STEP 7 Repro 5

53
STEP 7 Menyelesaikan LO 1. Asfiksia Neonatorum Definisi Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO 2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO 2 meningkat) dan asidosis. Patofisiologi Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia. Gejala Klinik Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan. Diagnosis Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis. Pemeriksaan fisik :

Transcript of STEP 7 Repro 5

Page 1: STEP 7 Repro 5

STEP 7

Menyelesaikan LO

1. Asfiksia Neonatorum

Definisi

Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur  pada saat

lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan PaO2 di dalam darah

rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2 meningkat) dan asidosis.

 

Patofisiologi

Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan

iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini

yang berperan pada kejadian asfiksia.

 

Gejala Klinik

Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit,

kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan.

 

Diagnosis

Anamnesis : Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.

Pemeriksaan fisik :

          Nilai Apgar

Klinis 0 1 2

Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit

Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat

Refleks saat jalan nafas

dibersihkan

Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin

Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas

(lemah)

Fleksi kuat

gerak aktif

Page 2: STEP 7 Repro 5

Warna kulit Biru pucat Tubuh merah

ekstrimitas biru

Merah seluruh

tubuh

         

   Nilai 0-3   : Asfiksia berat

               Nilai 4-6   : Asfiksia sedang

               Nilai 7-10 : Normal

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5

menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai

7.Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan 

menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30

detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar)

Pemeriksaan penunjang :

-         Foto polos dada

-         USG kepala

-         Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit

Penyulit

Meliputi berbagai organ yaitu :

-         Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis

-         Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru,

edema paru

-         Gastrointestinal : enterokolitis  nekrotikans

-         Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH

-         Hematologi : DIC

 

Penatalaksanaan

Resusitasi

        Tahapan resusitasi tidak melihat nilai apgar (lihat bagan)

        Terapi medikamentosa :

Epinefrin :

Indikasi :

Page 3: STEP 7 Repro 5

-           Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi

adekuat dan pemijatan dada.

-           Asistolik.

Dosis :

-           0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000   (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v

atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu. 

 

Volume ekspander :

Indikasi :

-            Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada

respon dengan resusitasi.

-            Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai

adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan

respon yang adekuat.

Jenis cairan :

-            Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)

-            Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

 

Dosis :

-           Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai 

menunjukkan respon klinis.

 

Bikarbonat :

Indikasi :

-           Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan

bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.

-           Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus

disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi.

Dosis :  1-2 mEq/kg BB  atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)

Cara :

-           Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara

intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.

Efek samping :

Page 4: STEP 7 Repro 5

-           Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak

fungsi miokardium dan otak.

 

Nalokson :

-           Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan

depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.

Indikasi :

-           Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4 jam

sebelum persalinan.

-           Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai sebagai pemakai

obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.

Dosis :   0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)

Cara :  Intravena,  endotrakeal atau bila perpusi baik  diberikan i.m atau s.c              

 

Suportif

        Jaga kehangatan.

        Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.

        Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

Page 5: STEP 7 Repro 5

Bagan Resusistasi neonatus

        

 

        

   Uji kembali  efektifitas :

Ventilasi

Kompresi dada

Intubasi Endotrakeal

   

     Resusitasi dinilai tidak berhasil

jika :

apnea dan denyut jantung 0

setelah dilakukan resusitasi

Page 6: STEP 7 Repro 5

-  Pemberian epinefrin

Pertimbangkan kemungkinan :

Hipovolemia

Asidosis metabolik berat

 

 

secara efektif selama 15  menit.

 

      

2. Ikterus Neonatal

Hiperbilirunemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemukan

pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan kembali dirawat dalam minggu

pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan bayi

terlihat berwarna kuning, keadaan ini disebabkan oleh akumulasi pigmen bilirubin yang

berwarna ikterus pada sklera dan kulit.

1.1 Defenisi

Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau

lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persentil 90.

Sedangkan ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan

ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih.

Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7

mg/dl.

Kadar bilirubin tak terkonjugasi bayi baru lahir (BBL) pada minggu pertama

>2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula, kadar bilirubin akan

mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan

menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL

selama 1 sampai 2 minggu. Sedangkan pada BBL yang mendapat ASI, kadar bilirubin

puncak akan mencapai kadar lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat.

Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan

dengan puncak lebih tinggi dan lebih lama, demikian juga penurunannya jika tidak diberikan

Page 7: STEP 7 Repro 5

fototerapi. Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran fisiologis, bahkan sampai

15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin.

Ikterus non fisiologis merujuk kepada keadaan sebagai berikut ;

1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam

2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi

3. Peningkatan kadar bilirubin serum > 0,5 mg/dL/jam

4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari (muntah, letargis, malas menetek,

penurunan BB yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang tidak stabil)

5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada

bayi kurang bulan

1.2 Patofisiologi

Pembentukan bilirubin

Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir

dari pemecahan katabolisme heme melalui proses oksidasi-reduksi. Langkah oksidasi yang

pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase

yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati dan organ lain. Pada reaksi

tersebut, terbentuk besi yang digunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin. Biliverdin

kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase.

Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin

melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan

terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat larut. Pada bayi baru lahir, sekitar 75%

produksi bilirubin berasal dari katabolisme heme hemeglobin dari eritrosit. Satu gram

hemoglobin akan menghasilkan 34 mg bilirubin dan sisanya (25%) disebut early labelled

didalam sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme (mioglobin, sitokrom,

katalase, peroksidase), dan heme bebas.

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mgg/kgBB/hari, sedangkan otang

dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada BBL disebabkan

masa hidup eritrosit lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari),

peningkatan degenerasi heme, turn over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorbsi

bilirubin dari usus yang meningkat.

Page 8: STEP 7 Repro 5

Transportasi Bilirubin

Pembentukan bilirubin yang terjadi di RES, selanjutnya dilepaskan ke sirkulasi akan

berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah

terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang

kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat polar dan tidak larut

dalam air dan kemudian akan ditransportasi ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan

albumin tidak dapat memasuki susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Pada bayi kecil

bulan, ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan komplikasi dari

hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemia, asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemia. Hal

tersebut tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas dan beresiko

terjadinya neurotoksisitas.

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut

dalam air di retikulum endolaplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate

glucoronosyl transferase (UDPG-T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi

bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin

diglukoronida. Bilirubin kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Pada bayi

baru lahir didapatkan defisiensi aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas

enzim ini meningkat melebihi bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin

serum akan menurun.

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresikan kedalam kandung

empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Setelah berada

di usus halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak dapat langsung diresorbsi, kecuali jika

dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase

yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati

untuk dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.

Mukosa usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim β-glukoronidase

yang dapat menghidrolisis menjadi bilirubin yang tak terkonjugasi yang selanjutnya dapat

diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir, lumen usus halusnya steril sehingga

bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi sterkobilin.

Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif tinggi

didalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis bilirubin

Page 9: STEP 7 Repro 5

glukoronida yang berlebih dan konsetrasi bilirubin yang tinggi ditemukan didalam

mekonium. BBL relatif kekurangan flora bakteri untuk mengurangi bilirubin menjadi

urobilinogen yang akan meningkatkan pool bilirubin usus. Peningkatan hidrolisis bilirubin

konjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh aktifitas β-glukoronidase mukosa yang tinggi

dan ekskresi monoglukorinida terkonjugasi.

Pada ikterus fisiologis, peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi dalam sirkulasi

disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan clearance

bilirubin. Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan

early bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia sel darah merah. Resirkulasi aktif

bilirubin di enterohepatik, yang meningkatkan kadar bilirubin serum, disebabkan oleh

penurunan bakteri flora normal, aktifitas β-glukoronidase yang tinggi dan penurunan

motilitas usus halus.

Page 10: STEP 7 Repro 5

Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3

fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih relevan, walaupun diperlukan

penjelasan akan adanya fase tambahan dalam tahapan metabolisme bilirubin. Pentahapan

yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirtibin menjadi 5

fase. yaitu fase 1). Pembentukan bilirubin, 2). Transpor plasma, 3). Liver uptake,4).

Konyugasi, dan 5). Eskresi bilier.

Fase Prahepatik

1. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat

badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang

matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled billirubin) datang dari protein heme

lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein heme

dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim

hemeoksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin.

Tahapan ini terjadi terutama dalam sel sistem retikuloendotelial (mononuklir fagositosis).

Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan

pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin meningkat pada beberapa

kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang penting.

2. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonyugasi ini

transportnya dalam plasma terikat dengan albuinin dan tidak dapat melalui membran

glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan

seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada

tempat ikatan dengan albumin.

Fase Intrahepatik.

3. Liver uplakc. Proses pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati secara rinci dan

pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan

bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan

albumin.

4. Konyugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konyugasi

dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin konyugasi atau

bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukuronil-transferase

yang menghasilkan bilirubin yang larut dalam air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya

menghasilkan bilirubin monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronik kedua

Page 11: STEP 7 Repro 5

ditambahkan dalam saluran empedu melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini

tidak dianggap fisiologik. Biliruibin konyugasi lainnya selain diglukuronid juga terbentuk

namun kegunaannya tidak jelas.

Fase Pascahepatik

5. Eskresi Bilii\rubin. Bilirubin konyugasi dikeluarkan ke dalam kanalilculus bersama bahan

lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di

dalam usus flora bakteri men"dekonyugasi" dan mereduksi bilirubin menjadi

sterkobilinogen.dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi wama

coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil

mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak

bilirubin unkonyugasi. Hal ini menerangkan wama air seni yang gelap yang khas pada

gangguan liepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonyugasi bersifat tidak

larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkonyugasi dapat

melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak

terkonyugasi mengalami proses konyugasi dengan gula melaltii enzim glukuroniltransferase

dan larut dalam empedu cair.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis

Dasar Penyebab

Peningkatan bilirubin yang tersedia

Peningkatan produksi bilirubin Peningkatan sel darah merah

Penurunan umur sel darah merah

Peningkatan early bilirubin

Peningkatan resirkulasi melalui

enterohepatik shunt

Peningkatan aktifitas β-glukoronidase

Kurangnya adanya flora bakteri

Pengeluaran mekonium yang terlambat

Penurunan bilirubin clearance

Penurunan clearance dari

plasma

Defisiensi protein karier

Penurunan metabolisme hepatik Penurunan aktifitas UDPGT

Page 12: STEP 7 Repro 5

Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early dan

late. Bentuk early onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum, sedangkan

bentuk late onset berhubungan dengan kandungan ASI yang mempengaruhi proses konjugasi

dan ekskresi. Pengaruh late onset berhubungan dengan adanya faktor spesifik dari ASI yaitu

2α-20β-pregnandiol yang mempengaruhi aktifitas UDPGT atau pelepasan bilirubin konjugasi

dari hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian melepaskan asam

lemak bebas ke dalam usus halus; penghambatan konjuhagi akibat peningkatan asam lemak

unsaturated, atau β-glukoronidase atau adanya faktor lain yang meningkatkan jalur

enterohepatik.

Faktor etiologi yag berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada bayi yang mendapat

ASI;

1. Asupan cairan

Kelaparan

Frekuensi menyusui

Kehilangan berat badan/dehidrasi

2. Hambatan ekskresi bilirubin hepatik

Pregnandiol

Lipase-free fatty acid

Unidentified inhibitor

3. Intestinal reabsorbtion of bilirubin

Pasase mekonium terlambat

Pembentukan urobilinoid bakteri

Beta-glukoronidase

Hidrolisis alkaline

Asam empedu

Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek

Dasar Penyebab

Peningkatan produksi bilirubin Incompabilitas darah fetomaternal (Rh,

ABO)

Peningkatan penghancuran hemoglobin Defisiensi enzim kongenital

(G6PD, galaktosemia)

Page 13: STEP 7 Repro 5

Sepsis

Peningkatan jumlah hemoglobin Polisitemia (twin-to-twin

transfusion, SGA)

Keterlambatan klem tali pusat

Peningkatan sirkulasi enterohepatik Keterlambatan pasase meko-

nium, ileus mekonium,

meconium plug syndrome

Puasa atau keterlambatan

minum

Atresia atau stenosis intestinal

Perubahan clearance bilirubin hati Imaturitas

Perubahan produksi atau aktifitas

uridine diphosphoglucoronyl

transferase

Gangguan metabolik/endokrine

Perubahan fungsi dan perfusi hati Asfiksia, hipoksia, hipotermi,

hipoglikemi

Sepsis

Obat-obatan dan hormon

Obstruksi hepatic Anomali kongenital (atresia

biliaris, fibrosis kistik)

Statis biliaris (hepatits, sepsis)

Bilirubin load berlebihan

1.3 Diagnosis

Perlu penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai resiko, terutama untuk bayi-

bayi yang pulang lebih awal. Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi

dengan pencahayaan yang baik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat

warna kuning dan jaringan subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar

bilirubin kurang dari 4 mg/dL. Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari sala

satu penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, ptekie, ekstravasasi

darah, memar kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti

adanya dehidrasi. Selain itu perlu diketahui kadar bilirubin serum total.

Page 14: STEP 7 Repro 5

Faktor resiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan ≥ 35 minggu

1. Faktor resiko major

Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus

terletak pada daerah resiko tinggi

Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan

Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobin direk yang positif atau

penyakit hemolitik lainnya

Umur kehamilan 35-36 minggu

Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi

Sefalhematom atau memar bermakna

ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan

berlebihan

Ras Asia timur

2. Faktor resiko minor

Sebelum pulang, kadar bilirubin total atau bilirubin transkutaneus terletak

pada daerah resiko sedang

Umur kehamilan 37-38 minggu

Sebelum pulang, bayi tampak kuning

Riwayat anak sebelumnya kuning

Bayi makrosomia dari ibu DM

Umur ibu ≥ 25 tahun

Laki-laki

3. Faktor resiko kurang

Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah

resiko rendah

Umur kehamilan ≥ 41 minggu

Bayi mendapat susu formula penuh

Kulit hitam

Bayi dipulangkan setelah 72 jam

1.4 Manajemen

Strategi mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia meliputi; pencegahan,

penggunaan farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar.

Page 15: STEP 7 Repro 5

1. Strategi pencegahan hiperbirubinemia

(1) Pencegahan primer

- Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari untuk

beberapa hari pertama

- Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang

mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi

(2) Pencegahan sekunder

- Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta

penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.

o Jika golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif, dilakukan

pemeriksaan antibodi direk (tes coombs), golongan darah dan tipe Rh darah

tali pusat bayi

o Jika golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan untuk dilakukan tes

golongan darah dan tes coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak

diperlukan jikan dilakukan pengawasan, penilaian terhadap resiko sebelum

keluar RS dan tindak lanjut yang memadai.

- Harus memastikan bahwa semua bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya

ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat

memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.

(3) Evaluasi laboraturium

- Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan pada setiap bayi yang mengalami

ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir.

- Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus yang berlebihan

- Semua kadar bilirubin harus diintrepretasikan sesuai dengan umur bayi dalam jam

(4) Penyebab kuning

- Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau konjugasi harus dilakukan

analisis dan kultur urin

- Bayi sakit dan ikterus pada umur atau lebih dari 3 minggu harus dilakukan

pemeriksaan bilirubin total dan direk untuk mengidentifikasi adanya kolestatis

- Jika kadar bilirubin direk meningkat, dilakukan evaluasi tambahan mencari

penyebab kolestatis

Page 16: STEP 7 Repro 5

- Pemeriksaan kadar G6PD direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat

fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau ernis/asal geografis yang menunjukan

kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon fototerapi buruk.

(5) Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan

- Setiap bayi harus dinilai terhadap resiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat

(6) Kebijakan dan prosedur rumah sakit

- RS harus memberikan informasi  tertulis  dan lisan kepada orangtua mengenai kuning, 

perlunya monitor terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan

Bayi Keluar RS Harus dilihat saat umur

Sebelum umur 24 jam 72 jam

Antara umur 24 – 27,9 jam 96 jam

Antara umur 48 dan 72 jam 120 jam

(7) Pengelolaan bayi dengan ikterus yang mendapat ASI

- Observasi semua fese awal bayi, pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran

jika feses keluar dalam waktu 24 jam

- Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering dengan

waktu yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang lama

dengan frekuensi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan sama

- Tidak dianjurkan pemberian air, dektrosa, atau formula pengganti

- Observasi berat badan, BAK, dan BAB yang berhubungan dengan pola menyusui

- Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum,

rangsang pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompaa, dan menggunakan

protokol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP

- Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI,

sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika

ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat diatas 20 mg/dL atau ibu

memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

2. Penggunaan Farmakologi

Page 17: STEP 7 Repro 5

(1) Imunoglobulin intravena digunakan pada bayi dengan Rh yang berat dan

inkompabilitas ABO untuk menekan isoimun dan menurunkan tindakan transfusi

ganti

(2) Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktifitas dan

konsentrasi UPGDT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan

bilirubin

(3) Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin yang

merupakan analog sintesis heme. Zat ini efektif sebagai inhibitor kompetitif dari

heme oksigenase, yang diperlukan untuk katabolisme heme manjadi biliverdin.

(4) Tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat menurunkan

kadar bilirubin serum.

(5) Pemberian inhibitor β-glukoronidase pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat

ASI dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi

berkurang.

3. Foto Terapi dan Transfusi tukar

Penatalaksaan fototerapi pada bayi dengan hiperbilirubinemia

- Lakukan pemeriksaan laboraturium

Bilirubin total dan direk

Golongan darah (ABO Rh)

Tes antibodi direk (Coombs)

Serum albumin

Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi

Jumlah retikulosit

ETCO (bila tersedia)

G6PD (bila terdapat kecurigaan berdasarkan etnis dan geografis atau

respon terhadap terapi kurang)

Urinalisis

Bila anamnesis dan tampilan klinis menunjukan kemungkinan sepsis

lakukan pemeriksaan kultur darah, urin, dan liquor untuk protein, glukosa,

hitung jenis dan kultur

- Tindakan

Page 18: STEP 7 Repro 5

Bila bilirubin total ≥ 25 mg atau ≥20 mg pada bayi sakit atau bayi <38

minggu, lakukan pemeriksaan golongan darah dan cross match pada pasien

yang akan direncakan transfusi ganti.

Pada bayi dengan penyakit autoimun hemolitik dan kadar bilirubin total

meningkat walau telah dilakukan foto terapi intensif atau dalam 2-3 mg/dL

kadar transfusi ganti, berikan imunoglobulin intravena 0,5-1 g/kg selama 2

jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian.

Pada bayi yang mengalami penurunan berat badan lebih 12% atau secara

klinis atau terbukti secara biokimia menunjukan tanda dehidrasi,

dianjurkan pemberian susu formula atau ASI tambahan.

- Pada bayi mendapat foto terapi intensif

- Pemberian minum dilakukan setiap 2-3 jam

- Bila bilirubin total ≥ 25 mg/dL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 2-3 jam

- Bila bilirubin total 20-25 mg/dL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 3-4

jam, bila <20 mg/dL dilang dalam 4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun,

periksa ulang dalam 8-12 jam

- Bila kadar bilirubin total tidak turun atau mendekati kadar transfusi tukar atau

perbandingan bilirubin total dengan albumin (TSB/albumin) meningkat

mendekati angkat untuk transfusi tukar maka dilakukan transfusi ganti.

- Bila kadar bilirubin total < 13-14 mg/dL, foto terapi dihentikan.

- Tergantung kepada penyebab hiperbilirubinemia, pemeriksaan bilirubin

ulangan boleh dilakukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk melihat

kemungkinan terjadinya rebound.

Page 19: STEP 7 Repro 5

Rasio bilirubin total/albumin sebagai penunjang untuk memutuskan transfusi tukar

Kategori Resiko Rasio B/A saat transfusi tukar

Harus Dipertimbangkan

Bayi ≥ 38 0/7 mgg 8,0 0,94

Bayi 35 0/7 mg – 36 6/7 mgg dan sehat

atau ≥ 38 0/7 mgg jika resiko tinggi

atau isoimmune hemolytic disease atau

defisiensi G6PD

7,2 0,84

Bayi 35 0/7 – 37 6/7 mgg jika resiko

tinggi atau isoimmune hemolytic

disease atau defisiensi G6PD

6,8 0,80

Komplikasi transfusi tukar :

1. Hipokalsemia dan hipomagnesia

2. Hipoglikemia

3. Gangguan keseimbangan asam basa

4. Hiperkalemia

5. Gangguan kardiovaskular

Perforasi pembuluh darah

Emboli

Page 20: STEP 7 Repro 5

Infark

Aritmia

Volume overload

arrest

6. Perdarahan

Trombositopenia

Defisiensi faktor pembekuan

7. Infeksi

8. Hemolisis

9. Graft-versus host disease

10. Lain-lain : hipoterma, hipertermia, dan kemungkinan terjadinya enterokolitis

nekrotikans.

3. Indeks Krammer

RUMUS KRAMER

Sebaiknya penilaian ikterus dilakukan secara labratorium, apabila tidak memungkinkan dapat

dilakukan secara klinis.

1. Memeriksa tanda-tanda ikterus (kuning)

Jika tanda-tanda ikterus (kuning) :

a. tanyakan saat timbulnya kuning

b. Lihat dan raba

2. Pemeriksaan tanda-tanda bahaya umum:

a. Tidak bisa minum atau menetek

b. Memuntahkan semuanya

c. Kejang atau riwayat kejang yang berhubungan dengan sakit ini

d. Sulit dibangunkan atau tidak sadar

Ada   beberapa   cara   untuk  menentukan   derajat   ikterus   yang  merupakan   resiko   terjadinya   kern 

ikterus, misalnya kadar bilirubin bebas, kadar bilirubin 1 dan 2, atau secara klinis (Kramer).

DAERAH LUAS IKTERUS KADAR BILIRUBIN (mg%)

1 Kepala dan Leher 5

Page 21: STEP 7 Repro 5

2Daerah 1 + Badan bagian atas sampai

umbilicus9

3 Daerah 1, 2 + Badan bagian bawah dan tungkai 11

4Daerah 1, 2, 3 + Lengan dan kaki di bawah

dengkul12

5 Daerah 1, 2, 3, 4 + Tangan dan kaki 16

4. Bayi Berat Lahir Rendah

Definisi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram

tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1

(satu) jam setelah lahir (3).

Bayi Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) ialah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya

pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr sampai dengan 2499 gr. Bertahun – tahun lamanya

bayi dengan berat badan lahir rendah disebut bayi prematur. Pembagian menurut berat badan

ini sangat mudah tetapi tidak memuaskan.Lama – kelamaan ternyata bahwa morbiditas dan

mortalitas neonatus tidak hanya bergantung pada berat badannya, tetapi juga pada maturitas

bayi tersebut.

Untuk mendapat keseragaman pada kongres European Perinatal Medicine, ke II London

(1970) telah disusulkan definisi sebagai berikut :

1. Bayi kurang bulan ialah bayi yang kelahirannya kurang dari 37 minggu ( 259 hari )

2. Bayi cukup bulan ialah bayi dengan masa kehamilan mulai 37 sampai dengan 42

minggu

3. Bayi lebih bulan ialah bayi dengan masa kehamilan 42 minggu atau lebih ( 294 hari

atau lebih )

Dengan definisi sepert itu BBLR dapat di bagi menjadi 2 golongan, yaitu ;

1. Prematuritas Murni

Page 22: STEP 7 Repro 5

Masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya sesuai dengan berat

badan untuk masa gestasi itu dan biasa disebut neonatus kurang bulan sesua untuk

masa kehamilan

2. Dismaturitas

Bayi lahir dengan berat badan seharusnya untuk masa gestasi itu. Berarti bayi

mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi yang kecil untuk

masa kehamilan.

PREMATURITAS MURNI

Faktor Penyebab :

1. Faktor ibu

a) Penyakit

Penyakit yang berhubungan langsung selama masa keamilan misalnya toksemia

gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis, dan psikologis.

Penyakit lainnya adalah nefritis akut, diabetes melitus, infeksi akut, atau tindakan

operatif dapat merupakan faktor etiologi prematuritas.

b) Usia

Angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia dibawah 20 tahun dan pada

multigravida yang jarak antar kelahirannya terlalu dekat. Kejadian terendah ialah

pada ibu usia 26 – 35 tahun

c) Keadaan sosial – ekonomi

Keadaan ini sering terjadi terdapat pada golongan sosial – ekonomi yang rendah.

Hal ini disebabkan karena keadaan gizi yang kurang baik dan pengawasan

antenatal yang kurang.

Demikian pula keadaan prematuritas pada bayi lahir yang lahir dari perkawinan

yang tidak sah ternyata lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi yang yang lahir

dengan perkawinan yang sah.

2. Faktor janin

Hidramnion, kehamilan ganda, umumnya akan mengakibatkan lahir bayi BBLR

Page 23: STEP 7 Repro 5

Karakteristik klinis

Berat badan kurang dari 2500 gr, panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm, lingkaran

dada kurang dari 30 cm lingkaran kepala kurang dari 33 cm. Masa gestasi kurang dari 37

minggu. Tampak luar sangat bergantng pada maturitas atau lamanya masa gestasi itu. Kepala

relatif lebih besar daripada badannya, kulitnya tipis, transparan, lanugo banyak, lemak

subkutan kurang. Osifikasi tengkorak sedikit, ubun – ubn dan sutura lebar, gentialia belum

tertutup labia mayora. Pembuluh darah kulit banyak terlihat dan peristaltis usus pun dapat

terlihat.rambut biasanya tipis, halus dan teranyam sehingga sulit terlihat satu – persatu.

Tulang rawan dan daun telinga, shingga elstisitas daun telinga masih berkurang. Jaringan

mamae belum sempurna, demikian pula puting susu belum terbentuk degan baik. Bayi kecil

posisi bayi masih fetal, yaitu posisi dekubitus lateral, pergerakannya kurang dan masih

lemah. Bayi lebih bayak tertidur daripada bangun. Tangisnya lemah, pernafasan belum teratur

dan sering terjadi serangan apnu. Otot masih hipotonik,sehingga sikap selalu dalam keadaan

kedua tungkai dalam abduksi, sendi lutut dan sendi kaki dalam fleksi dan kepala menghadap

satu jurusan. Tonic neck reflek biasanya lemah, reflek moro dapat positif. Reflek mengisap

dan menelan belum sempurna, demikian pula refleks batuk. Kalau bayi lapar biasanya

menangis, gelisah dan aktifitas bertambah. Bila dalam waktu 3 hari tanda kelaparan ini tidak

terdapat, kemungkinan bayi lebih besar menderita infeksi atau perdarahan intrakranial.

Seringkali terdapat edema pada anggota gerak, yang menjadi lebih nyata sesudah 24 – 48

jam. Kulitnya tampak mengkita dan licin danseperti terdapat pitting edema. Edema ini dapat

berubah sesuai dengan prubahan posisi. Edema ini sering kali berhubungan dengan

perdarahan antepartum, diabetes melitus dan toksemia gravidarum. Frekuensi pernafasan

bervariasi sangat luas terutama hari – hari pertama. Walaupun demikian bila frekuensi

pernafasan terus meningkat diatas 60/ menit, harus waspada akan kemungkinan terjadinya

penyakit membran hialin ( sindrom gangguan pernafasan idiopatik ) atau gangguan penafasan

karena sebab lain. Dalam hal ini penting sekali melakukan pemeriksaan radiologis toraks.

Penyakit bayi Prematur

1. Sindrom Gangguan Pernafasan Idiopatik

Page 24: STEP 7 Repro 5

Disebut juga penyakit membran hialin karena pada stadium akhir akan terbentuk

membran hialin yang melapisi alveolus paru

2. Pneumonia aspirasi

sering ditemukan pada baik prematur, karena refleks menelan dan batuk belum

sempurna. Penyakit ini dapat dicegah dengan perawatan yang baik.

3. Perdarahan intraventikuler

Perdarahan spontan di ventrikel otak lateral biasanya disebabkan oleh karena anoksia

otak. Biasanya terjadi bersamaan dengan pembentukan membran hialin pada paru.

Sayang sekali sering tidak mungkin membedakan dispnu yang disebabakan oleh

sindrom gangguan pernafasan idiopatik.Kelainan ini biasanya hanya ditemukan pada

saat oyopsi

4. Fibroplasia Retrolental

Penyakit ini terutma ditemukan pada bayi prematur dan disebabkan oleh gangguan

oksigen yang berlebihan. Dengan menggunakan oksigen dalam konsentrasi tinggi,

akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah retina. Kemudian setelah bayi bernafas

dengan udara biasa lagi, pembuluh darah ini akan mengalami vasodilatasi yang

selanjutnya akan disusul dengan proloferasi pembuluh darah secara tidak teratur.

Kelainan ini biasanya terlihat pada bayi yang berat badannya kurang dari 2 kg dan

telah mendapat oksigen dengan konsentrasi tinggi ( lebih dari 40 % ). Stadium akut

penyakit ini apat terlihat pada umur 3 – 6 minggu dalam bentuk dilatasi arteri dan

vena retina. Kemudian diikuti oleh pertumbuhan kapiler baru secara tidak teratur pada

ujung vena. Kumpulan pembuluh darah baru ini tampak sebagai perdarahan.

Akhirnya sebagian kapiler baru ini tumbuh ke arah korpus viterum dan lensa.

Selanjutnya akan terjadi edema pada retina dan retina akan terlepas dari dasarnya dan

keadaan ini merupakan keadaan yang ireversibel. Pada stadium akhir akan terdapat

masa retrolental yang terdiri dari jaringan ikat. Keadaan ini dapat terjadi bilateral

dengan mikroftalmus virus yang menghilang. Selain itu dapat disertai retardasi mental

dan ceebral palsy.

Pengobatan pada stadium dini dapat dicoba dalam memberikan ACTH atau

kortiosteroid. Hal yang penting ialah pencegahannya, yaitu :

a. Pada bayi BBLR penggunaan oksigen tidak melebihi 40 % dan hal ini dapat

dicapai dengan memberikan oksigen melalui corong dengan kecepatan 2 liter /

menit

Page 25: STEP 7 Repro 5

b. Tidak menggunakan oksigen untuk mencegah timbulnya apnu atau sianosis

c. Pemberian oksigen pada bayi yang berat badannya kurang dari 2 kg harus berhati

– hati dan sebaiknya PaO2 selalu dimonitor.

5. Hiperbilirubinemia

Bayi prematur lebih sering mengalami hiperbilirubinemia dibandigkan bayi cukup

bulan. Hal ini disebabkan karena faktor kematangan hepar sehingga konjugasi

bilirubin indirek menjadi bilirubin direk sebelum sempurna.

DISMATURITAS

Dismaturitas ialah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya kurangdibandingkan dengan

berat badan kurang dari berat badan lahir yang seharusnya untuk masa gestasi bayi itu ( KM

K )

Pengertian berat badan kurang dari berat badan lahir yang seharusnya untuk masa gestasi

tertentu ialah kalau berat badan lahir lahirmya dibawah persentil ke 10 menurut kurva

pertumbuhan intrauterin Lubecheno atau dibawah 2 SD menurut kurva pertumbuhan

intrauterin Usher dan Mc. Lean . Penyebab dismaturitas ialah setiap keadaan yang

mengganggu pertukaran zat antara ibu dan janin.

Dalam arti luas fetal distress menjadi 3golongan, yaitu :

1. Acute fetal distress, yatu defisitatau fetal deprivation yang hanya mengakibatan

perinatal distress tetappi tidak menngakibatkan retardasi pertumbuhan dan wasting.

2. Sbacute fetal distress yaitu bila fetal deprivation tersebut menunjukan tanda wasting

tetapi tidak retardasi pertumbuhan

3. Chronic fetal distress, yaitu bila bayi jelas menunjukan retardasi pertumbuhan

Bayi dismatur dengan anda wasting atau insufisiensi plasenta dapat dibagi 3 stadium menurut

berat ringannya wasting tersebut

1. Stadium pertama

Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kuitnya longgar, kering seperti

perkamen, tetapi belum terdapat noda mekonium

2. Stadium kedua

Page 26: STEP 7 Repro 5

Didapatkan tanda stadium pertama dengan warna kehijauan pada kulit, plasenta, dan

umbilikus. Hal ini disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam amnion yang

kemudian mengendap ke dalam kulit, umbiikus dan plasenta sebgai anoksia

intrauterin

3. Stadium ketiga

Ditemukan tanda stadium kedua ditambah dengan kulit yang berwarna kuning,

demikian pda kuku dantali pusat. Ditemukan juga anoksia intrauteri yang lama.

Komplikasi dismaturitas

1. Sindrom aspirasi mekonium

Kesulitan pernafasan yang sering dittemukan pada bayi dismatur ialah sindrom

aspirasi mekonium. Keadaan hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin

menadakan gasping dalam uterus. Selain itu mekonium aka dilepaskan ke dalam

likuor amniom seperti yang terjadi pada subacute fetal distress. Akibatnya cairan yang

mengandung mekonium yang lengket itu masuk ke dalam paru janin karena inhalasi.

Pada saat lahir bayi akan menderita gangguan pernafasa sangat menyeruoai sindrom

gangguan pernafasan idiopatik. Pengobatannya sama dengan pengobatan sindrom

gangguan pernafasan idiopatik ditambah dengan pemberian antibiotika.

2. Hipoglikemia simtomatik

3. Asfiksia neonatorum

4. Penyakit membran hialin

5. Hiperbilirubinemi.

Epidemiologi

Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di

dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang

atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian BBLR

didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding

pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500 gram (4). BBLR termasuk faktor utama dalam

peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan anak serta

memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya dimasa depan (1,2). Angka

Page 27: STEP 7 Repro 5

kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu

berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR

dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka

BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada

sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia Sehat 2010 yakni maksimal 7% (2,3).

Etiologi

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain

adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan

kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (3).

(1) Faktor ibu

a. Penyakit

Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain

b. Komplikasi pada kehamilan.

Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-

eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.

c. Usia Ibu dan paritas

Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu

dengan usia <>

d. Faktor kebiasaan ibu

Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan

ibu pengguna narkotika.

(2) Faktor Janin

Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan kromosom.

(3) Faktor Lingkungan

Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi, radiasi, sosio-

ekonomi dan paparan zat-zat racun (4,7).

Komplikasi

Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain (8):

 Hipotermia

 Hipoglikemia

Page 28: STEP 7 Repro 5

 Gangguan cairan dan elektrolit

 Hiperbilirubinemia

 Sindroma gawat nafas

 Paten duktus arteriosus

 Infeksi

 Perdarahan intraventrikuler

 Apnea of Prematurity

 Anemia

Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir rendah

(BBLR) antara lain (3,8):

 Gangguan perkembangan

 Gangguan pertumbuhan

 Gangguan penglihatan (Retinopati)

 Gangguan pendengaran

 Penyakit paru kronis

 Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit

 Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

Diagnosis

Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat lahir bayi dalam jangka

waktu <> dapat diketahui dengan dilakukan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang (8).

Anamnesis

Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari

etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya BBLR (3):

 Umur ibu

Page 29: STEP 7 Repro 5

 Riwayat hari pertama haid terakir

 Riwayat persalinan sebelumnya

 Paritas, jarak kelahiran sebelumnya

 Kenaikan berat badan selama hamil

 Aktivitas

 Penyakit yang diderita selama hamil

 Obat-obatan yang diminum selama hamil

Pemeriksaan Fisik

Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi BBLR antara lain (3):

 Berat badan <>

 Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)

 Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan).

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain (3):

 Pemeriksaan skor ballard

 Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan

 Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar

elektrolit dan analisa gas darah.

 Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur

kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan

terjadi sindrom gawat nafas.

 USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan <>

Penatalaksanaan/ terapi

Medikamentosa

Pemberian vitamin K1 (3):

Page 30: STEP 7 Repro 5

 Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau

 Per oral 2 mg sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari,

dan umur 4-6 minggu)

Diatetik

Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks menghisapnya

masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan dengan pompa atau

diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung atau pipet. Dengan memegang

kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI

yang telah dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel

pada puting. ASI merupakan pilihan utama (6):

 Apabila bayi mendapat ASI, pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara

apapun, perhatikan cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling

kurang sehari sekali.

 Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3

hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.

Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut berat badan lahir dan keadaan

bayi adalah sebagai berikut (3):

a. Berat lahir 1750 – 2500 gram

- Bayi Sehat

 Biarkan bayi menyusu pada ibu semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah

merasa letih dan malas minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam)

bila perlu.

 Pantau pemberian minum dan kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas

menyusui. Apabila bayi kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan

menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

- Bayi Sakit

 Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum

seperti pada bayi sehat.

 Apabila bayi memerlukan cairan intravena:

 Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

Page 31: STEP 7 Repro 5

 Mulai berikan minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil. Anjurkan

pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda siap untuk menyusu.

 Apabila masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas,

kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung :

o Berikan cairan IV dan ASI menurut umur

o Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam sekali). Apabila bayi telah

mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar berikan tambahan ASI

setiap kali minum. Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi

menunjukkan keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.

b. Berat lahir 1500-1749 gram

- Bayi Sehat

 Berikan ASI peras dengan cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat

diberikan menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam paru

(batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung. Lanjutkan dengan pemberian

menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini

dapat berlangsung setela 1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1

minggu)

 Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah

mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI

setiap kali minum.

 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba

untuk menyusui langsung.

- Bayi Sakit

 Berikan cairan intravena hanya selama 24 jam pertama

 Beri ASI peras dengan pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV

secara perlahan.

 Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah

mendapatkan minum 160/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI

setiap kali minum.

Page 32: STEP 7 Repro 5

 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah

stabil dan bayi dapat menelan tanpa batuk atau tersedak

 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba

untuk menyusui langsung.

c. Berat lahir 1250-1499 gram

- Bayi Sehat

 Beri ASI peras melalui pipa lambung

 Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah

mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI

setiap kali minum

 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba

untuk menyusui langsung.

- Bayi Sakit

 Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.

 Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan

intravena secara perlahan.

 Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan

minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali

minum

 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba

untuk menyusui langsung.

d. Berat lahir <>tidak tergantung kondisi)

 Berikan cairan intravena hanya selama 48 jam pertama

 Berikan ASI melalui pipa lambung mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian cairan

intravena secara perlahan.

Page 33: STEP 7 Repro 5

 Berikan minum 12 kali dalam 24 jam (setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapatkan

minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali

minum

 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.

 Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba

untuk menyusui langsung.

Suportif

Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan suhu tubuh normal (3):

 Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti

kontak kulit ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan

hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai petunjuk.

 Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin

 Ukur suhu tubuh dengan berkala

Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan suportif ini adalah :

 Jaga dan pantau patensi jalan nafas

 Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit

 Bila terjadi penyulit, harus dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang,

gangguan nafas, hiperbilirubinemia)

 Berikan dukungan emosional pada ibu dan anggota keluarga lainnya

 Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu

berkunjung setiap saat dan siapkan kamar untuk menyusui.

Pemantauan (Monitoring)

Pemantauan saat dirawat

a. Terapi

 Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan

 Preparat besi sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu

b. Tumbuh kembang

Page 34: STEP 7 Repro 5

 Pantau berat badan bayi secara periodik

 Bayi akan kehilangan berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi

dengan berat lair ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir <1500>

 Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan

telah berusia lebih dari 7 hari :

- Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari

- Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah

pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari

- Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI hingga

200 ml/kg/hari

- Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala setiap minggu.

Pemantauan setelah pulang

Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi dan

mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi setelah pulang sebagai

berikut (3,4):

 Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.

 Hitung umur koreksi

 Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.

 Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST)

 Awasi adanya kelainan bawaan

Pencegahan

Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/ preventif adalah langkah yang

penting. Hal-hal yang dapat dilakukan (3):

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun

kehamilan dan dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko,

terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat dilaporkan,

dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan yang lebih mampu

Page 35: STEP 7 Repro 5

2. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim,

tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka

dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik

3. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat

(20-34 tahun)

4. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam meningkatkan

pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka dapat meningkatkan akses

terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama hamil

DAFTAR PUSTAKA

Page 36: STEP 7 Repro 5

1. United Nations Children’s Fund/World Health Organization. Low Birthweight. UNICEF,

New York, 2004. Avaliable from : http://www.childinfo.org/areas/birthweight.htm. Last

Update : Nov 2007 [diakses tanggal 2 Desember 2007].

2. Setyowati T. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Lahir dengan Berat Badan Rendah

(Analisa data SDKI 1994). Badan Litbang Kesehatan, 1996. Avaliable

from :http://www.digilib.litbang.depkes.go.id. Last Update : 2003 [diakses tanggal 2

Desember 2007].

3. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar

Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2004 ; 307-313.

4. World Health Organization (WHO). Development of a strategy towards promoting optimal

fetal growth. Avaliable from : http://www.who.int/nutrition/topics/feto_maternal/en.html.

Last update : January 2007 [diakses pada tanggal 10 Desember 2007].

5. Mutalazimah. Hunbungan Lingkar Lengan Atas dan Kadar Hb Ibu Hamil dengan Bayi

Berat Lahir Rendah di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Dalam : Jurnal Penelitian Sains &

Teknologi. Vol. 6. 2005; 114-126.

6. Suradi R. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Melihat situasi dan kondisi bayi. Avaliable

from :http://www.IDAI.or.id. Last Update : 2006. [diakses pada tanggal 10 Desember

2007].

7. Sitohang NA. Asuhan keperawatan pada bayi berat lahir rendah. Medan : Universitas

Sumatera Utara. 2004.

8. Subramanian KS. Low Birth Weight Infant. Avaliable

from : http://www.eMedicine.com. Last Update : September 25, 2006. [diakses pada tanggal

11 Desember 2007].

Ditulis dalam Referat. Tag: Bayi Berat Lahir Rendah, BBLR.