STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM...

107
STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN" SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Manajemen Dakwah (MD) DEWI THOHAROH 1105025 JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010

Transcript of STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM...

STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM BUKU

"MEMBUMIKAN AL-QUR'AN"

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian PersyaratanMencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Jurusan Manajemen Dakwah (MD)

DEWI THOHAROH1105025

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2010

ii

NOTA PEMBIMBING

Lamp : 5 (lima) eksemplar

Skripsi

Kepada

Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah

IAIN Walisongo Semarang

Assalamualaikum Wr. Wb.

Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya,

maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara:

Nama : DEWI THOHAROH

NIM : 1105025

Jurusan : DAKWAH /MD

Judul Skripsi : STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB

DALAM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN

Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian atas

perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Semarang, Desember 2010

Pembimbing,

Bidang Substansi Materi, Bidang Metodologi & Tatatulis,

Drs. H. Nurbini, M.Si Dra. Hj. Misbah Zulfa Elysabeth, M.HumNIP. 19680918 199303 1 004 NIP. 19620107 199903 2 001

iii

SKRIPSI

STRATEGI DAKWAH M. QURAISH SHIHAB DALAM BUKU

"MEMBUMIKAN AL-QUR'AN"

Disusun oleh

DEWI THOHAROH 1105025

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal: 27 Desember 2010

dan dinyatakan telah lulus memenuhi sarat

Susunan Dewan Penguji,

Ketua Dewan Penguji/ Penguji,Dekan, Penguji I,

Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag Saerozi, M.AgNIP. 19620827 199203 1 003 NIP. 19700605 199803 1 004

Sekretaris Dewan Penguji/ Penguji II,Pembimbing,

Drs. H. Nurbini, M.Si Suprihatiningsih S.Ag, M.Si.NIP. 19680918 199303 1 004 NIP. 19760510 200501 2 001

Pembimbing,

Drs. H. Nurbini, M.Si Dra. Hj. Misbah Zulfa Elysabeth, M.HumNIP. 19680918 199303 1 004 NIP. 19620107 199903 2 001

iv

MOTTO

}{) :(

Artinya: Serulah kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yangbaik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. SesungguhnyaTuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat darijalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yangmendapat petunjuk. (QS. an-Nahl: 125) (DEPAG RI, 1979: 423).

v

PERSEMBAHAN

v Teruntuk orang tuaku tercinta terima kasih untuk setiap tetes keringat dan

air mata untuk setiap untaian doa bapak dan Ibu.

v Suamiku tercinta (Ahmad Agus Khaerun Anwar) yang selalu

mendampingi dalam suka dan duka dalam menyelesaikan studi dan skripsi

ini.

v Putriku tercinta (Adhwa Safira Ahyani) semoga menjadi anak yag salehah

amin

vi

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya

sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga

pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun

yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan

daftar pustaka

Semarang, 9 Juni 2010 Tanda tangan,

DEWI THOHAROH1105025

vii

ABSTRAK

Quraish Shihab merupakan salah satu tokoh di Indonesia yang banyakmenaruh perhatian terhadap strategi dakwah juga merupakan salah seorangahli tafsir di Indonesia yang menaruh perhatian pula terhadap dakwah danproblematikanya. Hal ini dibuktikan dengan karyanya yang berjudul:Membumikan Al-Qur'an. Dalam buku ini pada Bab keempat bagian pertamahalaman 193 ada materi tentang metode dakwah al-Qur'an. dan pada Babkeempat bagian kedua halaman 394 menyentuh persoalan strategi dakwah.Yang menjadi rumusan masalah yaitu bagaimanakah strategi dakwah M.Quraish Shihah? Bagaimanakah posisi strategi dakwah M. Quraish Shihabdikaitkan dengan manajemen dakwah?

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulandata skripsi ini dengan teknik studi pustaka. Data Primernya yaitu buku yangberjudul "Membumikan al-Qur'an" karya M. Quraish Shihab, sedangkan datasekundernya yaitu sejumlah kepustakaan yang relevan dengan skripsi ini.Penulisan ini menggunakan analisis studi pustaka.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa strategi dakwah M.Quraish Shihab yaitu agar para da'i dalam meletakkan strategi dakwah di erateknologi canggih dengan masyarakat yang belum tersentuh teknologi canggihhams dibedakan. Dakwah pada masyarakat di era teknologi canggih lebihdituntut rasional, logis dan mampu menarik benang merah dengan kapasitaskemampuan mad'u yang lebih cenderung menguasai ilmu pengetahuan danteknologi. Di sini para da'i dituntut untuk bisa menguasai IPTEK sehinggapemaparan Islam tidak sekadar menyampaikan ajaran agama yang sudah ada1500 tahun yang lalu jika dihitung mulai diturunkannya al-Qur'an semasahidup Nabi Muhammad SAW. Posisi strategi dakwah M. Quraish Shihabmengandung dan berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen dakwah. Strategidakwah menurut M. Quraish Shihab merupakan bagian dari manajemendakwah, khususnya fungsi perencanaan dakwah dan lebih khususnya lagimasuk dalam kategori penentuan dan perumusan sasaran dalam rangkapencapaian tujuan dakwah. Dalam rangka perencanaan dakwah, penentuandan perumusan strategi dakwah merupakan langkah kedua setelahdilakukannya perkiraan dan perhitungan mengenai berbagai kemungkinan dimasa depan. Penentuan dan perumusan strategi dakwah ini adalah sangatpenting. Oleh karena rencana dakwah hanya dapat dirumuskan dengan baikbilamana terlebih dahulu diketahui dengan baik apa yang menjadi sasaran danbagaimana strategi dari penyelenggaraan dakwah itu.

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim.

Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang yang

senantiasa telah menganugerahkan rahmat, dan hidayah-Nya kepada penulis

dalam rangka menyelesaikan karya skripsi dengan judul “STRATEGI DAKWAH

M. QURAISH SHIHAB DALAM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN".

Karya skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat

Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) bidang jurusan Manajemen Dakwah (MD) di

Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis merasa bersyukur atas bantuan dan

dorongan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak yang telah membantu

terselesaikannya skripsi penulis dengan baik. Oleh karena itu penulis

menyampaikan banyak terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhibbin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo

Semarang.

2. Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN

Walisongo Semarang.

3. Bapak Drs. H. Nurbini, M.Si selaku Dosen pembimbing I dan Ibu Dra. Hj.

Misbah Zulfa Elysabeth, M.Hum selaku Dosen pembimbing II yang telah

berkenan membimbing dengan keikhlasan dan kebijaksanaannya meluangkan

waktu, waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan pengarahan-pengarahan

hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Segenap Bapak, Ibu tenaga edukatif dan administratif fakultas Dakwah IAIN

Walisongo Semarang yang telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini.

Penulis

ix

DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................ i

PEMBIMBING ........................................................................................... ii

PENGESAHAN .......................................................................................... iii

PERNYATAAN .......................................................................................... iv

MOTTO ...................................................................................................... v

PERSEMBAHAN .................................................................................... vi

ABSTRAKSI............................................................................................... vii

KATA PENGANTAR................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................... ix

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................1

1.2. Perumusan Masalah ..................................................................5

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................5

1.4. Tinjauan Pustaka.......................................................................6

1.5. Metode Penelitian .....................................................................9

1.4. Sistematika Penulisan................................................................12

BAB II : STRATEGI DAKWAH

2.1. Strategi Dakwah........................................................................13

2.1.1. Pengertian Strategi .........................................................13

2.1.2. Strategi Dakwah.............................................................15

2.1.3. Tujuan Dakwah .............................................................20

2.2. Manajemen Dakwah..................................................................22

2.2.1. Pengertian Manajemen Dakwah .....................................22

2.2.2. Fungsi Manajemen Dakwah ...........................................27

2.2.3. Prinsip-Prinsip Manajemen Dakwah ..............................44

x

BAB III: GAMBARAN UMUM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN"

DAN BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB

3.1. Biografi M. Quraish Shihab, Pemikiran dan Karya-

Karyanya ................................................................................47

3.1.1. Latar Belakang M. Quraish Shihab ................................47

3.1.2.Corak Pemikiran M. Quraish Shihab...............................51

3.2. Deskripsi Singkat Buku "Membumikan al-Qur'an"....................55

3.2.1. Dakwah di tengah Kemajuan Sains dan Teknologi...........59

3.2.2. Gejala Umum Masyarakat Dewasa Ini .............................61

3.2.3. Dakwah Perkotaan .........................................................63

3.2.4. Dakwah di Daerah Pinggiran dan Pedesaan.....................67

BAB IV: ANALISIS PENDAPAT M. QURAISH SHIHAB TENTANG

STRATEGI DAKWAH

4.1.Analisis Strategi Dakwah M. Quraish Shihab .............................70

4.2.Analisis Posisi Strategi Dakwah Menurut M. Quraish

Shihab Dikaitkan dengan Manajemen Dakwah...........................81

BAB V : PENUTUP

5.1. Kesimpulan ...............................................................................93

5.2. Saran-Saran...............................................................................94

5.3. Penutup.....................................................................................94

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pengertian yang integralistik (menyeluruh), dakwah merupakan

suatu proses penyampaian ajaran Islam yang berkesinambungan, ditangani

oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia

masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju ke arah peri kehidupan

yang Islami. Suatu proses yang berkesinambungan adalah suatu proses yang

bukan insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan,

dilaksanakan, dan dievaluasi secara terus menerus oleh para pengemban

dakwah sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Dakwah tidak

boleh dilakukan asal jalan, tanpa sebuah perencanaan yang matang, baik

menyangkut materinya, tenaga pelaksanaannya, ataupun metode yang

digunakan (Ahmad, 1983: 17).

Dakwah seyogyanya melihat apa yang menjadi kebutuhan dan kondisi

umat Islam. Dakwah di tengah masyarakat intelektual dengan kualitas SDM

nya cukup tinggi harus bersifat rasional. Demikian pula dakwah di tengah

perkotaan akan berbeda dengan dakwah di kampung-kampung yang

berlatarbelakang SDM yang lemah, maka dakwah dilaksanakan dengan cara

tidak mengandalkan logika dan filosofis. Di tengah-tengah masyarakat yang

terbilang awam tentunya akan tepat jika dakwah berupa kisah-kisah yang

menarik dan tidak banyak membutuhkan rasio dalam mencerna isi dakwah

(Shihab, 2004: 395).

2

Kegiatan dakwah sering dipahami sebagai upaya memberikan

pemecahan masalah. Masalah yang dimaksud mencakup aspek ekonomi,

politik, sosial, budaya, hukum, sains, dan teknologi. Untuk itu dakwah harus

dikemas dengan cara atau metode yang tepat. Yunan Yusuf (Suparta (ed),

2003: xiii) menyatakan bahwa dakwah harus dilakukan secara aktual, faktual

dan kontekstual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang kekinian yang

hangat di tengah masyarakat, faktual dalam arti konkrit yang nyata, serta

kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut problem yang sedang dihadapi

oleh masyarakat.

Pada dasarnya dakwah merupakan seruan agama Seruan tersebut

mempunyai maksud dan tujuan untuk mengubah masyarakat sasaran dakwah

ke arah lebih baik dan lebih sejahtera, lahiriah maupun batiniah baik secara

individu maupun kelompok. Agar tujuan tersebut tercapai secara efektif, maka

para penggerak dakwah harus mengorganisir segala komponen dakwah secara

tepat. Salah satu komponen itu adalah strategi dakwah.

Strategi dakwah merupakan kebutuhan yang mendasar untuk

berhasilnya dakwah, terlebih lagi di era kemajuan ilmu dan teknologi.

Kemajuan ilmu dan teknologi yang menyebabkan transformasi sosial dengan

berbagai dampaknya merupakan medan dakwah yang perlu dipahami dan

diketahui dengan baik. Pengertian medan di sini tidak berarti hanya bersifat

fisik, tetapi juga bersifat non-fisik, seperti alam pikiran, kecenderungan,

tingkah laku dan situasi. Dengan memahami medan dakwah ini para da'i

3

diharapkan dapat memilih bahan dakwah yang tepat sesuai tuntutan sasaran

dakwah tersebut (Romly, 2003: viii).

Teknologi informasi muatan nilainya lebih banyak dipengaruhi oleh

masyarakat Barat. Maka kondisi dakwah di Indonesia makin terpuruk

dikarenakan umat Islam belum siap menghadapi kondisi tersebut baik secara

mental, skill dan pendayagunaannya. Umat Islam hanya terjebak dan

terpesona dengan kecanggihan teknologi informasi yang datang dan

merambah begitu cepat dalam kehidupan masyarakat. Perubahan yang begitu

cepat pada masyarakat akan membawa implikasi yang cukup besar bagi pola

pikir, sikap dan kepribadian masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia

yang mempunyai pola pikir tradisional akan berubah menjadi pola pikir

modern yang lebih berpikir rasional, efisien, dan pragmatis. Demikian pula

sikap dan kepribadian masyarakat Indonesia yang tadinya ramah,

berkepribadian menarik, dan memiliki semangat kekeluargaan akan

mengalami perubahan yang cukup drastis sesuai dengan tuntutan zaman

(Basit, 2006: 31).

Terkait dengan dampak informasi dan teknologi, Quraish Shihab

dalam bukunya yang berjudul: Wawasan al-Qur'an Tafsir Maudhu i atas

Pelbagai Persoalan Umat mengungkapkan bahwa dari hari ke hari tercipta

mesin-mesin semakin canggih. Shihab (2004: 395) menegaskan mesin-mesin

tersebut melalui daya akal manusia digabung-gabungkan dengan yang lainnya,

sehingga semakin kompleks, serta tidak bisa lagi dikendalikan oleh seorang.

Dewasa ini telah lahir teknologi khususnya di bidang rekayasa genetika yang

4

dikhawatirkan dapat menjadikan alat sebagai majikan. Bahkan mampu

menciptakan bakal-bakal "majikan" yang akan diperbudak dan ditundukkan

oleh alat (Shihab, 2003: 446).

Pernyataan Shihab tersebut, menjadi petunjuk tentang pentingnya

meneliti persoalan informasi, teknologi dan strategi dakwah untuk

mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh kemajuan tersebut. Informasi

dan teknologi bagaikan pisau yang bermata dua bisa memberikan manfaat

juga bisa mencelakakan. Selain problem informasi dan teknologi persoalan

dakwah juga semakin kompleks jika melihat perkembangan wilayah. Realitas

menunjukkan bahwa wilayah perkotaan demikian besar perkembangannya

baik jumlah maupun keramaiannya. Oleh karena itu dapat dipahami betapa

dituntutnya perkembangan dakwah dari waktu kewaktu. Dengan adanya

perkembangan pengetahuan masyarakat tuntutan dakwah pun menjadi

demikian beragam.

Sementara ahli menggambarkan perkembangan dakwah dari masa ke

masa dengan menyatakan bahwa pada mulanya dakwah selalu dikaitkan

dengan alam metafisika disertai dengan janji-janji dan ancaman-ancaman

ukhrawi. Kemudian beralih kepada pengaitan ajaran agama dengan bukti-bukti

ilmiah rasional. Kini, kata mereka, dakwah seharusnya lebih banyak

mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Menurut

Shihab, pemilahan semacam itu tidak selalu harus demikian. Karena di satu

saat khusus di kalangan kaum terpelajar, kesadaran dan kepuasan yang mereka

5

dambakan bukanlah selalu harus melalui dorongan berpartisipasi dalam

pembangunan (Shihab, 2004: 397).

Untuk keberhasilan dakwah tidak semata-mata dituntut aplikasinya

namun juga kajian pemikiran. Adapun sebabnya penulis memilih tokoh M.

Quraish Shihab sebagai berikut: pertama, ia merupakan salah satu tokoh di

Indonesia yang banyak menaruh perhatian terhadap strategi dakwah. Kedua, ia

merupakan salah seorang ahli tafsir di Indonesia yang menaruh perhatian pula

terhadap dakwah dan problematikanya. Hal ini dibuktikan dengan karyanya

yang berjudul: Membumikan Al-Qur'an. Dalam buku ini pada Bab keempat

bagian pertama halaman 193 ada materi tentang metode dakwah al-Qur'an,

dan pada Bab keempat bagian kedua halaman 394 menyentuh persoalan

strategi dakwah.

Berdasarkan keterangan tersebut, mendorong peneliti memilih judul

Strategi Dakwah M. Quraish Shihab

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas rumusan masalah dalam

skripsi ini yaitu

1.2.1. Bagaimanakah strategi dakwah M. Quraish Shihab?

1.2.2. Bagaimanakah posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab dikaitkan

dengan manajemen dakwah?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan penelitian ini:

1.3.1.1. Untuk mengetahui strategi dakwah M. Quraish Shihab

6

1.3.1.2. Untuk mengetahui posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab

dikaitkan dengan manajemen dakwah

1.3.2 Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua segi:

1.3.2.1 Secara teoritis, yaitu untuk pengembangan ilmu Dakwah

khususnya ilmu Manajemen Dakwah, dengan harapan dapat

dijadikan salah satu bahan studi banding oleh peneliti lainnya.

1.3.2.2 Secara praktis yaitu dapat dijadikan pedoman para da'I dalam

menyampaikan ajaran Islam

1.4 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan kajian yang telah ada, beberapa penelitian yang

mempunyai relevansi dengan penelitian ini, di antaranya:

1. Selamet Riyadi (NIM 1199071) dengan judul: Strategi Dakwah

Muhammad Yunan Nasution Terhadap Perilaku Munkarât. M. Yunan

Nasution sudah sejak semula di Sumatera amat berjasa dalam kegiatan-

kegiatannya menulis, mengarang dan berkhutbah atau berceramah.

M.Yunan Nasution bersama-sama almarhum Buya Hamka giat menulis

dan menyebarkan karangan-karangannya lewat Pedoman Masyarakat

(satu-satunya mingguan di Medan, Sumatera Timur, waktu itu), di

samping majalah-majalah Islam lainnya seperti Panji Islam misalnya.

Sewaktu partai politik Islam "Masyumi" didirikan di Indonesia,

maka di tahun 1956 M.Yunan Nasution terpilih menjadi Sekretaris Umum

dari partai tersebut, sedang Ketua Umumnya adalah Mohammad Natsir.

Itulah periode masanya M.Yunan Nasution aktif sekali dalam

7

memperjuangkan cita-cita Islam di Indonesia. Yunan Nasution

menyatakan bahwa Islam adalah satu agama yang mengandung ajaran-

ajaran kemasyarakatan, yang mengatur hubungan antara manusia dengan

manusia laksana "satu tubuh, jika sebagiannya menderita sakit, maka

seluruh tubuh akan merasakannya". Tidak cukup seorang Muslim menjadi

seorang yang baik saja, yang hanya hidup untuk kebahagiaan dan

kemanfaatan dirinya. Tapi, disamping itu ia harus memberikan bahagia

dan manfaat kepada manusia yang lain, dengan jalan menyuruh orang

berbuat baik seperti kebaikan yang diperbuatnya sendiri untuk dirinya.

Tidak cukup seorang Muslim sekedar mencegah dirinya sendiri tidak

berbuat jahat, tapi dia harus pula melarang manusia yang lain supaya

jangan melakukan kejahatan. Inilah yang dimaksudkan dengan

keistimewaan doktrin Islam. Justru karena keistimewaan ajarannya yang

demikian, maka kaum Muslimin dikaruniakan oleh Tuhan kedudukan

yang paling baik di antara ummat-ummat dalam sejarah dari abad ke abad

2. Kasmiyati, program strata 1 Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang

tahun 1996 yang berjudul Strategi Dakwah Susuhunan Paku Buwono IV

(Studi Analisis Materi dan Metode Dakwah) . Menurut penelitiannya,

dakwah yang dilakukan oleh Susuhunan Paku Buwono IV terbagi menjadi

dua besar permasalahan yaitu jalinan hubungan dengan Allah SWT dan

jalinan antara sesama manusia yang tercakup dalam materi-materi dakwah

tentang aspek keimanan, ibadah dan akhlaqul karimah. Sedangkan dalam

penerapan dakwahnya Susuhunan Paku Buwono IV menggunakan tiga

8

metode yaitu metode nasehat, metode keteladanan, metode persuasif

(Kasmiati, 1996: 72)

3. Sururi, program strata 1 Fakultas dakwah IAIN Walisongo Semarang

tahun 1999 yang berjudul Strategi Dakwah Syafi i Ma arif . Dalam hal

ini pemikiran dakwah Syafi’i Ma’arif bersumber pada Al Qur’an dan

Hadis. Serta pandangannya pada pemikir Islam pada amar ma’ruf nahi

mungkar sebagai paradigma konsep dakwah. Aspek dakwahnya

menekankan relevansi antar Islam dan terciptanya tatanan sosial yang

ideal untuk tercapai suatu tujuan. Menurut peneliti kelebihan pemikiran

dakwah Syafi’i Ma’arif terletak pada sitematika yang secara komprehensif

berusaha membumikan nilai-nilai Islam dengan beberapa aspek dakwah

yang sesuai dengan tatanan sosial-politik sosial-kultur. Kalau ditinjau dari

segi kelemahan pemikiran Syafi’i Ma’arif terletak pada dataran praktis

konseptual yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat terpelajar intelektual.

Maka perlu reinterpretasi lebih lanjut agar dapat dipahami oleh

masyarakat umum (Sururi, 1999: 81).

4. Sri Mulyati program strata 1 fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang

tahun 1999 yang berjudul Strategi Dakwah Muhammad Natsir Tentang

Metode Dakwah bagi Para Da i (Kajian Terhadap Buku Fiqhud

Dakwah) . Penelitian yang dilakukan ini memfokuskan pada pemikiran

M. Natsir tentang dakwah Islam. Menurutnya dakwah Islam adalah

mengajak manusia untuk selalu ingat kepada Allah SWT, jadi nilai-nilai

keislaman harus mewarnai dalam segala bidang kehidupan, baik politik,

9

ekonomi, sosial, dan budaya. Menurutnya, Muhammad Natsir mempunyai

dua konsep metode dakwah bagi para da’i, yang diambil dari surat An

Nahl ayat 125, yaitu tentang dakwah yang dijabarkan dari hikmah yang

harus dimiliki seorang da’i dalam berdakwah. Yaitu hikmah dalam arti

mengenal golongan, kemampuan memilih saat, mencari titik temu,

uswatun hasanah dan lisanul khal. Menurutnya dalam penyelenggaraan

dakwah harus ada kerjasama yang harmonis antara unsur-unsur dakwah

yaitu, da’i, mad’u, materi, media, metode dan tujuan dakwah, sehingga

akan mempermudah penyampaian risalah ajaran Islam (Sri Mulyani,

1999: 76).

Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut tampaklah bahwa penelitian

terdahulu berbeda dengan penelitian saat ini, karena penelitian sebelumnya

belum menyentuh dan mengkaji strategi dakwah M. Quraish Shihab dalam

menghadapi kemajuan informasi dan teknologi.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1. Jenis, Pendekatan, dan Spesifikasi Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi pustaka. Pendekatan penelitian

menggunakan pendekatan filosofis. Pendekatan ini diupayakan dengan

menggunakan pemikiran secara mendalam dengan memahami

substansi konsep M. Quraish Shihab tentang strategi dalam buku

"Membumikan Al-Qur'an".

Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian manajemen dakwah

karena pada penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan,

10

tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Metode ini

menguraikan dan menjelaskan strategi dakwah M. Quraish Shihab.

1.5.2. Sumber Data

a. Data primer yaitu buku yang berjudul Membumikan al-Qur'an

karya M. Quraish Shihab.

b. Data sekunder yaitu sejumlah kepustakaan yang relevan dengan

penelitian yang hendak disusun namun sifatnya hanya pendukung,

di antaranya seperti: di antaranya: Wawasan al-Qur'an; Secercah

Cahaya Ilahi, Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab.

Amrullah Ahmad yang berjudul: Dakwah Islam dan Perubahan

Sosial, internet, jurnal-jurnal, surat kabar dan lain-lain.

1.5.3. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti menggunakan teknik studi pustaka yaitu mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku,

surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya

Yang dimaksud studi pustaka dalam tulisan ini yaitu sejumlah data

yang terdiri dari data primer dan sekunder. Hampir semua penelitian

memerlukan studi pustaka. Walaupun orang sering membedakan

antara riset kepustakaan dan riset lapangan, keduanya tetap

memerlukan penelusuran pustaka. Perbedaan utamanya hanyalah

terletak pada fungsi, tujuan dan atau kedudukan studi pustaka dalam

masing-masing riset tersebut. Dalam riset pustaka, penelusuran

11

pustaka lebih daripada sekedar melayani fungsi-fungsi persiapan

kerangka penelitian, mempertajam metodologi atau memperdalam

kajian teoretis. Riset pustaka dapat sekaligus memanfaatkan sumber

perpustakaan untuk memperoleh data penelitiannya tanpa melakukan

riset lapangan (Zed, 2006: 1).

1.5.4. Metode Analisis Data

Metode analisis data merupakan proses menyusun data agar

data tersebut dapat ditafsirkan. Dalam hal ini digunakan analisis studi

pustaka. Dalam melakukan riset kepustakaan, ada empat langkah yang

biasa dilakukan. Langkah pertama adalah menyiapkan alat

perlengkapan berupa pensil, pulpen dan kertas catatan. Langkah kedua

adalah menyusun bibliografi kerja. Selanjutnya yang perlu dilakukan

adalah mengatur waktu penelitian. Setelah itu yang perlu dilakukan

adalah membaca dan membuat catatan penelitian. Yang perlu diingat,

sebuah catatan bibliografis harus memuat nama pengarang dan

identitas buku lainnya. Informasi bibliografis pun hanya boleh ditulis

pada satu permukaan kertas catatan saja, tidak boleh bolak-balik dan

sebaiknya diusahakan seefektif mungkin. Sediakan sedikit ruang di

bagian bawah kertas untuk anotasi. Biasakan untuk melihat bibliografi

di belakang buku yang dibaca untuk mencari informasi tambahan.

Sediakan waktu untuk membaca resensi buku-buku terbaru yang

relevan dengan penelitian ataupun buku teks standar yang paling

relevan (Zed, 2006: 1).

12

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini, maka

penelitian disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang

satu sama lain saling melengkapi. Untuk itu, disusun sistematika sedemikian

rupa sehingga dapat tergambar kemana arah dan tujuan dari tulisan ini.

Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang,

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metoda

penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua berisi strategi dan manajemen dakwah. Sub bab strategi

dakwah meliputi: pengertian strategi, strategi dakwah, tujuan dakwah. Sub bab

manajemen dakwah meliputi: pengertian manajemen dakwah, fungsi

manajemen dakwah, prinsip-prinsip manajemen dakwah

Bab ketiga berisi gambaran umum buku "Membumikan al-Qur'an"

karya M. Quraish Shihab yang meliputi sub bab biografi M. Quraish Shihab,

pemikiran dan karya-karyanya, meliputi: latar belakang M. Quraish Shihab,

corak pemikiran M. Quraish Shihab serta sub bab; pendapat M. Quraish

Shihab tentang strategi dakwah.

Bab keempat analisis pendapat M. Quraish Shihab tentang strategi

dakwah yang meliputi analisis strategi dakwah M. Quraish Shihab dan analisis

posisi strategi dakwah menurut M. Quraish Shihab dikaitkan dengan

manajemen dakwah.

Bab kelima merupakan penutup berisi kesimpulan dan saran-saran

yang layak dikemukakan.

13

BAB II

STRATEGI DAKWAH

2.1. Strategi Dakwah

2.1.1. Pengertian Strategi

Strategi merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan

"taktik" yang secara bahasa dapat diartikan sebagai "corcerning the

movement of organisms in respons to external stimulus" (suatu yang

terkait dengan gerakan organisme dalam menjawab stimulus dari luar).

Sementara itu, secara konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu

garis besar haluan dalam bertindak untuk mencapai sasaran yang telah

ditentukan (Pimay, 2005: 50). Strategi juga bisa dipahami sebagai segala

cara dan daya untuk menghadapi sasaran tertentu dalam kondisi tertentu

agar memperoleh hasil yang diharapkan secara maksimal (Arifin, 2003:

39). Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan sebagai proses

menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah

dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara

optimal. Dengan kata lain strategi dakwah adalah siasat, taktik atau

manuver yang ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dakwah (Pimay,

2005: 50).

Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu

sebagai suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Namun pada akhirnya

strategi berkembang untuk semua kegiatan organisasi, termasuk keperluan

14

ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Strategi ini dalam segala hal

digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak

akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan

atau perbuatan itu tidak terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik,

sebenarnya merupakan cara yang digunakan, dan merupakan bagian dari

strategi. Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan

dengan baik dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis

(Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 76). Menurut Hisyam Alie yang dikutip

Rafi'udin dan Djaliel, untuk mencapai strategi yang strategis harus

memperhatikan apa yang disebut SWOT sebagai berikut:

1. Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki

yang biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti

yang dimiliki.

2. Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahan-

kelemahan yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek

sebagaimana dimiliki sebagai kekuatan, misalnya kualitas

manusianya, dananya, dan sebagainya.

3. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin

tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat

diterobos.

4. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya

ancaman dari luar (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 77).

15

2.1.2. Strategi Dakwah

Dalam pengertian keagamaan, dakwah memasukkan aktifitas

tabligh (penyiaran), tatbiq (penerapan/pengamalan) dan tandhim

(pengelolaan) (Sulthon, 2003: 15). Kata dakwah berasal dari bahasa Arab

dalam bentuk masdar (infinitif) dari kata kerja da'â ( ) yad'û ( )

da'watan ( ), di mana kata dakwah ini sekarang sudah umum dipakai

oleh pemakai Bahasa Indonesia, sehingga menambah perbendaharaan

bahasa Indonesia (Munsyi, 1981: 11).

Kata da'wah ( ) secara harfiyah bisa diterjemahkan menjadi:

"seruan, ajakan, panggilan, undangan, pembelaan, permohonan (do'a)

(Pimay, 2005: 13). Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat

tentang definisi dakwah, antara lain:

a. Menurut Ya'qub (1973: 9), dakwah adalah mengajak umat manusia

dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan

RasulNya.

b. Menurut Anshari (1993: 11) dakwah adalah semua aktifitas manusia

muslim di dalam usaha merubah situasi dari yang buruk pada situasi

yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan disertai kesadaran

dan tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, dan

terhadap Allah SWT.

Keaneka ragaman pendapat para ahli seperti tersebut di atas

meskipun terdapat kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan namun bila

dikaji dan disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu usaha atau proses

16

yang diselenggarakan dengan sadar dan terencana; usaha yang dilakukan

adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang

lebih baik (dakwah bersifat pembinaan dan pengembangan); usaha

tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yakni hidup

bahagia sejahtera di dunia ataupun di akhirat.

Berkaitan dengan strategi dakwah Islam, maka diperlukan

pengenalan yang tepat dan akurat terhadap realitas hidup manusia yang

secara aktual berlangsung dalam kehidupan dan mungkin realitas hidup

antara satu masyarakat dengan masyarakat lain berbeda. Di sini, juru

dakwah dituntut memahami situasi dan kondisi masyarakat yang terus

mengalami perubahan, baik secara kultural maupun sosial-keagamaan.

Strategi dakwah semacam ini telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh

Rasulullah Muhammad SAW dalam menghadapi situasi dan kondisi

masyarakat Arab saat itu. Strategi dakwah Rasulullah yang dimaksud

antara lain menggalang kekuatan di kalangan keluarga dekat dan tokoh

kunci yang sangat berpengaruh di masyarakat dengan jangkauan

pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah ke Madinah untuk fath al-

Makkah dengan damai tanpa kekerasan, dan lain sebagainya (Rafi'udin

dan Djaliel, 1997: 78).

Kemudian, jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini, maka juru

dakwah harus memahami perubahan transisional dari transaksi pada

kekuatan magis dan ritual ke arah ketergantungan pada sains dan

kepercayaan serta transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan

17

tunggal ke arah keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi, suatu strategi tidak

bersifat universal. la sangat tergantung pada realitas hidup yang sedang

dihadapi. Karena itu, strategi harus bersifat terbuka terhadap segala

kemungkinan perubahan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah

(Pimay, 2005: 53)..

Berkaitan dengan perubahan masyarakat yang berlangsung di era

globalisasi, maka perlu dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai

berikut. Pertama, meletakkan paradigma tauhid dalam dakwah. Pada

dasarnya dakwah merupakan usaha penyampaian risalah tauhid yang

memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter,

keadilan dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan

kehanifan manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal

dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan

potensi atau fitrah dan kedhaifan manusia, maka dakwah tidak lain

merupakan suatu proses memanusiakan manusia dalam proses

transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan.

Karena itu, tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi

dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah.

Kedua, perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan

paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi

sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan

seolah-olah sudah merupakan standar keagamaan yang final sebagaimana

agama Allah. Pemahaman agama yang terialu eksoteris dalam memahami

18

gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial

yang dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu,

diperlukan pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan

pemahaman agama dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman

keagamaan yang terbuka.

Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam

berorientasi pada upaya amar ma'ruf dan nahi munkar. Dalam hal ini,

dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik

dengan pengajian umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih

dari itu esensi dakwah sebetulnya adalah segala bentuk kegiatan yang

mengandung unsur amar ma'ruf dan nahi munkar (Pimay, 2005: 52).

Dalam QS. Ali Imran/3: 110, Allah berfirman:

) :(Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk

manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dariyang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahlikitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antaramereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalahorang-orang yang fasik (Q.S. Ali Imran/3: 110) (Depag RI,1978: 94).

Selanjutnya, strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk

lebih memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik

pemberdayaan ekonomi, politik, budaya, maupun pendidikan. Karena itu,

strategi yang perlu dirumuskan dalam berdakwah perlu memperhatikan

asas-asas sebagai berikut. Pertama, asas filosofis, asas ini erat

19

hubungannya dengan perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam

proses atau aktivitas dakwah. Kedua, asas kemampuan dan keahlian

(Achievemen and professional) da'i. Ketiga, asas sosiologis, asas ini

membahas tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan situasi

dan kondisi masyarakat obyek dakwah. Misalnya situasi politik, ekonomi,

keamanan, kehidupan beragama masyarakat dan lain sebagainya.

Keempat, asas psikologis, merupakan asas yang membahas tentang aspek

kejiwaan manusia, untuk memahami karakter penerima dakwah agar

aktivitas dakwah berjalan dengan baik. Kelima, asas efektif dan efisien,

hal ini merupakan penerapan prinsip ekonomi dalam dakwah, yaitu

pengeluaran sedikit untuk mendapatkan penghasilan yang semaksimal

mungkin. Setidak-tidaknya seimbang antara tenaga, pikiran, waktu dan

biaya dengan pencapaian hasilnya (Syukir, 1983: 32-33).

Karena itu, dakwah masa depan perlu mengagendakan beberapa

hal antara lain: Pertama, mendasarkan proses dakwah pada pemihakan

terhadap kepentingan masyarakat. Kedua, mengintensifkan dialog dan

menjaga ketertiban masyarakat, guna membangun kesadaran kritis untuk

memperbaiki keadaan. Ketiga, memfasilitasi masyarakat agar mampu

memecahkan masalahnya sendiri serta mampu melakukan transformasi

sosial yang mereka kehendaki. Keempat, menjadikan dakwah sebagai

media pendidikan dan pengembangan potensi masyarakat, sehingga

masyarakat akan terbebas dari kejahilan dan kedhaifan (Syukir, 1983:

172).

20

2.1.3. Tujuan Dakwah

Menurut Arifin (2000: 4) tujuan program kegiatan dakwah dan

penerangan agama tidak lain adalah untuk menumbuhkan pengertian,

kesadaran, penghayatan dan pengalaman ajaran agama yang dibawakan

oleh aparat dakwah atau penerang agama. Pandangan lain dari A. Hasjmy

(1984: 18) tujuan dakwah Islamiyah yaitu membentangkan jalan Allah di

atas bumi agar dilalui umat manusia. Ketika merumuskan pengertian

dakwah, Amrullah Ahmad menyinggung tujuan dakwah adalah untuk

mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap, dan bertindak manusia

pada dataran individual dan sosiokultural dalam rangka terwujudnya

ajaran Islam dalam semua segi kehidupan (Ahmad, 1991: 2).

Barmawie Umary (1984: 55) merumuskan tujuan dakwah adalah

memenuhi perintah Allah Swt dan melanjutkan tersiarnya syari'at Islam

secara merata. Dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental dan

tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau

meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar dan timbul

dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan siapa pun.

Salah satu tugas pokok dari Rasulullah adalah membawa amanah

suci berupa menyempurnakan akhlak yang mulia bagi manusia. Dan

akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah al-Qur'an itu sendiri sebab

hanya kepada al-Qur'an-lah setiap pribadi muslim itu akan berpedoman.

Atas dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah

menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun

21

masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan

sesuai dengan ajaran tersebut (Tasmara, 1997: 47).

Secara umum tujuan dakwah dalam al-Qur'an menurut Moh. Aziz

(2004: 68) adalah:

1. Agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah.

) ... :(Artinya: Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada

iman) agar Engkau mengampuni mereka ... (QS Nuh: 7)(Depag RI,1978: 978).

2. Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.

)(

Artinya: Orang-orang yang telah kami berikan kitab kepada mereka,bergembira dengan kitab yang telah diturunkan kepadamu,dan di antara golongan-golongan Yahudi Jang bersekutu adayang mengingkari sebagiannya. Katakanlah: "Sesungguhnyaaku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidakmempersekutukan sesuatu dengan Dia. Hanya kepada-Nyaaku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali". (QS.ar Ra'd: 36) (Depag RI,1978: 375).

3. Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-belah.

)... : (

22

Artinya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telahdiwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kamiwahyukan kepadamu dan apa Jang telah Kami wasiatkankepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama danjanganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagiorang-orang musyrik agama yang kamu seru merekakepadanya..." (QS Asy Syura: 13) (Depag RI,1978: 786).

4. Mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus.

): (Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka ke jalan

yang lurus. (QS. al-Mukminun: 73) (Depag RI,1978: 534).

5. Untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke

dalam lubuk hati masyarakat.

) : (

Artinya: Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari(menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat ituditurunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan)Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. al-Qashshas: 87)(Depag RI,1978: 612).

2.2. Manajemen Dakwah

2.2.1. Pengertian Manajemen Dakwah

Manajemen dakwah adalah terminologi yang terdiri dari dua kata,

yakni "manajemen" dan "dakwah". Kedua kata ini berangkat dari dua

disiplin ilmu yang sangat berbeda. Istilah yang pertama, berangkat dari

disiplin ilmu yang sekuler (ilmu yang tidak berdasarkan pada agama), yakni

ilmu ekonomi. Ilmu ini diletakkan di atas paradigma materialistis.

Prinsipnya adalah dengan modal yang sekecil-kecilnya untuk mendapat

23

keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan istilah yang kedua berasal

dari lingkungan agama, yakni ilmu dakwah. Ilmu ini diletakkan di atas

prinsip, ajakan menuju keselamatan dunia dan akhirat, tanpa paksaan dan

intimidasi serta tanpa bujukan dan iming-iming material. Ia datang dengan

tema menjadi rahmat bagi semesta alam (Munir dan Ilaihi, 2006: vii).

Untuk memudahkan pemahaman menyeluruh terhadap manajemen

dakwah, maka akan dibahas terlebih dahulu secara terpisah antara

manajemen dengan dakwah, lalu dikemukakan pengertian manajemen

dakwah (Mahmuddin, 2004: 18). Secara etimologi, dalam bahasa Indonesia

belum ada keseragaman mengenai terjemahan terhadap istilah

"management" hingga saat ini terjemahannya sudah banyak dengan alasan-

alasan tertentu seperti pembinaan, pengurusan, pengelolaan ketatalaksanaan,

manajemen dan management (Siagian, 1993: 8-9). Hal yang sama

dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut:

a. Menurut Manullang (1963: 15 dan 17) bahwa istilah manajemen

terjemahannya dalam bahasa Indonesia, hingga saat ini belum ada

keseragaman. Berbagai istilah yang dipergunakan" seperti:

ketatalaksanaan, manajemen, manajemen pengurusan dan lain

sebagainya.

b. Dalam Kamus Ekonomi, management berarti pengelolaan, kadang-

kadang ketatalaksanaan (Winardi, 1984: 296). Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, manajemen berarti penggunaan sumber daya secara

efektif untuk mencapai sasaran (KBBI, 2002: 708).

24

Menurut terminologi, bahwa istilah manajemen hingga kini tidak ada

standar istilah yang disepakati. Istilah manajemen diberi banyak arti yang

berbeda oleh para ahli sesuai dengan titik berat fokus yang dianalisis

(Moekiyat, 1980: 320). Hal ini dapat dilihat sebagai berikut:

a. Manajemen seperti dikemukakan R.Terry adalah

Mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan olehindividu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melaluitindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal tersebutmeliputi pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan,menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimanamereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usahamereka (R.Terry, 1993: 9).

Dalam buku yang lain R.Terry (1977: 4) menyatakan,

Management is a distinct process consisting of planning,organizing, actuating, and controlling, performed to determine andaccomplish stated objectives by the use of human beings and otherresources. (manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiridari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, menggerakkandan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapaisasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber dayamanusia serta sumber-sumber lain).

b. Menurut P. Siagian, manajemen dapat didefinisikan sebagai kemampuan

atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka

pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.

c. Menurut Handoko, manajemen dapat didefinisikan sebagai bekerja

dengan orang-orang untuk menentukan, menginterpretasikan dan

mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi

perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penyusunan

personalia atau kepegawaian (staffing), pengarahan dan kepemimpinan

(leading) dan pengawasan (controlling) (Handoko, 2003: 10).

25

d. Menurut Hasibuan, manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses

pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya

secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu

(Hasibuan, 2001: 3)

e. Menurut Sukarno K. (1986: 4), manajemen ialah : 1). Proses dari

memimpin, membimbing dan memberikan fasilitas dari usaha orang-

orang yang terorganisir dalam organisasi formal guna mencapai suatu

tujuan yang telah ditetapkan; 2). Proses perencanaan, pengorganisasian,

pengerakkan dan pengawasan.

f. Menurut Manullang (1985: 5), manajemen adalah seni dan ilmu

perencanaan, prngorganisasian, penyusunan, pengarahan, dan

pengawasan daripada sumber daya manusia untuk mencapai untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen

adalah serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan,

menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan segala upaya dalam

mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana dan prasarana

untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan secara efektif dan

efisien.

Berpijak pada pengertian manajemen dan dakwah di atas, baik

pengertian “Manajemen” dan pengertian “Dakwah” secara keseluruhan

keduanya memiliki substansi definisi operasional (objek materia) yang sama

namun arah kajian (objek forma) yang berbeda.

26

Maksudnya, dari pengertian tersebut seperti “Manajemen” berarti

seni dan ilmu dalam proses atau usaha untuk memimpin, merencanakan,

mengorganisasikan, menggerakkan, dan mengawasi kegiatan bersama untuk

mencapai tujuan yang ditetapkan; dan pengertian “Dakwah” yang berarti

usaha atau proses menyeru dan mengajak kepada orang lain secara sengaja,

sadar dan bertanggung jawab dalam mencapai tujuan guna memperoleh

kebahagiaan di dunia dan akhirat. Di sini dapat diketahui bahwa sistem

operasionalnya mengarah kepada pelaksanaan dalam menjalankan aktifitas

yang ditempuh secara sadar, sistematis, terarah, efektif dan efisien serta

bertanggung jawab guna mencapai tujuan yang diharapkan.

Secara teoritis munculnya ilmu “Manajamen dan Dakwah” berada

dalam lingkup yang berbeda, maka pemahaman dan penafsirannya pun

berdasarkan konteks disiplin ilmu. Namun demikian, dengan perkembangan

ilmu pengetahuan telah muncul disiplin ilmu baru dalam khazanah

keislaman dengan istilah “Manajemen Dakwah”. Sehingga dengan demikian

diperlukan cakupan konsep manajemen dakwah secara teoritis yang

mengacu pada pengertian manajemen dakwah itu sendiri.

Dari penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan bahwa manajemen

dakwah adalah proses merencanakan tugas, mengelompokkan tugas,

menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-

kelompok tugas dan kemudian menggerakkannya ke arah pencapaian tujuan

dakwah (Shaleh,1977: 44).

27

Kegiatan lembaga dakwah yang dilaksanakan menurut prinsip-

prinsip manajemen akan menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan

oleh lembaga yang bersangkutan dan menumbuhkan kesan profesionalisme

di kalangan masyarakat, khususnya para pengguna jasa dan profesi da'i

(Muchtarom, 997: 37).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen

dakwah merupakan suatu proses yang dinamik karena ia berlangsung secara

terus menerus dalam suatu organisasi.

2.2.2. Fungsi Manajemen Dakwah

Pada uraian yang telah lalu diutarakan beberapa definisi tentang

manajemen dan dakwah. Walaupun batasan tersebut dibatasi pada beberapa

saja, namun tampak jelas titik persamaan yang terdapat padanya. Persamaan

tersebut tampak pada beberapa fungsi manajemen dakwah sebagai berikut:

2.2.2.1. Fungsi Perencanaan Dakwah

Pada perencanaan dakwah terkandung di dalamnya mengenai hal-hal

yang harus dikerjakan seperti apa yang harus dilakukan, kapan, di mana dan

bagaimana melakukannya? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

disebutkan bahwa perencanaan dapat berarti proses, perbuatan, cara

merencanakan atau merancangkan (KBBI, 2002: 948).

Perencanaan dapat berarti meliputi tindakan memilih dan

menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-

asumsi mengenai masa yang akan datang dalam hal memvisualisasikan serta

merumuskan aktivitas-aktivitas yang diusulkan yang dianggap perlu untuk

28

mencapai hasil-hasil yang diinginkan. Perencanaan berarti menentukan

sebelumnya apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara melakukannya

(R.Terry, 1986: 163)

Dengan demikian, perencanaan merupakan proses pemikiran, baik

secara garis besar maupun secara detail dari satu pekerjaan yang dilakukan

untuk mencapai kepastian yang paling baik dan ekonomis.

Perencanaan merupakan gambaran dari suatu kegiatan yang akan

datang dalam waktu tertentu dan metode yang akan dipakai. Oleh karena itu,

perencanaan merupakan sikap mental yang diproses dalam pikiran sebelum

diperbuat, ia merupakan perencanaan yang berisikan imajinasi ke depan

sebagai suatu tekad bulat yang didasari nilai-nilai kebenaran.

Untuk memperoleh perencanaan yang kondusif, perlu

dipertimbangkan beberapa jenis kegiatan yaitu;

a. Self-audit (menentukan keadaan organisasi sekarang).

b. Survey terhadap lingkungan

c. Menentukan tujuan (objektives)

d. Forecasting (ramalan keadaan-keadaan yang akan datang)

e. Melakukan tindakan-tindakan dan sumber pengerahan

f. Evaluate (pertimbangan tindakan-tindakan yang diusulkan)

g. Ubah dan sesuaikan "revise and adjust" rencana-rencana sehubungan

dengan hasil-hasil pengawasan dan keadaan-keadaan yang berubah-ubah.

h. Communicate, berhubungan terus selama proses perencanaan

(Mahmuddin, 2004: 24).

29

Rincian kegiatan perencanaan tersebut menggambarkan adanya

persiapan dan antisipasi ke depan yang berkaitan dengan kegiatan

perencanaan yang akan dilakukan. Atas dasar itu maka perencanaan dakwah

merupakan proses pemikiran dan pengambilan keputusan yang matang dan

sistematis mengenai tindakan-tindakan yang akan dilakukan pada masa yang

akan datang dalam rangka penyelenggaraan dakwah (Shaleh, 1977: 64).

Menurut Munir dan Ilaihi (2006: 95) dalam organisasi dakwah,

merencanakan di sini menyangkut merumuskan sasaran atau tujuan dari

organisasi dakwah tersebut, menetapkan strategi menyeluruh untuk

mencapai tujuan dan menyusun hirarki lengkap rencana-rencana untuk

mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. Pada

perencanaan dakwah menyangkut tujuan apa yang harus dikerjakan, dan

sarana-sarana bagaimana yang harus dilakukan.

Dengan demikian perencanaan dakwah dapat berjalan secara efektif

dan efesien bila diawali dengan persiapan yang matang. Sebab dengan

pemikiran secara matang dapat dipertimbangkan kegiatan prioritas dan non

prioritas, Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan dakwah dapat diatur

sedemikian rupa, sehingga dapat mencapai sasaran dan tujuannya.

Berdasarkan uraian di atas, maka proses perencanaan dakwah

meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

a. Forecasting

Forecasting adalah tindakan memperkirakan dan

memperhitungkan segala kemungkinan dan kejadian yang mungkin timbul

30

dan dihadapi di masa depan berdasarkan hasil analisa terhadap data dan

keterangan-keterangan yang konkrit (Shaleh, 1977: 65). Singkatnya

forecasting adalah usaha untuk meramalkan kondisi-kondisi yang

mungkin terjadi di masa datang (Terry dan Rue, 1972: 56). Perencanaan

dakwah di masa datang memerlukan perkiraan dan perhitungan yang

cermat sebab masa datang adalah suatu prakondisi yang belum dikenal dan

penuh ketidakpastian yang selalu berubah-ubah. Dalam memikirkan

perencanaan dakwah masa datang, jangan hanya hendaknya mengisi daftar

keinginan belaka.

Dengan demikian, jelaslah bahwa dalam rangka forecasting

diperlukan adanya kemampuan untuk lebih jeli di dalam memperhitungkan

dan memperkirakan kondisi objektif kegiatan dakwah di masa datang,

terutama lingkungan yang mengitari kegiatan dakwah, seperti keadaan

sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan yang mempunyai pengaruh (baik

langsung maupun tidak langsung) pada setiap pelaksanaan dakwah.

Dalam kerangka forecasting ini, berbagai tindakan yang perlu

diperhatikan adalah:

1) Evaluasi keadaan

Hal ini dilakukan untuk melihat pelaksanaan rencana dakwah

yang lalu terwujud. Dari hasil telaah dan penelitian itu, maka dapat

diketahui keberhasilan dan kegagalan pelaksanaannya. Dari situ dapat

diketahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, sehingga

31

memerlukan tindak lanjut perbaikan di masa datang (Hafidhuddin,

2001: 192).

2) Membuat Perkiraan-perkiraan

Langkah ini dilakukan berdasarkan kecenderungan masa lalu,

dengan bertolak pada asumsi; kecenderungan masa lalu diproyeksikan

pada masa yang akan datang, peristiwa yang terjadi berulang-ulang

pada masa datang, menghubungkan suatu peristiwa dengan peristiwa

yang lain. Bertolak dari asumsi di atas, maka diperlukan hal-hal

sebagai berikut;

a) Pendekatan ekstrapolasi; yaitu perluasan data di luar data yang

tersedia, tetapi tetap mengikuti pola kecenderungan data yang

tersedia. (KBBI, 2001: 222).

b) Pendekatan normatif; yaitu pendekatan yang berpegang teguh

pada norma atau kaidah yang berlaku (KBBI, 2001: 618).

c) Pendekatan campuran.

3) Menetapkan sasaran/tujuan

4) Merumuskan berbagai alternatif

5) Memilih dan menetapkan alternatif

6) Menetapkan rencana

b. Objectives

Objectives diartikan sebagai tujuan. Sedangkan yang dimaksud

dengan tujuan adalah nilai-nilai yang akan dicapai atau diinginkan oleh

seseorang atau badan usaha. Untuk mencapai nilai-nilai itu dia bersedia

32

memberikan pengorbanan atau usaha yang wajar agar nilai-nilai itu,

terjangkau (Davis, 1951: 90).

Penyelenggaraan dakwah dalam rangka pencapaian tujuan,

dirangkai ke dalam beberapa kegiatan melalui tahapan-tahapan dalam

periode tertentu. Penetapan tujuan ini merupakan langkah kedua sesudah

forecasting. Hal ini menjadi penting, sebab gerak langkah suatu kegiatan

akan diarahkan kepada tujuan. Oleh karena itu, ia merupakan suatu

keadaan yang tidak boleh tidak harus menjadi acuan pada setiap

pelaksanaan dakwah.

Tujuan tersebut harus diarahkan pada sasaran dakwah yang telah

dirumuskan secara pasti dan menjadi arah bagi segenap tindakan yang

dilakukan pimpinan. Tujuan tersebut diwujudkan dalam bentuk target atau

sasaran kongkrit yang diharapkan dapat dicapai (Muchtarom, 1996: 41 –

42). Sasaran dakwah tersebut harus diperjelas secara gamlang guna

mengetahui kondisi sasaran yang diharapkan, wujud sasaran tersebut

berbentuk individu maupun komunitas masyarakat (Hafidhuddin, 2001:

184 – 185).

c. Mencari berbagai tindakan dakwah

Tindakan dakwah harus relevan dengan sasaran dan tujuan

dakwah, mencari dan menyelidiki berbagai kemungkinan rangkaian

tindakan yang dapat diambil, sebagai tindakan yang bijaksana.

Tindakan dakwah harus singkron dengan masyarakat Islam,

sehingga tercapai sasaran yang telah ditetapkan. Ketidaksingkronan dalam

33

menentukan isi dakwah dapat menimbulkan dampak negatif terhadap

pribadi muslim (Hafidhuddin, 2001: 189 – 190).

Oleh karena itu jika sudah ditemukan berbagai alternatif tindakan,

maka perencana harus menyelidiki berbagai kemungkinan yang dapat

ditempuh, dalam arti bahwa perencana harus memberikan penilaian

terhadap kemungkinan tersebut. Pada tiap-tiap kemungkinan tersebut,

harus diperhitungkan untung ruginya dengan mempertimbangkan faktor-

faktor yang mempengaruhinya. Hal ini menjadi dasar pengambilan

keputusan.

d. Prosedur kegiatan

Prosedur adalah serentetan langkah-langkah akan tugas yang

berkaitan, ia menentukan dengan cara-cara selangkah demi selangkah

metode-metode yang tepat dalam mengambil kebijakan (Terry dan Rue,

1972: 69).

Prosedur kegiatan tersebut merupakan suatu gambaran mengenai

sifat dan metode dalam melaksanakan suatu pekerjaan, atau dengan kata

lain, prosedur terkait dengan bagaimana melaksanakan suatu pekerjaan.

e. Penjadwalan (Schedul)

Schedul merupakan pembagian program (alternatif pilihan)

menurut deretan waktu tertentu, yang menunjukkan sesuatu kegiatan harus

diselesaikan. Penentuan waktu ini mempunyai arti penting bagi proses

dakwah. Dengan demikian, waktu dapat memicu motivasi. (SP. Siagian,

1996: 11)

34

Untuk itu perlu diingat bahwa batas waktu yang telah ditentukan

harus dapat ditepati, sebab menurut Drucker semakin banyak menghemat

waktu untuk mengerjakan pekerjaan merupakan pekerjaan profesional

(Drucker, 1986: 41).

f. Penentuan lokasi

Penentuan lokasi yang tepat, turut mempengaruhi kualitas tindakan

dakwah. Oleh karena itu, lokasi harus dilihat dari segi fungsionalnya dari

segi untung ruginya, sebab lokasi sangat terkait dengan pembiayaan,

waktu, tenaga, fasilitas atau perlengkapan yang diperlukan. Untuk itulah

lokasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam rangka

perencanaan dakwah.

g. Biaya

Setiap kegiatan memerlukan biaya, kegiatan tanpa ditunjang oleh

dana yang memadai, akan turut mempengaruhi pelaksanaan dakwah. Pusat

Dakwah Islam Indonesia memberikan defenisi tentang dana dakwah, yaitu

segala tenaga atau modal uang peralatan yang dapat dipergunakan dalam

kegiatan dakwah (Forum Dakwah, 1971: 306). Batasan tersebut meliputi

segala perbendaharaan yang bernilai material yang dapat dimanfaatkan

sebagai sarana dalam pelaksanaan dakwah. Perintah berkorban dengan

harta didahulukan dari pada berkorban dengan jiwa, karena dana sangat

dibutuhkan baik di waktu damai maupun di waktu perang (Forum

Dakwah, 1971: 306).

35

Pernyataan tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-

Taubah (9:41):

) :(

Artinya: Dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allahyang demikian itu lebih baik bagimu jika kamumengetahui. (QS. al-Taubah: 41)

2.2.2.2. Fungsi Pengorganisasian Dakwah

Pengorganisasian merupakan proses pengelompokan kegiatan-kegiatan

untuk mencapai tujuan-tujuan dan penegasan kepada setiap kelompok dari

seorang manejer. Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan

mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan, termasuk manusia.

Gumur merumuskan organizing ke dalam pengelompokan dan

pengaturan orang untuk dapat digerakkan sebagai satu kesatuan sesuai dengan

rencana yang telah dirumuskan, menuju tercapainya tujuan yang ditetapkan

(Gumur, 1975: 23). Sedangkan Fayol (1949: 53) menyebutkan sebagai to

organize a bussiness is to provide it with everything useful to its fungsioning,

raw materials, tools, capital, personal.

Fayol melihat bahwa organisasi merupakan wadah pengambilan

keputusan terhadap segala kesatuan fungsi seperti bahan baku, alat-alat

kebendaan, menyatukan segenap peralatan modal dan personil (karyawan).

Baik Gumur maupun Fayol sama-sama melihat bahwa organizing

merupakan pengelompokan orang-orang dan alat-alat ke dalam satu kesatuan

kerja guna mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun

36

mengenai wujud dari pelaksanaan organizing adalah tampaknya kesatuan

yang utuh, kekompakan, kesetiakawanan dan terciptanya mekanisasi yang

sehat, sehingga kegiatan lancar, stabil dan mudah mencapai tujuan yang

ditetapkan.

Proses organizing ini tergambar di dalam QS. Ali Imran (3:103):

)... :(

Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama)Allah dan janganlah kamu bercerai berai. (QS. Ali Imran:103).

Berdasarkan dari uraian di atas, maka terlihat adanya tiga unsur

organizing yaitu:

a. Pengenalan dan pengelompokan kerja

b. Penentuan dan pelimpahan wewenang serta tanggung jawab.

c. Pengaturan hubungan kerja.

Setelah adanya gambaran pengertian pengorganisasian sebagaimana

telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan pengorganisasian dakwah

sebagai rangkaian aktivitas dalam menyusun suatu kerangka yang menjadi

wadah bagi segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan

mengelompokkan pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan

menyusun jalinan hubungan kerja di antara satuan-satuan organisasi

(Mahmuddin, 2004: 32).

Pengorganisasian dakwah dapat dirumuskan sebagai rangkaian

aktivitas menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi segenap

kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokkan

37

pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun hubungan

kerja di antara satuan-satuan organisasi atau petugasnya (Shaleh, 1977: 88).

Muchtarom (1997: 15) menyebutkan bahwa organisasi dakwah adalah alat

untuk pelaksanaan dakwah agar mencapai tujuan secara efektif dan efesien.

Mengorganisir dakwah berarti menghimpun dan mengatur sumber daya dan

tenaga ke dalam suatu kerangka struktur tertentu, sehingga kegiatan dakwah

dapat tercapai sesuai rencana.

Pelaksanaan dakwah dapat berjalan secara efisien dan efektif serta

tepat sasaran, apabila diawali dengan perencanaan yang diikuti dengan

pengorganisasian. Oleh karena itu, pengorganisasian memegang peranan

penting bagi proses dakwah. Sebab dengan pengorganisasian, rencana dakwah

akan lebih mudah pelaksanaannya, mudah pengaturannya bahkan

pendistribusian tenaga muballig dapat lebih mudah pengaturannya. Hal ini

didasarkan pada adanya pengamalan dan pengelompokan kerja, penentuan dan

pelimpahan wewenang dan tanggungjawab ke dalam tugas-tugas yang lebih

rinci serta pengaturan hubungan kerja kepada masing-masing pelaksana

dakwah.

Adapun tujuan diperlukannya pengorganisasian dakwah yang pada

hakekatnya adalah untuk mengemban tujuan dakwah itu sendiri, dapat

dirumuskan sebagai suatu kegiatan bersama untuk mengaktualisasikan nilai-

nilai dan ajaran Islam dalam bentuk amar ma'ruf nahi mungkar dan amal saleh

dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi, berkeluarga dan

38

bermasyarakat, sehingga mewujudkan masyarakat yang baik, sejahtera lahir

dan batin dan berbahagia di dunia dan di akhirat (Muchtarom, 1997: 18 – 19).

Dari dasar tujuan pengorganisasian dakwah tersebut akan membawa pada

suatu kenyataan hidup dengan dakwah yang lebih menyentuh kehidupan

masyarakat, sebagai akibat dari pengorganisasian dakwah yang tepat. Seiring

dengan lebih maju dan berkembangnya ilmu administrasi, manajemen dan

organisasi, dan dengan pendekatan yang digunakannya serta sarana dengan

rasionalitas manusia, maka organisasi pun merupakan suatu sistem yang

rasional pula. Pertimbangan itulah yang dijadikan dasar untuk membentuk

organisasi. Rasionalitas yang digunakan dalam menciptakan dan menjalankan

roda organisasi juga sejalan dengan pengorganisasian dakwah yaitu:

(1) Efektifitas

Penyelenggaraan dakwah hanya dapat dilaksanakan secara efektif,

apabila dilakukan pengorganisasian. Oleh karena itu, efektifitas menjadi

alasan utama bagi pembentukan organisasi, karena eksistensi organisasi

menjamin untuk dapat mengemban misinya.

(2) Efisiensi

Sumber daya dan dana merupakan modal utama dalam

menjalankan, roda organisasi. Oleh karena itu, penggunaannya selalu

berorientasi pada efisiensi. Organisasi dakwah hams mampu menjalankan

prinsip efisiensi berdasarkan kebutuhan bukan berdasarkan keinginan.

39

(3) Produktifitas

Pelaksanaan dakwah yang berdasar pada prinsip efektifitas dan

efesiensi akan membuahkan pelaksana dakwah yang lebih produktif.

Dalam arti bahwa meningkatkan efisiensi kerja sangat terkait dengan

peningkatan produktifitas.

(4) Rasionalisasi

Apabila ditinjau dari segi pendekatan kesisteman, maka sasaran

rasionalitas mencakup seluruh proses administrasi, manajemen dan

variabel-variabel organisasional.

(5) Departementalisasi

Departementalisasi menghendaki adanya spesialisasi. Dalam

kegiatan dakwah pun menghendaki spesialisasi tugas, sehingga

pelaksanaan dakwah betul-betul merupakan suatu kerja profesi.

(6) Fungsionalisasi

Fungsionalisasi dalam tugas-tugas dakwah memerlukan adanya

suatu satuan kerja yang secara fungsional paling bertanggungjawab atas

terlaksananya kegiatan tertentu dan atas terpecahkannya masalah-masalah

tertentu yang mungkin terjadi.

(7) Spesialisasi

Spesialisasi menghendaki kerja secara profesional. Dengan adanya

beberapa spesialisasi membawa dampak pada tingkat kualitas dan mutu

kegiatan dakwah.

40

(8) Hirarki wewenang

Keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab akan

membawa kinerja yang lebih tinggi, sebab bila terjadi ketidak-

seimbangan, akan cenderung seseorang bertindak otoriter yang berlebihan

bahkan, akan ragu-ragu dalam pengambilan keputusan.

(9) Pembagian tugas

Pembagian tugas kepada segenap pelaksana dakwah memerlukan

kecermatan dan ketelitian, oleh karena itu, prinsip keadilan (dalam arti

luas) perlu diterapkan, di samping prinsip fungsionalisasi. Dengan prinsip

tersebut akan memicu kerja yang seimbang.

(10) Dokumentasi dan arsip tertulis

Suatu organisasi bukanlah milik pribadi atau orang perorang, yang

sewaktu-waktu dapat berpindah tangan. Keadaan seperti itu, maka

dokumentasi dan arsip sangat diperlukan.

(11) Tata cara dan hubungan kerja

Seperti layaknya setiap organisasi, maka hubungan kerja antara

yang satu dengan yang lainnya memiliki tata aturan yang berlaku.

(12) Koordinasi

Salah satu yang memicu kegagalan dalam merealisasikan suatu

rencana dengan pengorganisasian yang rapi adalah koordinasi. Terjadinya

berbagai ketidaklancaran suatu program dan terjadinya tumpang tindih

kegiatan banyak disebabkan karena tidak berfungsinya koordinasi (S.P.

Siagian, 1986: 93 – 98).

41

Sistem rasionalisasi pengorganisasian dakwah dengan pendekatan

kesisteman seperti telah diutarakan di atas, akan membawa pada

rasionalisasi pelaksanaan dakwah memberikan dampak positif dan

manfaat ganda.

2.2.2.3. Fungsi Penggerakan Dakwah

Pengertian penggerakan adalah seluruh proses pemberian motivasi

kerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka mampu bekerja

dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan

ekonomis (Munir dan Ilaihi, 2006: 139). Menurut Shaleh (1977: 112) setelah

rencana dakwah ditetapkan, begitu pula setelah kegiatan-kegiatan dalam

rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan kepada para pendukung dakwah,

maka tindakan berikutnya dari pimpinan dakwah adalah menggerakkan

mereka untuk segera melaksanakan kegiatan-kegiatan itu, sehingga apa yang

menjadi tujuan dakwah benar-benar tercapai. Tindakan pimpinan

menggerakkan para pelaku dakwah itu disebut "penggerakan" (actuating)

Inti kegiatan penggerakan dakwah adalah bagaimana menyadarkan

anggota suatu organisasi untuk dapat bekerjasama antara satu dengan yang

lain (Mahmuddin, 2004: 36). Menurut SP. Siagian (1986: 80) bahwa suatu

organisasi hanya bisa hidup apabila di dalamnya terdapat para anggota yang

rela dan mau bekerja-sama satu sama lain. Pencapaian tujuan organisasi akan

lebih terjamin apabila para anggota organisasi dengan sadar dan atas dasar

keinsyafannya yang mendalam bahwa tujuan pribadi mereka akan tercapai

melalui jalur pencapaian tujuan organisasi. Kesadaran merupakan tujuan dari

42

seluruh kegiatan penggerakan yang metode atau caranya harus berdasarkan

norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dapat diterima oleh masyarakat.

Kesadaran yang muncul dari anggota organisasi terutama kaitannya

dengan proses dakwah, maka dengan sendirinya telah melaksanakan fungsi

manajemen. Penggerakan dakwah merupakan lanjutan dari fungsi

perencanaan dan pengorganisasian, setelah seluruh tindakan dakwah dipilah-

pilah menurut bidang tugas masing-masing, maka selanjutnya diarahkan pada

pelaksanaan kegiatan. Tindakan pimpinan dalam menggerakkan anggotanya

dalam melakukan suatu kegiatan, maka hal itu termasuk actuating.

Unsur yang sangat penting dalam kegiatan penggerakan dakwah

setelah unsur manusia, sebab manusia terkait dengan pelaksanaan program.

Oleh karena itu, di dalam memilih anggota suatu organisasi dan dalam meraih

sukses besar, maka yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mendapatkan

orang-orang yang cakap. Dengan mendapatkan orang-orang yang cakap

berarti akan memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan dakwah.

Tindakan untuk menggerakkan manusia oleh Panglaykim (1981: 39 –

40) disebut dengan leadership (kepemimpinan), perintah, instruksi,

communication (hubung menghubungi), conseling (nasihat).

2.2.2.4. Fungsi Pengendalian dan Evaluasi Dakwah

Pengendalian berarti proses, cara, perbuatan mengendalikan,

pengekangan, pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan

hasil dan sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan

hasil pengawasan (KBBI, 2002: 543).

43

Pengertian pengendalian menurut istilah adalah proses kegiatan untuk

mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk diperbaiki dan

mencegah terulangnya kembali kesalahan itu, begitu pula mencegah sebagai

pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang telah ditetapkan (Rahman,

1976: 99).

Pengawasan mencakup mengevaluasi pelaksanaan kerja dan jika perlu

memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-

hasil menurut rencana. Mengevaluasi pelaksanaan kerja merupakan kegiatan

untuk meneliti dan memeriksa pelaksanaan tugas-tugas perencanaan semula

betul-betul dikerjakan sekaligus until) mengetahui terjadinya penyimpangan,

penyalahgunaan, kebocoran, kekurangan dalam melaksanakan tugas-tugasnya

(Mahmuddin, 2004: 40).

Pengendalian atau pengawasan yang dilakukan sering disalah artikan

untuk sekedar mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal sesungguhnya

pengendalian atau pengawasan ialah tugas untuk mencocokkan program yang

telah digariskan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Pengendalian terhadap pelaksanaan dakwah diperlukan untuk dapat

mengetahui tugas-tugas dakwah yang dilaksanakan oleh para pelaksana

dakwah, tentang bagaimana tugas itu dilaksanakan, sejauh mana

pelaksanaannya, penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu, dengan

pengendalian dakwah dapat diambil tindakan pencegahan terhadap

kemungkinan adanya penyelewengan (Mahmuddin, 2004: 40).

44

2.2.3. Prinsip-Prinsip Manajemen

Prinsip-prinsip manajemen dapat digunakan sebagai pelindung dan

pencegah terhadap kekeliruan yang fatal yang bisa terjadi dalam kegiatan

teknikal maupun manajerial. Mengingat prinsip manajemen bersifat luwes dan

bukan mutlak, hal ini dapat dimanfaatkan terlepas dari kondisi yang beruabah

dan situasi khusus (Winardi, 2000: 62).

Fayd berpendapat ada empat belas prinsip yang hendak dilakukan oleh

organisasi, yaitu :

a. Pembagian kerja (division of work).

Hal ini berhubungan dengan spesialisasi pekerjaan, di mana

individu senantiasa menghadapi pekerjaan yang sama. Pembagian kerja

dapat diterapkan baik terhadap pekerjaan teknikal maupun pekerjaan

manajerial.

b. Otoritas dan tanggung jawab (authority and responsibility)

Otoritas atau kekuasaan merupakan hak untuk memberikan

perintah-perintah dan untuk ditaati. Tanggung jawab merupakan

pelengkap otoritas suatu tahapan alamiah dan bagian yang senantiasa

muncul, apabila orang melaksanakan otoritas.

c. Disiplin (discipline).

Disiplin sebagai ketaatan, penerapan, energi, dan respek antara

pihak majikan dan para manajerial.

d. Kesatuan perintah (unity of command)

45

Prinsip ini berarti bahwa seorang individu harus menerima

perintah hanya dari seorang atasan saja. Apabila perintah tersebut

dilanggar, maka otoritas digerogoti dan disiplin tidak dapat ditegakkan

lagi, stabilitas mendapatkan ancaman.

e. Kesatuan arah (unity of direction).

Masing-masing kelompok aktifitas dengan sasaran sama harus

mempunyai satu pimpinan dan satu rencana.

f. Asas kepentingan umum diatas kepentingan pribadi (subordination of

individual interest into general interest).

Prinsip ini pada hakikatnya menyatakan bahwa apabila

kepentingan individual dan kepentingan organisasi berbenturan, maka

kepentingan organisatoris harus diutamakan.

g. Imbalan untuk personil (remuneration of personal).

Imbalan untuk jasa-jasa yang diberikan oleh para pekerja harus

adil dan memuaskan baik bagi para karyawan maupun pimpinan.

h. Sentralisasi (centralization).

Sentralisasi merupakan keadaan yang umumnya terdapat pada

organisme-organisme dan organisasi-organisasi.

i. Rantai skala (the scalar chain).

Suatu rantai atasan dapat dijumpai pada organisasi-organisasi yang

mencakup otoritas puncak kebawah melalui tingkatan-tingkatan yang

menurun hingga jajaran terendah.

y. Keteraturan (order).

46

Menempatkan sesuatu pada tempatnya merupakan keteraturan

yang mengarah kepada keteraturan social, dimana para pekerja berada

pada tempat mereka mendapatkan tugas.

k. Keadilan (equity).

Para karyawan harus diperlakukan dengan ramah dan secara adil

serta adanya loyalitas yang tinggi.

l. Stabilitas personalia (stability of tenure of personal).

Kondisi organisasi membutuhkan waktu cukup lama untuk

mempelajari tugas-tugas dan pekerjaan karena kondisi demikian

dihadapkan pada timbulnya problem-problem yang tidak terduga.

m. Inisiatif (initiative).

Dalam menyusun rencana dan mengupayakan keberhasilan suatu

pekerjaan berdasarkan pada pengalaman yang dimiliki, dan hal ini

senantiasa akan memunculkan inisiatif yang baru.

n. Jiwa korps (esprit de corps).

Harmoni antara personalia dalam organisasi merupakan sumber

kekuatan yang dahsyat. Kerja sama antar personalia dapat dicapai melalui

komunikasi dengan menekankan kontak verbal dimana hal tersebut

dimungkinkan (Winardi, 2000: 424-426).

Dari keseluruhan prinsip-prinsip manajemen tersebut sangat

membantu dalam pekerjaan manajerial dalam bidang apapun. Maka dalam

kegiatan dakwah prinsip-prinsip di atas digunakan sesuai dengan keadaan dan

tujuan dalam bidang penggarapan dakwah melalui organisasi yang disusun.

47

BAB III

GAMBARAN UMUM BUKU "MEMBUMIKAN AL-QUR'AN"

DAN BIOGRAFI M. QURAISH SHIHAB

3.1. Biografi M. Quraish Shihab, Pemikiran dan Karya-Karyanya

3.1.1. Latar Belakang M. Quraish Shihab

Muhammad Quraish Shihab, lahir di Rappang, Sulawesi Selatan,

16 Februari 1944. Ia termasuk ulama dan cendikiawan muslim Indonesia

yang dikenal ahli dalam bidang tafsir al-Qur'an. Ayah Quraish Shihab,

Prof. KH Abdrurahman Shihab, seorang ulama dan guru besar dalam

bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang

tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat

Sulawesi Selatan. Kontribusinya dalam bidang pendidikan terbukti dari

usahanya membina dua perguruan tinggi di Ujungpandang, yaitu

Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta

terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin

Ujungpandang. Ia juga tercatat sebagai mantan rektor pada kedua

perguruan tinggi tersebut: UMI 1959 – 1965 dan IAIN 1972 – 1977 (Nata,

2005 : 363 ).

Sebagai putra dari seorang guru besar, Quraish Shihab

mendapatkan motivasi awal dan benih kecintaan terhadap bidang studi

tafsir dari ayahnya yang sering mengajak anak-anaknya duduk bersama.

Pada saat-saat seperti inilah sang ayah menyampaikan nasihatnya yang

kebanyakan berupa ayat-ayat al-Qur'an.

48

Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah dasar di

Ujungpandang. Setelah itu ia melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat

pertama di kota Malang sambil “nyantri” di Pondok Pesantren Darul

Hadis al-Falaqiyah di kota yang sama. Untuk mendalami studi

keislamannya, Quraish Shihab dikirim oleh ayahnya ke al-Azhar, Cairo,

pada tahun 1958 dan diterima di kelas dua sanawiyah. Setelah itu, ia

melanjutkan studinya ke Universitas al-Azhar pada Fakultas Ushuluddin,

Jurusan Tafsir dan Hadits. Pada tahun 1967 ia meraih gelar LC (setingkat

sarjana S1). Dua tahun kemudian (1969), Quraish Shihab berhasil meraih

gelar M.A. pada jurusan yang sama dengan tesis berjudul al-I jaz at-

Tasryri i al-Qur'an al-Karim (kemukjizatan al-Qur'an al-Karim dari Segi

Hukum) (Nata, 2005 : 364).

Pada tahun 1973 ia dipanggil pulang ke Ujungpandang oleh

ayahnya yang ketika itu menjabat rektor, untuk membantu mengelola

pendidikan di IAIN Alauddin. Ia menjadi wakil rektor bidang akademis

dan kemahasiswaan sampai tahun 1980. Di samping mendududki jabatan

resmi itu, ia juga sering memwakili ayahnya yang uzur karena usia dalam

menjalankan tugas-tugas pokok tertentu. Berturut-turut setelah itu,

Quraish Shihab diserahi berbagai jabatan, seperti koordinator Perguruan

Tinggi Swasta Wilayah VII Indonesia bagian timur, pembantu pimpinan

kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental, dan

sederetan jabatan lainnya di luar kampus. Di celah-celah kesibukannya ia

masih sempat merampungkan beberapa tugas penelitian, antara lain

49

Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia (1975) dan Masalah

Wakaf Sulawesi Selatan (1978). (Karsayuda, 2006 : 130).

Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Mesir untuk

meneruskan studinya di Program Pascasarjana Fakultas Ushuluddin

Jurusan Tafsir Hadis, Universitas Al-Azhar. Hanya dalam waktu dua

tahun (1982) dia berhasil menyelesaikan disertasinya yang berjudul "Nazm

al-Durar li al-Biqai Tahqiq wa Dirasah" dan berhasil dipertahankan

dengan nilai Suma Cum Laude. (Nata, 2005 : 363 – 364).

Tahun 1984 adalah babak baru tahap kedua bagi Quraish Shihab

untuk melanjutkan kariernya. Untuk itu ia pindah tugas dari IAIN Ujung

Pandang ke Fakultas Ushuluddin di IAIN Jakarta. Di sini ia aktif mengajar

bidang Tafsir dan Ulum Al-Qur'an di Program Sl, S2 dan S3 sampai tahun

1998. Di samping melaksanakan tugas pokoknya sebagai dosen, ia juga

dipercaya menduduki jabatan sebagai Rektor IAIN Jakarta selama dua

periode (1992-1996 dan 1997-1998). Setelah itu ia dipercaya menduduki

jabatan sebagai Menteri Agama selama kurang lebih dua bulan di awal

tahun 1998, hingga kemudian dia diangkat sebagai Duta Besar Luar Biasa

dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk negara Republik Arab

Mesir merangkap negara Republik Djibauti berkedudukan di Kairo.

(Karsayuda, 2006 : 130).

Kehadiran Quraish Shihab di Ibukota Jakarta telah memberikan

suasana baru dan disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini terbukti

dengan adanya berbagai aktivitas yang dijalankannya di tengah-tengah

50

masyarakat. Di samping mengajar, ia juga dipercaya untuk menduduki

sejumlah jabatan. Di antaranya adalah sebagai Ketua Majelis Ulama

Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984), anggota Lajnah Pentashhih Al-

Qur'an Departemen Agama sejak 1989. Dia juga terlibat dalam beberapa

organisasi profesional, antara lain Asisten Ketua Umum Ikatan

Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI), ketika organisasi ini didirikan.

Selanjutnya ia juga tercatat sebagai Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu

Syariah, dan Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Dapertemen

Pendidikan dan Kebudayaan. Aktivitas lainnya yang ia lakukan adalah

sebagai Dewan Redaksi Studia Islamika: Indonesian journal for Islamic

Studies, Ulumul Qur 'an, Mimbar Ulama, dan Refleksi jurnal Kajian

Agama dan Filsafat. Semua penerbitan ini berada di Jakarta. (Suplemen

Ensiklopedi Islam, 2, 1994 : 111).

Disamping kegiatan tersebut, H.M.Quraish Shihab juga dikenal

sebagai penulis dan penceramah yang handal. Berdasar pada latar

belakang keilmuan yang kokoh yang ia tempuh melalui pendidikan formal

serta ditopang oleh kemampuannya menyampaikan pendapat dan gagasan

dengan bahasa yang sederhana, tetapi lugas, rasional, dan kecenderungan

pemikiran yang moderat, ia tampil sebagai penceramah dan penulis yang

bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat. Kegiatan ceramah ini ia

lakukan di sejumlah masjid bergengsi di Jakarta, seperti Masjid al-Tin dan

Fathullah, di lingkungan pejabat pemerintah seperti pengajian Istiqlal serta

di sejumlah stasiun televisi atau media elektronik, khususnya di bulan

51

Ramadhan. Beberapa stasiun televisi, seperti RCTI dan Metro TV

mempunyai program khusus selama Ramadhan yang diasuh olehnya.

(Nata, 2005 : 364 – 365).

Di tengah-tengah berbagai aktivitas sosial, keagamaan tersebut,

H.M. Quraish Shihab juga tercatat sebagai penulis yang sangat prolifik.

Buku-buku yang ia tulis antara lain berisi kajian di sekitar epistemologi

Al-Qur'an hingga menyentuh permasalahan hidup dan kehidupan dalam

konteks masyarakat Indonesia kontemporer. Beberapa karya tulis yang

telah dihasilkannya antara lain: disertasinya: Durar li al-Biga'i (1982),

Membumikan Al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat (1992), Wawasan Al-Qur'an:Tafsir Maudlu'i atas Berbagai

Persoalan Umat (1996), Studi Kritis Tafsir al-Manar (1994), Mu'jizat Al-

Qur'an Ditinjau dari Aspek Bahasa (1997), Tafsir al-Mishbah (hingga

tahun 2004) sudah mencapai 14 jilid.

Selain itu ia juga banyak menulis karya ilmiah yang berkaitan

dengan masalah kemasyarakatan. Di majalah Amanah dia mengasuh

rubrik "Tafsir al-Amanah", di Harian Pelita ia pernah mengasuh rubrik

"Pelita Hati", dan di Harian Republika dia mengasuh rubrik atas namanya

sendiri, yaitu "M. Quraish Shihab Menjawab".

3.1.2. Corak Pemikiran M. Quraish Shihab

Ditinjau dari latar belakang riwayat hidupnya, H.M.Quraish

Shihab sangat dekat dengan aktivitas pendidikan dan dakwah, bahkan

sebagai pemikir dan praktisi pendidikan, juga banyak mengisi siraman

52

rohani, terutama di bulan Ramadhan dengan materi kajian al-Qur'an

melalui Tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Misbah. Kepiawayan Quraish

Shihabn dalam bidang tafsir di samping pendidikannya specialisasi

dibidang tafsir juga hal ini, misalnya, dapat dilihat dari ayahnya,

Abdurrahman Shihab (1905-1986) yang tercatat sebagai seorang ulama

dan guru besar. Secara formal, selain menjadi dosen bidang tafsir dan

bidang ilmu-ilmu keislaman lainnya, dia juga konsen dengan manajemen

proses- proses pendidikan. Keseriusannya dalam bidang tersebut terbukti

dengan kenyataan bahwa dia pernah diberi amanat untuk menjadi Rektor

IAIN Alauddin. Selain itu, Abdurrahman Shihab juga termasuk salah satu

pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah universitas swasta

terkemuka di Sulawesi Selatan. Sedangkan secara informal, Abdurrahman

Shihab juga sering.skali berdakwah, menyampaikan siraman rohani di

masjid-masjid. Selanjutnya Quraish Shihab sendiri juga banyak berkiprah

dalam bidang pendidikan. Sejak tahun 1984 hingga sekarang, Quraish

Shihab tercatat sebagai seorang Guru Besar pada Fakultas Ushuluddin dan

Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, ia juga pernah

memangku jabatan sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dua

periode (1992-1996 dan 1997-1998). Sebelum itu, sejak 1989 ia tercatat

sebagai Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional. Dari latar belakang

riwayat hidupnya ini, terlihat bahwa Quraish Shihab aktif dalam kegiatan

pendidikan.

53

Demikian pula bila dilihat dari segi keahliannya, H.M.Quraish

Shihab tercatat sebagai ahli tafsir al-Qur' n yang amat disegani, dan

penulis yang amat produktif. Di antara karya tulisnya itu adalah

Membumikan al-Qur'an Fungsi dan Peran Wahyu yang berisi topik-topik

bahasan: bukti kebenaran al-Qur'an, sejarah perkembangan tafsir, ilmu

tafsir dan problematikanya, gagasan al-Quran tentang pembudayaannya,

agama dan problematikanya, Islam dan cita-cita sosial, Islam dan

perubahan masyarakat, keluarga tiang agama, kualitas pribadi Muslim,

Islam dan pembangunan, Konsep pendidikan dalam al-Qur'an, Islam dan

tujuan ibadah, Islam dan peran ulama. Selanjutnya karya Quraish Shihab

adalah Wawasan al-Qur'an: Tafsir Maudlu'i atas Pelbagai Persoalan

Umat. Buku ini memuat topik pembahasan tentang: al-Qur'an, Tuhan,

Nabi Muhammad Saw., takdir, kematian, hari akhirat, keadilan dan

kesejahteraan, makanan, pakaian, kesehatan, pernikahan, syukur, halal

bihalal, akhlak, manusia, perempuan, masyarakat, umat, kebangsaan, ahl

al-kitab, agama, seni, ekonomi, politik, ilmu dan teknologi, kemiskinan,

masjid, musyawarah, ukhuwah, jihad, puasa, lailatul qadar, dan waktu.

Dalam seluruh topik kajian yang dibahas tersebut H.M. Quraish Shihab

tidak berhenti hanya pada tataran fakta- fakta akademik belaka, melainkan

melalui topik-topik tersebut H.M. Quraish Shihab ingin menyampaikan

pesan moral dan pendidikan kepada umat. Oleh sebab itu, pada setiap

topik kajian yang dikemukakan ia selalu mengemukakan nilai-nilai

edukatif yang terdapat di dalamnya.

54

Dari sejumlah topik kajian tersebut, terdapat tiga topik kajian yang

secara langsung berhubungan dengan pendidikan, yaitu topik tentang

konsep pendidikan dalam al-Qur'an, ilmu pengetahuan dan teknologi serta

akhlak. Sedangkan topik-topik lainnya memiliki hubungan secara tidak

langsung dengan pendidikan. Dalam topik kajian tentang konsep

pendidikan dalam al-Qur'an tersebut, H.M.Quraish Shihab mencoba

menjelaskan pengertian pendidikan, tujuan pendidikan, kurikulum (mated)

pendidikan, metode pendidikan, dan sifat pendidikan Islam.

Ditilik dari segi sifat dan coraknya, pemikiran dan gagasan H.M.

Quraish Shihab tentang pendidikan bertolak dari keahliannya dalam

bidang tafsir al-Quran yang berdasar pada perpaduan pemikiran masa lalu

dengan pemikiran modern. la tampak berpegang pada kaidah yang

umumnya dianut ulama yaitu: al-muhafazah ala al-qadim al-shahih wa al-

akhzu bi al-jadid al-ashlah (Memelihara tradisi lama yang masih relevan

dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Dengan kata lain, H.M.

Quraish Shihab adalah seorang ahli tafsir yang memiliki pandangan

tentang pendidikan. Konsep dan gagasannya tentang pendidikan tersebut

sejalan dengan pandangan al-Qur'an yang menjadi bidang keahliannya.

Pemikiran H.M.Quraish Shihab dalam bidang pendidikan tersebut

tampak sangat dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang tafsir Al-

Qur'an yang dipadukan dengan penguasaannya yang mendalam terhadap

berbagai ilmu lainnya baik ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu

pengetahuan umum serta konteks masyarakat Indonesia. Dengan

55

demikian, ia telah berhasil membumikan gagasan Al-Qur'an tentang

pendidikan dalam arti yang sesungguhnya, yakni sesuai dengan alam

pikiran masyarakat Indonesia.

Pemikiran dan gagasan H.M. Quraish Shihab tersebut telah pula

menunjukkan dengan jelas bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat

yang memiliki implikasi terhadap munculnya konsep pendidikan menurut

Al-Qur'an yang pada gilirannya dapat menjadi salah satu bidang kajian

yang cukup menarik. Upaya ini perlu dilakukan mengingat bahwa di

dalam pemikiran H.M. Quraish Shihab tersebut mengisyaratkan perlunya

melakukan studi secara lebih mendalam tentang pendidikan dalam

perspektif Al-Qur'an.

3.2. Deskripsi Singkat Buku "Membumikan al-Qur'an"

Buku Membumikan al-Qur'an memuat apa yang terekam dari

kumpulan makalah M. Quraish Shihab. Buku ini adalah kumpulan dari

sekian banyak makalah dan uraian M. Quraish Shihab dalam berbagai

forum, yang masih dapat terekam dan diterbitkan. Kendati demikian, buku

yang buku ini tidak sepenuhnya sama dengan makalah yang disampaikan

dalam aneka forum itu, antara lain, karena makalah-makalah tersebut oleh

penulisnya sempurnakan lagi baik dari umpan balik yang berkembang

dalam forum, maupun dari hasil bacaan dan renungan M. Quraish Shihab

ketika mengoreksi kembali makalah-makalah tersebut, atau karena

penggabungan dua atau tiga makalah yang memiliki bahasan serupa.

56

Penyusun buku ini menyadari bahwa menurutnya, zaman kita

ditandai oleh banyak hal yang antara lain adalah lahirnya aneka perubahan

yang menjungkirbalikkan sekian banyak pandangan lama. Kita tentu tidak

dapat mengelak dari perubahan, tetapi tidak semua perubahan bersifat

positif, karena itu kita ditantang memilah dan memilih melalui kajian ulang,

antara lain dengan membandingkan yang lama dan yang baru, kemudian

memilih yang terbaik di antara keduanya. Dalam buku ini pembaca akan

menemukan sekian banyak uraian yang mungkin dapat memberi sedikit

sumbangan ke arah itu.

Sebagaimana halnya setiap buku yang merupakan kumpulan dari

aneka makalah, maka pengulangan beberapa ide dari penulis buku ini tidak

dapat dihindari. Dalam buku ini, kendati telah diusahakan agar hal tersebut

tidak terjadi, dengan menambah uraian bila inti persoalan yang diuraikan

sama atau mirip, namun tidak mustahil pengulangan tersebut masih

ditemukan.

Buku Membumikan Al-Qur'an ini adalah karya seorang pakar tafsir

dan ilmu-ilmu Al-Qur'an dalam upaya kerasnya memancarkan kilau cahaya

sudut-sudut penting "intan" yang dikandung Al-qur'an. Berasal dari enam

puluh lebih makalah dan ceramah yang pernah disampaikan oleh penulisnya

pada rentang waktu 1975 hingga 1992, tema dan gaya pembahasan buku ini

terpola menjadi dua bagian. Di bagian pertama, secara efektif dan efisien,

penulis menjabarkan dan membahas berbagai "aturan main" berkaitan

dengan cara-cara memahami al-Qur'an. Di bagian kedua secara jenial

57

penulis mendemonstrasikan keahliannya dalam memahami sekaligus juga

mencarikan jalan keluar bagi problem-problem intelektual dan sosial yang

muncul di dalam masyarakat dengan berpijak pada "aturan main" al-Qur'an.

Meskipun belum semua problematik di seputar studi-studi al-Qur'an,

keislaman dan kemasyarakatan terungkap secara menyeluruh, namun buku

ini diharapkan dapat mengantarkan para peminat studi al-Qur'an pada

khususnya dan studi keislaman pada umumnya untuk melangkah lebih jauh

dan terarah. Semua buku penting dan langka di bidangnya serta ditulis oleh

seorang pakar yang juga langka di bidangnya.

Buku Membumikan Al-Qur'an pada bab pertama mengungkapkan

bukti kebenaran al-Quran, keotentikan al-Quran, all-Quran dan Ilmu

Pengetahuan, sejarah turun dan tujuan pokok al-Quran, kebenaran ilmiah al-

Quran, hikmah ayat ilmiah al-Quran, al-Quran, ilmu, dan filsafat manusia.

Pada bab kedua diungkakan sejarah perkembangan tafsir, Kebebasan dan

pembatasan dalam tafsir, perkembangan metodologi tafsir, tafsir dan

modernisasi, penafsiran ilmiah al-Quran, metode tafsir tematik. Ejalan

dengan itu maka pada bab ketiga berisi ilmu tafsir dan problematiknya,

hubungan hadis dan al-Quran, fungsi dan posisi sunnah dalam tafsir, ayat-

ayat kawniyyah dalam al-Quran, konsep qath'iy dan zhanniy, soal nasikh

dan mansukh, pokok-pokok bahasan tafsir, penafsiran "khalifah" dengan

metode tematik.

58

Berdasarkan hal itu, maka pada bab keempat buku ini mengupas

tentang gagasan al-Quran tentang pembudayaannya, falsafah dasar "iqra",

konsep pendidikan dalam al-Quran, mengajarkan tafsir di perguruan

tinggi, pengajaran akidah dan syari'ah di sekolah umum, soal penilaian

dalam musabaqah tilawatil Qur'an, komputerisasi al-Quran,

Pada bagian kedua diungkapkan tentang amalan al-Quran, karena

bahasan ditujukan pada bab pertama agama dan problematiknya yang

membahas mengapa beragama? universalisme Islam, agama: antara

absolutisme dan relativisme, kehidupan menurut al-Quran, kematian

dalam al-Quran. Bab kedua memuat Islam dan kemasyarakatan dengan

mengungkapkan Islam dan cita-cita sosial, Islam dan perubahan

masyarakat, keluarga tiang negara, riba menurut al-Quran, kedudukan

perempuan dalam al-Quran, kualitas pribadi muslimah, Islam, gizi, dan

kesehatan masyarakat, Islam, kependudukan, dan lingkungan hidup, Islam

dan pembangunan. Sedangkan dalam bab tiga tentang Islam dan tuntunan

ibadah dibahas mengenai tujuan puasa menurut al-Quran, laylat al-qadr,

makna halal bihalal, soal zakat dan 'amil zakat, makna ibadah haji makna

isra' dan mi'raj, hikmah hijrah, wisata ziarah menurut al-Quran. Pada bab

keempat tentang Islam dan peran ulama dibahas mengenai soal ukhuwah

islamiyah, keragaman dan kerukunan menurut al-Quran, selamat natal

menurut al-Quran, ulama, kaum muda, dan pemerintah, ulama sebagai

pewaris nabi, peran dan tanggung jawab intelektual muslim, strategi

dakwah.

59

3.2.1. Dakwah di tengah Kemajuan Sains dan Teknologi

Strategi dakwah merupakan sebagai proses siasat, taktik atau

manuver yang merefleksikan metode dan segala upaya untuk menghadapi

sasaran dakwah dalam situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan

dakwah secara optimal. Tujuan dakwah adalah memenuhi perintah Allah

Swt dan melanjutkan tersiarnya syari'at Islam secara merata. Dakwah

bertujuan untuk mengubah sikap mental dan tingkah laku manusia yang

kurang baik menjadi lebih baik atau meningkatkan kualitas iman dan Islam

seseorang secara sadar dan timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa

terpaksa oleh apa dan siapa pun (Shihab, 2004: 446).

M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Wawasan al-

Qur'an Tafsir Maudhu i Atas Pelbagai Persoalan Umat berpendapat bahwa

dari hari ke hari tercipta mesin-mesin semakin canggih. Mesin-mesin

tersebut melalui daya akal manusia digabung-gabungkan dengan yang

lainnya, sehingga semakin kompleks, serta tidak bisa lagi dikendalikan oleh

seorang. Tetapi akhirnya mesin dapat mengerjakan tugas yang dulu mesti

dilakukan oleh banyak orang. Pada tahap ini, mesin telah menjadi semacam

"seteru" manusia, atau lawan yang harus disiasati agar mau mengikuti

kehendak manusia. Dewasa ini telah lahir teknologi khususnya di bidang

rekayasa genetika yang dikhawatirkan dapat menjadikan alat sebagai

majikan. Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal "majikan" yang akan

diperbudak dan ditundukkan oleh alat. Jika begitu, ini jelas bertentangan

dengan kedua catatan yang disebutkan di terdahulu (Shihab, 2004: 446).

60

M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Menabur Pesan

Ilahi menjelaskan bahwa sebagian pakar menguraikan betapa kemajuan

teknologi yang kini dikembangkan sangat rawan terhadap sisi negatif yang

disinggung di atas. Misalnya, uraian yang menyebut bahwa manusia sering

kali tidak mampu membedakan apa yang dia inginkan dan apa yang dia

butuhkan, dan menduga bahwa sesuatu yang baik adalah sesuatu yang telah

dapat dilakukan, tanpa seleksi apakah yang mampu dilakukan itu perlu atau

diinginkan, atau justru sebaliknya. Apakah perpindahan dari satu tempat ke

tempat lain melebihi kecepatan suara dibutuhkan atau tidak? Apakah

kemampuan menembus ruang angkasa diperlukan atau tidak? Apakah

kloning merupakan kebutuhan manusia atau sekadar keinginan yang timbul

karena keberhasilannya sudah di pelupuk mata? Sampai kini belum ada

sesuatu yang begitu kuat yang mampu membatasi keinginan sementara

ilmuwan untuk mewujudkan dalam kenyataan apa yang dapat dilakukannya.

Sebab, sebagian dari apa yang mampu diwujudkan itu sebenarnya tidak

diperlukan, bahkan boleh jadi membahayakan diri manusia. Ini dapat

menjadikan manusia seperti kupu-kupu yang berhasil keluar dari

kepompongnya dan berhasil terbang, tetapi akhirnya terbakar sendiri akibat

kemampuannya itu (Shihab, 2004: 157)

M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Membumikan al-

Qur'an berpendapat bahwa apa yang akan terjadi di masa datang tidak

terlepas dari apa yang terjadi masa kini. Karenanya, secara umum, terlebih

dahulu harus diamati keadaan masa kini dalam kaitannya dengan dakwah,

61

agar apa yang diharapkan dari uraian ini dapat dikemukakan. Apa yang akan

terjadi pada tahun akan datang, bukanlah satu hal yang mudah diramalkan,

apalagi jika pandangan ditujukan kepada seluruh problem yang berkaitan

dengan dakwah. Ini berarti membicarakan seluruh kehidupan masyarakat

dalam berbagai aspek, baik aspek sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya

(Shihab, 2004: 394).

3.2.2. Gejala Umum Masyarakat Dewasa Ini

Menurut Shihab, gejala umum yang dapat dirasakan atau dilihat

dewasa ini khususnya dalam kaitannya dengan kehidupan beragama adalah

banyaknya ilmuwan yang berdomisili di kota-kota besar yang menyadari

benar bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) tidak mampu

menyelesaikan segala problem kehidupan manusia. Karena iptek tidak

mampu memberi ketenangan batin kepada mereka, terasa ada sesuatu "yang

kurang pas" atau "hilang" dari diri mereka. Mereka pun berusaha

menemukan "yang hilang" itu melalui beberapa cara, antara lain dengan

mencarinya pada ajaran spiritual keagamaan. Semaraknya kehidupan

keagamaan di kota-kota besar setelah sebelumnya memudar yang dihuni

oleh lapisan atas baik dari segi ekonomi maupun pengetahuan merupakan

salah satu indikator tentang betapa besarnya kesadaran akan "kehilangan"

tersebut. Sekian banyak pria dan wanita berusia tua atau muda yang tadinya

tidak mengenal agama, kini kembali ke pangkuan agama. Sehingga, tidak

jarang pula di-"temukan" orang yang diduga keras belum merasakan

62

nikmatnya beragama, menjadi malu untuk tidak melaksanakan tuntunan

agama (Shihab, 2004: 394).

Di Jakarta, misalnya menurut Shihab, pada tahun 1965 jumlah

masjid kurang lebih hanya 500 buah. Kini, jumlahnya telah melebihi angka

2000, dan hampir kesemuanya penuh sesak pada saat berlangsung upacara

shalat Jumat. Belum lagi yang dilaksanakan di kantor-kantor pemerintah

atau swasta. Kalau gambaran di atas, secara umum atau lahiriah, dapat

dikatakan menggembirakan dari segi dakwah, maka berbeda halnya dengan

keadaan di luar kota-kota besar. Di samping kesenjangan ekonomi antara

penduduk pedesaan dan perkotaan yang merupakan gejala umum dan yang

tentunya mempunyai dampak dalam berbagai bidang, pelaksanaan dakwah

di pedesaan seringkali tidak menemukan sasarannya. Misalnya, tema dan

materi dakwah seringkali tidak membumi atau menyentuh problem-problem

dasar mereka, sehingga kelemahan dalam bidang ekonomi digunakan oleh

sementara pihak untuk maksud-maksud tertentu.

Menurut Shihab, masuknya informasi melalui media elektronik dan

cetak ke pedesaan, di samping membawa dampak-dampak positif juga

menghasilkan dampak-dampak negatif. Pemberitaan-pemberitaan tentang

berbagai peristiwa telah sedemikian "maju" dan "menyentuh" sehingga

materi-materi dakwah yang disampaikan oleh para muballigh dan da'i yang

tidak siap menjadi tertinggal sangat jauh (Shihab, 2004: 395).

63

3.2.3. Dakwah Perkotaan

Menurut Shihab, di kota-kota, sebagaimana dikemukakan di atas,

berdomisili banyak ilmuwan dari berbagai disiplin serta usahawan-

usahawan yang sukses sekaligus haus ketenangan batin. Sebagian mereka

tampil ke depan secara mandiri atau termasuk dalam kelompok studi

keagamaan untuk mengatasi kehausan itu. Harus diakui bahwa tidak sedikit

dari mereka yang berhasil bukan hanya memuaskan diri dan keluarganya,

tetapi juga masyarakat sekitarnya. Mereka mampu memadukan antara

disiplin ilmu yang mereka tekuni dengan ajaran-ajaran agama yang diyakini,

sehingga agama terasa dan terbukti semakin rasional dan semakin

menyentuh. Tetapi, di sisi lain, tidak jarang pula kehausan akan pegangan

mengantar sebagian yang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaran

agama dengan sangat ketat dan- kaku. Sebagai gambaran ekstremnya adalah

demikian: seseorang yang dapat dinilai sebagai ilmuwan kadang

beranggapan bahwa masyarakat ideal adalah masyarakat yang tidak

menggunakan listrik atau kursi karena keduanya belum atau tidak digunakan

oleh masyarakat Islam pada masa Rasulullah saw (Shihab, 2004: 395).

Akibat yang ditimbulkan oleh usaha belajar sendiri tanpa

mengetahui seluk-beluk disiplin ilmu agama, atau bimbingan dari da'i yang

belum siap, adalah lahirnya kelompok kecil yang "menyempal" dari

masyarakat Islam. Timbulnya kelompok-kelompok kecil tersebut bukan saja

merugikan diri mereka sendiri dari sudut pandangan agama, tetapi juga

merugikan keseluruhan umat Islam bahkan juga masyarakat bangsa. Karena,

64

tidak jarang sikap dan pandangan-pandangan mereka menimbulkan

keresahan-keresahan sosial.

Menurut Shihab, salah satu hal yang harus diantisipasi oleh dakwah

di masa datang, adalah kelompok-kelompok semacam itu, yang diduga akan

terus bermunculan sebagai salah satu akibat dari kehausan batin serta

ketidakmampuan para da'i untuk memberikan kepuasan ruhani dan nalar

kepada sasaran dakwah (Shihab, 2004: 396).

Menurut Shihab, beberapa butir masalah berkaitan dengan

kelompok-kelompok dalam kehidupan keagamaan.

1) Tidak dapat disangkal bahwa perbedaan pendapat dalam segala aspek

kehidupan manusia merupakan satu fenomena yang telah lahir bersamaan

dengan lahirnya masyarakat dan hanya berakhir dengan berakhirnya

masyarakat. Umat Islam tidak terkecuali akan terkena fenomena tersebut

sejak zaman Nabi Muhammad saw., walaupun tentunya perbedaan-

perbedaan pada masa itu tidak meruncing karena kehadiran Nabi saw., di

tengah-tengah mereka. Dalam perkembangan lebih lanjut, perbedaan-

perbedaan tersebut melahirkan aliran-aliran dalam Islam bahkan kemudian

menjadikan umat Islam berkelompok-kelompok. Sebagian orang ada yang

menghitungnya sebanyak 73 kelompok untuk menyesuaikan jumlah

tersebut dengan sebuah hadis yang memberitakan pengelompokan tersebut

dan ada pula yang menghitungnya lebih dari itu.

2) Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa salah satu faktor penyebab

timbulnya perbedaan tersebut adalah dikarenakan redaksi ayat-ayat Al-

65

Quran dan hadis-hadis Nabi saw. Tidak seorang pun yang dapat

memastikan maksud yang sebenarnya dari suatu redaksi atau ucapan

kecuali pemiliknya sendiri. Sehingga, pengertian yang dipahami oleh

pembaca atau pendengar dapat saja bersifat relatif. Tetapi, walaupun

demikian, hal itu tidak berarti bahwa tidak ada tolok ukur untuk menilai

kebenaran satu pendapat, atau kedekatannya kepada kebenaran.

3) Salah satu dari kelima pokok ajaran adalah pemeliharaan terhadap agama

itu sendiri, yang antara lain menuntut peningkatan pemahaman umat

terhadap ajaran agamanya, serta usaha membentengi mereka dari segala

bentuk pencemaran dan pengeruh kemurniannya. Benar bahwa manusia

diberi kebebasan oleh Tuhan untuk memilih agama atau bahkan tidak

beragama. Tetapi, bagi yang memilih, tidak lagi diberi kebebasan untuk

memilah agama itu, sehingga menganut apa yang dianggapnya sesuai dan

menolak yang dinilainya tidak sesuai (Shihab, 2004: 396).

Menurut Shihab, agama pilihan adalah satu paket. Lebih jauh, agama

Islam tidak memberi kepada seorang Muslim kebebasan memilih keragaman-

keragaman pendapat yang berkembang dalam bidang ushul al-din (prinsip-

prinsip pokok agama) semacam Keesaan Tuhan, Kedudukan Muhammad saw.

sebagai nabi terakhir, kedudukan dan fungsi Sunnah beliau, kewajiban shalat,

puasa, haji, dan sebagainya.

Kebebasan memilih hanya dibolehkan dalam bidang furu' (cabang).

Itupun hanya berlaku selama yang mengemukakan pendapat dalam bidang

tersebut adalah seseorang yang memiliki otoritas dalam disiplin ilmu tertentu.

66

Di sini wajar untuk digarisbawahi, bahwa ada sekian banyak masalah-masalah

keagamaan yang kait berkait dengan berbagai disiplin ilmu. Sehingga, ketika

memberikan keputusan agama, para ahli dalam berbagai disiplin terkait

seharusnya berperan serta bersama agamawan dalam memecahkannya.

Adapun. masalah-masalah yang dicakup oleh bidang ijma'

(persepakatan ulama) menurut Shihab, maka walaupun penolakannya tidak

berakibat dikeluarkannya si penolak dari komunitas Muslim, namun bila

ditinjau dari segi kewajiban memelihara agama dan kemurniannya, pada

hakikatnya hal itu tidak jauh berbeda dengan kedudukan ushul al-din. Artinya

umat berkewajiban melakukan usaha-usaha konkret guna membentengi diri

dan membendung tersebar luasnya paham seperti itu.

Di sini, kebebasan beragama tidak dapat dijadikan dalih dan alasan

karena di samping kebebasan itu tidak mencakup bidang ini, juga dan yang

lebih penting lagi karena kewajiban pemeliharaan kemurnian agama

mempunyai kedudukan yang melebihi bahkan bertentangan dengan dalih

kebebasan tersebut.

Butir-butir di atas menurut Shihab mengantarkan kita untuk

berkesimpulan bahwa kelompok-kelompok seperti yang digambarkan di atas

tidak serta merta dijatuhi vonis "sesat dan atau menyesatkan", sebagaimana

yang kadang terjadi dewasa ini. Kita tidak berhak membendungnya dengan

memutar-balikkan fakta, tetapi kita harus menghadapi mereka dengan

argumentasi-argumentasi ilmiah yang kokoh serta dengan dada yang sangat

lapang.

67

Dari uraian sekilas di atas, agaknya dapat disimpulkan bahwa dakwah

di perkotaan harus didukung oleh uraian-uraian ilmiah dan logis serta

menyentuh hati dan menyejukkannya. Sementara ahli menurut Shihab

menggambarkan perkembangan dakwah dari masa ke masa dengan

menyatakan bahwa pada mulanya dakwah selalu dikaitkan dengan alam

metafisika disertai dengan janji-janji dan ancaman-ancaman ukhrawi.

Kemudian beralih kepada pengaitan ajaran agama dengan bukti-bukti ilmiah

rasional. Dan kini, kata mereka, dakwah seharusnya lebih banyak mendorong

masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Hemat Shihab,

pemilahan semacam itu tidak selalu harus demikian. Karena di satu saat

khusus di kalangan kaum terpelajar, kesadaran dan kepuasan yang mereka

dambakan bukanlah selalu harus melalui dorongan berpartisipasi dalam

pembangunan.

3.2.4. Dakwah di Daerah Pinggiran dan Pedesaan

Perumusan masalah dalam hal ini dikaitkan secara erat dengan situasi

dan kondisi kemasyarakatan secara luas. Menurut Shihab, situasi dan kondisi

dimaksud tecermin antara lain dalam:

1) lemahnya kemampuan kelembagaan dalam mengembangkan swadaya

masyarakat,

2) adanya anutan eksklusif ('ashabiyyah atau fanatisme) sehingga

kemampuan menopang aspirasi seluruh umat sangat kurang.

3) keterbatasan lapangan kerja, informasi dan pembinaan di kalangan

masyarakat miskin perkotaan/pinggiran dan pedesaan.

68

4) keterbatasan dana khususnya di luar kota-kota besar, serta lebih-lebih lagi

ditunjang oleh pandangan keagamaan menyangkut kredit perbankan

(Shihab, 2004: 398).

Berdasar sedikit dari banyak masalah yang dikemukakan di atas, maka

alternatif gerakan dakwah yang digalakkan di masa datang adalah apa yang

selama ini dikenal dengan da'wah bil hal atau "dakwah pembangunan".

Alternatif ini berangkat dari asumsi bahwa syarat utama agar suatu komunitas

dapat memelihara dan mengembangkan identitasnya adalah terciptanya

kondisi yang terorganisasi, yang kemudian memudahkan persatuan, kerja

sama, dan pergerakan ke arah yang lebih produktif.

Selama ini menurut Shihab, dakwah mengajarkan kepada umat bahwa

Islam datang membawa rahmat untuk seluruh alam dan tentunya lebih-lebih

lagi untuk pemeluknya. Tetapi, sangat disayangkan bahwa kerahmatan

tersebut tidak dirasakan menyentuh segi-segi kehidupan nyata kaum Muslim,

lebih-lebih yang hidup di pedesaan. Hal di atas disebabkan antara lain karena

yang menyentuh mereka dari ajaran agama selama ini, baru segi-segi ibadah

ritual (ibadah murni), sedangkan segi-segi lainnya kalaupun disentuh dan

dilaksanakan hanya dalam bentuk individual dan tidak dalam bentuk kolektif.

Da'wah bil hal diharapkan menunjang segi-segi kehidupan masyarakat,

sehingga pada akhirnya setiap komunitas memiliki kemampuan untuk

mengatasi kebutuhan dan kepentingan anggotanya, khususnya dalam bidang

ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat (Shihab, 2004: 398)..

69

Membicarakan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang,

berkait erat pula dengan jumlah penduduk yang pada saat itu diperkirakan

mencapai 225 juta orang, yang kesemuanya membutuhkan sarana kehidupan,

sehingga pembangunan pun harus mengarah kepada industri. Bila hal ini

terlaksana, maka tantangan-tantangan akan semakin berat, apalagi jika,

hipotesis yang menyatakan bahwa masyarakat industri akan lebih menjauh

dari agama sehingga penyakit-penyakit masyarakat akan lebih banyak dan

lebih parah. Oleh sebab itu dakwah tentunya harus mengambil peranan yang

lebih besar, karena bila tidak, maka pembangunan nasional yang didambakan

tidak akan dapat tercapai (Shihab, 2004: 399)..

70

BAB IV

ANALISIS PENDAPAT M. QURAISH SHIHAB TENTANG STRATEGI

DAKWAH

4.1. Analisis Strategi Dakwah M. Quraish Shihab

Apabila memperhatikan pendapat M. Quraish Shihab sebagaimana

telah diketengahkan dalam bab tiga skripsi ini, maka ada butir penting yang

harus diantisipasi oleh para da'i dalam strategi dakwah: Tujuan tidak akan

mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau

perbuatan itu tidak terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik, sebenarnya

merupakan cara yang digunakan, dan merupakan bagian dari strategi.

Strategi yang disusun, dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan baik

dapat membuahkan pelaksanaan yang disebut strategis (Rafi'udin dan

Djaliel, 1997: 76). Menurut Hisyam Alie yang dikutip Rafi'udin dan Djaliel,

untuk mencapai strategi yang strategis harus memperhatikan apa yang

disebut SWOT.

Apabila strategi dakwah M. Quraish Shihab dihubungkan dengan

analisis SWOT, maka yang menjadi kekuatan yaitu saat ini adanya

organisasi dakwah dalam berbagai nama dan bentuk dengan

mengkoordinasikan dana secara baik dan tersedianya sarana dan perasarana.

Kelemahannya yakni organisasi dakwah masih kekurangan dana dan

fasilitas. Meskipun demikian ada peluang yaitu sumbangan dari para

dermawan serta dukungan masyarakat yang makin kuat terhadap eksistensi

71

dakwah. Ancaman dari luar tentunya ada yaitu para misionaris kristen pun

menggunakan berbagai strategi untuk menanamkan agama Kristen.

Pertama, Strategi Dakwah di tengah Kemajuan Sains dan Teknologi.

M. Quraish Shihab dalam bukunya yang berjudul: Wawasan al-Qur'an

Tafsir Maudhu i Atas Pelbagai Persoalan Umat berpendapat:

Dari hari ke hari tercipta mesin-mesin semakin canggih. Mesin-mesin tersebut melalui daya akal manusia digabung-gabungkandengan yang lainnya, sehingga semakin kompleks, serta tidak bisalagi dikendalikan oleh seorang. Tetapi akhirnya mesin dapatmengerjakan tugas yang dulu mesti dilakukan oleh banyak orang.Pada tahap ini, mesin telah menjadi semacam "seteru" manusia, ataulawan yang harus disiasati agar mau mengikuti kehendak manusia.Dewasa ini telah lahir teknologi khususnya di bidang rekayasagenetika yang dikhawatirkan dapat menjadikan alat sebagai majikan.Bahkan mampu menciptakan bakal-bakal "majikan" yang akandiperbudak dan ditundukkan oleh alat (Shihab, 2006: 446).

Kedua, Strategi Dakwah di Tengah Gejala Umum Masyarakat

Dewasa Ini. Menurut Shihab;

Masuknya informasi melalui media elektronik dan cetak kepedesaan, di samping membawa dampak-dampak positif jugamenghasilkan dampak-dampak negatif. Pemberitaan-pemberitaantentang berbagai peristiwa telah sedemikian "maju" dan"menyentuh" sehingga materi-materi dakwah yang disampaikan olehpara muballigh dan da'i yang tidak siap menjadi tertinggal sangatjauh (Shihab, 2006: 395).Ketiga, Strategi Dakwah di Tengah Masyarakat Perkotaan.

Menurut Shihab, di kota-kota, sebagaimana dikemukakan di atas,berdomisili banyak ilmuwan dari berbagai disiplin serta usahawan-usahawan yang sukses sekaligus haus ketenangan batin. Sebagianmereka tampil ke depan secara mandiri atau termasuk dalamkelompok studi keagamaan untuk mengatasi kehausan itu. Harusdiakui bahwa tidak sedikit dari mereka yang berhasil bukan hanyamemuaskan diri dan keluarganya, tetapi juga masyarakat sekitarnya.Mereka mampu memadukan antara disiplin ilmu yang mereka tekunidengan ajaran-ajaran agama yang diyakini, sehingga agama terasadan terbukti semakin rasional dan semakin menyentuh. Tetapi, di

72

sisi lain, tidak jarang pula kehausan akan pegangan mengantarsebagian yang lain untuk memahami dan melaksanakan ajaranagama dengan sangat ketat dan- kaku. Sebagai gambaranekstremnya adalah demikian: seseorang yang dapat dinilai sebagaiilmuwan kadang beranggapan bahwa masyarakat ideal adalahmasyarakat yang tidak menggunakan listrik atau kursi karenakeduanya belum atau tidak digunakan oleh masyarakat Islam padamasa Rasulullah saw (Shihab, 2006: 395).Akibat yang ditimbulkan oleh usaha belajar sendiri tanpamengetahui seluk-beluk disiplin ilmu agama, atau bimbingan darida'i yang belum siap, adalah lahirnya kelompok kecil yang"menyempal" dari masyarakat Islam. Timbulnya kelompok-kelompok kecil tersebut bukan saja merugikan diri mereka sendiridari sudut pandangan agama, tetapi juga merugikan keseluruhanumat Islam bahkan juga masyarakat bangsa. Karena, tidak jarangsikap dan pandangan-pandangan mereka menimbulkan keresahan-keresahan sosial.Menurut Shihab, salah satu hal yang harus diantisipasi oleh dakwahdi masa datang, adalah kelompok-kelompok semacam itu, yangdiduga akan terus bermunculan sebagai salah satu akibat darikehausan batin serta ketidakmampuan para da'i untuk memberikankepuasan ruhani dan nalar kepada sasaran dakwah (Shihab, 2006:396).

Keempat, Strategi Dakwah di Daerah Pinggiran dan Pedesaan.

Selama ini menurut Shihab, dakwah mengajarkan kepada umatbahwa Islam datang membawa rahmat untuk seluruh alam dantentunya lebih-lebih lagi untuk pemeluknya. Tetapi, sangatdisayangkan bahwa kerahmatan tersebut tidak dirasakan menyentuhsegi-segi kehidupan nyata kaum Muslim, lebih-lebih yang hidup dipedesaan. Hal di atas disebabkan antara lain karena yang menyentuhmereka dari ajaran agama selama ini, baru segi-segi ibadah ritual(ibadah murni), sedangkan segi-segi lainnya kalaupun disentuh dandilaksanakan hanya dalam bentuk individual dan tidak dalam bentukkolektif.Da'wah bil hal diharapkan menunjang segi-segi kehidupanmasyarakat, sehingga pada akhirnya setiap komunitas memilikikemampuan untuk mengatasi kebutuhan dan kepentingananggotanya, khususnya dalam bidang ekonomi, pendidikan, dankesehatan masyarakat (Shihab, 2006: 398)..

Berdasarkan pendapat M. Quraish Shihab tersebut maka pada intinya

M. Quraish Shihab mengingatkan kepada para da'i agar dalam meletakkan

73

strategi dakwah di perkotaan dengan masyarakat pedesaan harus dibedakan.

Dakwah pada masyarakat kota lebih dituntut rasional, logis dan mampu

menarik benang merah dengan kapasitas kemampuan mad'u perkotaan yang

lebih cenderung menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sini para

da'i dituntut untuk bisa menguasai IPTEK sehingga pemaparan Islam tidak

sekadar menyampaikan ajaran agama yang sudah ada 1500 tahun yang lalu

jika dihitung mulai diturunkannya al-Qur'an semasa hidup Nabi Muhammad

SAW.

Sebaliknya dalam perspektif M. Quraish Shihab bahwa dakwah di

pedesaan jangan hanya bersifat normatif yang hanya berbicara yang halal

dan haram, namun lebih jauh dari itu dakwah harus menyentuh aspek

pembangunan karena masyarakat pedesaan pada umumnya masih tertinggal

dalam sektor ekonomi, di antaranya pengangguran, kesenjangan sosial, daya

tarik dan bujuk rayu dari kelompok ekonomi yang kuat yang menyeret

masyarakat pedesaan pada paham yang serba membolehkan. Betapa kurang

berartinya jika penyampaian ajaran agama tidak mampu memecahkan

persoalan perut mereka yang kosong.

Demikian pula dakwah terhadap kelompok orang yang fanatik dalam

arti membabi buta dalam menafsirkan ajaran agama sehingga ditafsirkan

secara sempit atau harfiah, maka hal ini menjadi bahaya yang mengancam

ketenangan masyarakat. Berdasarkan hal itu maka dalam pandangan M.

Quraish Shihab bahwa para da'i harus mampu mengantisipasi bahaya

tersembunyi ini, bahaya ini seakan tidak mempunyai gerakan tapi bentuknya

74

pasti. Penafsiran yang keliru terhadap agama yang hanya

menginterpretasikan agama secara sempit tanpa memiliki standar penafsiran

yang mendekati kebenaran maka hal ini menyeret umat Islam pada

kesesatan.

Lebih jauh dari itu M. Quraish Shihab mengingatkan bahwa

tantangan besar untuk para da'i adalah meluruskan para penganut kebebasan

yang sebebas-bebasnya dalam menjatuhkan aspek hukum ajaran agama. Jika

masalah ushuluddin (pokok agama) maka hal ini sudah tidak bisa ditawar

lagi karena ruang akal dibatasi. Dalam kenyataannya masih banyak

kelompok yang mencoba menundukkan masalah akidah dengan akal,

padahal pada wilayah akidah maka kebenarannya adalah absolut dan tidak

bisa semuanya diuji dengan kapasitas akal yang terbatas, kecuali masalah

furuiyah atau cabang maka manusia dipersilahkan untuk berijtihad. Namun

ini pun tidak bisa dilakukan sembarang orang melainkan harus yang

memiliki otoritas atau kemampuan sebagai mujtahid. Jika masalah ijtihad

dikembangkan oleh orang yang paham keagamaannya masih dangkal maka

hal ini pun bisa menyesatkan umat.

Menyikapi pandangan M. Quraish Shihab berkaitan dengan strategi

dakwah Islam, maka diperlukan pengenalan yang tepat dan akurat terhadap

realitas hidup manusia yang secara aktual berlangsung dalam kehidupan dan

mungkin realitas hidup antara satu masyarakat dengan masyarakat lain

berbeda. Di sini, juru dakwah dituntut memahami situasi dan kondisi

masyarakat yang terus mengalami perubahan, baik secara kultural maupun

75

sosial-keagamaan. Strategi dakwah semacam ini telah diperkenalkan dan

dikembangkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam menghadapi situasi

dan kondisi masyarakat Arab saat itu. Strategi dakwah Rasulullah yang

dimaksud antara lain menggalang kekuatan di kalangan keluarga dekat dan

tokoh kunci yang sangat berpengaruh di masyarakat dengan jangkauan

pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah ke Madinah untuk fath al-

Makkah dengan damai tanpa kekerasan, dan lain sebagainya (Rafi'udin dan

Djaliel, 1997: 78).

Kemudian, jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini, maka juru

dakwah harus memahami perubahan transisional dari transaksi pada

kekuatan magis dan ritual ke arah ketergantungan pada sains dan

kepercayaan serta transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan

tunggal ke arah keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi, suatu strategi tidak

bersifat universal. la sangat tergantung pada realitas hidup yang sedang

dihadapi. Karena itu, strategi harus bersifat terbuka terhadap segala

kemungkinan perubahan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah (Pimay,

2005: 53)..

Berkaitan dengan perubahan masyarakat yang berlangsung di era

globalisasi, maka perlu dikembangkan strategi dakwah Islam sebagai

berikut. Pertama, meletakkan paradigma tauhid dalam dakwah. Pada

dasarnya dakwah merupakan usaha penyampaian risalah tauhid yang

memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter, keadilan

dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan

76

manusia agar mampu memahami hakekat hidup yang berasal dari Allah dan

akan kembali kepada-Nya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan

kedhaifan manusia, maka dakwah tidak lain merupakan suatu proses

memanusiakan manusia dalam proses transformasi sosio-kultural yang

membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu, tauhid merupakan kekuatan

paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah.

Kedua, perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan

paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi

sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan

seolah-olah sudah merupakan standar keagamaan yang final sebagaimana

agama Allah. Pemahaman agama yang terialu eksoteris dalam memahami

gejala-gejala kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang

dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan

pemikiran inovatif yang dapat mengubah kemapanan pemahaman agama

dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman keagamaan yang

terbuka.

Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam

berorientasi pada upaya amar ma'ruf dan nahi munkar. Dalam hal ini,

dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan

pengajian umum atau memberikan ceramah di atas podium, lebih dari itu

esensi dakwah sebetulnya adalah segala bentuk kegiatan yang mengandung

unsur amar ma'ruf dan nahi munkar (Pimay, 2005: 52). Dalam QS. Ali

Imran/3: 110, Allah berfirman:

77

) :(Artinya: Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk

manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dariyang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahlikitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antaramereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalahorang-orang yang fasik (Q.S. Ali Imran/3: 110) (Depag RI,1978: 94).

Selanjutnya, strategi dakwah Islam sebaiknya dirancang untuk lebih

memberikan tekanan pada usaha-usaha pemberdayaan umat, baik

pemberdayaan ekonomi, politik, budaya, maupun pendidikan. Karena itu,

strategi yang perlu dirumuskan dalam berdakwah perlu memperhatikan

asas-asas sebagai berikut. Pertama, asas filosofis, asas ini erat hubungannya

dengan perumusan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau

aktivitas dakwah. Kedua, asas kemampuan dan keahlian (Achievemen and

professional) da'i. Ketiga, asas sosiologis, asas ini membahas tentang

persoalan-persoalan yang berhubungan dengan situasi dan kondisi

masyarakat obyek dakwah. Misalnya situasi politik, ekonomi, keamanan,

kehidupan beragama masyarakat dan lain sebagainya. Keempat, asas

psikologis, merupakan asas yang membahas tentang aspek kejiwaan

manusia, untuk memahami karakter penerima dakwah agar aktivitas dakwah

berjalan dengan baik. Kelima, asas efektif dan efisien, hal ini merupakan

penerapan prinsip ekonomi dalam dakwah, yaitu pengeluaran sedikit untuk

mendapatkan penghasilan yang semaksimal mungkin. Setidak-tidaknya

78

seimbang antara tenaga, pikiran, waktu dan biaya dengan pencapaian

hasilnya (Syukir, 1983: 32-33).

Karena itu, dakwah masa depan perlu mengagendakan beberapa hal

antara lain: Pertama, mendasarkan proses dakwah pada pemihakan terhadap

kepentingan masyarakat. Kedua, mengintensifkan dialog dan menjaga

ketertiban masyarakat, guna membangun kesadaran kritis untuk

memperbaiki keadaan. Ketiga, memfasilitasi masyarakat agar mampu

memecahkan masalahnya sendiri serta mampu melakukan transformasi

sosial yang mereka kehendaki. Keempat, menjadikan dakwah sebagai media

pendidikan dan pengembangan potensi masyarakat, sehingga masyarakat

akan terbebas dari kejahilan dan kedhaifan (Syukir, 1983: 172).

Perkembangan akhir-akhir ini terutama dalam bidang ilmu

pengetahuan, teknologi dan informasi telah begitu meninggalkan umat Islam

jauh di belakangnya. Bahkan dalam perkembangan pemikiran umat Islam

sendiri pun belum tersosialisasikan dengan baik. Lagi pula dalam kajian-

kajian ilmiah bidang keagamaan justru kalah dan tertinggal dari "orang lain"

yang mengkaji keislaman, terutama apabila dibandingkan dengan para

Orientalis Barat. Juga dalam penerimaan terhadap pemikiran baru,

mayoritas umat Islam masih terkesan "menutup diri" dari perkembangan

pemikiran keislaman. Realitas ini banyak dijumpai pada daerah-daerah

Indonesia, terutama Jawa, yang memiliki tipologi masyarakat yang terkesan

masih sangat meminjam istilah Eric Fromm, mitologis dan kultis dengan

corak eksklusif dan sektarian. Sehingga mayoritas umat Islam sekarang ini

79

mengalami dis-informasi yang berakibat timbulnya "keterbelahan jiwa" atau

mental dis-order ketika berhadapan dengan segala sesuatu yang

dianggapnya baru serta modern. Karena daya inferiority complex yang

berlebihan itu banyak umat Islam yang terkesan phobi terhadap gejala-

gejala baru dalam pemahaman keagamaan yang mereka anggap sebagai

produk Barat. Walaupun itu menyangkut perkembangan umat Islam sendiri.

Sehingga sikap yang diperlihatkan terkesan amat ambiguistis.

Hal ini paling tidak disebabkan oleh tiga hal:

a. Umat Islam kurang respect terhadap perkembangan informasi-informasi

baru baik dalam skala umum ataupun religi lewat media-media yang

tersedia baik cetak maupun lainnya. Bahkan masih banyak para da'i yang

membuat jalur pemisah antara faktor agama dengan faktor yang

dianggapnya profan seperti pembangunan nasional umpamanya. Sehingga

materi tentang pembangunan nasional tidak termasuk dalam agenda

dakwah mereka.

b. Akibat dari yang pertama, para da'i yang selama ini menjadi kunci

informasi religius bagi umat beragama kurang/tidak mampu memberikan

dan mensosialisasikan informasi-informasi yang sangat dibutuhkan umat

sehubungan dengan perkembangan yang terjadi.

c. Kedua dilema di atas berakibat metoda dakwah sampai saat ini

simplifikasinya masih dalam tataran fiqih-sentris (Ibadah dan amaliyah-

mahdhah par exelence).

80

Hal itu dapat sedikit diantisipasi dengan upaya memperluas

cakrawala pengetahuan para ulama dan cendekiawan, karena problem yang

ada selama ini, masih banyak da'i yang masih terjebak dalam kondisi

berpikir 'ala mazhabi yang berakibat dakwahnya terkesan sangat

eksklusifistik dan sektarianis. Mereka terjerembab dalam sudut pemahaman

normatifitas an sich, tanpa memperimbangkan aspek empiris-praksis dalam

sosial kemasyarakatan. Akibatnya Islam seakan-akan hanya menjadi

sejumlah konsep hukum epistimologis yang tidak memiliki kemampuan

pembaruan aspek-aspek sosio-kultural, ekonomi dan politik, (contradictio

in-terminis). Padahal tiga konsep inilah yang dapat mendatangkan

perubahan umat Islam menuju kemajuannya ('izzu al-lslam wa al-muslimin).

Sedangkan pada masa ketika agama dihadapkan pada problematika

zaman baik sosial atau lingkungan seperti saat ini, yang disinyalir sebagai

krisis global, dalam era dunia yang serba absurd dan tidak menentu, dengan

segala kompleksitas permasalahannya terutama bidang bio-teknologi,

dibutuhkan da'i-da'i yang "tercerahkan" yang mampu menampilkan Islam

secara kaffah (prima) baik dalam segi eksoteris maupun esoterisnya.

Sehingga yang dibutuhkan bukan lagi Islam yang tersekat dalam

Sunni ataupun Syi'i, apalagi Islam Syafi'i dan yang lebih kecil lagi, karena

Islam yang demikian itu bukanlah Islam yang terkategorikan dalam al-

Qur'an, namun Islam yang benar adalah Islam Ciniversal (kaffah) yang

memandang realitas selalu dalam skala normatifitas-empiris murni dengan

prinsip ekuilibriumnya, yang membawa kemampuan maksimal dalam

81

peran pembangunan yang diambil dalam konstruk akademis-intelektual

maupun praxis-aktual. Sehingga pada saatnya nanti Islam mampu

menampilkan diri sebagai agama yang bukan hanya "sekadar agama",

namun bisa menjawab seluruh rangkaian program zaman, yang tidak

menutup kemungkinan Islam harus mampu menampilkan teologi "parsial"

dalam dimensi Insaniyyah, seperti teologi ekologi, teologi biotik, teologi

medis dan bentuk teologi developmentalisme lain dalam rangka

mewujudkan Islam yang mampu "mendikte" zaman.

4.2. Analisis Posisi Strategi Dakwah Menurut M. Quraish Shihab

Dikaitkan dengan Manajemen Dakwah

Dalam sub ini, penulis hendak menganalisis posisi strategi dakwah

M. Quraish Shihab dikaitkan dengan fungsi-fungsi manajemen dakwah yang

meliputi perencanaan, organisasi, penggerakkan dan fungsi control dakwah.

Pertama, fungsi perencanaan dakwah

Pada perencanaan dakwah terkandung di dalamnya mengenai hal-hal

yang harus dikerjakan seperti apa yang harus dilakukan, kapan, di mana dan

bagaimana melakukannya. Strategi dakwah M. Quraish Shihab memuat

fungsi perencanaan dakwah, karena strateginya sudah menyangkut

merumuskan sasaran atau tujuan dari organisasi dakwah tersebut,

menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan dan menyusun

hirarki lengkap rencana-rencana untuk mengintegrasikan dan

mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan. Pada perencanaan dakwah

82

menyangkut tujuan apa yang harus dikerjakan, dan sarana-sarana bagaimana

yang harus dilakukan.

Strategi dakwah merupakan bagian dari perencanaan dakwah karena

strategi dakwah termasuk pencapaian tujuan dakwah yang telah ditetapkan

sebelumnya. Sedangkan penentuan dan perumusan strategi atau sasaran

dalam rangka pencapaian tujuan dakwah yang telah ditetapkan sebelumnya

merupakan salah satu pembahasan terhadap proses perencanaan dakwah,

dan perencanaan dakwah merupakan salah satu fungsi manajemen dakwah.

Manajemen seperti dikemukakan R.Terry adalah

Mencakup kegiatan untuk mencapai tujuan, dilakukan olehindividu-individu yang menyumbangkan upayanya yang terbaik melaluitindakan-tindakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal tersebutmeliputi pengetahuan tentang apa yang harus mereka lakukan,menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimanamereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usahamereka (R.Terry, 1993: 9).

Dalam buku yang lain R.Terry (1977: 4) menyatakan,

Management is a distinct process consisting of planning,organizing, actuating, and controlling, performed to determine andaccomplish stated objectives by the use of human beings and otherresources. (manajemen merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiridari tindakan-tindakan: perencanaan, pengorganisasian, menggerakkandan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan serta mencapaisasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumber dayamanusia serta sumber-sumber lain).

Dari penjelasan tersebut maka dapat dirumuskan bahwa manajemen

dakwah adalah proses merencanakan tugas, mengelompokkan tugas,

menghimpun dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-

kelompok tugas dan kemudian menggerakkannya ke arah pencapaian tujuan

dakwah (Shaleh,1977: 44).

83

Dengan merujuk pada penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa

strategi dakwah menurut M. Quraish Shihab merupakan bagian dari

manajemen dakwah, khususnya fungsi perencanaan dakwah dan lebih

khususnya lagi masuk dalam kategori penentuan dan perumusan sasaran

dalam rangka pencapaian tujuan dakwah.

Manakala mengkaji jalan pelaksanaan dakwah dalam rangka

pencapaian apa yang menjadi tujuannya, terdiri dari serentetan aktifitas yang

meliputi berbagai aspek, yang dilakukan secara tahap demi tahap dalam masa-

masa tertentu. Pada setiap tahap yang dilakukan dalam suatu periode atau

tenggang waktu tertentu, di samping perlu ditentukan hasil apa yang harus

dapat dicapai oleh pelaksanaan dakwah secara keseluruhan, juga perlu

ditetapkan hasil apa yang diharapkan dapat dicapai atau diperoleh oleh

masing-masing bidang itu. Hasil-hasil yang diharapkan dapat dicapai oleh

penyelenggaraan dakwah dalam setiap tahapan, apakah itu hasil keseluruhan

ataupun hasil dari masing-masing bidang, disebut sasaran atau target dakwah.

Dengan demikian sasaran dakwah itu adalah merupakan bagian dari tujuan

dakwah. Ia adalah merupakan titik-titik tertentu dari hasil yang harus dicapai

dalam setiap tahapan dalam rangka pencapaian tujuan dakwah yang telah

ditentukan sebelumnya.

Dalam rangka perencanaan dakwah, penentuan dan perumusan strategi

dakwah merupakan langkah kedua setelah dilakukannya perkiraan dan

perhitungan mengenai berbagai kemungkinan di masa depan. Penentuan dan

perumusan strategi dakwah ini adalah sangat penting. Oleh karena rencana

84

dakwah hanya dapat dirumuskan dengan baik bilamana terlebih dahulu

diketahui dengan baik apa yang menjadi sasaran dan bagaimana strategi dari

penyelenggaraan dakwah itu. Tanpa mengetahui sasaran apa yang hendak

dicapai dan bagaimana strateginya tidak mungkin dapat ditetapkan langkah-

langkah dan tindakan-tindakan apa yang harus dilaksanakan. Begitu pula

metode dan sarana yang diperlukan. Dengan demikian sasaran yang hendak

dicapai dan strategi yang dirumuskan merupakan landasan bagi langkah-

langkah berikutnya dalam rangka perencanaan dakwah. Bahkan lebih dari itu,

sasaran dan strategi dakwah sebenarnya adalah juga merupakan landasan atau

dasar dari fungsi management yang lain, yaitu pengorganisasian, penggerakan

dan pengendalian.

Dalam penyusunan pola dan bentuk usaha kerjasama atau

pengorganisasian dakwah, yang mencakup aktivitas pengelompokan tugas-

tugas pekerjaan dalam kesatuan-kesatuan tertentu, pemberian tugas pekerjaan

kepada para pelaku dakwah serta pemberian wewenang dan penjalinan

hubungan di antara mereka, yang dijadikan ukuran utama adalah sasaran

dakwah yang hendak dicapai itu serta strategi untuk pencapaiannya. Begitu

pula dalam menjalankan fungsi penggerakan dakwah, sasaran dan strategi

adalah merupakan pedoman yang tidak boleh diabaikan. Ini berarti bahwa

dalam memberikan motivasi, bimbingan dan koordinasi terhadap para pelaku

dakwah, begitu pula dalam mengkomunikasikan berbagai persoalan, membina

dan mengembangkan para pelaku dakwah, maka faktor sasaran dan strategi

dakwah adalah sangat penting dan menentukan. Selanjutnya dalam

85

melaksanakan pengendalian dakwah, cara yang paling efektif adalah

mengetahui terlebih dahulu apa yang hendak dicapai oleh penyelenggaraan

dakwah itu. Dengan jalan mengadakan pemeriksaan terhadap penyelenggaraan

dakwah, baik yang sedang dalam proses maupun yang sudah selesai dan

kemudian membandingkannya dengan sasaran dan strategi untuk

mencapainya, dapatlah segera diketahui apakah proses dakwah dapat berjalan

dengan baik ataukah tidak. Pendek kata, sasaran dan strategi dakwah adalah

merupakan landasan atau dasar bagi seluruh tindakan dalam rangka

penyelenggaraan dakwah.

Mengingat demikian pentingnya peranan sasaran dan strategi bagi

penyelenggaraan dakwah, maka sasaran yang hendak dicapai dan strategi

untuk mencapainya haruslah dirumuskan dengan jelas, sehingga mudah

dipahami oleh setiap orang, terutama para pelaku dakwah. Perumusan sasaran

dakwah dan strategi yang tidak jelas akan berakibat timbulnya kekaburan,

penafsiran yang bermacam-macam, dan sebagainya, yang ini tentu saja akan

mengakibatkan kesimpang siuran dan kekacauan.

Selanjutnya sesuai dengan pentingnya peranan sasaran dan strategi

bagi seluruh tindakan dakwah yang akan dilakukan, maka haruslah diusahakan

agar sasaran dan strategi yang ditetapkan dan dirumuskan itu benar-benar

efektif. Untuk itu ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu ;

a Tujuan dakwah

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa sasaran dan

strategi merupakan bahagian dari pencapaian dakwah. Sebagai bahagian,

86

oleh karena itu sasaran dan strategi harus bersifat menunjang dan

memberikan sumbangan ke arah pencapaian tujuan dakwah. Penetapan

sasaran dan strategi yang tidak menunjang dan menghampiri tujuan

dakwah, apalagi yang menyimpanginya, adalah merupakan tindakan yang

sia-sia. Sebab penyelenggaraan dakwah yang didasarkan pada sasaran dan

strategi yang serupa itu, pada hakekatnya tidak dapat dinamakan sebagai

tindakan dakwah Islam. Suatu tindakan atau usaha barulah dapat

dinamakan dakwah Islam bilamana usaha itu dimaksudkan untuk

mewujudkan tujuan dakwah, yaitu terwujudnya kebahagiaan dan

kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat yang diridlai oleh Allah Swt.

Tujuan dakwah yang semacam itulah yang harus dijadikan sebagai

dasar dan landasan bagi seluruh gerak dan dinamika dakwah. la

memberikan motivasi dan inspirasi kepada para pelaku dan penyelenggara

dakwah, sehingga mereka dengan tabah dan tekun serta tidak kenal

menyerah, mampu melaksanakan usaha yang besar itu. la pulalah yang

membuat para pelaku dakwah, terutama di zaman Rasul Allah s.a.w;

bersedia mengorbankan apa saja yang dimilikinya.

Atas dasar itulah, maka dalam hendak menetapkan dan

merumuskan sasaran dan strategi apa yang diharapkan bisa mencapai

tujuan penyelenggaraan dakwah yang direncanakan itu, pimpinan dakwah

harus sudah memahami terlebih dahulu tujuan dan strategi dakwah.

b Masalah-masalah yang dihadapi masyarakat

87

Sasaran yang hendak dicapai oleh penyelenggaraan dakwah

hendaknya merupakan jawaban terhadap persoalan-persoalan yang tengah

dihadapi oleh masyarakat. Atas dasar ini maka sebelum sasaran dan

strategi dakwah itu ditentukan, haruslah dapat diidentifikasikan masalah-

masalah apa yang tengah dihadapi oleh masyarakat itu. Sebagai contoh,

bilamana dapat diidentifikasikan bahwa persoalan-persoalan yang sangat

mendesak adalah soal sandang pangan misalnya, maka meletakkan strategi

dakwah pada bidang sosial ekonomi tentulah akan mendapatkan tanggapan

dan perhatian yang sangat positif dari masyarakat. Apabila usaha-usaha

dalam rangka dakwah itu telah mendapatkan simpati masyarakat, maka

terbukalah jalan bagi usaha-usaha dakwah yang lebih meningkat lagi.

Sehingga secara tahap demi tahap masyarakat dapat digerakkan dan

dibawa ke arah tujuan dakwah.

c Hasil penyelenggaraan dakwah di masa lampau

Strategi yang telah dicapai beserta dengan data mengenai

penyelenggaraan dakwah di masa lampau mempunyai arti penting bagi

penetapan sasaran dakwah di masa depan. Hasil nyata yang telah dicapai

itu dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan untuk periode yang

lalu. Dari hasil perbandingan ini akan terlihat berbagai kemungkinan

tentang bagaimana strategi dakwah di masa lampau itu telah

diselenggarakan. Kemungkinan pertama, bahwa hasil nyata yang telah

dicapai tidak sesuai atau menyimpang dari sasaran yang telah ditetapkan.

Kemungkinan kedua, bahwa hasil nyata yang telah dicapai ternyata

88

mendekati sasaran yang telah ditetapkan. Kemungkinan ke tiga, hasil nyata

yang telah dicapai, sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.

Kemungkinan ke empat, bahwa hasil nyata yang telah dicapai dapat

melampaui sasaran yang telah ditetapkan.

Hasil perbandingan tersebut setelah dilengkapi dengan data

mengenai berbagai faktor yang ada pada waktu dakwah itu

diselenggarakan, kemudian dianalisa. Dari hasil analisa akan segera dapat

dijawab persoalan-persoalan yang menyangkut berbagai kemungkinan

tersebut di atas.

Mengenai kemungkinan pertama, bahwa sasaran yang telah

ditetapkan itu tidak dapat dicapai, mungkin karena strategi itu ditetapkan

pada taraf yang terlampau tinggi, sehingga berada di luar jangkauan

penyelenggara dakwah. Atau dapat juga terjadi bahwa strategi sudah

ditetapkan secara realistis, akan tetapi dalam proses pencapaiannya

ternyata tidak cukup tersedia faktor-faktor yang diperlukan. Begitu pula

mengenai kemungkinan ke dua dan ke tiga, bahwa strategi yang telah

ditetapkan cukup realistis, sedang faktor-faktor yang diperlukan cukup

tersedia, sehingga memungkinkan proses pencapaiannya dapat berjalan

dengan sempurna. Adapun mengenai kemungkinan terakhir, bahwa

strategi ditetapkan pada taraf terlalu rendah, sehingga mudah untuk

mencapainya. Atau juga dapat terjadi sasaran cukup realistis, sedang

faktor-faktor yang diperlukan cukup tersedia, sehingga memberikan

dorongan yang besar untuk mencapai sasaran itu.

89

Dari uraian di atas dapatlah diambil kesimpulan, bahwa hasil nyata

dari proses dakwah pada setiap tahapan, dipengaruhi oleh dua macam

faktor, yaitu faktor penetapan strategi dan faktor yang terdapat pada proses

penyelenggaraan dakwah.

Atas dasar itulah maka dalam hendak menetapkan strategi dakwah

di masa depan, sangat penting artinya untuk mengadakan penelitian dan

penilaian terhadap faktor sasaran, dan faktor penyelenggaraan dakwah di

masa lampau. Sehingga strategi dakwah di masa depan dapat ditetapkan

dengan tepat dan realistis.

Kedua, fungsi pengorganisasian dakwah

Strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung fungsi

pengorganisasian dakwah. Alasannya karena dalam strateginya terdapat

rangkaian aktivitas dalam menyusun suatu kerangka yang menjadi wadah bagi

segenap kegiatan usaha dakwah dengan jalan membagi dan mengelompokkan

pekerjaan yang harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan

hubungan kerja di antara satuan-satuan organisasi. Mengorganisir dakwah

berarti menghimpun dan mengatur sumber daya dan tenaga ke dalam suatu

kerangka struktur tertentu, sehingga kegiatan dakwah dapat tercapai sesuai

rencana.

Pelaksanaan dakwah dapat berjalan secara efisien dan efektif serta

tepat sasaran, apabila diawali dengan perencanaan yang diikuti dengan

pengorganisasian. Oleh karena itu, pengorganisasian memegang peranan

penting bagi proses dakwah. Sebab dengan pengorganisasian, rencana dakwah

90

akan lebih mudah pelaksanaannya, mudah pengaturannya bahkan

pendistribusian tenaga muballig dapat lebih mudah pengaturannya. Hal ini

didasarkan pada adanya pengamalan dan pengelompokan kerja, penentuan dan

pelimpahan wewenang dan tanggungjawab ke dalam tugas-tugas yang lebih

rinci serta pengaturan hubungan kerja kepada masing-masing pelaksana

dakwah.

Adapun tujuan diperlukannya pengorganisasian dakwah yang pada

hakekatnya adalah untuk mengemban tujuan dakwah itu sendiri, dapat

dirumuskan sebagai suatu kegiatan bersama untuk mengaktualisasikan nilai-

nilai dan ajaran Islam dalam bentuk amar ma'ruf nahi mungkar dan amal saleh

dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi, berkeluarga dan

bermasyarakat, sehingga mewujudkan masyarakat yang baik, sejahtera lahir

dan batin dan berbahagia di dunia dan di akhirat.

Ketiga, fungsi penggerakan dakwah

Strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung atau memuat fungsi

penggerakan dakwah. Alasannya karena ada seluruh proses pemberian

motivasi kerja kepada para bawahan sedemikian rupa, sehingga mereka

mampu bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi dengan

efisien dan ekonomis. Setelah rencana dakwah ditetapkan, begitu pula setelah

kegiatan-kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan kepada

para pendukung dakwah, maka tindakan berikutnya dari pimpinan dakwah

adalah menggerakkan mereka untuk segera melaksanakan kegiatan-kegiatan

itu, sehingga apa yang menjadi tujuan dakwah benar-benar tercapai. Tindakan

91

pimpinan menggerakkan para pelaku dakwah itu disebut "penggerakan"

(actuating)

Inti kegiatan penggerakan dakwah adalah bagaimana menyadarkan

anggota suatu organisasi untuk dapat bekerjasama antara satu dengan yang

lain. Suatu organisasi hanya bisa hidup apabila di dalamnya terdapat para

anggota yang rela dan mau bekerja-sama satu sama lain. Pencapaian tujuan

organisasi akan lebih terjamin apabila para anggota organisasi dengan sadar

dan atas dasar keinsyafannya yang mendalam bahwa tujuan pribadi mereka

akan tercapai melalui jalur pencapaian tujuan organisasi. Kesadaran

merupakan tujuan dari seluruh kegiatan penggerakan yang metode atau

caranya harus berdasarkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dapat

diterima oleh masyarakat.

Keempat, fungsi control

Strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung fungsi control.

Pengendalian berarti proses, cara, perbuatan mengendalikan, pengekangan,

pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan hasil dan sasaran

secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan hasil pengawasan.

Pengertian pengendalian menurut istilah adalah proses kegiatan untuk

mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk diperbaiki dan

mencegah terulangnya kembali kesalahan itu, begitu pula mencegah sebagai

pelaksanaan tidak berbeda dengan rencana yang telah.

Pengawasan mencakup mengevaluasi pelaksanaan kerja dan jika perlu

memperbaiki apa yang sedang dikerjakan untuk menjamin tercapainya hasil-

92

hasil menurut rencana. Mengevaluasi pelaksanaan kerja merupakan kegiatan

untuk meneliti dan memeriksa pelaksanaan tugas-tugas perencanaan semula

betul-betul dikerjakan sekaligus until) mengetahui terjadinya penyimpangan,

penyalahgunaan, kebocoran, kekurangan dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Pengendalian atau pengawasan yang dilakukan sering disalah artikan

untuk sekedar mencari-cari kesalahan orang lain. Padahal sesungguhnya

pengendalian atau pengawasan ialah tugas untuk mencocokkan program yang

telah digariskan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Pengendalian terhadap pelaksanaan dakwah diperlukan untuk dapat

mengetahui tugas-tugas dakwah yang dilaksanakan oleh para pelaksana

dakwah, tentang bagaimana tugas itu dilaksanakan, sejauh mana

pelaksanaannya, penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu, dengan

pengendalian dakwah dapat diambil tindakan pencegahan terhadap

kemungkinan adanya penyelewengan.

93

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari bab satu sampai dengan bab empat

sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

5.1.1. Strategi dakwah M. Quraish Shihab yaitu agar para da'i dalam

meletakkan strategi dakwah di era teknologi canggih dengan masyarakat

yang belum tersentuh teknologi canggih hams dibedakan. Dakwah pada

masyarakat di era teknologi canggih lebih dituntut rasional, logis dan

mampu menarik benang merah dengan kapasitas kemampuan mad'u

yang lebih cenderung menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Di

sini para da'i dituntut untuk bisa menguasai IPTEK sehingga pemaparan

Islam tidak sekadar menyampaikan ajaran agama yang sudah ada 1500

tahun yang lalu jika dihitung mulai diturunkannya al-Qur'an semasa

hidup Nabi Muhammad SAW.

5.1.2. Posisi strategi dakwah M. Quraish Shihab mengandung dan berkaitan

dengan fungsi-fungsi manajemen dakwah. Strategi dakwah menurut M.

Quraish Shihab merupakan bagian dari manajemen dakwah, khususnya

fungsi perencanaan dakwah dan lebih khususnya lagi masuk dalam

kategori penentuan dan perumusan sasaran dalam rangka pencapaian

tujuan dakwah. Dalam rangka perencanaan dakwah, penentuan dan

perumusan strategi dakwah merupakan langkah kedua setelah

94

dilakukannya perkiraan dan perhitungan mengenai berbagai

kemungkinan di masa depan. Penentuan dan perumusan strategi dakwah

ini adalah sangat penting. Oleh karena rencana dakwah hanya dapat

dirumuskan dengan baik bilamana terlebih dahulu diketahui dengan baik

apa yang menjadi sasaran dan bagaimana strategi dari penyelenggaraan

dakwah itu.

5.2 Saran-saran

Kepada para da'i hendaknya konsep strategi dakwah M Quraish Shihab

dijadikan masukan dalam rangka keberhasilan dakwah di tengah kehidupan

yang makin modern. Strategi dakwah menurut M. Quraish Shihab merupakan

bagian dari manajemen dakwah, khususnya fungsi perencanaan dakwah dan

lebih khususnya lagi masuk dalam kategori penentuan dan perumusan sasaran

dalam rangka pencapaian tujuan dakwah.

5.3 Penutup

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT. atas rahmat

dan ridhanya pula tulisan ini dapat diangkat dalam bentuk skripsi. Peneliti

menyadari bahwa di sana-sini terdapat kesalahan dan kekurangan baik dalam

paparan maupun metodologinya. Karenanya dengan sangat menyadari, tiada

gading yang tak retak, maka kritik dan saran membangun dari pembaca

menjadi harapan peneliti. Semoga Allah SWT meridhainya. Wallahu a'lam.

95

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Amrullah. 1983. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial. Yogyakarta:Primaduta.

AM. Romly, 2003. Medan dan Bahan Dakwah. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.

Amirin, Tatang. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: Raja GrafindoPersada.

Anas, Ahmad. 2006. Paradigma Dakwah Kontemporer. Semarang: PT PustakaRizki Putra.

Arifin, M. 2003. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Basit, Abdul. 2006. Wacana Dakwah Kontemporer. Yogyakarta: pustaka Pelajar.

Hasibuan, Malayu S.P., 1989. Manajemen, Dasar, Pengertian dan Masalah.Jakarta: PT Gunung Agung.

Mahmuddin, 2004. Manajemen Dakwah Rasulullah (Suatu Telaah HistorisKritis). Jakarta: Restu Ilahi.

Manullang, M., 1963. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Balai Aksara.

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RosdaKarya.

Muchtarom, Zaini, 1997. Dasar-Dasar Manajemen Dakwah. Yogyakarta: Al-Amin.

Muhammadiyah, Hilmi, dan Syamsudin M.Pay (editor). 2000. Dakwah danGlobalisasi. Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Sosial.

Munir, M., dan Wahyu Ilaihi. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada Media

Nitisemito, Alex.S., 1978. Management Suatu Dasar dan Pengantar. Jakarta:Sarana Press

Panglaykim dan Hazil Tanzil, 1981. Manajemen Suatu Pengantar. Jakarta: GhaliaIndonesia.

Pimay, Awaludin, 2005, Paradigma Dakwah Humanis Strategi dan MetodeDakwah Prof. KH. Saifuddin Zuhri, Semarang: RaSAIL.

R.Terry, George, 1977. Principles of Management. Richard D. Irwin, INC.Homewood, Irwin-Dorsey Limited Georgetown, Ontario L7G 4B3.

96

-------, 1986. Asas-Asas Manajemen. Terj. Winardi, Bandung: Alumni.

-------, 1993. Prinsip-prinsip Manajemen. Terj. J. Smith, Jakarta: Bumi Aksara.

Rafi'udin dan Maulana Abdul Djaliel. 1997. Prinsip dan Strategi Dakwah.Bandung: Pustaka Setia.

Rahman, Arifin Abdul, 1976. Kerangka Pokok-Pokok Management Umum.Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.

Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Islam Alternatif. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Sardar, Ziauddin. 1996. Tantangan Dunia Islam Abad 21. Bandung: Mizan.

Shaleh, A.Rosyad, 1977. Management Da'wah. Jakarta: Bulan Bintang.

Shihab, M.Quraish. 2006. Menabur Pesan Ilahi. Jakarta: Lentera Hati.

--------. 2003. Wawasan al-Qur'an Tafsir Maudhu i Atas Pelbagai PersoalanUmat, Mizan, Bandung: Anggota IKAPI.

--------. 2004. Membumikan al-Qur an. Bandung: Mizan Khasanah Ilmu-IlmuIslam.

Siagian, Harbangan, 1993. Manajemen Suatu Pengantar. Semarang: SatyaWacana.

Siagian, Sondang, 1984. Filsafat Administrasi. Jakarta: Gunung Agung.

--------, 1986. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta:Gunung Agung.

--------, 1986. Peranan Staf Dalam Managemen, Jakarta: Gunung Agung

--------, 2004. Manajemen Stratejik, Jakarta: PT Bumi Aksara

Soejoeti dkk. 1998. Al-Islam dan IPTEK, Buku 1, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada.

Soekarno, 1986. Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta: Miswar

Sujadi, F.X, 1990, O.M. Organization and Methods, Jakarta: CV Haji Masagung

Suryabrata, Sumardi. 1992. Metodologi penelitian, Jakarta: Rajawali Press.

Sutarto, 1987. Dasar-Dasar Organisasi, Yogyakarta: Gajah Mada UniversityPress

Syukir, Asmuni, 1983. Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, Surabaya: al-Ikhlas.

97

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Dewi Thoharoh

NIM : 1105025

Tempat / tgl. lahir : Kendal, 1 Maret 1988

Alamat Asal : Jl. KH Hasyim Kholil Asyari Rt 01/04 Kebonharjo

Patebon Kendal 51351

Pendidikan :- SD Kebonharjo 02 lulus th. 1999

- MTs NU Patebon Kendal lulus th 2002

- MAN Kendal lulus th 2005

- Fakultas Dakwah Jurusan Manajemen Dakwah IAIN

Walisongo Semarang angkatan 2005

Demikian daftar riwayat hidup pendidikan ini saya buat dengan sebenar-benarnya

dan harap maklum adanya.

Dewi Thoharoh