Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga...

165
STRATEGI COPING KELUARGA YANG TERKENA MUSIBAH GEMPA DAN TSUNAMI DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM SITI MARYAM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Transcript of Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga...

Page 1: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

STRATEGI COPING KELUARGA YANG TERKENA MUSIBAH GEMPA DAN TSUNAMI DI PROVINSI

NANGGROE ACEH DARUSSALAM

SITI MARYAM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Page 2: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

2

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Strategi

coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan Tsunami di Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam” merupakan gagasan atau hasil penelitian saya

sendiri, dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas

ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh

gelar Doktor pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data yang

digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Agustus 2007

Siti Maryam

NRP. A561020

Page 3: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

3

ABSTRAK

SITI MARYAM . Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan Tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Di Bawah Bimbingan : DADANG SUKANDAR (KETUA), SUPRIHATIN GUHARDJA (ANGGOTA), PANG S. ASNGARI (ANGGOTA), DAN EUIS SUNARTI (ANGGOTA)

Pada akhir Desember 2004, terjadi bencana gempa bumi dan gelombang Tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam (NAD) dan Sumatera Utara. Bencana ini mengakibatkan: (a) jumlah korban manusia yang cukup besar, (b) lumpuhnya pelayanan dasar, (c) tidak berfungsinya infrastruktur dasar, dan (d) hancurnya sistem sosial dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi keluarga, (2) Mengidentifikasi sumberdaya coping yang dimiliki oleh keluarga, (3) Mengidentifikasi tingkat stres, (4) Mengidentifikasi strategi coping, (5) Mengidentifikasi keberfungsian keluarga, (6) Menganalisis perbedaan masalah keluarga, tingkat stres, strategi coping dan keberfungsian keluarga antar tipologi keluarga, (7) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping, dan (8) Menganalisis pengaruh masalah keluarga, sumberdaya coping dan strategi coping terhadap keberfungsian keluarga Disain penelitian ini adalah cross-sectional dan retrospective study. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Meuraksa dengan pertimbangan kedua kecamatan di Kota Banda Aceh tersebut terkena musibah gempa dan tsunami terparah pada tanggal 26 Desember 2004, pengumpulan data berlangsung mulai bulan Mei sampai Juli 2006.

Populasi penelitian ini adalah keluarga yang wilayahnya terkena masalah gempa dan tsunami yang berada pada dua kecamatan tersebut di atas. Penarikan contoh dilakukan dengan menggunakan penarikan contoh acak berlapis dengan alokasi proporsional (stratified random sampling). Lapis pertama adalah keluarga utuh, kedua keluarga duda dan ketiga keluarga janda. Total contoh yang diambil sejumlah 138 contoh. Data primer meliputi: (1) Masalah-masalah yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami, (2) Sumberdaya coping yang mencakup karakteristik sosial ekonomi (jumlah anggota keluarga, pengeluaran, pendapatan, dan aset), ciri-ciri pribadi (umur, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kepribadian dan konsep diri) dan dukungan sosial, (3) Strategi coping (coping berpusat pada masalah dan coping berpusat pada emosi), (4) Tingkat stres, dan (5) Keberfungsian keluarga. Data skunder meliputi propil Kecamatan dan daftar bantuan sosial. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer program SPSS 10.1 dan program SAS. Analisis data yang digunakan adalah statistik dasar (elementary statistic analysis) dan regresi linear berganda

Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan yang masih dialami keluarga 1,5 tahun pasca tsunami antara lain: tidak adanya pangan hewani untuk dikonsumsi setiap hari, kesulitan dalam membayar obat-obatan, ketidakmampuan keluarga menyediakan fasilitas untuk keperluan belajar anak di rumah, tempat tinggal/rumah untuk tempat berlingdung anggota keluarga tidak memadai terutama bagi keluarga utuh, tidak memiliki cukup pakaian untuk aktivitas yang berbeda serta penghasilan yang didapat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Sumberdaya coping yang dimiliki keluarga yakni: (1) karakteristik sosial ekonomi meliputi: jumlah anggota keluarga rata-rata 4 orang, 1.5 tahun pasca tsunami masih ada 15,2% kepala keluarga belum kembali bekerja. Rata-rata

Page 4: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

4

pengeluaran keluarga perkapita untuk pangan dan non pangan masing-masing Rp 287.000 dan Rp 260.000 (52% dan 48%) dari total pendapatan. Rata-rata nilai aset yang dimiliki keluarga adalah Rp 20.442.237; (2) ciri-ciri pribadi kepala keluarga meliputi: umur rata-rata 43 tahun dengan tingkat pendidikan umumnya SLTA/sederajat. Tingkat kesehatan selama enam bulan terakhir sebagian besar (87%) cukup baik. Kepribadian kepala keluarga sebagian besar (87%) adalah ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar (93.5%) tergolong positif; dan (3) sebagian besar keluarga (86.2%) menerima dukungan sosial dari berbagai pihak.

Setahun pasca gempa dan tsunami, tingkat stres kepala keluarga dengan pendekatan metode Family Inventory of Life sebagian besar (88,4%) termasuk stres minor. Jika menggunakan metode Holmes dan Rahe, masih ada 44.9% kepala keluarga yang mengalami tingkat stres dengan katagori sedang. Pendekatan dengan menggunakan metode Holmes dan Rahe lebih tepat digunakan karena mampu mengungkap tingkat stres yang dialami saat ini yang diakibatkan oleh peristiwa setahun yang lalu.

Strategi coping yang dilakukan kepala keluarga pasca gempa dan tsunami adalah strategi coping berfokus pada masalah dan strategi coping berfokus pada emosi. Namun demikian, strategi coping yang dilakukan oleh kepala keluarga belum maksimal, baik strategi coping berfokus pada masalah maupun yang berfokus pada emosi masing-masing hanya 44,2% dan 19.1% yang termasuk katagori tinggi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping berfokus pada masalah adalah masalah kesehatan, stres kognitif, dukungan sosial dan tipologi keluarga. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping berfokus pada emosi adalah kepribadian, umur kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan dukungan sosial. Tingginya tingkat stres kognitif yang dilami kepala keluarga mengakibatkan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi sehingga upaya penyelesaian masalah menjadi rendah. Keluarga single perent lebih rendah melakukan strategi coping berfokus pada masalah dibandingkan keluarga utuh. Namun demikian, semakin tinggi masalah kesehatan yang dialami keluarga, maka upaya penyelesaian masalah melalui strategi coping berfokus masalah semakin tinggi. Begitu juga dengan kepribadian yang ekstrovet, umur yang semakin tua, jumlah anggota keluarga yang besar maka penyelesaian masalah melalui strategi coping berfokus pada emosi juga semakin baik.

Dalam hal keberfungsian keluarga, masih terdapat keluarga yang tidak mampu menjalankan fungsinya secara optimal, baik fungsi ekspresif maupun intrumental. Hal ini terbukti masih ada 37.7% keluarga yang tidak mampu menjalankan fungsi intrumental untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya, dan 8,7% keluarga tidak dapat melakukan fungsi ekspresif dengan baik. Fungsi ekspresif jauh lebih berfungsi dibandingkan dengan fungsi intrumental.

Pendidikan kepala keluarga dan konsep diri yang positif mengakibatkan fungsi ekspresif yang dilakukan semakin baik. Akan tetapi semakin tinggi masalah rumah yang dihadapi kepala keluarga, maka fungsi ekspresif yang dilakukan semakin rendah. Tingginya masalah pendidikan dan masalah pakaian yang dilami keluarga dan berbagai upaya penyelesaian masalah dilakukan, baik melalui pendekatan analitis atau yang mengandung resiko serta mencari berbagai dukungan sosial mengakibatkan fungsi instrumental yang dilakukan kepala keluarga semakin baik.

Kata Kunci : strategi coping, gempa dan tsunami, tingkat stres, sumberdaya coping, keberfungsian keluarga

Page 5: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

5

ABSTRACT

SITI MARYAM . The Coping Strategies of Families after Earthquake and Tsunami Disaster in Nanggroe Aceh Darussalam Province. Under supervision of DADANG SUKANDAR, SUPRIHATIN GUHARDJA, PANG S. ASNGARI, EUIS SUNARTI

In the end of December 2004, earthquake and tsunami disaster attacked

Nanggroe Aceh Darussalam Province and North Sumatera. The disaster caused : (a) great number of huge human victims; (b) the paralyzed of basic services; (c) basic infra structure disfunction; as well as (d) the destroy of social and economic system. The objectives of this research is to analyze the coping strategies of families after earthquake and tsunami disaster in Nanggroe Aceh Darussalam province. This research used cross-sectional design study, it’s was performed since May 2006 in Kuta Alam and Meuraxa sub districts. Number of samples were 138 families, which consist of 103 intact families, 20 widower families and 15 widow families. Sampling technique used proportional random sampling. Then, data was taken by using questionnaire. The stress level of families by using Family Live Inventory method indicated that most of families after the disaster belonged to minor stress, whereas the level stress with Holmes and Rahe method showed families belonged to moderate stress. Meanwhile, both coping problem-based strategy (44.2%) and emotion-based strategy (18.1%) of families were belonged into high level. Most of families are categorized into high category for expressive and instrumental. The significant variables which influenced the family’s expressive function were personality, widower typologi, seeking social support, planful problem solving and widows typology. Meanwhile, the variables influenced significantly on family’s instrumental function were health problem, housing problem, educational problems, plantful problem solving, self controlling, family size, social support. Key Words: coping strategies, family, earthquake and tsunami disaster

Page 6: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

6

@ Hak Cipta miliki IPB, tahun 2007 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 7: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

7

STRATEGI COPING KELUARGA YANG TERKENA MUSIBAH GEMPA DAN TSUNAMI DI PROVINSI

NANGGROE ACEH DARUSSALAM

SITI MARYAM

Sebagai salah satu syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor pada

Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Page 8: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

8

Judul Disertasi : Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa

dan Tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Nama : Siti Maryam NRP : A 561020031 Program Studi : Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc Dr. Ir. Suprihatin Guhardja, MS Ketua Anggota Prof. Dr. Pang S. Asngari Dr. Ir. Euis Sunarti, MS

Anggota Anggota

Diketahui, Ketua Program Studi Gizi Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana Dan Sumberdaya Keluarga

Prof. Dr. Ali Khomsan, MSc Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS Lulus Ujian : 22 Agustus 2007 Tanggal Lulus :

Page 9: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

9

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pada akhir Desember 2004, terjadi bencana gempa bumi dan gelombang

Tsunami yang melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darusssalam (NAD) dan

Sumatera Utara. Bencana ini mengakibatkan: (a) jumlah korban manusia yang

cukup besar, (b) lumpuhnya pelayanan dasar, (c) tidak berfungsinya infrastruktur

dasar, serta (d) hancurnya sistem sosial dan ekonomi. Bencana berdampak besar

pada kondisi psikologis penduduk, lumpuhnya pelayanan dasar seperti

pendidikan, kesehatan, keamanan, sosial, serta kurang berfungsinya

pemerintahan disebabkan oleh hancurnya sarana dan prasarana dasar dan

berkurangnya sumberdaya manusia aparatur. Kegiatan produksi termasuk

perdagangan dan perbankan mengalami stagnasi total dan memerlukan

pemulihan segera. Sistem transportasi dan telekomunikasi juga mengalami

gangguan yang serius dan harus segera ditangani agar lokasi bencana dapat

segera diakses. Sistem sosial ekonomi dan kelembagaan masyarakat

memerlukan revitalisasi untuk memulihkan kegiatan sosial ekonomi masyarakat di

Nanggroe Aceh Darussalam.

Berdasarkan laporan Satkorlak (2005), jumlah korban pasca gempa dan

tsunami mencapai 236.116 ribu jiwa, jumlah pengungsi 514.150 jiwa, jumlah anak

yatim 1.086 jiwa, persentase penduduk yang kehilangan mata pencaharian

mencapai 44.1 persen, tingkat kerusakan pada berbagai aspek, seperti ekonomi,

sosial (perumahan = 34.000 unit, pendidikan = 105 unit, kesehatan, agama)

sebesar $1.657 juta, infrastruktur (transportasi, komunikasi, energi, air dan

sanitasi, saluran irigasi) $877 juta, produktif (pertanian, perikanan, industri dan

pertambangan) $1.182 juta, lintas sektoral (lingkungan, pemerintahan, bank dan

keuangan) sebesar $652 juta, dan lain sebagainya. Jumlah kerugian dari berbagai

sektor diperkirakan sebesar US$ 4.57 milyar atau Rp 43.5 trilyun.

Kondisi seperti tersebut di atas akan berdampak terhadap kehidupan

masyarakat yaitu meningkatnya angka kemiskinan karena kehilangan lapangan

pekerjaan, yang selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan keluarga. Sebelum

terjadinya gempa dan tsunami BPS menyebutkan Aceh mempunyai tingkat

kemiskinan yang terus menerus naik setiap tahunnya. Sejak 1999, perlahan tapi

pasti jumlah penduduk miskin naik 1.1 juta (2000), 1.2 juta (2001), 1.4 juta (2002)

dan 1.7 juta (2003). Jumlah penduduk miskin meningkat tajam setelah terjadinya

Page 10: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

10

gempa dan tsunami tanggal 26 Desember 2004, yaitu 2.703.897 jiwa atau 65%

dari penduduk Aceh saat ini yaitu 4.104.187 jiwa.

Rencana penanggulangan bencana alam gempa bumi dan gelombang

Tsunami di wilayah NAD dan Sumatera Utara mencakup tiga tahapan utama:

tahap tanggap darurat; tahap pemulihan yang mencakup rehabilitasi sosial dan

restorasi fisik; serta tahap rekonstruksi. Tahap tanggap darurat dilaksanakan

dalam 6-20 bulan, sedangkan tahap rehabilitasi sosial dan fisik akan dilaksanakan

dalam 1.5-2 tahun dan tahap rekonstruksi dilaksanakan dalam waktu 5 tahun.

Sasaran dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan korban melalui: (a)

pembangunan dapur umum, (b) pembangunan infrastruktur dasar, (c) penguburan

korban meninggal, dan (d) penyelamatan korban yang masih hidup. Sasaran

dalam tahap pemulihan adalah pulihnya standar pelayanan minimum melalui: (a)

pemulihan kondisi sumberdaya manusia, (b) pemulihan pelayanan publik, (c)

pemulihan fasilitas ekonomi, lembaga perbankan, dan keuangan, (d) pemulihan

hukum dan ketertiban umum, dan (e) pemulihan hak atas tanah. Adapun sasaran

dalam tahap rekonstruksi adalah terbangunnya kembali seluruh sistem sosial dan

ekonomi melalui: (a) pemulihan kondisi sumberdaya manusia, (b) pembangunan

kembali sistem ekonomi, (c) pembangunan kembali sistem infrastruktur regional

dan lokal, (d) revitalisasi sistem sosial dan budaya, (e) pembangunan kembali

sistem kelembagaan, dan (f) pembangunan sistem peringatan dini untuk

meminimalisir dampak bencana. (BAPPENAS Rencana Pembangunan Jangka

Menengah 2005-2009).

Upaya rekonstruksi Provinsi NAD akan cepat berhasil apabila sikap

budaya masyarakat Aceh yang bernilai positif terutama yang terkait dengan

keyakinan agama dan kepedulian pada sesama seperti gotong royong, ramah

tamah, kekeluargaan dan sebagainya dikembangkan, dan sikap negatifnya

ditinggalkan. Bahkan kuatnya keinginan sebagian masyarakat Aceh ke arah

kemajuan menjadi indikator adanya kesadaran masyarakat untuk memperbaiki

ketinggalan budaya yang diduga selama ini telah ketinggalan jauh dari

masyarakat lain (Kurdi, 2005). Potensi lokal yang sudah tumbuh dan berkembang

secara turun temurun tetap diperhatikan serta dimanfaatkan oleh masyarakat

Nanggroe Aceh Darussalam sebagai sumberdaya dalam mengatasi berbagai

permasalahan pasca gempa dan tsunami. Untuk itu upaya untuk menggali,

membangkitkan, memotivasi dan mengaktualisasikan potensi lokal yang ada di

masyarakat yang kemudian diubah menjadi gagasan strategis sebagai bagian

Page 11: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

11

yang penting, bahkan terpenting dalam pembangunan masyarakat dan keluarga

(Hikmat, 2001).

Masalah Penelitian

Tingginya angka kemiskinan di Aceh mempunyai korelasi positif terhadap

angka pengangguran. BKKBN Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2000 mencatat

300.000 jiwa menganggur, tahun 2002 sekitar 48.8 persen (1.073.600 jiwa) dari

2,2 juta angkatan kerja menganggur. Tentunya angka pengangguran di Aceh akan

bertambah pasca tsunami mengingat banyaknya masyarakat yang kehilangan

mata pencaharian terutama yang berprofesi sebagai nelayan dan pedagang yang

tempat tinggalnya dekat dengan pantai (coastal zone). Kehilangan pekerjaan

berarti tidak memiliki pendapatan dan akan berdampak langsung terhadap

kehidupan keluarga dalam menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya.

Kehilangan pekerjaan seperti nelayan dan petani tambak merupakan

masalah besar, nelayan tidak dapat ke laut karena perahu dan peralatan melaut

hancur dan hilang tanpa bekas, petani tambak juga merasakan bahwa tambaknya

rata seperti laut tanpa ada pembatas satu dengan lainnya. Hal yang sama juga

dirasakan oleh orang-orang yang profesinya sebagai pedagang, toko dan barang

dagangannya hancur berantakan. Untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup

sehari-hari pemerintah dan LSM memberikan bantuan berupa bahan makanan,

pakaian, sarana kesehatan dan lain sebagainya serta uang yang jumlahnya Rp

90.000/orang/bulan. Selain itu pemerintah dan LSM juga membantu menata

kembali perekonomian masyarakat Aceh, mulai dari memberikan bantuan perahu,

menata kembali tambak yang berantakan dan memberikan pinjaman modal usaha

dengan tujuan supaya masyarakat dapat bekerja kembali sehingga perekonomian

mayarakat Aceh secara keseluruhan cepat stabil.

Dalam bidang pendidikan kerusakan yang terjadi adalah untuk tingkat

SD/MI 27 persen, SLTP/MTs 31 persen, dan SLTA/MA 38 persen. Jumlah

pendidik dan tenaga kependidikan yang meninggal/hilang sebanyak 1.400 orang,

peserta didik dan mahasiswa yang meninggal/hilang sebanyak 40.900 orang.

Rusak/hilangnya berbagai sarana dan prasarana tersebut membuat pendidikan di

Aceh pasca tsunami menjadi menurun. Jumlah guru yang minim, kurangnya

fasilitas prasarana dan sarana pendidikan, menjadi faktor penyebab turunnya

kualitas pendidikan di Aceh. Tidak dipungkiri kalau hilang/meninggalnya guru-guru

Page 12: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

12

yang merupakan asset human resource di sekolah atau perguruan tinggi tertentu

juga menjadi pemicu semakin turunnya pendidikan di Aceh. Pemerintah telah

mengirimkan beberapa tenaga pendidik dari luar daerah untuk Aceh mengisi

kekosongan guru sehingga tidak ada alasan adanya proses pembelajaran yang

terhenti. Untuk saat ini, Aceh membutuhkan 12.000 guru tambahan yang akan

ditempatkan di seluruh kabupaten/kota. Kekurangan ini diharapkan bisa teratasi

apabila adanya perekrutan yang baru sekitar 5.000 orang.

Berdasarkan catatan Kompas tentang Gempa dan Tsunami (2005), ketika

terjadi gempa dan tsunami melanda Nanggroe Aceh Darussalam, rumah sakit

yang rusak dan hancur 8 buah dan puskesmas 232 buah dan banyaknya tenaga

medis yang meninggal dan hilang yang menyebabkan pelayanan kesehatan

menurun. Untuk membantu pelayanan kesehatan masyarakat Menteri Kesehatan

telah mengirim 761 tenaga kesehatan (110 orang dokter PTT, 79 bidan desa, 110

sarjana kesehatan masyarakat, 48 ahli gizi, 55 ahli kesehatan lingkungan, 330

perawat dan 29 tenaga farmasi. Semua petugas kesehatan ini diharapkan bisa

memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatan masyarakat pasca gempa dan

tsunami.

Masalah perumahan/tempat tinggal menjadi persoalan tersendiri yang

penyelesaiannya memerlukan waktu yang cukup lama. Untuk sementara seluruh

pengungsi ditempatkan di barak-barak yang disediakan oleh pemerintah walaupun

dengan kondisi yang tidak memadai. Berdasarkan Laporan Kegiatan Tabani

Masholih Aceh (HTI, Januari 2005), anggota masyarakat yang selamat dari

musibah gempa dan tsunami ditampung di lokasi-lokasi pengungsian, di tiap

kecamatan terdapat sekitar 2-5 posko besar, posko-posko tersebut menampung

sebanyak 300-500 orang, ada juga yang menampung 1000 - 4000 pengungsi.

Jumlah pengungsi di posko tidak tetap karena mereka akan pindah ke tempat lain

pada saat tidak betah dan atau alasan lain. Selain di posko pengungsian, korban

bencana juga ada yang menumpang di rumah-rumah penduduk yang masih utuh.

Banyaknya permasalahan yang terjadi pasca gempa dan tsunami seperti

yang telah disebutkan di atas akan berdampak terhadap kehidupan keluarga.

Kehidupan keluarga yang semula berjalan normal tiba-tiba terganggu dengan

berbagai persoalan seperti kurangnya bahan pangan, pelayanan kesehatan

terganggu, sarana pendidikan yang hancur, rumah yang rata dengan tanah,

kehilangan aset dan pekerjaan yang dapat mempengaruhi pendapatan serta

hilangnya anggota keluarga yang sangat dicintai. Semua permasalah ini terjadi

Page 13: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

13

secara tiba-tiba dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya, sehingga membuat

keluarga menjadi kebingungan dan stres.

Untuk mengatasi stres yang dialami keluarga pasca gempa dan tsunami,

setiap keluarga dituntut untuk lebih konsentrasi dalam menyelesaikan berbagai

masalah. Dengan demikian keluarga perlu mengembangkan strategi adaptasi

yang memadai yang disebut strategi “coping”. Hal tersebut didukung oleh

Friedman (1998), yang mengatakan bahwa “coping” keluarga adalah respon

perilaku positif yang digunakan keluarga untuk memecahkan suatu masalah atau

mengurangi stres yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu. Keluarga

diharapkan mampu berperan dalam menyelesaikan masalah melalui strategi

coping yang efektif. Apabila keluarga mampu melakukan “coping” dengan baik,

akan berdampak positif terhadap keberfungsian keluarga. Sebagaimana

dinyatakan oleh Berns (1997), untuk memahami pentingnya keluarga, kita harus

kembali pada fungsi dasarnya. Secara umum, keluarga melakukan berbagai

fungsi yang memungkinkan masyarakat bertahan, walaupun fungsi-fungsi tersebut

sangat beragam. Berdasarkan permasalahan di atas, yang menjadi pertanyaan

dalam penelitian ini adalah :

(1) Masalah-masalah apa saja yang dihadapi keluarga pasca gempa tsunami ?

(2) Bagaimanakah tingkat stres yang dialami keluarga ?

(3) Sumberdaya coping apa saja yang dimiliki oleh keluarga ?

(4) Bagaimanakah strategi coping keluarga ?

(5) Bagaimanakah keberfungsian keluarga ?

(6) Apakah ada perbedaan masalah keluarga, tingkat stres, sumberdaya coping,

strategi coping dan keberfungsian keluarga berdasarkan tipologi keluarga ?

(7) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi strategi coping ?

(8) Bagaimana pengaruh masalah keluarga, sumberdaya coping dan strategi

coping terhadap keberfungsian keluarga ?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi coping

keluarga yang terkena musibah gempa dan tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

Page 14: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

14

Tujuan Khusus

(1) Mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi keluarga

(2) Mengidentifikasi tingkat stres yang dialami keluarga

(3) Mengidentifikasi sumberdaya coping keluarga

(4) Mengidentifikasi strategi coping keluarga

(5) Mengidentifikasi keberfungsian keluarga

(6) Untuk menganalisis perbedaan masalah keluarga, tingkat stres, sumberdaya

coping, strategi coping dan keberfungsian keluarga berdasarkan tipologi

keluarga

(7) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi coping keluarga

(8) Menganalisis pengaruh masalah keluarga, sumberdaya coping dan strategi

coping terhadap keberfungsian keluarga

Manfaat Penelitian

Hasil penelian diharapkan dapat :

(1) Menyediakan informasi dan bahan masukan bagi pemerintah baik ditingkat

daerah maupun ditingkat pusat dalam hal penanggulangan korban bencana

(2) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pihak terkait dalam

memberikan arahan dan bimbingan kepada masyarakat, agar masyarakat

dapat melaksanakan penanggulangan bencana secara lebih mandiri, dengan

cara melibatkan masyarakat dalam berbagai kegiatan penanggulangan

bencana

(3) Untuk pengembangan ilmu pengetahuan tentang teori dan konsep ilmu

keluarga, terutama dalam kondisi pasca krisis yang disebabkan oleh bencana

alam.

(4) Sebagai bahan masukan bagi penelitian berikut yang relevan.

Page 15: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

15

TINJAUAN PUSTAKA

Keberfungsian Keluarga

Definisi Keluarga

Definisi keluarga menurut Mattesssich da Hill (Zetlin et al., 1995) adalah

suatu kelompok yang berhubungan dengan kekerabatan, tempat tinggal, dan

hubungan emosional yang sangat dekat yang memperlihatkan empat hal yaitu

hubungan intim, memelihara batas-batas yang terseleksi, mampu untuk

beradaptasi dengan perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu, dan

memelihara tugas-tugas keluarga. Para ahli keluarga seperti Gelles (1995); Vosler

(1996); Day et al. (1995) dan UU Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10,

mendefinisikan keluarga sebagai unit sosial-ekonomi terkecil dalam masyarakat

yang merupakan landasan dari semua institusi, yang merupakan kelompok primer

yang terdiri dari dua atau lebih orang yang mempunyai jaringan interaksi

interpersonal, hubungan darah, hubungan darah dan adopsi.

Menurut BKKBN (1997), keluarga yang sejahtera diartikan sebagai

keluarga yang dibentuk berdasarkan atas ikatan perkawinan yang sah, mampu

memenuhi kebutuhan fisik dan mental yang layak, bertakwa kepada Tuhan yang

Maha Esa serta memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar

anggota keluarga, dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya.

Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat, memiliki kewajiban untuk

memenuhi kebutuhan anak-anaknya yang meliputi pendidikan, agama, kesehatan

dan lain sebagainya.

Ruang Lingkup Ilmu Keluarga

Ilmu keluarga secara ontologi membatasi lingkup penelaahan keilmuannya

pada jangkauan fenomena serta interpretasi atau penafsiran hakekat realitas dari

objek kegiatan organisasi kehidupan yang paling primer yang disebut keluarga.

Objek formal dari ilmu keluarga adalah (1) terjadinya/terbentuknya keluarga

(perkawinan); (2) memelihara keluarga (mengusahakan makanan, pakaian,

perumahan, pendidikan/pengasuhan, kesehatan, dan lain-lain); (3) meningkatkan

mutu/kualitas keluarga dan anggota-anggotanya (interaksi antar anggota dalam

keluarga, keluarga dengan keluarga lain dan masyarakat luas); (4) tingkat

Page 16: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

16

kehidupan yang dicapai, kualitas individu-individu yang akan terjun ke masyarakat

luas dan/atau membentuk keluarga-keluarga baru (produk yang dihasilkan).

Dilihat dari segi epistemologi tampak bahwa ilmu keluarga dalam

memperoleh, menilai dan memahami fenomena serta realitas dari fenomena

obyek formalnya (misalnya, pola asuh anak dalam keluarga, interaksi antar

anggota dalam keluarga yang berakibat keharmonisan atau konflik, perilaku

keluarga pada setiap perubahan strukturnya) menerapkan metode-metode ilmiah

secara konsisten, sehingga dicapai hasil yang obyektif, rasional, logis, empiris,

pragmatis dan transparan. Secara aksiologi, ilmu keluarga merupakan alat untuk

meningkatkan kualitas sumberdaya manusia seutuhnya dalam konteks kehidupan

keluarga dan interaksinya dengan lingkungan. Biasanya kajian dalam ilmu

keluarga akan berkaitan dengan ilmu ekonomi, sosiologi, psikologi, hukum, bisnis

dan biologi/ekologi.

Landasan Teori (Struktural Fungsional)

Para sosiolog ternama seperti William F Ogburn dan Talcott Parsons

mengemukakan pentingnya pendekatan struktural fungsional dalam kehidupan

keluarga saat ini, karena pendekatan ini mengakui adanya segala keragaman

dalam kehidupan sosial yang kemudian diakomudasi dalam fungsi yang sesuai

dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi, 1999).

Newman dan Grauerholz (2002) mengatakan bahwa pendekatan teori struktural

fungsional dapat digunakan untuk menganalisis peran keluarga agar dapat

berfungsi dengan baik dan menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat. Macionis

(1995) mengatakan pendekatan teori struktural fungsional juga menganalisis

adanya penyimpangan, misalnya penyimpangan nilai-nilai budaya dan norma,

kemudian memperhitungkan seberapa besar penyimpangan dapat berkontribusi

pada stabilitas atau perubahan sosial.

Menurut Megawangi (1999), konsep teori struktural fungsional antara lain:

(1) Setiap subsistem, elemen atau individu dalam sebuah sistem mempunyai

peran dan konstribusi kepada sebuah sistem secara keseluruhan

(2) Adanya saling keterkaitan antar subsistem, elemen atau individu dalam

sebuah sistem (Interdepedensi)

(3) Keterkaitan antar subsistem, elemen atau individu dicapai melalui konsensus

daripada konflik

Page 17: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

17

(4) Untuk mencapai keseimbangan diperlukan keteraturan atau integrasi antar

subsistem, elemen atau individu

(5) Untuk mencapai keseimbangan baru diperlukan adanya perubahan secara

evolusioner.

Penganut teori ini melihat sistem sosial sebagai sistem yang harmonis,

berkelanjutan, dan senantiasa menuju kepada suatu keseimbangan, konsep dari

keseimbangan mengacu kepada konsep homeostasis suatu organisme, yaitu

kemampuan untuk menjaga stabilitas agar kelangsungan sistem tetap terjaga

(Winton, 1995). Teori struktural fungsional menjadi keharusan yang harus ada

agar keseimbangan sistem tercapai baik pada tingkat masyarakat maupun pada

tingkat keluarga. Adanya struktur atau strata dalam keluarga dimana masing-

masing individu mengetahui dimana posisinya, dan patuh pada sistem nilai yang

melandasi struktur dapat menciptakan ketertiban sosial. Menurut Megawangi

(1999), ada tiga elemen utama dalam struktur internal keluarga, yaitu :

(1) Berdasarkan status sosial, keluarga inti biasanya mencakup tiga struktur

utama, yaitu bapak/suami (pencari nafkah), ibu/istri (ibu rumahtangga), dan

anak-anak (balita, sekolah, remaja, dewasa) serta hubungan timbal balik antar

individu dengan status sosial berbeda.

(2) Konsep peran sosial menggambarkan peran masing-masing individu menurut

status sosialnya dalam sebuah sistem. Ketidakseimbangan antara peran

instrumental (oleh suami/bapak) dan eksprensif (oleh istri/ibu) dalam keluarga

akan membuat keluarga tidak seimbang.

(3) Norma sosial adalah sebuah peraturan yang menggambarkan bagaimana

sebaiknya seseorang bertindak atau bertingkah laku dalam kehidupan

sosialnya. Norma sosial berasal dari dalam masyarakat itu sendiri yang

merupakan bagian dari kebudayaan. Setiap keluarga dapat mempunyai norma

sosial yang spesifik untuk keluarga tersebut, misalnya norma sosial dalam hal

pembagian tugas dalam rumahtangga, yang merupakan bagian dari struktur

keluarga untuk mengatur tingkah laku setiap anggota dalam keluarga.

Fungsi Keluarga

Salah satu aspek penting dari perspektif struktural-fungsional adalah dalam

setiap keluarga yang sehat terdapat pembagian peran atau fungsi yang jelas,

fungsi tersebut terpolakan dalam sebuah struktur hirarkis yang harmonis, dan

komitmen terhadap terselenggaranya peran atau fungsi itu. Peran adalah

Page 18: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

18

sejumlah kegiatan yang diharapkan bisa dilakukan oleh setiap anggota keluarga

sebagai subsistem keluarga dengan baik untuk mencapai tujuan sistem.

Keluarga sebagai sebuah sistem sosial mempunyai tugas atau fungsi agar

sistem tersebut berjalan. Tugas tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan,

integritas dan solidaritas, serta pola kesinambungan atau pemeliharaan keluarga

(Megawangi, 1999). Resolusi Majelis Umum PBB menguraikan fungsi utama

keluarga adalah “Keluarga sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan

sosialisasi anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat

menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan

dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera”

(Megawangi, 1994). Agar fungsi keluarga berada pada kondisi optimal, perlu

peningkatan fungsionalisasi dan struktur yang jelas, yaitu suatu rangkaian peran

dimana sistem sosial dibangun.

Di Indonesia, PP Nomor 21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan

Pembangunan Keluarga Sejahtera menjelaskan bahwa keluarga adalah unit

terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anaknya, atau ayah

dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Menurut BKKBN (1997), fungsi keluarga

secara umum diarahkan sebagai berikut:

(1) Fungsi Keagamaan, keluarga perlu memberikan dorongan kepada seluruh

anggotanya agar kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai

agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan untuk menjadi insan-insan

agamais yang penuh iman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

(2) Fungsi Sosial Budaya, memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh

anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka

ragam dalam satu kesatuan.

(3) Fungsi Cinta Kasih, keluarga memberikan landasan yang kokoh terhadap

hubungan anak dengan anak, suami dengan isteri, orang tua dengan

anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga

menjadi wadah utama bersemainya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir

dan batin.

(4) Fungsi Melindungi, dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa aman dan

kehangatan

(5) Fungsi Reproduksi, merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang

direncanakan dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia

yang penuh iman dan takwa.

Page 19: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

19

(6) Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan, memberikan peran kepada keluarga untuk

mendidik keturunan agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam

kehidupan di masa depan.

(7) Fungsi Ekonomi, menjadi unsur pendukung kemandirian dan ketahanan

keluarga.

(8) Fungsi Pembinaan Lingkungan, memberikan kepada setiap keluarga

kemampuan menempatkan diri secara serasi, selaras, dan seimbang sesuai

daya dukung alam dan lingkungan yang berubah.

Menurut Berns (1997), untuk memahami pentingnya keluarga kita harus

kembali kepada fungsi dasarnya. Secara umum, keluarga melakukan berbagai

fungsi yang memungkinkan masyarakat bertahan walaupun fungsi-fungsi tersebut

sangat beragam. Kesuksesan keluarga dapat dipandang sangat berfungsi dan

tidak sukses atau disfungsi. Keluarga yang mengalami stres berisiko mengalami

disfungsi kecuali mereka dapat memperoleh dukungan untuk berfungsi dengan

baik. Fungsi keluarga ada lima, yakni :

(1) Reproduksi. Keluarga menjamin bahwa populasi masyarakat akan stabil,

sehingga sejumlah anak akan terlahir dan dirawat untuk menggantikan

mereka yang telah meninggal

(2) Sosialisasi/Pendidikan. Keluarga menjamin bahwa nilai-nilai masyarakat,

kepercayaan, sikap, pengetahuan, keahlian dan teknologi akan ditransfer

kepada yang lebih muda

(3) Peran Sosial. Keluarga memberikan identitas bagi keturunannya (ras, etnis,

agama, sosial ekonomi dan peran gender). Sebuah identitas mencakup

perilaku dan kewajiban.

(4) Dukungan Ekonomi. Keluarga memberikan tempat berlindung, memelihara

dan melindungi. Pada beberapa keluarga, semua anggota keluarga kecuali

anak yang masih kecil memberikan kontribusi terhadap fungsi ekonomi melalui

produksi barang. Pada keluarga lainnya, salah satu atau kedua orang tua

membayar barang yang dibeli oleh semua anggota keluarga sebagai

konsumen

(5) Dukungan Emosional. Keluarga memberikan pengalaman pertama pada anak

dalam melakukan interaksi sosial. Interaksi ini dapat mengakrabkan,

mengasuh dan sekaligus memberikan jaminan emosional bagi anak, dan

perawatan keluarga bagi anggotanya ketika mereka sakit, luka dan tua.

Page 20: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

20

Menurut Guhardja et al. (1989), keluarga bertanggung jawab dalam

menjaga anggotanya serta menumbuhkan dan mengembangkan kepribadian

anggota keluarganya. Kelanjutan dari suatu masyarakat dimungkinkan adanya

orang tua dan anak. Oleh sebab itu, tujuan kebanyakan rumahtangga dan kelu-

arga adalah reproduksi, adopsi dan sosialisasi. Fungsi keluarga dapat diuraikan

sebagai berikut:

(1) Pemeliharaan dan dukungan terhadap anggota keluarga. Pangan, pakaian dan

tempat tinggal adalah kebutuhan dasar dari setiap individu yang harus

dipenuhi keluarga. Rumah dan sandang memberikan perlindungan dan

merupakan sumber ekspresi bagi individu. Pangan yang cukup diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan gizi, sehingga mampu melaksanakan segala

aktivitasnya. Memelihara kesehatan adalah juga tanggung jawab keluarga

(2) Perkembangan anggota keluarga. Dengan memperhatikan kebutuhan dasar

dari anggota keluarga, maka kesempataan berkembang yang lebih luas dapat

dibangun. Melalui kesempatan yang lebih banyak, individu dan keluarga akan

mendapatkan ekspresi yang lebih banyak dalam aspek budaya, intelektual

dan aspek sosial dari kehidupan mereka

Rice dan Tucker (1986) membagi fungsi keluarga menjadi dua fungsi

utama, yakni fungsi instrumental seperti memberikan nafkah dan memenuhi

kebutuhan biologis dan fisik kepada para anggota keluarga. Fungsi kedua adalah

fungsi ekspresif yaitu memenuhi kebutuhan psikologis, sosial dan emosi serta

pemenuhan kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, kehangatan, aktualisasi

dan pengembangan diri anak.

Parsons dan Bales (Megawangi, 1999) menyatakan bahwa peran orang

tua dalam keluarga meliputi peran instrumental yang diharapkan dilakukan oleh

suami atau bapak dan peran emosional atau ekspresif yang biasanya dipegang

oleh figur istri atau ibu. Peran instrumental dikaitkan dengan peran pencari nafkah

untuk kelangsungan hidup seluruh anggota keluarga. Peran ini lebih

memfokuskan pada bagaimana keluarga menghadapi situasi eksternal. Dalam

keluarga inti suami sebagai pencari nafkah diharapkan memerankan peran ini

agar tujuan secara keseluruhan dapat tercapai. Peran emosional ekspresif adalah

peran memberi dan menerima, mencintai dan dicintai, kelembutan dan kasih

sayang. Peran ini bertujuan untuk dapat mengintegrasikan atau mencip- takan

suasana harmonis dalam keluarga serta meredam tekanan-tekanan yang terjadi

karena adanya interaksi sosial antar anggota keluarga atau antar individu di luar

Page 21: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

21

keluarga. Suami diharapkan berada di luar rumah untuk mencari nafkah, istri

biasanya tinggal di rumah, maka istri diharapkan berperan memberikan

kedamaian agar integrasi dan keharmonisan dalam keluarga dapat tercapai.

Keseimbangan antara peran instrumental dan ekspresif dalam keluarga perlu

dijaga dan dipertahankan.

Parsons dan Bales (Nye & Berardon, 1967) mengemukakan bahwa kajian

tentang hubungan internal dalam sebuah keluarga berfokus pada pembagian

tugas dalam keluarga secara seksual, yakni antara fungsi ekspresif dan

instrumental. Pembedaan fungsi sebenarnya bukan hanya terkait dengan jenis

kelamin, tetapi juga dengan proses interaksi dalam pengambilan keputusan.

Proses interaksi ini menyebabkan spesialisasi dua jenis aktivitas yang berbeda,

yakni ekspresif dan instrumental.

Fungsi instrumental secara primer berkaitan dengan hubungan keluarga

dengan situasi eksternal dan penetapan hubungan keluarga. Menurut Slater

(1974), keterkaitan fungsi ini dengan proses atau upaya adaptasi keluarga dengan

situasi eksternal menyebabkan penyebutan fungsi ini menjadi fungsi instrumental-

adaptif. Fungsi atau aktivitas ini menjadi peran utama dari ayah atau suami, dan

salah satu aspeknya adalah pencari nafkah (breadwinner).

Winch (Bigner, 1979) mengaitkan fungsi ini dengan fungsi kontrol, yang

didasarkan pada penerapan otoritas dan tanggung jawab orangtua terhadap

kesejahteraan anaknya. Fungsi kontrol merupakan mekanisme yang mendasari

proses sosialisasi anak dengan pola perilaku, nilai-nilai, norma sosial, dan sikap

yang dianggap baik dan penting bagi anak untuk adaptasi (child adjustment)

dengan lingkungan eksternal. Berdasarkan penjelasan Winch, maka fungsi dan

aktivitas instrumental-adaptif ini lebih luas. Ayah bukan saja dominan sebagai

pencari nafkah, tetapi juga sebagai agen utama sosialisasi ini, perilaku, sikap, dan

norma sosial.

Fungsi ekspresif dikaitkan terutama dengan solidaritas keluarga, hubungan

internal antar anggota keluarga, dan pemenuhan kebutuhan emosional-afeksional

anggota keluarga. Ibu atau istri dianggap paling dominan dalam melaksanakan

fungsi ini, karena itu dia dianggap menjadi simbol integratif keluarga. Penekanan

fungsi ini pada masalah integrasi keluarga menyebabkan ia disebut juga fungsi

ekspresif-integratif (Slater, 1974).

Winch (Bigner, 1979) mengaitkan fungsi ekspresif dengan fungsi peng-

asuhan (nurturance). Fungsi ini secara sempit diartikan sebagai kegiatan atau

Page 22: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

22

penanganan aspek pemeliharaan (maintenance) anak sehari-hari seperti makan,

memandikan, dan mengenakan baju. Dalam pengertian yang lebih luas

pengasuhan diartikan sebagai proses psikologis pemenuhan kebutuhan

emosional-afeksional anak melalui ucapan (termasuk bercerita, menyanyi), tinda-

kan, dan sentuhan fisik. Kegiatan ini sering dikaitkan dengan istilah penyediaan

kehangatan untuk anak.

Benson (Bigner, 1979) mengemukakan bahwa ibu yang baik juga melak-

sanakan bagian-bagian tertentu dari fungsi instrumental, ayah yang baik

melaksanakan aktivitas-aktivitas tertentu yang bersifat ekspresif. Parke (1996)

menjelaskan bahwa akhir-akhir ini fatherhood ideology dalam parenting semakin

fenomenal. Ini menandai bangkitnya sebuah era yang mengakui pentingnya

parenting yang dilakukan oleh ayah. Kecenderungan ini harus dipahami tidak

dalam konteks pergantian fungsi (role replacement). Ayah tetap dianggap sebagai

pelaku utama dari fungsi instrumental, yang dalam momen-momen tertentu dia

juga bisa terlibat dalam fungsi ekspresif.

Dari beberapa fungsi keluarga yang telah dikemukakan di atas ada

beberapa persamaan antara fungsi keluarga yang dikemukaan oleh BKKBN

(1997), Berns (1997), Guhardja et al. (1989) dan Rice dan Tucker (1986) yaitu :

(1) sebagai mekanisme procreation yaitu mengadakan keturunan yang

selanjutnya melestarikan eksistensi masyarakat sebagai satu kesatuan, (2)

memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi anggota keluarganya

mulai dari sandang, pangan, perlindungan, pendidikan, kesehatan serta

kebutuhan emosional lainnya, dan (3) memberikan peran sosial dan keagamaan

dalam kehidupan bermasyarakat dan keikutsertaannya dalam mengabdikan

norma-norma sosial dan keagamaan melalui interaksi anak-anak dan orangtua

dalam keluarga dan interaksi keluarga dengan masyarakat serta interaksi dengan

Yang Maha Pencipta.

Perbedaan dari fungsi-fungsi keluarga yang telah disebutkan di atas terletak

pada peran orang tua (ayah dan ibu) untuk menjalankan fungsi keluarga. Rice dan

Tucker (1986) membagi dengan jelas fungsi keluarga menjadi dua yaitu fungsi

instrumental dan fungsi ekspresif. Fungsi instrumental yang diperankan oleh ayah

dan fungsi ekspresif diperankan oleh ibu. BKKBN (1997), Berns (1997), Guhardja

et al. (1989) tidak membagi dengan jelas masing-masing fungsi keluarga ke dalam

peran ayah dan ibu, sehingga untuk menjalankan semua fungsi tersebut dilakukan

bersama-sama. Dalam penelitian ini, fungsi keluarga yang digunakan adalah yang

Page 23: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

23

dikemukakan oleh Rice dan Tucker (1986) dengan alasan peneliti ingin melihat

apakah kedua fungsi keluarga yaitu instrumental yang diperankan oleh ayah dan

ekspresif yang diperankan oleh ibu telah dapat dijalankan dengan baik pasca

terjadinya gempa dan tsunami.

Stres

Pengertian Stres

Pengertian stres (cekaman), menurut Haber dan Runyon (1984), adalah

konflik yang berupa tekanan eksternal dan internal serta permasalahan lainnya

dalam kehidupan. Lazarus dan Folkman (1984) memberikan pengertian stres

adalah keadaan atau situasi yang rumit dan dinilai sebagai keadaan yang

menekan dan membahayakan individu serta telah melampui sumber daya yang

dimiliki individu untuk mengatasinya

Selye (1982) yang dianggap sebagai pelopor penggunaan istilah stres,

mendefinisikan stres sebagai respon umum dan tidak spesifik terhadap setiap

tuntutan fisik maupun emosional, baik dari lingkungan (eksternal) maupun dari

dalam diri (internal). Robins (2001) mengatakan bahwa stres adalah suatu kondisi

dinamik, dalam hal ini seorang individu dihadapkan dengan sebuah peluang yang

dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya. Stres tidak hanya mempunyai

nilai negatif, tetapi juga positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu

menawarkan perolehan yang potensial. Stres juga sebagai kendala jika dapat

menghambat seseorang mengerjakan apa yang diinginkannya.

Para ahli psikologi seperti Baum, Coyne dan Holroy (Sarafino, 2002),

mengelompokkan stres dalam tiga perspektif yaitu stres sebagai stimulus, stres

sebagai suatu respon dan stres sebagai suatu proses. Menurut perspektif stres

sebagai stimulus, stres terjadi disebabkan oleh lingkungan atau kejadian yang

dapat mengancam atau berbahaya, sehingga menimbulkan ketegangan dan

perasaan tidak nyaman. Menurut pandangan stres sebagai respon, stres

merupakan reaksi/respon individu terhadap kejadian yang tidak menyenangkan.

Stres sebagai suatu proses terjadi karena adanya interaksi antara individu dan

lingkungan.

Alva (2003) mengklasifikasikan stres menjadi dua jenis, yaitu stres akut

(acute stres) dan stres kronis (chronic stres). Stres akut, yang berjangka waktu

tidak lama (short-item), adalah reaksi segera terhadap ancaman, yang secara

Page 24: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

24

umum diketahui sebagai respons melawan (fight) atau menghindar (flight).

Ancaman tersebut dapat berupa setiap situasi yang dialami, bahkan di bawah

sadar, sebagai sesuatu yang berbahaya. Sumber stres akut pada umumnya

meliputi keributan, kerumunan, terisolasi, kelaparan, bahaya, infeksi, dan

membayangkan suatu ancaman atau mengingat peristiwa yang berbahaya.

Orang yang sering mengalami berbagai situasi yang sifatnya mencekam

secara terus menerus dalam waktu yang lama akan mendorong untuk bertindak

maka stres menjadi kronis. Sumber stres kronis pada umumnya meliputi peristiwa

yang sangat menekan secara terus-menerus, masalah-masalah hubungan jangka

panjang, kesepian, dan kekhawatiran akan finansial karena kepala rumahtangga

sebagai pencari nafkah menjadi korban bencana. Ini banyak dialami oleh para

pengungsi, seperti di tempat penampungan atau barak-barak dalam jangka waktu

lama. Mereka berada dalam situasi ketidakpastian terutama dalam kehidupannya

di masa mendatang.

Sumber Stres

Menurut Lazarus dan Cohen (Gatchel, Baum & Krantz, 1989), sumber

stres dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :

(1) Perubahan menyeluruh (cataclymic stressor). Kejadian yang dapat

menimbulkan stres dan terjadi secara tiba-tiba serta dirasakan oleh banyak

orang secara bersamaan seperti bencana alam (banjir, badai, tsunami).

(2) Sumber stres dari pribadi (personal stressor). Perubahan yang terjadi dalam

kehidupan seseorang turut berpotensi menimbulkan stres, misalnya:

pernikahan, perceraian, kematian pasangan, mencari atau kehilangan

pekerjaan.

(3) Sumber stres dari lingkungan fisik. Kejadian atau keadaan yang berupa

ketidaknyamanan dalam keseharian seseorang. Kejadian ini merupakan

gangguan kecil tetapi berlangsung terus-menerus, sehingga menjadi masalah

yang mengganggu dan menekan emosional, contohnya: lingkungan

rumah/kerja yang bising, pencahayaan yang tidak terang dan sebagainya.

Lazarus (1976) membagi sumber stres berdasarkan sifatnya, yaitu:

(1) Sumber stres yang bersifat fisik. Atwater (1983) menyebut stres yang

disebabkan oleh sumber stres fisik ini sebagai stres biologis. Stres biologis

dapat mempengaruhi daya tahan tubuh dan emosi.

Page 25: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

25

(2) Sumber stres bersifat psikososial. Menurut Atwater (1983) stres psikologis

dapat mempengaruhi kesehatan fisik. Terdapat empat sumber stres yang

bersifat psikososial yaitu :

(a) Tekanan. Tekanan merupakan pengalaman yang menekan, berasal dari

dalam diri, luar, atau gabungan keduanya. Dalam porsi yang tidak

berlebihan tekanan dalam individu memang diperlukan untuk dapat

berbuat yang terbaik. Sebaliknya, bila berlebihan tekanan dapat merugikan

individu atau membuatnya tidak berdaya.

(b) Frustasi. Frustasi yaitu emosi negatif yang timbul akibat terhambatnya atau

tidak terpuaskannya tujuan/keinginan individu. Dapat pula diakibatkan oleh

tidak adanya subjek atau objek yang diinginkan.

(c) Konflik. Konflik merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya dua atau

lebih pilihan yang bertentangan, sehingga pemenuhan suatu pilihan akan

dapat menghalangi tercapainya pilihan yang lain.

(d) Kecemasan. Kecemasan sangat berhubungan dengan perasaan aman.

Dalam keadaan normal, kecemasan dapat membantu seseorang untuk

lebih menyadari akan situasi bahaya tertentu. Sebaliknya, bila berlebihan

dapat memperburuk perilaku individu.

Gejala Stres

Gejala stres mencakup gejala psikis, fisik dan perilaku, misalnya gejala

psikis kelelahan mental, diikuti gejala fisik seperti gangguan kulit, dan perubahan

perilaku yaitu penurunan kualitas hubungan interpersonal. Menurut Cox dan

Ferguson (1991), stres berkembang secara bertahap, tetapi gejala-gejalanya

dapat dikenali sejak dini. Tanda-tanda stres dapat dilihat dari beberapa aspek:

Kognitif:

(1) Ketidakmampuan untuk menghentikan berpikir tentang bencana.

(2) Kehilangan objektivitas

(3) Ketidakmampuan untuk membuat keputusan atau mengekspresikan dirinya

baik secara verbal maupun tulisan

Fisik:

(1) Overwhelming/kelelahan kronik/gangguan tidur

(2) Gangguan pencernaan, sakit kepala, dan keluhan lainnya

(3) Adanya masalah makan, misalnya nafsu makan bertambah atau hilangnya

selera makan

Page 26: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

26

Afektif:

(1) Timbul keinginan bunuh diri, depresi berat

(2) Mudah marah

(3) Sinisme dan atau pesimisme yang berlebihan

(4) Kekhawatiran yang berlebihan mengenai korban dan keluarganya

(5) Merasa cemburu melihat pihak lain yang sedang menangani korban

(6) Merasa ada tekanan/paksaan

(7) Adanya keresahan yang signifikan setelah mendapatkan penanganan

Tingkah laku:

(1) Mengkonsumsi alkohol dan penyalahgunaan obat

(2) Menarik diri dari hubungan dengan teman, rekan kerja, dan keluarga.

(3) Bertingkah laku sesuka hatinya.

(4) Merasa tidak perlu untuk melakukan hubungan dengan korban lain

(5) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan atau bertanggung jawab atas

pekerjaan secara normal

(6) Berusaha untuk tidak tergantung kepada tim penanganan korban

Allen (2001) mengidentifikasi gejala-gejala (symptoms) orang mengalami

stres, baik secara fisik, mental, maupun psikologis. Simtom-simtom tersebut

adalah sebagai berikut:

(1) Pikiran-pikiran menakutkan (scary-thought)

(2) Ada gangguan (distraction)

(3) Pikiran bersaing (racing mind)

(4) Tidak yakin atau ragu-ragu (uncertainty)

(5) Tidak logis (illogic)

(6) Lupa (forgetfulness)

(7) Kecurigaan (suspicion)

(8) Lekas marah (irritability)

(9) Kecemasan (anxiety)

(10) Depresi (depression)

(11) Gusar atau marah-marah (anger)

(12) Kesepian (lonliness)

(13) Rendah diri (low-self esteem)

(14) Gangguan perut (upset stomach)

(15) Keletihan (fatigue)

(16) Sakit punggung (backache)

Page 27: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

27

(17) Sakit kepala (headache)

(18) Sembelit (constipation)

(19) Diare (diarrhea)

(20) Dada sumpek (chest tightness)

(21) Kebiasaan tidur yang buruk (poor sleeping habits)

(22) Kebiasaan bangun yang buruk (poor calling habits)

(23) Berbicara cepat (rapid speech)

(24) Menggunakan obat-obatan (drug use)

(25) Mengendarai dengan sembrono (reckless driving)

(26) Merokok berlebihan (excessive smoking)

(27) Minum (Alkohol) berlebihan (excessive drinking)

Dari beberapa gejala stres yang telah disampaikan oleh para ahli ada

yang telah mengarah kepada coping yang tidak efektif (maladaptif) seperti

Kebiasaan tidur yang buruk, kebiasaan bangun yang buruk, berbicara cepat,

menggunakan obat-obatan, mengendarai dengan sembrono, merokok berlebihan

dan minum alkohol dan obat terlarang.

Pengukuran Tingkat Stres dengan Metode Holmes dan Rahe

Pada tahun 1967, Dr. Thomas H. Holmes dan Dr. Richard H. Rahe telah

mengembangkan alat ukur stres diri yang disebut “Social Readjusment Rating

Scale” (Tabel 1). Holmes dan Rahe mengkategorikan tingkat stres kedalam

empat katagori. Skor kurang dari 150 sebagai stres minor, skor 150-199 tergolong

stres ringan, skor 200-299 tergolong stres sedang dan skor di atas 300 tergolong

stres mayor/berat. Holmes dan Rahe memperkirakan bahwa 35 persen individu

dengan skor di bawah 150 akan mengalami sakit atau kecelakaan dalam dua

tahun, 51 persen individu dengan skor antara 150-300 dan mereka dengan skor di

atas 300 berpeluang 80% mengalami sakit atau kecelakaan. Dalam penelitian ini

tidak semua item yang dinyatakan oleh Holmes dan Rahe diadopsi, hanya 10 item

dan disesuaikan dengan kondisi di lapangan yaitu: kematian pasangan,

perpisahan perkawinan, kehilangan aset, perubahan kondisi keuangan, kematian

anggota keluarga, luka atau sakit parah, kematian teman dekat, perubahan jenis

pekerjaan, pinjaman keuangan dan perubahan tempat tinggal. Pengkatagoriannya

tetap mengadopsi dari Holmes dan Rahe.

Page 28: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

28

Tabel 1. Penyebab dan tingkat stres menurut metode Holmes dan Rahe

No Penyebab Stres Skor 1 Kematian pasangan 100 2 Perceraian 73 3 Perpisahan perkawinan 65 4 Masuk penjara 63 5 Kematian anggota keluarga 63 6 Luka atau sakit parah 53 7 Perkawinan 50 8 Dipecat dari pekerjaan/kehilangan aset 47 9 Pensiun 45 10 Rekonsiliasi perkawinan 45 11 Perubahan kesehatan atau perilaku anggota keluarga 44 12 Kehamilan 40 13 Masalah seksual 40 14 Memperoleh anggota keluarga baru lewat kelahiran atau adopsi 39 15 Penyesuaian bisnis secara besar-besaran 39 16 Perubahan kondisi keuangan 38 17 Kematian teman dekat 37 18 Perubahan jenis pekerjaan 36 19 Perubahan banyaknya argumen dengan rekan 35 20 Mengambil hipotek baru/pinjaman keuangan 31 21 Penyitaan hipotek atau pinjaman 30 22 Perubahan tanggung jawab 29 23 Anak meninggalkan rumah 29 24 Masalah dengan mertua 29 25 Prestasi individu yang luar biasa 28 26 Rekan mulai/berhenti bekerja 26 27 Mulai atau tamat sekolah 26 28 Perubahan kondisi kehidupan 25 29 Revisi kebiasaan individu 24 30 Masalah dengan pimpinan 23 31 Perubahan jam atau kondisi kerja 20 32 Perubahan tempat tinggal 20 33 Perubahan sekolah 20 34 Perubahan kebiasaan tamasya 19 35 Perubahan aktivitas gereja 19 36 Perubahan aktivitas sosial 18 37 Pembelian besar seperti mobil baru 17 38 Perubahan kebiasaan tidur 16 39 Perubahan pertemuan keluarga 15 40 Perubahan kebiasaan makan 15 41 Liburan 13 42 Ketaatan terhadap Natal atau liburan 12 43 Pelanggaran kecil pada hukum 11

Pengukuran Tingkat Stres Metode Family Inventory of Life Family Inventory Life Efents and Changes (FILE) mengukur setumpuk

peristiwa yang dialami keluarga dan dikembangkan sebagai indeks stres keluarga

(McCubbin, Patterson & Wilson, 1979). Versi pertama FILE (McCubbin, Patterson

Page 29: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

29

& Wilson, 1979) terdiri dari 171 item yang secara konseptual dikelompokkan

menjadi delapan kategori yaitu perkembangan keluarga, pekerjaan, manajemen,

kesehatan, keuangan, aktivitas sosial, hukum dan hubungan keluarga luas.

Pemilihan item pertanyaan ditentukan oleh perubahan kehidupan individu

(Dohrenwend, Krasnoff, Askenasy & Dohrenwend, 1978; Coddington, 1972;

Holmes dan Rahe, 1967). Selain itu, dimasukkan pula perubahan situasional dan

perkembangan yang dialami keluarga pada tahapan yang berbeda pada siklus

kehidupan. Item-item tersebut berasal dari pengalaman klinis dan penelitian

tentang stres keluarga serta dari literatur tentang stresor yang diidentifikasi

selama dekade terakhir. Dalam penelitian ini item pertanyaan tidak semuanya

diadopsi, namun disesuaikan dengan kondisi sampel penelitian. Pertanyaan

terutama yang berhubungan dengan gejala-gejala stres yang dialami keluarga

baik secara fisik, psikis, kognitif dan perilaku yang diakibatkan oleh bencana

gempa dan tsunami.

Model Stres Keluarga

Model ABCX dari McCubbin dan Patterson (1980) merupakan bentuk

pengembangan dari teori ABCX-nya Hill. Mengingat teori Hill meliputi variabel-

variabel krisis, teori McCubbin dan Patterson menjelaskan perbedaan dalam

adaptasi keluarga pasca krisis. Setiap variabel asli (ABCX) diuji kembali dan

definisi-definisinya dimodifikasi. Setiap variabel dalam model digambarkan secara

ringkas pada Gambar 1. Dalam Model ABCX T ganda setumpuk stresor keluarga

(AA) yaitu beberapa stresor utama, yang bertumpuk menjadi “stresor keluarga",

ini berpengaruh penting dalam tingkat adaptasi keluarga, karena krisis keluarga

berkembang dan berubah dalam satu kurun waktu, penumpukan stresor (AA)

juga diakibatkan oleh perubahan siklus hidup dan ketegangan yang tidak terse-

lesaikan.

Persepsi keluarga terhadap stresor (CC) pada dasarnya menyangkut

penilaian keluarga terhadap stres yang dialami. Penilaian dan adanya tuntutan

keluarga, secara sadar atau tidak sadar memunculkan interpretasi dari

pengalaman sebelumnya. Untuk memenuhi berbagai tuntutan, keluarga memiliki

potensi yaitu sumberdaya dan kemampuan. Dalam model ABCX T ganda,

sumberdaya dan kemampuan keluarga terdiri dari sumberdaya pribadi anggota

keluarga dan sumber-sumber internal dan sistem keluarga (faktor BBB)

mencakup semua karakteristik, kompetensi dan makna personal termasuk

Page 30: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

30

pendidikan, kesehatan, karakteristik kepribadian dan dukungan masyarakat

yang merupakan lembaga di luar keluarga yang dapat diakses untuk memenuhi

tuntutan keluarga

Keterangan : X = Krisis keluarga/masalah keluarga

R = Tingkat regeneratif keluarga T = Tipologi keluarga AA = Setumpuk stresor keluarga BB = Sumberdaya coping keluarga BBB = Dukungan sosial CC= Persepsi rumahtangga terhadap stresor CCC = Skema keluarga XX = Adaptasi Keluarga PSC = Penyelesaian masalah keluarga

Gambar 1. Model T ganda ABCX (McCubbin & Patterson, 1980)

.

Dalam model ABCX T ganda, faktor tipologi keluarga menjadi suatu hal

penting karena tipologi keluarga (faktor T) merupakan suatu kekuatan yang dapat

mempengaruhi bagaimana penyesuaian dan adaptasi keluarga dilakukan, karena

keluarga memegang teguh kepercayaan atau asumsi-asumsi yang disebut skema

keluarga yakni hubungan satu sama lain dan hubungan keluarga dengan

masyarakat dan sistem. Untuk mengatasi berbagai stresor dan krisis, keluarga

melakukan coping adaptif (PSC). Dalam proses coping keluarga mengalokasikan

sumberdaya dan kemampuan semua anggota keluarganya untuk memenuhi

berbagai tuntutan yang dihadapi keluarga.

Adaptasi Keluarga (XX) dalam model ABCX Ganda terdiri dari tiga tingkat

analisis yaitu anggota keluarga (individu), unit keluarga dan komunitas.

Masing-masing unit ini memiliki tuntutan dan kemampuan. Adaptasi keluarga

dicapai lewat hubungan timbal balik, tuntutan dari satu unit keluarga dipenuhi

lewat kemampuan dari yang lain, untuk mencapai suatu keseimbangan secara

simultan pada dua tingkat interaksi primer antara individu dan sistem keluarga

dan antara sistem keluarga dengan komunitas diperlukan adanya adaptasi

X R T PSC XX

CC

BB BBB

CCC

AA

Page 31: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

31

keluarga. Adaptasi keluarga (faktor XX) merupakan outcome dari upaya keluarga

untuk mencapai tingkatan baru dari keseimbangan dan penyesuaian setelah krisis

keluarga. Dalam penelitian ini Model ABCX dari McCubbin dan Patterson (1980),

dijadikan sebagai kerangka konseptual yang melandasi pembuatan kerangka

berpikir operasional.

Coping

Pengertian Coping

Coping adalah perilaku yang terlihat dan tersembunyi yang dilakukan

seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan psikologi dalam

kondisi yang penuh stres (Achir Yani, 1997). Menurut Sarafino (2002), coping

adalah usaha untuk menetralisasi atau mengurangi stres yang terjadi. Dalam

pandangan Haber dan Runyon (1984), coping adalah semua bentuk perilaku dan

pikiran (negatif atau positif) yang dapat mengurangi kondisi yang membebani

individu agar tidak menimbulkan stres.

Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa keadaan stres yang

dialami seseorang akan menimbulkan efek yang kurang menguntungkan baik

secara fisiologis maupun psikologis. Individu tidak akan membiarkan efek negatif

ini terus terjadi, ia akan melakukan suatu tindakan untuk mengatasinya. Tindakan

yang diambil individu dinamakan strategi coping. Strategi coping sering

dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pengalaman dalam menghadapi

masalah, faktor lingkungan, kepribadian, konsep diri, faktor sosial dan lain-lain

sangat berpengaruh pada kemampuan individu dalam menyelesaikan

masalahnya.

Dari beberapa pengertian coping yang telah dikemukakan di atas dapat

disimpulkan bahwa coping merupakan (1) respon perilaku dan fikiran terhadap

stres; (2) penggunaan sumber yang ada pada diri individu atau lingkungan

sekitarnya; (3) pelaksanaannya dilakukan secara sadar oleh individu dan (4)

bertujuan untuk mengurangi atau mengatur konflik-konflik yang timbul dari diri

pribadi dan di luar dirinya ( internal or external conflict), sehingga dapat

meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Perilaku coping dapat juga dikatakan

sebagai transaksi yang dilakukan individu untuk mengatasi atau mengurangi

berbagai tuntutan (internal dan eksternal) sebagai sesuatu yang membebani dan

mengganggu kelangsungan hidupnya.

Page 32: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

32

Strategi Coping

Strategi coping bertujuan untuk mengatasi situasi dan tuntutan yang dirasa

menekan, menantang, membebani dan melebihi sumberdaya (resources) yang

dimiliki. Sumberdaya coping yang dimiliki mempengaruhi strategi coping. Menurut

John, Catherine dan MacArthur (1998), ada dua jenis mekanisme coping yang

dilakukan individu yaitu coping yang berpusat pada masalah (problem focused

form of coping mechanism/direct action) dan coping yang berpusat pada emosi

(emotion focused of coping/palliatif form).

Menurut Stuart dan Sundeen (1991), yang termasuk mekanisme coping

yang berpusat pada masalah adalah:

(1) Konfrontasi (Confrontative) adalah usaha-usaha untuk mengubah keadaan

atau menyelesaikan masalah secara agresif dengan menggambarkan tingkat

kemarahan serta pengambilan resiko.

(2) Isolasi. Individu berusaha menarik diri dari lingkungan atau tidak mau tahu

dengan masalah yang dihadapi.

(3) Kompromi. Mengubah keadaan secara hati-hati, meminta bantuan kepada

keluarga dekat dan teman sebaya atau bekerja sama dengan mereka.

Mekanisme coping yang berpusat pada emosi menurut Stuart dan

Sundeen (1991) adalah sebagai berikut:

(1) Denial, menolak masalah dengan mengatakan hal tersebut tidak terjadi pada

dirinya.

(2) Rasionalisasi, menggunakan alasan yang dapat diterima oleh akal dan

diterima oleh orang lain untuk menutupi ketidakmampuan dirinya. Dengan

rasionalisasi kita tidak hanya dapat membenarkan apa yang kita lakukan,

tetapi juga merasa sudah selayaknya berbuat demikian secara adil.

(3) Kompensasi, menunjukkan tingkah laku untuk menutupi ketidakmampuan

dengan menonjolkan sifat yang baik, karena frustasi dalam suatu bidang

maka dicari kepuasan secara berlebihan dalam bidang lain. Kompensasi

timbul karena adanya perasaan kurang mampu.

(4) Represi, yaitu dengan melupakan masa-masa yang tidak menyenangkan dari

ingatannya dan hanya mengingat waktu-waktu yang menyenangkan

(5) Sublimasi, yaitu mengekspresikan atau menyalurkan perasaan, bakat atau

kemampuan dengan sikap positif.

(6) Identifikasi, yaitu meniru cara berfikir, ide dan tingkah laku orang lain.

Page 33: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

33

(7) Regresi, yaitu sikap seseorang yang kembali ke masa lalu atau bersikap

seperti anak kecil

(8) Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain atas kesulitannya sendiri atau

melampiaskan kesalahannya kepada orang lain

(9) Konversi, yaitu mentransfer reaksi psikologi ke gejala fisik.

(10) Displacement, yaitu reaksi emosi terhadap seseorang kemudian diarahkan

kepada seseorang lain

Menurut Lazarus dan Folkman (1984), secara umum strategi coping dapat

dibagi menjadi dua yakni:

(1) Strategi coping berfokus pada masalah. Strategi coping berfokus pada

masalah adalah suatu tindakan yang diarahkan kepada pemecahan masalah.

Individu akan cenderung menggunakan perilaku ini bila dirinya menilai

masalah yang dihadapinya masih dapat dikontrol dan dapat diselesaikan.

Yang termasuk strategi coping berfokus pada masalah adalah:

(a) Planful problem solving yaitu bereaksi dengan melakukan usaha-usaha

tertentu yang bertujuan untuk mengubah keadaan, diikuti pendekatan

analitis dalam menyelesaikan masalah. Contohnya seseorang yang

melakukan coping planful problem solving akan bekerja dengan penuh

konsentrasi dan perencanaan yang cukup baik serta mau merubah gaya

hidupnya agar masalah yang dihadapi secara berlahan-lahan dapat

terselesaikan.

(b) Confrontative coping yaitu bereaksi untuk mengubah keadaan yang dapat

menggambarkan tingkat risiko yang harus diambil. Contohnya seseorang

yang melakukan coping confrontative akan menyelesaikan masalah

dengan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan aturan yang berlaku

walaupun kadang kala mengalami resiko yang cukup besar.

(c) Seeking social support yaitu bereaksi dengan mencari dukungan dari pihak

luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun dukungan emosional.

Contohnya seseorang yang melakukan coping seeking social support akan

selalu berusaha menyelesaikan masalah dengan cara mencari bantuan

dari orang lain di luar keluarga seperti teman, tetangga, pengambil

kebijakan dan profesional, bantuan tersebut bisa berbentuk fisik dan non

fisik.

Perilaku coping yang berpusat pada masalah cenderung dilakukan jika

individu merasa bahwa sesuatu yang kontruktif dapat dilakukan terhadap situasi

Page 34: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

34

tersebut atau ia yakin bahwa sumberdaya yang dimiliki dapat mengubah situasi,

contoh penelitian yang dilakukan oleh Ninno et al. (1998), yakni strategi coping

yang digunakan rumahtangga dalam mengatasi masalah kekurangan pangan

akibat banjir besar di Bangladesh adalah strategi coping berpusat pada masalah

yaitu: melakukan pinjaman dari bank, membeli makanan dengan kredit,

mengubah perilaku makan dan menjual aset yang masih dimiliki.

(2) Strategi coping berfokus pada emosi (Lazarus & Folkman, 1984) adalah

melakukan usaha-usaha yang bertujuan untuk memodifikasi fungsi emosi

tanpa melakukan usaha mengubah stressor secara langsung. Yang termasuk

strategi coping berfokus pada emosi adalah:

(a) Positive reappraisal (memberi penilaian positif), adalah bereaksi dengan

menciptakan makna positif yang bertujuan untuk mengembangkan diri

termasuk melibatkan diri dalam hal-hal yang religius. Contohnya adalah

seseorang yang melakukan coping positive reappraisal akan selalu berfikir

positif dan mengambil hikmahnya atas segala sesuatu yang terjadi dan

tidak pernah menyalahkan orang lain serta bersyukur dengan apa yang

masih dimilikinya

(b) Accepting responsibility (penekanan pada tanggung jawab) yaitu bereaksi

dengan menumbuhkan kesadaran akan peran diri dalam permasalahan

yang dihadapi, dan berusaha mendudukkan segala sesuatu sebagaimana

mestinya. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping accepting

responsibility akan menerima segala sesuatu yang terjadi saat ini sebagai

nama mestinya dan mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang

sedang dialaminya

(c) Self controlling (pengendalian diri) yaitu bereaksi dengan melakukan

regulasi baik dalam perasaan maupun tindakan. Contohnya adalah

seseorang yang melakukan coping ini untuk penyelesaian masalah akan

selalu berfikir sebelum berbuat sesuatu dan menghindari untuk melakukan

sesuatu tindakan secara tergesa-gesa

(d) Distancing (menjaga jarak) agar tidak terbelenggu oleh permasalahan.

Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping ini dalam

penyelesaian masalah, terlihat dari sikapnya yang kurang peduli terhadap

persoalan yang sedang dihadapi bahkan mencoba melupakannya seolah-

olah tidak pernah terjadi apa-apa.

Page 35: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

35

(e) Escape avoidance (menghindarkan diri) yaitu menghindar dari masalah

yang dihadapi. Contohnya adalah seseorang yang melakukan coping ini

untuk penyelesaian masalah, terlihat dari sikapnya yang selalu

menghindar dan bahkan sering kali melibatkan diri kedalam perbuatan

yang negatif seperti tidur terlalu lama, minum obat-obatan terlarang dan

tidak mau bersosialisasi dengan orang lain

Perilaku coping yang berpusat pada emosi cenderung dilakukan bila

individu merasa tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan hanya dapat

menerima situasi tersebut karena sumberdaya yang dimiliki tidak mampu

mengatasi situasi tersebut, contohnya masih dalam penelitian yang dilakukan oleh

Ninno et al. (1998), yakni strategi coping yang digunakan rumahtangga dalam

mengatasi masalah pangan akibat banjir besar di Bangladesh berpusat pada

emosi adalah pasrah menerima apa adanya, berdo’a dan mengharapkan bantuan,

simpati dan belas kasihan dari masyarakat dan pemerintah.

Jenis coping mana yang akan digunakan dan bagaimana dampaknya,

sangat tergantung pada jenis stres atau masalah yang dihadapi. Pada situasi

yang masih dapat berubah secara konstruktif (seperti mengalami kelaparan akibat

bencana) strategi yang digunakan adalah problem focused. Pada situasi yang sulit

seperti kematian pasangan, strategi coping yang dipakai adalah emotion focused,

karena diharapkan individu lebih banyak berdo’a, bersabar dan tawakkal.

Keberhasilan atau kegagalan dari coping tersebut akan menentukan apakah

reaksi terhadap stres akan menurun dan terpenuhinya berbagai tuntutan yang

diharapkan.

Menurut Friedman (1998), terdapat dua tipe strategi coping keluarga, yaitu

internal atau intrafamilial dan eksternal atau ekstrafamilial. Ada tujuh strategi

coping internal, yaitu :

(1) Mengandalkan kemampuan sendiri dari keluarga. Untuk mengatasi berbagai

masalah yang dihadapinya, keluarga seringkali melakukan upaya untuk

menggali dan mengandalkan sumberdaya yang dimiliki. Keluarga melakukan

strategi ini dengan membuat struktur dan organisasi dalam keluarga, yakni

dengan membuat jadwal dan tugas rutinitas yang dipikul oleh setiap anggota

keluarga yang lebih ketat. Hal ini diharapkan setiap anggota keluarga dapat

lebih disiplin dan patuh, mereka harus memelihara ketenangan dan dapat

memecahkan masalah, karena mereka yang bertanggung jawab terhadap diri

mereka sendiri.

Page 36: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

36

(2) Penggunaan humor. Menurut Hott (Friedman, 1998), perasaan humor

merupakan aset yang penting dalam keluarga karena dapat memberikan

perubahan sikap keluarga terhadap masalah yang dihadapi. Humor juga

diakui sebagai suatu cara bagi seseorang untuk menghilangkan rasa cemas

dan stres.

(3) Musyawarah bersama (memelihara ikatan keluarga). Cara untuk mengatasi

masalah dalam keluarga adalah: adanya wak-tu untuk bersama-sama dalam

keluarga, saling mengenal, membahas masalah bersama, makan malam

bersama, adanya kegiatan bersama keluarga, beribadah bersama, bermain

bersama, bercerita pada anak sebelum tidur, menceritakan pengalaman

pekerjaan maupun sekolah, tidak ada jarak diantara anggota keluarga. Cara

seperti ini dapat membawa keluarga lebih dekat satu sama lain dan

memelihara serta dapat mengatasi tingkat stres, ikut serta dengan aktivitas

setiap anggota keluarga merupakan cara untuk menghasilkan suatu ikatan

yang kuat dalam sebuah keluarga.

(4) Memahami suatu masalah. Salah satu cara untuk menemukan coping yang

efektif adalah menggunakan mekanisme mental dengan memahami masalah

yang dapat mengurangi atau menetralisir secara kognitif terhadap bahaya

yang dialami. Menambah pengetahuan keluarga merupakan cara yang paling

efektif untuk mengatasi stresor yaitu dengan keyakinan yang optimis dan

penilaian yang positif. Menurut Folkman et al. (Friedman, 1998), keluarga yang

menggunakan strategi ini cenderung melihat segi positif dari suatu kejadian

yang penyebab stres.

(5) Pemecahan masalah bersama. Pemecahan masalah bersama dapat

digambarkan sebagai suatu situasi dimana setiap anggota keluarga dapat

mendiskusikan masalah yang dihadapi secara bersama-sama dengan

mengupayakan solusi atas dasar logika, petunjuk, persepsi dan usulan dari

anggota keluarga yang berbeda untuk mencapai suatu kesepakatan.

(6) Fleksibilitas peran. Fleksibilitas peran merupakan suatu strategi coping yang

kokoh untuk mengatasi suatu masalah dalam keluarga. Pada keluarga yang

berduka, fleksibilitas peran adalah sebuah strategi coping fungsional yang

penting untuk membedakan tingkat berfungsinya sebuah keluarga.

(7) Normalisasi. Salah satu strategi coping keluarga yang biasa dilakukan untuk

menormalkan keadaan sehingga keluarga dapat melakukan coping terhadap

sebuah stressor jangka panjang yang dapat merusak kehidupan dan kegiatan

Page 37: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

37

keluarga. Knafl dan Deatrick (Friedman, 1998), mengatakan bahwa normali-

sasi merupakan cara untuk mengkonseptualisasikan bagaimana keluarga

mengelola ketidakmampuan seorang anggota keluarga, sehingga dapat

menggambarkan respons keluarga terhadap stres.

Strategi coping eksternal ada empat yaitu:

(1) Mencari informasi. Keluarga yang mengalami masalah rnemberikan respons

secara kognitif dengan mencari pengetahuan dan informasi yang berubungan

dengan stresor. Hal ini berfungsi untuk mengontrol situasi dan mengurangi

perasaan takut terhadap orang yang tidak dikenal dan membantu keluarga

menilai stresor secara lebih akurat.

(2) Memelihara hubungan aktif dengan komunitas. Coping berbeda dengan coping

yang menggunakan sistem dukungan sosial. Coping ini merupakan suatu

coping keluarga yang berkesinambungan, jangka panjang dan bersifat umum,

bukan sebuah coping yang dapat meningkatkan stresor spesifik tertentu.

Dalam hal ini anggota keluarga adalah pemimpin keluarga dalam suatu

kelompok, organisasi dan kelompok komunitas.

(3) Mencari pendukung sosial. Mencari pendukung sosial dalam jaringan kerja

sosial keluarga merupakan strategi coping keluarga eksternal yang utama.

Pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan keluarga,

kelompok profesional, para tokoh masyarakat dan lain-lain yang didasarkan

pada kepentingan bersama. Menurut Caplan (Friedman, 1998), terdapat tiga

sumber umum dukungan sosial yaitu penggunaan jaringan dukungan sosial

informal, penggunaan sistem sosial formal, dan penggunaan kelompok-

kelompok mandiri. Penggunaan jaringan sistem dukungan sosial informal yang

biasanya diberikan oleh kerabat dekat dan tokoh masyarakat. Penggunaan

sistem sosial formal dilakukan oleh keluarga ketika keluarga gagal untuk

menangani masalahnya sendiri, maka keluarga harus dipersiapkan untuk

beralih kepada profesional bayaran untuk memecahkan masalah.

Penggunaan kelompok mandiri sebagai bentuk dukungan sosial dilakukan

melalui organisasi.

(4) Mencari dukungan spiritual. Beberapa studi mengatakan keluarga berusaha

mencari dukungan spiritual anggota keluarga untuk mengatasi masalah.

Kepercayaan kepada Tuhan dan berdoa merupakan cara paling penting bagi

keluarga dalam mengatasi stres.

Page 38: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

38

Strategi coping yang dikemukakan oleh Stuart dan Sundeen (1991) dan

Lazarus dan Folkman (1984) memiliki beberapa persamaan yaitu secara garis

besar strategi coping dilakukan dengan dua cara yaitu berfokus pada masalah

dan berfokus pada emosi. Coping berfokus pada masalah menurut Stuart dan

Sundeen (1991) dapat dilakukan dengan cara konfrontasi dan kompromi, hal

yang sama juga dikatakan oleh Lazarus dan Folkman (1984) bahwa coping

berfokus pada masalah dapat dilakukan dengan confrontative dan seeking social

support. Kedua jenis strategi coping memiliki pengertian yang sama. Selain

persamaan ada juga perbedaan dari kedua pendapat tersebut yaitu pada coping

yang berfokus pada masalah yang dikemukakan oleh Stuart dan Sundeen (1991)

menambahkan strategi coping Isolasi dan Lazarus dan Folkman (1984)

memasukkan planful problem solving, kedua coping tersebut memiliki pengertian

yang bertolak belakang.

Persamaan coping yang berfokus pada emosi yang dikemukakan oleh

Stuart dan Sundeen dengan Lazarus dan Folkman yaitu pada hal-hal yang positif

yakni identifikasi dan sublimasi dengan positive reappraisal, accepting

responsibility dan self controlling. Perbedaan kedua pendapat tersebut adalah

strategi coping berfokus pada emosi yang dikemukakan oleh Stuart dan Sundeen

lebih banyak yang mengarah kepada perilaku yang negatif atau tidak

menguntungkan seperti denial, rasionalisasi, kompensasi, represi, regresi,

konversi, proyeksi dan displacement. Strategi coping yang berfokus pada emosi

yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman lebih banyak hal-hal yang positif

seperti positive reappraisal, accenting responsibility dan self controlling.

Coping yang dikemukakan oleh Friedman tidak jauh berbeda dengan

coping yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman. Strategi coping dengan

cara memahami suatu masalah dan mencari dukungan spiritual memiliki

pengertian yang sama dengan coping positive reappraisal. Accepting

responsibility memiliki pengertian yang sama dengan pemecahan masalah

bersama. Mencari informasi sama dengan self controlling. Seeking social support

sama maksudnya dengan mencari pendukung sosial. Walaupun banyak

persamaan jenis coping yang dikemukakan oleh dua tokoh tersebut masih ada

perbedaan yaitu adanya perilaku coping yang negatif yang dikemukakan oleh

Lazarus dan Folkman dan semua coping yang dikemukakan oleh Friedman

bersifat positif.

Page 39: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

39

Dalam penelitian ini, strategi coping yang digunakan adalah strategi coping

yang dikemukakan oleh Lazarus dan Folkman karena dalam strategi coping ini

terlihat dengan jelas upaya penyelesaian masalah yang dilakukan melalui

starategi coping berfokus pada masalah yaitu melalui coping planful problem

solving. Selain itu strategi coping yang berfokus pada emosi lebih banyak ke arah

yang positif seperti positive reappraisal, accenting responsibility dan self

controlling. Hal ini sangat sesuai dengan lokasi penelitian yang masyarakatnya

yang sebagian besar beragama islam.

Sumberdaya Coping

Sumberdaya mengandung dua arti yakni sumber dan daya, yang bermakna

sebagai sumber dari kekuatan, potensi dan kemampuan untuk mencapai suatu manfaat

dan tujuan. Dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai input dari proses produksi

(Suratman, 1994/1995). Menurut Firebaugh dan Deacon (1988), sumber- daya

diartikan sebagai:

(1) Alat atau bahan yang mempunyai kemampuan untuk memenuhi atau

mencapai tujuan

(2) Bahan yang tersedia atau kemampuan potensial untuk mengatasi keadaan.

Bahan tersebut dapat bersifat materi atau non materi.

Dengan demikian sumberdaya merupakan alat dan potensi yang digunakan untuk

mencapai kebutuhan. Dalam keluarga sumberdaya terdiri atas:

(1) Unsur manusia: jumlah anggota keluarga, umur, jenis kelamin, hubungan

antar anggota dalam keluarga dan hubungan antara keluarga dengan

keluarga lain, dan faktor-faktor yang ada pada manusia seperti pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skills) dan minat (intrest).

(2) Unsur materi: pendapatan berupa uang atau barang, kekayaan milik keluarga

dapat berupa lahan (pekarangan, kebun, sawah serta rumah yang dihuni

(3) Unsur waktu. Menurut Steidl dan Bratton (1968), waktu adalah salah satu

sumberdaya, sehingga pemanfaatan waktu perlu dikelola agar seluruh

(4) kegiatan dapat dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan tujuan yang

diinginkan.

Sumberdaya coping dapat diartikan segala sesuatu yang dimiliki keluarga

baik bersifat fisik dan non fisik untuk membangun perilaku coping. Sumberdaya

coping tersebut bersifat subjektif sehingga perilaku coping bisa bervariasi pada

setiap orang. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), cara seseorang atau

Page 40: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

40

keluarga melakukan strategi coping tergantung pada sumberdaya yang

dimiliki. Adapun sumberdaya tersebut antara lain:

(1) Kondisi kesehatan. WHO (1984) mendefinisikan sehat sebagai status kenyamanan

menyeluruh dari jasmani, mental dan sosial, dan bukan hanya tidak adanya penyakit

atau kecacatan. Kesehatan mental diartikan sebagai kemampuan berfikir jernih dan

baik, dan kesehatan sosial memiliki kemampuan untuk berbuat dan

mempertahankan hubungan dengan orang lain. Kesehatan jasmani adalah dimensi

sehat yang nyata dan memiliki fungsi mekanistik tubuh. Kondisi kesehatan sangat

diperlukan agar seseorang dapat melakukan coping dengan baik agar berbagai

permasalahan yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik.

(2) Kepribadian adalah perilaku yang dapat diamati dan mempunyai ciri-ciri

biologi, sosiologi dan moral yang khas baginya yang dapat membedakannya

dari kepribadian yang lain (Littauer, 2002). Pendapat lain menyatakan bahwa

kepribadian adalah ciri, karakteristik, gaya atau sifat-sifat yang memang khas

dikaitkan dengan diri seseorang. Dapat dikatakan bahwa kepribadian itu

bersumber dari bentukan-bentukan yang terima dari lingkungan, misalnya

bentukan dari keluarga pada masa kecil dan juga bawaan sejak lahir misalnya

orang tua membiasakan anak untuk menyelesaikan pekerjaannya sendiri,

menyelesaikan setiap permasalahan bersama-sama, tidak mudah

tersinggung/marah dan harus selalu bersikap optimis. Menurut Maramis

(1998), kepribadian dapat digolongkan menjadi dua yaitu: (a) Introvert,

adalah orang yang suka memikirkan tentang diri sendiri, banyak fantasi,

lekas merasakan kritik, menahan ekspresi emosi, lekas tersinggung dalam

diskusi, suka membesarkan kesalahannya, analisis dan kritik terhadap diri

sendiri dan pesimis; dan (b) Ekstrovert, adalah orang yang melihat kenyataan

dan keharusan, tidak lekas merasakan kritikan, ekspresi emosinya spontan,

tidak begitu merasakan kegagalan, tidak banyak mengadakan analisis dan

kritik terhadap diri sendiri, terbuka, suka berbicara dan optimis.

(3) Konsep diri. Menurut Maramis (1998), konsep diri adalah semua ide, pikiran,

kepercayaan dan pendirian seseorang yang diketahui dalam berhubungan

dengan orang lain. Konsep diri dipelajari melalui kontak sosial dan

pengalaman berhubungan dengan orang lain misalnya orang tua yang

menginginkan anak-anaknya tetap sekolah walaupun dalam keadaan

darurat, sehingga berupaya keras mencarikan sekolah untuk anaknya.

Page 41: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

41

(4) Dukungan sosial adalah adanya keterlibatan orang lain dalam menyelesaikan

masalah. Individu melakukan tindakan kooperatif dan mencari dukungan dari

orang lain, karena sumberdaya sosial menyediakan dukungan emosional,

bantuan nyata dan bantuan informasi. Menurut Cronkite dan Moos (Holahan &

Moos, 1987), orang yang mempunyai cukup sumberdaya sosial cenderung

menggunakan strategi problem-focused coping dan meng- hindari strategi

avoidance coping dalam menyelesaikan berbagai masalah.

(5) Aset ekonomi. Keluarga yang memiliki aset ekonomi akan mudah dalam mela-

kukan coping untuk penyelesaian masalah yang sedang dihadapi. Namun

demikian, tidak berimplikasi terhadap bagaimana keluarga tersebut dapat

menggunakannya (Lazarus & Folkman, 1984). Menurut Bryant (1990) aset

adalah sumberdaya atau kekayaan yang dimiliki keluarga. Aset akan berperan

sebagai alat pemuas kebutuhan. Oleh karena itu, keluarga yang memiliki

banyak aset cenderung lebih sejahtera jika dibandingkan dengan keluarga

yang memilki aset terbatas.

Dalam penelitian ini sumberdaya coping yang digunakan adalah karak-

teristik sosial ekonomi (jumlah anggota keluarga, umur, pendidikan ayah/ibu,

pekerjaan, pendapatan keluarga, aset ekonomi, dan tingkat kesehatan), ciri-ciri

pribadi (kepribadian dan konsep diri) dan dukungan sosial.

Page 42: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

42

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berfikir Operasional

Permasalahan yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami seperti

masalah pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, pakaian dan pekerjaan

sangat dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki keluarga dan coping staregi

yang dilakukan keluarga. Apabila sumberdaya yang dimiliki keluarga sangat

terbatas, maka masalah yang dihadapi akan sulit terselesaikan dan akhirnya

dapat menimbulkan stres. Stres yang dialami keluarga dapat dilihat dari gejala-

gejala yang muncul baik fisik, psikis, perilaku dan kognitif. Gejala-gejala tersebut

mempunyai ciri adanya perasaan yang mencemaskan dan menegangkan yang

ditimbulkan oleh sumber stres. Sumber stres bagi seseorang bisa berbeda-beda,

sangat tergantung pada penilaian dan persepsi seseorang. Proses penilaian yang

dilakukan individu terhadap suatu kejadian yang penuh stres akan sangat

menentukan tingkat stres yang dialami keluarga. Untuk mengatasi masalah-

masalah yang dihadapi keluarga yang dapat mengakibatkan stres, keluarga

secara alamiah akan melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan

permasalahan disebut “strategi coping”.

Strategi coping yang dilakukan keluarga dalam penelitian ini diadopsi dari

model Lazarus dan Folkman (1984), yakni strategi coping berpusat pada masalah

dan strategi coping berpusat pada emosi. Strategi coping mana yang digunakan

sangat tergantung kepada masalah dan sumber stres sebagai penyebab

terjadinya suatu ketegangan. Strategi coping yang dilakukan sebagai upaya untuk

mengatasi stres sangat ditentukan oleh sumberdaya coping yang dimiliki keluarga.

Boss (Sussman & Steinmetz, 1988), mengatakan bahwa sumberdaya coping

keluarga merupakan kekuatan individual dan kekuatan bersama pada saat

menghadapi sesuatu kejadian sebagai penyebab stres. Sumberdaya coping

mencakup karakteristik sosial ekonomi keluarga, ciri-ciri pribadi dan dukungan

sosial. Karakteristik sosial ekonomi mencakup jumlah anggota keluarga,

pendapatan, aset dan pengeluaran. Ciri-ciri pribadi mencakup umur, pendidikan

pandidikan dan tingkat kesehatan, kepribadian, konsep diri dan dukungan sosial

terdiri dari bantuan yang berasal masyarakat sekitar, teman, pemerintah dan

LSM/NGO.

Page 43: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

43

Strategi coping yang dilakukan keluarga akan sangat menentukan

keberlangsungan fungsi keluarga. Keluarga sebagai sebuah sistem sosial

mempunyai tugas atau fungsi agar sistem tersebut berjalan. Tugas tersebut

berkaitan dengan pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola

kesinambungan atau pemeliharaan keluarga (Megawangi, 1999). Keluarga adalah

sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan sosialisasi anak,

mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan

fungsinya di masyarakat, serta memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang

sehat guna tercapainya keluarga sejahtera (Megawangi, 1994). Agar fungsi

keluarga berada pada kondisi optimal, perlu peningkatan fungsionalisasi dan

struktur yang jelas, yaitu suatu rangkaian peran dimana sistem sosial dibangun.

Menurut Rice dan Tucker (1986) fungsi keluarga ada dua yakni fungsi ekspresif

yang diperankan oleh ibu untuk memenuhi kebutuhan sosial dan emosi, serta

kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan

perkembangan diri anak serta fungsi instrumental yang diperankan oleh ayah

yang berkewajiban memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan biologis dan

fisik kepada para anggota keluarga. Kehidupan keluarga akan sejahtera kalau

masing-masing peran dapat dijalan dengan baik. Kerangka fikir operasional

tentang strategi coping keluarga pasca gempa dan tsunami disajikan pada

Gambar 2.

Hipotesis Penelitian

(1) Masalah keluarga, tingkat stres dan sumberdaya coping berpengaruh nyata

terhadap strategi coping keluarga pasca gempa dan tsunami

(2) Masalah keluarga, sumberdaya coping dan strategi coping berpengaruh nyata

terhadap keberfungsian keluarga pasca gempa dan tsunami

Page 44: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

METODE PENELITIAN

Disain, Waktu dan Tempat

Disain penelitian ini adalah cross-sectional dan retrospective study. Data

yang dikumpulkan adalah kondisi yang dialami keluarga setahun setelah terjadinya

gempa dan tsunami mencakup data tingkat stres dan strategi coping yang diambil

secara retrospektif. Data retrospektif lainnya yang diambil adalah tingkat kesehatan

yang diderita keluarga enam bulan terakhir. Data cross-sectional mencakup masalah

keluarga, sumberdaya coping dan keberfungsian keluarga. Pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan kuesioner mulai bulan Mei sampai Juli 2006.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa Kota

Banda Aceh yang dipilih secara purposive dengan pertimbangan kedua Kecamatan

tersebut terkena musibah gempa dan tsunami terparah pada tanggal 26 Desember

2004.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang wilayahnya terkena

masalah gempa dan tsunami yang berada pada dua Kecamatan yang telah

disebutkan di atas. Contoh yang digunakan dalam penelitian ini diambil dengan

metode penarikan contoh acak berlapis (stratified random sampling) secara

proporsional sebagai representasi dari populasi. Lapis pertama adalah kumpulan

keluarga yang ada ayah dan ibu yang disebut tipologi keluarga utuh, lapis kedua

adalah keluarga ada ayah (tidak memiliki ibu) atau tipologi keluarga duda dan lapis

ketiga keluarga ada ibu (tidak memiliki ayah). atau tipologi keluarga janda

Selanjutnya pada tiap lapis dilakukan penarikan contoh menggunakan acak

sederhana.

Penentuan jumlah contoh dalam penelitian ini menurut Cochran (1982) dapat

menggunakan rumus sebagai berikut :

2

22/1 )1(d

ppZn

−= −α

Keterangan : n = jumlah contoh Z = nilai z tabel p = proporsi keluarga yang kehilangan rumah d = akurasi (perbedaan antara proporsi dengan penduganya)

Page 45: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Jika dalam penelitian ini digunakan nilai α = 0.05, p (kejadian kehilangan

rumah sebesar 90%) dan akurasi =0.05, maka jumlah contoh minimal yang

dibutuhkan sebesar :

(1.96)2 (0.9) (0.1) 0.346

n = = = 138 orang

(0.05)2 0.0025

Dengan demikian, ukuran contoh yang diambil adalah minimal 138 contoh. Proporsi

jumlah contoh yang diambil ditentukan dengan rumus berikut :

Ni ni = x n

N Keterangan : ni = Ukuran contoh Ni = Ukuran populasi pada tiap kelompok contoh N = Ukuran populasi keseluruhan n = Ukuran contoh yang diinginkan

Adapun kerangka penarikan contoh yang dilakukan dalam penelitian ini

disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Bagan penarikan contoh.

Provinsi NAD

Kota Banda Aceh

Kec. Kuta Alam (Kel 1)

Kec. Meuraxa (Kel 2)

Utuh (2378 kk)

Duda (368 kk)

Janda (226 kk)

Stratifikasi

Utuh (531 kk)

Duda (207 kk)

Janda (184kk)

Stratifikasi

Acak Acak Acak Acak Acak Acak Proporsi

84 kk 13 kk 8 kk 19 kk 7 kk 7 kk

Page 46: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Jumlah populasi di Kecamatan Kuta Alam lebih banyak dibandingkan

Kecamatan Meraxa, sehingga proporsi jumlah contoh yang berasal dari Kecamatan

Kuta Alam lebih banyak dibandingkan Kecamatan Meraxa. Secara umum, tipologi

keluarga utuh lebih banyak dibandingkan dengan tipologi keluarga duda dan tipologi

keluarga janda (Tabel 2).

Tabel 2 Ukuran contoh berdasarkan desa, tipologi keluarga dan populasi

Kecamatan Desa Jumlah Keluarga Tipologi keluarga Populasi Ukuran

contoh

Kuta Alam

Lampulo 1537 Ayah + Ibu (utuh) 1345 48 Ada Ayah (duda) 115 4 Ada Ibu (janda) 77 3

Lamdingin 618 Ayah + Ibu (utuh) 427 15 Ada Ayah (duda) 109 4 Ada Ibu (janda) 82 3

Lambaro Skep 817

Ayah + Ibu (utuh) 606 21 Ada Ayah (duda) 144 5 Ada Ibu (janda) 67 2

Sub Total 1 2972 2972 105

Meraxa

Lamjabat 193 Ayah + Ibu (utuh) 82 3 Ada Ayah (duda) 59 2 Ada Ibu (janda) 52 2

Lampaseh Aceh 459

Ayah + Ibu (utuh) 320 11 Ada Ayah (duda) 68 2 Ada Ibu (janda) 71 3

Surin 270 Ayah + Ibu (utuh) 129 5 Ada Ayah (duda) 80 3 Ada Ibu (janda) 61 2

Sub Total 2 922 922 33 Total (1+2) 3894 3894 138

Jenis dan Cara Pengambilan Data

Data yang digunakan untuk penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder. Data primer meliputi: (1) Masalah-masalah yang dihadapi keluarga pasca

gempa dan tsunami; (2) Sumberdaya coping keluarga yang mencakup karakteristik

sosial ekonomi keluarga (jumlah anggota keluarga pendapatan, aset dan pekerjaan,

ciri-ciri pribadi (umur, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kepribadian dan konsep

diri) dan dukungan sosial; (3) Tingkat stres; (4) Strategi coping (coping berpusat

pada masalah dan coping berpusat pada emosi); dan (5) Keberfungsian keluarga.

Data sekunder mencakup profil kedua Kecamatan dan data bantuan dari

pemerintah, NGO/LSM dan lainnya kepada korban gempa dan tsunami. Secara rinci

Page 47: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

peubah, skala, responden, alat dan cara pengukuran penelitian disajikan pada Tabel

3.

Tabel 3 Peubah, skala, responden, alat dan cara pengukuran

No. Peubah Skala Responden Alat dan Cara Pengukuran

1 Masalah-masalah keluarga pasca gempa dan tsunami 1. Pangan 2. Kesehatan 3. Pendidikan 4. Perumahan/Tempat Tinggal 5. Pakaian 6. Pekerjaan/Pendapatan

Ordinal Ibu/Bapak Kuesioner/ wawancara

2 Sumberdaya coping keluarga Karakteristik Sosial Ekonomi

Keluarga: 1.Jumlah anggota keluarga 2.Pendapatan 3.Aset Ekonomi 4. Pekerjaan

Ciri-ciri Pribadi : 1. Umur 2. Pendidikan formal 3. Tingkat Kesehatan 4. Kepribadian 5. Konsep diri

Dukungan Sosial

Rasio Rasio

Rasio Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal

Ibu/Bapak Kuesioner/ wawancara

3. Tingkat Stres (Family Inventory of Life) 1. Tingkat stres fisik 2. Tingkat stres psikis 3. Tingkat stres kognitif 4. Tingkat stres perilaku

Tingkat stres (Skala Holmes dan Rahe)

Ordinal Ibu/Bapak Kuesioner/ wawancara

4 Strategi coping keluarga: Coping berpusat pada masalah

1. Planful Problem Solving 2. Confrontatif coping 3. Seeking social support

Coping berpusat pada emosi 1. Positive reappraisal 2. Accepting responsibility 3. Self controlling 4. Distancing 5. Escape-Avoidance

Ordinal Ibu/Bapak

Kuesioner/ wawancara

dengan metode Ways

of Coping Scale (Lazarus

& Folkman, 1984)

5 Keberfungsian keluarga Ekspresif Instrumental

Ordinal Ibu/Bapak Kuesioner/wa

wancara

Definisi Operasional

(1) Masalah-masalah Keluarga adalah berbagai persoalan/ permasalahan yang

dialami keluarga sekitar 1.5 tahun setelah terjadinya gempa dan tsunami yang

Page 48: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

dapat memicu terjadi stres yang mencakup masalah pangan, masalah

kesehatan, masalah pendidikan, masalah perumahan/tempat tinggal, masalah

pakaian dan masalah pekerjaan/pendapatan.

(2) Sumberdaya coping adalah sumberdaya yang dimiliki keluarga meliputi

karakteristik sosial ekonomi keluarga (jumlah anggota keluarga, pendapatan,

aset, pekerjaan), ciri-ciri pribadi adalah (umur, tingkat pendidikan, tingkat

kesehatan, kepribadian dan konsep diri) dan dukungan sosial

(3) Jumlah anggota keluarga adalah semua individu yang tinggal di bawah satu

atap dan makan dari dapur yang sama.

(4) Pekerjaan adalah jenis profesi yang digeluti oleh ayah/ibu, anak maupun

anggota keluarga lain pasca gempa dan tsunami dan mencakup utama dan

sampingan yang mendapat imbalan berupa gaji/upah.

(5) Pendapatan adalah upah, gaji atau hasil yang diperoleh dari semua anggota

keluarga, baik berupa barang, jasa dan lain-lain yang dinilai dengan uang selama

satu bulan terakhir.

(6) Aset adalah seluruh kekayaan berupa uang, barang, modal atau sesuatu yang

dapat dinilai dengan uang yang dimiliki oleh keluarga

(7) Umur adalah usia ayah/ibu pada saat penelitian berlangsung yang dinyatakan

dalam tahun

(8) Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang dicapai oleh

ayah/ibu

(9) Tingkat kesehatan adalah tingkat kesehatan ayah/ibu selama 6 bulan terakhir

yang mencakup jenis penyakit yang diderita, frekuensi, lama sakit dan upaya

pengobatannya.

(10) Kepribadian adalah sikap dan perilaku ayah atau ibu dalam menangkapi

berbagai permasalahan yang dihadapi

(11) Konsep diri adalah pengetahuan dan persepsi ayah dan ibu terhadap dirinya

sendiri.

(12) Dukungan sosial adalah bantuan yang diterima keluarga baik berupa uang,

makanan, perumahan dan bantuan lainnya yang berasal dari masyarakat, teman,

pemerintah dan LSM baik dalam maupun luar negeri

(13) Tingkat stres adalah respon spesifik dari ibu/ayah akibat gempa dan tsunami

yang dialami 1 tahun pasca gempa dan tsunami yang diketahui dari gejala-gejala

yang muncul baik fisik, psikis, perilaku dan kognitif.

Page 49: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

(14) Strategi coping keluarga adalah respon perilaku yang digunakan kepala

keluarga untuk memecahkan suatu masalah untuk mengurangi stres yang

diakibatkan oleh gempa dan tsunami. Strategi coping yang dilakukan mencakup

coping berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi.

(15) Strategi coping yang berfokus pada masalah adalah upaya yang dilakukan

untuk mengurangi tuntutan-tuntutan yang dapat menimbulkan stres dengan

mengembangkan sumberdaya untuk mengatasinya. Coping yang berpusat pada

masalah mencakup :

(1) Planful problem solving yaitu bereaksi dengan melakukan usaha-usaha

tertentu yang bertujuan untuk mengubah keadaan, diikuti pendekatan analitis

dalam menyelesaikan masalah.

(2) Confrontative yaitu bereaksi untuk mengubah keadaan yang dapat

menggambarkan tingkat risiko yang harus diambil.

(3) Seeking social support yaitu bereaksi dengan mencari dukungan dari pihak

luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun dukungan emosional.

(16) Strategi coping berfokus pada emosi yaitu individu melakukan usaha-usaha

yang bertujuan untuk memodifikasi fungsi emosi tanpa melakukan usaha untuk

mengubah stresor secara langsung. Strategi coping ini mencakup :

(1) Positive reappraisal, adalah bereaksi dengan menciptakan makna positif

dalam diri yang bertujuan untuk mengembangkan diri termasuk melibatkan

diri dalam hal-hal yang religius.

(2) Accepting responsibility yaitu bereaksi dengan menumbuhkan kesadaran

akan peran diri dalam permasalahan yang dihadapi, dan berusaha

mendudukkan segala sesuatu sebagaimana mestinya.

(3) Self controlling atau mengendalian diri yaitu bereaksi dengan melakukan

regulasi baik dalam perasaan maupun tindakan.

(4) Distancing atau menjauhkan diri yaitu tidak melibatkan diri dalam

permasalahan.

(5) Escape avoidance yaitu menghindari atau melarikan diri dari masalah yang

dihadapi.

(17) Keberfungsian Keluarga adalah berfungsinya keluarga sebagai wahana untuk

mendidik, mengasuh, sosialisasi dan mengembangkan kemampuan seluruh

anggotanya agar dapat menjalankan perannya dalam keluarga serta

Page 50: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

memberikan kepuasan dan lingkungan sosial yang sehat guna tercapainya

keluarga sejahtera. Dalam penelitian ini fungsi keluarga mencakup:

(1) Fungsi instrumental adalah fungsi yang berkaitan dengan hubungan

keluarga dengan situasi eksternal. Fungsi instrumental dikaitkan dengan

peran ayah sebagai pencari nafkah untuk kelangsungan hidup seluruh

anggota keluarga

(2) Fungsi Ekspresif adalah fungsi keluarga yang dikaitkan terutama dengan

integritas dan solidaritas keluarga. Fungsi ekspresif dikaitkan dengan peran

ibu dalam pemenuhan kebutuhan emosional-afeksional anggota keluarga.

(18) Tipologi Keluarga adalah penggolongan keluarga contoh menjadi tiga

kelompok yakni keluarga utuh, duda dan janda.

Metode Pengukuran Peubah

Berikut diuraikan metode pengukuran peubah, sistem skoring dan

pengkategorian skor yang diperoleh dari variabel-variabel penelitian. Berdasarkan

peubah-peubah penelitian dan metode pengukuran yang dilakukan untuk

mengkuantifikasi data-data yang dikumpulkan yang selanjutnya akan digunakan

untuk analisis statistik. Untuk menyamakan satuan yang digunakan maka semua

skor yang diperoleh dikonversi dalam bentuk persen (0-100). Adapun rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut :

X- Nilai Minimum X

Y = x 100

Nilai Maksimum X – Nilai Minimun X

Keterangan : Y= skor dalam persen x = skor yang diperoleh untuk tiap responden

(1) Masalah-masalah keluarga pasca gempa dan tsunami

Skoring jawaban terhadap masalah-masalah keluarga dilakukan dengan

memberi skor 0 jika contoh mengalami masalah dan diberi skor 1 jika tidak

mengalami masalah. Semua pertanyaan memungkinkan untuk dijawab oleh

responden. Ada tujuh kelompok permasalahan yang digali dari contoh yakni :

(1) Masalah pangan diukur dengan tiga item pertanyaan dengan skor 0=tidak

dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 3.

Page 51: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

(2) Masalah kesehatan diukur dengan dua item pertanyaan dengan skor 0=tidak

dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 2.

(3) Masalah pendidikan diukur dengan tiga item pertanyaan dengan skor 0=tidak

dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 3.

(4) Masalah perumahan/tempat tinggal diukur dengan empat item pertanyaan

dengan skor 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor

maksimum 4.

(5) Masalah pakaian diukur dengan dua item pertanyaan dengan skor 0=tidak

dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 2.

(6) Masalah pekerjaan/pendapatan diukur dengan dua item pertanyaan dengan

skor 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor

maksimum 2.

Selanjutnya skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100

dengan menggunakan rumus yang telah disebut sebelumnya. Total skor yang

diperoleh dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kelas interval yaitu rendah

(skor 0-33.3), sedang (skor 33.4-66.7) dan tinggi (skor 66.8-100.0)

(2) Sumberdaya coping

Sumberdaya coping mencakup karakteristik sosial ekonomi keluarga

(jumlah anggota keluarga, pendapatan, aset dan pekerjaan), ciri-ciri pribadi

(umur, tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, kepribadian dan konsep diri) dan

dukungan sosial

(1) Jumlah anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga dikelompokkan menjadi

3 (tiga) yakni < 4 orang, 5-6 orang dan > 6 orang.

(2) Pendapatan Keluarga. Pendapatan keluarga dibagi dengan jumlah anggota

keluarga sehingga diperoleh pendapatan per kapita per bulan. Adapun

kategori pendapatan yang digunakan adalah < Rp 100.000, > Rp 100.000 -

250.000, > Rp 250.000 - 500.000, > Rp 500.000 - 750.000, > Rp 750.000 -

1.000.000 dan > Rp 1.000.000.

(3) Aset adalah seluruh kekayaan berupa lahan, barang elektronik, perhiasan,

modal, asuransi/surat berharga atau sesuatu yang dapat dinilai dengan uang

yang dimiliki oleh keluarga. Untuk aset ekonomi yang dimiliki seperti

tabungan, rumah, tanah, emas dan aset lainnya yang dinilai dalam bentuk

uang, sehingga diperoleh nilai aset dalam rupiah

(4) Pekerjaan. Profesi contoh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 6,

Page 52: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

yakni : 1. Buruh; 2. Tidak Bekerja; 3. Pedagang/Wiraswasta; 4. Swasta; 5.

PNS/ABRI; dan 6. LSM/Relawan

(5) Umur. Usia contoh dikelompokkan menjadi 4 kategori yakni (1) < 21 tahun,

(2) 21-40 tahun, (3) 41-60 tahun dan (4) > 60 tahun.

(6) Tingkat pendidikan. Pendidikan ayah/ibu dikelompokkan menjadi: 1.Tidak

sekolah; 2. SD/sederajat; 3. SLTP/sederajat; 4. SLTA/sederajat dan 5. PT

(7) Tingkat kesehatan. Skor tingkat kesehatan diperoleh dengan cara

menjumlahkan frekuensi, lama sakit dan skor upaya pengobatan. Upaya

pengobatan dinilai berdasarkan kualitas pengobatan yang diterima semakin

rendah kualitas pengobatan yang dilakukan misalnya tidak diobati maka

skornya akan semakin tinggi. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka

tingkat kesehatan akan semakin tinggi. Skor yang diperoleh ditransformasi ke

dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus yang telah disebut

sebelumnya, kemudian dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan kelas

interval yaitu rendah (skor 0-33.3), sedang (skor 33.4-66.7) dan tinggi (skor

66.8-100.0)

(8) Kepribadian. Peubah ini mencakup 17 item pertanyaan. Kategori jawaban

untuk peubah ini adalah 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum

0 dan skor maksimum 17. Skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala

0-100. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin baik kepribadian

contoh. Total skor yang diperoleh dibagi menjadi dua kategori yakni introvert

(skor 0-66.7%) dan ekstrovert (skor 66.8 -100.0%).

(9) Konsep diri. Peubah ini mencakup lima item pertanyaan. Kategori jawaban

untuk peubah ini adalah 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor minimum

0 dan maksimum 5. Skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-

100. Semakin tinggi skor yang diperoleh semakin baik konsep diri contoh.

Total skor yang diperoleh dibagi menjadi dua kategori yakni negatif (skor 0-

66.7%) dan positif (skor 66.8 -100.0%).

(10) Dukungan sosial. Peubah ini mencakup empat item pertanyaan. Kategori

jawaban untuk peubah ini adalah 0=tidak dan 1=ya, sehingga diperoleh skor

minimum 0 dan skor maksimum 4. Skor yang diperoleh ditransformasi ke

dalam skala 0-100. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin baik

dukungan sosial yang diperoleh. Total skor yang diperoleh dibagi menjadi

dua kategori berdasarkan kelas interval yaitu mendukung dengan skor 0-66.7

Page 53: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

dan tidak mendukung dengan skor 66.8-100.0.

(3) Tingkat Stres dengan metode Family Inventory of Life

Jumlah item pertanyaan adalah 30. Kategori jawaban untuk peubah

tingkat stres keluarga adalah “tidak pernah terjadi”, “kadang-kadang terjadi” dan

“sering terjadi” Pertanyaan yang diberikan adalah seputar gejala-gejala stres baik

fisik, psikis, kognitif dan perilaku yang dialami contoh pasca gempa dan tsunami.

Jawaban “tidak pernah terjadi” diberikan jika gejala stres tidak pernah dialami

pasca gempa dan tsunami dan diberi nilai 0. Jawaban “kadang-kadang terjadi”

diberikan jika gejala stres dialami kurang dari tiga kali selama pasca gempa dan

tsunami dan diberi nilai 1. Jawaban “sering terjadi” diberikan jika gejala stres

dialami lebih dari tiga kali selama pasca gempa dan tsunami dan diberi nilai 2.

Gejala stres yang dialami dapat saja dirasakan sekaligus oleh contoh sehingga

total skor yang diperoleh adalah minimal 0 dan maksimal 60, semakin tinggi skor

yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat stres yang dialami. Selanjutnya skor

yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100 dengan menggunakan

rumus yang telah disebut sebelumnya, kemudian dibagi menjadi empat kategori

tingkat stres yang diadopsi dari Holmes dan Rahe (1967) yakni stres minor (skor

< 35.3), stres ringan (skor 35.3-46.8), stres sedang (skor 46.9-70.4) dan stres

mayor/berat (skor > 70.4).

(1) Gejala stres fisik diukur dengan delapan item pertanyaan sehingga diperoleh

skor minimum 0 dan skor maksimum 16.

(2) Gejala stres psikis diukur dengan tujuh item pertanyaan dengan skor 0=tidak

pernah, 1=kadang-kadang dan 2=sering, sehingga diperoleh skor minimum 0

dan skor maksimum 14.

(3) Gejala stres kognitif diukur dengan lima item pertanyaan sehingga diperoleh

skor minimum 0 dan skor maksimum 10.

(4) Gejala stres perilaku diukur dengan sepuluh item pertanyaan sehingga

diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 20.

(4) Tingkat Stres dengan metode Holmes dan Rahe

Peubah ini mencakup 10 item pertanyaan. Kategori jawaban untuk

peubah tingkat stres keluarga ini adalah 0=tidak dan 1=ya. Setiap pertanyaan

dibobot dengan menggunakan skala Holmes dan Rahe seperti disajikan pada

Tabel 4. Berdasarkan pertanyaan yang diajukan akan diperoleh skor minimum 0

dan maksimum 425 apabila stres yang dirasakan contoh disebabkan oleh item

Page 54: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Tingginya skor ini diakibatkan adanya pembobotan

yang dilakukan pada setiap item pertanyaan berdasarkan derajat beratnya

stresor. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi tingkat stres

yang dialami. Skor yang diperoleh ditransformasi ke dalam skala 0-100 dengan

menggunakan rumus yang telah disebutkan sebelumnya dan kemudian dibagi

menjadi empat kategori stres dengan mengadopsi dari Holmes dan Rahe (1967)

yakni stres minor (skor < 35.3), stres ringan (skor 35.3-46.8), stres sedang (skor

46.9-70.4) dan stres mayor/berat (skor > 70.4).

Tabel 4. Pembobotan pertanyaan penyebab stres menggunakan Skala Holmes dan Rahe

No Penyebab Stres Skor

1 Kematian pasangan 100 2 Perpisahan perkawinan 65 3 Kehilangan aset 47 4 Perubahan kondisi keuangan 63 5 Kematian anggota keluarga 53 6 Luka parah 53 7 Kematian teman dekat 37 8 perubahan jenis pekerjaan 36 9 Pinjaman keuangan 30 10 Perubahan tempat tinggal 20

(5) Strategi Coping

Instrumen yang digunakan untuk peubah strategi coping keluarga adalah

yang dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman (1984) yang diberi nama Ways

of Coping Scale. Alat ukur ini berupa kuesioner yang mengukur strategi coping

berfokus pada masalah dan coping berfokus pada emosi. Strategi coping yang

berfokus pada masalah ada tiga yaitu: planful problem solving, confrontatif dan

seeking social support, dan strategi coping berfokus pada emosi ada lima yaitu:

positive reappraisal, accepting responsibility, self controlling, distancing dan

escape avoidance. Skoring dilakukan dengan cara merangking jawaban

responden, dimana jawaban diberi skor 3 = sering sekali, 2 = sering, 1 = kadang-

kadang dan diberi skor 0 = tidak pernah, sehingga diperoleh data dengan skala

pengukuran ordinal. Pertanyaan peubah ini terdiri dari 36 item. Semua

pertanyaan memungkinkan untuk dijawab oleh responden sehingga diperoleh

skor minimum 0 dan skor maksimum 108. Selanjutnya skor yang diperoleh

ditransformasi ke dalam skala 0-100 dengan menggunakan rumus yang telah

disebut sebelumnya dan kemudian dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan

Page 55: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

kelas interval yaitu rendah (skor 0-33.3), sedang (skor 33.4-66.7) dan tinggi (skor

66.8-100.0).

Coping Berfokus pada Masalah

Peubah ini mencakup 16 item pertanyaan. sehingga diperoleh skor

minimum 0 dan skor maksimum 48.

(1) Planful Problem Solving. Peubah ini mencakup tujuh item pertanyaan,

sehingga diperoleh skor minimum 0 dan maksimum 21. Semakin tinggi skor

yang diperoleh maka semakin baik strategi coping yang dilakukan.

(2) Confrontatif. Peubah ini mencakup empat item pertanyaan, sehingga

diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 12. Semakin tinggi skor yang

diperoleh maka semakin tidak baik strategi coping yang dilakukan.

(3) Seeking Social Support. Peubah ini mencakup lima item pertanyaan,

sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 15. Semakin tinggi

skor yang diperoleh maka semakin baik strategi coping yang dilakukan.

Coping Berfokus pada Emosi

Peubah ini mencakup 20 item pertanyaan, sehingga diperoleh skor

minimum 0 dan skor maksimum 60.

(1) Positive reappraisal. Peubah ini mencakup lima item pertanyaan, sehingga

diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 15. Semakin tinggi skor yang

diperoleh maka semakin baik strategi coping yang dilakukan.

(2) Accepting responsibility. Peubah ini mencakup empat item pertanyaan,

sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 12. Semakin tinggi

skor yang diperoleh maka semakin baik strategi coping yang dilakukan.

(3) Self controlling. Peubah ini mencakup enam item pertanyaan, sehingga

diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 18. Semakin tinggi skor yang

diperoleh maka semakin baik strategi coping yang dilakukan.

(4) Distancing. Peubah ini mencakup tiga item pertanyaan, sehingga diperoleh

skor minimum 0 dan skor maksimum 9. Semakin tinggi skor yang diperoleh

maka semakin tidak baik strategi coping yang dilakukan.

(5) Escape avoidance. Peubah ini mencakup lima item pertanyaan, sehingga

diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 15. Semakin tinggi skor yang

diperoleh maka semakin tidak baik strategi coping yang dilakukan.

(6) Keberfungsian Keluarga

Page 56: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Peubah keberfungsian keluarga terbagi menjadi dua, yakni fungsi

ekspresif dan fungsi instrumental. Total jumlah pertanyaan peubah

keberfungsian keluarga adalah 39 item. Skoring dilakukan dengan memberi skor

1 jika jawaban sangat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan peneliti dan

diberi skor 0 jika sangat tidak sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan oleh

peneliti sehingga diperoleh data dengan skala pengukuran nominal. Semua

pertanyaan memungkinkan untuk dijawab oleh responden sehingga diperoleh

skor minimum 0 dan skor maksimum 39. Selanjutnya skor yang diperoleh

ditransformasi ke dalam skala 0-100 dan kemudian dibagi menjadi tiga kategori

berdasarkan kelas interval yaitu rendah (skor 0-33.3), sedang (skor 33.4-66.7)

dan tinggi (skor 66.8-100.0).

(1) Fungsi ekspresif. Jumlah pertanyaan peubah fungsi ekspresif adalah 17 item,

sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 17.

(2) Fungsi instrumental. Jumlah pertanyaan peubah fungsi instrumental adalah

22 item, sehingga diperoleh skor minimum 0 dan skor maksimum 22.

Secara rinci, jenis data, peubah maupun cut off yang digunakan disajikan pada

Tabel 5.

Tabel 5. Jenis data, peubah dan skoring yang digunakan

No Peubah Jumlah

Item Skor Min

Skor Max

1 Masalah pasca gempa dan tsunami 19 0 19 2 Ciri-ciri pribadi

Kepribadian 17 0 17 Konsep Diri 5 0 5 Dukungan Sosial 4 0 4

3 Tingkat Stres Ibu (Family Inventory of Life) 30 0 60

- Fisik 8 0 16 - Psikis 7 0 14 - Kognitif 5 0 10 - Perilaku 10 0 20

4 Tingkat Stres (Holmes dan Rahe) 10 0 425 5 Coping

5.1

Coping Berfokus pada Masalah 16 0 48 - Planful Problem Solving 7 0 21 - Confrontatif Coping 4 0 12 - Seeking Social Support 5 0 15

5.2

Coping Berfokus pada Emosi 20 0 60 - Positive Reappraisal 5 0 15 - Accepting Responsibility 4 0 12 - Self Controlling 3 0 9 - Distancing. 3 0 9

Page 57: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

No Peubah Jumlah

Item Skor Min

Skor Max

- Escape Avoidance 5 0 15

6

Keberfungsian Keluarga 39 0 39 - Fungsi Ekspresif 17 0 17 - Fungsi Instrumental 22 0 22

Validasi dan Reliabilitas Instrumen

Untuk pengelolaan data ada beberapa langkah yang akan dilakukan dengan

tujuan untuk mengontrol kualitas data, yakni:

(1) Validasi content pada saat pengembangan atau modifikasi instrumen. Menurut

Babbie (1992), bila koefisien korelasi antara skor suatu indikator dengan skor

total seluruh indikator positif dan lebih besar dari 0.3 (r <0.3), maka instrumen

tersebut valid.

(2) Uji coba kuesioner sebelum pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui

pilihan dan bentuk kuesioner (pernyataan atau pertanyaan), kedalaman

pertanyaan, ketepatan pemilihan kata, dapat tidaknya suatu pertanyaan

ditanyakan, pilihan jawaban yang dimungkinkan, serta lama maksimal

wawancara dan mengukur reliabilitas kuesioner (alpha cronbach)

Reliabilitas atau keterandalan menunjukan kekonsistensi suatu alat ukur

dalam mengukur hal yang sama. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995),

reliabilitas adalah istilah yang dipakai untuk menunjukkan sejauh mana suatu hasil

pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih.

Reliabilitas suatu alat ukur adalah sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau

dapat diandalkan. Hasil pengukuran dapat dipercaya, bila beberapa kali

pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama diperoleh hasil

yang relatif sama selama aspek yang diukur tidak berubah.

Pada penelitian ini, uji reliabilitas yang digunakan adalah metode Cronbach

atau Cr. Alpha berdasarkn skala Cr. Alpha 0 sampai dengan 1 dengan rumus:

−=

∑=

t

ii

v

v

nn 11

Keterangan: a = koefisien Alpha Cronbach (koefisien realibilitas)

n = besar sampel pada uji instrumen

Vi = ragam bagian ke i kelompok indikator

Vt = ragam Skor total (perolehan)

Page 58: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Suatu instrumen (keseluruhan indikator) dianggap sudah cukup reliabel (reliabilitas

konsistensi internal ), bilamana a =0.6 (Babbie, 1992).

Selama penelitian penjajakan, pengumpulan data penelitian berjalan lancar

dan tidak ditemukan kendala yang berarti. Responden yang dijadikan contoh

dalam uji coba ini adalah keluarga yang menjadi korban gempa dan tsunami

yang saat ini berdomisili di Bogor. Karakteristik responden sangat beragam dari

yang statusnya sebagai mahasiswa sampai kepada pedagang kaki lima di pasar

Anyar Bogor. Dari 15 responden yang diambil selama penjajakan rata-rata waktu

yang dibutuhkan untuk pengisian kuesioner dan wawancara berkisar antara 30

sampai 45 menit. Hasil pengujian di lapangan menunjukkan bahwa reliabilitas

instrumen yang digunakan cukup handal dan signifikan dengan nilai α-cronbach

antara 0.6316 - 0.8573.

Pada peubah penelitian masalah-masalah keluarga pasca gempa secara

umum (pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan/tempat tinggal, pakaian,

pekerjaan/pendapatan dan kehilangan anggota keluarga) nilai reliabilitas yang

diperoleh sudah cukup baik yakni lebih dari 0.7. Demikian pula untuk peubah ingkat

stres metode Family Inventory of Life dan tingkat stres Holmes dan Rahe nilai

cronbach alpha yang diperoleh relatif baik dengan nilai > 0.60.

Pada instrumen peubah kepribadian, konsep diri dan dukungan sosial perlu

dilakukan penghapusan terhadap pertanyaan yang dinilai kurang valid (nilai korelasi

negatif) karena nilai cronbach alpha yang diperoleh lebih kecil dari 0.6, tiga

pertanyaan pada peubah kepribadian yang dihapus yakni : no.10,12 13.

Peubah strategi coping keluarga mencakup dua sub peubah yakni berfokus

pada masalah dan berfokus pada emosi. Pada instrumen peubah strategi coping

keluarga dilakukan pengurangan lima pertanyaan yakni no. 8, 27, 30, 40, 41.

Penghapusan satu pertanyaan dilakukan pada sub peubah coping berfokus pada

masalah yakni no 8 pada coping confrontatif. Pada peubah coping berfokus pada

emosi dikurangi sebanyak empat pertanyaan yakni no. 27, 29, 40, 41 untuk

menghasilkan nilai cronbach = 0.60. Peubah keberfungsian keluarga dilakukan

pengurangan empat pertanyaan yaitu 16, 22, 24, 20 untuk menghasilkan nilai

cronbach = 0.60. Untuk lebih jelas nilai reliabilitas instrumen dapat dilihat pada

Lampiran 1.

Setelah pengumpulan data pada penelitian utama, kembali dilakukan uji

reliabilitas peubah-peubah penelitian (Tabel 6). Hasil analisis menunjukkan nilai

Page 59: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

cronbach alpha peubah penelitian berkisar antara 0.6124-0.9306. Dengan demikian,

hasil ini membuktikan bahwa instrumen yang digunakan benar-benar reliabel dan

handal. Nilai cronbach alpha yang diperoleh dari data penelitian utama sejalan

dengan hasil yang diperoleh pada saat uji coba instrumen penelitian.

Tabel 6. Hasil uji reliabilitas dan validitas peubah-peubah

penelitian saat penelitian utama

No Peubah Penelitian Jumlah

Item Nilai Cronbach

Alpha Validitas

1

Masalah keluarga 16 0.7279 0.220*-0.751*

1. Masalah Pangan 3 0.6377 0.507*-0.678*

2. Masalah Kesehatan 2 0.6620 0.305*-0.859*

3. Masalah Pendidikan 3 0.7446 0.776*-0.833*

4. Masalah Perumahan/Tempat Tinggal 4 0.8797 0.764*-0.886

5. Masalah Pakaian 2 0.6607 0.799*-0.815*

6. Masalah Pekerjaan/Pendapatan 2 0.6848 0.731*-0.893*

2

Ciri-Ciri Pribadi

a. Kepribadian 17 0.6707 0.186*-0.571* b. Konsep Diri 5 0.9211 0.705*-0.825*

3 4

Dukungan Sosial 4 0.7589 0.186*-0.571* Tingkat Stres (Family Inventory of Life) 30 0.9306 0.267*-0.671*

a. Fisik 8 0.8570 0.599*-0.758* b. Psikis 7 0.7600 0.517*-0.737* c. Kognitif 5 0.7874 0.610*-0.767* d. Perilaku 10 0.8827 0.394*-0.672*

5 Tingkat Stres (Holmes & Rahe) 10 0.6124 0.006-0.686*

6 Strategi Coping Keluarga

Berfokus pada masalah 16 0.6353 0.088-0.527* a. Planful Problem Solving 7 0.6291 0.241*-0.622* b. Confrontatif coping 4 0.6448 0.014-0.787* c. Seeking social support 5 0.6760 0.367-0.772* Berfokus pada emosi 20 0.7750 0.239*-0.571* a. Positive reappraisal 5 0.7757 0.584*-0.816* b. Accepting responsibility 4 0.6415 0.505*-0.735* c. Self controlling 3 0.7591 0.255*-0.453* d. Distancing 3 0.8573 0.832*-0.875* e. Escape-Avoidance 5 0.7835 0.541*-0.777*

7

Keberfungsian Keluarga 39 0.8610 0.017-0.709* a. Fungsi Ekspresif 17 0.8337 0.205*-0.528* b. Fungsi Instrumental 22 0.8175 0.086-0.747*

Page 60: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 10.1 dan

SAS 6.12. Tahapan-tahapan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini

mencakup :

(1) Penyusunan code-book sebagai panduan entri dan pengolahan data

(2) Setelah data dientri, kemudian dilakukan cleaning data untuk memastikan tidak

ada kesalahan dalam memasukkan data. Data dicek dengan menyajikan

statistik deskriptif mencakup rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai

minumun untuk setiap peubah

(3) Skoring terhadap pertanyaan-pertanyaan penelitian

(4) Transformasi skor dalam bentuk skala 0-100

(5) Kategorisasi terhadap data skor hasil transformasi

(6) Analisis deskriptif dan tabulasi silang

(7) Analisis statistik inferensia mencakup analisis regresi linier berganda program

SAS for Window.

Tahap analisis dilakukan dengan menggunakan program SAS for Window.

Secara rinci, analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan

adalah :

(1) Untuk menjawab tujuan 1 sampai 5 digunakan analisis statistik dasar

(elementary statistic analysis) yang meliputi frekuensi distribusi dan ukuran

sebaran (rata-rata dan standar deviasi) dan tabulasi.

(2) Untuk menjawab tujuan 6 yakni menganalisis perbedaan masalah keluarga,

tingkat stres, sumberdaya coping, strategi coping dan keberfungsian keluarga

berdasarkan tipologi keluarga digunakan analisis ragam (anova). Uji lanjut

(Post Hoc) yang digunakan adalah uji beda Duncan.

(3) Untuk menjawab tujuan 7 yakni menganalisis pengaruh masalah keluarga,

tingkat stres dan sumberdaya coping terhadap strategi coping keluarga

digunakan pendekatan analisis regresi linier berganda. Model analisis regresi

linier yang digunakan ada dua yakni model sub komposit untuk peubah x yakni

:

Y1-2 = α + β1X1 + β2 X2 + β3 X3 + ....+ β21 X21 + ∈

Keterangan: α = Konstanta β1, β2...β22 adalah parameter

Page 61: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Y1 = Coping berfokus pada masalah (skor) Y2 = Coping berfokus pada emosi (skor) X1 = Duda X2 = Janda X3 = Pendapatan (rasio) X4 = Umur (rasio) X5 = Jumlah anggota keluarga X6 = Aset (rasio) X7 = Pendidikan (ordinal) X8 = Kepribadian (skor) X9 = Konsep Diri (skor) X10 = Dukungan Sosial (skor) X11 = Tingkat kesehatan (skor) X12 = Masalah pangan (skor) X13 = Masalah kesehatan (skor) X14 = Masalah perumahan/tempat tinggal (skor) X15 = Masalah pendidikan (skor) X16 = Masalah pakaian (skor) X17 = Masalah pekerjaan/pendapatan (skor) X18 = Tingkat stres fisik (skor) X19 = Tingkat stres psikis (skor) X20 = Tingkat stres kognitif (skor) X21 = Tingkat stres perilaku (skor) X22 = Tingkat stres Holmes dan Rahe (skor) e = Galat

(4) Untuk menjawab Tujuan 8 yakni menganalisis pengaruh masalah keluarga,

sumberdaya coping dan strategi coping terhadap keberfungsian keluarga

digunakan analisis regresi linier berganda. Model analisis regresi linier yang

digunakan ada dua yakni model sub komposit untuk peubah x yakni :

Y 3-4 = α + β1X1 + β2 X2 + β3 X3 + ....+ β25 X25 + ∈

Keterangan: α = Konstanta β1, β2...β25 adalah parameter Y1 = Fungsi ekspresif keluarga (skor) Y2 = Fungsi instrumental keluarga (skor) X1 = Duda X2 = Janda X3 = Pendapatan (rasio) X4 = Umur (rasio) X5 = Jumlah anggota keluarga X6 = Aset (rasio) X7 = Pendidikan (ordinal) X8 = Kepribadian (skor) X9 = Konsep Diri (skor) X10 = Dukungan Sosial (skor)

Page 62: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

X11 = Tingkat kesehatan (skor) X12 = Masalah pangan (skor) X13 = Masalah kesehatan (skor) X14 = Masalah perumahan/tempat tinggal (skor) X15 = Masalah pendidikan (skor) X16 = Masalah pakaian (skor) X17 = Masalah pekerjaan/pendapatan (skor) X18 = Coping Planful Problem Solving (skor) X19 = Coping Confrontatif (skor) X20 = Coping Seeking Social Support (skor) X21 = Coping Positive Reappraisal (skor) X22 = Coping Accepting Responsibility (skor) X23 = Coping Self Controlling (skor) X24 = Coping Distancing (skor) X25 = Coping Escape Avoidance (skor) e = Galat

Page 63: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Sarana Fisik Provinsi NAD Awal Pasca Gempa dan Tsunami

Bencana gempa dan tsunami yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam

pada 26 Desember 2004 telah menimbulkan banyak sekali korban jiwa, luka-luka

dan hilang serta menyebabkan hancurnya harta benda dan rusaknya infrastruktur.

Berdasarkan catatan Kompas tentang Gempa dan Tsunami (2005), jumlah korban

yang meninggal dan hilang akibat gempa dan tsunami mencapai 236.116 jiwa yang

tersebar diseluruh Nanggroe Aceh Darussalam, 18.761 km jalan dan 499 buah

jembatan yang putus yang mengakibatkan transportasi dari satu kabupaten ke

kabupaten lainnya terhambat dan 1.644 buah kantor pemerintah rusak dan hancur,

sehingga pelayanan publik terganggu.

Bencana yang mengakibatkan hilangnya kepemilikan materi dan keluarga

dalam sekejap, apalagi dalam jumlah besar, sangat potensial menggoreskan trauma

dan menyisakan ketakutan luar biasa bagi yang mengalaminya, sehingga beberapa

hal dapat terjadi antara lain: (1) wajar jika orang menampilkan respon perilaku tidak

lazim menyusul suatu kejadian yang sangat di luar batas kewajaran. Ada yang

menyangkal bahwa keluarga besarnya hilang dan ditemukan tak bernyawa sehingga

merasa sangat bersalah karena ia hidup sendirian. Beberapa hari setelah bencana,

banyak orang merespon dengan cara-caranya sendiri diantaranya dengan menangis

atau justru diam seribu bahasa, berteriak-teriak memanggil anaknya yang tidak

ditemukan, tidak membolehkan jenazah orang terdekatnya diambil untuk

dimakamkan dan sebagainya; dan (2) manusia memiliki coping mechanism

alamiahnya sendiri sehingga dari sejumlah besar orang yang mengalami kekerasan

atau bencana, cukup banyak yang mampu bangkit dari keruntuhan bencana.

Beberapa hari setelah tsunami, masyarakat Aceh mulai “menggeliat” satu demi satu

perlahan bergerak, bangun, berjalan, bahkan mencoba berjualan lagi. Hal tersebut

menjadi contoh bahwa manusia dibekali dengan kemampuan menyelesaikan

masalah secara alamiah. Meskipun demikian, berdasarkan pengamatan di lapangan

masih terdapat korban bencana yang mengalami masalah-masalah lebih serius,

mengalami gangguan pasca trauma atau diagnosa lain, tetapi persentasenya relatif

kecil, mungkin 5 persen saja dari keseluruhannya.

Page 64: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Letak Geografis

Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Mauraxa adalah dua dari sembilan

kecamatan yang ada di Kota Banda Aceh. Kecamatan Kuta Alam membawahi

sebelas kelurahan/gampong dan Kecamatan Meuraxa membawahi enam belas

kelurahan/gampong (Tabel 7). Batas-batas Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh

yaitu sebelah utara dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kecamatan

Baiturrahman, sebelah barat dengan Kecamatan Meuraxa dan sebelah timur dengan

Kecamatan Syiah Kuala. Adapun batas-batas Kecamatan Meuraxa sebelah utara

berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan dengan Kecamatan Jaya Baru,

sebelah timur dengan Kecamatan Kuta Raja dan sebelah barat berbatasan dengan

Kecamatan Peukan Bada.

Tabel 7 Kelurahan/Gampong pada Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa

No Kecamatan Kuta Alam Kecamatan Meuraxa

1 Kota Baru Alue Deaah Tengoh 2 Bandar Baru Asonanggroe 3 Kuta Alam Blang Oi 4 Peunayong Cot Lamkuweuh 5 Mulia Deah Baro 6 Keuramat Deah Gampong 7 Laksana Gampong Baru 8 Beurawe Gampong Blang 9 Lampulo Gampong Pie 10 Lamdingin Lamjabat 11 Lambaro Skep Lampaseh Aceh 12 - Lambung 13 - Punge Ujong 14 - Punge Jurong 15 - Surin 16 - Ulhee-lhee

Penduduk

Sebelum terjadi gempa dan tsunami jumlah kepala keluarga (KK) di

Kecamatan Kuta Alam adalah 11.731 KK, dengan jumlah penduduk 54.017 jiwa,

yaitu laki-laki 28.340 jiwa dan perempuan 26.673 jiwa. Pasca bencana gempa dan

tsunami jumlah kepala keluarga yang selamat sampai Desember 2005 adalah

10.810 KK, dengan jumlah penduduk 47.280 jiwa dengan rincian laki-laki 25.369 jiwa

dan perempuan 21.911 (Tabel 8).

Pasca bencana gempa dan tsunami, jumlah kepala keluarga yang selamat di

Kecamatan Meuraxa sampai Desember 2005 adalah 4.725 KK, dengan jumlah

Page 65: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

penduduk 11.396 jiwa dengan rincian laki-laki 7210 jiwa dan perempuan 4.186 jiwa

(Tabel 9). Kalau diperhatikan jumlah penduduk yang tersisa di Kecamatan Meuraxa

pasca gempa dan tsunami hanya sekitar 25 persen dari jumlah penduduk

Kecamatan Kuta Alam, padahal sebelumnya wilayah ini merupakan wilayah padat

penduduk. Hal ini disebabkan hampir semua kelurahan/gampong yang ada di

Kecamatan Meuraxa berhadapan langsung dengan laut dan pelabuhan Ulele.

Tabel 8 Jumlah penduduk Kecamatan Kuta Alam pasca gempa dan tsunami

No Kelurahan/Gampong Jumlah Penduduk Pasca Gempa dan Tsunami KK LK PR ∑

1 Kota Baru 408 1.081 973 2.054 2 Bandar Baru 1.273 3.675 3.709 7.384 3 Kuta Alam 1.175 2.623 2.219 4.842 4 Peunayong 813 1.956 1.376 3.332 5 Mulia 805 1.839 1.320 3.159 6 Keuramat 934 2.494 2.536 5.030 7 Laksana 664 3.177 2.492 5.669 8 Beurawe 1.766 3.359 3.037 6.399 9 Lampulo 1.537 1.977 1.446 3.423 10 Lamdingin 618 1.270 991 2.261 11 Lambaro Skep 817 1.918 1.809 3.727

Jumlah 10.810 25.369 21.911 47.280 Laporan Camat Kuta Alam, 2006.

Tabel 9 Jumlah penduduk Kecamatan Meuraxa pasca gempa dan tsunami

No Kelurahan/Gampong Jumlah Penduduk Pasca Gempa dan Tsunami KK LK PR ∑

1 Alue Deaah Tengoh 270 247 128 375 2 Asonanggroe 136 154 110 264 3 Blang Oi 417 735 446 1181 4 Cot Lamkuweuh 280 188 152 340 5 Deah Baro 165 210 102 312 6 Deah Gampong 193 205 155 360 7 Gampong Baru 285 300 237 537 8 Gampong Blang 93 143 71 214 9 Gampong Pie 93 132 40 172 10 Lamjabat 193 192 109 301 11 Lampaseh Aceh 459 750 450 1200 12 Lambung 309 677 313 990 13 Punge Ujong 300 786 229 1015 14 Punge Jurong 736 1432 1003 2435 15 Surin 270 324 247 571 16 Ulhee-lhee 526 735 394 1129 Jumlah 4725 7210 4186 11396

Laporan Yayasan Lamjabat, 2006

Berdasarkan Laporan Kegiatan Tabani Masholih Aceh (HTI, Januari 2005),

anggota masyarakat yang selamat dari musibah gempa bumi dan tsunami

Page 66: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

ditampung di lokasi-lokasi pengungsian, ditiap kecamatan terdapat sekitar 2-5 posko

besar yang menampung sebanyak 300-4.000 pengungsi. Jumlah pengungsi di

posko tidak tetap karena mereka pindah ke tempat lain pada saat tidak betah dan

atau alasan lain. Selain di posko pengungsian, korban bencana juga ada yang

masih tinggal di rumah-rumah penduduk yang masih utuh.

Perumahan

Jumlah rumah yang hancur/hilang/rusak akibat bencana gempa dan tsunami

di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh 5.327 unit, dengan rincian rumah

hancur/hilang 2.586 unit, rusak berat 1.147 unit dan rusak ringan 1.310 unit. Di

Kecamatan Meuraxa Jumlah rumah yang rusak dan hancur hampir mencapai 100

persen dan yang tersisa hanyalah puing-puing dan bahkan tidak meninggalkan

bekas.

Adat dan Budaya Masyarakat Aceh

Budaya merupakan salah satu warisan masyarakat di suatu desa atau

daerah yang paling tinggi nilainya. Warisan ini tercipta dari hasil karya dan karsa

masyarakat yang diterima secara turun temurun dari satu generasi ke generasi

berikutnya. Budaya adalah milik rakyat, baik yang berdomisili di daerah terisolir

maupun masyarakat diperkotaan. Budaya akan selalu mengalami perubahan. Hal ini

disebabkan adanya dinamika sosial atau terjadinya proses perubahan sosial seiring

dengan berjalannya waktu (Nyakpha, 2004).

Dalam sebuah tradisi budaya, katakanlah dalam masalah saudara, bagi

masyarakat Aceh jika dikatakan, ”Saboh syehdara” atau “Saboh taloe darah,” artinya

diantara mereka mempunyai hubungan darah atau hubungan kekerabatan. Pada

“syedara lingka” dan “syedara gampoeng” didasarkan pada tempat tinggal atau

tempat menetap. “Syehdara kaweun” (kawin) merupakan kekeluargaan yang

dibangun melalui hubungan darah dan hubungan perkawinan (Kurdi, 2005).

Ketenteraman, keseimbangan, keamanan dan kedamaian merupakan hal-hal

yang sangat menentukan dalam kehidupan masyarakat Aceh. Mereka selalu

berupaya dan menghormati nilai-nilai atau aturan-aturan yang telah disepakati

bersama atau aturan yang telah ditetapkan agama. “Seubakhe-bakhe ureung Aceh,

wate geusebut nan Allah dan Nabi teuiem atawa seungap,” artinya sebodoh-

bodohnya orang Aceh ketika disebut nama Allah dan nabinya mereka akan terdiam,

tak meneruskan pekerjaan yang sedang ia lakukan (Syahrizal, 2004). Budaya ini

Page 67: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

masih dirasakan dan terlihat dalam kehidupan hari-hari. Dengan menghargai adat

masyarakat Aceh masih dapat bertahan hidup dalam kedamaian hati, ketenteraman

jiwa, keseimbangan dan teguh dalam pendirian (Kurdi, 2005).

Bagi orang Aceh mempersepsikan dirinya sebagai orang Islam merupakan

bagian dari kehidupan budaya, seakan-akan diri mereka telah menyatu dengan

ajaran Islam (Husein, 1970). Ajaran itu memberi pengaruh terhadap perilaku

masyarakat Aceh dalam membina hubungan dengan Allah SWT, hubungan

masyarakat dengan alam sekitarnya dan hubungan dengan dirinya sendiri.

Struktur kemasyarakatan di Aceh terdiri dari syedara saboh ma, syedara

saboh nek, syedara saboh aneuk, syedara lingka, syedara gampong dan kaoem.

Artinya, struktur kemasyarakatan di Aceh terdiri dari saudara satu ibu, saudara satu

nenek, saudara sesama anak, tetangga, sekampung dan sesama kaum muslimin.

Latar belakang yang dibangun oleh masyarakat Aceh dalam memahami dan

mengikat hubungan antara saudara adalah berdasarkan norma-norma agama. Oleh

karena itu, tatanan budaya dalam kehidupan masyarakat Aceh, terutama di desa-

desa, sering terdengar ungkapan “han teupeh bak tajak han teupeh bak tawoe

saboeh nangroe Tuhan peulara” yang artinya kemanapun kita pergi dan pulang tidak

ada yang menghalangi, karena semua dijaga oleh Allah yang maha Kuasa. Kalimat

itu memiliki nilai sastra yang tinggi yang menunjukkan bahwa budaya orang Aceh

tidak mengalpakan nilai-nilai keagamaan dalam setiap kesempatan baik berkaitan

dengan kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial budaya (Sufi, 2002).

Orang Aceh pada umumnya berkarakter keras, tidak mau didikte, tidak cepat

menyerah hampir dalam semua kesempatan dan teguh dalam menghadapi masalah.

Hal ini mungkin ada hubungannya dengan makanan yang di konsumsi dalam

keseharian. Orang Aceh gemar makanan yang pedas-pedas, seperti gulai pliek ue,

gulai kambing, ikan lele dan sambal yang terdiri dari asam sunti dan rempah-rempah

yang sebagian besar bumbunya itu adalah cabe dan lada. Daging merupakan

makanan yang mengandung protein yang dibutuhkan oleh tubuh apalagi ditambah

dengan bumbu cabe dan lada membuat orang jadi “panas dan pedas”. Begitu juga

dengan ikan lele dan ramuan-ramuan lainnya, jika kita perhatikan hampir semua

makanan dari masakan tradisional aceh itu dapat dikatakan tidak ada yang tidak

pedas (Sufi, 2002).

Menurut Hill (1960), sebelum tsunami, masyarakat Aceh memiliki banyak

rujukan budaya yang menjadi dasar pemikiran mereka seperti lembaga adat, Hadih

Page 68: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Maja, adat istiadat, seni budaya, hikayat, pantun, syair dan struktur-struktur adat

lainnya. Dalam karya seni tari, ditemukan gerak, likok, dan syair yang memuat pesan

dengan kandungan nilai yang bersifat implisit, seperti dalam Tari Laweuty, Tari Pho,

Tari Seudati, Tari Saman dan sebagainya. Pasca tsunami struktur lembaga dan

seni-seni budaya yang ada dalam masyarakat Aceh itu sudah tidak dapat dijadikan

rujukan karena di samping hancurnya lembaga adat, struktur budaya dari ketua-

ketua adat meninggal dunia, khususnya mereka yang berdomisili dekat pesisir Aceh

Barat dan Kota Banda Aceh.

Dalam beberapa kesempatan, ungkapan yang sering dijadikan rujukan

perilaku terkesan memiliki bukti yang nyata. Sebelumnya orang Aceh mengetahui

dan mempraktekkan adat-budaya dalam kehidupan bermasyarakat, namun

sekarang sudah ditinggalkan. Mereka suka mengutip beberapa sumber nilai dalam

Hadih Maja, sehingga ditemukan sifat-sifat yang terpuji dengan konsekuensi buruk,

memperlihatkan bukti yang amat nyata. Sifat geumaseh (pemurah) dan seutia (loyal-

setia) adalah sifat dan perilaku yang amat terpuji dalam kurun waktu tertentu, namun

pada kurun waktu lain sifat itu menjadi buruk akibatnya.

Banyak orang yang terlibat ketika terjadi tsunami pada tanggal 26 Desember

2004 yang lalu. Masing-masing mereka lari menyelamatkan diri. Banyak orang yang

tidak setia kepada sanak keluarga apalagi kepada orang lain. Mayat bergelimpangan

dimana-mana dalam keadaan telanjang bulat hanya sedikit diantara mereka yang

memiliki budaya kesetiakawanan sosial. Di tempat lain ditemukan pula ungkapan

serupa, “Ta weueh ie mata gob saboh tima, rho ie mata droe teueh saboh blang,”

(untuk mencegah agar air mata orang lain jangan tumpah seember, akan boleh jadi

tumpah air mata sendiri satu hamparan sawah). Ungkapan ini memiliki arti bahwa

jika membantu orang, ingat-ingat nasib sendiri. Ini adalah suatu contoh bagaimana

sifat suka menolong dan membantu kesulitan orang lain, justru harus dibayar

dengan kerugian lebih besar pada diri sendiri, padahal sifat dan perilaku suka

menolong orang lain merupakan sifat sangat terpuji dalam tata kehidupan orang

Aceh (Kurdi, 2005).

Masalah-Masalah Keluarga Pasca Gempa dan Tsunami

Pengungsian, baik yang disebabkan oleh bencana alam seperti banjir,

gempa bumi, angin topan (tornado), gelombang pasang (tsunami), maupun yang

disebabkan oleh bencana sosial dan politik seperti tawuran antar warga, konflik antar

ras, peperangan, dan lain-lain menyisakan permasalahan yang perlu segera

Page 69: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

ditangani. Permasalahan tersebut berdampak pada terhambatnya pemenuhan

kebutuhan dasar, tercerai berainya anggota keluarga dan timbulnya masalah

psikososial yang pada akhirnya mempengaruhi keberfungsian sosial korban

bencana. Bantuan pangan, sandang dan pemukiman yang bersifat sementara dapat

saja diusahakan dengan segera untuk mengatasi masalah pemenuhan kebutuhan

dasar (fisiologis) korban bencana melalui bantuan pemerintah atau bantuan dari

organisasi-organisasi non pemerintah. Berbagai masalah dihadapi keluarga korban

bencana gempa dan tsunami di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Dalam

penelitian ini permasalahan-permasalahan yang dihadapi keluarga dikelompokkan

menjadi enam, yaitu masalah pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, pakaian

dan pekerjaan/pendapatan.

Masalah Pangan

Permasalahan pangan yang masih dialami oleh 52.2 persen keluarga adalah

tidak adanya pangan hewani dalam menu yang disajikan setiap hari, dan makan

kurang dari 3 kali sehari dengan menu bukan empat sehat masih juga dialami oleh

26.8 persen keluarga (Lampiran 2).

Jika dicermati data pada Tabel 10, secara keseluruhan masih ada 12.3

persen keluarga mengalami masalah pangan walaupun bencana sudah berlalu 1.5

tahun. Rata-rata skor masalah pangan secara keseluruhan adalah 29.21.

Berdasarkan tipologi rata-rata masalah pangan paling tinggi dialami oleh keluarga

utuh (30.08) dan terendah dialami oleh keluarga janda (24.43). Rendahnya masalah

pangan yang dihadapi keluarga janda karena adanya bantuan-bantuan khusus untuk

anak yatim.

Tabel 10 Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pangan

Kategori masalah Pangan

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 90 87.4 18 90.0 13 86.7 121 87.7 Sedang 7 6.8 1 5.0 2 13.3 10 7.2 Tinggi 6 5.8 1 5.0 0 0.0 7 5.1 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Rata-Rata 30.08 28.32 24.43 29.21 Standar deviasi 25.36 24.84 23.46 24.98 Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00 Maksimum 100.00 100.00 66.70 100.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.708

Page 70: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Pada saat data dikumpulkan, sebagian besar keluarga masih mendapatkan

bantuan bahan makanan berupa beras (10 kg/individu), minyak (1 kg/individu) mie

dan sarden yang diberikan tiap bulan yang jumlahnya berdasarkan banyaknya

anggota keluarga. Namun demikian, tidak semua keluarga bernasib baik karena

sebagian desa sudah tidak menerima bantuan apapun baik dari pemerintah maupun

dari LSM.

Masalah Kesehatan

Adanya fasilitas pelayanan kesehatan gratis dari pemerintah dan LSM dalam

dan luar negeri membuat keluarga tidak mengalami banyak masalah dalam hal

pengobatan. Petugas medis secara rutin datang ke barak-barak pengungsian untuk

memeriksa kesehatan tanpa dikenakan biaya. Namun demikian masih ada keluarga

yang mengalami kesulitan untuk membayar biaya pengobatan pada saat mereka

berobat ke dokter praktek. Hal ini dikarenakan mereka sakit pada saat petugas

medis tidak datang ke barak-barak sehingga harus berobat sendiri ke dokter atau ke

rumah sakit. Hasil penelitian menunjukkan masih ada 47.8 persen contoh

menyatakan mengalami kesulitan dalam membayar obat-obatan. Jika dilihat

berdasarkan tipologinya, 65 persen keluarga duda menyatakan sulit membayar obat-

obatan dan hanya sebagian kecil (8.7%) keluarga yang menyatakan bahwa jika ada

anggota keluarga yang sakit tidak selalu dibawa berobat ke dokter atau puskesmas

(Lampiran 2).

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata skor masalah kesehatan yang paling

rendah dijumpai pada tipologi keluarga utuh (25.73), dan skor tertinggi pada

keluarga duda (40.00). Tingginya skor masalah kesehatan yang dihadapi oleh

tipologi duda dimungkinkan karena contoh harus menghadapi sendiri masalah

kesehatan anggota keluarga yang sebelumnya dibantu oleh istri.

Tabel 11 Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah kesehatan

Kategori masalah Kesehatan

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 55 53.4 8 40.0 7 46.7 70 50.7 Sedang 43 41.7 8 40.0 7 46.7 58 42.0 Tinggi 5 4.9 4 20.0 1 6.7 10 7.2 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Rata-Rata 25.73 40.00 30.00 28.26 Standar Deviasi 29.59 34.79 36.84 31.37 Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00 Maksimum 100.00 100.00 100.00 100.00 Analisis Anova antar 0.173

Page 71: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

tipologi keluarga

Pada keluarga utuh, adanya orang tua yang masih lengkap, permasalahan

kesehatan dapat ditanggulangi bersama-sama. Pada tipologi janda, peran ibu relatif

masih berfungsi terkait dengan kesehatan anggota keluarga. Namun demikian,

berdasarkan analisis anova tidak ada perbedaan yang nyata terkait masalah

kesehatan antara ketiga tipologi keluarga.

Masalah Pendidikan

Pada bulan-bulan pertama pasca bencana, proses belajar-mengajar sulit

dilakukan. Bukan saja karena gedung sekolah rusak, tetapi juga karena sebagian

guru yang mengajar dan siswa juga tak jelas keberadaannya atau kehilangan

keluarga. Sekolah-sekolah di kawasan yang selamat dari amukan tsunami, masih

dimanfaatkan menjadi tempat pengungsian (Hidayati, 2005).

Secara keseluruhan, masih ada 21.0 persen keluarga mengalami masalah

pendidikan dengan kategori tinggi. Berdasarkan tipologi, keluarga duda mengalami

masalah pendidikan paling tinggi dengan rata-rata 48.34, paling rendah dialami oleh

tipologi keluarga janda yakni 35.55 (Tabel 12). Berdasarkan analisis anova tidak ada

perbedaan yang nyata terkait masalah pendidikan antara ketiga tipologi keluarga.

Tabel 12 Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pendidikan

Kategori masalah pendidikan

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 63 61.2 13 65.0 10 66.7 86 62.3 Sedang 19 18.4 3 15.0 1 6.7 23 16.7 Tinggi 21 20.4 4 20.0 4 26.7 29 21.0 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Rata-Rata 37.22 48.34 35.55 38.65 Standar Deviasi 40.24 38.21 38.77 39.72 Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00 Maksimum 100.00 100.00 100.00 100.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.496

Pada saat penelitian ini dilakukan masih ada 5.3 persen anak usia sekolah

yang tidak bersekolah pasca gempa dan tsunami. Untuk melaksanakan wajib belajar

bagi anak usia sekolah pemerintah daerah telah memberikan perhatian yang serius

dengan memberikan biaya pendidikan gratis mulai dari TK hingga jenjang SLTA,

termasuk fasilitas sekolah seperti seragam, tas, sepatu, buku-buku dan snack gratis

yang dibagikan seminggu sekali di sekolah.

Page 72: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Selain pendidikan formal, saat ini banyak pendidikan non formal yang

bermunculan di Banda Aceh seperti yang dilaksanakan oleh Yayasan Lamjabat di

Kecamatan Meuraxa. Yayasan ini melaksanakan berbagai kegiatan seperti pelatihan

komputer, perbengkelan, menjahit, memasak dan pelatihan pertanian yang

dilakukan oleh BRR dan LSM dengan sasaran utama adalah para remaja yang tidak

melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, ibu-ibu yang tidak bekerja dan bapak-

bapak yang kehilangan pekerjaan. Hal yang sama juga dilakukan di Kecamatan Kuta

Alam. Namun demikian masih ada 33.9 persen anak keluarga contoh yang tidak

mengikuti pendidikan non formal dengan berbagai alasan antara lain: (1) tidak

sesuai dengan bakat; (2) tidak memiliki modal jika ingin buka usaha sendiri; (3)

kurangnya lapangan pekerjaan; dan (4) membosankan. Permasalahan pendidikan

lainnya yang dihadapi 48.6 persen keluarga adalah tidak mampu menyediakan

fasilitas belajar di rumah untuk keperluan sekolah anak. Hal ini disebabkan karena

sebagian besar keluarga masih tinggal di barak pengungsian (Lampiran 2).

Masalah Perumahan/Tempat Tinggal

Masalah perumahan/tempat tinggal sangat dirasakan oleh karena keluarga

korban tsunami masih tinggal di tenda-tenda pengungsian. Sebagian besar keluarga

merasa tidak nyaman dengan fasilitas sangat tidak memadai.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 34.8 persen keluarga

menyatakan rumah untuk tempat berlindung tidak memadai, 29.7 persen

menganggap rumah tidak dilengkapi dengan fasilitas MCK (mandi, cuci dan kakus),

31.4 persen menyatakan kurangnya ruangan untuk sekeluarga dan 25.4 persen

keluarga menyatakan bahwa rumah/tempat tinggal saat ini tidak memiliki cukup

penerangan (Lampiran 2). Hal tersebut dimungkinkan karena keluarga tinggal di

barak-barak pengungsian karena pembangunan perumahan untuk para korban

bencana yang dijanjikan pemerintah belum semua selesai. Disamping itu juga

karena memang status mereka sebelum tsunami sebagai pengontrak yang tidak

memiliki lahan untuk perumahan, jadi terus bertahan tinggal di barak-barak

walaupun kondisi barak yang tidak memenuhi standar kesehatan. Hal ini dilakukan

karena tidak mampu mengeluarkan biaya kontrak yang harganya sangat tinggi. Di

tenda-tenda pengungsian, para pengungsi sering harus saling menyesuaikan diri,

terutama karena situasi yang serba darurat. Sebagian pengungsi mengalami

kesulitan untuk dapat menyesuaikan diri karena mengalami perubahan status,

Page 73: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

misalnya ibu rumahtangga yang menjadi janda, bapak-bapak yang menjadi duda

biasanya mengalami kekakuan dalam berperilaku.

Hasil pengkategorian skor masalah perumahan/tempat tinggal yang dihadapi

keluarga menunjukkan bahwa sebanyak 25.4 persen keluarga mengalami masalah

perumahan dengan kategori tinggi (Tabel 13). Skor masalah perumahan paling tinggi

dialami oleh keluarga utuh (29.1 persen) dan paling rendah keluarga janda yaitu 6.7

persen. Tingginya skor permasalahan perumahan pada tipologi keluarga utuh

dimungkinkan karena barak yang disediakan hanyalah satu ruangan yang berukuran

4x4 m dimana seluruh anggota keluarga baik laki-laki dan perempuan harus

melakukan semua aktivitas dalam suatu ruangan tanpa ada dinding pembatas. Tidak

ada perbedaan yang nyata terkait masalah perumahan antara ketiga tipologi

keluarga.

Tabel 13 Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah perumahan

Kategori masalah rumah

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 61 59.2 16 80.0 13 86.7 90 65.2 Sedang 12 11.7 0 0.0 1 6.7 13 9.4 Tinggi 30 29.1 4 20.0 1 6.7 35 25.4 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Rata-Rata 33.74 28.75 15.00 30.98 Standar Deviasi 40.78 39.96 28.03 39.68 Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00 Maksimum 100.00 100.00 100.00 100.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.225

Masalah Pakaian

Pada hari-hari pertama bencana gempa dan tsunami, masalah pakaian

sangat dirasakan oleh para korban yang selamat, 6 bulan pasca bencana bantuan

pakaian yang diterima oleh korban cukup memadai , hal ini terbukti saat penelitian ini

berlangsung hanya 16.7 persen anggota keluarga tidak memiliki pakaian yang

memadai yaitu pakaian di rumah dan pakaian untuk bepergian (Lampiran 2). Bagi

keluarga yang bekerja di kantor pemerintahan dan swasta disediakan pakaian dinas

yang baru untuk menggantikan pakaian dinas yang hilang akibat tsunami.

Rendahnya masalah pakaian ini juga diperkuat oleh sebagian keluarga yang

menganggap masalah pakaian bukanlah masalah penting yang harus selalu

dipenuhi, dan sudah menjadi suatu kebiasaan bagi keluarga yang berpenghasilan

rendah pakaian baru hanya dibeli setahun sekali yaitu pada saat lebaran saja.

Page 74: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Terkait dengan masalah pakaian, secara keseluruhan hanya 8.0 persen

keluarga tergolong dalam kategori tinggi (Tabel 14). Hasil analisis deskriptif

mengindikasikan bahwa rata-rata skor masalah pakaian terendah dijumpai pada

keluarga tipologi janda (10.00), tertinggi adalah pada tipologi keluarga duda (27.50).

Tingginya skor permasalahan pakaian pada tipologi keluarga duda dimungkinkan

karena tidak adanya istri yang mengurus masalah pakaian bagi seluruh anggota

keluarga

Tabel 14 Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pakaian

Kategori masalah pakaian

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 75 72.8 17 85.0 12 80.0 104 75.4 Sedang 18 17.5 3 15.0 2 13.3 23 16.7 Tinggi 10 9.7 0 0.0 1 6.7 11 8.0 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Rata-Rata 15.05 27.50 10.00 16.30 Standar Deviasi 30.39 37.96 20.70 30.90 Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00 Maksimum 100.00 100.00 50.00 100.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.182

Masalah Pekerjaan/Pendapatan

Setelah 1.5 tahun pasca bencana, masih terdapat 15.2 persen contoh tidak

bekerja dan 24.6 persen contoh menyatakan bahwa penghasilan tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari (Lampiran 2). Alasan contoh tidak bekerja

adalah karena tidak memiliki modal untuk memulai usaha kembali dan tidak memiliki

fasilitas untuk kelaut mencari ikan. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian

contoh bekerja sebagai buruh bangunan yang saat ini banyak dibutuhkan dan tidak

memerlukan modal.

Kehilangan pendapatan adalah salah satu gambaran adanya penurunan

sumberdaya material yang sangat berpengaruh terhadap keberfungsian keluarga.

Beberapa LSM yang ada di Provinsi NAD berinisiatif membuka lapangan pekerjaan

bagi masyarakat yakni membersihkan puing-puing sisa bangunan yang sudah

hancur dengan gaji Rp 35.000/hari dan memperoleh makan siang gratis.

Secara keseluruhan masih ada 10.1 persen keluarga yang mengalami

permasalah pekerjaan dengan kategori tinggi (Tabel 15). Berdasarkan tipologi

masalah pekerjaan terendah dialami oleh keluarga utuh dengan rata-rata 18.45. dan

tertinggi dialami oleh keluarga janda dengan rata-rata 30.00. Tingginya skor masalah

Page 75: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

pekerjaan/pendapatan pada keluarga janda disebabkan tidak adanya lagi penopang

nafkah keluarga yang sebelum tsunami umumnya dipegang oleh suami. Hilangnya

pencari nafkah utama keluarga membuat keluarga pada tipologi janda mengalami

masalah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tabel 15 Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori masalah pekerjaan

Kategori masalah Pekerjaan

Utuh (n=103) Duda (n20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 72 69.9 16 80.0 9 60.0 97 70.3 Sedang 21 20.4 3 15.0 3 20.0 27 19.6 Tinggi 10 9.7 1 5.0 3 20.0 14 10.1 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Rata-Rata 18.45 20.00 30.00 19.93 Standar Deviasi 32.83 34.03 36.84 33.39 Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00 Maksimal 100.00 100.00 100.00 100.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.460

Sumberdaya Coping

Karakteristik Sosial-Ekonomi Keluarga

Jumlah Anggota Keluarga

Secara keseluruhan rata-rata jumlah anggota keluarga contoh adalah 4 orang.

Berdasarkan tipologi rata-rata jumlah anggota keluarga pada tipologi keluarga utuh

lebih banyak daripada keluarga duda dan janda. Kisaran jumlah anggota keluarga

pada tipologi keluarga utuh adalah 3 hingga 8 orang, keluarga duda 2 hingga 7

orang dan keluarga janda 2 hingga 4 orang (Tabel 16).

Tabel 16. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori jumlah anggota

Kategori Jumlah Anggota Keluarga

Utuh (n=103)

Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n % = 4 orang 70 68.0 18 90.0 15 100.0 103 74.6 5-6 orang 24 23.3 1 5.0 0 0.0 25 18.1 = 7 orang 9 8.7 1 5.0 0 0.0 10 7.2 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Rata-Rata 4.28 (a) 2.75 (bc) 2.47(cd) 3.86 Standar Deviasi 1.34 1.29 0.64 1.46 Minimum 3.00 2.00 2.00 2.00 Maksimum 8.00 7.00 4.00 8.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.000

Page 76: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Ket : * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata

Jumlah anggota keluarga pada keluarga utuh dengan keluarga duda dan

janda pasca gempa dan tsunami berbeda nyata (p<0.01). Hal ini berarti bencana

tersebut telah mengakibatkan berkurangnya jumlah anggota keluarga ketiga tipologi

keluarga. Secara umum, jumlah anggota keluarga setelah gempa dan tsunami

termasuk dalam kategori keluarga kecil yakni lebih kecil atau sama dengan empat

orang.

Pekerjaan

Pasca gempa dan tsunami banyak orang yang kehilangan pekerjaannya, setahun

setelah bencana sebagian besar telah kembali bekerja. Jenis pekerjaan utama

contoh sangat bervariasi, diantaranya buruh, PNS/ABRI, pedagang/wiraswasta,

karyawan swasta dan LSM/relawan. Dilihat dari jenis pekerjaannya, persentase

terbesar (30.4%) keluarga utuh berprofesi sebagai buruh dan keluarga duda (35%)

dan janda (46.7%) berprofesi sebagai pedagang/wiraswasta dan ada 15.2 persen

contoh yang tidak memiliki pekerjaan. Sebagian besar (94.2%) contoh tidak

mempunyai pekerjaan tambahan yang dapat memberikan tambahan pemasukan

untuk keluarga. Hanya sebagian kecil (5.8%) contoh yang mempunyai pekerjaan

tambahan bekerja sebagai pedagang/wiraswasta, mengurus barak dan buruh.

Tabel 17. Sebaran contoh menurut kategori pekerjaan utama dan tambahan

Jenis Pekerjaan Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n % Utama 1. Buruh 36 35 3 15 3 20 42 30.4 2. Tidak Bekerja 18 17.5 1 5 2 13.3 21 15.2 3. Pedagang/Wiraswasta 22 21.4 7 35 7 46.7 36 26.1 4. Swasta 13 12.6 4 20 1 6.7 18 13.0 5. PNS/ABRI 11 10.7 4 20 2 13.3 17 12.3 6. LSM/Relawan 3 2.9 1 5 0 0 4 2.9 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Tambahan 1. Tidak Bekerja 97 94.2 19 95.0 14 93.3 130 94.2 2. Pedagang/Wiraswasta 4 3.9 1 5.0 1 6.7 6 4.3 3. Mengurus barak 1 1.0 0 0.0 0 0.0 1 0.7 4. Buruh 1 1.0 0 0.0 0 0.0 1 0.7 Total 103 100 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Page 77: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Sebagian besar (90.6%) anak keluarga contoh tidak mempunyai pekerjaan

yang dapat membantu keuangan keluarga. Hanya 9.4 persen anak keluarga contoh

yang bekerja sebagai buruh, PNS/ABRI, swasta dan pedagang/wiraswasta.

Rendahnya persentase anak keluarga contoh yang bekerja dimungkinkan karena

usianya masih di bawah umur. Hal yang sama juga terjadi pada anggota keluarga

lain hanya 1.4 persen yang bekerja sebagai buruh dan pedagang/wiraswasta

Tabel 18. Sebaran contoh menurut kategori pekerjaan utama anak dan anggota keluarga lain

Pekerjaan Anak & Anggota Keluarga Lain

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Anak 1. Tidak Bekerja 92 89.3 19 95.0 14 93.3 125 90.6 2. Buruh 7 6.8 0 0.0 1 6.7 8 5.8 3. PNS/ABRI 2 1.9 0 0.0 0 0.0 2 1.4 4. Swasta 2 1.9 0 0.0 0 0.0 2 1.4 5. Pedagang/wiraswasta 0 0.0 1 5.0 0 0.0 1 0.7 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Anggota keluarga lain 1. Tidak Bekerja 102 99.0 19 95.0 15 100.0 136 98.6 2. Buruh 1 1.0 0 0.0 0 0.0 1 0.7 3. Pedagang/wiraswasta 0 0.0 1 5.0 0 0.0 1 0.7 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Pengeluaran

Rata-rata pengeluaran keluarga secara keseluruhan adalah Rp 542.819.

Berdasarkan tipologi keluarga, rata-rata pengeluaran keluarga pada keluarga tipologi

duda paling tinggi (Rp 726.900) dibandingkan keluarga tipologi janda (Rp 611.892)

dan utuh (Rp 497.016) (Tabel 19).

Berdasarkan kategori pengeluaran, sebagian besar keluarga dari tipologi

utuh dan janda berada pada kisaran antara Rp 100.000-250.000/kapita/ bulan, dan

pada tipologi keluarga duda sebanyak 35 persen berada pada kategori Rp >

250.000-500.000/kap/bulan. Hasil analisis anova menunjukkan adanya perbeda- an

pengeluaran antara ketiga kelompok tipologi keluarga. Analisis lanjut dengan

metode Duncan menunjukkan bahwa yang berbeda nyata adalah pengeluaran

tipologi keluarga utuh dan duda.

Jika dibandingkan dengan batas kemiskinan Provinsi NAD pada tahun 1999

(BPS, 2002) yakni sebesar Rp 83.683 untuk wilayah perkotaan, maka rata-rata

pengeluaran keluarga dalam penelitian ini masih di atas ambang kemiskinan.

Page 78: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Bahkan bila dibandingkan dengan garis batas kemiskinan Indonesia pada tahun

2002 yakni sebesar Rp 130.499 maka pengeluaran rata-rata keluarga penelitian

masih berada di atas ambang kemiskinan. Hal ini mengindikasikan, keluarga dalam

masyarakat NAD, khususnya keluarga yang termasuk dalam penelitian ini

perekonomiannya telah bangkit kembali setelah bencana gempa dan tsunami

melanda.

Tabel 19. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pengeluaran

Kategori Pengeluaran (Rp/kap/bulan)

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

< 100.000 22 21.4 1 5.0 3 20.0 26 18.8 > 100.000 - 250.000 48 46.6 6 30.0 6 40.0 60 43.5 > 250.000 - 500.000 24 23.3 7 35.0 2 13.3 33 23.9 > 500.000 - 750.000 8 7.8 5 25.0 4 26.7 17 12.3 > 750.000 - 1.000.000 1 1.0 0 0.0 0 0.0 1 0.7 > 1.000.000 0 0.0 1 5.0 0 0.0 1 0.7 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Rata-Rata 497.016.(ac) 726.900(bc) 611.892.(cb) 542.819 Standar Deviasi 288.282 23.871 25.000 328.564 Minimum 131.800 272.142 25.000 25.000 Maksimum 2.170.333 1.908.250 1.297.833 2.170.333 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.011

Ket : * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata

Jenis pengeluaran keluarga dapat dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu

pengeluaran pangan dan non pangan. Secara naluri setiap keluarga lebih dahulu

memanfaatkan setiap pendapatannya untuk pangan, kemudian untuk kebutuhan non

pangan. Namun demikian, perilaku ini tidak lepas dari faktor-faktor yang

mempengaruhinya seperti pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendidikan kepala

keluarga, lokasi tempat tinggal dan musim (Mangkuprawira, 1989).

Secara umum, rata-rata pengeluaran pangan keluarga contoh adalah Rp

286.559/kap/bulan. Jumlah ini lebih besar dibandingkan pengeluaran non pangan

yaitu Rp 260.221/kap/bulan. Hal ini sejalan dengan persentase pengeluaran pangan

51.9 persen yang lebih tinggi dibandingkan pengeluaran non pangan 48.1 persen.

Berdasarkan tipologi keluarga, maka pengeluaran pangan keluarga duda adalah

yang paling tinggi Rp 367.379 dibandingkan tipologi keluarga janda Rp

314.061/kap/bulan dan utuh Rp 267.646/kap/ bulan. Pengeluaran non pangan

tertinggi juga dijumpai pada tipologi keluarga duda yaitu Rp 377.890/kap/bulan diikuti

oleh tipologi keluarga janda sebesar Rp 319.105/kap/bulan dan keluarga utuh Rp

Page 79: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

229.369/kap/bulan. Analisis anova menunjukkan bahwa ada perbedaan yang nyata

pengeluaran non pangan antar ketiga tipologi keluarga. Selanjutnya uji lanjut Duncan

menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata hanya antara pengeluaran non pangan

keluarga utuh dan duda, pengeluaran pangan keluarga janda tidak berbeda dengan

dua tipologi lainnya (Tabel 20).

Tabel 20. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pengeluaran pangan dan non pangan

Pengeluaran (Rp/bulan Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) Pangan Rata-rata 267.646 367.379 314.061 286.559 Standar Deviasi 157.825 223.606 216.663 177.195 Minimum 79.000 94.285 25.000 25.000 Maksimum 1.232.000 975.000 827.000 1.232.000 Persentase 53.9 50.5 51.3 51.9 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.063

Non Pangan Rata-Rata 229.369 377.890 319.105 260.221 Standar Deviasi 169.657 286.008 229.410 202.880 Minimum 0.00 60.000 84.750 0.00 Maksimum 938.333 1.337.500 735.555 1.337.500 Persentase 46.1(ac) 49.5(bc) 48.7(cba) 48.1 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.005

Ket : * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berart berbeda nyata

Pengeluaran keluarga merupakan salah satu indikator yang dapat

memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi

pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk pangan

ke pengeluaran non pangan (BPS, 1998). Hal ini sesuai dengan hukum Engel

mengenai hubungan pendapatan dan pengeluaran, persentase pengeluaran untuk

pangan akan menurun bila pendapatan semakin tinggi (Bryant, 1990). Pergeseran

pola pengeluaran terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada

umumnya rendah. Artinya konsumsi suatu barang akan menurun bila pendapatan

meningkat, sebaliknya elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan pada

umumnya tinggi. Dengan demikian, kenaikan pendapatan berakibat pada kenaikan

permintaan terhadap suatu barang (BPS, 1998).

Pendapatan

Rata-rata pendapatan keluarga per kapita per bulan pasca bencana gempa dan

tsunami disajikan pada Tabel 21. Secara umum, rata-rata pendapatan keluarga

Page 80: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

adalah Rp 628.925/kap/bulan dengan kisaran Rp 96.000/kap/bulan hingga Rp

3.666.667/kap/bulan. Rata-rata pendapatan keluarga paling tinggi dijumpai pada

keluarga dengan tipologi duda yakni Rp 832.922/kap/bulan, selanjutnya keluarga

janda dengan rata-rata Rp 602.000/kap/bulan dan terendah pada keluarga utuh Rp

451.853/kap/bulan. Hasil analisis anova menunjukkan adanya perbedaan yang nyata

(p<0.05) antar pendapatan pada ketiga tipologi keluarga. Banyak keluarga yang

kehilangan sumber penghasilannya pasca gempa dan tsunami sehingga mereka

harus merintis kembali usaha/pekerjaan yang dilakukan sebelumnya atau mencari

pekerjaan baru untuk menghidupi keluarganya

Tabel 21. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori pendapatan

Kategori Pendapatan (Rp/kap/bulan)

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

1. < 100.000 2 1.9 0 0 0 0 2 1.4 2. > 100.000 - 250.000 17 16.5 4 20 1 6.7 22 15.9 3. > 250.000 - 500.000 57 55.3 4 20 7 46.7 68 49.3 4. > 500.000 - 750.000 17 16.5 8 40 5 33.3 30 21.7 5. > 750.000 -1.000.000 5 4.9 0 0 1 6.7 6 4.3 6. > 1.000.000 5 4.9 4 20 1 6.7 10 7.2 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-Rata 451.853(ac) 832.922 (bc) 602.000(cba) 628.925 Standar Deviasi 258.649 839.151 335.797 477.866 Minimum 96.000 150.000 150.000 96.000 Maksimum 1.500.000 3.666.667 1.500.000 3.666.667 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.001

Ket : * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata

Aset

Berbagai aset yang masih dimiliki oleh keluarga pasca gempa dan tsunami mulai

dari rumah, tanah, kolam/tambah, ternak, kendaraan, perhiasan/barang berharga,

tabungan dan barang elektronika (Tabel 22). Data yang diperoleh menunjukkan ada

empat keluarga yang sama sekali tidak memiliki aset karena mereka kehilangan

seluruh harta benda yang dimiliki. Rata-rata nilai aset yang dimiliki keluarga secara

keseluruhan adalah Rp 20.442.237.06. Berdasarkan tipologi, nilai aset tertinggi

dimiliki keluarga janda (Rp 25.193.444) dan terendah dimiliki oleh keluarga utuh (Rp

19.810.416). Artinya meskipun keluarga utuh tidak mengalami kehilangan pasangan,

kehilangan ataupun kerusakan harta benda dampaknya dirasakan bersama dengan

keluarga janda dan duda. Namun, hasil analisis anova menunjukkan tidak ada

perbedaan yang nyata antara aset pada keluarga utuh, duda dan janda.

Page 81: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Aset berupa ternak hanya dimiliki oleh keluarga utuh. Nilai aset terbesar

keluarga berasal dari kolam/tambak yang mengalami kerusakan yang sangat parah

pada saat bencana. Aset kendaraan lebih banyak dimiliki oleh keluarga utuh dan

keluarga duda. Dan aset berupa tabungan untuk anak dimiliki oleh semua tipologi

keluarga, tetapi tabungan khusus pendidikan hanya dimiliki oleh keluarga utuh.

Tabel 22. Rata-rata nilai aset yang masih dimiliki keluarga

Aset Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) 1. Rumah 56.038.461.5 51.250.000.0 65.571.428.6 57.619.963.4 2. Tanah 48.238.024.7 37.994.444.4 35.928.571.4 40.720.346.8 3. Kebun 0.0 60.000.000.0 0.0 20.000.000.0 4. Kolam/tambak 158.000.000.0 137.500.000.0 100.000.000.0 131.833.333.3 Ternak : 1. Kambing 3.750.000.0 0.0 0.0 1.250.000.0 2. Itik 205.000.0 0.0 0.0 68.333.3 3. Ayam 196.000.0 0.0 0.0 65.333.3 Kendaraan : 1. Mobil 41.166.666.7 112.500.000.0 0.0 51.222.222.2 2. Motor 9.567.641.0 11.785.714.3 7.666.666.7 9.673.340.7 3. Sepeda 2.241.875.0 250.000.0 0.0 830.625.0 4. Becak 11.000.000.0 14.000.000.0 0.0 8.333.333.3 Perhiasan dan Surat Berharga : 1. Emas 4.610.052.6 7.200.000.0 2.590.000.0 4.800.017.5 2. Investasi 50.000.000.0 0.0 0.0 16.666.666.7 3. Surat Berharga 0.0 5.000.000.0 0.0 Tabungan : 0.0 1. Tabungan anak 11.000.000.0 2.000.000.0 9.000.000.0 7.333.333.3 2. Tabungan Penddk 50.000.000.0 0.0 0.0 16.666.666.7 Barang Elektronik : 1. Radio 205.833.3 108.750.0 175.000.0 163.194.4 2. Televisi 1.605.084.8 1.362.500.0 1.357.142.9 1.441.575.9 3. Tape 315.882.4 650.000.0 0.0 321.960.8 4. Vcd 320.232.6 435.714.3 325.000.0 360.315.6 5. Rice cooker 253.510.6 290.000.0 265.000.0 269.503.5 6. Mesin cuci 1.050.000.0 0.0 0.0 350.000.0 7. Kipas angin 145.000.0 0.0 0.0 48.333.3 8. Dispenser 135.000.0 0.0 0.0 45.000.0 9. Komputer 3.000.000.0 0.0 0.0 1.000.000.0 10. Kulkas 1.575.000.0 0.0 1.750.000.0 1.108.333.3 11. Mesin jahit 1.900.000.0 0.0 0.0 633.333.3 Rata-Rata 19.810.416.32 20.132.708.35 25.193.444.44 20.442.237.06 Standar Deviasi 24.878.571.70 18.117.314.41 24.429.740.37 23.877.078.50 Minimum 0.00 0.00 2.500.000.00 0.00

Maksimum 145.325.000.00 69.750.000.00 81.075.000.00 45.325.000.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.718

Page 82: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Kepemilikan aset merupakan salah satu sumberdaya materi ataupun modal

yang dapat dimanfaatkan keluarga untuk memulai usaha yang mengalami

kehancuran pada saat gempa dan tsunami terjadi. Banyak diantara keluarga yang

menjual aset yang dimiliki untuk menopang kehidupannya meskipun mereka

mendapatkan bantuan dari berbagai pihak seperti pemerintah, LSM dalam maupun

luar negeri.

Ciri-ciri Pribadi

Umur

Rata-rata umur kepala keluarga berkisar antara 41 sampai 45 tahun, dan masih

termasuk usia produktif. Bila dilihat berdasarkan kategori, 50.5 persen keluarga utuh

dan 55 persen keluarga duda berusia 41 - 60 tahun. Berbeda dengan keluarga

janda 66.7 persen berusia 21 - 40 tahun (Tabel 23). Namun demikian, hasil uji anova

menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata umur antara kedua tipologi keluarga.

Masih tingginya persentase contoh yang tergolong dalam kelompok umur 21-40

tahun khususnya bagi contoh dari tipologi keluarga janda yang sebagian besar

masuk dalam usia reproduksi menunjukkan masih tingginya peluang untuk menikah

lagi dan memiliki anak. Dengan demikian, dimungkinkan terjadinya lost generation

akibat gempa dan tsunami tidak separah yang diperkirakan.

Tabel 23. Statistik dan sebaran contoh menurut kategori umur

Kategori umur Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n % < 21 tahun 1 1.0 0 0.0 0 0.0 1 0.7 21-40 tahun 46 44.7 8 40.0 10 66.7 64 46.4 41-60 tahun 52 50.5 11 55.0 4 26.7 67 48.6 > 60 tahun 4 3.9 1 5.0 1 6.7 132 95.7 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Rata-Rata 42.31 44.85 41.60 42.60 Standar Deviasi 8.88 8.96 8.34 8.82 Minimum 20.00 31.00 30.00 20.00 Maksimum 68.00 71.00 62.00 71.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.452

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan kepala keluarga secara keseluruhan (60.9%) adalah

SLTA/sederajat. Meskipun demikian terdapat 11.7 persen pada tipologi keluarga

utuh dan 6.7 persen pada tipologi keluarga janda yang berpendidikan perguruan

Page 83: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

tinggi Meskipun demikian. Tetapi masih ada 1.4% kepala keluarga utuh dan janda

yang tidak pernah menduduki bangku sekolah (Tabel 24). Tingkat pendidikan yang

semakin tinggi diharapkan dapat mempermudah keluarga dalam menata

kehidupannya kembali pasca gempa dan tsunami baik dari aspek ekonomi maupun

trauma psikologis yang dialaminya.

Tabel 24. Sebaran contoh menurut kategori pendidikan formal

Pendidikan Formal Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n % 1. Tidak Sekolah 1 1.0 0 0.0 1 6.7 2 1.4 2. SD/sederajat 10 9.7 2 10.0 2 13.3 14 10.1 3. SLTP/sederajat 20 19.4 2 10.0 3 20.0 25 18.1 4. SLTA/sederajat 60 58.3 16 80.0 8 53.3 84 60.9 5. PT 12 11.7 0 0.0 1 6.7 13 9.4

Total 103 100.0 20 100.0 15 100 138 100.0

Tingkat Kesehatan

Skor tingkat kesehatan merupakan indikator tingkat kesehatan yang dapat

menggambarkan kondisi kesehatan keluarga pasca enam bulan terakhir. Semakin

tinggi skor yang diperoleh maka tingkat kesehatan semakin rendah. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tingkat kesehatan kepala keluarga selama enam terakhir

sebagian besar (87.0%) cukup baik (Tabel 25).

Tabel 25. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori skor kesehatan Selama enam bulan terakhir

Kategori Tingkat Kesehatan

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n %

Rendah 1 1.0 3 15.0 0 0.0 4 2.9

Sedang 11 10.7 3 15.0 0 0.0 14 10.1

Tinggi 91 88.3 14 70.0 15 100.0 120 87.0

Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Rata-Rata 13.73(ac) 28.35(b) 9.73(ca) 15.41 Standar Deviasi 14.10 27.79 6.50 17.02

Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00

Maksimum 68.80 100.00 23.90 100.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.001

Ket : * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata

Page 84: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Hal ini dimungkinkan dengan semakin membaiknya sarana pelayanan

kesehatan yang disediakan oleh pemerintah maupun LSM yang sifatnya gratis. Di

tenda-tenda pengungsian yang masih ada, tersedia pelayanan kesehatan secara

cuma-cuma sehingga masyarakat dapat berobat tanpa memikirkan biaya yang harus

dikeluarkan. Hasil analisis anova menunjukkan ada perbedaan yang nyata (p<0.05)

tingkat kesehatan antara ketiga tipologi. Uji lanjut Duncan mengindikasikan

perbedaan yang nyata antara tingkat kesehatan keluarga duda dengan keluarga

janda dan utuh. Hal ini dapat dimaknai bahwa pada keluarga utuh dan janda

perawatan kesehatan lebih baik dengan membawa anggota keluarga yang sakit ke

tempat pengobatan atau dengan adanya tindakan yang bersifat kuratif.

Jika dilihat berdasarkan jenis penyakit, terdeteksi 9 jenis penyakit yang

diderita oleh keluarga pada enam bulan terakhir (Tabel 26). Jenis penyakit yang

paling banyak diderita oleh ketiga tipologi keluarga adalah pilek/influenza (47.8%),

panas (29%) dan ISPA (25.4%).

Tabel 26. Sebaran keluarga menurut jenis penyakit yang diderita (hari) enam bulan terakhir

Jenis Penyakit Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n %

Panas 30 29.1 6 30.0 4 26.7 40 29.0

Pilek/influenza 46 44.7 14 70.0 6 40.0 66 47.8

ISPA 25 24.3 8 40.0 2 13.3 35 25.4

Batuk Pilek 20 19.4 5 25.0 4 26.7 29 21.0

Diare (>5 kali) 6 5.8 2 10.0 0 0.0 8 5.8

Mencret biasa 6 5.8 1 5.0 0 0.0 7 5.1

Asma 1 1.0 0 0.0 0 0.0 1 0.7

Malaria 8 7.8 0 0.0 2 13.3 10 7.2

Gatal-gatal/eksim 10 9.7 2 10.0 2 13.3 14 10.1

Rata-rata lama sakit bagi sebagian besar keluarga adalah 2.58 hari untuk

jenis penyakit gatal-gatal/eksim. Hal ini dimungkinkan oleh sanitasi terutama

ketersediaan air bersih yang masih kurang memadai terutama untuk wilayah

pengungsian yang menyebabkan jenis penyakit ini mudah terjangkit (Tabel 27).

Page 85: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Tabel 27. Rata-rata lama sakit (hari) selama enam bulan terakhir

Jenis Penyakit Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

1. Panas demam 1.27 1.20 0.87 1.22

2. Pilek/influenza 1.78 2.25 1.27 1.79

3. Batuk biasa (ISPA) 1.25 1.90 0.60 1.28

4. Batuk pilek 1.06 0.85 1.00 1.02

5. Diare (>5 kali) 0.18 0.15 0.00 0.16

6. Mencret biasa 0.16 0.10 0.00 0.13

7. Asma 0.07 0.00 0.00 0.05

8. Malaria 1.36 0.00 2.47 1.28

9. Gatal-gatal/eksim 2.55 2.55 2.80 2.58

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam waktu enam bulan terakhir frekuensi

penyakit gatal-gatal/eksim paling banyak (64.3%) dan malaria (50.0%) diderita keluarga

dengan frekuensi 4 kali/6 bulan (Tabel 28). Seringnya penyakit ini diderita keluarga

dapat diakibatkan oleh sanitasi air yang digunakan untuk mandi sangat rendah, apalagi

dengan adanya sisa-sisa air laut pada saat tsunami yang belum kering

Tabel 28. Sebaran keluarga menurut frekuensi penyakit yang diderita

selama dalam enam bulan terakhir

Jenis Penyakit Frekuensi (kali/6 bulan)/Persentase 1 2 3 4

1. Panas demam 40.0 37.5 5.0 17.5 2. Pilek/influenza 12.1 53.0 13.6 21.2 3. Batuk biasa (ISPA) 20.0 40.0 0.0 40.0 4. Batuk pilek 24.1 27.6 27.6 20.7 5. Diare (>5 kali) 50.0 12.5 0.0 37.5 6. Mencret biasa 28.6 42.9 14.3 14.3 7. Asthma 100.0 0.0 0.0 0.0 8. Malaria 20.0 30.0 0.0 50.0 9. Gatal-gatal/eksim 21.4 14.3 0.0 64.3

Upaya penanggulangan penyakit yang dilakukan oleh keluarga adalah

dengan berobat ke dokter praktek, mantri, rumah sakit umum, puskesmas, dan

posko kesehatan. Namun yang paling banyak dilakukan adalah berobat ke

puskesmas dan posko kesehatan. Pengobatan secara gratis yang tersedia di

puskesmas dan posko menjadi pilihan para keluarga karena disediakan secara

cuma-cuma (Tabel 29).

Page 86: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Tabel 29. Sebaran keluarga menurut upaya pengobatan penyakit yang dilakukan

Jenis Penyakit Puskes mas

Posko ke- sehatan RSU Dokter

Praktek Mantri

Beli di Apotik

Obat Sendiri

Tidak Diobati

1. Panas demam 38.1 21.4 26.2 9.5 2.4 0.0 0.0 2.4 2. Pilek/influenza 39.4 13.6 1.5 6.1 1.5 1.5 7.6 28.8 3. Batuk biasa (ISPA) 34.3 34.3 2.9 5.7 0.0 0.0 5.7 17.1 4. Batuk pilek 42.9 21.4 3.6 7.1 7.1 3.6 0.0 14.3 5. Diare (>5 kali) 12.5 37.5 12.5 0.0 0.0 0.0 0.0 37.5 6. Mencret biasa 12.5 37.5 12.5 12.5 0.0 12.5 12.5 0.0 7. Asthma 100.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 8. Malaria 30.0 30.0 30.0 10.0 0.0 0.0 0.0 0.0 9. Gatal-gatal/eksim 36.0 28.0 20.0 12.0 0.0 4.0 0.0 0.0

Kepribadian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (87.0%) kepribadian kepala

keluarga tergolong pada kategori ekstrovert. Berdasarkan tipologi, persentase

contoh yang termasuk kategori ekstrovert pada keluarga utuh dan janda lebih besar

daripada keluarga duda. Hasil analisis anova menunjukkan tidak ada perbedaan

yang nyata (p>0.05) kepribadian di antara ketiga tipologi (Tabel 30). Orang yang

ekstrovert dalam kesehariannya melihat kenyataan dan keharusan, tidak lekas

merasakan kritikan, ekspresi emosinya spontan, tidak begitu merasakan

kegagalan, tidak banyak mengadakan analisis, sifatnya yang terbuka dan kritik

terhadap diri sendiri. Pribadi yang intovert dengan ciri orang yang suka memikirkan

tentang diri sendiri, banyak fantasi, lekas merasakan kritikan, menahan ekspresi

emosi, sifatnya yang tertutup, lekas tersinggung dalam diskusi, suka

membesarkan kesalahannya, analisis dan kritik diri menjadi buah pikirannya

(Lampiran 3).

Tabel 30. Statistik dan sebaran contoh menurut kategori skor kepribadian

Kategori Skor Kepribadian Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n %

Intovert 10 9.7 5 25.0 3 20.0 18 13.0

Ekstrovert 93 90.3 15 75.0 12 80.0 120 87.0

Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Rata-Rata 81.2 74.7 80 78.6

Standar Deviasi 12.1 11.9 13.8 12.6

Minimum 35.3 52.9 52.9 35.3

Maksimum 100 94.1 100 100 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.100

Page 87: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Konsep Diri

Konsep diri sebagian besar (93.5%) contoh termasuk dalam kategori positif. Pada

ketiga tipologi keluarga, persentase terbesar berada pada kategori konsep diri

positif. Dilihat dari rata-rata skor konsep diri, skor tertinggi ditemukan pada tipologi

keluarga utuh (93.4%), diikuti tipologi keluarga janda (91.7%) dan terakhir tipologi

keluarga duda (82.5%) (Tabel 31).

Tabel 31. Statistik dan sebaran contoh menurut kategori skor konsep diri

Kategori Skor Konsep Diri Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n %

Negatif 4 3.9 4 20.0 1 6.7 9 6.5

Positif 99 96.1 16 80.0 14 93.3 129 93.5

Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Rata-Rata 93.4 82.5 91.7 89.2

Standar Deviasi 17.8(ac) 32.5(bc) 15.4(cab) 21.9

Minimum 0 0 50 0

Maksimum 100 100 100 100 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.025

Ket : * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata

Hasil analisis anova menunjukkan ada perbedaan yang nyata (p<0.05)

konsep diri di antara ketiga tipologi. Selanjutnya, analisis Duncan menunjukkan

perbedaan konsep diri yang nyata antara tipologi keluarga utuh dan duda. Individu

yang mempunyai konsep diri yang negatif pada umumnya akan mudah sekali stres

Tingginya konsep diri terbukti dari beberapa pertanyaan yang diajukan, menurut

pandangan sebagian besar keluarga, mereka telah menjadi seorang yang baik

ketika menjadi orang tua, pasangan, teman, tetangga maupun dalam menjalankan

agamanya (Lampiran 4).

Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah adanya keterlibatan orang lain dalam menyelesaikan

masalah. Individu melakukan tindakan kooperatif dan mencari dukungan dari

orang lain, karena sumberdaya sosial menyediakan dukungan emosional, bantuan

nyata dan bantuan informasi. Dalam hal ini bantuan yang diterima keluarga baik dari

keluarga maupun lembaga pemberi bantuan seperti LSM maupun pemerintah.

Secara keseluruhan, dukungan sosial yang diterima oleh sebagian besar (86.2%)

keluarga dapat mendukung upaya keluarga dalam menyelesaikan masalah pasca

Page 88: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

gempa dan tsunami (Tabel 32). Hal yang sama juga terjadi pada ketiga tipologi

keluarga. Rata-rata skor dukungan sosial tertinggi dijumpai pada tipologi keluarga

utuh (92.8), diikuti tipologi keluarga janda (84) dan keluarga duda (76).

Tabel 32. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori skor dukungan sosial

Kategori Skor Dukungan Sosial

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n %

Tidak mendukung 10 9.7 6 30.0 3 20.0 19 13.8

Mendukung 93 90.3 14 70.0 12 80.0 119 86.2

Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Rata-Rata 92.8 76 84 84.3

Standar Deviasi 22.9 37 31.4 30.4

Minimum 0 0 0 0

Maksimal 100 100 100 100 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.093

Keluarga yang menerima bantuan sosial umumnya adalah keluarga yang

tidak memiliki pekerjaan tetap dan berpenghasilan rendah, sehingga untuk

memenuhi kebutuhan keluarga sangat mengharapkan bantuan dari berbagai pihak.

Sedangkan keluarga yang tidak menerima bantuan sosial adalah keluarga-keluarga

yang kehidupan ekonominya lebih baik. Hasil analisis anova menunjukkan tidak ada

perbedaan yang nyata (p>0.05) dukungan sosial di antara ketiga tipologi. Pada

Lampiran 5 disajikan pernyataan dukungan sosial yang ditanyakan kepada keluarga.

Secara umum, keluarga memperoleh bantuan fisik dan non fisik dari masyarakat,

teman, keluarga dan pemerintah serta LSM. Korban bencana yang secara ekonomi

tidak mencukupi, apabila tidak memperoleh dukungan sosial akan mengalami stres

lebih tinggi dibandingkan korban yang memperoleh dukungan sosial (Baum, 1990;

Fleming, Baum, Gisriel & Gatchel, 1982).

Bantuan dari berbagai pihak sangat dirasakan mulai hari pertama terjadinya

bencana sampai saat penelitian ini berlangsung masih berjalan terus walaupun

dalam jumlah terbatas. Jenis bantuan yang diterima sangat beragam mulai dari

pangan, kesehatan, beasiswa, perumahan, pakaian dan penyediaan lapangan kerja.

Berikut ini sebagian daftar bantuan yang diberikan kepada masyarakat di Kecamatan

Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa (Tabel 33).

Page 89: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Tabel 33. Daftar bantuan yang diberikan kepada masyarakat di Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa

No Jenis bantuan Sumber bantuan

1

Pangan Ø Beras, indomie, sarden, minyak goreng, ikan asin, biskuit dan lain sebagainya Ø Peralatan masak

Depsos, Media group, Perindustrian, Masyarakat Indonesia

2 Kesehatan Ø Pembangunan rumah sakit dan

puskesmas Ø Tenaga medis Ø Pengobatan gratis Ø Makanan tambahan

Depkes, PMI, UNICEF, Media Group dan lain sebagainya

3 Pendidikan Ø Gedung sekolah Ø Perlengkapan sekolah Ø Beasiswa

Diknas, Palang Merah Irlandia (Irish Red Cross), PMI, Yayasan SUKMA, TPI, RCTV dan lain sebagainya

4 Perumahan (Rehabilitasi dan Rekonstruksi)

CARE, Aceh Relif, UN.Habitat, BRR, Wold Vasion, ADB, Peduli Bangsa, OXFAM, LION GROUP, Muslim ED dan lain sebagainya

5 Pakaian Depsos, Media Group dan seluruh masyarakat Indonesia

6 Pekerjaan/pendapatan Depsos, Bank Indonesia, Depnaker, Departemen perdagangan, Departemen pekerjaan umum dan lain sebagainya

Laporan Kantor Camat Kuta Alam dan Kecamatan Meuraxa Banda Aceh.

Korelasi antar Peubah Sumberdaya Coping

Hasil analisis korelasi antara peubah sumberdaya seperti yang disajikan pada

Tabel 34 mengindikasikan adanya hubungan negatif nyata antara pendapatan

dengan jumlah anggota keluarga dan hubungan positif nyata antara pendapatan

dengan tingkat kesehatan. Artinya semakin banyak jumlah anggota keluarga maka

pendapatan akan semakin rendah, sedangkan semakin tinggi tingkat pendapatan

keluarga, maka tingkat kesehatan akan semakin baik. Kepribadian berhubungan

negatif nyata dengan tingkat kesehatan dan berhubungan positif nyata dengan

dukungan sosial yang berarti semakin ekstrovert kepribadian contoh semakin baik

tingkat kesehatan contoh, serta semakin ekstrovert kepribadian contoh maka

dukungan sosial yang diperoleh juga akan semakin tinggi. Konsep diri juga

berhubungan positif nyata dengan dukungan sosial, yang berarti semakin positif

konsep diri contoh, maka dukungan sosial juga akan semakin tinggi.

Page 90: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Tabel 34. Korelasi Spearman antar peubah sumberdaya coping

Peubah Jumlah anggota keluarga

Pendapatan Umur Kk

Pendidikan kk

Aset Tingkat kesehatan

Dukungan Sosial

Kepribadian Konsep Diri

Jumlah anggota keluarga

Pendapatan -.376(**)

Umur kk .317(**) -0.139

Pendidikan kk 0.145 0.13 -0.162

Aset -0.155 0.163 0.105 0.067

Tingkat Kesehatan 0.003 .174(*) -0.076 -0.009 0.051

Dukungan Sosial 0.154 -0.135 0 -0.097 -0.028 -0.086

Kepribadian 0.108 -0.100 0.098 -0.025 -0.086 -.193(*) .384(**)

Konsep Diri 0.014 0.079 -0.026 -0.004 0.095 -0.145 .275(**) 0.14

Pengaruh Sumberdaya Coping terhadap Masalah Keluarga

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh

sumberdaya coping terhadap masalah keluarga pasca gempa dan tsunami (Tabel

35) Nilai R2 yang diperoleh adalah sebesar 0.5175 artinya pengaruh sumberdaya

coping terhadap masalah keluarga adalah 51.75 persen, sisanya yakni 48.25 persen

adalah pengaruh variabel lain diluar penelitian. Ada dua variabel yang secara nyata

berpengaruh terhadap masalah keluarga yakni kepribadian dan aset. Adapun

variabel yang paling tinggi pengaruhnya secara signifikan adalah kepribadian yakni

49.33 persen.

Tabel 35. Masalah keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya coping sebagai peubah bebas

Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang Konstanta 115.50509388 Kepribadian -0.98845851 0.4933 0.4933 0.0001 Aset -16.67505391 0.0242 0.5175 0.0103

Kepribadian berpengaruh negatif nyata terhadap masalah keluarga yang

bermakna semakin ekstrovert kepribadian yang dimiliki kepala keluarga akan

membuat masalah yang dihadapi semakin rendah. Hal ini dapat dipahami karena

orang yang ekstrovert akan lebih mampu menghadapi masalah, karena sikapnya

yang terbuka dan mau menerima setiap persoalan dengan hati terbuka.

Aset keluarga juga berpengaruh negatif nyata terhadap masalah keluarga,

artinya semakin banyak aset yang tersisa pasca gempa dan tsunami maka masalah

yang dihadapi keluarga akan semakin rendah. Aset merupakan salah satu

Page 91: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

sumberdaya materi yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk mengatasi masalah yang

dihadapi keluarga.

Tingkat Stres

Tingkat Stres (Family Inventory of Life)

Sumber stres kronis pada umumnya meliputi peristiwa yang sangat menekan

secara terus-menerus, masalah-masalah hubungan jangka panjang, kesepian, dan

kekhawatiran akan finansial karena suami menjadi korban bencana. Hal ini banyak

dialami oleh para pengungsi yang tinggal di barak-barak dalam jangka waktu yang

lama. Berada dalam situasi ketidakpastian terutama dalam kehidupannya di masa

mendatang.

Tingkat stres yang disajikan pada Tabel 36 merupakan kategori skor

komposit dari gejala stres fisik, psikis, kognitif dan perilaku. Hasil penelitian

mengindikasikan bahwa tingkat stres yang dialami oleh keluarga contoh setahun

pasca gempa dan tsunami sebagian besar (88.4%) termasuk stres minor yang

dicerminkan dengan rendahnya rata-rata skor stres contoh yakni 19.13. Hanya 0.7

persen contoh yang mengalami stres mayor/berat akibat bencana gempa dan

tsunami. Demikian pula jika dilihat berdasarkan tipologi keluarga, pada semua

tipologi terlihat bahwa persentase terbesar berada pada kategori stres minor. Hasil

temuan ini agak berbeda dengan data yang diproyeksikan WHO bahwa setahun

setelah bencana tsunami sebanyak 3-4 persen korban mengalami stres berat

(berupa psikosis, depresi berat, kelelahan yang berat), sekitar 20 persen mengalami

gangguan mental ringan atau moderat dalam bentuk depresi dan kelelahan), 30-50

persen mengalami stres moderat atau berat dan 20-40 persen mengalami stres

psikologi ringan (WHO, 2005).

Tingkat stres dengan metode Family Inventory of Life tertinggi ditemukan

pada tipologi keluarga duda dengan skor rata-rata 24.17 dan terendah keluarga utuh

18.12. Adanya dukungan keluarga yang memotivasi ternyata dapat mengurangi

tingkat stres keluarga. Rendahnya tingkat stres keluarga setahun pasca tsunami

dapat terlihat saat diwawancara, umumnya contoh mengatakan bahwa sudah dapat

dapat melupakan bencana yang pernah dialami, semua ini merupakan kehendak

dari Yang Maha Kuasa dan siapapun tidak bisa menyesalinya. Sikap mereka yang

tabah dan pasrah membuat mereka dapat mengendalikan diri dari stres yang

mereka alami, sehingga saat ini mereka dapat menata kembali kehidupan yang lebih

baik

Page 92: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Tabel 36. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres (metode Family Inventory of Life)

Kategori tingkat stres (Family Inventory of Life)

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n % Stres Minor 91 88.3 17 85.0 14 93.3 122 88.4 Stres Ringan 5 4.9 1 5.0 0 0.0 6 4.3 Stres Sedang 7 6.8 1 5.0 1 6.7 9 6.5 Stres Mayor/Berat 0 0.0 1 5.0 0 0.0 1 0.7 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Rata-Rata 18.12 24.17 19.33 19.13

Standar Deviasi 15.28 18.81 11.21 15.50

Minimum 0.00 3.30 10.00 0.00

Maksimum 68.30 80.00 53.30 80.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.281

Rendahnya tingkat stres keluarga utuh menurut Potter & McKenzie (2000)

karena adanya dukungan keluarga yang dapat menciptakan penilaian positif

terhadap keberadaan keluarga sehingga memberikan kontribusi pada kemampuan

keluarga dalam menghadapi stres secara efektif. Dukungan keluarga akan

memberikan kontribusi pada kemampuan keluarga untuk menghadapi stres atau

krisis secara efektif. Sumberdaya yang memadai mampu mengatasi sebuah

kejadian, tingkat stres yang dialami akan relatif rendah atau bahkan tidak ada sama

sekali, tetapi jika seseorang merasa bahwa sumberdaya yang dimiliki tidak

mencukupi untuk menghadapi ancaman, tantangan atau situasi yang

membahayakan, maka ia akan mengalami tingkat stres yang tinggi (Anonim, 2006).

Gejala Stres Fisik

Secara keseluruhan (73.2%) tingkat stres fisik contoh setahun pasca tsunami

termasuk kategori stres minor dengan skor rata-rata 22.87. Tingkat stres fisik

terendah ditemukan pada tipologi keluarga utuh dengan skor rata-rata 22.09 dan

tertinggi pada tipologi keluarga duda dengan skor rata-rata 26.56 (Tabel 37). Gejala-

gejala stres fisik yang dialami oleh contoh setahun pasca gempa dan tsunami

disajikan pada Lampiran 6. Dari delapan gejala stres fisik yang ditanyakan, sebagian

besar keluarga menyatakan tidak pernah mengalaminya. Pada tipologi janda,

terdapat beberapa gejala yang sebagian besar kadang-kadang dirasakan yakni

pusing atau sakit kepala tanpa alasan, kejang otot/kram dan tangan gemetaran serta

Page 93: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

merasa letih/lesu/lemas yang luar biasa atau terasa tenaga terkuras habis. Gejala

stres fisik yang sama juga dialami oleh keluarga utuh, meskipun persentasenya

masih di bawah 10 persen. Tidak ditemukan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05)

tingkat stres fisik antara ketiga tipologi keluarga.

Tabel 37. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres fisik

Kategori tingkat stres fisik

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n % Stres Minor 77 74.8 12 60.0 12 80.0 101 73.2 Stres Ringan 10 9.7 4 20.0 1 6.7 15 10.9 Stres Sedang 14 13.6 4 20.0 2 13.3 20 14.5 Stres Mayor/Berat 2 1.9 0 0.0 0 0.0 2 1.4 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Rata-Rata 22.09 26.56 23.33 22.87

Standar Deviasi 19.84 20.47 17.75 19.64

Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00

Maksimum 100.00 68.80 62.50 100.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.648

Gejala Stres Psikis

Pada awal bencana banyak pengungsi yang merasa putus asa, memandang

dirinya tidak berdaya dan tidak berguna lagi, karena kehilangan semua orang yang

dicintainya, suami atau isteri dan anak-anaknya, termasuk harta benda. Seiring

dengan berjalannya waktu, yakni setahun setelah bencana, umumnya korban

tsunami sudah dapat bangkit kembali dan tidak menunjukkan gejala stres psikis lagi.

Rendahnya tingkat stres psikis yang dialami contoh terlihat dari persentase

terbesar (76.8%) termasuk dalam kategori stres minor dengan skor rata-rata 22.46

Tingkat stres psikis tertinggi ditemukan pada keluarga duda dengan skor rata-rata

28.93, diikuti oleh keluarga janda 23.81 dan keluarga utuh 21.01 (Tabel 38). Tidak

ditemukan adanya perbedaan yang nyata (p>0.05) tingkat stres psikis antara ketiga

tipologi keluarga. Tingginya tingkat stres yang dialami keluarga duda karena

sebagian besar menyatakan kadang-kadang mengalami mimpi-mimpi buruk

(Lampiran 7). Menurut Hartiningsih (2005), dalam banyak kasus bencana dengan

jumlah korban yang banyak, sekitar 70 persen penduduk, gejala-gejala stres psikis

seperti yang telah disebutkan sebelumnya akan hilang dalam satu sampai dua

bulan. Hal ini disebabkan karena manusia memiliki mekanisme coping secara

Page 94: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

alamiah. Sekitar 30 persen lainnya akan memperlihatkan gejala-gejala lain seperti

mimpi buruk terus-menerus, kehilangan semangat dan lain-lain setelah enam bulan.

Dari jumlah itu, sekitar 7-10 persennya mengalami disorientasi sosial-psikologis,

seperti agresif, tidak mau makan dan tidak mau bicara.

Tabel 38. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres psikis

Kategori tingkat stres psikis

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n % Stres Minor 80 77.7 14 70.0 12 80.0 106 76.8 Stres Ringan 9 8.7 2 10.0 2 13.3 13 9.4 Stres Sedang 13 12.6 3 15.0 1 6.7 17 12.3 Stres Mayor/Berat 1 1.0 1 5.0 0 0.0 2 1.4 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Rata-Rata 21.01 28.93 23.81 22.46

Standar Deviasi 18.49 21.17 13.94 18.56

Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00

Maksimum 78.60 85.70 50.00 85.70 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.210

Gejala Stres Kognitif

Gejala stres kognitif adalah pengalaman subjektif yang didasarkan atas

persepsi terhadap situasi yang tidak semata-mata tampak di lingkungan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sejalan dengan tingkat stres fisik dan psikis, tingkat

stres kognitif juga termasuk dalam kategori minor dengan skor rata-rata 15.87 yang

dialami oleh 82.6 persen contoh (Tabel 39). Demikian pula jika dilihat berdasarkan

tipologi sebagian besar keluarga pada ketiga tipologi juga tergolong kategori stres

minor. Rata-rata skor tingkat stres kognitif terendah adalah pada keluarga janda

(14.00), dan tertinggi pada tipologi keluarga duda (19.00). Tidak ditemukan adanya

perbedaan yang nyata (p>0.05) tingkat stres kognitif antara ketiga tipologi keluarga.

Rendahnya tingkat stres kognitif pada ketiga tipologi dapat dilihat dari lima item

gejala stres kognitif yang ditanyakan kepada keluarga, sebagian besar keluarga

menyatakan tidak mengalaminya (Lampiran 8).

Tabel 39. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres kognitif

Kategori tingkat stres kognitif

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n % Stres Minor 87 84.5 14 70.0 13 86.7 114 82.6

Page 95: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Stres Ringan 6 5.8 3 15.0 0 0.0 9 6.5 Stres Sedang 9 8.7 3 15.0 2 13.3 14 10.1 Stres Mayor/Berat 1 1.0 0 0.0 0 0.0 1 0.7 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Rata-Rata 15.53 19.00 14.00 15.87

Standar Deviasi 19.13 19.17 18.82 19.02

Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00

Maksimum 80.00 50.00 60.00 80.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.701

Gejala Stres Perilaku

Rendahnya tingkat stres fisik, psikis dan kognitif, diikuti juga oleh tingkat stres

perilaku, karena sebagian besar (92.0%) contoh mengalami tingkat stres perilaku

yang termasuk kategori stres minor dengan skor rata-rata 15.44 (Tabel 40). Rata-

rata tingkat stres perilaku tertinggi ditemukan pada keluarga duda (21.50%) dan

terendah pada keluarga utuh (14.22%). Tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05)

tingkat stres perilaku antara ketiga tipologi. Rendahnya rata-rata skor tingkat stres

perilaku terlihat dari sepuluh item pertanyaan yang diajukan, sebagian besar contoh

menyatakan kadang-kadang mengalami sukar tidur atau tidur terlalu lama, hilang

nafsu makan atau sebaliknya nafsu makan tinggi dan kadang-kadang

melamun/termenung (Lampiran 9).

Menurut Joseph, Yule, Williams dan Hodkinson (1993), studi-studi yang

dilakukan di seluruh dunia selama lebih dari 25 tahun menunjukkan berbagai

dampak bencana alam seperti yang terjadi pada korban topan Andrew, gempa bumi

di Kota Mexico dan Armenia. Rasa shock dan kesedihan yang mendalam dirasakan

oleh hampir semua korban, perasaan menyalahkan diri sendiri dan takut peristiwa itu

terulang kembali, hal ini dapat menimbulkan ketidakmampuan dalam mengambil

keputusan sehingga mempengaruhi perilaku seeorang dalam menyelesaikan

masalah secara tepat. Gangguan tidur dan kehilangan selera akan juga seringkali

terjadi. Untuk mengatasi kelelahan dan depresi, korban bencana mengkonsumsi

alkohol dan merokok dalam jumlah yang tinggi, minum pil tidur dan anti depresi.

Tabel 40. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori tingkat stres perilaku

Kategori tingkat stres perilaku

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n % Stres Minor 96 93.2 18 90.0 13 86.7 127 92.0

Page 96: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Stres Ringan 2 1.9 0 0.0 0 0.0 2 1.4 Stres Sedang 3 2.9 0 0.0 2 13.3 5 3.6 Stres Mayor/Berat 2 1.9 2 10.0 0 0.0 4 2.9 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Rata-Rata 14.22 21.50 15.67 15.44

Standar Deviasi 15.73 25.65 15.45 17.50

Minimum 0.00 0.00 0.00 0.00

Maksimum 100.00 100.00 50.00 100.00 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.236

Tingkat Stres (Holmes dan Rahe)

Selain dengan menggunakan metode Family Inventory of Life untuk

mengukur tingkat stres keluarga, pengukuran tingkat stres dilakukan juga dengan

menggunakan metode Holmes dan Rahe. Hasil kategorisasi skor menunjukkan

bahwa tingkat stres contoh tersebar pada keempat kategori, persentase terbesar

yakni 44.9 persen termasuk dalamtingkat stres sedang. Berdasarkan tipologi,

keluarga duda mengalami tingkat stres tertinggi dengan rata-rata 65.02 dan terendah

dialami oleh keluarga utuh dengan rata-rata 35.63. (Tabel 41). Terdapat perbedaan

yang signifikan antara tingkat stres keluarga utuh dengan keluarga janda dan duda.

Pada keluarga utuh penyebab stres tertinggi adalah kehilangan aset, dan pada

keluarga duda dan janda penyebab stres tertinggi adalah kematian pasangan

(Lampiran 10).

Murphy (1984) peneliti korban ledakan gunung berapi Mount Saint Helen,

Washington pada tanggal 18 Mei 1980. Korban yang kehilangan kerabat atau

teman merupakan masalah besar yang mengakibatkan tingkat stres yang lebih tinggi

dan status kesehatan mental yang rendah dibandingkan dengan korban lain. Tetapi

korban tidak menunjukkan kondisi fisik yang lebih parah dibandingkan yang tidak

kehilangan. Korban yang kehilangan kerabat atau teman dekat namun belum pasti,

terlihat stres saat diwawancara. Mereka mengatakan bahwa “menunggu adalah

sebuah penderitaan”, “berharap mereka belum meninggal” dan bahwa ”sulit

menerima tanpa melihat fisik korban langsung”. Orang-orang yang kehilangan

rumah, dilaporkan menunjukkan tingkat stres yang sama dengan yang kehilangan

kerabat, namun tidak mengalami kesulitan emosional atau fisik yang lebih parah

dibandingkan yang tidak kehilangan. Mereka juga menunjukkan kemarahan yang

lebih besar, menyalahkan diri sendiri dan tidak puas terhadap bantuan yang

Page 97: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

diterima. Sebagian besar korban menyatakan bahwa 11 bulan setelah bencana

mereka belum pulih.

Tabel 41. Statistik dan sebaran keluarga berdasarkan tingkat stres keluarga dengan menggunakan Skala Holmes dan Rahe

Kategori tingkat stres Holmes

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n % Stres Minor 43 41.7 0 0.0 1 6.7 44 31.9 Stres Ringan 21 20.4 1 5.0 1 6.7 23 16.7 Stres Sedang 39 37.9 13 65.0 10 66.7 62 44.9 Stres Mayor/Berat 0 0.0 6 30.0 3 20.0 9 6.5 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Rata-Rata 35.63 (a) 65.02 (bc) 62.99 (cb) 42.86

Standar Deviasi 19.41 10.96 14.92 21.80

Minimum 0.00 35.30 30.70 0.00

Maksimum 65.90 82.90 83.60 83.60 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.000

Ket : * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata

Freedy, Shaw, Jarrell, dan Masters (1992) dan Kaiser, Sattler, Bellack, dan

Dersin (1996) menemukan bahwa 1-2 bulan setelah bencana Hugo (Charleston,

1989), kehilangan harta benda paling berpengaruh terhadap tingkat stres. Sattler

(2001) menemukan bahwa satu bulan setelah gempa Northridge (Los Angeles

County, California, 1994) kehilangan harta benda adalah variabel yang paling

berpengaruh terhadap tingkat stres, diikuti oleh karakteristik demografi, coping

keluarga dan dukungan sosial. Orang-orang yang memiliki sumberdaya keuangan

terbatas dan jaringan dukungan sosial yang kurang akan mengalami kesulitan untuk

bangkit jika dibandingkan dengan orang yang memiliki sumberdaya dan jaringan

sosial yang kuat, mereka dengan cepat memperoleh ganti rugi dari kehilangan yang

dialami (Holahan, Moos, Holahan, & Cronkite, 1999; Kaniasty & Norris, 1995).

Pengaruh Sumberdaya Coping dan Masalah Keluarga terhadap Tingkat Stres

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh

sumberdaya coping dan masalah keluarga terhadap tingkat stres Family Inventory

of Life pasca gempa dan tsunami (Tabel 42). Nilai R2 yang diperoleh adalah

sebesar 0.2963 artinya pengaruh sumberdaya coping dan masalah keluarga

Page 98: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

terhadap terhadap tingkat stres Family Inventory of Life adalah 29.63 persen,

sisanya yakni 71.37 persen adalah pengaruh variabel lain diluar penelitian. Ada tiga

variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap tingkat stres Family Inventory of

Life yakni pekerjaan kepala keluarga, konsep diri dan aset. Adapun variabel yang

paling tinggi pengaruhnya secara signifikan adalah pekerjaan kepala keluarga yakni

14.03 persen (Tabel 42).

Tabel 42. Stres Family Inventory of Life sebagai peubah tidak bebas dengan masalah keluarga dan sumberdaya coping

sebagai peubah bebas

Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang Konstanta 39.51888537 Pekerjaan KK -0.15128373 0.1403 0.1403 0.0001 Konsep diri -0.28228469 0.1224 0.2627 0.0001 Aset 0.00000003 0.0336 0.2963 0.0126

Pekerjaan kepala keluarga berpengaruh negatif terhadap tingkat stres kepala

keluarga, artinya semakin baik pekerjaan kepala keluarga mengakibatkan stres yang

dialami semakin rendah. Ini dapat dipahami bahwa kepala keluarga yang memiliki

pekerjaan tetap walaupun terjadi bencana tidak akan menpengaruhi pendapatan

keluarga. Dengan pendapatan yang cukup semua kebutuhan keluarga dapat

terpenuhi, sehingga tinggat stres yang dialami menjadi rendah.

Konsep diri berpengaruh negatif terhadap tingkat stres kepala keluarga,

artinya konsep diri yang positif yang dimiliki kepala keluarga dapat membantu

menurunkan tingkat stres yang dialami kepala keluarga akibat banyak permasalahan

yang dihadapi pasca gempa dan tsunami.

Aset keluarga berpengaruh positif terhadap masalah keluarga, artinya

semakin banyak aset yang hilang maka tingkat stres kepala keluarga cendrung lebih

meningkat. Hal ini dapat dipahami bahwa aset yang dimiliki keluarga merupakan

salah satu modal untuk kehidupan anggota keluarga di masa depan, baik untuk

berusaha maupun untuk biaya pendidikan. Dengan demikian kehilangan aset berarti

kehilangan masa depan baik untuk berusaha maupun untuk pendidikan.

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh

sumberdaya coping dan masalah keluarga terhadap tingkat stres Holmes dan Rahe

pasca gempa dan tsunami (Tabel 43). Nilai R2 yang diperoleh adalah sebesar

0.4568 artinya pengaruh sumberdaya coping dan masalah keluarga terhadap

terhadap tingkat stres Holmes dan Rahe adalah 45.68 persen, sisanya yakni 54.32

persen adalah pengaruh variabel lain diluar penelitian. Ada empat variabel yang

Page 99: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

secara nyata berpengaruh terhadap tingkat stres Holmes dan Rahe yakni tipologi

keluarga janda, kepribadian, masalah rumah dan masalah pekerjaan. Adapun

variabel yang paling tinggi pengaruhnya secara signifikan adalah tipologi keluarga

duda yakni 32.61 persen

Tabel 43. Stres Holmes dan Rahe sebagai peubah tidak bebas dengan masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas

Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang Konstanta 98.82476674 D1 24.54096483 0.3261 0.3261 0.0001 Kepribadian -0.43828369 0.0712 0.3973 0.0001 Masalah rumah 0.14213838 0.0411 0.4384 0.0021 Masalah pekerjaan 0.09485398 0.0184 0.4568 0.0354

Tipologi keluarga janda berpengaruhnya positif terhadap tingkat stres Holmes

dan Rahe, artinya dengan status keluarga single perent akan membuat tingkat stres

yang dialami semakin tinggi. Ini memiliki makna bahwa kehilangan pasangan

merupakan suatu hal yang paling menyakitkan dan sulit untuk dilupakan. Bagi

sorang istri, suami adalah orang yang bertanggung jawab untuk kehidupan keluarga,

suami sebagai tumpuan harapan untuk kehidupannya, tempat berbagi suka maupun

duka. Dengan demikian, kehilangan suami berarti semua tanggung jawab keluarga

beralih kepada istri. Istri yang tidak memiliki pekerjaan tetap akan mengalami

kesulitan untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya.

Kepribadian kepala keluarga berpengaruh negatif nyata terhadap tingkat

stres, artinya bahwa kepribadian yang ekstrovet mampu menurunkan tingkat stres.

Ini dapat dipahami bahwa orang yang ekstrovet lebih terbuka dalam menghadapi

suatu persoalan dan mau berbagi suka dan duka dengan orang lain.

Masalah rumah/tempat berpengaruh positif nyata terhadap tingkat stres, ini

memiliki makna bahwa semakin tinggi masalah rumah yang dihadapi kepala

keluarga maka tingkat stres juga semakin meningkat. Hal ini dapat dipahami

masalah perumahan menjadi suatu persolan yang cukup serius karena menyangkut

ketenangan dan kenyamanan bagi anggota keluarga. Rumah yang tidak memadai

dan tidak memenuhi standar kesehatan dapat mempengaruhi aktivitas anggota

keluarga sehari-hari.

Masalah pekerjaan kepala keluarga juga berpengaruh positif nyata terhadap

tingkat stres. Artinya hilangnya pekerjaan akibat gempa dan tsunami dapat

mengakibatkan tingkat stres semakin meningkat. Ini dapat dipahami bahwa kepala

Page 100: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

keluarga yang tidak memiliki pekerjaan dapat mempengaruhi pendapatan keluarga

sehingga kebutuhan keluarga sehari-hari dapat terganggu.

Strategi Coping Keluarga

Strategi coping adalah upaya-upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam

menyelesaikan masalah pasca gempa dan tsunami. Setiap keluarga memiliki strategi

coping masing-masing, ada yang berfungsi efektif dan ada yang tidak. Persepsi

keluarga terhadap masalah dapat berpengaruh terhadap kemampuannya untuk

memecahkan masalah tersebut. Jika sebuah masalah dipandang berat dan sulit

untuk diatasi maka keluarga tersebut akan benar-benar sulit untuk memecahkan dan

sebaliknya (McCubbin, 1975).

Strategi coping yang dilakukan keluarga mencakup dua kelompok yakni

strategi coping berfokus pada masalah dan strategi coping berfokus pada emosi.

Sebelum mencermati secara khusus kedua kelompok strategi coping, terlebih dahulu

akan dibahas strategi coping secara keseluruhan yakni skor coping komposit kedua

jenis strategi coping yang akan disebut sebagai strategi coping total. Pada Tabel 44

disajikan kategori strategi coping total yang dilakukan keluarga pasca gempa dan

tsunami. Data pada tabel tersebut menunjukkan hanya 21.7 persen keluarga yang

mampu melakukan strategi coping dengan kategori tinggi dan sisanya (78.3%)

termasuk kategori sedang dengan rata-rata 64.7. Berdasarkan tipologi secara

keseluruhan keluarga janda lebih tinggi melakukan strategi coping dengan rata-rata

66.2 dan paling rendah dilakukan oleh keluarga utuh dengan rata-rata 62.3. Namun

demikian hasil analisis anova menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata (p>0.05)

coping total di antara ketiga tipologi. Data ini juga memperlihatkan bahwa ketiga

tipologi keluarga belum mampu secara maksimal melakukan strategi coping untuk

penyelesaian masalah yang dihadapi.

Tabel 44. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping total

Kategori Coping Total Utuh

(n=103) Duda

(n=20) Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n % Rendah 0 0 0 0 0 0 0 0.0 Sedang 83 80.6 13 65 12 80 108 78.3 Tinggi 20 19.4 7 35 3 20 30 21.7 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-Rata 62.3 65.6 66.2 64.7 Standar deviasi 9.4 11.9 12.4 11.2 Minimum 38.9 43.5 53.7 38.9

Page 101: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Maksimum 97.2 88.9 90.7 97.2 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.192

Strategi Coping Berfokus pada Masalah

Menurut Rice (1999), strategi coping berfokus pada masalah adalah strategi

coping yang dilakukan individu dengan mencoba mengembangkan perencanaan

langkah yang konkrit dan menggunakannya sebagai kontrol langsung. Menurut

Parker dan Endler (1996), coping berfokus pada masalah mempunyai lima dimensi

yakni perilaku aktif mengatasi stres, perencanaan, penekanan kegiatan, penundaan

kegiatan dan pencarian dukungan sosial

Secara keseluruhan, hanya 44.2 persen keluarga yang melakukan strategi

coping berfokus pada masalah yang tergolong ke dalam kategori tinggi dan sisanya

55.8 persen termasuk dalam kategori sedang dengan rata-rata secara keseluruhan

67.9 (Tabel 45). Tipologi keluarga janda lebih tinggi melakukan strategi coping

berfokus pada masalah (60%) jika dibandingkan dengan keluarga utuh yang hanya

(43.7%) dan duda (35%). Hasil analisis anova menunjukkan tidak ada perbedaan

yang nyata (p>0.05) coping berfokus pada masalah di antara ketiga tipologi. Tidak

maksimalnya strategi coping berfokus pada masalah yang dilakukan keluarga

dimungkinkan karena sumberdaya yang dimiliki keluarga sangat terbatas.

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan diketahui bahwa sebagian

keluarga berusaha sendiri untuk menyelesaikan masalah, tidak mau terlalu

tergantung kepada pemberi bantuan yang sifatnya sementara, harus bisa berdiri di

atas kaki sendiri tanpa harus dibantu oleh orang lain. Orang yang selalu menerima

bantuan dari orang lain adalah orang pemalas yang selalu minta dikasihani. Namun

demikian masih banyak keluarga yang penghasilannya sangat tergantung kepada

bantuan pihak lain.

Tabel 45. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping berfokus pada masalah

Kategori Skor Coping Berfokus pada Masalah

Utuh (n=103)

Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n % Rendah 0 0 0 0 0 0 0 0.0 Sedang 58 56.3 13 65 6 40 77 55.8 Tinggi 45 43.7 7 35 9 60 61 44.2 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-Rata 67 66.3 70.4 67.9 Standar deviasi 9.5 10.8 12 10.8

Page 102: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Minimum 39.6 45.8 52.1 39.6 Maksimum 93.8 87.5 100 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.409

Planful problem solving

Planful problem solving merupakan upaya keluarga bereaksi dengan melakukan

usaha-usaha tertentu yang bertujuan untuk mengubah keadaan dan diikuti

pendekatan analitis dalam menyelesaikan masalah. Secara umum, (66.7%) keluarga

melakukan coping planful problem solving termasuk dalam kategori tinggi (Tabel 46).

Hal yang sama juga ditemukan pada ketiga tipologi keluarga, dimana persentase

terbesar adalah pada kategori tinggi. Meskipun tidak terlalu berbeda, rata-rata

coping planful problem solving yang dijumpai pada tipologi duda (75.7%) lebih tinggi

daripada keluarga janda dan utuh. Namun demikian, tidak ada perbedaan yang

nyata untuk coping planful problem solving antar ketiga tipologi.

Tabel 46 Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping planful problem solving

Kategori Skor Planful Problem Solving

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 1 1 0 0 0 0 1 0.7 Sedang 33 32 7 35 5 33.3 45 32.6 Tinggi 69 67 13 65 10 66.7 92 66.7 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-Rata 72.8 75.7 73.7 74.1 Standar deviasi 12.3 15.3 14.5 14.0 Minimum 28.6 42.9 42.9 28.6 Maksimum 100 100 100 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.658

Strategi coping planful problem solving sering sekali dilakukan oleh kepala

keluarga untuk mengatasi permasalahan yang muncul pasca gempa dan tsunami,

walaupun hasil yang diperoleh tidak maksimal. Tidak maksimalnya hasil yang

dicapai karena upaya menjual aset/barang yang masih dimiliki dan mencari pinjaman

kepada tetangga yang masih memilikinya serta merubah gaya hidup tidak dilakukan

oleh sebagian keluarga (Lampiran 11).

Page 103: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Confrontatif Coping

Berbeda dengan coping planful problem solving yang sebagian besar tergolong

kategori tinggi, maka pada coping confrontatif dimana keluarga bereaksi untuk

mengubah keadaan yang dapat menggambarkan tingkat risiko yang harus diambil.

Hasil yang diperoleh sebanyak 64.5 persen keluarga yang melakukan coping

confrontatif termasuk dalam kategori sedang (Tabel 47). Berdasarkan tipologi, skor

rata-rata coping confrontatif keluarga janda lebih tinggi (55.6) dibandingkan dengan

keluarga utuh (51.9) dan duda (48.3). Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal

coping confrontatif diantara ketiga tipologi keluarga.

Upaya confrontatif coping yang dilakukan dengan berusaha menghubungi

orang yang bertanggung jawab dianggap oleh sebagian besar keluarga sangat

sering dilakukan, demikian pula dengan usaha untuk mencoba melakukan sesuatu

meskipun tidak yakin terhadap hasil yang akan diperoleh juga sering dilakukan oleh

sebagian besar keluarga (Lampiran 12). Coping dengan cara membiarkan perasaan

atau emosi keluar dan mengambil suatu kesempatan yang besar walaupun itu

sangat berisiko tidak pernah dilakukan oleh sebagian besar keluarga.

Tabel 47. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping confrontatif

Kategori Skor Coping Confrontatif

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 19 18.4 4 20 1 6.7 24 17.4 Sedang 65 63.1 13 65 11 73.3 89 64.5 Tinggi 19 18.4 3 15 3 20 25 18.1 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-Rata 51.9 48.3 55.6 51.9 Standar deviasi 21.1 16.1 19.1 18.8 Minimum 0 16.7 33.3 0.0 Maksimum 100 75 100 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.577

Seeking Social Support

Coping dengan cara mencari dukungan sosial (seeking social support) dilakukan

keluarga dengan berupaya mencari dukungan dari pihak luar, baik berupa informasi,

bantuan nyata, maupun dukungan emosional. Secara keseluruhan stretegi coping

dengan cara mencari dukungan sosial hanya 52.9 persen keluarga yang masuk

dalam kategori tinggi. Berdasarkan tipologi, keluarga janda lebih tinggi melakukan

coping seeking social support dengan skor rata-rata 77.8, diikuti keluarga utuh (70.9)

Page 104: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

dan yang terendah adalah pada keluarga duda (67.3). Tidak terdapat perbedaan

yang nyata antar ketiga tipologi keluarga. (Tabel 48).

Tidak maksimalnya upaya mencari dukungan sosial yang dilakukan keluarga

diketahui pada item pertanyaan yang sebagian keluarga menyatakan jarang

menerima bantuan, simpati dan pengertian dari orang lain. Namun demikian,

sebagian besar keluarga masih tetap berusaha mencari dukungan sosial dengan

berupaya untuk bertanya, berbicara ataupun meminta nasehat kepada saudara,

tetangga maupun profesional untuk mengatasi permasalahan pasca gempa dan

tsunami (Lampiran 13).

Tabel 48. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping seeking social support

Kategori Skor Seeking Social Support

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 5 4.9 0 0 0 0 5 3.6 Sedang 46 44.7 9 45 5 33.3 60 43.5 Tinggi 52 50.5 11 55 10 66.7 73 52.9 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-Rata 70.9 67.3 77.8 72.0 Standar deviasi 17.6 18 15.3 17.0 Minimum 20 40 46.7 20.0 Maksimum 100 100 100 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.211

Strategi Coping Berfokus pada Emosi

Menurut Rice (1999), strategi coping berfokus pada emosi adalah strategi

yang dilakukan individu dengan mencoba mengontrol dan melepaskan perasaan

negatif (seperti kemarahan, frustasi, dan ketakutan) yang ditimbulkan oleh suatu

insiden. Parker dan Endler (1996) mengatakan bahwa coping berfokus pada emosi

memiliki lima dimensi yakni mencari dukungan sosial untuk alasan emosional,

interpretasi kembali secara positif dan pendewasaan diri, penolakan, penerimaan

dan berpaling pada agama.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan (81.9 persen)

keluarga melakukan strategi coping berfokus pada emosi tergolong dalam katagori

sedang dan hanya 18.1 persen keluarga melakukan coping berfokus pada emosi

dengan katagori tinggi. Berdasarkan tipologi strategi coping berfokus pada emosi

tertinggi dilakukan oleh keluarga duda dengan rata-rata (65.1%), dan yang terendah

adalah pada keluarga utuh (58.5%). Tidak ada perbedaan yang nyata dalam hal

Page 105: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

coping berfokus pada emosi di antara ketiga tipologi keluarga (Tabel 49). Menurut

Lazarus dan Folkman (1984), strategi coping berfokus pada emosi cenderung

dilakukan bila individu merasa tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan

hanya dapat menerima situasi tersebut karena sumberdaya yang dimiliki tidak cukup

untuk menghadapi tuntutan sosial. Dari hasil wawancara di lapangan ditemukan

bahwa coping berfokus pada emosi dilakukan oleh sebagian keluarga karena

ketidakmampuan untuk berbuat atau bekerja, sehingga lebih banyak mengharapkan

belas kasihan dan bantuan dari orang lain.

Tabel 49. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori

coping berfokus pada emosi

Kategori Skor Coping Berfokus pada Emosi

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 0 0 0 0 0 0 0 0.0 Sedang 89 86.4 12 60 12 80 113 81.9 Tinggi 14 13.6 8 40 3 20 25 18.1 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-Rata 58.5 65.1 62.9 62.2 Standar deviasi 11.6 14.8 15.2 13.9 Minimum 38.3 41.7 41.7 38.3 Maksimum 100 96.7 98.3 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.064

Positive Reappraisal

Positive reappraisal merupakan coping yang dilakukan oleh keluarga dengan cara

bereaksi menciptakan makna positif dalam diri dengan memfokuskan pada

pengembangan diri termasuk melibatkan diri dalam hal-hal yang religius. Secara

keseluruhan sebanyak 86.2 persen keluarga melakukan coping positive reappraisal

dengan kategori tinggi dengan rata-rata 91.4 (Tabel 50).

Tabel 50. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori

coping positive reappraisal

Kateori Skor Positive Reappraisal

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 0 0.0 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Sedang 17 16.5 2 10.0 0 0.0 19 13.8 Tinggi 86 83.5 18 90.0 15 100.0 119 86.2 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0 Rata-Rata 89.1 91.3 93.8 91.4 Standar deviasi 13.9 11.9 7.3 11.0 Minimum 40 66.7 80 40.0

Page 106: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Maksimum 100 100 100 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.375

Upaya coping yang dilakukan oleh keluarga janda lebih tinggi dibandingkan

keluarga utuh dan duda meskipun secara statistik tidak ada perbedaan diantara

ketiga tipologi. Tingginya skor coping positive reappraisal dikarenakan dengan

terjadinya bencana ini, keluarga lebih memperbanyak shalat, berzikir, berdo’a dan

lebih mendekatkan diri pada Allah SWT, karena Allah pasti mendengar do’a setiap

hambanya serta bersyukur dengan apa yang masih dimiliki.

Coping positive reappraisal dianggap oleh sebagian besar keluarga sangat

penting dan sering sekali dilakukan sebagai upaya pemulihan pasca gempa dan

tsunami (Lampiran 14). Keluarga menganggap bahwa dengan berserah diri kepada

Allah SWT dapat memacu mereka untuk bangkit kembali memulai kehidupan baru.

Accepting Responsibility

Coping menerima tanggung jawab (accepting responsibility) yaitu keluarga bereaksi

dengan menumbuhkan kesadaran akan peran diri dalam permasalahan yang

dihadapi, dan berusaha mendudukkan segala sesuatu sebagaimana mestinya. Hasil

penelitian menunjukkan secara keseluruhan coping accepting responsibility yang

dilakukan keluarga termasuk kategori tinggi dengan skor rata-rata 75.2 (Tabel 51).

Secara tipologi, coping accepting responsibility tertinggi dilakukan oleh keluarga

duda dengan rata-rata skor 78.8, diikuti oleh keluarga janda 77.8 dan yang terendah

adalah keluarga keluarga utuh 69. Hasil analisis anova menunjukkan tidak ada

perbedaan yang nyata diantara ketiga tipologi keluarga dalam hal coping accepting

responsibility.

Tabel 51. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping accepting responsibility

Kategori Skor Accepting Responsibility Utuh

(n=103) Duda

(n=20) Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n % Rendah 6 5.8 0 0 0 0 6 4.3 Sedang 48 46.6 8 40 5 33.3 61 44.2 Tinggi 49 47.6 12 60 10 66.7 71 51.4 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-rata 69 78.8 77.8 75.2 Standar deviasi 20.5 16.6 17.4 18.2 Minimum 0 50 41.7 0.0

Page 107: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Maksimum 100 100 100 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.057

Tingginya skor coping accepting responsibility terjadi karena sebagian besar

keluarga sering melakukan kritik/introspeksi diri sendiri terhadap permasalahan yang

dihadapi, demikian pula dengan upaya belajar hidup dalam kondisi pasca bencana

dan bisa menerima semua yang telah terjadi dan tidak bisa dirubah kembali

(Lampiran 15). Dalam hal ini keluarga contoh mampu menyesuaikan diri dengan

kondisi apa adanya. Hal senada diungkapkan oleh Rice (1999) dan Lazarus (1993),

salah satu kemampuan yang penting yang harus dimiliki untuk menghadapi

perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan ini adalah kemampuan

menyesuaikan diri karena adaptasi terhadap perubahan merupakan salah satu

penyebab stres.

Self Controlling

Self controlling atau kendali diri merupakan reaksi keluarga dengan melakukan

pengaturan atau kontrol dalam perasaan maupun tindakan. Coping self controlling

yang dilakukan keluarga persentase terbesar (52.2%) termasuk kategori sedang

dengan skor rata-rata 74.4 (Tabel 52). Secara tipologi rata-rata skor coping self

controlling tertinggi ditemukan pada keluarga janda (80.8) dan terendah adalah

keluarga duda (71.1). Analisis uji beda anova tidak menghasilkan perbedaan yang

nyata dalam hal coping self controlling pada ketiga tipologi keluarga.

Pada Lampiran 16 disajikan item-item pernyataan strategi coping self

controlling keluarga pasca gempa dan tsunami. Hasil tersebut mengindikasikan

bahwa sebagian besar keluarga sering memikirkan terlebih dahulu terhadap apa

yang ingin dilakukan, menolak atau menghindari untuk melakukan sesuatu secara

tergesa-gesa, memperhatikan seseorang yang dikagumi dalam menyelesaikan suatu

masalah dan mencoba untuk melupakan segalanya adalah hal yang tidak pernah

dilakukan oleh tipologi keluarga utuh dan janda. Tidak mau memikirkan

permasalahan terlalu serius kadang-kadang dilakukan oleh keluarga duda dan

janda, tetapi bagi sebagian keluarga utuh hal tersebut sering dilakukan untuk

mengurangi stres. Bersikap biasa saja, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa

dirasakan tidak membantu mengurangi stres

Page 108: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Tabel 52. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping self controlling

Kategori Skor Self Controlling

Utuh (n=103)

Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n %

Rendah 5 4.9 0 0.0 0 0.0 5 3.6

Sedang 53 51.5 13 65.0 6 40.0 72 52.2

Tinggi 45 43.7 7 35.0 9 60.0 61 44.2

Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Rata-Rata 74.1 71.1 80.8 74.4

Standar deviasi 19.3 12.2 13.6 18.0

Minimum 0.0 55.6 66.7 0.0

Maksimum 100.0 100.0 100.0 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.281

Distancing

Distancing adalah coping yang dilakukan dengan cara menjauhkan diri atau tidak

melibatkan diri dalam permasalahan. Secara keseluruhan, (50.7%) coping distancing

yang dilakukan keluarga termasuk dalam kategori rendah dengan rata-rata skor 45.2

(Tabel 53). Bila ditinjau berdasarkan tipologi, keluarga janda paling rendah

melakukan coping distancing dengan skor rata-rata 39.2 jika dibandingkan dengan

keluarga utuh dan keluarga duda. Hasil analisis anova mengindikasikan bahwa tidak

ada perbedaan yang nyata (p>0.1) coping distancing antara ketiga tipologi.

Rendahnya strategi coping ini dilakukan karena hampir 50% keluarga tidak mau

memikirkan hal itu terlalu serius, bersikap biasa-biasa saja seolah-olah tidak pernah

terjadi apa-apa dan saya mencoba untuk melupakan segalanya (Lampiran 17).

Melarikan diri dari permasalahan yang dihadapi tidak dapat menyelesaikan masalah,

bahkan dapat menambah permasalahan baru.

Tabel 53. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping distancing

Kategori Skor Distancing Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n %

Rendah 51 49.5 8 40.0 11 73.3 70 50.7

Sedang 31 30.1 10 50.0 0 0.0 41 29.7

Tinggi 21 20.4 2 10.0 4 26.7 27 19.6

Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

Rata-Rata 46.2 44.4 39.2 45.2

Page 109: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Standar deviasi 33.6 25.5 38.7 33.0

Minimum 0.0 0.0 0.0 0.0

Maksimum 100.0 88.9 100.0 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.748

Escape Avoidance

Escape avoidance merupakan coping yang dilakukan keluarga dengan cara

menghindari atau melarikan diri dari masalah yang dihadapi. Tujuannya adalah

untuk menghindari atau melarikan diri dari stresor, dan menetralkan emosi distres.

Strategi maladaptif yang dilakukan di antaranya adalah pengguna- an alkohol atau

obat-obatan, lari kepada fantasi atau mimpi-mimpi. Strategi coping escape

avoidance yang lebih konstruktif adalah menyibukkan diri dengan hobi atau

pekerjaan. Dalam jangka pendek strategi ini efektif, namun dalam jangka panjang

akan terjadi ketidaksesuaian dan muncul distres psikologi yang dimanifestasikan

sebagai kelelahan dan depresi (Anonim, 2006).

Coping escape avoidance dari sebagian besar (87.0%) keluarga tergolong

kategori rendah (Tabel 54). Berdasarkan tipologi, persentase tertinggi juga termasuk

kategori rendah. Rata-rata skor tertinggi ditemukan pada tipologi keluarga duda

yakni 27.7 dan skor terendah tipologi keluarga utuh yakni 19.2. Analisis uji beda

anova menunjukkan tidak ada perbedaan coping escape avoidance yang nyata

diantara ketiga tipologi keluarga. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa

rendahnya coping escape avoidance yang dilakukan terjadi karena adanya

kesadaran bahwa pelarian kepada perbuatan yang negatif hanya dirasakan sesaat

dan tidak dapat menyelesaikan masalah tetapi menambah masalah dan dapat

merusak diri sendiri dan keluarga.

Tabel 54. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori coping escape avoidance

Kategori Skor Escape Avoidance

Utuh (n=103)

Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % N % Rendah 90 87.4 17 85 13 86.7 120 87.0 Sedang 8 7.8 1 5 0 0 9 6.5 Tinggi 5 4.9 2 10 2 13.3 9 6.5 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-Rata 19.2 27.7 24 23.6 Standar deviasi 21.4 25.2 27.9 24.8

Page 110: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Minimum 0.0 0.0 0.0 0.0 Maksimum 100.0 100.0 100.0 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.274

Berharap ada keajaiban yang terjadi dianggap oleh sebagian besar keluarga

dari tipologi duda sering sekali dilakukan untuk mengurangi stres (Lampiran 18),

sebaliknya bagi keluarga dari tipologi keluarga utuh dan janda upaya ini tidak pernah

dilakukan. Upaya melarikan diri dari permasalahan dengan merokok, tidur terlalu

lama, melemparkan permasalahan kepada orang lain dan hanyut dalam

permasalahan dianggap oleh sebagian besar keluarga tidak dapat membantu

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Menurut Folkman dan Lazarus (1985),

salah satu aspek kunci coping adalah upaya individu untuk menerima kenyataan

atau mengeliminir ketidakpuasan. Dengan kata lain, coping merupakan suatu usaha

positif dalam menghadapi suatu kondisi yang menyebabkan stres, sehingga pada

akhirnya dapat menciptakan harapan baru yang lebih nyata.

Suls dan Fletcher (1985) mengumpulkan berbagai hasil studi melalui meta-

analisis yang menjelaskan efek strategi coping escape-avoidance. Kesimpulan yang

diperoleh adalah strategi coping escape-avoidance hanya memberikan manfaat

dalam waktu pendek. Studi satu tahun yang dilakukan Holahan dan Moos (1987)

pada keluarga yang menggunakan pendekatan coping escape-avoidance

menunjukkan bahwa keluarga yang mengalami stres yang masuk kategori tinggi

selama intervensi adalah mereka yang cenderung menggunakan metode escape-

avoidance. Pada akhir studi, banyak keluarga yang mengalami gejala psychosomatic

seperti sakit kepala dan maag.

Korelasi antar Peubah Coping Strategi

Hasil analisis korelasi Spearman antar peubah coping strategi

mengindikasikan bahwa adanya hubungan positif nyata yang erat (rs=0,407) antara

strategi scoping berfokus pada masalah dan strategi coping berfokus pada emosi

(Tabel 55). Hal ini bermakna bahwa kedua jenis coping ini dilakukan secara

bersamaan oleh keluarga korban gempa dan tsunami. Fakta ini terlihat dengan

adanya hubungan positif nyata (p<0.01) antara plantful problem solving yang

tergolong ke dalam coping berfokus pada masalah dengan positive reappraisal dan

self controlling pada coping berfokus pada emosi. Coping seeking social support

Page 111: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

berhubungan positif nyata (p<0.01) dengan positive reappraisal, accepting

responsibility dan escape avoidance. Cooper dan Payne (1991) mengatakan bahwa

individu tidak hanya menggunakan satu strategi coping saja melainkan beberapa

strategi coping yang dinilai tepat dan sesuai dengan dirinya sendiri.

Tabel 55. Korelasi Spearman antar peubah coping strategi

Plantful Problem Solving

Confron-tatif

Coping

Seeking Social

Support

Positive Reap-praisal

Accenting Responsi-

bility

Distan-cing

Self Con-

trolling

Escape Avoi-dance

Coping Berfo-kus

pada Masa-lah

Coping Berfo-kus

pada Emosi

Plantful Problem Solving 1.000

Confrontatif Coping -0.127 1.000 Seeking Social

Support .198(*) 0.071 1.000 Positive

Reappraisal .219(**) -0.104 .304(**) 1.000 Accenting Responsi-

bility .177(*) 0.165 .436(**) .321(**) 1.000

Distancing 0.050 .256(**) -0.037 -0.075 0.165 1.000 Self

Controlling .280(**) 0.054 .375(**) 0.152 .320(**) .329(**) 1.000 Escape

Avoidance 0.096 0.081 .372(**) .306(**) .361(**) -0.081 .223(**) 1.000 Coping

Berfokus pada

Masalah .620(**) .386(**) .695(**) .233(**) .394(**) 0.127 .380(**) .286(**) 1.000 Coping

Berfokus pada Emosi 0.147 .182(*) .456(**) .519(**) .776(**) .416(**) .572(**) .526(**) .407(**) 1.000

Coping Total .432(**) .320(**) .669(**) .483(**) .701(**) .312(**) .554(**) .472(**) .787(**) .845(**)

Hubungan antara Tingkat Stres dan Strategi Coping Keluarga

Pada Tabel 56 disajikan sebaran keluarga berdasarkan strategi coping

berfokus pada masalah dan tingkat stres yang mengindikasikan adanya

kecenderungan coping berfokus pada masalah yang dilakukan keluarga tidak

dipengaruhi tinggi rendahnya stres dengan metode family inventory of life. Dalam hal

ini proporsi terbesar keluarga pada kedua kategori coping yakni rendah dan tinggi

terbesar pada stres minor.

Pada kategori tingkat stres metode Holmes dan Rahe, terlihat pola yang

menyebar pada kedua kategori coping, dimana pada keempat kategori stres, coping

yang dilakukan keluarga tidak terlalu dipengaruhi oleh tingkat stres. Pada coping

berfokus pada emosi terlihat pola yang tidak jauh berbeda dengan coping berfokus

pada masalah. Keluarga yang melakukan coping yang tergolong rendah maupun

tinggi ternyata mempunyai tingkat stres minor.

Page 112: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Tabel 56. Sebaran keluarga berdasarkan coping berfokus pada masalah dan Tingkat stres

Tingkat Stres

Coping Berfokus pada Masalah

Sedang Tinggi Total n % n % n %

Family Inventory of Life

Stres Minor 67 87.0 55 90.2 122 88.4 Stres Ringan 4 5.2 2 3.3 6 4.3

Stres Sedang 6 7.8 3 4.9 9 6.5

Stres Mayor/Berat 0 0.0 1 1.6 1 0.7 Total 77 100.0 61 100.0 138 100.0

Holmes dan Rahe

Stres Minor 28 36.4 16 26.2 44 31.9 Stres Ringan 13 16.9 10 16.4 23 16.7

Stres Sedang 31 40.3 31 50.8 62 44.9

Stres Mayor/Berat 5 6.5 4 6.6 9 6.5 Total 77 100.0 61 100.0 138 100.0

Hal ini sesuai dengan pembahasan sebelumnya yang mengindikasikan

hubungan yang sangat erat antara coping berfokus pada masalah dan emosi

sehingga tidak mengherankan bahwa pola yang sama akan terlihat bila strategi

coping dihubungkan dengan tingkat stres. Meskipun demikian, ada satu hal yang

dapat dicermati pada Tabel 57 yakni terdapat 44.9 persen keluarga yang melakukan

coping berfokus pada emosi seiring semakin tingginya tingkat stres dengan metode

Holmes dan Rahe. Data ini mencerminkan bahwa upaya coping berfokus pada

emosi dari keluarga yang mengalami kehilangan keluarga dekat akan lebih besar

dibandingkan keluarga yang tidak mengalami kejadian ini.

Tabel 57. Sebaran keluarga berdasarkan coping berfokus pada emosi dan tingkat stres

Tingkat Stres Coping Berfokus pada Emosi

Sedang Tinggi Total n % n % n %

Family Inventory of Life Stres Minor 101 89.4 21 84.0 122 88.4 Stres Ringan 4 3.5 2 8.0 6 4.3 Stres Sedang 8 7.1 1 4.0 9 6.5 Stres Mayor/Berat 0 0.0 1 4.0 1 0.7 Total 113 100.0 25 100.0 138 100.0 Holmes dan Rahe Stres Minor 41 36.3 3 12.0 44 31.9

Page 113: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Stres Ringan 20 17.7 3 12.0 23 16.7 Stres Sedang 47 41.6 15 60.0 62 44.9 Stres Mayor/Berat 5 4.4 4 16.0 9 6.5

Total 113 100.0 25 100.0 138 100.0

Keberfungsian Keluarga

Keluarga sebagai suatu sistem harus memelihara homeostasis. Homeostasis

diartikan sebagai suatu keadaan seimbang atau keseimbangan, atau disebut juga

equilibrium. Keseimbangan diperlukan oleh sebuah sistem agar semua komponen-

komponennya atau subsistem-subsistemnya yang saling berinteraksi, saling

ketergantungan dan saling mempengaruhi sehingga memungkinkan untuk

memperoleh dan memelihara identitasnya sehingga keluarga sebagai suatu sistem

harus dapat berfungsi.

Menurut Epstein, Bishop, dan Baldwin (Zeitlin et al., 1995) keluarga berfungsi

efektif bila dapat memecahkan masalah-masalah dengan mudah, sebaliknya tidak

efektif bila tidak dapat memecahkan beberapa masalah yang dihadapi. Keluarga

berfungsi efektif bila dapat berkomunikasi secara jelas dan langsung, memiliki

peranan yang jelas dan beralasan, serta akuntabilitas, mampu mengekspresikan

sejumlah emosi sepenuhnya, terlibat dalam kegiatan-kegiatan keluarga dengan

penuh empati, memiliki perhatian terhadap individu-individu anggota keluarga, serta

fleksibel dalam mengontrol perilaku.

Keberfungsian keluarga yang terlebih dahulu akan dibahas adalah komposit

skor fungsi ekspresif dan instrumental pasca gempa dan tsunami yang disebut

sebagai keberfungsian keluarga total. Secara umum masih ada 16.6 persen

keluarga tidak dapat melakukan perannya dengan baik, dan ini banyak terjadi pada

tipologi keluarga duda dan janda (Tabel 58). Rata-rata skor keberfungsian keluarga

total seluruh keluarga adalah 77.4 dengan skor tertinggi dijumpai pada tipologi

keluarga utuh 81.6, diikuti oleh tipologi keluarga janda dan duda yang hampir sama

yakni masing-masing 75.7 dan 75. Data yang diperoleh tersebut bermakna bahwa

pada tipologi keluarga utuh fungsi keluarga yang dilakukan melalui peran ayah dan

ibu telah dapat berjalan lebih baik dibandingkan kedua tipologi lainnya. Secara

statistik, hasil analisis anova menunjukkan perbedaan yang nyata dalam hal

keberfungsian keluarga antara ketiga tipologi keluarga, uji lanjut Duncan tidak

menghasilkan perbedaan antar tipologi.

Page 114: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Tabel 58. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori keberfungsian total

Kategori Keberfungsian Keluarga total

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 0 0 1 5 0 0 1 0.7 Sedang 14 13.6 4 20 4 26.7 22 15.9 Tinggi 89 86.4 15 75 11 73.3 115 83.3 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-Rata 81.6 (ac) 75 (bc) 75.7 9 (cab) 77.4 Standar deviasi 11.6 18.1 12.6 14.1 Minimum 35.9 20.5 48.7 20.5 Maksimum 100 94.9 94.9 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.046

Ket : * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata

Fungsi Ekspresif

Fungsi ekspresif keluarga berhubungan dengan pengembangan rasa kasih

sayang, rasa memiliki dan dimiliki, serta saling memberi dan menerima. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (91.3%) fungsi ekspresif keluarga

termasuk kategori tinggi dengan rata-rata 85.5 (Tabel 59). Rata-rata skor fungsi

ekspresif pada tipologi keluarga utuh lebih tinggi yakni 91.8 jika dibandingkan

dengan keluarga janda (85.9) dan keluarga duda (78.8). Hasil analisis anova

menunjukkan perbadaan fungsi ekspresif yang nyata antara ketiga tipologi keluarga.

Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa fungsi ekspresif tipologi keluarga utuh

berbeda dengan tipologi keluarga duda.

Pada Lampiran 19 yang berisi sebaran pernyataan fungsi ekspresif keluarga,

terlihat bahwa merencanakan untuk menambah anggota keluarga baru hanya ingin

dilakukan oleh kurang dari setengah contoh pada keluarga utuh dan hampir pada

semua pernyataan, lebih dari 80 persen keluarga menyatakan melakukan fungsi

ekspresif. Tipologi keluarga duda mempunyai kecenderungan persentasenya lebih

rendah melakukan fungsi ekspresif dibandingkan tipologi keluarga utuh dan janda.

Hal tersebut dapat dipahami bahwa fungsi ekspresif berhubungan dengan peran ibu,

sehingga keluarga duda merasa fungsi ini kurang mampu dilakukan secara

sempurna oleh ayah

Tabel 59. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori fungsi ekspresif

Kategori Keberfungsian Keluarga (ekspresif)

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 0 0 1 5 0 0 1 0.7

Page 115: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Sedang 5 4.9 4 20 2 13.3 11 8.0 Tinggi 98 95.1 15 75 13 86.7 126 91.3 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 Rata-Rata 91.8 (ac) 78.8 (bc) 85.9 (cba) 85.5 Standar deviasi 10.4 22.8 13.1 15.4 Minimum 41.2 11.8 58.8 11.8 Maksimum 100 100 100 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga 0.000

Ket : * huruf dalam kurung pada baris yang sama adalah analisis uji lanjut duncan; huruf yang berbeda berarti berbeda nyata

Fungsi Instrumental

Fungsi instrumental adalah fungsi yang berkaitan dengan pengadaan dan

pengalokasian sumberdaya yang terbatas untuk mencapai berbagai tujuan keluarga.

Secara umum, masih ada 37.7 persen keluarga yang kurang mampu melakukan

fungsi instrumental melalui peran ayah untuk memenuhi kebutuhan anggota

keluarga (Tabel 60). Rata-rata skor terendah untuk fungsi instrumental ini dijumpai

pada tipologi keluarga janda yaitu 67.9 dan tertinggi pada keluarga utuh. Secara

statistik tidak ada perbedaan yang nyata diantara ketiga tipologi keluarga dalam hal

fungsi instrumental keluarga. Tidak maksimalnya fungsi instrumental dilakukan pada

keluarga janda dikarena fungsi ini umumnya diperankan oleh ayah/suami.

Sepeninggal suami akibat gempa dan tsunami peran pencari nafkah yang biasa

dilakukan oleh suami diambil alih oleh istri untuk memenuhi kebutuhan anggota

keluarganya. Seorang istri akan mengalami kesulitan melakukan peran ini yang

sebelumnya tidak pernah dilakukan. Pada Lampiran 20 disajikan pernyataan fungsi

intrumental keluarga. Terdapat beberapa item pernyataan fungsi instrumental yang

persentasenya lebih rendah dibandingkan pernyataan lainnya pada ketiga tipologi

keluarga yakni selain pekerjaan tetap, juga memiliki pekerjaan sampingan, keluarga

memiliki asuransi untuk kesehatan, keluarga memiliki asuransi untuk pendidikan

nggota keluarga ke depan dan memutuskan untuk membeli barang berharga.

Tabel 60. Statistik dan sebaran keluarga menurut kategori fungsi instrumental

Kategori Skor fungsi instrumental keluarga

Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138) n % n % n % n %

Rendah 2 1.9 1 5 0 0 3 2.2 Sedang 34 33 7 35 8 53.3 49 35.5 Tinggi 67 65 12 60 7 46.7 86 62.3 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

Page 116: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Rata-Rata 73.7 72 67.9 71.2 Standar deviasi 17.3 20.4 18.6 18.8 Minimum 22.7 27.3 40.9 22.7 Maksimum 100 100 100 100.0 Analisis Anova antar tipologi keluarga

0.498

Hubungan antara Coping dan Keberfungsian Keluarga

Pada Tabel 61 disajikan sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan

fungsi ekspresif yang mengindikasikan adanya kecenderungan tidak ada pola yang

terlalu ekstrim. Fungsi ekspresif keluarga pasca gempa dan tsunami hampir sama

pada ketiga kategori coping baik pada coping berfokus pada masalah maupun

berfokus pada emosi. Data yang dapat dicermati adalah persentase yang cukup

tinggi dari keluarga dengan fungsi ekspresif tinggi sebagai hasil dari upaya coping

berfokus pada emosi yang sedang.

Tabel 61. Sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan fungsi ekspresif

Coping Fungsi Ekspresif

Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n %

Berfokus pada Masalah Sedang 1 100.0 6 54.5 70 55.6 77 55.8 Tinggi 0 0.0 5 45.5 56 44.4 61 44.2 Total 1 100.0 11 100.0 126 100.0 138 100.0 Berfokus pada Emosi Sedang 1 100.0 6 54.5 106 84.1 113 81.9 Tinggi 0 0.0 5 45.5 20 15.9 25 18.1 Total 1 100.0 11 100.0 126 100.0 138 100.0

Data pada Tabel 62 dapat memberikan satu kesimpulan bahwa umumnya

coping berfokus pada masalah dan emosi keluarga pasca gempa dan tsunami tidak

secara serta merta mengakibatkan tingginya fungsi instrumental keluarga. Terdapat

proporsi yang merata pada keluarga dengan fungsi instrumental yang sedang

maupun tinggi dengan sedangnya coping berfokus pada masalah dan emosi yang

dilakukan keluarga pasca gempa dan tsunami. Untuk melihat lebih jelas pengaruh

coping terhadap keberfungsian keluarga dapat ditelaah pada bagian analisi

pengaruh.

Page 117: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Tabel 62. Sebaran keluarga berdasarkan jenis coping dan fungsi instrumental

Coping Fungsi Instrumental

Rendah Sedang Tinggi Total n % n % N % n %

Berfokus pada Masalah Sedang 3 100.0 27 62.8 47 51.1 77 55.8 Tinggi 0 0.0 16 37.2 45 48.9 61 44.2 Total 3 100.0 43 100.0 92 100.0 138 100.0 Berfokus pada Emosi Sedang 3 100.0 39 90.7 71 77.2 113 81.9 Tinggi 0 0.0 4 9.3 21 22.8 25 18.1 Total 3 100.0 43 100.0 92 100.0 138 100.0

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Coping Keluarga

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh tingkat

stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping terhadap coping berfokus pada

masalah keluarga pasca gempa dan tsunami (Tabel 63). Nilai R2 yang diperoleh

adalah sebesar 0.2644 artinya pengaruh tingkat stres, masalah keluarga dan

sumberdaya coping terhadap coping berfokus pada masalah adalah 26.44 persen,

sisanya yakni 73.56 persen adalah pengaruh variabel lain diluar penelitian.

Tabel 63. Coping berfokus pada masalah sebagai peubah tidak bebas dengan tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas

Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang Konstanta 76.01058148 Masalah kesehatan 0.12998797 0.0912 0.0912 0.0008 Stres Kognitif -0.15750541 0.0508 0.1420 0.0096 Dukungan sosial -0.10986383 0.0626 0.2046 0.0031 D1 -9.57078617 0.0341 0.2386 0.0252 D2 -4.73526717 0.0257 0.2644 0.0483

Ada lima variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap strategi coping

berfokus pada masalah yakni masalah kesehatan, stres kognitif, dukungan sosial,

tipologi janda dan tipologi duda. Adapun variabel yang paling tinggi pengaruhnya

diantara kelima variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah masalah

kesehatan yakni 9.1 persen.

Masalah kesehatan memberikan pengaruh positif nyata terhadap coping

berfokus pada masalah artinya ada kecenderungan meningkatnya masalah

kesehatan akan membuat keluarga melakukan tindakan yang diarahkan kepada

pemecahan masalah. Keluarga yang bermasalah dengan kesehatan akan

Page 118: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

melakukan upaya pengobatan dengan mengunjungi pusat pelayanan kesehatan dan

jika memerlukan biaya dapat diperoleh dengan cara meminjam. Permasalahan

kesehatan yang dialami menuntut tindakan nyata dan keluarga menilai masalah

yang dihadapinya masih dapat dikontrol dan dapat diselesaikan melalui upaya

konstruktif. Coping ini terlihat pula pada hasil penelitian Ninno et al. (1998) yang

memperlihatkan strategi coping berpusat pada masalah yang digunakan

rumahtangga dalam mengatasi masalah kekurangan pangan akibat banjir besar di

Bangladesh yaitu: (1) melakukan pinjaman/berhutang pada bank; (2) membeli

makanan dengan kredit; (3) mengubah perilaku makan; dan (4) menjual aset yang

masih dimiliki.

Tingkat stres kognitif berpengaruh negatif nyata terhadap coping berfokus

pada masalah yang bermakna semakin tinggi tingkat stres kognitif akan semakin

rendah upaya coping berfokus pada masalah yang dilakukan keluarga. Hal ini

mengindikasikan bahwa tingginya tingkat stres kognitif membuat keluarga tidak

dapat berpikir dengan jernih, tidak bisa konsentrasi dalam bekerja atau mencari

pemecahan masalahnya.

Dukungan sosial berpengaruh negatif nyata terhadap coping berfokus pada

masalah menunjukkan bahwa keluarga dengan dukungan sosial yang tinggi

cenderung kurang melakukan coping berfokus pada masalah. Hal ini

mengindikasikan bahwa dengan banyak bantuan yang diterima, membuat keluarga

menjadi kurang berusaha untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Untuk

sementara waktu, bantuan yang diterima keluarga sangat terbantu, tetapi dalam

waktu yang lama akan mempersulit keluarga itu sendiri, membuat keluarga sangat

tergantung kepada orang lain dan tidak mampu berdiri sendiri. Di lain pihak bantuan

yang diterima sangat membantu keluarga-keluarga yang pendapatannya tidak cukup

untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hasil temuan di lapangan menunjukkan

bahwa satu tahun pasca gempa dan tsunami bantuan diberikan kepada semua

masyarakat yang menjadi korban, namun 1.5 tahun pasca tsunami bantuan mulai

berkurang dan hanya diberikan pada keluarga yang benar-benar membutuhkan.

Tipologi keluarga duda dan janda juga berpengaruh negatif nyata terhadap

coping berfokus pada masalah, artinya status kepala keluarga sebagai duda dan

janda cenderung kurang melakukan coping berfokus pada masalah. Kedua tipologi

keluarga ini mengalami ketimpangan struktur keluarga dengan hilangnya kepala

Page 119: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

keluarga pada tipologi janda dan ibu rumah tangga pada keluarga duda sehingga

membuat upaya penyelesaian masalah tidak dapat dilakukan dengan maksimal.

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh tingkat

stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping terhadap coping berfokus pada

emosi. Nilai adjusted R2 yang diperoleh adalah sebesar 0.2445 persen, artinya

pengaruh tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping terhadap coping

berfokus pada emosi adalah 24.45 persen, sisanya yakni 75.55 persen adalah

pengaruh variabel di luar penelitian (Tabel 64).

Tabel 64. Coping berfokus pada emosi sebagai peubah tidak bebas dengan

tingkat stres, masalah keluarga dan sumberdaya coping sebagai peubah bebas

Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang Konstanta 86.92638883 Kepribadian 0.29681547 0.1412 0.1412 0.0001 Dukungan sosial -0.12870525 0.0462 0.1874 0.0111 Umur kepala keluarga 0.34686839 0.0305 0.2140 0.0499 Jumlah anggota keluarga

1.63843430 0.0266 0.2445 0.0333

Ada empat variabel yang secara nyata berpengaruh terhadap strategi coping

berfokus pada emosi yakni kepribadian, dukungan sosial, umur kepala keluarga dan

jumlah anggota keluarga. Hal ini sejalan dengan pendapat Sussman dan Steinmetz

(1988), strategi coping individu dipengaruhi oleh latar belakang budaya,

pengalaman, lingkungan, kepribadian, konsep diri dan faktor sosial. Menurut

Lazarus dan Folkman (1988b) coping berfokus pada emosi cenderung dilakukan bila

individu merasa tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan hanya dapat

menerima situasi tersebut karena sumberdaya yang dimiliki tidak cukup untuk

menghadapi tuntutan sosial. Hasil wawancara di lapangan menunjukkan bahwa

coping berfokus pada emosi yang dilakukan oleh keluarga karena ketidakmampuan

mereka untuk berbuat atau bekerja, sehingga mereka lebih banyak mengharapkan

belas kasihan dan bantuan dari orang lain. Adapun variabel yang paling tinggi

pengaruhnya diantara keempat variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah

kepribadian yakni 14.12 persen.

Kepribadian berpengaruh positif nyata terhadap coping berfokus pada emosi

keluarga yang bermakna semakin ekstrovert kepribadian yang dimiliki keluarga akan

membuat upaya coping yang berfokus pada emosi akan semakin tinggi. Hal ini dapat

dipahami karena orang yang ekstrovert akan lebih mampu melakukan coping

Page 120: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

mengedepankan coping emosi. Strategi coping ditentukan oleh karakteristik yang

melekat pada individu, seperti ciri kepribadian (Bolger & Zuckerman, 1995; Costa,

Somerfield, & McCrae, 1996; Hewitt & Flett, 1996).

Dukungan sosial berpengaruh negatif nyata terhadap coping berfokus pada

emosi artinya semakin tinggi dukungan sosial yang diperoleh keluarga akan

membuat upaya coping yang berfokus pada emosi akan semakin rendah. Hal ini

memberikan suatu pengertian bahwa dukungan sosial yang diterima dapat

mengurangi upaya keluarga untuk melakukan berbagai hal yang bersifat positif,

seperti tidak mau mengembangkan diri, kurang melibatkan diri dalam permasalahan

yang dihadapi dan kurang mau mengendalikan diri baik dalam sikap maupun

tindakan. Namun demikian dukungan sosial juga dapat mengurangi tindakan-

tindakan yang bersifat negatif.

Umur kepala keluarga berpengaruh positif nyata terhadap coping berfokus

pada emosi, ini bermakna semakin tua umur kepala keluarga akan membuat

keluarga lebih melakukan upaya coping yang berfokus pada emosi. Hal ini dapat

dimengerti karena ada kecenderungan semakin tua umur seseorang akan membuat

ia lebih mengedepankan aspek spritual ataupun yang berkaitan dengan faktor emosi

yang positif dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.

Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif nyata terhadap coping berfokus

pada emosi, maksudnya jumlah anggota keluarga yang semakin besar akan

membuat upaya coping yang berfokus pada emosi akan semakin tinggi. Hal ini dapat

dipahami karena dengan banyaknya anggota keluarga yang selamat dari gempa dan

tsunami membuat keluarga lebih mendekatkan diri kepada sang Pencipta dan

bersyukur atas keselamatan mereka dari gempa dan tsunami.

Pengaruh Sumberdaya Coping, Masalah Keluarga dan

Strategi Coping terhadap Keberfungsian Keluarga

Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh

sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping terhadap fungsi ekspresif

keluarga pasca gempa dan tsunami (Tabel 65). Ada empat variabel yang

berpengaruh secara nyata terhadap fungsi ekspresif keluarga yakni tingkat

pendidikan KK, masalah rumah, konsep diri dan jumlah anggota keluarga. Nilai

adjusted R2 yang diperoleh sebesar 0.4358, artinya pengaruh sumberdaya coping,

masalah keluarga dan strategi coping terhadap fungsi ekspresif keluarga pasca

gempa dan tsunami adalah 43.58 persen, sisanya yakni 56.42 persen adalah

Page 121: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

pengaruh variabel lain di luar model. Adapun variabel yang paling tinggi

pengaruhnya diantara sembilan variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah

tingkat pendidikan KK yakni 27.33 persen.

Tingkat pendidikan KK berpengaruh positif terhadap fungsi ekspresif

keluarga dapat berarti semakin tinggi pendidikan KK maka perannya akan semakin

tinggi dalam keberlangsungan fungsi ekspresif keluarga. Kepala keluarga yang

berpendidikan tinggi lebih dianggap lebih memahami dan menjalankan fungsi

ekspresif baik secara langsung maupun melalui transfer pengetahuan kepada istri.

Tabel 65. Fungsi ekspresif keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping

sebagai peubah bebas

Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang Konstanta 20.75287812 Tingkat pddk KK 0.59031062 0.2733 0.2733 0.0001 Masalah Rumah -0.09609684 0.0658 0.3391 0.0126 Konsep diri 0.20922815 0.0606 0.3997 0.0128 Jumlah anggota keluarga 1.72770310 0.0361 0.4358 0.0471

Masalah rumah berpengaruh negatif terhadap fungsi ekspresif keluarga

dapat berarti semakin besar masalah rumah yang dihadapi keluarga akan dapat

mengganggu fungsi ekspresif keluarga. Rumah yang tidak memadai dan tidak

kondusif dapat berpengaruh pada hubungan antar anggota keluarga dan pada

akhirnya berdampak pada tidak berjalannya fungsi ekspresif.

Konsep diri berpengaruh positif terhadap fungsi ekspresif keluarga dapat

berarti semakin positif konsep diri contoh maka fungsi ekspresif dalam keluarga akan

dapat berjalan dengan baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Maramis (1998),

konsep diri yang baik akan menghasilkan hubungan yang baik pula dengan orang

lain.

Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif nyata terhadap fungsi ekspresif

keluarga yang bermakna jumlah anggota keluarga yang semakin besar mampu

mendorong fungsi ekspresif keluarga berjalan dengan baik. Ikatan diantara keluarga

yang selamat dari bencana akan semakin erat dibandingkan sebelum bencana yang

menimbulkan fungsi afektif, rasa memiliki dan dimiliki, serta saling memberi dan

menerima semakin kuat pula.

Analisis regresi linier berganda menunjukkan adanya pengaruh sumberdaya

coping, masalah keluarga dan strategi coping terhadap fungsi instrumental keluarga

Page 122: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

pasca gempa dan tsunami. Ada 7 variabel yang berpengaruh secara nyata terhadap

fungsi instrumental keluarga yakni seeking social support, tingkat kesehatan KK,

confrontatif, planful problem solving, jumlah anggota keluarga, masalah pendidikan

dan masalah pakaian. Nilai adjusted R2 yang diperoleh adalah sebesar 0.3683,

artinya pengaruh sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping

terhadap fungsi instrumental keluarga pasca gempa dan tsunami adalah 36.83

persen, sisanya yakni 63.17 persen adalah pengaruh variabel lain di luar penelitian

(Tabel 66). Adapun variabel yang paling tinggi pengaruhnya diantara keenam

variabel yang berpengaruh secara signifikan adalah yakni seeking social support

12.73 persen.

Tabel 66. Fungsi instrumental keluarga sebagai peubah tidak bebas dengan sumberdaya coping, masalah keluarga dan strategi coping

sebagai peubah bebas

Variabel Koefisien R2 Parsial R 2 Model Peluang Konstanta -8.11036667 Seeking social support 0.38616450 0.1273 0.1273 0.0001 Tingkat kesehatan KK 0.30033987 0.0629 0.1902 0.0032 Confrontatif 0.20319866 0.0525 0.2427 0.0054 Planful Problem Solving 0.18628526 0.0324 0.2751 0.0254 Jumlah anggota Keluarga 0.00000004 0.0364 0.3114 0.0156 Masalah pendidikan 0.11491817 0.0311 0.3425 0.0227 Masalah pakaian 0.09746892 0.0257 0.3683 0.0348

Seeking social support berpengaruh positif nyata terhadap fungsi

instrumental artinya upaya keluarga untuk melakukan coping dengan mencari

dukungan dari pihak luar, baik berupa informasi, bantuan nyata, maupun dukungan

emosional membuat fungsi instrumental keluarga dapat berjalan dengan baik.

Menurut Caplan (Friedman, 1998), mencari pendukung sosial dalam jaringan kerja

sosial keluarga merupakan strategi coping keluarga eksternal yang utama.

Pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan keluarga, kelompok

profesional, para tokoh masyarakat dan lain-lain yang didasarkan pada kepentingan

bersama.

Menurut Caplan (Friedman, 1998), terdapat tiga sumber dukungan sosial

yaitu penggunaan jaringan dukungan sosial informal, penggunaan sistem sosial

formal, dan penggunaan kelompok-kelompok mandiri. Penggunaan jaringan sistem

dukungan sosial informal yang biasanya diberikan oleh kerabat dekat dan tokoh

masyarakat. Penggunaan sistem sosial formal dilakukan oleh keluarga ketika

keluarga gagal untuk menangani masalahnya sendiri, maka keluarga harus

Page 123: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

dipersiapkan untuk beralih kepada profesional bayaran untuk memecahkan masalah.

Penggunaan kelompok mandiri sebagai bentuk dukungan sosial dapat dilakukan

melalui organisasi.

Tingkat kesehatan kepala keluarga berpengaruh positif nyata terhadap fungsi

instrumental yang bermakna semakin tinggi tingkat ksehatan kepala keluarga

sebagai pencari nafkah keluarga maka fungsi instrumental keluarga akan semakin

baik. Hal ini dapat dipahami karena kesehatan yang lebih baik akan membuat kepala

keluarga mampu melakukan tugasnya dengan lebih baik dan berupaya mencari

peluang-peluang untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Coping Confrontative yang dilakukan keluarga berpengaruh positif nyata

terhadap fungsi instrumental, hal ini bermakna semakin tinggi upaya keluarga untuk

bereaksi dalam mengubah keadaan yang dapat menggambarkan tingkat resiko yang

harus diambil membuat fungsi instrumental keluarga semakin baik. Hal ini dapat

dipahami apalagi dengan besarnya bencana yang terjadi membuat keluarga harus

melakukan coping confrontative untuk keberlangsungan fungsi instrumental

keluarga.

Plantful problem solving berpengaruh positif nyata terhadap fungsi

instrumental keluarga yang bermakna upaya keluarga dalam bereaksi dengan

melakukan usaha-usaha tertentu yang bertujuan untuk mengubah keadaan, diikuti

pendekatan analitis dalam menyelesaikan masalah membuat fungsi instrumental

keluarga semakin baik. Upaya coping yang dilakukan dengan menganalisis

permasalahan keluarga secara bersama-sama dapat membentuk hubungan yang

efektif dalam suatu ikatan moral yang kuat yang dapat membimbing anggota

keluarga untuk bekerja sama secara kooperatif dalam keluarga yang terintegrasi

(Slater, 1974).

Jumlah anggota keluarga berpengaruh positif nyata terhadap fungsi

instrumental keluarga yang bermakna jumlah anggota keluarga yang semakin besar

mampu mendorong fungsi instrumental keluarga berjalan dengan baik. Dengan

anggota keluarga yang lebih lengkap, maka fungsi instrumental keluarga seperti

hubungan kekeluargaan tetap terjalin dengan baik pasca gempa dan tsunami dan

peran anggota keluarga dalam menjaga keberlangsungan keluarga dapat tetap

berjalan dengan baik.

Masalah pendidikan dan pakaian berpengaruh positif nyata terhadap fungsi

instrumental keluarga yang bermakna semakin banyak masalah pendidikan dan

Page 124: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

masalah pakaian yang dialami keluarga justru membuat fungsi instrumental keluarga

semakin baik. Adanya masalah pendidikan dan pakaian yang dialami keluarga justru

lebih mendorong peran instrumental sebagai pencari nafkah untuk kelangsungan

hidup seluruh anggota keluarga.

Page 125: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

PEMBAHASAN UMUM Bencana yang menimpa umat manusia bisa berupa bencana alam maupun

bencana akibat perilaku manusia. Bancana gempa dan tsunami salah satu dari

bencana alam. Bencana akibat perilaku manusia seperti pengundulan hutan yang

mengakibatkan banjir dan tanah longsor, selain itu bencana yang diakibatkan oleh

konflik yang berkepanjangan. Respon terhadap kedua jenis bencana tersebut

kemungkinan besar tidaklah sama.

Di Nanggroe Aceh Darussalam telah terjadi dua bencana sekaligus baik

bencana alam maupun bencana yang diakibatkan konflik bersenjata, kedua bencana

tersebut telah banyak menelan korban jiwa. Dalam penelitian ini lebih difokuskan

pada korban bencana alam yang diakibatkan oleh gempa dan tsunami pada tanggal

26 Desember 2004. Kota Banda Aceh merupakan salah satu daerah yang tertimpa

bencana alam, tetapi tidak terkena bencana yang diakibatkan oleh konflik

bersenjata.

Bencana gempa dan tsunami menyisakan berbagai persoalan baikditingkat

pusat maupun daerah. Pada level keluarga persoalan yang dihadapi antara lain

masalah pangan, kesehatan, pendidikan, perumahan, pakaian (sandang) dan

masakah pekerjaan/pendapatan. Pada awal terjadinya bencana masalah pangan

dialami hampir semua keluarga korban bahkan hampir seluruh masyarakat Banda

Aceh. Hal ini dikarenakan persediaan makanan di lokasi bencana terbatas dan juga

transfortasi yang terputus sehingga pasokan pangan dari daerah lain terhenti.

Beberapa hari setelah terjadi bencana bantuan pangan mulai berdatangan, sehingga

beberapa bulan pasca bencana banyak keluarga yang masih menerima bantuan

berupa beras, lauk pauk, minyak goreng, mie instan, gula pasir dan bantuan lainnya

yang bisa dikonsumsi. Selain itu keluarga juga menerima uang tunai Rp

90.000/orang/bulan. Kebutuhan pangan keluarga saat itu sangat tergantung kepada

bantuan orang lain.

Saat penelitian ini berlangsung yaitu 1.5 tahun pasca tsunami bantuan

pangan mulai berkurang dan hanya diprioritaskan kepada anak yatim dan orang-

orang yang benar-benar tidak mampu, sehingga masalah pangan mulai dirasakan

kembali oleh sebagian keluarga. Hasil temuan di lapangan masih ada 5.1 persen

keluarga yang mengalami masalah dengan pangan. Angka ini memang relatif kecil

jika dibandingkan dengan bencana yang luar biasa. Ada beberapa alasan mengapa

Page 126: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

masalah pangan tidak begitu dirasakan oleh sebagian keluarga antara lain karena

banyaknya bantuan yang diterima. Selain itu kondisi kehidupan keluarga saat

sebelum bencana tidak termasuk dalam katagori penduduk miskin, terbukti sebagian

besar keluarga masih memiliki aset yang masih bisa dijual untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

Masalah kesehatan setelah 1.5 tahun pasca tsunami hanya dialami oleh

sebagian kecil (7.2%) keluarga. Hal ini disebabkan karena masih adanya posko-

posko kesehatan yang menyediakan pengobatan gratis bagi keluarga korban yang

mengalami masalah kesehatan. Untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi

masyarakat luas di Kota Banda Aceh pasca tsunami, beberapa rumah sakit besar,

puskesmas, puskesmas pembantu dan klinik kesehatan telah mengalami perbaikan

baik dari segi fisiknya, penambahan tenaga medis dan perbaikan anministrasi. Kalau

diperhatikan secara tipologi, masalah kesehatan lebih tinggi dialami oleh keluarga

duda jika dibandingkan dengan keluarga utuh dan janda, ini disebabkan karena

pada keluarga duda masalah pengasuhan dan perawatan kesehatan lainnya

merupakan hal baru yang harus ditangani sendiri, dimana sebelumnya masalah ini

ditangani oleh istri.

Masalah lain yang dialami oleh sebagian besar keluarga di Aceh adalah

masalah pendidikan yang mengalami penderitaan ganda. Pertama, sistem

pendidikan lumpuh karena konflik politik dan kekerasan bersenjata mengorbankan

warga sipil dan anak-anak. Kedua, krisis karena bencana alam yang

menghancurkan sarana pendidikan dan tenaga pendidik. Membangun kembali

prasarana dan sarana pendidikan pasca-bencana disatu sisi memberi semacam

keuntungan berupa kesempatan membangun kembali sistem pendidikan yang

menghindari kelemahan dan kesalahan di masa lalu, menciptakan sistem pendidikan

yang menghargai harkat kemanuasiaan, menciptakan solidaritas dan harmoni yang

memecah akar-akar konflik politik. Demikian juga merupakan sebuah kesempatan

untuk merekonseptualisasi kurikulum dan metode dalam kerangka jangka panjang

berdasar kebutuhan nyata siswa, termasuk memperkuat sistem formasi pengajar

dengan memberi berbagai macam pelatihan yang dibutuhkan. Secara tipologi

masalah pendidikan lebih banyak dialami oleh keluarga janda karena ketiadaan

orang yang mencari nafkah untuk keperluan pendidikan.

Namun demikian satu hal yang cukup membanggakan bagi masyarakat Aceh

saat ini yaitu perhatian PEMDA dengan memberikan pendidikan gratis mulai dari TK

Page 127: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

sampai SLTA. Dengan adanya kebijakan ini diharapkan semua anak-anak usia

sekolah dapat mengikuti wajib belajar 9 tahun. Di samping itu, banyak beasiswa

yang diberikan kepada mahasiswa yang sedang mengikuti pendidikan baik di Aceh

maupun luar Aceh mulai dari Diploma sampai Program Doktor (S3).

Masalah perumahan/tempat tinggal dialami hampir semua korban, karena

keluarga tinggal di tenda atau barak pengungsian yang kondisinya tidak memenuhi

standar kesehatan. Di barak ruangan yang disiapkan hanya satu ruangan yang

berukuran 4x4 meter persegi yang harus dihuni untuk satu keluarga. Semua aktivitas

harus dilakukan dalam satu ruangan tanpa ada pembatas. Di samping itu juga tidak

tersedianya MCK yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan sehari-hari. Untuk

mengatasi permasalahan perumahan yang dialami sebagian besar keluarga di Kota

Banda Aceh, BRR berusaha membangun kembali rumah-rumah penduduk yang

hancur, namun usaha itu belum seluruhnya terpenuhi, karena terkendala dengan

permasalahan hak kepemilikan tanah. Banyak sertifikat yang hilang sehingga

menyulitkan penetaan kembali tanah-tanah penduduk yang pemiliknya hilang. Di

samping itu, masalah pembangunan rumah juga pada awal pelaksanaannya tidak

melibatkan masyarakat setempat, pembangunan dilakukan oleh para kontraktor dan

buruh bangunan dari luar Aceh. Masyarakat setempat menjadi penonton di negeri

sendiri tanpa bisa berbicara sepatahpun dan dipaksa untuk menerima apa adanya.

Banyak rumah yang sudah siap, tetapi tidak layak untuk ditempati, tidak memiliki

MCK, berlantaikan tanah dan tidak memiliki kamar. Secara tipologi masalah

perumahan lebih banyak dialami oleh keluarga utuh jika dibandingkan dengan

keluarga duda dan janda, ini dikarenakan pada keluarga utuh kehidupan keluarga

sedikit berbeda, sehingga barak yang hanya disediakan satu ruangan dirasakan

sangat tidak memadai.

Awal terjadinya bencana masalah pakaian merupakan masalah besar, namun

beberapa hari kemudian hal tersebut dapat segera diatasi karena banyaknya

bantuan. Pada saat penelitian ini dilakukan masalah pakaian ini tidak menjadi suatu

permasalahan yang besar, karena banyaknya bantuan pakaian yang diterima

keluarga. Selain itu bagi keluarga yang kehidupannya biasa-biasa saja pakaian

bukanlah hal pokok yang harus selalu terpenuhi untuk berbagai kesempatan.

Pakaian baru hanya dibeli pada saat-saat tertentu saja misalnya saat lebaran.

Saat ini yang menjadi satu permasalahan besar adalah masalah pekerjaan.

Hilangnya pekerjaan berarti tidak memilki pendapatan untuk memenuhi kebutuhan

Page 128: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

keluarga sehari-hari, hal ini dapat mempengaruhi tingkat stres keluarga. Saat

penelitian ini berlangsung ada 10.1 persen keluarga kehilangan pekerjaan yang

dikarenakan tidak memiliki modal untuk usaha, kehilangan peralatan untuk ke laut

bagi para nelayan dan hancurnya tambak. Banyak upaya yang telah dilakukan oleh

pemerintah dan LSM untuk mengatasi masalah pekerjaan ini misalnya memberikan

pinjaman modal usaha, memberikan bantuan perahu dan menata kembali tambak-

tambak penduduk yang hancur. Di samping itu juga banyak dilakukan pelatihan

untuk membantu para remaja yang tidak melanjutkan pendidikan, ibu-ibu yang tidak

bekerja dengan tujuan agar para remaja dan ibu-ibu memiliki keterampilan dan

dapat bekerja untuk meningkatkan penghasilan keluarga. Secara tipologi masalah

pekerjaan lebih banyak dialami oleh keluarga janda. Ini disebabkan keluarga janda

harus bekerja sendiri untuk menggantikan suami mencari nafkah untuk memenuhi

kebutuhan keluarga.

Tingkat Stres Keluarga

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan keberhasilan program

pembangunan di Aceh saat ini, adalah faktor psikologi dan sosiologi masyarakat

Aceh agar bisa keluar dari trauma kehilangan keluarga dan harta untuk masuk ke

dalam kehidupan yang penuh harapan akan masa depan yang lebih baik. Sikap ini

juga harus didukung oleh semangat solidaritas dan rasa senasib sepenanggungan

kita semua untuk membangun Aceh kembali.

Banyak permasalahan yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami

yang tidak dapat diselesaikan dapat menimbulkan stres. Kemampuan individu dalam

melakukan tindakan yang kongkrit dan membuat suatu keputusan yang dapat

memberikan hasil yang menyenangkan, serta menghindari diri dari situasi yang

menyulitkan. Hasil penelitian menunjukkan rendahnya tingkat stres yang dialami

keluarga setelah 1 tahun pasca bencana diperlihat dari gejala-gejala stres yang

dialami keluarga relatif kecil baik secara fisik, psikis, kognitif dan perilaku.

Rendahnya tingkat stres tidak berarti telah melupakan semua peristiwa yang pernah

dialami. Peristiwa itu tidak pernah terlupakan seumur hidup, tetapi masyarakat Aceh

umumnya dapat menerima segala sesuatu yang sudah kehendak Yang Maha Kuasa

siapapun tidak dapat menyangkalnya.

Pengukuran tingkat stres dengan menggunakan pendekatan Family

Inventory of Life dalam penelitian ini tidak dapat menggungkap tingkat stres yang

Page 129: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

dialami kepala keluarga yang disebabkan oleh mata-mata peristiwa yang lalu,

karena gejala-gejala yang dirasakan sekarang sebagai penyebab stres sudah tidak

dirasakan lagi oleh sebagian besar kepala keluarga, sehingga tingkat stres yang

diperlihatkan menjadi rendah, namun dengan menggunakan alat ukur yang

dikembangkan oleh Holmes dan Rahe mampu mengungkap tingkat stres sebagai

akibat peristiwa masa lalu, karena di dalam instrumen tersebut tercantum butir-butir

yang menyebabkan stres seperti kehilangan pasangan, kehilangan aset, kematian

keluarga dekat, perubahan kondisi keuangan dan kematian teman dekat, perubahan

tempat tinggal dan lain sebagainya adalah sesuatu hal yang masih dapat memicu

stres keluarga dengan skor yang telah ditentukan, sehingga satu tahun pasca

gempa dan tsunami stres kepala keluarga masih tetap dirasakan.

Secara tipologi, kematian pasangan merupakan penyebab stres terbesar

yang dirasakan oleh keluarga duda dan janda, tetapi pada keluarga utuh penyebab

stres terbesar adalah kehilangan aset. Temuan ini diperkuat oleh Darmaningtyas

(2005) yang menyatakan bahwa kematian merupakan dimensi utama kehilangan

dan merupakan kejadian paling traumatis yang dialami oleh seorang individu. Stres

paling berat yang dirasakan orang dewasa adalah karena kehilangan orang-orang

dekat yang dicintai sekaligus kehilangan rumah dan harta benda. Lebih lanjut

Freedy, Saladin, Kilpatrick, Resnick, dan Saunders (1994) dalam penelitiannya

menemukan bahwa kehilangan sumberdaya adalah prediktor yang lebih penting dari

stres psikologi dibandingkan ancaman hidup yang dirasakan 4-7 bulan setelah

gempa Sierra Madre (Los Angeles County, California, 1991).

Strategi Coping

Keadaan stres yang dialami seseorang akan menimbulkan efek yang kurang

menguntungkan baik secara fisiologis maupun psikologis. Setiap individu tidak akan

membiarkan efek-efek negatif itu terus terjadi, ia akan melakukan suatu tindakan

untuk mengatasi permasalahan yang disebut dengan coping. Respon coping

individu itu akan diolah sedemikian rupa, sehingga menghasilkan suatu perilaku

coping dengan tujuan: (1) mengurangi bahaya dari lingkungan sekitar: (2) mengatur

dan bertahan pada realitas yang ada; (3) memelihara self-image yang positif; (4)

mengatur keseimbangan emosi dan (5) membina hubungan baik dengan pihak lain

(Lazarus, 1993).

Page 130: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Pada dasarnya, manusia melakukan perilaku coping dengan tujuan untuk

keluar dari situasi yang tidak menyenangkan dan mengembalikan fungsi psikologis

(menstabilkan atau menetralisir kembali keadaan yang mengganggu). Tingkah laku

ini timbul dari sejumlah tahap, pertama menilai sumber stres yang dihadapi serta

sumber-sumber yang dimiliki untuk mengatasinya dan kemudian baru bertindak.

Penilaian terhadap suatu situasi tidak dapat digeneralisasikan sama pada semua

individu. Setiap individu mempunyai respon yang berbeda terhadap suatu sumber

stres (termasuk sumber stres yang sama). Situasi tertentu dapat dapat dinilai

sebagai ancaman atau sebagai tantangan tergantung pada pengalaman individu

yang bersifat internal dan eksternal. Berdasarkan penilaian tersebut akan terjadi

perilaku yang sesuai dengan penilaian tersebut, Misalnya masalah pangan yang

dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami dinilai dapat mengakibat kebutuhan

gizi keluarga dapat terganggu, maka masalah ini harus segera dicarikan jalan

keluarnya.

Untuk mengatasi masalah yang dihadapi, keluarga melakukan berbagai

coping strategi baik yang berfokus pada masalah dan berfokus pada emosi. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa hanya 44.2 persen keluarga melakukan strategi

coping yang berfokus pada masalah yang tergolong tinggi. Upaya keluarga

mengatasi permasalahan yang dihadapi melalui strategi coping berfokus pada

masalah yang paling banyak dilakukan adalah merubah gaya hidup. Untuk

mengatasi masalah kesehatan selain memperoleh bantuan dari pemerintah dan

LSM, keluarga juga berusaha lebih dari biasanya bila perlu meminjam pada tetangga

yang masih memilikinya. Dan untuk mengatasi masalah perumahan selain

melakukan hal-hal tersebut diatas, kepala keluarga juga membuat perencanaan agar

apa yang dilakukan lebih terkonsentrasi. Begitu juga upaya yang dilakukan keluarga

untuk mengatasi masalah melalui strategi coping yang berfokus pada emosi, coping

ini dilakukan dengan tidak melakukan sesuatu secara tergesa-gesa, memperhatikan

seseorang yang dikagumi menyelesaikan masalah dan mencoba melupakan

segalanya.

Rendahnya kemampuan keluarga dalam melakukan coping tidak saja

dipengaruhi oleh sumberdaya yang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar keluarga cukup memiliki sumberdaya baik dari segi sosial ekonomi

maupun dari faktor ciri-ciri pribadi dan dukungan sosial, tetapi coping yang dilakukan

sebagian besar tergolong dalam katagori rendah. Ini terjadi karena ada faktor

Page 131: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

ketidaktahuan keluarga terhadap apa yang harus dilakukan untuk mengatasi

berbagai persoalan yang dihadapi. Di samping itu, pembinaan yang dilakukan belum

sepenuhnya menjangkau seluruh permasalahan yang dihadapi keluarga. Individu

lebih banyak menerima bantuan material sehingga kurang mau berusaha sendiri

untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi.

Cooper dan Payne (1991), untuk mengatasi masalah yang dihadapi individu

tidak hanya melakukan satu strategi coping saja, melainkan beberapa strategi yang

dinilai tepat dan sesuai dengan dirinya sendiri. Jenis coping mana yang akan

digunakan dan bagaimana dampaknya tergantung pada jenis stressor yang

dialaminya. Berdasarkan hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan

positif nyata sebesar 40.7 persen antara coping berfokus pada masalah dan coping

berfokus pada emosi. Hal ini menunjukkan bahwa coping yang dilakukan individu

selalu berdampingan dan beriringan. Misalnya seseorang akan melakukan suatu

tindakan sambil memohon petunjuk semoga usaha yang dilakukan mencapai tujuan

yang diinginkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada kecenderungan

strategi coping dilakukan karena mengalami tingkat stres tinggi, tetapi coping tetap

dilakukan walaupun tingkat stres minor dengan metode family inventory of life. Hasil

penelitian tersebut menjelaskan bahwa coping bukan saja keberhasilan individu

dalam mengatasi stresnya, tetapi usaha yang dilakukan untuk keluar dari situasi

yang menekan. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa tingkah laku coping adalah

berdiri sendiri, terpisah dari keberhasilan atau kegagalan individu dalam mengatasi

stresnya.

Menurut Caplan (Friedman 1998), mencari pendukung sosial dalam jaringan

kerja sosial keluarga merupakan strategi coping keluarga eksternal yang utama.

Pendukung sosial ini dapat diperoleh dari sistem kekerabatan keluarga, kelompok

profesional, para tokoh masyarakat dan lain-lain yang didasarkan pada kepentingan

bersama. Terdapat tiga sumber umum dukungan sosial yaitu penggunaan jaringan

dukungan sosial informal, penggunaan sistem sosial formal, dan penggunaan

kelompok-kelompok mandiri. Penggunaan jaringan sistem dukungan sosial informal

biasanya diberikan oleh kerabat dekat dan tokoh masyarakat. Penggunaan sistem

sosial formal dilakukan oleh keluarga ketika keluarga gagal untuk menangani

masalahnya sendiri, maka keluarga harus dipersiapkan untuk beralih kepada

profesional bayaran untuk memecahkan masalah. Penggunaan kelompok mandiri

Page 132: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

sebagai bentuk dukungan sosial dapat dilakukan melalui organisasi (Friedman,

1998).

Di Propinsi NAD sudah lama dikenal nilai-nilai budaya yang berlaku dalam

tata kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat difungsikan untuk

mengatasi masalah kemiskinan dan permasalahan lainnya. Perilaku sosial yang

telah lama dikenal itu diwujudkan dalam falsafah saling asih, saling asuh dan saling

asah. Secara harfiah arti falsafah hidup yang sangat tinggi adalah saling mengasihi,

saling mengasuh dan saling memberikan pengetahuan antar warga masyarakat,

baik dalam kehidupan keluarga, tetangga, kelompok, maupun dalam kehidupan

bermasyarakat.

Potensi lokal yang sudah tumbuh dan berkembang secara turun temurun

tetap diperhatikan serta dimanfaatkan oleh masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam

sebagai sumberdaya dalam mengatasi berbagai permasalahan pasca gempa dan

tsunami. Untuk itu upaya untuk menggali, membangkitkan, memotivasi dan

mengaktualisasikan potensi lokal yang ada di masyarakat yang kemudian diubah

menjadi gagasan strategis sebagai bagian yang penting, bahkan terpenting dalam

pembangunan masyarakat dan keluarga. Dengan demikian kendati pun gempa dan

tsunami menimpa sebagian penduduk yang pekerjaan utamanya ada di sektor

pertanian, namun sebagian masyarakat masih dapat mempertahankan

kelangsungan hidupnya meskipun dalam kondisi yang kurang memadai. Salah satu

penyebabnya adalah adanya sikap kepedulian yang cukup tinggi antar warga dalam

berbagai hal.

Sikap kepedulian yang dimiliki warga Aceh sudah menjadi suatu budaya

yang tercermin jelas dalam berbagai adat atau kebiasaan masyarakat, dalam

pergaulan sehari-hari. Beberapa perilaku sosial tersebut antara lain:

(1) Kerja sama yang harmonis dalam mengerjakan kegiatan pembangunan sosial

dan gotong royong dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan di lingkungan

tempat tinggal. Kerja sama ini terlihat dalam kegiatan kerja bakti untuk

pembangunan mesjid, jembatan, MCK dan perbaikan saluran air yang hancur

akibat tsunami

(2) Musyawarah dalam memecahkan masalah kemasyarakatan misalnya rapat-

rapat atau pengajian antar warga, antar tokoh agama, tokoh masyarakat dan

aparat desa atau kelurahan. Media rapat difungsikan untuk mendiskusikan

kegiatan keagamaan dan menyelesaikan berbagai masalah kemasyarakatan.

Page 133: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Biasanya pada akhir pertemuan selalu dirumuskan hasil musyawarah atas dasar

sumbangan pemikiran dari warga yang hadir

(3) Saling menolong antar tetangga (kesetiakawanan sosial) yang terlihat jelas dari

spontanitas masyarakat dalam menolong anggota masyarakat lainnya, misalnya

saat terjadi gempa dan tsunami bagi warga yang rumahnya tidak hancur

bersedia menampung tetangganya yang rumahnya hancur dan rela berbagi

dalam hal makanan, dan pakaian

(4) Saling mengingatkan jika tetangga melakukan kegiatan yang merugikan

masyarakat.

Keberfungsian keluarga

Pada awal terjadi bencana gempa dan tsunami kehidupan keluarga sempat

terganggu akibat tercerai berainya anggota keluarga, orang tua kehilangan anak, istri

kehilangan suami dan lain sebagainya yang mengakibatkan fungsi keluarga tidak

dapat berjalan dengan baik. Dalam rangka mengembalikan fungsi keluarga dalam

pembentukan SDM, perlu strategi peningkatan fungsi keluarga yang baik menuju

terbentuknya ketahanan keluarga. Menurut Chapman (2000) ada lima tanda adanya

keluarga berfungsi dengan baik (funcsional family), yaitu: (1) sikap melayani sebagai

tanda mulia; (2) keakraban antara suami-istri menuju kualitas perkawinan yang baik;

(3) orang tua yang mengajar dan melatih anaknya dengan penuh tantangan kreatif,

pelatihan yang konsisten dan mengembangkan ketrampilan; (4) suami-istri yang

menjadi pemimpin dengan penuh kasih dan (5) anak-anak yang mentaati dan

menghormati orang tua. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Eyree (1995)

menyatakan ada tiga langkah menuju keluarga menuju keluarga harmonis, yaitu

membangun dasar tata hukum keluarga, mengatur ekonomi keluarga dan

memelihara tradisi keluarga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi keluarga melalui peran ayah dan

ibu secara keseluruhan belum berjalan sebagaimana mestinya. Ini terlihat dari rata-

rata skor fungsi keluarga adalah 79.9. Berdasarkan tipologi, fungsi instrumental dan

ekspresif pada keluarga utuh lebih baik jika dibandingkan dengan keluarga duda

dan janda. Hal ini disebabkan pada keluarga utuh fungsi instrumental yang

diperankan oleh ayah dan fungsi ekspresif yang diperankan oleh ibu dapat dilakukan

secara bersama-sama sesuai dengan tanggung jawab masing-masing dengan satu

tujuan yaitu kesejahteraan anggota keluarga.

Page 134: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Belum berfungsinya secara baik fungsi instrumental maupun ekspresif pada

keluarga duda atau janda karena ayah dan ibu yang menjadi janda atau duda

membutuhkan penyesuaian dalam menjalankan peran ganda. Seorang ibu yang

harus berperan sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan biologis dan fisik

anggota keluarganya. Seorang ibu belum terbiasa harus bekerja keras di luar rumah.

Begitu juga dengan seorang ayah akan merasa bingung bagaimana memenuhi

kebutuhan psikologis, sosial dan emosi, kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan

pengembangan diri anak dapat berjalan dengan baik. Hasil penelitian juga

menunjukkan bahwa tingginya strategi coping yang dilakukan keluarga tidak serta

merta mengakibatkan membaiknya fungsi instrumental.

Berfungsinya keluarga dengan baik merupakan dambaan setiap anak,

karena keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak. Seperti yang

diungkapkan oleh Spencer dan Inkeles (1982) dan Macionis (1995) bahwa tempat

sosialisasi yang paling penting bagi seorang anak adalah keluarganya yang

berfungsi untuk memberikan dukungan emosi dengan penuh kehangatan dan

intimasi sepanjang kehidupan anak. Keluarga juga sangat penting dalam

mentransfer budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Anak-anak belajar

secara kontinyu pada orang tuanya. Pengasuhan sangat penting dalam

perkembangan sosial anak dan bervariasi dari satu keluaga dengan keluarga

lainnya. Pengasuhan meliputi kontak fisik, stimulasi verbal dan tanggap terhadap

lingkungan di sekitarnya.

Implikasi terhadap Kebijakan

(1) Pada hakikatnya, permasalahan yang terjadi pasca tsunami adalah masalah

yang terjadi di lingkungan masyarakat lokal. Untuk itu, penanganan masalah

tersebut harus berbasiskan masyarakat karena masyarakatlah yang paling tahu

kondisi permasalahannya. Penanganan permasalahan yang sentralistik dan

sektoral hanya mengakibatkan masyarakat semakin tidak peduli terhadap

permasalahan yang berkembang di lingkungannya

(2) Strategi pemberdayaan keluarga lebih cenderung mengembangkan program-

program yang ditujukan untuk mengoptimalkan program-program pemba-ngunan

yang bercirikan sistem sosial budaya setempat. Dengan cara demikian, selain

lebih tepat sasaran, juga dapat meningkatkan kehidupan orang-orang miskin dan

penduduk umumnya hingga mencapai standar minimum. Mereka juga

Page 135: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

diharapkan dapat meraih kesempatan-kesempatan tertentu untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya dengan mendayagunakan seluruh potensi yang dimiliki oleh

masyarakat.

(3) Strategi pemberdayaan keluarga berbasiskan sistem sosial budaya lokal perlu

diformulasikan secara tepat. Karena itu, penyelesaian permasalahan yang

dihadapi harus dibatasi sampai pada tahap mobilisasi sosial atau penyadaran

(kosientasi) kepada masyarakat. Sementara itu, proses pember- dayaannya

harus sepenuhnya dilimpahkan kepada masyarakat yang bersangkutan. Dalam

hal ini, pemerintah lebih berperan sebagai fasilitator, mediator, sistem

pendukung, pengakses sumber sosial, dan peran-peran lain yang bersifat tidak

langsung (indirect services)

(4) Strategi pembangunan masyarakat berada dalam satu kesatuan sistem

pembangunan sosial yang berinteraksi. Apabila pembangunan nasional secara

menyeluruh berupaya untuk meningkatkan kemajuan, kemampuan,

kesejahteraan dan keadilan sosial, pelaksanaannya harus diupayakan secara

sistematis dan berkesinambungan agar setiap orang memiliki kesempatan untuk

menikmati pembangunan. Selain itu setiap orang dapat berperan aktif dalam

proses pelaksanaan pembangunan. Kondisi ini merupakan tujuan yang ingin

dicapai dari proses aktualisasi institusi tradisi yang telah tumbuh berkembang

secara turun-temurun yang hingga kini masih kuat berakar di masyarakat.

(5) Keanekaragaman sistem sosial budaya di Indonesia harus dipahami sebagai

potensi yang pemanfaatannya belum optimal dalam proses pembangunan

masyarakat. Padahal, sistem sosial budaya lokal merupakan modal sosial (social

capital) yang besar yang telah tumbuh berkembang secara turun-temurun yang

hingga kini masih kuat berakar di masyarakat

(6) Aktualisasi sistem sosial budaya lokal menjadi masalah yang sangat strategis

untuk didiskusikan kembali. Terlebih lagi bila dikaitkan dengan keadaan

Indonesia yang berada dalam proses demokrasi dan reformasi di segala bidang

pembangunan. Ketika Indonesia mengalami keterpurukan akibat krisis ekonomi

yang berkepanjangan, strategi pembangunan yang berpusat pada rakyat

agaknya membutuhkan perubahan yang sangat mendasar, dari pendekatan

yang karitas atau residual menjadi sistem pemberdayaan masyarakat

Page 136: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Implikasi terhadap Keilmuan

(1) Perlu adanya suatu pengenalan fungsi keluarga ekspresif dan instrumental

melalui peran ayah dan ibu. Pengenalan ini dapat dilakukan melalui pendidikan

formal dengan memasukkan materi pendidikan kesejahteraan keluarga ke dalam

kurikulum baik di tingkat perguruan tinggi atau di tingkat menengah. Selain itu

dapat juga dilakukan melalui pendidikan non formal dengan memberikan

penyuluhan PKK bagi remaja yang putus sekalah. Penyuluhan ini dapat

dilakukan melalui perkumpulan remaja mesjid, karang taruna dan perkumpulan

remaja lainnya.

(2) Melalui pembelajaran ini para remaja yang akan melakukan pernikahan bisa

mengintrospeksi diri akan kemampuannya baik secara material maupun spiritual

(3) Bagi remaja sebagai generasi penerus yang nantinya akan membangun

keluarga, perlu memahami akan fungsi ekspresif dan intrumental melalui peran

ayah atau ibu yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan material dan

spiritual anggota keluarganya

Keterbatasan Penelitian

(1) Penelitian ini tidak dapat dilakukan secara tuntas, tetapi baru sampai tahap

proses, karena situasi kehidupan masyarakat saat penelitian ini dilakukan belum

stabil/belum cukup kondusif

(2) Sampel pada tipologi duda dan janda sangat terbatas, karena sangat sulit

mendapatkan keluarga yang bersedia untuk dijadikan sampel, ini disebabkan

kekecewaan keluarga terhadap janji-janji dari pihak-pihak yang tidak

bertanggung jawab.

Page 137: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

. (1) Permasalahan yang dialami keluarga 1,5 tahun pasca tsunami antara lain: tidak

adanya pangan hewani untuk dikonsumsi setiap hari, kesulitan dalam membayar

obat-obatan, ketidakmampuan keluarga menyediakan fasilitas untuk keperluan

belajar anak di rumah, tempat tinggal/rumah untuk tempat berlingdung anggota

keluarga tidak memadai, tidak memiliki cukup pakaian untuk aktivitas yang

berbeda serta penghasilan yang didapat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

keluarga sehari-hari

(2) Sumberdaya coping yang dimiliki keluarga yakni: (1) karakteristik sosial ekonomi

meliputi: jumlah anggota keluarga rata-rata 4 orang, 1.5 tahun pasca tsunami

masih ada 15,2% kepala keluarga belum kembali bekerja. Rata-rata pengeluaran

keluarga perkapita untuk pangan dan non pangan masing-masing Rp 287.000

dan Rp 260.000 (52% dan 48%) dari total pendapatan. Rata-rata nilai aset yang

dimiliki keluarga adalah Rp 20.442.237; (2) ciri-ciri pribadi kepala keluarga

meliputi: umur rata-rata 43 tahun dengan tingkat pendidikan umumnya

SLTA/sederajat. Tingkat kesehatan selama enam bulan terakhir sebagian besar

(87%) cukup baik. Kepribadian kepala keluarga sebagian besar (87%) adalah

ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar (93.5%) tergolong positif; dan (3)

sebagian besar keluarga (86.2%) menerima dukungan sosial dari berbagai

pihak..

(3) Tingkat stres kepala keluarga dengan pendekatan metode Family Inventory of

Life sebagian besar (88,4%) termasuk stres minor, dan jika menggunakan

metode Holmes dan Rahe, masih ada 44.9% kepala keluarga yang mengalami

tingkat stres dengan katagori sedang. Tingkat stres keluarga single parent lebih

tinggi dibandingkan dengan keluarga utuh

(4) Strategi coping yang dilakukan kepala keluarga pasca gempa dan tsunami

adalah strategi coping berfokus pada masalah dan strategi coping berfokus pada

emosi. Namun demikian, strategi coping yang dilakukan oleh kepala keluarga

belum maksimal, baik strategi coping berfokus pada masalah maupun yang

berfokus pada emosi masing-masing hanya 44,2% dan 19.1% yang termasuk

katagori tinggi.

Page 138: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

(5) Dalam hal keberfungsian keluarga, masih terdapat keluarga yang tidak mampu

menjalankan fungsinya secara optimal, baik fungsi ekspresif maupun

intrumental. Hal ini terbukti masih ada 37.7% keluarga yang tidak mampu

menjalankan fungsi intrumental untuk memenuhi kebutuhan anggota

keluarganya, dan hanya 8,7% keluarga yang tidak mampu melakukan fungsi

ekspresif dengan baik. Fungsi ekspresif jauh lebih berfungsi dibandingkan

dengan fungsi intrumental.

(6) Hasil regresi menunjukkan dukungan sosial berpengaruh negatif nyata terhadap

strategi coping baik yang berfokus pada masalah maupun yang berfokus pada

emosi. Selain itu tingkat stres kognitif dan keluarga single parent juga

berpengaruh negatif nyata terhadap strategi coping berfokus pada masalah,

berbeda dengan masalah kesehatan yang memberikan pengaruh positif nyata

terhadap strategi coping berfokus pada masalah. Kepribadian, umur kepala

keluarga dan jumlah anggota keluarga berpengaruh positif nyata terhadap

strategi coping berfokus pada emosi.

(7) Hasil regresi menunjukkan jumlah anggota keluarga, berpengaruh positif nyata

terhadap fungsi keluarga baik fungsi ekspresif maupun instrumental, selain itu

pendidikan kepala keluarga dan konsep diri juga berpengaruh positif nyata

terhadap fungsi ekspresif, tetapi masalah perumahan berpengaruh negatif nyata

terhadap fungsi ekspresif. Seeking social support, tingkat kesehatan kepala

keluarga, confrontatif, flanful problem solving, masalah pendidikan dan pakaian

berpengaruh positif nyata terhadap fungsi intrumental.

Saran

(1) Sebaiknya penyelesaian masalah yang dihadapi keluarga pasca gempa dan

tsunami lebih mengutamakan kepada penyelesaian masalah untuk pemenuhan

kebutuhan dasar keluarga, sehingga tidak lagi ditemukan keluarga yang

kekurangan pangan, kesulitan dalam hal pengobatan, anak yang tidak sekolah,

tinggal di rumah yang tidak memenuhi standar kesehatan dan penghasilan yang

didapat cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari

(2) Dalam penanganan masalah korban bencana khususnya dalam hal tempat

penampungan seperti barak, sebaiknya memperhatikan tipologi keluarga karena

aktivitas keluarga janda dan duda akan berbeda dengan keluarga utuh.

Page 139: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

(3) Setahun pasca bencana masih terdapat kepala keluarga yang mengalami stres

dengan katagori sedang, untuk itu masih perlu adanya pendampingan dari pihak

psikolog untuk membantu mengatasi stres yang dialami keluarga.

(4) Untuk membantu keluarga agar dapat melakukan strategi coping secara

maksimal perlu adanya perhatian, pembinaan dan arahan dari pihak-pihak yang

terkait (Pemerintah dan LSM). Pembinaan dan arahan yang dilakukan

hendaknya memperhatikan juga masalah tipologi keluarga, karena strategi

coping yang dilakukan keluarga janda berbeda dengan strategi coping yang

dilakukan keluarga duda dan keluarga utuh. Pada keluarga janda lebih

mengedepankan penyelesaian masalah dengan cara mencari dukungan sosial

(seeking social support). Keluarga duda melakukan penyelesaian masalah

dengan penuh resiko (confrontative), dan keluarga utuh menyelesaikan masalah

dengan penuh pertimbangan dan perencanaan (planful problem solving). Dalam

melakukan strategi coping secara keseluruhan keluarga janda lebih aktif

dibandingkan dengan keluarga duda dan keluarga utuh.

(5) Untuk mengoptimalkan fungsi keluarga baik ekspresif maupun intrumental perlu

adanya program intervensi yang diarahkan untuk pemberdayaan keluarga.

Program intervensi dapat saja dilakukan oleh pihak pemerintah dan LSM.

(6) Coping yang dilakukan oleh masyarakat Aceh pasca gempa dan tsunami

dipengaruhi oleh berbagai masalah, sumberdaya coping dan tingkat stres. Untuk

itu, pemerintah dan LSM yang sedang melakukan program rekonstruksi Aceh

harus memperhatikan aspek-aspek tersebut, serta tidak hanya memberikan

bantuan fisik yang sifatnya insidentil, namun menanamkan kemandirian kepada

masyarakat.

(7) Bantuan yang berlebihan akan berdampak kurang baik bagi masa depan

keluarga. Untuk itu perlu adanya program bantuan sosial yang tepat dan akurat

sehingga sasaran yang diharapkan tercapai. Untuk penelitian yang sama perlu

adanya kajian yang lebih mendalam dan terperinci mengenai instrumen

dukungan sosial.

(8) Berfungsi tidaknya keluarga pasca gempa dan tsunami sangat tergantung

kepada masalah yang dihadapi, sumberdaya yang dimiliki dan strategi coping

yang dilakukan. Untuk itu pada keluarga yang tidak memiliki cukup sumberdaya

untuk menyelesaikan masalah perlu perhatian dan dukungan dari berbagai pihak

agar keluarga dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Page 140: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

DAFTAR PUSTAKA

Achir Yani S. 1997. Analisis Konsep Koping: Suatu Pengantar Jurnal Keperawatan

Indonesia. Jakarta

Allen, T. 2001. “Job Stress, the Individual, and the Organization.” http://academic.Emporia.edu/smithwil/001smmg443/eja/all en.html. (2001).

Alva, I. 2003. Stres. http://www.doctorshealthsupplements.com/article/ stres.htm.

Anonim. 2006. Chapter 12 Stress, Health, and Coping http://www.delmar.edu/ socsci/Faculty/Weir/chapter12.htm. Diakses 2 November 2006

Atwater, E. 1983. Psycology of Adjustment. (2 nd ed) New Jersey: Prentice-Hall., Englewood Cliffs

Babbie, E. 1992. The Practice of Social Research. Sixth Edition. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Baum, A. 1990. Stress, Intrusive imagery and chronic stress. Health Opsychology, 9, 653-675.

Berns, RM. 1997. Childs, Family, School, Community: Socialization and Support. Florida : Holt, Rinehart and Winston, Inc.

Bian, J. 1996. “Parental Monetary Investments in Children: A Focus on China”. Journal of Family and Economic Issues, Vol 17.

Bigner, J. J. 1979. Parents-Child Relation: An Introduction to Parenting. Inc. New York : Macmillan Publishing Co.

BKKBN. 1992. Undang-Undan Republik Indonesia nomor 10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera. Jakarta: BKKBN.

BKKBN. 1997. Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Provinsi Jawa Barat.

Bolger, N., dan A. Zuckerman. 1995. A framework for studying personality in the stres process. Journal of Personality and Social Psychology, 69, 890-902.

Boos P. 1987. “Family Stres” Dalam Handbook of Marriage and the Family. Diedit oleh Marvin B, Sussman, K. Suzanne dan Steinmetz. New York and London : Plenum Press.

Bryant, W. K. 1990. The Economic Organization of The Household. Cambridge University Press.

[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 1998. Jakarta : BPS.

2002. Jakarta : BPS.

BAPPENAS Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2005-2009).

Chapman, G. 2000. Five Signs of a Functional Family (Lima tanda Keluarga yang Mantap). Batam: Interaksara.

Coddington, R. D. 1972. “The significance of life events as an etiologic factor in the diseases of children II : A study of the normal population”.Journal of Psychosomatic Research, 16, 205-213.

Cooper, L. Payne. 1991. Personality and Stres : Individual Differences in the Stres Process New York : John Willey & Sons

Page 141: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Costa, P.T., M. R. Somerfield., R.R. McCrae.1996. Personality and coping. Diedit oleh M. Zeidner & N. S. Endler. Handbook of coping: Theory, research, applications (pp. 45-61). New York: John Wiley.

Cox, T dan E. Ferguson. 1991. “Individual Differences, Stress and Coping” dalam Personality and Stres : Individual Differences in the Stres Process. Diedit oleh C. L Cooper dan R. Payne. England : John Wiley & Son.

Darmaningtyas. 2005. Menyelamatkan Pendidikan Anak-anak Aceh. Dalam Bencana Gempa dan Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Jumat, 7 Januari 2005 (p 481). Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Day, R.D., KR. Gilbert., BH. Settles. dan WR. Burr. 1995. Research and Theory in Family Science, California: Brooks/Cole Publishing Company.

Dohrenwend, B.S., L. Krasnoff., ASR. Askenasy., BP. Dohrenwend. 1978. Exemplification of a method of scaling life events : the PERI life events scale. Journal of Health dan Social Behaviour, 19, 205-229.

Eyree, RL. 1995. 3 Langkah Menuju Keluarga yang Harmonis: Teaching Your Dhildren Values. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Firebaugh, M.F dan R.E. Deacon. 1988. “Family Resource Management Principles and Aplications”. Atlantic Avenue. Boston.

Fleming, R., A. Baum., M.M. Gisriel., dan R.J. Gatchel.1982. “Mediating influences of social support on stres at three Mile Island”. Journal of Human Stres, 8, 14-22

Folkman, S dan R.S. Lazarus. 1985. If it changes it must be a process: “Study of emotion and coping during three stages of a college examination”. Journal of Personality and Social Psychology, 48, 150-170.

1988b. The relationship between coping and emotion: Implications for theory and research. Social Science in Medicine, 26, 309-317.

Freedy, J.R dan D.G. Kilpatrick. 1994. “Everything you ever wanted to know about natural disasters and mental health”. National Center for Post-Traumatic Stres Disorder Clinical Quarterly, 4, 6–9.

Freedy, J.R., D. Shaw., M. P. Jarrell dan C. Masters. 1992. “Towards anunderstanding of the psychological impact of natural disaster: An application of the conservation resources stres model”. Journal of Traumatic Stres, 5, 441–454.

Freedy, J.R., ME. Saladin., DG. Kilpatrick., HS. Resnick dan BE. Saunders. 1994. “Understanding acute psychological distres following natural disaster”. Journal of Traumatic Stres, 7, 257–273.

Friedmann, J. 1998. “Family Nursing: Theory and Practice” 3rd ed. California : Appleton & Lange.

1992. Empowerment: The Politics of Alternati Development. Massachusetts: Blackwell Publishers

Gatchel, R.J., A. Baum dan DS. Krantz. 1989. “An Introduction to Health Psyhology “ (2 nd ed). New York : Mc Graw Hill, Inc.

Gelles, R.J.1995. “Contemporary Families”: A Sociological Viuw. SAGE Publication. London.

Page 142: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Gempa dan Tsunami. 2005. Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Goldsmith, E.B. 1996. “Resource Management for Individuals and Families: Management Stres and Fatigue”. USA: West Publishing Company.

Guhardja, S., Hartoyo., D. Hastuti dan H. Puspitawati. 1989. “Manajemen Sumberdaya Keluarga”. Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor.

Haber, A dan R.P. Runyon. 1984. Psycology of Adjustment. Ilionis : The Dorsev Press Homewood.

Hartiningsih, M. 2005. “Penting, Dukungan Psikososial untuk Korban Tsunami”. Dalam Bencana Gempa dan Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Selasa 4 Januari 2005 (p 216). Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Hewitt, PL dan GL. Flett. 1996. “Personality traits and the coping process”. In M. Zeidner & N. S. Endler (Eds.), Handbook of coping: Theory, research, applications (pp. 410-433). New York: John Wiley.

Hidayati, N. 2005. ”Minta air. Air Sedikit saja Cukuplah: Saya tak tahan lagi” Dalam Bencana Gempa dan Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Sabtu, 1 Januari 2005 (p 170). Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Hikmat, H. 2001. “Strategi Pemberdayaan Masyarakat”. Humaniora Utama Press Bandung.

Hill, A.H. 1960. “Hikayat Raja-raja Pasai”. Journal of The Malayan Branch Royal Asiatic Sociaty, Vol. XXXIII, Part 2. JMBRAS.

Holahan, C.J., RH. Moos., CK. Holahan dan RC. Cronkite. 1999. “Resource loss, resource gain, and depressive symptoms: A 10-year model”. Journal of Personality and Social Psychology, 77, 620-629.

Holahan, S dan R. Moss 1987. “Personal and Contextual Determinant of Coping Strategies.” Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 52, no.5.

Holmes, T.H dan R. Rahe. 1967. “The social readjusment rating scale”. Journal of Psychosomatic Reserach, 11, 213-218.

HTI, 2005. Tabanni Masholih Aceh. Hizbut Tahrir Indonesia.

Husein, M. 1970. Adat Atjeh. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Atjeh

John, D., T. Catherine, dan MacArthur. 1998. “Coping Strategies.” Summary Prepared by Shelley Taylor in Collaboration With the Psychosocial Working Group. Research Network on Sosioeconomic Status and Health.

Joseph, S., W. Yule., R. Williams dan P. Hodgkinson. 1993. “Increased substance use in survivors of the Herald of Free Enterprise Disaster”. British Journal of Medical Psychology, 66. 185-191

Kaiser, C.F., DN. Sattler., DR. Bellack dan J. Dersin. 1996. ”A conservation of resources approach to a natural disaster: Sense of coherence and psychological distress”. Journal of Social Behavior and Personality, 11, 459-476.

Page 143: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Kaniasty, K dan F.H. Norris. 1995. “In search of altruistic community: Patterns of social support mobilization following Hurricane Hugo”. American Journal of Community Psychology, 23, 447–477.

Kurdi, M. 2005. “Menelusuri karakteristik masyarakat desa : Pendekatan sosiologi budaya dalam masyarakat Atjeh”. Banda Aceh : Yayasan Pena

Landis, J.R. 1989. “Sociology: Concepts and Characteristics” (6 th Ed), California: Wadsworth Inc

Laporan Camat Kuta Alam Tentang Kondisi Kecamatan Kuta Alam Tahun 2006.

Laporan Yayasan Lamjabat Tentang Kondisi Kacamatan Meuraxa Tahun 2006

Lazarus, R.S. 1993. “From psychological stres to the emotions: A history of changing outlooks”. Annual Review of Psychology, 44, 1-21.

Lazarus, R.S dan S. Folkman. 1984. Stres, Appraisal, and Coping. New York : McGraw-Hill, Inc.

Lazarus, R.S. 1976. “Pattern of Adjustment (2nd ed)”. Kogakhusha : McGraw-Hill, Inc.

Littauer, F. 2002. “Personality Plus For Parents”. Binarupa Aksara, Jakarta

Macionis, J.J. 1995. “Annotated Instructor’s Edition Sosiology” (5thEd), New Jesey Prentice Hall, Englewood Cliffts

Mangkuprawira, S. 2002. “Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga di Daerah Industri Tenun Perdesaan”. Media Gizi dan Keluarga. Vol.25 No.2.

Maramis, W.F. 1998. “Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa”. Edisi VII. Surabaya : Universitas Airlangga.

McCubbin, H.I dan J.M. Patterson. 1987. Family Inventory of Live Events and Changes. Dalam Family Assessment Inventories for Research and Practice. McCubbin HI, Thompson AI. Wisconsin-Madison : The University of Wisconsin-Madison.

McCubbin, HI., JM. Patterson dan L. Wilson. 1979. CHIP-Coping health inventory for parents : An assessment of parental coping patterns in the care of the chronically ill child. Journal of marriage and the Family, 45, 359-370.

McCubbin, H.I. 1975. “Family Assesment Inventories for Research and Practice”. The University of Wisconsin-Madison. Madison Wisconsin.

Megawangi, R. 1994. Gender Perspectives in Early Childhood care and Development in Indonesia, The Consultative group on early childhood care and Development, Indonesia.

l999. “Membiarkan Berbeda”, Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Jakarta: Penerbit Mizan.

Murphy, S.A. 1984. Stres level and health status of victims of a natural disaster. Research in Nursing and health, 7. 2005-215.

Newman, D.M dan L. Grauerholz. 2002. Sosioly of Families (2nd Ed) California: Fine Forge Press.

Page 144: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Ninno, C., P.A. Dorosh., LC. Smith dan DK. Roy. 1998. Floods in Bangladesh: Disaster Impacts, Household Coping Strategies, and Response. Washinton, D.C. : International Food Folicy Research Institute

Nyakpha, M.H. 2004. Makalah Disampaikan pada Seminar Budaya, Pekan Kebudayaan Aceh IV di Banda Aceh pada tanggal 24 – 27 Agustus 2004.

Nye, F.I dan F.M. Berardon. 1967. Emerging conceptual frameworks in family analysis. The Macmillan Colmpany, New York.

Parke, R.D. 1996. Fatherhood. Cambridge : Harvard University Press.

Parker, J.D.A dan N.S. Endler. 1996. Coping and Defense: A historical overview. In M. Zeidner & N. S. Endler (Eds.), Handbook of coping: Theory, research, applications (pp. 3-23). New York: John Wiley.

Poerwandari, K. 2005. “Harapan masih ada”. Dalam Bencana Gempa dan Tsunami Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara. Sabtu, 8 Januari 2005 (p 495). Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Potter, L dan S. McKenzie. 2000. “Profesional Callaboration With Parents of Children with Disabilities”. Sydney: MacLennan & Petty Pty Limited

Priyono, O.S dan A.M.W. Pranarka. 1996. “Pemberdayaan Konsep, Kebijakan,dan Imolementasi”. Centre For Strategic and International Studies. Jakarta

Rice, P.L. 1999. “Stres and Health”. 3rd ed. California : Brooks/Cole Publishing Company.

Rice, A.S dan SM. Tucker. 1986. “Family Life Management”. Macmillan Publishing Company. New York.

Robins, S.P. 2001. Organizational Behavior (9th Ed). New Jersey : Prentice Hall International.

Sarafino, E. 2002. “Health Psycology”. England: John Willey and Sons.

Sattler, D.N. 2001. Psychological distres following the Northridge earthquake. Manuscript submitted for publication.

Selye, H. 1982. Guide to Stres. Volume 3. New York.

Sianipar, H. 1997. Kajian terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Karyawan PT, Ika Nusa Fishtama di Kecamatan Wonosobo Lampung. Skripsi tidak dipublikasikan. Program Studi Sosial ekonomi Perikanan, Faperikan, IPB. Bogor.

Singarimbun, M dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Slater. 1974. Parental Role Differentiation. Dalam The Family: its Structure and Functions. Diedit oleh R.L. Coser ST Martin’s Press, New York

Spencer, M dan A. Inkeles. 1982. Foundation of Modern Sociology Third Edition. Prentice,

Steidl, R.E dan E.C. Bratton 1968. Work in The Home. John Willey & Sons. New York

Stuart dan Sundeen. 1991 Pocket Guide to Psyhiatric Nursing. Third Edition. The Mosby Company : Toronto.

Page 145: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Sufi, R. 2002. Adat Istiadat Masyarakat Atjeh. Dinas Pendidikan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Suls dan Fletcher 1985. http://www.garysturt.free-online.co.uk/coping.htm. Coping. Diakses 2 November 2006.

Sunarti, E. 2006. Teori Ekologi Keluarga : Sejarah, Konsep dan Tantangan Penelitian dalam Adiwibowo, S. Ekologi Manusia. Fakultas Ekologi Manusia, IPB Bogor.

Suratman, E. 1994/1995. Fungsi Keluarga dalam Meningkatkan Kualitas Sumberdaya Manusia dalam Fatimah (Ed), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sussman, B.M dan K.S. Steinmetz. 1988. Handbook of Marriage and the Family. New York and London : Plenum Press.

Syahrizal. 2004. “Dayat dalam Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Atjeh” dalam Media Syariah, Vol.VI. No. 11 Januari 2004

Taylor, S.E. 1995. Health Psychology (3rd ed). New York : McGraw-Hill Inc.

Vosler, N.R. 1996. New Approaches to Family Practice Confronting Economic Stres, California: Sage Publications Inc.

Wahana Komputer. 2005. 10 Model Penelitian dan Pengolahannya dengan SPSS 10.0 Jogyakarta.

Winton, C.A. 1995). Frameworks for Studying Families. The Duskin Publishing Group, Inc. Connecticut, USA

World Health Organization. 2005. Tsunami dan Health. Situation Report.

Zeitlin, M.F., R. Megawangi., EM. Kramer., D Nancy dan ED. Colletta. Babatunde, Gorman D.1995. Strengthening the Family : Implications for International Development. The United Nations University Press. New York.

Page 146: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

LAMPIRAN

Page 147: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 1. Uji reliabilitas instrumen penelitian pada saat uji coba

No Peubah Penelitian Jumlah Item

Jumlah Item

Setelah di

hapus

No Item yang dihapus

α Cronbach sebelum di hapus

α Cronbach setelah di hapus

Pertanyaan yang dihapus

1

Masalah-masalah keluarga pasca gempa

16 10 .7369 .7369

a. Pangan 3 3 .8008 .8008 b. Kesehatan 2 2 .7500 .7500 c. Pendidikan 3 3 .8027 .8027 d. Perumahan/Tempat Tinggal

4 4 .7813 .7813

e. Pakaian 2 2 - - f. Pekerjaan/Pendapatan

2 2 .7500 .7500

2 Tingkat Stress Ibu (Family Live Inventory)

30 30 .7416 .7416

a. Fisik 8 8 .7392 .7392 b. Psikis 7 7 .7788 .7788 c. Kognitif 5 5 .8021 .8021 d. Perilaku 10 10 .7403 .7403

3 Tingkat Stress Ibu (Holmes & Rahe)

10 10 .6474 .6474

4 Kepribadian, Konsep Diri & Dukungan Sosial

29 26 10,12, 13 .5610 .6519

a. Kepribadian 20 17 10,12,13 .6519

10, Saya senang teman saya banyak

12. Saya mudah bingung 13. Cepat merasa sedih

b. Konsep Diri 5 5 .7500 .7500 c. Dukungan Sosial 4 4 .7771 .7771

5 Strategi Coping Keluarga

41 36 8,27,30,40,41 .7112

Berfokus pada masalah 17 16 8 .7342 a. Plantul Problem Solving

7 7 .7732 .7732

b. Confrontatif coping 4 3 8 .5385 .7682 8. Saya bertahan pada pendirian dan berjuang terhadap yang saya inginkan

c. Seeking social support

5 5 .7505 .7505

Berfokus pada emosi 24 20 27,30,40,41 ..5978 .6788 a. Positive reappraisal 5 5 .7254 .7254

b.Accenting responsibility

4 4 .7947 .7947

c. Self controlling 5 3

27, 30 5230 .

.6337

27. Saya menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu dan menunggu waktu yang tepat untuk melakukannya

30. Saya menjaga agar orang lain tidak mengetahui buruknya keadaan yang saya hadapi

d. Distancing 3 3 .8573 e. Escape-Avoidance 7 5

40, 41

5001

. .6667

40. Saya tidak percaya bahwa hal itu terjadi pada diri saya

41. Saya putus asa dan tidak dapat menjalankan

Page 148: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

No Peubah Penelitian Jumlah Item

Jumlah Item

Setelah di

hapus

No Item yang dihapus

α Cronbach sebelum di hapus

α Cronbach setelah di hapus

Pertanyaan yang dihapus

kehidupan lagi 6 Keberfungsian

Keluarga 43 39 16,22, 24,20 .5209 .7018

a. Fungsi Ekspresif 20 17 16,22, 24 .4385

6825 .

17. Apakah anda tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi anggota keluarga ?

22. Apakah anda memberikan perlakuan berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lainnya ?

24. Apakah anda mengajarkan anggota keluarga untuk saling menghormati baik sesama saudara atau teman ?

b. Fungsi Instrumental 23 22 20 .6201 .7307 20. Apakah anda juga membina hubungan baik dengan pengelola koperasi setempat ?

Page 149: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 2. Sebaran contoh berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi keluarga

Masalah-masalah pasca gempa dan tsunami

Utuh (n=103)

Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=15)

n % n % n % n % A. Pangan 1. Keluarga makan 3 kali sehari

dengan menu empat sehat setiap hari 30 29.1 4 20.0 3 20.0 37 26.8

2. Dalam menu setiap saat terdapat pangan yang berasal dari hewani 6 5.8 4 20.0 2 13.3 12 8.7

3. Setiap hari menu makan berubah 7 6.8 3 15.0 2 13.3 12 8.7 B. Kesehatan 1. Jika anggota keluarga yang sakit

selalu dibawa berobat ke dokter/puskesmas 57 55.3 7 35.0 8 53.3 72 52.2

2. Memiliki kesulitan dalam membayar obat-obatan 46 44.7 13 65.0 7 46.7 66 47.8

C. Pendidikan 1. Anak tetap sekolah pasca gempa

dan tsunami 5 4.9 1 5.0 1 6.7 7 5.1 2. Disamping pendidikan formal anak

juga mengikuti pendidikan non formal 37 35.9 6 30.0 4 26.7 47 34.1 3. Mampu menyediakan semua

fasilitas untuk keperluan sekolah anak 55 53.4 8 40.0 4 26.7 67 48.6

D. Perumahan/Tempat Tinggal 1. Ada rumah untuk tempat berlindung

keluarga yang memadai 35 34.0 4 20.0 2 13.3 41 29.7 2. Rumah dilengkapi dengan pasilitas

MCK 38 36.9 7 35.0 2 13.3 47 34.1 3. Ada ruangan yang cukup untuk

sekeluarga 26 25.2 6 30.0 3 20.0 35 25.4 4. Rumah memiliki cukup penerangan 53 51.5 10 50.0 10 66.7 73 52.9 E. Pakaian 1. Anggota keluarga memiliki pakaian

yang berbeda untuk kegiatan yang berbeda 13 12.6 4 20.0 4 26.7 21 15.2

F. Pekerjaan/Pendapatan 1. Tetap bekerja pasca gempa dan

tsunami 25 24.3 4 20.0 5 33.3 34 24.6 2. Penghasilan cukup untuk memenuhi

kebutuhan keluarga sehari hari 56 54.4 10 50.0 8 53.3 74 53.6

Lampiran 3. Sebaran contoh berdasarkan kepribadian

Pernyataan Kepribadian Utuh

(n=103) Duda (n=20) Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n %

Page 150: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

1. Dengan bekerja keras pasti kehidupan keluarga saya akan lebih baik

102 99.0 19 95.0 15 100.0 136 98.6

2. Saya selalu optimis dengan masa depan keluarga saya 98 95.1 18 90.0 15 100.0 131 94.9

3. Saya yakin teman-teman pasti membantu saya 97 94.2 18 90.0 14 93.3 129 93.5

4. Saya tidak boleh menyerah 100 97.1 20 100.0 14 93.3 134 97.1 5. Saya yakin dibalik musibah ini

pasti ada sesuatu yang sangat berharga

102 99.0 18 90.0 14 93.3 134 97.1

6. Saya merasa hidup saya tidak berarti 15 14.6 1 5.0 2 13.3 18 13.0

7. Saya merasa usaha saya sia-sia saja 9 8.7 3 15.0 1 6.7 13 9.4

8. Kerja keras saya tidak dihargai 11 10.7 2 10.0 2 13.3 15 10.9

9. Saya gampang untuk rileks 41 39.8 2 10.0 7 46.7 50 36.2 10. Penting bagi saya untuk

menjaga kesibukan 69 67.0 14 70.0 10 66.7 93 67.4

11. Cepat tersinggung 26 25.2 6 30.0 3 20.0 35 25.4

12. Cepat marah 26 25.2 6 30.0 4 26.7 36 26.1

13. Cenderung tertutup 20 19.4 6 30.0 4 26.7 30 21.7

14. Cepat bosan 19 18.4 4 20.0 2 13.3 25 18.1 15. Tabah menghadapi berbagai

permasalahan 101 98.1 15 75.0 13 86.7 129 93.5

16. Cepat melupakan sesuatu kejadian 32 31.1 1 5.0 2 13.3 35 25.4

17. Suka mengeluh 18 17.5 3 15.0 2 13.3 23 16.7

Lampiran 4. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan konsep diri

Pernyataan Konsep Diri Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total

(n=138) n % n % n % n %

1. Merasa telah menjadi ayah/ibu yang baik 95 92.2 14 70 13 86.7 122 88.4

2. Merasa telah menjadi suami/isteri yang baik 96 93.2 13 65 13 86.7 122 88.4

3. Merasa telah menjadi teman yang baik 95 92.2 16 80 12 80 123 89.1

4. Merasa telah menjadi tetangga yang baik 95 92.2 16 80 12 80 123 89.1

5. Merasa telah menjadi muslim yang baik 97 94.2 17 85 13 86.7 127 92.0

Lampiran 5. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan dukungan sosial

Pernyataan Dukungan Sosial Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n % 1. Mendapatkan bantuan (fisik dan

non fisik) dari masyarakat 94 91.3 17 85 14 93.3 125 90.6

Page 151: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

dimana tinggal 2. Teman-teman dekat peduli dan

memberikan bantuan (fisik dan non fisik)

98 95.1 17 85 15 100 130 94.2

3. Mendapatkan bantuan (fisik dan non fisik) dari orangtua dan keluarga lainnya

93 90.3 15 75 13 86.7 121 87.7

4. Mendapatkan bantuan (fisik dan non fisik) dari pemerintah dan LSM dalam negeri maupun luar negeri

100 97.1 17 85 13 86.7 130 94.2

Lampiran 6. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres fisik

Pernyataan Jawaban Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n %

1. Merasa pusing atau sakit kepala tanpa alasan

Tidak pernah 56 54.4 11 55 7 46.7 74 53.6 Kadang-kadang 41 39.8 9 45 8 53.3 58 42.0 Sering 6 5.8 0 0 0 0 6 4.3 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

2. Merasa pegal-pegal pada leher, punggung dan bahu

Tidak pernah 32 31.1 5 25 3 20 40 29.0 Kadang-kadang 63 61.2 15 75 11 73.3 89 64.5 Sering 8 7.8 0 0 1 6.7 9 6.5 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

3. Perut terasa kembung/mulas/ mual/diare pada saat akan melakukan pekerjaan

Tidak pernah 75 72.8 11 55 12 80 98 71.0 Kadang-kadang 25 24.3 9 45 3 20 37 26.8 Sering 3 2.9 0 0 0 0 3 2.2

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

4. Mengalami kejang otot/kram dan tangan gemetaran

Tidak pernah 57 55.3 9 45 6 40 72 52.2 Kadang-kadang 37 35.9 10 50 8 53.3 55 39.9 Sering 9 8.7 1 5 1 6.7 11 8.0 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

5. Mengalami sembelit/susah buang air besar dan lebih sering buang air kecil

Tidak pernah 83 80.6 15 75 11 73.3 109 79.0 Kadang-kadang 17 16.5 4 20 4 26.7 25 18.1 Sering 3 2.9 1 5 0 0 4 2.9 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

6. Jantung terasa berdenyut lebih cepat dari biasanya atau tensi tinggi

Tidak pernah 76 73.8 12 60 11 73.3 99 71.7 Kadang-kadang 25 24.3 7 35 4 26.7 36 26.1 Sering 2 1.9 1 5 0 0 3 2.2 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

7. Merasa letih/ lesu/lemas yang luar biasa atau terasa tenaga terkuras habis

Tidak pernah 54 52.4 7 35 7 46.7 68 49.3 Kadang-kadang 44 42.7 11 55 7 46.7 62 44.9 Sering 5 4.9 2 10 1 6.7 8 5.8 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

8. Tekanan darah menjadi naik

Tidak pernah 67 65 11 55 11 73.3 89 64.5 Kadang-kadang 32 31.1 8 40 3 20 43 31.2 Sering 4 3.9 1 5 1 6.7 6 4.3 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

Lampiran 7. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres psikis

Pernyataan Jawaban Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n % 1. Mengalami mimpi- Tidak pernah 57 55.3 5 25 6 40 68 49.3

Page 152: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

mimpi buruk Kadang-kadang 40 38.8 14 70 6 40 60 43.5

Sering 6 5.8 1 5 3 20 10 7.2

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

2. Merasa tidak tenang/tegang/ cemas/ terancam/gelisah

Tidak pernah 47 45.6 6 30 4 26.7 57 41.3

Kadang-kadang 49 47.6 12 60 9 60 70 50.7

Sering 7 6.8 2 10 2 13.3 11 8.0 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

3. Merasa putus asa sehingga ingin mengakhiri hidup

Tidak pernah 88 85.4 15 75 13 86.7 116 84.1

Kadang-kadang 12 11.7 3 15 2 13.3 17 12.3 Sering 3 2.9 2 10 0 0 5 3.6

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

4. Merasa pesimis tentang masa depan

Tidak pernah 71 68.9 13 65 13 86.7 97 70.3 Kadang-kadang 27 26.2 5 25 2 13.3 34 24.6

Sering 5 4.9 2 10 0 0 7 5.1

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

5. Merasa gugup/ grogi/bingung bila berhadapan dengan tamu

Tidak pernah 79 76.7 16 80 12 80 107 77.5

Kadang-kadang 23 22.3 4 20 3 20 30 21.7

Sering 1 1 0 0 0 0 1 0.7 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

6. Merasa sedih sekali dan ingin menangis

Tidak pernah 49 47.6 3 15 4 26.7 56 40.6

Kadang-kadang 40 38.8 16 80 8 53.3 64 46.4 Sering 14 13.6 1 5 3 20 18 13.0

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

7. Merasa tidak sabar dan cepat marah tanpa sebab

Tidak pernah 70 68 12 60 11 73.3 93 67.4 Kadang-kadang 26 25.2 5 25 4 26.7 35 25.4

Sering 7 6.8 3 15 0 0 10 7.2

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

Page 153: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 8. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres kognitif

Pernyataan Jawaban Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n % 1. Merasa sukar

berkonsentrasi dalam melakukan pekerjaan

Tidak pernah 13 65 12 80 72 69.9 97 70.3 Kadang-kadang 7 35 3 20 26 25.2 36 26.1 Sering 0 0 0 0 5 4.9 5 3.6 Total 20 100 15 100 103 100 138 100.0

2. Tidak memiliki keinginan untuk bekerja

Tidak pernah 13 65 11 73.3 84 81.6 108 78.3 Kadang-kadang 7 35 3 20 16 15.5 26 18.8 Sering 0 0 1 6.7 3 2.9 4 2.9 Total 20 100 15 100 103 100 138 100.0

3. Daya ingat menurun

Tidak pernah 13 65 11 73.3 81 78.6 105 76.1 Kadang-kadang 7 35 4 26.7 21 20.4 32 23.2 Sering 0 0 0 0 1 1 1 0.7 Total 20 100 15 100 103 100 138 100.0

4. Pikiran hanya tertuju pada satu persoalan saja

Tidak pernah 13 65 13 86.7 70 68 96 69.6 Kadang-kadang 7 35 2 13.3 30 29.1 39 28.3 Sering 0 0 0 0 3 2.9 3 2.2 Total 20 100 15 100 103 100 138 100.0

5. Cepat merasa jenuh

Tidak pernah 10 50 10 66.7 64 62.1 84 60.9 Kadang-kadang 10 50 3 20 35 34 48 34.8 Sering 0 0 2 13.3 4 3.9 6 4.3 Total 20 100 15 100 103 100 138 100.0

Page 154: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 9. Sebaran contoh berdasarkan gejala stres perilaku yang dihadapi keluarga pasca gempa dan tsunami

Pernyataan Jawaban Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n %

1. Merokok lebih dari satu bungkus

Tidak pernah 73 70.9 7 35.0 13 86.7 93 67.4 Kadang-kadang 26 25.2 8 40.0 1 6.7 35 25.4 Sering 4 3.9 5 25.0 1 6.7 10 7.2 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

2. Melemparkan persoalan yang dihadapi kepada orang lain

Tidak pernah 91 88.3 17 85.0 12 80.0 120 87.0 Kadang-kadang 10 9.7 2 10.0 2 13.3 14 10.1 Sering 2 1.9 1 5.0 1 6.7 4 2.9 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

3. Mengalami kehilangan minat untuk melakukan hubungan intim dengan suami/istri

Tidak pernah 83 80.6 15 75.0 13 86.7 111 80.4 Kadang-kadang 18 17.5 3 15.0 2 13.3 23 16.7 Sering 2 1.9 2 10.0 0 0.0 4 2.9 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

4. Mengalami sukar tidur atau tidur terlalu lama

Tidak pernah 55 53.4 10 50.0 7 46.7 72 52.2 Kadang-kadang 43 41.7 7 35.0 7 46.7 57 41.3 Sering 5 4.9 3 15.0 1 6.7 9 6.5 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

5. Tidak mau bersosialisasi dengan orang lain

Tidak pernah 83 80.6 15 75.0 10 66.7 108 78.3 Kadang-kadang 18 17.5 4 20.0 5 33.3 27 19.6 Sering 2 1.9 1 5.0 0 0.0 3 2.2 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

6. Kehilangan nafsu makan atau sebaliknya nafsu makan tinggi

Tidak pernah 54 52.4 9 45.0 8 53.3 71 51.4 Kadang-kadang 43 41.7 9 45.0 7 46.7 59 42.8 Sering 6 5.8 2 10.0 0 0.0 8 5.8 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

7. Berbicara sendiri

Tidak pernah 92 89.3 18 90.0 14 93.3 124 89.9 Kadang-kadang 8 7.8 0 0.0 1 6.7 9 6.5 Sering 3 2.9 2 10.0 0 0.0 5 3.6 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

8. Sering melamun/termenung

Tidak pernah 54 52.4 9 45.0 5 33.3 68 49.3 Kadang-kadang 41 39.8 9 45.0 7 46.7 57 41.3 Sering 8 7.8 2 10.0 3 20.0 13 9.4 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

9. Mudah melakukan kecelakaan (memecahkan piring. gelas. tertusuk jarum dan sebagainya

Tidak pernah 92 89.3 18 90.0 14 93.3 124 89.9 Kadang-kadang 9 8.7 0 0.0 1 6.7 10 7.2 Sering 2 1.9 2 10.0 0 0.0 4 2.9 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

10. Mencelakakan diri sendiri

Tidak pernah 96 93.2 18 90.0 13 86.7 127 92.0 Kadang-kadang 5 4.9 0 0.0 2 13.3 7 5.1 Sering 2 1.9 2 10.0 0 0.0 4 2.9 Total 103 100.0 20 100.0 15 100.0 138 100.0

)

Page 155: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 10. Sebaran contoh berdasarkan penyebab stres yang dihadapi keluarga dengan menggunakan skala Holmes dan Rahe

Penyebab Stres Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n % 1. Kematian pasangan 0 0 20 100 15 100 35 25.4 2. Kehilangan anggota keluarga

seluruhnya 0 0 4 20 2 13.3 6 4.3 3. Kehilangan aset seluruhnya 73 70.9 17 85 11 73.3 101 73.2 4. Kehilangan sebagian asset 62 60.2 15 75 9 60 86 62.3 5. Kematian anggota keluarga dekat 64 62.1 18 90 15 100 97 70.3 6. Cedera serius atau penyakit 17 16.5 5 25 7 46.7 29 21.0 7. Kematian teman dekat 61 59.2 14 70 10 66.7 85 61.6 8. Kehilangan pekerjaan 47 45.6 10 50 7 46.7 64 46.4 9. Pinjaman keuangan 23 22.3 4 20 7 46.7 34 24.6 10. Pindah tempat tinggal 50 48.5 10 50 5 33.3 65 47.1

Page 156: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 11. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping plantul problem solving

Perilaku Coping Jawaban Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n % 1. Saya berusaha

lebih dari biasanya supaya saya bisa berhasil menyelesaikan masalah saya

Tidak Pernah 1 1 1 5 0 0 2 1.4 Kadang-Kadang 1 1 0 0 0 0 1 0.7 Sering 13 12.6 3 15 5 33.3 21 15.2 Sering Sekali 88 85.4 16 80 10 66.7 114 82.6 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

2. Membuat perencanaan dan melaksanakannya

Tidak Pernah 0 0 2 10 0 0 2 1.4 Kadang-Kadang 1 1 1 5 0 0 2 1.4 Sering 21 20.4 0 0 4 26.7 25 18.1 Sering Sekali 81 78.6 17 85 11 73.3 109 79.0 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

3. Saya berkonsentrasi pada apa yang harus saya lakukan

Kadang-Kadang 1 1 0 0 0 0 1 0.7 Sering 18 17.5 2 10 6 40 26 18.8 Sering Sekali 84 81.6 18 90 9 60 111 80.4 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

4. Mencari posko-posko bantuan dari pemerintah dan swasta

Tidak Pernah 3 2.9 0 0 0 0 3 2.2 Kadang-Kadang 9 8.7 0 0 1 6.7 10 7.2 Sering 17 16.5 1 5 2 13.3 20 14.5 Sering Sekali 74 71.8 19 95 12 80 105 76.1 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

5. Menjual aset/barang yang masih dimiliki

Tidak Pernah 42 40.8 7 35 5 33.3 54 39.1 Kadang-Kadang 30 29.1 3 15 5 33.3 38 27.5 Sering 15 14.6 5 25 3 20 23 16.7 Sering Sekali 16 15.5 5 25 2 13.3 23 16.7 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

6. Mencari pinjaman kepada tetangga yang masih memilikinya

Tidak Pernah 40 38.8 8 40 6 40 54 39.1 Kadang-Kadang 31 30.1 5 25 4 26.7 40 29.0 Sering 15 14.6 3 15 2 13.3 20 14.5 Sering Sekali 17 16.5 4 20 3 20 24 17.4 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

7. Mengubah gaya hidup supaya segala sesuatu akan menjadi lebih baik

Tidak Pernah 7 6.8 1 5 0 0 8 5.8 Kadang-Kadang 5 4.9 2 10 1 6.7 8 5.8 Sering 54 52.4 9 45 6 40 69 50.0 Sering Sekali 37 35.9 8 40 8 53.3 53 38.4 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

Page 157: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 12. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping confrontatif

Perilaku Coping Jawaban Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n %

1. Berusaha menghubungi orang yang bertanggung jawab terhadap masalah

Tidak Pernah 3 2.9 1 5 1 6.7 5 3.6 Kadang-Kadang 2 1.9 1 5 0 0 3 2.2 Sering 12 11.7 0 0 0 0 12 8.7 Sering Sekali 86 83.5 18 90 14 93.3 118 85.5 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

2. Saya membiarkan perasaan atau emosi saya keluar

Tidak Pernah 57 55.3 12 60 8 53.3 77 55.8 Kadang-Kadang 16 15.5 1 5 0 0 17 12.3 Sering 13 12.6 5 25 5 33.3 23 16.7 Sering Sekali 17 16.5 2 10 2 13.3 21 15.2 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

3. Mengambil suatu kesempatan yang besar walaupun itu sangat beresiko

Tidak Pernah 60 58.3 11 55 10 66.7 81 58.7 Kadang-Kadang 20 19.4 8 40 2 13.3 30 21.7 Sering 14 13.6 1 5 2 13.3 17 12.3 Sering Sekali 9 8.7 0 0 1 6.7 10 7.2 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

4. Saya mencoba melakukan sesuatu walau tidak yakin akan berhasil, tetapi paling tidak saya telah berbuat

Tidak Pernah 19 18.4 4 20 0 0 23 16.7 Kadang-Kadang 2 1.9 3 15 1 6.7 6 4.3 Sering 59 57.3 8 40 10 66.7 77 55.8 Sering Sekali 23 22.3 5 25 4 26.7 32 23.2 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

Page 158: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 13. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping seeking social support

Perilaku Coping Jawaban Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n %

1. Saya berusaha bertanya pada orang-orang yang pernah mengalami hal yang sama tentang apa yang mereka lakukan

Tidak Pernah 1 1 1 5 0 0 2 1.4

Kadang-Kadang 2 1.9 0 0 0 0 2 1.4

Sering 16 15.5 1 5 1 6.7 18 13.0

Sering Sekali 84 81.6 18 90 14 93.3 116 84.1

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

2. Saya berusaha meminta nasehat kepada saudara atau tetangga apa yang harus dilakukan

Tidak Pernah 6 5.8 4 20 0 0 10 7.2

Kadang-Kadang 6 5.8 2 10 2 13.3 10 7.2

Sering 31 30.1 4 20 2 13.3 37 26.8

Sering Sekali 60 58.3 10 50 11 73.3 81 58.7

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

3. Saya berusaha berbicara pada seseorang untuk mencari informasi dan dapat membantu saya secara konkrit

Tidak Pernah 4 3.9 1 5 0 0 5 3.6

Kadang-Kadang 5 4.9 2 10 2 13.3 9 6.5

Sering 50 48.5 8 40 5 33.3 63 45.7

Sering Sekali 44 42.7 9 45 8 53.3 61 44.2

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 4. Saya berusaha

membicarakan permasalahan yang saya hadapi kepada orang lebih profesional seperti psikolog atau psikiater

Tidak Pernah 27 26.2 5 25 3 20 35 25.4

Kadang-Kadang 7 6.8 4 20 1 6.7 12 8.7

Sering 29 28.2 5 25 4 26.7 38 27.5

Sering Sekali 40 38.8 6 30 7 46.7 53 38.4

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

5. Saya menerima simpati dan pengertian dari orang lain

Tidak Pernah 38 36.9 6 30 5 33.3 49 35.5

Kadang-Kadang 15 14.6 5 25 1 6.7 21 15.2

Sering 26 25.2 3 15 2 13.3 31 22.5

Sering Sekali 24 23.3 6 30 7 46.7 37 26.8

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

Page 159: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 14. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping positive reappraisal

Perilaku Coping Jawaban Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n % 1. Saya lebih banyak

shalat, berdo'a, berzikir dan lebih dekat diri pada Allah SWT

Tidak Pernah 1 1 1 5 0 0 2 1.4 Sering 17 16.5 2 10 0 0 19 13.8 Sering Sekali 85 82.5 17 85 15 100 117 84.8 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

2. Saya percaya Allah mendengarkan do’a saya

Kadang-Kadang 2 1.9 0 0 0 0 2 1.4 Sering 17 16.5 1 5 0 0 18 13.0 Sering Sekali 84 81.6 19 95 15 100 118 85.5 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

3. Saya bersyukur dengan apa yang masih saya miliki

Kadang-Kadang 1 1 0 0 0 0 1 0.7 Sering 16 15.5 4 20 2 13.3 22 15.9 Sering Sekali 86 83.5 16 80 13 86.7 115 83.3 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

4. Saya mendapat ilham untuk melakukan sesuatu yang lebih kreatif

Tidak Pernah 5 4.9 1 5 2 13.3 8 5.8 Kadang-Kadang 7 6.8 1 5 0 0 8 5.8 Sering 34 33 4 20 4 26.7 42 30.4 Sering Sekali 57 55.3 14 70 9 60 80 58.0 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

5. Pengalaman ini merubah saya menjadi orang yang lebih baik

Tidak Pernah 2 1.9 0 0 0 0 2 1.4 Kadang-Kadang 2 1.9 1 5 0 0 3 2.2 Sering 37 35.9 5 25 2 13.3 44 31.9 Sering Sekali 62 60.2 14 70 13 86.7 89 64.5 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

Page 160: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 15. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping accepting responsibility

Perilaku Coping Jawaban Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n %

1. Mengeritik/introspeksi diri sendiri

Tidak Pernah 5 4.9 0 0 1 6.7 6 4.3

Kadang-Kadang 8 7.8 2 10 1 6.7 11 8.0

Sering 36 35 6 30 3 20 45 32.6

Sering Sekali 54 52.4 12 60 10 66.7 76 55.1

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

2. Saya menyadari permasalahan ini terjadi karena kesalahan saya sendiri

Tidak Pernah 40 38.8 6 30 6 40 52 37.7

Kadang-Kadang 15 14.6 3 15 4 26.7 22 15.9

Sering 24 23.3 2 10 0 0 26 18.8

Sering Sekali 24 23.3 9 45 5 33.3 38 27.5

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

3. Saya belajar hidup dalam kondisi seperti ini

Tidak Pernah 6 5.8 0 0 0 0 6 4.3

Kadang-Kadang 0 0 1 5 0 0 1 0.7

Sering 36 35 5 25 2 13.3 43 31.2

Sering Sekali 61 59.2 14 70 13 86.7 88 63.8

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

4. Saya bisa menerima semua yang telah terjadi dan tidak bisa dirubah kembali

Tidak Pernah 6 5.8 0 0 0 0 6 4.3

Kadang-Kadang 5 4.9 0 0 0 0 5 3.6

Sering 60 58.3 8 40 4 26.7 72 52.2

Sering Sekali 32 31.1 12 60 11 73.3 55 39.9

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

Page 161: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 16. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping self controlling

Perilaku Coping Jawaban Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n %

1. Saya berfikir terlebih dahulu apa yang ingin saya lakukan

Tidak Pernah 1 1 1 5 0 0 2 1.5

Kadang-Kadang 2 1.9 0 0 0 0 2 1.4

Sering 25 24.3 2 10 2 13.3 29 21.0 Sering Sekali 75 72.8 17 85 13 86.7 105 76.1

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

2. Saya menolak /menghindari untuk melakukan sesuatu secara tergesa-gesa

Tidak Pernah 4 3.9 1 5 0 0 5 3.6 Kadang-Kadang 7 6.8 1 5 0 0 8 5.8

Sering 30 29.1 3 15 3 20 36 26.1

Sering Sekali 62 60.2 15 75 12 80 89 64.5 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

3. Saya memperhatikan seseorang yang saya kagumi menyelesaikan suatu masalah

Tidak Pernah 36 35 5 25 6 40 47 34.1

Kadang-Kadang 12 11.7 4 20 2 13.3 18 13.0 Sering 28 27.2 3 15 4 26.7 35 25.4

Sering Sekali 27 26.2 8 40 3 20 38 27.5

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

Lampiran 17. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping

Distancing

Perilaku Coping Jawaban Utuh (n=103) Duda (n=20) Janda (n=15) Total (n=138)

n % n % n % n %

1. Saya tidak mau memikirkan permasalahan itu terlalu serius

Tidak Pernah 26 25.2 4 20 1 6.7 31 22.5

Kadang-Kadang 28 27.2 7 35 6 40 41 29.7

Sering 32 31.1 1 5 3 20 36 26.1 Sering Sekali 17 16.5 8 40 5 33.3 30 21.7

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

2 Bersikap biasa saja, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa

Tidak Pernah 36 35 6 30 8 53.3 50 36.2 Kadang-Kadang 30 29.1 6 30 3 20 39 28.3

Sering 22 21.4 2 10 1 6.7 25 18.1

Sering Sekali 15 14.6 6 30 3 20 24 17.4 Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

3. Saya mencoba untuk melupakan segalanya

Tidak Pernah 31 30.1 7 35 8 53.3 46 33.3

Kadang-Kadang 21 20.4 1 5 2 13.3 24 17.4 Sering 26 25.2 4 20 1 6.7 31 22.5

Sering Sekali 25 24.3 8 40 4 26.7 37 26.8

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

Page 162: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 18. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan strategi coping escape avoidance

Perilaku Coping Jawaban Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n %

1. Saya berharap ada keajaiban yang terjadi

Tidak Pernah 41 39.8 5 25 6 40 52 37.7

Kadang-Kadang 8 7.8 0 0 1 6.7 9 6.5

Sering 31 30.1 5 25 4 26.7 40 29.0

Sering Sekali 23 22.3 10 50 4 26.7 37 26.8

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0 2. Saya berusaha

menenangkan perasaan dengan merokok, mendengarkan musik, menonton, mabuk dan minum obat penenang

Tidak Pernah 88 85.4 13 65 12 80 113 81.9

Kadang-Kadang 7 6.8 2 10 0 0 9 6.5

Sering 1 1 2 10 1 6.7 4 2.9

Sering Sekali 7 6.8 3 15 2 13.3 12 8.7

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

3. Melemparkan permasalahan kepada orang lain

Tidak Pernah 88 85.4 18 90 11 73.3 117 84.8

Kadang-Kadang 7 6.8 0 0 0 0 7 5.1

Sering 2 1.9 1 5 1 6.7 4 2.9

Sering Sekali 6 5.8 1 5 3 20 10 7.2

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

4. Melupakan permasalahan dengan tidur lebih lama dari biasanya

Tidak Pernah 57 55.3 10 50 9 60 76 55.1

Kadang-Kadang 30 29.1 7 35 4 26.7 41 29.7

Sering 7 6.8 1 5 1 6.7 9 6.5

Sering Sekali 9 8.7 2 10 1 6.7 12 8.7

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

5. Saya menyadari kalau saya kecewa dan saya membiarkan diri saya hanyut dalam kekecewaan tersebut

Tidak Pernah 89 86.4 17 85 13 86.7 119 86.2

Kadang-Kadang 5 4.9 0 0 0 0 5 3.6

Sering 4 3.9 1 5 1 6.7 6 4.3

Sering Sekali 5 4.9 2 10 1 6.7 8 5.8

Total 103 100 20 100 15 100 138 100.0

Page 163: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 19. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan fungsi ekspresif

Pernyataan fungsi ekspresif keluarga Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n %

1. Pasca gempa dan tsunami keluarga lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT

102 99 20 100 13 86.7 135 97.8

2. Mengajarkan anggota keluarga untuk shalat tepat waktu 102 99 19 95 13 86.7 134 97.1

3. Kasih sayang antara contoh dan keluarga tetap dirasakan pasca gempa dan tsunami

101 98.1 19 95 14 93.3 134 97.1

4. Merencanakan untuk menambah anggota keluarga baru 50 48.5 11 55 4 26.7 65 47.1

5. Komunikasi antara suami- istri, ayah-anak dan ibu-anak tetap berjalan baik pasca gempa dan tsunami

99 96.1 13 65 14 93.3 126 91.3

6. Jika berpergian, contoh selalu pulang tepat waktu 96 93.2 14 70 12 80 122 88.4

7. Memberitahukan ke rumah kalau pulang terlambat 98 95.1 14 70 13 86.7 125 90.6

8. Anggota keluarga selalu berbuat sesuai dengan apa yang diucapkannya

99 96.1 17 85 15 100 131 94.9

9. Mengajak anak-anak untuk peduli kepada sesama yang ditimpa musibah atau yang mengalami kesulitan

97 94.2 17 85 14 93.3 128 92.8

10. Pernah memberikan tanggung jawab terhadap sesuatu pekerjaan kepada anggota keluarga

85 82.5 14 70 12 80 111 80.4

11. Mendengarkan dengan seksama keluhan atau protes terhadap ketetapan yang dibuat

95 92.2 13 65 13 86.7 121 87.7

12. Menghargai setiap pilihan yang dilakukan oleh anggota keluarga 97 94.2 15 75 15 100 127 92.0

13. Mengajari anggota keluarga untuk menghargai pendapat orang lain 100 97.1 16 80 13 86.7 129 93.5

14. Pernah minta maaf kepada anggota keluarga atas kesalahan yang contoh lakukan

95 92.2 16 80 13 86.7 124 89.9

15. Menyuruh anggota keluarga minta maaf atas kesalahan yang dilakukan baik kepada orang tua, saudara dan temannya

98 95.1 16 80 13 86.7 127 92.0

16. Mengerti keterbatasan yang dimiliki oleh masing-masing anggota keluarga 95 92.2 16 80 14 93.3 125 90.6

17. Menghargai pendapat anggota keluarga dalam mengatasi masalah keluarga

99 96.1 18 90 14 93.3 131 94.9

Page 164: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan

Lampiran 20. Sebaran contoh berdasarkan pernyataan fungsi instrumental

Pernyataan Fungsi Instrumental Keluarga Utuh

(n=103) Duda (n=20)

Janda (n=15)

Total (n=138)

n % n % n % n % 1. Hubungan kekeluargaan tetap

terjalin dengan baik pasca gempa dan tsunami

101 98.1 19 95 14 93.3 134 97.1

2. Tetap berhubungan baik dengan kerabat pasca gempa dan tsunami 102 99 20 100 14 93.3 136 98.6

3. Mewakili keluarga untuk mengikuti kegiatan sosial 63 61.2 15 75 7 46.7 85 61.6

4. Berusaha untuk membangun atau merenovasi kembali rumah yang hancur akibat gempa dan tsunami

90 87.4 16 80 9 60 115 83.3

5. Bertanggung jawab terhadap keamanan di rumah 99 96.1 19 95 14 93.3 132 95.7

6. Berusaha mencari sekolah terbaik untuk anak 78 75.7 14 70 9 60 101 73.2

7. Selain sekolah, juga mencarikan tempat yang terbaik untuk anak mengikuti pendidikan keagamaan

79 76.7 16 80 13 86.7 108 78.3

8. Berusaha mencari bantuan/beasiswa untuk sekolah anak 64 62.1 11 55 8 53.3 83 60.1

9. Selain beasiswa, mencari bantuan lain seperti makanan, kesehatan, perumahan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota keluarga keluarga

77 74.8 16 80 12 80 105 76.1

10. Membantu mencarikan pekerjan bagi anggota keluarga yang sudah tidak bersekolah/ dewasa

75 72.8 15 75 11 73.3 101 73.2

11. Membina hubungan baik dengan guru dan kepala sekolah 72 69.9 15 75 12 80 99 71.7

12. Membina hubungan baik dengan masyarakat sekitar 101 98.1 19 95 15 100 135 97.8

13. Membina hubungan baik dengan LSM yang sedang melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi akibat gempa dan tsunami

97 94.2 17 85 14 93.3 128 92.8

14. Mengajarkan sesuatu keterampilan kepada anggota keluarga 83 80.6 13 65 11 73.3 107 77.5

15. Anggota keluarga ikut membantu pekerjaan di rumah 91 88.3 17 85 12 80 120 87.0

16. Selain pekerjaan tetap, juga memiliki pekerjaan sampingan 45 43.7 6 30 5 33.3 56 40.6

17. Masih bisa menabung 62 60.2 16 80 7 46.7 85 61.6 18. Keluarga memiliki asuransi untuk

kesehatan 28 27.2 5 25 3 20 36 26.1

19. Keluarga memiliki asuransi untuk pendidikan anggota keluarga ke depan

23 22.3 4 20 3 20 30 21.7

20. Mengelola/mengatur keuangan keluarga dengan baik 95 92.2 17 85 14 93.3 126 91.3

21. Memutuskan berapa besar anggaran yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan sehari-hari

96 93.2 18 90 12 80 126 91.3

22. Memutuskan untuk membeli barang berharga 48 46.6 9 45 5 33.3 62 44.9

Page 165: Strategi Coping Keluarga yang Terkena Musibah Gempa dan ... · ekstrovet dan konsep diri juga sebagian besar ... Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan