BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN...

24
76 BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN DADANG HAWARI TENTANG CARA MENDIDIK ANAK DALAM KELUARGA DAN SUMBANGANNYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM A. Kelebihan dan Kelemahan Konsep M. Quraish Shihab dan Dadang Hawari tentang Pendidikan Anak 1. Pemikiran M. Quraish Shihab a. Al-Qur'an Sebagai Kitab Pendidikan Menurut Shihab (2007: 93): "Tidaklah keliru jika dinyatakan bahwa Al-Quran adalah kitab pendidikan. Hampir semua unsur yang berkaitan dengan kependidikan disinggung secara tersurat atau tersirat oleh Al- Quran. Rasulullah Saw., yang menerima dan bertugas untuk menyampaikan dan mengajarkannya, menamai dirinya "guru". "bu'itstu mu'aliman," demikian sabda beliau. Dalam rangka suksesnya pendidikan, Kitab Suci Al-Quran menguraikan banyak hal, antara lain, pengalaman para nabi, rasul, dan mereka yang memperoleh hikmah dari Allah Swt. Salah seorang dari yang memperoleh hikmah itu adalah Luqman a.s." Pernyataan Shihab tersebut menunjukkan bahwa dalam pandangannya konsep mendidik anak secara global sudah tersirat dan tersurat dalam beberapa ayat al-Qur'an. Karena memang al-Qur'an sebagaimana dikatakan al-Qattan (1973: 1) dalam kitabnya Mabahis fi Ulum al-Qur'an adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah kepada Rasulullah, Muhammad Saw untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka ke jalan yang lurus. Semua isi Al-Qur’an merupakan syari’at, pilar dan azas agama Islam, serta dapat memberikan pengertian yang komprehensif untuk menjelaskan suatu argumentasi dalam

Transcript of BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN...

Page 1: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

76

BAB IV

ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN DADANG HAW ARI

TENTANG CARA MENDIDIK ANAK DALAM KELUARGA DAN

SUMBANGANNYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM

A. Kelebihan dan Kelemahan Konsep M. Quraish Shihab dan Dadang

Hawari tentang Pendidikan Anak

1. Pemikiran M. Quraish Shihab

a. Al-Qur'an Sebagai Kitab Pendidikan

Menurut Shihab (2007: 93):

"Tidaklah keliru jika dinyatakan bahwa Al-Quran adalah kitab pendidikan. Hampir semua unsur yang berkaitan dengan kependidikan disinggung secara tersurat atau tersirat oleh Al-Quran. Rasulullah Saw., yang menerima dan bertugas untuk menyampaikan dan mengajarkannya, menamai dirinya "guru". "bu'itstu mu'aliman," demikian sabda beliau. Dalam rangka suksesnya pendidikan, Kitab Suci Al-Quran menguraikan banyak hal, antara lain, pengalaman para nabi, rasul, dan mereka yang memperoleh hikmah dari Allah Swt. Salah seorang dari yang memperoleh hikmah itu adalah Luqman a.s."

Pernyataan Shihab tersebut menunjukkan bahwa dalam

pandangannya konsep mendidik anak secara global sudah tersirat dan

tersurat dalam beberapa ayat al-Qur'an. Karena memang al-Qur'an

sebagaimana dikatakan al-Qattan (1973: 1) dalam kitabnya Mabahis fi

Ulum al-Qur'an adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya

selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah

kepada Rasulullah, Muhammad Saw untuk mengeluarkan manusia

dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing

mereka ke jalan yang lurus. Semua isi Al-Qur’an merupakan syari’at,

pilar dan azas agama Islam, serta dapat memberikan pengertian yang

komprehensif untuk menjelaskan suatu argumentasi dalam

Page 2: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

77

menetapkan suatu produk hukum, sehingga sulit disanggah

kebenarannya oleh siapa pun (Az-Zuhaili, 1996: 16)

Kesimpulan yang dapat diambil yaitu cara mendidik anak

dapat dilihat dalam al-Qur'an. Hal itu bukan berarti buku lain tidak

penting. Al-Qur'an hanya bersifat global, karena itu harus dilengkapi

dengan tuntunan ilmu psikologi pendidikan dan ilmu-ilmu lainnya

yang relevan dengan masalah anak.

b. Nasihat Lukman kepada Anaknya

Menurut Shihab (2007: 95):

"Menarik disimak bahwa pengajaran ini diabadikan Al-Quran setelah dalam ayat sebelumnya Al-Quran menegaskan bahwa sebagian dari hikmah yang dianugerahkan kepada Luqman itu adalah perintah untuk bersyukur atas nikmat-Nya. Tentu saja, salah satu nikmat tersebut adalah anak, dan mensyukuri kehadiran anak adalah dengan mendidiknya. Perhatikanlah bagaimana Al-Qur'an merestui bahkan mengabadikan ucapan-ucapan Luqman ketika mendidik anaknya. Perhatikan juga bagaimana Luqman memanggil anaknya dengan panggilan mesra, "Ya Bunayya," sebagai isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih-sayang terhadap peserta didik."

Di dalam al-Qur'an ada satu surat yang bernama surat Luqman,

dimana Tuhan memberikan contoh kepada ibu-bapa untuk membentuk

anak-anaknya, seperti yang sudah dilakukan di zaman dahulu oleh

Luqmanul Hakim terhadap anak-anaknya. Ada dua keterangan dari

Ahli-ahli Tafsir mengenai Luqmanul Hakim itu. Pertama, yang

menyatakan bahwa Luqman itu seorang Nabi; kedua, yang

menyatakan bahwa dia hanya seorang Ahli Hikmat.

Terlepas dari soal mana di antara yang dua itu yang benar,

tetapi yang sudah jelas, bahwa Tuhan telah menunjukkan contoh yang

ber-nash dari cara-cara Luqman mendidik anak-anaknya, untuk

dijadikan pedoman dan petunjuk bagi orang tua anak-anak (Nasution,

1989: 56).

Page 3: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

78

Pokok-pokok yang dikemukakan oleh Luqmanul Hakim dalam

nasehat (pengajaran) kepada anak-anaknya, dalam garis besarnya

terdiri dari lima hal, yaitu :

(1) Pendidikan aqidah;

(2) Pendidikan berbakti (ubudiyah);

(3) Pendidikan kemasyarakatan (sosiologi);

(4) Pendidikan mental; dan

(5) Pendidikan akhlak (budi-pekerti).

c. Pandangan al-Qur'an tentang Anak

Menurut Shihab (2007: 97):

"Hal lain yang penting pula untuk digarisbawahi adalah kenyataan yang berkaitan dengan petunjuk-petunjuk Al-Quran yang mengundang pelaksanaan. Kenyataan tersebut adalah bahwa petunjuk dimaksud hampir selalu dibarengi atau dirangkaikan dengan kewajiban takwa serta anjuran untuk mendapatkan keridhaan-Nya. Dari sinilah bergabung takwa yang menyinari hati dengan hikmah yang ditunjang oleh nalar sehingga petunjuk tersebut terlaksana atas dasar kesadaran, bukan oleh dorongan rasa takut."

Setelah seorang anak mempunyai landasan yang kuat dalam

kehidupannya, haruslah dibentuk pula supaya dia berbakti kepada

Tuhan dengan mengerjakan sembahyang (shalat). Sebab shalat itu,

selain sebagai satu tatacara ubudiyah dan berbakti kepada Tuhan,

menunjukkan syukur kepada nikmat-nikmat yang dikaruniakan-Nya,

pun pengaruh (effek) sembahyang (shalat) itu membawa nilai-nilai

yang menguntungkan kepada manusia sendiri, baik menyangkut

dengan soal-soal jasmaniah maupun masalah-masalah rohaniah.

Ketiga, pada sambungan ayat tersebut dinyatakan pula:

)17وأمر بالمعروف وانه عن المنكر(لقمان: "Suruhlah mengerjakan (perbuatan) yang ma'ruf (baik-baik), dan laranglah dari (perbuatan) yang mungkar (buruk)." (Q.S. Lukman:17).

Page 4: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

79

Hendaklah ibu-bapa mendidik anak-anaknya supaya mereka

membiasakan diri memperbuat kebajikan, baik untuk dirinya sendiri

maupun untuk orang lain atau masyarakat. Juga supaya menjauhi

perbuatan-perbuatan yang buruk, yang merugikan kepada diri sendiri

dan merusak kepada orang lain

d. Kewajiban Orangtua dan Masyarakat

Menurut Shihab (2007: 100):

"Menjadi kewajiban orangtua dan masyarakatlah memberi perlindungan kepada anak agar fitrah kesucian itu tidak pudar atau hilang sama sekali. Apalagi, seperti yang dikemukakan di atas, anak sebelum dewasa belum mampu menentukan pilihan, bahkan dalam banyak hal tidak mampu memahami persoalan-persoalan pelik, termasuk memilih sendiri agamanya."

Di antara kewajiban orang tua terhadap anak adalah:

1. Mengajarkannya menulis

Pada masa abad permulaan berdirinya sistem pendidikan

klasikal, tugas kependidikan adalah mencerdaskan daya pikir

(intelek) manusia dengan melalui mata pelajaran menulis,

membaca dan berhitung. Akan tetapi, sesuai dengan

perkembangan tuntutan hidup manusia maka tugas tersebut

semakin bertambah dan luas, yaitu selain mencerdaskan otak yang

terdapat di dalam kepala (head) juga mendidik akhlak atau

moralitas yang berkembang di dalam hati atau dada (heart). Oleh

karena itu, semakin meningkatnya rising demand (kebutuhan yang

meningkat) maka akhirnya manusia mendidik kecekatan atau

ketrampilan untuk bekerja terampil.

Ketrampilan tersebut pada prinsipnya terletak pada

kemampuan tangan manusia (hand). Pada akhirnya proses

pendidikan atau berlangsung pada titik kemampuan

berkembangnya tiga hal, yaitu head, heart and hand. Mungkin

pada masa selanjutnya, sasaran pokok proses pendidikan tersebut

Page 5: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

80

masih mengalami perubahan atau penambahan lagi (Arifin, 2003:

33).

2. Berenang dan memanah

Begitu pula berenang dan memanah, selain sebagai

keterampilan, berenang dan memanah itu mengisyaratkan kepada

seorang muslim untuk menjadi seorang patriot yang tangguh.

Sehingga selain untuk sebagai olah raga, juga sebagai cara untuk

menjaga diri sendiri dari musuh agama, bangsa dan juga Negara.

3. Memberikan rizki yang baik kepada anak

Dalam hadits ini, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

"memberikan rizqi yang baik kepada anak", memberikan

pendidikan ekonomi agar supaya anak tidak lemah dalam segi

ekonomi. Rasulullah saw bersabda: "Semua manusia itu fakir

karena ketakutan mereka kepada kefakiran". Para pelajar pada

masa lalu lebih dahulu mempelajari cara bekerja kemudian bam

mencari ilmu sehingga mereka tidak tamak terhadap harta orang

lain, kata orang bijak "Barang siapa merasa cukup dengan harta

orang lain berarti dia melarat".

Bila orang berilmu itu tamak maka ia tidak 'mendapat

kehormatan ilmu dan tidak berkata kepada kebenaran. Oleh

karena itu Rasulallah saw bersabda: "Aku berlindung kepada

Allah dari ketamakan yang mendekatkan diri kepada aib" (Asrori,

1996), hlm. 81).

2. Pemikiran Dadang Hawari

a. Makna Pendidikan

Menurut Hawari (1996: 195):

"Makna pendidikan tidaklah semata-mata hanya menyekolahkan anak ke sekolah untuk menimba ilmu pengetahuan, namun lebih luas daripada itu. Seorang anak akan tumbuh berkembang dengan baik manakala ia memperoleh pendidikan yang paripurna (komprehensif), agar ia kelak menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, bangsa, negara, dan agama. Anak yang demikian ini

Page 6: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

81

adalah anak yang sehat dalam arti luas, yaitu sehat fisik, mental-emosional, mental-intelektual, mental-sosial dan mental-spiritual. Pendidikan itu sendiri sudah harus dilakukan sedini mungkin di rumah maupun di luar rumah, formal di institut pendidikan dan non formal di masyarakat."

Pernyataan Hawari menunjuk kepada pentingnya aspek

kesehatan mental anak. Jadi pendidikan bukan hanya meningkatnya

aspek kognitif tetapi juga harus yang berorientasi pada pendidikan

yang dapat membentuk mental anak yang sehat.

Sebagai makhluk yang memiliki kesadaran, manusia

menyadari adanya problem yang mengganggu kejiwaannya, oleh

karena itu sejarah manusia juga mencatat adanya upaya mengatasi

problema tersebut. Upaya-upaya tersebut ada yang bersifat mistik

yang irasional, ada juga yang bersifat rasional, konsepsional dan

ilmiah (Mubarok, 2000: 13). Pada masyarakat Barat modern atau

masyarakat yang mengikuti peradaban Barat yang sekular, solusi yang

ditawarkan untuk mengatasi problem kejiwaan itu dilakukan dengan

menggunakan pendekatan psikologi, dalam hal ini kesehatan mental.

Sedangkan pada masyarakat Islam, karena mereka (kaum muslimin)

pada awal sejarahnya telah mengalami problem psikologis seperti

yang dialami oleh masyarakat Barat, maka solusi yang ditawarkan

lebih bersifat religius spiritual, yakni tasawuf atau akhlak. Keduanya

menawarkan solusi bahwa manusia itu akan memperoleh kebahagiaan

pada zaman apa pun, jika hidupnya bermakna.

Islam menetapkan tujuan pokok kehadirannya untuk

memelihara agama, jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunan.

Setidaknya tiga dari yang disebut di atas berkaitan dengan kesehatan.

Tidak heran jika ditemukan bahwa Islam amat kaya dengan tuntunan

kesehatan. Namun demikian para ahli belum ada kesepakatan terhadap

batasan atau definisi kesehatan mental (mental healt). Hal itu

disebabkan antara lain karena adanya berbagai sudut pandang dan

sistem pendekatan yang berbeda. Dengan tiadanya kesatuan pendapat

Page 7: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

82

dan pandangan tersebut, maka menimbulkan adanya perbedaan konsep

kesehatan mental. Lebih jauh lagi mengakibatkan terjadinya

perbedaan implementasi dalam mencapai dan mengusahakan mental

yang sehat. Perbedaan itu wajar dan tidak perlu merisaukan, karena

sisi lain adanya perbedaan itu justru memperkaya khasanah dan

memperluas pandangan orang mengenai apa dan bagaimana kesehatan

mental (Msnamar, 1992: XIII).

b. Mendidik Anak

Menurut Hawari:

"Kritik yang sering dilontarkan pada sistem dunia pendidikan saat ini, adalah banyak lulusan universitas maupun akademi yang tidak siap pakai. Mereka lulus dengan angka baik (ilmu pengetahuan/aspek kognitif), namun kurang atau gagal dalam segi afektif dan psikomotornya."

Kegagalan dalam segi afektif dan psikomotornya ditindai di

antaranya oleh krisis kewibawaan orang tua. Menurut Nasution (1990:

50) kenyataan menunjukkan bahwa salah satu problema yang dihadapi

bangsa Indonesia pada zaman kemajuan ini, terutama di kota-kota

besar ialah gejala-gejala yang menunjukkan hubungan yang agak

terlepas antara ibu-bapak dengan anak-anaknya. Seorang ahli sosiologi

menamakannya krisis kewibawaan orang tua.

Banyak orang tua yang tidak dapat mengendalikan putera-

putrinya, kalau tidak boleh dikatakan sudah seperti hujan berbalik ke

langit, yaitu putra putri itulah dalam prakteknya yang mengendalikan

orang tua mereka. Yang agak membangunkan pikiran dalam hal ini

ialah bahwa peristiwa itu banyak dijumpai di kalangan keluarga-

keluarga yang disebut cabang atas yang mempunyai kedudukan sosial

ekonomi yang baik, dan pada umumnya terdiri dari orang-orang

terpelajar dan berpendidikan tinggi. Bahkan ada pula di antaranya

yang memegang fungsi penting dalam jabatan negara. Hal itu semua

disebabkan pendidikan yang hanya menitikberatkan agama sebagai

Page 8: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

83

ilmu pengetahuan, dan bukan pengamalannya. Selain itu karena

pendidikan agama tidak sampai esensinya melainkan hanya berada

pada garis permukaan. Di samping itu tertinggalnya pemahaman

akhlak dibandingkan kemajuan sains dan teknologi.

Dari sini tampaklah adanya kesenjangan; di satu pihak antara

keharusan membangun anak yang beriman dan taqwa sebagai das

sollen dengan kenyataan makin rapuhnya moralitas dan atau akhlak

anak sebagai das sein. Kesenjangan ini akan makin tampak manakala

persoalan pendidikan anak ditolerir tanpa adanya upaya sedini

mungkin mencari solusi dengan mempertemukan para pakar yang

melihat persoalan pendidikan anak dan keluarga secara integral

komprehensif yang dilihat dari berbagai dimensi disiplin ilmu.

c. Pendekatan Holistik pada Anak

Menurut Hawari:

"Pendekatan Holistik pada perkembangan anak, yaitu dalam mempersiapkan anak menyongsong abad Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dalam era globalisasi, maka "design" atau "blue print" anak hendaknya memperhatikan keempat faktor. Selain dari faktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya dan agama tidak kalah pentingnya, dan hal ini mempunyai unsur psiko-edukatif di dalamnya."

Pendidikan agama tidak dapat dipahami secara terbatas hanya

kepada pengajaran agama. Karena itu keberhasilan pendidikan agama

bagi anak-anak tidak cukup diukur hanya dari segi seberapa jauh anak

itu menguasai hal-hal yang bersifat kognitif atau pengetahuan tentang

ajaran agama atau ritus-ritus keagamaan semata. Justru yang lebih

penting, berdasarkan ajaran Kitab dan Sunnah sendiri, ialah seberapa

jauh tertanam nilai-nilai keagamaan tersebut dalam jiwa anak, dan

seberapa jauh pula nilai-nilai itu mewujud-nyata dalam tingkah laku

dan budi pekertinya sehari-hari. Perwujudan nyata nilai-nilai tersebut

dalam tingkah laku dan budi pekerti sehari-hari akan melahirkan budi

luhur atau al-akhlaq al-karimah.

Page 9: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

84

Keterkaitan yang erat antara taqwa dan budi luhur itu adalah

juga makna keterkaitan antara iman dan amal saleh, salat dan zakat,

hubungan dengan Allah (habl-un min al-Lah) dan hubungan dengan

sesama manusia (habl-un min al-nas), bacaan takbir (lafal Allahu

Akbar) pada pembukaan salat dan bacaan taslim (lafal Al-salam-u

'alaykum) pada penutupan salat. Pendeknya, terdapat keterkaitan yang

mutlak antara Ketuhanan sebagai dimensi hidup pertama manusia

yang vertikal dengan Kemanusiaan sebagai dimensi kedua hidup

manusia yang horizontal. Oleh karena sedemikian kuatnya penegasan-

penegasan dalam sumber-sumber suci agama (Kitab Suci dan Sunnah

Nabi) mengenai keterkaitan antara kedua dimensi itu, maka

pendidikan agama, baik di rumah tangga maupun di sekolah, tidak

dapat disebut berhasil kecuali jika pada anak didik tertanam dan

tumbuh dengan baik kedua nilai itu: ketuhanan dan kemanusiaan,

taqwa dan budi luhur.1

d. Pengaruh Keluarga terhadap Anak

Menurut Hawari:

"Proses tumbuh kembang anak terganggu dikarenakan faktor kutub keluarga yang tidak baik, kutub sekolah yang tidak memenuhi syarat, serta kutub masyarakat yang rawan? Maka, anak akan mempunyai resiko lebih besar untuk tumbuh kembang menjadi anak dengan kepribadian antisosial."

Dalam konteks ini, menurut peneliti bahwa meskipun pendidikan

agama dan peranan orang tua belum cukup dalam mendidik anak, tetapi

setidaknya merupakan modal awal dan fandasi utama dalam membangun

kepribadian anak.

Pendapat para ahli sebagaimana telah diketengahkan dalam bab dua

tesis ini, bahwa orang tua atau keluarga merupakan lembaga pertama dalam

kehidupan anak, tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk

sosial. Dalam keluarga, umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang

1Ibid.,

Page 10: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

85

intim. Segala sesuatu yang diperbuat anak mempengaruhi keluarganya dan

sebaliknya. Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah-laku, watak,

moral dan pendidikan kepada anak. Pengalaman interaksi di dalam keluarga

akan menentukan pula pola tingkah-laku anak terhadap orang lain dalam

masyarakat (Kartono, 1985: 19).

Sebenarnya sejak anak masih dalam kandungan telah banyak

pengaruh-pengaruh yang di dapat dari orang tuanya. Misalnya situasi

kejiwaan orang tua (terutama ibu) bila mengalami kesulitan, kekecewaan,

ketakutan, penyesalan, terhadap kehamilan tentu saja memberi pengaruh. Juga

kesehatan tubuh, gizi makanan ibu akan memberi pengaruh terhadap bayi

tentu saja mengakibatkan kurangnya perhatian, pemeliharaan, kasih sayang.

Padahal segala perlakuan sikap sekitar itu akan memberi andil terhadap

pembentukan pribadi anak, bila bayi sering mengalami kekurangan,

kekecewaan, tak terpenuhinya kebutuhan secara wajar tentu saja akan

memberi pengaruh yang tidak sedikit dalam penyesuaian selanjutnya. Pada

masa anak sangat sensitif apa yang dirasakan orang tuanya. Dengan

kedatangan kelahiran adiknya sering perhatian orang tua berkurang, hal ini

akan dirasakan oleh anak dan mempengaruhi perkembangan (Sundari, 2005:

65).

Seirama dengan perkembangan ini, anak tersebut membutuhkan

beberapa hal yang sering dilupakan oleh orang tua. Kebutuhan ini mencakup

rasa aman, dihargai, disayangi, dan menyatakan diri. Rasa aman ini

dimaksudkan rasa aman secara material dan mental. Aman secara material

berarti orang tuanya memberikan kebutuhannya seperti pakaian, makanan dan

lainnya. Aman secara mental berarti harus memberikan perlindungan

emosional, menjauhkan ketegangan-ketegangan, membantu dalam

menyelesaikan problem mental emosional (Simanjuntak dan I.L. Pasaribu,

1984: 282).

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa peranan keluarga

sangat besar pengaruhnya dalam mewarnai perilaku anak, karena itu keluarga

merupakan benteng utama dalam membangun pribadi anak. Kesimpulan lain

Page 11: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

86

yang dapat diambil yaitu apabila pendapat kedua ahli tersebut (M. Quraish

Shihab dan Dadang Hawari) dibandingkan, maka persamaannya, kedua tokoh

ini menganggap komponen utama yang dapat membentuk perilaku anak yaitu

pertama, peran pendidikan agama; kedua, orang tua yang paling berperan

dalam meletakkan fandasi awal pendidikan moral dan akhlak anak.

Adapun perbedaan konsep kedua tokoh ini yaitu pertama, Shihab lebih

banyak pendekatannya bersandar pada al-Qur'an utamanya surat Lukman, hal

ini dapat dimengerti karena ia memiliki latar belakang pendidikan spesialis

dibidang kajian tafsir al-Qur'an. Salah satu keistimewaan M Quraish Shihab

bisa membumikan al-Qur'an yang merupakan sesuatu mormatif atau

transenden itu menjadi sesuatu yang empiris atau objektif kebenarannya.

Artinya kebenatran al-Qur'an yang hanya diakui oleh orang Islam yang

bersifat notmatif menjadi kebenaran yang bersifat objektif dan rasional yang

bisa digunakan sebagai landasan teori.

Sedangkan Hawari lebih banyak merujuk pada disiplin psikologi, hal

ini dapat dimengerti karena ia memiliki latar belakang pendidikan spesialis di

bidang psikiatri. Pemikiran yang mendasar bagi pendidikan anak adalah

pentingnya kesehatan mental yang tidak bisa dilepaskan dari kesehatan mental

orang tua dan keluarga.

Orang tua dan keluarga harus memahami perkembangan anak, karena

perkembangan anak sangat berkaitan dengan aspek kesehatan mental.

Menurut Hurlock (tth: 2), Istilah perkembangan berarti serangkaian perubahan

progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.

Selanjutnya Elisabeth B. Hurlock dengan mengutip perkataan Van den Daele

bahwa perkembangan berarti perubahan secara kualitatif, ini berarti bahwa

perkembangan bukan sekedar penambahan beberapa sentimeter pada tinggi

badan seseorang atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu

proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang kompleks. Pada

dasarnya ada dua proses perkembangan yang saling bertentangan yang terjadi

secara serempak selama kehidupan, yaitu pertumbuhan atau evolusi dan

kemunduran atau involusi.

Page 12: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

87

Perbedaan yang kedua, bahwa Shihab lebih mengedepankan

pendidikan agama berupa esensinya atau substansinya dengan

mengetengahkan hikmah dibalik ajaran agama itu. Sedangkan hal-hal yang

menyangkut ritual atau seremonial dalam pandangan Shihab meskipun sangat

penting tetapi tidak boleh pemahaman agama sampai di situ. Jika pendidikan

agama hanya mencapai target ritual maka peran dan fungsi agama menjadi

kabur tidak membekas pada anak. Sedangkan Hawari tidak

mempermasalahkan ajaran yang hanya menyangkut ritual atau esensi agama,

tetapi yang penting bahwa pendidikan agama harus mencakup tiga dimensi

yaitu akidah, syari'ah dan akhlak sehingga melahirkan aspek kognitif, afektif,

dan psikomotoris.

Terlepas dari kelebihan dan kekurangan kedua tokoh ini, namun inti

yang utama bahwa kedua tokoh ini sependapat dalam mendidik anak harus

memperhatikan dan menanamkan dua hal yaitu (1) pendidikan agama; dan (2)

pentingnya peranan orang tua.

B. Sumbangan Pemikiran M. Quraish Shihab dan Dadang Hawari tentang

Cara Mendidik Anak dalam Pendidikan Islam

1. Sumbangan Pemikiran M. Quraish Shihab

Sumbangan pemikiran M. Quraish Shihab tentang cara mendidik anak

terhadap pendidikan Islam, M.Quraish Shihab sangat dekat dengan aktivitas

pendidikan, bahkan sebagai pemikir dan praktisi pendidikan. Quraish Shihab

ingin menyampaikan pesan moral dan pendidikan kepada umat. Oleh sebab

itu, pada setiap topik kajian yang dikemukakan ia selalu mengemukakan nilai-

nilai edukatif yang terdapat di dalamnya.

Pemikiran H.M.Quraish Shihab dalam bidang pendidikan tersebut

tampak sangat dipengaruhi oleh keahliannya dalam bidang tafsir Al-Qur'an

yang dipadukan dengan penguasaannya yang mendalam terhadap berbagai

ilmu lainnya baik ilmu-ilmu keislaman maupun ilmu pengetahuan umum serta

konteks masyarakat Indonesia. Dengan demikian, ia telah berhasil

Page 13: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

88

membumikan gagasan Al-Qur'an tentang pendidikan dalam arti yang

sesungguhnya, yakni sesuai dengan alam pikiran masyarakat Indonesia.

Pemikiran dan gagasan H.M. Quraish Shihab tersebut telah pula

menunjukkan dengan jelas bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang

memiliki implikasi terhadap munculnya konsep pendidikan menurut Al-

Qur'an yang pada gilirannya dapat menjadi salah satu bidang kajian yang

cukup menarik. Upaya ini perlu dilakukan mengingat bahwa di dalam

pemikiran H.M. Quraish Shihab tersebut mengisyaratkan perlunya melakukan

studi secara lebih mendalam tentang pendidikan dalam perspektif Al-Qur'an.

2. Sumbangan Pemikiran Dadang Hawari

Menurut Hawari (1996: 195), makna pendidikan tidaklah semata-mata

hanya menyekolahkan anak ke sekolah untuk menimba ilmu pengetahuan,

namun lebih luas daripada itu. Seorang anak akan tumbuh berkembang

dengan baik manakala ia memperoleh pendidikan yang paripurna

(komprehensif), agar ia kelak menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat,

bangsa, negara, dan agama. Anak yang demikian ini adalah anak yang sehat

dalam arti luas, yaitu sehat fisik, mental-emosional, mental-intelektual,

mental-sosial dan mental-spiritual. Pendidikan itu sendiri sudah harus

dilakukan sedini mungkin di rumah maupun di luar rumah, formal di institut

pendidikan dan non formal di masyarakat.

Keterangan utama Dadang Hawari di atas, menjadi petunjuk bahwa ia

sangat menekankan pendidikan anak yang bisa membentuk mental yang sehat.

Dari sini tampak sumbangan pemikiran Dadang Hawari terhadap pendidikan

Islam yaitu konsep kesehatan mental. Dapat dimengerti pendapat Dadang

Hawari yang menyoroti cara mendidik anak dengan melihat dalam aspek

kesehatan mental, karena dewasa ini ketidakberdayaan manusia bermain

dalam pentas peradaban modern yang terus melaju tanpa dapat dihentikan itu,

menyebabkan sebagian besar "manusia modern" itu terperangkap dalam

situasi yang menurut istilah Psikolog Humanis terkenal, Rollo May sebagai

"Manusia dalam Kerangkeng", satu istilah yang menggambarkan "satu derita

Page 14: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

89

manusia modern". Manusia modern seperti itu sebenarnya manusia yang

sudah kehilangan makna, manusia kosong, The Hollow Man. Ia resah setiap

kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan, dan tidak

mampu memilih jalan hidup yang diinginkan. Para sosiolog menyebutnya

sebagai gejala keterasingan, alienasi, yang disebabkan oleh (a) perubahan

sosial yang berlangsung sangat cepat, (b) hubungan hangat antar manusia

sudah berubah menjadi hubungan yang gersang, (c) lembaga tradisional sudah

berubah menjadi lembaga rasional, (d) masyarakat yang homogen sudah

berubah menjadi heterogen, dan (e) stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas

sosial (Mubarok, 2001: 27).

Seiring dengan kondisi tersebut muncul konflik-konflik batin yang

pada puncaknya menimbulkan mental disorder (kekacauan mental, penyakit

mental) yaitu ketidakmampuan menyesuaikan diri yang serius sifatnya, yang

mengakibatkan ketidakmampuan tertentu. Sumber kekacauan tersebut bisa

bersifat psikogenis maupun organis dan mencakup reaksi psikotis maupun

reaksi neurotis yang lebih serius (Chaplin, 1993: 298). Gangguan mental, dan

ciri-ciri gangguan mental yang diderita orang-orang modern menurut seorang

psikoanalis yang membuka praktek di New York yaitu May (1996: 1) adalah

ketidakbahagiaan hidup dan ketidakmampuan membuat keputusan.

Mental disorder itu mempunyai pertanda awal, antara lain ialah cemas

atau ketakutan, dengki, apatis, cemburu, iri hati, marah-marah secara

eksplosif, a-sosial, ketegangan kronis dan lain-lain. Ringkasnya,

kekacauan/kekalutan mental merupakan bentuk gangguan pada ketenangan

batin dan harmoni dari struktur kepribadian.

Bila keluarga, dalam hal ini orang tua mengalami mental disorder

maka sudah bisa dibayangkan bagaimana dengan mental anaknya. Anak yang

mengalami mental disorder harus segera ditangani, karena itu para ahli telah

berupaya mencari solusi menanggulangi mental anak yang disorder.

Melihat kenyataan tersebut, dapat dipahami jika Dadang Hawari

meminta kepada semua pihak terutama kalangan orang tua dan pendidik untuk

memperhatikan kesehatan mental anak.

Page 15: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

90

Salah satu problema yang dihadapi oleh masyarakat kita pada zaman

kemajuan ini, terutama di kota-kota besar ialah gejala-gejala yang

menunjukkan hubungan yang "agak terlepas" antara Ibu-Bapa dengan anak-

anaknya. Seorang ahli sosiologi menamakannya krisis kewibawaan orang tua.

Krisis ini telah mengarah pada masalah moral atau akhlak.

Banyak orang tua yang tidak dapat mengendalikan putera-puterinya

terutama ketika putra putrinya menginjak remaja, kalau tidak boleh dikatakan

sudah seperti hujan berbalik ke langit, yaitu putera-puteri itulah dalam

prakteknya yang mengendalikan orang-tua mereka. Yang agak

membangunkan pikiran dalam hal ini, ialah bahwa peristiwa itu banyak

dijumpai dikalangan keluarga-keluarga yang disebut "cabang atas", yang

.mempunyai kedudukan sosial-ekonomi yang baik, dan pada umumnya terdiri

dari orang-orang terpelajar dan berpendidikan tinggi. Bahkan ada pula di

antaranya yang memegang fungsi yang penting dalam jabatan negara.

Satu di antara contohnya yang jelas ialah aksi ngebut-ngebutan dan

“indehoy” dikalangan anak remaja, dimana orang-tua mereka nampaknya

tidak berdaya mengatasinya. Di samping itu masih banyak lagi ciri-ciri yang

lain yang melukiskan bahwa ada semacam "baut yang longgar" antara

hubungan orang tua dengan anak-anaknya. Kondisi ini menimbulkan gejala

kenakalan remaja yang makin membahayakan.

Peristiwa yang demikian haruslah dicarikan pemecahan persoalannya,

karena kalau tidak, akan membawa akibat yang buruk dan luas bagi

pertumbuhan generasi dan bangsa kita. Soal itu tak dapat dipandang sebagai

masalah anak-anak orang kaya, bapa-bapa gede dan kaum "the haves" saja,

sebab akibatnya mempunyai mata rantai yang sambung-bersambung,

menyangkut dengan soal pembinaan negara dan kepribadian bangsa (nation

and character building). Ibarat penyakit harus diadakan diagnose untuk

menemukan terapinya, dicari sebab-musababnya, dilihat dari berbagai sudut

dan segi.

Ada orang-orang yang melemparkan tanggungjawab itu kepada ibu-

bapa saja; ada pula yang menyalahkan anak-anak saja dengan menamakan

Page 16: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

91

mereka "anak-anak badung"; dan ada pula yang menghubungkan dengan

masalah desintegrasi dan demoralisasi dalam masyarakat, akibat dari zaman

pertumbuhan dan pancaroba. Bagaimanapun dibolak-balik, masalah itu pada

hakekatnya tali-bertali, berjalin-jalin (kompleks).

Tetapi, satu hal yang dirasakan oleh setiap orang kenyataan-kenyataan

yang pahit itu antara lain adalah karena kekosongan roh keagamaan, baik di

dalam jiwa dan kehidupan ibu-bapa maupun dikalangan anak-anak.

Kekosongan bimbingan keagamaan itu menyebabkan terlepas dari nilai-nilai

moral dan akhlak.

Pada saat-saat seperti sekarang semakin terasa perlunya

menyemangatkan dan memperluas doktrin-doktrin Islam bagaimana

seharusnya mengatur hubungan antara ibu-bapa dengan anak-anak,

kewajiban-kewajiban dan tanggungjawab timbal-balik. Sebab dengan

penerapan ajaran-ajaran Islam tentang masalah tersebut, maka akan diperoleh

suatu landasan untuk memperbaiki keadaan-keadaan itu. Menurut ajaran

Islam, anak-anak itu adalah amanah Tuhan kepada ibu-bapa. Setiap amanah

haruslah dijaga dan dipelihara; dan setiap pemeliharaan mengandung unsur-

unsur kewajiban dan tanggung-jawab.

Adapun hakekat dan fungsi amanah tentang pemeliharaan anak-.anak

itu mengandung arti dan nilai yang jauh lebih dalam dan luas daripada

amanah-amanah yang lain. Sebab didalamnya berjalin dan melekat secara

langsung kepentingan manusia yang bersangkutan dalam hal ini ibu-bapa baik

dilihat dari sudut biologis maupun dari segi sosiologis.

Setiap ibu-bapa, terbawa oleh pertalian darah dan turunan (biologis),

dipertautkan oleh satu ikatan (unsur) yang paling erat dengan anak-anaknya,

yang tidak terdapat pada hubungan-hubungan yang lain. Hubungan itu

disebutkan naluri (instinct). Tiap-tiap ibu-bapa mempunyai naluri cinta dan

kasih kepada anak-anaknya. Cinta dan kasih itu adalah sedemikian rupa,

sehingga setiap ibu-bapa dengan rela mengorbankan segala apa yang ada

padanya untuk kepentingan anak-anaknya.

Page 17: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

92

Dilihat dari sudut sosiologis, ibu-bapa menghendaki dan berusaha

supaya anak-anaknya menjadi orang-orang yang baik dalam masyarakat, yang

memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan mendatangkan manfaat kepada

orang lain (ummat manusia). Anak-anak itulah yang akan menyambung dan

meneruskan keturunan mereka.

Suami-isteri yang tidak mempunyai anak akan merasakan suatu

kekosongan atau kehampaan dalam kehidupan. Meskipun suami-isteri tersebut

hidup senang, harta banyak, segala kenikmatan lahiriah cukup, bintang terang

dan lain-lain, tetapi mereka memandang kehidupan ini dengan pandangan

yang gelap, laksana seorang yang tidak melihat sinar matahari terang diwaktu

pagi karena tertutup oleh kabut dan embun yang tebal. Suami-isteri yang

hidup dalam rumah tangga yang serba cukup tetapi tanpa anak tak ubahnya

laksana satu taman yang luas tanpa bunga atau kembang, Tidak terlihat dan

terasa keindahan, kenikmatan yang hakiki dan kebahagiaan. Tidak heran

apabila suami-isteri yang tidak mempunyai anak itu berusaha mencari anak

pungut atau anak-tiri.

Dalam proses pertumbuhan anak-anak, maka ibu-bapa memegang

peranan yang amat penting, malah boleh disebutkan yang paling menentukan.

Menurut ajaran Islam, begitu pula menurut ahli-ahli pendidik, anak-anak itu

adalah laksana kertas yang putih bersih, yang dapat dilukis dengan warna

yang dikehendaki: merah, hitam, hijau, ungu, dan lain sebagainya.

Baik-buruknya anak-anak itu, baik jasmaniah maupun rohaniah,

menjadi orang yang shalih atau fasik, bertindak konstruktif atau destruktif

dalam masyarakat dan lain-lain sebagainya, pada pokoknya banyak tergantung

kepada ibu-bapaknya. Peranan ibu-bapa itu dapat pula diumpamakan seperti

pandai besi, yang dapat menempa dan membentuk besi yang dibakar untuk

menjadi pisau, gunting, cangkul, gerendel pintu, kursi dan lain-lain.

Mengingat peranan ibu-bapa yang demikian penting maka pada tingkat-

pertama dan tingkat-terakhir, merekalah yang memikul kewajiban dan

tanggung-jawab yang langsung. Kewajiban dan tanggungjawab itu, dalam

Page 18: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

93

garis besarnya ialah mendidik dan membentuk anak-anak tersebut dalam tiga

hal, yaitu:

1. Jasmaniah

2. Aqliyah (pikiran kecerdasan)

3. Rohaniah.

Mengenai soal jasmaniah, ialah berusaha supaya anak-anak itu

menjadi sehat badannya, dan jauh dari segala macam penyakit. Hal ini

menurutnya dapat dilakukan semenjak kecil anak-anak, dengan memelihara

makanannya, kebersihannya, permainannya dan lain-lain. Salah satu unsur

yang penting ialah menanamkan kegemaran untuk melakukan gerak badan

(riyadhah jasmaniah), sehingga menjadi satu adat dan kebiasaan.

Haruslah disadari sepenuhnya, bahwa kesehatan jasmaniah itulah

pokok-pangkal dari segala pertumbuhan. Bukankah ada peribahasa Latin yang

mengatakan: Men sana incorporo sano (Dalam tubuh yang sehat terdapat

pikiran yang sehat).

Adapun dibidang aqliyah, ialah mengusahakan supaya anak-anak itu

mempunyai kecerdasan, ilmu pengetahuan. Kecerdasan dan ilmu-pengetahuan

itu adalah masalah yang paling pokok dalam kehidupan manusia, sehingga

wahyu yang pertama sekali diturunkan Tuhan kepada Nabi Muhammad

adalah berkenaan dengan soal baca dan tulis, soal belajar dan ilmu

pengetahuan. Tersebut dalam al-Qur'an:

نسان من علق {1اقـرأ باسم ربك الذي خلق { اقـرأ } 2} خلق الإنسان ما لم 4} الذي علم بالقلم {3وربك الأكرم { } علم الإ

)5-1} (العلق: 5يـعلم { "Bacalah dengan nama Tuhan engkau, Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dan segumpal darah bacalah! Dan Tuhan engkau itu Maha Pemurah, Yang. Mengajarkan dengan pena (tulis-baca; Mengajarkan kepada manusia apa yang. belum diketahuinya". (Al-'Alaq: l-5).

Page 19: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

94

Kaum ibu-bapak sudah sepantasnya bersyukur, sebab menurutnya

berkat pertumbuhan dan perkembangan peradaban dan kemajuan, dengan

adanya institut sekolah-sekolah, perguruan-perguruan dan lain-lam, maka

beban dan tanggungjawab memberikan ilmu pengetahuan kepada anak-anak

untuk sebagiannya telah dapat diserahkan/didelegir kepada kaum guru-guru

dan pendidik. Tetapi pertanggungjawaban sepenuhnya tetap terpikul di atas

bahu ibu-bapa. Oleh sebab itu, pengertian dan tanggapan bahwa kewajiban

dibidang aqliyah itu sudah lepas sama sekali dengan menyerahkan anak-anak

ke sekolah-sekolah, adalah satu pandangan yang keliru.

Adapun dibidang rohaniah. yang menyangkut dengan pembentukan

jiwa, watak, budi-pekerti dan segala sesuatu yang bersifat moral dan akhlak,

inilah unsur yang maha penting. Ada dua faktor yang amat menentukan dalam

hal ini. Pertama, faktor rumah tangga, yang langsung dipegang pimpinan dan

kendalinya oleh ibu-bapa sendiri. Kedua, faktor masyarakat, pergaulan,

milieu, yang pengaruhnya menurut ahli-ahli pendidik lebih daripada 60%

menentukan keadaan seorang anak.

Di dalam al-Qur'an ada satu surat yang bernama surat Luqman, dimana

Tuhan memberikan contoh kepada ibu-bapa untuk membentuk anak-anaknya,

seperti yang sudah dilakukan di zaman dahulu oleh Luqmanul Hakim terhadap

anak-anaknya. Ada dua keterangan dari Ahli-ahli Tafsir mengenai Luqmanul

Hakim itu. Pertama, yang menyatakan bahwa Luqman itu seorang Nabi;

kedua, yang menyatakan bahwa dia hanya seorang Ahli Hikmat.

Terlepas dari soal mana di antara yang dua itu yang benar, tetapi yang

sudah jelas bahwa Tuhan telah menunjukkan contoh yang ber-nash dari cara-

cara Luqman mendidik anak-anaknya, untuk dijadikan pedoman dan petunjuk

bagi orang tua anak-anak.

Pokok-pokok yang dikemukakan oleh Luqmanul Hakim dalam nasehat

(pengajaran) kepada anak-anaknya, dalam garis besarnya terdiri dari lima hal,

yaitu :

(6) Pendidikan aqidah;

(7) Pendidikan berbakti (ubudiyah);

Page 20: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

95

(8) Pendidikan kemasyarakatan (sosiologi);

(9) Pendidikan mental; dan

(10) Pendidikan akhlak (budi-pekerti).

Pertama, disebutkan dalam surat Luqman itu:

)13لشرك لظلم عظيم (لقمان: يا بـني لا تشرك بالله إن ا "Hai anakku. Janganlah engkau perserikatkan Allah, sebab perilaku syirik itu adalah satu aniaya (dosa) yang besar." (Luqman : 13). Persoalan "jangan menyekutukan Allah" (syirik) itu yang disebutkan

dengan istilah Tauhid, adalah termasuk dalam rangka aqidah, yang merupakan

landasan pokok dalam kehidupan manusia. Tidak heran apabila soal itu

diletakkan pada nomor satu dalam urutan rangkaian-rangkaian nasehat itu.

Tauhid membentuk jiwa dan sikap hidup manusia hanya semata-mata percaya

kepada Allah, kepercayaan yang murni. Dengan pendidikan Tauhid, anak-

anak akan mempunyai pegangan, tidak kehilangan kompas dalam situasi yang

bagaimanapun, baik di waktu lapang maupun diwaktu sempit. Sebab mereka

percaya sepenuhnya, bahwa segala sesuatu yang ditemui dalam kehidupan ini,

datangnya dari Yang Maha Kuasa dan akan kembali kepada-Nya pula.

Kedua, pada ayat berikutnya dalam surat Luqman itu, diterangkan:

)17يا بـني أقم الصلاة (لقمان: "Hai anakku! Tegakkanlah sembahyang (shalat)". (Luqman : 17). Dari urutan ini juga bahwa dapat dipahamkan, setelah seorang anak

mempunyai landasan yang kuat dalam kehidupannya, haruslah dibentuk pula

supaya dia berbakti kepada Tuhan dengan mengerjakan sembahyang (shalat).

Sebab shalat itu, selain sebagai satu tatacara ubudiyah dan berbakti kepada

Tuhan, menunjukkan syukur kepada nikmat-nikmat yang dikaruniakan-Nya,

pun pengaruh (effek) sembahyang (shalat) itu membawa nilai-nilai yang

menguntungkan kepada manusia sendiri, baik menyangkut dengan soal-soal

jasmaniah maupun masalah-masalah rohaniah.

Page 21: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

96

Ketiga, pada sambungan ayat tersebut dinyatakan pula:

)17عن المنكر(لقمان: وأمر بالمعروف وانه "Suruhlah mengerjakan (perbuatan) yang ma'ruf (baik-baik), dan laranglah dari (perbuatan) yang mungkar (buruk)." (Q.S. Lukman:17). Hendaklah ibu-bapa mendidik anak-anaknya supaya mereka

membiasakan diri memperbuat kebajikan, baik untuk dirinya sendiri maupun

untuk orang lain atau masyarakat. Juga supaya menjauhi perbuatan-perbuatan

yang bur, yang merugikan kepada diri sendiri dan merusak kepada orang lain.

Keempat, tentang pembentukan mental, disebutkan dalam sambungan

ayat tersebut sebagai berikut:

)17واصبر على ما أصابك إن ذلك من عزم الأمور (لقمان:

"Dan berlaku sabarlah (teguh-hati) menghadapi peristiwa (mushibah) yang menimpa engkau. Sesungguhnya (sikap) yang demikian itu termasuk perintah yang sungguh-sungguh". (Q.S. Lukman: 17). Sikap sabar dan teguh-hati mengarungi gelombang-hidup, terutama

menghadapi musim pancaroba, adalah satu sikap mental yang diperlukan

untuk mencapai sukses dan kemenangan dalam setiap usaha atau perjuangan.

Keteguhan hati dapat membentuk kemauan yang kuat, menguatkan cita-cita,

mengalirkan aktivitas dan dinamika, menghilangkan semangat lesu dan

pessimisme dan lain-lain sebagainya.

Kelima, mengenai pendidikan akhlak (budi-pekerti), disebutkan lebih

jauh dalam sambungan ayat itu:

كل ه لا يحبالل اس ولا تمش في الأرض مرحا إنك للنر خدولا تصع )18} (لقمان: 18مختال فخور {

"Janganlah engkau memalingkan muka dari manusia karena kesombongan". Janganlah berjalan dimuka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Tuhan tidak cinta kepada orang yang sombong dan membanggakan diri". (Luqman : 18).

Page 22: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

97

واقصد في مشيك واغضض من صوتك إن أنكر الأصوات لصوت )19الحمير(لقمان:

"Dan berlaku sederhanalah dalam melangkah (berjalan). Dan lembutkanlah suara engkau. Sesungguhnya suara yang amat buruk ialah suara himar". (Luqman : 19). Pokok-pokok inilah yang harus disemaikan oleh setiap ibu-bapak ke

dalam jiwa putera-puterinya semenjak waktu kecil sehingga setelah pemuda

dan dewasa kelak, anak-anak itu sudah terlatih dengan alat-alat dan syarat-

syarat yang diperlukan dalam menghadapi kehidupan, yang sesuai dengan

hasrat yang diinginkan oleh setiap ibu-bapak.

Akan tetapi, satu hal yang sangat essensial dalam hal ini, ialah

pengeterapan ibu-bapak sendiri, yang praktek-praktek dan kenyataan-

kenyataan mereka tunjukkan dalam perbuatan sendiri. Tidak mungkin seorang

anak-mempunyai aqidah yang kuat menjadi orang yang taat dan berbakti

kepada Tuhan, menjadi pejuang menegakkan kebajikan dan memberantas

kemerosotan, menjadi seorang yang tetap teguh dan bangkit (survive),

mempunyai moral dan budi-pekerti yang baik, jika ibu bapak sendiri tidak

melakukan hal-hal yang demikian dalam kehidupan mereka sendiri. Jika ibu

bapa umpamanya masih percaya kepada khurafat dan takhayul, jarang-jarang

menghadap kiblat (mengerjakan shalat), kurang mengerjakan perbuatan-

perbuatan kebajikan, tidak kuat jiwa dan daya tahannya, berlaku sombong,

angkuh, hanya pandai "berteriak-teriak" dan lain-lain sebagainya, maka sudah

pasti anak-anak mereka sendiri tidak akan jauh dari perilaku yang demikian,

kalau tidak boleh dikatakan "lebih kesasar" lagi. Dalam realitanya akan

berlaku pameo yang menyatakan "Jika bapa kencing berdiri, maka anak. akan

kencing berlari".

Itulah sebabnya Rasulullah menegaskan, bahwa ibu-bapak sendirilah

pada hakekatnya yang menjadikan anak mereka baik atau buruk, menjadi

"bunga" atau "benalu".

Page 23: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

98

Apabila memperhatikan konsep pendidikan anak yang dikemukakan

kedua tokoh ini (M. Quraish Shihab dan Dadang Hawari), maka tujuan

konsepnya yaitu (1) Agar anak memiliki kemampuan untuk mengembangkan

potensi diri, bermanfaat untuk orang lain dan masyarakat. (2) Membangun

anak yang berakhlak al-karimah. (3) Membangun anak yang cerdas dalam

iman dan taqwa.

1. Agar anak memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi diri,

bermanfaat untuk orang lain dan masyarakat.

Tujuan ini sejalan dengan tujuan pendidikan Islam sebagaimana

dikatakan oleh M. Arifin bahwa tujuan pendidikan Islam secara filosofis

berorientasi kepada nilai-nilai islami yang bersasaran pada tiga dimensi

hubungan manusia selaku "khalifah" di muka bumi, yaitu sebagai berikut.

a. Menanamkan sikap hubungan yang seimbang dan selaras dengan

Tuhannya.

b. Membentuk sikap hubungan yang harmonis, selaras, dan seimbang

dengan masyarakatnya.

c. Mengembangkan kemampuannya untuk menggali, mengelola, dan

memanfaatkan kekayaan alam ciptaan Allah bagi kepentingan

kesejahteraan hidupnya dan hidup sesamanya serta bagi kepentingan

ubudiahnya kepada Allah, dengan dilandasi sikap hubungan yang

harmonis pula (Arifin, 2003: 121).

2. Membangun anak yang berakhlak al-karimah

Tujuan yang kedua ini sesuai dengan penegasan Athiyah al-

Abrasyi. Para pakar pendidikan Islam menurut Athiyah al-Abrasyi telah

sepakat bahwa tujuan dari pendidikan serta pengajaran bukanlah

memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka

ketahui, melainkan: a. Mendidik akhlak dan jiwa mereka; b. Menanamkan

rasa keutamaan (fadhilah); c. Membiasakan mereka dengan kesopanan

yang tinggi; d. Mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci

seluruhnya dengan penuh keikhlasan dan kejujuran. Dengan demikian,

tujuan pokok dari pendidikan Islam menurut Athiyah al-Abrasyi ialah

Page 24: BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. QURAISH SHIHAB DAN ...eprints.walisongo.ac.id/389/5/Aminuddin_Tesis_Bab4.pdffaktor organo-biologik (konstitusi biologik), maka faktor psikososial-budaya

99

mendidik budi pekerti dan pembentukan jiwa. Semua mata pelajaran

haruslah mengandung pelajaran-pelajaran akhlak, setiap pendidik haruslah

memikirkan akhlak dan memikirkan akhlak keagamaan sebelum yang

lain-lainnya karena akhlak keagamaan adalah akhlak yang tertinggi,

sedangkan, akhlak yang mulia itu adalah tiang dari pendidikan Islam (al-

Abrasyi, 2003: 13).

3. Membangun anak yang cerdas dalam iman dan taqwa

Butir yang ketiga yang menjadi tujuan dari konsep pendidikan

anak ini senafas dengan pendapat Ahmad Tafsir. Menurutnya, tujuan

umum pendidikan Islam ialah a. Muslim yang sempurna, atau manusia

yang takwa, atau manusia beriman, atau manusia yang beribadah kepada

Allah; b. muslim yang sempurna itu ialah manusia yang memiliki: (1)

Akalnya cerdas serta pandai; (2) jasmaninya kuat; (3) hatinya takwa

kepada Allah; (4) berketerampilan; (4) mampu menyelesaikan masalah

secara ilmiah dan filosofis; (5) memiliki dan mengembangkan sains; (6)

memiliki dan mengembangkan filsafat; (7) hati yang berkemampuan

berhubungan dengan alam gaib (Tafsir, 2004: 50 – 51).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa

tujuan pendidikan Islam adalah untuk membangun dan membentuk manusia

yang berkepribadian Islam dengan selalu mempertebal iman dan takwa

sehingga bisa berguna bagi bangsa dan agama.