stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh...

80
SKRIPSI STRESS DAN COPING STRESS PADA PECANDU NARKOBA DEWASA AWAL YANG SEDANG MENJALANI REHABILITASI Disusun oleh: Sara Sahrazad 705040010 Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara Jakarta 2007

description

skripsi

Transcript of stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh...

Page 1: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

SKRIPSI

STRESS DAN COPING STRESS PADA PECANDU

NARKOBA DEWASA AWAL YANG SEDANG MENJALANI

REHABILITASI

Disusun oleh:

Sara Sahrazad

705040010

Fakultas Psikologi

Universitas Tarumanagara

Jakarta

2007

Page 2: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia meningkat tajam. Data terbaru

Badan Narkotika Nasional (BNN) pada Februari 2006 menyebutkan, dalam lima

tahun terakhir jumlah kasus tindak pidana narkoba di Indonesia rata-rata naik

51,3% atau bertambah sekitar 3.100 kasus per tahun. Kenaikan tertinggi terjadi

pada 2005 sebanyak 16.252 kasus atau naik 93% dari tahun sebelumnya. Di

tahun yang sama tercatat 22 ribu orang tersangka kasus tindak pidana narkoba.

Kasus ini naik 101,2% dari 2004 sebanyak 11.323 kasus (Damayanti, 2006).

Data di atas menunjukkan bahwa perkembangan kasus narkoba makin

meningkat, sehingga banyak didirikannya tempat-tempat rehabilitasi guna untuk

membantu pecandu agar dapat berhenti dari efek penggunaan narkoba.

Hawari (1991) mengemukakan beberapa alasan yang menyebabkan narkoba

itu disalahgunakan, yaitu agar dapat diterima oleh lingkungannya, untuk

mengurangi stres dan kecemasan, bebas dari rasa murung, mengurangi

keletihan atau kejenuhan, dan dapat pula untuk mengatasi masalah pribadi.

Pada awal pemakaian, para pengguna narkoba ini tidak merasakan akibat buruk

dari narkoba. Akibat itu baru dirasakan setelah beberapa kali pemakaian

sehingga menimbulkan kecanduan dan ketergantungan. Ketergantungan dapat

menyebabkan kesulitan untuk melepaskan diri dari pemakaian narkoba, karena

saat sudah ketergantungan dosis pemakaian narkoba akan makin bertambah.

Pada beberapa jenis narkoba, seperti putaw dan shabu-shabu, proses

ketergantungan terjadi lebih cepat, hanya dengan beberapa kali pemakaian.

Page 3: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

2

Pasar gelap juga mengembangkan jenis narkoba murni dengan daya

ketergantungan yang makin tinggi. Hal ini akan semakin cepat mengakibatkan

kematian.

Kematian dapat dicegah dengan cara mengikuti pengobatan untuk para

pecandu narkoba, pengobatan dapat dilakukan di tempat rehabilitasi ataupun

rumah sakit. Pusat-pusat detoksifikasi (penghilang racun narkoba) dan

rehabilitasi bagi pecandu narkoba juga sangat beragam. Ada yang hanya

menyediakan detoksifikasi sehingga pasien tidak perlu menginap. Contohnya,

rumah sakit, klinik, dan puskesmas. Ada juga tempat-tempat rehabilitasi yang

menyediakan penginapan seperti asrama, dengan fasilitas yang lengkap, udara

segar, dan pemandangan alam. Tempat-tempat ini berbeda satu sama lain,

tergantung filosifi, tujuan dari tempat tersebut, dan pasien yang disasar. Ada

pusat rehabilitasi yang berdasarkan agama sehingga memasukkan ajaran-ajaran

agama di dalam program mereka (Kompas, 2006).

Sebuah tempat rehabilitasi akan membantu seorang pecandu untuk bangkit

dari keadaan mereka yang terpuruk secara mental, spiritual, jasmani, sosial dan

membantu mereka untuk melanjutkan masa depannya. Penghuni panti

rehabilitasi membentuk hidup bersama atau komunitas. Masing-masing membuat

komitmen pada diri sendiri dan sesama anggota komunitas untuk memperbaiki

dan meningkatkan mutu kehidupan di segala bidang: mental, spiritual, sosial dan

jasmani, dengan demikian, hidup bersama, semangat persaudaraan, dan

komitmen timbal balik antara mereka dengan sendirinya menjadi model,

sekaligus metode penyembuhan bagi mereka masing-masing.

Ada suatu program yang diadakan oleh salah satu tempat rehabilitasi yang

memakai cara yang disebut dengan Naza Project. Naza Project adalah suatu

Page 4: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

3

program yang diadakan oleh Yayasan Hikmatul Iman yang bertujuan untuk

melakukan rehabilitasi terhadap korban narkotika, zat adiktif dan psikotropika

agar sehat kembali (Wikipedia, 2007).

Peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana stress dan coping stress pada

pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi dengan

asumsi bahwa seseorang yang terbiasa menyelesaikan masalahnya dengan

memakai narkoba akan menolak pemikiran tersebut karena ia ingin bebas dari

pengaruh narkoba dan ingin menyelesaikan masalahnya dengan normal.

Stress adalah pengalaman emosi negatif yang diikuti dengan perubahan

biokimia, fisiologis, kognitif dan tingkah laku. Stress ini dapat dikategorikan

sebagai tiga bagian, yaitu stimulus, respon, dan proses. Pendekatan yang

mendefinisikan stress sebagai stimulus adalah pendekatan yang berfokus pada

lingkungan. Pendekatan kedua memandang stress sebagai respon. Pendekatan

ini fokus kepada reaksi individu terhadap sumber stress. Pada pendekatan

terakhir, stress dideskripsikan sebagai interaksi antara stimulus yang memicu

stres dan diri individu sendiri (Brannon & Feist, 2000).

Menurut Lazarus & Folkman (1984), dalam melakukan coping, ada dua strategi

yang dibedakan yaitu Problem-focused coping dan Emotion-focused coping.

Problem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur

atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang

menyebabkan terjadinya tekanan. Emotion-focused coping, yaitu usaha

mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka

menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi

atau situasi yang dianggap penuh tekanan.

Page 5: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

4

Individu cenderung untuk menggunakan problem-focused coping dalam

menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat

dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused

coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk

dikontrol (Lazarus & Folkman, 1984). Terkadang individu dapat menggunakan

kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi coping

pasti digunakan oleh individu (Taylor, 1991). Para peneliti menemukan bahwa

penggunaan strategi emotion focused coping oleh anak-anak secara umum

meningkat seiring bertambahnya usia mereka (Band & Weisz, Compas et al.,

dalam Wolchik & Sandler, 1997).

Penulis telah melakukan survey ke sebuah tempat rehabilitasi yang terletak di

daerah Sentul, tempat rehabilitasi tersebut bernama Kedhaton Parahita yang

telah berdiri sejak 2001 dengan pendirinya Romo Somar. Saat penulis datang ke

tempat rehabilitasi tersebut, penulis bertemu dengan salah satu psikolog bagian

klinis berinisial E, dan E berkata “sangat jelas para pecandu narkoba mengalami

stres saat menjalani rehabilitasi, karena saat dari pertama pecandu masuk ke

tempat rehabilitasi, pecandu akan di karantina selama 6 bulan penuh. Saat 6

bulan para pecandu tidak diperbolehkan bertemu dengan orang luar maupun

keluarga dan tidak diperbolehkan untuk keluar tempat rehabilitasi tersebut.

Saat menjalani rehabilitasi pecandu pasti akan merasa stres fisik maupun

psikis karena tubuhnya yang telah kecanduan narkoba dipaksa untuk tidak

mengkonsumsi kembali sehingga tubuh akan bereaksi yang biasa disebut

dengan sakaw. Tubuh yang sakaw akan merasa kesakitan yang luar biasa dan

pecandu akan dibiarkan merasakan hal itu sampai tubuhnya kembali normal.

Pecandu pun akan mengalami stres saat merasa sendiri (kesepian) karena

Page 6: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

5

selama 6 bulan pertama tidak diperbolehkan bertemu dengan siapa-siapa.

Seorang pecandu pun mempunyai cara masing-masing untuk menyelesaikan

permasalahan yang yang dihadapinya”.

Percakapan penulis dengan E menunjukkan bahwa pecandu yang menjalani

rehabilitasi pasti akan mengalami stres dan para pecandu juga akan

menyelesaikan masalah (coping stress) dengan cara yang berbeda-beda (E.

Sentul, personal communication, juni 13, 2007). Oleh sebab itu penulis ingin

meneliti apa saja stressor yang akan timbul saat pecandu sedang menjalani

rehabilitasi dan coping stress apa yang dipakai dalam mengatasi

permasalahannya.

Penulis mempunyai tujuan dalam mengerjakan penelitian ini, yaitu agar peneliti

mendapatkan gambaran stressor dan coping stress yang dilakukan oleh pecandu

didalam rehabilitas, sehingga dapat memberi masukan kepada sebuah tempat

rehabilitasi agar dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul di

tempat rehab yang dapat menyebabkan para pasien menjadi jenuh dan bosan.

Begitupula penulis dapat member masukan kepada para orangtua pecandu agar

memberi dukungan kepada pecandu tersebut, karena hal itu dapat membantu

dalam proses penyembuhan para pecandu tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang

sedang menjalani rehabilitasi?

Page 7: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

6

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

bagaimana gambaran stress dan coping stress yang dialami oleh pecandu

narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi penelitian yang telah dilakukan

sebelumnya. Selain itu diharapkan juga dapat memberi sumbangsih terhadap

pengembangan ilmu psikologi pada umumnya serta bidang psikologi sosial dan

perkembangan pada khususnya. Peneliti mengharapkan hasil penelitian ini dapat

berguna untuk mengetahui bagaimana stress dan coping stress pada pecandu

narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan

pengetahuan masyarakat mengenai kehidupan pecandu narkoba. Selama ini

masyarakat tidak mengetahui apa yang dialami oleh pecandu narkoba di tempat

rehabilitasi, pecandu mengalami stress dan masyarakat dapat mengetahui

bagaimana cara pecandu narkoba tersebut dalam mengatasi stressnya.

Banyak masyarakat berpendapat bahwa di tempat rehabilitasi para pecandu

narkoba itu disiksa sampai pecandu sembuh, dengan penelitian ini penulis

mengharapkan dapat merubah pandangan masyarakat tentang sebuah tempat

rehabilitasi. Diharapkan pula agar para pecandu narkoba lainnya yang masih

menggunakan narkoba menjadi sadar dan menginginkan perubahan pada

Page 8: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

7

kehidupannya dan dapat mengetahui apa yang akan pecandu alami dan

bagaimana cara mengatasinya dengan belajar dari pengalaman para subyek.

Page 9: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

8

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Stress

2.1.1 Pengertian Stress

Stress adalah pengalaman emosi negatif yang diikuti dengan perubahan

biokimia, fisiologis, kognitif dan tingkah laku. Stress ini dapat dikategorikan dalam

tiga bagian, yaitu stimulus, respon, dan proses. Pendekatan yang mendefinisikan

stress sebagai stimulus adalah pendekatan yang berfokus pada lingkungan,

misalnya, keadaan ekonomi, keadaan keluarga dan sekitarnya. Pendekatan

kedua memandang stress sebagai respon, bagaimana individu merespon suatu

permasalahan yang menyebabkan individu stress. Pendekatan ini fokus kepada

reaksi individu terhadap sumber stress. Pada pendekatan terakhir, stress

dideskripsikan sebagai interaksi antara stimulus yang memicu stress dan diri

individu sendiri. Pendekatan terakhir ini menjelaskan bagaimana proses stimulus

itu mempengaruhi individu sehingga individu menjadi stress (Brannon & Feist,

2000).

Hal-hal, kondisi-kondisi, kejadian-kejadian yang menyebabkan, memicu, dan

menjadi alasan organisme menjadi stress disebut sebagai stressor. Stressor ini

dapat berasal dari lingkungan (keramaian, polusi, kebisingan), pekerjaan, dan

hubungan personal (Brannon & Feist, 2000). Seringkali stres didefinisikan

dengan hanya melihat dari stimulus atau respon yang dialami seseorang. Definisi

stres dari stimulus terfokus pada kejadian di lingkungan seperti misalnya

bencana alam, kondisi berbahaya, penyakit, atau berhenti dari kerja. Definisi ini

menyangkut asumsi bahwa situasi demikian memang sangat menekan tapi tidak

Page 10: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

9

memperhatikan perbedaan individual dalam mengevaluasi kejadian. Sedangkan

definisi stres dari respon mengacu pada keadaan stres, reaksi seseorang

terhadap stres, atau berada dalam keadaan di bawah stres (Lazarus & Folkman,

1984).

Definisi stres dengan hanya melihat dari stimulus yang dialami seseorang,

memiliki keterbatasan karena tidak memperhatikan adanya perbedaan individual

yang mempengaruhi asumsi mengenai stresor. Sedangkan jika stres

didefinisikan dari respon, maka tidak ada cara yang sistematis untuk mengenali

mana yang akan jadi stresor dan mana yang tidak. Untuk mengenalinya, perlu

dilihat terlebih dahulu reaksi yang terjadi. Selain itu, banyak respon dapat

mengindikasikan stres psikologis yang padahal sebenarnya bukan merupakan

stres psikologis. berdasarkan penjelasan tersebut, terlihat bahwa respon tidak

dapat secara reliabel dinilai sebagai reaksi stres psikologis tanpa adanya

referensi dari stimulus (Lazarus & Folkman, 1984).

Singkatnya, semua pendekatan stimulus-respon mengacu pada pertanyaan

krusial mengenai stimulus yang menghasilkan respon stres tertentu dan respon

yang mengindikasikan stresor tertentu. Yang mendefinisikan stres adalah

hubungan stimulus-respon yang diobservasi, bukan stimulus atau respon.

Stimulus merupakan suatu stresor bila stimulus tersebut menghasilkan respon

yang penuh tekanan, dan respon dikatakan penuh tekanan bila respon tersebut

dihasilkan oleh tuntutan, deraan, ancaman atau beban. Oleh karena itu, stres

merupakan hubungan antara individu dengan lingkungan yang oleh individu

dinilai membebani atau melebihi kekuatannya dan mengancam kesehatannya

(Lazarus & Folkman, 1984).

Page 11: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

10

Pandangan tentang stress yang mendefinisikannya sebagai stimulus dipelopori

oleh Hans Selye. Selye mengkonsepkan stress sebagai respon nonspesifik yang

disebabkan oleh stressor (Ibrahim, 2003). Selye mengkategorikan reaksi individu

terhadap stress menjadi tiga tahapan yang disebut sebagai General Adaptation

Syndrome (GAS).

Tahap pertama, alarm reaction, tahap ini adalah tahap awal, tahap peringatan.

Individu memperlihatkan tanda-tanda seperti meningkatnya tekanan darah,

jantung berdebar, serta tanda-tanda fisik lainnya. Pada tahap ini juga, tubuh

melawan dan bertahan terhadap stressor. Tahap kedua, disebut sebagai tahap

resistance. Pada tahap ini, individu bertahan, melawan, dan beradaptasi pada

stressor. Lama dari tahap ini bergantung pada seberapa kuat stressor. Tahap

terakhir adalah tahap exhaustion, di mana individu gagal untuk menangani

stressor dan berakibat fatal pada kondisi fisiologis. Individu pada tahap ini telah

kehabisan energi untuk melawan dan melakukan adaptasi terhadap stressor

(Sarafino, 2002).

2.2 Coping Stress

Stres yang muncul pada anak akan membuat anak melakukan suatu coping

(Mu’tadin, 2002). Coping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan

dan merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau

eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki

individu. Coping yang dilakukan ini berbeda dengan perilaku adaptif otomatis,

karena coping membutuhkan suatu usaha, yang mana hal tersebut akan menjadi

perilaku otomatis lewat proses belajar.

Page 12: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

11

Coping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan,

tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Namun coping bukan

merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi menekan, karena tidak

semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai. Maka, coping yang efektif

untuk dilakukan adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi

dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat

dikuasainya (Lazarus & Folkman, 1984).

Banyaknya tegangan fisik dan emosional yang mengiringi keadaan stress,

menyebabkan adanya ketidak-nyamanan. Ketidak-nyamanan ini menyebabkan

seseorang melakukan hal-hal yang dapat mengurangi keadaan stress tersebut.

Hal-hal yang dimaksud di sini juga berkaitan dengan upaya mengalahkan,

mentoleransi, mengurangi, memperkecil, dan mengatur tuntutan lingkungan,

tuntutan internal, dan konflik yang terjadi di antara keduanya. Upaya-upaya ini

baik yang disadari maupun yang tidak disadari disebut dengan coping (Brannon

& Feist, 2000).

Menurut Taylor (2003) coping adalah proses dimana seseorang mencoba

untuk mengatur (manage) pengamatan ketidaksesuaian (perceive discrepancy)

antara tuntutan dan daya yang orang tersebut prediksikan dalam situasi stress.

2.2.1 Strategy of Coping

Menurut Lazarus & Folkman (1984), dalam melakukan coping, ada dua strategi

yang dibedakan yaitu Problem-focused coping dan Emotion-focused coping.

Problem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur

atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang

menyebabkan terjadinya tekanan. Emotion-focused coping, yaitu usaha

Page 13: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

12

mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka

menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi

atau situasi yang dianggap penuh tekanan.

Individu cenderung untuk menggunakan problem-focused coping dalam

menghadapi masalah-masalah yang menurut individu tersebut dapat

dikontrolnya. Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused

coping dalam menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk

dikontrol (Lazarus & Folkman, 1984). Terkadang individu dapat menggunakan

kedua strategi tersebut secara bersamaan, namun tidak semua strategi coping

pasti digunakan oleh individu (Taylor, 1991). Para peneliti menemukan bahwa

penggunaan strategi emotion focused coping oleh anak-anak secara umum

meningkat seiring bertambahnya usia mereka (Band & Weisz, Compas et al.,

dalam Wolchik & Sandler, 1997).

Suatu studi dilakukan oleh Folkman et al. (dalam Taylor, 1991) mengenai

kemungkinan variasi dari kedua strategi terdahulu, yaitu problem-focused coping

dan emotion focused coping. Hasil studi tersebut menunjukkan adanya delapan

strategi coping yang muncul, yang terkait dalam Problem-focused coping adalah

pertama Confrontative coping, yaitu usaha untuk mengubah keadaan yang

dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup

tinggi, dan pengambilan resiko. Variasi yang kedua adalah Seeking social

support; yaitu usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan

informasi dari orang lain. Dan Planful problem solving; usaha untuk mengubah

keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan

analitis.

Page 14: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

13

Variasi yang terkait dalam Emotion-focused coping adalah Self-control, yaitu

usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang menekan.

Distancing; usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti menghindar

dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan pandangan-

pandangan yang positif, seperti menganggap masalah sebagai lelucon. Positive

reappraisal; usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan terfokus

pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religius.

Accepting responsibility; usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri

dalam permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba menerimanya untuk

membuat semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlebih bila masalah

terjadi karena pikiran dan tindakannya sendiri. Namun strategi ini menjadi tidak

baik bila individu tidak seharusnya bertanggung jawab atas masalah tersebut.

Escape/avoidance; usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari

situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti makan,

minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.

Orang akan menggunakan problem-focused coping pada saat mereka yakin

bahwa mereka dapat merubah keadaan yang memicu stress. Problem-focused

coping dan emotion-focused coping dapat digunakan secara bersamaan.

Contohnya adalah dalam kasus orang yang kehilangan surat berharga karena

kelalaian anak buah. Orang tersebut akan berusaha mengurus surat berharga

tersebut (problem-focused coping) dan dia menahan kemarahan (emotion

focused coping).

Page 15: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

14

2.2.2 Mekanisme Coping

Leonard pearlin dan Carmi Schooler (dalam Friedman & DiMatteo, 1989)

mengatakan bahwa mekanisme coping dapat mengambil tiga bentuk, yaitu

psychological resources, social resources, dan respon coping spesifik. Pada

psychological resources ada karakteristik personal di mana seseorang

menggambarkan diri mereka sendiri sebagai orang yang mampu atau tidak

mampu berdamai dengan keadaan mengancam yang berasal dari lingkungan

(misalnya self-esteem—sikap positif yang dibangun seseorang mengenai diri

sendiri, penguasaan dan kompetensi diri, dan perasaan orang dapat dan mampu

mengontrol kehidupan).

Berbeda dari psychological resources, social resources adalah aspek dari

jaringan interpersonal. Social resources didapatkan dari dukungan sosial yang

tersedia dari keluarga, teman, teman kerja, tetangga, dan teman sejawat.

Dukungan sosial sering dikaitkan dengan dukungan emosional, hal ini juga

terkait dengan sumber yang lebih nyata, seperti informasi dan kooperasi.

Mekanisme coping yang terakhir, yaitu specific coping responses

merepresentasikan hal-hal yang orang lakukan. Specific coping responses dapat

dipengaruhi oleh psychological resources dari individu dan social resources.

2.2.3 Metode Coping

Ada beberapa metode coping (Taylor, 2003) yaitu emotional discharge,

Intrusive thought, cognitive redefinition. Emotional discharge termasuk di

dalamnya mengekspresikan atau mengurangi perasaan mereka mengenai

kondisi stress. Pendekatan ini kadang berlangsung bersamaan dengan mencari

Page 16: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

15

dukungan sosial, seperti dari teman dan keluarga. Dalam pendekatan ini, juga

digunakan metode humor.

Pendekatan kedua, intrusive thought yaitu mengabadikan gambaran stress

yang pernah dialami. Contohnya adalah mengalami flashback tentang event atau

keadaan yang membuat stress. Orang yang sering menggunakan intrusive

thought memiliki kesehatan yang lebih rendah daripada orang yang jarang

menggunakan intrusive thought (Nowack, 1989 dalam Taylor, 2003).

Pendekatan terakhir, cognitive redefinition, adalah strategi di mana orang

mencoba untuk “put the good face on a bad situation”. Contoh dari pendekatan

ini adalah tanpa terjadinya hal yang buruk, hal tersebut akan menjadi lebih buruk,

membuat perbandingan dengan orang yang lebih tidak mampu atau lebih berada

dalam keadaan yang sulit, atau melihat hal yang baik yang berkembang pada

saat suatu masalah berjalan.

2.3 Dewasa Awal

2.3.1 Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget (1972), orang dewasa mencapai tahap postformal thought yang

merupakan tahap kognisi tertinggi. Postformal thought merupakan tipe yang

matang, percaya pada pengalaman subjektif dan intuisi yang masuk akal dan

berguna untuk berhubungan dengan ambiguitas, ketidakyakinan,

ketidakkonsistenan, kontradiksi, ketidaksempurnaan dan kompromi.

Beberapa kriteria dari postformal thought, seperti (a) shifting gears yang

memungkinkan untuk merubah penalaran abstrak dan mempertimbangkan dunia

nyata; (b) multiple causality and multiple solutions untuk menyadari bahwa

masalah lebih dari satu penyebab dan solusi; (c) pragmatism sebagai

Page 17: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

16

kemampuan untuk memilih yang terbaik dari beberapa solusi dan menghargai

solusi yang telah dipilih; dan (d) awareness of paradox, sebagai kemampuan

untuk memikirkan kembali bahwa masalah dari solusi meliputi masalah yang

terdahulu.

Selain Piaget dan Sinott, Schale (2000) turut mengemukakan a life span model

of cognitive development, yang dimulai dari acquisitive stage (anak-anak dan

remaja), dan berakhir pada legacy creating stage (orang tua umumnya

mendekati akhir hidupnya). Usia dewasa awal dalam a life span model of

cognitive development mulai memasuki achieving stage (akhir remaja atau awal

20-30 tahun). Tahap ini ditandai dengan tidak atau kurangnya permintaan

terhadap pengetahuan atau kepentingan sendiri, dan cenderung menggunakan

apa yang ketahui untuk mencapai tujuan, seperti keinginan untuk berkarir dan

berkeluarga.

2.3.2 Perkembangan Psikososial

Ada empat pendekatan dalam perkembangan psikososial, antara lain (a) traits

model, teori ini berfokus pada mental, emosional, tempramental, dan tingkah

laku seperti kebahagiaan dan mudah marah. Teori ini mengemukakan bahwa

kepribadian orang dewasa hanya mengalami sedikit perubahan.

Menurut Costa dan Crae (2001), membagi faktor-faktor yang berhubungan

dengan sifat yaitu (1) neuroticm, kelompok ini terdiri dari enam sifat negatif yang

mengidentifikasikan ketidakstabilan emosi, yaitu kecemasan (anxiety),

permusuhan (hostility), depresi (depression), kesadaran pribadi (self

consciousness), suara hati (impulsiveness), dan serangan atau luka

(vulnerability); (2) extraversion, kelompok ini mempunyai enam sisi yaitu

Page 18: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

17

keramahan (warmth), berteman (gregariousness), tegas (asseetiveness),

aktivitas (activity), mencari kegembiraan (excitement-seeking) dan emosi positif

(positive emotions); (3) open to experience, kelompok ini mempunyai sisi yaitu

fantasi (fantasy), keindahan (aesthetic), perasaan-perasaan (feelings), tindakan-

tindakan (action), ide-ide (ideas), dan nilai-nilai (values); (4) conscientious,

adalah yang ingin mencapai sesuatu, mereka mempunyai sisi yaitu tertib

(orderly), patuh (dutiful), tenang dan berhati-hati (deliberate) dan disiplin

(discipline); (5) agreeable, tipe orang yang dapat dipercaya, berterus terang,

sering mengeluh (complaint), rendah hati (modest), dan mudah dipengaruhi.

Pendekatan dalam perkembangan psikososial yang lain adalah (b) typological

models, teori ini mengidentifikasikan dengan tipe kepribadian luas, mereka

menampilkan cara-cara kepribadian diidentifikasikan secara individual. Teori ini

mempunyai kecendrungan untuk menemukan keseimbangan dalam kepribadian.

Terdapat tiga tipe typological models yaitu (1) ego resilient, adalah ego yang

mampu beradaptasi di bawah kondisi tekanan dan orang yang mampu

mengontrol diri (ego control), tipe seperti ini mempunyai kepercayaan diri,

mandiri, pandai berbicara, penuh perhatian, suka menolong, mampu bekerja

sama dan fokus pada pekerjaan; (2) overcontrolled, adalah orang yang memiliki

sifat pemalu, pendiam, cemas, dan bergantung pada orang lain. Orang-orang

yang memiliki tipe ini seperti memiliki kecendrungan untuk menyimpan pemikiran

mereka sendiri dan menghindari konflik, orang yang memiliki tipe ini juga mudah

mengalami depresi; (3) undercontrolled, adalah tipe orang yang aktif, energik,

suka mengikuti kata hati, keras kepala, dan mudah mengalami kebingungan.

Pendekatan yang ketiga adalah (c) normative-crisis models, teori ini

menggambarkan rangkaian usia manusia berhubungan dengan perkembangan

Page 19: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

18

yang berkesinambungan sepanjang hidupnya, misalnya pada masa kanak-kanak

dan remaja. Teori ini memprediksikan, bahwa kepribadian orang dewasa

mengalami perubahan. Menurut erikson (2001), manusia pada saat dewasa awal

sudah memasuki tahap intimacy versus isolation, yaitu tahapan ketika orang

dewasa membuat suatu komitmen maka orang tersebut akan mengalami

keterasingan.

Orang-orang dewasa awal cenderung siap dan ingin menyatukan identitasnya

dengan orang lain. Usia dewasa mendambakan hubungan-hubungan yang intim

dan akrab, munculnya nilai cinta, dan persaudaraan sehingga, siap

mengembangkan daya-daya yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen-

komitmen ini meskipun usia dewasa mungkin harus berkorban. Akan tetapi,

berbahaya pada tahap keintiman ini adalah isolasi, yaitu suatu kecendrungan

menghindari hubungan karena tidak mau melibatkan diri dalam keintiman.

Pendekatan perkembangan psikososial yang terakhir adalah (d) timing of

events models, teori ini menggambarkan bahwa perubahan tidak terlalu

berhubungan dengan usia sebagai sesuatu yang diharapkan atau bersifat

penting dalam hidup manusia. Teori ini menekankan individual dan konteks.

2.4 Narkoba

Margono (2000) mendefinisikan narkoba sebagai zat yang apabila digunakan

dapat menimbulkan gangguan atau perubahan pada perilaku, kesadaran, pikiran,

dan perasaan seseorang. Narkoba juga merupakan semua zat yang

mempengaruhi cara bekerja pikiran, perasaan, persepsi dan kehendak

(Colondam, 2007).

Page 20: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

19

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman

baik sintetis maupun semi yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan

dapat menimbulkan ketergantungan, yang dapat dibedakan ke dalam golongan-

golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang atau yang kemudian

ditetapkan sebagaimana keputusan Menteri Kesehatan (UU RI No.22 tahun

1997). Menurut lampiran UU tersebut yang termasuk dalam jenis narkotika

adalah: tanaman ganja, tanaman opium sampai heroin, tanaman koka sampai

kokain, kodein dan turunan kimianya.

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan

narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan

saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan

perilaku (UU RI No.5 tahun 1997). Menurut lampiran UU tersebut yang termasuk

dalam jenis psikotropika adalah amphetamin, metamfetamin, dan turunannya

seperti pil ekstasi, shabu atau ice dan turunan kimia sejenisnya.

2.4.1 Penyalahgunaan Narkoba

Menurut Hawari (2002) penyalahgunaan narkotika zat adiktif dan obat

berbahaya lainnya merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik,

berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan menimbulkan gangguan fungsi

social dan okupasional. Penyalahgunaan obat yang di maksud di sini adalah

pemakaian obat yang disalahgunakan, bukan untuk keperluan medis, maupun

pemakaian obat dengan dosis yang tidak tepat (Rice, 1993).

Penyalahgunaan narkoba merupakan tindak pelarian yang sedang mempunyai

masalah atau untuk mendapatkan perhatian dari orang lain di luar lingkungan

Page 21: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

20

keluarga (Sarlito, 2003). Penyalahgunaan narkotika, psykotropika dan minuman

keras pada umumnya disebabkan karena zat-zat tersebut menjanjikan sesuatu

yang dapat memberikan rasa kenikmatan, kenyamanan, kesenangan dan

ketenangan, walaupun hal itu sebenarnya hanya dirasakan secara semu (dalam

http://www.narkoba-metro.org/).

Efek ketergantungan atau kecanduan adalah suatu tahap yang dirasakan

individu setelah memakai obat secara berulang kali. Secara umum individu

dikatakan telah mengalami ketergantungan atau kecanduan obat apabila telah

menunjukkan suatu simptom jika dihentikan pemakaian obat. Selain itu

menunjukkan efek toleransi, yaitu meningkatnya jumlah dosis zat yang

digunakan, dan meningkatkan frekuensi penggunaan (Hawari, 1991).

Alasan pemakaian obat pertama kalinya berbeda-beda dari tiap individu.

Namun demikian dari semua alasan yang ada, kebanyakan pemakaian obat

untuk pertama kalinya didorong oleh rasa ingin tahu dan didasari untuk

memperoleh kenikmatan yang kadang-kadang tanpa motivasi terlebih dahulu

(Williams, 1974). Alasan pertama kali memakai obat dan meneruskan pemakaian

kadang-kadang berbeda-beda (Capuzzi & Lecoq, 1983).

Sumber dari sifat ketergantungan tidak menentukan oleh khasiat kimiawi zat

(Hawari, 1991). Orang-orang yang memakai obat menandakan ”usaha” untuk

memecahkan masalah emosi, lama-kelamaan akan menjadi ketergantungan

secara psikologis pada obat tersebut (Johnson & Kaplan, 1991). Pemakaian obat

berarti terpenuhinya keamanan, kenyamanan, dan rasa lega (Andrews, 1993).

Page 22: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

21

2.4.2 Proses Ketergantungan Obat

Nowinski (1990) membagi proses ketergantungan menjadi lima tahap, dimana

tahap-tahap tersebut tidak dapat dipisahkan secara nyata. Proses

ketergantungan obat yang diuraikan di atas merupakan salah satu penjelasan

proses yang lebih sederhana dibandingkan proses ketergantungan yang diajukan

oleh Nowinski.

Tahap pertama yang diuraikan oleh Nowinski yaitu tahap eksperimen atau

coba-coba (the experimental stage), motif utama dari pemakaian coba-coba

adalah rasa ingin tahu dan keinginan untuk mengambil resiko, yang keduanya

merupakan ciri-ciri khas kebutuhan manusia. Tahap yang kedua adalah tahap

sosial (the social stage), konteks pemakaian pada tahap ini berkaitan dengan

aspek sosial dan pengguna, misalnya pemakaian yang dilakukan saat bersama-

sama teman-tema, misalnya pada saat pesta, acara kumpul-kumpul, dan lain-

lain. Tingkah laku menyimpang merupakan motivasi utamanya adalah

penerimaan sari kelompok atau sebagai fasilitas sosial supaya dapat cocok

dengan kelompok tersebut.

Tahap ketiga merupakan tahap instrumental (the instrumental stage), pada

tahap ini melalui pengalaman-pengalaman coba-coba salah dan meniru, bahwa

pengguna dapat bertujuan memanipulasi emosi dan tingkah laku, mereka

menemukan bahwa pemakaian obat dapat mempengaruhi perasaan dan aksi.

Tahap keempat adalah tahap pembiasaan (habitual stage), tahap ini berbeda

dari pemakaian instrumental, bukan hanya pada frekuensi pemakaian, tetapi

karena motivasi yang mendasarinya. Tahap ini merupakan batas antara

pemakaian instrumental dan pemakaian kompulsif. Kata kunci dalam tahap

“accomodation”.

Page 23: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

22

Tahap yang terakhir adalah tahap kompulsif (the compulsive stage), pada

tahap akhir ini pemakaian obat adalah sebagai tingkah laku yang kompulsif.

Pemakaian akomodasi kini secara komplit dan total. Pikiran pecandu kini

diokupasi pada keinginan atau untuk merasa high. Jangkauan perhatian untuk

hal-hal lain sangat terbatas atau sama sekali tidak ada minat terhadap sekolah,

pekerjaan, hobi, semuanya dialihkan pada pemakaian obat.

2.4.3 Kategori Pemakai Narkoba

Secara umum para pemakai dapat dibagi menjadi tiga kelompok (1)

ketergantungan primer, (2) ketergantungan simtomatis, (3) ketergantungan

reaktif (Trevalga, 2000). Kelompok pemakai ketergantungan primer ditandai

dengan adanya gangguan kejiwaan, kecemasan, dan depresi, yang pada

umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian tidak stabil. Kelompok ini

memerlukan terapi kejiwaan psikologik serta perawatan bukan hukuman.

Menurut Hawari (2002) kelompok pemakai ketergantungan simtomatis adalah

orang-orang yang berkepribadian antisosial (psikopatik). Pemakaian obat-obat

terlarang adalah untuk kesenangan semata, hura-hura, bersuka ria dan

sebagainya. Kelompok pemakai ketergantungan simtomatis biasanya memakai

obat-obat terlarang tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga mempengaruhi

orang lain untuk menggunakan obat-obat terlarang dengan berbagai cara.

Kelompok ketergantungan reaktif terdapat pada remaja karena dorongan ingin

tahu, pengaruh lingkungan, dan tekanan kelompok sebaya (peer-group).

Kelompok ini dapat dikategorikan sebagai korban, memerlukan perawatan serta

rehabilitasi bukan hukuman.

Page 24: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

23

2.4.4 Dampak Penyalahgunaan Narkoba

Colondam (2007) mengatakan bahwa pemakaian narkoba jenis apa pun

membawa kerusakan fisik, mental dan emosi. Organ tubuh yang paling terkena

dampak penggunaan narkoba adalah otak dan efek kerusakan ini bersifat satu

arah serta tidak dapat diperbaiki kembali (irreversible damage).

Narkoba bila digunakan secara terus menerus atau melebihi takaran yang telah

ditentukan akan mengakibatkan ketergantungan. Kecanduan inilah yang akan

mengakibatkan gangguan fisik dan psikologis, karena terjadinya kerusakan pada

sistem syaraf pusat (SPP) dan organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, hati

dan ginjal. Dampak penyalahgunaan narkoba pada seseorang sangat tergantung

pada jenis narkoba yang dipakai, kepribadian pemakai dan situasi atau kondisi

pemakai. Secara umum, dampak kecanduan narkoba dapat terlihat pada fisik,

psikis maupun sosial seseorang (Hawari, 1991).

Dampak yang ditimbulkan bagi para penyalahguna nakotika yang sudah akut

atau kecanduan, secara fisik narkoba akan merusak susunan syaraf pusat atau

merusak orang organ tubuh lainnya, seperti hati dan ginjal serta menimbulkan

penyakit lain dalam tubuh, seperti bintik- bintik merah pada kulit seperti kudis.

Dalam psikisnya juga akan berdampak menjadi lamban dalam melakukan

sesuatu, agresif, sulit berkonsentrasi dan cenderung menyakiti dirinya sendiri,

dalam dampak sosial pecandu akan berupaya untuk memenuhi kebutuhan

penggunaan narkotika akibat ketergantungannya , Mereka dapat menghalalkan

segala cara demi memperoleh narkotika. Awalnya mengambil dan menjual

barang-barang milik pribadi, kemudian terus meningkat dengan mengambil

barang-barang milik keluarganya dan kemudian pada gilirannya melakukan

Page 25: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

24

tindak pidana baik berupa pencuriaaan, perampokan , dan lain-lainnya sekedar

untuk membeli narkotika (dalam http://www.narkoba-metro.org).

2.5 Tempat Rehabilitasi

Tempat rehabilitasi merupakan salah satu jalan keluar agar pecandu narkoba

dapat sembuh dari jeratan efek dari narkoba tersebut. Pusat-pusat detoksifikasi

(penghilang racun narkoba) dan rehabilitasi bagi pecandu narkoba juga sangat

beragam. Ada yang hanya menyediakan detoksifikasi sehingga pasien tidak

perlu menginap. Contohnya, rumah sakit, klinik, dan puskesmas. Ada juga

tempat-tempat rehabilitasi yang menyediakan penginapan seperti asrama,

dengan fasilitas yang lengkap, udara segar, dan pemandangan alam bagus.

Tempat-tempat ini berbeda satu sama lain, tergantung filosifi, tujuan dari tempat

tersebut, dan pasien yang disasar. Ada pusat rehabilitasi yang berdasarkan

agama sehingga memasukkan ajaran-ajaran agama di dalam program mereka

(Kompas, 2006).

Lamanya program rehabilitasi sangat bervariasi, ada yang hanya tiga-empat

minggu, namun ada yang mencapai lebih dari 18 bulan. Hal ini tergantung

kebutuhan dan kemampuan masing-masing pasien. Program yang diberikan juga

beragam. Tidak hanya detoksifikasi, tetapi juga diberikan konseling dengan

psikolog atau psikiater, olahraga dan sebagainya. Ada juga yang menyediakan

grup pendukung sepertii teman sebaya atau mantan pecandu yang sudah bisa

bebas dari pengaruh narkoba (Hawari, 1991).

Aktivitas yang diselenggarakan harus mempunyai target agar terlihat jelas

tahap kemajuan dari setiap pasien. Aktivitas ini juga harus dibawah pengawasan

orang yang kompeten, seperti dokter, psikiater, dan psikolog. Pengobatan mental

Page 26: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

25

ini bisa dilakukan dengan memberikan pembekalan seperti pelatihan self esteem

(kepercayaan diri). Pasien harus siap secara mental jika dia pulang ke rumah.

Dia harus dapat berkata tidak kepada narkoba dan siap jika ditolak oleh

masyarakat. Oleh karena itu, ada baiknya pasien diberikan keterampilan seperti

bahasa, musik, atau kerajinan tangan agar memiliki sesuatu ketika keluar nanti

(Iven dalam kompas, 2006).

2.5.1 Pengobatan Pada Tempat Rehabilitasi

Tahap pertama adalah tahap detoksifikasi. Detoksifikasi merupakan satu cara

untuk menghilangkan racun-racun obat dari tubuh si penderita kecanduan

narkoba. Proses ini dapat dilakukan melalui cara-cara berikut ini (1) Cold Turkey

(abrupt withdrawal) yaitu proses penghentian pemakaian Narkoba secara tiba-

tiba tanpa disertai dengan substitusi antidotum, (2) Bertahap atau substitusi

bertahap, misalnya dengan Kodein, Methadone, CPZ, atau Clocaril yang

dilakukan secara tapp off (bertahap) selama 1 - 2 minggu, (3) Rapid

Detoxification: dilakukan dengan anestesi umum (6 - 12 jam), dan (4)

Simtomatik: tergantung gejala yang dirasakan.

Tahap kedua adalah tahap deteksi sekunder infeksi. Pada tahap ini, biasanya

kita melakukan pemeriksaan laboratorium lengkap dan tes penunjang yang lain

untuk mendeteksi penyakit atau kelainan yang menyertai para pecandu Narkoba.

Contohnya, Hepatitis (B/C/D), AIDS, TBC, JAMUR, sexual transmitted disease

(Sifhilis, GO, dll). Jika dalam pemeriksaan ditemukan penyakit di atas, biasanya

kita langsung melakukan pengobatan medis sebelum pasien dikirim ke rumah

rehabilitasi medis. Hal ini perlu untuk mencegah untuk mencegah terjadinya

penularan penyakit pada para penderita yang lain atau tenaga kesehatan.

Page 27: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

26

Tahap ketiga adalah tahap rehabilitasi. Prinsip perawatan di setiap rumah

rehabilitasi medis yang ada di Indonesia sangat beragam. Ada yang

menekankan pengobatan hanya pada prinsip medis, ada pula yang lebih

menekankan pada prinsip rohani. Atau, prinsip pengobatan dengan cara

memadukan kedua pendekatan tersebut dalam komposisi yang seimbang.

Pengobatan rawat inap ini biasanya dilakukan selama 3 bulan sampai dengan 1

atau 2 tahun.

Tahap terakhir adalah tahap purnarawat. Sebelum kembali ke masyarakat,

para penderita yang baru sembuh akan ditampung di sebuah lingkungan khusus

(sektor swasta, jurnalis, kelompok agama, LSM, dll) selama beberapa waktu

tertentu sampai pasien siap secara mental dan rohani kembali ke lingkungannya

semula. Hal ini terjadi karena sebagian besar para penderita umumnya putus

sekolah dan tidak mempunyai kemampuan intelejensia yang memadai.

Akibatnya, banyak di antara mereka menjadi rendah diri setelah keluar dari

rumah rehabilitasi. Lamanya proses aftercare dapat bervariasi, biasanya

dilakukan antara 3 bulan sampai 1 tahun. Dari keempat tahap pengobatan,

aftercare merupakan tahap yang terpenting dan sangat menentukan untuk

mencegah si penderita kembali ke lingkungannya yang semula (dalam

http://www.narkoba-metro.org/).

Ada suatu program yang diadakan oleh salah satu tempat rehabilitasi yang

memakai cara yang disebut dengan Naza Project. Naza Project memiliki

langkah-langkah yang akan diberikan kepada pasien, antara lain: Langkah

pertama adalah Analisis kondisi pasien. Pada tahap ini kondisi fisik, mental dan

sosial pasien untuk kemudian dilakukan diagnosa terhadap keadaanya. Langkah

kedua, Detoksifikasi (pembersihan racun). Fungsinya adalah untuk

Page 28: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

27

membersihkan darah dan organ-organ tubuh pasien agar terbebas dari racun

narkotika, alkohol, zat adiktif ataupun obat psikotropika. Langkah ketiga

brainwash (cuci otak) yang akan dilakukan menggunakan alat khusus buatan

Hikmatul Iman dan tidak akan ada efek samping. Fungsi dari proses cuci otak ini

adalah untuk meng-"edit" memori-memori yang negatif (jelek) agar pasien tidak

lagi teringan akan ketergantungannya ternadap narkotika, alkohol, zat adiktif

ataupun obat psikotropika.

Langkah selanjutnya, penguatan tubuh yang dilakukan sejak hari pertama

pasien ikut program ini. Penguatan tubuh juga berfungsi untuk mengobati

penyakit-penyakit lain (jantung, diabetes, kanker, dll.) yang diderita oleh pasien

selain ketergantungannnya kan narkoba. Lankah kelima merupakan terapi

mental, bergfungsi untuk menambah keyakinan pasien bahwa dia masih bisa

disembuhkan dan menumbuhkan kembali kepercayaan akan dirinya, orang lain

dan lingkungan sosialnya. Langkah terakhir adalag dengan pemberian suplemen

khusus, yang terbagi menjadi dua bagian : a. Tips dan / trik khusus agar pasien

setelah menjalani terapi tidak kembali terjerumus ke dalam "lingkungan setan"

narkoba. b. Dilatih bela diri dari Hikmatul Iman Indonesia, yang terdiri dari materi

: silat, tenaga dalam dan tenaga metafisika. Fungsi dari latihan bela diri ini selain

berfungsi untuk defence (pertahanan tubuh) juga untuk kesehatan (Gani Kurnia,

2006).

2.6 Kerangka Berpikir

Menurut Brannon & Feist (2000), stress adalah pengalaman emosi negatif yang

diikuti dengan perubahan biokimia, fisiologis, kognitif dan tingkah laku. Stress ini

dapat dikategorikan sebagai tiga bagian, yaitu stimulus, respon, dan proses.

Page 29: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

28

Pendekatan yang mendefinisikan stress sebagai stimulus adalah pendekatan

yang berfokus pada lingkungan. Pendekatan kedua memandang stress sebagai

respon. Pendekatan ini fokus kepada reaksi individu terhadap sumber stress.

Pada pendekatan terakhir, stress dideskripsikan sebagai interaksi antara

stimulus yang memicu stress dan diri individu sendiri. Sehingga setiap orang

pasti akan mengalami stress, dimanapun orang tersebut berada, termasuk pada

orang pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi.

Menurut Piaget (1972), orang dewasa mencapai tahap postformal thought yang

merupakan tahap kognisi tertinggi. postformal thought merupakan tipe yang

matang, percaya pada pengalaman subjektif dan intuisi yang masuk akal dan

berguna untuk berhubungan dengan ambiguitas, ketidakyakinan,

ketidakkonsistenan, kontradiksi, ketidaksempurnaan dan kompromi. Pada usia

dewasa awal yang mempunyai kematangan kognitif akan mempengaruhi

bagaimana seseorang dalam menyelesaikan permasalahannya yang dapat

menyebabkan seseorang menjadi stress.

Penyalahgunaan narkoba merupakan tindak pelarian yang sedang

mempunyai masalah atau untuk mendapatkan perhatian dari orang lain di luar

lingkungan keluarga (Sarlito, 2003). Sehingga pada pecandu yang

menyalahgunakan penggunaan narkoba tersebut akan mengalami dampak pada

fisik, psikologis dan sosial, dimana akan berpengaruh akan cara pecandu dalam

menyelesaikan masalah yang menyebabkan mereka stress di tempat rehabilitasi.

Tempat rehabilitasi merupakan salah satu jalan keluar agar pecandu narkoba

dapat sembuh dari jeratan efek dari narkoba tersebut. Pusat-pusat detoksifikasi

(penghilang racun narkoba) dan rehabilitasi bagi pecandu narkoba juga sangat

beragam (Kompas, 2006). Dimana sebuah tempat rehabilitasi akan

Page 30: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

29

menyebabkan pasien terkadang merasa jenuh, terlebih pada pasien yang baru

masuk, karena pecandu berfikir ingin sembuh dari pengaruh narkoba, sedangkan

tubuh mereka masih bereaksi akan obat-obatan terlarang tersebut, hal ini akan

menyebabkan pecandu menjadi stress.

Page 31: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

30

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Subyek penelitian

3.1.1 Karakteristik subyek

Karakteristik subjek yang akan dijadikan subyek penelitian adalah dewasa awal

dengan rentang usia antara 20-40 tahun. Subyek adalah seorang pecandu

narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi dengan rentang waktu 4 bulan masa

pengobatan.

3.1.2 Populasi dan sampel

Populasinya adalah individu yang sudah menjalani proses rehabilitasi selama 4

bulan masa pengobatan. Sampel yang akan diambil adalah individu dewasa awal

yang berjumlah lima orang.

3.1.3 Teknik penarikan sampel

Subyek penelitian dipilih sesuai dengan karakteristik atau kriteria yang telah

ditentukan. Teknik penarikan sampel yang akan digunakan adalah criterion

sampling, yang artinya sampel diambil berdasarkan kriteria tertentu yang sudah

ditentukan.

3.2 Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif,

dengan tujuan untuk menghasilkan suatu data yang lebih akurat dan tepat. Hal

Page 32: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

31

tersebut dapat diperoleh dari hasil wawancara dengan subjek. Wawancara yang

dilakukan disimpan dalam rekaman kaset.

Penelitian ini dapat memberikan informasi yang cukup lengkap karena

menggambarkan keadaan sebenarnya dari hasil kontak secara langsung antara

peneliti sebagai pewawancara dan subjek sebagai narasumber. Oleh karena itu,

informasi dan data yang diperoleh cukup rinci dan mendalam mengenai stress

dan coping stress dewasa awal pada pecandu narkoba yang sedang menjalani

rehabilitasi.

3.3 Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan untuk penelitian antara lain alat tulis, kertas biodata,

surat pernyataan, kaset kosong, dan alat perekam kaset.

3.4 Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini langkah pertama yang akan dilakukan adalah membuat

surat keterangan dari kampus untuk diberikan kepada sebuah tempat rehabilitasi

yang akan peneliti datangi. Kemudian setelah mendapatkan izin dari Kampus

tersebut, peneliti meminta izin pada subjek penelitian. Pengambilan data

dilakukan dengan cara mewawancarai subjek. Proses pengumpulan data ini

akan dilaksanakan oleh peneliti secara langsung.

3.5 Pengolahan Data

Setelah semua data dan informasi dari wawancara yang direkam dengan

taperecorder, catatan lapangan, dan pengamatan akan dianalisis denga tahapan

berikut:

Page 33: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

32

a. Mentranskripkan data tape

b. Mengklasifikasikan data transkrip, catatan lapangan, dan data

pengamatan,

c. Mengolah keterkaitan antar komponen,

d. Konteks kedalam fokus permasalahan,

e. Mendeskripsikan secara keseluruhan dan sistimatik keterkaitan antar

satuan satuan gejala tersebut.

Page 34: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

33

BAB IV

HASIL DAN ANALISIS DATA PENELITIAN

4.1 Gambaran Subyek Penelitian

4.1.1 Gambaran Subyek A

Subyek pertama yang diwawancara ialah A (25 tahun). Pengambilan data

untuk subyek pertama dilakukan di daerah Jakarta Timur. Sebelum melakukan

proses wawancara, peneliti meminta ijin terlebih dahulu oleh ustadz (orang yang

bekerja di sana) untuk diperbolehkan mewawancarai pasien yang ada di tempat

rehab. Setelah mendapatkan ijin dari bapak ustadz, peneliti langsung

diperbolehkan pada hari itu juga untuk mewawancarai pasien.

Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 14 April 2008 pada pukul 15.00-

15.45 WIB dan wawancara kedua dilakukan pada tanggal 12 September 2008

pada pukul 13.00-13.30 WIB. Wawancara dilakukan di tempat rehab tesebut.

Peneliti memilih subyek ini karena direkomendasikan oleh ustadz di tampat

rehab X dan dicarikan yang sesuai dengan kriteria subyek penelitian yang

dibutuhkan oleh peneliti.

Keadaan ini memiliki kelemahan tersendiri, karena peneliti harus membangun

rapport terlebih dahulu, karena subyek terlihat tegang saat mau diwawancara.

Ketika peneliti diperkenalkan dengan subyek, subyek langsung gelisah dan

tadinya tidak mau diwawancara, setelah peneliti mengutarakan maksud

kedatangannya baru subyek mau diwawancara, lalu sempat menunggu sebentar

dulu, karena subyek meminta waktu untuk menenangkan diri sebelum

diwawancara, subyek menghabiskan 2 batang rokok sebelum wawancara di

mulai.

Page 35: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

34

Berdasarkan hasil observasi terhadap A diperoleh gambaran sebagai berikut,

subyek memiliki tinggi badan 170 cm dengan berat 70 kg. Subyek berkulit hitam

dan memiliki rambut pendek berwarna hitam. Bola mata A berwarna hitam

kecoklatan. Saat diwawancara subyek mengenakan kaos berwarna putih lengan

pendek dengan tulisan Jogja di bagian depan dan memakan sarung kotak-kotak

berwarna biru dan merah marun.

Subyek A cenderung tertutup dan seperti agak berputar-putar dalam

menjawab pertanyaan dari peneliti, hal ini terlihat saat subyek menjawab

pertanyaan peneliti dengan wajah seperti sedang berfikir, dan menjawab

pertanyaan hanya sekedarnya saja. Subyek tetap terlihat gelisah sebelum, saat

dan sesudah wawancara di lakukan. Pandangan mata subyek tajam saat

menatap peneliti, seperti sedang memikirkan sesuatu, tetapi saat ditanya subyek

cenderung lebih seperti orang bengong dan bingung.

4.1.2 Gambaran Subyek AN

Subyek kedua yang diwawancara ialah AN (27 tahun). Pengambilan data

untuk subyek AN dilakukan di tempat yang sama seperti subyek A. Sebelum

melakukan proses wawancara, peneliti meminta ijin terlebih dahulu oleh ustadz

(orang yang bekerja di sana) untuk diperbolehkan mewawancarai pasien yang

ada di tempat rehab. Setelah mendapatkan ijin dari bapak ustadz, peneliti

langsung diperbolehkan pada hari itu juga untuk mewawancarai pasien.

Wawancara dilakukan pada tanggal 14 April 2008 pada pukul 17.30-18.00

WIB dan wawancara kedua dilakukan pada tanggal 12 September 2008 pada

pukul 14.30-15.00 WIB. Wawancara dilakukan di tempat rehab tesebut. Peneliti

memilih subyek ini karena direkomendasikan oleh ustadz dari tempat rehabnya

Page 36: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

35

dan dicarikan yang sesuai dengan kriteria subyek penelitian yang dibutuhkan

oleh peneliti.

Sebelum melakukan proses wawancara peneliti sempat menunggu agak

lama, karena subyek telat datang ke tempat rehab tersebut karena hujan besar

dan ia dari tempat mengajar komputer di sekolah dasar daerah Jakarta Selatan.

Setelah subyek datang dan siap diwawancara, prosesnya sangat mudah karena

AN merupakan seorang mahasiswa Universitas A yang sedang menyelesaikan

skripsi-nya, sehingga subyek terbiasa dengan proses wawancara. Jawaban-

jawaban yang diberikan oleh subyek sangat masuk akal, cepat dan benar-benar

teratur. Subyek cenderung terbuka mengenai kehidupan narkoba yang

dialaminya hingga sampai saat ini.

Berdasarkan hasil observasi terhadap subyek AN diperoleh gambaran

sebagai berikut, subyek memiliki tinggi badan 175 cm dengan berat 65 kg.

Subyek berkulit sawo matang, rambut pendek berwarna hitam dengan potongan

di belah dua, subyek memiliki bola mata berwarna coklat tua. Saat diwawancara

subyek memakai kemeja berwarna putih tangan panjang dengan tangan yang di

gulung sampai sikut dan celana bahan berwarna hitam. Kegiatan subyek saat ini

mengajar komputer di sekolahan dasar dan sedang menyelesaikan skripsi

program strata satu di Universitas A.

4.1.3 Gambaran Subyek EF

Subyek ketiga yang diwawancara ialah EF (25 tahun). Pengambilan data

untuk subyek EF dilakukan di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Sebelum

melakukan proses wawancara peneliti datang ke tempat rehabilitasi Y untuk

Page 37: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

36

meminta ijin mewawancarai pasien di Y. Setelah mendapatkan ijin, maka peneliti

pun langsung melakukan wawancara.

Wawancara dilakukan pada tanggal 19 Juni 2008 pada pukul 13.00-13.30

WIB dan wawancara kedua yang dilaksanakan pada tanggal 13 September 2008

pada pukul 19.00-19.30 WIB. Wawancara dilakukan di tempat rehab Y. Peneliti

memilih subyek ketiga ini karena direkomendasikan dari Y yang sesuai dengan

kriteria subyek penelitian yang dibutuhkan oleh peneliti.

Berdasarkan hasil observasi terhadap EF diperoleh gambaran sebagai

berikut, subyek memiliki tinggi 170 cm dengan berat 65 kg. Subyek berkulit putih,

rambut cepak, memiliki bola mata berwarna coklat muda. Saat diwawancara EF

memakai kaos lengan pendek berwarna hitam dengan tulisan rasta di bagian

depan dan memakai celana pendek jeans selutut berwarna biru. Subyek terlihat

sehat, bugar dan semangat sekali saat diwawancara. Kegiatan EF saat ini hanya

mengikuti kegiatan yang ada di tempat rehabnya saja.

Dalam proses wawancara, EF cenderung terbuka dalam mengungkapkan

kondisi dirinya dari awal menggunakan narkoba sampai sekarang berada di

tempat rehabilitasi. Subyek dapat mengerti pertanyaan dengan baik, serta

menjawabnya dengan jelas. Subyek terlihat sangat bersemangat menceritakan

kehidupannya yang telah dilaluinya dan kehidupan yang akan dijalankan setelah

keluar dari tempat rehab tersebut.

4.1.4 Gambaran Subyek RG

Subyek keempat yang diwawancara ialah RG (23 tahun). Pengambilan data

untuk RG dilakukan di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Sebelum melakukan

proses wawancara peneliti datang ke tempat rehabilitasi Y untuk meminta ijin

Page 38: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

37

mewawancarai pasien di tempat rehabilitasi tersebut. Setelah mendapatkan ijin,

maka peneliti pun langsung melakukan wawancara.

Wawancara dilakukan pada tanggal 19 Juni 2008, pukul 16.00-16.30 WIB dan

wawancara kedua yang di laksanakan pada tanggal 13 September 2008 pada

pukul 11.00-11.30 WIB. Wawancara dilakukan di tempat rehab tersebut. Peneliti

memilih RG karena direkomendasikan yang sesuai dengan kriteria subyek

penelitian yang dibutuhkan oleh peneliti. RG merupakan teman sekamar subyek

EF, sehingga dapat mempermudah perolehan data.

Peneliti hanya memerlukan sedikit pembinaan rapport agar dapat

kepercayaan dari subyek, karena peneliti diperkenalkan sebagai teman lama dari

subyek EF. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi peneliti karena RG menjadi

lebih terbuka dalam menceritakan pengalamannya dari pertama kali memakai

narkoba sampai akhirnya sekarang berada di tempat rehabilitasi ini.

Berdasarkan hasil observasi terhadap RG diperoleh gambaran sebagai

berikut, subyek memiliki tinggi 160 cm dengan berat 55 kg. Subyek berkulit putih,

rambut pendek berwarna hitam, memiliki bola mata berwarna coklat muda. Saat

diwawancara RG memakai kaos berwarna hitam lengan pendek dengan tulisan

”I’m the bos” di bagian belakang kaosnya dan memakai celana pendek olahraga

berwarna hitam. Subyek terlihat lesu, dan kurang bersemangat saat

diwawancara. Kegiatan RG saat ini hanya mengikuti kegiatan yang ada di tempat

rehab.

4.1.5 Gambaran Subyek RI

Subyek kelima yang diwawancara ialah RI (23 tahun). Pengambilan data

untuk RI dilakukan di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Sebelum melakukan

Page 39: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

38

proses wawancara peneliti datang ke tempat rehabilitasi Y untuk meminta ijin

mewawancarai pasien di sana. Setelah mendapatkan ijin, maka peneliti pun

langsung melakukan wawancara.

Peneliti memilih RI karena direkomendasikan yang sesuai dengan kriteria

subyek penelitian yang dibutuhkan oleh peneliti. Wawancara dilakukan pada

tanggal 19 Juni 2008, pukul 17.00-17.30 WIB dan wawancara kedua yang di

laksanakan pada tanggal 13 September 2008 pada pukul 14.30-15.00 WIB.

Wawancara dilaksanakan dengan tepat waktu sesuai perjanjian yang telah

dilakukan. Subyek cenderung terbuka, sehingga dapat mempermudah proses

wawancara.

Berdasarkan hasil observasi terhadap RI diperoleh gambaran sebagai berikut,

subyek memiliki tinggi 168 cm dengan berat 55 kg, berkulit putih, rambut

potongan pendek rapih berwarna hitam dan memiliki bola mata berwarna coklat

muda. Saat diwawancara RI memakai kaos berwarna hitam lengan pendek

dengan tulisan ”the Beatles” di bagian depan dan memakai celana jeans

panjang berwarna biru. Subyek mengenakan sandal kulit berwarna hitam dan

memakai gelang batu di tangan kirinya. Subyek terlihat segar dan santai saat

proses wawancara akan dilakukan.

Page 40: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

39

Tabel 1

Latar Belakang Subyek Penelitian

Aspek A AN EF RG RI

Usia

Yang

memasukan ke

rehabilitasi

Masuk

rehabilitasi atas

kemauan

Lama tinggal di

rehabilitasi

Urutan kelahiran

dalam keluarga

Agama

Pendidikan

terakhir

Pekerjaan

25 tahun

Orangtua

Orangtua

9 bulan

3 dari 5

Islam

SMA

-

27 tahun

Orangtua

Sendiri

6 bulan

4 dari 4

Islam

SMA

Guru

komputer

25 tahun

Orangtua

Sendiri

7 bulan

3 dari 5

Islam

SMA

Kru band

musik

23 tahun

Orangtua

Sendiri

9 bulan

2 dari 2

Islam

SMA

-

23 tahun

Orangtua

Sendiri

7 bulan

1 dari 3

Islam

SMA

-

4.2 Gambaran Hasil Penelitian

4.2.1 Riwayat Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh subyek RG dan RI merupakan

pengalihan subyek tehadap masalah yang dihadapinya, ada pula subyek A, AN

dan EF mengkonsumsi narkoba karena rasa keingintahuannya. Sarlito (2003)

menjelaskan bahwa penyalahgunaan narkoba merupakan tindak pelarian yang

sedang mempunyai masalah atau untuk mendapatkan perhatian dari orang lain

di luar lingkungan keluarga.

Page 41: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

40

Subyek A mengenal narkoba dari teman bermainnya, yang berawal dari

kumpul-kumpul saja lalu minum-minuman air keras dan ganja, yang pada

akhirnya semua jenis narkoba telah ia coba, berikut pernyataan subyek saat

ditanya tentang darimana A mengenal narkoba “Dari temen... Iya temen maen”.

Pada awal memakai narkoba A hanya ingin mencoba-coba saja, karena subyek

belum mengetahui dampak dari narkoba tersebut, hal ini terlihat dari pernyataan

A berikut “dulu dah tahu kalo itu dilarang cuman kan yaaa namanya waktu masih

smp yah, penasaran aja gitu, semakin di larang kayaknya semakin pengen

nyoba aja.”

Seperti pernyataan A yang menyatakan bahwa subyek memakai narkoba

karena merasa bosan dirumah tidak ada kehangatan dalam keluarga, hal ini

dibuktikan dari pernyataan subyek yaitu “nggak kok, cuman nyoba aja, bis bete

sih dirumah sering ga ada orang, yaaa maen terus deh akhirnya... dulu sih saya

selalu dikasih, tapi lama kelamaan jadi ketagihan trus lanjut deh jadinya di suruh

beli... di kelas saya selalu ngantuk, ga pernah konsentrasi, dan akhirnya saya di

panggil ke ruang BP.”

Reaksi ayahnya saat sangat marah sampai A di tampar saat mengetahui

bahwa anaknya merupakan seorang pemakai, hal ini dapat terlihat dari

pernyataan subyek, yaitu ”Yaa kesel… marah… terus saya di gaplok sama ayah

saya”. Subyek masuk rehabilitasi bukan karena kemauan diri sendiri, hal ini

terlihat dari penytaaan subyek “Ga lah siapa sih yang mau masuk ke tempat

rehab begini, pokoknya waktu itu saya dah ga sadar dan pas sadar-sadar dah

ada disini.”

Subyek AN mengenal narkoba dari teman-temannya saat SMA dan karena

rasa penasarannya yang tinggi saat usianya masih muda maka subyek mencoba

Page 42: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

41

narkoba tersebut, hal ini dapat terlihat dari pernyataan subyek berikut “Pertama

di tawarin, di suruh nyoba, di bilangnya bisa ngilangin masalah yang ada gitu,

yah namanya anak SMA penasarannya kan tinggi, jadi saya coba deh waktu itu.”

Subyek EF mengenal narkoba saat menginjak SMA, pertama subyek mencoba

merokok, lalu ganja dan akhirnya semua jenis narkoba subyek coba. Saat

memakai ganja subyek tidak mengetahui akibatnya dan dilarang oleh

pemerintah, yang subyek tahu di Aceh ganja di jadikan bumbu masak, hal ini

dibuktikan dengan pernyataan subyek, yaitu

“Waktu SMA, kan awal-awalnya bandel tuh waktu itu, dan dah mulai kecanduan ma rokok, trus temen saya ada yang bawa ganja dah siap di bakar gitu, yaa udah saya cobain deh, penasaran juga rasanya bagaimana... Tau itu ganja, tapi waktu itu ga tau efeknya bagaimana dan bahaya apa nggaknya, karna saya kan orang Aceh, di Aceh itu ganja malah di jadiin bahan bumbu masakan, jadi yaa saya ga tau.”

Begitu pula yang dialami oleh RG yang merasa tertekan karena ajaran

ayahnya yang otoriter dan memakai kekerasan hal ini diperkuat dari pernyataan

subyek sebagai berikut,

”karena waktu itu saya merasa tertekan karena bokap saya kan orangnya keras, dia tuh ngajarin anaknya dah kayak ngajar militer deh. Pernah saya ketahuan rokok aja, eh rokoknya disundutin ke tangan saya... nieh bekasnya nieh... Lagian pasti ketahuan sih saya make, karna saya tingkahnya juga dah aneh, males-malesan, sering ga masuk sekolah, berantem terus ma orang... yaaa gitu-gitu deeeh...”

Subyek RI awalnya di tawarin narkoba oleh teman satu sekolahnya, tetapi

subyek mencoba narkoba atas kemauannya sendiri yaitu sebagai pelarian dari

masalah yang dialami dalam keluarganya, yaitu keadaan kedua orangtuanya

yang telah bercerai karena ayahnya telah menikah dengan wanita lain. Hal ini

dibuktikan dari pernyataan RI sebagai berikut ”pertama yaa ditawarin, tapi itu

karena keinginan saya sendiri kok... waktu itu saya pusing aja di rumah, ada

Page 43: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

42

masalah keluarga gitu... waktu itu ibu dan bapak saya mau cerai, yah males aja

saya di rumah, suasananya ga enak.”

Ada pula alasan pemakaian obat pertama kalinya berbeda-beda dari tiap

individu. Namun demikian dari semua alasan yang ada, kebanyakan pemakaian

obat untuk pertama kalinya didorong oleh rasa ingin tahu dan didasari untuk

memperoleh kenikmatan yang kadang-kadang tanpa motivasi terlebih dahulu

(Williams, 1974). Seperti pernyataan AN ”Pertama di tawarin, di suruh nyoba, di

bilangnya bisa ngilangin masalah yang ada gitu, yah namanya anak SMA

penasarannya kan tinggi, jadi saya coba deh waktu itu”. Begitu pula alasan yang

diungkapkan oleh EF yaitu, ”waktu SMA, kan awal-awalnya bandel tuh waktu itu,

dan dah mulai kecanduan ma rokok, trus temen saya ada yang bawa ganja dah

siap di bakar gitu, yaa udah saya cobain deh, penasaran juga rasanya

bagaimana”

Nowinski (1990) membagi proses ketergantungan menjadi lima tahap, dimana

tahap-tahap tersebut tidak dapat dipisahkan secara nyata. Hasil wawancara dari

kelima subyek semua tahap proses ketergantungan obat tersebut telah dialami,

tetapi ada yang berbeda dari kelima subyek tersebut yaitu AN dan EF yang tidak

mengalami tahap the compulsive stage, dimana pemakaian obat adalah sebagai

tingkah laku yang kompulsif dan sama sekali tidak ada minat terhadap sekolah,

pekerjaan, hobi, semuanya dialihkan pada pemakaian obat.

Hal ini dibuktikan pasa pernyataan AN yang masih ingin menyelesaikan

skripsinya dan sudah bekerja sebagai guru komputer di sekolah dasar,

pernyataan subyek sebagai berikut “iyaa saya tinggal nunggu sidang skripsi dan

masih bekerja jadi guru komputer di sekolah dasar yang kemarin”. Begitu pula

ungkapan keinginan EF untuk bekerja kembali menjadi kru sebuah band di

Page 44: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

43

indonesia, yaitu ”yang jelas saya mau kerja lagi seperti dulu, saya dah kangen

banget ketemu teman-teman band saya itu, lalu saya ingin membahagiakan ibu

saya dan keluarga”.

Tabel 2

Tahap-tahap proses ketergantungan

A AN EF RG RI

the experimental stage √ √ √ √ √

the social stage √ √ √ √ √

the instrumental stage √ √ √ √ √

the habitual stage √ √ √ √ √

the compulsive stage √ - - √ √

Kategori pemakai terhadap A adalah ketergantungan primer, dimana

kelompok pemakai ketergantungan primer ditandai dengan adanya gangguan

kejiwaan, kecemasan, dan depresi, yang pada umumnya terdapat pada orang

dengan kepribadian tidak stabil. Kelompok ini memerlukan terapi kejiwaan

psikologik serta perawatan bukan hukuman. Subyek A terlihat merasa cemas

saat proses wawancara akan di mulai, peneliti harus menunggu subyek A

menghabiskan tiga batang rokok terlebih dahulu.

Subyek A terlihat sudah tidak ada semangat saat di tanyakan bagaimana

rencana ke depan yang akan subyek lakukan nanti setelah keluar dari tempat

rehab, berikut pernyataan subyek A “ngapain ya? Ga tau deh... keluar dari sini

juga ga tau kapan nie... mungkin emang hidup saya harus begini aja kali ya...”. A

juga sering terlihat termenung dan tidak konsentrasi saat proses wawancara.

Sedangkan kategori terhadap AN, EF, RG dan RI adalah ketergantungan

reaktif, dimana kelompok ketergantungan reaktif terdapat pada remaja karena

Page 45: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

44

dorongan ingin tahu, pengaruh lingkungan, dan tekanan kelompok sebaya (peer-

group). Kelompok ini dapat dikategorikan sebagai korban, memerlukan

perawatan serta rehabilitasi bukan hukuman. Hal ini dapat terlihat dari

pernyataan AN “Pertama di tawarin, di suruh nyoba, di bilangnya bisa ngilangin

masalah yang ada gitu, yah namanya anak SMA penasarannya kan tinggi, jadi

saya coba deh waktu itu.”

Begitu pula pernyataan EF mengenai alasan untuk bisa memakai narkoba,

yaitu ”Waktu SMA, kan awal-awalnya bandel tuh waktu itu, dan dah mulai

kecanduan ma rokok, trus temen saya ada yang bawa ganja dah siap di bakar

gitu, yaa udah saya cobain deh, penasaran juga rasanya bagaimana.” Berikut

juga pernyataan RG yang menunjukkan bahwa subyek merasa tertekan oleh

bapaknya karena subyek diperlakukan kasar, yaitu ”waktu itu saya melihat

teman-teman saya menghisap ganja, lalu saya mencobanya saat itu, eh jadinya

ketagihan, karena waktu itu saya merasa tertekan karena bokap saya kan

orangnya keras, dia tuh ngajarin anaknya dah kayak ngajar militer deh.”

RI termasuk kategori reaktif juga karena subyek mengkonsumsi narkoba

karena subyek merasa tidak betah dengan keadaan keluarganya yang mau

bercerai, hal ini dapat terlihat dari pernyataan subyek sebagai berikut, ”waktu itu

saya pusing aja di rumah, ada masalah keluarga gitu... waktu itu ibu dan bapak

saya mau cerai, yah males aja saya di rumah, suasananya ga enak.”

Page 46: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

45

Tabel 3

Kategori pemakaian narkoba

A AN EF RG RI

ketergantungan primer √ - - - -

ketergantungan simtomatis - - - - -

ketergantungan reaktif - √ √ √ √

4.2.2 Dampak Penyalahgunaan Narkoba

Dampak penyalahgunaan narkoba tentunya akan dialami oleh para pecandu

seperti yang dinyatakan oleh Colondam (2007) bahwa pemakaian narkoba jenis

apa pun membawa kerusakan fisik, mental dan emosi. Terlihat dari hasil

wawancara bahwa kelima subyek mengalami dampak dari penyalahgunaan

narkoba tersebut. Hal ini dapat diperkuat dari pernyataan A yang menceritakan

bahwa subyek mendapatkan dampak fisik dan keterlambatan otak yaitu,

”ketahuan guru.. jadi dulu waktu SMP saya ketahuan sama guru, karena di kelas

saya selalu ngantuk, ga pernah konsentrasi, dan akhirnya saya di panggil ke

ruang BP, di Tanya-tanya dan saya ngaku aja kalo saya make.”

Begitu juga yang dialami oleh AN, subyek mengalami kelelahan fisik dari

dampak narkoba, dapat dilihat dari percakapan subyek yaitu, ”Yaaa... karena

udah ngerasa capek aja yah, karena setiap pagi bangun tidur gitu, langsung

nyari barangnya, dan langsung make lagi, kalo ga make kan sakit badan

jadinya...” dan subyek berusaha menghalalkan segala cara demi memperoleh

narkotika, seperti pernyataan subyek dibawah ini,

“Yaa... ketika dengan orang tua ga dapet, yaa jadi mikir gimana caranya harus cari uang untuk beli barang tersebut, yaa akhirnya barang-barang sendiri tuh yang dijual, trus setelah barang-barang sendiri dah ga ada yang berharga lagi, baru cari barang-barang keluarga yang saya jual, cuman ga pernah sampe ke barang orang lain atau nyuri gitu sih nggak...”

Page 47: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

46

Sama seperti A dan AN yang mengalami dampak fisik dan psikologis dari

narkoba, hal ini dikemukakan oleh EF yaitu,

”umh... pernah tuh saya mengamuk, karena benar-benar bosan

sekali dan badan saya juga sakit sekali dan pikiran saya bener-bener sedang kacau waktu itu. Sempet merasa menjadi orang yang terbodoh sedunia karena bisa terjerumus ma narkoba, karena itu saya jadi ga bisa melihat ayah saya untuk yang terakhir kalinya.”

Seperti yang dialami oleh AN yang berusaha menghalalkan segala cara untuk

mendapatkan uang agar dapat membeli narkoba, hal ini dapat terlihat dari

pernyataan RG dibawah ini,

”pertama yah dari uang jajan sendiri, lama kelamaan kan makenya ga ganja doang tuh, mulai deh ke shabu, trus putau. Kan makin mahal tuh yaaa... saya pernah jual barang-barang yang ada dirumah, dari barang-barang punya saya, barang yang ada di rumah sampai waktu itu juga barang-barang pacar saya.”

Berikut juga RG yang mengalami dampak fisik dan psikis dari narkoba

tersebut, seperti yang dikemukakan oleh subyek berikut ini, ”yaah pernah saya

sampe seminggu ga make, tapi saya ga bisa badan saya tuh sakit semua,

menggigil, otak ga bisa mikir, jantung detaknya keras banget... duh dah kayak

orang mau mati deh. Pernah saya yang sampai nyiletin diri sendiri itu di tangan

trus ngisep darah sendiri gitu...”

RI pun mengalami hal yang serupa menyatakan bahwa “pertama-tama sih

yaaa badan pasti kaget kan, menggigil, badan rasanya sakit semua, pikiran

sudah tidak bisa fokus lagi, kepala rasanya seperti mau pecah, wuuuh macem-

macem deh… tapi setelah lama-kelamaan itu semua membaik dan sekarang

saya sudah tidak merasakan sakit seperti itu”

Page 48: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

47

Tabel 4

Dampak Penyalahgunaan Narkoba

A AN EF RG RI

Fisik √ √ √ √ √

Psikologis √ - - √ -

4.2.3 Sumber-Sumber Stress Saat Menjalani Rehabilitasi

Menurut hasil wawancara, kelima subyek pernah mengalami stress saat

berada di tempat rehabilitasi. Stress adalah pengalaman emosi negatif yang

diikuti dengan perubahan biokimia, fisiologis, kognitif dan tingkah laku (Brannon

& Feist, 2000). Hal ini dapat terlihat pada pernyataan A mengenai rasa

kangennya terhadap kehidupannya yang dulu yaitu,

“Suka banget, kan di sini jauh dari komunitas, maksudnya tuh yah komunitas yang seharusnya saya jalanin, Kan saya seharusnya jadi mahasiswa nih, nah saya jadi ga bisa tuh ke kampus lagi, belajar ketemu teman-teman saya seperti dulu. Iya tapi saya tidak di perbolehkan, karena saya pernah dah sekali berhenti dari sini, saya kembali ke lingkungan sehari-hari saya dan saya balik lagi menjadi pecandu”

Saat ketahuan oleh orang tua, A langsung dibawa ke tempat rehabilitasi,

tetapi beberapa kali subyek ke tempat rehabilitasi yang berbeda, karena subyek

merasa tidak mempunyai kebebasan. Tempat rehab yang terakhir dapat

membuat A menjadi nyaman dan akhirnya subyek dapat bertahan, berikut

penyataan A “Iya langsung ke tempat rehab trus cuman berapa lama langsung

keluar... Karena ga betah, ga suka aja ga bebas. Beda ma di sini… di sini lebih

bebas, dikasih waktu untuk ngelakuin apa yang kita suka tapi tetap di kontrol

gitu…

A merasa terkurung di tempat rehabilitasi ini karena tidak dapat bertemu

dengan teman-teman dan keluarganya dengan bebas.

Page 49: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

48

“Yaaa siapa sih yang mau dikurung begini, enakan juga di luar bebas mau ngapain aja, di sini mah ada aturannya... saya ga suka disini... ga bisa ketemu ma temen-temen lama, keluarga juga... kan di sini jauh dari komunitas, maksudnya tuh yah komunitas yang seharusnya saya jalanin... seharusnya jadi mahasiswa nih, nah saya jadi ga bisa tuh ke kampus lagi, belajar ketemu teman-teman saya seperti dulu...”

Pada saat di tempat rehabilitasi A suka teringat akan masa lalunya yang

menyebabkan subyek menjadi tergoda untuk memakai narkoba, seperti saat

merasa kesepian di rumah sendirian karena orangtuanya sibuk kerja dan kurang

mendapatkan perhatian dari keluarganya, hal ini dapat terlihat dari pernyataan

subyek berikut

”umh... waktu itu yaaa kalau saya sedang diam saja, bengong trus

terlintas deh tuh masa lalu-masa lalu saya... yaaa sedih, kesal...

pastinya saya jadi seperti mau marah ma diri sendiri, tapi kan ga bisa

yah... pengen kembali ke masa lalu pun ga bisa juga, jadi yaah

jadinya kesel sendiri gitu lah...”

Subyek A merasa biaya di tempat rehabilitasi ini mahal, jadi subyek merasa

kurang nyaman untuk tetap berada di rehab tersebut, hal ini di buktikan dengan

pernyataan A berikut, ”pusing juga disini mahal bayarnya.” Kedua orangtua A

sibuk kerja sehingga tidak dapat memperhatikan keadaan anaknya, hal ini dapat

dilihat dari penyataan A mengenai orangtuanya apakah sering datang untuk

menjenguknya di tempat rehab, yaitu “Jarang-jarang banget mereka dateng ke

sini, lagian mereka juga pada sibuk dua-duanya sih, ga ada waktu kali untuk

nengokin saya di sini.”

A merasa dituntut oleh orangtuanya untuk cepat sembuh, karena orangtuanya

mengeluh kepadanya tentang biaya pengobatan di tempat rehabilitasi tersebut,

dapat terlihat dari pernyataan subyek sebagai berikut,

Page 50: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

49

”cuman waktu itu ibu saya bilang saya harus bisa sembuh di sini

karna biaya yang di keluarkan ibu tidak sedikit... saya sih mikirnya

ibu saya sudah capek ngurusin saya... yaaa buktinya dia dah ga

pernah nengokin saya lagi, berarti dia dah ga sayang lagi kan sama

saya.”

Pada AN lebih dapat mengatasi rasa bosan akibat rutininas kegiatan di tempat

rehabilitasi itu karena keinginannya yang kuat untuk berhenti dari narkoba, AN

menyatakan bahwa, ”pas pertama sih asing yah, banyak orang yang ga dikenal

gitu. Tapi karena ini keinginan saya sendiri yang mau berhenti, jadi saya bawa

enjoy aja, kalo dipikirin kan pastinya pusing karna bawaannya pengen pulang

aja”. AN juga menjelaskan rutinitas lah yang membuat rasa bosan itu muncul, hal

ini dinyatakan sebagai berikut,

”kadang tuh yang paling membosankan itu karena rutinitas, jadi setiap hari tuh bangun pagi, sholat, makan, kerjain kegiatan-kegiatan yang ada di sini, kalo ga ada ya tidur lagi, yaaa gitu-gitu aja ga ada kegiatan lain, nah makanya kadang santri di sini suka disuruh ikut kegiatan kayak outbond, seminar, demo, nonton atau sekedar jalan-jalan barengan aja gitu, nah itu bisa ngelepas kebosanan.”

AN merasa dalam hal apapun dapat menyebabkan sugesti muncul, misalnya

saat subyek sedang diam saja, melamun, hal ini dapat menyebabkan subyek

menjadi merasa ingin kembali mengkonsumsi narkoba tersebut. Hal ini dapat

terlihat dari pernyataan subyek sebagai berikut,

”yaaaa kayak misalnya kita sedang diem aja nie, melamun lah misalnya, nah kebayang tuh saya sedang merasakan fly itu, rasa enaknya pakai putau itu, nah jadi deeeh saya tersugesti dan seperti ingin merasakan putau itu lagi... dalam keadaan apapun sebenarnya bisa memicu sugesti itu datang karena kan dulu putau itu bisa saya pakai dalam kegiatan apapun malahan rutin pakainya.”

Saat teringat kuliah yang terbengkalai karena akibat mengkonsumsi narkoba

AN merasa menjadi manusia yang bodoh melalaikan kuliah, hal ini dapat

Page 51: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

50

dibuktikan dengan pernyataan subyek sebagai berikut “saya kan juga ga mau

donk gitu-gitu aja, saya punya keluarga yang mau melihat saya berhasil. Saya

juga punya tanggung jawab atas diri saya sendiri kan. Saya sudah cukup merasa

bodoh kemarin melalaikan kewajiban kuliah saya.”

Stressor yang serupa juga dialami oleh EF yaitu merasa terisolasi selama 3

bulan pertama di tempat rehab, hanya mengikuti kegiatan yang diadakan oleh

tempat rehab dan tidak diperbolehkan bertemu dengan siapa-siapa di luar

tempat rehab, hal ini membuat subyek menjadi jenuh dan akibatnya akan

memicu EF menjadi stress. Dapat terlihat dari pernyataan subyek sebagai berikut

“Yaa yang jelas sih sebenernya ga enak yah, kan terisolasi juga, ga boleh keluar,

ga bisa ketemu temen-temen saya, ga bisa ketemu keluarga saya...”

Stress muncul ketika EF merasakan bosan dan jenuh akan rutinitas kegiatan

yang diadakan oleh tempat rehab tersebut, hal ini menyebabkan subyek tidak

tahan sehingga subyek mengamuk dan merasa menjadi manusia terbodoh

karena terjerumus narkoba. Subyek akhirnya sadar bahwa tindakan

mengamuknya itu tidak membantu dirinya dalam proses penyembuhan, hal ini

dapat dilihat dari pernyataan subyek berikut,

”pernah tuh saya mengamuk, karena benar-benar bosan sekali dan badan saya juga sakit sekali dan pikiran saya bener-bener sedang kacau waktu itu. Sempet merasa menjadi orang yang terbodoh sedunia karena bisa terjerumus ma narkoba... Setelah kejadian itu, saya ga pernah lagi mengamuk seperti itu, karena saya sadar itu tidak membantu, malah memperlambat proses kesembuhan saya sendiri.”

Begitupula saat EF merasa sedih saat terkenang masa lalunya ketika

masih menggunakan narkoba, seperti ungkapannya berikut ini ”Biasanya

kalo dah lagi bengong sendiri, pikiran mulai melayang memikirkan banyak

Page 52: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

51

hal, saya berusaha bangkit dan mempersibuk diri saya sendiri... sebisa

mungkin saya harus bisa kendalikan diri saya sendiri...”

Sumber stress yang dialami oleh RG merupakan rasa kebosanan subyek

yang menyebabkan adanya keinginan untuk kabur dari tempat rehabilitasi

tersebut, hal ini dapat terlihat dari pernyataan subyek yaitu,

”hahahahaha.... saya pernah berusaha kabur loh dari sini, itu waktu pas baru 1 bulanan lah disini... yaaaa bosen aja, dulu yang biasanya saya bisa bebas kemana aja, mau ngapain aja terserah saya, sekarang saya kemana-mana pasti merasa di perhatiin, duuuuh ga bebas banget deh jadinya... jadi pernah malem-malem waktu itu saya berencana pengen kabur, diem-diem hampir berhasil waktu itu tapi akhirnya ketahuan pas saya mau loncat pager”

Steesor lain muncul ketika RG mengingat kekecewaan Ibunya terhadap

dirinya, hal ini menyebabkan subyek menjadi memiliki tekad yang besar untuk

cepat pulih dah kembali ke keluarga dan membahagiakan ibunya. hal ini dapat

terlihat dari pernyataan subyek sebagai berikut,

“yaaa dengan alasan dan tekad yang kuat mengenai ingin membuat ibu saya senang dan tersenyum aja itu sangat berarti buat saya, karena dalam hidup saya ini saya sudah banyak membuat banyak orang kecewa terutama ibu saya, saya ga mau misalnya ibu saya meninggal dalam keadaan menyesal mempunyai anak seperti saya”

RI merasa sangat asing saat pertama kali masuk ke tempat rehab

tersebut, karena di tempat rehab Y, pasien tidak diperbolehkan berinteraksi

dengan orang di luar tempat rehab dan hanya boleh mengikuti kegiatan

yang diadakan oleh tempat rehab itu sendiri. Hal ini dibuktikan dengan

percakapan RI sebagai berikut,

”pertama yaaa asing banget yah, banyak orang ga dikenal, terjaga, ga boleh kemana-mana... kan disini harus 3 bulan dulu yang bener-bener hanya mengikuti kegiatan yang ditentukan, ga boleh ketemu siapa-siapa. Ga bisa berinteraksi ma dunia luar seperti biasanya... pastinya bosan banget.”

Page 53: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

52

RI sering merasakan sugesti timbul saat subyek teringat dengan Ayahnya

yang telah menyakiti hati Ibunya, seperti yang dinyatakan berikut ”waktu

bosan itu kan timbul rasa sugesti dari efek narkoba itu sendiri, yaaa pernah

sih saya merasa itu sering malahan... apalagi kalau ingat kelakuan ayah

saya ke ibu saya... rasanya tuh pengen make aja gitu, karena kan dah jadi

kebiasaan saya selalu mengalihkan pikiran saya tentang masalah itu

dengan make”

Berdasarkan paparan di atas, dapat diperolah gambaran bahwa stressor yang

dialami oleh para subyek relatif bervariasi. Beberapa subyek mengalami stressor

yang hampir serupa, secara rinci dapat dipaparkan sebagai berikut dari hal

peraturan tempat rehab yang dianggap terlalu ketat sehingga menyebabkan rasa

terkurung, rutinitas kegiatan di rehabilitasi menimbulkan kejenuhan, dan sugesti

dialami oleh kelima subyek. Stressor perlakuan orangtua yang menuntut dan

mengabaikan hanya dirasakan oleh subyek A saja, dan rasa terasing atau

terisolasi dari teman-teman tidak dialami oleh subyek AN, karena subyek dapat

mengatasi masalah tersebut.

Page 54: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

53

Tabel 5

Stressor

Macam-macam stressor A AN EF RG RI

1. Peraturan tempat rehab yang

dianggap terlalu ketat sehingga

menyebabkan rasa terkurung.

2. Rutinitas kegiatan di rehabilitasi

menimbulkan kejenuhan.

3. Terasing atau terisolasi dari

teman-teman.

4. Sugesti.

5. Perilaku atau sikap orangtua yang

menuntut.

6. Perilaku atau sikap orangtua yang

mengabaikan.

-

-

-

-

-

-

-

-

-

4.2.4 Coping Stress yang Dipakai

Coping dapat menyajikan dua fungsi utama yang dapat mengatasi masalah

yang menyebabkan stress atau dapat mengatur respon emosional yang sebagai

akibat dari masalah (Lazarus & Folkman, 1984). Subyek A memakai kedua

fungsi coping stress tersebut, yaitu Emotion-Focused Coping, yaitu usaha

mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka

menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi

atau situasi yang dianggap penuh tekanan, dengan Problem-focused coping,

yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah

Page 55: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

54

yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan.

Hal ini dapat terlihat dari pernyataan subyek sebagai berikut,

”sholat... di sini apa-apa yang kita rasakan selalu di suruh balik lagi beribadah ke Tuhan, berdoa aja gitu... ntar juga lama-lama saya reda sendiri... yaaa dengan saya merasa kesal begitu, setelah sholat seenggaknya pikiran teralihkan, n berdoa aja kalo semua baik-baik saja dan pasrah aja... refresing aja kayak ngobrol sama ustadznya, ma sesama santri sini, maen gitar, maen PS, maen layangan ato apa aja biar saya lupa dengan rasa bete itu.”

A juga menjalankan strategi coping emotion-focused coping dengan cara

menenangkan diri yang sedang stress dengan beribadah dan berdoa kepada

Tuhan, A juga mengalihkan stressnya atau rasa kebosanannya dengan

melakukan kegiatan-kegiatan yang diadakan pada tempat rehabilitasi tersebut,

hal ini dapat dilihat dari penyataan A berikut, ”Belajar lah, belajar agama gitu,

belajar untuk ikutin program tajwid... Sholat, pengembangan diri, pemulihan

vitalitas, nguatin mental. Misalnya supaya kita jadi lebih bisa sabar, konsen akan

sesuatu.” Para santri rehab X, A khususnya langsung melakukan sholat dan

berdoa saat merasa ada kekesalan dalam dirinya, berikut penyataan subyek

”sholat... di sini apa-apa yang kita rasakan selalu di suruh balik lagi beribadah ke

Tuhan, berdoa aja gitu... ntar juga lama-lama saya reda sendiri.”

Apabila A sedang merasa tidak bersemangat dan terlintas pikiran-pikiran yang

negatif, subyek biasanya bedoa dan pasrahkan semuanya kepada Tuhan, hal ini

terlihat dari pernyataan A berikut ”ga lah ga tertekan kok, kalo pikiran-pikiran

buruk itu datang, yaah saya suka jadi sedih aja terus berdoa deh ke Tuhan.”

Subyek AN menjalankan kedua strategi coping stress tersebut yaitu emotion-

focused coping dan problem-focused coping karena AN merasa mempunyai

tanggung jawab atas dirinya sendiri dan keluarga, oleh karena itu AN ingin cepat

sembuh dan menanamkan pada dirinya untuk cepat pulih, hal ini terlihat dari

Page 56: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

55

pernyataan subyek sebagai berikut ”yaa... saya kan juga ga mau donk gitu-gitu

aja, saya punya keluarga yang mau melihat saya berhasil. Saya juga punya

tanggungjawab atas diri saya sendiri kan. Sudah cukup saya menjahati diri saya

sendiri, sekarang waktunya untuk maju.”

Memiliki tekad yang kuat merupakan hal yang penting untuk dapat lepas dari

narkoba, oleh karena itu AN selalu bisa mengatasi permasalahannya dengan

berfikir positif dan ke depan agar dapat cepat sembuh yang termasuk kedalam

metode emotion-focused coping. Hal ini dibuktikan dengan pernyataannya

sebagai berikut ”pas pertama sih asing yah, banyak orang yang ga dikenal gitu.

Tapi karena ini keinginan saya sendiri yang mau berhenti, jadi saya bawa enjoy

aja, kalo dipikirin kan pastinya pusing karna bawaannya pengen pulang aja.”

Strategi coping problem-focused coping juga dilakukan oleh subyek AN dengan

cara berusaha memecahkan masalah kebosanan yang dialaminya tersebut

dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan atau mengobrol

dengan ustadz yang berada di tempat rehabilitasi tersebut.

AN mengalihkan rasa bosannya dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang

ada di tempat rehab tersebut, dan AN juga selalu menanamkan dalam dirinya

untuk lebih dekat dengan Tuhan dan tekad yang kuat untuk cepat sembuh, hal ini

dapat terlihat dari pernyataan subyek sebagai berikut,

”Yaaa... alihkan pikiran aja, yaaa ngobrol ma orang-orang yang ada disini, yaaa pokoknya ada cara-cara tertentu lah gimana supaya saya betah di sini... ngobrol, main gitar, bicara sama ustadznya... misalnya ya cerita aja ke mereka gimana nieh saya sedang bosan, jalan-jalan yuk atau ngerjain apa yuk... gitu... kalo disini itu kan lebih di utamakan ke kaidah agama islam yaah... jadi kita benar-benar di tanamkan ke dalam hati bahwa semua ini hanya punya Tuhan, kita kemana lagi kalo tidak mengadu kepada Tuhan. Jadi kalau kita sedang pusing, stres, tidak bisa tahan dan tidak tahu mau kemana lagi, kita di sini diiajarkan untuk beribadah dan kembali kepada Tuhan.”

Page 57: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

56

Subyek AN memiliki keluarga yang sangat menyayanginya dan perhatian

dengannya, oleh karena itu subyek merasa mendapat dukungan dari

keluarganya dan termotivasi untuk cepat sembuh dan melakukan kegiatan atau

dapat selalu bertemu dan membahagiakan keluarganya, hal ini dibuktikan

dengan,

”Alhamdullilah yaa keluarga tuh malah tambah care kepada saya, karena itu juga saya semakin semangat untuk benar-benar sembuh dari efek narkoba itu. mereka benar-enar pengen lihat saya senang, saya sembuh. Karena yang saya rasa nieh kalau kita meerasa bosan timbul deh tuh sugesti-sugesti mau make lagi, nah bagaimana caranya saya harus tidak merasa bosan di sini.”

Berbeda dengan EF yang hanya melakukan strategi coping stress yang

problem-focused coping saja yaitu dengan berusaha untuk mempersibuk diri

sehingga pikiran-pikiran maupun rasa bosan tidak timbul kembali. EF dengan

sadar ingin berubah, subyek meyakinkan keinginannya untuk berhenti dari

narkoba dan keinginan untuk sembuh pada diri sendiri, tapi karena keluarga tidak

tega akhirnya subyek dibawa ke tempat rehabilitasi, dibuktikan dengan

pernyataan subyek sebagai berikut

“Waktu itu di cari cara apa yang paling ampuh untuk buat saya berhenti dari narkoba tersebut, cuman kan mau bagaimanapun dorongan mau sembuh itu harus dari diri sendiri dulu yah, jadi saya bener-bener tanemin ke diri saya dulu selama sebulan di rumah, dengan badan yang sakit karena sakaw tersebut, sampai saya minta saya jangan di kasihani oleh keluarga saya... tapi lama kelamaan keluarga saya ga tega melihat saya menderita seperti itu, dan akhirnya saya di bawa ke tempat rehab.”

Subyek EF berfikir harus mempunyai tekad yang kuat agar keinginannya

terbebas dari efek narkoba tersebut, hal ini dinyatakan oleh EF sebagai berikut

“yang saya rasa sih sampe sekarang berhasil yah… karna kan tergantung

kitanya aja menyikapinya dan seberapa besar keinginan kita untuk sembuh… itu

Page 58: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

57

yang terpenting… kalo hanya keinginan berhenti tapi tanpa usaha yang di

tambah dengan tekad yang kuat kan sama aja bohong.”

Saat EF pernah mengamuk karena merasa jenuh di tempat rehab dan hal itu

menyebabkan banyak orang terluka dan sakit hati. Sejak saat itu EF tidak pernah

mengamuk lagi, bahkan EF berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak melakukan

hal-hal yang dapat memperlambat kesembuhannya karena mengingat ada

keluarga yang menyayanginya dan membutuhkannya, hal ini terbukti dari

pernyataan subyek “Saya pengen cepat-cepat dinyatakan pulih nih dan balik lagi

kerja seperti dulu, tapi tidak dengan narkoba lagi hehehe... kan kasian nieh

kakak-kakak saya yang menanggung biaya kehidupan keluarganya dan keluarga

sendiri. Ade saya masih pada kecil-kecil soalnya.”

Keluarga sangat mendukung kesembuhan EF, terlihat dari rutinnya keluarga

datang untuk menjenguk subyek di tempat rehab, hal ini dibuktikan dengan

pernyataaan subyek “kalo keluarga sih iya mereka pasti datang minimal

seminggu sekali, makanya saya senang banget dapat dukungan penuh dari

keluarga.”

Berbeda dengan EF, RG menjalankan strategi coping stress yang emotion-

focused coping. Keinginan terbesar RG adalah cepat sembuh dan membuktikan

kepada keluarga, khususnya kepada ibunya dan mantan pacarnya bahwa

subyek dapat berubah. RG sangat menyesali dengan apa yang telah

dilakukannya sewaktu subyek masih menggunakan narkoba. Hal ini dibuktikan

pada pernyataan subyek sebagai berikut, ”itu yang paling utama, trus saya juga

pengen sembuh lah, cape loh punya badan yang dah ketergantungan sama

obat-obatan begituan, dan saya juga sadar banget perilaku saya dulu benar-

Page 59: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

58

benar salah banget seperti ke pacar saya itu, ke teman-teman saya... ternyata

saya baru sadar juga banyak loh teman-teman saya yang benci sama saya”

Subyek RG memiliki tekad yang kuat untuk sembuh dari efek narkoba karena

ingin membuat ibunya bahagia, hal ini dilihat dari pernyataan subyek sebagai

berikut,

“yaaa dengan alasan dan tekad yang kuat mengenai ingin membuat ibu saya senang dan tersenyum aja itu sangat berarti buat saya, karena dalam hidup saya ini saya sudah banyak membuat banyak orang kecewa terutama ibu saya, saya ga mau misalnya ibu saya meninggal dalam keadaan menyesal mempunyai anak seperti saya…”

Sama halnya dengan A dan AN, RI juga melakukan kedua strategi coping

stress. Subyek RI melakukan strategi coping problem-focused coping dengan

cara banyak mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh tempat rehabilitasi

tersebut seperti menjalani sesi konseling, kegiatan pengembangan diri dan

keterampilan, hal ini dinyatakan oleh RI sebagai berikut ”kegiatan-kegiatan

konseling, ada yang barengan ma semua santri di sini, ada yang perorangan,

trus kegiatan pengembangan diri kayak diajarkan banyak keterampilan dan yang

bisa meningkatkan rasa kepercayaan diri kita gitu... ngelakuin kegiatan-kegiatan

yang lebih bermanfaat dibandingkan saya bengang-bengong aja kan.”

Strategi emotion-focused coping juga dilakukan oleh RI, yaitu dengan memiliki

kesadaran, keinginan dan tekad yang kuat untuk berhenti dan sembuh dari

narkoba, hal ini dibuktikan dari pernyataan subyek sebagai berikut “semua itu

tergantung dari dirinya sendiri. Kesadaran, keinginan dan tekad yang kuat jadi

kunci utama dalam penyembuhan dari dampak narkoba itu sendiri.”

Page 60: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

59

Tabel 6

Coping stress

A AN EF RG RI

Emotion-Focused Coping √ √ - √ √

Problem-Focused Coping √ √ √ - √

Page 61: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

60

Page 62: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

61

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kelima subyek penelitian mengalami stress yang hampir sama, yaitu stress

saat pertama datang ke tempat rehabilitasi dengan suasana yang asing, orang-

orang yang asing dan sedangkan secara fisik para subyek masih ingin

mengkonsumsi narkoba, tetapi subyek juga harus beradaptasi dengan

lingkungan tempat rehab itu sendiri. Oleh karena itu tempat rehabilitasi yang

kedua peneliti kunjungi lebih memperketat kegiatan yang dilaksanakan dengan

fokus selama tiga bulan untuk tetap berada di tempat rehab, tidak berinteraksi

dengan dunia atau orang lain dari luar.

Begitu pula coping stress yang dipilih oleh masing-masing subyek, misalnya

dengan subyek A yang memilih menjalankan kedua strategi coping stress

dengan emotion-focused coping dan problem-focused coping. Dimana emotion-

focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon

emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan

ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan.

Sedangkan problem-focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara

mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya

yang menyebabkan terjadinya tekanan.

Subyek AN menjalankan kedua strategi coping stress tersebut yaitu emotion-

focused coping dan problem-focused coping juga, dimana hal ini dapat terlihat

dari usaha subyek AN dalam memecahkan masalah dan kebosanan yang

Page 63: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

62

dialaminya tersebut dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bias dilakukan

atau mengobrol dengan ustadz yang berada di tempat rehabilitasi tersebut.

Berbeda sekali dengan subyek A dan subyek AN, subyek EF dan subyek RI

lebih menjalankan strategi coping stress dengan problem-focused coping, hal ini

dapat terlihat saat subyek selalu mengalihkan pikirannya dan rasa bosannya

dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh tempat rehabilitasi

tersebut. Berbeda dengan subyek RG menjalankan strategi emotion-focused

coping, karena subyek terlihat lebih berusaha mengontrol perasaan menyesal

dan pikiran-pikirannya yang mengganggu subyek selama subyek di tempat

rehabilitasi tersebut.

5.2 Diskusi

Jumlah subyek dalam penelitian ini adalah lima orang. Mengingat jumlah ini

adalah jumlah yang cukup sedikit dibandingkan jumlah keseluruhan pecandu

narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi, maka, hasil penelitian ini tidak dapat

digeneralisasi untuk seluruh pecandu narkoba yang sedang menjalani

rehabilitasi. Setiap tempat rehabilitasi juga melakukan pengobatan dengan cara

yang berbeda-beda, oleh karena itu subyek yang dalam penelitian ini hanya

sebagian contoh untuk masyarakat dapat mengetahui bagaimana para pecandu

menalami stress dan bagaimana dalam mengatasinya.

Pada awalnya, penulis ingin melakukan penelitian di beberapa tempat

rehabilitasi yang berbeda, tetapi hal ini tidak dapat diberlakukan oleh penulis,

karena penulis tidak mendapatkan ijin untuk melakukan penelitian. Kesulitan

yang ditemukan juga disebabkan rata-rata pecandu yang diwawancarai sudang

mengalami gangguan fisik dan psikis yang cukup parah, sehingga ada subyek

Page 64: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

63

yang sulit untuk fokus dalam wawancara, ada pula subyek yang merasakan

penyesalan yang dalam sehingga subyek terlihat sangat memprihatinkan.

Penggalian data mengenai sumber stress dalam penelitian ini tidak mendalam

dan hanya dilakukan sampai penulis mendapatkan data bahwa subyek

mengalami stress. Hal ini dikarenakan penulis ingin memfokuskan penelitian

pada metode coping stress apa yang dipakai oleh subyek dalam mengatasi

stressnya tersebut.

Menurut Brannon & Feist (2000), stress adalah pengalaman emosi negatif

yang diikuti dengan perubahan biokimia, fisiologis, kognitif dan tingkah laku. Oleh

karena itu, tidak akan ada dampak positif yang akan ditimbulkan dari

penggunaan narkoba. Semua dampak yang dirasakan maupun yang terlihat

adalah dampak negatif. Kelima subyek pada awalnya tidak mengetahui informasi

tentang narkoba, seperti apa bentuknya, bagaimana efeknya dan dampaknya.

Hal ini dapat menyebabkan diri subyek stress karena keinginannya untuk

sembuh dengan keadaan fisik subyek yang tidak mendukung menjadi tidak

terpenuhi.

Coping dapat menyajikan dua fungsi utama yang dapat mengatasi masalah

yang menyebabkan stress atau dapat mengatur respon emosional yang sebagai

akibat dari masalah (Lazarus, 2003).

Fungsi yang pertama yaitu Emotion-Focused Coping ditujukan pada

pengaturan respon emosional melalui pendekatan behavioral dan pendekatan

kognitif. Fungsi yang ini lah yang dipakai oleh subyek RG, karena subyek RG

lebih banyak merasa bersalah dengan orang-orang sekitarnya sehingga subyek

belajar untuk mengontrol pikiran dan perasaannya dalam mengatasi

masalahnya. Fungsi yang kedua dari coping adalah problem-focused coping

Page 65: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

64

yang bertujuan untuk mengurangi tuntutan dari situasi pembawa stress atau

perkembangan sumber stress untuk menghadapinya.

Fungsi problem-focused coping ini lah yang dipakai subyek EF karena subyek

lebih memilih merubah sikapdan keadaannya saat berada di tempat rehabilitasi

tersebut dan subyek RI yang terlihat menjadi lebih memanfaatkan waktu yang

ada dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang bias menghilangkan rasa bosan

yang timbul saat di tempat rehabilitasi. Adapun subyek A dan subyek AN yang

memakai kedua fungsi tersebut secara bersamaan, yaitu dengan subyek

mengontrol pikirannya dan juga subyek juga melakukan kegiatan-kegiatan yang

dapat menghilangkan rasa kebosanannya.

Dukungan dari orang terdekat, motivasi dan semangat dalam merubah pola

pikir dan keadaan dirinya sangat mendukung dalam proses penyembuhannya.

Perasaan bosan akan menimbulkan rasa sugesti yang akan membuat pecandu

menjadi terganggu, oleh karena itu sebisa mungkin subyek harus dapat

mengontrol pikiran dan dapat mengalihkannya ke hal-hal yang lebih positif.

Tempat rehabilitasi merupakan salah satu jalan keluar agar pecandu narkoba

dapat sembuh dari jeratan efek dari narkoba tersebut. Pusat-pusat detoksifikasi

(penghilang racun narkoba) dan rehabilitasi bagi pecandu narkoba juga sangat

beragam. Oleh karena itu subyek ada yang sudah berganti-ganti cara dan tempat

rehabilitasi dalam menyembuhkan dirinya.

5.3 Saran

5.3.1 Saran untuk penelitian selanjutnya

Pada penelitian selanjutnya sebaiknya subyek yang diteliti lebih di konsepkan

mau tempat rehab seperti apa yang akan di menjadi tempat mencari subyek,

Page 66: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

65

karena setiap tempat rehab memiliki cara yang berbeda-beda dalam

menyembuhkan pasien. Hal ini dimaksudkan agar data yang diperoleh dapat

lebih bervariasi. Peneliti diharapkan dapat lebih membina rapport yang baik

dengan subyek agar subyek dapat merasa lebih nyaman dan terbuka dalam

memberikan informasi.

Saat melakukan proses wawancara hendaknya peneliti tidak terlalu terpaku

pada pedoman wawancara yang telah disusun sebelumnya. Peneliti sebaiknya

memiliki kepekaan dalam menggali jawaban-jawaban subyek sehingga jawaban

yang dihasilkan dapat merepresentasikan keadaan subyek yang sebenarnya.

Selain penelitian secara verbal juga perlu dilakukan observasi terhadap tingkah

laku subyek untuk mendapatkan tambahan data mengenai subyek.

5.3.2 Saran untuk keluarga

Keluarga hendaknya dapat mengetahui informasi tentang penyalahgunaan

narkoba, agar keluarga dapat waspada apabila ada anggota keluarganya yang

memiliki ciri-ciri sebagai pengguna narkoba tersebut. Keluarga hendaknya tetap

menerima kehadiran anggota keluarganya yang sedang menjalani rehabilitasi

tersebut, karena dukungan terbesar sebenarnya sangat diharapkan oleh pasien

adalah dari pihak keluarga. Dukungan yang paling utama adalah dengan

mempercayai bahwa anggota keluarga yang sedang menjalani rehab dapat

benar-benar pulih dan berhenti. Pemberian rasa percaya dan dukungan saat

pasien sedang menjalani rehab akan memberikan semangat pada pasien agar

cepat memulihkan dirinya.

Keluarga juga harus berusaha untuk membuka jalur komunikasi yang baik

dan terbuka. Hal ini dilakukan agar nantinya pasien tersebut dapat terus

Page 67: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

66

mengungkapkan perasaannya secara lebih jujur kepada keluarga. Ungkapan

atau cerita yang tekah diungkapkan oleh pasien juga hendaknya diberikan

respon dan dukungan-dukungan yang sewajarnya oleh keluarga.

5.3.3 Saran untuk pecandu narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi

Pecandu juga hendaknya lebih mendekatkan diri kepada Tuhan,

memperbanyak ibadah serta kegiatan-kegiatan kerohanian agar dapat lebih

cepat dalam proses pemulihan diri dan batin dan tidak akan mengulanginya

kembali saat sudah keluar dari tempat rehabilitasi. Kegiatan kerohanian dapat

menjadikan jiwa pecandu lebih tenang, sehingga dapat lebih menerima keadaan

dirinya sendiri dan dapat mengontrol pikiran dan perilakunya.

5.3.4 Saran untuk masyarakat luas

Sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui bahaya narkoba. Hal ini

dapan dilakukan dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan, termasuk di

dalamnya bagaimana menghadapi pecandu narkoba yang berada di

lingkungannya. Masyarakat juga jangan sampai mendiskriminasikan atau

mengucilkan para pecandu tersebut, karena penting adanya dukungan dari

lingkungan agar pecandu sadar bahwa mereka melakukan kesalahan.

Memberikan sikap mau menerima dan memberikan semangat pada pecandu

akan membantu mereka dalam cepatnya proses pemulihan pada diri pecandu

tersebut.

Page 68: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

67

Daftar Pustaka

Anti-narkoba.web.id. Ciri-ciri pemakai narkoba. Diperoleh juni, 27, 2007 dari

http://www.anti-narkoba.web.id/?pilih=hal&id=28#

Brannon, L. & Feist, J. (2000). Health psychology: An introduction to behavior

and health (4th ed.). Sydney: Wadsworth.

Colondam, V. (2007). Raising drog-free children. Jakarta: YCAB.

Damayanti, N.P. Kasus Narkoba di Indonesia Naik Tajam. Diperoleh juni, 28,

2007 dari

http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2006/06/25/brk,20060625-

79376,id.html.

Daymon, C. and Holloway, I. (2002) Qualitative Research Methods in Public

Relations and Marketing Communications. New York: Routtledge, Taylor

and Francis Group.

Friedman, H. S. & DiMatteo, M. R. (1989). Health psychology. Boston: Allyn &

Bacon.

Hawari, D. (1991). Penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif. Jakarta: Balai

penerbit FKUI.

Hawari, D. (2002). Penyalahgunaan & ketergantungan NAZA. Jakarta: Balai

penerbit FKUI.

Ibrahim, A. S. (2003). Stress dan psikosomatis. Jakarta: Dian Aresta

Jung, J. (2001). Psychology of alcohol and other drugs: a research perspective.

USA: Sage Publications, Inc.

Kompas. (2006). Keluarga anti n. Jakarta: Gramedia.

Page 69: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

68

Lazarus, R.S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal and Coping. New York:

Springer.

Monks, F.J., Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. (2002). Psikologi perkembangan:

Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.

Narkoba-metro.org. Tentang narkoba oleh Dr. Murcuanto Diwanto. Diperoleh

juni, 27, 2007 dari http://www.narkoba-metro.org/

Pandi. Ciri-ciri pemakai narkoba. Diperoleh juni, 27, 2007 dari http://www.anti-

narkoba.web.id/?pilih=hal&id=28#.

Papalia, E. D., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2004). Human development (9th

ed.). New York: McGraw Hill.

Rumah Belajar Psikologi. Stress oleh Reina Wangsadjaja. diperoleh November,

10, 2008 dari http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/stres.html

Santrock, J. W. (2004). Life span development (9th ed.). New York: McGraw Hill

Santrock, J. W. (2000). Psychology. USA: McGraw-Hill.

Sarafino, E. P. (2002). Health psychology: Biopsychosocial interactions (4th ed.).

New York: John Wiley & Sons.

Strauss, A. L. & Corbin, J. M. (Eds.). (1990). Basics of qualitatif research:

grounded theory procedures and techniqes. Newbury Park, Calif.: Sage

Publications.

Taylor, S. E. (2003). Health psychology (5th ed.). New York: McGraw Hill.

Wikipedia. Hikmatul Iman Indonesia. Diperoleh desember, 10, 2007 dari

http://id.wikipedia.org/wiki/Hikmatul_Iman_Indonesia.

Yayasan narkoba metro. Tentang narkoba oleh Dr. Murcuanto Diwanto.

Diperoleh juni, 27, 2007 dari http://www.narkoba-metro.org/.

Page 70: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

69

LAMPIRAN

Page 71: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

70

PEDOMAN WAWANCARA

I. Data Demografis

1. Nama

2. Usia

3. Berapa bersaudara

4. Tingkat Pendidikan

5. status pernikahan

6. keputusan masuk rehabilitasi

7. Lama rehabilitasi

8. jenis narkoba yang dipakai

9. alasan memakai narkoba

II. Narkoba

1. Kapan pertama kali anda memakai narkoba?

2. Jenis apa yang anda pakai pertama kali? Dan apa yang anda rasakan?

3. Dimanakah anda mendapatkan narkoba tersebut?

4. apa anda mengetahui bahaya narkoba sebelumnya?

5. Apakah teman-teman anda juga seorang pemakai?

6. Alasan untuk pertama kali memakai?

7. Alasan untuk secara terus-menerus memakai narkoba tersebut?

8. Siapa saja yang mengetahui bahwa anda adalah seorang pemakai?

9. Sejak kapan orantua mengetahuinya?

10. Bagaimana perlakuan keluarga setelah mengetahui anda adalah seorang

pemakai?

Page 72: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

71

III. Hubungan dengan keluarga

a. Sebelum masuk tempat rehabilitasi

1. Tolong anda ceritakan mengenai keluarga anda pada saat anda belum

masuk ke tempat rehabilitasi!

2. Bagaimana perlakuan keluarga terhadap anda?

3. Siapa yang membiayai kehidupan anda pada saat itu?

4. Anda tinggal dengan siapa sebelum masuk rehabilitasi?

5. Apakah anda sering merasa kesepian padahal anda tinggal denga keluarga

anda?

6. Apakah ada perbedaan kehidupan anda sebelum dan sesudah memakai

narkoba? Bisa anda ceritakan?

b. Pada saat akan masuk tempat rehabilitasi

1. Apakah anda tahu alasan anda dimasukkan ke tempat rehabilitasi? apakah

anda pernah menanyakannya? tanggapan anda mengenai alasan itu?

2. Pada saat tahu akan dimasukkan ke tempat rehabilitasi, reaksi dan perasaan

anda seperti apa?

3. Sebelum mengambil keputusan untuk memasukkan anda ke tempat

rehabilitasi, apakah anak anda pernah merundingkan atau membicarakan hal

ini dengan anda?

c. Sesudah masuk tempat rehabilitasi

1. Apakah anda sering dijenguk atau dikunjungi oleh keluarga? (jika iya,

seberapa sering? Jika tidak, apakah anda tahu alasan keluarga anda tidak

menjenguk anda? Tanggapan anda mengenai alasan keluarga tidak

menjenguk?

Page 73: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

72

2. Apakah anda sering mengunjungi keluarga anda pada saat keluarga tidak

mengunjungi? Jika iya apa tanggapan atau reaksi keluarga anda?

3. Saat ini kehidupan anda dibiayai oleh siapa?

4. Jika sudah lama tidak dijenguk, perasaan anda seperti apa?

5. Perasaan anda pada saat melihat orang lain dikunjungi?

6. Siapakah yang paling anda harapkan untuk datang menjenguk anda? Apa

yang menyebabkan anda begitu ingin dijenguk olehnya?

7. Sering kangen atau tidak dengan keluarga?

8. Jika sedang kangen apa yang dirasakan atau dilakukan?

9. Pengaruh rasa kangen tersebut terhadap kegiatan sehari-hari anda?

IV. Kehidupan di tempat rehabilitasi

a. Awal masuk ke tempat rehabilitasi

1. Pada saat awal mula masuk ke tempat rehabilitasi, menurut anda tempat

rehabilitasi ini seperti apa?

2. Perasaan anda pada awal masuk tempat rehabilitasi seperti apa?

3. Pada awal masuk tempat rehabilitasi, apakah anda pernah merasa stress?

4. Bisa anda gambarkan perasaan stress yang anda rasakan saat itu?

5. B agaimanakah anda mengatasi stress yang anda alami tersebut?

6. Apakah anda mencari atau berusaha mendapatkan teman pada awal anda

masuk ke tempat rehabilitasi?

b. Sekarang

1. Berapa lama anda dapat menyesuaikan diri dengan keadaan tempat

rehabilitasi? (dengan lingkungan dan pasien lainnya)

2. Saat seperti apa anda dapat merasakan stress?

Page 74: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

73

3. Saat ini, apakah anda sering merasakan stress tersebut?

4. Bagaimana cara anda untuk mengatasi permasalahan yang membuat anda

stress itu?

Page 75: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

74

Rangkuman dari data per subyek

Subyek A

Stressor Reaksi Coping stress

Stress muncul saat

subyek merasa tidak

bebas (banyak aturan

dan batasan).

Subyek merasa

terkurung dan tidak bisa

bertemu dengan teman-

teman dan keluarganya.

Biaya rehabilitasi mahal.

Saat subyek merasa

kesal, bosan,

memikirkan hal-hal yang

memicu ingatnya masa

lalu saat memakai

narkoba (sugesti).

subyek merasa jenuh.

Merasa jenuh.

Pusing

Uring-uringan, merasa

jenuh, bosan.

Melakukan kegiatan

yang dapat mengusir

rasa bosan, seperti main

PS, nonton bareng-

bareng, main layangan,

ngobrol, main gitar,

outbond atau jalan-jalan.

Berinteraksi dengan

orang-orang di sekitar

tempat rehabnya, belajar

menyablon dan belajar

membuat layangan.

Sadar bahwa biaya itu

untuk kegiatan dan

penghidupan subyek

selama di tempat rehab.

Belajar agama, program

tajwid, sholat, lebih

mendekaatkan diri

kepada Tuhan,

pengembangan diri,

pemulihan vitalitas,

kuatkan mental, belajar

sabar dan konsentrasi

akan sesuatu.

Page 76: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

75

Merasa jauh dari

komunitas, yang

seharusnya menjadi

mahasiswa, bermain

dengan teman-teman

kampus, belajar di kelas,

sekarang subyek tidak

dapat melakukan hal itu

semua.

Orang tua subyek jarang

menengok ke tampat

rehab.

Saat subyek teringat

akan masa lalunya saat

memakai narkoba

(sugesti).

Tuntutan dari orang tua

untuk cepat keluar

rehab, karena sudah

tidak sanggup

membiayainya.

Merasa Ibunya sudah

capai mengurus dirinya

dan merasa terabaikan

karena tidak pernah di

tengok.

Merasa terasingkan, jauh

dari komunitas yang

seharusnya.

Sedih dan menjadi

berpikiran bahwa orang

tuanya sudah tidak

memperdulikannya.

Sedih, kesal, seperti mau

marah dengan diri sendiri.

Merasa tidak diperhatikan

dan diperdulikan oleh

keluarganya.

sedih

Sholat. Karena di tempat

rehab ini semua yang

kita rasakan selalu

disuruh beribadah dan

berdoa.

Berdoa dan pasrahkan

semuanya ke Tuhan.

Sadar akan masa lalu

tidak dapat terulang

kembali, pasrahkan

semuanya dan kembali

sholat dan berdoa.

Pasrah.

Sholat, berdoa, dan

selain itu baru subyek

melakukan refresing

seperti main PS, main

layangan, atau apa saja

yang dapat membuat

Page 77: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

76

Subyek AN

subyek lupa akan

kesedihannya.

Stressor Reaksi Coping stress

Merasa asing dan

bertemu banyak orang

yang tidak dikenal.

Subyek teringat bahwa

kuliahnya terbengkalai

karena subyek

mengkonsumsi narkoba.

Tempat rehabilitasi yang

membatasi pergerakan

subyek.

Saat sedang terdiam,

melamun, pikiran-pikiran

negative terlintas, merasa

bosan dan sugesti muncul

dan karena rutinitas yang

dikerjakan selama di

tempat rehab.

Merasa asing.

Kesal.

Bosan.

Sugesti muncul.

Dibawa enjoy aja.

Subyek merasa memiliki

tanggung jawab atas

dirinya dan kepada

keluarganya untuk

menyelesaikan kuliahnya.

Dibawa enjoy saja,

karena kenginan subyek

untuk sembuh lebih kuat

daripada rasa bosannya.

Alihkan pikiran-pikiran

negative tersebut dengan

mengobrol dengan orang

sekitar, lakukan kegiatan

yang tidak bikin bosan

seperti main gitar, bicara

dengan ustadznya, jalan-

jalan.

Page 78: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

77

Subyek EF

Subyek RG

Stressor Reaksi Coping stress

Merasa terisolasi karena

selama 3 bulan tidak

bolah kemana-mana dan

tidak boleh bertemu

siapa-siapa. Hanya

boleh mengikuti kegiatan

rutin yang diadakan oleh

tempat rehab.

Saat subyek merasa

sangat bosan dan jenuh

sekali.

Saat subyek melamun,

pikiran melayang berfikir

yang macam-macam.

Bosan dan jenuh.

Mengamuk, merasa

menjadi manusia

terbodoh karena

terjerumus oleh narkoba.

Sugesti muncul.

Di bawa seenjoy mungkin

dan menanamkan dalam

dirinya tekad yang kuat

untuk cepat sembuh.

Sadar akan tindakan

(mengamuk), dan berfikir

yang negative seperti itu

tidak membantu

penyembuhan dirinya.

Berusaha mengendalikan

diri dan berusaha

memikirkan rencana saya

kedepan nantinya.

Stressor Reaksi Coping stress

Rutinitas yang dilakukan

selama ditempat rehab,

dan terisolasinya subyek

selama 3 bulan tidak

bolah bertemu siapa-

siapa dan tidak boleh

Bosan dan jenuh.

Dibawa enjoy semua

kegiatan yang dijalankan,

dan subyek bertekad ingin

cepat sembuh karena

ingin berbakti dan

membanggakan

Page 79: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

78

Subyek RI

kemana-mana.

Merasa tidak memiliki

kebebasan.

Saat mengingat

kekecewaan Ibunya

terhadap dirinya.

Berusaha kabur dari

tempat rehab.

Sedih.

keluarganya setelah

keluar dari rehab.

Banyak ngobrol saat sesi

konseling, ngobrol dengan

ustadznya dan sakhirnya

subyek sadar bahwa hal

itu tidak akan membantu

penyembuhan dirinya.

Subyek memiliki tekad

untuk cepat sembuh dan

ingin membahagiakan

ibunya.

Stressor Reaksi Coping stress

Subyek merasa tidak

memiliki kebebasan,

selalu terjaga, banyak

orang tidak dikenal.

Rasa bosan karena

mengikuti rutinitas dari

tempat rehab, muncul

rasa sugesti.

Merasa asing.

Muncul sugesti.

Berusaha menyesuaikan

diri dengan keadaannya,

dibawa enjoy dan

banyakin kenalan dengan

orang-orang yang ada di

tempat rehab.

Berusaha mengalihkan

dan mengontrol pikiran-

pikiran yang

menyebabkan sugesti

tersebut, melakukan

kegiatan-kegiatan yang

lebih bermanfaat lain

yang bisa mengusir rasa

Page 80: stress dan coping stress pada pecandu narkoba dewasa awal yang sedang menjalani rehabilitasi oleh sara sahrazad

79

Merasa kesal saat

eringat akan kelakuan

ayah subyek terhadap

ibunya.

Sugesti muncul.

bosan.

Mengalihkan pikiran

tersebut.