STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM...
Transcript of STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM...
STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM BUKU
"MEMBUMIKAN AL-QUR'AN"
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian PersyaratanMencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Manajemen Dakwah (MD)
DEWI THOHAROH1105025
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 5 (lima) eksemplar
Skripsi
Kepada
Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya,
maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara:
Nama : DEWI THOHAROH
NIM : 1105025
Jurusan : DAKWAH /MD
Judul Skripsi : STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB
DALAM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN
Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian atas
perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Semarang, Desember 2010
Pembimbing,
Bidang Substansi Materi, Bidang Metodologi & Tatatulis,
Drs. H. Nurbini, M.Si Dra. Hj. Misbah Zulfa Elysabeth, M.HumNIP. 19680918 199303 1 004 NIP. 19620107 199903 2 001
iii
SKRIPSI
STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM BUKU
"MEMBUMIKAN AL-QUR'AN"
Disusun oleh
DEWI THOHAROH 1105025
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal: 27 Desember 2010
dan dinyatakan telah lulus memenuhi sarat
Susunan Dewan Penguji,
Ketua Dewan Penguji/ Penguji,Dekan, Penguji I,
Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag Saerozi, M.AgNIP. 19620827 199203 1 003 NIP. 19700605 199803 1 004
Sekretaris Dewan Penguji/ Penguji II,Pembimbing,
Drs. H. Nurbini, M.Si Suprihatiningsih S.Ag, M.Si.NIP. 19680918 199303 1 004 NIP. 19760510 200501 2 001
Pembimbing,
Drs. H. Nurbini, M.Si Dra. Hj. Misbah Zulfa Elysabeth, M.HumNIP. 19680918 199303 1 004 NIP. 19620107 199903 2 001
iv
MOTTO
}{) :(
Artinya: Serulah kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yangbaik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. SesungguhnyaTuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat darijalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yangmendapat petunjuk. (QS. an-Nahl: 125) (DEPAG RI, 1979: 423).
v
PERSEMBAHAN
v Teruntuk orang tuaku tercinta terima kasih untuk setiap tetes keringat dan
air mata untuk setiap untaian doa bapak dan Ibu.
v Suamiku tercinta (Ahmad Agus Khaerun Anwar) yang selalu
mendampingi dalam suka dan duka dalam menyelesaikan studi dan skripsi
ini.
v Putriku tercinta (Adhwa Safira Ahyani) semoga menjadi anak yag salehah
amin
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga
pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun
yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan
daftar pustaka
Semarang, 9 Juni 2010 Tanda tangan,
DEWI THOHAROH1105025
vii
ABSTRAK
Quraish Shihab merupakan salah satu tokoh di Indonesia yang banyakmenaruh perhatian terhadap strategi dakwah juga merupakan salah seorangahli tafsir di Indonesia yang menaruh perhatian pula terhadap dakwah danproblematikanya. Hal ini dibuktikan dengan karyanya yang berjudul:Membumikan Al-Qur'an. Dalam buku ini pada Bab keempat bagian pertamahalaman 193 ada materi tentang metode dakwah al-Qur'an. dan pada Babkeempat bagian kedua halaman 394 menyentuh persoalan strategi dakwah.Yang menjadi rumusan masalah yaitu bagaimanakah strategi dakwah M.Quraish Shihah? Bagaimanakah posisi strategi dakwah M. Quraish Shihabdikaitkan dengan manajemen dakwah?
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulandata skripsi ini dengan teknik studi pustaka. Data Primernya yaitu buku yangberjudul "Membumikan al-Qur'an" karya M. Quraish Shihab, sedangkan datasekundernya yaitu sejumlah kepustakaan yang relevan dengan skripsi ini.Penulisan ini menggunakan analisis studi pustaka.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa strategi dakwah M.Quraish Shihab yaitu agar para da'i dalam meletakkan strategi dakwah di erateknologi canggih dengan masyarakat yang belum tersentuh teknologi canggihhams dibedakan. Dakwah pada masyarakat di era teknologi canggih lebihdituntut rasional, logis dan mampu menarik benang merah dengan kapasitaskemampuan mad'u yang lebih cenderung menguasai ilmu pengetahuan danteknologi. Di sini para da'i dituntut untuk bisa menguasai IPTEK sehinggapemaparan Islam tidak sekadar menyampaikan ajaran agama yang sudah ada1500 tahun yang lalu jika dihitung mulai diturunkannya al-Qur'an semasahidup Nabi Muhammad SAW. Posisi strategi dakwah M. Quraish Shihabmengandung dan berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen dakwah. Strategidakwah menurut M. Quraish Shihab merupakan bagian dari manajemendakwah, khususnya fungsi perencanaan dakwah dan lebih khususnya lagimasuk dalam kategori penentuan dan perumusan sasaran dalam rangkapencapaian tujuan dakwah. Dalam rangka perencanaan dakwah, penentuandan perumusan strategi dakwah merupakan langkah kedua setelahdilakukannya perkiraan dan perhitungan mengenai berbagai kemungkinan dimasa depan. Penentuan dan perumusan strategi dakwah ini adalah sangatpenting. Oleh karena rencana dakwah hanya dapat dirumuskan dengan baikbilamana terlebih dahulu diketahui dengan baik apa yang menjadi sasaran danbagaimana strategi dari penyelenggaraan dakwah itu.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang
senantiasa telah menganugerahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis
dalam rangka menyelesaikan karya skripsi dengan judul “STRATEGI DAKWAH
M. QURAISH SHIHAB DALAM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN".
Karya skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat
Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) bidang jurusan Manajemen Dakwah (MD) di
Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis merasa bersyukur atas bantuan dan
dorongan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah membantu
terselesaikannya skripsi penulis dengan baik. Oleh karena itu penulis
menyampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Bapak Drs. H. Nurbini, M.Si selaku Dosen pembimbing I dan Ibu Dra. Hj.
Misbah Zulfa Elysabeth, M.Hum selaku Dosen pembimbing II yang telah
berkenan membimbing dengan keikhlasan dan kebijaksanaannya meluangkan
waktu, waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan-pengarahan
hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Segenap Bapak, Ibu tenaga edukatif dan administratif fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang yang telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................ i
PEMBIMBING ........................................................................................... ii
PENGESAHAN .......................................................................................... iii
PERNYATAAN .......................................................................................... iv
MOTTO ...................................................................................................... v
PERSEMBAHAN .................................................................................... vi
ABSTRAKSI............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................5
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................5
1.4. Tinjauan Pustaka.......................................................................6
1.5. Metode Penelitian .....................................................................9
1.4. Sistematika Penulisan................................................................12
BAB II : STRATEGI DAKWAH
2.1. Strategi Dakwah........................................................................13
2.1.1. Pengertian Strategi .........................................................13
2.1.2. Strategi Dakwah.............................................................15
2.1.3. Tujuan Dakwah .............................................................20
2.2. Manajemen Dakwah..................................................................22
2.2.1. Pengertian Manajemen Dakwah .....................................22
2.2.2. Fungsi Manajemen Dakwah ...........................................27
2.2.3. Prinsip-Prinsip Manajemen Dakwah ..............................44
x
BAB III: GAMBARAN UMUM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN"
DAN BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB
3.1. Biografi M. Quraish Shihab, Pemikiran dan Karya-
Karyanya ................................................................................47
3.1.1. Latar Belakang M. Quraish Shihab ................................47
3.1.2.Corak Pemikiran M. Quraish Shihab...............................51
3.2. Deskripsi Singkat Buku "Membumikan al-Qur'an"....................55
3.2.1. Dakwah di tengah Kemajuan Sains dan Teknologi...........59
3.2.2. Gejala Umum Masyarakat Dewasa Ini .............................61
3.2.3. Dakwah Perkotaan .........................................................63
3.2.4. Dakwah di Daerah Pinggiran dan Pedesaan.....................67
BAB IV: ANALISIS PENDAPAT M. QURAISH SHIHAB TENTANG
STRATEGI DAKWAH
4.1.Analisis Strategi Dakwah M. Quraish Shihab .............................70
4.2.Analisis Posisi Strategi Dakwah Menurut M. Quraish
Shihab Dikaitkan dengan Manajemen Dakwah...........................81
BAB V : PENUTUP
5.1. Kesimpulan ...............................................................................93
5.2. Saran-Saran...............................................................................94
5.3. Penutup.....................................................................................94
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pengertian yang integralistik (menyeluruh), dakwah merupakan
suatu proses penyampaian ajaran Islam yang berkesinambungan, ditangani
oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia
masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju ke arah peri kehidupan
yang Islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu proses yang
bukan insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan,
dilaksanakan, dan dievaluasi secara terus menerus oleh para pengemban
dakwah sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Dakwah tidak
boleh dilakukan asal jalan, tanpa sebuah perencanaan yang matang, baik
menyangkut materinya, tenaga pelaksanaannya, ataupun metode yang
digunakan (Ahmad, 1983: 17).
Dakwah seyogyanya melihat apa yang menjadi kebutuhan dan kondisi
umat Islam. Dakwah di tengah masyarakat intelektual dengan kualitas SDM
nya cukup tinggi harus bersifat rasional. Demikian pula dakwah di tengah
perkotaan akan berbeda dengan dakwah di kampung-kampung yang
berlatarbelakang SDM yang lemah, maka dakwah dilaksanakan dengan cara
tidak mengandalkan logika dan filosofis. Di tengah-tengah masyarakat yang
terbilang awam tentunya akan tepat jika dakwah berupa kisah-kisah yang
menarik dan tidak banyak membutuhkan rasio dalam mencerna isi dakwah
(Shihab, 2004: 395).
2
Kegiatan dakwah sering dipahami sebagai upaya memberikan
pemecahan masalah. Masalah yang dimaksud mencakup aspek ekonomi,
politik, sosial, budaya, hukum, sains, dan teknologi. Untuk itu dakwah harus
dikemas dengan cara atau metode yang tepat. Yunan Yusuf (Suparta (ed),
2003: xiii) menyatakan bahwa dakwah harus dilakukan secara aktual, faktual
dan kontekstual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian yang
hangat di tengah masyarakat, faktual dalam arti konkrit yang nyata, serta
kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problem yang sedang dihadapi
oleh masyarakat.
Pada dasarnya dakwah merupakan seruan agama Seruan tersebut
mempunyai maksud dan tujuan untuk mengubah masyarakat sasaran dakwah
ke arah lebih baik dan lebih sejahtera, lahiriah maupun batiniah baik secara
individu maupun kelompok. Agar tujuan tersebut tercapai secara efektif, maka
para penggerak dakwah harus mengorganisir segala komponen dakwah secara
tepat. Salah satu komponen itu adalah strategi dakwah.
Strategi dakwah merupakan kebutuhan yang mendasar untuk
berhasilnya dakwah, terlebih lagi di era kemajuan ilmu dan teknologi.
Kemajuan ilmu dan teknologi yang menyebabkan transformasi sosial dengan
berbagai dampaknya merupakan medan dakwah yang perlu dipahami dan
diketahui dengan baik. Pengertian medan di sini tidak berarti hanya bersifat
fisik, tetapi juga bersifat non-fisik, seperti alam pikiran, kecenderungan,
tingkah laku dan situasi. Dengan memahami medan dakwah ini para da'i
3
diharapkan dapat memilih bahan dakwah yang tepat sesuai tuntutan sasaran
dakwah tersebut (Romly, 2003: viii).
Teknologi informasi muatan nilainya lebih banyak dipengaruhi oleh
masyarakat Barat. Maka kondisi dakwah di Indonesia makin terpuruk
dikarenakan umat Islam belum siap menghadapi kondisi tersebut baik secara
mental, skill dan pendayagunaannya. Umat Islam hanya terjebak dan
terpesona dengan kecanggihan teknologi informasi yang datang dan
merambah begitu cepat dalam kehidupan masyarakat. Perubahan yang begitu
cepat pada masyarakat akan membawa implikasi yang cukup besar bagi pola
pikir, sikap dan kepribadian masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia
yang mempunyai pola pikir tradisional akan berubah menjadi pola pikir
modern yang lebih berpikir rasional, efisien, dan pragmatis. Demikian pula
sikap dan kepribadian masyarakat Indonesia yang tadinya ramah,
berkepribadian menarik, dan memiliki semangat kekeluargaan akan
mengalami perubahan yang cukup drastis sesuai dengan tuntutan zaman
(Basit, 2006: 31).
Terkait dengan dampak informasi dan teknologi, Quraish Shihab
dalam bukunya yang berjudul: Wawasan al-Qur'an Tafsir Maudhu i atas
Pelbagai Persoalan Umat mengungkapkan bahwa dari hari ke hari tercipta
mesin-mesin semakin canggih. Shihab (2004: 395) menegaskan mesin-mesin
tersebut melalui daya akal manusia digabung-gabungkan dengan yang lainnya,
sehingga semakin kompleks, serta tidak bisa lagi dikendalikan oleh seorang.
Dewasa ini telah lahir teknologi khususnya di bidang rekayasa genetika yang
4
dikhawatirkan dapat menjadikan alat sebagai majikan. Bahkan mampu
menciptakan bakal-bakal "majikan" yang akan diperbudak dan ditundukkan
oleh alat (Shihab, 2003: 446).
Pernyataan Shihab tersebut, menjadi petunjuk tentang pentingnya
meneliti persoalan informasi, teknologi dan strategi dakwah untuk
mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh kemajuan tersebut. Informasi
dan teknologi bagaikan pisau yang bermata dua bisa memberikan manfaat
juga bisa mencelakakan. Selain problem informasi dan teknologi persoalan
dakwah juga semakin kompleks jika melihat perkembangan wilayah. Realitas
menunjukkan bahwa wilayah perkotaan demikian besar perkembangannya
baik jumlah maupun keramaiannya. Oleh karena itu dapat dipahami betapa
dituntutnya perkembangan dakwah dari waktu kewaktu. Dengan adanya
perkembangan pengetahuan masyarakat tuntutan dakwah pun menjadi
demikian beragam.
Sementara ahli menggambarkan perkembangan dakwah dari masa ke
masa dengan menyatakan bahwa pada mulanya dakwah selalu dikaitkan
dengan alam metafisika disertai dengan janji-janji dan ancaman-ancaman
ukhrawi. Kemudian beralih kepada pengaitan ajaran agama dengan bukti-bukti
ilmiah rasional. Kini, kata mereka, dakwah seharusnya lebih banyak
mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Menurut
Shihab, pemilahan semacam itu tidak selalu harus demikian. Karena di satu
saat khusus di kalangan kaum terpelajar, kesadaran dan kepuasan yang mereka
5
dambakan bukanlah selalu harus melalui dorongan berpartisipasi dalam
pembangunan (Shihab, 2004: 397).
Untuk keberhasilan dakwah tidak semata-mata dituntut aplikasinya
namun juga kajian pemikiran. Adapun sebabnya penulis memilih tokoh M.
Quraish Shihab sebagai berikut: pertama, ia merupakan salah satu tokoh di
Indonesia yang banyak menaruh perhatian terhadap strategi dakwah. Kedua, ia
merupakan salah seorang ahli tafsir di Indonesia yang menaruh perhatian pula
terhadap dakwah dan problematikanya. Hal ini dibuktikan dengan karyanya
yang berjudul: Membumikan Al-Qur'an. Dalam buku ini pada Bab keempat
bagian pertama halaman 193 ada materi tentang metode dakwah al-Qur'an,
dan pada Bab keempat bagian kedua halaman 394 menyentuh persoalan
strategi dakwah.
Berdasarkan keterangan tersebut, mendorong peneliti memilih judul
Strategi Dakwah M. Quraish Shihab
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas rumusan masalah dalam
skripsi ini yaitu
1.2.1. Bagaimanakah strategi dakwah M. Quraish Shihab?
1.2.2. Bagaimanakah posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab dikaitkan
dengan manajemen dakwah?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan penelitian ini:
1.3.1.1. Untuk mengetahui strategi dakwah M. Quraish Shihab
6
1.3.1.2. Untuk mengetahui posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab
dikaitkan dengan manajemen dakwah
1.3.2 Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua segi:
1.3.2.1 Secara teoritis, yaitu untuk pengembangan ilmu Dakwah
khususnya ilmu Manajemen Dakwah, dengan harapan dapat
dijadikan salah satu bahan studi banding oleh peneliti lainnya.
1.3.2.2 Secara praktis yaitu dapat dijadikan pedoman para da'I dalam
menyampaikan ajaran Islam
1.4 Tinjauan Pustaka
Berdasarkan kajian yang telah ada, beberapa penelitian yang
mempunyai relevansi dengan penelitian ini, di antaranya:
1. Selamet Riyadi (NIM 1199071) dengan judul: Strategi Dakwah
Muhammad Yunan Nasution Terhadap Perilaku Munkarât. M. Yunan
Nasution sudah sejak semula di Sumatera amat berjasa dalam kegiatan-
kegiatannya menulis, mengarang dan berkhutbah atau berceramah.
M.Yunan Nasution bersama-sama almarhum Buya Hamka giat menulis
dan menyebarkan karangan-karangannya lewat Pedoman Masyarakat
(satu-satunya mingguan di Medan, Sumatera Timur, waktu itu), di
samping majalah-majalah Islam lainnya seperti Panji Islam misalnya.
Sewaktu partai politik Islam "Masyumi" didirikan di Indonesia,
maka di tahun 1956 M.Yunan Nasution terpilih menjadi Sekretaris Umum
dari partai tersebut, sedang Ketua Umumnya adalah Mohammad Natsir.
Itulah periode masanya M.Yunan Nasution aktif sekali dalam
7
memperjuangkan cita-cita Islam di Indonesia. Yunan Nasution
menyatakan bahwa Islam adalah satu agama yang mengandung ajaran-
ajaran kemasyarakatan, yang mengatur hubungan antara manusia dengan
manusia laksana "satu tubuh, jika sebagiannya menderita sakit, maka
seluruh tubuh akan merasakannya". Tidak cukup seorang Muslim menjadi
seorang yang baik saja, yang hanya hidup untuk kebahagiaan dan
kemanfaatan dirinya. Tapi, disamping itu ia harus memberikan bahagia
dan manfaat kepada manusia yang lain, dengan jalan menyuruh orang
berbuat baik seperti kebaikan yang diperbuatnya sendiri untuk dirinya.
Tidak cukup seorang Muslim sekedar mencegah dirinya sendiri tidak
berbuat jahat, tapi dia harus pula melarang manusia yang lain supaya
jangan melakukan kejahatan. Inilah yang dimaksudkan dengan
keistimewaan doktrin Islam. Justru karena keistimewaan ajarannya yang
demikian, maka kaum Muslimin dikaruniakan oleh Tuhan kedudukan
yang paling baik di antara ummat-ummat dalam sejarah dari abad ke abad
2. Kasmiyati, program strata 1 Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
tahun 1996 yang berjudul Strategi Dakwah Susuhunan Paku Buwono IV
(Studi Analisis Materi dan Metode Dakwah) . Menurut penelitiannya,
dakwah yang dilakukan oleh Susuhunan Paku Buwono IV terbagi menjadi
dua besar permasalahan yaitu jalinan hubungan dengan Allah SWT dan
jalinan antara sesama manusia yang tercakup dalam materi-materi dakwah
tentang aspek keimanan, ibadah dan akhlaqul karimah. Sedangkan dalam
penerapan dakwahnya Susuhunan Paku Buwono IV menggunakan tiga
8
metode yaitu metode nasehat, metode keteladanan, metode persuasif
(Kasmiati, 1996: 72)
3. Sururi, program strata 1 Fakultas dakwah IAIN Walisongo Semarang
tahun 1999 yang berjudul Strategi Dakwah Syafi i Ma arif . Dalam hal
ini pemikiran dakwah Syafi’i Ma’arif bersumber pada Al Qur’an dan
Hadis. Serta pandangannya pada pemikir Islam pada amar ma’ruf nahi
mungkar sebagai paradigma konsep dakwah. Aspek dakwahnya
menekankan relevansi antar Islam dan terciptanya tatanan sosial yang
ideal untuk tercapai suatu tujuan. Menurut peneliti kelebihan pemikiran
dakwah Syafi’i Ma’arif terletak pada sitematika yang secara komprehensif
berusaha membumikan nilai-nilai Islam dengan beberapa aspek dakwah
yang sesuai dengan tatanan sosial-politik sosial-kultur. Kalau ditinjau dari
segi kelemahan pemikiran Syafi’i Ma’arif terletak pada dataran praktis
konseptual yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat terpelajar intelektual.
Maka perlu reinterpretasi lebih lanjut agar dapat dipahami oleh
masyarakat umum (Sururi, 1999: 81).
4. Sri Mulyati program strata 1 fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
tahun 1999 yang berjudul Strategi Dakwah Muhammad Natsir Tentang
Metode Dakwah bagi Para Da i (Kajian Terhadap Buku Fiqhud
Dakwah) . Penelitian yang dilakukan ini memfokuskan pada pemikiran
M. Natsir tentang dakwah Islam. Menurutnya dakwah Islam adalah
mengajak manusia untuk selalu ingat kepada Allah SWT, jadi nilai-nilai
keislaman harus mewarnai dalam segala bidang kehidupan, baik politik,
9
ekonomi, sosial, dan budaya. Menurutnya, Muhammad Natsir mempunyai
dua konsep metode dakwah bagi para da’i, yang diambil dari surat An
Nahl ayat 125, yaitu tentang dakwah yang dijabarkan dari hikmah yang
harus dimiliki seorang da’i dalam berdakwah. Yaitu hikmah dalam arti
mengenal golongan, kemampuan memilih saat, mencari titik temu,
uswatun hasanah dan lisanul khal. Menurutnya dalam penyelenggaraan
dakwah harus ada kerjasama yang harmonis antara unsur-unsur dakwah
yaitu, da’i, mad’u, materi, media, metode dan tujuan dakwah, sehingga
akan mempermudah penyampaian risalah ajaran Islam (Sri Mulyani,
1999: 76).
Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut tampaklah bahwa penelitian
terdahulu berbeda dengan penelitian saat ini, karena penelitian sebelumnya
belum menyentuh dan mengkaji strategi dakwah M. Quraish Shihab dalam
menghadapi kemajuan informasi dan teknologi.
1.5 Metode Penelitian
1.5.1. Jenis, Pendekatan, dan Spesifikasi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah studi pustaka. Pendekatan penelitian
menggunakan pendekatan filosofis. Pendekatan ini diupayakan dengan
menggunakan pemikiran secara mendalam dengan memahami
substansi konsep M. Quraish Shihab tentang strategi dalam buku
"Membumikan Al-Qur'an".
Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian manajemen dakwah
karena pada penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan,
10
tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Metode ini
menguraikan dan menjelaskan strategi dakwah M. Quraish Shihab.
1.5.2. Sumber Data
a. Data primer yaitu buku yang berjudul Membumikan al-Qur'an
karya M. Quraish Shihab.
b. Data sekunder yaitu sejumlah kepustakaan yang relevan dengan
penelitian yang hendak disusun namun sifatnya hanya pendukung,
di antaranya seperti: di antaranya: Wawasan al-Qur'an; Secercah
Cahaya Ilahi, Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab.
Amrullah Ahmad yang berjudul: Dakwah Islam dan Perubahan
Sosial, internet, jurnal-jurnal, surat kabar dan lain-lain.
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data
Peneliti menggunakan teknik studi pustaka yaitu mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,
surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya
Yang dimaksud studi pustaka dalam tulisan ini yaitu sejumlah data
yang terdiri dari data primer dan sekunder. Hampir semua penelitian
memerlukan studi pustaka. Walaupun orang sering membedakan
antara riset kepustakaan dan riset lapangan, keduanya tetap
memerlukan penelusuran pustaka. Perbedaan utamanya hanyalah
terletak pada fungsi, tujuan dan atau kedudukan studi pustaka dalam
masing-masing riset tersebut. Dalam riset pustaka, penelusuran
11
pustaka lebih daripada sekedar melayani fungsi-fungsi persiapan
kerangka penelitian, mempertajam metodologi atau memperdalam
kajian teoretis. Riset pustaka dapat sekaligus memanfaatkan sumber
perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya tanpa melakukan
riset lapangan (Zed, 2006: 1).
1.5.4. Metode Analisis Data
Metode analisis data merupakan proses menyusun data agar
data tersebut dapat ditafsirkan. Dalam hal ini digunakan analisis studi
pustaka. Dalam melakukan riset kepustakaan, ada empat langkah yang
biasa dilakukan. Langkah pertama adalah menyiapkan alat
perlengkapan berupa pensil, pulpen dan kertas catatan. Langkah kedua
adalah menyusun bibliografi kerja. Selanjutnya yang perlu dilakukan
adalah mengatur waktu penelitian. Setelah itu yang perlu dilakukan
adalah membaca dan membuat catatan penelitian. Yang perlu diingat,
sebuah catatan bibliografis harus memuat nama pengarang dan
identitas buku lainnya. Informasi bibliografis pun hanya boleh ditulis
pada satu permukaan kertas catatan saja, tidak boleh bolak-balik dan
sebaiknya diusahakan seefektif mungkin. Sediakan sedikit ruang di
bagian bawah kertas untuk anotasi. Biasakan untuk melihat bibliografi
di belakang buku yang dibaca untuk mencari informasi tambahan.
Sediakan waktu untuk membaca resensi buku-buku terbaru yang
relevan dengan penelitian ataupun buku teks standar yang paling
relevan (Zed, 2006: 1).
12
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini, maka
penelitian disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang
satu sama lain saling melengkapi. Untuk itu, disusun sistematika sedemikian
rupa sehingga dapat tergambar kemana arah dan tujuan dari tulisan ini.
Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metoda
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi strategi dan manajemen dakwah. Sub bab strategi
dakwah meliputi: pengertian strategi, strategi dakwah, tujuan dakwah. Sub bab
manajemen dakwah meliputi: pengertian manajemen dakwah, fungsi
manajemen dakwah, prinsip-prinsip manajemen dakwah
Bab ketiga berisi gambaran umum buku "Membumikan al-Qur'an"
karya M. Quraish Shihab yang meliputi sub bab biografi M. Quraish Shihab,
pemikiran dan karya-karyanya, meliputi: latar belakang M. Quraish Shihab,
corak pemikiran M. Quraish Shihab serta sub bab; pendapat M. Quraish
Shihab tentang strategi dakwah.
Bab keempat analisis pendapat M. Quraish Shihab tentang strategi
dakwah yang meliputi analisis strategi dakwah M. Quraish Shihab dan analisis
posisi strategi dakwah menurut M. Quraish Shihab dikaitkan dengan
manajemen dakwah.
Bab kelima merupakan penutup berisi kesimpulan dan saran-saran
yang layak dikemukakan.
13
BAB II
STRATEGI DAKWAH
2.1. Strategi Dakwah
2.1.1. Pengertian Strategi
Strategi merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan
"taktik" yang secara bahasa dapat diartikan sebagai "corcerning the
movement of organisms in respons to external stimulus" (suatu yang
terkait dengan gerakan organisme dalam menjawab stimulus dari luar).
Sementara itu, secara konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu
garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah
ditentukan (Pimay, 2005: 50). Strategi juga bisa dipahami sebagai segala
cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu
agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal (Arifin, 2003:
39). Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan sebagai proses
menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah
dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara
optimal. Dengan kata lain strategi dakwah adalah siasat, taktik atau
manuver yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dakwah (Pimay,
2005: 50).
Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu
sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Namun pada akhirnya
strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi, termasuk keperluan
14
ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Strategi ini dalam segala hal
digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak
akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan
atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik,
sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan merupakan bagian dari
strategi. Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan
dengan baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis
(Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 76). Menurut Hisyam Alie yang dikutip
Rafi'udin dan Djaliel, untuk mencapai strategi yang strategis harus
memperhatikan apa yang disebut SWOT sebagai berikut:
1. Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki
yang biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti
yang dimiliki.
2. Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahan-
kelemahan yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek
sebagaimana dimiliki sebagai kekuatan, misalnya kualitas
manusianya, dananya, dan sebagainya.
3. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin
tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat
diterobos.
4. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya
ancaman dari luar (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 77).
15
2.1.2. Strategi Dakwah
Dalam pengertian keagamaan, dakwah memasukkan aktifitas
tabligh (penyiaran), tatbiq (penerapan/pengamalan) dan tandhim
(pengelolaan) (Sulthon, 2003: 15). Kata dakwah berasal dari bahasa Arab
dalam bentuk masdar (infinitif) dari kata kerja da'â ( ) yad'û ( )
da'watan ( ), di mana kata dakwah ini sekarang sudah umum dipakai
oleh pemakai Bahasa Indonesia, sehingga menambah perbendaharaan
bahasa Indonesia (Munsyi, 1981: 11).
Kata da'wah ( ) secara harfiyah bisa diterjemahkan menjadi:
"seruan, ajakan, panggilan, undangan, pembelaan, permohonan (do'a)
(Pimay, 2005: 13). Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat
tentang definisi dakwah, antara lain:
a. Menurut Ya'qub (1973: 9), dakwah adalah mengajak umat manusia
dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan
RasulNya.
b. Menurut Anshari (1993: 11) dakwah adalah semua aktifitas manusia
muslim di dalam usaha merubah situasi dari yang buruk pada situasi
yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan disertai kesadaran
dan tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan
terhadap Allah SWT.
Keaneka ragaman pendapat para ahli seperti tersebut di atas
meskipun terdapat kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan namun bila
dikaji dan disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu usaha atau proses
16
yang diselenggarakan dengan sadar dan terencana; usaha yang dilakukan
adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang
lebih baik (dakwah bersifat pembinaan dan pengembangan); usaha
tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup
bahagia sejahtera di dunia ataupun di akhirat.
Berkaitan dengan strategi dakwah Islam, maka diperlukan
pengenalan yang tepat dan akurat terhadap realitas hidup manusia yang
secara aktual berlangsung dalam kehidupan dan mungkin realitas hidup
antara satu masyarakat dengan masyarakat lain berbeda. Di sini, juru
dakwah dituntut memahami situasi dan kondisi masyarakat yang terus
mengalami perubahan, baik secara kultural maupun sosial-keagamaan.
Strategi dakwah semacam ini telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh
Rasulullah Muhammad SAW dalam menghadapi situasi dan kondisi
masyarakat Arab saat itu. Strategi dakwah Rasulullah yang dimaksud
antara lain menggalang kekuatan di kalangan keluarga dekat dan tokoh
kunci yang sangat berpengaruh di masyarakat dengan jangkauan
pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah ke Madinah untuk fath al-
Makkah dengan damai tanpa kekerasan, dan lain sebagainya (Rafi'udin
dan Djaliel, 1997: 78).
Kemudian, jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini, maka juru
dakwah harus memahami perubahan transisional dari transaksi pada
kekuatan magis dan ritual ke arah ketergantungan pada sains dan
kepercayaan serta transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan
17
tunggal ke arah keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi, suatu strategi tidak
bersifat universal. la sangat tergantung pada realitas hidup yang sedang
dihadapi. Karena itu, strategi harus bersifat terbuka terhadap segala
kemungkinan perubahan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah
(Pimay, 2005: 53)..
Berkaitan dengan perubahan masyarakat yang berlangsung di era
globalisasi, maka perlu dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai
berikut. Pertama, meletakkan paradigma tauhid dalam dakwah. Pada
dasarnya dakwah merupakan usaha penyampaian risalah tauhid yang
memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter,
keadilan dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan
kehanifan manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal
dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan
potensi atau fitrah dan kedhaifan manusia, maka dakwah tidak lain
merupakan suatu proses memanusiakan manusia dalam proses
transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan.
Karena itu, tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi
dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah.
Kedua, perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan
paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi
sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan
seolah-olah sudah merupakan standar keagamaan yang final sebagaimana
agama Allah. Pemahaman agama yang terialu eksoteris dalam memahami
18
gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial
yang dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu,
diperlukan pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan
pemahaman agama dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman
keagamaan yang terbuka.
Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam
berorientasi pada upaya amar ma'ruf dan nahi munkar. Dalam hal ini,
dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik
dengan pengajian umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih
dari itu esensi dakwah sebetulnya adalah segala bentuk kegiatan yang
mengandung unsur amar ma'ruf dan nahi munkar (Pimay, 2005: 52).
Dalam QS. Ali Imran/3: 110, Allah berfirman:
) :(Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dariyang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahlikitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antaramereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalahorang-orang yang fasik (Q.S. Ali Imran/3: 110) (Depag RI,1978: 94).
Selanjutnya, strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk
lebih memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik
pemberdayaan ekonomi, politik, budaya, maupun pendidikan. Karena itu,
strategi yang perlu dirumuskan dalam berdakwah perlu memperhatikan
asas-asas sebagai berikut. Pertama, asas filosofis, asas ini erat
19
hubungannya dengan perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam
proses atau aktivitas dakwah. Kedua, asas kemampuan dan keahlian
(Achievemen and professional) da'i. Ketiga, asas sosiologis, asas ini
membahas tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan situasi
dan kondisi masyarakat obyek dakwah. Misalnya situasi politik, ekonomi,
keamanan, kehidupan beragama masyarakat dan lain sebagainya.
Keempat, asas psikologis, merupakan asas yang membahas tentang aspek
kejiwaan manusia, untuk memahami karakter penerima dakwah agar
aktivitas dakwah berjalan dengan baik. Kelima, asas efektif dan efisien,
hal ini merupakan penerapan prinsip ekonomi dalam dakwah, yaitu
pengeluaran sedikit untuk mendapatkan penghasilan yang semaksimal
mungkin. Setidak-tidaknya seimbang antara tenaga, pikiran, waktu dan
biaya dengan pencapaian hasilnya (Syukir, 1983: 32-33).
Karena itu, dakwah masa depan perlu mengagendakan beberapa
hal antara lain: Pertama, mendasarkan proses dakwah pada pemihakan
terhadap kepentingan masyarakat. Kedua, mengintensifkan dialog dan
menjaga ketertiban masyarakat, guna membangun kesadaran kritis untuk
memperbaiki keadaan. Ketiga, memfasilitasi masyarakat agar mampu
memecahkan masalahnya sendiri serta mampu melakukan transformasi
sosial yang mereka kehendaki. Keempat, menjadikan dakwah sebagai
media pendidikan dan pengembangan potensi masyarakat, sehingga
masyarakat akan terbebas dari kejahilan dan kedhaifan (Syukir, 1983:
172).
20
2.1.3. Tujuan Dakwah
Menurut Arifin (2000: 4) tujuan program kegiatan dakwah dan
penerangan agama tidak lain adalah untuk menumbuhkan pengertian,
kesadaran, penghayatan dan pengalaman ajaran agama yang dibawakan
oleh aparat dakwah atau penerang agama. Pandangan lain dari A. Hasjmy
(1984: 18) tujuan dakwah Islamiyah yaitu membentangkan jalan Allah di
atas bumi agar dilalui umat manusia. Ketika merumuskan pengertian
dakwah, Amrullah Ahmad menyinggung tujuan dakwah adalah untuk
mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia
pada dataran individual dan sosiokultural dalam rangka terwujudnya
ajaran Islam dalam semua segi kehidupan (Ahmad, 1991: 2).
Barmawie Umary (1984: 55) merumuskan tujuan dakwah adalah
memenuhi perintah Allah Swt dan melanjutkan tersiarnya syari'at Islam
secara merata. Dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan
tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau
meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar dan timbul
dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapa pun.
Salah satu tugas pokok dari Rasulullah adalah membawa amanah
suci berupa menyempurnakan akhlak yang mulia bagi manusia. Dan
akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah al-Qur'an itu sendiri sebab
hanya kepada al-Qur'an-lah setiap pribadi muslim itu akan berpedoman.
Atas dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah
menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun
21
masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan
sesuai dengan ajaran tersebut (Tasmara, 1997: 47).
Secara umum tujuan dakwah dalam al-Qur'an menurut Moh. Aziz
(2004: 68) adalah:
1. Agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah.
) ... :(Artinya: Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada
iman) agar Engkau mengampuni mereka ... (QS Nuh: 7)(Depag RI,1978: 978).
2. Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
)(
Artinya: Orang-orang yang telah kami berikan kitab kepada mereka,bergembira dengan kitab yang telah diturunkan kepadamu,dan di antara golongan-golongan Yahudi Jang bersekutu adayang mengingkari sebagiannya. Katakanlah: "Sesungguhnyaaku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidakmempersekutukan sesuatu dengan Dia. Hanya kepada-Nyaaku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali". (QS.ar Ra'd: 36) (Depag RI,1978: 375).
3. Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-belah.
)... : (
22
Artinya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telahdiwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kamiwahyukan kepadamu dan apa Jang telah Kami wasiatkankepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama danjanganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagiorang-orang musyrik agama yang kamu seru merekakepadanya..." (QS Asy Syura: 13) (Depag RI,1978: 786).
4. Mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus.
): (Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka ke jalan
yang lurus. (QS. al-Mukminun: 73) (Depag RI,1978: 534).
5. Untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke
dalam lubuk hati masyarakat.
) : (
Artinya: Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari(menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat ituditurunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan)Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. al-Qashshas: 87)(Depag RI,1978: 612).
2.2. Manajemen Dakwah
2.2.1. Pengertian Manajemen Dakwah
Manajemen dakwah adalah terminologi yang terdiri dari dua kata,
yakni "manajemen" dan "dakwah". Kedua kata ini berangkat dari dua
disiplin ilmu yang sangat berbeda. Istilah yang pertama, berangkat dari
disiplin ilmu yang sekuler (ilmu yang tidak berdasarkan pada agama), yakni
ilmu ekonomi. Ilmu ini diletakkan di atas paradigma materialistis.
Prinsipnya adalah dengan modal yang sekecil-kecilnya untuk mendapat
23
keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan istilah yang kedua berasal
dari lingkungan agama, yakni ilmu dakwah. Ilmu ini diletakkan di atas
prinsip, ajakan menuju keselamatan dunia dan akhirat, tanpa paksaan dan
intimidasi serta tanpa bujukan dan iming-iming material. Ia datang dengan
tema menjadi rahmat bagi semesta alam (Munir dan Ilaihi, 2006: vii).
Untuk memudahkan pemahaman menyeluruh terhadap manajemen
dakwah, maka akan dibahas terlebih dahulu secara terpisah antara
manajemen dengan dakwah, lalu dikemukakan pengertian manajemen
dakwah (Mahmuddin, 2004: 18). Secara etimologi, dalam bahasa Indonesia
belum ada keseragaman mengenai terjemahan terhadap istilah
"management" hingga saat ini terjemahannya sudah banyak dengan alasan-
alasan tertentu seperti pembinaan, pengurusan, pengelolaan ketatalaksanaan,
manajemen dan management (Siagian, 1993: 8-9). Hal yang sama
dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:
a. Menurut Manullang (1963: 15 dan 17) bahwa istilah manajemen
terjemahannya dalam bahasa Indonesia, hingga saat ini belum ada
keseragaman. Berbagai istilah yang dipergunakan" seperti:
ketatalaksanaan, manajemen, manajemen pengurusan dan lain
sebagainya.
b. Dalam Kamus Ekonomi, management berarti pengelolaan, kadang-
kadang ketatalaksanaan (Winardi, 1984: 296). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, manajemen berarti penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran (KBBI, 2002: 708).
24
Menurut terminologi, bahwa istilah manajemen hingga kini tidak ada
standar istilah yang disepakati. Istilah manajemen diberi banyak arti yang
berbeda oleh para ahli sesuai dengan titik berat fokus yang dianalisis
(Moekiyat, 1980: 320). Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:
a. Manajemen seperti dikemukakan R.Terry adalah
Mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan olehindividu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melaluitindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal tersebutmeliputi pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan,menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimanamereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usahamereka (R.Terry, 1993: 9).
Dalam buku yang lain R.Terry (1977: 4) menyatakan,
Management is a distinct process consisting of planning,organizing, actuating, and controlling, performed to determine andaccomplish stated objectives by the use of human beings and otherresources. (manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiridari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, menggerakkandan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapaisasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber dayamanusia serta sumber-sumber lain).
b. Menurut P. Siagian, manajemen dapat didefinisikan sebagai kemampuan
atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka
pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.
c. Menurut Handoko, manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja
dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan
mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan
personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan
(leading) dan pengawasan (controlling) (Handoko, 2003: 10).
25
d. Menurut Hasibuan, manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya
secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu
(Hasibuan, 2001: 3)
e. Menurut Sukarno K. (1986: 4), manajemen ialah : 1). Proses dari
memimpin, membimbing dan memberikan fasilitas dari usaha orang-
orang yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai suatu
tujuan yang telah ditetapkan; 2). Proses perencanaan, pengorganisasian,
pengerakkan dan pengawasan.
f. Menurut Manullang (1985: 5), manajemen adalah seni dan ilmu
perencanaan, prngorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan
pengawasan daripada sumber daya manusia untuk mencapai untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
adalah serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,
menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam
mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana
untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien.
Berpijak pada pengertian manajemen dan dakwah di atas, baik
pengertian “Manajemen” dan pengertian “Dakwah” secara keseluruhan
keduanya memiliki substansi definisi operasional (objek materia) yang sama
namun arah kajian (objek forma) yang berbeda.
26
Maksudnya, dari pengertian tersebut seperti “Manajemen” berarti
seni dan ilmu dalam proses atau usaha untuk memimpin, merencanakan,
mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengawasi kegiatan bersama untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan; dan pengertian “Dakwah” yang berarti
usaha atau proses menyeru dan mengajak kepada orang lain secara sengaja,
sadar dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan guna memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Di sini dapat diketahui bahwa sistem
operasionalnya mengarah kepada pelaksanaan dalam menjalankan aktifitas
yang ditempuh secara sadar, sistematis, terarah, efektif dan efisien serta
bertanggung jawab guna mencapai tujuan yang diharapkan.
Secara teoritis munculnya ilmu “Manajamen dan Dakwah” berada
dalam lingkup yang berbeda, maka pemahaman dan penafsirannya pun
berdasarkan konteks disiplin ilmu. Namun demikian, dengan perkembangan
ilmu pengetahuan telah muncul disiplin ilmu baru dalam khazanah
keislaman dengan istilah “Manajemen Dakwah”. Sehingga dengan demikian
diperlukan cakupan konsep manajemen dakwah secara teoritis yang
mengacu pada pengertian manajemen dakwah itu sendiri.
Dari penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan bahwa manajemen
dakwah adalah proses merencanakan tugas, mengelompokkan tugas,
menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-
kelompok tugas dan kemudian menggerakkannya ke arah pencapaian tujuan
dakwah (Shaleh,1977: 44).
27
Kegiatan lembaga dakwah yang dilaksanakan menurut prinsip-
prinsip manajemen akan menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan
oleh lembaga yang bersangkutan dan menumbuhkan kesan profesionalisme
di kalangan masyarakat, khususnya para pengguna jasa dan profesi da'i
(Muchtarom, 997: 37).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen
dakwah merupakan suatu proses yang dinamik karena ia berlangsung secara
terus menerus dalam suatu organisasi.
2.2.2. Fungsi Manajemen Dakwah
Pada uraian yang telah lalu diutarakan beberapa definisi tentang
manajemen dan dakwah. Walaupun batasan tersebut dibatasi pada beberapa
saja, namun tampak jelas titik persamaan yang terdapat padanya. Persamaan
tersebut tampak pada beberapa fungsi manajemen dakwah sebagai berikut:
2.2.2.1. Fungsi Perencanaan Dakwah
Pada perencanaan dakwah terkandung di dalamnya mengenai hal-hal
yang harus dikerjakan seperti apa yang harus dilakukan, kapan, di mana dan
bagaimana melakukannya? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa perencanaan dapat berarti proses, perbuatan, cara
merencanakan atau merancangkan (KBBI, 2002: 948).
Perencanaan dapat berarti meliputi tindakan memilih dan
menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-
asumsi mengenai masa yang akan datang dalam hal memvisualisasikan serta
merumuskan aktivitas-aktivitas yang diusulkan yang dianggap perlu untuk
28
mencapai hasil-hasil yang diinginkan. Perencanaan berarti menentukan
sebelumnya apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya
(R.Terry, 1986: 163)
Dengan demikian, perencanaan merupakan proses pemikiran, baik
secara garis besar maupun secara detail dari satu pekerjaan yang dilakukan
untuk mencapai kepastian yang paling baik dan ekonomis.
Perencanaan merupakan gambaran dari suatu kegiatan yang akan
datang dalam waktu tertentu dan metode yang akan dipakai. Oleh karena itu,
perencanaan merupakan sikap mental yang diproses dalam pikiran sebelum
diperbuat, ia merupakan perencanaan yang berisikan imajinasi ke depan
sebagai suatu tekad bulat yang didasari nilai-nilai kebenaran.
Untuk memperoleh perencanaan yang kondusif, perlu
dipertimbangkan beberapa jenis kegiatan yaitu;
a. Self-audit (menentukan keadaan organisasi sekarang).
b. Survey terhadap lingkungan
c. Menentukan tujuan (objektives)
d. Forecasting (ramalan keadaan-keadaan yang akan datang)
e. Melakukan tindakan-tindakan dan sumber pengerahan
f. Evaluate (pertimbangan tindakan-tindakan yang diusulkan)
g. Ubah dan sesuaikan "revise and adjust" rencana-rencana sehubungan
dengan hasil-hasil pengawasan dan keadaan-keadaan yang berubah-ubah.
h. Communicate, berhubungan terus selama proses perencanaan
(Mahmuddin, 2004: 24).
29
Rincian kegiatan perencanaan tersebut menggambarkan adanya
persiapan dan antisipasi ke depan yang berkaitan dengan kegiatan
perencanaan yang akan dilakukan. Atas dasar itu maka perencanaan dakwah
merupakan proses pemikiran dan pengambilan keputusan yang matang dan
sistematis mengenai tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada masa yang
akan datang dalam rangka penyelenggaraan dakwah (Shaleh, 1977: 64).
Menurut Munir dan Ilaihi (2006: 95) dalam organisasi dakwah,
merencanakan di sini menyangkut merumuskan sasaran atau tujuan dari
organisasi dakwah tersebut, menetapkan strategi menyeluruh untuk
mencapai tujuan dan menyusun hirarki lengkap rencana-rencana untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. Pada
perencanaan dakwah menyangkut tujuan apa yang harus dikerjakan, dan
sarana-sarana bagaimana yang harus dilakukan.
Dengan demikian perencanaan dakwah dapat berjalan secara efektif
dan efesien bila diawali dengan persiapan yang matang. Sebab dengan
pemikiran secara matang dapat dipertimbangkan kegiatan prioritas dan non
prioritas, Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan dakwah dapat diatur
sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai sasaran dan tujuannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka proses perencanaan dakwah
meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
a. Forecasting
Forecasting adalah tindakan memperkirakan dan
memperhitungkan segala kemungkinan dan kejadian yang mungkin timbul
30
dan dihadapi di masa depan berdasarkan hasil analisa terhadap data dan
keterangan-keterangan yang konkrit (Shaleh, 1977: 65). Singkatnya
forecasting adalah usaha untuk meramalkan kondisi-kondisi yang
mungkin terjadi di masa datang (Terry dan Rue, 1972: 56). Perencanaan
dakwah di masa datang memerlukan perkiraan dan perhitungan yang
cermat sebab masa datang adalah suatu prakondisi yang belum dikenal dan
penuh ketidakpastian yang selalu berubah-ubah. Dalam memikirkan
perencanaan dakwah masa datang, jangan hanya hendaknya mengisi daftar
keinginan belaka.
Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam rangka forecasting
diperlukan adanya kemampuan untuk lebih jeli di dalam memperhitungkan
dan memperkirakan kondisi objektif kegiatan dakwah di masa datang,
terutama lingkungan yang mengitari kegiatan dakwah, seperti keadaan
sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan yang mempunyai pengaruh (baik
langsung maupun tidak langsung) pada setiap pelaksanaan dakwah.
Dalam kerangka forecasting ini, berbagai tindakan yang perlu
diperhatikan adalah:
1) Evaluasi keadaan
Hal ini dilakukan untuk melihat pelaksanaan rencana dakwah
yang lalu terwujud. Dari hasil telaah dan penelitian itu, maka dapat
diketahui keberhasilan dan kegagalan pelaksanaannya. Dari situ dapat
diketahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, sehingga
31
memerlukan tindak lanjut perbaikan di masa datang (Hafidhuddin,
2001: 192).
2) Membuat Perkiraan-perkiraan
Langkah ini dilakukan berdasarkan kecenderungan masa lalu,
dengan bertolak pada asumsi; kecenderungan masa lalu diproyeksikan
pada masa yang akan datang, peristiwa yang terjadi berulang-ulang
pada masa datang, menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa
yang lain. Bertolak dari asumsi di atas, maka diperlukan hal-hal
sebagai berikut;
a) Pendekatan ekstrapolasi; yaitu perluasan data di luar data yang
tersedia, tetapi tetap mengikuti pola kecenderungan data yang
tersedia. (KBBI, 2001: 222).
b) Pendekatan normatif; yaitu pendekatan yang berpegang teguh
pada norma atau kaidah yang berlaku (KBBI, 2001: 618).
c) Pendekatan campuran.
3) Menetapkan sasaran/tujuan
4) Merumuskan berbagai alternatif
5) Memilih dan menetapkan alternatif
6) Menetapkan rencana
b. Objectives
Objectives diartikan sebagai tujuan. Sedangkan yang dimaksud
dengan tujuan adalah nilai-nilai yang akan dicapai atau diinginkan oleh
seseorang atau badan usaha. Untuk mencapai nilai-nilai itu dia bersedia
32
memberikan pengorbanan atau usaha yang wajar agar nilai-nilai itu,
terjangkau (Davis, 1951: 90).
Penyelenggaraan dakwah dalam rangka pencapaian tujuan,
dirangkai ke dalam beberapa kegiatan melalui tahapan-tahapan dalam
periode tertentu. Penetapan tujuan ini merupakan langkah kedua sesudah
forecasting. Hal ini menjadi penting, sebab gerak langkah suatu kegiatan
akan diarahkan kepada tujuan. Oleh karena itu, ia merupakan suatu
keadaan yang tidak boleh tidak harus menjadi acuan pada setiap
pelaksanaan dakwah.
Tujuan tersebut harus diarahkan pada sasaran dakwah yang telah
dirumuskan secara pasti dan menjadi arah bagi segenap tindakan yang
dilakukan pimpinan. Tujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk target atau
sasaran kongkrit yang diharapkan dapat dicapai (Muchtarom, 1996: 41 –
42). Sasaran dakwah tersebut harus diperjelas secara gamlang guna
mengetahui kondisi sasaran yang diharapkan, wujud sasaran tersebut
berbentuk individu maupun komunitas masyarakat (Hafidhuddin, 2001:
184 – 185).
c. Mencari berbagai tindakan dakwah
Tindakan dakwah harus relevan dengan sasaran dan tujuan
dakwah, mencari dan menyelidiki berbagai kemungkinan rangkaian
tindakan yang dapat diambil, sebagai tindakan yang bijaksana.
Tindakan dakwah harus singkron dengan masyarakat Islam,
sehingga tercapai sasaran yang telah ditetapkan. Ketidaksingkronan dalam
33
menentukan isi dakwah dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
pribadi muslim (Hafidhuddin, 2001: 189 – 190).
Oleh karena itu jika sudah ditemukan berbagai alternatif tindakan,
maka perencana harus menyelidiki berbagai kemungkinan yang dapat
ditempuh, dalam arti bahwa perencana harus memberikan penilaian
terhadap kemungkinan tersebut. Pada tiap-tiap kemungkinan tersebut,
harus diperhitungkan untung ruginya dengan mempertimbangkan faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Hal ini menjadi dasar pengambilan
keputusan.
d. Prosedur kegiatan
Prosedur adalah serentetan langkah-langkah akan tugas yang
berkaitan, ia menentukan dengan cara-cara selangkah demi selangkah
metode-metode yang tepat dalam mengambil kebijakan (Terry dan Rue,
1972: 69).
Prosedur kegiatan tersebut merupakan suatu gambaran mengenai
sifat dan metode dalam melaksanakan suatu pekerjaan, atau dengan kata
lain, prosedur terkait dengan bagaimana melaksanakan suatu pekerjaan.
e. Penjadwalan (Schedul)
Schedul merupakan pembagian program (alternatif pilihan)
menurut deretan waktu tertentu, yang menunjukkan sesuatu kegiatan harus
diselesaikan. Penentuan waktu ini mempunyai arti penting bagi proses
dakwah. Dengan demikian, waktu dapat memicu motivasi. (SP. Siagian,
1996: 11)
34
Untuk itu perlu diingat bahwa batas waktu yang telah ditentukan
harus dapat ditepati, sebab menurut Drucker semakin banyak menghemat
waktu untuk mengerjakan pekerjaan merupakan pekerjaan profesional
(Drucker, 1986: 41).
f. Penentuan lokasi
Penentuan lokasi yang tepat, turut mempengaruhi kualitas tindakan
dakwah. Oleh karena itu, lokasi harus dilihat dari segi fungsionalnya dari
segi untung ruginya, sebab lokasi sangat terkait dengan pembiayaan,
waktu, tenaga, fasilitas atau perlengkapan yang diperlukan. Untuk itulah
lokasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam rangka
perencanaan dakwah.
g. Biaya
Setiap kegiatan memerlukan biaya, kegiatan tanpa ditunjang oleh
dana yang memadai, akan turut mempengaruhi pelaksanaan dakwah. Pusat
Dakwah Islam Indonesia memberikan defenisi tentang dana dakwah, yaitu
segala tenaga atau modal uang peralatan yang dapat dipergunakan dalam
kegiatan dakwah (Forum Dakwah, 1971: 306). Batasan tersebut meliputi
segala perbendaharaan yang bernilai material yang dapat dimanfaatkan
sebagai sarana dalam pelaksanaan dakwah. Perintah berkorban dengan
harta didahulukan dari pada berkorban dengan jiwa, karena dana sangat
dibutuhkan baik di waktu damai maupun di waktu perang (Forum
Dakwah, 1971: 306).
35
Pernyataan tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-
Taubah (9:41):
) :(
Artinya: Dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allahyang demikian itu lebih baik bagimu jika kamumengetahui. (QS. al-Taubah: 41)
2.2.2.2. Fungsi Pengorganisasian Dakwah
Pengorganisasian merupakan proses pengelompokan kegiatan-kegiatan
untuk mencapai tujuan-tujuan dan penegasan kepada setiap kelompok dari
seorang manejer. Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan
mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan, termasuk manusia.
Gumur merumuskan organizing ke dalam pengelompokan dan
pengaturan orang untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan sesuai dengan
rencana yang telah dirumuskan, menuju tercapainya tujuan yang ditetapkan
(Gumur, 1975: 23). Sedangkan Fayol (1949: 53) menyebutkan sebagai to
organize a bussiness is to provide it with everything useful to its fungsioning,
raw materials, tools, capital, personal.
Fayol melihat bahwa organisasi merupakan wadah pengambilan
keputusan terhadap segala kesatuan fungsi seperti bahan baku, alat-alat
kebendaan, menyatukan segenap peralatan modal dan personil (karyawan).
Baik Gumur maupun Fayol sama-sama melihat bahwa organizing
merupakan pengelompokan orang-orang dan alat-alat ke dalam satu kesatuan
kerja guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun
36
mengenai wujud dari pelaksanaan organizing adalah tampaknya kesatuan
yang utuh, kekompakan, kesetiakawanan dan terciptanya mekanisasi yang
sehat, sehingga kegiatan lancar, stabil dan mudah mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Proses organizing ini tergambar di dalam QS. Ali Imran (3:103):
)... :(
Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)Allah dan janganlah kamu bercerai berai. (QS. Ali Imran:103).
Berdasarkan dari uraian di atas, maka terlihat adanya tiga unsur
organizing yaitu:
a. Pengenalan dan pengelompokan kerja
b. Penentuan dan pelimpahan wewenang serta tanggung jawab.
c. Pengaturan hubungan kerja.
Setelah adanya gambaran pengertian pengorganisasian sebagaimana
telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan pengorganisasian dakwah
sebagai rangkaian aktivitas dalam menyusun suatu kerangka yang menjadi
wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan
mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan
menyusun jalinan hubungan kerja di antara satuan-satuan organisasi
(Mahmuddin, 2004: 32).
Pengorganisasian dakwah dapat dirumuskan sebagai rangkaian
aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap
kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokkan
37
pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun hubungan
kerja di antara satuan-satuan organisasi atau petugasnya (Shaleh, 1977: 88).
Muchtarom (1997: 15) menyebutkan bahwa organisasi dakwah adalah alat
untuk pelaksanaan dakwah agar mencapai tujuan secara efektif dan efesien.
Mengorganisir dakwah berarti menghimpun dan mengatur sumber daya dan
tenaga ke dalam suatu kerangka struktur tertentu, sehingga kegiatan dakwah
dapat tercapai sesuai rencana.
Pelaksanaan dakwah dapat berjalan secara efisien dan efektif serta
tepat sasaran, apabila diawali dengan perencanaan yang diikuti dengan
pengorganisasian. Oleh karena itu, pengorganisasian memegang peranan
penting bagi proses dakwah. Sebab dengan pengorganisasian, rencana dakwah
akan lebih mudah pelaksanaannya, mudah pengaturannya bahkan
pendistribusian tenaga muballig dapat lebih mudah pengaturannya. Hal ini
didasarkan pada adanya pengamalan dan pengelompokan kerja, penentuan dan
pelimpahan wewenang dan tanggungjawab ke dalam tugas-tugas yang lebih
rinci serta pengaturan hubungan kerja kepada masing-masing pelaksana
dakwah.
Adapun tujuan diperlukannya pengorganisasian dakwah yang pada
hakekatnya adalah untuk mengemban tujuan dakwah itu sendiri, dapat
dirumuskan sebagai suatu kegiatan bersama untuk mengaktualisasikan nilai-
nilai dan ajaran Islam dalam bentuk amar ma'ruf nahi mungkar dan amal saleh
dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi, berkeluarga dan
38
bermasyarakat, sehingga mewujudkan masyarakat yang baik, sejahtera lahir
dan batin dan berbahagia di dunia dan di akhirat (Muchtarom, 1997: 18 – 19).
Dari dasar tujuan pengorganisasian dakwah tersebut akan membawa pada
suatu kenyataan hidup dengan dakwah yang lebih menyentuh kehidupan
masyarakat, sebagai akibat dari pengorganisasian dakwah yang tepat. Seiring
dengan lebih maju dan berkembangnya ilmu administrasi, manajemen dan
organisasi, dan dengan pendekatan yang digunakannya serta sarana dengan
rasionalitas manusia, maka organisasi pun merupakan suatu sistem yang
rasional pula. Pertimbangan itulah yang dijadikan dasar untuk membentuk
organisasi. Rasionalitas yang digunakan dalam menciptakan dan menjalankan
roda organisasi juga sejalan dengan pengorganisasian dakwah yaitu:
(1) Efektifitas
Penyelenggaraan dakwah hanya dapat dilaksanakan secara efektif,
apabila dilakukan pengorganisasian. Oleh karena itu, efektifitas menjadi
alasan utama bagi pembentukan organisasi, karena eksistensi organisasi
menjamin untuk dapat mengemban misinya.
(2) Efisiensi
Sumber daya dan dana merupakan modal utama dalam
menjalankan, roda organisasi. Oleh karena itu, penggunaannya selalu
berorientasi pada efisiensi. Organisasi dakwah hams mampu menjalankan
prinsip efisiensi berdasarkan kebutuhan bukan berdasarkan keinginan.
39
(3) Produktifitas
Pelaksanaan dakwah yang berdasar pada prinsip efektifitas dan
efesiensi akan membuahkan pelaksana dakwah yang lebih produktif.
Dalam arti bahwa meningkatkan efisiensi kerja sangat terkait dengan
peningkatan produktifitas.
(4) Rasionalisasi
Apabila ditinjau dari segi pendekatan kesisteman, maka sasaran
rasionalitas mencakup seluruh proses administrasi, manajemen dan
variabel-variabel organisasional.
(5) Departementalisasi
Departementalisasi menghendaki adanya spesialisasi. Dalam
kegiatan dakwah pun menghendaki spesialisasi tugas, sehingga
pelaksanaan dakwah betul-betul merupakan suatu kerja profesi.
(6) Fungsionalisasi
Fungsionalisasi dalam tugas-tugas dakwah memerlukan adanya
suatu satuan kerja yang secara fungsional paling bertanggungjawab atas
terlaksananya kegiatan tertentu dan atas terpecahkannya masalah-masalah
tertentu yang mungkin terjadi.
(7) Spesialisasi
Spesialisasi menghendaki kerja secara profesional. Dengan adanya
beberapa spesialisasi membawa dampak pada tingkat kualitas dan mutu
kegiatan dakwah.
40
(8) Hirarki wewenang
Keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab akan
membawa kinerja yang lebih tinggi, sebab bila terjadi ketidak-
seimbangan, akan cenderung seseorang bertindak otoriter yang berlebihan
bahkan, akan ragu-ragu dalam pengambilan keputusan.
(9) Pembagian tugas
Pembagian tugas kepada segenap pelaksana dakwah memerlukan
kecermatan dan ketelitian, oleh karena itu, prinsip keadilan (dalam arti
luas) perlu diterapkan, di samping prinsip fungsionalisasi. Dengan prinsip
tersebut akan memicu kerja yang seimbang.
(10) Dokumentasi dan arsip tertulis
Suatu organisasi bukanlah milik pribadi atau orang perorang, yang
sewaktu-waktu dapat berpindah tangan. Keadaan seperti itu, maka
dokumentasi dan arsip sangat diperlukan.
(11) Tata cara dan hubungan kerja
Seperti layaknya setiap organisasi, maka hubungan kerja antara
yang satu dengan yang lainnya memiliki tata aturan yang berlaku.
(12) Koordinasi
Salah satu yang memicu kegagalan dalam merealisasikan suatu
rencana dengan pengorganisasian yang rapi adalah koordinasi. Terjadinya
berbagai ketidaklancaran suatu program dan terjadinya tumpang tindih
kegiatan banyak disebabkan karena tidak berfungsinya koordinasi (S.P.
Siagian, 1986: 93 – 98).
41
Sistem rasionalisasi pengorganisasian dakwah dengan pendekatan
kesisteman seperti telah diutarakan di atas, akan membawa pada
rasionalisasi pelaksanaan dakwah memberikan dampak positif dan
manfaat ganda.
2.2.2.3. Fungsi Penggerakan Dakwah
Pengertian penggerakan adalah seluruh proses pemberian motivasi
kerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mampu bekerja
dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan
ekonomis (Munir dan Ilaihi, 2006: 139). Menurut Shaleh (1977: 112) setelah
rencana dakwah ditetapkan, begitu pula setelah kegiatan-kegiatan dalam
rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan kepada para pendukung dakwah,
maka tindakan berikutnya dari pimpinan dakwah adalah menggerakkan
mereka untuk segera melaksanakan kegiatan-kegiatan itu, sehingga apa yang
menjadi tujuan dakwah benar-benar tercapai. Tindakan pimpinan
menggerakkan para pelaku dakwah itu disebut "penggerakan" (actuating)
Inti kegiatan penggerakan dakwah adalah bagaimana menyadarkan
anggota suatu organisasi untuk dapat bekerjasama antara satu dengan yang
lain (Mahmuddin, 2004: 36). Menurut SP. Siagian (1986: 80) bahwa suatu
organisasi hanya bisa hidup apabila di dalamnya terdapat para anggota yang
rela dan mau bekerja-sama satu sama lain. Pencapaian tujuan organisasi akan
lebih terjamin apabila para anggota organisasi dengan sadar dan atas dasar
keinsyafannya yang mendalam bahwa tujuan pribadi mereka akan tercapai
melalui jalur pencapaian tujuan organisasi. Kesadaran merupakan tujuan dari
42
seluruh kegiatan penggerakan yang metode atau caranya harus berdasarkan
norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dapat diterima oleh masyarakat.
Kesadaran yang muncul dari anggota organisasi terutama kaitannya
dengan proses dakwah, maka dengan sendirinya telah melaksanakan fungsi
manajemen. Penggerakan dakwah merupakan lanjutan dari fungsi
perencanaan dan pengorganisasian, setelah seluruh tindakan dakwah dipilah-
pilah menurut bidang tugas masing-masing, maka selanjutnya diarahkan pada
pelaksanaan kegiatan. Tindakan pimpinan dalam menggerakkan anggotanya
dalam melakukan suatu kegiatan, maka hal itu termasuk actuating.
Unsur yang sangat penting dalam kegiatan penggerakan dakwah
setelah unsur manusia, sebab manusia terkait dengan pelaksanaan program.
Oleh karena itu, di dalam memilih anggota suatu organisasi dan dalam meraih
sukses besar, maka yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mendapatkan
orang-orang yang cakap. Dengan mendapatkan orang-orang yang cakap
berarti akan memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan dakwah.
Tindakan untuk menggerakkan manusia oleh Panglaykim (1981: 39 –
40) disebut dengan leadership (kepemimpinan), perintah, instruksi,
communication (hubung menghubungi), conseling (nasihat).
2.2.2.4. Fungsi Pengendalian dan Evaluasi Dakwah
Pengendalian berarti proses, cara, perbuatan mengendalikan,
pengekangan, pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan
hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan
hasil pengawasan (KBBI, 2002: 543).
43
Pengertian pengendalian menurut istilah adalah proses kegiatan untuk
mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk diperbaiki dan
mencegah terulangnya kembali kesalahan itu, begitu pula mencegah sebagai
pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang telah ditetapkan (Rahman,
1976: 99).
Pengawasan mencakup mengevaluasi pelaksanaan kerja dan jika perlu
memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-
hasil menurut rencana. Mengevaluasi pelaksanaan kerja merupakan kegiatan
untuk meneliti dan memeriksa pelaksanaan tugas-tugas perencanaan semula
betul-betul dikerjakan sekaligus until) mengetahui terjadinya penyimpangan,
penyalahgunaan, kebocoran, kekurangan dalam melaksanakan tugas-tugasnya
(Mahmuddin, 2004: 40).
Pengendalian atau pengawasan yang dilakukan sering disalah artikan
untuk sekedar mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal sesungguhnya
pengendalian atau pengawasan ialah tugas untuk mencocokkan program yang
telah digariskan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Pengendalian terhadap pelaksanaan dakwah diperlukan untuk dapat
mengetahui tugas-tugas dakwah yang dilaksanakan oleh para pelaksana
dakwah, tentang bagaimana tugas itu dilaksanakan, sejauh mana
pelaksanaannya, penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu, dengan
pengendalian dakwah dapat diambil tindakan pencegahan terhadap
kemungkinan adanya penyelewengan (Mahmuddin, 2004: 40).
44
2.2.3. Prinsip-Prinsip Manajemen
Prinsip-prinsip manajemen dapat digunakan sebagai pelindung dan
pencegah terhadap kekeliruan yang fatal yang bisa terjadi dalam kegiatan
teknikal maupun manajerial. Mengingat prinsip manajemen bersifat luwes dan
bukan mutlak, hal ini dapat dimanfaatkan terlepas dari kondisi yang beruabah
dan situasi khusus (Winardi, 2000: 62).
Fayd berpendapat ada empat belas prinsip yang hendak dilakukan oleh
organisasi, yaitu :
a. Pembagian kerja (division of work).
Hal ini berhubungan dengan spesialisasi pekerjaan, di mana
individu senantiasa menghadapi pekerjaan yang sama. Pembagian kerja
dapat diterapkan baik terhadap pekerjaan teknikal maupun pekerjaan
manajerial.
b. Otoritas dan tanggung jawab (authority and responsibility)
Otoritas atau kekuasaan merupakan hak untuk memberikan
perintah-perintah dan untuk ditaati. Tanggung jawab merupakan
pelengkap otoritas suatu tahapan alamiah dan bagian yang senantiasa
muncul, apabila orang melaksanakan otoritas.
c. Disiplin (discipline).
Disiplin sebagai ketaatan, penerapan, energi, dan respek antara
pihak majikan dan para manajerial.
d. Kesatuan perintah (unity of command)
45
Prinsip ini berarti bahwa seorang individu harus menerima
perintah hanya dari seorang atasan saja. Apabila perintah tersebut
dilanggar, maka otoritas digerogoti dan disiplin tidak dapat ditegakkan
lagi, stabilitas mendapatkan ancaman.
e. Kesatuan arah (unity of direction).
Masing-masing kelompok aktifitas dengan sasaran sama harus
mempunyai satu pimpinan dan satu rencana.
f. Asas kepentingan umum diatas kepentingan pribadi (subordination of
individual interest into general interest).
Prinsip ini pada hakikatnya menyatakan bahwa apabila
kepentingan individual dan kepentingan organisasi berbenturan, maka
kepentingan organisatoris harus diutamakan.
g. Imbalan untuk personil (remuneration of personal).
Imbalan untuk jasa-jasa yang diberikan oleh para pekerja harus
adil dan memuaskan baik bagi para karyawan maupun pimpinan.
h. Sentralisasi (centralization).
Sentralisasi merupakan keadaan yang umumnya terdapat pada
organisme-organisme dan organisasi-organisasi.
i. Rantai skala (the scalar chain).
Suatu rantai atasan dapat dijumpai pada organisasi-organisasi yang
mencakup otoritas puncak kebawah melalui tingkatan-tingkatan yang
menurun hingga jajaran terendah.
y. Keteraturan (order).
46
Menempatkan sesuatu pada tempatnya merupakan keteraturan
yang mengarah kepada keteraturan social, dimana para pekerja berada
pada tempat mereka mendapatkan tugas.
k. Keadilan (equity).
Para karyawan harus diperlakukan dengan ramah dan secara adil
serta adanya loyalitas yang tinggi.
l. Stabilitas personalia (stability of tenure of personal).
Kondisi organisasi membutuhkan waktu cukup lama untuk
mempelajari tugas-tugas dan pekerjaan karena kondisi demikian
dihadapkan pada timbulnya problem-problem yang tidak terduga.
m. Inisiatif (initiative).
Dalam menyusun rencana dan mengupayakan keberhasilan suatu
pekerjaan berdasarkan pada pengalaman yang dimiliki, dan hal ini
senantiasa akan memunculkan inisiatif yang baru.
n. Jiwa korps (esprit de corps).
Harmoni antara personalia dalam organisasi merupakan sumber
kekuatan yang dahsyat. Kerja sama antar personalia dapat dicapai melalui
komunikasi dengan menekankan kontak verbal dimana hal tersebut
dimungkinkan (Winardi, 2000: 424-426).
Dari keseluruhan prinsip-prinsip manajemen tersebut sangat
membantu dalam pekerjaan manajerial dalam bidang apapun. Maka dalam
kegiatan dakwah prinsip-prinsip di atas digunakan sesuai dengan keadaan dan
tujuan dalam bidang penggarapan dakwah melalui organisasi yang disusun.
47
BAB III
GAMBARAN UMUM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN"
DAN BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB
3.1. Biografi M. Quraish Shihab, Pemikiran dan Karya-Karyanya
3.1.1. Latar Belakang M. Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rappang, Sulawesi Selatan,
16 Februari 1944. Ia termasuk ulama dan cendikiawan muslim Indonesia
yang dikenal ahli dalam bidang tafsir al-Qur'an. Ayah Quraish Shihab,
Prof. KH Abdrurahman Shihab, seorang ulama dan guru besar dalam
bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang
tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat
Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari
usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujungpandang, yaitu
Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta
terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin
Ujungpandang. Ia juga tercatat sebagai mantan rektor pada kedua
perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 – 1965 dan IAIN 1972 – 1977 (Nata,
2005 : 363 ).
Sebagai putra dari seorang guru besar, Quraish Shihab
mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi
tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama.
Pada saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya yang
kebanyakan berupa ayat-ayat al-Qur'an.
48
Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah dasar di
Ujungpandang. Setelah itu ia melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat
pertama di kota Malang sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul
Hadis al-Falaqiyah di kota yang sama. Untuk mendalami studi
keislamannya, Quraish Shihab dikirim oleh ayahnya ke al-Azhar, Cairo,
pada tahun 1958 dan diterima di kelas dua sanawiyah. Setelah itu, ia
melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar pada Fakultas Ushuluddin,
Jurusan Tafsir dan Hadits. Pada tahun 1967 ia meraih gelar LC (setingkat
sarjana S1). Dua tahun kemudian (1969), Quraish Shihab berhasil meraih
gelar M.A. pada jurusan yang sama dengan tesis berjudul al-I jaz at-
Tasryri i al-Qur'an al-Karim (kemukjizatan al-Qur'an al-Karim dari Segi
Hukum) (Nata, 2005 : 364).
Pada tahun 1973 ia dipanggil pulang ke Ujungpandang oleh
ayahnya yang ketika itu menjabat rektor, untuk membantu mengelola
pendidikan di IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil rektor bidang akademis
dan kemahasiswaan sampai tahun 1980. Di samping mendududki jabatan
resmi itu, ia juga sering memwakili ayahnya yang uzur karena usia dalam
menjalankan tugas-tugas pokok tertentu. Berturut-turut setelah itu,
Quraish Shihab diserahi berbagai jabatan, seperti koordinator Perguruan
Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia bagian timur, pembantu pimpinan
kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental, dan
sederetan jabatan lainnya di luar kampus. Di celah-celah kesibukannya ia
masih sempat merampungkan beberapa tugas penelitian, antara lain
49
Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia (1975) dan Masalah
Wakaf Sulawesi Selatan (1978). (Karsayuda, 2006 : 130).
Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Mesir untuk
meneruskan studinya di Program Pascasarjana Fakultas Ushuluddin
Jurusan Tafsir Hadis, Universitas Al-Azhar. Hanya dalam waktu dua
tahun (1982) dia berhasil menyelesaikan disertasinya yang berjudul "Nazm
al-Durar li al-Biqai Tahqiq wa Dirasah" dan berhasil dipertahankan
dengan nilai Suma Cum Laude. (Nata, 2005 : 363 – 364).
Tahun 1984 adalah babak baru tahap kedua bagi Quraish Shihab
untuk melanjutkan kariernya. Untuk itu ia pindah tugas dari IAIN Ujung
Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini ia aktif mengajar
bidang Tafsir dan Ulum Al-Qur'an di Program Sl, S2 dan S3 sampai tahun
1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai dosen, ia juga
dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua
periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya menduduki
jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal
tahun 1998, hingga kemudian dia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa
dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab
Mesir merangkap negara Republik Djibauti berkedudukan di Kairo.
(Karsayuda, 2006 : 130).
Kehadiran Quraish Shihab di Ibukota Jakarta telah memberikan
suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti
dengan adanya berbagai aktivitas yang dijalankannya di tengah-tengah
50
masyarakat. Di samping mengajar, ia juga dipercaya untuk menduduki
sejumlah jabatan. Di antaranya adalah sebagai Ketua Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), anggota Lajnah Pentashhih Al-
Qur'an Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat dalam beberapa
organisasi profesional, antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan
Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), ketika organisasi ini didirikan.
Selanjutnya ia juga tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu
Syariah, dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah
sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian journal for Islamic
Studies, Ulumul Qur 'an, Mimbar Ulama, dan Refleksi jurnal Kajian
Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta. (Suplemen
Ensiklopedi Islam, 2, 1994 : 111).
Disamping kegiatan tersebut, H.M.Quraish Shihab juga dikenal
sebagai penulis dan penceramah yang handal. Berdasar pada latar
belakang keilmuan yang kokoh yang ia tempuh melalui pendidikan formal
serta ditopang oleh kemampuannya menyampaikan pendapat dan gagasan
dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas, rasional, dan kecenderungan
pemikiran yang moderat, ia tampil sebagai penceramah dan penulis yang
bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Kegiatan ceramah ini ia
lakukan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid al-Tin dan
Fathullah, di lingkungan pejabat pemerintah seperti pengajian Istiqlal serta
di sejumlah stasiun televisi atau media elektronik, khususnya di bulan
51
Ramadhan. Beberapa stasiun televisi, seperti RCTI dan Metro TV
mempunyai program khusus selama Ramadhan yang diasuh olehnya.
(Nata, 2005 : 364 – 365).
Di tengah-tengah berbagai aktivitas sosial, keagamaan tersebut,
H.M. Quraish Shihab juga tercatat sebagai penulis yang sangat prolifik.
Buku-buku yang ia tulis antara lain berisi kajian di sekitar epistemologi
Al-Qur'an hingga menyentuh permasalahan hidup dan kehidupan dalam
konteks masyarakat Indonesia kontemporer. Beberapa karya tulis yang
telah dihasilkannya antara lain: disertasinya: Durar li al-Biga'i (1982),
Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (1992), Wawasan Al-Qur'an:Tafsir Maudlu'i atas Berbagai
Persoalan Umat (1996), Studi Kritis Tafsir al-Manar (1994), Mu'jizat Al-
Qur'an Ditinjau dari Aspek Bahasa (1997), Tafsir al-Mishbah (hingga
tahun 2004) sudah mencapai 14 jilid.
Selain itu ia juga banyak menulis karya ilmiah yang berkaitan
dengan masalah kemasyarakatan. Di majalah Amanah dia mengasuh
rubrik "Tafsir al-Amanah", di Harian Pelita ia pernah mengasuh rubrik
"Pelita Hati", dan di Harian Republika dia mengasuh rubrik atas namanya
sendiri, yaitu "M. Quraish Shihab Menjawab".
3.1.2. Corak Pemikiran M. Quraish Shihab
Ditinjau dari latar belakang riwayat hidupnya, H.M.Quraish
Shihab sangat dekat dengan aktivitas pendidikan dan dakwah, bahkan
sebagai pemikir dan praktisi pendidikan, juga banyak mengisi siraman
52
rohani, terutama di bulan Ramadhan dengan materi kajian al-Qur'an
melalui Tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Misbah. Kepiawayan Quraish
Shihabn dalam bidang tafsir di samping pendidikannya specialisasi
dibidang tafsir juga hal ini, misalnya, dapat dilihat dari ayahnya,
Abdurrahman Shihab (1905-1986) yang tercatat sebagai seorang ulama
dan guru besar. Secara formal, selain menjadi dosen bidang tafsir dan
bidang ilmu-ilmu keislaman lainnya, dia juga konsen dengan manajemen
proses- proses pendidikan. Keseriusannya dalam bidang tersebut terbukti
dengan kenyataan bahwa dia pernah diberi amanat untuk menjadi Rektor
IAIN Alauddin. Selain itu, Abdurrahman Shihab juga termasuk salah satu
pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah universitas swasta
terkemuka di Sulawesi Selatan. Sedangkan secara informal, Abdurrahman
Shihab juga sering.skali berdakwah, menyampaikan siraman rohani di
masjid-masjid. Selanjutnya Quraish Shihab sendiri juga banyak berkiprah
dalam bidang pendidikan. Sejak tahun 1984 hingga sekarang, Quraish
Shihab tercatat sebagai seorang Guru Besar pada Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, ia juga pernah
memangku jabatan sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dua
periode (1992-1996 dan 1997-1998). Sebelum itu, sejak 1989 ia tercatat
sebagai Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional. Dari latar belakang
riwayat hidupnya ini, terlihat bahwa Quraish Shihab aktif dalam kegiatan
pendidikan.
53
Demikian pula bila dilihat dari segi keahliannya, H.M.Quraish
Shihab tercatat sebagai ahli tafsir al-Qur' n yang amat disegani, dan
penulis yang amat produktif. Di antara karya tulisnya itu adalah
Membumikan al-Qur'an Fungsi dan Peran Wahyu yang berisi topik-topik
bahasan: bukti kebenaran al-Qur'an, sejarah perkembangan tafsir, ilmu
tafsir dan problematikanya, gagasan al-Quran tentang pembudayaannya,
agama dan problematikanya, Islam dan cita-cita sosial, Islam dan
perubahan masyarakat, keluarga tiang agama, kualitas pribadi Muslim,
Islam dan pembangunan, Konsep pendidikan dalam al-Qur'an, Islam dan
tujuan ibadah, Islam dan peran ulama. Selanjutnya karya Quraish Shihab
adalah Wawasan al-Qur'an: Tafsir Maudlu'i atas Pelbagai Persoalan
Umat. Buku ini memuat topik pembahasan tentang: al-Qur'an, Tuhan,
Nabi Muhammad Saw., takdir, kematian, hari akhirat, keadilan dan
kesejahteraan, makanan, pakaian, kesehatan, pernikahan, syukur, halal
bihalal, akhlak, manusia, perempuan, masyarakat, umat, kebangsaan, ahl
al-kitab, agama, seni, ekonomi, politik, ilmu dan teknologi, kemiskinan,
masjid, musyawarah, ukhuwah, jihad, puasa, lailatul qadar, dan waktu.
Dalam seluruh topik kajian yang dibahas tersebut H.M. Quraish Shihab
tidak berhenti hanya pada tataran fakta- fakta akademik belaka, melainkan
melalui topik-topik tersebut H.M. Quraish Shihab ingin menyampaikan
pesan moral dan pendidikan kepada umat. Oleh sebab itu, pada setiap
topik kajian yang dikemukakan ia selalu mengemukakan nilai-nilai
edukatif yang terdapat di dalamnya.
54
Dari sejumlah topik kajian tersebut, terdapat tiga topik kajian yang
secara langsung berhubungan dengan pendidikan, yaitu topik tentang
konsep pendidikan dalam al-Qur'an, ilmu pengetahuan dan teknologi serta
akhlak. Sedangkan topik-topik lainnya memiliki hubungan secara tidak
langsung dengan pendidikan. Dalam topik kajian tentang konsep
pendidikan dalam al-Qur'an tersebut, H.M.Quraish Shihab mencoba
menjelaskan pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum (mated)
pendidikan, metode pendidikan, dan sifat pendidikan Islam.
Ditilik dari segi sifat dan coraknya, pemikiran dan gagasan H.M.
Quraish Shihab tentang pendidikan bertolak dari keahliannya dalam
bidang tafsir al-Quran yang berdasar pada perpaduan pemikiran masa lalu
dengan pemikiran modern. la tampak berpegang pada kaidah yang
umumnya dianut ulama yaitu: al-muhafazah ala al-qadim al-shahih wa al-
akhzu bi al-jadid al-ashlah (Memelihara tradisi lama yang masih relevan
dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Dengan kata lain, H.M.
Quraish Shihab adalah seorang ahli tafsir yang memiliki pandangan
tentang pendidikan. Konsep dan gagasannya tentang pendidikan tersebut
sejalan dengan pandangan al-Qur'an yang menjadi bidang keahliannya.
Pemikiran H.M.Quraish Shihab dalam bidang pendidikan tersebut
tampak sangat dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang tafsir Al-
Qur'an yang dipadukan dengan penguasaannya yang mendalam terhadap
berbagai ilmu lainnya baik ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu
pengetahuan umum serta konteks masyarakat Indonesia. Dengan
55
demikian, ia telah berhasil membumikan gagasan Al-Qur'an tentang
pendidikan dalam arti yang sesungguhnya, yakni sesuai dengan alam
pikiran masyarakat Indonesia.
Pemikiran dan gagasan H.M. Quraish Shihab tersebut telah pula
menunjukkan dengan jelas bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat
yang memiliki implikasi terhadap munculnya konsep pendidikan menurut
Al-Qur'an yang pada gilirannya dapat menjadi salah satu bidang kajian
yang cukup menarik. Upaya ini perlu dilakukan mengingat bahwa di
dalam pemikiran H.M. Quraish Shihab tersebut mengisyaratkan perlunya
melakukan studi secara lebih mendalam tentang pendidikan dalam
perspektif Al-Qur'an.
3.2. Deskripsi Singkat Buku "Membumikan al-Qur'an"
Buku Membumikan al-Qur'an memuat apa yang terekam dari
kumpulan makalah M. Quraish Shihab. Buku ini adalah kumpulan dari
sekian banyak makalah dan uraian M. Quraish Shihab dalam berbagai
forum, yang masih dapat terekam dan diterbitkan. Kendati demikian, buku
yang buku ini tidak sepenuhnya sama dengan makalah yang disampaikan
dalam aneka forum itu, antara lain, karena makalah-makalah tersebut oleh
penulisnya sempurnakan lagi baik dari umpan balik yang berkembang
dalam forum, maupun dari hasil bacaan dan renungan M. Quraish Shihab
ketika mengoreksi kembali makalah-makalah tersebut, atau karena
penggabungan dua atau tiga makalah yang memiliki bahasan serupa.
56
Penyusun buku ini menyadari bahwa menurutnya, zaman kita
ditandai oleh banyak hal yang antara lain adalah lahirnya aneka perubahan
yang menjungkirbalikkan sekian banyak pandangan lama. Kita tentu tidak
dapat mengelak dari perubahan, tetapi tidak semua perubahan bersifat
positif, karena itu kita ditantang memilah dan memilih melalui kajian ulang,
antara lain dengan membandingkan yang lama dan yang baru, kemudian
memilih yang terbaik di antara keduanya. Dalam buku ini pembaca akan
menemukan sekian banyak uraian yang mungkin dapat memberi sedikit
sumbangan ke arah itu.
Sebagaimana halnya setiap buku yang merupakan kumpulan dari
aneka makalah, maka pengulangan beberapa ide dari penulis buku ini tidak
dapat dihindari. Dalam buku ini, kendati telah diusahakan agar hal tersebut
tidak terjadi, dengan menambah uraian bila inti persoalan yang diuraikan
sama atau mirip, namun tidak mustahil pengulangan tersebut masih
ditemukan.
Buku Membumikan Al-Qur'an ini adalah karya seorang pakar tafsir
dan ilmu-ilmu Al-Qur'an dalam upaya kerasnya memancarkan kilau cahaya
sudut-sudut penting "intan" yang dikandung Al-qur'an. Berasal dari enam
puluh lebih makalah dan ceramah yang pernah disampaikan oleh penulisnya
pada rentang waktu 1975 hingga 1992, tema dan gaya pembahasan buku ini
terpola menjadi dua bagian. Di bagian pertama, secara efektif dan efisien,
penulis menjabarkan dan membahas berbagai "aturan main" berkaitan
dengan cara-cara memahami al-Qur'an. Di bagian kedua secara jenial
57
penulis mendemonstrasikan keahliannya dalam memahami sekaligus juga
mencarikan jalan keluar bagi problem-problem intelektual dan sosial yang
muncul di dalam masyarakat dengan berpijak pada "aturan main" al-Qur'an.
Meskipun belum semua problematik di seputar studi-studi al-Qur'an,
keislaman dan kemasyarakatan terungkap secara menyeluruh, namun buku
ini diharapkan dapat mengantarkan para peminat studi al-Qur'an pada
khususnya dan studi keislaman pada umumnya untuk melangkah lebih jauh
dan terarah. Semua buku penting dan langka di bidangnya serta ditulis oleh
seorang pakar yang juga langka di bidangnya.
Buku Membumikan Al-Qur'an pada bab pertama mengungkapkan
bukti kebenaran al-Quran, keotentikan al-Quran, all-Quran dan Ilmu
Pengetahuan, sejarah turun dan tujuan pokok al-Quran, kebenaran ilmiah al-
Quran, hikmah ayat ilmiah al-Quran, al-Quran, ilmu, dan filsafat manusia.
Pada bab kedua diungkakan sejarah perkembangan tafsir, Kebebasan dan
pembatasan dalam tafsir, perkembangan metodologi tafsir, tafsir dan
modernisasi, penafsiran ilmiah al-Quran, metode tafsir tematik. Ejalan
dengan itu maka pada bab ketiga berisi ilmu tafsir dan problematiknya,
hubungan hadis dan al-Quran, fungsi dan posisi sunnah dalam tafsir, ayat-
ayat kawniyyah dalam al-Quran, konsep qath'iy dan zhanniy, soal nasikh
dan mansukh, pokok-pokok bahasan tafsir, penafsiran "khalifah" dengan
metode tematik.
58
Berdasarkan hal itu, maka pada bab keempat buku ini mengupas
tentang gagasan al-Quran tentang pembudayaannya, falsafah dasar "iqra",
konsep pendidikan dalam al-Quran, mengajarkan tafsir di perguruan
tinggi, pengajaran akidah dan syari'ah di sekolah umum, soal penilaian
dalam musabaqah tilawatil Qur'an, komputerisasi al-Quran,
Pada bagian kedua diungkapkan tentang amalan al-Quran, karena
bahasan ditujukan pada bab pertama agama dan problematiknya yang
membahas mengapa beragama? universalisme Islam, agama: antara
absolutisme dan relativisme, kehidupan menurut al-Quran, kematian
dalam al-Quran. Bab kedua memuat Islam dan kemasyarakatan dengan
mengungkapkan Islam dan cita-cita sosial, Islam dan perubahan
masyarakat, keluarga tiang negara, riba menurut al-Quran, kedudukan
perempuan dalam al-Quran, kualitas pribadi muslimah, Islam, gizi, dan
kesehatan masyarakat, Islam, kependudukan, dan lingkungan hidup, Islam
dan pembangunan. Sedangkan dalam bab tiga tentang Islam dan tuntunan
ibadah dibahas mengenai tujuan puasa menurut al-Quran, laylat al-qadr,
makna halal bihalal, soal zakat dan 'amil zakat, makna ibadah haji makna
isra' dan mi'raj, hikmah hijrah, wisata ziarah menurut al-Quran. Pada bab
keempat tentang Islam dan peran ulama dibahas mengenai soal ukhuwah
islamiyah, keragaman dan kerukunan menurut al-Quran, selamat natal
menurut al-Quran, ulama, kaum muda, dan pemerintah, ulama sebagai
pewaris nabi, peran dan tanggung jawab intelektual muslim, strategi
dakwah.
59
3.2.1. Dakwah di tengah Kemajuan Sains dan Teknologi
Strategi dakwah merupakan sebagai proses siasat, taktik atau
manuver yang merefleksikan metode dan segala upaya untuk menghadapi
sasaran dakwah dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan
dakwah secara optimal. Tujuan dakwah adalah memenuhi perintah Allah
Swt dan melanjutkan tersiarnya syari'at Islam secara merata. Dakwah
bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang
kurang baik menjadi lebih baik atau meningkatkan kualitas iman dan Islam
seseorang secara sadar dan timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa
terpaksa oleh apa dan siapa pun (Shihab, 2004: 446).
M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Wawasan al-
Qur'an Tafsir Maudhu i Atas Pelbagai Persoalan Umat berpendapat bahwa
dari hari ke hari tercipta mesin-mesin semakin canggih. Mesin-mesin
tersebut melalui daya akal manusia digabung-gabungkan dengan yang
lainnya, sehingga semakin kompleks, serta tidak bisa lagi dikendalikan oleh
seorang. Tetapi akhirnya mesin dapat mengerjakan tugas yang dulu mesti
dilakukan oleh banyak orang. Pada tahap ini, mesin telah menjadi semacam
"seteru" manusia, atau lawan yang harus disiasati agar mau mengikuti
kehendak manusia. Dewasa ini telah lahir teknologi khususnya di bidang
rekayasa genetika yang dikhawatirkan dapat menjadikan alat sebagai
majikan. Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal "majikan" yang akan
diperbudak dan ditundukkan oleh alat. Jika begitu, ini jelas bertentangan
dengan kedua catatan yang disebutkan di terdahulu (Shihab, 2004: 446).
60
M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Menabur Pesan
Ilahi menjelaskan bahwa sebagian pakar menguraikan betapa kemajuan
teknologi yang kini dikembangkan sangat rawan terhadap sisi negatif yang
disinggung di atas. Misalnya, uraian yang menyebut bahwa manusia sering
kali tidak mampu membedakan apa yang dia inginkan dan apa yang dia
butuhkan, dan menduga bahwa sesuatu yang baik adalah sesuatu yang telah
dapat dilakukan, tanpa seleksi apakah yang mampu dilakukan itu perlu atau
diinginkan, atau justru sebaliknya. Apakah perpindahan dari satu tempat ke
tempat lain melebihi kecepatan suara dibutuhkan atau tidak? Apakah
kemampuan menembus ruang angkasa diperlukan atau tidak? Apakah
kloning merupakan kebutuhan manusia atau sekadar keinginan yang timbul
karena keberhasilannya sudah di pelupuk mata? Sampai kini belum ada
sesuatu yang begitu kuat yang mampu membatasi keinginan sementara
ilmuwan untuk mewujudkan dalam kenyataan apa yang dapat dilakukannya.
Sebab, sebagian dari apa yang mampu diwujudkan itu sebenarnya tidak
diperlukan, bahkan boleh jadi membahayakan diri manusia. Ini dapat
menjadikan manusia seperti kupu-kupu yang berhasil keluar dari
kepompongnya dan berhasil terbang, tetapi akhirnya terbakar sendiri akibat
kemampuannya itu (Shihab, 2004: 157)
M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Membumikan al-
Qur'an berpendapat bahwa apa yang akan terjadi di masa datang tidak
terlepas dari apa yang terjadi masa kini. Karenanya, secara umum, terlebih
dahulu harus diamati keadaan masa kini dalam kaitannya dengan dakwah,
61
agar apa yang diharapkan dari uraian ini dapat dikemukakan. Apa yang akan
terjadi pada tahun akan datang, bukanlah satu hal yang mudah diramalkan,
apalagi jika pandangan ditujukan kepada seluruh problem yang berkaitan
dengan dakwah. Ini berarti membicarakan seluruh kehidupan masyarakat
dalam berbagai aspek, baik aspek sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya
(Shihab, 2004: 394).
3.2.2. Gejala Umum Masyarakat Dewasa Ini
Menurut Shihab, gejala umum yang dapat dirasakan atau dilihat
dewasa ini khususnya dalam kaitannya dengan kehidupan beragama adalah
banyaknya ilmuwan yang berdomisili di kota-kota besar yang menyadari
benar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tidak mampu
menyelesaikan segala problem kehidupan manusia. Karena iptek tidak
mampu memberi ketenangan batin kepada mereka, terasa ada sesuatu "yang
kurang pas" atau "hilang" dari diri mereka. Mereka pun berusaha
menemukan "yang hilang" itu melalui beberapa cara, antara lain dengan
mencarinya pada ajaran spiritual keagamaan. Semaraknya kehidupan
keagamaan di kota-kota besar setelah sebelumnya memudar yang dihuni
oleh lapisan atas baik dari segi ekonomi maupun pengetahuan merupakan
salah satu indikator tentang betapa besarnya kesadaran akan "kehilangan"
tersebut. Sekian banyak pria dan wanita berusia tua atau muda yang tadinya
tidak mengenal agama, kini kembali ke pangkuan agama. Sehingga, tidak
jarang pula di-"temukan" orang yang diduga keras belum merasakan
62
nikmatnya beragama, menjadi malu untuk tidak melaksanakan tuntunan
agama (Shihab, 2004: 394).
Di Jakarta, misalnya menurut Shihab, pada tahun 1965 jumlah
masjid kurang lebih hanya 500 buah. Kini, jumlahnya telah melebihi angka
2000, dan hampir kesemuanya penuh sesak pada saat berlangsung upacara
shalat Jumat. Belum lagi yang dilaksanakan di kantor-kantor pemerintah
atau swasta. Kalau gambaran di atas, secara umum atau lahiriah, dapat
dikatakan menggembirakan dari segi dakwah, maka berbeda halnya dengan
keadaan di luar kota-kota besar. Di samping kesenjangan ekonomi antara
penduduk pedesaan dan perkotaan yang merupakan gejala umum dan yang
tentunya mempunyai dampak dalam berbagai bidang, pelaksanaan dakwah
di pedesaan seringkali tidak menemukan sasarannya. Misalnya, tema dan
materi dakwah seringkali tidak membumi atau menyentuh problem-problem
dasar mereka, sehingga kelemahan dalam bidang ekonomi digunakan oleh
sementara pihak untuk maksud-maksud tertentu.
Menurut Shihab, masuknya informasi melalui media elektronik dan
cetak ke pedesaan, di samping membawa dampak-dampak positif juga
menghasilkan dampak-dampak negatif. Pemberitaan-pemberitaan tentang
berbagai peristiwa telah sedemikian "maju" dan "menyentuh" sehingga
materi-materi dakwah yang disampaikan oleh para muballigh dan da'i yang
tidak siap menjadi tertinggal sangat jauh (Shihab, 2004: 395).
63
3.2.3. Dakwah Perkotaan
Menurut Shihab, di kota-kota, sebagaimana dikemukakan di atas,
berdomisili banyak ilmuwan dari berbagai disiplin serta usahawan-
usahawan yang sukses sekaligus haus ketenangan batin. Sebagian mereka
tampil ke depan secara mandiri atau termasuk dalam kelompok studi
keagamaan untuk mengatasi kehausan itu. Harus diakui bahwa tidak sedikit
dari mereka yang berhasil bukan hanya memuaskan diri dan keluarganya,
tetapi juga masyarakat sekitarnya. Mereka mampu memadukan antara
disiplin ilmu yang mereka tekuni dengan ajaran-ajaran agama yang diyakini,
sehingga agama terasa dan terbukti semakin rasional dan semakin
menyentuh. Tetapi, di sisi lain, tidak jarang pula kehausan akan pegangan
mengantar sebagian yang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaran
agama dengan sangat ketat dan- kaku. Sebagai gambaran ekstremnya adalah
demikian: seseorang yang dapat dinilai sebagai ilmuwan kadang
beranggapan bahwa masyarakat ideal adalah masyarakat yang tidak
menggunakan listrik atau kursi karena keduanya belum atau tidak digunakan
oleh masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw (Shihab, 2004: 395).
Akibat yang ditimbulkan oleh usaha belajar sendiri tanpa
mengetahui seluk-beluk disiplin ilmu agama, atau bimbingan dari da'i yang
belum siap, adalah lahirnya kelompok kecil yang "menyempal" dari
masyarakat Islam. Timbulnya kelompok-kelompok kecil tersebut bukan saja
merugikan diri mereka sendiri dari sudut pandangan agama, tetapi juga
merugikan keseluruhan umat Islam bahkan juga masyarakat bangsa. Karena,
64
tidak jarang sikap dan pandangan-pandangan mereka menimbulkan
keresahan-keresahan sosial.
Menurut Shihab, salah satu hal yang harus diantisipasi oleh dakwah
di masa datang, adalah kelompok-kelompok semacam itu, yang diduga akan
terus bermunculan sebagai salah satu akibat dari kehausan batin serta
ketidakmampuan para da'i untuk memberikan kepuasan ruhani dan nalar
kepada sasaran dakwah (Shihab, 2004: 396).
Menurut Shihab, beberapa butir masalah berkaitan dengan
kelompok-kelompok dalam kehidupan keagamaan.
1) Tidak dapat disangkal bahwa perbedaan pendapat dalam segala aspek
kehidupan manusia merupakan satu fenomena yang telah lahir bersamaan
dengan lahirnya masyarakat dan hanya berakhir dengan berakhirnya
masyarakat. Umat Islam tidak terkecuali akan terkena fenomena tersebut
sejak zaman Nabi Muhammad saw., walaupun tentunya perbedaan-
perbedaan pada masa itu tidak meruncing karena kehadiran Nabi saw., di
tengah-tengah mereka. Dalam perkembangan lebih lanjut, perbedaan-
perbedaan tersebut melahirkan aliran-aliran dalam Islam bahkan kemudian
menjadikan umat Islam berkelompok-kelompok. Sebagian orang ada yang
menghitungnya sebanyak 73 kelompok untuk menyesuaikan jumlah
tersebut dengan sebuah hadis yang memberitakan pengelompokan tersebut
dan ada pula yang menghitungnya lebih dari itu.
2) Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab
timbulnya perbedaan tersebut adalah dikarenakan redaksi ayat-ayat Al-
65
Quran dan hadis-hadis Nabi saw. Tidak seorang pun yang dapat
memastikan maksud yang sebenarnya dari suatu redaksi atau ucapan
kecuali pemiliknya sendiri. Sehingga, pengertian yang dipahami oleh
pembaca atau pendengar dapat saja bersifat relatif. Tetapi, walaupun
demikian, hal itu tidak berarti bahwa tidak ada tolok ukur untuk menilai
kebenaran satu pendapat, atau kedekatannya kepada kebenaran.
3) Salah satu dari kelima pokok ajaran adalah pemeliharaan terhadap agama
itu sendiri, yang antara lain menuntut peningkatan pemahaman umat
terhadap ajaran agamanya, serta usaha membentengi mereka dari segala
bentuk pencemaran dan pengeruh kemurniannya. Benar bahwa manusia
diberi kebebasan oleh Tuhan untuk memilih agama atau bahkan tidak
beragama. Tetapi, bagi yang memilih, tidak lagi diberi kebebasan untuk
memilah agama itu, sehingga menganut apa yang dianggapnya sesuai dan
menolak yang dinilainya tidak sesuai (Shihab, 2004: 396).
Menurut Shihab, agama pilihan adalah satu paket. Lebih jauh, agama
Islam tidak memberi kepada seorang Muslim kebebasan memilih keragaman-
keragaman pendapat yang berkembang dalam bidang ushul al-din (prinsip-
prinsip pokok agama) semacam Keesaan Tuhan, Kedudukan Muhammad saw.
sebagai nabi terakhir, kedudukan dan fungsi Sunnah beliau, kewajiban shalat,
puasa, haji, dan sebagainya.
Kebebasan memilih hanya dibolehkan dalam bidang furu' (cabang).
Itupun hanya berlaku selama yang mengemukakan pendapat dalam bidang
tersebut adalah seseorang yang memiliki otoritas dalam disiplin ilmu tertentu.
66
Di sini wajar untuk digarisbawahi, bahwa ada sekian banyak masalah-masalah
keagamaan yang kait berkait dengan berbagai disiplin ilmu. Sehingga, ketika
memberikan keputusan agama, para ahli dalam berbagai disiplin terkait
seharusnya berperan serta bersama agamawan dalam memecahkannya.
Adapun. masalah-masalah yang dicakup oleh bidang ijma'
(persepakatan ulama) menurut Shihab, maka walaupun penolakannya tidak
berakibat dikeluarkannya si penolak dari komunitas Muslim, namun bila
ditinjau dari segi kewajiban memelihara agama dan kemurniannya, pada
hakikatnya hal itu tidak jauh berbeda dengan kedudukan ushul al-din. Artinya
umat berkewajiban melakukan usaha-usaha konkret guna membentengi diri
dan membendung tersebar luasnya paham seperti itu.
Di sini, kebebasan beragama tidak dapat dijadikan dalih dan alasan
karena di samping kebebasan itu tidak mencakup bidang ini, juga dan yang
lebih penting lagi karena kewajiban pemeliharaan kemurnian agama
mempunyai kedudukan yang melebihi bahkan bertentangan dengan dalih
kebebasan tersebut.
Butir-butir di atas menurut Shihab mengantarkan kita untuk
berkesimpulan bahwa kelompok-kelompok seperti yang digambarkan di atas
tidak serta merta dijatuhi vonis "sesat dan atau menyesatkan", sebagaimana
yang kadang terjadi dewasa ini. Kita tidak berhak membendungnya dengan
memutar-balikkan fakta, tetapi kita harus menghadapi mereka dengan
argumentasi-argumentasi ilmiah yang kokoh serta dengan dada yang sangat
lapang.
67
Dari uraian sekilas di atas, agaknya dapat disimpulkan bahwa dakwah
di perkotaan harus didukung oleh uraian-uraian ilmiah dan logis serta
menyentuh hati dan menyejukkannya. Sementara ahli menurut Shihab
menggambarkan perkembangan dakwah dari masa ke masa dengan
menyatakan bahwa pada mulanya dakwah selalu dikaitkan dengan alam
metafisika disertai dengan janji-janji dan ancaman-ancaman ukhrawi.
Kemudian beralih kepada pengaitan ajaran agama dengan bukti-bukti ilmiah
rasional. Dan kini, kata mereka, dakwah seharusnya lebih banyak mendorong
masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Hemat Shihab,
pemilahan semacam itu tidak selalu harus demikian. Karena di satu saat
khusus di kalangan kaum terpelajar, kesadaran dan kepuasan yang mereka
dambakan bukanlah selalu harus melalui dorongan berpartisipasi dalam
pembangunan.
3.2.4. Dakwah di Daerah Pinggiran dan Pedesaan
Perumusan masalah dalam hal ini dikaitkan secara erat dengan situasi
dan kondisi kemasyarakatan secara luas. Menurut Shihab, situasi dan kondisi
dimaksud tecermin antara lain dalam:
1) lemahnya kemampuan kelembagaan dalam mengembangkan swadaya
masyarakat,
2) adanya anutan eksklusif ('ashabiyyah atau fanatisme) sehingga
kemampuan menopang aspirasi seluruh umat sangat kurang.
3) keterbatasan lapangan kerja, informasi dan pembinaan di kalangan
masyarakat miskin perkotaan/pinggiran dan pedesaan.
68
4) keterbatasan dana khususnya di luar kota-kota besar, serta lebih-lebih lagi
ditunjang oleh pandangan keagamaan menyangkut kredit perbankan
(Shihab, 2004: 398).
Berdasar sedikit dari banyak masalah yang dikemukakan di atas, maka
alternatif gerakan dakwah yang digalakkan di masa datang adalah apa yang
selama ini dikenal dengan da'wah bil hal atau "dakwah pembangunan".
Alternatif ini berangkat dari asumsi bahwa syarat utama agar suatu komunitas
dapat memelihara dan mengembangkan identitasnya adalah terciptanya
kondisi yang terorganisasi, yang kemudian memudahkan persatuan, kerja
sama, dan pergerakan ke arah yang lebih produktif.
Selama ini menurut Shihab, dakwah mengajarkan kepada umat bahwa
Islam datang membawa rahmat untuk seluruh alam dan tentunya lebih-lebih
lagi untuk pemeluknya. Tetapi, sangat disayangkan bahwa kerahmatan
tersebut tidak dirasakan menyentuh segi-segi kehidupan nyata kaum Muslim,
lebih-lebih yang hidup di pedesaan. Hal di atas disebabkan antara lain karena
yang menyentuh mereka dari ajaran agama selama ini, baru segi-segi ibadah
ritual (ibadah murni), sedangkan segi-segi lainnya kalaupun disentuh dan
dilaksanakan hanya dalam bentuk individual dan tidak dalam bentuk kolektif.
Da'wah bil hal diharapkan menunjang segi-segi kehidupan masyarakat,
sehingga pada akhirnya setiap komunitas memiliki kemampuan untuk
mengatasi kebutuhan dan kepentingan anggotanya, khususnya dalam bidang
ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat (Shihab, 2004: 398)..
69
Membicarakan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang,
berkait erat pula dengan jumlah penduduk yang pada saat itu diperkirakan
mencapai 225 juta orang, yang kesemuanya membutuhkan sarana kehidupan,
sehingga pembangunan pun harus mengarah kepada industri. Bila hal ini
terlaksana, maka tantangan-tantangan akan semakin berat, apalagi jika,
hipotesis yang menyatakan bahwa masyarakat industri akan lebih menjauh
dari agama sehingga penyakit-penyakit masyarakat akan lebih banyak dan
lebih parah. Oleh sebab itu dakwah tentunya harus mengambil peranan yang
lebih besar, karena bila tidak, maka pembangunan nasional yang didambakan
tidak akan dapat tercapai (Shihab, 2004: 399)..
70
BAB IV
ANALISIS PENDAPAT M. QURAISH SHIHAB TENTANG STRATEGI
DAKWAH
4.1. Analisis Strategi Dakwah M. Quraish Shihab
Apabila memperhatikan pendapat M. Quraish Shihab sebagaimana
telah diketengahkan dalam bab tiga skripsi ini, maka ada butir penting yang
harus diantisipasi oleh para da'i dalam strategi dakwah: Tujuan tidak akan
mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau
perbuatan itu tidak terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik, sebenarnya
merupakan cara yang digunakan, dan merupakan bagian dari strategi.
Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan baik
dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis (Rafi'udin dan
Djaliel, 1997: 76). Menurut Hisyam Alie yang dikutip Rafi'udin dan Djaliel,
untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan apa yang
disebut SWOT.
Apabila strategi dakwah M. Quraish Shihab dihubungkan dengan
analisis SWOT, maka yang menjadi kekuatan yaitu saat ini adanya
organisasi dakwah dalam berbagai nama dan bentuk dengan
mengkoordinasikan dana secara baik dan tersedianya sarana dan perasarana.
Kelemahannya yakni organisasi dakwah masih kekurangan dana dan
fasilitas. Meskipun demikian ada peluang yaitu sumbangan dari para
dermawan serta dukungan masyarakat yang makin kuat terhadap eksistensi
71
dakwah. Ancaman dari luar tentunya ada yaitu para misionaris kristen pun
menggunakan berbagai strategi untuk menanamkan agama Kristen.
Pertama, Strategi Dakwah di tengah Kemajuan Sains dan Teknologi.
M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Wawasan al-Qur'an
Tafsir Maudhu i Atas Pelbagai Persoalan Umat berpendapat:
Dari hari ke hari tercipta mesin-mesin semakin canggih. Mesin-mesin tersebut melalui daya akal manusia digabung-gabungkandengan yang lainnya, sehingga semakin kompleks, serta tidak bisalagi dikendalikan oleh seorang. Tetapi akhirnya mesin dapatmengerjakan tugas yang dulu mesti dilakukan oleh banyak orang.Pada tahap ini, mesin telah menjadi semacam "seteru" manusia, ataulawan yang harus disiasati agar mau mengikuti kehendak manusia.Dewasa ini telah lahir teknologi khususnya di bidang rekayasagenetika yang dikhawatirkan dapat menjadikan alat sebagai majikan.Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal "majikan" yang akandiperbudak dan ditundukkan oleh alat (Shihab, 2006: 446).
Kedua, Strategi Dakwah di Tengah Gejala Umum Masyarakat
Dewasa Ini. Menurut Shihab;
Masuknya informasi melalui media elektronik dan cetak kepedesaan, di samping membawa dampak-dampak positif jugamenghasilkan dampak-dampak negatif. Pemberitaan-pemberitaantentang berbagai peristiwa telah sedemikian "maju" dan"menyentuh" sehingga materi-materi dakwah yang disampaikan olehpara muballigh dan da'i yang tidak siap menjadi tertinggal sangatjauh (Shihab, 2006: 395).Ketiga, Strategi Dakwah di Tengah Masyarakat Perkotaan.
Menurut Shihab, di kota-kota, sebagaimana dikemukakan di atas,berdomisili banyak ilmuwan dari berbagai disiplin serta usahawan-usahawan yang sukses sekaligus haus ketenangan batin. Sebagianmereka tampil ke depan secara mandiri atau termasuk dalamkelompok studi keagamaan untuk mengatasi kehausan itu. Harusdiakui bahwa tidak sedikit dari mereka yang berhasil bukan hanyamemuaskan diri dan keluarganya, tetapi juga masyarakat sekitarnya.Mereka mampu memadukan antara disiplin ilmu yang mereka tekunidengan ajaran-ajaran agama yang diyakini, sehingga agama terasadan terbukti semakin rasional dan semakin menyentuh. Tetapi, di
72
sisi lain, tidak jarang pula kehausan akan pegangan mengantarsebagian yang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaranagama dengan sangat ketat dan- kaku. Sebagai gambaranekstremnya adalah demikian: seseorang yang dapat dinilai sebagaiilmuwan kadang beranggapan bahwa masyarakat ideal adalahmasyarakat yang tidak menggunakan listrik atau kursi karenakeduanya belum atau tidak digunakan oleh masyarakat Islam padamasa Rasulullah saw (Shihab, 2006: 395).Akibat yang ditimbulkan oleh usaha belajar sendiri tanpamengetahui seluk-beluk disiplin ilmu agama, atau bimbingan darida'i yang belum siap, adalah lahirnya kelompok kecil yang"menyempal" dari masyarakat Islam. Timbulnya kelompok-kelompok kecil tersebut bukan saja merugikan diri mereka sendiridari sudut pandangan agama, tetapi juga merugikan keseluruhanumat Islam bahkan juga masyarakat bangsa. Karena, tidak jarangsikap dan pandangan-pandangan mereka menimbulkan keresahan-keresahan sosial.Menurut Shihab, salah satu hal yang harus diantisipasi oleh dakwahdi masa datang, adalah kelompok-kelompok semacam itu, yangdiduga akan terus bermunculan sebagai salah satu akibat darikehausan batin serta ketidakmampuan para da'i untuk memberikankepuasan ruhani dan nalar kepada sasaran dakwah (Shihab, 2006:396).
Keempat, Strategi Dakwah di Daerah Pinggiran dan Pedesaan.
Selama ini menurut Shihab, dakwah mengajarkan kepada umatbahwa Islam datang membawa rahmat untuk seluruh alam dantentunya lebih-lebih lagi untuk pemeluknya. Tetapi, sangatdisayangkan bahwa kerahmatan tersebut tidak dirasakan menyentuhsegi-segi kehidupan nyata kaum Muslim, lebih-lebih yang hidup dipedesaan. Hal di atas disebabkan antara lain karena yang menyentuhmereka dari ajaran agama selama ini, baru segi-segi ibadah ritual(ibadah murni), sedangkan segi-segi lainnya kalaupun disentuh dandilaksanakan hanya dalam bentuk individual dan tidak dalam bentukkolektif.Da'wah bil hal diharapkan menunjang segi-segi kehidupanmasyarakat, sehingga pada akhirnya setiap komunitas memilikikemampuan untuk mengatasi kebutuhan dan kepentingananggotanya, khususnya dalam bidang ekonomi, pendidikan, dankesehatan masyarakat (Shihab, 2006: 398)..
Berdasarkan pendapat M. Quraish Shihab tersebut maka pada intinya
M. Quraish Shihab mengingatkan kepada para da'i agar dalam meletakkan
73
strategi dakwah di perkotaan dengan masyarakat pedesaan harus dibedakan.
Dakwah pada masyarakat kota lebih dituntut rasional, logis dan mampu
menarik benang merah dengan kapasitas kemampuan mad'u perkotaan yang
lebih cenderung menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sini para
da'i dituntut untuk bisa menguasai IPTEK sehingga pemaparan Islam tidak
sekadar menyampaikan ajaran agama yang sudah ada 1500 tahun yang lalu
jika dihitung mulai diturunkannya al-Qur'an semasa hidup Nabi Muhammad
SAW.
Sebaliknya dalam perspektif M. Quraish Shihab bahwa dakwah di
pedesaan jangan hanya bersifat normatif yang hanya berbicara yang halal
dan haram, namun lebih jauh dari itu dakwah harus menyentuh aspek
pembangunan karena masyarakat pedesaan pada umumnya masih tertinggal
dalam sektor ekonomi, di antaranya pengangguran, kesenjangan sosial, daya
tarik dan bujuk rayu dari kelompok ekonomi yang kuat yang menyeret
masyarakat pedesaan pada paham yang serba membolehkan. Betapa kurang
berartinya jika penyampaian ajaran agama tidak mampu memecahkan
persoalan perut mereka yang kosong.
Demikian pula dakwah terhadap kelompok orang yang fanatik dalam
arti membabi buta dalam menafsirkan ajaran agama sehingga ditafsirkan
secara sempit atau harfiah, maka hal ini menjadi bahaya yang mengancam
ketenangan masyarakat. Berdasarkan hal itu maka dalam pandangan M.
Quraish Shihab bahwa para da'i harus mampu mengantisipasi bahaya
tersembunyi ini, bahaya ini seakan tidak mempunyai gerakan tapi bentuknya
74
pasti. Penafsiran yang keliru terhadap agama yang hanya
menginterpretasikan agama secara sempit tanpa memiliki standar penafsiran
yang mendekati kebenaran maka hal ini menyeret umat Islam pada
kesesatan.
Lebih jauh dari itu M. Quraish Shihab mengingatkan bahwa
tantangan besar untuk para da'i adalah meluruskan para penganut kebebasan
yang sebebas-bebasnya dalam menjatuhkan aspek hukum ajaran agama. Jika
masalah ushuluddin (pokok agama) maka hal ini sudah tidak bisa ditawar
lagi karena ruang akal dibatasi. Dalam kenyataannya masih banyak
kelompok yang mencoba menundukkan masalah akidah dengan akal,
padahal pada wilayah akidah maka kebenarannya adalah absolut dan tidak
bisa semuanya diuji dengan kapasitas akal yang terbatas, kecuali masalah
furuiyah atau cabang maka manusia dipersilahkan untuk berijtihad. Namun
ini pun tidak bisa dilakukan sembarang orang melainkan harus yang
memiliki otoritas atau kemampuan sebagai mujtahid. Jika masalah ijtihad
dikembangkan oleh orang yang paham keagamaannya masih dangkal maka
hal ini pun bisa menyesatkan umat.
Menyikapi pandangan M. Quraish Shihab berkaitan dengan strategi
dakwah Islam, maka diperlukan pengenalan yang tepat dan akurat terhadap
realitas hidup manusia yang secara aktual berlangsung dalam kehidupan dan
mungkin realitas hidup antara satu masyarakat dengan masyarakat lain
berbeda. Di sini, juru dakwah dituntut memahami situasi dan kondisi
masyarakat yang terus mengalami perubahan, baik secara kultural maupun
75
sosial-keagamaan. Strategi dakwah semacam ini telah diperkenalkan dan
dikembangkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam menghadapi situasi
dan kondisi masyarakat Arab saat itu. Strategi dakwah Rasulullah yang
dimaksud antara lain menggalang kekuatan di kalangan keluarga dekat dan
tokoh kunci yang sangat berpengaruh di masyarakat dengan jangkauan
pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah ke Madinah untuk fath al-
Makkah dengan damai tanpa kekerasan, dan lain sebagainya (Rafi'udin dan
Djaliel, 1997: 78).
Kemudian, jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini, maka juru
dakwah harus memahami perubahan transisional dari transaksi pada
kekuatan magis dan ritual ke arah ketergantungan pada sains dan
kepercayaan serta transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan
tunggal ke arah keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi, suatu strategi tidak
bersifat universal. la sangat tergantung pada realitas hidup yang sedang
dihadapi. Karena itu, strategi harus bersifat terbuka terhadap segala
kemungkinan perubahan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah (Pimay,
2005: 53)..
Berkaitan dengan perubahan masyarakat yang berlangsung di era
globalisasi, maka perlu dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai
berikut. Pertama, meletakkan paradigma tauhid dalam dakwah. Pada
dasarnya dakwah merupakan usaha penyampaian risalah tauhid yang
memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter, keadilan
dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan
76
manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal dari Allah dan
akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan
kedhaifan manusia, maka dakwah tidak lain merupakan suatu proses
memanusiakan manusia dalam proses transformasi sosio-kultural yang
membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu, tauhid merupakan kekuatan
paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah.
Kedua, perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan
paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi
sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan
seolah-olah sudah merupakan standar keagamaan yang final sebagaimana
agama Allah. Pemahaman agama yang terialu eksoteris dalam memahami
gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang
dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan
pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman agama
dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang
terbuka.
Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam
berorientasi pada upaya amar ma'ruf dan nahi munkar. Dalam hal ini,
dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan
pengajian umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih dari itu
esensi dakwah sebetulnya adalah segala bentuk kegiatan yang mengandung
unsur amar ma'ruf dan nahi munkar (Pimay, 2005: 52). Dalam QS. Ali
Imran/3: 110, Allah berfirman:
77
) :(Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dariyang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahlikitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antaramereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalahorang-orang yang fasik (Q.S. Ali Imran/3: 110) (Depag RI,1978: 94).
Selanjutnya, strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih
memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik
pemberdayaan ekonomi, politik, budaya, maupun pendidikan. Karena itu,
strategi yang perlu dirumuskan dalam berdakwah perlu memperhatikan
asas-asas sebagai berikut. Pertama, asas filosofis, asas ini erat hubungannya
dengan perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau
aktivitas dakwah. Kedua, asas kemampuan dan keahlian (Achievemen and
professional) da'i. Ketiga, asas sosiologis, asas ini membahas tentang
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan situasi dan kondisi
masyarakat obyek dakwah. Misalnya situasi politik, ekonomi, keamanan,
kehidupan beragama masyarakat dan lain sebagainya. Keempat, asas
psikologis, merupakan asas yang membahas tentang aspek kejiwaan
manusia, untuk memahami karakter penerima dakwah agar aktivitas dakwah
berjalan dengan baik. Kelima, asas efektif dan efisien, hal ini merupakan
penerapan prinsip ekonomi dalam dakwah, yaitu pengeluaran sedikit untuk
mendapatkan penghasilan yang semaksimal mungkin. Setidak-tidaknya
78
seimbang antara tenaga, pikiran, waktu dan biaya dengan pencapaian
hasilnya (Syukir, 1983: 32-33).
Karena itu, dakwah masa depan perlu mengagendakan beberapa hal
antara lain: Pertama, mendasarkan proses dakwah pada pemihakan terhadap
kepentingan masyarakat. Kedua, mengintensifkan dialog dan menjaga
ketertiban masyarakat, guna membangun kesadaran kritis untuk
memperbaiki keadaan. Ketiga, memfasilitasi masyarakat agar mampu
memecahkan masalahnya sendiri serta mampu melakukan transformasi
sosial yang mereka kehendaki. Keempat, menjadikan dakwah sebagai media
pendidikan dan pengembangan potensi masyarakat, sehingga masyarakat
akan terbebas dari kejahilan dan kedhaifan (Syukir, 1983: 172).
Perkembangan akhir-akhir ini terutama dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi dan informasi telah begitu meninggalkan umat Islam
jauh di belakangnya. Bahkan dalam perkembangan pemikiran umat Islam
sendiri pun belum tersosialisasikan dengan baik. Lagi pula dalam kajian-
kajian ilmiah bidang keagamaan justru kalah dan tertinggal dari "orang lain"
yang mengkaji keislaman, terutama apabila dibandingkan dengan para
Orientalis Barat. Juga dalam penerimaan terhadap pemikiran baru,
mayoritas umat Islam masih terkesan "menutup diri" dari perkembangan
pemikiran keislaman. Realitas ini banyak dijumpai pada daerah-daerah
Indonesia, terutama Jawa, yang memiliki tipologi masyarakat yang terkesan
masih sangat meminjam istilah Eric Fromm, mitologis dan kultis dengan
corak eksklusif dan sektarian. Sehingga mayoritas umat Islam sekarang ini
79
mengalami dis-informasi yang berakibat timbulnya "keterbelahan jiwa" atau
mental dis-order ketika berhadapan dengan segala sesuatu yang
dianggapnya baru serta modern. Karena daya inferiority complex yang
berlebihan itu banyak umat Islam yang terkesan phobi terhadap gejala-
gejala baru dalam pemahaman keagamaan yang mereka anggap sebagai
produk Barat. Walaupun itu menyangkut perkembangan umat Islam sendiri.
Sehingga sikap yang diperlihatkan terkesan amat ambiguistis.
Hal ini paling tidak disebabkan oleh tiga hal:
a. Umat Islam kurang respect terhadap perkembangan informasi-informasi
baru baik dalam skala umum ataupun religi lewat media-media yang
tersedia baik cetak maupun lainnya. Bahkan masih banyak para da'i yang
membuat jalur pemisah antara faktor agama dengan faktor yang
dianggapnya profan seperti pembangunan nasional umpamanya. Sehingga
materi tentang pembangunan nasional tidak termasuk dalam agenda
dakwah mereka.
b. Akibat dari yang pertama, para da'i yang selama ini menjadi kunci
informasi religius bagi umat beragama kurang/tidak mampu memberikan
dan mensosialisasikan informasi-informasi yang sangat dibutuhkan umat
sehubungan dengan perkembangan yang terjadi.
c. Kedua dilema di atas berakibat metoda dakwah sampai saat ini
simplifikasinya masih dalam tataran fiqih-sentris (Ibadah dan amaliyah-
mahdhah par exelence).
80
Hal itu dapat sedikit diantisipasi dengan upaya memperluas
cakrawala pengetahuan para ulama dan cendekiawan, karena problem yang
ada selama ini, masih banyak da'i yang masih terjebak dalam kondisi
berpikir 'ala mazhabi yang berakibat dakwahnya terkesan sangat
eksklusifistik dan sektarianis. Mereka terjerembab dalam sudut pemahaman
normatifitas an sich, tanpa memperimbangkan aspek empiris-praksis dalam
sosial kemasyarakatan. Akibatnya Islam seakan-akan hanya menjadi
sejumlah konsep hukum epistimologis yang tidak memiliki kemampuan
pembaruan aspek-aspek sosio-kultural, ekonomi dan politik, (contradictio
in-terminis). Padahal tiga konsep inilah yang dapat mendatangkan
perubahan umat Islam menuju kemajuannya ('izzu al-lslam wa al-muslimin).
Sedangkan pada masa ketika agama dihadapkan pada problematika
zaman baik sosial atau lingkungan seperti saat ini, yang disinyalir sebagai
krisis global, dalam era dunia yang serba absurd dan tidak menentu, dengan
segala kompleksitas permasalahannya terutama bidang bio-teknologi,
dibutuhkan da'i-da'i yang "tercerahkan" yang mampu menampilkan Islam
secara kaffah (prima) baik dalam segi eksoteris maupun esoterisnya.
Sehingga yang dibutuhkan bukan lagi Islam yang tersekat dalam
Sunni ataupun Syi'i, apalagi Islam Syafi'i dan yang lebih kecil lagi, karena
Islam yang demikian itu bukanlah Islam yang terkategorikan dalam al-
Qur'an, namun Islam yang benar adalah Islam Ciniversal (kaffah) yang
memandang realitas selalu dalam skala normatifitas-empiris murni dengan
prinsip ekuilibriumnya, yang membawa kemampuan maksimal dalam
81
peran pembangunan yang diambil dalam konstruk akademis-intelektual
maupun praxis-aktual. Sehingga pada saatnya nanti Islam mampu
menampilkan diri sebagai agama yang bukan hanya "sekadar agama",
namun bisa menjawab seluruh rangkaian program zaman, yang tidak
menutup kemungkinan Islam harus mampu menampilkan teologi "parsial"
dalam dimensi Insaniyyah, seperti teologi ekologi, teologi biotik, teologi
medis dan bentuk teologi developmentalisme lain dalam rangka
mewujudkan Islam yang mampu "mendikte" zaman.
4.2. Analisis Posisi Strategi Dakwah Menurut M. Quraish Shihab
Dikaitkan dengan Manajemen Dakwah
Dalam sub ini, penulis hendak menganalisis posisi strategi dakwah
M. Quraish Shihab dikaitkan dengan fungsi-fungsi manajemen dakwah yang
meliputi perencanaan, organisasi, penggerakkan dan fungsi control dakwah.
Pertama, fungsi perencanaan dakwah
Pada perencanaan dakwah terkandung di dalamnya mengenai hal-hal
yang harus dikerjakan seperti apa yang harus dilakukan, kapan, di mana dan
bagaimana melakukannya. Strategi dakwah M. Quraish Shihab memuat
fungsi perencanaan dakwah, karena strateginya sudah menyangkut
merumuskan sasaran atau tujuan dari organisasi dakwah tersebut,
menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan dan menyusun
hirarki lengkap rencana-rencana untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. Pada perencanaan dakwah
82
menyangkut tujuan apa yang harus dikerjakan, dan sarana-sarana bagaimana
yang harus dilakukan.
Strategi dakwah merupakan bagian dari perencanaan dakwah karena
strategi dakwah termasuk pencapaian tujuan dakwah yang telah ditetapkan
sebelumnya. Sedangkan penentuan dan perumusan strategi atau sasaran
dalam rangka pencapaian tujuan dakwah yang telah ditetapkan sebelumnya
merupakan salah satu pembahasan terhadap proses perencanaan dakwah,
dan perencanaan dakwah merupakan salah satu fungsi manajemen dakwah.
Manajemen seperti dikemukakan R.Terry adalah
Mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan olehindividu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melaluitindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal tersebutmeliputi pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan,menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimanamereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usahamereka (R.Terry, 1993: 9).
Dalam buku yang lain R.Terry (1977: 4) menyatakan,
Management is a distinct process consisting of planning,organizing, actuating, and controlling, performed to determine andaccomplish stated objectives by the use of human beings and otherresources. (manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiridari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, menggerakkandan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapaisasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber dayamanusia serta sumber-sumber lain).
Dari penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan bahwa manajemen
dakwah adalah proses merencanakan tugas, mengelompokkan tugas,
menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-
kelompok tugas dan kemudian menggerakkannya ke arah pencapaian tujuan
dakwah (Shaleh,1977: 44).
83
Dengan merujuk pada penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa
strategi dakwah menurut M. Quraish Shihab merupakan bagian dari
manajemen dakwah, khususnya fungsi perencanaan dakwah dan lebih
khususnya lagi masuk dalam kategori penentuan dan perumusan sasaran
dalam rangka pencapaian tujuan dakwah.
Manakala mengkaji jalan pelaksanaan dakwah dalam rangka
pencapaian apa yang menjadi tujuannya, terdiri dari serentetan aktifitas yang
meliputi berbagai aspek, yang dilakukan secara tahap demi tahap dalam masa-
masa tertentu. Pada setiap tahap yang dilakukan dalam suatu periode atau
tenggang waktu tertentu, di samping perlu ditentukan hasil apa yang harus
dapat dicapai oleh pelaksanaan dakwah secara keseluruhan, juga perlu
ditetapkan hasil apa yang diharapkan dapat dicapai atau diperoleh oleh
masing-masing bidang itu. Hasil-hasil yang diharapkan dapat dicapai oleh
penyelenggaraan dakwah dalam setiap tahapan, apakah itu hasil keseluruhan
ataupun hasil dari masing-masing bidang, disebut sasaran atau target dakwah.
Dengan demikian sasaran dakwah itu adalah merupakan bagian dari tujuan
dakwah. Ia adalah merupakan titik-titik tertentu dari hasil yang harus dicapai
dalam setiap tahapan dalam rangka pencapaian tujuan dakwah yang telah
ditentukan sebelumnya.
Dalam rangka perencanaan dakwah, penentuan dan perumusan strategi
dakwah merupakan langkah kedua setelah dilakukannya perkiraan dan
perhitungan mengenai berbagai kemungkinan di masa depan. Penentuan dan
perumusan strategi dakwah ini adalah sangat penting. Oleh karena rencana
84
dakwah hanya dapat dirumuskan dengan baik bilamana terlebih dahulu
diketahui dengan baik apa yang menjadi sasaran dan bagaimana strategi dari
penyelenggaraan dakwah itu. Tanpa mengetahui sasaran apa yang hendak
dicapai dan bagaimana strateginya tidak mungkin dapat ditetapkan langkah-
langkah dan tindakan-tindakan apa yang harus dilaksanakan. Begitu pula
metode dan sarana yang diperlukan. Dengan demikian sasaran yang hendak
dicapai dan strategi yang dirumuskan merupakan landasan bagi langkah-
langkah berikutnya dalam rangka perencanaan dakwah. Bahkan lebih dari itu,
sasaran dan strategi dakwah sebenarnya adalah juga merupakan landasan atau
dasar dari fungsi management yang lain, yaitu pengorganisasian, penggerakan
dan pengendalian.
Dalam penyusunan pola dan bentuk usaha kerjasama atau
pengorganisasian dakwah, yang mencakup aktivitas pengelompokan tugas-
tugas pekerjaan dalam kesatuan-kesatuan tertentu, pemberian tugas pekerjaan
kepada para pelaku dakwah serta pemberian wewenang dan penjalinan
hubungan di antara mereka, yang dijadikan ukuran utama adalah sasaran
dakwah yang hendak dicapai itu serta strategi untuk pencapaiannya. Begitu
pula dalam menjalankan fungsi penggerakan dakwah, sasaran dan strategi
adalah merupakan pedoman yang tidak boleh diabaikan. Ini berarti bahwa
dalam memberikan motivasi, bimbingan dan koordinasi terhadap para pelaku
dakwah, begitu pula dalam mengkomunikasikan berbagai persoalan, membina
dan mengembangkan para pelaku dakwah, maka faktor sasaran dan strategi
dakwah adalah sangat penting dan menentukan. Selanjutnya dalam
85
melaksanakan pengendalian dakwah, cara yang paling efektif adalah
mengetahui terlebih dahulu apa yang hendak dicapai oleh penyelenggaraan
dakwah itu. Dengan jalan mengadakan pemeriksaan terhadap penyelenggaraan
dakwah, baik yang sedang dalam proses maupun yang sudah selesai dan
kemudian membandingkannya dengan sasaran dan strategi untuk
mencapainya, dapatlah segera diketahui apakah proses dakwah dapat berjalan
dengan baik ataukah tidak. Pendek kata, sasaran dan strategi dakwah adalah
merupakan landasan atau dasar bagi seluruh tindakan dalam rangka
penyelenggaraan dakwah.
Mengingat demikian pentingnya peranan sasaran dan strategi bagi
penyelenggaraan dakwah, maka sasaran yang hendak dicapai dan strategi
untuk mencapainya haruslah dirumuskan dengan jelas, sehingga mudah
dipahami oleh setiap orang, terutama para pelaku dakwah. Perumusan sasaran
dakwah dan strategi yang tidak jelas akan berakibat timbulnya kekaburan,
penafsiran yang bermacam-macam, dan sebagainya, yang ini tentu saja akan
mengakibatkan kesimpang siuran dan kekacauan.
Selanjutnya sesuai dengan pentingnya peranan sasaran dan strategi
bagi seluruh tindakan dakwah yang akan dilakukan, maka haruslah diusahakan
agar sasaran dan strategi yang ditetapkan dan dirumuskan itu benar-benar
efektif. Untuk itu ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu ;
a Tujuan dakwah
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa sasaran dan
strategi merupakan bahagian dari pencapaian dakwah. Sebagai bahagian,
86
oleh karena itu sasaran dan strategi harus bersifat menunjang dan
memberikan sumbangan ke arah pencapaian tujuan dakwah. Penetapan
sasaran dan strategi yang tidak menunjang dan menghampiri tujuan
dakwah, apalagi yang menyimpanginya, adalah merupakan tindakan yang
sia-sia. Sebab penyelenggaraan dakwah yang didasarkan pada sasaran dan
strategi yang serupa itu, pada hakekatnya tidak dapat dinamakan sebagai
tindakan dakwah Islam. Suatu tindakan atau usaha barulah dapat
dinamakan dakwah Islam bilamana usaha itu dimaksudkan untuk
mewujudkan tujuan dakwah, yaitu terwujudnya kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridlai oleh Allah Swt.
Tujuan dakwah yang semacam itulah yang harus dijadikan sebagai
dasar dan landasan bagi seluruh gerak dan dinamika dakwah. la
memberikan motivasi dan inspirasi kepada para pelaku dan penyelenggara
dakwah, sehingga mereka dengan tabah dan tekun serta tidak kenal
menyerah, mampu melaksanakan usaha yang besar itu. la pulalah yang
membuat para pelaku dakwah, terutama di zaman Rasul Allah s.a.w;
bersedia mengorbankan apa saja yang dimilikinya.
Atas dasar itulah, maka dalam hendak menetapkan dan
merumuskan sasaran dan strategi apa yang diharapkan bisa mencapai
tujuan penyelenggaraan dakwah yang direncanakan itu, pimpinan dakwah
harus sudah memahami terlebih dahulu tujuan dan strategi dakwah.
b Masalah-masalah yang dihadapi masyarakat
87
Sasaran yang hendak dicapai oleh penyelenggaraan dakwah
hendaknya merupakan jawaban terhadap persoalan-persoalan yang tengah
dihadapi oleh masyarakat. Atas dasar ini maka sebelum sasaran dan
strategi dakwah itu ditentukan, haruslah dapat diidentifikasikan masalah-
masalah apa yang tengah dihadapi oleh masyarakat itu. Sebagai contoh,
bilamana dapat diidentifikasikan bahwa persoalan-persoalan yang sangat
mendesak adalah soal sandang pangan misalnya, maka meletakkan strategi
dakwah pada bidang sosial ekonomi tentulah akan mendapatkan tanggapan
dan perhatian yang sangat positif dari masyarakat. Apabila usaha-usaha
dalam rangka dakwah itu telah mendapatkan simpati masyarakat, maka
terbukalah jalan bagi usaha-usaha dakwah yang lebih meningkat lagi.
Sehingga secara tahap demi tahap masyarakat dapat digerakkan dan
dibawa ke arah tujuan dakwah.
c Hasil penyelenggaraan dakwah di masa lampau
Strategi yang telah dicapai beserta dengan data mengenai
penyelenggaraan dakwah di masa lampau mempunyai arti penting bagi
penetapan sasaran dakwah di masa depan. Hasil nyata yang telah dicapai
itu dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan untuk periode yang
lalu. Dari hasil perbandingan ini akan terlihat berbagai kemungkinan
tentang bagaimana strategi dakwah di masa lampau itu telah
diselenggarakan. Kemungkinan pertama, bahwa hasil nyata yang telah
dicapai tidak sesuai atau menyimpang dari sasaran yang telah ditetapkan.
Kemungkinan kedua, bahwa hasil nyata yang telah dicapai ternyata
88
mendekati sasaran yang telah ditetapkan. Kemungkinan ke tiga, hasil nyata
yang telah dicapai, sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.
Kemungkinan ke empat, bahwa hasil nyata yang telah dicapai dapat
melampaui sasaran yang telah ditetapkan.
Hasil perbandingan tersebut setelah dilengkapi dengan data
mengenai berbagai faktor yang ada pada waktu dakwah itu
diselenggarakan, kemudian dianalisa. Dari hasil analisa akan segera dapat
dijawab persoalan-persoalan yang menyangkut berbagai kemungkinan
tersebut di atas.
Mengenai kemungkinan pertama, bahwa sasaran yang telah
ditetapkan itu tidak dapat dicapai, mungkin karena strategi itu ditetapkan
pada taraf yang terlampau tinggi, sehingga berada di luar jangkauan
penyelenggara dakwah. Atau dapat juga terjadi bahwa strategi sudah
ditetapkan secara realistis, akan tetapi dalam proses pencapaiannya
ternyata tidak cukup tersedia faktor-faktor yang diperlukan. Begitu pula
mengenai kemungkinan ke dua dan ke tiga, bahwa strategi yang telah
ditetapkan cukup realistis, sedang faktor-faktor yang diperlukan cukup
tersedia, sehingga memungkinkan proses pencapaiannya dapat berjalan
dengan sempurna. Adapun mengenai kemungkinan terakhir, bahwa
strategi ditetapkan pada taraf terlalu rendah, sehingga mudah untuk
mencapainya. Atau juga dapat terjadi sasaran cukup realistis, sedang
faktor-faktor yang diperlukan cukup tersedia, sehingga memberikan
dorongan yang besar untuk mencapai sasaran itu.
89
Dari uraian di atas dapatlah diambil kesimpulan, bahwa hasil nyata
dari proses dakwah pada setiap tahapan, dipengaruhi oleh dua macam
faktor, yaitu faktor penetapan strategi dan faktor yang terdapat pada proses
penyelenggaraan dakwah.
Atas dasar itulah maka dalam hendak menetapkan strategi dakwah
di masa depan, sangat penting artinya untuk mengadakan penelitian dan
penilaian terhadap faktor sasaran, dan faktor penyelenggaraan dakwah di
masa lampau. Sehingga strategi dakwah di masa depan dapat ditetapkan
dengan tepat dan realistis.
Kedua, fungsi pengorganisasian dakwah
Strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung fungsi
pengorganisasian dakwah. Alasannya karena dalam strateginya terdapat
rangkaian aktivitas dalam menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi
segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokkan
pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan
hubungan kerja di antara satuan-satuan organisasi. Mengorganisir dakwah
berarti menghimpun dan mengatur sumber daya dan tenaga ke dalam suatu
kerangka struktur tertentu, sehingga kegiatan dakwah dapat tercapai sesuai
rencana.
Pelaksanaan dakwah dapat berjalan secara efisien dan efektif serta
tepat sasaran, apabila diawali dengan perencanaan yang diikuti dengan
pengorganisasian. Oleh karena itu, pengorganisasian memegang peranan
penting bagi proses dakwah. Sebab dengan pengorganisasian, rencana dakwah
90
akan lebih mudah pelaksanaannya, mudah pengaturannya bahkan
pendistribusian tenaga muballig dapat lebih mudah pengaturannya. Hal ini
didasarkan pada adanya pengamalan dan pengelompokan kerja, penentuan dan
pelimpahan wewenang dan tanggungjawab ke dalam tugas-tugas yang lebih
rinci serta pengaturan hubungan kerja kepada masing-masing pelaksana
dakwah.
Adapun tujuan diperlukannya pengorganisasian dakwah yang pada
hakekatnya adalah untuk mengemban tujuan dakwah itu sendiri, dapat
dirumuskan sebagai suatu kegiatan bersama untuk mengaktualisasikan nilai-
nilai dan ajaran Islam dalam bentuk amar ma'ruf nahi mungkar dan amal saleh
dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi, berkeluarga dan
bermasyarakat, sehingga mewujudkan masyarakat yang baik, sejahtera lahir
dan batin dan berbahagia di dunia dan di akhirat.
Ketiga, fungsi penggerakan dakwah
Strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung atau memuat fungsi
penggerakan dakwah. Alasannya karena ada seluruh proses pemberian
motivasi kerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka
mampu bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan
efisien dan ekonomis. Setelah rencana dakwah ditetapkan, begitu pula setelah
kegiatan-kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan kepada
para pendukung dakwah, maka tindakan berikutnya dari pimpinan dakwah
adalah menggerakkan mereka untuk segera melaksanakan kegiatan-kegiatan
itu, sehingga apa yang menjadi tujuan dakwah benar-benar tercapai. Tindakan
91
pimpinan menggerakkan para pelaku dakwah itu disebut "penggerakan"
(actuating)
Inti kegiatan penggerakan dakwah adalah bagaimana menyadarkan
anggota suatu organisasi untuk dapat bekerjasama antara satu dengan yang
lain. Suatu organisasi hanya bisa hidup apabila di dalamnya terdapat para
anggota yang rela dan mau bekerja-sama satu sama lain. Pencapaian tujuan
organisasi akan lebih terjamin apabila para anggota organisasi dengan sadar
dan atas dasar keinsyafannya yang mendalam bahwa tujuan pribadi mereka
akan tercapai melalui jalur pencapaian tujuan organisasi. Kesadaran
merupakan tujuan dari seluruh kegiatan penggerakan yang metode atau
caranya harus berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dapat
diterima oleh masyarakat.
Keempat, fungsi control
Strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung fungsi control.
Pengendalian berarti proses, cara, perbuatan mengendalikan, pengekangan,
pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan hasil dan sasaran
secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan hasil pengawasan.
Pengertian pengendalian menurut istilah adalah proses kegiatan untuk
mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk diperbaiki dan
mencegah terulangnya kembali kesalahan itu, begitu pula mencegah sebagai
pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang telah.
Pengawasan mencakup mengevaluasi pelaksanaan kerja dan jika perlu
memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-
92
hasil menurut rencana. Mengevaluasi pelaksanaan kerja merupakan kegiatan
untuk meneliti dan memeriksa pelaksanaan tugas-tugas perencanaan semula
betul-betul dikerjakan sekaligus until) mengetahui terjadinya penyimpangan,
penyalahgunaan, kebocoran, kekurangan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Pengendalian atau pengawasan yang dilakukan sering disalah artikan
untuk sekedar mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal sesungguhnya
pengendalian atau pengawasan ialah tugas untuk mencocokkan program yang
telah digariskan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Pengendalian terhadap pelaksanaan dakwah diperlukan untuk dapat
mengetahui tugas-tugas dakwah yang dilaksanakan oleh para pelaksana
dakwah, tentang bagaimana tugas itu dilaksanakan, sejauh mana
pelaksanaannya, penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu, dengan
pengendalian dakwah dapat diambil tindakan pencegahan terhadap
kemungkinan adanya penyelewengan.
93
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari bab satu sampai dengan bab empat
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
5.1.1. Strategi dakwah M. Quraish Shihab yaitu agar para da'i dalam
meletakkan strategi dakwah di era teknologi canggih dengan masyarakat
yang belum tersentuh teknologi canggih hams dibedakan. Dakwah pada
masyarakat di era teknologi canggih lebih dituntut rasional, logis dan
mampu menarik benang merah dengan kapasitas kemampuan mad'u
yang lebih cenderung menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Di
sini para da'i dituntut untuk bisa menguasai IPTEK sehingga pemaparan
Islam tidak sekadar menyampaikan ajaran agama yang sudah ada 1500
tahun yang lalu jika dihitung mulai diturunkannya al-Qur'an semasa
hidup Nabi Muhammad SAW.
5.1.2. Posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung dan berkaitan
dengan fungsi-fungsi manajemen dakwah. Strategi dakwah menurut M.
Quraish Shihab merupakan bagian dari manajemen dakwah, khususnya
fungsi perencanaan dakwah dan lebih khususnya lagi masuk dalam
kategori penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka pencapaian
tujuan dakwah. Dalam rangka perencanaan dakwah, penentuan dan
perumusan strategi dakwah merupakan langkah kedua setelah
94
dilakukannya perkiraan dan perhitungan mengenai berbagai
kemungkinan di masa depan. Penentuan dan perumusan strategi dakwah
ini adalah sangat penting. Oleh karena rencana dakwah hanya dapat
dirumuskan dengan baik bilamana terlebih dahulu diketahui dengan baik
apa yang menjadi sasaran dan bagaimana strategi dari penyelenggaraan
dakwah itu.
5.2 Saran-saran
Kepada para da'i hendaknya konsep strategi dakwah M Quraish Shihab
dijadikan masukan dalam rangka keberhasilan dakwah di tengah kehidupan
yang makin modern. Strategi dakwah menurut M. Quraish Shihab merupakan
bagian dari manajemen dakwah, khususnya fungsi perencanaan dakwah dan
lebih khususnya lagi masuk dalam kategori penentuan dan perumusan sasaran
dalam rangka pencapaian tujuan dakwah.
5.3 Penutup
Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT. atas rahmat
dan ridhanya pula tulisan ini dapat diangkat dalam bentuk skripsi. Peneliti
menyadari bahwa di sana-sini terdapat kesalahan dan kekurangan baik dalam
paparan maupun metodologinya. Karenanya dengan sangat menyadari, tiada
gading yang tak retak, maka kritik dan saran membangun dari pembaca
menjadi harapan peneliti. Semoga Allah SWT meridhainya. Wallahu a'lam.
95
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Amrullah. 1983. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial. Yogyakarta:Primaduta.
AM. Romly, 2003. Medan dan Bahan Dakwah. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.
Amirin, Tatang. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja GrafindoPersada.
Anas, Ahmad. 2006. Paradigma Dakwah Kontemporer. Semarang: PT PustakaRizki Putra.
Arifin, M. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Basit, Abdul. 2006. Wacana Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: pustaka Pelajar.
Hasibuan, Malayu S.P., 1989. Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah.Jakarta: PT Gunung Agung.
Mahmuddin, 2004. Manajemen Dakwah Rasulullah (Suatu Telaah HistorisKritis). Jakarta: Restu Ilahi.
Manullang, M., 1963. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Balai Aksara.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RosdaKarya.
Muchtarom, Zaini, 1997. Dasar-Dasar Manajemen Dakwah. Yogyakarta: Al-Amin.
Muhammadiyah, Hilmi, dan Syamsudin M.Pay (editor). 2000. Dakwah danGlobalisasi. Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Sosial.
Munir, M., dan Wahyu Ilaihi. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada Media
Nitisemito, Alex.S., 1978. Management Suatu Dasar dan Pengantar. Jakarta:Sarana Press
Panglaykim dan Hazil Tanzil, 1981. Manajemen Suatu Pengantar. Jakarta: GhaliaIndonesia.
Pimay, Awaludin, 2005, Paradigma Dakwah Humanis Strategi dan MetodeDakwah Prof. KH. Saifuddin Zuhri, Semarang: RaSAIL.
R.Terry, George, 1977. Principles of Management. Richard D. Irwin, INC.Homewood, Irwin-Dorsey Limited Georgetown, Ontario L7G 4B3.
96
-------, 1986. Asas-Asas Manajemen. Terj. Winardi, Bandung: Alumni.
-------, 1993. Prinsip-prinsip Manajemen. Terj. J. Smith, Jakarta: Bumi Aksara.
Rafi'udin dan Maulana Abdul Djaliel. 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah.Bandung: Pustaka Setia.
Rahman, Arifin Abdul, 1976. Kerangka Pokok-Pokok Management Umum.Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Islam Alternatif. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Sardar, Ziauddin. 1996. Tantangan Dunia Islam Abad 21. Bandung: Mizan.
Shaleh, A.Rosyad, 1977. Management Da'wah. Jakarta: Bulan Bintang.
Shihab, M.Quraish. 2006. Menabur Pesan Ilahi. Jakarta: Lentera Hati.
--------. 2003. Wawasan al-Qur'an Tafsir Maudhu i Atas Pelbagai PersoalanUmat, Mizan, Bandung: Anggota IKAPI.
--------. 2004. Membumikan al-Qur an. Bandung: Mizan Khasanah Ilmu-IlmuIslam.
Siagian, Harbangan, 1993. Manajemen Suatu Pengantar. Semarang: SatyaWacana.
Siagian, Sondang, 1984. Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.
--------, 1986. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta:Gunung Agung.
--------, 1986. Peranan Staf Dalam Managemen, Jakarta: Gunung Agung
--------, 2004. Manajemen Stratejik, Jakarta: PT Bumi Aksara
Soejoeti dkk. 1998. Al-Islam dan IPTEK, Buku 1, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.
Soekarno, 1986. Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Miswar
Sujadi, F.X, 1990, O.M. Organization and Methods, Jakarta: CV Haji Masagung
Suryabrata, Sumardi. 1992. Metodologi penelitian, Jakarta: Rajawali Press.
Sutarto, 1987. Dasar-Dasar Organisasi, Yogyakarta: Gajah Mada UniversityPress
Syukir, Asmuni, 1983. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: al-Ikhlas.
97
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Dewi Thoharoh
NIM : 1105025
Tempat / tgl. lahir : Kendal, 1 Maret 1988
Alamat Asal : Jl. KH Hasyim Kholil Asyari Rt 01/04 Kebonharjo
Patebon Kendal 51351
Pendidikan :- SD Kebonharjo 02 lulus th. 1999
- MTs NU Patebon Kendal lulus th 2002
- MAN Kendal lulus th 2005
- Fakultas Dakwah Jurusan Manajemen Dakwah IAIN
Walisongo Semarang angkatan 2005
Demikian daftar riwayat hidup pendidikan ini saya buat dengan sebenar-benarnya
dan harap maklum adanya.
Dewi Thoharoh