STRUKTUR DAN FUNGSI MITOS ROMBIYA DALAM UPACARA … · 2017. 7. 7. · PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN...
Transcript of STRUKTUR DAN FUNGSI MITOS ROMBIYA DALAM UPACARA … · 2017. 7. 7. · PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN...
STRUKTUR DAN FUNGSI MITOS ROMBIYA
DALAM UPACARA NOPAHTUNG SUKU DAYAK UUD DANUM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
Tursina Ayun Sundari
NIM: 131224005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
STRUKTUR DAN FUNGSI MITOS ROMBIYA
DALAM UPACARA NOPAHTUNG SUKU DAYAK UUD DANUM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia
Oleh
Tursina Ayun Sundari
NIM: 131224005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
MOTO
“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan
bertekunlah dalam doa”
(Roma 12 : 12)
If you want something go get it.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa.
2. Orang tua tercinta Stefanus Yelani dan Suryani Nonot yang selalu
memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa dalam menyelesaikan skripsi
ini.
3. Kakak saya Roswita Yeni Sulastri dan adik saya Adria Wisanggeni yang
selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa dalam menyelesaikan
skripsi ini.
4. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tempat peneliti menuntut ilmu.
5. Keluarga, sahabat, dan teman-teman tercinta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan
rahmat yang telah dilimpahkan atas diri penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna
dan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan atas arahan, bantuan serta
bimbingan dan juga dorongan dari berbagai pihak. Penulis dengan tulus
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai berikut:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
2. Dr. Yuliana Setyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan, pendampingan,
saran, dan nasihat kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang telah memberikan dukungan,
pendampingan, saran, dan nasihat kepada peneliti dalam menyelesaikan
skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
4. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan sabar
telah memberikan dukungan, pendampingan, saran, pengarahan, dan nasihat
kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Septina Krismawati, S.S., M.A., selaku pembimbing II yang dengan sabar
telah memberikan dukungan, pendampingan, saran, pengarahan, dan nasihat
kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia Universitas
Sanata Dharma yang telah mendidik dan memotivasi peneliti.
7. Robertus Marsidiq, selaku staf sekretariat Prodi Pendidikan Bahasa Sastra
Indonesia Universitas Sanata Dharma yang selalu memberikan informasi yang
berkaitan dengan penyelesaian skripsi ini.
8. Kedua orang tua peneliti Stefanus Yelani dan Suryani Nonot yang selalu
memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa kepada peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
9. Kedua kakak dan adik peneliti Roswita Yeni Sulastri dan Adria Wisanggeni
yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa kepada peneliti
dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Kepada Seto Hariyanto yang selalu membantu dan mendukung saya dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11. Paman dan bibi peneliti yang telah membantu kelancaran peneliti saat
mengambil data untuk skripsi ini.
12. Nenek Ci, nenek Tang, dan nenek Keremoi yang telah membantu peneliti
dalam mengambil data untuk skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
13. Sahabat seperjuangan dari semester satu sampai akhir Yohana Augusta
Wokabelolo, Margareta Anggraini Taruk, Alexandra Taum, Clara Wahyu
Kurnia Putri yang selalu memberikan memberikan kasih sayang, dukungan,
dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Seluruh teman-teman seperjuangan PBSI angkatan 2013 kelas A dan B yang
selalu memberikan dukungan dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan
skripsi ini.
15. H. Ismanto Koesturi, Alm. Hj. Marlianti Yulianti dan Farra Indrianti, S.sos.
beserta “The Kos Kanjeng Mami” Maria Yunita Anggelina, Yohana Augusta
Wokabelolo, Brigitta Aisin Uba Arakian, Laras Mustikarani, Elisabeth
Lusitana Endah Permatasari, Maria Isti Nugrahini, Kristina Simarilon Dania,
Erica Valentina Siboro, dan Wulan Permatasari yang selalu memberikan
dukungan dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
16. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
memberikan dukungan dan doa kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Dalam hal ini peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Penulis
berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat secara khusus di bidang
akademis dan dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
Yogyakarta, 5 Mei 2017
Tursina Ayun Sundari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................ii
HALAMAN PENGESAHAN.........................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.........................................................iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI..........................................v
MOTO..............................................................................................................vi
HALAMAN PERSEMBAHAN.....................................................................vii
KATA PENGANTAR....................................................................................viii
DAFTAR ISI...................................................................................................xi
ABSTRAK.......................................................................................................xiv
ABSTRACT......................................................................................................xv
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................3
C. Tujuan Penelitian.............................................................................4
D. Manfaat Penelitian...........................................................................4
E. Batasan Istilah.................................................................................5
F. Sistematika Penyajian......................................................................6
BAB II. LANDASAN TEORI........................................................................8
A. Penelitian yang Relevan...................................................................8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
B. Kajian Teori......................................................................................11
1. Tradisi Lisan..................................................................................12
2. Sastra Lisan....................................................................................12
3. Struktur Mitos................................................................................16
a. Tokoh.....................................................................................17
b. Alur........................................................................................17
c. Latar.......................................................................................19
d. Tema.......................................................................................20
4. Fungsi Mitos...................................................................................21
5. Upacara Nopahtung........................................................................22
BAB III. METODE PENELITIAN................................................................ 24
A. Jenis Penelitian...................................................................................24
B. Sumber Data dan Data Penelitian ......................................................24
C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data..............................................25
D. Instrumen Penelitian...........................................................................26
E. Metode dan Teknik Analisis Data.......................................................26
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................28
A. Tradisi Upacara Nopahtung................................................................28
1. Upacara Nopahtung........................................................................28
2. Proses Upacara...............................................................................35
a. Nopahtung Menggunakan Abu Dapur.....................................36
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
b. Nopahtung Menggunakan Kayu Pahting Jorik........................38
c. Nopahtung Menggunakan Rotan (Uoi Cohkok)......................43
d. Nopahtung Menggunakan Batu...............................................47
B. Struktur Mitos dalam Upacara Nopahtung.........................................47
1. Struktur Mitos Rombiya Teks A....................................................48
2. Struktur Mitos Rombiya Teks B.....................................................61
3. Struktur Mitos Rombiya Teks C.....................................................78
C. Fungsi Mitos........................................................................................80
BAB V. PENUTUP.............................................................................................89
A. Kesimpulan..........................................................................................89
B. Saran....................................................................................................91
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................92
LAMPIRAN
1. Daftar Informan........................................................................................95
2. Transkripsi dan Terjemahan Mitos..........................................................96
3. Daftar Gambar.........................................................................................151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
ABSTRAK
Sundari, Tursina Ayun. 2017, Struktur dan Fungsi Mitos Rombiya dalam
Upacara Nopahtung Suku Dayak Uud Danum. Skripsi Strata 1 (S1).
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan
Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Sanata Dharma.
Dalam skripsi ini dibahas struktur dan fungsi dari mitos Rombiya dalam
upacara Nopahtung Suku Dayak Uud Danum. Penelitian ini memiliki tiga tujuan.
1. Menghimpun dan mendokumentasikan sastra lisan dalam upacara Nopahtung
suku Dayak Uud Danum yang disertai dengan terjemahan dan catatan agar dapat
dinikmati oleh kalangan yang lebih luas. 2. Menganalisis struktur mitos Rombiya
dalam upacara Nopahtung. 3. Menganalisis fungsi mitos Rombiya dalam upacara
Nopahtung.
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan struktural.
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian tradisi lisan,
sastra lisan, struktur mitos, fungsi mitos, dan upacara Nopahtung. Penelitian ini
menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Hasil penelitian mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung suku Dayak
Uud Danum ini menunjukan beberapa hal berikut. 1. Upacara Nopahtung
merupakan upacara penyembuhan orang sakit yang dilakukan berdasarkan mitos
Rombiya. 2. Ketiga mitos Rombiya memiliki tokoh utama yang sama yaitu
Rombiya, namun ada perbedaan nama tokoh yang menjadi suami Rombiya
maupun tokoh yang menolong Rombiya. 3. Ada enam fungsi mitos Rombiya,
yaitu: a. fungsi pertama, sebagai sarana penyembuhan, b. Fungsi kedua sebagai
proyeksi (projective system) yaitu sebagai alat pencermin angan-angan suatu
kolektif, c. fungsi ketiga sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-
lembaga kebudayaan, d. fungsi keempat sebagai alat pendidikan anak
(pedagogical device), e. fungsi kelima sebagai alat pemaksa dan pengawas agar
norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota koletifnya, f. fungsi
keenam sebagai penetapan contoh model bagi semua tindakan manusia.
Kata kunci: struktur, fungsi, mitos, upacara Nopahtung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
ABSTRACT
Sundari, Tursina Ayun 2017, Structure and Function of Rombiya’s Myth in
Nopahtung ceremony by Dayak ethnic Uud Danum. Undergraduate
Thesis (S1). Indonesian Education and Literature Study Program,
Department of Language Education and Art, Faculty of Teacher training
and Education, Sanata Dharma University.
In this thesis, the researcher talked about the analysis of structure and
function from Rombiya’s mythin Dayak Uud Danum. This study has three main
purposes. 1. Collecting and documenting oral literature that located in Nopahtung
ceremony from Dayak Uud Danum including the translation and also some notes
to make it enjoyable for everyone. 2. Analyzing the structure of Rombiya’s myth
in Nopahtung ceremony. 3. Analyzing the function of Rombiya’s myth in
Nopahtung ceremony.
Structural approaching technique was the main tool for this research.
Furthermore, theoretical framework that researcher used as theoretical references
were oral tradition, oral literature, structure of myth, function of myth, and
Nopahtung ceremony. Moreover, this research used three data collecting
technique which were observation, interview, and documentation. Documentation
technique used for describing the procedure of Nopahtung ceremony and also
finding Rombiya itself.
There were three main results regard to the research. 1. Nopahtung
ceremony was a healing ceremony for dying people based on Rombiya’s myth. 2.
Three of Rombiya’s myth had main character named Rombiya, but there was a
difference between Rombiya’s husband name and the one who helped Rombiya.
3. There were six functions of Rombiya’s myth; a. as a healing tool, b. as a
validation tool in society and culture organization, c. as a pedagogical device to
teach children, d. as a norm keeper among Dayak people especially Uud danum
for being good people, e. as a foundation model for human action, f. and also as a
projective system that showed collective imaginary.
Key words: structure, function, myth, Nopahtung ceremony
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sastra memiliki hubungan yang erat dengan kesusastraan daerah,
khususnya sastra lisan yang merupakan warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai
luhur seperti nilai moral dan nilai sosial. Sastra lisan ini kemudian menjadi alat
kontrol masyarakat. Adapun sastra lisan adalah karya yang penyebarannya
disampaikan dari mulut ke mulut secara turun-temurun (Endraswara 2013: 150).
Orang-orang yang menguasai sastra lisan biasanya sudah tua dan berusia lanjut.
Penyebarannya secara lisan itulah yang kemudian menimbulkan perubahan-
perubahan sastra lisan dari versi aslinya dan memunculkan beberapa versi lain.
Sastra lisan mencerminkan budaya dan padangan hidup suatu masyarakat.
Melalui sastra lisan, dapat digali tatanan kehidupan dan latar belakang sosial
budaya suatu masyarakat pemilik sastra lisan tersebut. Saat ini kedudukan sastra
lisan perlahan mulai tergeserkan oleh teknologi, gaya hidup, dan pola pikir
manusia yang mulai meninggalkan tradisi-tradisi warisan nenek moyang. Di sisi
lain, orang-orang yang menguasai sastra lisan rata-rata sudah berusia lanjut. Hal
ini tentu sangat mengkhawatirkan jika orang-orang yang menguasai sastra lisan
meninggal dunia tanpa sempat mewariskan sastra lisan itu kepada generasi muda.
Pada akhirnya sastra lisan tersebut bisa saja menghilang begitu saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Vansina (via Taum, 2011: 10), menjelaskan bahwa sastra lisan (oral
literature) adalah bagian tradisi lisan (oral tradition) atau yang biasanya
dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral culture) berupa pesan-pesan, cerita-
cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang diwariskan secara lisan dari satu
generasi ke generasi lainnya. Endraswara (2013: 150) membagi sastra lisan
menjadi dua, yaitu sastra lisan murni yang berupa dongeng, legenda, cerita yang
tersebar secara lisan di masyarakat dan ada pula sastra lisan tak murni, biasanya
sastra ini berbaur dengan tradisi lisan. Sastra lisan yang berbaur ini kadang-
kadang hanya berupa penggalan cerita sakral.
Menurut Hutomo (via Endraswara, 2013: 151), bahan sastra lisan dapat
dibedakan menjadi tiga bagian. Pertama, bahan yang bercorak cerita: (a) cerita-
cerita biasa (tales), (b) mitos (myths), (c) legenda (legends), (d) epik (epics), (e)
cerita tutur (ballads), (f) memori (memorates). Kedua, bahan yang bercorak
bukan cerita: (a) ungkapan (folk speech), (b) nyanyian (songs), (c) peribahasa
(proverbs), (d) teka-teki (riddles), (e) puisi lisan (rhymes), (f) nyanyian sedih
pemakaman (dirge), (g) undang-undang atau peraturan adat (law). Ketiga, bahan
yang bercorak tingkah laku (drama): (a) drama panggung dan (b) drama arena.
Salah satu tradisi suku Dayak Uud Danum yang mengandung sastra lisan
adalah tradisi menyembuhkan orang sakit. Suku Dayak Uud Danum tersebar di
Kecamatan Serawai dan Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang, Provinsi
Kalimantan Barat. Tradisi menyembuhan orang sakit berdasarkan pada
kepercayaan masyarakat suku Dayak Uud Danum akan mahkluk-makhluk gaib.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Tradisi ini bertujuan mengembalikan roh manusia yang diyakini sedang tersesat
atau diambil oleh roh orang-orang yang sudah meninggal.
Dalam tradisi ini terdapat sebuah mitos tentang seorang gadis cantik
bernama Rombiya yang konon menikah dengan makluk halus. Mitos Rombiya
inilah yang dituturkan oleh dukun saat melakukan upacara menyembuhkan orang
sakit atau Nopahtung. Sastra lisan ini dikhawatirkan akan menghilang karena
cerita ini belum pernah ditulis, didokumentasikan, dan dipublikasikan kepada
masyarakat di luar suku Dayak Uud Danum oleh siapapun.
Permasalahan inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian
terhadap sastra lisan suku Dayak Uud Danum. Agar warisan nenek moyang dapat
digunakan dan dimanfaatkan oleh generasi selanjutnya, sastra lisan perlu ditulis,
didokumentasikan, dipublikasikan, dan dilestarikan. Selain itu agar sastra lisan itu
tetap ada dan dikenal banyak orang sebagai kekayaan budaya yang patut
dibanggakan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Bagaimana deskripsi proses upacara Nopahtung (penyembuhan orang
sakit) suku Dayak Uud Danum?
2. Bagaimana struktur mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung?
3. Bagaimana fungsi mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai oleh
peneliti dalam penelitian ini, sebagai berikut.
1. Menghimpun dan mendokumentasikan sastra lisan dalam upacara
Nopahtung suku Dayak Uud Danum yang disertai dengan terjemahan dan
catatan agar dapat dinikmati oleh kalangan yang lebih luas.
2. Menganalisis struktur mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung.
3. Menganalisis fungsi mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Penelitian ini adalah studi sastra yang pertama dilakukan terhadap sastra
lisan suku Dayak Uud Danum. Peneliti berharap penelitian ini memberikan
manfaat teoretis dan praktis. Adapun manfaatnya sebagai berikut.
1. Manfaat Teroretis
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pemikiran dan teori
mengenai sastra lisan suku Dayak Uud Danum. Selain itu, hasil studi ini bisa
menjadi dokumen kebudayaan masyarakat Dayak Uud Danum agar tidak hilang
seiring dengan perkembangan zaman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengajaran sastra di
sekolah, khususnya sastra daerah. Dari penelitian ini juga, siswa dapat belajar
mengenai sastra sekaligus budaya suku Dayak Uud Danum.
E. Batasan Istilah
Peneliti membatasi beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini.
Istilah-istilah tersebut sebagai berikut.
1. Tradisi Lisan
Tradisi lisan diartikan sebagai “segala wacana yang diucapkan meliputi
yang lisan dan yang beraksara” atau dikatakan juga sebagai “sistem wacana yang
bukan aksara” (Pudentia 2015: 3).
2. Upacara Nopahtung
Upacara Nopahtung merupakan tradisi yang dilakukan untuk
menyembuhkan orang sakit dengan menuturkan mitos Rombiya (Yelani, 2016).
3. Sastra Lisan
Taum (2011: 21-22), mengemukakan bahwa sastra lisan adalah
sekelompok teks yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan, yang
secara instrinsik mengandung sarana-sarana kesusastraan dan efek estetik dalam
kaitannya dengan konteks moral maupun kultur dari sekelompok masyarakat
tertentu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
4. Mitos
Bascom (via Taum, 2011: 67), mengatakan bahwa mitos (myth) adalah
sejenis cerita prosa yang dipercaya kebenarannya oleh masyarakat pendukung
cerita itu.
5. Mitos Rombiya
Mitos Rombiya adalah mitos yang mengisahkan tentang seorang gadis
yang menikah dengan roh halus. Mitos ini dituturkan ketika melakukan upacara
Nopahtung (Yelani, 2016).
6. Prosa
Waluyo (2011: 1), mengatakan prosa berasal dari kata “orate provorsa”
yang berarti ‘uraian langsung’, ‘cerita langsung’, atau ‘karya sastra yang
menggunakan bahasa terurai.’
7. Struktur
Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun (Depdiknas, 2008:
1341).
8. Fungsi
Fungsi adalah kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat
(Depdiknas, 2008: 401).
F. Sistematika Penyajian
Dalam penulisan skripsi ini terdapat lima bab, yaitu bab I pendahuluan,
bab II landasan teori, bab III metode penelitian, bab IV pembahasan hasil
penelitian, dan bab V penutup. Pada bab I peneliti akan memapaparkan latar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
batasan istilah, dan sistematika penyajian. Pada bab II dipaparkan mengenai
kajian teori-teori terdahulu yang relevan, kajian teori tradisi lisan, sastra lisan,
struktur mitos, fungsi mitos, dan upacara Nopahtung. Pada bab III, peneliti
memaparkan jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, metode dan teknik
pengumpulan data, instrumen penelitian, metode dan teknik analisis data. Pada
bab IV, peneliti memapaparkan hasil penelitian berupa tradisi upacara Nopahtung,
struktur dan fungsi mitos Rombiya. Pada bab V dipaparkan kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam landasan teori ini ada dua bagian yang akan dijelaskan yaitu
penelitian relevan dan kajian teori. Penelitian yang relevan dengan penelitian ini
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Liman (2013) dan penelitian yang dilakukan
oleh Karolus (2013). Selanjutnya pada bagian kajian teori, dipaparkan teori
tradisi lisan, sastra lisan, struktur mitos, fungsi mitos, dan upacara Nopahtung.
Berikut ini disajikan uraian mengenai kedua bagian tersebut.
A. Penelitian Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian peneliti adalah penelitian yang
berjudul Sastra Lisan Lamabaka Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata;
Klasifikasi dan Analisis Fungsi bagi Masyarakat. Penelitian itu diteliti oleh
Liman (2013). Penelitian Liman tersebut dilakukan dengan tujuan (1)
mendeskripsikan konteks sastra dan budaya masyarakat Lamabaka, (2)
mendeskripsikan klasifikasi sastra lisan masyarakat Lambaka, (3)
mendeskripsikan fungsi sastra lisan Lamabaka bagi masyarakat.
Metode yang dipakai oleh Liman dalam penelitian itu adalah penelitian
deskriptif kualitatif sedangkan objek yang diteliti adalah jenis dan fungsi sastra
lisan yang ada di kampung Lamabaka. Wujud data dalam penelitian Liman berupa
peribahasa atau ungkapan tradisional, teka-teki, mantra, pantun, dongeng,
legenda, mite. Sumber data dalam penelitian Liman adalah sastra lisan yang ada di
kampung Lamabaka. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
observasi dan metode wawancara. Dari hasil penelitian Liman dapat disimpulkan
bahwa masyarakat kampung Lamabaka Kecamatan Wulandoni Kabupaten
Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki lima jenis sastra lisan yang
tersebar di daerahnya yaitu (1) peribahasa, (2) teka-teki, (3) puisi rakyat, (4) cerita
rakyat, dan (5) nyanyian rakyat. Fungsi yang terkandung dalam peribahasa
Lamabaka adalah fungsi didaktis, fungsi pengungkapan emosional, dan fungsi
menyindir. Fungsi yang terkandung dalam teka-teki Lamabaka adalah fungsi
didaktis, fungsi menggoda, fungsi kontemplasi dan fungsi rekreatif, fungsi
informasi, fungsi sosial, dan fungsi religius. Fungsi yang terkandung dalam
nyanyian rakyat Lamabaka adalah fungsi pengiring kerja, fungsi pengungkapan
emosional, fungsi komunikasi dan infromasi, fungsi ritual, fungsi pengesah
pranata sosial, dan fungsi sosial.
Penelitian Liman relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
karena sama-sama meneliti tentang sastra lisan yang ada di masyarakat. Penelitian
yang dilakukan Liman dan peneliti sama-sama mengunakan metode deskriptif
kualitatif. Perbedaanya adalah objek penelitian yaitu jenis dan fungsi sastra lisan
Lamabaka Kecamatan Wulandoni Kabupaten Lembata. Sementara itu, peneliti
meneliti struktur dan fungsi mitos dalam upacara Nopahtung suku Dayak Uud
Danum. Wujud data penelitian juga tidak sama, wujud data Liman berupa
peribahasa atau ungkapan tradisional, teka-teki, mantra, pantun, dongeng,
legenda, mite, sedangkan wujud data peneliti berupa mitos yang terdapat dalam
upacara Nopahtung. Metode yang peneliti gunakan untuk mengumpulkan data
yaitu metode observasi, wawancara dan dokumentasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Penelitian selanjutnya yang relevan dengan penelitian peneliti adalah
penelitian yang berjudul Tradisi Reba: Mitos Genealogis, Proses Ritual, Makna
dan Fungsi Reba bagi Masyarakat Ngadha di Flores, NTT. Penelitian itu diteliti
oleh Karolus (2013). Penelitian Karolus tersebut dilakukan dengan tujuan (1)
mendeskripsikan asal-usul tradisi Reba dalam konteks sejarah dan budaya
Masyarakat Ngadha, (2) mendeskripsikan proses ritual pelaksanaan upacara Reba
di daerah Kabupaten Ngadha, dan (3) mendeskripsikan makna dan fungsi ritual
Reba bagi masyarakat Ngadha.
Pendekatan yang digunakan Karolus adalah pendekatan folklor. Landasan
teori yang digunakan sebagai referensi adalah mitos genealogis, ritual, makna dan
fungsi mitos. Karolus kemudian menggunakan metode etnografi dengan empat
teknik pengumpulan data yaitu pengamatan (obresvasi), wawancara, pencatatan,
dan dokumentasi.
Hasil penelitian Karolus menunjukan beberapa hal berikut. Pertama, asal-
usul budaya Reba yang mengisahkan latar belakang munculnya budaya Reba.
Kedua, ada empat tahap proses pelaksanaan ritual Reba, yaitu tahap persiapan,
tahap perayaan awal, tahap perayaan inti, dan tahap perayaan akhir. Ketiga, ada
dua makna yang terkandung dalam upacara Reba, yaitu: (a) makna historis, yang
mengisahkan perjalanan panjang nenek moyang orang Ngadha dan Saylon di
India menuju ke tempat tujuannya yaitu di Ngadha. Makna ini disampaikan
melalui upacara Su’i Uwi (pemotongan ubi) dan upacara O’Uwi (pemujaan ubi)
dan (b) makna persaudaraan yang menunjukan kepada larangan untuk tidak saling
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
bermusuhan kepada sesama. Sementara itu, fungsi dalam upacara Reba meliputi
fungsi sosial, fungsi magis, dan fungsi ajaran hidup.
Penelitian Karolus relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
karena sama-sama meneliti tradisi yang ada di masyarakat. Namun dalam
penelitian ini, peneliti menganalisis mitos yang terdapat dalam upacara
Nopahtung. Perbedaan penelitian peneliti dengan penelitian Karolus juga terdapat
pada pendekatan dan metode yang digunakan. Karolus menggunakan pendekatan
folklor dan metode etnografi sedangkan peneliti dalam penelitian ini akan
menggunakan pendekatan struktural untuk menganalisis struktur instrinsik mitos
yang ada dalam upacara Nopahtung. Harapan peneliti dengan menggunakan
pendekatan struktural ini, dapat merumuskan fungsi dari mitos tersebut.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti mengatakan bahwa penelitian yang
dilakukan oleh peneliti ini adalah sesuatu yang baru dan belum pernah diteliti oleh
peneliti sebelumnya.
B. Kajian Teori
Pada bab kajian teori ini, peneliti memaparkan teori yang dijadikan
landasan dalam penelitian ini. Pertama, tradisi lisan. Kedua, sastra lisan. Ketiga,
struktur mitos. Keempat, fungsi mitos. Kelima, upacara Nopahtung. Teori-teori
yang menjadi landasan penelitian ini dipaparkan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1. Tradisi Lisan
Tradisi lisan diartikan sebagai “segala wacana yang diucapkan meliputi
yang lisan dan yang beraksara” atau dikatakan juga sebagai “sistem wacana yang
bukan aksara” (Pudentia 2015: 3). Tradisi lisan atau dikenal dengan sastra rakyat
mencakup suatu bidang yang cukup luas, cerita-cerita, ungkapan, peribahasa,
nyanyian, tarian, adat resam, undang-undang, teka-teki, permainan (games),
kepercayaan dan perayaan (beliefs and festival) semuanya termasuk dalam sastra
rakyat (Sarumpaet, 2011: 2). Ratna (2011: 104), kemudian mengatakan tradisi
lisan secara definitif adalah berbagai kebiasaan dalam masyarakat yang hidup
secara lisan. UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural
Organization) memasukan sastra lisan sebagai bagian tradisi lisan (via Ratna,
2011: 105).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi lisan adalah
segala wacana yang diucapkan meliputi yang lisan dan beraksara (tidak lisan).
Tradisi lisan berupa cerita-cerita, ungkapan, peribahasa, nyanyian, tarian, adat
resam, undang-undang, teka-teki, permainan (games), kepercayaan dan perayaan
(beliefs and festival). Sastra lisan juga disimpulkan sebagai bagian dari tradisi
lisan.
2. Sastra Lisan
Taum (2011: 21-22), mengemukakan bahwa sastra lisan adalah
sekelompok teks yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan, yang
secara instrinsik mengandung sarana-sarana kesusastraan dan efek estetik dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
kaitannya dengan konteks moral maupun kultural dari sekelompok masyarakat
tertentu. Pandangan Taum mengungkapkan bahwa sastra lisan mengandung
sarana-sarana kesusastraan dan efek estetika sekelompok masyarakat tempat
sastra itu berada.
Sastra lisan (oral literature) adalah bagian dari tradisi lisan (oral tradition)
atau yang biasanya dikembangkan dalam kebudayaan lisan (oral culture). Sastra
lisan berupa pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian ataupun yang
diwariskan secara lisan dari satu generasi ke generasi lainnya (Vansina via Taum,
2011: 10). Sastra jenis ini kemudian dikenal sebagai folklore, cerita rakyat yang
telah mentradisi yang hidup dan dipertahankan oleh masyarakat pemiliknya
(Nurgiyantoro, 2005: 17).
Zaimar dalam Pudentia (2015: 374), mengatakan bahwa sastra lisan adalah
semua cerita yang sejak awalnya disampaikan secara lisan, tidak ada naskah
tertulis yang dapat dijadikan pegangan. Zaimar melanjutkan bahwa bentuk dari
sastra lisan berupa puisi, drama maupun prosa. Sastra lisan bersifat naratif namun,
sastra lisan juga tidak selalu bersifat naratif misalnya lagu-lagu, teka –teki, teks
humor, jampi-jampi dukun pada waktu mengobati orang sakit dan yang lainnya.
Danandjaja (via Taum, 2011: 23), mengemukakan ciri pengenal sastra
lisan, yaitu ada sembilan. Pertama, penyebaran dan pewarisannya biasanya
dilakukan secara lisan atau disertai gerak isyarat dan alat pembantu pengingat.
Kedua bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam
bentuk standar, disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
lama (paling sedikit dua generasi). Ketiga, berada dalam versi-versi bahkan
varian-varian yang berbeda. Keempat, bersifat anonim. Kelima, mempunyai
kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Ketujuh, bersifat pralogis,
yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.
Kedelapan, menjadi milik bersama kolektif tertentu, setiap anggota kolektif yang
bersangkutan merasa memilikinya. Kesembilan, pada umumnya bersifat polos dan
lugu sehingga seringkali tampak kasar, dan terlalu spontan.
Berdasarkan pada pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sastra lisan
adalah sastra yang disebarkan turun-temurun dari mulut ke mulut. Sastra lisan ada
yang bersifat naratif dan ada pula yang tidak bersifat naratif. Sastra lisan berupa
pesan-pesan, cerita-cerita, atau kesaksian-kesaksian, lagu-lagu, teka-teki, teks
humor, jampi-jampi dukun pada waktu mengobati orang sakit dan yang lainnya.
Sastra lisan dapat dikenali dengan ciri sebagai berikut: disebarkan dan diwariskan
secara lisan, bersifat tradisional, memiliki beberapa versi, bersifat anonim,
memiliki kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif, bersifat pralogis,
milik kolektif bersama tertentu, dan bersifat polos dan lugu. Dari pandangan di
atas juga dapat disimpulkan bahwa mitos merupakan bagian dari sastra lisan.
Bascom (via Taum, 2011: 67), mengatakan Mitos (myth) adalah sejenis
cerita prosa yang dipercaya kebenarannya oleh masyarakat pendukung cerita itu.
Mitos sebenarnya merupakan pengejawantahan dogma sehingga sifatnya sakral,
dan seringkali dihubungkan dengan ritual dan teologi. Mitos menjadi semacam
jawaban dari berbagai persoalan eksistensial pada saat manusia tidak mengerti,
bimbang, ataupun kehilangan orientasi. Para pelaku mitos umumnya bukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
manusia tetapi memiliki sifat-sifat manusia (misalnya binatang, dewa, ataupun
pahlawan budaya). Kejadiannya ditempatkan pada zaman purbakala, pada awal
mula dunia ketika dunia belum dimengerti seperti keadaannya yang sekarang, atau
dapat terjadi di sebuah dunia lain. Mitos biasanya mengungkapkan awal mula
dunia, awal mula manusia, kematian, atau menjelaskan etimologis binatang,
kekhasan geografis, dan fenomenan-fenomena alam lainnya.
Selain itu, Nurgiyantoro (2005: 172), menjelaskan bahwa mitos (myths)
adalah salah satu jenis cerita lama yang sering dikaitkan dengan dewa-dewa atau
kekuatan-kekuatan supranatural yang lain yang melebihi batas-batas kemampuan
manusia. Mitos berkisah tentang persoalan kehidupan yang di dalamnya terdapat
kehebatan-kehebatan tertentu yang di luar jangkauan nalar manusia, misalnya
bagaimana seorang tokoh mampu menunjukan kekuatannya untuk menundukkan
alam.
Dari beberapa pandangan di atas dapat disimpulkan bahwa mitos adalah
cerita lama berupa prosa yang dipercaya oleh masyarakat pendukung cerita itu.
Peristiwa dalam mitos tidak dapat diketahui kapan terjadinya dan mitos bersifat
sakral karena sering berhubungan dengan ritual dan teologi. Mitos juga dapat
mengungkapkan alam pikiran masyarakat pendukungnya mengenai dunia sekitar.
Mengingat kisah Rombiya dalam upacara Nopahtung merupakan prosa yang
dipercaya oleh masyarakat suku Dayak Uud Danum dan peristiwanya tidak dapat
diketahui secara pasti serta berhubungan dengan ritual dan teologi, maka peneliti
mengatakan bahwa kisah Rombiya adalah sebuah mitos yang hidup di masyarakat
suku Dayak Uud Danum.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Waluyo (2011: 1), mengatakan prosa berasal dari kata “orate provorsa”
yang berarti uraian langsung, cerita langsung, atau karya sastra yang
menggunakan bahasa terurai. Dikatakan menggunakan bahasa terurai, artinya
tidak sama dengan puisi (menggunakan bahasa yang dipadatkan), dan tidak sama
dengan drama (menggunakan bahasa dialog).
Dari padangan di atas dapat disimpulkan bahwa mitos Rombiya yang
terkadung dalam upacara Nopahtung merupakan sastra lisan yang berbentuk cerita
prosa. Artinya, mitos Rombiya adalah karya sastra yang menggunakan bahasa
terurai. Mitos Rombiya bukanlah puisi dan tidak sama dengan drama.
3. Struktur Mitos
Struktur adalah cara sesuatu disusun atau dibangun (Depdiknas, 2008:
1341). Karya sastra kemudian disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua
unsur yang dimaksud ialah unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur instrinsik ialah
unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur
karya sastra, seperti: tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan
pelataran, serta pusat pengisahan (Mihardja, 2012: 4).
Berdasarkan pandangan Mihardja di atas dapat disimpulkan bahwa ada
dua unsur di dalam sebuah karya sastra yaitu unsur instrinsik dan ekstrinsik.
Unsur instrinsik berupa tema, tokoh, dan penokohan, alur dan pengaluran, latar
dan pelataran, dan pusat pengisahan. Pada penelitian ini peneliti hanya akan fokus
menganalisis tema, tokoh, alur dan latar saja karena keempat unsur tersebut
merupakan unsur dasar pembangun sebuah karya sastra.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
a. Tokoh
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra (Mihardja, 2012: 5). Secara garis
besar, tokoh yang menyebabkan konflik disebut tokoh protagonis dan antagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang mendukung jalannya cerita sebagai tokoh
yang mendatangkan simpati atau tokoh baik. Tokoh antagonis merupakan
kebalikan dari tokoh protagonis, tokoh antagonis adalah tokoh yang menentang
arus cerita atau yang menimbulkan perasaan antipati atau benci pada diri pembaca
(Waluyo, 2014: 19).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah
pelaku dalam karya sasta. Tokoh kemudian dibagi menjadi dua, yaitu tokoh
antagonis dan protagonis. Kedua tokoh inilah yang nantinya akan menyebabkan
konflik.
b. Alur
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan
sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu, bulat dan utuh
(Mihardja, 2012: 6). Alur atau plot juga sering disebut kerangka cerita, yaitu
jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang menunjukan hubungan sebab
dan akibat dan memiliki kemungkinan agar pembaca menebak-nebak peristiwa
yang akan datang (Waluyo, 2014: 9).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah
rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat. Alur atau plot sering
disebut kerangka cerita yang kemudian disusun dalam urutan waktu yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
menunjukan hubungan sebab akibat sehinga pembaca akan menebak-nebak
peristiwa yang akan datang. Sudjiman (1988: 30), menggambarkan struktur alur
secara umum sebagai berikut.
1. paparan (exposition)
Awal 2. rangsangan (inciting moment)
3. gawatan (rising action)
4. tikaian (conflick)
Tengah 5. rumitan (complication)
6. klimaks
7. leraian (falling action)
Akhir 8. selesaian (denouement)
Berikut ini adalah struktur alur menurut Sudjiman (1988: 31). Paparan
adalah penyampaian informasi kepada pembaca. Informasi yang dimaksud yaitu
keterangan sekadarnya untuk memudahkan pembaca mengikuti kisah selanjutnya.
Situasi yang digambarkan pada bagian awal harus membuka kemungkinan cerita
itu berkembang.
Kemudian, rangsangan yaitu peristiwa yang mengawali timbulnya
gawatan. Rangsangan sering timbul oleh masuknya seorang tokoh baru yang
berlaku sebagai katalisator dalam (Sudjiman, 1986: 32). Selanjutnya, gawatan.
Sarana lain untuk menciptakan tegangan ini ialah padahan (foreshadowing);
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
pengarang memasukkan butir-butir cerita yang membayangkan akan terjadinya
sesuatu, atau seolah-olah mempersiapkan peristiwa yang akan datang.
Tikaian ialah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan
yang bertentangan dalam (Sudjiman 1986:34). Rumitan adalah perkembangan
dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita dalam (Sudjiman, 1986: 35).
Selanjutnya, klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatannya.
Bagian struktur alur sesudah klimaks meliputi leraian yang menunjukan
perkembangan peristiwa ke arah selesaian. Selesaian yang dimaksud bukan
penyelesaian yang dihadapi tokoh cerita. Selesaian adalah bagian akhir atau
penutup cerita.
c. Latar
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-
peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra (Mihardja, 2012: 7). Waluyo
(2014: 23) kemudian mengatakan bahwa setting adalah tempat kejadian cerita.
Tempat kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik, aspek sosiologis, dan
aspek psikis.
Setting juga dapat dikaitkan dengan tempat dan waktu. Jika dikaitkan
dengan tempat, dapat dirinci dari tempat yang luas, misalnya negara, provinsi,
kota, desa, di dalam rumah, di luar rumah, di jalan, di sawah, di sungai, di tepi
laut, dan sebagainya. Adapun fungsi setting adalah untuk: (1) mempertegas watak
pelaku; (2) memberikan tekanan pada tema cerita; (3) mempertegas tema yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
disampaikan; (4) metafora bagi situasi psikis pelaku; (5) sebagai pemberi atmosfir
(kesan); (6) memperkuat posisi plot.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan latar atau setting adalah
tempat atau waktu terjadinya peristiwa yang terjadi dalam karya sastra. Tempat
kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik, sosiologis maupun aspek psikis
namun dapat juga berkaitan dengan tempat dan waktu. Adapun fungsi latar atau
setting adalah untuk mempertegas watak pelaku, memberikan tekanan pada tema
cerita, mempertegas tema yang disampaikan, metafora bagi situasi psikis pelaku,
sebagai pemberi atmosfir (kesan) dan untuk memperkuat posisi plot.
d. Tema
Mihardja (2012: 5) mengatakan tema ialah persoalan yang menduduki
tempat utama dalam karya sastra. Waluyo (2014:7), mengatakan tema adalah
gagasan pokok dalam cerita fiksi. Waluyo (2014:8), kemudian mengklasifikasi
tema cerita menjadi lima jenis, yaitu: (1) tema yang bersifat fisik; (2) tema
organik; (3) tema sosial; (4) tema egoik (reaksi pribadi); dan (5) tema divine
(ketuhanan). Tema yang bersifat fisik menyangkut inti cerita yang bersangkut
paut dengan kebutuhan fisik manusia, misalnya tentang cinta, perjuangan mencari
nafkah, hubungan perdagangan, dan sebagainya; tema yang bersifat organik atau
moral, menyangkut soal hubungan antara manusia, misalnya penipuan, masalah
keluarga, problem politik, ekonomi, adat, tatacara, dan sebagainya. Tema yang
bersifat sosial berkaitan dengan problem kemasyarakatan. Tema egoik atau reaksi
individual, berkaitan dengan protes pribadi kepada ketidakadilan, kekuasaan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
berlebihan, dan pertentangan individu. Tema divine (ketuhanan) menyangkut
renungan yang bersifat religius hubungan manusia dengan Sang Khalik.
Berdasarkan pandangan Mihardja dan Waluyo mengenai tema dapat
disimpulkan bahwa tema adalah gagasan pokok atau persoalan yang menduduki
tempat utama dalam karya sastra. Ada lima jenis tema, yaitu tema yang bersifat
fisik, tema organik, tema sosial, tema egoik, dan tema divine.
4. Fungsi Mitos
Fungsi adalah kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat
(Depdiknas, 2008: 401). Bascom (Danandjaja, 1997: 19) mengatakan ada empat
fungsi mitos. Fungsi pertama, sebagai proyeksi (projective system) yaitu sebagai
alat pencermin angan-angan suatu kolektif. Fungsi kedua sebagai alat pengesahan
pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Fungsi ketiga sebagai alat
pendidikan anak (pedagogical device). Fungsi keempat sebagai alat pemaksa dan
pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota koletifnya.
Menurut pandangan Mircea Eliade (via Susanto, 1987: 92), fungsi mitos
yang utama ialah menetapkan contoh model bagi semua tindakan manusia, baik
dalam upacara-upacara maupun dalam kegiatan sehari-hari yang bermakna,
misalnya makan, seksualitas, pekerjaan, pendidikan, dsb. Selain itu, mitos juga
berperan sebagai sarana penyembuhan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi adalah manfaat atau
kegunaan sesuatu. Mitos berfungsi sebagai sistem pencermin angan-angan suatu
kolektif, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
kebudayaan, sebagai alat pendidik anak, sebagai alat pemaksa dan pengawas agar
noma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya, sebagai contoh
model bagi semua tindakan manusia, baik dalam upacara-upacara maupun dalam
kegiatan sehari-hari yang bermakna, dan sebagai sarana penyembuhan.
Selanjutnya, fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegunaan mitos
Rombiya yang berbentuk prosa cerita bagi kehidupan masyarakat suku Dayak
Uud Danum.
5. Upacara Nopahtung
Upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan
tertentu menurut adat atau agama (Depdiknas, 2008: 1533). Nopahtung berasal
dari kata pahtung dalam bahasa Indonesia yang berarti patung. Nopahtung adalah
tradisi menyembuhkan orang sakit dengan menggunakan kayu, abu, batu, rotan
sebagai patung untuk menggantikan roh orang yang sakit di dunia roh. Patung ini
berguna sebagai alat untuk menebus dan menggantikan roh orang yang sakit.
Media itulah yang kemudian disebut sebagai pahtung.
Dari pengertian di atas, upacara Nopahtung dapat disimpulkan sebagai
rangkaian tindakan yang dilakukan oleh suku Dayak Uud Danum untuk
menyembuhkan orang sakit. Media yang digunakan sebagai pengganti roh orang
yang sakit di dunia roh berupa kayu, abu, batu dan rotan. Dalam proses upacara
Nopahtung ini terdapat mitos Rombiya. Mitos Rombiya adalah mitos yang
dipercaya oleh suku Dayak Uud Danum. Mitos ini mengisahkan tentang seorang
gadis yang menikah dengan roh halus dan berhasil selamat setelah melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
upacara Nopahtung. Suku Dayak Uud Danum percaya bahwa mitos Rombiya
benar-benar pernah terjadi pada zaman dahulu. Mitos ini kemudian menjadi asal-
mula dilakukannya tradisi penyembuhan orang sakit yang disebut dengan upacara
Nopahtung.
Mitos Rombiya dapat disimpulkan sebagai kisah yang dipercaya benar-
benar pernah terjadi oleh masyarakat suku Dayak Uud Danum. Mitos ini
mengisahkan tentang seorang gadis yang terbebas dari suaminya yang merupakan
roh halus. Mitos inilah yang kemudian menjadi awal-mula dilakukannya upacara
Nopahtung untuk menyembuhkan orang sakit di suku Dayak Uud Danum hingga
kini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bagian metode penelitian ini disajikan: jenis penelitian, sumber data
dan data penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian,
metode dan teknik analisis data. Berikut ini disajikan kelima butir yaitu.
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini berawal dari tradisi suku Dayak Uud Danum yang tersebar
di Kecamatan Serawai dan Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang. Suku Dayak
Uud Danum memiliki upacara untuk menyembuhkan orang sakit. Upacara ini
dilakukan berdasarkan dari kepercayaan masyarakat akan roh halus.
Oleh karena itu, upacara tersebut cocok untuk diteliti secara kualitatif.
Metode penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan
pendekatan struktural. Adapun metode kualitatif deskriptif adalah penelitian yang
melibatkan kegiatan ontologis. Data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata,
kalimat atau gambar yang memiliki arti lebih bermakna dan mampu memacu
timbulnya pemahaman yang lebih nyata daripada sekedar sajian angka atau
frekuensi (Sutopo, 2006: 40).
B. Sumber Data dan Data Penelitian
Data adalah sumber informasi yang akan diseleksi sebagai bahan analisis.
Kualitas dan ketepatan pengambilan data tergantung pada ketajaman menyeleksi
yang dipandu oleh penguasaan konsep dan teori (Siswantoro, 2014: 70).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Siswantoro (2014: 72), mengatakan sumber data terkait dengan subjek penelitian
dari mana data diperoleh. Subjek penelitian sastra adalah teks-teks novel, novela,
cerita pendek, drama dan puisi.
Adapun wujud data dalam penelitian ini berupa mitos yang terdapat
dalam upacara Nopahtung di suku Dayak Uud Danum. Selanjutnya, sumber data
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang-orang yang menguasai mitos
Rombiya. Dari orang-orang yang menguasai mitos Rombiya ini peneliti akan
memperoleh data.
C. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam kegiatan pengumpulan data adalah dengan
cara observasi, wawancara, dan dokumetasi. Metode observasi adalah metode
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui
pengamatan dan penginderaan (Bugin, 2011: 118). Peneliti turun langsung ke
lapangan guna menghimpun data penelitian.
Dalam kegiatan ini, peneliti turun ke tiga desa yaitu: Desa Baras Nabun,
Desa Kemangai, dan Desa Keremoi. Peneliti memilih ketiga desa ini karena
peneliti mengetahui orang-orang yang menguasai mitos Rombiya. Peneliti
mengamati dan mendokumentasikan cara pelaksanaan upacara Nopahtung dan
juga praktiknya hingga selesai. Metode wawancara mendalam adalah proses
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dan informan atau orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara, pewawancara dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
informan akan terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lama (Bugin, 2011:
111). Sehubungan dengan itu, peneliti melakukan wawancara tidak terarah
terhadap informan yang telah ditentukan untuk melengkapi informasi yang dirasa
kurang oleh penelliti.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif
sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih
informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulkan data, menilai kualitas
data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya
(Sugiyono, 2012: 222). Siswantoro (2014: 73) mengatakan bahwa posisi peneliti
sebagai instrumen terkait dengan ciri penelitian sastra yang berorientasi kepada
teks, bukan kepada sekelompok individu yang menerima perlakukan tertentu
(treatment).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peneliti berfungsi
menetapkan fokus penelitian, memilih informan, mengumpulkan data, menilai
kualitas data, menganalisis dan menafsirkan data, serta membuat kesimpulan.
Posisi peneliti sebagai instrumen terkait dengan ciri penelitian sastra yang
berorientasi kepada teks. Dalam hal ini, kualitas data yang diperoleh tergantung
pada peneliti itu sendiri.
E. Metode dan Teknik Analisis Data
Dalam konteks penelitian terhadap sastra lisan suku Dayak Uud Danum,
analisis data dilakukan dengan mengkaji hasil dokumentasi yang berupa rekaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
dan video untuk memperoleh tata upacara Nopahtung dan juga mitos dalam
upacara tersebut. Hasil wawancara digunakan jika ada informasi yang dirasa
kurang oleh peneliti. Data yang terkumpul ditranskripsikan kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Selanjutnya, peneliti akan menganalisis struktur dan fungsi mitos yang ada
dalam upacara Nopahtung. Peneliti menganalisis struktur dan fungsi mitos sesuai
dengan teori yang telah dikemukakan. Hasil analisis data tersebut kemudian
disajikan secara deskriptif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu upacara Nopahtung merupakan
upacara yang masih ada hingga kini di masyarakat suku Dayak Uud Danum.
Upacara Nopahtung mengandung sastra lisan yang berupa cerita mitos dan
mantra. Dalam penelitian ini, peneliti akan mengkaji dan mengalisis cerita prosa
rakyat yang berupa mitos dalam upacara Nopahtung.
Hasil analisis dan pembahasan akan diuraikan menjadi beberapa bagian.
Bagian pertama yaitu deskripsi upacara Nopahtung masyarakat suku Dayak Uud
Danum. Bagian kedua adalah analisis struktur mitos Rombiya. Bagian ketiga
adalah fungsi mitos dalam upacara Nopahtung.
A. Tradisi Upacara Nopahtung
Upacara adalah rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan
tertentu menurut adat atau agama (Depdiknas, 2008: 1533). Upacara Nopahtung
dilakukan untuk menyembuhkan orang sakit. Berikut ini adalah deskripsi upacara
Nopahtung dan proses upacara Nopahtung.
1. Upacara Nopahtung
Kata nopahtung berasal dari kata pahtung (dalam bahasa Dayak Uud
Danum) yang berarti patung dalam bahasa Indonesia. Maksud patung di sini yaitu
patung tersebut dianggap sebagai pengganti dari roh orang yang melakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
upacara. Nopahtung secara sederhana disimpulkan sebagai upacara penyembuhan
orang sakit yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Uud Danum untuk
mengembalikan roh manusia. Masyarakat suku Dayak Uud Danum percaya
bahwa ketika seseorang bermimpi buruk, sakit atau tubuh yang tampak tidak sehat
serta ketika ada anggota keluarga yang meninggal, roh manusia sedang tersesat.
Maka dari itu, untuk mengembalikan roh tersebut dilakukannya upacara
Nopahtung.
Upacara Nopahtung ini berawal dari mitos seorang gadis yang bernama
Rombiya, yang menikah dengan roh halus karena perkataannya sendiri. Namun,
Rombiya selamat karena melakukan upacara Nopahtung. Masyarakat suku Dayak
Uud Danum kemudian hingga kini terus melakukan upacara Nopahtung dengan
menuturkan kembali kisah yang dialami oleh Rombiya dengan harapan
pembebasan roh Rombiya dari roh halus dapat terjadi pula pada orang-orang masa
kini.
Orang yang memimpin upacara Nopahtung ini adalah orang yang
menguasai mitos Rombiya. Ada empat media yang biasa digunakan sebagai
patung untuk upacara ini. Empat media tersebut berupa kayu pahting jorik (jenis
kayu yang sering digunakan sebagai kayu api), abu dapur, rotan, dan batu. Setiap
upacara Nopahtung menggunakan media-media tersebut memiliki cerita sendiri-
sendiri. Penggunaan media untuk melakukan upacara disesuaikan dengan
kebiasaan setiap dukun, karena di lapangan ditemukan bahwa ada sedikit
perbedaan antara dukun yang satu dengan dukun yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Upacara Nopahtung sendiri merupakan wujud kepercayaan masyarakat
suku Dayak Uud Danum akan roh leluhur. Pemujaan terhadap roh leluhur ini
merupakan identitas dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat suku Dayak Uud
Danum percaya akan adanya rewuk rio (dunia orang yang sudah meninggal).
Dunia orang yang sudah meninggal ini diyakini berada di sekitar mereka, hanya
saja tak kasat mata.
Pemujaan terhadap roh leluhur dilakukan dengan memberikan sesajian
pada saat-saat tertentu. Pemberian sesajian itu dilakukan misalnya saat
mengadakan pesta ataupun saat hari raya keagamaan seperti Natal, tahun baru dan
Paskah karena pada hari-hari raya itulah seluruh anggota keluarga bisa berkumpul
bersama-sama. Pemberian sesajian tersebut berupa makanan atau minuman.
Tujuan pemberian sesajian ini agar roh leluhur dapat melindungi suku Dayak Uud
Danum dari segala sesuatu yang jahat atau buruk. Pemujaan terhadap roh leluhur
biasanya dilakukan di makam anggota keluarga yang sudah meninggal dunia.
Selain percaya akan roh leluhur, suku Dayak Uud Danum juga percaya
bahwa di sekitar mereka terdapat pula dunia makhluk halus yang tidak dapat
dilihat secara langsung. Makhluk halus ini tinggal dan hidup sama seperti mereka,
hanya saja makhluk halus ini diyakini mendiami tempat-tempat yang angker atau
keramat. Tempat-tempat keramat tersebut, misalnya seperti di pohon beringin,
pohon-pohon besar, batu-batu besar, air terjun, ataupun tempat-tempat di pinggir
sungai yang tampak keramat. Di tempat-tempat itulah suku Dayak Uud Danum
meletakan sesajian baik dengan tujuan meminta keselamatan maupun kekayaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Wujud dari kepercayaan akan makhluk halus ini dilakukan dengan
mendirikan tojahan (bangunan berupa pondok kecil untuk menyimpan sesajian).
Tojahan biasanya didirikan di tempat-tempat yang dianggap dihuni oleh mahkluk
halus. Tujuan dilakukannya pemujaan terhadap mahkluk halus ini untuk meminta
kekayaan dan kesuksesan dalam segala macam usaha yang dilakukan.
Selain itu, masyarakat suku Dayak Uud Danum juga percaya akan Tuhan.
Tuhan dari suku Dayak Uud Danum ini disebut Ta’ala. Ta’ala di sini diyakini
sebagai penguasa langit dan bumi beserta seluruh isinya. Oleh karena itu, suku
Dayak Uud Danum sangat menjaga tingkah laku dan juga cara hidup agar dapat
hidup berdampingan dengan damai dan tenteram.
Upacara Nopahtung berawal dari mitos tentang seorang gadis bernama
Rombiya. Mitos ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat suku Dayak Uud
Danum akan roh atau makhluk halus. Peneliti memperoleh tiga teks mitos di
lokasi penelitian dari tiga narasumber yang berbeda. Berikut ini adalah cerita
singkat dari mitos Rombiya.
Teks A
Rombiya adalah seorang gadis yang sangat cantik, sudah
banyak laki-laki yang datang ke rumahnya untuk datang
melamar. Tetapi tidak ada satu pun yang ia nikahi. Jika ia mau
menerima lamaran dari orang yang datang ke rumahnya,
orangtuanya yang tidak setuju. Begitu pula sebaliknya. Akhirnya,
Rombiya pun berkata bahwa ia akan menikah jika dilamar oleh
Awak Kesanduk. Adapun Awak Kesanduk adalah nama hantu
yang mendiami kodiring (rumah untuk menyimpan abu atau
tulang-belulang dari orang yang sudah meninggal). Konon,
kabar tersebut akhirnya terdengar oleh Awak Kesanduk melalui
angin ribut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Awak Kesanduk kemudian datang ke rumah Rombiya
pada malam itu juga bersama dengan para roh yang lainnya
untuk melamar Rombiya. Awak Kesanduk melamar Rombiya
sesuai dengan adat tradisi yang berlaku di masyarakat Dayak
Uud Danum. Lamaran Awak Kesanduk pun diterima. Orangtua
Rombiya segera mengadakan pesta pernikahan mereka pada
malam itu juga. Namun, setelah pesta berakhir, Awak Kesanduk
tidak seperti mempelai pada umumnya yang biasanya akan
tinggal menetap beberapa hari di rumah mertuanya setelah pesta
pernikahan berlangsung.
Awak Kesanduk berpamitan untuk segera pulang pada
malam hari ketika ia melamar dan menikahi Rombiya. Tentu saja
Rombiya harus ikut karena sesuai adat, pihak perempuan harus
ikut serta pihak laki-laki. Rombiya pun pergi dengan berbekalkan
makanan dan juga ditemani oleh adiknya atas permintaan ibunya
karena khawatir akan Rombiya.
Berangkatlah mereka malam itu menuju rumah Awak
Kesanduk. Sesampainya di sana, Awak meminta Rombiya untuk
tinggal di rumahnya yang paling besar, di antara rumah yang
lain dan nyala api pelitanya lebih terang. Awak kemudian
mengatakan bahwa ia akan membuat sampannya di hilir
kampung sehingga Rombiya dan adiknya akan tinggal sendirian
di rumah.
Masuklah Rombiya ke dalam rumah suaminya, betapa
bahagiannya ia melihat rumah yang besar dan luas. Ia tak henti-
hentinya bersyukur akan tetapi berbeda halnya dengan adiknya.
Adiknya hanya duduk termenung. Malampun semakin larut dan
mereka pun tertidur.
Pada pagi harinya, Rombiya terbangun dan tanpa sadar
kepalanya membentur atap rumah. Ia terkejut ketika melihat
rumahnya telah berubah menjadi kecil dan sempit. Ia berjalan ke
sana-kemari untuk mencari dapur dan pintu untuk keluar namun
nihil.
Ia dan adiknya mulai kelaparan, bekal yang dibawa dari
rumah sudah basi karena sudah beberapa hari lamanya. Pada saat
seperti itu melompatlah seekor tikus. Tikus itu sibuk naik turun
memanjat tiang rumah. Rombiya meminta adiknya untuk
memberinya parang agar tikus itu mati namun, tikus tersebut
ternyata bisa berbicara dan mengatakan bahwa ia adalah nenek
moyang dari Rombiya. Pada akhirnya, tikus itulah yang
mengeluarkan mereka berdua dari rumah yang ternyata adalah
kodiring. Tikus itu mengeluarkan Rombiya dan adiknya dengan cara
menggigit dinding kodiring hingga dapat dilewati oleh Rombiya dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
adiknya. Saat Rombiya akan pulang ke rumah ibunya, tikus itu
berpesan agar Rombiya melakukan ritual Nopahtung untuk
mengembalikan rohnya yang masih ada di Rewuk rio. Rombiya pun
akhirnya pulang dengan keadaan yang sangat memprihatinkan, ia
memberitahukan ibunya lalu ibunya melakukan seperti yang
dikatakan oleh tikus jelmaan nenek moyangnya. Rombiya pun
berangsur-angsur pulih seperti sedia kala.
Teks B
Rombiya adalah anak tunggal yang sangat cantik, orang
tuanya sangatlah kaya raya. Oleh karena kecantikkannya, banyak
pria yang datang ke rumahnya untuk melamar. Akan tetapi, di
antara lamaran itu tidak ada satu pun yang diterima. Jika
orangtuanya setuju, Rombiyalah yang tidak setuju. Begitu pula
sebaliknya.
Orang-orang pun tak henti-hentinya datang untuk melamar
Rombiya. Orang tua Rombiya kemudian memutuskan untuk tinggal
di ladang karena sudah tidak sanggup menghadapi orang-orang
yang datang silih berganti. Rombiya pun meminta ibunya untuk
tidak perlu khawatir karena dia akan menikah jika dilamar oleh
orang bernama Romamang Sandung. Orangtuanya pun pergi ke
ladang dan tinggallah Rombiya sendirian di rumah.
Ucapan Rombiya ternyata terdengar juga oleh Romamang.
Romamang pun datang dengan menaiki rumbang urak (tempat
makanan babi yang terbuat dari kayu bulat yang dilubangi) sebagai
perahunya. Anehnya, saat akan berangkat Romamang mendayung
perahunya sekuat tenaga ke arah hilir dan kemudian perahu
tersebut bergerak ke hulu dengan sendirinya. Ia pun sampai di
lanting (seperti rakit tetapi lebih besar) Rombiya dan naik ke rumah
untuk melamar dan meminta Rombiya turut bersamanya pulang ke
rumah Romamang.
Awalnya Rombiya ragu karena mengingat orangtuanya
masih di ladang. Namun, Romamang terus mendesak. Akhirnya
Rombiya bersedia untuk turut bersama Romamang. Ia pun akhirnya
menitip pesan pada tetangga sebelah rumahnya dan kemudian
berangkat dengan membawa pakaian, beras, parang dan juga
seekor anak anjingnya.
Naiklah ia ke perahu Romamang. Saat akan menuju ke hilir,
Romamang mendayung sekuat tenaga ke arah hulu dan kemudian
perahu itu meluncur dengan sendirinya ke hilir dan mereka pun
sampai di rumah Romamang. Di sana Rombiya disambut dengan
pesta. Setelah semuanya selesai, Romamang berpesan padanya
untuk menyiapkan makanan untuk bekalnya membuat perahu di hilir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
kampung itu. Rombiya pun melakukan seperti yang dikatakan oleh
suaminya.
Setelah beberapa hari tinggal di rumah suaminya, aktivitas
di rumah tersebut tidak seperti manusia pada umumnya. Jika siang
hari Rombiya masak, mencuci dan sebagainya, keluarga dari pihak
suaminya tidur nyenyak. Akan tetapi saat malam hari, Rombiya
tidak dapat tidur karena keluarga suaminya sibuk memberi makan
ternak, menumbuk padi, dan memasak. Rombiya pun mulai merasa
tidak tahan tinggal di situ.
Pada suatu hari ia pergi mencari rebung bersama dengan
anak anjingnya. Banyak sekali rebung yang ia peroleh. Saat tengah
mengambil rebung tiba-tiba melompatlah seekor kancil. Rombiya
berteriak menyuruh anjingnya untuk menangkap kancil tersebut.
Namun, kancil tersebut ternyata bisa berbicara dan memintanya
untuk tidak menangkapnya. Kancil itu juga mengatakan bahwa
tidak seharusnya Rombiya berada di tempat tersebut dan meminta
Rombiya untuk pulang ke rumah orangtua Rombiya. Ia juga berjanji
akan menunjukan jalan untuk Rombiya. Rombiya pun pulang ke
rumah Romamang untuk mengambil barang-barangnya dan segera
mengikuti kancil. Di tengah perjalanan, kancil berpesan agar
Rombiya melakukan ritual nopahtung pada saat senja. Kancil
mengatakan bahwa patung tersebut nantinya yang akan menjadi
pengganti Rombiya di Rewuk rio sebagai istri Romamang.
Setelah berjalan beberapa lama, Rombiya pun sampai di
halaman rumah orangtuanya. Ia menceritakan semuanya kepada
orangtuanya bahwa ia ditolong oleh kancil. Tidak lupa juga untuk
meminta ibunya melakukan upacara Nopahtung seperti pesan si
kancil.
Teks C
Anak Rombiya sedang sakit dan tidak memiliki selera untuk
makan. Rombiya kemudian mengajak suaminya yang bernama
Romamang untuk menemaninya mencari ikan. Mereka berdua pun
berangkat. Saat mencari ikan, Rombiya sibuk menangkap ikan
sehingga tidak menghiraukan cuaca yang mendung dan ajakan
suaminya untuk pulang.
Tidak beberapa lama hujan pun turun, suaminya berlindung
di dalam batang pohon yang sudah tua. Saat berteduh, Romamang
tiba-tiba berubah menjadi rotan. Rombiya yang sedang menangkap
ikan akhirnya merasa kedinginan, ia segera mencari suaminya. Ia
memanggil suaminya, suaminya menjawab, tetapi Rombiya tidak
melihatnya. Suaminya akhirnya menggoyangkan dirinya yang sudah
berubah menjadi rotan. Rombiya sedih melihatnya. Suaminya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
berpesan agar Rombiya segera pulang ke rumah. Suaminya meminta
Rombiya untuk mengambil rotan dan melakukan upacara
Nopahtung jika ada anak cucu Rombiya yang sakit, kurus atau
bermimpi buruk. Akhirnya ia pulang ke rumah dan melakukan
seperti yang dikatakan oleh suaminya.
Dari mitos asal-usul tersebut, tokoh utamanya adalah Rombiya. Rombiya
adalah gadis yang menikah dengan Awak Kesanduk atau Romamang Sandung.
Pernikahan Rombiya tidak berakhir bahagia seperti kebanyakan orang. Hal
tersebut karena suaminya bukanlah manusia seperti halnya Rombiya. Suami
Rombiya pada teks A merupakan makhluk halus yang mendiami kodiring,
sedangkan pada teks B merupakan makhluk halus yang mendiami kuburan.
Pernikahan Rombiya itu ternyata nyaris merenggut nyawanya karena Rombiya
tidak bisa hidup seperti halnya yang dilakukan oleh suaminya. Berbeda dengan
teks C, suami Rombiya pada teks tersebut berubah menjadi rotan.
Dari ketiga teks di atas, yaitu teks A, B, dan C dapat disimpulkan bahwa
tradisi penyembuhan orang sakit (Nopahtung) merupakan wujud pengulangan dari
pengalaman seorang gadis pada zaman dahulu yang dianggap memang pernah
terjadi. Tradisi ini kemudian dilakukan agar orang yang sakit dapat sembuh
seperti halnya Rombiya yang terbebas dari roh halus yang menjadi suaminya pada
teks A dan teks B.
2. Proses Upacara
Upacara Nopahtung dilakukan ketika menjelang malam hari (senja).
Orang suku Dayak Uud Danum percaya bahwa senja hari adalah waktunya roh
halus berkeliaran. Roh halus memiliki dunia yang terbalik dengan dunia manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Ada empat media yang biasa digunakan sebagai patung pengganti roh manusia
yang sakit yaitu berupa abu dapur, kayu, rotan dan batu. Berikut adalah deskripsi
upacara Nopahtung menggunakan abu dapur, kayu, rotan dan batu.
a. Nopahtung Menggunakan Abu Dapur
Nopahtung abu dilakukan jika ada salah satu anggota keluarga yang baru
saja meninggal dunia. Anggota keluarga tersebut akan meminta dukun untuk
melakukan upacara Nopahtung dengan tujuan agar roh yang sudah meninggal
tidak terus tinggal bersama orang-orang yang masih hidup. Sebelum melakukan
ritual, terlebih dahulu harus menyiapkan beberapa persyaratan, yaitu garam, abu,
manik, sirih pinang, telur ayam kampung yang sudah direbus, beras, dan parang.
Setelah persyaratannya lengkap, dukun akan membentuk abu menyerupai
tubuh manusia di atas sebuah alat penampi. Garam sebagai otaknya, manik-manik
sebagai matanya, sirih dan pinang sebagai makanannya, dan telur ayam kampung
(makanan) untuk menghidupkan patung di dunia roh. Abu itu nantinya yang akan
menggantikan keluarga yang masih hidup dan kemudian tinggal dan hidup
bersama dengan orang yang sudah meninggal dunia di rewuk rio (dunia roh).
Roh orang yang telah meninggal akan mengira bahwa abu tadi adalah
keluarganya. Keluarga yang masih hidup pun tidak akan diganggu oleh roh
anggota keluarga mereka yang sudah meninggal dunia. Selanjutnya, beras di taruh
di atas piring dan parang diletakkan di sampingnya. Sebelum mulai menuturkan
mitos Rombiya teks A, dukun akan memasangkan siro (gelang dari manik-manik)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
di tangannya agar rohnya tidak tersesat di alam orang yang sudah meninggal
dunia saat menuturkan.
Setelah selesai menuturkan mitos Rombiya, dukun akan berjalan keluar
rumah untuk membuang abu ke tanah atau menaburkannya ke sungai sambil
menuturkan mantra sebagai berikut.
Ahkuk permisik umbak ihkok cok jagak tanak danum hik
Hik ahkuk ngohaman topahtung korawuk
Ahkan koro bering tangak iyok hik nokuk rowuk tuhpik tapak nah
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Aku meminta izin kepada kamu yang menjaga tanah air ini
Ini aku menghanyutkan patung abu
Supaya seperti wajahnya ini menuju rumah mimpi
Setelah itu ia akan kembali ke rumah dan meminta orang yang di dalam
rumah untuk menggigit parang sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.
Mahang umat, mahang semenget
Mahang umat, mahang semenget
Mahang umat, mahang semenget
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Keras parang, keras juga rohmu
Keras parang, keras juga rohmu
Keras parang, keras juga rohmu
Mantra di atas diucapkan oleh dukun sebanyak tiga kali sambil meletakkan
parang di mulut orang yang sakit untuk digigit dan kemudian diletakkan kembali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
ke kepala sebanyak tiga kali pula. Selanjutnya, dukun akan mengambil sedikit
beras yang ada di piring kemudian ditaburkan di kepala orang yang sakit sambil
berkata”kruss semenget” (kembalilah/pulanglah roh).
b. Nopahtung Menggunakan Kayu Pahting Jorik
Nopahtung menggunakan kayu pahting jorik dilakukan jika demam atau
bermimpi buruk. Adapun kayu pahting jorik adalah jenis kayu yang sering
digunakan sebagai kayu api karena ketika dibakar akan mudah terbakar namun
juga dapat bertahan lama. Persyaratan upacara Nopahtung menggunakan kayu
pahting jorik ini yaitu, kayu pahting jorik yang ujungnya sudah terbakar, beras
yang ditaruh di dalam piring, sebilah parang, siro, sirih pinang, dan rokok.
Sebelum upacara dimulai, dukun akan menata persyaratan itu terlebih
dahulu. Dukun akan menaruh siro untuk orang yang sakit di atas beras bersamaan
dengan sirih pinang dan rokok. Orang yang menguasai Nopahtung kemudian
meletakan parang di samping piring yang berisi beras serta persyaratan lainnya
dan memasangkan siro di kayu pahting jorik. Setelah semuanya siap, orang yang
menguasai Nopahtung akan menuturkan mitos Rombiya teks B sambil duduk
menghadap ke arah matahari terbit. Setelah mitos tersebut dituturkan, dukun akan
mengambil kayu pahting jorik dan membenturkan kebagian tubuh orang yang
diobati sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.
Icok duok toruk, huh.. ihik nah ahkan topahtung muk.
Ihkok hik ah topahtung, koro bering tangak iyok hik kak
Aoh ngeing ah koro iyok hik nah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Ihok ah katik semenget moruan ah
Ihik nah cok ahkan nokuk rowuk tuhpik tapak na’ah
Poros pa’ak iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros kodaring iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros botih iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros karop iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros Cahpak iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros Kahang iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros beteng iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros berihkat iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros bahai iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros ujat iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Kijok kak poros kuhung iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Satu dua tiga, inilah sebagai patungmu
Kamu patung, akan seperti wajahnya
Suara dan perkataanmu sepertinya
Kamu adalah pengganti rohnya
Inilah yang akan pergi ke rumah mimpi
Sakit kakinya akan berpindah kepadamu
Sakit mata kakinya akan berpindah kepadamu
Sakit betisnya akan berpindah kepadamu
Sakit lututnya akan berpindah kepadamu
Sakit pahanya akan berpindah kepadamu
Sakit pinggangnya akan berpindah kepadamu
Sakit rusuknya akan berpindah kepadamu
Sakit bahunya akan berpindah kepadamu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Sakit lehernya akan berpindah kepadamu
Sakit kepalanya akan berpindah kepadamu
Dukun kemudian meminta orang yang melakukan topahtung untuk
meludah kemudian menolak topahtung dengan tangan kiri sambil mengucapkan.
Ijok nah ihkok hik ah hik nah ahkuk
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Inilah yang akan menjadi penggantiku
Setelah selesai, dukun akan membawa kayu, beras, rokok, dan tembakau
dalam sebuah kain yang tidak koyak. Dukun pergi ke sungai sambil membawa
sebilah parang. Sesampainya di tanah atau di sungai, dukun akan mengayunkan
parang ke dalam air atau ke tanah sebanyak tiga kali sambil mengucapkan mantra
sebagai berikut.
Ahkuk permisik umbak ihkok cok jagak tanak danum hik
Hik ahkuk ngohaman topahtung pahting jorik
Ahkan koro bering tangak iyok hik nokuk rowuk tuhpik tapak nah
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Aku meminta izin kepada kamu yang menjaga tanah air ini
Ini aku menghanyutkan patung pahting jorik
Supaya seperti wajahnya ini menuju rumah mimpi
Dukun membuang kayu ke sungai dan kembali ke rumah. Ketika sampai
di rumah, tuan rumah harus menyirami kaki dukun tersebut dan dukun akan
bertanya:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Beh koro ah nah nih?
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Bagaimana keadaannya sekarang?
Saat dukun bertanya seperti itu, tuan rumah harus menjawab:
Oo.. uas nomarang sokai nah, marok inun nguan iyok nah
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Oo.. sudah melompat sekarang, sudah sehat kembali
Mendengar jawaban seperti itu, dukun akan masuk ke dalam rumah.
Melepaskan kain yang digunakan untuk menyimpan beras. Dukun kemudian
masangkan siro ke tangan orang yang sakit sambil mengucapkan mantra sebagai
berikut.
Mahtok sarak mbak nusak monasak
Sarak mbak ja’ang karop
Sarak mbak tuhpik tapak
Sarak mbak ondam oros
Mahtok sorung, sorung nah ihkok nguan pomorum muk
Iyam ihkok nusak monasak
Iyam ihkok nuhpik ngapak
Iyam ihkok mondam poros
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Masang salah dari sakit yang diderita
Salah dari rahang dan lutut
Salah dari mimpi-mimpi
Salah dari sakit derita
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Masang jadi, berhasillah kamu dalam hidupmu
Kamu tidak sakit demam
Kamu tidak bermimpi buruk
Kamu tidak sakit
Dukun mengambil beras dan menaruhnya di kepala orang yang sakit
sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.
Cok..duo..toruk..ohpat..rimok..onom..pihtuk..
Kruss.. semenget muk..
Pihtuk semenget muk burik uras
Burik nokuk uwang behtim muk nai
Koro manuk burik nokuk kosarah ah
Koro urak burik nokuk pahkok ah
Kijok nah semenget muk burik nokuk usim behtim muk nai
Iyam nah mondam poros
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Satu.. dua.. tiga.. empat.. lima.. enam.. tujuh..
Kruss.. roh mu
Tujuh rohmu kembali semua
Kembali ke dalam tubuhmu
Seperti ayam pulang ke sangkarnya
Seperti babi pulang ke kandangnya
Seperti itulah rohmu kembali ke dalam darah dagingmu
Sehingga tidak lagi sakit
Ritual itu kemudian dilanjutkan dengan menggigit parang, dukun akan
mengambil parang dan meminta orang yang sakit untuk menggigit parang dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
kemudian ditaruh di atas kepala sebanyak tiga kali sambil mengucapkan mantra
sebagai berikut.
Mahang iso, kak mahang semenget muk
Mahang iso, kak mahang semenget muk
Mahang iso, kak mahang semenget muk
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Keras parang, keras juga rohmu
Keras parang, keras juga rohmu
Keras parang, keras juga rohmu
Setelah upacara selesai, diharapkan orang yang sakit dapat terbebas dari
roh halus serta penyakitnya. Orang yang sakit akan menjadi sehat kembali sama
seperti Rombiya.
c. Nopahtung Menggunakan Rotan (Uoi Cohkok)
Upacara Nopahtung menggunakan rotan dilakukan jika orang bermimpi
tersesat atau sakit. Adapun persyaratannya, yaitu rotan serta beras dimasukan ke
dalam piring, sirih pinang, siro dan parang. Dukun dan orang yang sakit akan
melakukan upacara saat petang dengan menghadap ke arah matahari terbit.
Dukun kemudian mulai menuturkan mitos Rombiya teks C.
Selanjutnya, setelah menurutkan mitos Rombiya, dukun akan mengambil
rotan. Dukun kemudian membenturkan rotan tersebut ke tubuh orang yang sakit
sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Icok duok toruk, huh.. ihik nah ahkan topahtung muk.
Ihkok hik ah topahtung, koro bering tangak iyok hik kak
Aoh ngeing ah koro iyok hik nah
Ihok ah katik semenget moruan ah
Ihik nah cok ahkan nokuk rowuk tuhpik tapak na’ah
Poros pa’ak iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros kodaring iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros botih iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros karop iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros Cahpak iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros Kahang iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros beteng iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros berihkat iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros bahai iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Poros ujat iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Kijok kak poros kuhung iyok jahkat nokuk ihkok topahtung
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Satu dua tiga, inilah sebagai patungmu
Kamu patung, akan seperti wajahnya
Suara dan perkataanmu sepertinya
Kamu adalah pengganti rohnya
Inilah yang akan pergi ke rumah mimpi
Sakit kakinya akan berpindah kepadamu
Sakit mata kakinya akan berpindah kepadamu
Sakit betisnya akan berpindah kepadamu
Sakit lututnya akan berpindah kepadamu
Sakit pahanya akan berpindah kepadamu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Sakit pinggangnya akan berpindah kepadamu
Sakit rusuknya akan berpindah kepadamu
Sakit bahunya akan berpindah kepadamu
Sakit lehernya akan berpindah kepadamu
Sakit kepalanya akan berpindah kepadamu
Setelah membenturkan rotan ke tubuh orang yang sakit, dukun akan
menggendong rotan, beras, sirih pinang, dan rokok ke dalam kain yang tidak
sobek. Dukun berjalan ke depan pintu sambil menggenggam sebilah parang.
Dukun akan membuang rotan, sirih pinang, dan rokok ke tanah. Dukun kemudian
akan meminta tuan rumah untuk mencuci kakinya sebelum masuk ke dalam
rumah kembali. Saat berada di depan pintu, dukun bertanya tentang keadaan
orang yang sakit dan tuan rumah harus menjawab bahwa orang yang sakit sudah
sembuh dan sehat.
Dukun kembali melanjutkan proses upacara dengan mengambil siro dan
memasangkan ke tangan kanan orang yang sakit sambil mengucapkan mantra
sebagai berikut.
Mahtok sarak mbak nusak monasak
Sarak mbak ja’ang karop
Sarak mbak tuhpik tapak
Sarak mbak ondam oros
Mahtok sorung, sorung nah ihkok nguan pomorum muk
Iyam ihkok nusak monasak
Iyam ihkok nuhpik ngapak
Iyam ihkok mondam poros
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Masang salah dari sakit yang diderita
Salah dari rahang dan lutut
Salah dari mimpi-mimpi
Salah dari sakit derita
Masang jadi, berhasillah kamu dalam hidupmu
Kamu tidak sakit demam
Kamu tidak bermimpi buruk
Kamu tidak sakit
Setelah itu, dukun mengambil sedikit beras dan menaburkan ke ubun-ubun
orang yang sakit sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.
Cok..duo..toruk..ohpat..rimok..onom..pihtuk..
Kruss.. semenget muk..
Pihtuk semenget muk burik uras
Burik nokuk uwang behtim muk nai
Koro manuk burik nokuk kosarah ah
Koro urak burik nokuk pahkok ah
Kijok nah semenget muk burik nokuk usim behtim muk nai
Iyam nah mondam poros
Dalam bahasa Indonesia artinya:
Satu.. dua.. tiga.. empat.. lima.. enam.. tujuh..
Kruss.. roh mu
Tujuh rohmu kembali semua
Kembali ke dalam tubuhmu
Seperti ayam pulang ke sangkarnya
Seperti babi pulang ke kandangnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Seperti itulah rohmu kembali ke dalam darah dagingmu
Sehingga tidak lagi sakit
Dukun kemudian mengambil parang dan meminta orang yang sakit untuk
menggigit parang sebanyak tiga kali sambil mengucapkan mantra sebagai berikut.
Mahang iso, kak mahang semenget muk
Mahang iso, kak mahang semenget muk
Mahang iso, kak mahang semenget muk
Dalam bahasa Indonesia artinya :
Keras parang, keras juga rohmu
Keras parang, keras juga rohmu
Keras parang, keras juga rohmu
Setelah itu, upacara Nopahtung pun selesai. Orang yang sakit diharapkan
dapat terbebas dari roh halus, sehingga dapat sehat kembali sama seperti anak-
anak Rombiya dalam mitos yang dituturkan.
d. Nopahtung Menggunakan Batu
Upacara Nopahtung menggunakan batu dilakukan jika orang bermimpi
tenggelam. Pada praktiknya, pelaksanaan upacara ini hanya membutuhkan sebuah
batu yang kemudian dibenturkan ke tubuh orang yang bermimpi tenggelam. Tidak
ada mitos yang dituturkan oleh dukun maupun persyaratan lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
B. Struktur Mitos dalam Upacara Nopahtung
Fokus analisis struktur pada bagian ini adalah struktur instrinsik. Struktur
instrinsik adalah unsur yang membentuk sebuah mitos dari dalam. Berikut adalah
analisis struktur mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung.
1. Struktur Mitos Rombiya Teks A
Struktur instrinsik yang akan dianalisis ada empat unsur. Adapun unsur-
unsur tersebut yaitu tokoh, alur, latar dan tema. Berikut ini adalah analisis struktur
mitos Rombiya teks A.
a. Tokoh
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra (Mihardja, 2012: 5). Dalam mitos
Rombiya teks A, tokoh-tokoh yang dimunculkan yaitu Rombiya, Awak
Kesanduk, dan Ocan Suit (tikus). Tokoh yang terdapat dalam mitos Rombiya
hampir semuanya bersifat mendukung cerita. Berdasarkan pernyataan di atas,
maka penokohan dalam mitos Rombiya teks A adalah sebagai berikut.
1) Rombiya
Rombiya merupakan tokoh utama karena memiliki waktu penceritaan
yang lebih lama dibandingkan tokoh lainnya. Rombiya adalah tokoh utama. Sosok
Rombiya merupakan sosok yang pemilih dalam hal menerima lamaran dari orang-
orang. Rombiya juga adalah sosok yang silau akan harta, tidak ingin hidup susah
namun keberatan untuk bekerja keras. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan di
bawah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Kutipan 1
Adat istiadat seperti pada biasanya, memikul harta benda
tidak mau. ”Aku tidak mau!” ujar Rombiya. ”Aku tidak ingin
bersuamikan orang yang berdagang, itu akan membuat kepalaku
sakit. Terlebih lagi menikah dengan orang yang berjualan ke sana
kemari, aku tidak ingin terkena panas matahari,” kata Rombiya.
”Aku hanya ingin tinggal di dalam rumah.”
Kutipan 2
”Aduh.. aku sudah bosan menghadapi orang yang terus
datang untuk melamarku tanpa henti, aku sudah tidak sanggup.
Lebih baik aku menikahi Awak Kesanduk. Aku tidak akan capek,
tidak akan terkena panas matahari. Aku hanya akan tinggal di
dalam rumah saja. Jika aku menikahi orang-orang itu, aku akan
turut menemaninya berdagang dan pergi ke lading,” kata Rombiya.
”Aku tidak mau. Lebih baik aku menikah dengan Awak saja. Aku
tidak akan capek-capek dan hanya tinggal di dalam rumah saja.”
Berdasarkan kutipan di atas, jelas bahwa tokoh Rombiya adalah seorang
tidak ingin bekerja keras. Ia menolak ketika dilamar oleh orang yang
pekerjaannya berdagang. Penolakan Rombiya itulah yang kemudian membuatnya
menjadi sosok yang sangat pemilih.
2) Awak Kesanduk
Awak Kesanduk adalah roh halus yang mendiami kodiring (rumah untuk
menyimpan anggota tubuh orang yang sudah meninggal). Tokoh ini merupakan
tokoh yang menimbulkan konflik. Awak Kesanduk adalah sosok yang pekerja
keras, dan juga menghargai orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan berikut ini.
Kutipan 1
Angin terbang pun membawa kabar tersebut ketika Awak
Kesanduk sedang membuat sampan di hilir rumah. Tidak ada
pekerjaannya yang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Kutipan 2
Ia pun pulang ke rumah dan matahari pun mulai tenggelam.
Iya kemudian memeriksa jala yang digantung di tengah rumah.
Dijemurnya di atas tempat untuk menaruh kayu bakar sambil
memeriksa jalanya dan dilihatnya tidak ada yang koyak.
Kutipan 3
“Masaklah, jangan memasak di tempat yang kecil Bu.
Masaklah di periuk yang besar. Panggil orang sekampung untuk
datang ke rumah nanti,” katanya. ”Makan bersama di sini, rasanya
sangat rindu karena tidak bertemu mereka,” lanjutnya. ”Selama ini
selalu membuat sampan yang tak kunjung selesai.”
Pada kutipan 1 dan 2 menunjukan bahwa Awak Kesanduk adalah sosok
yang rajin. Pada kutipan 1 Awak Kesanduk sedang membuat sampan dan pada
kutipan 2, ia pulang ke rumah dan kemudian pergi lagi untuk menjala ikan. Selain
sebagai orang yang rajin, Awak juga merupakan sosok yang baik. Hal itu dapat
dilihat pada kutipan 3. Awak meminta ibunya untuk masak dan mengundang
semua orang di kampung untuk makan bersama-sama ikan hasil tangkapannya.
3) Ocan Suit (Tikus)
Ocan Suit adalah tikus yang mengaku sebagai jelmaan dari roh nenek
moyang tokoh Rombiya. Ia adalah tokoh yang mengeluarkan Rombiya dari dalam
kodiring dan menyelamatkan Rombiya. Ocan Suit digambarkan sebagai tokoh
yang baik hati. Hal itu dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
Kutipan 1
“Kalau kau ingin turun, beritahu aku baik-baik. Jangan bunuh aku,
aku adalah roh nenek moyangmu. Aku bukan tikus biasa.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Kutipan 2
Ia kemudian naik ke atas tiang kodiring, kemudian
digigitnya. Sekiranya mereka berdua cukup melalui lubang itu.
“Bagaimana? Kalian berdua sudah bisa lewat?” ia kemudian turun.
Kutipan 3
“Begini,” kata tikus. “Lewat sebelah sini. Kau lewat tanjung
kemudian kau pulang ke ibumu sana. Nanti kalau sudah sampai di
sana, suruhlah ibumu mengambil abu di dapur, telur ayam untuk
makanannya supaya menyerupai kalian berdua. Agar Awak
beristerikan abu itu dan tidak lagi beristerikan kau, sedangkan kau
sudah pulang.”
Pada kutipan 1, Rombiya berniat membunuh Ocan Suit akan tetapi Ocan
Suit malah menawarkan diri untuk membantu mengeluarkan Rombiya dari dalam
kodiring. Hal tersebut sudah menunjukan kemurahan hati dari Ocan Suit. Selain
itu, usaha Ocan Suit menyelamatkan Rombiya dapat dilihat pada kutipan 2 yang
merupakan realisasi atas hal yang ia tawarkan. Ia menggigit dinding hingga cukup
dilalui oleh Rombiya. Bantuan Ocan Suit juga tidak hanya sampai di situ, ia
kembali memberitahukan jalan pulang ke pada Rombiya dan memintanya untuk
melakukan upacara agar terbebas dari Awak Kesanduk. Kutipan-kutipan di atas
menunjukan bahwa Ocan Suit adalah tokoh yang murah hati dengan menolong
Rombiya.
b. Alur
Waluyo (2014: 9), mengatakan alur atau plot sering disebut sebagai
kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang
menunjukan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar
pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang. Adapun alur dalam mitos
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Rombiya adalah alur maju. Diawali dengan Rombiya yang dilamar banyak orang,
ia mengatakan mau menikah jika dilamar oleh Awak Kesanduk. Rombiya pun
akhirnya menikah dengan Awak Kesanduk dan tinggal bersamanya. Ternyata,
tempat tinggal Awak Kesanduk adalah kodiring. Rombiya akhirnya terjebak dan
kemudian ditolong oleh seekor tikus.
Sudjiman (1988: 30), menggambarkan struktur umum alur yaitu awal
(paparan, rangsangan, dan gawatan), tengah (tikaian, rumitan, dan klimaks), akhir
(leraian dan selesaian). Berdasarkan struktur umum alur di atas, berikut adalah
analisis struktur umum alur dalam mitos Rombiya.
1) Awal (Paparan, Rangsangan, dan Gawatan)
Pada mitos Rombiya, paparan diawali oleh penutur dengan penggambaran
seorang gadis yang dilamar oleh banyak orang. Oleh Rombiya, lamaran tersebut
tidak satu pun yang diterima dengan alasan tidak ingin bekerja keras. Hal tersebut
dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Kutipan 1
”Aduh.. aku sudah bosan menghadapi orang yang terus
datang untuk melamarku tanpa henti, aku sudah tidak sanggup.
Lebih baik aku menikahi Awak Kesanduk. Aku tidak akan capek,
tidak akan terkena panas matahari. Aku hanya akan tinggal di
dalam rumah saja. Jika aku menikahi orang-orang itu, aku akan
turut menemaninya berdagang dan pergi ke lading,” kata Rombiya.
Rangsangan kemudian muncul ketika Rombiya mengatakan bahwa
akan menikah dengan Awak Kesanduk. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Kutipan 2
”Aku tidak mau. Lebih baik aku menikah dengan Awak saja.
Aku tidak akan capek-capek dan hanya tinggal di dalam rumah
saja.”
Gawatan kemudian muncul ketika kabar tersebut ternyata sampai pada
Awak Kesanduk. Awak Kesanduk berniat untuk melamar Rombiya dengan
meminta pendapat dari teman-temannya terlebih dahulu. Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan berikut ini.
Kutipan 3
“Jadi begini.. aku sekurangnya kalian makan dan nyirih
pinang, ada orang yang ingin bersuamikan aku. Itulah keperluanku
terhadap kalian. Menurut kalian bagaimana?
2) Tengah (Tikaian, Rumitan, dan Klimaks)
Tikaian muncul ketika Awak berangkat melamar Rombiya. Lamaran
Awak ternyata diterima oleh Rombiya dan pesta pernikahan dilakukan saat itu
juga. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan-kutipan berikut ini.
Kutipan 1
Ibunya kemudian membuka petinya. Ia mengeluarkan
pakaian, kain untuk melamar seperti syarat melamar di Suku Dayak
Uud Danum. Kain untuk melamar disatukan dengan sambon setelah
itu disatukan dengan rawai. Pakaian untuk ganti, cincin, gelang dan
anting-anting.
“Persiapan sudah selesai. Ayo! Takut hari mulai terang, supaya kita
berangkat sekarang juga.”
Kutipan 2
“Tidak ada yang ingin aku katakan, sudah aku katakan
waktu itu. Selalu menjadi kesalahanku jika aku tidak menikah
seperti ini, lebih baik aku menikahi Awak saja. Itulah yang aku
katakan dulu,” jawab Rombiya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Kutipan 3
Rombiya kemudian segera mendudukkan dirinya dengan
perasaan senang. Amai Sawang Parik mengambil ayam dan
kemudian mohpas mereka berdua. Setelah mohpas (ritual
pemberkatan perkawinan) ke arah matahari terbenam, ia kemudian
mohpas ke arah matahari terbit. Ia pun memotong ayam tersebut
kemudian memberkati Rombiya dan Awak memasangkan siro
mereka berdua serta menanam sawang sememerum.
Rumitan muncul saat Awak langsung membawa Rombiya untuk ikut
bersamanya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Kutipan 4
“Begitu pula Rombiya,” kata Awak. ”Jika bersuamikan aku,
maka ia akan ikut bersamaku kalau tidak supaya Rombiya di sini
saja.”
Alur pun berlanjut, klimaks muncul saat Rombiya bangun keesokan
paginya di rumah suaminya. Rombiya mendapati dirinya berada di dalam
kodiring. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Kutipan 5
Ia bangun dan kepalanya membentur Guci kodiring (rumah
untuk menyimpan abu, tulang, rambut dan kuku dari orang-orang
yang sudah meninggal), rumah itu pun menjadi sempit.
3) Akhir (leraian dan selesaian)
Leraian muncul saat Rombiya berusaha keluar dan menyelamatkan diri.
Rombiya berusaha keluar, namun tidak bisa. Setelah beberapa hari di dalam
kodiring, muncullah seekor tikus. Tikus itulah yang kemudian mengeluarkan dan
menyelamatkan Rombiya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Kutipan 1
Mendengar bunyi orang memukul-mukul dinding maka meloncatlah
hantu yang berbentuk tikus dari sebelah.
Kutipan 2
Ia kemudian naik ke atas tiang kodiring, kemudian digigitnya.
Sekiranya mereka berdua cukup melalui lubang itu.
Kutipan 3
“Begini,” kata tikus. “Lewat sebelah sini. Kau lewat tanjung
kemudian kau pulang ke ibumu sana. Nanti kalau sudah sampai di
sana, suruhlah ibumu mengambil abu di dapur, telur ayam untuk
makanannya supaya menyerupai kalian berdua. Agar Awak
beristerikan abu itu dan tidka lagi beristerikan kau, sedangkan kau
sudah pulang.”
Selesaian kemudian muncul ketika Rombiya kembali pada keluarganya.
Kondisi Rombiya sangat memprihatikankan saat kembali ke rumah. Sesampainya
di rumah, ia meminta ibunya melakukan upacara seperti yang dikatakan oleh tikus
dan ia berangsur-angsur sehat kembali. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan
berikut.
Kutipan 4
Terlemparlah manusia abu itu dan Awak Kesanduk segera
menangkapnya. “Inilah istriku. Aku tidak beristrikan Rombiya lagi, tidak
perlu aku beristrikan orang yang masak saja tidak bersamaku. Aku sudah
berharap ketika menikahinya tapi aku tidak tinggal bersamanya.
Manusia abu itulah yang menjadi istrinya, ia tidak lagi beristrikan
Rombiya. Manusia abu itulah yang menemaninya mencari ikan dan
daging. Manusia abu itu pandai masak, sedangkan Rombiya sudah pulang
ke pada ibunya dan sudah tidak lagi bersama Awak Kesanduk.
Dari kutipan di atas, diceritakan bahwa manusia abu menjadi istri Awak
Kesanduk. Manusia abu tersebut menggantikan Rombiya sebagai istri dari Awak
Kesanduk. Rombiya pun selamat dan tinggal dengan aman bersama ibunya dan
tidak lagi menjadi istri Awak Kesanduk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
c. Latar
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-
peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra (Mihardja, 2012: 7). Latar atau
setting dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu dan suasana. Latar tempat
pada mitos Rombiya teks A ini yaitu di sungai, di rumah Rombiya, dan di dalam
kodiring. Latar waktu yaitu pada malam dan siang hari. Selanjutnya, latar suasana
dalam mitos ini yaitu suasana sedih.
1) Latar Tempat
Mitos Rombiya mempunyai tiga latar tempat. Adapun tempat-tempat
tersebut, sebagai berikut.
a) Di Sungai
Latar tempat di sungai dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.
Kutipan 1
Dari lanting mereka menaburkan jala berkali-kali, banyak
ikan yang mereka peroleh karena jarang ada yang mencari ikan.
Mereka pun semakin ke hulu, kira-kira di hilir rumah Rombiya
mereka mendengar anak-anak di hilir rumah sedang menumbuk
tanah dan menumbuk abu untuk mainan mereka.
Latar tempat di sungai ditunjukan pada kalimat pertama. Pada kalimat
pertama dikatakan bahwa Awak Kesanduk menaburkan jala dimulai dari
lantingnya. Lanting merupakan tempat suku Dayak Uud Danum menambat
perahu, mandi, mencuci pakaian maupun peralatan rumah tangga lainnya. Suku
Dayak Uud Danum juga memanfaatkan sungai sebagai sarana transportasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
b) Di Rumah Rombiya
Latar tempat di rumah Rombiya ditunjukan dalam kutipan berikut.
Kutipan 1
Tidak lama kemudian, Ibu Rombiya segera menangkap babi
dan ayam, mengambil sawang sememerum (tanaman puring dan
cocor bebek). Ia kemudian menghamparkan tikar di tengah rumah.
Semua perlengkapan jala diletakannya, ayam dan babi juga sudah
disiapkan.
Pada kutipan di atas, Ibu Rombiya sibuk menyiapkan perlengkapan dan
persyaratan untuk pernikahan anaknya Rombiya dengan Awak Kesanduk.
Menurut adat suku Dayak Uud Danum, pesta pernikahan pertama kali akan di
lakukan di rumah keluarga pihak perempuan. Oleh sebab itu, tempat dalam mitos
tersebut yaitu di rumah Rombiya.
c) Di dalam Kodiring
Latar tempat di dalam kodiring ditunjukan dalam kutipan berikut ini.
Kutipan 1
“Ah.. tidurku terganggu, hari sudah terang.” Ia bangun dan
kepalanya membentur guci di kodiring (rumah untuk menyimpan
abu, tulang, rambut dan kuku dari orang-orang yang sudah
meninggal), rumah itu pun menjadi sempit.
Pada cuplikan itu, Rombiya terbangun dan menyadari bahwa rumah yang
semula dilihatnya besar telah berubah menjadi kecil dan sempit. Pada kalimat
kedua dengan jelas disebutkan bahwa Rombiya terbangun dan kemudian
kepalanya membentur guci di kodiring. Kutipan di atas menunjukan dengan jelas
tempat tersebut yaitu di dalam kodiring.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
2) Latar Waktu
Dalam mitos Rombiya, terdapat dua latar waktu penceritaan. Latar waktu
tersebut yaitu malam dan siang hari.
a) Latar Waktu Malam Hari
Latar waktu malam hari dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
“Begini, aku menuturkan tidak pada hari yang terang. Awak
memintaku untuk melamar, jika Rombiya mau supaya mau saat ini
juga, jika tidak supaya kami segera pulang.
Pada kalimat pertama, hantu suruhan Awak mengatakan bahwa ia
melamar Rombiya untuk Awak tidaklah pada hari yang terang. Hari yang terang
maksudnya adalah siang hari. Kutipan di atas menunjukan bahwa rombongan
Awak datang melamar Rombiya saat malam hari.
b) Latar Waktu Siang Hari
Latar waktu siang hari dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
Jika siang hari, ia mulai berteriak dan memukul-mukul
dinding dan atap. Maksudnya agar runtuh tapi ia tidak mampu.
Pada kutipan di atas, dijelaskan mengenai hal yang Rombiya lakukan di
saat siang hari yaitu memukul-mukul dinding dan atap. Dari kutipan tersebut
sudah dapat diketahui bahwa latar waktunya adalah siang hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
3) Latar Suasana
Latar suasana dalam mitos ini adalah suasana senang yang dirasakan oleh
Rombiya ketika ia akhinya menikah. Suasana senang dapat dilihat dari kutipan
berikut.
Kutipan 1
Rombiya kemudian segera mendudukkan dirinya dengan
perasaan senang. Amai Sawang Parik mengambil ayam dan
kemudian mohpas mereka berdua. Setelah mohpas ke arah matahari
terbenam, ia kemudian mohpas ke arah matahari terbit. Ia pun
memotong ayam tersebut dan nyahkik Rombiya dan Awak
memasangkan siro mereka berdua dan menanam sawang
sememerum.
Suasana mencekam ketika Rombiya terbangun dan menyadari bahwa ia
tinggal di dalam kodiring dan tidak bisa makan dan minum selama beberapa hari.
Suasana tersebut terdapat dalam kutipan berikut ini.
Kutipan 2
Ia bangun dan kepalanya membentur Guci kodiring (rumah
untuk menyimpan abu, tulang, rambut dan kuku dari orang-orang
yang sudah meninggal), rumah itu pun menjadi sempit.
Pada kutipan di atas, susana mencekam saat Rombiya menyadari bahwa ia
berada dalam sebuah kodiring. Bagi suku Dayak Uud Danum, kodiring
merupakan tempat untuk menyimpan anggota tubuh dari orang-orang yang sudah
meninggal dunia. Anggota tubuh tersebut berupa abu, tulang, rambut dan kuku.
d. Tema
Mihardja (2012: 5), mengatakan tema ialah persoalan yang menduduki
tempat utama dalam karya sastra. Waluyo (2014:7), kemudian mengatakan tema
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi. Dari dua pandangan di atas dapat
disimpulkan tema adalah gagasan pokok atau persoalan yang menduduki tempat
utama dalam karya sastra. Dalam mitos Rombiya teks A terdapat dua tema.
Tema dari mitos Rombiya ini adalah tema kehidupan dan adat istiadat.
Tema kehidupan di sini maksudnya tentang bagaimana hubungan manusia dengan
manusia lain, hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan hubungan manusia
dengan roh-roh yang tak kasat mata. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan
berikut.
Kutipan 1
Makanan untuk pihak Awak disediakan berbeda dengan
makanan untuk pihak Rombiya. Daging-daging itu pun mulai
dimasak, cabai, garam, dan serai dimasukan bersamaan dengan
daging. Aroma dari sayur sangat enak. Sayuran diaduk dan
diangkat, makanan untuk sawang dilemparkan untuk roh sesuai
dengan kepercayaan mereka. Makanan dihidangkan dan
didinginkan, orang-orang dipanggil untuk makan. Para hantu teman
Awak makan di tempat yang berbeda, riuh sekali. Mereka makan
sekenyang-kenyangnya setelah itu, ibu Rombiya melemparkan
makanan untuk sememerum (tumbuhan cocor bebek) sesuai adat
suku Dayak Uud Danum. Orang-orang yang masih tidur
tongomarek, yang sudah bangun disuruh untuk makan. Setelah
kenyang mereka pun mulai berunding.
Pada kutipan di atas, pihak Rombiya melayani pihak Awak dengan
menyediakan makanan untuk mereka. Ibu Rombiya juga memberikan makanan
untuk roh dan juga untuk tanaman cocor bebek. Hal tersebut menggambarkan
bahwa suku Dayak Uud Danum sangat menghargai sesamanya. Kutipan tersebut
juga menggambarkan bahwa suku Dayak Uud Danum mengakui, menghormati,
dan menjaga hubungan dengan roh-roh sesuai dengan kepercayaan mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Selanjutnya adalah tema adat istiadat. Adat istiadat yang dimaksud tentang
bagaimana adat tradisi suku Dayak Uud Danum hidup dan dalam melaksanakan
pernikahan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Kutipan 2
Ibunya kemudian membuka petinya. Ia mengeluarkan
pakaian, kain untuk melamar seperti syarat melamar di suku Dayak
Uud Danum. Kain untuk melamar disatukan dengan sambon setelah
itu disatukan dengan rawai. Pakaian untuk ganti, cincin, gelang dan
anting-anting.
Pada kutipan di atas, Awak Kesanduk meminta ibunya untuk menyiapkan
segala sesuatu yang diperlukan untuk melamar seorang wanita. Tanpa melengkapi
persyaratan-persyaratan tersebut, lamaran Awak Kesanduk tidak akan diterima.
Kutipan di atas merupakan adat tradisi yang masih berlaku di masyarakat suku
Dayak Uud Danum. Kutipan di atas menggambarkan tentang adat tradisi
masyarakat tersebut.
2. Struktur Mitos Rombiya Teks B
Struktur instrinsik yang akan dianalisis ada empat unsur. Adapun unsur-
unsur tersebut yaitu tokoh, alur, latar dan tema. Berikut ini adalah analisis struktur
mitos Rombiya teks B.
a. Tokoh
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra (Mihardja, 2012: 5). Dalam mitos
Rombiya teks A, tokoh-tokoh yang dimunculkan yaitu Rombiya, Romamang
Sandung, dan Kancil. Tokoh yang terdapat dalam mitos Rombiya hampir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
semuanya bersifat mendukung cerita. Berdasarkan pernyataan di atas, penokohan
dalam mitos Rombiya teks B adalah sebagai berikut.
1) Rombiya
Rombiya merupakan tokoh utama karena memiliki waktu penceritaan
yang lebih lama dibandingkan tokoh lainnya. Rombiya adalah tokoh utama. Sosok
Rombiya merupakan sosok yang pemilih dalam hal menerima lamaran dari orang-
orang. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
Kutipan 1
Rombiya sudah beranjak dewasa. Orang-orang datang pagi
pulang malam dan datang malam pulang pagi untuk melamar
Rombiya.”Aduhhaii..” Kata ibunya. Jika Rombiya mengatakan
setuju, orangtuanya melarang. Begitu pula sebaliknya ketika
orangtuanya setuju Rombiyalah yang tidak mau. Mata anak tangga
pun tenggelam satu, sirih tinggal yang muda saja dan pinang tinggal
yang masih muda karena terlalu banyak orang datang ke rumah.
Berdasarkan kutipan di atas, jelas bahwa tokoh Rombiya adalah seorang
yang sangat selektif. Hal tersebut terlihat dari kutipan di atas. Rombiya tidak
kunjung menikah karena tidak ada yang sesuai dengan yang ia inginkan.
2) Romamang Sandung
Romamang Sandung adalah roh halus yang mendiami kuburan. Tokoh ini
merupakan tokoh yang menimbulkan konflik. Romamang Sandung adalah sosok
yang licik. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Kutipan 1
“Hari sudah malam, tidurlah Rombiya,” kata Romamang.
”Begini.. kau kalau pagi-pagi hari sudah terang segera masak nasi
dan sayur. Setelah itu hidangkan untuk kita dan siapkan bekalku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Jangan lupa sirih pinang dimasukkan juga!” lanjutnya. ”Aku
sedang membuat sampan.”
Pada kutipan di atas, Romamang mengatakan bahwa ia sedang membuat
sampan. Pada kenyataannya, Romamang tidak membuat sampan. Hal tersebut
dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Kutipan 2
“Tidak.” Kata kancil. ”Romamang jika siang hari berubah
menjadi kijang dan tidur di padang ilalang di atas itu,” katanya.
”Lebih baik kau pulang saja! Ambil semua pakaianmu dan semua
barang-barangmu. Jangan kau tinggalkan. Nanti aku antar kau
pulang ke orang tuamu,” lanjut kancil.
Kancil membantah perkataan Romamang pada kutipan 1. Kancil
mengatakan kebenaran mengenai apa yang sebenarnya dilakukan oleh
Romamang. Kutipan di atas merupakan gambaran mengenai sosok Romamang
yang menipu Rombiya.
3) Kancil
Kancil adalah tokoh yang memberitahu Rombiya mengenai suaminya.
Kancil pula yang menolong Rombiya. Ia menunjukan jalan sekaligus mengantar
Rombiya pulang. Dalam perjalanan, kancil juga berpesan agar Rombiya
melakukan upacara Nopahtung agar tidak dicari oleh Romamang. Hal itu dapat
dilihat dari kutipan di bawah ini.
Kutipan 1
“Tidak,” kata kancil. ”Romamang jika siang hari berubah
menjadi kijang dan tidur di padang ilalang di atas itu,” katanya.
”Lebih baik kau pulang saja! Ambil semua pakaianmu dan semua
barang-barangmu. Jangan kau tinggalkan. Nanti aku antar kau
pulang ke orangtuamu,” lanjut kancil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Kutipan 2
“Bagaimana dengan aku?” kata kancil. ”Ikuti saja aku!
Lihat jejakku. Nanti kau melewati rawa-rawa, melewati bukit itu dan
kemudian naik melewati bukit itu. Lewati lereng bukit yang panjang
itu. Nanti ambillah kayu pahting jorik, ambil yang sudah kering.
Setelah itu dibakar dan dimatikan apinya. Jika hari sudah
menjelang malam kau benturkan ke dirimu. Kenakan gelang
menggunakan manik-manik sebagai pengganti rohmu. Itulah yang
akan menjadi gantinya, Romamang tidak akan mencarimu. Yang
penting ketika kau Nopahtung, ambillah parang dan parangkan ke
tanah. Sehingga, itu akan menjadi jalan topahtung itu. Itulah yang
nantinya akan tinggal bersama Romamang, bukan kau lagi,” jelas
kancil.
Pada kutipan di atas, kancil menunjukan kemurahan hatinya dengan
menolong Rombiya. Kancil memberitahu Rombiya mengenai Romamang
Sandung dan kemudian menunjukan jalan. Tidak hanya sampai di situ, kancil juga
mengantar Rombiya pulang kepada orangtuanya.
b. Alur
Waluyo (2014: 9), mengatakan alur atau plot sering disebut sebagai
kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang
menunjukan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar
pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang. Alur dalam mitos Rombiya
adalah alur maju. Diawali dengan banyak orang datang ke rumah Rombiya untuk
melamarnya. Rombiya pun akhirnya mengatakan akan menikah dengan
Romamang Sandung. Romamang Sandung pun ternyata sungguh-sungguh datang
melamar Rombiya. Ia pun menikah dan tinggal bersama Romamang tanpa
berpamitan dengan kedua orangtuanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Sudjiman (1988: 30), menggambarkan struktur umum alur yaitu awal
(paparan, rangsangan, dan gawatan), tengah (tikaian, rumitan, dan klimaks), akhir
(leraian dan selesaian). Berdasarkan struktur umum alur di atas, berikut adalah
struktur umum alur dalam mitos Rombiya.
1) Awal (Paparan, Rangsangan, dan Gawatan)
Pada mitos Rombiya, paparan diawali oleh penutur dengan penggambaran
seorang gadis bernama Rombiya yang dilamar oleh banyak orang. Lamaran
tersebut tidak satupun yang diterima. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan
berikut.
Kutipan 1
Rombiya sudah beranjak dewasa. Orang-orang datang pagi
pulang malam dan datang malam pulang pagi untuk melamar
Rombiya.”Aduhhaii..” kata ibunya. Jika Rombiya mengatakan
setuju, orangtuanya melarang. Begitu pula sebaliknya ketika
orangtuanya setuju Rombiyalah yang tidak mau. Mata anak tangga
pun tenggelam satu, sirih tinggal yang muda saja dan pinang tinggal
yang masih muda karena terlalu banyak orang datang ke rumah.
Rangsangan muncul ketika Rombiya mengatakan akan menikah jika
dilamar oleh Romamang Sandung. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Kutipan 2
“Ahh Ibu..” jawabnya. ”Jangan khawatir, nanti menikah
nanti tidak.. jika yang melamar adalah Romamang Sandung maka
akan aku terima.”
Gawatan kemudian muncul ketika perkataan Rombiya tersebut ternyata
sampai kepada Romamang Sandung. Romamang Sandung kemudian datang untuk
melamar Rombiya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Kutipan 3
“Iya, aku ini adalah Romamang Sandung yang kau sebut.
Korasak Tuak mengatakan bahwa kau ingin menikah denganku.
Karena kau telah menyebut namaku maka aku datang ke sini untuk
melamarmu,” kata Romamang.
2) Tengah (Tikaian, Rumitan, dan Klimaks)
Tikaian muncul ketika lamaran Romamang diterima oleh Rombiya.
Romamang kemudian membawa Rombiya bersamanya hari itu juga. Hal tersebut
dapat dilihat dari kutipan-kutipan berikut ini.
Kutipan 1
“Eh.. Rombiya segera kemasi pakaianmu,” kata Romamang
kepada Rombiya. ”Aku tidak bisa lama, hari aku melamar maka
hari itu pula aku membawamu bersamaku,” lanjutnya.
Klimaks muncul ketika Rombiya mulai menyadari keanehan di
rumah suaminya. Orang-orang di rumah tidak beraktivitas sebagaimana
mestinya manusia. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Kutipan 2
Rombiya melakukan seperti yang diminta oleh suaminya.
Baru bangun tidur ia segera masak nasi sayur dan makan. Setelah
itu ia menyiapkan bekal untuk Romamang, begitu terus setiap hari.
Orang-orang di rumah itu jika siang hari tidur dan jika malam hari
memanggil anjing dan babi. Menumbuk padi, pergi berburu dan
berjalan bagi yang laki-laki. Rombiya pun tidak bisa tidur ketika
siang hari dan tidak pergi kemana pun. Begitu terus hingga
berasnya sisa satu canting.
3) Akhir (Leraian dan Selesaian)
Leraian muncul yaitu ketika Rombiya bertemu dengan kancil. Kancil
kemudian memberitahu Rombiya mengenai siapa Romamang Sandung. Kancil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
menyuruh Rombiya untuk pulang ke rumah orangtuanya. Rombiya akhirnya
kembali pada orangtuanya dengan diantar oleh kancil. Dalam perjalanan kancil
meminta Rombiya untuk melakukan upacara Nopahtung jika sudah sampai di
rumah. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Kutipan 1
Tiba-tiba, ”Heh.. heh.. heh.. mengapa kau mau melukai aku?
Jangan lakukan itu, nanti aku menunjukan jalan untukmu.”
“Bagaimana mau pulang? Aku istri Romamang,” kata Rombiya.
“Tidak,” kata kancil. ”Romamang jika siang hari berubah menjadi
kijang dan tidur di padang ilalang di atas itu,” katanya. ”Lebih baik
kau pulang saja! Ambil semua pakaianmu dan semua barang-
barangmu. Jangan kau tinggalkan. Nanti aku antar kau pulang ke
orangtuamu,” lanjut kancil.
Kutipan 2
“Bagaimana dengan aku?” kata kancil. “Ikuti saja aku!
Lihat jejakku. Nanti kau melewati rawa-rawa dan kemudian naiklah
melewati bukit itu. Lewati lereng bukit yang panjang itu. Nanti
ambillah kayu pahting jorik, ambil yang sudah kering. Setelah itu
dibakar dan dimatikan apinya. Jika hari sudah menjelang malam
kau benturkan ke dirimu. Kenakan gelang menggunakan manik-
manik sebagai pengganti rohmu. Itulah yang akan menjadi gantinya,
Romamang tidak akan mencarimu. Yang penting ketika kau
Nopahtung, ambillah parang dan parangkan ke tanah. Itulah yang
akan menjadi jalan patung nantinya. Patung itulah yang akan
tinggal bersama Romamang, bukan kau lagi,” kata kancil kepada
Rombiya.
Setelah diselamatkan oleh kancil, Rombiya pun kembali pada orang
tuanya. Orangtuanya menyambut Rombiya dengan bahagia. Rombiya kemudian
meminta ibunya melakukan upacara seperti yang dikatakan oleh kancil. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Kutipan 3
Ibunya pun segera menghidangkan makanan. Setelah
Rombiya selesai makan, ia duduk untuk nyirih. Rombiya kemudian
mandi dan mencuci pakaiannya. Setelah mandi dan mencuci ia
menjemur pakaiannya. Ia pulang ke rumah dan hari pun malam. Ia
melakukan seperti yang dikatakan oleh kancil.
c. Latar
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-
peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra (Mihardja, 2012: 7). Latar atau
setting dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu dan suasana. Latar tempat
pada mitos Rombiya teks B ini yaitu di sungai, di rumah Rombiya, dan di rumah
Romamang Sandung. Latar waktu yaitu pada malam dan siang hari. Selanjutnya,
latar suasana dalam mitos ini yaitu suasana sedih.
1) Latar Tempat
Mitos Rombiya mempunyai tiga latar tempat. Adapun tempat-tempat
tersebut, yaitu sebagai berikut.
a) Di Sungai
Latar tempat di sungai dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.
Kutipan 1
Sampailah di sungai, Romamang meletakkan barang-
barangnya ke dalam kuali tersebut. Ia kemudian naik ke situ. Sekuat
tenaga didayungnya ke arah hilir, tujuh kali ke hilir dan tiba-tiba
sampannya mudik ke arah hulu dengan sendirinya. Setelah melewati
satu tanjung dilihatnya lanting milik Rombiya. Ia menyeberangkan
sampannya dan berhenti di lanting Rombiya. Ia mengangkat kuali
tempat makan babi itu ke atas lanting, ia juga mengambil sarung
parang, bibit kelapa, gong, kain untuk melamar dan kemudian dia
menaiki tangga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Pada kutipan di atas, disebutkan dengan jelas Romamang naik sampan
menuju ke rumah Rombiya. Sungai merupakan sarana transportasi yang sangat
diandalkan oleh suku Dayak Uud Danum.
b) Di Rumah Rombiya
Latar tempat di rumah Rombiya ditunjukan dalam kutipan berikut.
Kutipan 1
“Silakan naik,” katanya. ”Ada orang kok tinggal di sini.”
Rombiya segera menghidangkan sirih pinang. Romamang pun naik.
Sampai di depan pintu, ia meletakkan parang, tombak dan gong
untuk lamarannya. Ia pun duduk di mulut pintu.
Pada kutipan di atas, Romamang datang ke rumah Rombiya. Tujuannya
adalah untuk melamar Rombiya. Romamang juga membawa syarat-syarat untuk
melamar. Pada kutipan di atas juga, Rombiya selaku tuan rumah mempersilahkan
Romamang untuk masuk ke dalam rumahnya.
c) Di rumah Romamang Sandung
Latar tempat di rumah Romamang Sandung ditunjukan dalam kutipan
berikut ini.
Kutipan 1
Rombiya pun naik dan masuk ke rumah. Ibu Romamang pun
terbangun.
“Ehh.. silakan Rombiya, kau tingggal bersama kami. Naiklah!”
Pada kutipan di atas, Ibu Romamang mempersilakan Rombiya untuk
masuk ke rumah dan tinggal bersama mereka. Dari kutipan di atas dapat diketahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
bahwa latar tempat yaitu di rumah Romamang karena hanya tuan rumahlah yang
berhak mempersilakan orang asing untuk masuk ke rumahnya.
2) Latar Waktu
Dalam mitos Rombiya, terdapat dua latar waktu penceritaan. Latar waktu
tersebut yaitu malam dan siang hari.
a) Latar Waktu Malam Hari
Latar waktu malam hari dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
“Hari sudah malam, tidurlah Rombiya,” kata Romamang.
”Begini.. kau kalau pagi-pagi hari sudah terang segera masak nasi
dan sayur. Setelah itu hidangkan untuk kita dan siapkan bekalku.
Jangan lupa sirih pinang dimasukkan juga!” lanjutnya. ”Aku
sedang membuat sampan.”
Pada kutipan di atas, Romamang menyuruh Rombiya untuk tidur karena
hari sudah malam. Dari kutipan tersebut sudah disebutkan dengan jelas waktu
kejadian peristiwa tersebut, yaitu di malam hari.
b) Latar Waktu Siang Hari
Latar waktu siang hari dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
Rombiya melakukan seperti yang diminta oleh suaminya.
Baru bangun tidur ia segera masak nasi sayur dan makan. Setelah
itu ia menyiapkan bekal untuk Romamang, begitu terus setiap hari.
Orang-orang di rumah itu jika siang hari tidur dan jika malam hari
memanggil anjing dan babi. Menumbuk padi, pergi berburu dan
berjalan bagi yang laki-laki. Rombiya pun tidak bisa tidur ketika
siang hari dan tidak pergi kemana pun. Begitu terus hingga
berasnya sisa satu canting.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Pada kutipan di atas, Rombiya melakukan seperti yang diperintahkan oleh
suaminnya. Pada kalimat kedua, disebutkan Rombiya memasak nasi sayur dan
makanan setelah bangun tidur. Dari kutipan tersebut sudah dapat diketahui bahwa
latar waktunya adalah siang hari.
3) Latar Suasana
Latar suasana dalam mitos ini adalah suasana sedih yang dirasakan oleh
Rombiya ketika ia pergi bersama Romamang tanpa berpamitan dengan kedua
orangtuanya terlebih dahulu.
Rombiya pun selesai mengemasi barang, ia termenung
beberapa lama tidak ingin pergi. Ia memberitahu tetangganya
bahwa ia pergi bersama Romamang yang melamarnya. Setelah itu
perasaannya tidak enak. Namun, ia tetap berangkat dengan
menggendong tajung miliknya. Ia memegang parang dan memanggil
anak anjingnya. Anjingnya pun berjalan mengikutinya. Rombiya
menutup pintu dan kemudian menuruni anak tangga. Sesampainya
di tanah, ia melewati halaman rumahnya. Sampai di kepala tangga
di sungai ia melihat kuali untuk tempat makan babi sebagai sampan.
Ia kembali berdiri dengan termenung di kepala tangga. Ingin turun
ingin tidak.
d. Tema
Mihardja (2012: 5), mengatakan tema ialah persoalan yang menduduki
tempat utama dalam karya sastra. Waluyo (2014:7), kemudian mengatakan tema
adalah gagasan pokok dalam cerita fiksi. Dari dua pandangan di atas dapat
disimpulkan tema adalah gagasan pokok atau persoalan yang menduduki tempat
utama dalam karya sastra. Dalam mitos Rombiya teks B terdapat dua tema.
Tema dari mitos Rombiya ini adalah tema kehidupan dan adat istiadat.
Tema kehidupan di sini maksudnya tentang bagaimana hubungan manusia dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
manusia lain, hubungan manusia dengan alam sekitarnya, dan hubungan manusia
dengan roh-roh yang tak kasat mata. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan
berikut.
Kutipan 1
“Ooh..” kata ibunya. ”Tidak tahan anak, aku dan bapakmu
akan tidur di ladang saja. Lebih baik kami berdua mencari ikan.”
Lanjutnya. ”Memasang jerat dan pancing.” Rombiya pun tinggal
sendiri di rumah.
Kutipan 2
Sampailah di sungai, diletakkannya semua barangnya.
Parang, tombak, gong sebagai emas kawin. Ia pun naik ke situ.
Sekuat tenaga didayungnya ke arah hilir, tujuh kali ke hilir dan tiba-
tiba sampannya mudik ke arah hulu dengan sendirinya. Setelah
melewati satu tanjung dilihatnya lanting milik Rombiya. Ia
menyeberangkan sampannya dan berhenti di lanting Rombiya. Ia
mengangkat kuali tempat makan babi itu ke atas lanting, ia juga
mengambil sarung parang, bibit kelapa, gong, kain untuk melamar
dan kemudian dia menaiki tangga.
Pada kutipan di atas, menggambarkan kehidupan Suku Dayak Uud
Danum. Suku Dayak Uud Danum bertahan hidup dengan berladang dan berburu
pada kutipan 1. Pada kutipan 2, menggambarkan mengenai alat transportasi serta
sarana transportasi suku Dayak Uud Danum. Hal tersebut juga menunjukan bahwa
suku Dayak Uud Danum memiliki ketergantungan dengan alam di sekitar.
Selanjutnya adalah tema adat istiadat. Adat istiadat yang dimaksud tentang
bagaimana adat tradisi suku Dayak Uud Danum hidup dan dalam melaksanakan
pernikahan. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Kutipan 1
Ibunya pun menyiapkan barang-barang yang diminta oleh
Romamang. Ia kemudian mengambil satu buah gong untuk emas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
kawin. Mengambil parang dan juga tombak. Ia kemudian berangkat
dengan membawa syarat-syarat untuk melamar. Romamang
menuruni anak tangga, ia menoleh ke hilir dan ke hulu. Dilihatnya
kuali untuk tempat makan babi dan diambilnya. Ditariknya ke
sungai untuk menjadi sampan.
Kutipan 2
Setelah menjemur pakaian ia pun naik. Rombiya segera
meletakan tajung dan parangnya di kamar Romamang. Anjingnya
juga ikut naik. Tidak lama kemudian ia duduk. Ibu Romamang
segera mengambil parang dan manik-manik. Menyiapkan pakaian
Rombiya, anting-anting dan cincin. Ibu Romamang kemudian
menangkap ayam yang patah sayapnya. Manik-manik yang patah
dan juga piring yang pecah. Ia lalu mohpas Rombiya. setelah
mohpas, ia kemudian memotong ayam tersebut dan nyahkik
Rombiya. Memasangkan siro (gelang manik-manik), anting-anting,
kalung dan gelang. Ia kemudian masak, mencuci panci, mengambil
beras dan menyalakan api. Api pun menyala dan ia segera menanak
nasi, merebus air untuk membersihkan ayam. Ia kemudian
mencabuti bulu ayam dan membersihkan ususnya. Nasi pun matang
dan setelah memotong-motong ayam ia pun mulai memasak sayur.
Sayurannya pun mendidih dan ia memasukan garam cabe dan
tempoyak ke dalam sayurnya. Tidak lama kemudian sayurannya pun
masak dan segera dihidangkannya, ia mencuci piring dan
menyediakan air untuk mencuci piring serta air minum.
Pada kutipan di atas, Romamang meminta ibunya untuk menyiapkan
segala sesuatu yang diperlukan untuk melamar seorang wanita. Kutipan di atas
merupakan adat tradisi yang masih berlaku di masyarakat suku Dayak Uud
Danum. Kutipan di atas menggambarkan tentang adat tradisi masyarakat tersebut.
Selanjutnya, pada kutipan 2 digambarkan mengenai tata cara memberkati orang
yang menikah.
3. Struktur Mitos Rombiya Teks C
Struktur instrinsik yang akan dianalisis hanya empat unsur. Adapun unsur-
unsur yang akan dianalisis yaitu tokoh, alur, latar dan tema. Berikut ini adalah
analisis struktur mitos Rombiya yang terdapat pada teks C.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
a. Tokoh
Tokoh dalam teks C ini yaitu Rombiya dan suaminya Romamang.
Rombiya berperan sebagai tokoh utama karena menceritakan tentang kisah
hidupnya. Rombiya juga paling banyak menggunakan waktu penceritaan
dibandingkan Romamang.
1) Rombiya
Rombiya memiliki sifat yang penyayang, hal itu dapat dilihat dari kutipan
berikut ini.
Jadi pada zaman dahulu, anak Rombiya sedang sakit. Ia
tidak berselera makan karena sakit.
“Kau antar aku menangkap ikan,” katanya kepada Romamang.
”Siapa tau anak kita mau makan”
Pada kutipan di atas, diceritakan bahwa anak Rombiya sakit dan tidak
berselera makan. Rombiya kemudian berusaha agar anaknya mau makan. Usaha
yang dilakukan oleh Rombiya yaitu dengan mengajak suaminya mencari ikan.
Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Rombiya sangat menyayangi anaknya.
2) Romamang
Tokoh Romamang merupakan suami dari Rombiya. Romamang adalah
sosok suami yang penurut. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut.
Kutipan 1
Jadi pada zaman dahulu, anak Rombiya sedang sakit. Ia
ngidam karena sakit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
“Kau antar aku menangkap ikan,” katanya kepada Romamang.
”Siapa tau anak kita mau makan”
“Ayoo..,” kata Romamang.
Tokoh Romamang tidak menolak permintaan istrinya. Ia juga dengan
sabar menemani istrinya hingga ia berubah menjadi rotan. Hal tersebut dapat
dilihat dari kutipan berikut.
Kutipan 2
“Ooo.. Rombiya, ayo kita pulang. Langit mendung.” katanya.
“Jangan seperti itu,” jawabnya. ”Aku menjaring ikan di borohuk,
banyak ikannya.”
“Sudahlah! Sudah penuh tenget (tas dari anyaman rotan) mu itu.”
Rombiya pun tetap menjaring ikan. Namun.. tidak lama
kemudian angin ribut dan hujan deras. Romamang pun bersembunyi
di dalam darit kajuk. Ia berniat berteduh karena hujan namun ia
berubah menjadi uoi cohkok. Rombiya pun merasa kedinginan. Ia
kemudian ke hilir menyusuri sungai sambil memanggil Romamang.
Romamang tetap menunggu istrinya meskipun angin ribut dan hujan deras.
Romamang akhirnya berubah menjadi rotan. Sosok Romamang juga digambarkan
sebagai suami yang penyayang. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Kutipan 3
“Ini adalah aku,” katanya. ”Aku bukan Romamang manusia,
aku Romamang rotan. Pulang saja sana ke anakmu. Kalau ada anak
kita yang sakit dan anak cucumu kurus kering dan bermimpi buruk,”
katanya. ”Ambil aku sebagai topahtung!” katanya lagi. ”Nanti aku
menolong mereka. Sehingga keturunanmu banyak. Mereka akan
bersamaku,” lanjutnya.
Meskipun telah berubah menjadi rotan, Romamang tetap memikirkan
Rombiya. Ia tetap berusaha untuk menjaga anak-anak mereka. Romamang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
meminta Rombiya untuk mengambil dirinya yang telah menjadi rotan sebagai
topahtung.
b. Alur
Waluyo (2014: 9), mengatakan alur atau plot sering disebut sebagai
kerangka cerita, yaitu jalinan cerita yang disusun dalam urutan waktu yang
menunjukan hubungan sebab dan akibat dan memiliki kemungkinan agar
pembaca menebak-nebak peristiwa yang akan datang. Alur dalam mitos Rombiya
adalah alur maju.
Sudjiman (1988: 30), menggambarkan struktur umum alur yaitu awal
(paparan, rangsangan, dan gawatan), tengah (tikaian, rumitan, dan klimaks), akhir
(leraian dan selesaian). Berdasarkan struktur umum alur di atas, berikut adalah
struktur umum alur dalam mitos Rombiya.
1) Tahap Awal (Paparan, Rangsangan, dan Gawatan)
Paparan muncul diawali oleh penutur dengan penggambaran seorang ibu
bernama Rombiya. Tokoh Rombiya memiliki anak yang sedang sakit dan tidak
bernafsu makan. Melihat hal tersebut, Rombiya pun meminta suaminya untuk
mengantarnya menangkap ikan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Jadi pada zaman dahulu, anak Rombiya sedang sakit. Ia
ngidam karena sakit.
“Kau antar aku menangkap ikan,” katanya kepada Romamang.
”Siapa tau anak kita mau makan”
“Ayoo..,” kata Romamang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
2) Tahap Tengah (Tikaian, Rumitan, dan Klimaks)
Tikaian muncul ketika Rombiya tidak menghiraukan ajakan suaminya
untuk pulang. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Ooo.. Rombiya, ayo kita pulang. Langit mendung.” katanya.
“Jangan seperti itu,” jawabnya. ”Aku menjaring ikan di borohuk,
banyak ikannya.”
“Sudahlah! Sudah penuh tenget (tas dari anyaman rotan) mu itu.”
Rumitan muncul kemudian ketika angin ribut dan hujan deras. Rombiya
kedinginan dan mencari suaminya. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Rombiya pun tetap menjaring ikan. Namun.. tidak lama
kemudian angin ribut dan hujan deras. Romamang pun bersembunyi
di dalam darit kajuk (batang pohon). Ia berniat berteduh karena
hujan namun ia berubah menjadi rotan. Rombiya pun merasa
kedinginan. Ia kemudian ke hilir menyusuri sungai sambil
memanggil Romamang.
Klimaks muncul saat Rombiya mendapati suaminya telah berubah menjadi
rotan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Oo.. Romamang?” panggilnya.
“Aku di sini,” jawabnya. Ia tetap memanggil sambil mencari suaminya.
“Sini.. sini terus kau ini. Di mana?”
Romamang kemudian menggoyangkan pucuk rotan itu. Rotan itu
menggoyangkan dirinya.
“Ini adalah aku,” katanya. ”Aku bukan Romamang manusia, aku
Romamang rotan.
3) Tahap Akhir (Leraian dan Selesaian)
Leraian muncul saat Rombiya mengetahui Romamang telah berubah
menjadi rotan. Ia menangis dan pulang ke rumah. Sebelum Rombiya pulang,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
suaminya berpesan agar Rombiya mengambil rotan untuk melakukan upacara
Nopahtung jika ada anak cucunya yang sakit, kurus atau pun bermimpi buruk. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
“Ini adalah aku,” katanya. ”Aku bukan Romamang manusia,
aku Romamang uoi cohkok. Pulang saja sana ke anakmu. Kalau ada
anak kita yang sakit dan anak cucumu kurus kering dan bermimpi
buruk,” katanya. ”Ambil aku sebagai topahtung!” katanya lagi.
”Nanti aku menolong mereka. Sehingga keturunanmu banyak.
Mereka akan bersamaku.” lanjutnya.
“Oohh..” kata Rombiya, ia pulang dengan berurai air mata.
Suaminya tidak ikut pulang bersamanya.
Selesaian muncul ketika Rombiya melakukan hal seperti yang
dikatakan oleh suaminya yang telah berubah menjadi rotan itu. Hal tersebut
dapat dilihat dari kutipan berikut.
“Sudahlah,” ujarnya. ”Aku akan melakukan seperti yang
dikatakan oleh Romamang rotan saja,” katanya. Ia pun segera
mengambil rotan dan juga sirih pinang. Kemudian ia Nopahtung,
anaknya diletakkan di batang pohon. Anaknya pun sembuh.
c. Latar
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-
peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra (Mihardja, 2012: 7). Latar atau
setting dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu dan suasana. Latar tempat
pada mitos ini yaitu di hutan. Kemudian latar waktu yaitu siang hari. Selanjutnya,
latar suasana pada teks C ini adalah suasana sedih dan mencekam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
1) Latar Tempat
Latar tempat pada mitos Rombiya teks C ini yaitu di sungai. Berikut ini
adalah deskripsi mengenai latar tempat dalam mitos tersebut. Latar tempat di
sungai dapat dilihat dari kutipan sebagai berikut.
Kutipan 1
Mereka berdua pun berangkat menjaring ikan di sungai.
Banyak sekali ikan di sungai tersebut. Semakin ke hulu semakin
banyak ikan yang mereka peroleh.
Kutipan 2
Rombiya pun pulang dengan menyusuri sungai sambil
kedinginan karena hujan. Anaknya di rumah masih demam.
Pada kutipan di atas, disebutkan bahwa Rombiya dan Romamang
menjaring ikan di sungai. Dari kutipan di atas juga sudah diketahui dengan jelas
latar tempatnya adalah di sungai.
2) Latar Suasana
Suasana sedih terjadi saat Rombiya mendapati suaminya telah berubah
menjadi rotan dan ia pulang dengan berurai air mata ke rumah. Suasana
mencekam terjadi saat hujan deras, guntur kilat dan langit berubah menjadi gelap.
Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
“Oohh..” kata Rombiya, ia pulang dengan berurai air mata.
Suaminya tidak ikut pulang bersamanya.
d. Tema
Tema mitos ini yaitu tema kehidupan. Rombiya digambarkan sebagai ibu
sekaligus istri yang melakukan pekerjaan sebagaimana wanita suku Dayak Uud
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Danum pada umumnya. Rombiya juga sangat menyayangi anaknya sama seperti
ibu-ibu pada umumnya dengan berusaha mencari ikan agar anaknya memiliki
selera makan.
Dari ketiga analisis struktur yang sudah dijelaskan, dapat disimpulkan
perbandingan dalam tabel di bawah ini:
No Unsur
Pembanding
Teks A Teks B Teks C
1. Tokoh Tokoh protagonis :
Rombiya
Tokoh antagonis :
Awak Kesanduk
Tokoh tambahan :
Ocan Suit (tikus)
Tokoh protagonis :
Rombiya
Tokoh antagonis :
Romamang Sandung
Tokoh tambahan :
kancil
Rombiya
dan
Romamang
2. Alur Alur maju
Alur maju
Alur maju
3. Latar Latar tempat (di
sungai, di rumah
Rombiya dan di
dalam kodiring)
Latar waktu (siang
dan malam hari)
Latar Suasana
Latar tempat (di
sungai, di rumah
Rombiya dan di
rumah Romamang
Sandung)
Latar waktu (siang
dan malam hari)
Latar
tempat (di
hutan)
Latar
waktu
(siang hari)
Latar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
(senang dan
mencekam)
Latar Suasana
(sedih)
Suasana
(sedih dan
mencekam)
4. Tema Kehidupan dan adat
istiadat
Kehidupan dan adat
istiadat
Kehidupan
C. Fungsi Mitos
Fungsi adalah kegunaan suatu hal bagi hidup suatu masyarakat
(Depdiknas, 2008: 401). Fungsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah fungsi
mitos Rombiya bagi suku Dayak Uud Danum. Bascom (via Danandjaja, 1997: 19)
mengatakan ada empat fungsi. Fungsi pertama, sebagai proyeksi (projective
system) yaitu sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif. Fungsi kedua
sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
Fungsi ketiga sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device). Fungsi keempat
sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu
dipatuhi anggota koletifnya. Mircea Eliade (via Susanto, 1987: 92-93),
memberikan pandangan mengenai fungsi mitos, yaitu sebagai contoh model bagi
semua tindakan manusia dan juga berperan sebagai sarana penyembuhan.
Berdasarkan fungsi-fungsi yang dikemukakan oleh Bascom dan Mircea
Eliade , mitos Rombiya yang dituturkan dalam upacara Nopahtung memiliki enam
fungsi. Fungsi pertama dari mitos yaitu sebagai sarana penyembuhan. Sarana
penyembuhan di sini maksudnya yaitu pengalaman Rombiya dalam mitos yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
dituturkan saat proses upacara Nopahtung berlangsung dapat terjadi pada manusia
sekarang. Jika Rombiya dalam mitos tersebut terbebas dari roh halus setelah
melakukan upacara Nopahtung, suku Dayak Uud Danum mengharapkan
kesembuhan atas diri orang yang sakit. Harapan ini juga didasari pada
kepercayaan suku Dayak Uud Danum akan adanya roh halus.
Kedua, sebagai sistem proyeksi mitos Rombiya dianggap memproyeksi
angan-angan masyarakat, yaitu keselamatan. Proyeksi keselamatan ini
dimunculkan melalui tokoh Rombiya pada teks A dan teks B. Rombiya yang
menikahi roh halus dapat kembali ke keluarganya dengan selamat. Proyeksi
keselamatan tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
Kutipan 1 Teks A
“Begini, kata tikus padaku Ibu. Aku tidak bisa keluar jika
tidak karena bantuannya. Tikus itu berbicara saat aku akan
membunuhnya, tapi ia melarangku. Aku nenek moyangmu, katanya
kepadaku sehingga aku tidak jadi membunuhnya. Kalian berdua
nanti kalau sudah sampai di sana, suruh ibumu Nopahtung kalian
berdua menggunakan abu. Agar menjadi ganti istri Awak
Kesanduk.”
Kutipan 2 Teks A
Manusia abu itulah yang menjadi istrinya, ia tidak lagi
beristrikan Rombiya. Manusia abu itulah yang menemaninya
mencari ikan dan daging. Manusia abu itu pandai masak, sedangkan
Rombiya sudah pulang ke pada ibunya dan sudah tidak lagi
bersama Awak Kesanduk.
Kutipan 3 Teks B
Rombiya pun melewati bukit itu, semakin ke hulu dan sedikit
menurun sampailah di halaman rumah Ibu Rombiya. Berlarilah
anak anjingnya dan naik ke rumah saat Ibu Rombiya sedang makan
sirih.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
“Ehh.. sepertinya ini anak anjing kita!” Ia pun berdiri dan melihat
Rombiya. Rombiya pun naik.
“Mengapa kau pucat sekali anak?” katanya. Ia segera memeluk dan
mencium anaknya.
“Di mana suamimu?”
“Ah.. kancil yang mengantar aku dan anak anjing tadi.”
“Lalu di mana kancil itu?
“Sudah pergi.”
Ibunya pun segera menghidangkan makanan. Setelah Rombiya
selesai makan, ia duduk untuk nyirih. Rombiya kemudian mandi dan
mencuci pakaiannya. Setelah mandi dan mencuci ia menjemur
pakaiannya. Ia pulang ke rumah dan hari pun malam. Ia melakukan
seperti yang dikatakan oleh kancil.
Kutipan 4 Teks C
Rombiya pun pulang dengan menyusuri sungai sambil
kedinginan karena hujan. Anaknya di rumah masih demam.
“Sudahlah,” ujarnya. ”Aku akan melakukan seperti yang dikatakan
oleh Romamang rotan saja,” katanya. Ia pun segera mengambil
rotan dan juga sirih pinang. Kemudian ia Nopahtung, anaknya
diletakkan di batang pohon. Anaknya pun sembuh. Begitu pula aku
meniru Rombiya, rotan ini untuk mengembalikan rohnya supaya
rotan ini yang menjadi temannya. Dialah yang dikejar hantu dan
dikejar bayi.
Ketiga, mitos ini berfungsi sebagai pengesahan kebiasaan-kebiasaan dan
cara hidup masyarakat suku Dayak Uud Danum. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan berikut.
Kutipan 1
Mereka semua pun duduk untuk makan. Tidak memakan
waktu yang lama, mereka duduk melingkar seperti tempurung
kelapa. Dari ujung yang satu hingga ke ujung yang lainnya. Mereka
makan dengan lahapnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Kutipan 2
“Nanti kalian jangan pulang dulu,” kata Awak. ”Setelah
kalian makan, masuklah ke rumah dulu makan sirih dan pinang.
Kutipan 3
Ibunya kemudian membuka petinya. Ia mengeluarkan
pakaian, kain untuk melamar seperti syarat melamar di suku Dayak
Uud Danum. Kain untuk melamar disatukan dengan sambon (manik-
manik yang panjang) setelah itu disatukan dengan rawai (gelang
dari emas). Pakaian untuk ganti, cincin, gelang dan anting-anting.
Kutipan 4
“Kita nanti jangan menggunakan sampan yang kecil, pakai
yang besar saja siapa tahu Rombiya ingin ikut bersama kita nanti.”
Teman-temannya pun mengangguk saja. Mereka kemudian naik ke
sampan dan semuanya ikut mendayung.
Pada kutipan 1 merupakan kebiasaan suku Dayak Uud Danum ketika
makan bersama, yaitu duduk melingkar di lantai. Selanjutnya pada kutipan 2,
Awak melarang orang-orang untuk langsung pulang dan menawarkan makan
sirih-pinang terlebih dahulu. Sirih-pinang adalah tradisi khas dari suku Dayak
Uud Danum. Setiap rumah-rumah pasti terdapat sirih-pinang dan dihidangkan
kepada tamu yang datang ke rumah. Pada kutipan 3, Ibu Awak menyiapkan
persyaratan-persyaratan untuk melamar Rombiya. Hal tersebut merupakan adat-
istiadat suku Dayak Uud Danum dalam hal melamar. Selain itu, pada kutipan 4
menegaskan bahwa suku Dayak Uud Danum memanfaatkan sungai sebagai sarana
transportasi. Jadi, pada kutipan-kutipan di atas tampak pengesahan kebiasaan dan
cara hidup masyarakat suku Dayak Uud Danum.
Keempat, mitos Rombiya berfungsi sebagai alat pendidikan. Fungsi ini
menekankan pada pendidikan moral, terutama mengenai tokoh Rombiya yang
terlalu pemilih pada teks A dan B. Tokoh Rombiya yang tidak ingin menikah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
dengan orang yang berjualan karena khawatir terkena panas matahari serta
ketamakannya akan harta benda. Tindakan Rombiya dapat dijadikan sebagai
cerminan bahwa setiap tindakan akan menuai risiko. Hal tersebut dapat dilihat
dari kutipan berikut.
Kutipan 1
Adat istiadat seperti biasanya, memikul harta benda tidak
mau. ”Aku tidak mau!” ujar Rombiya. ”Aku tidak ingin
bersuamikan orang yang berdagang, itu akan membuat kepalaku
sakit. Terlebih lagi menikah dengan orang yang berjualan kesana-
kemari, aku tidak ingin terkena panas matahari,” kata Rombiya.
”Aku hanya ingin tinggal di dalam rumah.”
Kutipan 2
”Aduh.. aku sudah bosan menghadapi orang yang terus
datang untuk melamarku tanpa henti, aku sudah tidak sanggup.
Lebih baik aku menikahi Awak Kesanduk. Aku tidak akan capek dan
tidak akan terkena panas matahari. Aku hanya akan tinggal di
dalam rumah saja. Jika aku menikahi orang-orang itu, aku akan
turut menemaninya berdagang dan pergi ke ladang,” kata Rombiya.
”Aku tidak mau. Lebih baik aku menikah dengan Awak saja. Aku
tidak akan capek-capek dan hanya tinggal di dalam rumah saja.”
Kutipan 3
Angin terbang pun membawa kabar tersebut ketika Awak
Kesanduk sedang membuat sampan di hilir rumah. Tidak ada
pekerjaannya yang lain.
Pada kutipan 1,2, dan 3 dari mitos teks A di atas, Rombiya mengatakan
akan menikah dengan Awak Kesanduk. Padahal, ia sendiri tidak tahu apakah
memang ada orang yang bernama Awak Kesanduk. Ucapannya yang
sembarangan itu ternyata sampai kepada Awak Kesanduk yang ternyata adalah
roh halus yang mendiami kodiring. Awak kemudian melamar Rombiya dan
Rombiya tidak bisa menolak karena ia sendiri yang mengatakan akan menikah
dengan Awak Kesanduk. Pada mitos teks B juga sama, Rombiya mengatakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
akan menikah dengan Romamang Sandung untuk menghindari orang-orang yang
terus datang melamarnya. Ucapan Rombiya tersebut ternyata didengar oleh
Romamang dan ia pun datang untuk melamar Rombiya. Rombiya akhirnya
menerima lamaran Romamang karena ia sendiri yang mengatakan mau menikah
dengan Romamang Sandung. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut ini.
Kutipan 1
“Ahh Ibu..” jawabnya. “Jangan khawatir, nanti menikah nanti
tidak. Jika yang melamar adalah Romamang Sandung, akan aku
terima.”
Kutipan 2
“Iya, aku ini adalah Romamang Sandung yang kau sebut. Korasak
Tuak mengatakan bahwa kau ingin menikah denganku. Oleh karena
kau telah menyebut namaku maka aku datang ke sini untuk
melamarmu,” kata Romamang.
Kutipan 3
“Eh.. Rombiya segera kemasi pakaianmu,” kata Romamang
kepada Rombiya. “Aku tidak bisa lama, hari aku melamar maka
hari itu pula aku membawamu bersamaku,” lanjutnya.
“Aduhh..aduhh,” jawab Rombiya. “Bagaimana ini? Orang tuaku
tidak ada di sini?”
“Kau bisa memberitahukan pada tetanggamu,” katanya. “Aku lihat
banyak orang di kampung ini.”
Kelima, mitos Rombiya sebagai alat pengawas norma-norma sosial
berkenaan dengan pelestarian alam. Dalam teks A dimunculkan tempat yang
dikeramati yaitu kodiring. Tempat tersebut dihormati sekaligus ditakuti sehingga
tempat-tempat tersebut tetap terjaga hinggga kini. Tempat tersebut juga akan
didatangi di saat-saat tertentu untuk menghormati roh leluhur dan meminta
perlindungan. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Ia bangun dan kepalanya membentur Guci kodiring (rumah
untuk menyimpan abu, tulang, rambut dan kuku dari orang-orang
yang sudah meninggal), rumah itu pun menjadi sempit.
Pada kutipan di atas, Rombiya terbangun di tempat yang tidak
seharusnya. Kodiring bukanlah tempat untuk ditinggali oleh manusia yang hidup,
karena mengingat ukurannya yang kecil. Kodiring juga menjadi tempat untuk
menyimpan abu, kuku, tulang dan rambut dari orang yang sudah meninggal.
Kodiring adalah rumah bagi roh-roh yang sudah meninggal.
Keenam, mitos berfungsi sebagai contoh model bagi semua tindakan
manusia, baik dalam upacara-upacara maupun dalam kegiatan sehari-hari yang
bermakna, misalnya makan, seksualitas, pekerjaan, pendidikan, dsb. Mitos
Rombiya dalam upacara Nopahtung merupakan contoh melakukan upacara
Nopahtung itu sendiri. Dalam mitos Rombiya dijelaskan awal-mula dilakukannya
upacara Nopahtung serta apa saja persyaratannya. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan berikut.
Kutipan 1
“Begini,” kata tikus. “Lewat sebelah sini. Kau lewat tanjung
kemudian kau pulang ke ibumu sana. “Nanti kalau sudah sampai di
sana, suruhlah ibumu mengambil abu di dapur, telur ayam untuk
makanannya supaya menyerupai kalian berdua. Agar Awak
beristerikan abu itu dan tidak lagi beristerikan kau. Sedangkan kau
sudah pulang.”
“Baiklah jika seperti itu.”
“Kemudian panggillah roh kalian berdua.”
Kutipan 2
“Bagaimana dengan aku?” kata kancil. “Ikuti saja aku!
Lihat jejakku. Nanti kau melewati rawa-rawa dan kemudian naiklah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
melewati bukit itu. Lewati lereng bukit yang panjang itu. Nanti
ambillah kayu pahting jorik, ambil yang sudah kering. Setelah itu
dibakar dan dimatikan apinya. Jika hari sudah menjelang malam
kau benturkan ke dirimu. Kenakan gelang menggunakan manik-
manik sebagai pengganti rohmu. Itulah yang akan menjadi gantinya,
Romamang tidak akan mencarimu. Yang penting ketika kau
Nopahtung, ambillah parang dan parangkan ke tanah. Itulah yang
akan menjadi jalan patung nantinya. Patung itulah yang akan
tinggal bersama Romamang, bukan kau lagi,” Kata kancil kepada
Rombiya.
Kutipan 3
“Ini adalah aku,” katanya. ”Aku bukan Romamang manusia, aku
Romamang rotan. Pulang saja sana ke anakmu. Kalau ada anak kita
yang sakit dan anak cucumu kurus kering dan bermimpi buruk,”
katanya. ”Ambil aku sebagai topahtung!” katanya lagi. ”Nanti aku
menolong mereka, sehingga keturunanmu menjadi banyak. Mereka
akan bersamaku,” lanjutnya.
Pada kutipan 1 di atas, tikus memberitahukan kepada Rombiya mengenai
upacara Nopahtung. Ia mengatakan persyaratan yang harus dilengkapi dan juga
tata cara melakukan upacara tersebut. Rombiya kemudian melakukan seperti yang
diberitahukan oleh tikus kepadanya. Begitu pula pada kutipan 2 dan 3. Pada
kutipan 2, yang meminta Rombiya untuk melakukan upacara tersebut adalah
kancil sedangkan pada kutipan 3, Rombiya diberitahu oleh suaminya sendiri yang
berubah menjadi rotan. Dari ketiga kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa
mitos Rombiya teks A,B, dan C merupakan contoh tindakan dalam melakukan
upacara Nopahtung. Tindakan tersebut kemudian ditiru oleh suku Dayak Uud
Danum hingga saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada penelitian yang berjudul “Struktur dan Fungsi Mitos Rombiya dalam
Upacara Nopahtung suku Dayak Uud Danum” ini peneliti memaparkan tiga hal
utama, yaitu: Pertama, penghimpunan dan pendokumentasian sastra lisan dalam
upacara Nopahtung suku Dayak Uud Danum yang disertai dengan terjemahan dan
catatan agar dapat dinikmati oleh kalangan yang lebih luas. Kedua, penganalisisan
struktur mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung. Ketiga, penganalisisan fungsi
mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung.
Dari tiga hal utama tersebut, kesimpulan yang didapat penulis dalam
penelitian ini sebagai berikut. Upacara Nopahtung adalah upacara menyembuhkan
orang sakit yang sudah tidak bisa ditangani secara medis. Upacara ini dibagi
menjadi empat, yaitu Nopahtung menggunakan abu dapur, kayu api, rotan dan
batu. Upacara Nopahtung berasal dari kepercayaan suku Dayak Uud Danum akan
adanya roh halus. Suku Dayak Uud Danum percaya bahwa ketika orang sakit, roh
orang tersebut sedang tersesat. Kepercayaan itu semakin dikuatkan dengan adanya
mitos Rombiya yang dipercaya benar-benar pernah terjadi. Mitos itulah yang
kemudian diceritakan kembali saat upacara berlangsung.
Dari kajian struktural ketiga mitos Rombiya tersebut, dapat disimpulkan
bahwa mitos dalam upacara Nopahtung memiliki tokoh utama yang sama, yaitu
Rombiya. Namun, ada perbedaan nama tokoh yang menjadi suami maupun tokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
yang menyelamatkan Rombiya. Jika pada teks A nama suami Rombiya adalah
Awak Kesanduk, berbeda dengan nama suami Rombiya pada teks B yang
bernama Romamang Sandung dan pada teks C bernama Romamang. Selain itu,
pada teks A, tokoh yang menyelamatkan Rombiya adalah tikus. Hal itu berbeda
dengan tokoh pada teks B yang menolong Rombiya adalah kancil. Alur dalam
ketiga mitos ini sama yaitu alur maju, sedangkan temanya yaitu adat istiadat dan
juga tema kehidupan. Ketiga mitos ini sama-sama menceritakan tentang Rombiya
yang menjadi orang pertama melakukan upacara Nopahtung. Perbedaan versi dari
ketiga mitos ini disebabkan oleh narasumber yang menutur mitos tersebut
berbeda.
Mitos Rombiya memiliki enam fungsi bagi kehidupan masyarakat suku
Dayak Uud Danum. Fungsi – fungsi itu sebagai berikut. Fungsi pertama, sebagai
sarana penyembuhan. Fungsi kedua sebagai proyeksi (projective system) yaitu
sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif. Fungsi ketiga sebagai alat
pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Fungsi keempat
sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device). Fungsi kelima sebagai alat
pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi
anggota koletifnya. Fungsi keenam sebagai penetapan contoh model bagi semua
tindakan manusia.
B. Saran
Penelitian tentang mitos Rombiya dalam upacara Nopahtung suku Dayak
Uud Danum yang mencakup kajian struktur dan fungsi ini diharapkan dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
dikembangkan lebih luas lagi oleh peneliti selanjuntya. Peneliti lain hendaknya
meneliti menggunakan sudut pandang yang berbeda misalnya meneliti mantra
yang terdapat dalam upacara Nopahtung. Peneliti lain juga hendaknya meneliti
lebih lanjut mengenai majas maupun gaya bahasa yang digunakan maupun kajian
pragmatik seperti daya bahasa, isi tuturan, makna tuturan, dan daya bahasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
DAFTAR PUSTAKA
Bugin, Burhan H.M. 2011. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain.
Cetakan V. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi
ke-IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Endraswara, Suwardi. 2013. Metodologi Penelitian Sastra Epistemologi, Model,
Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: Center for Academic Publishing Service.
Leba, Yoseph Karolus. 2013. “Tradisi Reba: Mitos Genealogis, Proses Ritual,
Makna dan Fungsi Reba bagi Masyarakat Ngadha di Flores, NTT”.
Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Liman, Monika Martha Ose. 2013. “Sastra Lisan Lamabaka Kecamatan
Wulandoni Kabupaten Lembata; Klasifikasi dan Analisis Fungsi bagi
Masyarakat”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Mihardja, Ratih. 2012. Buku Pintar Sastra Indonesia. Jakarta: Laskar Aksara.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005. Sastra Anak Pengantar Pemahaman Dunia Anak.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Pudentia MPSS/Editor. 2015. Metodologi Kajian Tradisi Lisan Edisi Revisi.
Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Antropologi Sastra Peranan Unsur-unsur
Kebudayaan dalam Proses Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarumpaet, Riris K. Toha. 2011. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, Dr. Liaw
Yock Fang. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Siswantoro. 2010. Metode Penelitian Sastra Analisis Struktur Puisi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sudjiman, Panuti.1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Susanto, Hary. 1987. Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta:
Kanisius.
Sutopo. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Waluyo, Herman J. 2011. Drama, Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta:
Hanindita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Yapi Taum, Yoseph. 2011. Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode, dan
Pendekatan Disertai Contoh Penerapannya. Yogyakarta: Lamalera.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Lampiran I
Daftar Informan
1. Narasumber yang Menguasai Sastra Lisan dalam Upacara Nopahtung
Nama : Jetai (Pemimpin Upacara)
Umur : 72 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dusun Makuk Amat, Desa Baras Nabun, Kecamatan
Serawai, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.
2. Narasumber yang Menguasai Sastra Lisan dalam Upacara Nopahtung
Nama : Umik
Umur : 83 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Koremoi, Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang,
Provinsi Kalimantan Barat.
3. Narasumber yang Menguasai Sastra Lisan dalam Upacara Nopahtung
Nama : Tambe
Umur : 85 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Kemangai, Kecamatan Ambalau, Kabupaten
Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.
4. Nama : Yelani.
Umur : 50 Tahun
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dusun Makuk Amat, Desa Baras Nabun, Kecamatan
Serawai, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.
5. Nama : Tembai
Umur : 32 Tahun
Pekerjaan : Wirausaha
Alamat : Dusun Mankuk Amat, Desa Baras Nabun, Kecamatan
Serawai, Kabupaten Sintang, Provinsi Kalimantan Barat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Lampiran 2
Transkripsi Mitos Teks A
Adat uran ngeing hen etok puk nah, ngawak puat jaot iyam kanik. “Iyam
kuk!” hen Rombiya. “Iyam kuk botuhkoi cok ngomosai urun cok bodagang
bojurik, moros kuhung kuk kak. Ngomosai urun cok bodahkang mahik-mahik,
ahkuk erek kuk mindak ondo,” hen Rombiya. “Kanik mocon bang rowuk kak
ahkuk tuh.”
Ngondoi kanik nah hen Rombiya tuh rih, inang amang ah iyam kanik,
ngondoi kanik hen amang ah inang ah cok iyam kanik, koratuh nah nuro-nuro
iyam touk nyorung-nyung.
“Ahkai, bokah nah nanyam ah kuk ngonih urun cok ngisok ngoruh nuro-nuro,
tunah atuh kak atuh aoh yarok duok kuk hinok.” Hawun hioi, “Nihak kak ahkuk
ngomosai Awak Kesanduk. Iyam ahkuk bo’ok, iyam buah ondo. Mocon untuk
rowuk kak ahkuk. Ngomosai urun koratuh rih ahkan ngomo’ok ahkuk kak.
Ngasang dok bodagang bojurik, ngasang dok umbak ngona’ag ang,” hen
Rombiya. “Erek kuk, hinak ahkuk ngomosai awak kak. Iyam kuk bo’ok-bo’ok,
mocon bang rowuk nah kak ahkuk.”
Bokorungok inang amang ah, ngonih iyok koro atuh rih. Mirak kak kotai
ah ahkuk cok arok nah hiang tok atak ngitot. Koderih kak anuk tuk poh cok uhcan
bahiw nahpik atak tok nokuk juoi bo’oi urun cok tohkok nah anan iyok tuh.
“Iyam kuk kanik,” hie ah. “Ngondoi Awak Kesanduk kanik kuk.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Ngitot nokuk anai bahiw nahpik tuh, beteng Awak Kesanduk napak arut
ah, bo’oi rowuk hegup-hegup nguan arut. Iyarok gawiw ah bohkon.
“Eh hen ohcin tuk tuh nyangit ngorasik ahkuk, kanik peh heak urun ahkak kuk?”
“Arok urun ngisok ah rih, iyam kanik puruh ah nah erew ah. Kanik ah arah ihkok
nah cok bokenak hiou. Iyam iyok bo’ok mindak ondo.”
“Iyok,” he ah. “Ngondoi ngeing erih burik horuk. Ta’ang kak ondo ihik.”
Burik nokuk rowuk, ondo tongirah kak. Hawui morisak jarak ah cok
tonyokawit ah nuk tohun rowuk. Ngohiroi nuk sopajan morisak nohtok yarok.
“Iyarok ombai koro ah. Na’ah jorahak kuk kak.” Hawui na’ah jorahai ah cok
hawoi rio jok noh.
“Nokuk amoh peh hiom muk ahkak kuk rih?”
“Ahkan torok monyarak, bohkon nanyam tok cok atak korejak iyarok horang ah.
Iyarok kak huriw ah,” hioi.
“Iyok,” hen jorahai ah ahkan dorok monyarak.
Tahkan cok turak tahkan torian cok morak-morak torawuh jarak. Monuk
dorok, punak iyam arik tongocin. Juoi kak juoi dorok tuk rih, a’ang nonyok-
nonyok bo’oi rowuk Rombiya tuh nai. Ngonih-ngonih anak kinyam bo’oi rowuk
tanak uwung dih, mucak tanak mucak korawuk ahkan ajam dok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
“Arak nah!” hen tongai dok cok hajok hik. ”Burik nai! Iyam kam ngonih ah
Rombiya jorik ngomosai Awak Kesanduk dih? Ihtok burik nah, cohit nah ondo
dih.” Burik nah idok hik poh, ondo pun cohit.
“Eh.. tu’uk nah ngeing erih hom? Pondarak kuk barik ondo ucan bahiw nahpik
marom ah.”
“Torok burik kanai!”
Hawun dorok nokurang arut dorok burik nah. Ocin dorok hik tuh punak
arok, a’ang iyam arik buhang, suang nuro.
“Ihkok nain dih ngindoi ohcoh nah unuk anai arak ihkok jok burik nokuk emuk
nah bah. Ahkam muk umbak muruh ngonah, nisit ngorasih ocin!”
“Iyok,” hen jihpoi ah tuh. Hawui ah marak inang ah nah.
“Muruh nah, arak muruh cok koik jok inang. Muruh cok hajok tuh. Tona’ah
kapung nuk rowuk tuh nain,” he ah. ”Kuman borum ohtoi, boringuk kak nanyam
kuk umbak idok,” hioi ah tuh. “Atak cok ngaluk nguan arut kuk rih iyam kak touk
nyoriat.”
Koderih kak anak kinyam cok nuk rowuk nih, hawoi monus ngorasih arop
dok. Umot dok monus ngorasih arop dok dih hawun dok turus nyariw. Johcoh
rowuk hawun dok kuman borum nuk edok tuh rih, tiruh karing nah tonguai.
Dorok hik hamang kak johcoh a’ang torian jok, nyuhko arut hawui ah turus nusuk
ah. Nguhik ngindo dorang ba’ah rihkok ba’ang arut jok nih dorang baras tuh.
Kawui ah jok turus nuhkat nah rih, johcoh rowuk turus ah morasih ah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Inang ah tuh muruh barik, iyok tuh cok muruh konah. Ngohtah morasih
hawui ah nguhik ah turus ah nindan ah. Tojah nah uruh hik ah hawui ah nonyuk
nyahang konah ah. Nokurak nokarik ah buan tamam pios. Was mosak nah hawui
ah ngahkit ah horuk iyok ah, umot nah iyok ngahkit ah hawui ah ngahtang ah.
“Inun nah ta’ah tepuk kuk cok janyak-jonyok?” hen dorang kawai jorahai ah. ”Jok
cok ngonyonyok-ngoyahkek kawak kuk kai tuh. To’ok ihtok turak!” Turak bihit
ah tongai ah, hawun dok nokuk anan, nokuk iyok tuh.
“Inun peh cok ta’ah muk cok janyak-jonyok jok rih?”
“Ahkuk na’ah ihkam ahkan kuman. Ngonuk ocin ahkuk hik rih,” he ah. ”Hawun
boringuk nanyam kuk kanik bohawung umbak ihkam, mocon bongok kuk,” hen
Awak.
Inun cok morap idok hik tuh hawoi cok tuot kuman. Inun peh daro
kotahiw ah, koro kak bangok buruk nah idok hik tuh. Tuot putung tuot putung
idok hik tuh, kuman cok kojahpak-kojamek.
“Arak tasok buho ihkam tuh rih,” he ah. ”Umot ihkam kuman dih nyorong nokuk
rowuk hinok nyihpak-nyomahkuk.”
Koderih kak inyah hik boh. Cok pongok nyipot barik konah, cok mohpas
ngorasih saoh. Idok cok horuk hawun dok tuot nyihpak-nyomahkuk nuk konahak
nah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
“Anuk.. ahkuk rih cok sekurang nah ahkuk na’ah ihkam kuman borum, nyihpak
nyomahkuk. Arok kak urun cok jorik ngomosai ahkuk ngening ah. Erih nah cok
poduruk kuk umbak ihkam dih. Bo’oh angar ah hen ihkam?”
“Ih.. yarok pongosarak bih. Erih kak cok pios, arok urun cok kanik ihkok rih
ahkan dahang muk. Daripada nuro bongom.”
Hawun inang ah cok nguhkoi pahtik ah nai, a’ang soroh sariw, a’ang cok
kain kisok. Koro syarat etok tuh noh. Kain kisok jok cok tongorupuk ah umbak
sambon hawui ah cok morosoh ah umbak rawai. Undak saruk ah arok, sariw ah
dorang tisim koram. Umot erih nok,”Umot nah koripos kuk rih. To’ok! Monyih
ondo boroang. Ahkan tok turak un tuh nah!”
Iyam marok kotahiw ah hawui ah, cok kanik turak umbak, cok iyam kanik
tohtah. Arok cok ahtin arut cok koik arok cok ahtin arut cok hajok ahkan Rombiya
taput idok nain, iyok kak hen dorang kaban jorahai ah jok. Hawun hawoi jahkat
ba’ang arut nai.
“Anuk kok jihpon, ngindoi was ohcoh nah unuk torian Rombiya nain numos
ihkok notahcuk kain tambong putung. Ngindoi kanik he ah ahkai ah huntuh nah,
ngindoi bere ah ahkan tok ta’ai ah.”
“Iyok,” hen jorahai ah tuh.
Inun peh kotahiw, etok cok horang icok kotanjung kak hawui ngapat unuk
torian Rombiya. Hawun dok nyuhkau arut, hawun dok nuhkat turus notahcuk
sajah jok nokuk Amang Sawang Parik tambong putung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
“Anuk ahkuk hik cok nuhtui iyam borambung ondo. Cuhun Awak ngisok ihkok,
ngindoi cok kanik Rombiya nganik ah huntuh nah. ngindoi berek dih ahkan kai
pohos burik huntuh nah.“
“Iyam marok ponyarak ai,” hen Amang Sawang Parik. “Ohtoi kak horuk nyihpak-
nyomahkuk, ahkuk kanik turak nokuk putung hik!”
Hawui ah turak nokuk putung, beteng amang dorong inang Rombiya
hokomongon kisok oruh tuh kak.
“Iyam ta’ak kuk beh ngeing ah nai kisok Rombiya, ngindo tongoharang kuk iyam
hem muk pu’un konoi. Yarok cok tongisok korok cok okok tuh, ngisok Rombiya
nai. Iyok cok ngomosai. Hajok ombuk nah iyok rih, iyok nah cok bopihkir.”
“Tuh kisok Awak dih Rombiya! Cok kanik ngomosai iyok hem, ahkam muk
ngomosai iyok. Ngindoi berem muk ahkam muk ngomerek ah hun tuh.”
“Marok auh kuk,” hen Rombiya. ”Was auh kuk nah marom, iyam icok iyam icok
ahkan kosarak kuk. Ahkuk yam ngomosai rih koratuh, ngomosai Awak morong
ahkuk. Erih auh kuk marom noh,” hen Rombiya.
Hawun dok cok inun peh kotahiw, turus nah inang Rombiya cok nawan
kak urak manuk, sawang semerum ah. Hawui ah turus ngahpik tohun rowuk.
Jarak tonihkas, manuk urak umot nah.
“Haih.. nyuhuk dok nuhkat nah!” Burik nah Amang Sawang Parik tuh.
“Nuhkat nah ihkam, kanik Rombiya rih,” hen Amang Sawang Parik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Mosuruh iyok, iyam kotahi ah hawui ah burik. Iyok ponitoi kotambong
putung kak nokuk Rombiya nai rih. Nun cok kawan rio hik nuhkat tahkan ba’ang
arut dih. Morap. Arok cok horuk, arok cok pongok, arok cok borihkat-borihkut
idok nyaran dak tetu etok cok kawan rio. Johcok nah anan tuh, turus motonduk
koratung unuk ah tuot noharep ponyihkuk nai. Erew noharep cok boroang tok noh
bosai Rombiya tuh terek tirik kak cok jora’ak buru’ ang tokang ja’ai ah tuh. Buro
tunding riko ah hik botatuk. Hawun toturus notuot arop ah hawun ah namit
sawang tuh.
“Amoh nah ihkok nih Rombiya? Ohtoi nah bosai muk rih.”
Turus nuot arop ah anan, ngandah ngokok kak iyok hik. Hawun Amang
Sawang Parik namit manuk, turus nyahkik dorok nah mohpas ah. Mot mohpas ah,
mohpas nokuk komarop ah nai horuk uwas komarop nokuk osok ah nai. Mot iyok
mohpas nokuk osok ah nai hawui ah nyomorih ah nai manuk. Mot iyok nyomorih
ah hawui ah nyahkik dorok nai, mot nyahkik hawui ah mohtong siro dorok turus
ngomuran sawang semerum dorok rih.
Koderih kak jok urun cok muruh marap jok, hawoi endoh korejak gawin
dok. Arok cok muruh, arok cok nganas cok tongomorum dok nih. Inun peh arok
kotahiw ah etok. Etok arok korunon ah hawun dok cok turus, umot tongi’it dorang
somurut tongomorum nih turus ngohtah norok ah. Aiw nah cok ahkan ukuk cok
edok, aiw nah cok etok korunon ukun ponguman dok tuh. Iyam maro ponyarai ah,
kotahiw ah hawun dok muruh nyukuh ah, huriw ah kohtah koruhkuh ah hawun
dok cok nohpung dorang cahang tonyuk ah sodorai hendak ah. Nahpuk dorang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
pokahkas ah buan pios hawun dok nguit nokarik ah, ngahkit ah nah cok ukun
sawang hawun dok ngocahkah ah otuk uran cok tona’ah dok kuman borum.
Ngahtang ngoriting ah, nyorongin ah nai. Na’ah idok nai kuman borum, aiw nah
unuk dok kawan rio hik somihit tok korunon tuh dok cok kuman nih. Kuman
jakak tisai borai amoh cok tongohuang, umot dok hik inang Rombiya nocahkah
nyopiring nokuman dorang semerum dok nih horuk. Mot dok nyurung ukun
ponguman hawui ah kuman borum nah urun arok hik ah, dorong rio jok nih
koderih kak. Hawoi aiw, dok kuman borum. Dok cok tiruh tongomarek, dok cok
monyun tona’ah tononyang tonohkun. Mot kuman jakak borai, bokah nah oman
dok bosuh rotus nah. Hawun dok nguhik ngoruhkuh nah idok hik, mot jok hawun
dok hopahkat nai.
“Haih..” hen Awak Kesanduk. ”Beh koro cok ketok hik nih? Ngidoi hawoi umot
nah ihtok kuman rih ahkan tok burik nah.”
“Umot noh,” hen kawai jorahai ah hik tuh.
“Eh.. ngokok nah ngeing muk bosai Rombiya?” hen inang Rombiya. ”Mai nah
peh ihkam ngeing erih rih? Iyam na’k mocon kotorok? Moh hioi nah joraham meh
jok burik.”
“Iyam ta’ak kuk minak, paring cok ponokarak kuk rohpo rowuk kapung ekai ja’at.
A’ang jok tarai rosung aruk mahik cok burik ahkuk hik uras-uras. Yarok ohcoh
kuk tahtot, nohtak kak pokarak jok nah ahkuk cok janyak-jonyok rih.” hie tuh.
“Yok,” hen inang Rombiya. ”Ngindoi ngeing erik nak tongipos pokajan muk
Rombiya!”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
“Koderih Rombiya hik,” hioi. ”Ngindoi cok ngomosai ahkuk hik, taput ahkuh nah
iyok. Ngindoi cok iyam ohtoi nah iyok.”
“Arah ngomosai nah ahkuk, ngasuk bosai kuk nah. Bongok kuk nuro.” hen
Rombiya.
Rombiya hik ngoripos dorang ahtin pokajai ah, ang jok barik konah ah.
“Arak nah nohtah ah dorang barik konah hik ah, tisak ukum muk rih ngoniw ah.”
hen inai ah tuh.
“Arak ihkok turak bongom muk,” konoi hen inang ah tuh. “Ngoniw ah kak arik
muk tuh.”
Kanik turak iyok hik tuh dorok korunon humbak umbak idoh. Turak nah
iyok a’ang sarak nah pongomok ah. Paksak turak cohit atuh nah. Nun idok tuh,
mosuruh nah.
“Ihkok dih arak tuot san ang sarai. Tuot ang tohui ah nah nain, pai mihkoh umbak
kurang karik.”
“Iyok,” hen Rombiya.
“Morap idok ngawuih hik. Mahik cok cohuk kak. Ang murik kak cok nenih
nohuruk kak, iyarok kosorewet tok.” hen Awak kan Rombiya. “Morok nain arak
heran bongon morok bah! Ahkuk rih napak arut kuk bo’oi rowuk,” hen Awak.
“Borok ngapat rowuk cok hacok a’ang tohun. Cok pihtuk bo’oi, pihtuk juoi jok
nah kawan tuh noh. Rowun endoh, a’ang koik sumbuk ah. Cok hajok sumbuk ah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
rih aik kuk ah, cok rowuk hajok rih.” hen Awak. “Ahkuk dih napak arut kuk, iyam
touk nyorung. Morok anan noh. Arak heran umbak arop morok, ngunag dorang
ukun ponguman morok anan nah. Tiruh karing anan nah monyakak borai huang
meh nai.”
“Iyok,” hen Rombiya hik tuh. Inun peh arok alang ah. Kawui ah cok turak nah
nokuk anai.
“Tuh poh inang, yamarok alang ah. Inun peh tongurah tok nai? Tuh nah cok
tongurah tok rih.”
Nyoronong rowuk nah cok boruhang borasih monyakak borai, ngahpik
kacang ngatung korombuk ang cok ngihih ahtik cok tumbuk-tumbuk. Ngandah
huang ah nohtok ah, marok alang ah nai.
“Ahkai-ahkai,” hioi ah. Icok tuh hik morungok kak iyok hik boh. Rombiya tuh
ngandah taman unuk ah nih. “Ang punak cok pios,” he ah. ”Inun nah peh cok
tongurah tok,” hen Rombiya. Borukang iyam kota’an nah iyok tahkan ponuat ah.
Totiruh nah iyok. Bototiruh nah icok koromik-romik atuh, orai nah nanyam
kombuk noromik hawui ah tokuat.
“Ah.. totanoh nah poniruh kuk rih,” boroang nah ondo. Kuat he ah notongas,
botopokuk kuhung ah rih nuk topajan. Bokosikik-sikop nah nanyam ah.
“Beh ang rih bih, noparik ahkuk kak! Inun nah nanyam erih rih? Dawak kuk
morong nah unuk torok nih. Mbai peh noromik nih tamam?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Icok ondo atuh nah, borouk nah nanyam pongomok ah. Kawui ah cok
morukai moruat, ang cok unuk dok muruh iyarok, unuk dok ngorih yarok.
“Ang nah cok nguang torok hik, bohkon nanyam ah!”
Kuman barik cok bohatin dorok kanai dorok tuh. Hawui ah kanik ngindo
tatoi dorang bukus ah ahkan ngorih nguhik tongok iyam tai ah amoh unuk kurah
ah. Ang unuk punak uwang kodiring.
“Kai.. ang nah torok nanyam hik tuh kok!”
Koratuh nuro, ngindoi ngoromik pari pindong ahkan dorok. Boroang
ngindoi hondo kak. Ngindoi pindong yarok nah sumbuk koro noromik pahtuk ah
romut. Kuman barik konah cok bohatin dorok marom kak. Bajuk bo’oih nah, arok
horang sahpo tahkan anan nah iyok ngomohuih ah. Iyam nah idok kuman.
Koratuh nuro nah koruok kotoruk kohopat korimok, bokah nah koratuh nuro.
“Kai.. ang tu nah anak tuh kok. Borouk nah nanyam ah iyam ta’an tok kuman.
Ujan arok tok ngonih ohtuh ah kak. Iyam ta’an tok ngosuruh, boroang ondo
mahik-mahik. Ang tuk nanyam ihik. Ngindoi hondo ngoriak ngoraik nah iyok hik
tuh, ngorang notohkang dorang dinding ang sahpo tuh.” Nguai ah ewak hik ah tuh
tapi iyam duoi ah.
“Nun koro torok? Morisak toi koputung iyam ta’ai ah boruak. Nokuk putung iyam
ta’ai ah boruak.
“Eh.. ang torok tuh. Atak ngarot nyam tuh, monus iyam ta’an tok mosuruh nokuk
tanak iyam ta’an tok. Nenih arok jaran tok, un tuh yarok nah.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Ngonih cok ngotohkang ngotohkup hawun tomarang hen rio tahkan
tambong putung.
“Ih nai, mai peh ocin tuh touk nyaran nuhkat mosuruh nuhkat mosuruh johik jok
rih? Ba’ak nah torok.. beh peh koro kuk umbak ah bih. Toi, nongak kuk putung
iso muk dih! Ahkak kuk munuk iyok.”
“Iihhh.. inun nah peh tonguam muk ahkan munuk ahkuk dih?” hen Suit
“Peh koro ah emuk to’uk ihkok nuhkat mosuruh kaik kuk iyam,” hen Rombiya
“Ngindoi ihkok cok jorik mosuruh marak ahkuk pios-pios, arak cok ahkan munuk
ahkuk dih. Rio inik tahtuk muk ahkuk dih, iyam kak borawo mahpah.”
“Ngindoi ta’ak kuk ngeing erih nih ihkok tahik nah ohtoi marak arop muk. Yam
kuk ta’an ihkok anan,” hen Rombiya ahkan rio Ocan Suit tuh.
“Ngindoi ihkok kanik boruak ahkak kuk moruak ihkok tahkan ohtoi, arak ngeing
erih.”
“Ngindoi ngeing erih ahkuk iyam munuk ihkok boh ngindoi cok rio inik tahtuk
kuk.”
Hawui ah nuhkat unuk johin kodiring tuh, hawui ah muwuk nuro ah. Orai-
orai nah dorok rih musat.
“Bo’oh..? Orai nah morok musat reh?” Hawui ah nyarau.
“Nain horuk. Ahkak kuk marak ingat kuk horuk ngopai iyok pusong umbak ahkuk
ngindoi Awak touk rasak ohtoi. Urah nah kotahi ah was burai-burai ah nah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
nanyam ah iyam kak touk rasak ohtoi. Ngomosai mahpah ahkuk rih yarok ahkuk
bohawung umbak behtiw. Humbak umbak iyok beteng korok cok hosahkik kak
marom, mot erih iyam marok ahkuk bohawung umbak iyok. Buyar nah ahkuk cok
ngomosai iyok,” konoi hen Rombiya.
Mot erih muwuk bunang iyok tuh pari totitoi nuk tambong putung,
ngonyun nuro kak rio ingat ah tuh. Tosaraw jorak ah ingat ah jok cok nuro
tongundek tonguruk ah dih. Johcoh diring baon ahtoi ah. Tahkan-tahkan cok ingat
ah rih nyoketek iyok.
“Ahkai ingat! Arak nah. Monarik sonak nah ahkuk nain. Yok, ahkuk marak
ihkok,” he ah tuh. ”Ahkuk kanik burik nokuk inai kuk nah, masap ah. Tahik nah
koro yam nak masap idoh.”
“Ook.. burik nah ihkok,” he tuh.
”Marak Awak, pai kusom mbak korok burik.”
Johcoh nah iyok putung, borukang nah iyok ngaring arop ah. Hawui ah
mot cok kijok rih, mosuruh nah dorok tuh boh. Bokorengen kak omai ah, iyam
ta’ai ah juoi umbak bo’oi.
“Ah bih, peh peh koro korok nah. Amoh nah peh nokuk juoi?” he tuh. ”Ang
nokuk ohtoi dih harut.”
“Anuk.. “ hen ocan suit. ”Ba’ah hirak tuh. Ihkok tuh nyihing tanjung turus kam
muk burik nokuk inai muk nah. ”Ihkok nain ngindoi dohcoh nah unuk anai
nyuhuk motehkai korawuk, kotoruh manuk ahkan ukui, supaya nyorupak mahtai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
baui motirit koro tangak morok tuh nai. Ngoruh korawuk jok nah Awak dih, iyam
ngoruh ihkok. Cok ihkok cok burik nah.”
“Iyok.. ngindoi ngeing erih.”
“Hawun ngurun moruan morok dih.”
Iyam kotahin tahkan anan hawun turak burik nah ocan suit hik nuhkat
burik nah nokuk rohpo ah nai. Nyaran nah Rombiya hik, ohcoh nah ang pohoi
rohpo inai ah hawui ah na’ah ah.
“Oonai..” konoi hen inai ah. “Rombiya omoi koro ah atuh, tahik nah iyam
bohawung nohtok.” hen inai ah beteng ngonorok ukun urak. Monyungat hen anak
toranan tuh.
“Monyungat ah anak, iyai jok? Rombiya cok tongahak kuk tuh.” Monyungat iyok
tuh pari nohtok ah.
“Ah.. daro tuh koro ah. Iyam kak korunon etok nah.”
“Arak nah ngeing erih anak, nihak kak burik kak iyok.”
Hawui ah nopihtah ah iyok tuh boh. Mot iyok nopihtah ah hawui ah jok
ngoyaup arop dorok hawun dorok nuhkat. Monus pun iyam marok borai ah, kanik
tongiop nah cok ngarot kopihtuk kojaruk ondo yarok kuman borum. Ngorih pun
ere ah. Hawui ah cok turus jok johcoh rohpo nah inai ah muruh dorang danum
borasut ahkan ponus dorok. Nyahut nyabut dorok anan. Kawui , iyam peh daro
kotahiw, kuman borum ngorih kak cok kanik hacop nah nanyam borokung dorok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
tuh kotahin hik ngorih pun hariw iyam. Ang ruwang kodiring nah. Koruok
kotoruk nah mbak inai ah hawui ah nuhtui ah nai, duoi ah nai muhkai mosuruh
monus morasih.
“Anuk hen inik kuk boh inek. Iyam ta’ak kuk boruak ngindoi iyam iyok dih.
Nuhtui okok dih ang ocin, kanik tomunuk kuk bajai. Tahtuk inik muh ahkuk rih
he ahkak kuk, balang ang punak hicok yam ta’an korok. Morok ngindoi ohcoi
anai nain rih nyuhuk inai mik nopahtung morok ahpan korawuk. Ahkai katik
Awak Kesanduk oruh ah rih.”
Hawun kohamang kak inai ah rih nguai ah. Nguan dorang ukui pongumai ah.
“Inun peh ukui ah he ah marom?”
“Kotoruh manuk noh, cihpak somahkuk ah. Hawun tonyuk ahkan sohpat ahtoi ah,
ahkai nyorung. Makuk ah nokuk korok kotoruk-kotoruk hawum muk nusuh ah,
ngorucak ah korok rih.” he ah.
Koderih kak inai ah nguai ah. Umot nah tonguang nak soriaw nah koro
tapak dorok, kuman pun duoi ah nah. Sopiring korunon korawuk jok hamang kak
Awak Kesanduk rih nawan ah.
“Jok nah ekuk oruh kuk rih. Iyam nah ahkuk ngoruh Rombiya, iyam poduruk kuk
ngoruh urun cok muruh ngonah pun iyam humak umbak ahkuk. Harap-harap nah
kaik kuk cok ngoruh, iyarok humbak mbak ahkuk nah.”
Korunon korawuk jok nah oruh ah rih, iyam nah cok ngoruh Rombiya.
Korunon korawuk jok nah dahang ah ngocin ngonah, muruh marap touk cok
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
korunon korawuk jok. Cok Rombiya tuh burik nokuk inai ah nai, iyam nah
humbak umbak iyok.
Lokasi dan Waktu Wawancara : Desa Keremoi, Kecamatan Ambalaw,
Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.
Bahasa Dayak Uud Danum, tanggal 19
Desember 2016.
Keterangan : Kisah ini dituturkan ketika dukun melakukan ritual nopahtung.
Dukun dan orang yang sakit, bermimpi buruk atau ada anggota
keluarga yang baru saja meninggal dunia akan duduk
menghadap ke arah matahari terbit. Di depan mereka akan
diletakan persyaratan-persyaratan seperti yang diberitahu oleh
dukun.
Narasumber : Umik (82 tahun), perempuan, buta huruf, petani.
Pengumpul Data : Tursina Ayun Sundari
Transkripsi Teks B
Inun nah Rombiya hik boh, hajok nah iyok. Bereh ah nah. Jarik urun hik
ah romut ngohkos burik cohit, romut cohit burik ngohkos.
“Ahkai.. ahkai,” hen inang ah. Ngindoi kanik Rombiya hik ah, bayan inang amang
ah. Uas kanik inang amang ah, beren Rombiya. Ijok cok toronyok ihcok rahpat
honjan dok ah. Rowut cok pinding pihkot kanai. Kahat mahtan penganon.
“Ooh..,” hen inang ah. “ Iyam tahan hik anak,” he ah tuh. “Nokuk umok
kanai korok amai muk tiruh umok nai. Nihak kak korok ngurah ocin konan,” he
ah. “Nguan pasok sout korok,” he ah. Bongoi ah nah mocon unuk rowuk hik boh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
“Ah.. inai..” he ah. “Inun kok riduk ah, hawun ngomosai hawun iyam ndoi
Romamang Sandung kaik ku ah,” he ah. Jarik cok ondo sapai duok kotoruk iyok
mocon bongoi ah hik ah, pari maoh hen korasak turak buran hik ah.
”Ah Romamang Sandung,” he ah. ”Yok Rombiya nai ngoneui ihkok, hawun
ngomosai ngindoi ihkok,” he ah.
“Eh, tu’uk muk nah kih?” hen Romamang hik tuh.
“Tu’uk nah,”
“O’ok.. pios nah ngeing jok,” hen Romamang.
“Arak nah ihkam tiruh hondo nain inang! Anuk.. muruh marap ahkak
kuk.” Muruh marap nah inang ah hik boh. Muruh dorang barik, mot muruh barik
hawui ah muruh konah ah. Hawui ah, ngahkit konan, ngahpik konah ngahpik
barik ah. Turus ah nguhik pinjan iyok hik ah. Mot iyok ngahtang barik konan nih
ah, hawui ah nyoriak danum korih.
“Jok, kuman nah Romamang!” he inang ah hik tuh.
Hawun romamang hik kuman. Umot nah iyok kuman hik ah. Kuman jakak
tokaran borai ah iyok hik boh, hawui ah ngomuhik ngorih hinok. Hawui ah tuot
nyihpak.
“Haih inang.. nguhkoi ah ahkak kuk kain kisok!” he ah tuh. “Ngonin kain sajah
cahpoi,” he ah tuh. “Ngomin rabai ngonin sambon,” he ah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Jok nah inang ah ngoripos hik boh. Hawui ah ngonin koratung icok iyok
hik ah, ahkan bahtun kisok ah. Ngonin iso, ngonin runjuk Romamang hik ah.
Hawui ah turak iyok hik boh. Nyomiring kak kisok ah jok nih. Mosuruh honjan
iyok hik ah umot iyok mosuruh nenih ah. Morio nokuk bo’oi morio nokuk juoi
iyok hik ah. Kihtai ah kak jurang urak. Oniah kai rumbang urak jok ah, hawui ah
nguhut ah nokuk danum nah. Nahpuk ah nokuk danum nah ahkan arut ah.
Ohcok nah danum nih ah, hawui ah nihkas ah nah. Dorang iso, runjuk,
koratung ah ahkan kisok ah jok. Hawui ah jahkat anan. Nohkon nyangit ah nokuk
bo’oi. Hopihtuk nokuk bo’oi hik ah turus topurik nokuk juoi. Hawui ah nohkon
iyok hik ah icok korato jok, nyihing tanjung icok. Hawui ah ngoniring tanjung
ohcoh nah iyok. Juoi tanjung kihtai ah nah rating Rombiya hik boh. Hawui ah,
turus mihtah iyok hik ah hawui ah turik nuk rating nai. Hawui ah ngarang kak
jurang urak nih unuk diang rating. Hawui ah ngoni nokuk rating nah iyok hik ah.
Purang iso, pu’un onyuh hik boh. Ngonin koratung, kain kisok hawui ah nuhkat
honjan.
Hocok nah nuk kuhung honjan hawui ah nicak tanak, hawui ah morio
nokuk bo’oi morio nokuk juoi. Iyok nohtok-nohtok urun gulang-galu. Arok cok
nokuk juoi arok cok nokuk bo’oi. Hawui ah nyaran juan-juan iyok hik ah nokuk
tohkon honjan romamang hik ah. Hawui ah nyokehem. Morio Rombiya hik tuh,
beteng ah tuot-tuot jok.
“Turus nah,” he ah tuh. “Arok ihke mocon ahik ah.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Hawui Rombiya nohkak dorang kosarah sihpak. Hawui ah nuhkat iyok hik
ah. Ohcok iyok nuk baun tukang, hawui ah nihkas iso nihkas runjuk iyok hik ah
cok ahkan kisok ah jok nih koratung jok. Hawun iyok tuot nuk baun tukang jok.
“Jok kosarah sihpak jok boh,” hen Rombiya. “Uh..” he Rombiya.
“Iyok nah ahkuk hik Romamang Sandung boh, cok tongoneui muk ah. Anuk
ahkuk hik boh, ang ihkok cok ngeing ah tongoneu muk cok kanik jorik ahkuk,”
konoi hen Romamang. “Iyok nah hik ah unuk kuk ngisok ihkok,” hen Romamang
hik tuh.
“Ahkai-ahkai..” hen Rombiya.”Mirak peh arok kaik kuk humbak umbak iyok,” he
ah tuh. “Bohkok tu’uk,” he ah tuh.
Ngonih hen jok hen Rombiya hawui ah kohkat. Morum ahpui iyok hik tuh,
umot nah iyok ngomorum ahpui hawui ah ngaut bojah turus ngusak bojah, turus
nindan uruh ah iyok hik ah. Nindan uruh ah hik ah norak nah. Hotohpihtuk norak
hawui ah tojah nah, hawui ah ngarak ah. Hawui ah muruh konan hinok. Ngonin
cok cihoi ocin ahkan konah ah, hawui ah turus nindan ah konah ah jok ah makat
ah. Turus nonyuk nyahang ah, ngonyahtuk nyohoruk iyok hik ah. Norak nah
konah ah jok ah, hotohpihtuk nyamung torak ah hik ah. Mosak nah hawui ah,
ngahkit barik ah. Ngahkit konah ah iyok hik ah. Nguhik pinjan, nyoriak danum
komuhik danum korih. Hawui ah na’ah Romamang kuman, hawui Romamang hik
kohkat nah nokuh kak barik konah ah jok nih ah. Hawui ah ngomuhik, turus ngaut
barik konah ah Romamang hik kuman borum iyok ah. Hawun mot nah iyok
kuman hik ah hawui ah tuot nyihpak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
”Haih.. ngoripos nah Rombiya,” hen Romamang ahkan Rombiya. “Iyam
tai ah tahik ahkuk hik ah. Ondo ahkuk ngisok ondo ahkuk ngomin ihkok, iyam
ta’ai ah tahi. U’un hik nah!” hen Romamang.
“Ahkai-ahkai,” he ah. ”Beh koro a tuh, inang amangku marok ohtoi?”
“To’uk ihkok ngohawot ahkan dok kosirak hik boh,” he ah tuh. “Arok sih koro ah
kapung rowum muk,” konoi he ah tuh.
Hawui ah ngoripos nah. Tahkai ah kak nyarok barik konah ah horuk iyok,
hawui ah nongak anak asuk ah. Umot iyok nongak anak asuk ah Rombiya hik ah,
hawui ah ngoripos. Ngoripos kak sariw sajah sahpoi ah, dorang sahput ah. Hawui
ah ngaut bojah, toruk katang bojah bohatiw ah hik ah. Nguai ah nuk borasai,
hawui ah ngipos ba’ang tajung nok. Ngipos dorang sariw ah jok dorang sahput ah.
Ngomin dorang iso.
“Ah.. horuk nah ahkuk hik ah,” hen Romamang. “Nokuk danum nah.”
Mot nah iyok ngoripos, hawui tahik reneng-reneng kanik ah iyam turak.
Anan nah iyok ngohawot ahkan inang nih boh ngasuk Romamang cok ahkan
bosai ah. Mot iyok hik ah hawui ah, a’ang tuk hen huang ah. Hawun iyok turak
iyok hik ah ngawak tajung ah. Hawui ah turus nyomiring iso ah. Hawui ah na’ah
anak asuk. Ngasuk nah anak asuk ah hik ah. Ngatop atop ah, hawui ah mosuruh
nah iyok hik ah. Ohcok nah nuk tanak nah, hawui ah nitoi topuan iyok hik ah.
Ohcok nah nuk kuhung honjan nuk danum nah, morio nuk danum nah nohtok kak
jurang urak ahkan arut hik ah. Tomok reneng-reneng nuk kuhung honjan nah iyok
hik ah. Kanik mosuruh kanik iyam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
“Eh.. mosuruh nah Rombiya!” hen Romamang hik ah tuh. Hawui ah
mosuruh na’ah anak asuk ah nuk rating nah. Kanik jahkat kanik iyam kak iyok nik
ah.
“Jahkat nah!” he ah. “Orai hik ah! Arak nah ihkok nuneng ah koik kihik ah.”
Hawui ah nihkas tajung ah, nokaroi iso ah ngahtang anak asuk ah. Hawui
tuot, hawun Romamang hik cok nohkan nyangit nokuk juoi iyok hik ah,
hotopihtuk iyok hik ah ngotucuk ah nokuk juoi hawui ah tokondos nokus bo’oi
arut ah jok. Tokondos-kondos, nyihing rato hik nah iyam tahik ihtan nah torian
dok nai. Hawui ah turik, hawun Romamang ah jahkat. Romiya hik jahkat iyok hik
ah, dorang tajung ah jok dorang iso anak asuk ah.
“Dandah nah ihkok!” hen Romamang. ”Monus nah, nain ahkuk nokuk rohpo
nah.”
Nun nah Rombiya hik boh, mot iyok nihkas dorang awak ah jok muhpuk
dorang kain sajah ah. Mot iyok muhpuk dorang sajah sahpoi ah jahkat nah iyok
hawui ah nyariw sahpoi ah iyok hik boh. Hawui ah iyok nyariw sahpoi sajah ah,
turus nuhkat nah Rombiya hik ah. Nuhkat iyok hik ah ohcok nuk tanak nah. Morio
nokuk bo’oi iyok hik ah hawui ah nohtok kak himbak, siton. Morio nokuk juoi
mahik kijok kak. Hawui ah nyaran iyok hik ah. Ohcok iyok nuk tohkan honjan hik
ah, ihtai ah idok hik ah ngohiroi sajah sapoi. Tomok nuro nuk kuhung honjan
Rombiya hik ah.
“Eh..” he ah tuh.”Turus nah Rombiya!” Hawui ah, turus iyok hik boh tomok nuk
tohkon honjan hawun moyung hen inang Romamang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
“Eh turus nah boh Rombiya, mocon umak ihkai nah,” he ah tuh. ”Nuhkat nah!”
Hawui ah mot nah dorang kohiroi sajah sahpoi ah hawui ah nuhkat rohpo
nah jok nokuk takun Romamang nah tiruh. Nuhkat turus nah Rombiya hik boh,
nihkas tajung ah nuk takun nah dorang iso ah. Asuk ah jok umbak ngasuk kak.
Iyam marok kotahi ah hawui ah tuot, tahkan iyok cok na’ah kak Romamang hik
ah. Nguhkoi dorang iso, nguhkoi sambon dorang manas. Nguhkoi cok sahpoi
sajah Rombiya hik boh, ang cok koram tisim tonguai ah hik ah. Hawui ah nawan
manuk, nawan manuk cok porot irat ah. Hawui ah sambon ah boputung kijok kak
cok pinjan ah hawui ah mohpas Rombiya inang Romamang hik ah. Umot iyok
mohpas hik ah hawui ah munuk manuk, umot iyok munuk manuk hawui ah
nyahkik ah Rombiya hik ah. Mahtok dorang siro dorang koram kukung rasung
hawui ah muruh. Nguhik keceng ngaut bojah hawui ah ngomorum ahpui ah.
Kawui ah borum nah ahpui nindan uruh, hawui ah nganash manuk ah. Mojok iyok
nyomurut ah turus nyirik tonoik ah iyok hik boh. Tojah nah uruh ah jok ah umot
kohtah kuruhkuh manuk jok ah ngomorum ahpui hawui ah muruh ah. Norak nah
kok iyok nyahang nonyuk ngoyahtuk konah. Umot ah nyahang nonyuk ah hik ah,
mosak nah konah ah hik ah. Hawui ah ngahkit konah nah, umot kahkit konah ah
nguhik pinjan hawui ah ngahtang ah. Mot jok nyoriak komuhik danum korih.
“Haih.. kuman nah oruh Romamang.”
Hawui ah tohkak kuman. Kuman iyok hik ah, pios nah komai ah barik
konah hik ah. Hawui ah kuman borum nah iyok hik ah ngomuhik ngorih. Hawun
ah tuot kesah paner cok koputung ondo jok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
“Cohit nah ondo karing tiruh nah Rombiya,” hen Romamang hik tuh.
“Anuk,” hen Romamang hik tuh.“Ihkok,” he tuh. “Ngindoi ngohkos bora’ang
ondo numos muruh barik muruh konah. Umot nah muruh barik konah, ngahtang
ahkan tok kuman umot jok hawun muk ngaut barik ngaut konah ngipos sihpak
somahkuk ngipos ahkak kuk iso otak!” he ah tuh. “Ahkuk napak arut.”
Kijok kak Rombiya hik boh, tonga’ak ah monyun hawui ah muruh konah
barik nah kuman borum. Mot jok ngoripos bohatin Romamang. Kijok bunang tiap
ondo. Jarik idok cok korohpo jok ah ngindoi hondo tiruh nyangit, ngindoi cohit ah
na’ah asuk, na’ah urak. Ang cok ngihik ihang, ang cok mucak, nganup nyaran
idok hik ah cok bahkas. Hawui Rombiya hik ah iyam marok tiruh hondoi hik iyam
marok nyaran nyorik nah. Kijok nuro-nuro sapai putai cok mo’ok kanai bojah ah
jok ah cok toruk katang hik nih ah.
“Ahkai-ahkai,” he ah tuh. “Inun nah peh koro?” he ah tuh. “Cok korihik
ah,” he ah tuh. “Hai anak asuk!” Ngumos umot nah kuman hik ah, nongak anak
asuk iyok hik boh. Umot nongak anak asuk hawui ah turak.
“Dahang ahkuk hik ah ngurah uhco, arok uhco ihtak kuk marom juoi rowuk jok
ah.”
Turak anak asuk hik ah. Ngurah uhco nah dorok hik. Juoi rowuk nohtok
uhco hik ah punak boro rehcik. Nyerep bunang iyok hik. Tuwik tajung ah.
Nomarang hen poranuk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
“Huwoi.. huwoi..” he ah tuh. “Manggang iyok anak asuk poranuk jok ahkak kuk
morong ah ahkan tok ngonah ah nain!” he ah tuh. “Eh tongonah ah ngindoi hondo
umbak ihtok nganyap.”
Hawui ah,”heh.. heh.. heh.. nun ihkok morong ahkuk nih? Arak morong
ahkuk, nain ahkuk marak ahkam muk jaran.”
“Beh koro burik? Oruh Romamang ahkuk ah,” hen Rombiya
“Marok,” he ah tuh. “Romamang ah ngindoi hondo tiruh nuk puhkung tingon
diang hik,” he ah tuh. ” Bak neh ihkok anuk kok, burik kak nah!” hen poranuk hik
tuh. ”Ngomiah uras dorang sajah sahpoi muk ah, dorang ahtim pokajan muk arak
nohtah ah. Nain ahkuk ngitot ihkok burik nokuk inai amai muk nah,” hen
poranuk.
“Eh tu’uk nah kih poranuk?”
“Tu’uk ah nah,” hen poranuk. “Mirak kak ngurah ihkok boh,” he ah tuh.
Jarik burik nah iyok tuh, uhco ah nenih tongindo ah. Hawui ah burik
nokuk rohpo nah. Ohco ah anai hik ah, tongoripos ah uras dorang sahpoi sajah ah.
Dorang sahput korombuk ah. Hawui ah ngonin anak asuk ah. Hawui ah turak,
naah anak asuk ah. Horuk nah anak asuk hik boh.
“Haih.. nitoi dahtah jok poranuk jok eh. Nain iyok ngomok ah.”
“Beh peh kaik kuk jah?” hen poranuk. “Ngasuk ahkuk hik boh!” hen
poranuk. “Nohtok urui’h kuk. Nitoi dahtah jok ihkok nain Rombiya, nitoi korong
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
jok nah kawun ah nuhkat maroi-maroi nitoi korong hik ah. Nitoi korong ombuk.
Nohirik pahting jorik, nonin cok mahtoi jok. Nohtok ah. Ahkan ihkok nopahtung
arop muk!” he ah tuh. ”Mahpui ah pahting jorik jok ah. Umot nah mahpui ah
hawum muk nomarop ah,” he ah tuh. “Ngindoi hurung cohit nah he tuh ondo ah
hawum muk makuk arop muk. Ihik makuk ah,” he ah tuh. “Nosiro ah umbak
manas umot nah makuk arop muk ijok nah ahkan katik somenget moruan muk.
Ijok nah ahkan tuhkar towus ah, iyam Romamang ngurah ihkok boh he ah tuh.
Pohkok ihkok ngindoi nopahtung ah ngomin iso hawum muk ngoteui ah iso jok
unuk san tanak. Jarik jaran ahkan topahtung jok iso jok. Ijok jok cok humbak
umbak Romamang jok ah, iyam nah ihkok,” he ah. ”Ngondoi ihkok nuhpik napak
ah, ang inun peh saram muk nuro humbak umbak Romamang jok!” he ah poranuk
hik boh.
Hawui nitoi korong jok nah idok, juoi kak juoi maro-maro mosuruh nah
rasak kak topuan dok inai amai Rombiya. Tokoruk hen anak asuk. Nuhkat, inai
Rombiya tuot nyihpak.
“Erek.. anak asuk etok koro jok bih!” Hawui ah kohkat iyok hik ah, nohtok
Rombiya. Nuhkat nah Rombiya hik ah.
“Ngomai peh ihkok cok kodarah pucat anak?” he ah tuh. Iyok nah iyok cok
ngusah ngomuoi ngarok ngucom anak ah jok.
“Amoh peh bosai muk?”
“Ah, poranuk ngitot korok anak asuk hik boh,” he ah tuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
“Moh iyok poranuk jok eh?”
“Enih nah kai ngomarang ngasuk tok ohtoi.”
Hawui inang ah kohamang kak nohkak dorang ponguman, kuman borum.
Umot nah kuman borum, hawui ah nyihpak-nyomahkuk. Mot jok hawui ah
ngomonus arop ah. Muhpuk dorang ahti ah. Mot ah monus muhpuk hik ah, turus
ah ngohiroi ah. Burik nokuk rohpo nah iyok, cohit nah ondo. Numun aoh poranuk
jok kak iyok hik ah.
Lokasi dan Waktu Wawancara : Desa Baras Nabun, Kecamatan Serawai,
Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.
Bahasa Dayak Uud Danum, tanggal 28
Desember 2016.
Keterangan : Kisah ini dituturkan ketika dukun melakukan ritual nopahtung.
Dukun dan orang yang sakit, bermimpi buruk atau ada anggota
keluarga yang baru saja meninggal dunia akan duduk
menghadap ke arah matahari terbit. Di depan mereka akan
diletakan persyaratan-persyaratan seperti yang diberitahu oleh
dukun.
Narasumber : Jetai (72 tahun), perempuan, buta huruf, petani.
Pengumpul Data : Tursina Ayun Sundari
Transkripsi Teks C
Jadik omoi hik ah, Rombiya hik ah mondam anak ah. Korahak iyok hik ah
modam nih ah. “Nihak nah ihkok ngitot ahkuk masai!” he ahkan Romamang.
“Pa’ai kanik kak anak torok kuman.”
“Marok auh,” hen Romamang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Turak nah dorok hik ah masai sungoi jok ah. Bohocin sungoi jok ah. Juoi-
juoi monuk ngeing ah dorok hik ah.
“Oo.. Rombiya, torok burik nah. Karas indong ondok hik kok,” he ah.
“Arak ngeing jok,” he ah. ”Ahkuk nguan ocin borohuk, karas ocin ah.”
“Jadik nah! Tuwik nah tenget muk jok tuh.”
Masai kak Rombiya hik. Nun.. bahiw boromut nah ahkan dorok uhcan
nyangit. Romamang bocuhuk kak ba’ang darit kajuk. Nyingo ondo ucan ewak ah,
pari monyadik uoi cohkok. Rombiya pun bohkon nah huang ah was bodarom nah
omai hik ah. Cohuk nah iyok tahkan borohuk na’ah Romamang.
“Oo.. Romamang?” he ah.
“Ohtoi kuk bah,” he tuh. Na’ah kak ngurah itok hik ah.
“Ohtoi.. ohtoi bunang kok boh. Amoh peh?” Hawui ah ngundek kak taruk uoi jok.
Uoi jok nguwut arop ah.
“Hik ahkuk ah.” he ah. ”Ahkuk iyam Romamang korunon, ahkuk
Romamang uoi cohkok. Burik kak nai ihkok ngapat anak muk. Ngindoi arok anak
tok cok mondam poros dorang anak osum muk yam mios kodarah kodaring,
nuhpik ngapak jaek,” he ah. ”Nguan ahkuk hik ahkan topahtung ah!” he ah. ”Nain
ahkuk ngaman ah ohtoi. Jok nah cok tirik-tirik anak sirih me,” hie. ”Umbak mbak
ahkuk nah idok,” hen Romamang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
“O’ok boh..” he Rombiya, boro rehe kak danum mahtai Rombiya burik boh. Bosai
ah tohtah hik ah.
“Tongurah cok torutung emuk, Romamang korunon,” he ah. ”Ahkuk Romamang
uoi cohkok.”
Burik kak nai cohuk danum jok nih boh, ta’ang darom cok tonguan ondo
ucan jok nih ah. Anak ah rowuk hik mondam kak.
“Umot nah,” hioi ah. ”Numun hen Romamang cok uoi cohkok nah ahku,” he ah.
Pari numos iyok nguan uoi sohkok hik ah, ang cok cihpak somahkuk ah. Hawui
ah nopahtung anak ah jok nih tonihkas ah nuk pu’un kajuk. Pios nah anak ah jok
nih boh.
Lokasi dan Waktu Wawancara : Desa Kemangai, Kecamatan Ambalaw,
Kabupaten Sintang Kalimantan Barat.
Bahasa Dayak Uud Danum, tanggal 19
Desember 2016.
Keterangan : Kisah ini dituturkan ketika dukun
melakukan ritual nopahtung menggunakan
rotan. Dukun dan orang yang sakit,
bermimpi buruk atau ada anggota
keluarga yang baru saja meninggal dunia
akan duduk menghadap ke arah matahari
terbit. Di depan mereka akan diletakan
persyaratan-persyaratan seperti yang
diberitahu oleh dukun.
Narasumber : Tambe (85 tahun), perempuan, buta huruf, petani.
Pengumpul Data : Tursina Ayun Sundari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
Terjemahan Mitos Teks A
Adat istiadat seperti biasanya, memikul harta benda tidak mau. ”Aku tidak
mau!” ujar Rombiya. ”Aku tidak ingin bersuamikan orang yang berdagang, itu
akan membuat kepalaku sakit. Terlebih lagi menikah dengan orang yang berjualan
kesana-kemari, aku tidak ingin terkena panas matahari,” kata Rombiya. ”Aku
hanya ingin tinggal di dalam rumah.”
Jika Rombiya ingin menerima lamaran dari orang yang melamarnya, ayah
dan ibunya tidak setuju. Jika bapaknya setuju maka ibunya yang tidak setuju,
selalu seperti itu sehingga Rombiya tak kunjung menikah.
”Aduh.. aku sudah bosan menghadapi orang yang terus datang untuk melamarku
tanpa henti, aku sudah tidak sanggup. Lebih baik aku menikahi Awak Kesanduk.
Aku tidak akan capek dan tidak akan terkena panas matahari. Aku hanya akan
tinggal di dalam rumah saja. Jika aku menikahi orang-orang itu, aku akan turut
menemaninya berdagang dan pergi ke ladang,” kata Rombiya. ”Aku tidak mau.
Lebih baik aku menikah dengan Awak saja. Aku tidak akan capek-capek dan
hanya tinggal di dalam rumah saja.”
Orang tuanya terdiam mendengar perkataannya. Tidak lama kemudian
kabar tersebut mulai tersebar kesana-kemari. Begitu pula hujan angin terbang ke
hulu ke hilir menyebarkan kabar tersebut.
“Aku tidak mau,” katanya. ”Jika itu adalah Awak Kesanduk maka aku akan mau.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Angin terbang pun membawa kabar tersebut ketika Awak Kesanduk
sedang membuat sampan di hilir rumah. Tidak ada pekerjaannya yang lain.
“Aduhh.. hewan ini sungguh mengganggu. Aku tidak yakin ada orang yang ingin
denganku.”
“Banyak orang yang ingin menikah dengannya. Sudah banyak orang yang datang
melamarnya, sudah puluhan tetapi ia tidak mau. Dia hanya ingin kamu yang
tampan katanya. Dia juga tidak akan lelah terkena panas terik matahari.”
“Baiklah jika seperti itu aku akan pulang terlebih dahulu, hari juga masih siang.”
Ia pun pulang ke rumah dan matahari pun mulai tenggelam. Awak
kemudian memeriksa jala yang digantung di tengah rumah. Dijemurnya di atas
tempat untuk menaruh kayu bakar sambil memeriksa jalanya dan dilihatnya tidak
ada yang koyak.
“Sepertinya tidak apa-apa, aku panggil temanku saja.” Ia kemudian memanggil
temannya yang sesama hantu.
“Mau pergi ke mana kita?”
“Kita pergi menjala, rasanya seperti ingin memakan sesuatu. Rasanya berbeda
karena terus menerus bekerja tanpa henti. Tidak ada hasilnya,” katanya.
“Baiklah,” jawab temannya dan mereka pun pergi menjala.
Dari lanting mereka menaburkan jala berkali-kali, banyak ikan yang
mereka peroleh karena jarang ada yang mencari ikan. Mereka pun semakin ke
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
hulu, kira-kira di hilir rumah Rombiya mereka mendengar anak-anak sedang
menumbuk tanah dan menumbuk abu untuk mainan mereka.
“Sudahlah,” kata sebagian anak-anak yang sudah besar. ”Pulanglah! Tidakkah
kalian mendengar Rombiya ingin bersuamikah Awak Kesanduk? Ayo kita pulang,
hari sudah malam.” Mereka pun pulang dan hari pun mulai gelap.
“Eh.. ternyata benar. Aku kira hujan angin ribut berbohong kemarin, itu sebabnya
aku tidak mau. Baguslah jika seperti itu, kita pulang saja!”
Mereka berdua pun memutar arah perahu mereka. Ikan mereka sangat
banyak karena sekali menebar jala tidak pernah kosong. Selalu ada ikannya.
“Kamu nanti kalau sudah sampai, jangan pulang ke rumahmu dulu. Kamu bantu
masak dan membersihkan ikan.”
“Baik,” kata temannya. Ia kemudian memberitahukan ibunya.
“Masaklah, jangan memasak di tempat yang kecil Bu. Masak di periuk yang
besar. Panggillah orang sekampung untuk datang ke rumah nanti,” katanya.
”Makan bersama di sini, rasanya sangat rindu karena tidak bertemu mereka,”
lanjutnya. ”Selama ini selalu membuat sampan yang tak kunjung selesai.”
Begitu pula dengan anak kecil di rumah tadi, semuanya pergi mandi
membersihkan diri. Setelah mandi mereka mengenakan pakaian, sesampainya di
rumah mereka pun makan dan kemudian tidur. Sedangkan Awak Kesanduk dan
temannya baru sampai di lanting, mengikat sampan kemudian membersihkan
sampan dari daun-daun dan juga pasir. Setelah itu, ia pun naik ke atas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Sesampainya di rumah ia pun langsung membersihkan ikan. Ibunya sibuk
memasak nasi, Awak Kesanduk yang memasak sayur. Memotong dan
membersihkan ikan kemudian dicucinya dan ia pun mulai memasak sayur. Nasi
pun matang, ia segera menaburkan garam dan memasukan cabai ke dalam
sayurnya. Dibolak-baliknya sayur itu dan tercium aroma yang sangat menggugah
selera. Akhirnya sayur itu pun masak dan di angkatnya. Ia mulai menghidangkan
makanan dan kemudian memanggil orang di kampung untuk makan di rumahnya.
“Mengapa Awak terburu-buru?” kata teman-temannya.
“Mungkin ada sesuatu yang sangat mendesak. Ayo kita berangkat!” Mereka pun
berangkat bersama dengan anak istrinya sebagian menuju ke rumah Awak.
“Ada apa Awak? Mengapa kamu memanggil kami seperti ada sesuatu yang
mendesak?”
“Ah.. tidak ada yang mendesak. Aku memanggil kalian untuk makan. Aku
mendapat ikan yang banyak tadi,” jawab Awak. ”Aku juga merasa rindu ingin
bertemu dengan kalian. Selama ini aku tinggal sendiri,” kata Awak lagi.
Mereka semua pun duduk untuk makan. Tidak memakan waktu yang
lama, mereka duduk melingkar seperti tempurung kelapa. Dari ujung yang satu
hingga ke ujung yang lainnya. Mereka makan dengan lahapnya.
“Nanti kalian jangan pulang dulu,” kata Awak. ”Setelah kalian makan, masuklah
ke rumah dulu makan sirih dan pinang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
Begitulah teman-temannya, yang terakhir makan membereskan dan
menyimpan kembali sayur dan nasi yang masih tersisa sedangkan yang lebih dulu
selesai makan, duduk memakan sirih pinang di teras rumah.
“Jadi begini.. aku sekurangnya kalian makan dan nyirih pinang, ada orang yang
ingin bersuamikan aku. Itulah keperluanku terhadap kalian. Menurut kalian
bagaimana?
“Ahh.. tidak ada masalah. Malah bagus seperti itu ada yang mau supaya menjadi
temanmu, daripada kamu selalu sendiri.”
Ibunya kemudian membuka petinya. Ia mengeluarkan pakaian, kain untuk
melamar seperti syarat melamar di suku Dayak Uud Danum. Kain untuk melamar
disatukan dengan sambon (manik-manik yang panjang) setelah itu disatukan
dengan rawai (gelang dari emas). Pakaian untuk ganti, cincin, gelang dan anting-
anting.
“Persiapan sudah selesai. Ayo! Takut hari mulai terang, supaya kita berangkat
sekarang juga.”
Tidak membutuhkan waktu yang lama, yang ingin berangkat pun
berangkat sedangkan yang tidak ingin berangkat tetap tinggal.
“Kita nanti jangan menggunakan sampan yang kecil, pakai yang besar saja siapa
tahu Rombiya ingin ikut bersama kita nanti.” Teman-temannya pun mengangguk
saja. Mereka kemudian naik ke sampan dan semuanya ikut mendayung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
“Nanti ketika sudah sampai di sana, kamu segera mengulurkan ujung kain. Jika ia
mengatakan mau, supaya kita kita segera tau dan begitu pula jika ia tidak mau.”
“Baik,” kata temannya.
Setelah itu, tidak lama kemudian karena hanya melewati satu tanjung
maka sampailah mereka di lanting Rombiya. Mereka kemudian mengikat tali
sampan dan kemudian mengulurkan sarung kepada Amang Sawang Parik di
sebelah.
“Begini, aku menuturkan tidak pada hari yang terang. Awak memintaku untuk
melamar, jika Rombiya mau supaya mau saat ini juga, jika tidak supaya kami
segera pulang.
“Tidak ada masalah,” jawab Amang Sawang Parik. “Kamu di sini saja dulu nyirih
pinang, aku akan ke sebelah dulu.”
Amang Sawang Parik pun berangkat ke sebelah, ibu dan ayah Rombiya
tengah kedatangan orang yang mau melamar Rombiya juga.
“Aku tidak tahu bagaimana lagi lamaran Rombiya, jika aku terima maka tidak
jawabmu seperti biasanya. Tidak ada yang bisa aku lakukan, silahkan tanya pada
Rombiya. Dia yang akan menikah. Sudah besar tinggi, dia sendiri yang
memikirkannya.”
“Ini adalah lamaran Awak Rombiya! Katamu ingin bersuamikan Awak, supaya
kamu menikahi dia. Jika tidak mau, supaya kamu menolaknya.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
“Tidak ada yang ingin aku katakan, sudah aku katakan waktu itu. Selalu menjadi
kesalahanku jika aku tidak menikah seperti ini, lebih baik aku menikahi Awak
saja. Itulah yang aku katakan dulu,” jawab Rombiya.
Tidak lama kemudian, ibu Rombiya segera menangkap babi dan ayam,
mengambil sawang sememerum (tanaman puring dan cocor bebek). Ia kemudian
menghamparkan tikar di tengah rumah. Semua perlengkapan jala diletakannya,
ayam dan babi juga sudah disiapkan.
“Suruh mereka naik, nanti hari keburu terang.” Amang Sawang Parik pun pulang.
“Kalian silahkan naik, Rombiya mengatakan bahwa ia mau,” kata Amang Sawang
Parik. Ia pun turun, tidak lama kemudian ia pun pulang. Ia hanya melewati titian
sebelah rumahnya untuk menuju ke rumah Rombiya.
Para kawanan hantu ini pun naik dari dalam sampan. Riuh sekali. Ada
yang duluan dan ada yang tertinggal. Ada yang berjalan membelakangi jalan dan
ada pula yang berjalan sewajarnya, tidak teratur. Sampailah mereka, Awak segera
merubah arah gong menghadap ke arah suduh rumah. Ia tidak mau menghadap ke
arah yang terang. Di rahang suami Rombiya banyak terdapat sekam dan jaring
laba-laba. Emas di keningnya terlihat dengan jelas. Ia kemudian mendudukkan
dirinya dan kemudian memegang sawang.
“Rombiya.. kamu di mana? Suamimu sudah ada di sini.”
Rombiya kemudian segera mendudukkan dirinya dengan perasaan senang.
Amai Sawang Parik mengambil ayam dan kemudian mohpas mereka berdua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Setelah mohpas ke arah matahari terbenam, ia kemudian mohpas ke arah matahari
terbit. Ia pun memotong ayam tersebut dan nyahkik Rombiya dan Awak
memasangkan siro mereka berdua dan menanam sawang sememerum.
Begitu pula dengan mereka yang masak, mereka sama-sama sibuk
melakukan pekerjaan masing-masing. Ada yang masak, ada yang merebus air
untuk membersihkan bulu babi dan ayam. Tidak memakan waktu yang lama
karena banyak orang yang membantu. Setelah dibersihkan kemudian dipotong-
potong.
Makanan untuk pihak Awak disediakan berbeda dengan makanan untuk
pihak Rombiya. Daging-daging itu pun mulai dimasak, cabai, garam, dan serai
dimasukan bersamaan dengan daging. Aroma dari sayur sangat enak. Sayuran
diaduk dan diangkat, makanan untuk sawang dilemparkan untuk roh sesuai
dengan kepercayaan mereka. Makanan dihidangkan dan didinginkan, orang-orang
dipanggil untuk makan. Para hantu teman Awak makan di tempat yang berbeda,
riuh sekali. Mereka makan sekenyang-kenyangnya setelah itu, ibu Rombiya
melemparkan makanan untuk sememerum (cocor bebek) sesuai adat suku Dayak
Uud Danum. Orang-orang yang masih tidur tongomarek (untuk menolak bala),
yang sudah bangun disuruh untuk makan. Setelah kenyang mereka pun mulai
berunding.
“Yookk..,” kata Awak Kesanduk. ”Bagaimana ini? Kalau sudah kenyang mari kita
pulang.”
“Ayoo..,” jawab temannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
“Ehh.. yang benar saja suami Rombiya?” kata ibu Rombiya. ”Mengapa tidak
tinggal beberapa hari dulu? Jika teman-temanmu ingin pulang duluan biarkan
saja.”
“Tidak bisa bibi, semua urusan di kampung aku semua yang menanganinya. Aku
tidak sempat duduk, karena urusan itulah mengapa aku terburu-buru.”
“Baiklah,” kata ibu Rombiya. ”Jika seperti itu segera siapkan pakaianmu
Rombiya.”
“Begitu pula Rombiya,” kata Awak. ”Jika bersuamikan aku, maka ia akan ikut
bersamaku kalau tidak supaya Rombiya di sini saja.”
“Aku sudah bersuami, aku akan ikut. Aku tidak ingin sendiri.” Rombiya
mengambil pakaiannya dan juga lauk-pauk.
“Jangan ditinggal nasi dan lauk ini, sisa makananmu diambil juga,” kata ibunya.
“Kamu jangan berangkat sendiri,” kata ibunya lagi. ”Bawa adikmu untuk
menemanimu.”
Ia pun berangkat tapi ada yang salah menurut perasaannya. Terpaksa
berangkat malam itu juga. Mereka pun turun.
“Kalian berdua jangan duduk di pinggir. Duduk di tengah saja, nanti takut
perahunya kemasukkan air.
“Iya..” jawab Rombiya. Banyak sekali orang yang mendayung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
“Hanya milir saja. Tadi ketika kami mudik hanya sebentar saja, tidak ada masalah
di perjalanan,” kata Awak kepada Rombiya. ’Kalian berdua nanti jangan heran di
rumah hanya kalian berdua! Aku membuat sampan di hilir rumah,” kata Awak.
”Kalian berdua nanti tidur di rumah besar yang di tengah. Tujuh rumah di hilir
dan tujuh rumah di hulu itu rumah teman-temanku, pelitannya kecil. Rumah besar
dengan pelita besar itu adalah rumah milikku,” lanjut Awak. ”Aku membuat
sampanku, dari dulu tak kunjung selesai. kalian berdua di situ saja. Jangan heran,
masak makanan untuk kalian berdua. Tidur terserah kalian saja.” Rombiya hanya
meng-iya-kan saja. Tidak lama kemudian, ia pun berangkat ke sana.
“Duh Ibu.. apa yang kita cari lagi? Inilah yang aku inginkan.”
Rombiya masuk ke rumah dan dilihatnya rumah yang luas dan bersih. Ia
kemudian menghamparkan tikar dan memasang kelambu dan menggantung
pakaiannya. Ia sangat bahagia sedangkan adiknya hanya termenung.
“Sangat bagus,” katanya.
Rombiya pun tertidur, ia tidur semalaman itu. Malam pun semakin larut,
tidak lama kemudian ia pun terbangun dan hari pun sudah terang.
“Ah.. tidurku terganggu, hari sudah terang.”
Ia bangun dan kepalanya membentur guci kodiring (rumah untuk
menyimpan abu, tulang, rambut dan kuku dari orang-orang yang sudah
meninggal), rumah itu pun menjadi sempit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
“Heh.. ini menipuku saja! Aku pikir kita sudah di tempat yang nyaman. Mengapa
lalu menjadi seperti ini?
Seharian itu ia pun mulai merasa lapar. Ia kemudian membongkar barang
bawaannya. Ia tidak melihat tempat untuk masak maupun untuk minum.
“Aduh.. bagaimana ini?”
Mereka berdua memakan nasi bekal yang dibawa dari rumah. Ketika ia
ingin membuang sisa makanan, mencuci tangan, dan minum ia tidak tau di mana
tempatnya. Karena memang ia sedang berada di dalam kodiring.
“Aduhai..payah sekali kita berdua ini!”
Begitu terus, jika malam gelaplah untuk mereka berdua. Terang hanya saat
siang hari saja. Jika gelap tidak ada pelita seperti pertama kali mereka berdua
datang. Makan pun hanya nasi sayur bekal mereka berdua kemarin. Makanan itu
pun basi, dan dibuangnya melalui celah di atas atap. Mereka pun tidak makan
selama berhari-hari.
“Aduh.. malang sekali seperti ini. Lapar rasanya tapi kita tidak bisa makan. Hujan
hanya kedengaran suaranya saja dan kita tidak bisa turun.”
Jika siang hari, ia mulai berteriak dan memukul-mukul dinding dan atap.
Maksudnya agar runtuh tapi ia tidak mampu.
“Bagaimana dengan kita berdua? Aku sudah memeriksa ke sebelah tetapi kita
tidak bisa keluar, begitu pula di sebelah.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
“Kasihan sekali kita berdua menahan rasa lapar seperti ini, mandi tidak bisa
karena turun ke tanah kita tidak bisa. Waktu itu ada pintu tapi sekarang sudah
tidak ada.”
Mendengar bunyi orang memukul-mukul dinding maka meloncatlah hantu
yang berbentuk tikus dari sebelah.
“Aduhh.. mengapa hewan ini bisa berjalan turun naik tiang itu? Andai saja kita
berdua.. kita apakan saja dia? sini, beri aku parangmu! Supaya aku bunuh saja
dia.”
“Ehh.. apa yang kau lakukan dengan membunuh aku?” kata tikus.
“Bagiamana tidak? Kau bisa naik turun sedangkan aku tidak,” jawab Rombiya.
“Kalau kau ingin turun, beritahu aku baik-baik. Jangan bunuh aku, aku adalah roh
nenek moyangmu. Aku bukan tikus biasa.”
“Kalau aku tahu seperti itu kau sudah lama di sini beritahu aku, aku tidak tahu
kau,” kata Rombiya pada tikus.
“Kalau kau mau keluar, supaya aku mengeluarkanmu. Jangan seperti itu.”
“Jika seperti itu, seperti katamu kalau kau adalah roh nenek moyangku maka aku
tidak membunuhmu.”
Ia kemudian naik ke atas tiang kodiring, kemudian digigitnya. Sekiranya
mereka berdua cukup melalui lubang itu.
“Bagaimana? Kalian berdua sudah bisa lewat?” ia kemudian turun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
“Tunggu sebentar. Aku mau memberitahu kakak iparku dulu supaya dia tidak
bingung jika Awak pulang ke rumah. Sudah lama rasanya, sudah berbulan-bulan
tapi tidak pernah pulang. Percuma saya bersuami tapi tidak bertemu dengan
orangnya. Hanya bertemu ketika kami berdua menikah dulu saja, setelah itu aku
tidak pernah bertemu dengannya lagi. Sia-sia saja aku menikahinya,” kata
Rombiya.
Tikus itu pun terus menggigit dinding hingga tembuslah ke sebelah.
Rombiya terus membangunkan kakak iparnya. Tiba-tiba lidah kakak iparnya
terjulur hingga sebatas dada karena terus diguncang oleh Rombiya. Kakak iparnya
kemudian menggelitiki tubuh Rombiya.
“Aduhh.. Kakak! Jangan seperti itu, nanti aku berubah menjadi labu. Jadi aku mau
memberitahumu,” kata Rombiya. “Aku mau pulang ke rumah ibuku, sudah lama
tidak berkunjung ke sana.”
“Ohh.. pulanglah sana,” jawabnya.
“Tolong beritahu Awak, supaya tidak bingung.”
Ia pun kembali ke sebelah dan kemudian membaringkan tubuhnya. Setelah
itu, mereka berdua pun turun. Ia merasa sedikit tuli, ia tidak tahu mana hulu dan
mana hilir.
“Ahh, bagaimana ini kita berdua ini? Lewat mana kalau mau ke hulu?” katanya.
“Karena ketika kita ke sini menggunakan perahu.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
“Begini,” kata tikus. “Lewat sebelah sini. Kau lewat tanjung kemudian kau pulang
ke ibumu sana. “Nanti kalau sudah sampai di sana, suruhlah ibumu mengambil
abu di dapur, telur ayam untuk makanannya supaya menyerupai kalian berdua.
Agar Awak beristerikan abu itu dan tidak lagi beristerikan kau. Sedangkan kau
sudah pulang.”
“Baiklah jika seperti itu.”
“Kemudian panggillah roh kalian berdua.”
Tidak beberapa lama dari situ, tikus itu pun pulang ke rumahnya. Rombiya
pun berjalan ke rumahnya. Sesampainya di seberang rumah ibunya, ia kemudian
memanggil.
“Aduhaii..” kata ibunya. “Rombiya dulu sepertinya itu, sudah lama tidak bertemu
dan melihatnya,” lanjut ibu Rombiya sambil memotong makanan babi. Anak
paling bungsu pun melihat siapa yang memanggil.
“Lihat sana anak, siapa itu? Seperti suara Rombiya yang aku dengar.” Anak
bungsu pun pergi untuk melihat.
“Ahh.. keterlaluan sekali. Tidak seperti kita manusia.”
“Jangan seperti itu anak, masih bersyukur dia pulang.”
Ia menyeberangkan mereka berdua. Setelah menyeberang, Rombiya
membasuh wajahnya dan naik ke rumah. Ia tidak ingin mandi, ia merasa lemah
karena menahan lapar selama tujuh hingga delapan hari. Minum pun ia tidak mau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
Sesampainya di rumah, ibunya segera memasak air panas untuk mereka berdua
mandi. Tidak beberapa lama, mereka berdua pun makan namun tenggorokan
terasa terkatup karena selama ini minum pun tidak. Dua hingga tiga hari tinggal
bersama ibunya ia pun mulai berbicara. Ia juga sudah mampu turun naik ke sungai
untuk mandi.
“Begini, kata tikus padaku Ibu. Aku tidak bisa keluar jika tidak karena
bantuannya. Tikus itu berbicara saat aku akan membunuhnya, tapi ia melarangku.
Aku nenek moyangmu, katanya kepadaku sehingga aku tidak jadi membunuhnya.
Kalian berdua nanti kalau sudah sampai di sana, suruh ibumu Nopahtung kalian
berdua menggunakan abu. Agar menjadi ganti istri Awak Kesanduk.”
Ibunya pun segera melakukan seperti yang dikatakan Rombiya,
menyiapkan segala makanannya.
“Apa makanannya kata tikus waktu itu?”
“Telur ayam, sirih pinang. Garam sebagai hatinya supaya jadi. Benturkan kepada
kami berdua tiga kali dan kami berdua meludahinya terlebih dahulu kemudian
dibuang.” Ibunya pun melakukannya. Setelah selesai, wajah mereka berdua mulai
berseri dan makan pun lahap.
Terlemparlah manusia abu itu dan Awak Kesanduk segera menangkapnya.
“Inilah istriku. Aku tidak beristrikan Rombiya lagi, tidak perlu aku beristrikan
orang yang masak saja tidak bersamaku. Aku sudah berharap ketika menikahinya
tapi aku tidak tinggal bersamanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Manusia abu itulah yang menjadi istrinya, ia tidak lagi beristrikan
Rombiya. Manusia abu itulah yang menemaninya mencari ikan dan daging.
Manusia abu itu pandai masak, sedangkan Rombiya sudah pulang ke pada ibunya
dan sudah tidak lagi bersama Awak Kesanduk.
Penerjemahan : Tursina Ayun Sundari
Terjemahan Mitos Teks B
Rombiya sudah beranjak dewasa. Orang-orang datang pagi pulang malam
dan datang malam pulang pagi untuk melamar Rombiya.”Aduhhaii..” kata ibunya.
Jika Rombiya mengatakan setuju, orangtuanya melarang. Begitu pula sebaliknya
ketika orangtuanya setuju Rombiyalah yang tidak mau. Mata anak tangga pun
tenggelam satu, sirih tinggal yang muda saja dan pinang tinggal yang masih muda
karena terlalu banyak orang datang ke rumah.
“Ooh..” kata ibunya. “Tidak tahan anak, aku dan bapakmu akan tidur di
ladang saja. Lebih baik kami berdua mencari ikan,” lanjutnya. “Memasang jerat
dan pancing.” Rombiya pun tinggal sendiri di rumah.
“Ahh Ibu..” jawabnya. “Jangan khawatir, nanti menikah nanti tidak. Jika yang
melamar adalah Romamang Sandung maka akan aku terima.”
Sudah sehari dua hari hingga hari ketiga ia tinggal sendiri, berbunyilah
Korasak Turak Buran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
“Ahh.. Romamang Sandung,” katanya. “Rombiya berkata jika ia menunggumu
untuk menikah.”
“Ehh.. apakah benar yang kau katakan?” kata Romamang.
“Benar..”
“Baiklah kalau begitu,” kata Romamang.
“Janganlah kalian tidur siang nanti Ibu! Masaklah untukku!”
Ibu Romamang segera masak. Ia menanak nasi dan sayur. Setelah matang,
ia mengangkat sayur, mencuci piring, menghidangkan nasi sayuran dan
menyiapkan air untuk mencuci tangan.
“Romamang.. makanlah!” kata ibunya. Romamang pun makan, setelah makan
hingga kenyang ia mencuci tangan dan minum. Ia kemudian duduk untuk makan
sirih pinang.
“Bu.. ambilkan untukku kain untuk lamaran!” katanya. “Ambil pakaian, sarung
dan rabai sambon,” lanjutnya.
Ibunya pun menyiapkan barang-barang yang diminta oleh Romamang. Ia
kemudian mengambil satu buah gong sebagai mas kawin. Ia juga mengambil
parang dan tombak. Setelah semuanya siap, Romamang pun berangkat dengan
membawa syarat-syarat untuk melamar. Romamang menuruni anak tangga, ia
menoleh ke hilir dan ke hulu. Dilihatnya kuali untuk tempat makan babi dan
diambilnya. Ditariknya ke sungai untuk menjadi sampan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Sampailah di sungai, Romamang meletakkan barang-barangnya ke dalam
kuali tersebut. Ia kemudian naik ke situ. Sekuat tenaga didayungnya ke arah hilir,
tujuh kali ke hilir dan tiba-tiba sampannya mudik ke arah hulu dengan sendirinya.
Setelah melewati satu tanjung dilihatnya lanting milik Rombiya. Ia
menyeberangkan sampannya dan berhenti di lanting Rombiya. Ia mengangkat
kuali tempat makan babi itu ke atas lanting, ia juga mengambil sarung parang,
bibit kelapa, gong, kain untuk melamar dan kemudian dia menaiki tangga.
Sesampainya di kepala tangga dan menginjak tanah, ia melihat ke hilir dan
ke hulu. Ia melihat orang mondar-mandir. Ada yang ke hulu dan ada yang ke hilir.
Ia kemudian terus berjalan menuju tangga rumah. Romamang berdehem.
Rombiya yang sedang duduk pun menoleh.
“Silakan naik,” katanya. “Ada orang kok tinggal di sini.” Rombiya segera
menghidangkan sirih pinang. Romamang pun naik. Sampai di depan pintu, ia
meletakkan parang, tombak dan gong untuk lamarannya. Ia pun duduk di mulut
pintu.
“Itu sirih pinang, silahkan!” kata Rombiya.
“Iya, aku ini adalah Romamang Sandung yang kau sebut. Korasak Tuak
mengatakan bahwa kau ingin menikah denganku. Oleh karena kau telah
menyebut namaku maka aku datang ke sini untuk melamarmu,” kata Romamang.
“Aduh..aduhh..” kata Rombiya. “Kapan aku bertemu dengan Dia?” tanya
Rombiya. “Aneh sekali.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Mendengar seperti itu Rombiya pun bangun dari duduknya. Ia menyalakan
api, mengambil beras dan mencucinya. Rombiya menanak nasi, setelah mendidih
tujuh kali, nasinya matang. Rombiya membongkar kayu api hingga hanya
menyisakan baranya saja. Rombiya kemudian memasak sayur. Ia mengambil salai
ikan untuk dijadikan sayur. Dimasukan garam, cabe dan tempoyak ke dalam
sayurnya. Setelah mendidih sebanyak tujuh kali, sayurnya pun matang dan
diangkat. Ia mencuci piring, menyediakan air untuk mencuci tangan dan air
minum. Semuanya siap dan Romamang pun dipanggil untuk makan. Romamang
pun bangun untuk makan. Ia mencuci tangan, mengambil nasi dan mulai makan.
Setelah selesai makan ia pun duduk untuk makan sirih pinang.
“Eh.. Rombiya segera kemasi pakaianmu,” kata Romamang kepada
Rombiya. “Aku tidak bisa lama, hari aku melamar maka hari itu pula aku
membawamu bersamaku,” lanjutnya.
“Aduhh..aduhh,” jawab Rombiya. “Bagaimana ini? Orangtuaku tidak ada di sini?”
“Kau bisa memberitahukan pada tetanggamu,” katanya. “Aku lihat banyak orang
di kampung ini.”
Rombiya pun mengemasi barang-barang yang akan dibawanya. Ia juga
membawa nasi dan sayur kemudian memberi makan anak anjingnya. Setelah ia
selesai memberi makan anak anjing, Rombiya mengemasi barang-barangnya.
Pakaian, sarung dan juga selimut turut dibawanya. Ia mengambil beras tiga katang
(tiga puluh canting) untuk bekalnya. Dimasukannya barangnya di dalam borasai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
(guci) yang kemudian dimasukan ke dalam tajung (tas dari rotan). Tidak lupa ia
juga membawa parang.
“Ah.. aku dulu saja ya..” kata Romamang. “Ke sungai sana.”
Rombiya pun selesai mengemasi barang, ia termenung beberapa saat
karena tidak ingin pergi. Ia lalu memberitahu tetangganya bahwa ia pergi bersama
Romamang yang melamarnya. Setelah itu perasaannya menjadi tidak enak.
Namun, ia tetap berangkat dengan menggendong tajung miliknya. Ia memegang
parang dan memanggil anak anjingnya. Anjingnya pun berjalan mengikutinya.
Rombiya menutup pintu dan kemudian menuruni anak tangga. Sesampainya di
tanah, ia melewati halaman rumahnya. Sampai di kepala tangga di sungai ia
melihat kuali untuk tempat makan babi sebagai sampan. Ia kembali berdiri dengan
termenung di kepala tangga. Ingin turun ingin tidak.
“Ehh.. turunlah Rombiya!” kata Romamang.
Rombiya pun turun sambil memanggil anak anjingnya, ia merasa ragu untuk naik.
“Naiklah!” kata Roammang. “Ini cukup kok! Jangan kau lihat kecil seperti ini.”
Ia meletakkan tajung (tas yang terbuat dari rotan) dan juga parangnya.
Diangkatnya anak anjingnya dan kemduian ia pun duduk. Romamang pun mulai
mendayung ke hulu sebanyak tujuh kali dan sampan pun milir ke hilir. Tidak
memakan waktu yang lama mereka pun sampai di lanting Romamang. Mereka
berhenti dan Romamang segera naik ke lanting. Rombiya kemudian mengikuti
Romamang sambil mengangkat tajung, parang dan juga anak anjingnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
“Kau pelan-pelan saja!” kata Romamang.”Mandilah, nanti aku ke rumah duluan.”
Rombiya meletakkan barang bawaannya. Ia kemudian mencuci pakaian
dan sarungnya kemudian mengganti pakaiannya. Rombiya pun naik ke atas.
Sesampainya di tanah ia melihat ke hilir dan dilihatnya hutan. Ia kemudian
melihat ke hulu juga sama seperti itu. Kemudian ia pun terus berjalan. Sampailah
ia di tangga rumah, dilihatnya orang menjemur pakaian. Ia terus berdiri di anak
tangga.
“Eh.. Rombiya silakan masuk.”
Rombiya pun naik dan masuk ke rumah. Ibu Romamang pun terbangun.
“Ehh.. silakan Rombiya, kau tingggal bersama kami. Naiklah!”
Setelah menjemur pakaian ia pun naik. Rombiya segera meletakan tajung
dan parangnya di kamar Romamang. Anjingnya juga ikut naik. Tidak lama
kemudian ia duduk. Ibu Romamang segera mengambil parang dan manik-manik.
Menyiapkan pakaian Rombiya, anting-anting dan cincin. Ibu Romamang
kemudian menangkap ayam yang patah sayapnya. Manik-manik yang patah dan
juga piring yang pecah. Ia lalu mohpas Rombiya. Setelah mohpas, ia kemudian
memotong ayam tersebut dan nyahkik (memberkati) Rombiya. Memasangkan siro
(gelang manik-manik), anting-anting, kalung dan gelang. Ia kemudian memasak,
mencuci panci, mengambil beras dan menyalakan api. Api pun menyala dan ia
segera menanak nasi, merebus air untuk membersihkan ayam. Ia mencabuti bulu
ayam dan membersihkan ususnya. Nasi pun matang dan setelah memotong-
motong ayam ia pun mulai memasak sayur. Sayurannya pun mendidih dan ia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
memasukan garam cabai dan tempoyak ke dalam sayurnya. Tidak lama kemudian
sayurannya pun masak dan segera dihidangkannya, ia mencuci piring dan
menyediakan air untuk mencuci piring serta air minum.
“Mari kita makan istri Romamang.”
Rombiya pun duduk untuk makan, ia merasa makanan itu sangat enak.
Setelah makan ia duduk mengobrol hingga hampir setengah hari.
“Hari sudah malam, tidurlah Rombiya,” kata Romamang. “Begini.. kau kalau
pagi-pagi hari sudah terang segera masak nasi dan sayur. Setelah itu hidangkan
untuk kita dan siapkan bekalku. Jangan lupa sirih pinang dimasukkan juga!”
lanjutnya. “Aku sedang membuat sampan.”
Rombiya melakukan seperti yang diminta oleh suaminya. Baru bangun
tidur ia segera masak nasi sayur dan makan. Setelah itu ia menyiapkan bekal
untuk Romamang, begitu terus setiap hari. Orang-orang di rumah itu jika siang
hari tidur dan jika malam hari memanggil anjing dan babi. Menumbuk padi, pergi
berburu dan berjalan bagi yang laki-laki. Rombiya pun tidak bisa tidur ketika
siang hari dan tidak pergi kemana pun. Begitu terus hingga berasnya sisa satu
canting.
“Aduhh..aduh..” kata Rombiya. “Bagaimana aku ini? Ayo anak anjing!” Ia
segera makan dan memberi makan anak anjingnya, setelah memberi makan anak
anjingnya ia pun berangkat.
“Temani aku mencari rebung, kemarin aku melihat ada rebung di hulu rumah.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Anak anjing itu pun berangkat, mereka berdua mencari rebung. Di hulu
rumah sangat banyak rebung, ia terus mengambil rebung hingga penuh tajungnya.
Melompatlah seekor kancil.
“Heh..heh..heh..” katanya. “Gonggong kancil itu anak anjing agar kita
memasaknya nanti!”
Tiba-tiba, “Heh.. heh.. heh.. mengapa kau mau melukai aku? Jangan lakukan itu,
nanti aku menunjukan jalan untukmu.”
“Bagaimana mau pulang? Aku istri Romamang,” kata Rombiya.
“Tidak,” kata kancil. “Romamang jika siang hari berubah menjadi kijang dan
tidur di padang ilalang di atas itu,” katanya. “Lebih baik kau pulang saja! Ambil
semua pakaianmu dan semua barang-barangmu. Jangan kau tinggalkan. Nanti aku
antar kau pulang ke orangtuamu,” lanjut kancil.
“Ehh.. benarkah kancil?”
“Iya, benar,” kata kancil. ”Dia tidak akan mencarimu.”
Rombiya kemudian pulang, rebungnya tadi dibuangnya. Ia pulang ke
rumah. Sesampai di sana ia segera mengemasi barang-barangnya. Selimut dan
kelambu juga diambilnya. Ia juga mengambil anak anjingnya. Ketika akan
berangkat, ia memanggil anak anjingnya. Anak anjingnya pun berjalan mengikuti
Rombiya.
“Ahh.. lewat rawa-rawa kancil ini. Nanti Dia rasakan.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
“Bagaimana dengan aku?” kata kancil. “Ikuti saja aku! Lihat jejakku.
Nanti kau melewati rawa-rawa dan kemudian naiklah melewati bukit itu. Lewati
lereng bukit yang panjang itu. Nanti ambillah kayu pahting jorik, ambil yang
sudah kering. Setelah itu dibakar dan dimatikan apinya. Jika hari sudah menjelang
malam kau benturkan ke dirimu. Kenakan gelang menggunakan manik-manik
sebagai pengganti rohmu. Itulah yang akan menjadi gantinya, Romamang tidak
akan mencarimu. Yang penting ketika kau Nopahtung, ambillah parang dan
parangkan ke tanah. Itulah yang akan menjadi jalan patung nantinya. Patung
itulah yang akan tinggal bersama Romamang, bukan kau lagi,” Kata kancil
kepada Rombiya.
Rombiya pun melewati bukit itu, semakin ke hulu dan sedikit menurun
sampailah di halaman rumah Ibu Rombiya. Berlarilah anak anjingnya dan naik ke
rumah saat Ibu Rombiya sedang makan sirih.
“Ehh.. sepertinya ini anak anjing kita!” Ia pun berdiri dan melihat Rombiya.
Rombiya pun naik.
“Mengapa kau pucat sekali anak?” katanya. Ia segera memeluk dan mencium
anaknya.
“Di mana suamimu?”
“Ah.. kancil yang mengantar aku dan anak anjing tadi.”
“Lalu di mana kancil itu?
“Sudah pergi.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
Ibunya pun segera menghidangkan makanan. Setelah Rombiya selesai
makan, ia duduk untuk nyirih. Rombiya kemudian mandi dan mencuci
pakaiannya. Setelah mandi dan mencuci ia menjemur pakaiannya. Ia pulang ke
rumah dan hari pun malam. Ia melakukan seperti yang dikatakan oleh kancil.
Penerjemah : Tursina Ayun Sundari
Terjemahan Mitos Teks C
Jadi pada zaman dahulu, anak Rombiya sedang sakit. Ia tidak berselera
makan karena sakit.
“Kau antar aku menangkap ikan!” katanya kepada Romamang. ”Siapa tau anak
kita mau makan”
“Ayoo..,” kata Romamang.
Mereka berdua pun berangkat menjaring ikan di sungai. Banyak sekali
ikan di sungai tersebut. Semakin ke hulu semakin banyak ikan yang mereka
peroleh.
“Ooo.. Rombiya, ayo kita pulang. Langit mendung,” katanya.
“Jangan seperti itu,” jawabnya. ”Aku menjaring ikan di borohuk (bagian sungai
yang dalam), banyak ikannya.”
“Sudahlah! Sudah penuh tenget (tas dari anyaman bambu) mu itu.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Rombiya pun tetap menjaring ikan. Namun.. tidak lama kemudian angin
ribut dan hujan deras. Romamang pun bersembunyi di dalam sebatang kayu. Ia
berniat berteduh karena hujan namun ia berubah menjadi rotan. Rombiya pun
merasa kedinginan. Ia kemudian ke hilir menyusuri sungai sambil memanggil
Romamang.
“Oo.. Romamang?” panggilnya.
“Aku di sini,” jawabnya. Ia tetap memanggil sambil mencari suaminya.
“Sini.. sini terus kau ini. Di mana?”
Romamang kemudian menggoyangkan pucuk rotan itu. Rotan itu
menggoyangkan dirinya.
“Ini adalah aku,” katanya. ”Aku bukan Romamang manusia, aku Romamang
rotan. Pulang saja sana ke anakmu. Kalau ada anak kita yang sakit dan anak
cucumu kurus kering dan bermimpi buruk,” katanya. ”Ambil aku sebagai
topahtung!” katanya lagi. ”Nanti aku menolong mereka, sehingga keturunanmu
menjadi banyak. Mereka akan bersamaku,” lanjutnya.
“Oohh..” kata Rombiya, ia pulang dengan berurai air mata. Suaminya tidak ikut
pulang bersamanya.
“Carilah suami yang baru, Romamang manusia,” katanya. ”Akuk Romamang
rotan.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
Rombiya pun pulang dengan menyusuri sungai sambil kedinginan karena
hujan. Anaknya di rumah masih demam.
“Sudahlah,” ujarnya. ”Aku akan melakukan seperti yang dikatakan oleh
Romamang rotan saja,” katanya. Ia pun segera mengambil rotan dan juga sirih
pinang. Kemudian ia Nopahtung, anaknya diletakkan di batang pohon. Anaknya
pun sembuh. Begitu pula aku meniru Rombiya, rotan ini untuk mengembalikan
rohnya supaya rotan ini yang menjadi temannya. Dialah yang dikejar hantu dan
dikejar bayi.
Penerjemah : Tursina Ayun Sundari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Lampiran 3
Daftar Gambar
Gambar : Beras dan Siro (gelang)
Gambar : Persyaratan Nopahtung menggunakan abu dapur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
Gambar : kodiring (tempat menyimpan tulang/kuku/rambut/abu orang yang
sudah meninggal)
Gambar : Upacara Nopahtung (dukun sedang membenturkan kayu ke tubuh
orang yang sakit).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI