Streptomycin Dan Pembagian Kategori TB -Haris

7
Streptomycin dan pembagian kategori 1. Streptomisin a) Bentuk sediaan obat Untuk suntikan tersedia bentuk bubuk kering dalam vial yang mengandung 1 atau 5 g zat. Kadar larutan tergantung dari cara pemberian yang direncanakan; dan cara penyuntikan tergantung dari jenis dan lokasi infeksi. Suntikan IM merupakan cara yang paling sering diberikan. Dosis total sehari berkisar 1-2 g (15-25 mg/kg BB); 500 mg - 1 g disuntikkan setiap 12 jam. Untuk infeksi berat dosis harian dapat mencapai 2-4 g dibagi dalam 2-4 kali pemberian. Dosis untuk anak ialah 20-30 mg/kgBB sehari, dibagi untuk dua kali penyuntikkan. b) Farmakokinetik a. Absorbsi Streptomisin diserap di tempat-tempat suntikan, kemudian hampir seluruhnya berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang berada di eritrosit (Istiantoro,2009). b. Distribusi Streptomisin menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Kira-kira sepertiga streptomisin yang berada dalam plasma, terikat protein plasma (Istiantoro,2009). c. Metabolisme

Transcript of Streptomycin Dan Pembagian Kategori TB -Haris

Page 1: Streptomycin Dan Pembagian Kategori TB -Haris

Streptomycin dan pembagian kategori

1. Streptomisin

a) Bentuk sediaan obat

Untuk suntikan tersedia bentuk bubuk kering dalam vial yang mengandung 1

atau 5 g zat. Kadar larutan tergantung dari cara pemberian yang direncanakan;

dan cara penyuntikan tergantung dari jenis dan lokasi infeksi. Suntikan IM

merupakan cara yang paling sering diberikan. Dosis total sehari berkisar 1-2 g

(15-25 mg/kg BB); 500 mg - 1 g disuntikkan setiap 12 jam. Untuk infeksi

berat dosis harian dapat mencapai 2-4 g dibagi dalam 2-4 kali pemberian.

Dosis untuk anak ialah 20-30 mg/kgBB sehari, dibagi untuk dua kali

penyuntikkan.

b) Farmakokinetik

a. Absorbsi

Streptomisin diserap di tempat-tempat suntikan, kemudian hampir

seluruhnya berada dalam plasma. Hanya sedikit sekali yang berada di

eritrosit (Istiantoro,2009).

b. Distribusi

Streptomisin menyebar ke seluruh cairan ekstrasel. Kira-kira sepertiga

streptomisin yang berada dalam plasma, terikat protein plasma

(Istiantoro,2009).

c. Metabolisme

Masa paruh obat ini pada orang dewasa normal antara 2-3 jam, dan sangat

memanjang pada gagal ginjal. Ototoksisitas lebih sering terjadi pada pasien

yang fungsi ginjalnya terganggu (Istiantoro,2009).

d. Ekskresi

Streptomisin diekskresi melalui filtrasi glomerolus. Kira-kira 50-60% dosis

streptomisin yang diberikan secara parenteral diekskresi dalam bentuk utuh

dalam waktu 24 jam pertama. Sebagian besar jumlah ini diekskresi dalam

waktu 12 jam (Istiantoro,2009).

c) Farmakodinamik

Page 2: Streptomycin Dan Pembagian Kategori TB -Haris

Dosis dewasa normal adalah 1g/hari (15 mg/kg/hari). Jika bersihan

kreatinin kurang dari 30 mL/menit atau pasien menjalani hemodialisis,

dosisnyua menjadi 15 mg/kg dua atau tiga kali seminggu. Kebanyakan basil

tuberkel dihambat oleh strsptomisin dengan kadar sebesar 1-10 mcg/ml in

vitro (Chambers, Henry F., 2011).

Obat streptomisin in vitro bersifat bakteriosid dan bakteriostatik terhadap

bakteri tuberculosis. Kadar serendah 0,4 mikro gram/ mL sudah dapat

menghambat pertumbuhan kuman. Mikrobakterium atipik fotokromatogen,

skotokromatogen, nokromatogen, dan spesies yang tumbuh cepat tidak peka

terhadap streptomisin.

Semua populasi besar basil tuberkel mengandung beberapa mutan yang

resisten terhadap streptomisin. Rata-rata, 1 dalam 108 basil tuberkel

diperkirakan menjadi resisten terhadap streptomisin pada kadar 10-100

mcg/mL. Resistensi terjadi akibat mutisi titik pada gen rpsL yang mengode

rRNA ribosomal 16S, yang mengubah lokasi oengkatan ribosomal (Chambers,

Henry F., 2011).

Penetrasi strreptomisin kedalam sel buruk, dan obat ini aktif terutama pada

basil tuberkel ekstrasel. Sterptomisin melintasi sawar darah otak dan mencapai

kadar terapeutik bila meninges meradang (Chambers, Henry F., 2011).

d) Indikasi

Penderita TB berat yang mengancam nyawa, seperti meningitis dan penyakit

diseminata, dan terapi infeksi yang resisten terhadap obat lain (Chambers,

Henry F., 2011).

e) Kontraindikasi

Ibu hamil, pasien usia lanjut, orang dewasa yang memiliki ukuran tubuh kecil,

dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal (Chambers, Henry F., 2011).

f) Interaksi obat

Interaksi dapat terjadi dengan obat penghambat neuromuscular berupa

potensial penghambatan. Selain itu interaksi juga terjadi dengan obat lain yang

juga bersifat ototoksik. Dan yang bersifat nefrotoksik (Chambers, Henry F.,

2011).

Page 3: Streptomycin Dan Pembagian Kategori TB -Haris

g) Efek Samping obat

Streptomisin bersifat ototoksik dan nefrotoksik. Vertigo dan tuli

merupakan efek samping yang paling sering terjadi dan dapat bersifat

permanen. Toksisitasnya bergantung pada dosis, dan risikonya meningkat

pada usia lanjut (Chambers, Henry F., 2011).

Pembagian kategori

OAT

Terdiri dari obat lini pertama dan obat lini kedua

Obat lini pertama

1. Lini pertama :

a. Rifampisin (R)

b. INH (H)

c. Pirazinamid (Z)

d. Etambutol (E)

e. Streptomisin (S) (Setiabudi, Riyanto dkk. 2007)

2. Lini kedua :

a. suntikan ( kanamisin, kapreomisin, amikasin )

b. fuorokuinolon (siprofloksasin, ofloksasin, levofloksasin)

c. tionamid ( etionamid, protionamid )

d. sikloserin

e. paraaminosalisilat (Setiabudi, Riyanto dkk. 2007)

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia WHO dan IUATLD (International Union

Against Tuberculosis and Lung Disease)

a) Kategori I:

1. 2HRZE/4H3R3

2. 2HRZE/4HR

3. 2HRZE/6HE

Kategori tersebut untuk pasien dengan kasus:

Page 4: Streptomycin Dan Pembagian Kategori TB -Haris

1. TB Paru BTA (+) kasus baru

2. TB Paru BTA (-), RÖ (+) lesi luas / sakit berat

3. TB ekstra paru (Depkes RI, 2009)

b) Kategori II:

1. 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

2. 2HRZES/HRZE/5HRE (Depkes RI, 2009)

Kategori tersebut untuk pasien dengan kasus pasien BTA (+) yang telah diobati

sebelumnya:

2. Pasien kambuh

3. Pasien gagal

4. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default) (Depkes RI, 2009)

c) Kategori III:

1. 2HRZ/4H3R3

2. 2HRZ/4HR

3. 2HRZ/6HE

Kategori tersebut untuk pasien dengan kasus:

1. Penderita baru BTA (-), Ro (+) sakit ringan

2. TB ekstra paru sakit ringan (KGB, pleuritis unilateral, kulit, tulang, sendi,

kelenjar adrenal ) (DEPKES RI, 2009)

d) Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional

Penanggulangan TB di Indonesia:

1. Kategori 1 : 2HRZE/4(HR)3.

2. Kategori 2 : 2HRZES/(HRZE)/5(HR)3E3

Panduan OAT Sisipan : HRZE

OAT Anak : 2HRZ/4HR

Page 5: Streptomycin Dan Pembagian Kategori TB -Haris

Dapus

Chambers, Henry F. 2011. Obat Antimikobakterium dalam Farmakologi Dasar & Klinik.

Jakarta: EGC.

Istiantoro,Yati H.dan Rianto S. 2009. Tuberkulostatik dan Leprostatik. Farmakologi dan Terapi

Edisi V. Jakarta : Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis 9.

Jakarta: DEPKES RI

Setiabudi, Riyanto dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia Edisi 5. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FK UI; Hal. 613-620.