Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

23
STANDART ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GERD A. DEFINISI Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu(troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2002). Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2002). B. ETIOLOGI Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi : 1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter) 2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun 3. Ketahanan epitel esofagus menurun 4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam empedu, HCL. 5. Kelainan pada lambung 6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis

description

Stanadart Asuhan Keperawatan pada pasien dengan GERD.

Transcript of Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

Page 1: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

STANDART ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GERD

A.      DEFINISI

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu(troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2002).

Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2002).

B.       ETIOLOGI

Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi :

1.         Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)

2.         Bersihan asam dari lumen esofagus menurun

3.         Ketahanan epitel esofagus menurun

4.         Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam empedu, HCL.

5.         Kelainan pada lambung

6.         Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis

7.         Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas

8.         Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks

9.         Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek

Page 2: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.

10.     Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2009).

C.      PATOFISIOLOGI

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg) (Aru, 2009).

Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini terdapat otot pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus besar. Pada GERDakan terjadi relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus balik atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas ataupun sebaliknya (Hadi, 2002).

Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk faktor defensif esophagus, adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen esophagus, dan ketahanan ephitelial esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.

a.       Pemisah antirefluks

Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik), dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat menurunkan tonus LES.

b.      Bersihan asam dari lumen esophagus

Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi, peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses menelan.

c.       Ketahanan epithelial esophagus

Page 3: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial esophagus terdiri dari :

1.      Membran sel

2.      Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+  ke jaringan esophagus

3.      Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta mengeluarkan ion H+ dan CO2

4.      Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .

Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah dalam keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intra abdominal sehingga terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian proksimal dan sfingter esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada di esofagus dan peristaltik akan mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai respon terhadap distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring (Hadi, 2002).

D.  TANDA DAN GEJALA

Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :

1.    Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah gejala tersering.

2.    Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian mulut terasa asam dan pahit.

3.    Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf, 2009)

Gejala Atipikal :

1.      Batuk kronik dan kadang wheezing

2.      Suara serak

3.      Pneumonia

4.      Fibrosis paru

Page 4: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

5.      Bronkiektasis

6.      Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009).

Gejala lain :

1.      Penurunan berat badan

2.      Anemia

3.      Hematemesis atau melena

4.      Odinofagia (Bestari, 2011).

E.  PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.    Endoskopi

Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini merupakan biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan berguna pula untuk pengobatan (dilatasi endoskopi).

                                 

2.    Radiologi

Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE menunjukkan refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau penyempitan lumen.

  

3.    Tes Provokatif

a.       Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut kepustakaan berkisar antara 80-90%.

b.      Tes Edrofonium

Tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang disuntikan intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik esofagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.

Page 5: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

                  

4.    Pengukuran pH dan tekanan esofagus

Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang mencatat secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan manometrik esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap sebagai gold standar untuk memastikan adanya PRGE.

                        

5.    Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy

Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus dan sifatnya non invasif (Djajapranata, 2001).

6.    Pemeriksaaan Esofagogram

Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa esofagus, erosi, dan striktur.

            

7.    Tes PPI

Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.

8.    Manometri esofagus

Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas esofagus.

                        

9.    Histopatologi

Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan. Tetapi bukan untuk memastikan NERD (Yusuf, 2009).

            

Page 6: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

F.   TERAPI

Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya komplikasi. Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan atau mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.

1.      Modifikasi Gaya Hidup

a.    Tidak merokok

b.    Tempat tidur bagian kepala ditinggikan

c.    Tidak minum alkohol

d.   Diet rendah lemak

e.    Hindari mengangkat barang berat

f.     Penurunan berat badan pada pasien gemuk

g.    Jangan makan terlalu kenyang

h.    Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang

2.      Terapi Endoskopik.

Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah radiofrekuensi, endoscopic suturing, dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi adalah dengan memanaskangastroesophageal junction. Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk mengurangi penggunaan obat, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi reflux.

3.      Terapi medika mentosa. Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini adalah supresi pengeluaran asam lambung. Ada dua pendekatan yang biasa dilakukan pada terapi medika mentosa:

a.       Step up

Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan sekresi asam seperti antacid, antagonis reseptor H2 ( simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin) atau golongan prokinetik (metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila gagal berikan obat-obat supresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (PPI).

b.      Step down

Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil lanjutkan dengan supresi asam yang lebih lemah untuk pemeliharaan.

4.      Terapi terhadap Komplikasi

Page 7: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila terjadi rangsangan asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa esophagus dari squamous menjadi kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus barret’s (premaligna) dan dapat menjadi karsinoma barret’s esophagus

a.       Striktur esophagus

Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm maka dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah operasi.

b.      Barret’s esophagus

Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi bedah (fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi endoskopi (baik menggunakan energy radiofrekuensi, plikasi gastric luminal atau dengan implantasi endoskopi) walapun cara ini masih dalam penelitian.

     (Djajapranata, 2001).

G.      KOMPLIKASI

Komplikasi GERD antara lain :

1.      Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.

2.      Esofagitis ulseratif

3.      Perdarahan

4.      Striktur esofagus

5.      Aspirasi

(Asroel, 2002).

H.  PENGKAJIAN

a.       Keadaan umum

Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.

b.      Tanda-tanda vital

Meliputi pemeriksaan :

1.      Tekanan darah : sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis.

Page 8: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

2.      Pulse rate

3.      Respiratory rate

4.      Suhu

c.       Keluhan utama

Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan. Lokasi, faktor pencetus, manifestasi yang berhubungan :

Keluhan tipikal (esofagus) : heartburn, regurgitasi, dan disfagia.

Keluhan atipikal (eskstraesofagus) : batuk kronik, suara serak, pneumonia, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak.

Keluhan lain : penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, odinofagia.

d.      Riwayat kesehatan dahulu

1)      Penyakit gastrointestinal lain

2)      Obat-obatan yang mempengaruhi asam lambung

3)      Alergi/reaksi respon imun

e.       Riwayat penyakit keluarga

f.       Pola Fungsi Keperawatan

1.      Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di daerah epigastrium, seperti terbakar.

Data obyektif :

Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran.

Tidak terjadi perubahan tonus otot.

2.      Sirkulasi

Data Subyektif:

Klien mengatakan bahwa ia tidak mengalami demam.

Data Obyektif:

Suhu tubuh normal (36,5-37,5 oC)

Page 9: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

Kadar WBC meningkat.

3.      Eliminasi

Data Subyektif:

Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.

Data obyektif:

Bising usus menurun (<12x/menit)

4.      Makan/ minum

Data Subyektif:

Klien mengatakan mengalami mual muntah.

Klien mengatakan tidak nafsu makan.

Klien mengatakan susah menelan.

Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.

Data Obyektif:

Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan.

5.      Sensori neural

Data Subyektif:

Klien mengatakan ada rasa pahit di lidah.

Data obyektif:

Status mental baik.

6.      Nyeri / kenyamanan

Data Subyektif:

Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah epigastrium.

P : nyeri terjadi akibat perangsangan nervus pada esophagus oleh

cairan refluks.

Q : klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar

R : klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah epigastrium.

S : klien mengatakan skala nyeri 1-10.

T : klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan

Page 10: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

      makanan. Nyeri pada dada menetap.

Data Obyektif:

Klien tampak meringis kesakitan.

Klien tampak memegang bagian yang nyeri.

Tekanan darah klien meningkat

Klien tampak gelisah

7.      Respirasi

Data Subyektif :

Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas.

Klien mengatakan mengalami batuk

Data obyektif:

Terlihat ada sesak napas.

Terdapat penggunaan otot bantu napas.

Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30 40 x/mnt dan pada anak-anak > 20-26 x/menit.

Klien terlihat batuk.

8.      Keamanan

Data Subyektif :

Klien mengatakan merasa cemas

Data obyektif:

Klien tampak gelisah

9.      Interaksi sosial

Data Subyektif:

Klien mengatakan suaranya serak

Klien mengatakan agak susah berbicara dengan orang lain karena suaranya tidak jelas terdengar.

Data obyektif:

Suara klien terdengar serak

Suara klien tidak terdengar jelas.

Page 11: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

g.      Pemeriksaan Fisik

1.    Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium.

2.    Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.

3.    Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal, oksipital dan retroaurikuler.

4.    Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris atau ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan

5.    Pemeriksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani), apabila udara di paru atau pleura bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas normal atau tambahan seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi gesekan dan lain-lai pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah, kemudian pada pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks/iktus kordis dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil), bunyi jantung, atau bising jantung dan lain-lain

6.    Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing yang ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut, kemudian pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta genetalianya.

Page 12: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

7.    Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang gerak, keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.

J.   DIAGNOSA

1.      Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan glotis terhadap cairan refluks.

2.      Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan muntah / pengeluaran yang berlebihan.

3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah.

4.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.

5.      Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan tenggorokan.

6.      Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus akibat gastroesofageal reflux disease.

7.      Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.

K.      INTERVENSI

Page 13: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

No.

DiagnosaPerencanaan

RasionalKriteria Hasil Intervensi

1. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refleks laring dan glotis terhadap cairan refluks.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam masalah aspirasi pada klien dapat diatasi dengan kriteria hasil:

Status hasil:Klien dapat bernafas dengan mudah, tidak irama, frekuensi pernafasan normalskala 4

Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan mampumelakukan oral hygiene skala 4

Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal skala 4

1.    Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan.

2.    Naikkan kepala 30-45 derajat setelah makan.

3.    Potong makanan kecil kecil.

4.    Hindari makan kalau residu masih banyak

1.    Meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat pembersihan jalan napas.

2.    Meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru, memobilisasi dan mengeluarkan sekret.

3.    Menghindari terjadinya risiko aspirasi yang terlalu tinggi.

4.    Dapat membatasi ekspansi gastroesofagus

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan muntah / pengeluaran yang berlebihan.

Definisi: penurunan cairan intravaskuler, interstisial dan atau interseluler. Mengarah ke

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x 24 jam,  defisit volume cairan pada klien  dapat diatasi  dengan kriteria hasil:

Mempertahankan

1.    Monitor status hidrasi.

2.    Kaji tanda vital, catat perubahan TD, takikardi,

1.      Perubahan pada kapasitas gaster dan mual sangat mempengaruhi masukan dan kebutuahan cairan, peningkatan risiko dehidrasi.

2.      Indikator dehidrasi/hipovolemia

Page 14: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

dehidrasi kehilangan cairan dengan pengeluaran sodium.

urine output sesuai dengan usia BB, BJ urine normal skala 4

Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik dan tidak ada rasa haus yang berlebihan skala 4

Berat badan stabil skala 4

Hematokrit menurun skala 4

Tidak ada ascites skala 4

turgor kulit dan kelembaban membran mukosa.

3.    Berikan cairan tambahan IV sesuai indikasi.

4.    Dorong masukan oral bila mampu

, keadekuatan penggantian cairan.

3.      Menggantikan kehilangan cairan dan memperbaiki keseimbangan cairan dalam fase segera dan pasien mampu memenuhi cairan per oral.

4.      Memungkinkan penghentian tindakan dukungan cairan infasif dan kembali ke normal.

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang akibat mual dan muntah.

Definisi: intake nutrisi tidak cukup untuk keperluan metabolisme tubuh

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x 24 jam,  nutrisi pada klien dapat diatasi dengan kriteria hasil:

Status hasil:Peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan skala 4

Tidak ada tanda-tanda malnutrisi skala 4

Tidak ada penurunan berat

1.    Diskusikan  pada pasien makanan yang disukainya dan makanan yang tidak disukainya.

2.    Buat jadwal masukan tiap jam. Anjurkan mengukur cairan/makanan dan minum sedikit demi sedikit atau makan secara perlahan.

3.    Beritahu pasien untuk duduk saat makan/minum.

1.      Dengan memilih makanan yang disukai pasien maka selera makan si pasien akan bertambah dan dapat mengurangi rasa mual dan muntah.

2.      Setelah tindakan pembagian, kapasitas gaster menurun kurang dari 50 ml, sehingga perlu makan sedikit/sering.

3.      Menurunkan

Page 15: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

badan yang berarti skala 4

Mengidentifikasi skala nutrisi skala 4

Stamina dan energi ada skala 4

4.    Tekankan pentingnya menyadari kenyang dan menghentikan masukan.

5.    Timbang berat badan tiap hari. Buat jadwal teratur setelah pulang.

6.    Kolaborasi dengan ahli gizi

kemungkinan aspirasi.

4.      Makan berlebihan dapat mengakibatkan mual dan muntah

5.      Pengawasan kehilangan  dan alat pengkajian kebutuhan nutrisi

6.      Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi

4 Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam, pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:

Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologiuntuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

Mampu mengenali

1.    Kurangi faktor presipitasi nyeri

2.    Tingkatkan istirahat

3.    Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang, dan antisipasi ketidaknyamanan prosedur.

4.    Ajarkan tentang teknik nonfarmakologi seperti teknik relaksasi nafas dalam, distraksi dan kompres

1.    Dengan berkurangnya faktor pencetus nyeri maka pasien tidak terlalu merasakan intensitas nyeri.

2.    Menurunkan tegangan abdomen dan meningkatkan rasa kontrol.

3.    Pemberian informasi yang berulang dapat mengurangi rasa kecemasan pasien terhadap rasa nyerinya.

4.    Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian dan meningkatkan

Page 16: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda

Tanda vital dalam rentang normal

hangat/dingin.

5.    Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri

kemampuan koping.

5.    Perlu penanganan obat untuk memudahkan istirahat adekuat dan penyembuhan

5 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan tenggorokan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ......x 24 jam klien dapat menunjukkan kriteria hasil:

Status hasil:jalan nafas yang paten (tidak tercekik, irama nafas dan pola nafas dalam rentang normal) skala 4

1.    Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2.    Lakukan fisioterapi dada jika perlu

3.    Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

1.    Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.

2.    Fisioterapi dada dapat mengeluarkan sisa sekret yang masih tertinggal.

3.    Keseimbangan akan stabil apabila antara pemasukan dan pengeluaran diatur

6. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada esophagus akibat gastroesophegal reflux disease

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x 24 jam maka gangguan menelan pada klien dapat diatasi dengan kriteria hasil:

Status hasil:Klien dapat menelan makanan dengan sempurna skala 4

1.    Bantu pasien dengan mengontrol kepala

2.    Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan.

3.    Berikan makan perlahan pada lingkungan yang tenang

1.    Menetralkan hiperekstensi , membantu mencegah aspirasi dan meningkatkan kemampuan untuk menelan.

2.    Menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses menelan.

3.    Pasien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adnya gangguan distraksi

Page 17: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

dari luar7. Ansietas berhubungan

dengan proses penyakit

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x 24 jam,  ansietas pada klien dapat diatasi  dengan kriteria hasil:

Menyingkirkan tanda kecemasan skala 4

Merencanakan strategi koping skala 4

Intensitas kecemasanskala4

Mencari informasi untuk menurunkan cemas skala 4

1.        Dorong pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.

2.        Berikan informasi yang dapat dipercaya dan konsisten dan dukungan untuk orang terdekat.

3.        Tingkatkan rasa tenang dan lingkungan tenang.

4.        Pertahankan kontak sering dengan pasien, bicara dengan menyentuh bila tepat.

1.      Memberikan kesempatan untuk memeriksa rasa takut realistis serta kesalahan konsep tentang diagnosis.

2.      Memungkinkan untuk interaksi interpersonal lebih baik dan menurunkan rasa ansietas dan rasa takut.

3.      Memudahkan istirahat, menghemat energi dan meningkatkan kemampuan koping.

4.      Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak, mengembangkan kepercayaan.

L.  Evaluasi

a.    Risiko aspirasi pada klien dapat diatasi

b.    Defisit volume cairan dapat diatasi.

c.    Ketidakseimbangan nutrisi  pada pasien GERD  dapat ditangani.

d.   Nyeri akut pada pasien dapat diatasi.

e.    Bersihan jalan nafas efektif.

f.     Gangguan menelan pada klien dapat diatasi

Page 18: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

g.    Ansietas pada pasien dapat diatasi.

A.      KESIMPULAN

1.    Gastroesofageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi dimana cairan lambung mengalami refluks ke esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di dada, regurgitasi, dan komplikasi. Manifestasi klinis GERD meliputi gejala tipikal (esofagus) dan atipikal (ekstraesofagus). Faktor yang berperan untuk terjadinya GERD yaitu mekanisme antirefluks, kandungan cairan lambung, mekanisme bersihan oleh esofagus, dan resistensi sel epitel esofagus. Untuk menegakkan diagnosis GERD dapat ditegakkan berdasarkan analisa gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan diantaranya endoskopi, radiologi, pengukuran pH, tes perfusi Berstein, tes gastro-esophageal scintigraphy.

Komplikasi penyakit GERD diantaranya Esofagus barret, esofagitis ulseratif, perdarahan, striktur esofagus, dan aspirasi. GERD merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan jangka panjang. Pengobatan yang dapat diberikan pada klien GERD meliputi modifikasi gaya hidup, terapi endoskopi, terapi medikamentosa, dan terapi komplikasi.

2.    Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien dengan GERD yaitu :

a.       Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan glotis terhadap cairan refluks.

b.      Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual dan muntah / pengeluaran yang berlebihan.

c.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah

d.      Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.

e.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan tenggorokan.

f.       Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus akibat gastroesofageal reflux disease.

g.      Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.

Page 19: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

B.       SARAN

1.      Individu yang mengalami keluhan-keluhan refluks gastroesofagus perlu mencari pengobatan sedini mungkin sehingga keluhan berat dan komplikasi dapat dicegah.

2.      Bagi tenaga kesehatan maupun tenaga pengajar perlu memberikan sumbangsih penelitian maupun referensi mengenai penyakit Gastroesophageal Reflux Disease(GERD) mengingat sedikit dijumpai referensi penunjang mengenai penyakit ini.

3.      Makalah ini dapat digunakan sebagai penunjang mahasiswa keperawatan ketika praktik di klinik dan sebaiknya perlu disempurnakan lagi dengan referensi yang terbaru.

DAFTAR PUSTAKA

Aru, Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.

Asroel, Harry. 2002. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Universitas Sumatera Utara : Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga.

Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol. 38 no. 7 / November 2011.

Djajapranata, Indrawan. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.

Sujono, Hadi.  2002. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.

Page 20: Standart Asuhan Keperawatan Pasien Gerd

Susanto, Agus dkk. 2002. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks Gastroesofagus. Jakarta : FKUI.

Yusuf, Ismail. 2009. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara Klinis.PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September - November 2009.