Status Penderita Kista Ateroma+Dm
-
Upload
jaelani-abdoel -
Category
Documents
-
view
3.651 -
download
26
Transcript of Status Penderita Kista Ateroma+Dm
1
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
Klinik Dokter Keluarga FK UNISMA No. Berkas :
Berkas Pembinaan Keluarga No. RM :
Nama Pasien : Tn. S
Tanggal kunjungan pertama kali: 15 Oktober 2010
KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Pasien : Tn. S
Alamat : Griya Permata Alam IK 14, Karangploso, Malang
Bentuk Keluarga : Nuclear famili
Tabel 1. Daftar anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah
No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan PekerjaanPasien
Klinik Ket
1 Tn. S Kepala
keluarga
L 48 th SLTA Swasta Ya Atheroma
Cyst
dengan
infeksi
sekunder +
DM
2 Ny. SIbu rumah
tanggaP 41 th SLTA
Ibu rumah
tanggaTidak -
3 An. K Anak L 20 th S1 Swasta Tidak -
4 An. A Anak L 15 th SLTP Pelajar Tidak -
Sumber : Data Primer, 13-10-2010
Kesimpulan :
Tn. S tinggal di perumahan dengan . Terdapat satu orang sakit yaitu Tn.S,
umur 48 tahun, beralamatkan di Griya Permata Alam IK 14, Karangploso,
Malang. Diagnosa klinis penderita adalah Kista Ateroma terinfeksi dengan DM.
2
BAB ISTATUS PENDERITA
1.1 PENDAHULUAN
Laporan ini diambil berdasarkan kasus yang diambil dari seorang pasien yang
menderita penyakit Kista Ateroma dengan sekunder infeksi dengan riwayat DM,
berjenis kelami laki-laki dan berusia 48 tahun, dimana pasien tinggal di malang.
Mengingat kasus ini masih banyak ditemukan di masyarakat, maka penting
kiranya bagi kita untuk memperhatikan dan mencermatinya, untuk kemudian bisa
menjadikannya sebagai pengalaman di lapangan
1.2 IDENTITAS PENDERITA
Nama: Tn. S
Umur: 48 tahun
Jenis Kelamin: Laki-laki
Pekerjaan: Karyawan MIGAS Karangploso
Pendidikan: SLTA
Agama: Islam
Alamat: Griya Permata Alam IK 14, Karangploso
Status Perkawinan: Menikah
Suku/asal: Medan
Tanggal Periksa: 15 Oktober 2010
1.3 ANAMNESIS
1. Keluhan utama: nyeri pada benjolan di daerah punnggung
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengeluh ada benjolan di punggung yang terasa nyeri jika ditekan,
sehingga mengganggu akatifitasnya. Benjolan sudah ada sejak tiga minggu
yang lalu. Sudah diobati dengan salep selama 2 minggu, namun tidak ada
perubahan.
3. Riwayat penyakit Dahulu :
Riwayat dirawat di rumah sakit (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat sakit gula (+)
Riwayat asma (-)
3
Riwayat alergi obat/makanan (+): piroksikam
Riwayat penyakit jantung (-)
4. Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa (-)
Riwayat mondok (-)
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat sakit gula (+): Ibu dan 3 saudaranya menderita DM
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi obat/makanan (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat penyakit maag (+): istri Tn. S
5. Riwayat kebiasaan
Riwayat merokok (+): 10 tahun yang lalu
Riwayat minum alkohol (-)
Riwayat olahraga (-)
Sering lembur kerja
Konsumsi obat: sediaan kapsul jinten hitam setiap hari sehari dua
kali, tiap kali minum 3 butir
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah seorang laki-laki sudah menikah, dengan dua orang anak laki-
laki. Penderita saat ini sebagai karyawan perusahaan Migas. Penderita tinggal
di perumahan Permata Alam. Hubungan Tn. S dengan istri dan kedua anaknya
baik. Hubungan dengan tetangga maupun teman kerja baik. Untuk biaya rumah
sakit menggunakan jamsostek.
7. Riwayat gizi
Sehari makan tiga kali, tanpa ada takaran diet khusus. Air minum
menggunakan air minum kemasan.
1.4 ANAMNESIS SISTEM
1. Kulit: kulit gatal (-)
2. Kepala: sakit kepala (-), pusing (-), rambut rontok (-), luka (-), benjolan (-)
3. Mata: pandangan mata berkunang-kunang (-), penglihatan kabur (-),
ketajaman penglihatan berkurang (-)
4
4. Hidung: tersumbat (-), mimisan (-)
5. Telinga: pendengaran berkurang (-), berdengung (-), cairan (-)
6. Mulut: sariawan (-), lidah terasa pahit (-)
7. Tenggorokan: sakit menelan (-), serak (-)
8. Pernafasan: sesak nafas (-), batuk (-), mengi (-)
9. Kardiovaskuler: berdebar-debar (-), nyeri dada (-),
10. Gastrointestinal: mual (-), muntah (-), diare (-), nafsu makan menurun (+),
nyeri perut (-), BAB normal
11. Genitourinaria: BAK spontan
12. Neurologik: kejang (-), lumpuh (-), kaki kesemutan (-)
13. Psikiatrik: emosi stabil (-), mudah marah (-)
14. Muskuluskeletal: kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan
kaki (-), nyeri otot (-)
15. Ekstremitas atas dan ekstremitas bawah: bengkak (-), sakit (-), ujung jari
tangan hangat (-), telapak tangan pucat (-), badan terasa lemah (-)
1.5 PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum: kesadaran compos mentis ( GCS E4V5M6), status gizi
kesan normal
2. Tanda Vital
BB: 65 Kg
TB: 168 cm
BMI : 23 kg/m2
BBR : 95,6 %
Tensi: 125/84
Nadi : 77/menit
RR: 23 x/menit
Suhu : 36 oC
3. Kulit
Sawo matang, turgor turun (+), ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), venektasi
(-), petechie (-), spider nevi (-), Ruam makulo-papular (+)
4. Kepala
5
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut mudah dicabut, keriput (-), macula (-),
atrofi m. temporalis (-), papula (-), nodula (-), kelainan mimik wajah/ bells
palsy (-)
5. Mata
Conjunctiva anemi (+/+), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor (+/+), reflek
kornea (+/+), warna kelopak (-), radang (-), mata cekung (+/+)
6. Hidung
Napas cuping hidung (-), secret (-), epistaksis (-), deformitas hidung (-),
hiperpigmentasi (-)
7. Mulut
Bibir hiperemis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-), papil lidah atrofi (-),
tremor (-), gusi berdarah (-)
8. Telinga
Nyeri tekan mastoid (-), secret (-), pendengaran berkurang (-), cuping
telinga dalam batas normal
9. Tenggorokan
Tonsil membesar (-), pharing hiperemis(-)
10. Leher
Trakea di tengah, pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar limfe
(-), lesi pada kulit (-)
11. Thoraks
Normochest, simetris, pernapasan thoracoabdominal, retraksi (-),
spidernevi (-), sela iga melebar (-)
a. Cor :
Inspeksi: ictus cordis tidak tampak
Palpasi: ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi: Batas kiri atas: SIC II linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas: SIC II linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah: SIC V medial linea medio clavicularis sinistra
Batas kanan bawah: SIC IV linea para sternalis dekstra
Pinggang jantung: SIC III linea para sternalis sinistra (batas
jantung kesan tidak melebar)
6
Auskultasi: bunyi jantung tambahan (-)
b. Pulmo :
Statis
Inspeksi: pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi: fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi: sonor / sonor
Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)
Dinamis
Inspeksi: pengembangan dada kanan sama dengan kiri
Palpasi: fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi: sonor / sonor
Auskultasi: suara dasar vesikuler, suara tambahan (ronchi -/-)
12. Abdomen
Inspeksi: dinding perut sejajar dengan dinding dada, venektasi (-)
Palpasi: supel
Perkusi: timpani
Auskultasi: bising usus (+) normal
13. System collumna vertebralis
Inspeksi: deformitas (-), skoliosis (-), kiphosis (-), lordosis (-)
Palpasi: nyeri tekan (-)
14. Ekstremitas: palmar eritema (-)
Akral dingin Oedema
Satus lokalis: pada punggung
L: kista (+)
F: nyeri tekan (+)
M: terbatas karena nyeri (+)
15. System genetalia: dalam batas normal
16. Pemeriksaan neurologis
- -
- -
- -
- -
7
Kesadaran: GCS E4V5M6
Fungsi luhur: dalam batas normal
Fungsi vegetatif: dalam batas normal
Fungsi sensorik :
Fungsi motorik :
Kekuatan Tonus
RF
RP
17. Pemeriksaan psikiatrik
Penampilan: Perawatan diri baik
Kesadaran: kualitatif tidak berubah, kuantitatif kompos mentis
Afek: Appropriate
Psikomotor: normoaktif
Proses pikir: bentuk: realistik
Isi: waham (-), ilusi (-), halusinasi (-)
Arus: koheren
Insight: baik
1.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Tanggal 16 Oktober 2010
No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)
1 Gula darah puasa (GDP) 245 < 76-110
2 Gula darah 2 jam post prandial 306 < 130
2. Tanggal 17 Oktober 2010
No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)
N N
N N
5 5
5 5
5 5
5 5
- -
- -
+ +
+ +
8
1 Gula darah puasa (GDP) 241 < 76-110
2 Gula darah 2 jam post prandial 316 < 130
3. Tanggal 18 Oktober 2010
No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)
1 Gula darah puasa (GDP) 142 < 76-110
2 Gula darah 2 jam post prandial - < 130
4. Tanggal 19 Oktober 2010
No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)
1 Gula darah puasa (GDP) 110 < 76-110
2 Gula darah 2 jam post prandial 140 < 130
5. Tanggal 20 Oktober 2010
No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)
1 Gula darah puasa (GDP) 173 < 76-110
2 Gula darah 2 jam post prandial 180 < 130
6. Tanggal 21 Oktober 2010
No Jenis pemeriksaan Hasil (mg/dL) Nilai normal (mg/dL)
1 Gula darah puasa (GDP) 140 < 76-110
2 Gula darah 2 jam post prandial 147 < 130
1.7 RESUME
Tn. S dengan usia 48 tahun adalah penderita kista ateroma dengan infeksi
sekunder terletak di bagian punggung dan DM uncontrolled. Penderita mengeluh
nyeri pada benjolannya jika ditekan. Pemeriksaan status lokalis didapatkan pada
daerah punggung terdapat kista berwarna merah, berbatas tegas, bentuk bulat,
dengan diameter kurang lebih 5 cm, permukaan rata, tidak dapat digerakkan dari
jaringan sekitar, berjumlah satu dengan pungta (+). Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan tensi: 125/84, nadi: 77 x/menit, suhu: 36oC, RR: 23 x/menit. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan GDP 242 mg/dL dan GD 2 jam pp 425
mg/dL.
DIGNOSTIK HOLISTIK
9
1. Diagnosis dari segi biologis
Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM uncontrolled
2. Diagnosis dari segi psikologis
Hubungan dengan keluarga sangat baik, saling mendukung, dan saling
memperhatikan. Hubungan dengan teman kantor dan tetangga baik.
3. Diagnosis dari segi sosial
Penderita hanya sebagai anggota masyarakat biasa
1.8 PENATALAKSANAAN
1. Kista ateroma dengan infeksi sekunder:
- Bedah minor: ekstirpasi
Setelah tindakan aseptik, kemudian pasang doek steril pada tempat kista.
Kemudian lakukan anestesi infiltrasi dengan prokain 1 %. Incisi dilakukan
dengan bentuk ellips sejajar garis kulit dan kemudian lepaskan kapsul kista
secara tumpul. Setelah itu jahit luka satu kali dan tutup dengan kassa steril.
2. DM
Non Farmakologi
- Terapi gizi medis
Pada penderita diabetes, perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka
yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI,
2006). Jadwal makan dapat diatur dengan interval 3 jam.
Komposisi makanan yang dianjurkan kepada penderita diabetes melitus
terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total asupan energi.
Lemak
Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% dari total kebutuhan kalori.
Lemak yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah yang berasal dari sumber
asam lemak tidak jenuh (MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acid),
membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh.
(PERKENI, 2006; ADA, 2008).
Protein
10
Total protein yang dianjurkan adalah sekitar 15-20% dari total asupan
energi. Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan
(Leguminosa), tahu, tempe (PERKENI, 2006).
Garam
Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan anjuran
untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan
6-7 g (1 sendok teh) garam dapur. (PERKENI, 2006).
Serat
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan serat laut.
Penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat,
karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang baik
untuk kesehatan (PERKENI, 2006).
- Latihan jasmani
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan
berenang. Latihan jasmani ini dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu
selama kurang lebih 30 menit) (PERKENI, 2006) .
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani, contohnya penderita diabetes melitus dengan komplikasi perifer
neuropati dianjurkan untuk mengurangi sensasi nyeri pada bagian ekstrimitas
sehingga pilihan aktivitas yang dapat dilakukan berupa berenang, bersepeda
atau latihan-latihan yang banyak menggunakan lengan (ADA, 2008).
Farmakologis
Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologik
tersebut dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin.
- Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
11
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan:
1. Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), contoh
sulfonilurea dan glinid.
Sulfonilurea
Sulfonilurea merupakan obat hipoglikemik oral dengan efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas sehingga jika pankreas
dari si penderita sudah tidak mampu mensintesis insulin, penggunaan obat
ini menjadi tidak efektif. Sulfonilurea terbagi menjadi dua kelompok yaitu
sulfonilurea generasi pertama (klorpropamid) dan generasi kedua
(glibenklamid, glipizid, glimepirid). Efek samping dari obat golongan ini
adalah hipoglikemia sehingga penggunaannya memerlukan perhatian
terutama pada orang tua, penderita dengan ganguan faal ginjal dan hati,
kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular. Contoh obat golongan ini
adalah klorpropamid, glibenklamid, glipizid, gliklazid, glikuidon dan
glimepirid (PERKENI, 2006; Lehne, 2007).
Glinid
Glinid merupakan obat hipoglikemik oral yang memiliki mekanisme
kerja yang sama dengan sulfonilurea, yaitu dengan menstimulasi pankreas
untuk mensekresi insulin. Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati sehingga
penggunaannya pada penderita dengan gangguan fungsi hati diperlukan
perhatian khusus, karena akan memperlambat metabolisme dari obat ini
sehingga dapat mengakibatkan hipoglikemia. Contoh-contoh obat
golongan glinid antara lain repaglinid dan nateglinid (PERKENI, 2006;
Lehne, 2007).
2. Golongan penambah sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion, yang juga dikenal dengan glitazon, bekerja dengan cara
berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma
(PPARγ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
12
jumlah protein pengangkut glukosa (glukosa transporter), sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer (PERKENI, 2006).
Efek samping yang paling menonjol dari penggunaan tiazolidindion
adalah dapat meretensi cairan, sehingga terjadi edema dan penambahan
berat badan (2-3 kg). Karena efeknya ini, pemakaian obat golongan ini
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV. Selain
itu, tiazolidindion juga bersifat hepatotoksik sehingga obat ini
dikontraindikasikan juga untuk penderita dengan gangguan faal hati dan
dalam penggunaannya pasien diminta untuk melakukan pemantauan hati
secara berkala. Contoh obat golongan ini adalah rosiglitazon dan
pioglitazon (PERKENI, 2006; Lehne, 2007).
3. Golongan penghambat glukoneogenesis
Metformin
Efek utama metformin adalah dengan mengurangi produksi glukosa di
hati (glukoneogenesis), di samping itu obat ini juga memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Metformin diekskresi oleh ginjal dalam bentuk yang tidak
berubah, sehingga pada penderita diabetes melitus yang mengalami
kerusakan ginjal, metformin dapat terakumulasi sampai dengan batas
toksik. Metformin mencegah terjadinya oksidasi asam laktat dan hal ini
dapat menyebabkan asidosis laktat (Lehne, 2007).
4. Golongan penghambat glukosidase alfa
Acarbose
Acarbose bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Obat golongan ini diindikasikan pada penderita diabetes melitus
tipe 2 yang hiperglikemianya tidak dapat terkontrol dengan diet dan latihan
jasmani. Efek samping yang paling sering ditimbulkan oleh obat golongan
ini adalah kembung dan flatulen. Acarbose tidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia (PERKENI, 2006).
- Insulin
Insulin adalah hormon yang disekresi oleh sel beta pankreas sebagai respon
dari rangsangan glukosa dan perangsang-perangsang lain seperi asam-asam
13
amino, asam-asam lemak bebas, hormon-hormon lambung, stimulasi
parasimpatetik, stimulasi beta-adrenergik (Williams, 2001).
Indikasi terapi insulin antara lain: Penurunan berat badan yang cepat
(dekompensasi metabolik), hiperglikemia berat yang disertai ketosis,
ketoasidosis diabetik. Berdasarkan lama kerjanya, insulin terbagi menjadi
empat jenis, yaitu:
1. Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Contoh insulin golongan ini adalah insulin lispro (Humalog), insulin aspart
(NovoRapid).
2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Contoh insulin golongan ini adalah human regular insulin (Actrapid).
3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Contoh insulin golongan ini adalah Neutral Protamine Hagedorn (NPH)
insulin (Insulatard, Humulin N), insulin lente.
4. Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Contoh insulin golongan ini adalah insulin glargine (Lantus), insulin
detemir (Levemir).
5. Insulin campuran tetap (premixed insulin)
Contoh dari golongan ini adalah campuran dari 70% NPH dan 30% human
regular insulin (Mixtard, Humulin 30/70), campuran dari 75% insulin lispro
protamine dan 25% insulin lispro (Humalog Mix 25).
- Terapi kombinasi OHO dan Insulin
Pemberian obat hipoglikemik oral maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Untuk kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin yang
banyak dipergunakan adalah kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin
basal (insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari
menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat
diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup
kecil. Dosis awal insulin kerja menengah/panjang adalah 10 unit yang
diberikan sekitar pukul 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
14
Bila dengan terapi kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin, kadar
glukosa darah masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan
diberikan insulin saja (PERKENI, 2006).
1.9 FOLLOW UP
Tanggal 16 Oktober 2010
Pukul : 06.00
S: nyeri pada benjolan
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 130/90 mmHg
N: 80/menit
S: 36 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (+), nyeri tekan (+)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
GDP, GD 2 jam post prandial: 245 mg/dL, 306 mg/dL
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: Injeksi:
Novorapid (insulin aspart) 3 x 4: DM tipe 1 dan 2, dosis 0,5-1 IU/kgBB/hari
Peroral:
Lovecef (Sefradin) 3x1: antibiotik golongan sefalosporin, indikasi profilaksis
bedah, infeksi saluran nafas, ISK, infeksi jaringan lunak. Dosis dewasa 3-4
x/hari 250-500 mg
Asam mefenamat 3 x 1: antiinflamasi, mengurangi nyeri. Dosis 500 mg
3x/hari
Ciprofloksasin 3 x 1: infeksi saluran nafas, tulang, jaringan lunak, saluran
cerna. Dosis 500 mg 2x/hari. Infeksi berat: 750 mg 2x/hari
Galvus (vildagliptin) 2 x 1: obat diabetes oral inhibitor DPP-4
Pukul : 12.00
S: nyeri pada benjolan
O: cukup ( GCS E4V5M6)
15
Tanda vital: T: 130/90 mmHg
N: 80/menit
S: 36,2 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (+)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
Pukul : 18.00
S: nyeri pada leher
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 130/90 mmHg
N: 80/menit
S: 36,2oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (+)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
Tanggal 17 oktober 2010
Pukul : 06.00
S: nyeri daerah leher
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital:
T: 130/90 mmHg
N: 88
S: 36 O C
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (+)
16
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
GDP, GD 2 jam post prandial: 241 mg/dL, 316 mg/dL
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
Pukul : 12.00
S: keluhan (-)
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 130/80 mmHg
N: 88/menit
S: 36 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (+)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
Pukul : 18.00
S: keluhan (-)
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 130/80 mmHg
N: 78/menit
S: 36,2 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (+)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
17
18 Oktober 2010
Pukul : 06.00
S: kadang pusing
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 120/80 mmHg
N: 88/menit
S: 36 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (+)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
GDP, GD 2 jam post prandial: 142 mg/dL, 128 mg/dL
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
Pukul : 12.00
S: masih pusing
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 120/80 mmHg
N: 84/menit
S: 36 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (+)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
Pukul 18.00
S: kadang nyeri di benjolan
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 130/90 mmHg
N: 80/menit
18
S: 36 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (+)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
19 Oktober 2010
Pukul 06.00
S: nyeri pada benjolan
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 130/80 mmHg
N: 80/menit
S: 36 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (+)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
GDP, GD 2 jam post prandial: 110 mg/dL, 140 mg/dL
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
Pukul 12.00
S: nyeri luka incisi
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 130/80 mmHg
N: 80/menit
S: 36 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (-)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
19
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
Pukul 18.00
S: nyeri luka incisi
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 130/90 mmHg
N: 80/menit
S: 36,6 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (-)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
20 Oktober 2010
Pukul 06.00
S: keluhan (-)
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 130/80 mmHg
N: 80/menit
S: 36,6 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (-)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
GDP, GD 2 jam post prandial: 173 mg/dL, 180 mg/dL
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
Pukul 12.00
S: keluhan (-)
O: cukup ( GCS E4V5M6)
20
Tanda vital: T: 130/80 mmHg
N: 80/menit
S: 36 oC
Status generalis: grimace (+)
Status lokalis: kista (-)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
Pukul 18.00
S: keluhan (-)
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 120/70 mmHg
N: 80 x/menit
S: 36 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (-)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
21 Oktober 2010
Pukul 06.00
S: keluhan (-)
O: cukup ( GCS E4V5M6)
Tanda vital: T: 130/80 mmHg
N: 80/menit
S: 36,6 oC
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: kista (-)
Status neurologis: dalam batas normal
Status mentalis: dalam batas normal
21
GDP, GD 2 jam post prandial: 148 mg/dL, 147 mg/dL
A: Kista ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
P: terapi medikamentosa dilanjutkan
Kesimpulan :
- Kista, kadar gula darah sudah teratasi
- Tanda vital dalam batas normal
1.10 FLOW SHEET
Nama : Tn. S
Diagnosa : - Kista ateroma dengan sekunder infeksi - DM uncontrolled
No Tanggal Jam Vital Sign BB/TB BMIStatus
LokalisKeluhan Rencana
1 15 Oktober 11.00 T: mmHg 65/168 23 Kista Nyeri pada -tx: injeksi
2010 N: x/menit (+) benjolan Novorapid 10 IU
S: 36 oC Po: Lovecef 3x1,
Asam Mefenamat
3x1, Ciproflok
sasin 3x1, diit
1900 kal BI
Galvus 2x1
-GD I/II
2 16 Oktober 06.00 T:130/90 mmHg Kista Nyeri pada -Tx dilanjutkan
2010 N: 80 x/menit (+) benjolan -GD I/II
S: 36 oC -Diit 1900 kal BI
- konsul gizi
12.00 T:130/90 mmHg Kista Nyeri pada
N: 80 x/menit (+) benjolan
S: 36,2 oC
18.00 T:130/90 mmHg Kista Nyeri leher
N: 80/menit (+)
S: 36,2oC
3 17 Oktober 06.00 T:130/90 mmHg Kista Nyeri leher -Tx dilanjutkan
22
2010 N: 88 x/menit (+) -GD I/II
S: 36 OC
12.00 T:130/80 mmHg Kista -
N: 88 x/menit (+)
S: 36 oC
18.00 T:130/80 mmHg Kista -
N: 78/menit (+)
S: 36,2 oC
4 18 Oktober 06.00 T:120/80 mmHg Kista Kadang -Tx dilanjutkan
2010 N: 88/menit (+) Pusing - GD I/II
S: 36 oC
12.00 T:120/80 mmHg Kista Masih
N: 84/menit (+) Pusing
S: 36 oC
18.00 T:130/90 mmHg Kista Kadang
N: 80/menit (+) nyeri di
S: 36 oC benjolan
5 19 Oktober 06.00 T:130/80 mmHg Kista nyeri di -Tx dilanjutkan
2010 N: 80/menit (+) benjolan -GD I/II
S: 36 oC -Operasi
- kultur pus
12.00 T:130/80 mmHg Kista nyeri luka
N: 80/menit (-) Incisi
S: 36 oC
18.00 T:130/90 mmHg Kista nyeri luka
N: 80/menit (-) Incisi
S: 36,6 oC
23
No Tanggal Jam Vital Sign BB/TB BMIStatus
LokalisKeluhan Rencana
6 20 Oktober 06.00 T:130/80 mmHg Kista - -Tx: injeksi
2010 N: 80/menit (-) Novarapid 8 IU,
S: 36,6 oC Po dilanjutkan
-GD I/II
12.00 T:130/80 mmHg Kista - Tx: injeksi
N: 80 x/menit (-) Actrapid 8 IU
S: 36 oC Po dilanjutkan
18.00 T:130/80 mmHg Kista Tx: Injeksi
N: 80/menit (-) Novorapid 8 IU
S: 36,6 oC Po dilanjutkan
Lavecef (-)
7 21 Oktober 06.00 T: mmHg Kista - Tx: injeksi
2010 N: x/menit (-) Novorapid 8 IU
S: 36 oC Po lanjutkan
Pasien dipulang
kan, periksa
28/10/2010
24
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kista Ateroma
2.1.1 Definisi
Obstruksi glandula sebasea sehingga terjadi penimbunan sekret sebum diikuti
deskuamasi sel-sel dan cornified detritus yang mengandung kristal-kristal
kolesterol (Nico, et al.)
2.1.2 Ujud Kelainan Kulit
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gambaran: bulat, batas tegas, dinding tipis,
bebas dari dasar tapi melekat pada dermis atasnya, daerah muara sumbatan
disebut pungta (Chandrasoma and Taylor, 2005).
2.1.3 Predileksi
Bagian tubuh yang sering timbul Kista Ateroma adalah: kepala, wajah, telinga,
leher, punggung (Nico, et al.).
2.1.4 Terapi
Ekstirpasi seluruh kapsula hingga bersih agar tidak residif. Irisan berbentuk
ellips agar tidak terkena pungta untuk mencegah residif (Nico, et al.)
2.2 Diabetes Melitus
2.2.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan kronik pada metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein sehingga mengakibatkan gangguan pada sekresi
insulin, sensitivitas insulin atau keduanya. Diabetes mellitus ditandai dengan
adanya hiperglikemia dan berhubungan dengan kerusakan berbagai sistem tubuh,
khususnya sistem saraf dan pembuluh darah (WHO, 2007; Kumar, 2005; Dipiro et
al, 2005).
2.1.2 Gejala Diabetes Mellitus
Gejala yang khas pada diabetes mellitus dapat berupa poliuria (sering buang air
kecil terutama di malam hari), polidipsia (rasa haus dan berlangsung lama),
polifagia (makan yang berlebihan) dan penurunan berat badan secara drastis tanpa
sebab yang jelas (PERKENI, 2006). Gejala lainnya dapat berupa lemah badan
25
(cepat lelah), kesemutan, mata kabur, infeksi, gatal (teutama di daerah genital),
disfungsi ereksi (pada pria) (PERKENI, 2006; Medicastore, 2007).
2.1.3 Faktor Risiko Diabetes Mellitus
Pemeriksaan penyaring atau skrining dilakukan pada kelompok dengan faktor
risiko diabetes mellitus sebagai berikut: (PERKENI, 2006)
Usia ≥ 45 tahun
Obesitas (Indeks Massa Tubuh > 23 kg/m2 )
Riwayat keluarga diabetes mellitus
Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan > 4000 gram (4 kg), atau
riwayat diabetes gestasional
Hipertensi (≥ 140/90 mmHg)
Kolesterol (HDL ≤ 35 mg/dL dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dL)
Riwayat penyakit jantung
Orang yang sebelumnya dinyatakan sebagai TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu)
2.1.4 Penyebab Diabetes Mellitus
Di era globalisasi seperti saat ini, banyak hal-hal baru yang diduga sebagai
pemicu diabetes mellitus, diantaranya adalah perubahan gaya hidup yang tidak
sehat. Banyaknya jaringan restoran cepat saji (fast food) yang ada di masyarakat
dewasa ini mengandung banyak lemak, yang jika tidak dikendalikan dengan baik
dapat menyebabkan penyakit pada tubuh. Selain fast food, juga banyak beredar
minuman ringan (soft drink) dengan kadar gula yang tinggi.
Selain penyebab yang telah disebutkan di atas, ada faktor-faktor lain yang
dapat menyebabkan diabetes, antara lain :
Usia
Semakin bertambah usia semakin tinggi risiko diabetes. Mengingat bahwa
manusia mengalami perubahan fisiologis setelah usia 40 tahun. Diabetes sering
muncul setelah seseorang memasuki usia tersebut, karena menurunnya fungsi
fisiologis akibat dari bertambahnya usia, ditambah lagi pada mereka yang berat
badannya berlebih.
26
Stres
Stres cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis dan
berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Dimana seretonin
memiliki efek penenang sementara, yang berguna untuk meredakan stres. Salah
satu efek dari meningkatnya kadar serotonin adalah peningkatan pada nafsu
makan. Sehingga penyebab diabetes bukanlah pada serotonin yang dihasilkan,
tetapi disebabkan karena gula dan lemak yang mereka makan.
Pola makan yang salah.
Pola makan yang minim hingga mengakibatkan kurang gizi atau pola makan
yang berlebih dan berakibat pada kelebihan berat badan sama-sama dapat
meningkatkan risiko diabetes. Hal ini dikarenakan kurang gizi (malnutrisi) dapat
memperbesar risiko rusaknya pankreas, sedangkan obesitas (berat badan berlebih)
mengakibatkan gangguan pada kerja insulin (retensi insulin). (Sustrani dkk, 2004)
Aktivitas fisik
Teknologi yang semakin maju mempermudah segala pekerjaan sehingga
aktivitas fisik semakin sedikit. Sedikitnya aktivitas ditambah dengan pola makan
yang berlebihan dapat meningkatkan risiko obesitas yang merupakan faktor risiko
dari diabetes mellitus (Health care, 2005).
2.1.5 Patogenesis Diabetes Mellitus
Insulin memegang peranan yang sangat penting dalam membawa glukosa ke
dalam sel. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di
pulau-pulau langerhans di pankreas. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta
diibaratkan sebuah anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke
dalam sel, kemudian di dalam sel glukosa itu dimetabolisme menjadi energi atau
tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk sel sehingga
glukosa akan tetap berada dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya dalam
darah meningkat (hiperglikemik). (Soegondo dkk;2002; WHO, 2007; Greene et
al, 2003).
2.1.6 Klasifikasi Diabetes Mellitus
Berdasarkan PERKENI (2006), diabetes mellitus dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
1. Diabetes Mellitus Tipe-1
27
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, yang
disebabkan oleh:
Autoimun
Idiopatik
2. Diabetes Mellitus Tipe-2
Penderita diabetes mellitus tipe-2 memiliki satu atau lebih keabnormalan di
bawah ini, antara lain:
Defisiensi insulin relatif: insulinyang disekresi oleh sel-β pankreas untuk
memetabolisme tidak mencukupi (Kumar et al, 2005).
Resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif (PERKENI, 2006).
Diabetes Mellitus Tipe Lain
Diabetes tipe ini dapat disebabkan karena beberapa hal, yaitu:
Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus
4. Diabetes Mellitus Kehamilan
Diabetes mellitus kehamilan atau sering disebut dengan istilah Diabetes
Mellitus Gestasional (DMG) adalah suatu gangguan toleransi karbohidrat yang
terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan sedang berlangsung.
Faktor risiko diabetes tipe ini antara lain obesitas, adanya riwayat DMG,
gukosuria, adanya riwayat keluarga dengan diabetes, abortus berulang, adanya
riwayat melahirkan bayi dengan berat > 4 kg, dan adanya riwayat preeklamsia.
Penilaian adanya risiko diabetes melitus gestasional perlu dilakukan sejak
kunjungan pertama untuk pemeriksaan kehamilannya.
2.1.7 Diagnosis Diabetes Mellitus
Kriteria diagnosis menurut American Diabetes Association (2008):
1. Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L).
28
Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan asupan kalori tambahan sedikitnya
8 jam.
2. Tampak gejala klasik diabetes melitus dan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200
mg/dL (11,1 mmol/L).
Gejala klasik diabetes mellitus termasuk poliuria, polidipsia dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan. Glukosa sewaktu merupakan hasil
pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir.
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral ≥ 200 mg/dL
(11,1 mmol/L).
Tes Toleransi Glukosa Oral dilakukan dengan standar World Health
Organization, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram
glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau diabetes
melitus, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) tergantung
dari hasil yang diperoleh.
TGT: glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL (7,8-
11,0 mmol/L).
GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L).
2.1.8 Komplikasi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan
yang terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat
menyebabkan beberapa komplikasi (IDF, 2007). Komplikasi yang disebabkan
dapat berupa:
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah hingga
mencapai <60 mg/dL. Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik
(berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik
(pusing, gelisah, kesadaran menurun sampai koma) (PERKENI, 2006).
29
b. Ketoasidosis diabetik
Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yang
terbatas dalam tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagai
sumber energi, sehingga tubuh melakukan penyeimbangan dengan
memetabolisme lemak. Hasil dari metabolisme ini adalah asam lemak bebas
dan senyawa keton. Akumulasi keton dalam tubuh inilah yang menyebabkan
terjadinya asidosis atau ketoasidosis (Gale, 2004).
Gejala klinisnya dapat berupa kesadaran menurun, nafas cepat dan dalam
(kussmaul) serta tanda-tanda dehidrasi. Selain itu, sesorang dikatakan
mengalami ketoasidosis diabetik jika hasil pemeriksaan laboratoriumnya:
Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL)
Na serum <140 meq/L
Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L)
Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria)
c. Hiperosmolar non ketotik
Riwayat penyakitnya sama dengan ketoasidosis diabetik, biasanya berusia
>40 tahun. Terdapat hiperglikemia disertai osmolaritas darah yang tinggi
(>320).
2. Komplikasi Kronis (Menahun)
a. Makroangiopati:
1. Pembuluh darah jantung
2. Pembuluh darah tepi
3. Pembuluh darah otak
b. Mikroangiopati:
1. Pembuluh darah kapiler retina mata (retinopati diabetik)
2. Pembuluh darah kapiler ginjal (nefropati diabetik)
c. Neuropati
d. Komplikasi dengan mekanisme gabungan:
1. Rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih,
infeksi kulit dan infeksi kaki.
2. Disfungsi ereksi.
30
2.1.9 Terapi pada Diabetes Mellitus
2.1.9.1 Terapi Non-farmakologis
Edukasi/ penyuluhan (PERKENI, 2006)
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:
Perjalanan penyakit diabetes melitus
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan diabetes melitus
Penyulit diabetes melitus dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat hipoglikemik oral atau
insulin serta obat-obat lain
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau
hipoglikemia
Pentingnya latihan jasmani yang teratur
Masalah khusus yang dihadapi, misalnya hiperglikemia pada kehamilan
Pentingnya perawatan diri
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Terapi gizi medis
Prinsip pengaturan makan pada penderita diabetes hampir sama dengan
pengaturan makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada
penderita diabetes, perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2006).
Komposisi makanan yang dianjurkan kepada penderita diabetes melitus terdiri
dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% dari total asupan energi.
Lemak
Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% dati total kebutuhan kalori.
31
Protein
Total protein yang dianjurkan adalah sekitar 15-20% dari total asupan energi.
Garam
Anjuran asupan natrium untuk penderita diabetes sama dengan anjuran untuk
masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1
sendok teh) garam dapur.
Serat
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan serat laut.
Pemanis
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman
(ADI/Acceptable Daily Intake) yang ditetapkan oleh Food and Drug
Administration (FDA).
Kebutuhan kalori untuk penderita diabetes melitus bersifat individual karena
ditentukan oleh berbagai macam faktor seperti jenis kelamin, umur, aktifitas fisik
atau pekerjaan dan berat badan si penderita (PERKENI, 2006).
Latihan jasmani
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging dan berenang.
Latihan jasmani ini dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit) (PERKENI, 2006) .
2.1.9.2 Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi farmakologik tersebut
dapat berupa Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan insulin.
A. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dapat dibagi menjadi 4 golongan:
1. Golongan pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue), contoh sulfonilurea
dan glinid.
2. Golongan penambah sensitivitas terhadap insulin, contoh tiazolidindion dan
metformin.
32
3. Golongan penghambat glukoneogenesis contohnya Metformin
4. Golongan penghambat glukosidase alfa contohnya Acarbose
5. Insulin
Indikasi terapi insulin:
Penurunan berat badan yang cepat (dekompensasi metabolik).
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis.
Ketoasidosis diabetik.
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik.
Hiperglikemia dengan asidosis laktat.
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke).
Diabetes mellitus gestasional yang tidak terkendali dengan Terapi Gizi Medis.
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
Gagal dengan kombinasi Obat Hipoglikemik Oral dosis hampir maksimal.
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap Obat Hipoglikemik Oral.
6. Terapi kombinasi OHO dan Insulin
Untuk kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin (Gambar 2.1), yang
banyak dipergunakan adalah kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin basal
(insulin kerja sedang/panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah/panjang adalah 10 unit yang diberikan sekitar pukul
22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa
darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan terapi kombinasi obat hipoglikemik oral dan insulin, kadar
glukosa darah masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan
diberikan insulin saja (PERKENI, 2006).
33
BAB IIIIDENTIFIKASI FUNGSI- FUNGSI KELUARGA
3.1 FUNGSI HOLISTIK
1. Fungsi Biologis
Keluarga ini terdiri dari suami-istri (Tn. S dan Ny. S) dengan 2 orang anak.
Keluarga Tn. S menanggapi kista ateroma sebagai bisul biasa yang tidak
berbahaya. Sedangkan untuk penyakit DM, mereka beranggapan sebagai
penyakit yang berbahaya sehingga memerlukan perhatian khusus.
2. Fungsi Psikilogis
Hubungan Tn. S dengan keluarga sangat baik, Mereka saling
memperhatikan dan mendukung satu sama lain. Namun mereka memiliki
aktifitas yang padat, hanya bisa berkumpul waktu malam hari saja,
sehingga hari minggu mereka manfaatkan untuk berkumpul bersama di
rumah.
3. Fungsi Sosial
Tn. S hanya sebagai anggota masyarakat biasa. Tn. S cukup aktif dalam
kegiatan dilingkungannya seperti pengajian bersama yang dilakukan satu
minggu sekali dan beberapa kegiatan yang lainnya. Tn. S adalah seorang
pekerja di sebuah perusahaan MIGAS dengan waktu kerjanya mulai pukul
07.30 sampai 17.00 WIB. Namun sering kali Tn. S lembur kerja dan lupa
waktu istirahat.
3.2 FUNGSI FISIOLOGIS DENGAN APGAR SCORE
Adaptation
Kemampuan anggota keluarga tersebut beradaptasi dengan anggota keluarga
yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang
lain.
Partnership
Menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara anggota
keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut
Growth
34
Menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan
anggota keluarga tersebut
Affection
Menggambarkan hubungan ksih saying dan interaksi antar anggota keluarga
Resolve
Menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan waktu
yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
Terdapat tiga kategori penilaian yaitu: nilai rata-rata ≤ 5= kurang, 6-7 cukup
dan 8-10 adalah baik. Dimana score untuk masing-masing kategori adalah:
2 : sering
1 : kadang-kadang
0 : jarang/tidak sama sekali
a. Tn. S
APGAR Tn. S terhadap keluarga 0 1 2
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya mengahadapi
masalah
√
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya √
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya untuk
melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon smosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama √
Untuk Tn. S, APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation : Penderita mendapat dukungan dari keluarga untuk menjaga
kestabilan kondisinya terutama terhadap penyakit DM yang dideritanya.
(Score : 2)
Partnership : Komunikasi antara penderita dengan keluarga terjalin sangat baik
(Score : 2)
Growth : Tn. S selalu berdiskusi bersama keluarga untuk menentukan keputusan
(Score : 2).
35
Affection : Keluarga sangat perhatian ketika Tn. S sakit dan dirawat di rumah
sakit, walaupun memiliki kesibukan sendiri-sendiri, mereka berbagi waktu untuk
bergantian menjaga Tn. S di rumah sakit (Score : 2)
Resolve : Waktu berkumpul maksimal hanya hari minggu saja kurang (Score : 1)
Total APGAR score Sdr. R: 9 (baik)
b. Ny. S
APGAR Ny. S terhadap keluarga 0 1 2
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya mengahadapi
masalah
√
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan
saya
√
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon smosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama √
Untuk Ny. S, APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation : adanya dukungan dari keluarga dalam menghadapi masalah
(Score : 2)
Partnership : Komunikasi antara keluraga terjalin sangat baik (Score : 2)
Growth : Seringkali berdiskusi bersama teman asrama untuk menentukan
keputusan (Score : 2).
Affection : Kasih sayang yang terjalin antara keluraga terjalin dengan baik
(Score : 2)
Resolve : Waktu berkumpul maksimal pada hari minggu saja, biasanya pada hari
minggu Tn. S membantu pekerjaan rumah Ny. S (Score : 1)
Total APGAR score Sdr. F: 9 (baik)
c. An. K
APGAR An. K terhadap keluarga 0 1 2
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya mengahadapi
masalah
√
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan
saya
√
36
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon smosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama √
Untuk An. K, APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation: keluraga selalu memberikan semangat dan bantuan dalam
menghadapi masalah (Score : 2)
Partnership: karena dari kecil hingga umur 15 tahun tinggal bersama kakek dan
nenek, sehingga dengan keluarga tidak begitu akrab (1)
Growth: kadang berdiskusi bersama keluraga untuk menentukan keputusan
(Score : 1).
Affection: kasih sayang yang terjalin antara keluarga terjalin cukup baik
(Score : 1)
Resolve : waktu berkumpul dirasakan kurang (Score : 1)
Total APGAR score An. K: 6 (cukup baik)
d. An. A
APGAR An. A terhadap keluarga 0 1 2
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga saya bila saya mengahadapi
masalah
√
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan
saya
√
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
√
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon smosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
√
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama √
Untuk An.A, APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut :
Adaptation: adanya dukungan dari keluraga dalam menghadapi masalah
(Score : 2)
Partnership: keluarga sering berbagi permasalahan untuk dipecahkan bersama
(Score : 2)
37
Growth: kegiatan-kegiatan positif An.A selalu mendapat dukungan dari keluarga
(Score : 2).
Affection: Kasih sayang yang diberikan keluarga terhadap An. A sangat besar
(Score : 2)
Resolve: hanya bisa berkumpul pada hari minggu saja (Score : 0)
Total APGAR score An. A: 8 (baik)
Total APGAR score keluarga Tn. S: 9+9+6+8 = 8 (baik)
Kesimpulan: Fungsi fisiologis keluarga Tn. S baik.
3.3 FUNGSI PATOLOGIS DENGAN ALAT SCREEM
Sumber Patologis
Social Ikut berpartisipasi dalam kegiatan di lingkungannya -
Culture Menggunakan adat-istiadat jawa dalam kehidupan sehari-hari -
Religious Anggota keluarga menjalankan sholat 5 waktu di rumah -
Economic Penghasilan keluarga yang relatif tidak stabil -
educational Tingkat pendidikan tergolong rendah -
Medication Dalam mencari pelayanan kesehatan, kel. Sdr. R pergi ke
Rumah Sakit atau balai pengobatan, akan tetapi jarang
dilakukan dan kebih sering mengabaikan penyakitnya karena
keterbatasan biaya
-
Kesimpulan:
Keluarga asrama Tn. S tidak memiliki fungsi patologi
3.4 GENOGRAM KELUARGA
Diagram 1. Genogram Keluarga Tn. S
Tn. S Ny. S
An. K
Kista Ateroma dengan infeksi
sekunder dan DM uncontrolled
An. A
38
Keterangan diagram:
: Laki-laki
: Perempuan
atau : Telah meninggal
atau : Penderita DM
: Pasien
Kesimpulan
- Kista Ateroma tidak ditemukan pada anggota keluarga lainnya
- Diabetes Melitus ditemukan pada anggota keluaarga laainnya
3.5 INFORMASI POLA INTERKASI KELUARGA
Diagram 2. Pola interaksi keluarga
Keterangan:
: hubungan baik : laki-laki : Pasien
: hubungan jelek : perempuan
Kesimpulan:
Hubungan Tn. S dengan keluarga harmonis
3.5 IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN
A. Identifikasi faktor perilaku dan non-perilaku keluarga
1. Faktor perilaku keluarga
Pengetahuan
Pengetahuan tentang kesehatan keluarga Tn. S baik. Hal tersebut dapat
dilihat dari upaya keluraga untuk menciptakan lingkungan yang sehat
terhindar dari polutan. Tn. sendiri adalah seorang perokok berat, namun sudah
sepuluh tahun beliau berhenti merokok, karena menyadari bahaya rokok bagi
Tn. S
An. A
An. K
Ny. S
39
kesehatan baik kesehatan dirinya maupun orang lain. Mengenai kista ateroma,
mereka menganggap bahwa penyakit ini hanya bisul biasa saja dan cukup
diberi salep saja. Sedangkan untuk DM, mereka beranggapan merupakan
penyakit yang berbahaya, namun mereka tidak mengetahui penyebab, cara
mengobatinya, pola diet dan komplikasi yang dapat timbul. Dengan demikian
mereka tidak dapat memberikan perhatian atau bantuan terhadap Tn. S secara
optimal.
Sikap
Keluarga peduli terhadap kesehatan penderita. Selama ini keluarga selalu
mengingatkan Tn. S untuk kontrol gula darah dan makan secara teratur. Tn. S
sendiri sudah lama tidak menggunakan obat DM, karena beliau menganggap
alergi terhadap obat DM karena riwayat terdahulu pernah terjadi penurunan
gula darah secara mendadak hingga 90 mg/dL. Beliau hanya mengkonsumsi
sediaan kapsul jintan hitam saja dan rutin periksa gula darah. Beliau
mengatakan bahwa dari pemeriksaan gula darah didapatkan 200 mg/dL dan
menganggap bahwa gula darah 200 mg/dL sudah stabil dan tidak berbahaya.
Selain itu Tn. S sering kerja lembur sehingga waktu istirahatnya kurang, dan
belia jarang berolahraga karena kesibukannya.
Tindakan
Keluarga berusaha menciptakan suasana lingkungan rumah yang nyaman,
menjaga ketenangan, kebersihan, dan mengatur pola makan secara teratur
bagi Tn. S.
2. Faktor non perilaku
Lingkungan
Tn. S tinggal di kawasan perumahan dengan luas rumah 6 m x 10 m.
Pencahayaan dan ventilasi udara cukup baik, tidak terpapar polusi udara
maupun suara sehingga suasananya cukup tenang. Terdapat 2 kamar tidur,
dimana satu kamar tidur untuk Tn. S dan Ny. S dan satu kamar tidur untuk
An. A, sedangkan An. K tinggal di rumah sendiri. Dalam rumah terdapat satu
kamar mandi yang berdekatan dengan tempat cuci dan ruang makan yang
menjadi satu dengan tempat makan. Di bagian depan rumah terdapat teras dan
took tempat istri Tn. S berjualan.
40
Pelayanan Kesehatan
Tempat pelayanan kesehatan mudah dijangkau. Biasanya Tn. S pergi
berobat ke klinik kedokteran keluarga Jamsostek.
Keturunan
Ibu dan tiga saudara kandung Tn. S menderita DM
Diagram 3: Faktor Perilaku dan Non perilaku
Keterangan:
: Faktor perilaku
: Faktor non-perilaku
Kesimpulan:
Identifikasi faktor perilaku dan non perilaku keluarga Sdr. R tidak mendukung
kesehatan Tn.S, yaitu kurangnya pengetahuan terhadap DM, bagaimana
pengobatan yang benar, pola diet, sikap Tn. S yang tidak mau menggunakan obat
DM, waktu istirahat yang kurang dan jarang berolahraga serta adanya faktor
keturunan DM sehingga cara pengendalian komplikasi tidak efektif.
B. Identifikasi Lingkungan Rumah
1. Gambaran lingkungan rumah
Penderita tinggal di lingkungan perumahan bersama dengan istri dan
anaknya. Lokasi rumah cukup strategis. Letaknya cukup jauh dari jalan raya,
sehingga tidak terpapar polusi udara, maupun suara kendaraan.
PengetahuanKurangnya
pengetahuan keluarga terhadap penyakit
penderita
Keluarga Tn. S
SikapTidak berobat, kurang waktu istirahat, jarang
berolahraga
KeturunanIbu dan saudara menderita DM
41
2. Gambaran lingkungan dalam rumah
Rumah memiliki dinding permanen, disemen dan dicat. Semua ruangan
lantainya diubin dengan atap menggunakan genting dan terpasang eternity.
Terdiri dari 2 kamar tidur, dengan satu kamar mandi, tempat cuci, ruang
tamu, dapur dan tempat makan. Dibagian depan terdapat toko. Suasana
didalam rumah cukup nyaman, ventilasi udara dan pencahayaan cukup.
Dena Rumah Tn. S
Keterangan:
: pintu
3.6 DAFTAR MASALAH
Masalah medis :
Kista ateroma dengan sekunder infeksi dan DM
Masalah non medis :
1. Kurangnya pengetahuan mengenai kista ateroma dan DM
2. Sikap Tn. S yang tidak mau mengkonsumsi obat DM
3. Diet tidak tepat
4. Jarang berolahraga
5. Kurang Istirahat
6. Faktor keturunan DM
Kamar mandi+WC Dapur
Kamar tidur
Tempat makan
Kamar tidur
Ruang Tamu
Teras Toko
Tempat cuci
42
Diagram Permasalahan Pasien
(Menggambarkan hubungan antara timbulnya masalah kesehatan yang ada
dengan faktor-faktor resiko yang ada dalam kehidupan pasien)
Matrikulasi Masalah
Prioritas masalah ini ditentukan melalui teknik kriteria matriks. (Azrul, 1996)
Matrikulasi masalah
No Daftar MasalahI
TR Jumlah
IxTxRP S SB Mn Mo Ma
1
Kurang pengetahuan
tentang kista ateroma dan
DM
5 5 5 4 5 5 5 62.500
2 Tidak konsumsi obat DM 5 5 5 3 5 5 5 46.875
3 Diet tidak tepat 5 5 5 5 3 4 5 37.500
4 Jarang olahraga 5 5 5 3 5 3 5 28.125
5 Kurang istirahat 5 4 5 4 4 2 5 16.000
Faktor keturunan 5 4 4 4 3 3 4 11.520
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kurangnya pengetahuan mengenai kista ateroma dan DM Tn. S
Kista ateroma dengan sekunder infeksi + DM
6. Kurang istirahat
2. Tidak mau berobat DM
4. Jarang olahraga
5. Faktor keturunan DM
3. diet tidak tepat
43
Kriteria penilaian :
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga
Sdr. R adalah sebagai berikut :
1. kurangnya pengetahuan mengenai Kista Ateroma dan DM
2. Tidak mengkonsumsi obat DM
3. Diet tidak tepat
4. Jarang olahraga
5. Kurang istirahat
6. Faktor keturunan
Kesimpulan :
Prioritas masalah yang diambil adalah kurangnya pengetahuan Tn. S dan
keluarga mengenai kista ateroma dan DM.
3.7 HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN KISTA
ATEROMA
Kista ateroma atau disebut dengan kista sebasea disebabkan karena adanya
penutupan saluran pori rambut yang terdiri dari jaringan ikat padat dengan isi
mengandung banyak lemak. Kista ateroma sering timbul pada daerah yang banyak
mengandung kelenjar sebasea seperti kepala, wajah, telinga, leher dan punggung
(Nico, et al.). Untuk menghindari adanya infeksi sekunder, sebaiknya
menghindari manipulasi terhadap kista ateroma.
Penyebab timbulnya kista ateroma karena adanya trauma atau infeksi. Oleh
karena itu untuk mencegahnya dengan cara menjaga kebersihan dan menghindari
aktifitas yang dapat menimbulkan trauma, terutama pada pasien dengan Diabetes
Melitus yang memiliki resiko luka sulit sembuh.
44
3.8 HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN DIABETES
MELITUS
Diabetes mellitus atau penyakit gula atau kencing manis adalah penyakit yang
ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal (hiperglikemia) akibat
tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. Umumnya diabetes
melittus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel
betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan
insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin. Disamping itu diabetes melittus juga
dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa
kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang
belum diketahui
Diabetes yang timbul akibat kekurangan insulin disebut DM tipe 1 atau Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Sedang diabetes karena insulin tidak
berfungsi dengan baik disebut DM tipe 2 atau Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM). Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas,
sebuah kelenjar yang terletak di belakang lambung, yang berfungsi mengatur
metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi
glikogen yang disimpan di dalam hati dan otot.
Pada penderita DM tipe 2, insulin yang ada tidak bekerja dengan baik karena
reseptor insulin pada sel berkurang atau berubah struktur sehingga hanya sedikit
glukosa yang berhasil masuk sel. Akibatnya, sel mengalami kekurangan glukosa,
di sisi lain glukosa menumpuk dalam darah. Kondisi ini dalam jangka panjang
akan merusak pembuluh darah dan menimbulkan pelbagai komplikasi. Bagi
penderita Diabetes Melitus yang sudah bertahun-tahun minum obat modern
seringkali mengalami efek yang negatif untuk organ tubuh lain.
Tiga gejala klasik yang dialami penderita diabetes. Yaitu: banyak minum,
banyak kencing, berat badan turun. Pada tahap lanjut gejala yang muncul antara
lain : Rasa haus, banyak kencing, berat badan turun, rasa lapar, badan lemas, rasa
gatal, kesemutan, mata kabur, kulit kering, impotensi. Bila tidak waspada maka
bisa berakibat pada gangguan pembuluh darah antara lain: stroke gangguan
penglihatan penyakit jantung koroner gagal ginjal, serta luka yang sukar sembuh.
45
Pengobatan Diabetes milittus yang secara langsung terhadap kerusakan pulau-
pulau Langerhans di pankreas belum ada. Oleh karena itu pengobatan untuk
penderita DM berupa kegiatan pengelolaan dengan tujuan :
Menghilangkan keluhan dan gejala akibat defisiensi insulin
Mencegah komplikasi kronis yang dapat menyerang pembuluh darah, jantung,
ginjal, mata, syaraf, kulit, kaki dsb.
Tindakan pengelolaan yang dilakukan dengan menormalkan kadar glukosa,
lemak, dan insulin di dalam darah serta memberikan pengobatan penyakit kronis
lainnya. Langkah yang dilakukan terutama :
Diet: mengurangi kalori dan meningkatkan konsumsi vitamin.
Aktivitas fisik: olahraga teratur, pengelolaan glukosa dan meningkatkan
kepekaan terhadap insulin.
Obat-obat hipoglikemia oral: Sulfonylurea untuk merangsang pankreas
menghasilkan insulin dan mengurangi resistensi terhadap insulin.
Terapi insulin
(Anonimus, 2009)
46
BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Diagnosis Holistik
Tn. S dengan observasi Kista Ateroma dengan infeksi sekunder dan DM
uncontrolled, dengan keluarga yang saling memperhatikan kesehatan, tetapi
pengetahuan tentang penyakit Tn. S masih kurang, sehingga dukungan terhadap
Tn. S mengenani penyakit yang dideritanya kurang maksimal.
Segi Biologis : Kista Ateroma dengan sekunder infeksi dan DM uncontrolled
Segi Psikologis : Hubungan Tn. S dengan keluarga terjalin baik.
Segi Sosial Ekonomi dan Budaya : status ekonomi Tn. S cukup
4.2 SARAN
1. Edukasi/ penyuluhan (PERKENI, 2006)
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:
Perjalanan penyakit diabetes melitus
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan diabetes mellitus
Penyulit diabetes melitus dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat hipoglikemik oral
atau insulin serta obat-obat lain
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit atau
hipoglikemia
Pentingnya latihan jasmani yang teratur
Masalah khusus yang dihadapi, misalnya hiperglikemia pada kehamilan
Pentingnya perawatan diri
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
1. Upaya pencegahan komplikasi
Mencegahan infeksi sekunder pada luka post incisi kista ateroma dengan
menjaga kebersihan daerah luka dengan mengganti kassa setiap hari.
47
Mencegah komplikasi DM dengan menerapkan pola hidup sehat: menjaga
pola makan sesuai yang dianjurkan oleh ahli gizi, olahraga secara teratur,
mengurangi aktifitas berlebih
2. Melanjutkan terapi yang selama ini dilakukan
Post incisi kista ateroma:
- Asam mefenamat: efek analgesik, antipiretik dan antiradang yang
cukup baik, efek samping menimbulkan gangguan lambung, diminum
setelah makan.
DM
- Galvus (Vildagliptin): merupakan inhibitor DPP-4. Penggunaan DPP-
4 inhibitor jangka panjang, khususnya vildagliptin, memiliki
tolerabilitas yang tinggi yang dibuktikan dengan rendahnya insidensi
hipoglikemia, gangguan GI tract, peningkatan berat badan, dan edema,
diminum kurang lebih saat makan. Kombinasi yang terbukti
meningkatkan kinerja masing-masingnya adalah dengan metformin,
sulfonil urea, insulin dan glitazone. Metformin terbukti dapat
meningkatkan kadar GLP-1 dalam serum melalui jalur peningkatan
sintesisnya diusus halus ( Yasuda,2002 ).
48
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2009. Diabetes Melitus. news.yahoo.com. Diakses pada tanggal 20 Oktober 2010
Anonimus.Kemoterapetika.http://118.98.163.253/download/view.php?file=53_PRESENTASI_DAN_BAHAN_AJAR/Farmasi/Buku+Farmakologi+2/Bab+2.doc. Diakses tanggal 21 Oktober 2010.
Asman Manaf. 2008. DPP-4 Inhibitor : A New Pathway in Diabetes Management. Subbagian Endokrin Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/ RSUP Dr M Jamil. Padang
Chandrasoma Parakrama, Taylor Clive R. 2005. Ringkasan PATOLOGI ANATOMI. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nico, et al. 2006. Guide Book Bedah. FK UNSRI. Palembang
Yasuda N. 2002. Biochem Biophys Ref Commun 298 : 779 – 784
Anonimus. 2010. Tanya Dokter; tata laksana Kista Ateroma. www.klikdokter.com. Diakses tanggal 19 Oktober 2010
49