Strategi pengembangan hutan rakyat untuk menunjang pasokan ... · Penetapan kedua kecamatan...
Transcript of Strategi pengembangan hutan rakyat untuk menunjang pasokan ... · Penetapan kedua kecamatan...
25
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu bulan Juni – Oktober
2010 di Kabupaten Donggala. Wilayah penelitian untuk pengambilan data
meliputi dua kecamatan, yaitu Kecamatan Banawa dan Kecamatan Sindue.
Penetapan kedua kecamatan tersebut atas dasar bahwa secara umum telah
mewakili kondisi wilayah Kabupaten Donggala. Adapun yang menjadi alasan
penetapan Kabupaten Donggala sebagai tempat penelitian adalah a) di daerah
tersebut terdapat usaha pengembangan hutan rakyat, namun belum berkembang
dengan baik, b) terdapat sejumlah IPHHK yang mengalami kesulitan dalam
pemenuhan bahan baku industri, c) secara kelembagaan peran pemerintah belum
optimal dalam upaya pengembangan hutan rakyat, dan d) belum terbentuknya
lembaga di tingkat petani yang dapat berfungsi sebagai wadah untuk menampung
dan menyerap informasi dari petani untuk kemudian disampaikan ke pihak lain
(pemerintah dan pelaku usaha lainnya) dan sebaliknya menyampaikan informasi
dari pihak lain ke petani.
3.2 Metode Pengambilan Contoh
Penelitian ini menggunakan metode survai melalui pengamatan langsung
di lapangan. Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dan dikumpulkan langsung dari responden dan
informan kunci di lapangan, melalui wawancara tertutup berdasarkan daftar
pertanyaan (kuesioner) yang telah disiapkan sebelumnya baik berupa daftar
pertanyaan bagi petani hutan rakyat, pedagang kayu dan pihak industri kayu.
Selanjutnya untuk wawancara terbuka dilakukan berdasarkan daftar pertanyaan
penuntun bagi informan kunci baik dari pihak pemerintah dan juga pihak petani.
Selanjutnya adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari instansi-
instansi terkait yang telah tersedia dalam bentuk dokumen dan studi literatur.
Inventarisasi dan penelusuran data sekunder ini dilakukan terhadap instansi-
instansi yang meliputi: Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Direktorat
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Dinas Kehutanan dan
26
Perkebunan Kabupaten Donggala, Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah,
BP2HP XIV Palu dan BPDAS Palu-Poso.
Pemilihan responden petani hutan rakyat dilakukan secara sengaja
(Purposive Sampling), dengan memilih 35 responden. Pemilihan secara sengaja
ini dilakukan dengan asumsi populasinya dianggap seragam. Pemilihan responden
petani pada tingkat kecamatan dilakukan dengan pertimbangan bahwa kedua
kecamatan tersebut menggambarkan keadaan keseluruhan kecamatan di wilayah
Kabupaten Donggala yang memiliki hutan rakyat yang dipelihara dan terdapat
kegiatan transaksi kayu rakyat. Selain karena luasannya, kecamatan yang dipilih
dapat mewakili kondisi sosial budaya masyarakat di Kabupaten Donggala.
Populasi petani responden adalah mereka yang menanam jenis-jenis kayu baik
secara tumpangsari, tanaman pembatas maupun monokultur dan pernah
melakukan transaksi kayu. Penarikan contoh pedagang ditelusuri berdasarkan
pergerakan kayu mulai dari petani hingga industri kayu. Banyaknya pengambilan
contoh pedagang berjumlah 8 orang yang diketahui sering melakukan transaksi
kayu di daerah sampel dan 7 orang dari pihak industri kayu yang membeli kayu
dari hutan rakyat baik langsung ataupun melalui pedagang perantara.
Pemilihan key informant dalam mengkaji fenomena sehubungan dengan
pelaksanaan kegiatan pengembangan hutan rakyat dilakukan dengan cara Snow-
ball sampling yaitu memilih informan kunci secara berantai. Jika pengumpulan
data dari informan kesatu sudah selesai, informan tersebut diminta memberikan
rekomendasi untuk informan kedua selanjutnya informan kedua juga memberikan
rekomendasi untuk infoman ketiga, demikian seterusnya dilakukan secara
bergulir. Proses bola salju bergulir ini berlangsung terus sampai peneliti
memperoleh data yang cukup sesuai kebutuhan.
Untuk mengetahui implementasi kebijakan pemerintah dan dampak dari
kegiatan pengembangan hutan rakyat maka dilakukan wawancara dengan instansi
teknis terkait antara lain Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Donggala,
Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah, BP2HP Palu, BPDAS Palu-Poso,
ISWA, petani, dan tokoh masyarakat. Informan tersebut berjumlah 9 orang.
Pemilihan responden terkait dengan pengambilan keputusan tiap rumah tangga
27
dalam pengembangan hutan rakyat, yaitu petani yang tinggal di lokasi penelitian.
Responden tersebut dilihat mampu mengambil keputusan secara mandiri dan
mampu berpikir positif dan logis, sehingga mampu menjawab setiap pertanyaan
yang diajukan kepadanya.
3.3 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif maupun
kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menggambarkan kondisi
pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Donggala yang meliputi aspek
produksi, pemasaran, pengolahan, dan kelembagaan. Analisis ini dilakukan untuk
mengetahui faktor-faktor strategis dan pengaruhnya terhadap usaha
pengembangan hutan rakyat, selain itu untuk mengetahui peran pemerintah dalam
usaha tersebut di atas yang meliputi keempat aspek tesebut di atas
Melalui analisis ini dapat diserap informasi mengenai pengetahuan dan
pemahaman masyarakat terhadap pengembangan hutan rakyat, peran serta
masyarakat, pemerintah dan lembaga lainnya dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pengawasan serta pengendalian usaha pengembangan hutan rakyat.
Selanjutnya analisis kuantitatif digunakan untuk menggambarkan variabel-
variabel yang meliputi aspek produksi dan pemasaran. Pada aspek produksi,
analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui struktur tegakan dan potensi
tegakan. Analisis struktur tegakan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
yang dikembangkan oleh Davis et al. (2001), yaitu:
Keterangan : = Rata-rata pohon dalam kelas diameter ke- i : 1, 2, 3, 4 N = Total pohon ∑ = Jumlah Selanjutnya analisis potensi tegakan, menggunakan pendekatan yang
dikembangkan oleh Jariyah et al. (2001), yaitu:
Keterangan: Potensi Hutan Rakyat
28
Pada aspek pemasaran, dilakukan analisis kuantitatif untuk mengetahui
margin pemasaran dan margin keuntungan. Menurut Mubyarto dalam
Setianingsih (2007) bahwa terdapat beberapa instrumen yang lazim digunakan
untuk mengukur efisiensi suatu tata niaga, yaitu: margin pemasaran (marketing
margin) dan margin keuntungan (profit margin). Analisis margin pemasaran
dilakukan untuk mengetahui selisih harga produk di tingkat konsumen dengan
harga produk di tingkat petani hutan rakyat atau penjumlahan biaya pada tiap
lembaga pemasaran dengan keuntungan masing-masing dengan menggunakan
pendekatan yang dikembangkan oleh Tomeck dan Robinson (1990), yaitu:
MP = Pr – Pf atau MP = ∑ bi + ∑ ki Keterangan:
MP : Margin pemasarn Pr : Harga di tingkat konsumen Pf : Harga di tingkat produsen bi : Biaya pada tiap lembaga pemasaran ki : Keuntungan pada tiap lembaga pemasaran
Selanjutnya analisis margin keuntungan merupakan selisih harga yang dibayarkan
konsumen (rata-rata) dengan biaya pemasaran. Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan pendekatan yang dikembangkan oleh (Sudiyono 2001;
Setyaningsih 2007), yaitu:
MKi = Harga jual – (∑ harga beli + biaya) Keterangan:
Mki : Margin keuntungan
Pada aspek produksi variabel-variabel yang dianalisis terdiri dari struktur
tegakan, potensi produksi, dan upaya pengembangan hutan rakyat jati di
Kabupaten Donggala. Selanjutnya pada aspek pengolahan variabel-variabel yang
dianalisis terdiri atas keadaan industri pengolahan kayu rakyat, tingkat persediaan
bahan baku, produk dan konsumen kayu rakyat. Pada aspek Kelembagaan
variabel-variabel yang dianalisis meliputi lembaga pengurusan sumberdaya,
lembaga usaha dan peran pemerintah dalam pembangunan hutan rakyat.
Variabel-variabel yang dianalisis terkait aspek produksi, pengolahan, dan
kelembagaan dilakukan dengan metode triangulasi, yaitu suatu teknik
pengambilan data yang dilakukan dengan proses-proses sebagai berikut, yaitu 1)
29
wawancara: untuk mendapakan informasi dari para pihak yang terlibat dalam
pengembangan hutan rakyat, 2) kajian pustaka atas aturan-aturan dan laporan
yang tersedia, 3) selanjutnya melakukan observasi di lapangan. Jadi ke tiga cara
tersebut di atas dilakukan secara iteratif untuk mendapatkan data dan informasi
yang valid. Secara detail data dapat diperoleh dengan cara:
Membandingkan data hasil pengamatan dan data hasil wawancara.
Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang usaha pengembangan
hutan rakyat.
Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangan orang.
Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.
Pada aspek pemasaran dilakukan analisis kualitatif untuk mengkaji
organisasi pasar yang ditunjang oleh informasi, data, dan pengamatan di lapang.
Hal ini dimaksud untuk mengetahui sistem pemasaran yang terdiri dari sruktur
pasar dan perilaku pasar dalam pemasaran kayu rakyat. Analisis ini bertujuan
untuk mengidentifikasi faktor-faktor dalam keseluruan rantai pemasaran dari
tingkat petani sampai pada industri untuk mengetahui peluang dan tantangan
pemasaran kayu hutan rakyat ke depan.
Pada penelitian ini, yang menjadi fokus kajian kelembagaan untuk aspek
produksi, pemasaran, dan pengolahan, yaitu :
1. Lembaga Pengurusan Sumber daya. Pada aspek ini hal-hal yang dianalisis
terkait dengan perlu dibentuknya lembaga tersebut, agar dapat membantu
petani mengatasi kendala-kendala yang dihadapai di lapangan dalam usaha
kayu rakyat.
2. Lembaga Usaha. Pada aspek ini hal-hal yang dinalisis terkait dengan ada
tidaknya lembaga usaha yang telah dibentuk di tingkat petani. Lembaga
tersebut dapat berfungsi sebagai media komunikasi antar petani dalam usaha
hutan rakyat yang meliputi aspek produski, pemasaran, dan pengolahan.
3. Peran Pemerintah Daerah. Pada aspek ini hal-hal yang dianalisis terkait
dengan peran Pemda dalam pengembangan hutan rakyat. Bagaimana dengan
hubungan kemitraan yang sudah ada. Variabel yang akan dianalisis adalah
ketidaksepadanan informasi (Asymmetric Information) yaitu:
30
Bagaimanakah informasi peraturan perundang-undangan tentang
pengembangan hutan rakyat pada Stakeholder
Dalam perencanaan program hutan rakyat: Apakah masyarakat
mengetahui informasi dan ikut terlibat.
Pada pelaksanaannya: Apakah masyarakat memahami bagaimana proses
pengembangan hutan rakyat mulai dari persiapan lapangan, pembibitan,
pemanenan, dan penjualan.
Proses pengawasan dan pengendalian: Siapa yang melalakukan
pengawasan dan pengendalian, dan sejauh mana keterlibatannya.
Alat analisis yang digunakan selanjutnya dalam penelitian ini adalah
analisis SWOT. Identifikasi peubah-peubah strategis internal dan eksternal serta
pengaruhnya terhadap perkembangan hutan rakyat di Kabupaten Donggala
dijelaskan melalui analisis SWOT. Analisis ini pada dasarnya dilakukan dengan
cara penelusuran dan pengungkapan isu-isu strategis terkait pengembangan hutan
rakyat, yang selanjutnya akan dipakai sebagai dasar dalam penyusunan strategi
pengembangan hutan rakyat.
Analisis SWOT dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan strategi (Rangkuti 2006). Analisis strategi
pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Donggala, meliputi 4 (empat) aspek
utama, yaitu produksi, pemasaran, pengolahan, dan kelembagaan usaha kayu
rakyat. Komponen-komponen yang telah diidentifikasi, dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam melakukan analisis yang menerapkan kriteria sesuai dengan
data kuantitatif dan deskripsi keadaan.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis SWOT adalah sebagai
berikut:
a. Analisis matriks internal factor evaluation (IFE) dan external factor evaluation (EFE)
Penilaian internal factor evaluation (IFE) adalah untuk mengetahui sejauh
mana pengaruh internal yang dimiliki oleh petani hutan rakyat dengan cara
mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan. Penilaian external factor
evaluation (EFE) adalah untuk mengetahui sejauh pengaruh eksternal yang
31
berasal dari luar petani dengan cara mendaftarkan semua ancaman dan peluang.
Hasil dari kedua identifikasi faktor tersebut menjadi faktor penentu dalam
pemberian bobot dan peringkat atau rating.
b. Penentuan Bobot Setiap Variabel
Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor
strategis internal dan eksternal. Penentuan bobot setiap variabel menggunakan
skala 1, 2, 3,dan 4 (David 2002) yaitu:
1 : jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal
2 : jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal
3 : jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal
4 : jika indikator horizontal sangat penting dibandingkan indikator vertikal
Bentuk pembobotan faktor strategis internal dapat dilihat pada Tabel 1 dan bentuk
pembobotan faktor strategis eksternal dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 1 Penilaian bobot internal factor evaluation (IFE)
Faktor Strategi Internal K1 K2 K3 ... N Total Bobot
A ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... B ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... C ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... N ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
Total ..... .....
Sumber: David, 2002.
Tabel 2 Penilaian bobot external factor evaluation (EFE)
Faktor Strategi Eksternal K1 K2 K3 ... N Total Bobot
A ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... B ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... C ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... .... ..... ..... ..... ..... ..... ..... ..... N ..... ..... ..... ..... ..... ..... .....
Total ..... .....
Sumber: David, 2002.
Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap
jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus:
32
Keterangan: ia : bobot variabel ke-i
ix : nilai variabel ke-i i : 1, 2, 3, ......... n (faktor internal) i : 1, 2, 3, ......... n (faktor eksternal) n : jumlah variabel
c. Penentuan Peringkat atau Rangking
Penentuan peringkat/rangking merupakan pengukuran terhadap pengaruh
masing-masing variabel, yang menggunakan nilai peringkat dengan skala 1-4
terhadap faktor strategis yang dimiliki usahan kayu rakyat. Skala pemberian nilai
peringkat matriks IFE untuk faktor kekuatan sebagai berikut:
1 = kekuatan yang kecil 3 = kekuatan yang besar
2 = kekuatan sedang 4 = kekuatan yang sangat besar
Selanjutnya untuk faktor kelemahan sebagai berikut:
1 = kelemahan yang sangat berarti 3 = kelemahan yang kurang berarti
2 = kelemahan yang cukup berarti 4 = kelemahan yang tidak berarti
Skala pemberian nilai peringkat matriks EFE untuk faktor peluang sebagai
berikut:
1 = peluang rendah, respon kurang 3 = peluang tinggi, respon di atas rata-rata
2 = peluang sedang, respon rata-rata 4 = peluang sangat tinggi, respon superior
Selanjutnya untuk faktor ancaman sebagai berikut:
1 = ancaman sangat besar 3 = ancaman sedang
2 = ancaman besar 4 = ancaman kecil
Kemudian nilai dari pembobotan dikalikan dengan peringkat pada setiap
faktor. Selanjutnya, semua hasil kali tersebut dijumlahkan secara vertikal untuk
memperoleh total skor pembobotan yang berkisar antara 1-4. Jika total skor
pembobotan IFE dibawah 2.5, maka hal tersebut menunjukkan bahwa kondisi
internal lemah. Sebaliknya, jika berada di atas 2.5 maka menunjukan kondisi
internal adalah kuat. Matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 29 dan 31.
33
Matriks EFE digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan
eksternal dengan melakukan klasifikasi terhadap peluang dan ancaman. Total skor
pembobotan EFE berkisar antara 1-4 dengan rata-rata 2.5. Apabila total skor
pembobotan EFE dibawah 2.5, maka hal tersebut menyatakan bahwa kondisi
eksternal lemah. Sebaliknya jika berada diatas 2.5, menunjukan bahwa kondisi
eksternal adalah kuat. Matriks EFE dapat dilihat pada Tabel 32 dan 34.
Tabel 3 Contoh matriks SWOT IFE EFE
STRENGHTS (S) WEAKNESS (W) S1 W1 S2 W2 Dst Dst
OPPOTUNITIES (O) STRATEGI S-0 STRATEGI W-O O1 (Strategi menggunakan (Strategi meminimalkan O2 Kekuatan untuk Kelemahan untuk Dst memanfaatkan peluang) memanfaatkan peluang) THREATHS (T) STRATEGI S-T STRATEGI W-T T1 (Strategi menggunakan (Strategi meminimalkan T2 Kekuatan untuk Kelemahan untuk Dst mengatasi ancaman) menghindari ancaman)
Sumber : David, 2002
Strategi-strategi tersebut diatas selanjutnya diurutkan menurut rangking
berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunnya, sebagaimana disajikan pada
Tabel 4.
Tabel 4 Contoh penyusunan rangking strategi analisis SWOT
Unsur Kekuatan/Stenght (S) Kelemahan/Weaknesses (W)
Peluang/Opportunities (O) ......... .........
Ancaman/Threath (T) ......... .........
Sumber: David, 2002
d. Pembuatan Tabel Rangking Alternatif Strategi
Jumlah dari skor pembobotan menentukan rangking prioritas strategi
dalam pengelolaan hutan rakyat di Kabupaten Donggala. Jumlah skor adalah
penjumlahan semua skor dari setiap faktor-faktor strategis yang terkait. Rangking
ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai dengan terkecil yang
menjadi alternatif rencana strategi.
34
Strategi yang dihasilkan merupakan suatu keputusan teknis yang didesain
untuk mencapai tujuan yang realistis dalam jangka panjang. Keputusan yang
dihasilkan pada tingkat tertinggi atau pemerintah diharapkan didukung oleh
tingkat terbawah atau masyarakat, sehingga pelaksanaannya tidak merugikan
salah satu pihak yang terlibat didalamnya. Strategi-strategi yang dibangun
diharapkan tidak menimbulkan dampak negatif bagi petani sebagai mitra
pemerintah, melainkan sebaliknya dapat membawa peluang bagi pengembangan
hutan rakyat yang dapat menjamin kontiunitas pengembangan hutan rakyat, yang
secara ekonomis dapat meningkatkan pendapatan petani dan secara ekologis dapat
mencegah kerusakan lingkungan. Pada Tabel 5 dapat dilihat contah tabel
penentuan rangking.
Tabel 5 Contoh tabel penentuan rangking alternatif rencana strategi No Unsur SWOT Keterkaitan Jumlah skor Rangking
STRATEGI S-O 1 SO1 S1, S2, ......., Sn ........... ........... O1, O2, ......, On ........... ........... 2 SO2 S1, S2, ......., Sn ........... ........... O1, O2, ......, On ........... ........... STRATEGI S-T 3 ST1 S1, S2, ......., Sn ........... ........... T1, T2, ......, Tn ........... ........... 4 ST2 S1, S2, ......., Sn ........... ........... T1, T2, ......, Tn ........... ........... STRATEGI S-O 5 WO1 W1, W2, .......,
Wn ........... ...........
O1, O2, ......, On ........... ........... 6 WO2 W1, W2, .......,
Wn ........... ...........
O1, O2, ......, On ........... ........... STRATEGI S-O 7 WT1 W1, W2, .......,
Wn ........... ...........
T1, T2, ......, Tn ........... ........... 8 WT2 W1, W2, .......,
Wn ........... ...........
T1, T2, ......, Tn ........... ...........
Sumber: David, 2002.
Setelah dilakukan analisis SWOT, maka diharapkan akan adanya suatu
strategi pengembangan usaha kayu rakyat di Kabupaten Donggala. Hal ini perlu
35
disesuaikan dengan keinginan masyarakat dan kebijakan pemerintah setempat,
misalnya melalui peraturan dan keputusan kepala pemerintahan setempat.
3.4 Definisi Operasional
Pada suatu proses penelitian di lapangan, umumnya konsep-konsep yang
sudah diterjemahkan menjadi satuan yang lebih operasional berupa variabel,
biasanya belum sepenuhnya dapat diukur. Karena itu diperlukan suatu definisi
operasional yang merupakan suatu unsur penelitian untuk memberitahukan
bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Efendi 1989). Dengan demikian
definisi operasional merupakan petunjuk operasional dalam melakukan penelitian
di lapangan, yang memberitahu bagaimana cara mengukur variabel-variabel yang
telah ditentukan. Definisi operasional merupakan suatu informasi ilmiah yang
amat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.
Karena itu pada Tabel 6 diuraikan tentang variabel, definisi operasional,
parameter pengukuran dan keterangan yang menjadi fokus perhatian pada
penelitian ini.
Tabel 6 Variabel, definisi operasional, parameter pengukuran, dan keterangan penilaian pada aspek produksi, aspek pemasaran, aspek pengolahan, dan aspek kelembagaan
Variabel Definisi Operasional Parameter Pengukuran
Keterangan Penilaian
1. Sub Sistem Produksi Struktur tegakan Jumlah dan jenis pohon
yang tumbuh di atas lahan responden
< 400 pohon 400-800 pohon > 800 pohon
1) Rendah 2) Sedang 3) Tinggi
Potensi tegakan Upaya pengemb. Hutan rakyat
Perkiraan potensi pohon berdiri yang dinyatakan dalam satuan meter kubik (m³/ha) Pemanfaatan lahan yang ada untuk penanaman jenis tertentu yang sesuai dengan agroklimat wilayah setempat
< 0.10 m³/ha. 0.10-0.20 m³/ha. > 0.20 m³/ha. < 51000 ha 51000-10200 ha >10200 ha
1) Rendah 2) Sedang 3) Tinggi 1) Rendah 2) Sedang 3) Tinggi
2. Sub Sistem Pemasaran Pola pemasaran Bentuk saluran pemasaran
kayu rakyat dari petani 1 pola 2 pola
1)Efisien 2)Kurang
36
sampai konsumen akhir 3 pola efisien 3)Tidak
efisien
Struktur pasar Kekuatan penawar dan pembeli dalam pasar kayu hutan rakyat yang mempengaruhi harga pasar
< 2 orang 2-5 orang > 5 orang
1)Monopsoni atau
2)Oligopsoni
Perilaku pasar Perilaku yang dianut petani dalam adaptasi atau penyesuaian terhadap harga pasar
< 12 orang 10-24 orang > 24 orang
1)Kurang efisien
2)Cukup efisien
3)Efisien 3. Sub Sistem Pengolahan Industri kayu Jumlah industri yang
menerima bahan baku kayu bulat dari hutan rakyat untuk diolah menjadi barang jadi atau setengah jadi
< 2 buah 2-4 buah > 4 buah
1) Kurang 2) Sedang 3) Banyak
Tingkat persediaan bahan kaku
Jumlah volume bahan baku kayu rakyat yang dapat dibeli oleh industri kayu per bulan
< 580 m³ 580-1160 m³ > 1160 m³
1) Kurang 2) Sedang 3) Banyak
Produk dan Konsumen
Jenis dan jumlah produk yang dihasilkan untuk dijual (m³/bulan)
< 3000 m³ 3000-6000 m³ > 6000 m³
1) Kurang 2) Sedang 3) Banyak
4. Sub Sistem Kelembagaan Lembaga pengurusan sumberdaya
Ada/tidaknya lembaga pengurusan hutan rakyat dan bagaimana perannya dalam memajukan hutan rakyat
Ada Belum
1) Efektif 2) Tidak efektif
Lembaga Usaha Ada/tidaknya lembaga usaha yang dapat memberikan bantuan modal kepada petani
Ada Belum
1) Efektif 2) Tidak efektif
Peran pemerintah Peran pemerintah khususnya dalam pengembangan hutan rakyat
Aktif Pasif
1) Efektif 2) Tidak efektif
37
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas Wilayah
Kabupaten Donggala memiliki wilayah seluas 10.471.71 km² dan secara
administratif memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Kabupaten Toli-Toli dan Kabupaten Sigi;
b. Sebelah Selatan : Provinsi Sulawesi Barat;
c. Sebeleah Timur : Kabupaten Parigi Moutong;
d. Sebelah Barat : Selat Makassar;
Kabupaten Donggala memiliki iklim tropis, dengan ketinggian wilayah
berkisar 0 m dpl sampai dengan 750 m dpl. Kelembaban udara rata-rata sekitar
78%, curah hujan bulanan berkisar antara 29 mm sampai dengan 456 mm dengan
temperatur minimum 22.3˚c dan maksimum 35.1˚c (BPS Kabupaten Donggala
2009).
Topografi wilayah Kabupaten Donggala di bagian barat tanahnya terdiri
dari rawa-rawa dan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasinya
berupa tumbuhan palmae, jenis api-apian dan bakau. Makin ke bagian utara
merupakan daerah dataran rendah. Lebih ke dalam wilayah daerahnya semakin
bergunung-gunung.
4.2 Keadaan Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009, jumlah
penduduk pada Kabupaten Donggala sekitar 483.066 jiwa yang terdiri atas laki-
laki sebanyak 241.280 jiwa dan perempuan sebanyak 241.786 jiwa. Tingkat
kepadatan penduduk sebesar 46 jiwa/km². Pada umumnya masyarakat di
Kabupaten Donggala telah mengenyam pendidikan di bangku sekolah mulai dari
Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT) dengan tingkat pendidikan
tertinggi pada level Strata 2 (S2). Sesuai dengan data dari BPS Kabupaten
Donggala (2009), tingkat pendidikan masyarakat dengan persentase tertinggi,
yaitu SD (31.40%) dan terendah S1 dan S2 (4.7%). Selanjutnya komposisi
penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Kabupaten Donggala seperti pada
Tabel 7.
38
Tabel 7 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan
No Tingkat pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 47.340 9.80 2 Tidak Tamat SD 23.477 4.86 3 Tamat SD 151.683 31.40 4 Tamat SMP 130.911 27.10 5 Tamat SMA 82.314 17.04 6 Diploma 24.636 5.10 7 S1 dan S2 22.704 4.70 Jumlah 483.066 100
Sumber: BPS Kabupaten Donggala, 2009.
Mata pencaharian masyarakat Kabupaten Donggala sebagian besar sebagai
petani dan lainnya adalah pengusaha jasa, pedagang, PNS, POLRI, TNI, nelayan
dan sebagainya. Laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan pertumbuhan PDRB riil
pada tahun 2009 mencapai 7.20%. Selengkapnya seperti pada Tabel 8 di bawah
ini.
Tabel 8 Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Donggala tahun 2009
No Sektor Persentase pertumbuhan (%) 1 Keuangan, persewaan dan jasa persewaan 11.47 2 Listrik dan air bersih 8.20 3 Perdagangan, hotel dan restoran 8.09 4 Angkutan dan komunikasi 7.97 5 Bangunan 7.93 6 Jasa 7.75 7 Industri Pengolahan 7.57 8 Pertanian dan bahan galian 6.40 9 Bahan galian 5.85
Sumber: BPS Kabupaten Donggala, 2009.
Tabel 8 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang positif terjadi
pada sembilan sektor tersebut dengan pertumbuhan ekonomi yang terbesar pada
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang mencapai mencapai
11.47%, sedangkan terendah pada sektor bahan galian dengan angka pertumbuhan
sebesar 5.85%. Peranan sektoral yang paling besar dalam PDRB Kabupaten
Donggala adalah sektor pertanian yang mencapai hampir separuh dari keseluruan
PDRB, yaitu sebesar 49.27% (BPS Kabupaten Donggala 2009).
39
Masyarakat yang mendiami Kabupaten Donggala terdiri dari beberapa
etnis. Suku Kaili merupakan penduduk asli dan juga sebagai etnis mayoritas. Di
samping itu, etnis pendatang yang sudah lama berdomisili di Kabupaten Donggala
berasal dari Suku Bugis, Makassar, Toraja, Mandar, Jawa dan Minahasa.
Mayoritas penduduk beragama Islam 90.2%, Kristen Protestan 4.1%, Katholik
3.2%, Hindu 0.4% dan Budha 0.1% (BPS Kabupaten Donggala 2009).
4.3 Aksesibilitas
Hubungan transportasi antar wilayah di Kabupaten Donggala umumnya
dilakukan melalui darat. Hal ini tidak menjadi kendala yang berarti dalam
penyaluran/pemasaran hasil hutan ke daerah lain, karena kondisi jalur transportasi
darat saat ini dapat dijangkau dengan mudah dan baik, sebagai akibat dari
pengembangan wilayah.
Jarak antara ibu kota Kabupaten Donggala dengan ibu kota Provinsi
Sulawesi Tengah sekitar 36 km. Sedangkan jarak antara ibu kota Kabupaten
Donggala dengan ibu kota kecamatan dalam wilayah Kabupaten Donggala
disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Jarak antara ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan
Dari Ibu Kota Kabupaten
Ke Kecamatan/Ibu Kota Kecamatan
Jarak Tempuh Melalui Darat (km)
Banawa Rio Pakawa/Lalundu Banawa/Gunung Bale Banawa Tengah/Limboro Banawa Selatan/Watatu Labuan/Labuan Sindue/Toaya Sirenja/Tompe Balaesang/Tambu Damsol/Sabang Sojol/Balukang Tanantovea/Wani Pinembani Sindue Tambosabora/Tibo Sindue Tabolata/Alindao Balaesang Tanjung/Malei Sojol Utara/Ogomas 2
205 0 21 47 53 70
120 141 182 228 50
121 85
101 165 243
Sumber: BPS Kabupaten Donggala, 2009.
40
4.4 Pola Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan di Kabupaten Donggala bervariasi menurut
peruntukannya masing-masing. Sesuai dengan data dari BPS (2009) penggunaan
lahan tersebut meliputi kawasan hutan negara, hutan rakyat, pekarangan, lahan
kering, sawah, lahan perkebunan, tambak dan kolam, penggunaan lainnya dan
lahan tidur. Pola penggunaan lahan di Kabupatn Donggala seperti pada tabel 10.
Tabel 10 Luas wilayah berdasarkan pola penggunaan lahan
No Jenis Penggunaa Lahan Luas (ha) Persentase (%) 1 Hutan Negara 1.026.332.00 57.26 2 Hutan Rakyat 103.254.20 5.76 3 Pekarangan 6.385.00 0.36 4 Lahan kering 150.582.00 8.40 5 Sawah 144.113.45 8.04 6 Perkebunan 70.942.89 3.96 7 Tambak dan kolam 3.125.50 0.17 8 Penggunaan lain 280.409.00 15.65 9 Lahan tidur 7.111.00 0.40
Jumlah 1.792.255.04 100.00
Sumber: BPS Kabupaten Donggala, 2009
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat luas lahan potensial yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan hutan rakyat, yaitu lahan kering seluas
150.582.00 ha (8.40%) dan lahan tidur sebesar 7.111.00 ha (0.40%). Apabila
lahan-lahan tersebut dapat dimanfatkan secara maksimal untuk pengembangan
hutan rakyat, maka akan dapat membantu dalam pemenuhan bahan baku industri
kayu di Kabupaten Donggala di masa depan.
4.5 Kondisi Hutan Rakyat Secara Umum di Kabupaten Donggala
Kawasan hutan di Donggala berdasarkan peruntukannya dibagi menjadi 2
bagian, yaitu: 1) kawasan lindung yang terbagi atas Kawasan Pelestarian Alam
(KPA), dan Hutan Lindung (HL); 2) kawasan budidaya yang terdiri atas Hutan
Produksi Terbatas (HPT), Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Konversi (HPK),
dan Areal Penggunaan Lain (APL). Peruntukan kawasan hutan dan non kawasan
hutan berdasarkan fungsi dan luasannya masing-masing seperti ditunjukkan pada
Tabel 11.
41
Tabel 11 Luas kawasan hutan dan peruntukannya di Kabupaten Donggala
No Fungsi hutan Luas Hektar (ha)
Persen (%)
A 1 2
B 3 4 5
Kawasan Lindung Kawasan Suaka Alam/ Kawasan Pelestarian Alam Hutan Lindung Kawasan Budidaya Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Produksi Konversi
133.104.15
215.807.18
277.844.87 13.150.27 24.794.48
12.97
21.03
27.07 1.27 2.42
6 Non Kawasan Hutan/APL 361.631.05 35.24 Total 1.026.332.00 100
Sumber: Dinas Provinsi Sulawesi Tengah, 2010.
Pemanafaatan lahan masyarakat di Kabupaten Donggala didominasi oleh
kebun (tegal), pekarangan dan sawah. Luas hutan hak/rakyat yang terdapat di
Donggala sekitar 103.281 ha (Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Donggala 2010). Hutan rakyat/hak di Donggala dibedakan dalam 2 (dua) bentuk,
yaitu: 1) hutan rakyat/hak yang tumbuh secara alami di atas lahan milik, dan 2)
hutan rakyat/hak yang ditanam oleh masyarakat di lahan milik. Hutan rakyat yang
ditanam di lahan milik pengembangannya dilakukan secara swadaya dan melalui
kegiatan gerhan. Asal-usul hutan rakyat/hak dan luasannya masing-masing seperti
ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Luas hutan rakyat/hak berdasarkan asal-asulnya
No Asal-usul hutan rakyat Luasan Hektar (Ha)
Persentase(%)
1
2 3
Tumbuh secara alami
Hutan rakyat swadaya Hutan rakyat gerhan
100.000
56 3.225
96.82
0.05 3.12
Total 103.281 100
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Donggala (diolah), 2010.
Tabel 12 menunjukkan bahwa luas hutan rakyat/hak yang tumbuh secara
alami di atas lahan masyarakat lebih luas, bila dibanding dengan luas hutan rakyat
hasil budidaya secara swadaya oleh masyarakat, dan luas hutan rakyat hasil
program Gerhan oleh pemerintah. Hutan rakyat yang tumbuh secara alami pada
42
lahan milik masyarakat terdapat pada Kawasan Budidaya Non Kehutanan
(KBNK) atau APL (Areal Penggunaan Lain) yang telah dibebani alas titel berupa
Surat Keterangan Pemilikan Tanah (SKPT) yang dikeluarkan oleh Camat
setempat.
Berdasarkan asal-usul terbentuknya hutan rakyat sebagaimana yang
terdapat pada Tabel 12 di atas maka vegetasi berkayu yang tumbuh di atas lahan
milik masyarakatpun berbeda-beda. Pada areal hutan rakyat yang struktur
tegakannya tumbuh secara alami umumnya dapat dikelompokan menjadi 2
kelompok besar, yaitu kelompok jenis meranti dan kelompok rimba campuran.
Pengelompokan kayu yang tumbuh secara alami di atas lahan milik masyarakat
didasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/Menhut-
II/2005, tanggal 26 Mei 2003. Maksud pengelompokan jenis tersebut untuk
mempermudah dalam pengenaan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana
Reboisasi (DR) yang tujuannya adalah untuk mengamankan hak-hak negara atas
hasil hutan. Hutan rakyat yang tumbuh secara alami di lahan masyarakat seperti
pada Gambar 3.
Gambar 3 Hutan rakyat/hak yang tumbuh secara alami di lahan masyarakat
Lahan masyarakat yang ditanami pohon-pohon umumnya letaknya
terpisah-pisah dengan luasan yang bervariasi. Jenis-jenis pohon yang ditanam oleh
masyarakat baik secara swadaya maupun melalui kegiatan gerhan, yaitu jati,
sengon, gmelina, durian dan ebony. Jenis-jenis tersebut ada yang ditanam pada
suatu lokasi bersamaan dengan jenis-jenis tanaman pertanian (agroforestry) dan
43
ada juga yang ditanam secara monokultur, yaitu jenis jati. Di samping itu, pada
lahan masyarakat yang ditumbuhi jenis-jenis pohon secara alami umumnya
berupa lahan perkebuanan coklat. Jenis-jenis pohon yang tumbuh secara alami di
atas lahan milik masyarakat seperti ditunjukkan pada Tabel 13.
Tabel 13 Jenis pohon yang tumbuh secara alami di lahan milik petani No Jenis Pohon
Nama Perdagangan Nama Ilmiah 1 Meranti Shorea spp 2 Nyatoh Palaquium spp 3 Palapi Heritiera spp 4 Mangga Hutan Mangifera sp 5 Tabang Litsea sibayanensis 6 Kedondong Hutan Spondias sp 7 Durian Durio carinatus 8 Bayur Pterospermum sp 9 Dara-dara Eugenia sp
10 Lita-Lita Koordersiodenron pinnatum 11 Tapi-tapi Melia Koetjape 12 Andolia Cananga odorata 13 Kume Planconela mollucana 14 Lengaru Alstonia scholaris 15 Ketapang Hutan Terminalia spp 16 Unga-unga Podocarpus sp 17 Binuang Octomeles sp 18 Siuri Solenocarpus philipinensis
Sumber: BP2HP XIV Palu (diolah), 2010.
Tabel 16 menunjukkan bahwa pada lahan milik masyarakat terdapat 18
jenis kayu yang tumbuh secara alami. Tegakan yang tumbuh pada lahan
masyarakat meliputi 4 jenis dari kelompok meranti (18.8%) dan 14 jenis lainnya
dari kelompok rimba campuran (81.82%). Hal ini berarti tegakan yang tumbuh
secara alami pada lahan milik masyarakat umumnya didominasi oleh jenis-jenis
rimba campuran.
4.7 Kondisi Industri Pengolahan Kayu
Industri Pengolahan Hasil Hutan Kayu (IPHHK) yang saat ini terdaftar di
Kabupaten Donggala berjumlah 15 unit. Berdasakan kapasitas terpasang dibagi
menjadi 2 kelompok, yaitu industri dengan kapasitas >2000 m3 s/d 6000 m3
(industri menengah ke atas) sebanyak 2 unit dan industri dengan kapasitas <2000
m3 (industri menengah ke bawah) sebanyak 13 unit. Jumlah, jenis, dan kapasitas
terpasang dari masing – masing industri kayu seperti ditunjukkan pada Tabel 14.
44
Tabel 14 Nama industri, jenis, dan kapasitas terpasang
No Nama Perusahaan Jenis dan Kapasitas Izin (m³) Kayu Gergajian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
PT. Laju Lancar Lestari UD. Mandiri CV. Sojol Jaya CV. Al-Munawarah CV. Indosul Harmoni CV. Celindo Cemerlang CV. Kaili Tovea Indah CV. Cahaya Taviora CV. Bahtera Abadi UD. Pratama Lestari CV. Cahaya Arti CV. Sabar Jaya Sentosa CV. Bakti Jaya Utama PT. Tatehe Nusa Jaya UD. Mardiana
2.200 6.000 1.000 1.500 1.500 1.500 1.000 500 1.000 900 1.000 1.000 1.000 1.300 1.500
Jumlah Total 21.600.00
Sumber: BP2HP XIV Palu, 2010.
Tabel 14 menunjukkan bahwa IPHHK dengan kapasitas terpasang > 2000
m3 s/d 6000 m3 sebesar 13.3% dan kapasitas < 2000 m3 sebesar 86.7%. Hal ini
menunjukkan bahwa di Kabupaten Donggala jumlah industri kecil lebih banyak
dibandingkan dengan industri menengah ke atas. Berdasarkan total kapasitas
terpasang yang ada, maka setiap tahun IPHHK membutuhkan pasokan bahan baku
kayu sebesar 43.200.00 m3
Berdasarkan Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI), pasokan
bahan baku industri pengolahan kayu di Kabupaten Donggala pada tahun 2009
dari Hutan Alam sebanyak 920 m
/tahun, dengan asumsi rendemen kayu sebesar 50%.
3/tahun. Selanjutnya pasokan kayu dari hutan
rakyat/hak sebanyak 10.725.26 m3/tahun (Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi
Tengah 2010). Jadi Total pasokan bahan baku sebesar 11.645.26 m3/tahun.
Sementara total kebutuhan bahan baku mencapai 43.200.00 m3/tahun. Dengan
demikian masih terdapat kesenjangan bahan baku kayu sebesar 31.554.74
m3
Karena itu untuk memenuhi kebutuhan bahan bakunya industri kayu yang
masih beroperasi melakukan pengurangan pemenuhan bahan baku sesuai target
produksi yang direncanakan dalam RPBBI. Di samping itu, untuk tetap beroperasi
/tahun.
45
maka umumnya industri juga membeli kayu dari luar kabupaten. Selanjutnya,
antar industri kayu yang ada harus bersaing dalam pemenuhan bahan bakunya. Ke
depan kekurangan bahan baku kayu bulat bagi industri kayu yang tersebar di
Kabupaten Donggala dan Kota Palu dapat dipenuhi, apabila lahan-lahan potensial
yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan hutan rakyat.
Skenario pemanfaatan lahan tidur yang ada di Kabupaten Donggala selanjutnya
dijelaskan pada bab hasil dan pembahasan dengan tema: “upaya pengembangan
hutan rakyat”.