Status Anestesi
description
Transcript of Status Anestesi
STATUS ANESTESI
Status Fisik ASA : ASA 3 dengan penyulit praanestesi anemia (Hb = 7 gr/dl) danperitonitis TB
(dengan OAT)
Diagnosa PreOp : kolelitiasis multiple dan pseudokista pancreas
Jenis Operasi : laparatomi
Rencana teknik anestesi: General Anestesi dan regional anestesi epidural
Keadaan Prabedah
TB : 165 cm
BB : 60 kg
TD : 91/62 cmHg
N : 90 x/menit
Temp. : 36,50C
Hb : 7,1 g/dL
Gol. darah : AB +
KEADAAN INTRAOPERASI (CATATAN ANESTESIA Tanggal 06 September 2010)
Lama Operasi : 3 jam 5 menit (12.50 – 15.55)
Lama Anestesi : 3 jam 15 menit (12.45 – 16.00)
Anestesi dengan : Regional : xylocain 2% 2cc (40 mg)
General : Propofol 200 mg
Relaksasi dengan : Rocuronium bromide *roculax 30 mg
Teknik Anestesi : Anestesi regional tipe epidural + kateter lokasi T4-T12, dilanjutkan
dengan anestesi umum
Respirasi : Ventilator TV 560 RR 12 kali/menit
Posisi : Terlentang
Infus : Tangan kiri 18 G
Premedikasi : • Fentanyl 100 mcg
Medikasi : • Marcaine 10 mg
propofol 200 mg
roculax 30 mg
Efedrin 5 mg
Transamin 1000 mg
Morfin 2 mg
Ketesse 50 mg
Ondansetron 4 mg
Cairan :
Cairan keluar = 500 ml (perdarahan) dan ± 50 ml (urin)
Cairan masuk = 2000 ml (Asering), 1000 ml (FIMA HES), gelofusin 1000 ml, 300 (PRC),
Monitoring Saat Operasi
Jam Tekanan Darah
(mmHg)
Nadi
(x/min)
12.45 100/72 98
13.00 102/75 102
13.15 100/65 95
13.30 110/75 96
13.45 115/ 75 96
14.00 95/ 62 92
14.15 80/ 60 90
14.30 92/65 93
14.45 110/ 75 98
15.00 95/70 90
15.15 90/65 82
15.30 80/60 81
15.45 80/60 80
16.00 80/60 80
Keadaan Akhir Pembedahan:
TD : 180/100 mmHg
N : 85 x / menit
Muntah : (-)
Mual : (-)
Sianosis : (-)
PEMBAHASAN
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk melancarkan induksi,
rumatan dan bangun dari anestesi, diantaranya(petunjuk praktis anestesiologi)
1) Meredakan kecemasan dan ketakutan
2) Memperlancar induksi anesthesia
3) Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
4) Meminimalkan jumlah obat anestetik
5) Mengurangi mual-muntah pasca bedah
6) Menciptakan amnesia
7) Mengurangi isi cairan lambung
8) Mengurangi reflek yang membahayakan.
Yang digunakan pada kasus ini adalah serta Fentanyl 100 ug IV. Fentanyl merupakan analgesic opioid
sintetik yang poten. Kekuatannya 100 kali lebih poten dari Morfin, dan biasa dikombinasikan dengan
obat golongan benzodiazepine. Efek sampingnya adalah depresi pernapasan.
Teknik Anestesi
Teknik anestesi yang digunakan pada pasien ini ada 2, yaitu:
1. Teknik anestesi epidural.
Anestesi epidural pada Torakal 11-12 dengan jarum no.27G.
Anestesi epidural pada kasus ini menggunakan xylocain 2 % dengan kateter. Teknik epidural
biasa digunakan pada obstetrik, pengelolaan nyeri postoperatif, dan pengelolaan nyeri
kronik (morgan). Xylocain berisi lidokain dengan awitan aksi epidural 5-15 menit, lama aksi
1-3 jam.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi dalam tindakan anestesi regional diantaranya:
1. Faktor Operator
Operator tidak kompeten atau kurang mahir dalam melakukan tindakan anestesi epidural,
sehingga obat yang diinjeksikan tidak tepat masuk kedalam ruang epidural sehingga
menyebabkan tindakan anestesi tidak adekuat atau gagal
2. Faktor Pasien
Faktor pasien juga dapat menyebabkan pemberian tindakan anestesi epidural tidak berhasil,
pasien dengan berat badan berlebih memerlukan dosis yang lebih tinggi dari dosis yang umum
digunakan, selain itu pasien dengan ketergantungan alkohol dan obat-obat psikotropika dapat
mengakibatkan ambang toleransi terhadap obat anestesi meningkat sehingga memerlukan dosis
yang lebih tinggi. Faktor genetik juga dapat berpengaruh terhadap ambang toleransi pasien pada
obat-obat anestesi
3. Faktor Obat
Cara penyimpanan dan lama penyimpanan juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
tindakan Anestesi, obat yang disimpan terlalu lama dalam gudang farmasi dapat menyebabkan
obat kadaluasa sebelum digunakan. Disamping itu cara penyimpanan juga perlu diperhatikan,
obat harus disimpan sesuai suhu yang dianjurkan produsen obat, untuk Obat anestesi
Bupivakain (Marcain) suhu penyimpanan yang dianjurkan dari produsen adalah 15-25 C. Jika
obat ini tidak disimpan pada suhu yang ditentukan dapat mengakibatkan obat rusak dan jika
tetap digunakan dapat mengakibatkan kegagalan dalam tindakan anestesi
4. Teknik Anestesi
Selain ketiga faktor diatas, tidak seperti anestesi spinal yang konfirmasinya dapat terlihat jelas
dengan adanya aliran liquor serebro spinal, teknik epidural memerlukan deteksi yang lebih peka
akan hilangnya resistensi (atau tetesan yang menggantung). Anatominya pun lebih kompleks
sehingga membuat keberhasilannya sukar diprediksi
2. Anestesi umum.
Anestesi umum dengan ETT no.7 kingking cuff(+) dengan maintenance?
Obat anestesi umum yang digunakan untuk induksi pada pasien ini adalah Propofol.
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
kepekatan 1% (1 ml = 10 mg). Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk
anestesi intravena 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg
(anestesiologi). Pasien ini memiliki berat badan 60 kg, berarti dosis yang diberikan pada
induksi adalah 120 mg – 150 mg. Pada pasien ini, diberikan propofol 200 mg. Ini tidak sesuai
dengan dosis induksi. Keuntungan dari propofol yaitu induksi dan pemulihannya cepat,
konfusi pasca bedah minimal, dan kurang menimbulkan mual muntah pasca-bedah.
Propofol juga tidak menimbulkan aritmia dan iskemia otot jantung dibandingkan Ketamin.
Kerugiannya yaitu nyeri pada saat penyuntikan. Hal ini dapat diminimalisir dengan
premedikasi analgetik. Pada pasien ini digunakan Fentanyl. Propofol juga dapat
menyebabkan vasodilatasi perifer dan menurunkan tekanan arteri sistemik sekitar 30%.
Namun, tekanan darah sistemik dapat kembali normal dengan intubasi trakea.
Untuk relaksan otot obat yang digunakan pada pasien ini adalah rokuronium.
rokuronium merupakan relaksan otot skelet nondepolarisasi (intermediate acting),
diberikan sebagai obat relaksasi otot dengan kerja singkat. Relaksasi otot ini dimaksudkan
untuk membuat relaksasi otot selama berlangsungnya operasi, menghilangkan spasme
laring dan refleks jalan napas atas selama operasi, dan memudahkan pernapasan terkendali
selama anestesi. Rokuronium yang diberikan pada pasien ini sebanyak 30 mg. Dosis intubasi
adalah 0,6-1 mg/kgBB. Berarti pada pasien ini dapat diberikan sebesar 36-60 mg. Lama aksi
obat ini adalah 30-60 menit. Sehingga sebaiknya diberikan dosis pemeliharaan 0,06 – 0,6
mg/kgBB, yaitu 3,6 mg – 36 mg. Tetapi pada pasien ini, yang hanya diberikan sekali selama
operasi berlangsung.
N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh
dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240°C. Pemberian anestesi dengan N2O
harus disertai O2 minimal 25 %. Gas ini bersifat anestesik lemah, tetapi analgesinya kuat.
Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu
anestesi lain.(anastesiologi).
Pengelolaan Cairan
Perkiraan Kebutuhan Cairan
Berat badan pasien : 60 kg
Lama puasa : 8 jam, terpasang infus
Koefisien operasi : 8
Maintenance : (4 x 10) + (2 x 10) + (1 x 40) = 100 ml/jam
Puasa : 8 x M = 8 x 100 = 800
Operatif : 8 x 60 kg = 480 ml/jam
Jam I Jam II Jam III
Maintenance 100 100 100
Puasa 400 (1/2) 200 (1/4) 200 (1/4)
Operatif 480 480 480
Total 980 780 780
Ket: satuan dalam ml
Walaupun pasien puasa 8 jam sebelum operasi tetapi pasien tidak kekurangan cairan karena
masih diberikan cairan maintenance selama perawatan sebelum operasi. Oleh karena itu, pada saat
operasi tidak diganti cairan yang hilang akibat puasa pre-operatif.
Status cairan pada pasien:
Cairan keluar = 500 ml (perdarahan) dan ± 50 ml (urin)
Cairan masuk = 2000 ml (Asering), 1000 ml (FIMA HES), gelofusin 1000 ml, 300 (PRC).
Lamanya operasi adalah 3 jam 5 menit sehingga kebutuhan cairan pada pasien tanpa dihitung
jumlah perdarahan yang terjadi adalah 980 ml +780 ml + 780 ml = 2540 ml. Pada pasien diberikan
asering sebanyak 2000 ml dan 500 ml dari gelofusin dapat mencukupi kebutuhan cairan.
Allowable Blood Loss
Hemoglobin : 7,1 g/dL
Hemoglobin minimal : 8 g/dL
Hematokrit : 20%
Hematokrit minimal : 30%
Estimated blood volume: 75 ml/kg x 60 kg = 4500 ml
Estimated the red blood cell volume (RBCVpreop): 20% x 4500 ml = 900 ml
Estimated the red blood cell minimal : 30% x 4500 ml = 1350 ml
Pada pasien ini seharusnya sudah diberikan transfusi darah. Transfusi direkomendasikan bila
hematokrit turun hingga 24%-ada juga kepustakaan yang menyebutkan Ht < 30% (hemoglobin < 8.0
g/dL). (morgan) Bila memberikan terapi cairan, hanya membantu menaikkan volume intravaskular, tidak
kapasitas pengangkutan oksigen.
Indikasi pemberian tranfusi darah mempunyai tujuan antara lain :
1. Menjamin kemampuan penyediaan oksigen dalam batas curah jantung yang dapat dihasilkan oleh
tubuh.
2. Menjamin cukup tersedia trombosit dan faktor-faktor pembekuan.
3. Mencukupi isi ruang intra vaskuler.
4. Memenuhi kebutuhan oksigenasi ke jaringan tubuh dan organ - organ vital
5. Membantu proses metabolisme sel-sel tubuh
Pada pasien ini diberikan 300 ml PRC. Berdasarkan kepustakaan, untuk menaikkan Hb 1 gr/dL diperlukan
packed cells 4 ml/kg atau 1 unit dapat menaikkan kadar Ht 3-5%. Packed cells digunakan pada
perdarahan lambat, anemia, atau pada kelainan jantung.
PRC yang dibutuhkan untuk menaikkan Hb 1 gr/dL : 4ml/kg x 60 kg = 240 ml
Untuk menaikkan Hb menjadi 8 gr/dL : 1 x 240 ml = 240 ml
Pada pasien ini, mendapatkan PRC sebanyak 300 ml. Ini belum cukup untuk menaikkan Hb pasien pada
batas minimal, yaitu 8 gr/dL. Karena perdarahan 500 cc pada pasien ini, dapat menyebabkan penurunan
Hb menjadi 6 mg/dl. Oleh sebab itu, banyaknya PRC yang dibutuhkan adalah 2 x 240 ml = 480 ml.
DAFTAR PUSTAKA
Latief, Said A, Kartini A. Suryadi dan M. Ruswan Dachlan. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Edisi 2. Cetakan keeempat. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-UI;2009. 133-
145
Morgan G E, et al. A Lange: clinical anesthesiology. 4rd ed. USA: McGraw-Hill; 2006. 696-700.
Omoigui, Sota. Buku saku obat-obatan anesthesia. Edisi 2. Jakarta: EGC; 1997.