Stroke

50
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia penyakit stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat, stroke menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Diperkirakan ada 700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan serangan berulang. Menurut WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh dunia dan terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55 dan 85 tahun. (Goldstein,dkk 2006; Kollen,dkk 2006; Lyoyd-Jones dkk,2009). Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke tahun. Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah jantung dan kanker. Disamping itu, stroke juga merupakan penyebab kecatatan. Sehingga keadaan tersebut 1

description

KMB

Transcript of Stroke

Page 1: Stroke

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia

penyakit stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat,

stroke menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan

kanker. Diperkirakan ada 700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap

tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan serangan berulang. Menurut

WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh dunia dan

terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55

dan 85 tahun. (Goldstein,dkk 2006; Kollen,dkk 2006; Lyoyd-Jones dkk,2009).

Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke

tahun. Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah

jantung dan kanker. Disamping itu, stroke juga merupakan penyebab

kecatatan. Sehingga keadaan tersebut menempatkan stroke sebagai masalah

kesehatan yang serius.

Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya

gejala stroke, belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap

program terapi untuk pencegahan stroke ulang yang rendah merupakan

permasalahan yang muncul pada pelayanan stroke di Indonesia. Keempat hal

tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kejadian stroke baru, tingginya

angka kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian stroke ulang di

Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

1

Page 2: Stroke

Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau

ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf.

Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya,

Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi

kesehatan.

Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih

merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada

umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi

penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan

promotif.

Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap,

tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke

yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan

Stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang

ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai Stroke yang

menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.

2

Page 3: Stroke

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

2. Tujuan Khusus

C. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari empat BAB, yaitu : BAB I Pendahuluan berisi

latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan makalah; BAB II

konsep dasar penyakit Stroke yang berisi anatomi fisiologi system persyarafan

(otak), pengertian stroke, klasifikasi katarak, penyebab katarak, patofisiologi

katarak, manifestasi klinik katarak, pemeriksaan diagnostik katarak; BAB III

Konsep asuhan keperawatan klien dengan katarak, berisi pengkajian, diagnosa

keperawatan, intervensi, dan evaluasi; serta BAB IV Penutup yang berisi

kesimpulan dan saran.

3

Page 4: Stroke

BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE

A. Anatomi Fisiologi Sistem Persyarafan (Otak)

1. Otak

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih

100 triliun   neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak

besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.

(Satyanegara, 1998).

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan

korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis

yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-

gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses

dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus

temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan

lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima

informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh

duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya

dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks

yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus

dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula

oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata

merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor,

pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons

merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras

4

Page 5: Stroke

kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.

Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi

aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan

pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,

epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan

pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat

dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan

hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas

kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus  berperanan pada beberapa dorongan

emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan

dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan

emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

2. Sirkulasi darah otak

Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi

oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi

oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da

dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk

sistem anastomosis,  yaitu sirkulus Willisi. (Satyanegara, 1998)

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis

komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke

dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi

arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah

pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,

kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus

frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks

5

Page 6: Stroke

motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,

parietalis dan frontalis korteks serebri.

Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi

yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,

setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu

membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak

tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri

posterior.  Cabang-cabang   sistem  vertebrobasilaris ini memperdarahi

medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon.

Arteri  serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian

diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan

organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)

Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena

interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan

kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan

mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis

lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke

jantung. (Harsono, 2000)

B. Pengertian Stroke

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang

berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan

gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan

kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro

Susilo, 2000)

Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut

dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara

spontan bukan oleh karena trauma kapitis. (UPF, 1994)

6

Page 7: Stroke

Penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelaianan

otak baik secara fungsional maupun structural yang disebabkan oleh keadaan

patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh system pembuluh

darah otak. Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang

terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi

parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat

sementara atau permanen.(Doenges,1999)

Dengan demikian stroke dapat didefinisikan adanya tanda-tanda klinik

yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global)

dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih disebabkan

oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh

karena trauma kapitis. Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah

robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral

oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang

bersifat sementara atau permanen.

C. Etiologi Stroke

Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari

empat kejadian yaitu:

1. Trombosis serebral

Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral

adalah penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab

paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit

kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat

mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa

mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi

intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral

tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,

hemiplegia, atau parestesia pada setengah

7

Page 8: Stroke

tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau

hari.

2. Embolisme serebral

Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-

cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau

hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan

kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah

karakteristik dari embolisme serebral.

3. Iskemia serebral

Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama

karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

4. Haemorhagi serebral

a. Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah

kedaruratan

bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini

biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah

arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam

cedera untuk mempertahankan hidup.

b. Haemorhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi

epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena

robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan

menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien mungkin

mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda

atau gejala.

c. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau

hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme

pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada

otak.

8

Page 9: Stroke

d. Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak

paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis

serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya

menyebabkan rupture pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba,

dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas

deficit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan

abnormalitas pada tanda vital.

Faktor resiko pada stroke (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

a. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat

mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.

Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan

apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan

terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.

b. Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang

berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan

menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut

kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya

akan menyebabkan infark sel – sel otak.

c. Penyakit Jantung

Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor

risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena

jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke

dalam aliran darah.

d. Hiperkolesterolemi

Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density

lipoprotein

9

Page 10: Stroke

(LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis

(menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan

elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar

HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya

penyakit jantung koroner.

e.Infeksi

Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah

tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.

f. Obesitas

Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.

g. 7. Merokok

Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.

h. 8. Kelainan pembuluh darah otak

Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan pecah dan

menimbulkan perdarahan.

Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)

Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar

estrogen tinggi)

Penyalahgunaan obat ( kokain)

Konsumsi alkohol

13. Lain – lain

Lanjut usia, penyakit paru – paru menahun, penyakit darah, asam urat yang

berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.

D. Patofisiologi Stroke

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami

perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa

hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.

10

Page 11: Stroke

Arteriol-arteriol dari cabang-cabang lentikulostriata, cabang tembus

arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar

mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama . Kenaikan darah

yang “abrupt” atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat

menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.

Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut

sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur

anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik .

Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah

hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa

merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya

fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi

destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat

dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen

magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,

dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.

Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan

otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang

relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan

menebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase

otak.

Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik

akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah

yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar

menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko

kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan

11

Page 12: Stroke

lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-

60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah

5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).

12

Page 13: Stroke

E. Manifestasi Klinik Stroke

Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke terdiri atas:

a. Defisit Lapang Penglihatan

1 Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)

Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilanga n, penglihatan,

mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.

2 Kehilangan penglihatan perifer

Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.

3 Diplopia

Penglihatan ganda.

b. Defisit Motorik

1. Hemiparesis

Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.

Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).

2. Ataksia

Berjalan tidak mantap, tegak

Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.

3. Disartria

Kesulitan dalam membentuk kata.

13

Page 14: Stroke

4. Disfagia

Kesulitan dalam menelan.

c. Defisit Verbal

1. Afasia Ekspresif

Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu

bicara dalam respon kata tunggal.

2. Afasia Reseptif

Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mam pu bicara tetapi tidak

masuk akal.

3. Afasia Global

Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.

4. Defisit Kognitif

Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,

penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi ,

alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.

5. Defisit Emosional

Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,

penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik

diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi

14

Page 15: Stroke

F. Pemeriksaan Diagnostik Stroke

1. Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan

kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,

penyakit sistem saraf / penglihatan ke retina / jalan optik.

2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro

vaskuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis, glukoma.

3. Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg).

4. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng

optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan

pemeriksaan berlahap-lampu memastikan diagnosis katarak.

5. Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemi sistemik /

infeksi.

6. EKG, kolesterol serum, lipid.

7. Tes toleransi glukosa : kontrol DM (Andra 2013, h.66).

15

Page 16: Stroke

G. Komplikasi Stroke

A. Komplikasi stroke menurut Smeltzer (2002,hal 2131):

a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)

1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat

mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya

menimbulkan kematian.

2) Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium

awal.

b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)

1) Pneumonia: Akibat immobilisasi lama

2) Infark miokard

3) Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada

saat penderita mulai mobilisasi.

4) Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.

c. Komplikasi Jangka panjang

Stroke rekuren, infark miokard, ga ngguan vaskular lain: penyakit vaskular

perifer.

H. Penatalaksanaan Medik Katarak

Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai

berikut:

1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:

a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan

lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu

16

Page 17: Stroke

pernafasan.

b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha

memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat

mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan

gerak pasif.

Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,

tetapi

     maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra

arterial.

3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat

reaksi  

    pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:

1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan  

    membuka arteri karotis di leher.

2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan

manfaatnya  

    paling dirasakan oleh pasien TIA.

3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.

4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

KLASIFIKASI

Menurut Satyanegara(1998), gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

a. Non Haemorrhagi/Iskemik/Infark

1) Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas

17

Page 18: Stroke

TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan

sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler,

dengan lama serangan sekitar 2 -15 menit sampai paling lama 24 jam.

2) Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurologi

Defisit(RIND) Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih

lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang

dari tiga minggu).

3) In Evolutional atau Progressing Stroke merupakan Gejala gangguan

neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau lebih.

4) Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke ) merupakan

Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode

waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut.

b. Stroke Haemorrhagi

Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perda rahannya, yakni

di rongga subararakhnoid atau di dalam parenkhim otak (intraserebral). Ada

juga perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas seperti:

perdarahan subarakhnoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya.

Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak

spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.

18

Page 19: Stroke

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KATARAK

A. Pengkajian Data

1. Riwayat

a. Riwayat penyakit : trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid,

penyakit diabetes melitus, hipotiroid, uveitis, glaukoma.

b. Riwayat keluhan gangguan : stadium katarak.

c. Psikososial : kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh,

berkendaraan.

2. Pengkajian umum

a. Usia

b. Gejala penyakit sistemik : diabetes melitus, hipotiroid.

3. Pengkajian khusus mata

a. Dengan pelebaran pupil, ditemukan gambaran kekeruhan lensa (berkas

putih) pada lensa.

b. Keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut.

c. Penurunan tajam penglihatan (miopia).

d. Bilik mata depan menyempit.

e. Tanda glaukoma (akibat komplikasi) (Anas 2011, h.61).

4. Aktivitas istirahat

Gejala yang terjadi pada aktivitas istirahat yakni perubahan aktivitas

biasanya hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.

19

Page 20: Stroke

5. Neurosensori

Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah penglihatan kabur/tidak jelas,

sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,

kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa diruang gelap.

Penglihatan berawan atau kabur, tampak lingkaran cahaya atau pelangi disekitar

sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan. Gejala

tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil

(katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan

(glukoma berat dan peningkatan air mata).

6. Nyeri/kenyamanan

Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan atau mata berair. Nyeri tiba-tiba

atau berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.

7. Pembelajaran/pengajaran

Pada pengkajian klien dengan gangguan mata (katarak) kaji riwayat keluarga

apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress,

alergi, gangguan vasomotor seperti peningkatan tekanan vena,

ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi,

steroid/toksisitas fenotiazin.

20

Page 21: Stroke

A. Diagnosa Keperawatan

1. Pre Operasi

a. Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya

pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan.

b. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

c. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan

penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.

2. Post Operasi

a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

b. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan

gangguan penerimaan sensori / status organ indera.

c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terputusnya

kontinuitas jaringan pasca operasi.

d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan

perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.

e. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

f. Diagnosa Psikososial :Kurang pengetahuan berhubungan dengan

keterbatasan sumber informasi.

21

Page 22: Stroke

B. Perencanaan

Pre Operasi

1. Diagnosa keperawatan : cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan

sensori dan kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan

dilakukan.

Tujuan : menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi, penenmaan

pembedahan dan pemahaman instruksi.

Kriteria hasil : mengucapkan pemahaman mengenai informasi.

Rencana tindakan :

a. Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk

mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman.

Jawab pertanyaan, beri dukungan dan bantu pasien dengan metode

koping.

Rasional : informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak

diketahui.Mekanisme koping dapat membantu pasien berkompromi

dengan kegusaran, ketakutan, depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan

dan penolaka.

b. Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.

Rasional: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi

ansietas dan meningkatkan keamanan.

c. Jelaskan rutinitas persiapan operasi dan tindakan operasi yang akan

dilakukan.

22

Page 23: Stroke

Rasional: Pasien yang telah mendapat banyak informasi akan lebih

mudah menerima pemahaman dan mematuhi instruksi.

d. Jelaskan intervensi sedetil-detilnya. Perkenalkan diri anda pada

setiap interaksi, terjemahkan setiap suara asing, pergunakan

sentuhan untuk membantu komunikasi verbal.

Rasional: Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung

pada masukan indera yang lain untuk mendapatkan informasi.

2. Diagnosa Keperawatan : Resiko Cedera berhubungan dengan

kerusakan penglihatan.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cedera

dapat dicegah.

Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk

menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.

Rencana tindakan :

a. Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataan meja

kursi tanpa orientasi terlebih dahulu.

Rasoinal : Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko

cedera.

b. Orientasikan pasien pada ruangan.

Rasional : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.

c. Bahas perlunya penggunaan persisai metal atau kacamata bila

diperintahkan. Rasional : Tameng logam atau kacamata

melindungi mata terhadap cedera.

23

Page 24: Stroke

3. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan

penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat

meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.

Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap

perubahan, mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam

lingkungan.

Rencana tindakan :

a. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata

terlibat.

Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab

kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila

bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada aju yang berbeda. Tetapi

biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.

b. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata

dimana dapat terjadi bila menggunakan obat teles mata.

Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah

tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.

c. Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya

memperbesar ± 25%, penglihatan perifer hilang, dan buta titik

mungkin ada.

Rasional : Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat

menyebabkan bingunng penglihatan/ meningkatkan resiko cedera

sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.

24

Page 25: Stroke

Post Operasi

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi tidak terjadi.

Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase

purulen, eritema, dan demam.

Rencana tindakan :

a. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.

Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontamenasi

area operasi.

b. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.

Rasional : Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.

c. Observasi/diskusikan tanda terjadinya infeksi, contoh : kemerahan, kelopak

bengkak, drainase purulen.

Rasional : Infeksi mata terjadi 2 sampai 3 hari setelah prosedur dan

memerlukan upaya intervensi.

d. Berikan obat sesuai indikasi. Antibiotic (topical, parenteral, subkonjungtiva)

dan steroid.

Rasional : Sediaan topical digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih

agresif diperlukan bila terjadi infeksi. Steroid digunakan untuk menurunkan

inflamasi.

25

Page 26: Stroke

2. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan

penerimaan sensori / status organ indera.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat

meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.

Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap

perubahan, mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam

lingkungan.

Rencana tindakan :

a. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata

terlibat.

Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab

kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila

bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda. Tetapi

biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.

b. Observasi tanda dan gejala disorientasi.

Rasional : Berada dalam lingkungan baru dengan mengalami

keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung.

c. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimana

dapat terjadi bila menggunakan obat teles mata.

Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah

tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.

d. Ingatkan pasien untuk menggunakan kacamata katarak yang tujuannya

memperbesar ±25%, penglihatan perifer hilang, dan buta titik mungkin

ada.26

Page 27: Stroke

Rasional : Perubahan ketajaman dapat menyebabkan gangguan

penglihatan/ meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk

mengkompensasi.

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan operasi yang akan

dilakukan.

Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyamanan mata.

Kriteria hasil : Menyangkal ketidaknyamanan mata, tak ada merintih, ekspresi

wajah rileks.

Rencana tindakan :

a. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terus-

menerus, sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang intesitas pada skala 0-10.

Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan

pilihan/ keefektifan intervensi.

b. Berikan analgesik resep sesuai pesanan dan mengevaluasi keefektifan. Beri

tahu dokter bila nyeri mata menetap atau memburuk setelah pemberian

pengobatan.

Rasional : Analgesik memblokir jaras nyeri. Ketidaknyamanan mata berat

menandakan perkembangan komplikasi dan perlunya perhatian medis segera.

Ketidaknyamanan ringan diperkirakan.

a. Berikan anti inflamasi dan agen anti infeksi oftalmik yang diresepkan.

Rasional : Untuk menurunkan bengkak dan mencegah infeksi.

27

Page 28: Stroke

b. Berikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan teknik

aseptik. Ajarkan pasien bagaimana memberikan kompres dengan

menggunakan teknik aseptik dalam persiapan pulang. Tekankan pentingnya

mencuci tangan sebelum perawatan mata di rumah.

Rasional : Dingin membantu menurunkan bengkak. Kerusakan jaringan

mempredisposisikan pasien pada invasi bakteri.

1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan perifer

sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, cedera dapat dicegah

Kriteria hasil: tidak ada memar kaki, menyangkal jatuh, tidak ada manifestasi

peningkatan intraokular atau perdarahan.

Rencana tindakan :

a. Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi, dan bel

pemanggil di samping tempat tidur. Orientasikan ulang pasien terhadap

susunan struktur ruangan. Instruksikan pasien untuk memberi tanda untuk

bantuan bila turun dari tempat tidur sampai mampu ambulasi tanpa

bantuan.

Rasional : Beberapa kejadian kehilangan keseimbangan terjadi bila mata

ditutup, khususnya pada lansia.

b. Mulai tindakan-tmdakan untuk mencegah peningkatan tekanan intraokular:

1) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi kira- kira 45 derajat untuk 24 jam

pertama.

2) Ingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin, membungkuk dengan

kepala rendah dari panggul, dan mengejan.28

Page 29: Stroke

Rasional: Peningkatan tekanan intraokular meningkatkan nyeri dan

resiko terhadap kerusakan jahitan yang digunakan pada pembedahan

mata.

2. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan : cemas yang dirasakan pasien hilang.

Kriteria hasil: Tampak rileks melaporkan ansietas menurun, menggunakan

sumber secara efektif

Rencana tindakan :

a. Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman dan pengetahuan kondisi saat ini.

Rasional : Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri,

potensial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik.

b. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa

pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan

tambahan.

Rasional : Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan /

harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat

pilihan informasi tentang pengobatan.

29

Page 30: Stroke

C. Evaluasi

Pre Operasi

1. Diagnosa keperawatan : cemas (ansietas) berhubungan dengan

kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai tindakan

operasi yang akan dilakukan.

S : Klien mengatakan cemas berkurang.

O : Klien tampak rilexs.

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan.

2. Diagnosa Keperawatan : Resiko Cedera berhubungan dengan

kerusakan penglihatan.

S : -

O : Tidak terjadi tanda-tanda cidera.

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan.

3. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan

gangguan penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.

S : Klien mengatakan buram saat melihat berkurang

O : penlihatan dalam batas klien

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

30

Page 31: Stroke

Post Operasi

1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.

S : -

O : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

2. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan

penerimaan sensori / status organ indera.

S : Klien mengatakan sudah tidak buram lagi

O : Pandangan klien dalam batas normal

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan operasi yang

dilakukan.

S : Klien mengatakan

O : Klien tampak rilex

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan

31

Page 32: Stroke

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Katarak adalah suatu penyakit degeneratif yang menyerang indra

pengelihatan (mata). Katarak dapat bersifat kongenital dan dapat diidentifikasi

awal, karena bila tidak dapat didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan

kehilangan penglihatan permanen. Gejala yang umum dirasakan penderita

katarak, antara lain rasa silau karena terjadi pembiasan tidak teratur oleh lensa

yang keruh, pengeliatan akan berkurang secara perlahan, pengelihatan kabur,

serta rasa nyeri pada mata. Orang dengan penyakit katarak perlu memperoleh

pengobatan dan perawatan sedini mungkin untuk menghindari kemungkinan

terjadinya cidera.

Pengkajian pada klien katarak dengan gangguan rasa aman dan nyaman

salah satunya adalah nyeri/ketidaknyamanan. Gejala pada klien katarak yaitu

ketidaknyamanan ringan atau mata berair. Nyeri tiba-tiba atau berat menetap atau

tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala. Ketidaknyamanan juga dapat

karena nyeri berhubungan dengan post operasi.

32

Page 33: Stroke

B. Saran

Katarak adalah suatu penyakit yang mengganggu sistem penglihatan

penderitanyadan akan mengakibatkan si penderita memiliki resiko tinggi untuk

terjadinya cidera. Untuk itulah peran penting perawat memberikan asuhan

keperawatan yang tepat agar klien dapat menjalakan aktivitasnya sehari-hari

dengan lebih baik.

33

Page 34: Stroke

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M. & Hawks, J.H. (2009). Medical Surgical Nursing :Clinical Management

for Possitive Outcomes, Eight Edition, Volume 3. USA : Saunders Elsevier.

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Gissler. (2000). Rencana

Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian

Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Nanda.(2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan definisi keperawatan dan

klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.

Sidrata, I.(2004). Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Smeltzer.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.

Jakarta : EGC.

Tamsuri, A. (2011). Klien Gangguan Mata Dan Penglihatan : Keperawatan Medikal-

Bedah. Jakarta : EGC.

Wijaya, Saferi A. (2013). Keperawatan Medikal Bedah keperawatan dewasa teori

dan contoh askep cetakan pertama. Jakarta: Nuha Medika.

34

Page 35: Stroke

Andriniest.2009.Pengkajian Katarak. [Online]. Tersedia

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-andriniest-

6717-2-babii(-).pdf. Diakses tanggal 3 Maret 2015.

35