lisan).

Tradisi lisan berupa cerita-cerita, ungkapan, peribahasa, nyanyian, tarian, adat

resam, undang-undang, teka-teki, permainan (games), kepercayaan dan perayaan

(beliefs and festival). Sastra lisan juga disimpulkan sebagai bagian dari tradisi

lisan.

2. Sastra Lisan

Taum (2011: 21-22), mengemukakan bahwa sastra lisan adalah

sekelompok teks yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan, yang

secara instrinsik mengandung sarana-sarana kesusastraan dan efek estetik dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

13

kaitannya dengan konteks moral maupun kultural dari sekelompok masyarakat

tertentu. Pandangan Taum mengungkapkan bahwa sastra lisan mengandung

sarana-sarana kesusastraan dan efek estetika sekelompok masyarakat tempat

sastra itu berada.

Sastra lisan (oral literature) adalah bagian dari tradisi lisan (oral tradition)

atau yang biasanya dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral culture). Sastra

lisan berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang

diwariskan secara lisan dari satu generasi ke generasi lainnya (Vansina via Taum,

2011: 10). Sastra jenis ini kemudian dikenal sebagai folklore, cerita rakyat yang

telah mentradisi yang hidup dan dipertahankan oleh masyarakat pemiliknya

(Nurgiyantoro, 2005: 17).

Zaimar dalam Pudentia (2015: 374), mengatakan bahwa sastra lisan adalah

semua cerita yang sejak awalnya disampaikan secara lisan, tidak ada naskah

tertulis yang dapat dijadikan pegangan. Zaimar melanjutkan bahwa bentuk dari

sastra lisan berupa puisi, drama maupun prosa. Sastra lisan bersifat naratif namun,

sastra lisan juga tidak selalu bersifat naratif misalnya lagu-lagu, teka –teki, teks

humor, jampi-jampi dukun pada waktu mengobati orang sakit dan yang lainnya.

Danandjaja (via Taum, 2011: 23), mengemukakan ciri pengenal sastra

lisan, yaitu ada sembilan. Pertama, penyebaran dan pewarisannya biasanya

dilakukan secara lisan atau disertai gerak isyarat dan alat pembantu pengingat.

Kedua bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam

bentuk standar, disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

14

lama (paling sedikit dua generasi). Ketiga, berada dalam versi-versi bahkan

varian-varian yang berbeda. Keempat, bersifat anonim. Kelima, mempunyai

kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Ketujuh, bersifat pralogis,

yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.

Kedelapan, menjadi milik bersama kolektif tertentu, setiap anggota kolektif yang

bersangkutan merasa memilikinya. Kesembilan, pada umumnya bersifat polos dan

lugu sehingga seringkali tampak kasar, dan terlalu spontan.

Berdasarkan pada pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sastra lisan

adalah sastra yang disebarkan turun-temurun dari mulut ke mulut. Sastra lisan ada

yang bersifat naratif dan ada pula yang tidak bersifat naratif. Sastra lisan berupa

pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian, lagu-lagu, teka-teki, teks

humor, jampi-jampi dukun pada waktu mengobati orang sakit dan yang lainnya.

Sastra lisan dapat dikenali dengan ciri sebagai berikut: disebarkan dan diwariskan

secara lisan, bersifat tradisional, memiliki beberapa versi, bersifat anonim,

memiliki kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif, bersifat pralogis,

milik kolektif bersama tertentu, dan bersifat polos dan lugu. Dari pandangan di

atas juga dapat disimpulkan bahwa mitos merupakan bagian dari sastra lisan.

Bascom (via Taum, 2011: 67), mengatakan Mitos (myth) adalah sejenis

cerita prosa yang dipercaya kebenarannya oleh masyarakat pendukung cerita itu.

Mitos sebenarnya merupakan pengejawantahan dogma sehingga sifatnya sakral,

dan seringkali dihubungkan dengan ritual dan teologi. Mitos menjadi semacam

jawaban dari berbagai persoalan eksistensial pada saat manusia tidak mengerti,

bimbang, ataupun kehilangan orientasi. Para pelaku mitos umumnya bukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

15

manusia tetapi memiliki sifat-sifat manusia (misalnya binatang, dewa, ataupun

pahlawan budaya). Kejadiannya ditempatkan pada zaman purbakala, pada awal

mula dunia ketika dunia belum dimengerti seperti keadaannya yang sekarang, atau

dapat terjadi di sebuah dunia lain. Mitos biasanya mengungkapkan awal mula

dunia, awal mula manusia, kematian, atau menjelaskan etimologis binatang,

kekhasan geografis, dan fenomenan-fenomena alam lainnya.

Selain itu, Nurgiyantoro (2005: 172), menjelaskan bahwa mitos (myths)

adalah salah satu jenis cerita lama yang sering dikaitkan dengan dewa-dewa atau

kekuatan-kekuatan supranatural yang lain yang melebihi batas-batas kemampuan

manusia. Mitos berkisah tentang persoalan kehidupan yang di dalamnya terdapat

kehebatan-kehebatan tertentu yang di luar jangkauan nalar manusia, misalnya

bagaimana seorang tokoh mampu menunjukan kekuatannya untuk menundukkan

alam.

Dari beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa mitos adalah

cerita lama berupa prosa yang dipercaya oleh masyarakat pendukung cerita itu.

Peristiwa dalam mitos tidak dapat diketahui kapan terjadinya dan mitos bersifat

sakral karena sering berhubungan dengan ritual dan teologi. Mitos juga dapat

mengungkapkan alam pikiran masyarakat pendukungnya mengenai dunia sekitar.

Mengingat kisah Rombiya dalam upacara Nopahtung merupakan prosa yang

dipercaya oleh masyarakat suku Dayak Uud Danum dan peristiwanya tidak dapat

diketahui secara pasti serta berhubungan dengan ritual dan teologi, maka peneliti

mengatakan bahwa kisah Rombiya adalah sebuah mitos yang hidup di masyarakat

suku Dayak Uud Danum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

16

Waluyo (2011: 1), mengatakan prosa berasal dari kata “orate provorsa”

yang berarti uraian langsung, cerita langsung, atau karya sastra yang

menggunakan bahasa terurai. Dikatakan menggunakan bahasa terurai, artinya

tidak sama dengan puisi (menggunakan bahasa yang dipadatkan), dan tidak sama

dengan drama (menggunakan bahasa dialog).

Dari padangan di atas dapat disimpulkan bahwa mitos Rombiya yang

terkadung dalam upacara Nopahtung merupakan sastra lisan yang berbentuk cerita

prosa. Artinya, mitos Rombiya adalah karya sastra yang menggunakan bahasa

terurai. Mitos Rombiya bukanlah puisi dan tidak sama dengan drama.

3. Struktur Mitos

Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun (Depdiknas, 2008:

1341). Karya sastra kemudian disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua

unsur yang dimaksud ialah unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur instrinsik ialah

unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur

karya sastra, seperti: tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan

pelataran, serta pusat pengisahan (Mihardja, 2012: 4).

Berdasarkan pandangan Mihardja di atas dapat disimpulkan bahwa ada

dua unsur di dalam sebuah karya sastra yaitu unsur instrinsik dan ekstrinsik.

Unsur instrinsik berupa tema, tokoh, dan penokohan, alur dan pengaluran, latar

dan pelataran, dan pusat pengisahan. Pada penelitian ini peneliti hanya akan fokus

menganalisis tema, tokoh, alur dan latar saja karena keempat unsur tersebut

merupakan unsur dasar pembangun sebuah karya sastra.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

17

a. Tokoh

Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra (Mihardja, 2012: 5). Secara garis

besar, tokoh yang menyebabkan konflik disebut tokoh protagonis dan antagonis.

Tokoh protagonis adalah tokoh yang mendukung jalannya cerita sebagai tokoh

yang mendatangkan simpati atau tokoh baik. Tokoh antagonis merupakan

kebalikan dari tokoh protagonis, tokoh antagonis adalah tokoh yang menentang

arus cerita atau yang menimbulkan perasaan antipati atau benci pada diri pembaca

(Waluyo, 2014: 19).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah

pelaku dalam karya sasta. Tokoh kemudian dibagi menjadi dua, yaitu tokoh

antagonis dan protagonis. Kedua tokoh inilah yang nantinya akan menyebabkan

konflik.

b. Alur

Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan

sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu, bulat dan utuh

(Mihardja, 2012: 6). Alur atau plot juga sering disebut kerangka cerita, yaitu

jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukan hubungan sebab

dan akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa

yang akan datang (Waluyo, 2014: 9).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah

rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat. Alur atau plot sering

disebut kerangka cerita yang kemudian disusun dalam urutan waktu yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

18

menunjukan hubungan sebab akibat sehinga pembaca akan menebak-nebak

peristiwa yang akan datang. Sudjiman (1988: 30), menggambarkan struktur alur

secara umum sebagai berikut.

1. paparan (exposition)

Awal 2. rangsangan (inciting moment)

3. gawatan (rising action)

4. tikaian (conflick)

Tengah 5. rumitan (complication)

6. klimaks

7. leraian (falling action)

Akhir 8. selesaian (denouement)

Berikut ini adalah struktur alur menurut Sudjiman (1988: 31). Paparan

adalah penyampaian informasi kepada pembaca. Informasi yang dimaksud yaitu

keterangan sekadarnya untuk memudahkan pembaca mengikuti kisah selanjutnya.

Situasi yang digambarkan pada bagian awal harus membuka kemungkinan cerita

itu berkembang.

Kemudian, rangsangan yaitu peristiwa yang mengawali timbulnya

gawatan. Rangsangan sering timbul oleh masuknya seorang tokoh baru yang

berlaku sebagai katalisator dalam (Sudjiman, 1986: 32). Selanjutnya, gawatan.

Sarana lain untuk menciptakan tegangan ini ialah padahan (foreshadowing);

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

19

pengarang memasukkan butir-butir cerita yang membayangkan akan terjadinya

sesuatu, atau seolah-olah mempersiapkan peristiwa yang akan datang.

Tikaian ialah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan

yang bertentangan dalam (Sudjiman 1986:34). Rumitan adalah perkembangan

dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita dalam (Sudjiman, 1986: 35).

Selanjutnya, klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya.

Bagian struktur alur sesudah klimaks meliputi leraian yang menunjukan

perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Selesaian yang dimaksud bukan

penyelesaian yang dihadapi tokoh cerita. Selesaian adalah bagian akhir atau

penutup cerita.

c. Latar

Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-

peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra (Mihardja, 2012: 7). Waluyo

(2014: 23) kemudian mengatakan bahwa setting adalah tempat kejadian cerita.

Tempat kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik, aspek sosiologis, dan

aspek psikis.

Setting juga dapat dikaitkan dengan tempat dan waktu. Jika dikaitkan

dengan tempat, dapat dirinci dari tempat yang luas, misalnya negara, provinsi,

kota, desa, di dalam rumah, di luar rumah, di jalan, di sawah, di sungai, di tepi

laut, dan sebagainya. Adapun fungsi setting adalah untuk: (1) mempertegas watak

pelaku; (2) memberikan tekanan pada tema cerita; (3) mempertegas tema yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

20

disampaikan; (4) metafora bagi situasi psikis pelaku; (5) sebagai pemberi atmosfir

(kesan); (6) memperkuat posisi plot.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan latar atau setting adalah

tempat atau waktu terjadinya peristiwa yang terjadi dalam karya sastra. Tempat

kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik, sosiologis maupun aspek psikis

namun dapat juga berkaitan dengan tempat dan waktu. Adapun fungsi latar atau

setting adalah untuk mempertegas watak pelaku, memberikan tekanan pada tema

cerita, mempertegas tema yang disampaikan, metafora bagi situasi psikis pelaku,

sebagai pemberi atmosfir (kesan) dan untuk memperkuat posisi plot.

d. Tema

Mihardja (2012: 5) mengatakan tema ialah persoalan yang menduduki

tempat utama dalam karya sastra. Waluyo (2014:7), mengatakan tema adalah

gagasan pokok dalam cerita fiksi. Waluyo (2014:8), kemudian mengklasifikasi

tema cerita menjadi lima jenis, yaitu: (1) tema yang bersifat fisik; (2) tema

organik; (3) tema sosial; (4) tema egoik (reaksi pribadi); dan (5) tema divine

(ketuhanan). Tema yang bersifat fisik menyangkut inti cerita yang bersangkut

paut dengan kebutuhan fisik manusia, misalnya tentang cinta, perjuangan mencari

nafkah, hubungan perdagangan, dan sebagainya; tema yang bersifat organik atau

moral, menyangkut soal hubungan antara manusia, misalnya penipuan, masalah

keluarga, problem politik, ekonomi, adat, tatacara, dan sebagainya. Tema yang

bersifat sosial berkaitan dengan problem kemasyarakatan. Tema egoik atau reaksi

individual, berkaitan dengan protes pribadi kepada ketidakadilan, kekuasaan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

21

berlebihan, dan pertentangan individu. Tema divine (ketuhanan) menyangkut

renungan yang bersifat religius hubungan manusia dengan Sang Khalik.

Berdasarkan pandangan Mihardja dan Waluyo mengenai tema dapat

disimpulkan bahwa tema adalah gagasan pokok atau persoalan yang menduduki

tempat utama dalam karya sastra. Ada lima jenis tema, yaitu tema yang bersifat

fisik, tema organik, tema sosial, tema egoik, dan tema divine.

4. Fungsi Mitos

Fungsi adalah kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat

(Depdiknas, 2008: 401). Bascom (Danandjaja, 1997: 19) mengatakan ada empat

fungsi mitos. Fungsi pertama, sebagai proyeksi (projective system) yaitu sebagai

alat pencermin angan-angan suatu kolektif. Fungsi kedua sebagai alat pengesahan

pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Fungsi ketiga sebagai alat

pendidikan anak (pedagogical device). Fungsi keempat sebagai alat pemaksa dan

pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota koletifnya.

Menurut pandangan Mircea Eliade (via Susanto, 1987: 92), fungsi mitos

yang utama ialah menetapkan contoh model bagi semua tindakan manusia, baik

dalam upacara-upacara maupun dalam kegiatan sehari-hari yang bermakna,

misalnya makan, seksualitas, pekerjaan, pendidikan, dsb. Selain itu, mitos juga

berperan sebagai sarana penyembuhan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi adalah manfaat atau

kegunaan sesuatu. Mitos berfungsi sebagai sistem pencermin angan-angan suatu

kolektif, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

22

kebudayaan, sebagai alat pendidik anak, sebagai alat pemaksa dan pengawas agar

noma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya, sebagai contoh

model bagi semua tindakan manusia, baik dalam upacara-upacara maupun dalam

kegiatan sehari-hari yang bermakna, dan sebagai sarana penyembuhan.

Selanjutnya, fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegunaan mitos

Rombiya yang berbentuk prosa cerita bagi kehidupan masyarakat suku Dayak

Uud Danum.

5. Upacara Nopahtung

Upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan

tertentu menurut adat atau agama (Depdiknas, 2008: 1533). Nopahtung berasal

dari kata pahtung dalam bahasa Indonesia yang berarti patung. Nopahtung adalah

tradisi menyembuhkan orang sakit dengan menggunakan kayu, abu, batu, rotan

sebagai patung untuk menggantikan roh orang yang sakit di dunia roh. Patung ini

berguna sebagai alat untuk menebus dan menggantikan roh orang yang sakit.

Media itulah yang kemudian disebut sebagai pahtung.

Dari pengertian di atas, upacara Nopahtung dapat disimpulkan sebagai

rangkaian tindakan yang dilakukan oleh suku Dayak Uud Danum untuk

menyembuhkan orang sakit. Media yang digunakan sebagai pengganti roh orang

yang sakit di dunia roh berupa kayu, abu, batu dan rotan. Dalam proses upacara

Nopahtung ini terdapat mitos Rombiya. Mitos Rombiya adalah mitos yang

dipercaya oleh suku Dayak Uud Danum. Mitos ini mengisahkan tentang seorang

gadis yang menikah dengan roh halus dan berhasil selamat setelah melakukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

23

upacara Nopahtung. Suku Dayak Uud Danum percaya bahwa mitos Rombiya

benar-benar pernah terjadi pada zaman dahulu. Mitos ini kemudian menjadi asal-

mula dilakukannya tradisi penyembuhan orang sakit yang disebut dengan upacara

Nopahtung.

Mitos Rombiya dapat disimpulkan sebagai kisah yang dipercaya benar-

benar pernah terjadi oleh masyarakat suku Dayak Uud Danum. Mitos ini

mengisahkan tentang seorang gadis yang terbebas dari suaminya yang merupakan

roh halus. Mitos inilah yang kemudian menjadi awal-mula dilakukannya upacara

Nopahtung untuk menyembuhkan orang sakit di suku Dayak Uud Danum hingga

kini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

24

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bagian metode penelitian ini disajikan: jenis penelitian, sumber data

dan data penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,

metode dan teknik analisis data. Berikut ini disajikan kelima butir yaitu.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini berawal dari tradisi suku Dayak Uud Danum yang tersebar

di Kecamatan Serawai dan Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang. Suku Dayak

Uud Danum memiliki upacara untuk menyembuhkan orang sakit. Upacara ini

dilakukan berdasarkan dari kepercayaan masyarakat akan roh halus.

Oleh karena itu, upacara tersebut cocok untuk diteliti secara kualitatif.

Metode penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan

pendekatan struktural. Adapun metode kualitatif deskriptif adalah penelitian yang

melibatkan kegiatan ontologis. Data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata,

kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih bermakna dan mampu memacu

timbulnya pemahaman yang lebih nyata daripada sekedar sajian angka atau

frekuensi (Sutopo, 2006: 40).

B. Sumber Data dan Data Penelitian

Data adalah sumber informasi yang akan diseleksi sebagai bahan analisis.

Kualitas dan ketepatan pengambilan data tergantung pada ketajaman menyeleksi

yang dipandu oleh penguasaan konsep dan teori (Siswantoro, 2014: 70).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

25

Siswantoro (2014: 72), mengatakan sumber data terkait dengan subjek penelitian

dari mana data diperoleh. Subjek penelitian sastra adalah teks-teks novel, novela,

cerita pendek, drama dan puisi.

Adapun wujud data dalam penelitian ini berupa mitos yang terdapat

dalam upacara Nopahtung di suku Dayak Uud Danum. Selanjutnya, sumber data

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang-orang yang menguasai mitos

Rombiya. Dari orang-orang yang menguasai mitos Rombiya ini peneliti akan

memperoleh data.

C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam kegiatan pengumpulan data adalah dengan

cara observasi, wawancara, dan dokumetasi. Metode observasi adalah metode

pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui

pengamatan dan penginderaan (Bugin, 2011: 118). Peneliti turun langsung ke

lapangan guna menghimpun data penelitian.

Dalam kegiatan ini, peneliti turun ke tiga desa yaitu: Desa Baras Nabun,

Desa Kemangai, dan Desa Keremoi. Peneliti memilih ketiga desa ini karena

peneliti mengetahui orang-orang yang menguasai mitos Rombiya. Peneliti

mengamati dan mendokumentasikan cara pelaksanaan upacara Nopahtung dan

juga praktiknya hingga selesai. Metode wawancara mendalam adalah proses

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil

bertatap muka antara pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai,

dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, pewawancara dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

26

informan akan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bugin, 2011:

111). Sehubungan dengan itu, peneliti melakukan wawancara tidak terarah

terhadap informan yang telah ditentukan untuk melengkapi informasi yang dirasa

kurang oleh penelliti.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif

sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih

informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulkan data, menilai kualitas

data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya

(Sugiyono, 2012: 222). Siswantoro (2014: 73) mengatakan bahwa posisi peneliti

sebagai instrumen terkait dengan ciri penelitian sastra yang berorientasi kepada

teks, bukan kepada sekelompok individu yang menerima perlakukan tertentu

(treatment).

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peneliti berfungsi

menetapkan fokus penelitian, memilih informan, mengumpulkan data, menilai

kualitas data, menganalisis dan menafsirkan data, serta membuat kesimpulan.

Posisi peneliti sebagai instrumen terkait dengan ciri penelitian sastra yang

berorientasi kepada teks. Dalam hal ini, kualitas data yang diperoleh tergantung

pada peneliti itu sendiri.

E. Metode dan Teknik Analisis Data

Dalam konteks penelitian terhadap sastra lisan suku Dayak Uud Danum,

analisis data dilakukan dengan mengkaji hasil dokumentasi yang berupa rekaman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

27

dan video untuk memperoleh tata upacara Nopahtung dan juga mitos dalam

upacara tersebut. Hasil wawancara digunakan jika ada informasi yang dirasa

kurang oleh peneliti. Data yang terkumpul ditranskripsikan kemudian

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Selanjutnya, peneliti akan menganalisis struktur dan fungsi mitos yang ada

dalam upacara Nopahtung. Peneliti menganalisis struktur dan fungsi mitos sesuai

dengan teori yang telah dikemukakan. Hasil analisis data tersebut kemudian

disajikan secara deskriptif.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

28

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang diperoleh yaitu upacara Nopahtung merupakan

upacara yang masih ada hingga kini di masyarakat suku Dayak Uud Danum.

Upacara Nopahtung mengandung sastra lisan yang berupa cerita mitos dan

mantra. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengkaji dan mengalisis cerita prosa

rakyat yang berupa mitos dalam upacara Nopahtung.

Hasil analisis dan pembahasan akan diuraikan menjadi beberapa bagian.

Bagian pertama yaitu deskripsi upacara Nopahtung masyarakat suku Dayak Uud

Danum. Bagian kedua adalah analisis struktur mitos Rombiya. Bagian ketiga

adalah fungsi mitos dalam upacara Nopahtung.

A. Tradisi Upacara Nopahtung

Upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan

tertentu menurut adat atau agama (Depdiknas, 2008: 1533). Upacara Nopahtung

dilakukan untuk menyembuhkan orang sakit. Berikut ini adalah deskripsi upacara

Nopahtung dan proses upacara Nopahtung.

1. Upacara Nopahtung

Kata nopahtung berasal dari kata pahtung (dalam bahasa Dayak Uud

Danum) yang berarti patung dalam bahasa Indonesia. Maksud patung di sini yaitu

patung tersebut dianggap sebagai pengganti dari roh orang yang melakukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

29

upacara. Nopahtung secara sederhana disimpulkan sebagai upacara penyembuhan

orang sakit yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Uud Danum untuk

mengembalikan roh manusia. Masyarakat suku Dayak Uud Danum percaya

bahwa ketika seseorang bermimpi buruk, sakit atau tubuh yang tampak tidak sehat

serta ketika ada anggota keluarga yang meninggal, roh manusia sedang tersesat.

Maka dari itu, untuk mengembalikan roh tersebut dilakukannya upacara

Nopahtung.

Upacara Nopahtung ini berawal dari mitos seorang gadis yang bernama

Rombiya, yang menikah dengan roh halus karena perkataannya sendiri. Namun,

Rombiya selamat karena melakukan upacara Nopahtung. Masyarakat suku Dayak

Uud Danum kemudian hingga kini terus melakukan upacara Nopahtung dengan

menuturkan kembali kisah yang dialami oleh Rombiya dengan harapan

pembebasan roh Rombiya dari roh halus dapat terjadi pula pada orang-orang masa

kini.

Orang yang memimpin upacara Nopahtung ini adalah orang yang

menguasai mitos Rombiya. Ada empat media yang biasa digunakan sebagai

patung untuk upacara ini. Empat media tersebut berupa kayu pahting jorik (jenis

kayu yang sering digunakan sebagai kayu api), abu dapur, rotan, dan batu. Setiap

upacara Nopahtung menggunakan media-media tersebut memiliki cerita sendiri-

sendiri. Penggunaan media untuk melakukan upacara disesuaikan dengan

kebiasaan setiap dukun, karena di lapangan ditemukan bahwa ada sedikit

perbedaan antara dukun yang satu dengan dukun yang lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

30

Upacara Nopahtung sendiri merupakan wujud kepercayaan masyarakat

suku Dayak Uud Danum akan roh leluhur. Pemujaan terhadap roh leluhur ini

merupakan identitas dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat suku Dayak Uud

Danum percaya akan adanya rewuk rio (dunia orang yang sudah meninggal).

Dunia orang yang sudah meninggal ini diyakini berada di sekitar mereka, hanya

saja tak kasat mata.

Pemujaan terhadap roh leluhur dilakukan dengan memberikan sesajian

pada saat-saat tertentu. Pemberian sesajian itu dilakukan misalnya saat

mengadakan pesta ataupun saat hari raya keagamaan seperti Natal, tahun baru dan

Paskah karena pada hari-hari raya itulah seluruh anggota keluarga bisa berkumpul

bersama-sama. Pemberian sesajian tersebut berupa makanan atau minuman.

Tujuan pemberian sesajian ini agar roh leluhur dapat melindungi suku Dayak Uud

Danum dari segala sesuatu yang jahat atau buruk. Pemujaan terhadap roh leluhur

biasanya dilakukan di makam anggota keluarga yang sudah meninggal dunia.

Selain percaya akan roh leluhur, suku Dayak Uud Danum juga percaya

bahwa di sekitar mereka terdapat pula dunia makhluk halus yang tidak dapat

dilihat secara langsung. Makhluk halus ini tinggal dan hidup sama seperti mereka,

hanya saja makhluk halus ini diyakini mendiami tempat-tempat yang angker atau

keramat. Tempat-tempat keramat tersebut, misalnya seperti di pohon beringin,

pohon-pohon besar, batu-batu besar, air terjun, ataupun tempat-tempat di pinggir

sungai yang tampak keramat. Di tempat-tempat itulah suku Dayak Uud Danum

meletakan sesajian baik dengan tujuan meminta keselamatan maupun kekayaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

31

Wujud dari kepercayaan akan makhluk halus ini dilakukan dengan

mendirikan tojahan (bangunan berupa pondok kecil untuk menyimpan sesajian).

Tojahan biasanya didirikan di tempat-tempat yang dianggap dihuni oleh mahkluk

halus. Tujuan dilakukannya pemujaan terhadap mahkluk halus ini untuk meminta

kekayaan dan kesuksesan dalam segala macam usaha yang dilakukan.

Selain itu, masyarakat suku Dayak Uud Danum juga percaya akan Tuhan.

Tuhan dari suku Dayak Uud Danum ini disebut Ta’ala. Ta’ala di sini diyakini

sebagai penguasa langit dan bumi beserta seluruh isinya. Oleh karena itu, suku

Dayak Uud Danum sangat menjaga tingkah laku dan juga cara hidup agar dapat

hidup berdampingan dengan damai dan tenteram.

Upacara Nopahtung berawal dari mitos tentang seorang gadis bernama

Rombiya. Mitos ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat suku Dayak Uud

Danum akan roh atau makhluk halus. Peneliti memperoleh tiga teks mitos di

lokasi penelitian dari tiga narasumber yang berbeda. Berikut ini adalah cerita

singkat dari mitos Rombiya.

Teks A

Rombiya adalah seorang gadis yang sangat cantik, sudah

banyak laki-laki yang datang ke rumahnya untuk datang

melamar. Tetapi tidak ada satu pun yang ia nikahi. Jika ia mau

menerima lamaran dari orang yang datang ke rumahnya,

orangtuanya yang tidak setuju. Begitu pula sebaliknya. Akhirnya,

Rombiya pun berkata bahwa ia akan menikah jika dilamar oleh

Awak Kesanduk. Adapun Awak Kesanduk adalah nama hantu

yang mendiami kodiring (rumah untuk menyimpan abu atau

tulang-belulang dari orang yang sudah meninggal). Konon,

kabar tersebut akhirnya terdengar oleh Awak Kesanduk melalui

angin ribut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

32

Awak Kesanduk kemudian datang ke rumah Rombiya

pada malam itu juga bersama dengan para roh yang lainnya

untuk melamar Rombiya. Awak Kesanduk melamar Rombiya

sesuai dengan adat tradisi yang berlaku di masyarakat Dayak

Uud Danum. Lamaran Awak Kesanduk pun diterima. Orangtua

Rombiya segera mengadakan pesta pernikahan mereka pada

malam itu juga. Namun, setelah pesta berakhir, Awak Kesanduk

tidak seperti mempelai pada umumnya yang biasanya akan

tinggal menetap beberapa hari di rumah mertuanya setelah pesta

pernikahan berlangsung.

Awak Kesanduk berpamitan untuk segera pulang pada

malam hari ketika ia melamar dan menikahi Rombiya. Tentu saja

Rombiya harus ikut karena sesuai adat, pihak perempuan harus

ikut serta pihak laki-laki. Rombiya pun pergi dengan berbekalkan

makanan dan juga ditemani oleh adiknya atas permintaan ibunya

karena khawatir akan Rombiya.

Berangkatlah mereka malam itu menuju rumah Awak

Kesanduk. Sesampainya di sana, Awak meminta Rombiya untuk

tinggal di rumahnya yang paling besar, di antara rumah yang

lain dan nyala api pelitanya lebih terang. Awak kemudian

mengatakan bahwa ia akan membuat sampannya di hilir

kampung sehingga Rombiya dan adiknya akan tinggal sendirian

di rumah.

Masuklah Rombiya ke dalam rumah suaminya, betapa

bahagiannya ia melihat rumah yang besar dan luas. Ia tak henti-

hentinya bersyukur akan tetapi berbeda halnya dengan adiknya.

Adiknya hanya duduk termenung. Malampun semakin larut dan

mereka pun tertidur.

Pada pagi harinya, Rombiya terbangun dan tanpa sadar

kepalanya membentur atap rumah. Ia terkejut ketika melihat

rumahnya telah berubah menjadi kecil dan sempit. Ia berjalan ke

sana-kemari untuk mencari dapur dan pintu untuk keluar namun

nihil.

Ia dan adiknya mulai kelaparan, bekal yang dibawa dari

rumah sudah basi karena sudah beberapa hari lamanya. Pada saat

seperti itu melompatlah seekor tikus. Tikus itu sibuk naik turun

memanjat tiang rumah. Rombiya meminta adiknya untuk

memberinya parang agar tikus itu mati namun, tikus tersebut

ternyata bisa berbicara dan mengatakan bahwa ia adalah nenek

moyang dari Rombiya. Pada akhirnya, tikus itulah yang

mengeluarkan mereka berdua dari rumah yang ternyata adalah

kodiring. Tikus itu mengeluarkan Rombiya dan adiknya dengan cara

menggigit dinding kodiring hingga dapat dilewati oleh Rombiya dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

33

adiknya. Saat Rombiya akan pulang ke rumah ibunya, tikus itu

berpesan agar Rombiya melakukan ritual Nopahtung untuk

mengembalikan rohnya yang masih ada di Rewuk rio. Rombiya pun

akhirnya pulang dengan keadaan yang sangat memprihatinkan, ia

memberitahukan ibunya lalu ibunya melakukan seperti yang

dikatakan oleh tikus jelmaan nenek moyangnya. Rombiya pun

berangsur-angsur pulih seperti sedia kala.

Teks B

Rombiya adalah anak tunggal yang sangat cantik, orang

tuanya sangatlah kaya raya. Oleh karena kecantikkannya, banyak

pria yang datang ke rumahnya untuk melamar. Akan tetapi, di

antara lamaran itu tidak ada satu pun yang diterima. Jika

orangtuanya setuju, Rombiyalah yang tidak setuju. Begitu pula

sebaliknya.

Orang-orang pun tak henti-hentinya datang untuk melamar

Rombiya. Orang tua Rombiya kemudian memutuskan untuk tinggal

di ladang karena sudah tidak sanggup menghadapi orang-orang

yang datang silih berganti. Rombiya pun meminta ibunya untuk

tidak perlu khawatir karena dia akan menikah jika dilamar oleh

orang bernama Romamang Sandung. Orangtuanya pun pergi ke

ladang dan tinggallah Rombiya sendirian di rumah.

Ucapan Rombiya ternyata terdengar juga oleh Romamang.

Romamang pun datang dengan menaiki rumbang urak (tempat

makanan babi yang terbuat dari kayu bulat yang dilubangi) sebagai

perahunya. Anehnya, saat akan berangkat Romamang mendayung

perahunya sekuat tenaga ke arah hilir dan kemudian perahu

tersebut bergerak ke hulu dengan sendirinya. Ia pun sampai di

lanting (seperti rakit tetapi lebih besar) Rombiya dan naik ke rumah

untuk melamar dan meminta Rombiya turut bersamanya pulang ke

rumah Romamang.

Awalnya Rombiya ragu karena mengingat orangtuanya

masih di ladang. Namun, Romamang terus mendesak. Akhirnya

Rombiya bersedia untuk turut bersama Romamang. Ia pun akhirnya

menitip pesan pada tetangga sebelah rumahnya dan kemudian

berangkat dengan membawa pakaian, beras, parang dan juga

seekor anak anjingnya.

Naiklah ia ke perahu Romamang. Saat akan menuju ke hilir,

Romamang mendayung sekuat tenaga ke arah hulu dan kemudian

perahu itu meluncur dengan sendirinya ke hilir dan mereka pun

sampai di rumah Romamang. Di sana Rombiya disambut dengan

pesta. Setelah semuanya selesai, Romamang berpesan padanya

untuk menyiapkan makanan untuk bekalnya membuat perahu di hilir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

34

kampung itu. Rombiya pun melakukan seperti yang dikatakan oleh

suaminya.

Setelah beberapa hari tinggal di rumah suaminya, aktivitas

di rumah tersebut tidak seperti manusia pada umumnya. Jika siang

hari Rombiya masak, mencuci dan sebagainya, keluarga dari pihak

suaminya tidur nyenyak. Akan tetapi saat malam hari, Rombiya

tidak dapat tidur karena keluarga suaminya sibuk memberi makan

ternak, menumbuk padi, dan memasak. Rombiya pun mulai merasa

tidak tahan tinggal di situ.

Pada suatu hari ia pergi mencari rebung bersama dengan

anak anjingnya. Banyak sekali rebung yang ia peroleh. Saat tengah

mengambil rebung tiba-tiba melompatlah seekor kancil. Rombiya

berteriak menyuruh anjingnya untuk menangkap kancil tersebut.

Namun, kancil tersebut ternyata bisa berbicara dan memintanya

untuk tidak menangkapnya. Kancil itu juga mengatakan bahwa

tidak seharusnya Rombiya berada di tempat tersebut dan meminta

Rombiya untuk pulang ke rumah orangtua Rombiya. Ia juga berjanji

akan menunjukan jalan untuk Rombiya. Rombiya pun pulang ke

rumah Romamang untuk mengambil barang-barangnya dan segera

mengikuti kancil. Di tengah perjalanan, kancil berpesan agar

Rombiya melakukan ritual nopahtung pada saat senja. Kancil

mengatakan bahwa patung tersebut nantinya yang akan menjadi

pengganti Rombiya di Rewuk rio sebagai istri Romamang.

Setelah berjalan beberapa lama, Rombiya pun sampai di

halaman rumah orangtuanya. Ia menceritakan semuanya kepada

orangtuanya bahwa ia ditolong oleh kancil. Tidak lupa juga untuk

meminta ibunya melakukan upacara Nopahtung seperti pesan si

kancil.

Teks C

Anak Rombiya sedang sakit dan tidak memiliki selera untuk

makan. Rombiya kemudian mengajak suaminya yang bernama

Romamang untuk menemaninya mencari ikan. Mereka berdua pun

berangkat. Saat mencari ikan, Rombiya sibuk menangkap ikan

sehingga tidak menghiraukan cuaca yang mendung dan ajakan

suaminya untuk pulang.

Tidak beberapa lama hujan pun turun, suaminya berlindung

di dalam batang pohon yang sudah tua. Saat berteduh, Romamang

tiba-tiba berubah menjadi rotan. Rombiya yang sedang menangkap

ikan akhirnya merasa kedinginan, ia segera mencari suaminya. Ia

memanggil suaminya, suaminya menjawab, tetapi Rombiya tidak

melihatnya. Suaminya akhirnya menggoyangkan dirinya yang sudah

berubah menjadi rotan. Rombiya sedih melihatnya. Suaminya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

35

berpesan agar Rombiya segera pulang ke rumah. Suaminya meminta

Rombiya untuk mengambil rotan dan melakukan upacara

Nopahtung jika ada anak cucu Rombiya yang sakit, kurus atau

bermimpi buruk. Akhirnya ia pulang ke rumah dan melakukan

seperti yang dikatakan oleh suaminya.

Dari mitos asal-usul tersebut, tokoh utamanya adalah Rombiya. Rombiya

adalah gadis yang menikah dengan Awak Kesanduk atau Romamang Sandung.

Pernikahan Rombiya tidak berakhir bahagia seperti kebanyakan orang. Hal

tersebut karena suaminya bukanlah manusia seperti halnya Rombiya. Suami

Rombiya pada teks A merupakan makhluk halus yang mendiami kodiring,

sedangkan pada teks B merupakan makhluk halus yang mendiami kuburan.

Pernikahan Rombiya itu ternyata nyaris merenggut nyawanya karena Rombiya

tidak bisa hidup seperti halnya yang dilakukan oleh suaminya. Berbeda dengan

teks C, suami Rombiya pada teks tersebut berubah menjadi rotan.

Dari ketiga teks di atas, yaitu teks A, B, dan C dapat disimpulkan bahwa

tradisi penyembuhan orang sakit (Nopahtung) merupakan wujud pengulangan dari

pengalaman seorang gadis pada zaman dahulu yang dianggap memang pernah

terjadi. Tradisi ini kemudian dilakukan agar orang yang sakit dapat sembuh

seperti halnya Rombiya yang terbebas dari roh halus yang menjadi suaminya pada

teks A dan teks B.

2. Proses Upacara

Upacara Nopahtung dilakukan ketika menjelang malam hari (senja).

Orang suku Dayak Uud Danum percaya bahwa senja hari adalah waktunya roh

halus berkeliaran. Roh halus memiliki dunia yang terbalik dengan dunia manusia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

36

Ada empat media yang biasa digunakan sebagai patung pengganti roh manusia

yang sakit yaitu berupa abu dapur, kayu, rotan dan batu. Berikut adalah deskripsi

upacara Nopahtung menggunakan abu dapur, kayu, rotan dan batu.

a. Nopahtung Menggunakan Abu Dapur

Nopahtung abu dilakukan jika ada salah satu anggota keluarga yang baru

saja meninggal dunia. Anggota keluarga tersebut akan meminta dukun untuk

melakukan upacara Nopahtung dengan tujuan agar roh yang sudah meninggal

tidak terus tinggal bersama orang-orang yang masih hidup. Sebelum melakukan

ritual, terlebih dahulu harus menyiapkan beberapa persyaratan, yaitu garam, abu,

manik, sirih pinang, telur ayam kampung yang sudah direbus, beras, dan parang.

Setelah persyaratannya lengkap, dukun akan membentuk abu menyerupai

tubuh manusia di atas sebuah alat penampi. Garam sebagai otaknya, manik-manik

sebagai matanya, sirih dan pinang sebagai makanannya, dan telur ayam kampung

(makanan) untuk menghidupkan patung di dunia roh. Abu itu nantinya yang akan

menggantikan keluarga yang masih hidup dan kemudian tinggal dan hidup

bersama dengan orang yang sudah meninggal dunia di rewuk rio (dunia roh).

Roh orang yang telah meninggal akan mengira bahwa abu tadi adalah

keluarganya. Keluarga yang masih hidup pun tidak akan diganggu oleh roh

anggota keluarga mereka yang sudah meninggal dunia. Selanjutnya, beras di taruh

di atas piring dan parang diletakkan di sampingnya. Sebelum mulai menuturkan

mitos Rombiya teks A, dukun akan memasangkan siro (gelang dari manik-manik)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

37

di tangannya agar rohnya tidak tersesat di alam orang yang sudah meninggal

dunia saat menuturkan.

Setelah selesai menuturkan mitos Rombiya, dukun akan berjalan keluar

rumah untuk membuang abu ke tanah atau menaburkannya ke sungai sambil

menuturkan mantra sebagai berikut.

Ahkuk permisik umbak ihkok cok jagak tanak danum hik

Hik ahkuk ngohaman topahtung korawuk

Ahkan koro bering tangak iyok hik nokuk rowuk tuhpik tapak nah

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Aku meminta izin kepada kamu yang menjaga tanah air ini

Ini aku menghanyutkan patung abu

Supaya seperti wajahnya ini menuju rumah mimpi

Setelah itu ia akan kembali ke rumah dan meminta orang yang di dalam

rumah untuk menggigit parang sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.

Mahang umat, mahang semenget

Mahang umat, mahang semenget

Mahang umat, mahang semenget

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Keras parang, keras juga rohmu

Keras parang, keras juga rohmu

Keras parang, keras juga rohmu

Mantra di atas diucapkan oleh dukun sebanyak tiga kali sambil meletakkan

parang di mulut orang yang sakit untuk digigit dan kemudian diletakkan kembali

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

38

ke kepala sebanyak tiga kali pula. Selanjutnya, dukun akan mengambil sedikit

beras yang ada di piring kemudian ditaburkan di kepala orang yang sakit sambil

berkata”kruss semenget” (kembalilah/pulanglah roh).

b. Nopahtung Menggunakan Kayu Pahting Jorik

Nopahtung menggunakan kayu pahting jorik dilakukan jika demam atau

bermimpi buruk. Adapun kayu pahting jorik adalah jenis kayu yang sering

digunakan sebagai kayu api karena ketika dibakar akan mudah terbakar namun

juga dapat bertahan lama. Persyaratan upacara Nopahtung menggunakan kayu

pahting jorik ini yaitu, kayu pahting jorik yang ujungnya sudah terbakar, beras

yang ditaruh di dalam piring, sebilah parang, siro, sirih pinang, dan rokok.

Sebelum upacara dimulai, dukun akan menata persyaratan itu terlebih

dahulu. Dukun akan menaruh siro untuk orang yang sakit di atas beras bersamaan

dengan sirih pinang dan rokok. Orang yang menguasai Nopahtung kemudian

meletakan parang di samping piring yang berisi beras serta persyaratan lainnya

dan memasangkan siro di kayu pahting jorik. Setelah semuanya siap, orang yang

menguasai Nopahtung akan menuturkan mitos Rombiya teks B sambil duduk

menghadap ke arah matahari terbit. Setelah mitos tersebut dituturkan, dukun akan

mengambil kayu pahting jorik dan membenturkan kebagian tubuh orang yang

diobati sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.

Icok duok toruk, huh.. ihik nah ahkan topahtung muk.

Ihkok hik ah topahtung, koro bering tangak iyok hik kak

Aoh ngeing ah koro iyok hik nah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

39

Ihok ah katik semenget moruan ah

Ihik nah cok ahkan nokuk rowuk tuhpik tapak na’ah

Poros pa’ak iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros kodaring iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros botih iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros karop iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros Cahpak iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros Kahang iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros beteng iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros berihkat iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros bahai iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros ujat iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Kijok kak poros kuhung iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Satu dua tiga, inilah sebagai patungmu

Kamu patung, akan seperti wajahnya

Suara dan perkataanmu sepertinya

Kamu adalah pengganti rohnya

Inilah yang akan pergi ke rumah mimpi

Sakit kakinya akan berpindah kepadamu

Sakit mata kakinya akan berpindah kepadamu

Sakit betisnya akan berpindah kepadamu

Sakit lututnya akan berpindah kepadamu

Sakit pahanya akan berpindah kepadamu

Sakit pinggangnya akan berpindah kepadamu

Sakit rusuknya akan berpindah kepadamu

Sakit bahunya akan berpindah kepadamu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

40

Sakit lehernya akan berpindah kepadamu

Sakit kepalanya akan berpindah kepadamu

Dukun kemudian meminta orang yang melakukan topahtung untuk

meludah kemudian menolak topahtung dengan tangan kiri sambil mengucapkan.

Ijok nah ihkok hik ah hik nah ahkuk

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Inilah yang akan menjadi penggantiku

Setelah selesai, dukun akan membawa kayu, beras, rokok, dan tembakau

dalam sebuah kain yang tidak koyak. Dukun pergi ke sungai sambil membawa

sebilah parang. Sesampainya di tanah atau di sungai, dukun akan mengayunkan

parang ke dalam air atau ke tanah sebanyak tiga kali sambil mengucapkan mantra

sebagai berikut.

Ahkuk permisik umbak ihkok cok jagak tanak danum hik

Hik ahkuk ngohaman topahtung pahting jorik

Ahkan koro bering tangak iyok hik nokuk rowuk tuhpik tapak nah

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Aku meminta izin kepada kamu yang menjaga tanah air ini

Ini aku menghanyutkan patung pahting jorik

Supaya seperti wajahnya ini menuju rumah mimpi

Dukun membuang kayu ke sungai dan kembali ke rumah. Ketika sampai

di rumah, tuan rumah harus menyirami kaki dukun tersebut dan dukun akan

bertanya:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

41

Beh koro ah nah nih?

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Bagaimana keadaannya sekarang?

Saat dukun bertanya seperti itu, tuan rumah harus menjawab:

Oo.. uas nomarang sokai nah, marok inun nguan iyok nah

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Oo.. sudah melompat sekarang, sudah sehat kembali

Mendengar jawaban seperti itu, dukun akan masuk ke dalam rumah.

Melepaskan kain yang digunakan untuk menyimpan beras. Dukun kemudian

masangkan siro ke tangan orang yang sakit sambil mengucapkan mantra sebagai

berikut.

Mahtok sarak mbak nusak monasak

Sarak mbak ja’ang karop

Sarak mbak tuhpik tapak

Sarak mbak ondam oros

Mahtok sorung, sorung nah ihkok nguan pomorum muk

Iyam ihkok nusak monasak

Iyam ihkok nuhpik ngapak

Iyam ihkok mondam poros

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Masang salah dari sakit yang diderita

Salah dari rahang dan lutut

Salah dari mimpi-mimpi

Salah dari sakit derita

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

42

Masang jadi, berhasillah kamu dalam hidupmu

Kamu tidak sakit demam

Kamu tidak bermimpi buruk

Kamu tidak sakit

Dukun mengambil beras dan menaruhnya di kepala orang yang sakit

sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.

Cok..duo..toruk..ohpat..rimok..onom..pihtuk..

Kruss.. semenget muk..

Pihtuk semenget muk burik uras

Burik nokuk uwang behtim muk nai

Koro manuk burik nokuk kosarah ah

Koro urak burik nokuk pahkok ah

Kijok nah semenget muk burik nokuk usim behtim muk nai

Iyam nah mondam poros

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Satu.. dua.. tiga.. empat.. lima.. enam.. tujuh..

Kruss.. roh mu

Tujuh rohmu kembali semua

Kembali ke dalam tubuhmu

Seperti ayam pulang ke sangkarnya

Seperti babi pulang ke kandangnya

Seperti itulah rohmu kembali ke dalam darah dagingmu

Sehingga tidak lagi sakit

Ritual itu kemudian dilanjutkan dengan menggigit parang, dukun akan

mengambil parang dan meminta orang yang sakit untuk menggigit parang dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

43

kemudian ditaruh di atas kepala sebanyak tiga kali sambil mengucapkan mantra

sebagai berikut.

Mahang iso, kak mahang semenget muk

Mahang iso, kak mahang semenget muk

Mahang iso, kak mahang semenget muk

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Keras parang, keras juga rohmu

Keras parang, keras juga rohmu

Keras parang, keras juga rohmu

Setelah upacara selesai, diharapkan orang yang sakit dapat terbebas dari

roh halus serta penyakitnya. Orang yang sakit akan menjadi sehat kembali sama

seperti Rombiya.

c. Nopahtung Menggunakan Rotan (Uoi Cohkok)

Upacara Nopahtung menggunakan rotan dilakukan jika orang bermimpi

tersesat atau sakit. Adapun persyaratannya, yaitu rotan serta beras dimasukan ke

dalam piring, sirih pinang, siro dan parang. Dukun dan orang yang sakit akan

melakukan upacara saat petang dengan menghadap ke arah matahari terbit.

Dukun kemudian mulai menuturkan mitos Rombiya teks C.

Selanjutnya, setelah menurutkan mitos Rombiya, dukun akan mengambil

rotan. Dukun kemudian membenturkan rotan tersebut ke tubuh orang yang sakit

sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

44

Icok duok toruk, huh.. ihik nah ahkan topahtung muk.

Ihkok hik ah topahtung, koro bering tangak iyok hik kak

Aoh ngeing ah koro iyok hik nah

Ihok ah katik semenget moruan ah

Ihik nah cok ahkan nokuk rowuk tuhpik tapak na’ah

Poros pa’ak iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros kodaring iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros botih iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros karop iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros Cahpak iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros Kahang iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros beteng iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros berihkat iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros bahai iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Poros ujat iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Kijok kak poros kuhung iyok jahkat nokuk ihkok topahtung

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Satu dua tiga, inilah sebagai patungmu

Kamu patung, akan seperti wajahnya

Suara dan perkataanmu sepertinya

Kamu adalah pengganti rohnya

Inilah yang akan pergi ke rumah mimpi

Sakit kakinya akan berpindah kepadamu

Sakit mata kakinya akan berpindah kepadamu

Sakit betisnya akan berpindah kepadamu

Sakit lututnya akan berpindah kepadamu

Sakit pahanya akan berpindah kepadamu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

45

Sakit pinggangnya akan berpindah kepadamu

Sakit rusuknya akan berpindah kepadamu

Sakit bahunya akan berpindah kepadamu

Sakit lehernya akan berpindah kepadamu

Sakit kepalanya akan berpindah kepadamu

Setelah membenturkan rotan ke tubuh orang yang sakit, dukun akan

menggendong rotan, beras, sirih pinang, dan rokok ke dalam kain yang tidak

sobek. Dukun berjalan ke depan pintu sambil menggenggam sebilah parang.

Dukun akan membuang rotan, sirih pinang, dan rokok ke tanah. Dukun kemudian

akan meminta tuan rumah untuk mencuci kakinya sebelum masuk ke dalam

rumah kembali. Saat berada di depan pintu, dukun bertanya tentang keadaan

orang yang sakit dan tuan rumah harus menjawab bahwa orang yang sakit sudah

sembuh dan sehat.

Dukun kembali melanjutkan proses upacara dengan mengambil siro dan

memasangkan ke tangan kanan orang yang sakit sambil mengucapkan mantra

sebagai berikut.

Mahtok sarak mbak nusak monasak

Sarak mbak ja’ang karop

Sarak mbak tuhpik tapak

Sarak mbak ondam oros

Mahtok sorung, sorung nah ihkok nguan pomorum muk

Iyam ihkok nusak monasak

Iyam ihkok nuhpik ngapak

Iyam ihkok mondam poros

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

46

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Masang salah dari sakit yang diderita

Salah dari rahang dan lutut

Salah dari mimpi-mimpi

Salah dari sakit derita

Masang jadi, berhasillah kamu dalam hidupmu

Kamu tidak sakit demam

Kamu tidak bermimpi buruk

Kamu tidak sakit

Setelah itu, dukun mengambil sedikit beras dan menaburkan ke ubun-ubun

orang yang sakit sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.

Cok..duo..toruk..ohpat..rimok..onom..pihtuk..

Kruss.. semenget muk..

Pihtuk semenget muk burik uras

Burik nokuk uwang behtim muk nai

Koro manuk burik nokuk kosarah ah

Koro urak burik nokuk pahkok ah

Kijok nah semenget muk burik nokuk usim behtim muk nai

Iyam nah mondam poros

Dalam bahasa Indonesia artinya:

Satu.. dua.. tiga.. empat.. lima.. enam.. tujuh..

Kruss.. roh mu

Tujuh rohmu kembali semua

Kembali ke dalam tubuhmu

Seperti ayam pulang ke sangkarnya

Seperti babi pulang ke kandangnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

47

Seperti itulah rohmu kembali ke dalam darah dagingmu

Sehingga tidak lagi sakit

Dukun kemudian mengambil parang dan meminta orang yang sakit untuk

menggigit parang sebanyak tiga kali sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.

Mahang iso, kak mahang semenget muk

Mahang iso, kak mahang semenget muk

Mahang iso, kak mahang semenget muk

Dalam bahasa Indonesia artinya :

Keras parang, keras juga rohmu

Keras parang, keras juga rohmu

Keras parang, keras juga rohmu

Setelah itu, upacara Nopahtung pun selesai. Orang yang sakit diharapkan

dapat terbebas dari roh halus, sehingga dapat sehat kembali sama seperti anak-

anak Rombiya dalam mitos yang dituturkan.

d. Nopahtung Menggunakan Batu

Upacara Nopahtung menggunakan batu dilakukan jika orang bermimpi

tenggelam. Pada praktiknya, pelaksanaan upacara ini hanya membutuhkan sebuah

batu yang kemudian dibenturkan ke tubuh orang yang bermimpi tenggelam. Tidak

ada mitos yang dituturkan oleh dukun maupun persyaratan lainnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

48

B. Struktur Mitos dalam Upacara Nopahtung

Fokus analisis struktur pada bagian ini adalah struktur instrinsik. Struktur

instrinsik adalah unsur yang membentuk sebuah mitos dari dalam. Berikut adalah

analisis struktur mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung.

1. Struktur Mitos Rombiya Teks A

Struktur instrinsik yang akan dianalisis ada empat unsur. Adapun unsur-

unsur tersebut yaitu tokoh, alur, latar dan tema. Berikut ini adalah analisis struktur

mitos Rombiya teks A.

a. Tokoh

Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra (Mihardja, 2012: 5). Dalam mitos

Rombiya teks A, tokoh-tokoh yang dimunculkan yaitu Rombiya, Awak

Kesanduk, dan Ocan Suit (tikus). Tokoh yang terdapat dalam mitos Rombiya

hampir semuanya bersifat mendukung cerita. Berdasarkan pernyataan di atas,

maka penokohan dalam mitos Rombiya teks A adalah sebagai berikut.

1) Rombiya

Rombiya merupakan tokoh utama karena memiliki waktu penceritaan

yang lebih lama dibandingkan tokoh lainnya. Rombiya adalah tokoh utama. Sosok

Rombiya merupakan sosok yang pemilih dalam hal menerima lamaran dari orang-

orang. Rombiya juga adalah sosok yang silau akan harta, tidak ingin hidup susah

namun keberatan untuk bekerja keras. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan di

bawah ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

49

Kutipan 1

Adat istiadat seperti pada biasanya, memikul harta benda

tidak mau. ”Aku tidak mau!” ujar Rombiya. ”Aku tidak ingin

bersuamikan orang yang berdagang, itu akan membuat kepalaku

sakit. Terlebih lagi menikah dengan orang yang berjualan ke sana

kemari, aku tidak ingin terkena panas matahari,” kata Rombiya.

”Aku hanya ingin tinggal di dalam rumah.”

Kutipan 2

”Aduh.. aku sudah bosan menghadapi orang yang terus

datang untuk melamarku tanpa henti, aku sudah tidak sanggup.

Lebih baik aku menikahi Awak Kesanduk. Aku tidak akan capek,

tidak akan terkena panas matahari. Aku hanya akan tinggal di

dalam rumah saja. Jika aku menikahi orang-orang itu, aku akan

turut menemaninya berdagang dan pergi ke lading,” kata Rombiya.

”Aku tidak mau. Lebih baik aku menikah dengan Awak saja. Aku

tidak akan capek-capek dan hanya tinggal di dalam rumah saja.”

Berdasarkan kutipan di atas, jelas bahwa tokoh Rombiya adalah seorang

tidak ingin bekerja keras. Ia menolak ketika dilamar oleh orang yang

pekerjaannya berdagang. Penolakan Rombiya itulah yang kemudian membuatnya

menjadi sosok yang sangat pemilih.

2) Awak Kesanduk

Awak Kesanduk adalah roh halus yang mendiami kodiring (rumah untuk

menyimpan anggota tubuh orang yang sudah meninggal). Tokoh ini merupakan

tokoh yang menimbulkan konflik. Awak Kesanduk adalah sosok yang pekerja

keras, dan juga menghargai orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut dapat dilihat

dari kutipan berikut ini.

Kutipan 1

Angin terbang pun membawa kabar tersebut ketika Awak

Kesanduk sedang membuat sampan di hilir rumah. Tidak ada

pekerjaannya yang lain.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

50

Kutipan 2

Ia pun pulang ke rumah dan matahari pun mulai tenggelam.

Iya kemudian memeriksa jala yang digantung di tengah rumah.

Dijemurnya di atas tempat untuk menaruh kayu bakar sambil

memeriksa jalanya dan dilihatnya tidak ada yang koyak.

Kutipan 3

“Masaklah, jangan memasak di tempat yang kecil Bu.

Masaklah di periuk yang besar. Panggil orang sekampung untuk

datang ke rumah nanti,” katanya. ”Makan bersama di sini, rasanya

sangat rindu karena tidak bertemu mereka,” lanjutnya. ”Selama ini

selalu membuat sampan yang tak kunjung selesai.”

Pada kutipan 1 dan 2 menunjukan bahwa Awak Kesanduk adalah sosok

yang rajin. Pada kutipan 1 Awak Kesanduk sedang membuat sampan dan pada

kutipan 2, ia pulang ke rumah dan kemudian pergi lagi untuk menjala ikan. Selain

sebagai orang yang rajin, Awak juga merupakan sosok yang baik. Hal itu dapat

dilihat pada kutipan 3. Awak meminta ibunya untuk masak dan mengundang

semua orang di kampung untuk makan bersama-sama ikan hasil tangkapannya.

3) Ocan Suit (Tikus)

Ocan Suit adalah tikus yang mengaku sebagai jelmaan dari roh nenek

moyang tokoh Rombiya. Ia adalah tokoh yang mengeluarkan Rombiya dari dalam

kodiring dan menyelamatkan Rombiya. Ocan Suit digambarkan sebagai tokoh

yang baik hati. Hal itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

Kutipan 1

“Kalau kau ingin turun, beritahu aku baik-baik. Jangan bunuh aku,

aku adalah roh nenek moyangmu. Aku bukan tikus biasa.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

51

Kutipan 2

Ia kemudian naik ke atas tiang kodiring, kemudian

digigitnya. Sekiranya mereka berdua cukup melalui lubang itu.

“Bagaimana? Kalian berdua sudah bisa lewat?” ia kemudian turun.

Kutipan 3

“Begini,” kata tikus. “Lewat sebelah sini. Kau lewat tanjung

kemudian kau pulang ke ibumu sana. Nanti kalau sudah sampai di

sana, suruhlah ibumu mengambil abu di dapur, telur ayam untuk

makanannya supaya menyerupai kalian berdua. Agar Awak

beristerikan abu itu dan tidak lagi beristerikan kau, sedangkan kau

sudah pulang.”

Pada kutipan 1, Rombiya berniat membunuh Ocan Suit akan tetapi Ocan

Suit malah menawarkan diri untuk membantu mengeluarkan Rombiya dari dalam

kodiring. Hal tersebut sudah menunjukan kemurahan hati dari Ocan Suit. Selain

itu, usaha Ocan Suit menyelamatkan Rombiya dapat dilihat pada kutipan 2 yang

merupakan realisasi atas hal yang ia tawarkan. Ia menggigit dinding hingga cukup

dilalui oleh Rombiya. Bantuan Ocan Suit juga tidak hanya sampai di situ, ia

kembali memberitahukan jalan pulang ke pada Rombiya dan memintanya untuk

melakukan upacara agar terbebas dari Awak Kesanduk. Kutipan-kutipan di atas

menunjukan bahwa Ocan Suit adalah tokoh yang murah hati dengan menolong

Rombiya.

b. Alur

Waluyo (2014: 9), mengatakan alur atau plot sering disebut sebagai

kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang

menunjukan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar

pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang. Adapun alur dalam mitos

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

52

Rombiya adalah alur maju. Diawali dengan Rombiya yang dilamar banyak orang,

ia mengatakan mau menikah jika dilamar oleh Awak Kesanduk. Rombiya pun

akhirnya menikah dengan Awak Kesanduk dan tinggal bersamanya. Ternyata,

tempat tinggal Awak Kesanduk adalah kodiring. Rombiya akhirnya terjebak dan

kemudian ditolong oleh seekor tikus.

Sudjiman (1988: 30), menggambarkan struktur umum alur yaitu awal

(paparan, rangsangan, dan gawatan), tengah (tikaian, rumitan, dan klimaks), akhir

(leraian dan selesaian). Berdasarkan struktur umum alur di atas, berikut adalah

analisis struktur umum alur dalam mitos Rombiya.

1) Awal (Paparan, Rangsangan, dan Gawatan)

Pada mitos Rombiya, paparan diawali oleh penutur dengan penggambaran

seorang gadis yang dilamar oleh banyak orang. Oleh Rombiya, lamaran tersebut

tidak satu pun yang diterima dengan alasan tidak ingin bekerja keras. Hal tersebut

dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

Kutipan 1

”Aduh.. aku sudah bosan menghadapi orang yang terus

datang untuk melamarku tanpa henti, aku sudah tidak sanggup.

Lebih baik aku menikahi Awak Kesanduk. Aku tidak akan capek,

tidak akan terkena panas matahari. Aku hanya akan tinggal di

dalam rumah saja. Jika aku menikahi orang-orang itu, aku akan

turut menemaninya berdagang dan pergi ke lading,” kata Rombiya.

Rangsangan kemudian muncul ketika Rombiya mengatakan bahwa

akan menikah dengan Awak Kesanduk. Hal tersebut dapat dilihat dari

kutipan berikut ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

53

Kutipan 2

”Aku tidak mau. Lebih baik aku menikah dengan Awak saja.

Aku tidak akan capek-capek dan hanya tinggal di dalam rumah

saja.”

Gawatan kemudian muncul ketika kabar tersebut ternyata sampai pada

Awak Kesanduk. Awak Kesanduk berniat untuk melamar Rombiya dengan

meminta pendapat dari teman-temannya terlebih dahulu. Hal tersebut dapat dilihat

dari kutipan berikut ini.

Kutipan 3

“Jadi begini.. aku sekurangnya kalian makan dan nyirih

pinang, ada orang yang ingin bersuamikan aku. Itulah keperluanku

terhadap kalian. Menurut kalian bagaimana?

2) Tengah (Tikaian, Rumitan, dan Klimaks)

Tikaian muncul ketika Awak berangkat melamar Rombiya. Lamaran

Awak ternyata diterima oleh Rombiya dan pesta pernikahan dilakukan saat itu

juga. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan-kutipan berikut ini.

Kutipan 1

Ibunya kemudian membuka petinya. Ia mengeluarkan

pakaian, kain untuk melamar seperti syarat melamar di Suku Dayak

Uud Danum. Kain untuk melamar disatukan dengan sambon setelah

itu disatukan dengan rawai. Pakaian untuk ganti, cincin, gelang dan

anting-anting.

“Persiapan sudah selesai. Ayo! Takut hari mulai terang, supaya kita

berangkat sekarang juga.”

Kutipan 2

“Tidak ada yang ingin aku katakan, sudah aku katakan

waktu itu. Selalu menjadi kesalahanku jika aku tidak menikah

seperti ini, lebih baik aku menikahi Awak saja. Itulah yang aku

katakan dulu,” jawab Rombiya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

54

Kutipan 3

Rombiya kemudian segera mendudukkan dirinya dengan

perasaan senang. Amai Sawang Parik mengambil ayam dan

kemudian mohpas mereka berdua. Setelah mohpas (ritual

pemberkatan perkawinan) ke arah matahari terbenam, ia kemudian

mohpas ke arah matahari terbit. Ia pun memotong ayam tersebut

kemudian memberkati Rombiya dan Awak memasangkan siro

mereka berdua serta menanam sawang sememerum.

Rumitan muncul saat Awak langsung membawa Rombiya untuk ikut

bersamanya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Kutipan 4

“Begitu pula Rombiya,” kata Awak. ”Jika bersuamikan aku,

maka ia akan ikut bersamaku kalau tidak supaya Rombiya di sini

saja.”

Alur pun berlanjut, klimaks muncul saat Rombiya bangun keesokan

paginya di rumah suaminya. Rombiya mendapati dirinya berada di dalam

kodiring. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

Kutipan 5

Ia bangun dan kepalanya membentur Guci kodiring (rumah

untuk menyimpan abu, tulang, rambut dan kuku dari orang-orang

yang sudah meninggal), rumah itu pun menjadi sempit.

3) Akhir (leraian dan selesaian)

Leraian muncul saat Rombiya berusaha keluar dan menyelamatkan diri.

Rombiya berusaha keluar, namun tidak bisa. Setelah beberapa hari di dalam

kodiring, muncullah seekor tikus. Tikus itulah yang kemudian mengeluarkan dan

menyelamatkan Rombiya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

55

Kutipan 1

Mendengar bunyi orang memukul-mukul dinding maka meloncatlah

hantu yang berbentuk tikus dari sebelah.

Kutipan 2

Ia kemudian naik ke atas tiang kodiring, kemudian digigitnya.

Sekiranya mereka berdua cukup melalui lubang itu.

Kutipan 3

“Begini,” kata tikus. “Lewat sebelah sini. Kau lewat tanjung

kemudian kau pulang ke ibumu sana. Nanti kalau sudah sampai di

sana, suruhlah ibumu mengambil abu di dapur, telur ayam untuk

makanannya supaya menyerupai kalian berdua. Agar Awak

beristerikan abu itu dan tidka lagi beristerikan kau, sedangkan kau

sudah pulang.”

Selesaian kemudian muncul ketika Rombiya kembali pada keluarganya.

Kondisi Rombiya sangat memprihatikankan saat kembali ke rumah. Sesampainya

di rumah, ia meminta ibunya melakukan upacara seperti yang dikatakan oleh tikus

dan ia berangsur-angsur sehat kembali. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan

berikut.

Kutipan 4

Terlemparlah manusia abu itu dan Awak Kesanduk segera

menangkapnya. “Inilah istriku. Aku tidak beristrikan Rombiya lagi, tidak

perlu aku beristrikan orang yang masak saja tidak bersamaku. Aku sudah

berharap ketika menikahinya tapi aku tidak tinggal bersamanya.

Manusia abu itulah yang menjadi istrinya, ia tidak lagi beristrikan

Rombiya. Manusia abu itulah yang menemaninya mencari ikan dan

daging. Manusia abu itu pandai masak, sedangkan Rombiya sudah pulang

ke pada ibunya dan sudah tidak lagi bersama Awak Kesanduk.

Dari kutipan di atas, diceritakan bahwa manusia abu menjadi istri Awak

Kesanduk. Manusia abu tersebut menggantikan Rombiya sebagai istri dari Awak

Kesanduk. Rombiya pun selamat dan tinggal dengan aman bersama ibunya dan

tidak lagi menjadi istri Awak Kesanduk.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

56

c. Latar

Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-

peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra (Mihardja, 2012: 7). Latar atau

setting dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu dan suasana. Latar tempat

pada mitos Rombiya teks A ini yaitu di sungai, di rumah Rombiya, dan di dalam

kodiring. Latar waktu yaitu pada malam dan siang hari. Selanjutnya, latar suasana

dalam mitos ini yaitu suasana sedih.

1) Latar Tempat

Mitos Rombiya mempunyai tiga latar tempat. Adapun tempat-tempat

tersebut, sebagai berikut.

a) Di Sungai

Latar tempat di sungai dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.

Kutipan 1

Dari lanting mereka menaburkan jala berkali-kali, banyak

ikan yang mereka peroleh karena jarang ada yang mencari ikan.

Mereka pun semakin ke hulu, kira-kira di hilir rumah Rombiya

mereka mendengar anak-anak di hilir rumah sedang menumbuk

tanah dan menumbuk abu untuk mainan mereka.

Latar tempat di sungai ditunjukan pada kalimat pertama. Pada kalimat

pertama dikatakan bahwa Awak Kesanduk menaburkan jala dimulai dari

lantingnya. Lanting merupakan tempat suku Dayak Uud Danum menambat

perahu, mandi, mencuci pakaian maupun peralatan rumah tangga lainnya. Suku

Dayak Uud Danum juga memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

57

b) Di Rumah Rombiya

Latar tempat di rumah Rombiya ditunjukan dalam kutipan berikut.

Kutipan 1

Tidak lama kemudian, Ibu Rombiya segera menangkap babi

dan ayam, mengambil sawang sememerum (tanaman puring dan

cocor bebek). Ia kemudian menghamparkan tikar di tengah rumah.

Semua perlengkapan jala diletakannya, ayam dan babi juga sudah

disiapkan.

Pada kutipan di atas, Ibu Rombiya sibuk menyiapkan perlengkapan dan

persyaratan untuk pernikahan anaknya Rombiya dengan Awak Kesanduk.

Menurut adat suku Dayak Uud Danum, pesta pernikahan pertama kali akan di

lakukan di rumah keluarga pihak perempuan. Oleh sebab itu, tempat dalam mitos

tersebut yaitu di rumah Rombiya.

c) Di dalam Kodiring

Latar tempat di dalam kodiring ditunjukan dalam kutipan berikut ini.

Kutipan 1

“Ah.. tidurku terganggu, hari sudah terang.” Ia bangun dan

kepalanya membentur guci di kodiring (rumah untuk menyimpan

abu, tulang, rambut dan kuku dari orang-orang yang sudah

meninggal), rumah itu pun menjadi sempit.

Pada cuplikan itu, Rombiya terbangun dan menyadari bahwa rumah yang

semula dilihatnya besar telah berubah menjadi kecil dan sempit. Pada kalimat

kedua dengan jelas disebutkan bahwa Rombiya terbangun dan kemudian

kepalanya membentur guci di kodiring. Kutipan di atas menunjukan dengan jelas

tempat tersebut yaitu di dalam kodiring.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

58

2) Latar Waktu

Dalam mitos Rombiya, terdapat dua latar waktu penceritaan. Latar waktu

tersebut yaitu malam dan siang hari.

a) Latar Waktu Malam Hari

Latar waktu malam hari dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

“Begini, aku menuturkan tidak pada hari yang terang. Awak

memintaku untuk melamar, jika Rombiya mau supaya mau saat ini

juga, jika tidak supaya kami segera pulang.

Pada kalimat pertama, hantu suruhan Awak mengatakan bahwa ia

melamar Rombiya untuk Awak tidaklah pada hari yang terang. Hari yang terang

maksudnya adalah siang hari. Kutipan di atas menunjukan bahwa rombongan

Awak datang melamar Rombiya saat malam hari.

b) Latar Waktu Siang Hari

Latar waktu siang hari dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

Jika siang hari, ia mulai berteriak dan memukul-mukul

dinding dan atap. Maksudnya agar runtuh tapi ia tidak mampu.

Pada kutipan di atas, dijelaskan mengenai hal yang Rombiya lakukan di

saat siang hari yaitu memukul-mukul dinding dan atap. Dari kutipan tersebut

sudah dapat diketahui bahwa latar waktunya adalah siang hari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

59

3) Latar Suasana

Latar suasana dalam mitos ini adalah suasana senang yang dirasakan oleh

Rombiya ketika ia akhinya menikah. Suasana senang dapat dilihat dari kutipan

berikut.

Kutipan 1

Rombiya kemudian segera mendudukkan dirinya dengan

perasaan senang. Amai Sawang Parik mengambil ayam dan

kemudian mohpas mereka berdua. Setelah mohpas ke arah matahari

terbenam, ia kemudian mohpas ke arah matahari terbit. Ia pun

memotong ayam tersebut dan nyahkik Rombiya dan Awak

memasangkan siro mereka berdua dan menanam sawang

sememerum.

Suasana mencekam ketika Rombiya terbangun dan menyadari bahwa ia

tinggal di dalam kodiring dan tidak bisa makan dan minum selama beberapa hari.

Suasana tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini.

Kutipan 2

Ia bangun dan kepalanya membentur Guci kodiring (rumah

untuk menyimpan abu, tulang, rambut dan kuku dari orang-orang

yang sudah meninggal), rumah itu pun menjadi sempit.

Pada kutipan di atas, susana mencekam saat Rombiya menyadari bahwa ia

berada dalam sebuah kodiring. Bagi suku Dayak Uud Danum, kodiring

merupakan tempat untuk menyimpan anggota tubuh dari orang-orang yang sudah

meninggal dunia. Anggota tubuh tersebut berupa abu, tulang, rambut dan kuku.

d. Tema

Mihardja (2012: 5), mengatakan tema ialah persoalan yang menduduki

tempat utama dalam karya sastra. Waluyo (2014:7), kemudian mengatakan tema

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

60

adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi. Dari dua pandangan di atas dapat

disimpulkan tema adalah gagasan pokok atau persoalan yang menduduki tempat

utama dalam karya sastra. Dalam mitos Rombiya teks A terdapat dua tema.

Tema dari mitos Rombiya ini adalah tema kehidupan dan adat istiadat.

Tema kehidupan di sini maksudnya tentang bagaimana hubungan manusia dengan

manusia lain, hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan hubungan manusia

dengan roh-roh yang tak kasat mata. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan

berikut.

Kutipan 1

Makanan untuk pihak Awak disediakan berbeda dengan

makanan untuk pihak Rombiya. Daging-daging itu pun mulai

dimasak, cabai, garam, dan serai dimasukan bersamaan dengan

daging. Aroma dari sayur sangat enak. Sayuran diaduk dan

diangkat, makanan untuk sawang dilemparkan untuk roh sesuai

dengan kepercayaan mereka. Makanan dihidangkan dan

didinginkan, orang-orang dipanggil untuk makan. Para hantu teman

Awak makan di tempat yang berbeda, riuh sekali. Mereka makan

sekenyang-kenyangnya setelah itu, ibu Rombiya melemparkan

makanan untuk sememerum (tumbuhan cocor bebek) sesuai adat

suku Dayak Uud Danum. Orang-orang yang masih tidur

tongomarek, yang sudah bangun disuruh untuk makan. Setelah

kenyang mereka pun mulai berunding.

Pada kutipan di atas, pihak Rombiya melayani pihak Awak dengan

menyediakan makanan untuk mereka. Ibu Rombiya juga memberikan makanan

untuk roh dan juga untuk tanaman cocor bebek. Hal tersebut menggambarkan

bahwa suku Dayak Uud Danum sangat menghargai sesamanya. Kutipan tersebut

juga menggambarkan bahwa suku Dayak Uud Danum mengakui, menghormati,

dan menjaga hubungan dengan roh-roh sesuai dengan kepercayaan mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

61

Selanjutnya adalah tema adat istiadat. Adat istiadat yang dimaksud tentang

bagaimana adat tradisi suku Dayak Uud Danum hidup dan dalam melaksanakan

pernikahan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

Kutipan 2

Ibunya kemudian membuka petinya. Ia mengeluarkan

pakaian, kain untuk melamar seperti syarat melamar di suku Dayak

Uud Danum. Kain untuk melamar disatukan dengan sambon setelah

itu disatukan dengan rawai. Pakaian untuk ganti, cincin, gelang dan

anting-anting.

Pada kutipan di atas, Awak Kesanduk meminta ibunya untuk menyiapkan

segala sesuatu yang diperlukan untuk melamar seorang wanita. Tanpa melengkapi

persyaratan-persyaratan tersebut, lamaran Awak Kesanduk tidak akan diterima.

Kutipan di atas merupakan adat tradisi yang masih berlaku di masyarakat suku

Dayak Uud Danum. Kutipan di atas menggambarkan tentang adat tradisi

masyarakat tersebut.

2. Struktur Mitos Rombiya Teks B

Struktur instrinsik yang akan dianalisis ada empat unsur. Adapun unsur-

unsur tersebut yaitu tokoh, alur, latar dan tema. Berikut ini adalah analisis struktur

mitos Rombiya teks B.

a. Tokoh

Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra (Mihardja, 2012: 5). Dalam mitos

Rombiya teks A, tokoh-tokoh yang dimunculkan yaitu Rombiya, Romamang

Sandung, dan Kancil. Tokoh yang terdapat dalam mitos Rombiya hampir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

62

semuanya bersifat mendukung cerita. Berdasarkan pernyataan di atas, penokohan

dalam mitos Rombiya teks B adalah sebagai berikut.

1) Rombiya

Rombiya merupakan tokoh utama karena memiliki waktu penceritaan

yang lebih lama dibandingkan tokoh lainnya. Rombiya adalah tokoh utama. Sosok

Rombiya merupakan sosok yang pemilih dalam hal menerima lamaran dari orang-

orang. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

Kutipan 1

Rombiya sudah beranjak dewasa. Orang-orang datang pagi

pulang malam dan datang malam pulang pagi untuk melamar

Rombiya.”Aduhhaii..” Kata ibunya. Jika Rombiya mengatakan

setuju, orangtuanya melarang. Begitu pula sebaliknya ketika

orangtuanya setuju Rombiyalah yang tidak mau. Mata anak tangga

pun tenggelam satu, sirih tinggal yang muda saja dan pinang tinggal

yang masih muda karena terlalu banyak orang datang ke rumah.

Berdasarkan kutipan di atas, jelas bahwa tokoh Rombiya adalah seorang

yang sangat selektif. Hal tersebut terlihat dari kutipan di atas. Rombiya tidak

kunjung menikah karena tidak ada yang sesuai dengan yang ia inginkan.

2) Romamang Sandung

Romamang Sandung adalah roh halus yang mendiami kuburan. Tokoh ini

merupakan tokoh yang menimbulkan konflik. Romamang Sandung adalah sosok

yang licik. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

Kutipan 1

“Hari sudah malam, tidurlah Rombiya,” kata Romamang.

”Begini.. kau kalau pagi-pagi hari sudah terang segera masak nasi

dan sayur. Setelah itu hidangkan untuk kita dan siapkan bekalku.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

63

Jangan lupa sirih pinang dimasukkan juga!” lanjutnya. ”Aku

sedang membuat sampan.”

Pada kutipan di atas, Romamang mengatakan bahwa ia sedang membuat

sampan. Pada kenyataannya, Romamang tidak membuat sampan. Hal tersebut

dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

Kutipan 2

“Tidak.” Kata kancil. ”Romamang jika siang hari berubah

menjadi kijang dan tidur di padang ilalang di atas itu,” katanya.

”Lebih baik kau pulang saja! Ambil semua pakaianmu dan semua

barang-barangmu. Jangan kau tinggalkan. Nanti aku antar kau

pulang ke orang tuamu,” lanjut kancil.

Kancil membantah perkataan Romamang pada kutipan 1. Kancil

mengatakan kebenaran mengenai apa yang sebenarnya dilakukan oleh

Romamang. Kutipan di atas merupakan gambaran mengenai sosok Romamang

yang menipu Rombiya.

3) Kancil

Kancil adalah tokoh yang memberitahu Rombiya mengenai suaminya.

Kancil pula yang menolong Rombiya. Ia menunjukan jalan sekaligus mengantar

Rombiya pulang. Dalam perjalanan, kancil juga berpesan agar Rombiya

melakukan upacara Nopahtung agar tidak dicari oleh Romamang. Hal itu dapat

dilihat dari kutipan di bawah ini.

Kutipan 1

“Tidak,” kata kancil. ”Romamang jika siang hari berubah

menjadi kijang dan tidur di padang ilalang di atas itu,” katanya.

”Lebih baik kau pulang saja! Ambil semua pakaianmu dan semua

barang-barangmu. Jangan kau tinggalkan. Nanti aku antar kau

pulang ke orangtuamu,” lanjut kancil.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

64

Kutipan 2

“Bagaimana dengan aku?” kata kancil. ”Ikuti saja aku!

Lihat jejakku. Nanti kau melewati rawa-rawa, melewati bukit itu dan

kemudian naik melewati bukit itu. Lewati lereng bukit yang panjang

itu. Nanti ambillah kayu pahting jorik, ambil yang sudah kering.

Setelah itu dibakar dan dimatikan apinya. Jika hari sudah

menjelang malam kau benturkan ke dirimu. Kenakan gelang

menggunakan manik-manik sebagai pengganti rohmu. Itulah yang

akan menjadi gantinya, Romamang tidak akan mencarimu. Yang

penting ketika kau Nopahtung, ambillah parang dan parangkan ke

tanah. Sehingga, itu akan menjadi jalan topahtung itu. Itulah yang

nantinya akan tinggal bersama Romamang, bukan kau lagi,” jelas

kancil.

Pada kutipan di atas, kancil menunjukan kemurahan hatinya dengan

menolong Rombiya. Kancil memberitahu Rombiya mengenai Romamang

Sandung dan kemudian menunjukan jalan. Tidak hanya sampai di situ, kancil juga

mengantar Rombiya pulang kepada orangtuanya.

b. Alur

Waluyo (2014: 9), mengatakan alur atau plot sering disebut sebagai

kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang

menunjukan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar

pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang. Alur dalam mitos Rombiya

adalah alur maju. Diawali dengan banyak orang datang ke rumah Rombiya untuk

melamarnya. Rombiya pun akhirnya mengatakan akan menikah dengan

Romamang Sandung. Romamang Sandung pun ternyata sungguh-sungguh datang

melamar Rombiya. Ia pun menikah dan tinggal bersama Romamang tanpa

berpamitan dengan kedua orangtuanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

65

Sudjiman (1988: 30), menggambarkan struktur umum alur yaitu awal

(paparan, rangsangan, dan gawatan), tengah (tikaian, rumitan, dan klimaks), akhir

(leraian dan selesaian). Berdasarkan struktur umum alur di atas, berikut adalah

struktur umum alur dalam mitos Rombiya.

1) Awal (Paparan, Rangsangan, dan Gawatan)

Pada mitos Rombiya, paparan diawali oleh penutur dengan penggambaran

seorang gadis bernama Rombiya yang dilamar oleh banyak orang. Lamaran

tersebut tidak satupun yang diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan

berikut.

Kutipan 1

Rombiya sudah beranjak dewasa. Orang-orang datang pagi

pulang malam dan datang malam pulang pagi untuk melamar

Rombiya.”Aduhhaii..” kata ibunya. Jika Rombiya mengatakan

setuju, orangtuanya melarang. Begitu pula sebaliknya ketika

orangtuanya setuju Rombiyalah yang tidak mau. Mata anak tangga

pun tenggelam satu, sirih tinggal yang muda saja dan pinang tinggal

yang masih muda karena terlalu banyak orang datang ke rumah.

Rangsangan muncul ketika Rombiya mengatakan akan menikah jika

dilamar oleh Romamang Sandung. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Kutipan 2

“Ahh Ibu..” jawabnya. ”Jangan khawatir, nanti menikah

nanti tidak.. jika yang melamar adalah Romamang Sandung maka

akan aku terima.”

Gawatan kemudian muncul ketika perkataan Rombiya tersebut ternyata

sampai kepada Romamang Sandung. Romamang Sandung kemudian datang untuk

melamar Rombiya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

66

Kutipan 3

“Iya, aku ini adalah Romamang Sandung yang kau sebut.

Korasak Tuak mengatakan bahwa kau ingin menikah denganku.

Karena kau telah menyebut namaku maka aku datang ke sini untuk

melamarmu,” kata Romamang.

2) Tengah (Tikaian, Rumitan, dan Klimaks)

Tikaian muncul ketika lamaran Romamang diterima oleh Rombiya.

Romamang kemudian membawa Rombiya bersamanya hari itu juga. Hal tersebut

dapat dilihat dari kutipan-kutipan berikut ini.

Kutipan 1

“Eh.. Rombiya segera kemasi pakaianmu,” kata Romamang

kepada Rombiya. ”Aku tidak bisa lama, hari aku melamar maka

hari itu pula aku membawamu bersamaku,” lanjutnya.

Klimaks muncul ketika Rombiya mulai menyadari keanehan di

rumah suaminya. Orang-orang di rumah tidak beraktivitas sebagaimana

mestinya manusia. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Kutipan 2

Rombiya melakukan seperti yang diminta oleh suaminya.

Baru bangun tidur ia segera masak nasi sayur dan makan. Setelah

itu ia menyiapkan bekal untuk Romamang, begitu terus setiap hari.

Orang-orang di rumah itu jika siang hari tidur dan jika malam hari

memanggil anjing dan babi. Menumbuk padi, pergi berburu dan

berjalan bagi yang laki-laki. Rombiya pun tidak bisa tidur ketika

siang hari dan tidak pergi kemana pun. Begitu terus hingga

berasnya sisa satu canting.

3) Akhir (Leraian dan Selesaian)

Leraian muncul yaitu ketika Rombiya bertemu dengan kancil. Kancil

kemudian memberitahu Rombiya mengenai siapa Romamang Sandung. Kancil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

67

menyuruh Rombiya untuk pulang ke rumah orangtuanya. Rombiya akhirnya

kembali pada orangtuanya dengan diantar oleh kancil. Dalam perjalanan kancil

meminta Rombiya untuk melakukan upacara Nopahtung jika sudah sampai di

rumah. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Kutipan 1

Tiba-tiba, ”Heh.. heh.. heh.. mengapa kau mau melukai aku?

Jangan lakukan itu, nanti aku menunjukan jalan untukmu.”

“Bagaimana mau pulang? Aku istri Romamang,” kata Rombiya.

“Tidak,” kata kancil. ”Romamang jika siang hari berubah menjadi

kijang dan tidur di padang ilalang di atas itu,” katanya. ”Lebih baik

kau pulang saja! Ambil semua pakaianmu dan semua barang-

barangmu. Jangan kau tinggalkan. Nanti aku antar kau pulang ke

orangtuamu,” lanjut kancil.

Kutipan 2

“Bagaimana dengan aku?” kata kancil. “Ikuti saja aku!

Lihat jejakku. Nanti kau melewati rawa-rawa dan kemudian naiklah

melewati bukit itu. Lewati lereng bukit yang panjang itu. Nanti

ambillah kayu pahting jorik, ambil yang sudah kering. Setelah itu

dibakar dan dimatikan apinya. Jika hari sudah menjelang malam

kau benturkan ke dirimu. Kenakan gelang menggunakan manik-

manik sebagai pengganti rohmu. Itulah yang akan menjadi gantinya,

Romamang tidak akan mencarimu. Yang penting ketika kau

Nopahtung, ambillah parang dan parangkan ke tanah. Itulah yang

akan menjadi jalan patung nantinya. Patung itulah yang akan

tinggal bersama Romamang, bukan kau lagi,” kata kancil kepada

Rombiya.

Setelah diselamatkan oleh kancil, Rombiya pun kembali pada orang

tuanya. Orangtuanya menyambut Rombiya dengan bahagia. Rombiya kemudian

meminta ibunya melakukan upacara seperti yang dikatakan oleh kancil. Hal

tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

68

Kutipan 3

Ibunya pun segera menghidangkan makanan. Setelah

Rombiya selesai makan, ia duduk untuk nyirih. Rombiya kemudian

mandi dan mencuci pakaiannya. Setelah mandi dan mencuci ia

menjemur pakaiannya. Ia pulang ke rumah dan hari pun malam. Ia

melakukan seperti yang dikatakan oleh kancil.

c. Latar

Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-

peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra (Mihardja, 2012: 7). Latar atau

setting dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu dan suasana. Latar tempat

pada mitos Rombiya teks B ini yaitu di sungai, di rumah Rombiya, dan di rumah

Romamang Sandung. Latar waktu yaitu pada malam dan siang hari. Selanjutnya,

latar suasana dalam mitos ini yaitu suasana sedih.

1) Latar Tempat

Mitos Rombiya mempunyai tiga latar tempat. Adapun tempat-tempat

tersebut, yaitu sebagai berikut.

a) Di Sungai

Latar tempat di sungai dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.

Kutipan 1

Sampailah di sungai, Romamang meletakkan barang-

barangnya ke dalam kuali tersebut. Ia kemudian naik ke situ. Sekuat

tenaga didayungnya ke arah hilir, tujuh kali ke hilir dan tiba-tiba

sampannya mudik ke arah hulu dengan sendirinya. Setelah melewati

satu tanjung dilihatnya lanting milik Rombiya. Ia menyeberangkan

sampannya dan berhenti di lanting Rombiya. Ia mengangkat kuali

tempat makan babi itu ke atas lanting, ia juga mengambil sarung

parang, bibit kelapa, gong, kain untuk melamar dan kemudian dia

menaiki tangga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

69

Pada kutipan di atas, disebutkan dengan jelas Romamang naik sampan

menuju ke rumah Rombiya. Sungai merupakan sarana transportasi yang sangat

diandalkan oleh suku Dayak Uud Danum.

b) Di Rumah Rombiya

Latar tempat di rumah Rombiya ditunjukan dalam kutipan berikut.

Kutipan 1

“Silakan naik,” katanya. ”Ada orang kok tinggal di sini.”

Rombiya segera menghidangkan sirih pinang. Romamang pun naik.

Sampai di depan pintu, ia meletakkan parang, tombak dan gong

untuk lamarannya. Ia pun duduk di mulut pintu.

Pada kutipan di atas, Romamang datang ke rumah Rombiya. Tujuannya

adalah untuk melamar Rombiya. Romamang juga membawa syarat-syarat untuk

melamar. Pada kutipan di atas juga, Rombiya selaku tuan rumah mempersilahkan

Romamang untuk masuk ke dalam rumahnya.

c) Di rumah Romamang Sandung

Latar tempat di rumah Romamang Sandung ditunjukan dalam kutipan

berikut ini.

Kutipan 1

Rombiya pun naik dan masuk ke rumah. Ibu Romamang pun

terbangun.

“Ehh.. silakan Rombiya, kau tingggal bersama kami. Naiklah!”

Pada kutipan di atas, Ibu Romamang mempersilakan Rombiya untuk

masuk ke rumah dan tinggal bersama mereka. Dari kutipan di atas dapat diketahui

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

70

bahwa latar tempat yaitu di rumah Romamang karena hanya tuan rumahlah yang

berhak mempersilakan orang asing untuk masuk ke rumahnya.

2) Latar Waktu

Dalam mitos Rombiya, terdapat dua latar waktu penceritaan. Latar waktu

tersebut yaitu malam dan siang hari.

a) Latar Waktu Malam Hari

Latar waktu malam hari dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

“Hari sudah malam, tidurlah Rombiya,” kata Romamang.

”Begini.. kau kalau pagi-pagi hari sudah terang segera masak nasi

dan sayur. Setelah itu hidangkan untuk kita dan siapkan bekalku.

Jangan lupa sirih pinang dimasukkan juga!” lanjutnya. ”Aku

sedang membuat sampan.”

Pada kutipan di atas, Romamang menyuruh Rombiya untuk tidur karena

hari sudah malam. Dari kutipan tersebut sudah disebutkan dengan jelas waktu

kejadian peristiwa tersebut, yaitu di malam hari.

b) Latar Waktu Siang Hari

Latar waktu siang hari dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

Rombiya melakukan seperti yang diminta oleh suaminya.

Baru bangun tidur ia segera masak nasi sayur dan makan. Setelah

itu ia menyiapkan bekal untuk Romamang, begitu terus setiap hari.

Orang-orang di rumah itu jika siang hari tidur dan jika malam hari

memanggil anjing dan babi. Menumbuk padi, pergi berburu dan

berjalan bagi yang laki-laki. Rombiya pun tidak bisa tidur ketika

siang hari dan tidak pergi kemana pun. Begitu terus hingga

berasnya sisa satu canting.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

71

Pada kutipan di atas, Rombiya melakukan seperti yang diperintahkan oleh

suaminnya. Pada kalimat kedua, disebutkan Rombiya memasak nasi sayur dan

makanan setelah bangun tidur. Dari kutipan tersebut sudah dapat diketahui bahwa

latar waktunya adalah siang hari.

3) Latar Suasana

Latar suasana dalam mitos ini adalah suasana sedih yang dirasakan oleh

Rombiya ketika ia pergi bersama Romamang tanpa berpamitan dengan kedua

orangtuanya terlebih dahulu.

Rombiya pun selesai mengemasi barang, ia termenung

beberapa lama tidak ingin pergi. Ia memberitahu tetangganya

bahwa ia pergi bersama Romamang yang melamarnya. Setelah itu

perasaannya tidak enak. Namun, ia tetap berangkat dengan

menggendong tajung miliknya. Ia memegang parang dan memanggil

anak anjingnya. Anjingnya pun berjalan mengikutinya. Rombiya

menutup pintu dan kemudian menuruni anak tangga. Sesampainya

di tanah, ia melewati halaman rumahnya. Sampai di kepala tangga

di sungai ia melihat kuali untuk tempat makan babi sebagai sampan.

Ia kembali berdiri dengan termenung di kepala tangga. Ingin turun

ingin tidak.

d. Tema

Mihardja (2012: 5), mengatakan tema ialah persoalan yang menduduki

tempat utama dalam karya sastra. Waluyo (2014:7), kemudian mengatakan tema

adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi. Dari dua pandangan di atas dapat

disimpulkan tema adalah gagasan pokok atau persoalan yang menduduki tempat

utama dalam karya sastra. Dalam mitos Rombiya teks B terdapat dua tema.

Tema dari mitos Rombiya ini adalah tema kehidupan dan adat istiadat.

Tema kehidupan di sini maksudnya tentang bagaimana hubungan manusia dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

72

manusia lain, hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan hubungan manusia

dengan roh-roh yang tak kasat mata. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan

berikut.

Kutipan 1

“Ooh..” kata ibunya. ”Tidak tahan anak, aku dan bapakmu

akan tidur di ladang saja. Lebih baik kami berdua mencari ikan.”

Lanjutnya. ”Memasang jerat dan pancing.” Rombiya pun tinggal

sendiri di rumah.

Kutipan 2

Sampailah di sungai, diletakkannya semua barangnya.

Parang, tombak, gong sebagai emas kawin. Ia pun naik ke situ.

Sekuat tenaga didayungnya ke arah hilir, tujuh kali ke hilir dan tiba-

tiba sampannya mudik ke arah hulu dengan sendirinya. Setelah

melewati satu tanjung dilihatnya lanting milik Rombiya. Ia

menyeberangkan sampannya dan berhenti di lanting Rombiya. Ia

mengangkat kuali tempat makan babi itu ke atas lanting, ia juga

mengambil sarung parang, bibit kelapa, gong, kain untuk melamar

dan kemudian dia menaiki tangga.

Pada kutipan di atas, menggambarkan kehidupan Suku Dayak Uud

Danum. Suku Dayak Uud Danum bertahan hidup dengan berladang dan berburu

pada kutipan 1. Pada kutipan 2, menggambarkan mengenai alat transportasi serta

sarana transportasi suku Dayak Uud Danum. Hal tersebut juga menunjukan bahwa

suku Dayak Uud Danum memiliki ketergantungan dengan alam di sekitar.

Selanjutnya adalah tema adat istiadat. Adat istiadat yang dimaksud tentang

bagaimana adat tradisi suku Dayak Uud Danum hidup dan dalam melaksanakan

pernikahan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

Kutipan 1

Ibunya pun menyiapkan barang-barang yang diminta oleh

Romamang. Ia kemudian mengambil satu buah gong untuk emas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

73

kawin. Mengambil parang dan juga tombak. Ia kemudian berangkat

dengan membawa syarat-syarat untuk melamar. Romamang

menuruni anak tangga, ia menoleh ke hilir dan ke hulu. Dilihatnya

kuali untuk tempat makan babi dan diambilnya. Ditariknya ke

sungai untuk menjadi sampan.

Kutipan 2

Setelah menjemur pakaian ia pun naik. Rombiya segera

meletakan tajung dan parangnya di kamar Romamang. Anjingnya

juga ikut naik. Tidak lama kemudian ia duduk. Ibu Romamang

segera mengambil parang dan manik-manik. Menyiapkan pakaian

Rombiya, anting-anting dan cincin. Ibu Romamang kemudian

menangkap ayam yang patah sayapnya. Manik-manik yang patah

dan juga piring yang pecah. Ia lalu mohpas Rombiya. setelah

mohpas, ia kemudian memotong ayam tersebut dan nyahkik

Rombiya. Memasangkan siro (gelang manik-manik), anting-anting,

kalung dan gelang. Ia kemudian masak, mencuci panci, mengambil

beras dan menyalakan api. Api pun menyala dan ia segera menanak

nasi, merebus air untuk membersihkan ayam. Ia kemudian

mencabuti bulu ayam dan membersihkan ususnya. Nasi pun matang

dan setelah memotong-motong ayam ia pun mulai memasak sayur.

Sayurannya pun mendidih dan ia memasukan garam cabe dan

tempoyak ke dalam sayurnya. Tidak lama kemudian sayurannya pun

masak dan segera dihidangkannya, ia mencuci piring dan

menyediakan air untuk mencuci piring serta air minum.

Pada kutipan di atas, Romamang meminta ibunya untuk menyiapkan

segala sesuatu yang diperlukan untuk melamar seorang wanita. Kutipan di atas

merupakan adat tradisi yang masih berlaku di masyarakat suku Dayak Uud

Danum. Kutipan di atas menggambarkan tentang adat tradisi masyarakat tersebut.

Selanjutnya, pada kutipan 2 digambarkan mengenai tata cara memberkati orang

yang menikah.

3. Struktur Mitos Rombiya Teks C

Struktur instrinsik yang akan dianalisis hanya empat unsur. Adapun unsur-

unsur yang akan dianalisis yaitu tokoh, alur, latar dan tema. Berikut ini adalah

analisis struktur mitos Rombiya yang terdapat pada teks C.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

74

a. Tokoh

Tokoh dalam teks C ini yaitu Rombiya dan suaminya Romamang.

Rombiya berperan sebagai tokoh utama karena menceritakan tentang kisah

hidupnya. Rombiya juga paling banyak menggunakan waktu penceritaan

dibandingkan Romamang.

1) Rombiya

Rombiya memiliki sifat yang penyayang, hal itu dapat dilihat dari kutipan

berikut ini.

Jadi pada zaman dahulu, anak Rombiya sedang sakit. Ia

tidak berselera makan karena sakit.

“Kau antar aku menangkap ikan,” katanya kepada Romamang.

”Siapa tau anak kita mau makan”

Pada kutipan di atas, diceritakan bahwa anak Rombiya sakit dan tidak

berselera makan. Rombiya kemudian berusaha agar anaknya mau makan. Usaha

yang dilakukan oleh Rombiya yaitu dengan mengajak suaminya mencari ikan.

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Rombiya sangat menyayangi anaknya.

2) Romamang

Tokoh Romamang merupakan suami dari Rombiya. Romamang adalah

sosok suami yang penurut. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut.

Kutipan 1

Jadi pada zaman dahulu, anak Rombiya sedang sakit. Ia

ngidam karena sakit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

75

“Kau antar aku menangkap ikan,” katanya kepada Romamang.

”Siapa tau anak kita mau makan”

“Ayoo..,” kata Romamang.

Tokoh Romamang tidak menolak permintaan istrinya. Ia juga dengan

sabar menemani istrinya hingga ia berubah menjadi rotan. Hal tersebut dapat

dilihat dari kutipan berikut.

Kutipan 2

“Ooo.. Rombiya, ayo kita pulang. Langit mendung.” katanya.

“Jangan seperti itu,” jawabnya. ”Aku menjaring ikan di borohuk,

banyak ikannya.”

“Sudahlah! Sudah penuh tenget (tas dari anyaman rotan) mu itu.”

Rombiya pun tetap menjaring ikan. Namun.. tidak lama

kemudian angin ribut dan hujan deras. Romamang pun bersembunyi

di dalam darit kajuk. Ia berniat berteduh karena hujan namun ia

berubah menjadi uoi cohkok. Rombiya pun merasa kedinginan. Ia

kemudian ke hilir menyusuri sungai sambil memanggil Romamang.

Romamang tetap menunggu istrinya meskipun angin ribut dan hujan deras.

Romamang akhirnya berubah menjadi rotan. Sosok Romamang juga digambarkan

sebagai suami yang penyayang. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

Kutipan 3

“Ini adalah aku,” katanya. ”Aku bukan Romamang manusia,

aku Romamang rotan. Pulang saja sana ke anakmu. Kalau ada anak

kita yang sakit dan anak cucumu kurus kering dan bermimpi buruk,”

katanya. ”Ambil aku sebagai topahtung!” katanya lagi. ”Nanti aku

menolong mereka. Sehingga keturunanmu banyak. Mereka akan

bersamaku,” lanjutnya.

Meskipun telah berubah menjadi rotan, Romamang tetap memikirkan

Rombiya. Ia tetap berusaha untuk menjaga anak-anak mereka. Romamang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

76

meminta Rombiya untuk mengambil dirinya yang telah menjadi rotan sebagai

topahtung.

b. Alur

Waluyo (2014: 9), mengatakan alur atau plot sering disebut sebagai

kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang

menunjukan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar

pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang. Alur dalam mitos Rombiya

adalah alur maju.

Sudjiman (1988: 30), menggambarkan struktur umum alur yaitu awal

(paparan, rangsangan, dan gawatan), tengah (tikaian, rumitan, dan klimaks), akhir

(leraian dan selesaian). Berdasarkan struktur umum alur di atas, berikut adalah

struktur umum alur dalam mitos Rombiya.

1) Tahap Awal (Paparan, Rangsangan, dan Gawatan)

Paparan muncul diawali oleh penutur dengan penggambaran seorang ibu

bernama Rombiya. Tokoh Rombiya memiliki anak yang sedang sakit dan tidak

bernafsu makan. Melihat hal tersebut, Rombiya pun meminta suaminya untuk

mengantarnya menangkap ikan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

Jadi pada zaman dahulu, anak Rombiya sedang sakit. Ia

ngidam karena sakit.

“Kau antar aku menangkap ikan,” katanya kepada Romamang.

”Siapa tau anak kita mau makan”

“Ayoo..,” kata Romamang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

77

2) Tahap Tengah (Tikaian, Rumitan, dan Klimaks)

Tikaian muncul ketika Rombiya tidak menghiraukan ajakan suaminya

untuk pulang. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Ooo.. Rombiya, ayo kita pulang. Langit mendung.” katanya.

“Jangan seperti itu,” jawabnya. ”Aku menjaring ikan di borohuk,

banyak ikannya.”

“Sudahlah! Sudah penuh tenget (tas dari anyaman rotan) mu itu.”

Rumitan muncul kemudian ketika angin ribut dan hujan deras. Rombiya

kedinginan dan mencari suaminya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Rombiya pun tetap menjaring ikan. Namun.. tidak lama

kemudian angin ribut dan hujan deras. Romamang pun bersembunyi

di dalam darit kajuk (batang pohon). Ia berniat berteduh karena

hujan namun ia berubah menjadi rotan. Rombiya pun merasa

kedinginan. Ia kemudian ke hilir menyusuri sungai sambil

memanggil Romamang.

Klimaks muncul saat Rombiya mendapati suaminya telah berubah menjadi

rotan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Oo.. Romamang?” panggilnya.

“Aku di sini,” jawabnya. Ia tetap memanggil sambil mencari suaminya.

“Sini.. sini terus kau ini. Di mana?”

Romamang kemudian menggoyangkan pucuk rotan itu. Rotan itu

menggoyangkan dirinya.

“Ini adalah aku,” katanya. ”Aku bukan Romamang manusia, aku

Romamang rotan.

3) Tahap Akhir (Leraian dan Selesaian)

Leraian muncul saat Rombiya mengetahui Romamang telah berubah

menjadi rotan. Ia menangis dan pulang ke rumah. Sebelum Rombiya pulang,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

78

suaminya berpesan agar Rombiya mengambil rotan untuk melakukan upacara

Nopahtung jika ada anak cucunya yang sakit, kurus atau pun bermimpi buruk. Hal

tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

“Ini adalah aku,” katanya. ”Aku bukan Romamang manusia,

aku Romamang uoi cohkok. Pulang saja sana ke anakmu. Kalau ada

anak kita yang sakit dan anak cucumu kurus kering dan bermimpi

buruk,” katanya. ”Ambil aku sebagai topahtung!” katanya lagi.

”Nanti aku menolong mereka. Sehingga keturunanmu banyak.

Mereka akan bersamaku.” lanjutnya.

“Oohh..” kata Rombiya, ia pulang dengan berurai air mata.

Suaminya tidak ikut pulang bersamanya.

Selesaian muncul ketika Rombiya melakukan hal seperti yang

dikatakan oleh suaminya yang telah berubah menjadi rotan itu. Hal tersebut

dapat dilihat dari kutipan berikut.

“Sudahlah,” ujarnya. ”Aku akan melakukan seperti yang

dikatakan oleh Romamang rotan saja,” katanya. Ia pun segera

mengambil rotan dan juga sirih pinang. Kemudian ia Nopahtung,

anaknya diletakkan di batang pohon. Anaknya pun sembuh.

c. Latar

Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-

peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra (Mihardja, 2012: 7). Latar atau

setting dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu dan suasana. Latar tempat

pada mitos ini yaitu di hutan. Kemudian latar waktu yaitu siang hari. Selanjutnya,

latar suasana pada teks C ini adalah suasana sedih dan mencekam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

79

1) Latar Tempat

Latar tempat pada mitos Rombiya teks C ini yaitu di sungai. Berikut ini

adalah deskripsi mengenai latar tempat dalam mitos tersebut. Latar tempat di

sungai dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.

Kutipan 1

Mereka berdua pun berangkat menjaring ikan di sungai.

Banyak sekali ikan di sungai tersebut. Semakin ke hulu semakin

banyak ikan yang mereka peroleh.

Kutipan 2

Rombiya pun pulang dengan menyusuri sungai sambil

kedinginan karena hujan. Anaknya di rumah masih demam.

Pada kutipan di atas, disebutkan bahwa Rombiya dan Romamang

menjaring ikan di sungai. Dari kutipan di atas juga sudah diketahui dengan jelas

latar tempatnya adalah di sungai.

2) Latar Suasana

Suasana sedih terjadi saat Rombiya mendapati suaminya telah berubah

menjadi rotan dan ia pulang dengan berurai air mata ke rumah. Suasana

mencekam terjadi saat hujan deras, guntur kilat dan langit berubah menjadi gelap.

Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

“Oohh..” kata Rombiya, ia pulang dengan berurai air mata.

Suaminya tidak ikut pulang bersamanya.

d. Tema

Tema mitos ini yaitu tema kehidupan. Rombiya digambarkan sebagai ibu

sekaligus istri yang melakukan pekerjaan sebagaimana wanita suku Dayak Uud

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

80

Danum pada umumnya. Rombiya juga sangat menyayangi anaknya sama seperti

ibu-ibu pada umumnya dengan berusaha mencari ikan agar anaknya memiliki

selera makan.

Dari ketiga analisis struktur yang sudah dijelaskan, dapat disimpulkan

perbandingan dalam tabel di bawah ini:

No Unsur

Pembanding

Teks A Teks B Teks C

1. Tokoh Tokoh protagonis :

Rombiya

Tokoh antagonis :

Awak Kesanduk

Tokoh tambahan :

Ocan Suit (tikus)

Tokoh protagonis :

Rombiya

Tokoh antagonis :

Romamang Sandung

Tokoh tambahan :

kancil

Rombiya

dan

Romamang

2. Alur Alur maju

Alur maju

Alur maju

3. Latar Latar tempat (di

sungai, di rumah

Rombiya dan di

dalam kodiring)

Latar waktu (siang

dan malam hari)

Latar Suasana

Latar tempat (di

sungai, di rumah

Rombiya dan di

rumah Romamang

Sandung)

Latar waktu (siang

dan malam hari)

Latar

tempat (di

hutan)

Latar

waktu

(siang hari)

Latar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

81

(senang dan

mencekam)

Latar Suasana

(sedih)

Suasana

(sedih dan

mencekam)

4. Tema Kehidupan dan adat

istiadat

Kehidupan dan adat

istiadat

Kehidupan

C. Fungsi Mitos

Fungsi adalah kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat

(Depdiknas, 2008: 401). Fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi

mitos Rombiya bagi suku Dayak Uud Danum. Bascom (via Danandjaja, 1997: 19)

mengatakan ada empat fungsi. Fungsi pertama, sebagai proyeksi (projective

system) yaitu sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif. Fungsi kedua

sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.

Fungsi ketiga sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device). Fungsi keempat

sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu

dipatuhi anggota koletifnya. Mircea Eliade (via Susanto, 1987: 92-93),

memberikan pandangan mengenai fungsi mitos, yaitu sebagai contoh model bagi

semua tindakan manusia dan juga berperan sebagai sarana penyembuhan.

Berdasarkan fungsi-fungsi yang dikemukakan oleh Bascom dan Mircea

Eliade , mitos Rombiya yang dituturkan dalam upacara Nopahtung memiliki enam

fungsi. Fungsi pertama dari mitos yaitu sebagai sarana penyembuhan. Sarana

penyembuhan di sini maksudnya yaitu pengalaman Rombiya dalam mitos yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

82

dituturkan saat proses upacara Nopahtung berlangsung dapat terjadi pada manusia

sekarang. Jika Rombiya dalam mitos tersebut terbebas dari roh halus setelah

melakukan upacara Nopahtung, suku Dayak Uud Danum mengharapkan

kesembuhan atas diri orang yang sakit. Harapan ini juga didasari pada

kepercayaan suku Dayak Uud Danum akan adanya roh halus.

Kedua, sebagai sistem proyeksi mitos Rombiya dianggap memproyeksi

angan-angan masyarakat, yaitu keselamatan. Proyeksi keselamatan ini

dimunculkan melalui tokoh Rombiya pada teks A dan teks B. Rombiya yang

menikahi roh halus dapat kembali ke keluarganya dengan selamat. Proyeksi

keselamatan tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

Kutipan 1 Teks A

“Begini, kata tikus padaku Ibu. Aku tidak bisa keluar jika

tidak karena bantuannya. Tikus itu berbicara saat aku akan

membunuhnya, tapi ia melarangku. Aku nenek moyangmu, katanya

kepadaku sehingga aku tidak jadi membunuhnya. Kalian berdua

nanti kalau sudah sampai di sana, suruh ibumu Nopahtung kalian

berdua menggunakan abu. Agar menjadi ganti istri Awak

Kesanduk.”

Kutipan 2 Teks A

Manusia abu itulah yang menjadi istrinya, ia tidak lagi

beristrikan Rombiya. Manusia abu itulah yang menemaninya

mencari ikan dan daging. Manusia abu itu pandai masak, sedangkan

Rombiya sudah pulang ke pada ibunya dan sudah tidak lagi

bersama Awak Kesanduk.

Kutipan 3 Teks B

Rombiya pun melewati bukit itu, semakin ke hulu dan sedikit

menurun sampailah di halaman rumah Ibu Rombiya. Berlarilah

anak anjingnya dan naik ke rumah saat Ibu Rombiya sedang makan

sirih.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

83

“Ehh.. sepertinya ini anak anjing kita!” Ia pun berdiri dan melihat

Rombiya. Rombiya pun naik.

“Mengapa kau pucat sekali anak?” katanya. Ia segera memeluk dan

mencium anaknya.

“Di mana suamimu?”

“Ah.. kancil yang mengantar aku dan anak anjing tadi.”

“Lalu di mana kancil itu?

“Sudah pergi.”

Ibunya pun segera menghidangkan makanan. Setelah Rombiya

selesai makan, ia duduk untuk nyirih. Rombiya kemudian mandi dan

mencuci pakaiannya. Setelah mandi dan mencuci ia menjemur

pakaiannya. Ia pulang ke rumah dan hari pun malam. Ia melakukan

seperti yang dikatakan oleh kancil.

Kutipan 4 Teks C

Rombiya pun pulang dengan menyusuri sungai sambil

kedinginan karena hujan. Anaknya di rumah masih demam.

“Sudahlah,” ujarnya. ”Aku akan melakukan seperti yang dikatakan

oleh Romamang rotan saja,” katanya. Ia pun segera mengambil

rotan dan juga sirih pinang. Kemudian ia Nopahtung, anaknya

diletakkan di batang pohon. Anaknya pun sembuh. Begitu pula aku

meniru Rombiya, rotan ini untuk mengembalikan rohnya supaya

rotan ini yang menjadi temannya. Dialah yang dikejar hantu dan

dikejar bayi.

Ketiga, mitos ini berfungsi sebagai pengesahan kebiasaan-kebiasaan dan

cara hidup masyarakat suku Dayak Uud Danum. Hal tersebut dapat dilihat dari

kutipan berikut.

Kutipan 1

Mereka semua pun duduk untuk makan. Tidak memakan

waktu yang lama, mereka duduk melingkar seperti tempurung

kelapa. Dari ujung yang satu hingga ke ujung yang lainnya. Mereka

makan dengan lahapnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

84

Kutipan 2

“Nanti kalian jangan pulang dulu,” kata Awak. ”Setelah

kalian makan, masuklah ke rumah dulu makan sirih dan pinang.

Kutipan 3

Ibunya kemudian membuka petinya. Ia mengeluarkan

pakaian, kain untuk melamar seperti syarat melamar di suku Dayak

Uud Danum. Kain untuk melamar disatukan dengan sambon (manik-

manik yang panjang) setelah itu disatukan dengan rawai (gelang

dari emas). Pakaian untuk ganti, cincin, gelang dan anting-anting.

Kutipan 4

“Kita nanti jangan menggunakan sampan yang kecil, pakai

yang besar saja siapa tahu Rombiya ingin ikut bersama kita nanti.”

Teman-temannya pun mengangguk saja. Mereka kemudian naik ke

sampan dan semuanya ikut mendayung.

Pada kutipan 1 merupakan kebiasaan suku Dayak Uud Danum ketika

makan bersama, yaitu duduk melingkar di lantai. Selanjutnya pada kutipan 2,

Awak melarang orang-orang untuk langsung pulang dan menawarkan makan

sirih-pinang terlebih dahulu. Sirih-pinang adalah tradisi khas dari suku Dayak

Uud Danum. Setiap rumah-rumah pasti terdapat sirih-pinang dan dihidangkan

kepada tamu yang datang ke rumah. Pada kutipan 3, Ibu Awak menyiapkan

persyaratan-persyaratan untuk melamar Rombiya. Hal tersebut merupakan adat-

istiadat suku Dayak Uud Danum dalam hal melamar. Selain itu, pada kutipan 4

menegaskan bahwa suku Dayak Uud Danum memanfaatkan sungai sebagai sarana

transportasi. Jadi, pada kutipan-kutipan di atas tampak pengesahan kebiasaan dan

cara hidup masyarakat suku Dayak Uud Danum.

Keempat, mitos Rombiya berfungsi sebagai alat pendidikan. Fungsi ini

menekankan pada pendidikan moral, terutama mengenai tokoh Rombiya yang

terlalu pemilih pada teks A dan B. Tokoh Rombiya yang tidak ingin menikah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

85

dengan orang yang berjualan karena khawatir terkena panas matahari serta

ketamakannya akan harta benda. Tindakan Rombiya dapat dijadikan sebagai

cerminan bahwa setiap tindakan akan menuai risiko. Hal tersebut dapat dilihat

dari kutipan berikut.

Kutipan 1

Adat istiadat seperti biasanya, memikul harta benda tidak

mau. ”Aku tidak mau!” ujar Rombiya. ”Aku tidak ingin

bersuamikan orang yang berdagang, itu akan membuat kepalaku

sakit. Terlebih lagi menikah dengan orang yang berjualan kesana-

kemari, aku tidak ingin terkena panas matahari,” kata Rombiya.

”Aku hanya ingin tinggal di dalam rumah.”

Kutipan 2

”Aduh.. aku sudah bosan menghadapi orang yang terus

datang untuk melamarku tanpa henti, aku sudah tidak sanggup.

Lebih baik aku menikahi Awak Kesanduk. Aku tidak akan capek dan

tidak akan terkena panas matahari. Aku hanya akan tinggal di

dalam rumah saja. Jika aku menikahi orang-orang itu, aku akan

turut menemaninya berdagang dan pergi ke ladang,” kata Rombiya.

”Aku tidak mau. Lebih baik aku menikah dengan Awak saja. Aku

tidak akan capek-capek dan hanya tinggal di dalam rumah saja.”

Kutipan 3

Angin terbang pun membawa kabar tersebut ketika Awak

Kesanduk sedang membuat sampan di hilir rumah. Tidak ada

pekerjaannya yang lain.

Pada kutipan 1,2, dan 3 dari mitos teks A di atas, Rombiya mengatakan

akan menikah dengan Awak Kesanduk. Padahal, ia sendiri tidak tahu apakah

memang ada orang yang bernama Awak Kesanduk. Ucapannya yang

sembarangan itu ternyata sampai kepada Awak Kesanduk yang ternyata adalah

roh halus yang mendiami kodiring. Awak kemudian melamar Rombiya dan

Rombiya tidak bisa menolak karena ia sendiri yang mengatakan akan menikah

dengan Awak Kesanduk. Pada mitos teks B juga sama, Rombiya mengatakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

86

akan menikah dengan Romamang Sandung untuk menghindari orang-orang yang

terus datang melamarnya. Ucapan Rombiya tersebut ternyata didengar oleh

Romamang dan ia pun datang untuk melamar Rombiya. Rombiya akhirnya

menerima lamaran Romamang karena ia sendiri yang mengatakan mau menikah

dengan Romamang Sandung. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.

Kutipan 1

“Ahh Ibu..” jawabnya. “Jangan khawatir, nanti menikah nanti

tidak. Jika yang melamar adalah Romamang Sandung, akan aku

terima.”

Kutipan 2

“Iya, aku ini adalah Romamang Sandung yang kau sebut. Korasak

Tuak mengatakan bahwa kau ingin menikah denganku. Oleh karena

kau telah menyebut namaku maka aku datang ke sini untuk

melamarmu,” kata Romamang.

Kutipan 3

“Eh.. Rombiya segera kemasi pakaianmu,” kata Romamang

kepada Rombiya. “Aku tidak bisa lama, hari aku melamar maka

hari itu pula aku membawamu bersamaku,” lanjutnya.

“Aduhh..aduhh,” jawab Rombiya. “Bagaimana ini? Orang tuaku

tidak ada di sini?”

“Kau bisa memberitahukan pada tetanggamu,” katanya. “Aku lihat

banyak orang di kampung ini.”

Kelima, mitos Rombiya sebagai alat pengawas norma-norma sosial

berkenaan dengan pelestarian alam. Dalam teks A dimunculkan tempat yang

dikeramati yaitu kodiring. Tempat tersebut dihormati sekaligus ditakuti sehingga

tempat-tempat tersebut tetap terjaga hinggga kini. Tempat tersebut juga akan

didatangi di saat-saat tertentu untuk menghormati roh leluhur dan meminta

perlindungan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

87

Ia bangun dan kepalanya membentur Guci kodiring (rumah

untuk menyimpan abu, tulang, rambut dan kuku dari orang-orang

yang sudah meninggal), rumah itu pun menjadi sempit.

Pada kutipan di atas, Rombiya terbangun di tempat yang tidak

seharusnya. Kodiring bukanlah tempat untuk ditinggali oleh manusia yang hidup,

karena mengingat ukurannya yang kecil. Kodiring juga menjadi tempat untuk

menyimpan abu, kuku, tulang dan rambut dari orang yang sudah meninggal.

Kodiring adalah rumah bagi roh-roh yang sudah meninggal.

Keenam, mitos berfungsi sebagai contoh model bagi semua tindakan

manusia, baik dalam upacara-upacara maupun dalam kegiatan sehari-hari yang

bermakna, misalnya makan, seksualitas, pekerjaan, pendidikan, dsb. Mitos

Rombiya dalam upacara Nopahtung merupakan contoh melakukan upacara

Nopahtung itu sendiri. Dalam mitos Rombiya dijelaskan awal-mula dilakukannya

upacara Nopahtung serta apa saja persyaratannya. Hal tersebut dapat dilihat dari

kutipan berikut.

Kutipan 1

“Begini,” kata tikus. “Lewat sebelah sini. Kau lewat tanjung

kemudian kau pulang ke ibumu sana. “Nanti kalau sudah sampai di

sana, suruhlah ibumu mengambil abu di dapur, telur ayam untuk

makanannya supaya menyerupai kalian berdua. Agar Awak

beristerikan abu itu dan tidak lagi beristerikan kau. Sedangkan kau

sudah pulang.”

“Baiklah jika seperti itu.”

“Kemudian panggillah roh kalian berdua.”

Kutipan 2

“Bagaimana dengan aku?” kata kancil. “Ikuti saja aku!

Lihat jejakku. Nanti kau melewati rawa-rawa dan kemudian naiklah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

88

melewati bukit itu. Lewati lereng bukit yang panjang itu. Nanti

ambillah kayu pahting jorik, ambil yang sudah kering. Setelah itu

dibakar dan dimatikan apinya. Jika hari sudah menjelang malam

kau benturkan ke dirimu. Kenakan gelang menggunakan manik-

manik sebagai pengganti rohmu. Itulah yang akan menjadi gantinya,

Romamang tidak akan mencarimu. Yang penting ketika kau

Nopahtung, ambillah parang dan parangkan ke tanah. Itulah yang

akan menjadi jalan patung nantinya. Patung itulah yang akan

tinggal bersama Romamang, bukan kau lagi,” Kata kancil kepada

Rombiya.

Kutipan 3

“Ini adalah aku,” katanya. ”Aku bukan Romamang manusia, aku

Romamang rotan. Pulang saja sana ke anakmu. Kalau ada anak kita

yang sakit dan anak cucumu kurus kering dan bermimpi buruk,”

katanya. ”Ambil aku sebagai topahtung!” katanya lagi. ”Nanti aku

menolong mereka, sehingga keturunanmu menjadi banyak. Mereka

akan bersamaku,” lanjutnya.

Pada kutipan 1 di atas, tikus memberitahukan kepada Rombiya mengenai

upacara Nopahtung. Ia mengatakan persyaratan yang harus dilengkapi dan juga

tata cara melakukan upacara tersebut. Rombiya kemudian melakukan seperti yang

diberitahukan oleh tikus kepadanya. Begitu pula pada kutipan 2 dan 3. Pada

kutipan 2, yang meminta Rombiya untuk melakukan upacara tersebut adalah

kancil sedangkan pada kutipan 3, Rombiya diberitahu oleh suaminya sendiri yang

berubah menjadi rotan. Dari ketiga kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa

mitos Rombiya teks A,B, dan C merupakan contoh tindakan dalam melakukan

upacara Nopahtung. Tindakan tersebut kemudian ditiru oleh suku Dayak Uud

Danum hingga saat ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

89

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada penelitian yang berjudul “Struktur dan Fungsi Mitos Rombiya dalam

Upacara Nopahtung suku Dayak Uud Danum” ini peneliti memaparkan tiga hal

utama, yaitu: Pertama, penghimpunan dan pendokumentasian sastra lisan dalam

upacara Nopahtung suku Dayak Uud Danum yang disertai dengan terjemahan dan

catatan agar dapat dinikmati oleh kalangan yang lebih luas. Kedua, penganalisisan

struktur mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung. Ketiga, penganalisisan fungsi

mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung.

Dari tiga hal utama tersebut, kesimpulan yang didapat penulis dalam

penelitian ini sebagai berikut. Upacara Nopahtung adalah upacara menyembuhkan

orang sakit yang sudah tidak bisa ditangani secara medis. Upacara ini dibagi

menjadi empat, yaitu Nopahtung menggunakan abu dapur, kayu api, rotan dan

batu. Upacara Nopahtung berasal dari kepercayaan suku Dayak Uud Danum akan

adanya roh halus. Suku Dayak Uud Danum percaya bahwa ketika orang sakit, roh

orang tersebut sedang tersesat. Kepercayaan itu semakin dikuatkan dengan adanya

mitos Rombiya yang dipercaya benar-benar pernah terjadi. Mitos itulah yang

kemudian diceritakan kembali saat upacara berlangsung.

Dari kajian struktural ketiga mitos Rombiya tersebut, dapat disimpulkan

bahwa mitos dalam upacara Nopahtung memiliki tokoh utama yang sama, yaitu

Rombiya. Namun, ada perbedaan nama tokoh yang menjadi suami maupun tokoh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

90

yang menyelamatkan Rombiya. Jika pada teks A nama suami Rombiya adalah

Awak Kesanduk, berbeda dengan nama suami Rombiya pada teks B yang

bernama Romamang Sandung dan pada teks C bernama Romamang. Selain itu,

pada teks A, tokoh yang menyelamatkan Rombiya adalah tikus. Hal itu berbeda

dengan tokoh pada teks B yang menolong Rombiya adalah kancil. Alur dalam

ketiga mitos ini sama yaitu alur maju, sedangkan temanya yaitu adat istiadat dan

juga tema kehidupan. Ketiga mitos ini sama-sama menceritakan tentang Rombiya

yang menjadi orang pertama melakukan upacara Nopahtung. Perbedaan versi dari

ketiga mitos ini disebabkan oleh narasumber yang menutur mitos tersebut

berbeda.

Mitos Rombiya memiliki enam fungsi bagi kehidupan masyarakat suku

Dayak Uud Danum. Fungsi – fungsi itu sebagai berikut. Fungsi pertama, sebagai

sarana penyembuhan. Fungsi kedua sebagai proyeksi (projective system) yaitu

sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif. Fungsi ketiga sebagai alat

pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Fungsi keempat

sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device). Fungsi kelima sebagai alat

pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi

anggota koletifnya. Fungsi keenam sebagai penetapan contoh model bagi semua

tindakan manusia.

B. Saran

Penelitian tentang mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung suku Dayak

Uud Danum yang mencakup kajian struktur dan fungsi ini diharapkan dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

91

dikembangkan lebih luas lagi oleh peneliti selanjuntya. Peneliti lain hendaknya

meneliti menggunakan sudut pandang yang berbeda misalnya meneliti mantra

yang terdapat dalam upacara Nopahtung. Peneliti lain juga hendaknya meneliti

lebih lanjut mengenai majas maupun gaya bahasa yang digunakan maupun kajian

pragmatik seperti daya bahasa, isi tuturan, makna tuturan, dan daya bahasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

92

DAFTAR PUSTAKA

Bugin, Burhan H.M. 2011. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain.

Cetakan V. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi

ke-IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model,

Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Center for Academic Publishing Service.

Leba, Yoseph Karolus. 2013. “Tradisi Reba: Mitos Genealogis, Proses Ritual,

Makna dan Fungsi Reba bagi Masyarakat Ngadha di Flores, NTT”.

Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Liman, Monika Martha Ose. 2013. “Sastra Lisan Lamabaka Kecamatan

Wulandoni Kabupaten Lembata; Klasifikasi dan Analisis Fungsi bagi

Masyarakat”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Mihardja, Ratih. 2012. Buku Pintar Sastra Indonesia. Jakarta: Laskar Aksara.

Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pudentia MPSS/Editor. 2015. Metodologi Kajian Tradisi Lisan Edisi Revisi.

Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra Peranan Unsur-unsur

Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sarumpaet, Riris K. Toha. 2011. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, Dr. Liaw

Yock Fang. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Sudjiman, Panuti.1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Susanto, Hary. 1987. Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta:

Kanisius.

Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.

Waluyo, Herman J. 2011. Drama, Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta:

Hanindita.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

93

Yapi Taum, Yoseph. 2011. Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode, dan

Pendekatan Disertai Contoh Penerapannya. Yogyakarta: Lamalera.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

94

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

95

Lampiran I

Daftar Informan

1. Narasumber yang Menguasai Sastra Lisan dalam Upacara Nopahtung

Nama : Jetai (Pemimpin Upacara)

Umur : 72 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Dusun Makuk Amat, Desa Baras Nabun, Kecamatan

Serawai, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.

2. Narasumber yang Menguasai Sastra Lisan dalam Upacara Nopahtung

Nama : Umik

Umur : 83 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Koremoi, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang,

Provinsi Kalimantan Barat.

3. Narasumber yang Menguasai Sastra Lisan dalam Upacara Nopahtung

Nama : Tambe

Umur : 85 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Kemangai, Kecamatan Ambalau, Kabupaten

Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.

4. Nama : Yelani.

Umur : 50 Tahun

Pekerjaan : Petani

Alamat : Dusun Makuk Amat, Desa Baras Nabun, Kecamatan

Serawai, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.

5. Nama : Tembai

Umur : 32 Tahun

Pekerjaan : Wirausaha

Alamat : Dusun Mankuk Amat, Desa Baras Nabun, Kecamatan

Serawai, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

96

Lampiran 2

Transkripsi Mitos Teks A

Adat uran ngeing hen etok puk nah, ngawak puat jaot iyam kanik. “Iyam

kuk!” hen Rombiya. “Iyam kuk botuhkoi cok ngomosai urun cok bodagang

bojurik, moros kuhung kuk kak. Ngomosai urun cok bodahkang mahik-mahik,

ahkuk erek kuk mindak ondo,” hen Rombiya. “Kanik mocon bang rowuk kak

ahkuk tuh.”

Ngondoi kanik nah hen Rombiya tuh rih, inang amang ah iyam kanik,

ngondoi kanik hen amang ah inang ah cok iyam kanik, koratuh nah nuro-nuro

iyam touk nyorung-nyung.

“Ahkai, bokah nah nanyam ah kuk ngonih urun cok ngisok ngoruh nuro-nuro,

tunah atuh kak atuh aoh yarok duok kuk hinok.” Hawun hioi, “Nihak kak ahkuk

ngomosai Awak Kesanduk. Iyam ahkuk bo’ok, iyam buah ondo. Mocon untuk

rowuk kak ahkuk. Ngomosai urun koratuh rih ahkan ngomo’ok ahkuk kak.

Ngasang dok bodagang bojurik, ngasang dok umbak ngona’ag ang,” hen

Rombiya. “Erek kuk, hinak ahkuk ngomosai awak kak. Iyam kuk bo’ok-bo’ok,

mocon bang rowuk nah kak ahkuk.”

Bokorungok inang amang ah, ngonih iyok koro atuh rih. Mirak kak kotai

ah ahkuk cok arok nah hiang tok atak ngitot. Koderih kak anuk tuk poh cok uhcan

bahiw nahpik atak tok nokuk juoi bo’oi urun cok tohkok nah anan iyok tuh.

“Iyam kuk kanik,” hie ah. “Ngondoi Awak Kesanduk kanik kuk.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

97

Ngitot nokuk anai bahiw nahpik tuh, beteng Awak Kesanduk napak arut

ah, bo’oi rowuk hegup-hegup nguan arut. Iyarok gawiw ah bohkon.

“Eh hen ohcin tuk tuh nyangit ngorasik ahkuk, kanik peh heak urun ahkak kuk?”

“Arok urun ngisok ah rih, iyam kanik puruh ah nah erew ah. Kanik ah arah ihkok

nah cok bokenak hiou. Iyam iyok bo’ok mindak ondo.”

“Iyok,” he ah. “Ngondoi ngeing erih burik horuk. Ta’ang kak ondo ihik.”

Burik nokuk rowuk, ondo tongirah kak. Hawui morisak jarak ah cok

tonyokawit ah nuk tohun rowuk. Ngohiroi nuk sopajan morisak nohtok yarok.

“Iyarok ombai koro ah. Na’ah jorahak kuk kak.” Hawui na’ah jorahai ah cok

hawoi rio jok noh.

“Nokuk amoh peh hiom muk ahkak kuk rih?”

“Ahkan torok monyarak, bohkon nanyam tok cok atak korejak iyarok horang ah.

Iyarok kak huriw ah,” hioi.

“Iyok,” hen jorahai ah ahkan dorok monyarak.

Tahkan cok turak tahkan torian cok morak-morak torawuh jarak. Monuk

dorok, punak iyam arik tongocin. Juoi kak juoi dorok tuk rih, a’ang nonyok-

nonyok bo’oi rowuk Rombiya tuh nai. Ngonih-ngonih anak kinyam bo’oi rowuk

tanak uwung dih, mucak tanak mucak korawuk ahkan ajam dok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

98

“Arak nah!” hen tongai dok cok hajok hik. ”Burik nai! Iyam kam ngonih ah

Rombiya jorik ngomosai Awak Kesanduk dih? Ihtok burik nah, cohit nah ondo

dih.” Burik nah idok hik poh, ondo pun cohit.

“Eh.. tu’uk nah ngeing erih hom? Pondarak kuk barik ondo ucan bahiw nahpik

marom ah.”

“Torok burik kanai!”

Hawun dorok nokurang arut dorok burik nah. Ocin dorok hik tuh punak

arok, a’ang iyam arik buhang, suang nuro.

“Ihkok nain dih ngindoi ohcoh nah unuk anai arak ihkok jok burik nokuk emuk

nah bah. Ahkam muk umbak muruh ngonah, nisit ngorasih ocin!”

“Iyok,” hen jihpoi ah tuh. Hawui ah marak inang ah nah.

“Muruh nah, arak muruh cok koik jok inang. Muruh cok hajok tuh. Tona’ah

kapung nuk rowuk tuh nain,” he ah. ”Kuman borum ohtoi, boringuk kak nanyam

kuk umbak idok,” hioi ah tuh. “Atak cok ngaluk nguan arut kuk rih iyam kak touk

nyoriat.”

Koderih kak anak kinyam cok nuk rowuk nih, hawoi monus ngorasih arop

dok. Umot dok monus ngorasih arop dok dih hawun dok turus nyariw. Johcoh

rowuk hawun dok kuman borum nuk edok tuh rih, tiruh karing nah tonguai.

Dorok hik hamang kak johcoh a’ang torian jok, nyuhko arut hawui ah turus nusuk

ah. Nguhik ngindo dorang ba’ah rihkok ba’ang arut jok nih dorang baras tuh.

Kawui ah jok turus nuhkat nah rih, johcoh rowuk turus ah morasih ah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

99

Inang ah tuh muruh barik, iyok tuh cok muruh konah. Ngohtah morasih

hawui ah nguhik ah turus ah nindan ah. Tojah nah uruh hik ah hawui ah nonyuk

nyahang konah ah. Nokurak nokarik ah buan tamam pios. Was mosak nah hawui

ah ngahkit ah horuk iyok ah, umot nah iyok ngahkit ah hawui ah ngahtang ah.

“Inun nah ta’ah tepuk kuk cok janyak-jonyok?” hen dorang kawai jorahai ah. ”Jok

cok ngonyonyok-ngoyahkek kawak kuk kai tuh. To’ok ihtok turak!” Turak bihit

ah tongai ah, hawun dok nokuk anan, nokuk iyok tuh.

“Inun peh cok ta’ah muk cok janyak-jonyok jok rih?”

“Ahkuk na’ah ihkam ahkan kuman. Ngonuk ocin ahkuk hik rih,” he ah. ”Hawun

boringuk nanyam kuk kanik bohawung umbak ihkam, mocon bongok kuk,” hen

Awak.

Inun cok morap idok hik tuh hawoi cok tuot kuman. Inun peh daro

kotahiw ah, koro kak bangok buruk nah idok hik tuh. Tuot putung tuot putung

idok hik tuh, kuman cok kojahpak-kojamek.

“Arak tasok buho ihkam tuh rih,” he ah. ”Umot ihkam kuman dih nyorong nokuk

rowuk hinok nyihpak-nyomahkuk.”

Koderih kak inyah hik boh. Cok pongok nyipot barik konah, cok mohpas

ngorasih saoh. Idok cok horuk hawun dok tuot nyihpak-nyomahkuk nuk konahak

nah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

100

“Anuk.. ahkuk rih cok sekurang nah ahkuk na’ah ihkam kuman borum, nyihpak

nyomahkuk. Arok kak urun cok jorik ngomosai ahkuk ngening ah. Erih nah cok

poduruk kuk umbak ihkam dih. Bo’oh angar ah hen ihkam?”

“Ih.. yarok pongosarak bih. Erih kak cok pios, arok urun cok kanik ihkok rih

ahkan dahang muk. Daripada nuro bongom.”

Hawun inang ah cok nguhkoi pahtik ah nai, a’ang soroh sariw, a’ang cok

kain kisok. Koro syarat etok tuh noh. Kain kisok jok cok tongorupuk ah umbak

sambon hawui ah cok morosoh ah umbak rawai. Undak saruk ah arok, sariw ah

dorang tisim koram. Umot erih nok,”Umot nah koripos kuk rih. To’ok! Monyih

ondo boroang. Ahkan tok turak un tuh nah!”

Iyam marok kotahiw ah hawui ah, cok kanik turak umbak, cok iyam kanik

tohtah. Arok cok ahtin arut cok koik arok cok ahtin arut cok hajok ahkan Rombiya

taput idok nain, iyok kak hen dorang kaban jorahai ah jok. Hawun hawoi jahkat

ba’ang arut nai.

“Anuk kok jihpon, ngindoi was ohcoh nah unuk torian Rombiya nain numos

ihkok notahcuk kain tambong putung. Ngindoi kanik he ah ahkai ah huntuh nah,

ngindoi bere ah ahkan tok ta’ai ah.”

“Iyok,” hen jorahai ah tuh.

Inun peh kotahiw, etok cok horang icok kotanjung kak hawui ngapat unuk

torian Rombiya. Hawun dok nyuhkau arut, hawun dok nuhkat turus notahcuk

sajah jok nokuk Amang Sawang Parik tambong putung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

101

“Anuk ahkuk hik cok nuhtui iyam borambung ondo. Cuhun Awak ngisok ihkok,

ngindoi cok kanik Rombiya nganik ah huntuh nah. ngindoi berek dih ahkan kai

pohos burik huntuh nah.“

“Iyam marok ponyarak ai,” hen Amang Sawang Parik. “Ohtoi kak horuk nyihpak-

nyomahkuk, ahkuk kanik turak nokuk putung hik!”

Hawui ah turak nokuk putung, beteng amang dorong inang Rombiya

hokomongon kisok oruh tuh kak.

“Iyam ta’ak kuk beh ngeing ah nai kisok Rombiya, ngindo tongoharang kuk iyam

hem muk pu’un konoi. Yarok cok tongisok korok cok okok tuh, ngisok Rombiya

nai. Iyok cok ngomosai. Hajok ombuk nah iyok rih, iyok nah cok bopihkir.”

“Tuh kisok Awak dih Rombiya! Cok kanik ngomosai iyok hem, ahkam muk

ngomosai iyok. Ngindoi berem muk ahkam muk ngomerek ah hun tuh.”

“Marok auh kuk,” hen Rombiya. ”Was auh kuk nah marom, iyam icok iyam icok

ahkan kosarak kuk. Ahkuk yam ngomosai rih koratuh, ngomosai Awak morong

ahkuk. Erih auh kuk marom noh,” hen Rombiya.

Hawun dok cok inun peh kotahiw, turus nah inang Rombiya cok nawan

kak urak manuk, sawang semerum ah. Hawui ah turus ngahpik tohun rowuk.

Jarak tonihkas, manuk urak umot nah.

“Haih.. nyuhuk dok nuhkat nah!” Burik nah Amang Sawang Parik tuh.

“Nuhkat nah ihkam, kanik Rombiya rih,” hen Amang Sawang Parik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

102

Mosuruh iyok, iyam kotahi ah hawui ah burik. Iyok ponitoi kotambong

putung kak nokuk Rombiya nai rih. Nun cok kawan rio hik nuhkat tahkan ba’ang

arut dih. Morap. Arok cok horuk, arok cok pongok, arok cok borihkat-borihkut

idok nyaran dak tetu etok cok kawan rio. Johcok nah anan tuh, turus motonduk

koratung unuk ah tuot noharep ponyihkuk nai. Erew noharep cok boroang tok noh

bosai Rombiya tuh terek tirik kak cok jora’ak buru’ ang tokang ja’ai ah tuh. Buro

tunding riko ah hik botatuk. Hawun toturus notuot arop ah hawun ah namit

sawang tuh.

“Amoh nah ihkok nih Rombiya? Ohtoi nah bosai muk rih.”

Turus nuot arop ah anan, ngandah ngokok kak iyok hik. Hawun Amang

Sawang Parik namit manuk, turus nyahkik dorok nah mohpas ah. Mot mohpas ah,

mohpas nokuk komarop ah nai horuk uwas komarop nokuk osok ah nai. Mot iyok

mohpas nokuk osok ah nai hawui ah nyomorih ah nai manuk. Mot iyok nyomorih

ah hawui ah nyahkik dorok nai, mot nyahkik hawui ah mohtong siro dorok turus

ngomuran sawang semerum dorok rih.

Koderih kak jok urun cok muruh marap jok, hawoi endoh korejak gawin

dok. Arok cok muruh, arok cok nganas cok tongomorum dok nih. Inun peh arok

kotahiw ah etok. Etok arok korunon ah hawun dok cok turus, umot tongi’it dorang

somurut tongomorum nih turus ngohtah norok ah. Aiw nah cok ahkan ukuk cok

edok, aiw nah cok etok korunon ukun ponguman dok tuh. Iyam maro ponyarai ah,

kotahiw ah hawun dok muruh nyukuh ah, huriw ah kohtah koruhkuh ah hawun

dok cok nohpung dorang cahang tonyuk ah sodorai hendak ah. Nahpuk dorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

103

pokahkas ah buan pios hawun dok nguit nokarik ah, ngahkit ah nah cok ukun

sawang hawun dok ngocahkah ah otuk uran cok tona’ah dok kuman borum.

Ngahtang ngoriting ah, nyorongin ah nai. Na’ah idok nai kuman borum, aiw nah

unuk dok kawan rio hik somihit tok korunon tuh dok cok kuman nih. Kuman

jakak tisai borai amoh cok tongohuang, umot dok hik inang Rombiya nocahkah

nyopiring nokuman dorang semerum dok nih horuk. Mot dok nyurung ukun

ponguman hawui ah kuman borum nah urun arok hik ah, dorong rio jok nih

koderih kak. Hawoi aiw, dok kuman borum. Dok cok tiruh tongomarek, dok cok

monyun tona’ah tononyang tonohkun. Mot kuman jakak borai, bokah nah oman

dok bosuh rotus nah. Hawun dok nguhik ngoruhkuh nah idok hik, mot jok hawun

dok hopahkat nai.

“Haih..” hen Awak Kesanduk. ”Beh koro cok ketok hik nih? Ngidoi hawoi umot

nah ihtok kuman rih ahkan tok burik nah.”

“Umot noh,” hen kawai jorahai ah hik tuh.

“Eh.. ngokok nah ngeing muk bosai Rombiya?” hen inang Rombiya. ”Mai nah

peh ihkam ngeing erih rih? Iyam na’k mocon kotorok? Moh hioi nah joraham meh

jok burik.”

“Iyam ta’ak kuk minak, paring cok ponokarak kuk rohpo rowuk kapung ekai ja’at.

A’ang jok tarai rosung aruk mahik cok burik ahkuk hik uras-uras. Yarok ohcoh

kuk tahtot, nohtak kak pokarak jok nah ahkuk cok janyak-jonyok rih.” hie tuh.

“Yok,” hen inang Rombiya. ”Ngindoi ngeing erik nak tongipos pokajan muk

Rombiya!”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

104

“Koderih Rombiya hik,” hioi. ”Ngindoi cok ngomosai ahkuk hik, taput ahkuh nah

iyok. Ngindoi cok iyam ohtoi nah iyok.”

“Arah ngomosai nah ahkuk, ngasuk bosai kuk nah. Bongok kuk nuro.” hen

Rombiya.

Rombiya hik ngoripos dorang ahtin pokajai ah, ang jok barik konah ah.

“Arak nah nohtah ah dorang barik konah hik ah, tisak ukum muk rih ngoniw ah.”

hen inai ah tuh.

“Arak ihkok turak bongom muk,” konoi hen inang ah tuh. “Ngoniw ah kak arik

muk tuh.”

Kanik turak iyok hik tuh dorok korunon humbak umbak idoh. Turak nah

iyok a’ang sarak nah pongomok ah. Paksak turak cohit atuh nah. Nun idok tuh,

mosuruh nah.

“Ihkok dih arak tuot san ang sarai. Tuot ang tohui ah nah nain, pai mihkoh umbak

kurang karik.”

“Iyok,” hen Rombiya.

“Morap idok ngawuih hik. Mahik cok cohuk kak. Ang murik kak cok nenih

nohuruk kak, iyarok kosorewet tok.” hen Awak kan Rombiya. “Morok nain arak

heran bongon morok bah! Ahkuk rih napak arut kuk bo’oi rowuk,” hen Awak.

“Borok ngapat rowuk cok hacok a’ang tohun. Cok pihtuk bo’oi, pihtuk juoi jok

nah kawan tuh noh. Rowun endoh, a’ang koik sumbuk ah. Cok hajok sumbuk ah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

105

rih aik kuk ah, cok rowuk hajok rih.” hen Awak. “Ahkuk dih napak arut kuk, iyam

touk nyorung. Morok anan noh. Arak heran umbak arop morok, ngunag dorang

ukun ponguman morok anan nah. Tiruh karing anan nah monyakak borai huang

meh nai.”

“Iyok,” hen Rombiya hik tuh. Inun peh arok alang ah. Kawui ah cok turak nah

nokuk anai.

“Tuh poh inang, yamarok alang ah. Inun peh tongurah tok nai? Tuh nah cok

tongurah tok rih.”

Nyoronong rowuk nah cok boruhang borasih monyakak borai, ngahpik

kacang ngatung korombuk ang cok ngihih ahtik cok tumbuk-tumbuk. Ngandah

huang ah nohtok ah, marok alang ah nai.

“Ahkai-ahkai,” hioi ah. Icok tuh hik morungok kak iyok hik boh. Rombiya tuh

ngandah taman unuk ah nih. “Ang punak cok pios,” he ah. ”Inun nah peh cok

tongurah tok,” hen Rombiya. Borukang iyam kota’an nah iyok tahkan ponuat ah.

Totiruh nah iyok. Bototiruh nah icok koromik-romik atuh, orai nah nanyam

kombuk noromik hawui ah tokuat.

“Ah.. totanoh nah poniruh kuk rih,” boroang nah ondo. Kuat he ah notongas,

botopokuk kuhung ah rih nuk topajan. Bokosikik-sikop nah nanyam ah.

“Beh ang rih bih, noparik ahkuk kak! Inun nah nanyam erih rih? Dawak kuk

morong nah unuk torok nih. Mbai peh noromik nih tamam?”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

106

Icok ondo atuh nah, borouk nah nanyam pongomok ah. Kawui ah cok

morukai moruat, ang cok unuk dok muruh iyarok, unuk dok ngorih yarok.

“Ang nah cok nguang torok hik, bohkon nanyam ah!”

Kuman barik cok bohatin dorok kanai dorok tuh. Hawui ah kanik ngindo

tatoi dorang bukus ah ahkan ngorih nguhik tongok iyam tai ah amoh unuk kurah

ah. Ang unuk punak uwang kodiring.

“Kai.. ang nah torok nanyam hik tuh kok!”

Koratuh nuro, ngindoi ngoromik pari pindong ahkan dorok. Boroang

ngindoi hondo kak. Ngindoi pindong yarok nah sumbuk koro noromik pahtuk ah

romut. Kuman barik konah cok bohatin dorok marom kak. Bajuk bo’oih nah, arok

horang sahpo tahkan anan nah iyok ngomohuih ah. Iyam nah idok kuman.

Koratuh nuro nah koruok kotoruk kohopat korimok, bokah nah koratuh nuro.

“Kai.. ang tu nah anak tuh kok. Borouk nah nanyam ah iyam ta’an tok kuman.

Ujan arok tok ngonih ohtuh ah kak. Iyam ta’an tok ngosuruh, boroang ondo

mahik-mahik. Ang tuk nanyam ihik. Ngindoi hondo ngoriak ngoraik nah iyok hik

tuh, ngorang notohkang dorang dinding ang sahpo tuh.” Nguai ah ewak hik ah tuh

tapi iyam duoi ah.

“Nun koro torok? Morisak toi koputung iyam ta’ai ah boruak. Nokuk putung iyam

ta’ai ah boruak.

“Eh.. ang torok tuh. Atak ngarot nyam tuh, monus iyam ta’an tok mosuruh nokuk

tanak iyam ta’an tok. Nenih arok jaran tok, un tuh yarok nah.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

107

Ngonih cok ngotohkang ngotohkup hawun tomarang hen rio tahkan

tambong putung.

“Ih nai, mai peh ocin tuh touk nyaran nuhkat mosuruh nuhkat mosuruh johik jok

rih? Ba’ak nah torok.. beh peh koro kuk umbak ah bih. Toi, nongak kuk putung

iso muk dih! Ahkak kuk munuk iyok.”

“Iihhh.. inun nah peh tonguam muk ahkan munuk ahkuk dih?” hen Suit

“Peh koro ah emuk to’uk ihkok nuhkat mosuruh kaik kuk iyam,” hen Rombiya

“Ngindoi ihkok cok jorik mosuruh marak ahkuk pios-pios, arak cok ahkan munuk

ahkuk dih. Rio inik tahtuk muk ahkuk dih, iyam kak borawo mahpah.”

“Ngindoi ta’ak kuk ngeing erih nih ihkok tahik nah ohtoi marak arop muk. Yam

kuk ta’an ihkok anan,” hen Rombiya ahkan rio Ocan Suit tuh.

“Ngindoi ihkok kanik boruak ahkak kuk moruak ihkok tahkan ohtoi, arak ngeing

erih.”

“Ngindoi ngeing erih ahkuk iyam munuk ihkok boh ngindoi cok rio inik tahtuk

kuk.”

Hawui ah nuhkat unuk johin kodiring tuh, hawui ah muwuk nuro ah. Orai-

orai nah dorok rih musat.

“Bo’oh..? Orai nah morok musat reh?” Hawui ah nyarau.

“Nain horuk. Ahkak kuk marak ingat kuk horuk ngopai iyok pusong umbak ahkuk

ngindoi Awak touk rasak ohtoi. Urah nah kotahi ah was burai-burai ah nah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

108

nanyam ah iyam kak touk rasak ohtoi. Ngomosai mahpah ahkuk rih yarok ahkuk

bohawung umbak behtiw. Humbak umbak iyok beteng korok cok hosahkik kak

marom, mot erih iyam marok ahkuk bohawung umbak iyok. Buyar nah ahkuk cok

ngomosai iyok,” konoi hen Rombiya.

Mot erih muwuk bunang iyok tuh pari totitoi nuk tambong putung,

ngonyun nuro kak rio ingat ah tuh. Tosaraw jorak ah ingat ah jok cok nuro

tongundek tonguruk ah dih. Johcoh diring baon ahtoi ah. Tahkan-tahkan cok ingat

ah rih nyoketek iyok.

“Ahkai ingat! Arak nah. Monarik sonak nah ahkuk nain. Yok, ahkuk marak

ihkok,” he ah tuh. ”Ahkuk kanik burik nokuk inai kuk nah, masap ah. Tahik nah

koro yam nak masap idoh.”

“Ook.. burik nah ihkok,” he tuh.

”Marak Awak, pai kusom mbak korok burik.”

Johcoh nah iyok putung, borukang nah iyok ngaring arop ah. Hawui ah

mot cok kijok rih, mosuruh nah dorok tuh boh. Bokorengen kak omai ah, iyam

ta’ai ah juoi umbak bo’oi.

“Ah bih, peh peh koro korok nah. Amoh nah peh nokuk juoi?” he tuh. ”Ang

nokuk ohtoi dih harut.”

“Anuk.. “ hen ocan suit. ”Ba’ah hirak tuh. Ihkok tuh nyihing tanjung turus kam

muk burik nokuk inai muk nah. ”Ihkok nain ngindoi dohcoh nah unuk anai

nyuhuk motehkai korawuk, kotoruh manuk ahkan ukui, supaya nyorupak mahtai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

109

baui motirit koro tangak morok tuh nai. Ngoruh korawuk jok nah Awak dih, iyam

ngoruh ihkok. Cok ihkok cok burik nah.”

“Iyok.. ngindoi ngeing erih.”

“Hawun ngurun moruan morok dih.”

Iyam kotahin tahkan anan hawun turak burik nah ocan suit hik nuhkat

burik nah nokuk rohpo ah nai. Nyaran nah Rombiya hik, ohcoh nah ang pohoi

rohpo inai ah hawui ah na’ah ah.

“Oonai..” konoi hen inai ah. “Rombiya omoi koro ah atuh, tahik nah iyam

bohawung nohtok.” hen inai ah beteng ngonorok ukun urak. Monyungat hen anak

toranan tuh.

“Monyungat ah anak, iyai jok? Rombiya cok tongahak kuk tuh.” Monyungat iyok

tuh pari nohtok ah.

“Ah.. daro tuh koro ah. Iyam kak korunon etok nah.”

“Arak nah ngeing erih anak, nihak kak burik kak iyok.”

Hawui ah nopihtah ah iyok tuh boh. Mot iyok nopihtah ah hawui ah jok

ngoyaup arop dorok hawun dorok nuhkat. Monus pun iyam marok borai ah, kanik

tongiop nah cok ngarot kopihtuk kojaruk ondo yarok kuman borum. Ngorih pun

ere ah. Hawui ah cok turus jok johcoh rohpo nah inai ah muruh dorang danum

borasut ahkan ponus dorok. Nyahut nyabut dorok anan. Kawui , iyam peh daro

kotahiw, kuman borum ngorih kak cok kanik hacop nah nanyam borokung dorok

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

110

tuh kotahin hik ngorih pun hariw iyam. Ang ruwang kodiring nah. Koruok

kotoruk nah mbak inai ah hawui ah nuhtui ah nai, duoi ah nai muhkai mosuruh

monus morasih.

“Anuk hen inik kuk boh inek. Iyam ta’ak kuk boruak ngindoi iyam iyok dih.

Nuhtui okok dih ang ocin, kanik tomunuk kuk bajai. Tahtuk inik muh ahkuk rih

he ahkak kuk, balang ang punak hicok yam ta’an korok. Morok ngindoi ohcoi

anai nain rih nyuhuk inai mik nopahtung morok ahpan korawuk. Ahkai katik

Awak Kesanduk oruh ah rih.”

Hawun kohamang kak inai ah rih nguai ah. Nguan dorang ukui pongumai ah.

“Inun peh ukui ah he ah marom?”

“Kotoruh manuk noh, cihpak somahkuk ah. Hawun tonyuk ahkan sohpat ahtoi ah,

ahkai nyorung. Makuk ah nokuk korok kotoruk-kotoruk hawum muk nusuh ah,

ngorucak ah korok rih.” he ah.

Koderih kak inai ah nguai ah. Umot nah tonguang nak soriaw nah koro

tapak dorok, kuman pun duoi ah nah. Sopiring korunon korawuk jok hamang kak

Awak Kesanduk rih nawan ah.

“Jok nah ekuk oruh kuk rih. Iyam nah ahkuk ngoruh Rombiya, iyam poduruk kuk

ngoruh urun cok muruh ngonah pun iyam humak umbak ahkuk. Harap-harap nah

kaik kuk cok ngoruh, iyarok humbak mbak ahkuk nah.”

Korunon korawuk jok nah oruh ah rih, iyam nah cok ngoruh Rombiya.

Korunon korawuk jok nah dahang ah ngocin ngonah, muruh marap touk cok

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

111

korunon korawuk jok. Cok Rombiya tuh burik nokuk inai ah nai, iyam nah

humbak umbak iyok.

Lokasi dan Waktu Wawancara : Desa Keremoi, Kecamatan Ambalaw,

Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.

Bahasa Dayak Uud Danum, tanggal 19

Desember 2016.

Keterangan : Kisah ini dituturkan ketika dukun melakukan ritual nopahtung.

Dukun dan orang yang sakit, bermimpi buruk atau ada anggota

keluarga yang baru saja meninggal dunia akan duduk

menghadap ke arah matahari terbit. Di depan mereka akan

diletakan persyaratan-persyaratan seperti yang diberitahu oleh

dukun.

Narasumber : Umik (82 tahun), perempuan, buta huruf, petani.

Pengumpul Data : Tursina Ayun Sundari

Transkripsi Teks B

Inun nah Rombiya hik boh, hajok nah iyok. Bereh ah nah. Jarik urun hik

ah romut ngohkos burik cohit, romut cohit burik ngohkos.

“Ahkai.. ahkai,” hen inang ah. Ngindoi kanik Rombiya hik ah, bayan inang amang

ah. Uas kanik inang amang ah, beren Rombiya. Ijok cok toronyok ihcok rahpat

honjan dok ah. Rowut cok pinding pihkot kanai. Kahat mahtan penganon.

“Ooh..,” hen inang ah. “ Iyam tahan hik anak,” he ah tuh. “Nokuk umok

kanai korok amai muk tiruh umok nai. Nihak kak korok ngurah ocin konan,” he

ah. “Nguan pasok sout korok,” he ah. Bongoi ah nah mocon unuk rowuk hik boh.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

112

“Ah.. inai..” he ah. “Inun kok riduk ah, hawun ngomosai hawun iyam ndoi

Romamang Sandung kaik ku ah,” he ah. Jarik cok ondo sapai duok kotoruk iyok

mocon bongoi ah hik ah, pari maoh hen korasak turak buran hik ah.

”Ah Romamang Sandung,” he ah. ”Yok Rombiya nai ngoneui ihkok, hawun

ngomosai ngindoi ihkok,” he ah.

“Eh, tu’uk muk nah kih?” hen Romamang hik tuh.

“Tu’uk nah,”

“O’ok.. pios nah ngeing jok,” hen Romamang.

“Arak nah ihkam tiruh hondo nain inang! Anuk.. muruh marap ahkak

kuk.” Muruh marap nah inang ah hik boh. Muruh dorang barik, mot muruh barik

hawui ah muruh konah ah. Hawui ah, ngahkit konan, ngahpik konah ngahpik

barik ah. Turus ah nguhik pinjan iyok hik ah. Mot iyok ngahtang barik konan nih

ah, hawui ah nyoriak danum korih.

“Jok, kuman nah Romamang!” he inang ah hik tuh.

Hawun romamang hik kuman. Umot nah iyok kuman hik ah. Kuman jakak

tokaran borai ah iyok hik boh, hawui ah ngomuhik ngorih hinok. Hawui ah tuot

nyihpak.

“Haih inang.. nguhkoi ah ahkak kuk kain kisok!” he ah tuh. “Ngonin kain sajah

cahpoi,” he ah tuh. “Ngomin rabai ngonin sambon,” he ah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

113

Jok nah inang ah ngoripos hik boh. Hawui ah ngonin koratung icok iyok

hik ah, ahkan bahtun kisok ah. Ngonin iso, ngonin runjuk Romamang hik ah.

Hawui ah turak iyok hik boh. Nyomiring kak kisok ah jok nih. Mosuruh honjan

iyok hik ah umot iyok mosuruh nenih ah. Morio nokuk bo’oi morio nokuk juoi

iyok hik ah. Kihtai ah kak jurang urak. Oniah kai rumbang urak jok ah, hawui ah

nguhut ah nokuk danum nah. Nahpuk ah nokuk danum nah ahkan arut ah.

Ohcok nah danum nih ah, hawui ah nihkas ah nah. Dorang iso, runjuk,

koratung ah ahkan kisok ah jok. Hawui ah jahkat anan. Nohkon nyangit ah nokuk

bo’oi. Hopihtuk nokuk bo’oi hik ah turus topurik nokuk juoi. Hawui ah nohkon

iyok hik ah icok korato jok, nyihing tanjung icok. Hawui ah ngoniring tanjung

ohcoh nah iyok. Juoi tanjung kihtai ah nah rating Rombiya hik boh. Hawui ah,

turus mihtah iyok hik ah hawui ah turik nuk rating nai. Hawui ah ngarang kak

jurang urak nih unuk diang rating. Hawui ah ngoni nokuk rating nah iyok hik ah.

Purang iso, pu’un onyuh hik boh. Ngonin koratung, kain kisok hawui ah nuhkat

honjan.

Hocok nah nuk kuhung honjan hawui ah nicak tanak, hawui ah morio

nokuk bo’oi morio nokuk juoi. Iyok nohtok-nohtok urun gulang-galu. Arok cok

nokuk juoi arok cok nokuk bo’oi. Hawui ah nyaran juan-juan iyok hik ah nokuk

tohkon honjan romamang hik ah. Hawui ah nyokehem. Morio Rombiya hik tuh,

beteng ah tuot-tuot jok.

“Turus nah,” he ah tuh. “Arok ihke mocon ahik ah.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

114

Hawui Rombiya nohkak dorang kosarah sihpak. Hawui ah nuhkat iyok hik

ah. Ohcok iyok nuk baun tukang, hawui ah nihkas iso nihkas runjuk iyok hik ah

cok ahkan kisok ah jok nih koratung jok. Hawun iyok tuot nuk baun tukang jok.

“Jok kosarah sihpak jok boh,” hen Rombiya. “Uh..” he Rombiya.

“Iyok nah ahkuk hik Romamang Sandung boh, cok tongoneui muk ah. Anuk

ahkuk hik boh, ang ihkok cok ngeing ah tongoneu muk cok kanik jorik ahkuk,”

konoi hen Romamang. “Iyok nah hik ah unuk kuk ngisok ihkok,” hen Romamang

hik tuh.

“Ahkai-ahkai..” hen Rombiya.”Mirak peh arok kaik kuk humbak umbak iyok,” he

ah tuh. “Bohkok tu’uk,” he ah tuh.

Ngonih hen jok hen Rombiya hawui ah kohkat. Morum ahpui iyok hik tuh,

umot nah iyok ngomorum ahpui hawui ah ngaut bojah turus ngusak bojah, turus

nindan uruh ah iyok hik ah. Nindan uruh ah hik ah norak nah. Hotohpihtuk norak

hawui ah tojah nah, hawui ah ngarak ah. Hawui ah muruh konan hinok. Ngonin

cok cihoi ocin ahkan konah ah, hawui ah turus nindan ah konah ah jok ah makat

ah. Turus nonyuk nyahang ah, ngonyahtuk nyohoruk iyok hik ah. Norak nah

konah ah jok ah, hotohpihtuk nyamung torak ah hik ah. Mosak nah hawui ah,

ngahkit barik ah. Ngahkit konah ah iyok hik ah. Nguhik pinjan, nyoriak danum

komuhik danum korih. Hawui ah na’ah Romamang kuman, hawui Romamang hik

kohkat nah nokuh kak barik konah ah jok nih ah. Hawui ah ngomuhik, turus ngaut

barik konah ah Romamang hik kuman borum iyok ah. Hawun mot nah iyok

kuman hik ah hawui ah tuot nyihpak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

115

”Haih.. ngoripos nah Rombiya,” hen Romamang ahkan Rombiya. “Iyam

tai ah tahik ahkuk hik ah. Ondo ahkuk ngisok ondo ahkuk ngomin ihkok, iyam

ta’ai ah tahi. U’un hik nah!” hen Romamang.

“Ahkai-ahkai,” he ah. ”Beh koro a tuh, inang amangku marok ohtoi?”

“To’uk ihkok ngohawot ahkan dok kosirak hik boh,” he ah tuh. “Arok sih koro ah

kapung rowum muk,” konoi he ah tuh.

Hawui ah ngoripos nah. Tahkai ah kak nyarok barik konah ah horuk iyok,

hawui ah nongak anak asuk ah. Umot iyok nongak anak asuk ah Rombiya hik ah,

hawui ah ngoripos. Ngoripos kak sariw sajah sahpoi ah, dorang sahput ah. Hawui

ah ngaut bojah, toruk katang bojah bohatiw ah hik ah. Nguai ah nuk borasai,

hawui ah ngipos ba’ang tajung nok. Ngipos dorang sariw ah jok dorang sahput ah.

Ngomin dorang iso.

“Ah.. horuk nah ahkuk hik ah,” hen Romamang. “Nokuk danum nah.”

Mot nah iyok ngoripos, hawui tahik reneng-reneng kanik ah iyam turak.

Anan nah iyok ngohawot ahkan inang nih boh ngasuk Romamang cok ahkan

bosai ah. Mot iyok hik ah hawui ah, a’ang tuk hen huang ah. Hawun iyok turak

iyok hik ah ngawak tajung ah. Hawui ah turus nyomiring iso ah. Hawui ah na’ah

anak asuk. Ngasuk nah anak asuk ah hik ah. Ngatop atop ah, hawui ah mosuruh

nah iyok hik ah. Ohcok nah nuk tanak nah, hawui ah nitoi topuan iyok hik ah.

Ohcok nah nuk kuhung honjan nuk danum nah, morio nuk danum nah nohtok kak

jurang urak ahkan arut hik ah. Tomok reneng-reneng nuk kuhung honjan nah iyok

hik ah. Kanik mosuruh kanik iyam.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

116

“Eh.. mosuruh nah Rombiya!” hen Romamang hik ah tuh. Hawui ah

mosuruh na’ah anak asuk ah nuk rating nah. Kanik jahkat kanik iyam kak iyok nik

ah.

“Jahkat nah!” he ah. “Orai hik ah! Arak nah ihkok nuneng ah koik kihik ah.”

Hawui ah nihkas tajung ah, nokaroi iso ah ngahtang anak asuk ah. Hawui

tuot, hawun Romamang hik cok nohkan nyangit nokuk juoi iyok hik ah,

hotopihtuk iyok hik ah ngotucuk ah nokuk juoi hawui ah tokondos nokus bo’oi

arut ah jok. Tokondos-kondos, nyihing rato hik nah iyam tahik ihtan nah torian

dok nai. Hawui ah turik, hawun Romamang ah jahkat. Romiya hik jahkat iyok hik

ah, dorang tajung ah jok dorang iso anak asuk ah.

“Dandah nah ihkok!” hen Romamang. ”Monus nah, nain ahkuk nokuk rohpo

nah.”

Nun nah Rombiya hik boh, mot iyok nihkas dorang awak ah jok muhpuk

dorang kain sajah ah. Mot iyok muhpuk dorang sajah sahpoi ah jahkat nah iyok

hawui ah nyariw sahpoi ah iyok hik boh. Hawui ah iyok nyariw sahpoi sajah ah,

turus nuhkat nah Rombiya hik ah. Nuhkat iyok hik ah ohcok nuk tanak nah. Morio

nokuk bo’oi iyok hik ah hawui ah nohtok kak himbak, siton. Morio nokuk juoi

mahik kijok kak. Hawui ah nyaran iyok hik ah. Ohcok iyok nuk tohkan honjan hik

ah, ihtai ah idok hik ah ngohiroi sajah sapoi. Tomok nuro nuk kuhung honjan

Rombiya hik ah.

“Eh..” he ah tuh.”Turus nah Rombiya!” Hawui ah, turus iyok hik boh tomok nuk

tohkon honjan hawun moyung hen inang Romamang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

117

“Eh turus nah boh Rombiya, mocon umak ihkai nah,” he ah tuh. ”Nuhkat nah!”

Hawui ah mot nah dorang kohiroi sajah sahpoi ah hawui ah nuhkat rohpo

nah jok nokuk takun Romamang nah tiruh. Nuhkat turus nah Rombiya hik boh,

nihkas tajung ah nuk takun nah dorang iso ah. Asuk ah jok umbak ngasuk kak.

Iyam marok kotahi ah hawui ah tuot, tahkan iyok cok na’ah kak Romamang hik

ah. Nguhkoi dorang iso, nguhkoi sambon dorang manas. Nguhkoi cok sahpoi

sajah Rombiya hik boh, ang cok koram tisim tonguai ah hik ah. Hawui ah nawan

manuk, nawan manuk cok porot irat ah. Hawui ah sambon ah boputung kijok kak

cok pinjan ah hawui ah mohpas Rombiya inang Romamang hik ah. Umot iyok

mohpas hik ah hawui ah munuk manuk, umot iyok munuk manuk hawui ah

nyahkik ah Rombiya hik ah. Mahtok dorang siro dorang koram kukung rasung

hawui ah muruh. Nguhik keceng ngaut bojah hawui ah ngomorum ahpui ah.

Kawui ah borum nah ahpui nindan uruh, hawui ah nganash manuk ah. Mojok iyok

nyomurut ah turus nyirik tonoik ah iyok hik boh. Tojah nah uruh ah jok ah umot

kohtah kuruhkuh manuk jok ah ngomorum ahpui hawui ah muruh ah. Norak nah

kok iyok nyahang nonyuk ngoyahtuk konah. Umot ah nyahang nonyuk ah hik ah,

mosak nah konah ah hik ah. Hawui ah ngahkit konah nah, umot kahkit konah ah

nguhik pinjan hawui ah ngahtang ah. Mot jok nyoriak komuhik danum korih.

“Haih.. kuman nah oruh Romamang.”

Hawui ah tohkak kuman. Kuman iyok hik ah, pios nah komai ah barik

konah hik ah. Hawui ah kuman borum nah iyok hik ah ngomuhik ngorih. Hawun

ah tuot kesah paner cok koputung ondo jok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

118

“Cohit nah ondo karing tiruh nah Rombiya,” hen Romamang hik tuh.

“Anuk,” hen Romamang hik tuh.“Ihkok,” he tuh. “Ngindoi ngohkos bora’ang

ondo numos muruh barik muruh konah. Umot nah muruh barik konah, ngahtang

ahkan tok kuman umot jok hawun muk ngaut barik ngaut konah ngipos sihpak

somahkuk ngipos ahkak kuk iso otak!” he ah tuh. “Ahkuk napak arut.”

Kijok kak Rombiya hik boh, tonga’ak ah monyun hawui ah muruh konah

barik nah kuman borum. Mot jok ngoripos bohatin Romamang. Kijok bunang tiap

ondo. Jarik idok cok korohpo jok ah ngindoi hondo tiruh nyangit, ngindoi cohit ah

na’ah asuk, na’ah urak. Ang cok ngihik ihang, ang cok mucak, nganup nyaran

idok hik ah cok bahkas. Hawui Rombiya hik ah iyam marok tiruh hondoi hik iyam

marok nyaran nyorik nah. Kijok nuro-nuro sapai putai cok mo’ok kanai bojah ah

jok ah cok toruk katang hik nih ah.

“Ahkai-ahkai,” he ah tuh. “Inun nah peh koro?” he ah tuh. “Cok korihik

ah,” he ah tuh. “Hai anak asuk!” Ngumos umot nah kuman hik ah, nongak anak

asuk iyok hik boh. Umot nongak anak asuk hawui ah turak.

“Dahang ahkuk hik ah ngurah uhco, arok uhco ihtak kuk marom juoi rowuk jok

ah.”

Turak anak asuk hik ah. Ngurah uhco nah dorok hik. Juoi rowuk nohtok

uhco hik ah punak boro rehcik. Nyerep bunang iyok hik. Tuwik tajung ah.

Nomarang hen poranuk.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

119

“Huwoi.. huwoi..” he ah tuh. “Manggang iyok anak asuk poranuk jok ahkak kuk

morong ah ahkan tok ngonah ah nain!” he ah tuh. “Eh tongonah ah ngindoi hondo

umbak ihtok nganyap.”

Hawui ah,”heh.. heh.. heh.. nun ihkok morong ahkuk nih? Arak morong

ahkuk, nain ahkuk marak ahkam muk jaran.”

“Beh koro burik? Oruh Romamang ahkuk ah,” hen Rombiya

“Marok,” he ah tuh. “Romamang ah ngindoi hondo tiruh nuk puhkung tingon

diang hik,” he ah tuh. ” Bak neh ihkok anuk kok, burik kak nah!” hen poranuk hik

tuh. ”Ngomiah uras dorang sajah sahpoi muk ah, dorang ahtim pokajan muk arak

nohtah ah. Nain ahkuk ngitot ihkok burik nokuk inai amai muk nah,” hen

poranuk.

“Eh tu’uk nah kih poranuk?”

“Tu’uk ah nah,” hen poranuk. “Mirak kak ngurah ihkok boh,” he ah tuh.

Jarik burik nah iyok tuh, uhco ah nenih tongindo ah. Hawui ah burik

nokuk rohpo nah. Ohco ah anai hik ah, tongoripos ah uras dorang sahpoi sajah ah.

Dorang sahput korombuk ah. Hawui ah ngonin anak asuk ah. Hawui ah turak,

naah anak asuk ah. Horuk nah anak asuk hik boh.

“Haih.. nitoi dahtah jok poranuk jok eh. Nain iyok ngomok ah.”

“Beh peh kaik kuk jah?” hen poranuk. “Ngasuk ahkuk hik boh!” hen

poranuk. “Nohtok urui’h kuk. Nitoi dahtah jok ihkok nain Rombiya, nitoi korong

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

120

jok nah kawun ah nuhkat maroi-maroi nitoi korong hik ah. Nitoi korong ombuk.

Nohirik pahting jorik, nonin cok mahtoi jok. Nohtok ah. Ahkan ihkok nopahtung

arop muk!” he ah tuh. ”Mahpui ah pahting jorik jok ah. Umot nah mahpui ah

hawum muk nomarop ah,” he ah tuh. “Ngindoi hurung cohit nah he tuh ondo ah

hawum muk makuk arop muk. Ihik makuk ah,” he ah tuh. “Nosiro ah umbak

manas umot nah makuk arop muk ijok nah ahkan katik somenget moruan muk.

Ijok nah ahkan tuhkar towus ah, iyam Romamang ngurah ihkok boh he ah tuh.

Pohkok ihkok ngindoi nopahtung ah ngomin iso hawum muk ngoteui ah iso jok

unuk san tanak. Jarik jaran ahkan topahtung jok iso jok. Ijok jok cok humbak

umbak Romamang jok ah, iyam nah ihkok,” he ah. ”Ngondoi ihkok nuhpik napak

ah, ang inun peh saram muk nuro humbak umbak Romamang jok!” he ah poranuk

hik boh.

Hawui nitoi korong jok nah idok, juoi kak juoi maro-maro mosuruh nah

rasak kak topuan dok inai amai Rombiya. Tokoruk hen anak asuk. Nuhkat, inai

Rombiya tuot nyihpak.

“Erek.. anak asuk etok koro jok bih!” Hawui ah kohkat iyok hik ah, nohtok

Rombiya. Nuhkat nah Rombiya hik ah.

“Ngomai peh ihkok cok kodarah pucat anak?” he ah tuh. Iyok nah iyok cok

ngusah ngomuoi ngarok ngucom anak ah jok.

“Amoh peh bosai muk?”

“Ah, poranuk ngitot korok anak asuk hik boh,” he ah tuh.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

121

“Moh iyok poranuk jok eh?”

“Enih nah kai ngomarang ngasuk tok ohtoi.”

Hawui inang ah kohamang kak nohkak dorang ponguman, kuman borum.

Umot nah kuman borum, hawui ah nyihpak-nyomahkuk. Mot jok hawui ah

ngomonus arop ah. Muhpuk dorang ahti ah. Mot ah monus muhpuk hik ah, turus

ah ngohiroi ah. Burik nokuk rohpo nah iyok, cohit nah ondo. Numun aoh poranuk

jok kak iyok hik ah.

Lokasi dan Waktu Wawancara : Desa Baras Nabun, Kecamatan Serawai,

Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.

Bahasa Dayak Uud Danum, tanggal 28

Desember 2016.

Keterangan : Kisah ini dituturkan ketika dukun melakukan ritual nopahtung.

Dukun dan orang yang sakit, bermimpi buruk atau ada anggota

keluarga yang baru saja meninggal dunia akan duduk

menghadap ke arah matahari terbit. Di depan mereka akan

diletakan persyaratan-persyaratan seperti yang diberitahu oleh

dukun.

Narasumber : Jetai (72 tahun), perempuan, buta huruf, petani.

Pengumpul Data : Tursina Ayun Sundari

Transkripsi Teks C

Jadik omoi hik ah, Rombiya hik ah mondam anak ah. Korahak iyok hik ah

modam nih ah. “Nihak nah ihkok ngitot ahkuk masai!” he ahkan Romamang.

“Pa’ai kanik kak anak torok kuman.”

“Marok auh,” hen Romamang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

122

Turak nah dorok hik ah masai sungoi jok ah. Bohocin sungoi jok ah. Juoi-

juoi monuk ngeing ah dorok hik ah.

“Oo.. Rombiya, torok burik nah. Karas indong ondok hik kok,” he ah.

“Arak ngeing jok,” he ah. ”Ahkuk nguan ocin borohuk, karas ocin ah.”

“Jadik nah! Tuwik nah tenget muk jok tuh.”

Masai kak Rombiya hik. Nun.. bahiw boromut nah ahkan dorok uhcan

nyangit. Romamang bocuhuk kak ba’ang darit kajuk. Nyingo ondo ucan ewak ah,

pari monyadik uoi cohkok. Rombiya pun bohkon nah huang ah was bodarom nah

omai hik ah. Cohuk nah iyok tahkan borohuk na’ah Romamang.

“Oo.. Romamang?” he ah.

“Ohtoi kuk bah,” he tuh. Na’ah kak ngurah itok hik ah.

“Ohtoi.. ohtoi bunang kok boh. Amoh peh?” Hawui ah ngundek kak taruk uoi jok.

Uoi jok nguwut arop ah.

“Hik ahkuk ah.” he ah. ”Ahkuk iyam Romamang korunon, ahkuk

Romamang uoi cohkok. Burik kak nai ihkok ngapat anak muk. Ngindoi arok anak

tok cok mondam poros dorang anak osum muk yam mios kodarah kodaring,

nuhpik ngapak jaek,” he ah. ”Nguan ahkuk hik ahkan topahtung ah!” he ah. ”Nain

ahkuk ngaman ah ohtoi. Jok nah cok tirik-tirik anak sirih me,” hie. ”Umbak mbak

ahkuk nah idok,” hen Romamang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

123

“O’ok boh..” he Rombiya, boro rehe kak danum mahtai Rombiya burik boh. Bosai

ah tohtah hik ah.

“Tongurah cok torutung emuk, Romamang korunon,” he ah. ”Ahkuk Romamang

uoi cohkok.”

Burik kak nai cohuk danum jok nih boh, ta’ang darom cok tonguan ondo

ucan jok nih ah. Anak ah rowuk hik mondam kak.

“Umot nah,” hioi ah. ”Numun hen Romamang cok uoi cohkok nah ahku,” he ah.

Pari numos iyok nguan uoi sohkok hik ah, ang cok cihpak somahkuk ah. Hawui

ah nopahtung anak ah jok nih tonihkas ah nuk pu’un kajuk. Pios nah anak ah jok

nih boh.

Lokasi dan Waktu Wawancara : Desa Kemangai, Kecamatan Ambalaw,

Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.

Bahasa Dayak Uud Danum, tanggal 19

Desember 2016.

Keterangan : Kisah ini dituturkan ketika dukun

melakukan ritual nopahtung menggunakan

rotan. Dukun dan orang yang sakit,

bermimpi buruk atau ada anggota

keluarga yang baru saja meninggal dunia

akan duduk menghadap ke arah matahari

terbit. Di depan mereka akan diletakan

persyaratan-persyaratan seperti yang

diberitahu oleh dukun.

Narasumber : Tambe (85 tahun), perempuan, buta huruf, petani.

Pengumpul Data : Tursina Ayun Sundari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

124

Terjemahan Mitos Teks A

Adat istiadat seperti biasanya, memikul harta benda tidak mau. ”Aku tidak

mau!” ujar Rombiya. ”Aku tidak ingin bersuamikan orang yang berdagang, itu

akan membuat kepalaku sakit. Terlebih lagi menikah dengan orang yang berjualan

kesana-kemari, aku tidak ingin terkena panas matahari,” kata Rombiya. ”Aku

hanya ingin tinggal di dalam rumah.”

Jika Rombiya ingin menerima lamaran dari orang yang melamarnya, ayah

dan ibunya tidak setuju. Jika bapaknya setuju maka ibunya yang tidak setuju,

selalu seperti itu sehingga Rombiya tak kunjung menikah.

”Aduh.. aku sudah bosan menghadapi orang yang terus datang untuk melamarku

tanpa henti, aku sudah tidak sanggup. Lebih baik aku menikahi Awak Kesanduk.

Aku tidak akan capek dan tidak akan terkena panas matahari. Aku hanya akan

tinggal di dalam rumah saja. Jika aku menikahi orang-orang itu, aku akan turut

menemaninya berdagang dan pergi ke ladang,” kata Rombiya. ”Aku tidak mau.

Lebih baik aku menikah dengan Awak saja. Aku tidak akan capek-capek dan

hanya tinggal di dalam rumah saja.”

Orang tuanya terdiam mendengar perkataannya. Tidak lama kemudian

kabar tersebut mulai tersebar kesana-kemari. Begitu pula hujan angin terbang ke

hulu ke hilir menyebarkan kabar tersebut.

“Aku tidak mau,” katanya. ”Jika itu adalah Awak Kesanduk maka aku akan mau.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

125

Angin terbang pun membawa kabar tersebut ketika Awak Kesanduk

sedang membuat sampan di hilir rumah. Tidak ada pekerjaannya yang lain.

“Aduhh.. hewan ini sungguh mengganggu. Aku tidak yakin ada orang yang ingin

denganku.”

“Banyak orang yang ingin menikah dengannya. Sudah banyak orang yang datang

melamarnya, sudah puluhan tetapi ia tidak mau. Dia hanya ingin kamu yang

tampan katanya. Dia juga tidak akan lelah terkena panas terik matahari.”

“Baiklah jika seperti itu aku akan pulang terlebih dahulu, hari juga masih siang.”

Ia pun pulang ke rumah dan matahari pun mulai tenggelam. Awak

kemudian memeriksa jala yang digantung di tengah rumah. Dijemurnya di atas

tempat untuk menaruh kayu bakar sambil memeriksa jalanya dan dilihatnya tidak

ada yang koyak.

“Sepertinya tidak apa-apa, aku panggil temanku saja.” Ia kemudian memanggil

temannya yang sesama hantu.

“Mau pergi ke mana kita?”

“Kita pergi menjala, rasanya seperti ingin memakan sesuatu. Rasanya berbeda

karena terus menerus bekerja tanpa henti. Tidak ada hasilnya,” katanya.

“Baiklah,” jawab temannya dan mereka pun pergi menjala.

Dari lanting mereka menaburkan jala berkali-kali, banyak ikan yang

mereka peroleh karena jarang ada yang mencari ikan. Mereka pun semakin ke

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

126

hulu, kira-kira di hilir rumah Rombiya mereka mendengar anak-anak sedang

menumbuk tanah dan menumbuk abu untuk mainan mereka.

“Sudahlah,” kata sebagian anak-anak yang sudah besar. ”Pulanglah! Tidakkah

kalian mendengar Rombiya ingin bersuamikah Awak Kesanduk? Ayo kita pulang,

hari sudah malam.” Mereka pun pulang dan hari pun mulai gelap.

“Eh.. ternyata benar. Aku kira hujan angin ribut berbohong kemarin, itu sebabnya

aku tidak mau. Baguslah jika seperti itu, kita pulang saja!”

Mereka berdua pun memutar arah perahu mereka. Ikan mereka sangat

banyak karena sekali menebar jala tidak pernah kosong. Selalu ada ikannya.

“Kamu nanti kalau sudah sampai, jangan pulang ke rumahmu dulu. Kamu bantu

masak dan membersihkan ikan.”

“Baik,” kata temannya. Ia kemudian memberitahukan ibunya.

“Masaklah, jangan memasak di tempat yang kecil Bu. Masak di periuk yang

besar. Panggillah orang sekampung untuk datang ke rumah nanti,” katanya.

”Makan bersama di sini, rasanya sangat rindu karena tidak bertemu mereka,”

lanjutnya. ”Selama ini selalu membuat sampan yang tak kunjung selesai.”

Begitu pula dengan anak kecil di rumah tadi, semuanya pergi mandi

membersihkan diri. Setelah mandi mereka mengenakan pakaian, sesampainya di

rumah mereka pun makan dan kemudian tidur. Sedangkan Awak Kesanduk dan

temannya baru sampai di lanting, mengikat sampan kemudian membersihkan

sampan dari daun-daun dan juga pasir. Setelah itu, ia pun naik ke atas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

127

Sesampainya di rumah ia pun langsung membersihkan ikan. Ibunya sibuk

memasak nasi, Awak Kesanduk yang memasak sayur. Memotong dan

membersihkan ikan kemudian dicucinya dan ia pun mulai memasak sayur. Nasi

pun matang, ia segera menaburkan garam dan memasukan cabai ke dalam

sayurnya. Dibolak-baliknya sayur itu dan tercium aroma yang sangat menggugah

selera. Akhirnya sayur itu pun masak dan di angkatnya. Ia mulai menghidangkan

makanan dan kemudian memanggil orang di kampung untuk makan di rumahnya.

“Mengapa Awak terburu-buru?” kata teman-temannya.

“Mungkin ada sesuatu yang sangat mendesak. Ayo kita berangkat!” Mereka pun

berangkat bersama dengan anak istrinya sebagian menuju ke rumah Awak.

“Ada apa Awak? Mengapa kamu memanggil kami seperti ada sesuatu yang

mendesak?”

“Ah.. tidak ada yang mendesak. Aku memanggil kalian untuk makan. Aku

mendapat ikan yang banyak tadi,” jawab Awak. ”Aku juga merasa rindu ingin

bertemu dengan kalian. Selama ini aku tinggal sendiri,” kata Awak lagi.

Mereka semua pun duduk untuk makan. Tidak memakan waktu yang

lama, mereka duduk melingkar seperti tempurung kelapa. Dari ujung yang satu

hingga ke ujung yang lainnya. Mereka makan dengan lahapnya.

“Nanti kalian jangan pulang dulu,” kata Awak. ”Setelah kalian makan, masuklah

ke rumah dulu makan sirih dan pinang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

128

Begitulah teman-temannya, yang terakhir makan membereskan dan

menyimpan kembali sayur dan nasi yang masih tersisa sedangkan yang lebih dulu

selesai makan, duduk memakan sirih pinang di teras rumah.

“Jadi begini.. aku sekurangnya kalian makan dan nyirih pinang, ada orang yang

ingin bersuamikan aku. Itulah keperluanku terhadap kalian. Menurut kalian

bagaimana?

“Ahh.. tidak ada masalah. Malah bagus seperti itu ada yang mau supaya menjadi

temanmu, daripada kamu selalu sendiri.”

Ibunya kemudian membuka petinya. Ia mengeluarkan pakaian, kain untuk

melamar seperti syarat melamar di suku Dayak Uud Danum. Kain untuk melamar

disatukan dengan sambon (manik-manik yang panjang) setelah itu disatukan

dengan rawai (gelang dari emas). Pakaian untuk ganti, cincin, gelang dan anting-

anting.

“Persiapan sudah selesai. Ayo! Takut hari mulai terang, supaya kita berangkat

sekarang juga.”

Tidak membutuhkan waktu yang lama, yang ingin berangkat pun

berangkat sedangkan yang tidak ingin berangkat tetap tinggal.

“Kita nanti jangan menggunakan sampan yang kecil, pakai yang besar saja siapa

tahu Rombiya ingin ikut bersama kita nanti.” Teman-temannya pun mengangguk

saja. Mereka kemudian naik ke sampan dan semuanya ikut mendayung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

129

“Nanti ketika sudah sampai di sana, kamu segera mengulurkan ujung kain. Jika ia

mengatakan mau, supaya kita kita segera tau dan begitu pula jika ia tidak mau.”

“Baik,” kata temannya.

Setelah itu, tidak lama kemudian karena hanya melewati satu tanjung

maka sampailah mereka di lanting Rombiya. Mereka kemudian mengikat tali

sampan dan kemudian mengulurkan sarung kepada Amang Sawang Parik di

sebelah.

“Begini, aku menuturkan tidak pada hari yang terang. Awak memintaku untuk

melamar, jika Rombiya mau supaya mau saat ini juga, jika tidak supaya kami

segera pulang.

“Tidak ada masalah,” jawab Amang Sawang Parik. “Kamu di sini saja dulu nyirih

pinang, aku akan ke sebelah dulu.”

Amang Sawang Parik pun berangkat ke sebelah, ibu dan ayah Rombiya

tengah kedatangan orang yang mau melamar Rombiya juga.

“Aku tidak tahu bagaimana lagi lamaran Rombiya, jika aku terima maka tidak

jawabmu seperti biasanya. Tidak ada yang bisa aku lakukan, silahkan tanya pada

Rombiya. Dia yang akan menikah. Sudah besar tinggi, dia sendiri yang

memikirkannya.”

“Ini adalah lamaran Awak Rombiya! Katamu ingin bersuamikan Awak, supaya

kamu menikahi dia. Jika tidak mau, supaya kamu menolaknya.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

130

“Tidak ada yang ingin aku katakan, sudah aku katakan waktu itu. Selalu menjadi

kesalahanku jika aku tidak menikah seperti ini, lebih baik aku menikahi Awak

saja. Itulah yang aku katakan dulu,” jawab Rombiya.

Tidak lama kemudian, ibu Rombiya segera menangkap babi dan ayam,

mengambil sawang sememerum (tanaman puring dan cocor bebek). Ia kemudian

menghamparkan tikar di tengah rumah. Semua perlengkapan jala diletakannya,

ayam dan babi juga sudah disiapkan.

“Suruh mereka naik, nanti hari keburu terang.” Amang Sawang Parik pun pulang.

“Kalian silahkan naik, Rombiya mengatakan bahwa ia mau,” kata Amang Sawang

Parik. Ia pun turun, tidak lama kemudian ia pun pulang. Ia hanya melewati titian

sebelah rumahnya untuk menuju ke rumah Rombiya.

Para kawanan hantu ini pun naik dari dalam sampan. Riuh sekali. Ada

yang duluan dan ada yang tertinggal. Ada yang berjalan membelakangi jalan dan

ada pula yang berjalan sewajarnya, tidak teratur. Sampailah mereka, Awak segera

merubah arah gong menghadap ke arah suduh rumah. Ia tidak mau menghadap ke

arah yang terang. Di rahang suami Rombiya banyak terdapat sekam dan jaring

laba-laba. Emas di keningnya terlihat dengan jelas. Ia kemudian mendudukkan

dirinya dan kemudian memegang sawang.

“Rombiya.. kamu di mana? Suamimu sudah ada di sini.”

Rombiya kemudian segera mendudukkan dirinya dengan perasaan senang.

Amai Sawang Parik mengambil ayam dan kemudian mohpas mereka berdua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

131

Setelah mohpas ke arah matahari terbenam, ia kemudian mohpas ke arah matahari

terbit. Ia pun memotong ayam tersebut dan nyahkik Rombiya dan Awak

memasangkan siro mereka berdua dan menanam sawang sememerum.

Begitu pula dengan mereka yang masak, mereka sama-sama sibuk

melakukan pekerjaan masing-masing. Ada yang masak, ada yang merebus air

untuk membersihkan bulu babi dan ayam. Tidak memakan waktu yang lama

karena banyak orang yang membantu. Setelah dibersihkan kemudian dipotong-

potong.

Makanan untuk pihak Awak disediakan berbeda dengan makanan untuk

pihak Rombiya. Daging-daging itu pun mulai dimasak, cabai, garam, dan serai

dimasukan bersamaan dengan daging. Aroma dari sayur sangat enak. Sayuran

diaduk dan diangkat, makanan untuk sawang dilemparkan untuk roh sesuai

dengan kepercayaan mereka. Makanan dihidangkan dan didinginkan, orang-orang

dipanggil untuk makan. Para hantu teman Awak makan di tempat yang berbeda,

riuh sekali. Mereka makan sekenyang-kenyangnya setelah itu, ibu Rombiya

melemparkan makanan untuk sememerum (cocor bebek) sesuai adat suku Dayak

Uud Danum. Orang-orang yang masih tidur tongomarek (untuk menolak bala),

yang sudah bangun disuruh untuk makan. Setelah kenyang mereka pun mulai

berunding.

“Yookk..,” kata Awak Kesanduk. ”Bagaimana ini? Kalau sudah kenyang mari kita

pulang.”

“Ayoo..,” jawab temannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

132

“Ehh.. yang benar saja suami Rombiya?” kata ibu Rombiya. ”Mengapa tidak

tinggal beberapa hari dulu? Jika teman-temanmu ingin pulang duluan biarkan

saja.”

“Tidak bisa bibi, semua urusan di kampung aku semua yang menanganinya. Aku

tidak sempat duduk, karena urusan itulah mengapa aku terburu-buru.”

“Baiklah,” kata ibu Rombiya. ”Jika seperti itu segera siapkan pakaianmu

Rombiya.”

“Begitu pula Rombiya,” kata Awak. ”Jika bersuamikan aku, maka ia akan ikut

bersamaku kalau tidak supaya Rombiya di sini saja.”

“Aku sudah bersuami, aku akan ikut. Aku tidak ingin sendiri.” Rombiya

mengambil pakaiannya dan juga lauk-pauk.

“Jangan ditinggal nasi dan lauk ini, sisa makananmu diambil juga,” kata ibunya.

“Kamu jangan berangkat sendiri,” kata ibunya lagi. ”Bawa adikmu untuk

menemanimu.”

Ia pun berangkat tapi ada yang salah menurut perasaannya. Terpaksa

berangkat malam itu juga. Mereka pun turun.

“Kalian berdua jangan duduk di pinggir. Duduk di tengah saja, nanti takut

perahunya kemasukkan air.

“Iya..” jawab Rombiya. Banyak sekali orang yang mendayung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

133

“Hanya milir saja. Tadi ketika kami mudik hanya sebentar saja, tidak ada masalah

di perjalanan,” kata Awak kepada Rombiya. ’Kalian berdua nanti jangan heran di

rumah hanya kalian berdua! Aku membuat sampan di hilir rumah,” kata Awak.

”Kalian berdua nanti tidur di rumah besar yang di tengah. Tujuh rumah di hilir

dan tujuh rumah di hulu itu rumah teman-temanku, pelitannya kecil. Rumah besar

dengan pelita besar itu adalah rumah milikku,” lanjut Awak. ”Aku membuat

sampanku, dari dulu tak kunjung selesai. kalian berdua di situ saja. Jangan heran,

masak makanan untuk kalian berdua. Tidur terserah kalian saja.” Rombiya hanya

meng-iya-kan saja. Tidak lama kemudian, ia pun berangkat ke sana.

“Duh Ibu.. apa yang kita cari lagi? Inilah yang aku inginkan.”

Rombiya masuk ke rumah dan dilihatnya rumah yang luas dan bersih. Ia

kemudian menghamparkan tikar dan memasang kelambu dan menggantung

pakaiannya. Ia sangat bahagia sedangkan adiknya hanya termenung.

“Sangat bagus,” katanya.

Rombiya pun tertidur, ia tidur semalaman itu. Malam pun semakin larut,

tidak lama kemudian ia pun terbangun dan hari pun sudah terang.

“Ah.. tidurku terganggu, hari sudah terang.”

Ia bangun dan kepalanya membentur guci kodiring (rumah untuk

menyimpan abu, tulang, rambut dan kuku dari orang-orang yang sudah

meninggal), rumah itu pun menjadi sempit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

134

“Heh.. ini menipuku saja! Aku pikir kita sudah di tempat yang nyaman. Mengapa

lalu menjadi seperti ini?

Seharian itu ia pun mulai merasa lapar. Ia kemudian membongkar barang

bawaannya. Ia tidak melihat tempat untuk masak maupun untuk minum.

“Aduh.. bagaimana ini?”

Mereka berdua memakan nasi bekal yang dibawa dari rumah. Ketika ia

ingin membuang sisa makanan, mencuci tangan, dan minum ia tidak tau di mana

tempatnya. Karena memang ia sedang berada di dalam kodiring.

“Aduhai..payah sekali kita berdua ini!”

Begitu terus, jika malam gelaplah untuk mereka berdua. Terang hanya saat

siang hari saja. Jika gelap tidak ada pelita seperti pertama kali mereka berdua

datang. Makan pun hanya nasi sayur bekal mereka berdua kemarin. Makanan itu

pun basi, dan dibuangnya melalui celah di atas atap. Mereka pun tidak makan

selama berhari-hari.

“Aduh.. malang sekali seperti ini. Lapar rasanya tapi kita tidak bisa makan. Hujan

hanya kedengaran suaranya saja dan kita tidak bisa turun.”

Jika siang hari, ia mulai berteriak dan memukul-mukul dinding dan atap.

Maksudnya agar runtuh tapi ia tidak mampu.

“Bagaimana dengan kita berdua? Aku sudah memeriksa ke sebelah tetapi kita

tidak bisa keluar, begitu pula di sebelah.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

135

“Kasihan sekali kita berdua menahan rasa lapar seperti ini, mandi tidak bisa

karena turun ke tanah kita tidak bisa. Waktu itu ada pintu tapi sekarang sudah

tidak ada.”

Mendengar bunyi orang memukul-mukul dinding maka meloncatlah hantu

yang berbentuk tikus dari sebelah.

“Aduhh.. mengapa hewan ini bisa berjalan turun naik tiang itu? Andai saja kita

berdua.. kita apakan saja dia? sini, beri aku parangmu! Supaya aku bunuh saja

dia.”

“Ehh.. apa yang kau lakukan dengan membunuh aku?” kata tikus.

“Bagiamana tidak? Kau bisa naik turun sedangkan aku tidak,” jawab Rombiya.

“Kalau kau ingin turun, beritahu aku baik-baik. Jangan bunuh aku, aku adalah roh

nenek moyangmu. Aku bukan tikus biasa.”

“Kalau aku tahu seperti itu kau sudah lama di sini beritahu aku, aku tidak tahu

kau,” kata Rombiya pada tikus.

“Kalau kau mau keluar, supaya aku mengeluarkanmu. Jangan seperti itu.”

“Jika seperti itu, seperti katamu kalau kau adalah roh nenek moyangku maka aku

tidak membunuhmu.”

Ia kemudian naik ke atas tiang kodiring, kemudian digigitnya. Sekiranya

mereka berdua cukup melalui lubang itu.

“Bagaimana? Kalian berdua sudah bisa lewat?” ia kemudian turun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

136

“Tunggu sebentar. Aku mau memberitahu kakak iparku dulu supaya dia tidak

bingung jika Awak pulang ke rumah. Sudah lama rasanya, sudah berbulan-bulan

tapi tidak pernah pulang. Percuma saya bersuami tapi tidak bertemu dengan

orangnya. Hanya bertemu ketika kami berdua menikah dulu saja, setelah itu aku

tidak pernah bertemu dengannya lagi. Sia-sia saja aku menikahinya,” kata

Rombiya.

Tikus itu pun terus menggigit dinding hingga tembuslah ke sebelah.

Rombiya terus membangunkan kakak iparnya. Tiba-tiba lidah kakak iparnya

terjulur hingga sebatas dada karena terus diguncang oleh Rombiya. Kakak iparnya

kemudian menggelitiki tubuh Rombiya.

“Aduhh.. Kakak! Jangan seperti itu, nanti aku berubah menjadi labu. Jadi aku mau

memberitahumu,” kata Rombiya. “Aku mau pulang ke rumah ibuku, sudah lama

tidak berkunjung ke sana.”

“Ohh.. pulanglah sana,” jawabnya.

“Tolong beritahu Awak, supaya tidak bingung.”

Ia pun kembali ke sebelah dan kemudian membaringkan tubuhnya. Setelah

itu, mereka berdua pun turun. Ia merasa sedikit tuli, ia tidak tahu mana hulu dan

mana hilir.

“Ahh, bagaimana ini kita berdua ini? Lewat mana kalau mau ke hulu?” katanya.

“Karena ketika kita ke sini menggunakan perahu.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

137

“Begini,” kata tikus. “Lewat sebelah sini. Kau lewat tanjung kemudian kau pulang

ke ibumu sana. “Nanti kalau sudah sampai di sana, suruhlah ibumu mengambil

abu di dapur, telur ayam untuk makanannya supaya menyerupai kalian berdua.

Agar Awak beristerikan abu itu dan tidak lagi beristerikan kau. Sedangkan kau

sudah pulang.”

“Baiklah jika seperti itu.”

“Kemudian panggillah roh kalian berdua.”

Tidak beberapa lama dari situ, tikus itu pun pulang ke rumahnya. Rombiya

pun berjalan ke rumahnya. Sesampainya di seberang rumah ibunya, ia kemudian

memanggil.

“Aduhaii..” kata ibunya. “Rombiya dulu sepertinya itu, sudah lama tidak bertemu

dan melihatnya,” lanjut ibu Rombiya sambil memotong makanan babi. Anak

paling bungsu pun melihat siapa yang memanggil.

“Lihat sana anak, siapa itu? Seperti suara Rombiya yang aku dengar.” Anak

bungsu pun pergi untuk melihat.

“Ahh.. keterlaluan sekali. Tidak seperti kita manusia.”

“Jangan seperti itu anak, masih bersyukur dia pulang.”

Ia menyeberangkan mereka berdua. Setelah menyeberang, Rombiya

membasuh wajahnya dan naik ke rumah. Ia tidak ingin mandi, ia merasa lemah

karena menahan lapar selama tujuh hingga delapan hari. Minum pun ia tidak mau.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

138

Sesampainya di rumah, ibunya segera memasak air panas untuk mereka berdua

mandi. Tidak beberapa lama, mereka berdua pun makan namun tenggorokan

terasa terkatup karena selama ini minum pun tidak. Dua hingga tiga hari tinggal

bersama ibunya ia pun mulai berbicara. Ia juga sudah mampu turun naik ke sungai

untuk mandi.

“Begini, kata tikus padaku Ibu. Aku tidak bisa keluar jika tidak karena

bantuannya. Tikus itu berbicara saat aku akan membunuhnya, tapi ia melarangku.

Aku nenek moyangmu, katanya kepadaku sehingga aku tidak jadi membunuhnya.

Kalian berdua nanti kalau sudah sampai di sana, suruh ibumu Nopahtung kalian

berdua menggunakan abu. Agar menjadi ganti istri Awak Kesanduk.”

Ibunya pun segera melakukan seperti yang dikatakan Rombiya,

menyiapkan segala makanannya.

“Apa makanannya kata tikus waktu itu?”

“Telur ayam, sirih pinang. Garam sebagai hatinya supaya jadi. Benturkan kepada

kami berdua tiga kali dan kami berdua meludahinya terlebih dahulu kemudian

dibuang.” Ibunya pun melakukannya. Setelah selesai, wajah mereka berdua mulai

berseri dan makan pun lahap.

Terlemparlah manusia abu itu dan Awak Kesanduk segera menangkapnya.

“Inilah istriku. Aku tidak beristrikan Rombiya lagi, tidak perlu aku beristrikan

orang yang masak saja tidak bersamaku. Aku sudah berharap ketika menikahinya

tapi aku tidak tinggal bersamanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

139

Manusia abu itulah yang menjadi istrinya, ia tidak lagi beristrikan

Rombiya. Manusia abu itulah yang menemaninya mencari ikan dan daging.

Manusia abu itu pandai masak, sedangkan Rombiya sudah pulang ke pada ibunya

dan sudah tidak lagi bersama Awak Kesanduk.

Penerjemahan : Tursina Ayun Sundari

Terjemahan Mitos Teks B

Rombiya sudah beranjak dewasa. Orang-orang datang pagi pulang malam

dan datang malam pulang pagi untuk melamar Rombiya.”Aduhhaii..” kata ibunya.

Jika Rombiya mengatakan setuju, orangtuanya melarang. Begitu pula sebaliknya

ketika orangtuanya setuju Rombiyalah yang tidak mau. Mata anak tangga pun

tenggelam satu, sirih tinggal yang muda saja dan pinang tinggal yang masih muda

karena terlalu banyak orang datang ke rumah.

“Ooh..” kata ibunya. “Tidak tahan anak, aku dan bapakmu akan tidur di

ladang saja. Lebih baik kami berdua mencari ikan,” lanjutnya. “Memasang jerat

dan pancing.” Rombiya pun tinggal sendiri di rumah.

“Ahh Ibu..” jawabnya. “Jangan khawatir, nanti menikah nanti tidak. Jika yang

melamar adalah Romamang Sandung maka akan aku terima.”

Sudah sehari dua hari hingga hari ketiga ia tinggal sendiri, berbunyilah

Korasak Turak Buran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

140

“Ahh.. Romamang Sandung,” katanya. “Rombiya berkata jika ia menunggumu

untuk menikah.”

“Ehh.. apakah benar yang kau katakan?” kata Romamang.

“Benar..”

“Baiklah kalau begitu,” kata Romamang.

“Janganlah kalian tidur siang nanti Ibu! Masaklah untukku!”

Ibu Romamang segera masak. Ia menanak nasi dan sayur. Setelah matang,

ia mengangkat sayur, mencuci piring, menghidangkan nasi sayuran dan

menyiapkan air untuk mencuci tangan.

“Romamang.. makanlah!” kata ibunya. Romamang pun makan, setelah makan

hingga kenyang ia mencuci tangan dan minum. Ia kemudian duduk untuk makan

sirih pinang.

“Bu.. ambilkan untukku kain untuk lamaran!” katanya. “Ambil pakaian, sarung

dan rabai sambon,” lanjutnya.

Ibunya pun menyiapkan barang-barang yang diminta oleh Romamang. Ia

kemudian mengambil satu buah gong sebagai mas kawin. Ia juga mengambil

parang dan tombak. Setelah semuanya siap, Romamang pun berangkat dengan

membawa syarat-syarat untuk melamar. Romamang menuruni anak tangga, ia

menoleh ke hilir dan ke hulu. Dilihatnya kuali untuk tempat makan babi dan

diambilnya. Ditariknya ke sungai untuk menjadi sampan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

141

Sampailah di sungai, Romamang meletakkan barang-barangnya ke dalam

kuali tersebut. Ia kemudian naik ke situ. Sekuat tenaga didayungnya ke arah hilir,

tujuh kali ke hilir dan tiba-tiba sampannya mudik ke arah hulu dengan sendirinya.

Setelah melewati satu tanjung dilihatnya lanting milik Rombiya. Ia

menyeberangkan sampannya dan berhenti di lanting Rombiya. Ia mengangkat

kuali tempat makan babi itu ke atas lanting, ia juga mengambil sarung parang,

bibit kelapa, gong, kain untuk melamar dan kemudian dia menaiki tangga.

Sesampainya di kepala tangga dan menginjak tanah, ia melihat ke hilir dan

ke hulu. Ia melihat orang mondar-mandir. Ada yang ke hulu dan ada yang ke hilir.

Ia kemudian terus berjalan menuju tangga rumah. Romamang berdehem.

Rombiya yang sedang duduk pun menoleh.

“Silakan naik,” katanya. “Ada orang kok tinggal di sini.” Rombiya segera

menghidangkan sirih pinang. Romamang pun naik. Sampai di depan pintu, ia

meletakkan parang, tombak dan gong untuk lamarannya. Ia pun duduk di mulut

pintu.

“Itu sirih pinang, silahkan!” kata Rombiya.

“Iya, aku ini adalah Romamang Sandung yang kau sebut. Korasak Tuak

mengatakan bahwa kau ingin menikah denganku. Oleh karena kau telah

menyebut namaku maka aku datang ke sini untuk melamarmu,” kata Romamang.

“Aduh..aduhh..” kata Rombiya. “Kapan aku bertemu dengan Dia?” tanya

Rombiya. “Aneh sekali.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

142

Mendengar seperti itu Rombiya pun bangun dari duduknya. Ia menyalakan

api, mengambil beras dan mencucinya. Rombiya menanak nasi, setelah mendidih

tujuh kali, nasinya matang. Rombiya membongkar kayu api hingga hanya

menyisakan baranya saja. Rombiya kemudian memasak sayur. Ia mengambil salai

ikan untuk dijadikan sayur. Dimasukan garam, cabe dan tempoyak ke dalam

sayurnya. Setelah mendidih sebanyak tujuh kali, sayurnya pun matang dan

diangkat. Ia mencuci piring, menyediakan air untuk mencuci tangan dan air

minum. Semuanya siap dan Romamang pun dipanggil untuk makan. Romamang

pun bangun untuk makan. Ia mencuci tangan, mengambil nasi dan mulai makan.

Setelah selesai makan ia pun duduk untuk makan sirih pinang.

“Eh.. Rombiya segera kemasi pakaianmu,” kata Romamang kepada

Rombiya. “Aku tidak bisa lama, hari aku melamar maka hari itu pula aku

membawamu bersamaku,” lanjutnya.

“Aduhh..aduhh,” jawab Rombiya. “Bagaimana ini? Orangtuaku tidak ada di sini?”

“Kau bisa memberitahukan pada tetanggamu,” katanya. “Aku lihat banyak orang

di kampung ini.”

Rombiya pun mengemasi barang-barang yang akan dibawanya. Ia juga

membawa nasi dan sayur kemudian memberi makan anak anjingnya. Setelah ia

selesai memberi makan anak anjing, Rombiya mengemasi barang-barangnya.

Pakaian, sarung dan juga selimut turut dibawanya. Ia mengambil beras tiga katang

(tiga puluh canting) untuk bekalnya. Dimasukannya barangnya di dalam borasai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

143

(guci) yang kemudian dimasukan ke dalam tajung (tas dari rotan). Tidak lupa ia

juga membawa parang.

“Ah.. aku dulu saja ya..” kata Romamang. “Ke sungai sana.”

Rombiya pun selesai mengemasi barang, ia termenung beberapa saat

karena tidak ingin pergi. Ia lalu memberitahu tetangganya bahwa ia pergi bersama

Romamang yang melamarnya. Setelah itu perasaannya menjadi tidak enak.

Namun, ia tetap berangkat dengan menggendong tajung miliknya. Ia memegang

parang dan memanggil anak anjingnya. Anjingnya pun berjalan mengikutinya.

Rombiya menutup pintu dan kemudian menuruni anak tangga. Sesampainya di

tanah, ia melewati halaman rumahnya. Sampai di kepala tangga di sungai ia

melihat kuali untuk tempat makan babi sebagai sampan. Ia kembali berdiri dengan

termenung di kepala tangga. Ingin turun ingin tidak.

“Ehh.. turunlah Rombiya!” kata Romamang.

Rombiya pun turun sambil memanggil anak anjingnya, ia merasa ragu untuk naik.

“Naiklah!” kata Roammang. “Ini cukup kok! Jangan kau lihat kecil seperti ini.”

Ia meletakkan tajung (tas yang terbuat dari rotan) dan juga parangnya.

Diangkatnya anak anjingnya dan kemduian ia pun duduk. Romamang pun mulai

mendayung ke hulu sebanyak tujuh kali dan sampan pun milir ke hilir. Tidak

memakan waktu yang lama mereka pun sampai di lanting Romamang. Mereka

berhenti dan Romamang segera naik ke lanting. Rombiya kemudian mengikuti

Romamang sambil mengangkat tajung, parang dan juga anak anjingnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

144

“Kau pelan-pelan saja!” kata Romamang.”Mandilah, nanti aku ke rumah duluan.”

Rombiya meletakkan barang bawaannya. Ia kemudian mencuci pakaian

dan sarungnya kemudian mengganti pakaiannya. Rombiya pun naik ke atas.

Sesampainya di tanah ia melihat ke hilir dan dilihatnya hutan. Ia kemudian

melihat ke hulu juga sama seperti itu. Kemudian ia pun terus berjalan. Sampailah

ia di tangga rumah, dilihatnya orang menjemur pakaian. Ia terus berdiri di anak

tangga.

“Eh.. Rombiya silakan masuk.”

Rombiya pun naik dan masuk ke rumah. Ibu Romamang pun terbangun.

“Ehh.. silakan Rombiya, kau tingggal bersama kami. Naiklah!”

Setelah menjemur pakaian ia pun naik. Rombiya segera meletakan tajung

dan parangnya di kamar Romamang. Anjingnya juga ikut naik. Tidak lama

kemudian ia duduk. Ibu Romamang segera mengambil parang dan manik-manik.

Menyiapkan pakaian Rombiya, anting-anting dan cincin. Ibu Romamang

kemudian menangkap ayam yang patah sayapnya. Manik-manik yang patah dan

juga piring yang pecah. Ia lalu mohpas Rombiya. Setelah mohpas, ia kemudian

memotong ayam tersebut dan nyahkik (memberkati) Rombiya. Memasangkan siro

(gelang manik-manik), anting-anting, kalung dan gelang. Ia kemudian memasak,

mencuci panci, mengambil beras dan menyalakan api. Api pun menyala dan ia

segera menanak nasi, merebus air untuk membersihkan ayam. Ia mencabuti bulu

ayam dan membersihkan ususnya. Nasi pun matang dan setelah memotong-

motong ayam ia pun mulai memasak sayur. Sayurannya pun mendidih dan ia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

145

memasukan garam cabai dan tempoyak ke dalam sayurnya. Tidak lama kemudian

sayurannya pun masak dan segera dihidangkannya, ia mencuci piring dan

menyediakan air untuk mencuci piring serta air minum.

“Mari kita makan istri Romamang.”

Rombiya pun duduk untuk makan, ia merasa makanan itu sangat enak.

Setelah makan ia duduk mengobrol hingga hampir setengah hari.

“Hari sudah malam, tidurlah Rombiya,” kata Romamang. “Begini.. kau kalau

pagi-pagi hari sudah terang segera masak nasi dan sayur. Setelah itu hidangkan

untuk kita dan siapkan bekalku. Jangan lupa sirih pinang dimasukkan juga!”

lanjutnya. “Aku sedang membuat sampan.”

Rombiya melakukan seperti yang diminta oleh suaminya. Baru bangun

tidur ia segera masak nasi sayur dan makan. Setelah itu ia menyiapkan bekal

untuk Romamang, begitu terus setiap hari. Orang-orang di rumah itu jika siang

hari tidur dan jika malam hari memanggil anjing dan babi. Menumbuk padi, pergi

berburu dan berjalan bagi yang laki-laki. Rombiya pun tidak bisa tidur ketika

siang hari dan tidak pergi kemana pun. Begitu terus hingga berasnya sisa satu

canting.

“Aduhh..aduh..” kata Rombiya. “Bagaimana aku ini? Ayo anak anjing!” Ia

segera makan dan memberi makan anak anjingnya, setelah memberi makan anak

anjingnya ia pun berangkat.

“Temani aku mencari rebung, kemarin aku melihat ada rebung di hulu rumah.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

146

Anak anjing itu pun berangkat, mereka berdua mencari rebung. Di hulu

rumah sangat banyak rebung, ia terus mengambil rebung hingga penuh tajungnya.

Melompatlah seekor kancil.

“Heh..heh..heh..” katanya. “Gonggong kancil itu anak anjing agar kita

memasaknya nanti!”

Tiba-tiba, “Heh.. heh.. heh.. mengapa kau mau melukai aku? Jangan lakukan itu,

nanti aku menunjukan jalan untukmu.”

“Bagaimana mau pulang? Aku istri Romamang,” kata Rombiya.

“Tidak,” kata kancil. “Romamang jika siang hari berubah menjadi kijang dan

tidur di padang ilalang di atas itu,” katanya. “Lebih baik kau pulang saja! Ambil

semua pakaianmu dan semua barang-barangmu. Jangan kau tinggalkan. Nanti aku

antar kau pulang ke orangtuamu,” lanjut kancil.

“Ehh.. benarkah kancil?”

“Iya, benar,” kata kancil. ”Dia tidak akan mencarimu.”

Rombiya kemudian pulang, rebungnya tadi dibuangnya. Ia pulang ke

rumah. Sesampai di sana ia segera mengemasi barang-barangnya. Selimut dan

kelambu juga diambilnya. Ia juga mengambil anak anjingnya. Ketika akan

berangkat, ia memanggil anak anjingnya. Anak anjingnya pun berjalan mengikuti

Rombiya.

“Ahh.. lewat rawa-rawa kancil ini. Nanti Dia rasakan.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

147

“Bagaimana dengan aku?” kata kancil. “Ikuti saja aku! Lihat jejakku.

Nanti kau melewati rawa-rawa dan kemudian naiklah melewati bukit itu. Lewati

lereng bukit yang panjang itu. Nanti ambillah kayu pahting jorik, ambil yang

sudah kering. Setelah itu dibakar dan dimatikan apinya. Jika hari sudah menjelang

malam kau benturkan ke dirimu. Kenakan gelang menggunakan manik-manik

sebagai pengganti rohmu. Itulah yang akan menjadi gantinya, Romamang tidak

akan mencarimu. Yang penting ketika kau Nopahtung, ambillah parang dan

parangkan ke tanah. Itulah yang akan menjadi jalan patung nantinya. Patung

itulah yang akan tinggal bersama Romamang, bukan kau lagi,” Kata kancil

kepada Rombiya.

Rombiya pun melewati bukit itu, semakin ke hulu dan sedikit menurun

sampailah di halaman rumah Ibu Rombiya. Berlarilah anak anjingnya dan naik ke

rumah saat Ibu Rombiya sedang makan sirih.

“Ehh.. sepertinya ini anak anjing kita!” Ia pun berdiri dan melihat Rombiya.

Rombiya pun naik.

“Mengapa kau pucat sekali anak?” katanya. Ia segera memeluk dan mencium

anaknya.

“Di mana suamimu?”

“Ah.. kancil yang mengantar aku dan anak anjing tadi.”

“Lalu di mana kancil itu?

“Sudah pergi.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

148

Ibunya pun segera menghidangkan makanan. Setelah Rombiya selesai

makan, ia duduk untuk nyirih. Rombiya kemudian mandi dan mencuci

pakaiannya. Setelah mandi dan mencuci ia menjemur pakaiannya. Ia pulang ke

rumah dan hari pun malam. Ia melakukan seperti yang dikatakan oleh kancil.

Penerjemah : Tursina Ayun Sundari

Terjemahan Mitos Teks C

Jadi pada zaman dahulu, anak Rombiya sedang sakit. Ia tidak berselera

makan karena sakit.

“Kau antar aku menangkap ikan!” katanya kepada Romamang. ”Siapa tau anak

kita mau makan”

“Ayoo..,” kata Romamang.

Mereka berdua pun berangkat menjaring ikan di sungai. Banyak sekali

ikan di sungai tersebut. Semakin ke hulu semakin banyak ikan yang mereka

peroleh.

“Ooo.. Rombiya, ayo kita pulang. Langit mendung,” katanya.

“Jangan seperti itu,” jawabnya. ”Aku menjaring ikan di borohuk (bagian sungai

yang dalam), banyak ikannya.”

“Sudahlah! Sudah penuh tenget (tas dari anyaman bambu) mu itu.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

149

Rombiya pun tetap menjaring ikan. Namun.. tidak lama kemudian angin

ribut dan hujan deras. Romamang pun bersembunyi di dalam sebatang kayu. Ia

berniat berteduh karena hujan namun ia berubah menjadi rotan. Rombiya pun

merasa kedinginan. Ia kemudian ke hilir menyusuri sungai sambil memanggil

Romamang.

“Oo.. Romamang?” panggilnya.

“Aku di sini,” jawabnya. Ia tetap memanggil sambil mencari suaminya.

“Sini.. sini terus kau ini. Di mana?”

Romamang kemudian menggoyangkan pucuk rotan itu. Rotan itu

menggoyangkan dirinya.

“Ini adalah aku,” katanya. ”Aku bukan Romamang manusia, aku Romamang

rotan. Pulang saja sana ke anakmu. Kalau ada anak kita yang sakit dan anak

cucumu kurus kering dan bermimpi buruk,” katanya. ”Ambil aku sebagai

topahtung!” katanya lagi. ”Nanti aku menolong mereka, sehingga keturunanmu

menjadi banyak. Mereka akan bersamaku,” lanjutnya.

“Oohh..” kata Rombiya, ia pulang dengan berurai air mata. Suaminya tidak ikut

pulang bersamanya.

“Carilah suami yang baru, Romamang manusia,” katanya. ”Akuk Romamang

rotan.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

150

Rombiya pun pulang dengan menyusuri sungai sambil kedinginan karena

hujan. Anaknya di rumah masih demam.

“Sudahlah,” ujarnya. ”Aku akan melakukan seperti yang dikatakan oleh

Romamang rotan saja,” katanya. Ia pun segera mengambil rotan dan juga sirih

pinang. Kemudian ia Nopahtung, anaknya diletakkan di batang pohon. Anaknya

pun sembuh. Begitu pula aku meniru Rombiya, rotan ini untuk mengembalikan

rohnya supaya rotan ini yang menjadi temannya. Dialah yang dikejar hantu dan

dikejar bayi.

Penerjemah : Tursina Ayun Sundari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

151

Lampiran 3

Daftar Gambar

Gambar : Beras dan Siro (gelang)

Gambar : Persyaratan Nopahtung menggunakan abu dapur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

152

Gambar : kodiring (tempat menyimpan tulang/kuku/rambut/abu orang yang

sudah meninggal)

Gambar : Upacara Nopahtung (dukun sedang membenturkan kayu ke tubuh

orang yang sakit).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

153

Gambar : Kayu pahting jorik (persyaratan yang digunakan untuk melakukan

upacara Nopahtung).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI