Standar Perencanaan Sarpras Kota

40
3.5.3.1Standar Fasilitas Sarana Kota A. Standar Fasilitas Sarana Kota Bagi Hunian yang Dikembangkan Secara Horisontal (Sumber: DKI Jakarta) 1. Standar kebutuhan sarana kota bagi lingkungan permukiman yang dikembangkan secara horisontal ini diberlakukan untuk pembangunan baru maupun peremajaan. 2. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 250 jiwa, diperlukan adanya sarana: a. Tempat bermain dengan luas lahan sekurang-kurangnya 250m 2 . b. Warung dengan luas lahan sekurang-kurangnya 100 m 2 . 3. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 750 jiwa, diperlukan adanya sarana: a. Seperti disebutkan pada nomor 2. b. Taman kanak-kanak dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m 2 . 4. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 1.500 jiwa, diperlukan adanya sarana: a. Seperti disebutkan pada nomor 2 dan 3. b. Sekolah Dasar (SD 6 lokal) dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m 2 . 5. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 3.000 jiwa, diperlukan adanya sarana: a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 4. b. Pos kesehatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 200 m 2 . c. Musholla dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m 2 . d. Balai warga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m 2 . e. Lapangan olahraga/tempat bermain/taman dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.500 m 2 . f. Pos keamanan, gardu listrik, telepon umum dan tempat sampah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m 2 . 6. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 6.000 jiwa, diperlukan adanya sarana: a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 5. b. Tempat perbelanjaan/pertokoan dengan luas lahan sekurang- kurangnya 3.000m 2 . c. Pangkalan/parkir umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m 2 . 7. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 15.000 jiwa, diperlukan adanya sarana: a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 6. b. Gedung Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP 15 lokal) dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.000 m 2 . 8. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 30.000 jiwa, diperlukan adanya sarana: a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 7. b. Gedung perpustakaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m 2 . c. Gedung Sekolah Menengah Umum (SMU 18 lokal) atau Sekolah Kejuruan Menengah Tingkat Atas (18 lokal) atau kombinasi kedua jenis tersebut dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.800 m 2 .

description

standar sarana prasarana

Transcript of Standar Perencanaan Sarpras Kota

3

3.5.3.1 Standar Fasilitas Sarana Kota

A. Standar Fasilitas Sarana Kota Bagi Hunian yang Dikembangkan Secara Horisontal (Sumber: DKI Jakarta)1. Standar kebutuhan sarana kota bagi lingkungan permukiman yang dikembangkan secara horisontal ini diberlakukan untuk pembangunan baru maupun peremajaan.

2. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 250 jiwa, diperlukan adanya sarana:

a. Tempat bermain dengan luas lahan sekurang-kurangnya 250m2.

b. Warung dengan luas lahan sekurang-kurangnya 100 m2.

3. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 750 jiwa, diperlukan adanya sarana:

a. Seperti disebutkan pada nomor 2.

b. Taman kanak-kanak dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m2.

4. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 1.500 jiwa, diperlukan adanya sarana:

a. Seperti disebutkan pada nomor 2 dan 3.

b. Sekolah Dasar (SD 6 lokal) dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m2.

5. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 3.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:

a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 4.

b. Pos kesehatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 200 m2.

c. Musholla dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m2.

d. Balai warga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m2.

e. Lapangan olahraga/tempat bermain/taman dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.500 m2.

f. Pos keamanan, gardu listrik, telepon umum dan tempat sampah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m2.

6. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 6.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:

a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 5.

b. Tempat perbelanjaan/pertokoan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000m2.

c. Pangkalan/parkir umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m2.

7. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 15.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:

a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 6.

b. Gedung Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP 15 lokal) dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.000 m2.

8. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 30.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:

a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 7.

b. Gedung perpustakaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m2.

c. Gedung Sekolah Menengah Umum (SMU 18 lokal) atau Sekolah Kejuruan Menengah Tingkat Atas (18 lokal) atau kombinasi kedua jenis tersebut dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.800 m2.

d. Puskesmas tingkat kelurahan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m2.

e. Rumah sakit bersalin dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m2.

f. Apotik/rumah obat dengan luas lahan sekurang-kurangnya 400 m2.

g. Laboratorium kesehatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m2.

h. Gedung serba guna dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m2.

i. Masjid tingkat kelurahan dengan luas laan sekurang-kurangnya 2.000 m2.

j. Lapangan olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 8.400 m2.

k. Gedung olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000 m2.

l. Kolam renang dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.000 m2.

m. Bioskop dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m2.

n. Taman dan tempat bermain dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.500 m2.

o. Kantor kelurahan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000 m2.

p. Kantor pelayanan umum dengan lua slahan sekurang-kurangnya 750 m2.

q. Pos tramtib dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m2.

r. Pos pemadam kebakaran dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m2.

s. Kantor pos pembantu dengan luas lahan sekurang-kurangnya 300 m2.

t. Pasar lingkungan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m2.

9. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 60.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:

a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 8.

b. Panti sosial dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m2.

c. Tempat ibadah lainnya dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m2.

d. Pasar/pertokoan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m2.

e. Pangkalan/parkir umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m2.

10. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 120.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:

a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 9.

b. Balai rakyat/gedung serba guna dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000m2.

c. Lapangan olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m2.

d. Taman dan tempat bermain dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m2.

e. Gedung olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m2.

11. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 200.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:

a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 10.

b. Puskesmas kecamatan/balai pengobatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.400 m2.

c. Mesjid kecamatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 5.000 m2.

d. Tempat ibadah lainnya dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m2.

e. Panti latihan kerja dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000 m2.

f. Kantor Kecamatan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.750 m2.

g. Kantor pelayanan umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.200 m2.

h. KORAMIL/KOSEKTA dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m2.

i. KUA/BP-4/Balai nikah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 670 m2.

j. Pemadam kebakaran dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.250 m2.

k. Kantor pos/telkom dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.500 m2.

l. Dipo kebersihan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 200 m2.

m. Gardu listrik dengan luas lahan sekurang-kurangnya 500 m2.

12. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 480.000 jiwa, diperlukan adanya sarana:a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 11

b. Akademi dengan luas lahan sekurang-kurangnya 5.000 m2

c. Perpustakaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 1.000 m2

d. Rumah sakit pembantu tipe C dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m2

e. Masjid tingkat sub wilayah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 12.000 m2

f. Gedung Jumpa Bhakti/serbaguna dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m2

g. Stadion mini dengan luas lahan sekurang-kurangnya 50.000 m2

h. Taman dan tempat rekreasi dengan luas lahan sekurang-kurangnya 30.000 m2

i. Museum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m2

j. Gedung Olah Seni dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m2

k. Bioskop atau teater dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m2

l. Pusat perbelanjaan/pasar dengan luas lahan sekurang-kurangnya 36.000 m2

m. Terminal transit dengan luas lahan sekurang-kurangnya 8.000 m2

n. Parkir Umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 13.500 m2

13. Untuk lingkungan permukiman dengan jumlah penduduk sampai 1.500.000 jiwa diperlukan adanya sarana:

a. Seperti disebutkan pada nomor 2 sampai 12

b. Perguruan Tinggi dengan luas lahan sekurang-kurangnya 20.000 m2

c. Perpustakaan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 2.000 m2

d. Rumah sakit wilayah tipe B dengan luas lahan sekurang-kurangnya 45.000 m2

e. Rumah sakit Gawat Darurat dengan luas lahan sekurang-kurangnya 30.000 m2

f. Masjid wilayah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 20.000 m2

g. Tempat ibadah lain dengan luas wilayah sekurang-kurangnya 5.000 m2

h. Gedung Pertemuan Umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 5.000 m2

i. Komplek Olahraga dengan luas lahan sekurang-kurangnya 70.000 m2

j. Gedung Hiburan/Rekreasi dengan luas lahan sekurang-kurangnya 6.000 m2

k. Bioskop dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.000 m2

l. Gedung Kesenian dengan luas lahan sekurang-kurangnya 10.000 m2

m. Taman Kota dan tempat rekreasi atau Hutan Kota dengan luas lahan sekurang-kurangnya 50.000 m2

n. Gedung Seni Tradisional dengan luas lahan sekurang-kurangnya 5.000 m2

o. Kantor Pemerintahan dengan luas lahan sekurang-kurangnya 25.000 m2

p. Kantor Pos Wilayah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 6.000 m2

q. Kantor KOWILKO dengan luas lahan sekurang-kurangnya 4.000 m2

r. Kantor KODIM dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.500 m2

s. Kantor Telepon Wilayah dengan luas lahans ekurang-kurangnya 7.500 m2

t. Kantor PLN Wilayah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 5.000 m2

u. Kantor PDAM Wilayah dengan luas lahan sekurang-kurangnya 5.000 m2

v. Kantor Pengadilan Agama dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m2

w. Kantor Marwil Kebakaran dengan luas lahan sekurang-kurangnya 3.000 m2

x. Pusat Perbelanjaan Utama, Pasar, Pertokoan, Toko Serba Ada (Departemen Store), Bank-bank, Perusahaan Swasta dan jasa-jasa lainnya dengan luas lahan sekurang-kurangnya 85.000 m2

y. Terminal dengan luas lahan sekurang-kurangnya 50.000 m2

z. Parkir Umum dengan luas lahan sekurang-kurangnya 40.000 m2

14. Untuk kawasan pada Pola Sifat Lingkungan Kurang Padat atau dengan kepadatan penduduk 301-300 jiwa/Ha, dapat dikenakan faktor reduksi atas standar kebutuhan lahan sebesar 15%, sedangkan pada Pola Sifat Lingkungan Padat atau dengan kepadatan penduduk lebih besar dari 500 jiwa/Ha, dapat dikenakan faktor reduksi atas standar kebutuhan lahan sebesar 30%

15. Bangunan-bangunan sarana kota dapat dibangun tersendiri atau beberapa sarana dibangun secara terpadu dalam satu bangunan atau digabung dalam bangunan rumah susun, dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan intensitas bangunan, keserasian arsitektur, keamanan, keselamatan, sirkulasi pejalan kaki/kendaraan, dan sebagainya.

B. Standar Tata Cara Perencanaan Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana (Dep. Pekerjaan Umum)Luas Tanah

Harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

Tabel A.

Luas Lahan untuk Fasilitas Lingkungan

Rumah Susun dengan KDB 50%

No.Jenis PeruntukanLuas Lahan

Maksimum (%)Minimum (%)

1.Bangunan Hunian50-

2.Bangunan Fasilitas10-

3.Fasilitas Ruang terbuka-20

4.Prasarana Lingkungan-20

Keterangan:

1. Luas tanah untuk fasilitas lingkungan rumah susun seluas-luasnya 30% dari luas seluruhnya;

2. Luas tanah untuk fasilitas ruang terbuka, berupa taman sebagai penghijauan, tempat bermain anak-anak dan atau lapangan olah raga sekurang-kurangnya 20% dari luas lahan fasilitas lingkungan rumah susun.

Fasilitas Lingkungan Pada Bangunan Hunian

Fasilitas lingkungan yang ditempatkan pada lantai bangunan rumah susun hunian harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. maksimal 30% dari jumlah luas lantai bangunan.

2. Tidak ditempatkan lebih dari lantai ke 3 bangunan rumah susun hunian.

Jenis dan Besaran Fasilitas Lingkungan

Lingkungan rumah susun harus dilengkapi dengan fasilitas lingkungan berupa ruang dan atau bangunan sesuai Tabel berikut:

Tabel B

Jenis Fasilitas Lingkungan Rumah Susun Sederhana

Jenis Fasilitas LingkunganFasilitas yang tersediaKeterangan

1. Niaga/Tempat Kerja1. Warung.

2. Toko-toko perusahaan dan dagang.

3. Pusat Perbelanjaan termasuk usahan jasa.Persyaratan lihat Tabel C.

2. Pendidikan1. Ruang belajar untuk pra belajar.

2. Ruang belajar untuk sekolah dasar.

3. Ruang belajar untuk sekolah lanjutan tingkat pertama.

4. Ruang belajar untuk sekolah menengah umum.Persyaratan lihat Tabel D.

3. Kesehatan1. Posyandu.

2. Balai Pengobatan.

3. BKIA dan rumah bersalin.

4. Puskesmas.

5. Praktek dokter.

6. Apotik.Persyaratan lihat Tabel D.

4. Peribadatan1. Mushola.

2. Masjid Kecil-

5. Pemerintahan dan pelayanan umum1. Kantor RT.

2. Kantor/Balai RW.

3. Pos Hansip/Siskampling.

4. Pos Polisi.

5. Telepon umum.

6. Gedung serbaguna.

7. Ruang duka.

8. Kota Surat.Persyaratan lihat Tabel E.

6. Ruang Terbuka1. Taman.

2. Tempat Bermain.

3. Lapangan Olah Raga.

4. Pelataran Usaha.

5. Sirkulasi.

6. Parkir.Persyaratan lihat Tabel F.

Fasilitas lingkungan rumah susun yang dibangun harus memenuhi ketentuan seperti pada tabel berikut:

Tabel C

Fasilitas Niaga/Tempat Kerja

Fasilitas yang DisediakanJumlah Maks Penghuni yang dapat dilayani (tiap satuan fasilitas)FungsiLokasi dan Jarak Maks dari Unit HunianLetak dan Posisi pada Lantai BangunanLuas Lantai Minimum (m2)Luas Tanah Minimum (jika merupakan bangunan tersendiri) (m2)

Warung250 penghuniMenjual sembilan bahan pokok1. Di pusat lingkungan.

2. Mudah dicapai.

3. Radius maksimum 300 m.1. Dapat ditempatkan pada lantai 1, 2 atau 3.

2. Mengelompok pada lantai dasar.Sama dengan luas satuan unit rumah susun sederhana, maks 36 m2, termasuk gudang kecil.72 (dengan KDB 50%)

Toko-toko2500 penghuniMenjual barang kebutuhan sehari-hari termasuk sandang pangan.1. Di pusat lingkung-an.

2. Radius maksimum 500 m.1. Mengelompok pada lantai dasar.

2. Dikelompokkan pada bangunan tersendiri.50 100

Pusat perbelanjaan termasuk usaha jasa2500 penghuniMenjual kebutuhan sandang dan pangan serta jasa pelayanan1. Di pusat lingkung-an.

2. Radius maksimum 1000 m.Dikelompokkan pada bangunan sendiri.60120 (dengan KDB 50%)

Tabel D

Fasilitas Pendidikan

Fasilitas yang DisediakanJumlah Maks Penghuni yang MendukungFungsiLetakJarakLuas Lantai yang DibutuhkanLuas Lahan yang dibutuhkan

Pra Belajar1000 jiwa dimana anak usian 5-6 tahun sebanyak 8%Menampung pelaksanaan pendidikan pra sekolah usia 5-6 tahun.Ditengah-tengah kelompok keluarga/digabung dengan taman-taman tempat bermain di RT/RW.Mudah dicapai dengan radius pencapaian 500 m, dihiitung dari unit terjauh dan lantai tertinggi.125 m2 atau

1.5 m2/siswa250 m2

Sekolah Dasar1600 jiwaMenampung pelaksanaan pendidikan Sekolah DasarTidak menyeberang jalan lingkungan dan masih tetap di tengah-tengah kelompok keluarga.Mudah dicapai dengan radius pencapaian maks 1000 m, dihitung daru unit terjauh dan lantai tertinggi.1.5 m2/siswa2000 m2

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama4800 jiwaMenampung pelaksanaan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat PertamaTidak di pusat lingkungan, dapat digabung dengan lapangan OR atau digabung dengan sarana pendidikan lainnya.Radius maksimum 1000 m.1.75 m2/siswa9000 m2

Sekolah Menengah Umum (SMU)4800 jiwaMenampung pelaksanaan pendidikan SMUDapat digabung dengan lapangan OR atau digabung dengan fasilitas pendidikan lainnya dan tidak di pusat lingkungan.Radius maksimum 3000 m dari unit yang dilayani.1.75 m2/siswaSMU 1 lantai 12500 m2.

SMU 2 lantai 8000 m2.

SMU 3 lantai 5000 m2.

Tabel E

Fasilitas Kesehatan

Fasilitas yang DisediakanJumlah Maks Penghuni yang MendukungFungsiLetakJarakKebutuhan Minimum RuangLuas Lantai yang DibutuhkanLuas Lahan yang dibutuhkan

Posyandu1000 jiwaMemberikan pelayanan kesehatan untuk anak-anak usia balita.Terletak di tengah-tengah lingkungan keluarga dan dapat menyatu dengan kantor RT/RW.Mudah dicapai dengan radius pencapaian maks 200 m dari unit terjauh dan lantai tertinggi.Sebuah ruangan yang dapat menampung aktivitas.30 m260 m2

Balai Pengobatan1000 jiwaMemberikan pelayanan kepada penduduk dalam bidang kesehatan.Terletak ditengah-tengah lingkungan keluarga atau dekat dengan kantor RT/RW.Mudah dicapai dengan radius pencapaian maks 400 m dari unit terjauh dan lantai tertinggi.-150 m2300 m2

BKIA serta Rumah Bersalin10.000 jiwaMemberikan pelayanan kepada ibu-ibu, sebelum pada waktu dan sesudah melahirkan serta memberi pelayanan kepada anak sampai usia 6 tahun.Di Pusat Kawasan.Mudah dicapai dengan radius pencapaian maks 100 m dari unit terjauh dan lantai tertinggi.Minimal terdapat 2 ruangan periksa dan ruang tunggu.600 m21200 m2

Puskesmas30.000 jiwaMemberikan pelayanan lebih lengkap kepada penduduk dalam bidang kesehataan, mencakup pelayanan dokter spesialis anak dan dokter spesialis gigi.Berada di pusat lingkungan dekat dengan pelayanan pemerintah, dapat bersatu dengan fasilitas kesehatan lainnya.Mudah dicapai dengan radius pencapaian maks 1000 m dari unit terjauh dan lantai tertinggi.Minimum ruang periksa dokter dan ruang pemeriksa dokter gigi serta ruang tunggu.150 m2300 m2

Praktek Dokter5000 jiwaMemberikan pelayanan pertama kepada penduduk dalam bidang kesehatan umum/spesialis.Berada di tengah-tengah kelompok dan bersatu dengan fasilitas kesehatan lain atau di lantai dasar.Mudah dicapai dengan radius pencapaian maks 1000 m dari unit terjauh dan lantai tertinggi.Sebuah ruang periksa dan ruang tunggu.Minimum 18 m2.-

Apotik10.000 jiwaMelayani penduduk dalam pengadaan obat-obatan.Berada di antara kelompok unit hunian.Mudah dicapai dengan radius pencapaian maks 1000 m dari unit terjauh dan lantai tertinggi.Sebuah ruang penjualan, ruang peracik dan ruang tunggu.Minimum 36 m2.-

Tabel F

Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum

Fasilitas yang DisediakanJumlah Maks yang Dapat DilayaniLokasi dan Jarak Maks dari Unit HunianLetak dan Posisi Pada Lantai BangunanLuas Lantai MinimumLuas Lahan Maks (jika merupakan bangunan tersendiri)

Kantor RT200Berada di tengah lingkungan keluarga.Dapat berada pada lantai hunian.Sama dengan unit hunian terkecil.-

Kantor/balai RW1000Berada di tengah lingkungan dan menjadi satu dengan ruang serbaguna.Dapat berada pada lantai hunian.Sama dengan unit hunian terkecil 18 m2.-

Pos Hansip/Siskamling200Berada di tengah lingkungan, jarak maks 200 mDapat diletakkan pada lantai dasar unit hunian.4 m26 m2

Pos Polisi2000Berada pada bagian depan atau entrance lingkungan.Dapat diletakkan pada lantai dasar unit hunian.36 m272 m2

Telepon Umum200Berada dekat dengan pelayanan umum lainnyaDapat pada lantai dasar.1 unit (1.5 x 1.5)-

Gedung Serbaguna1000Berada di tengah-tengah lingkungan dengan jarak maks pencapaian 500 m.Dapat pada lantai dasar.250 m2500 m2

Ruang Duka200Dapat menjadi satu atau mempergunakan ruang serbagunaDapat pada lantai dasar.100 m2-

Kotak Surat1000Di bagian depan tiap blok bangunan hunian.Dapat pada lantai dasar.--

Tabel G

Fasilitas Kesehatan

Fasilitas yang DisediakanJumlah Maks yang Dapat Dilayani (tiap satuan fasilitas)Jarak Pelayanan Maks yang dapat Dilayani (m)Luas Areal Maks (m2)LokasiFungsiKeterangan dan Persyaratan

Taman40-100 keluarga400-80060-150Antar bangunan dan atau pada batas (periferi) lingkungan rumah susun dan atau bersatu dengan tempat bermain dan Olah raga.Keseimbangan lingkungan; kenyamanan visual dan audial; kontak dengan alam secar maksimal; berinteraksi sosial; pelayanan sosial budaya.Merupakan taman yang dapat digunakan oleh berbagai kelompok usia.

Dapat digunakan untuk rekreasi aktif maupun pasif.

Mencakup area untuk berjalan-jalan atau tempat duduk-duduk atau digabung dengan tempatbermain.

Tempat bermain12-30 anak90-20075-180Antar bangunan-bangunan atau pada ujung-ujung cluster yang mudah diawasi.Tempat bermain untuk anak usia 1-5 tahun.

Menyediakan rekreasi aktif dan pasif.

Berinteraksi sosial.Mudah dicapai dan mudah diawasi dari unit-unit hunian karena kelompok usia balita ,asih membutuhkan pengawasan ketat.

0.3 anak usia balita setiap 1 keluarga.

1.8 m2 tiap 1 anak.

250 keluarga400-800 450 Dapat disatukan dengan sekolah.Tempat bermain untuk anak usia 6-12 tahun.

Menunjang pendidikan dan kesehatan.

Menyediakan rekreasi aktif dan pasif.

Berinteraksi sosial.Harus dilengkapi dengan permainan yang aman dan sesuai dengan usia pengguna.

1.8 m2 tiap keluarga.

Lapangan Olah RagaMinimum 30.000 penduduk10009000Di pusat lingkungan atau digabung dengan sekolah.Melayani aktifitas salah satu atau gabungan olahraga basket, badminton, kasti, senam, aerobik.Fasilitas ini disediakan bila penduduk mencapai jumlah lebih dari 20.000 penduduk.

Pelataran Usaha40-100 keluarga 60040-100Pada tempat yang memungkinkan untuk digunakan pada waktu-waktu tertentu.Menjajakan dagangan pada lokasi yang bersifat temporer.

Berinteraksi sosial.Memenuhi persyaratan kesehatan, kemanan kenyamanan dan kebersihan.

Sirkulasi dan Parkir-Jarak maksimum dari tempat parkir roda dua ke blok hunian terjauh 100 m.

Jarak maksimum dari parkir roda 4 ke blok terjauh 400 m-Pada lantai 1 atau di luar blok bangunan.Menghubungkan satau tempat ke tempat lain dengan moda kendaraan roda 2 dan roda 4 (jalur kendaraan)

Menghubungkan satu tempat ke tempat lain dengan berjalan kaki (jalur PedestrianSatu kendaraan roda 4 untuk setiap 5 keluarga.

Satu kendaraan roda 2 untuk setiap 3 keluarga.

Makam--Minimum 2 % dari areal tanah lingkungan rumah susun.Di luar lingkungan rumah susu pada areal pemakaman yang telah disediakan pemerintah daerah setempat.-Setiap developer wajib menyediakan lahan pemakaman dengan luas dan lokasi sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku sesuai tata ruang kota.

Fasilitas peribadatan harus disediakan di setiap blok untuk kegiatan peribadatan harian, dapat disatukan dengan ruang serba guna atau ruang komunal, dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Jumlah penghuni minimum yang mendukung adalah 40 KK untuk setiap satu mushola. Di salah satu lantai bangunan dapat disediakan 1 mushola untuk setiap 1 blok dengan luas lantai 9-36 m2.

Jumlah penghuni minimum untuk setiap satu Masjid kecil adalah 400 KK.C. Standar Sarana Kota Untuk Lingkungan Rumah Susun Hunian (Sumber: DKI Jakarta)Tabel

Sarana Kota Yang Diwajibkan dan Contoh Sarana Kota Tambahan

Sebagai Penunjang Sarana Lingkungan Untuk Lingkungan Rumah Susun Hunian

Sarana KotaJenisJumlah Penduduk

250

jiwa1.500

jiwa3.000

jiwa6.000

jiwa15.000

jiwa30.000

jiwa60.000

jiwa

Pendidikan1. Taman Kanak-kanakO

2. Sekolah DasarOO

3. Sekolah Lanjutan Tingkat PertamaO

4.Sekolah Menengah Umum/KejuruanO

5. PerpustakaanO

Tempat penitipan anak/ child care

Tempat bermain/ play group

Kesehatan1. Balai KesehatanO

2. Puskesmas tingkat kelurahanO

3. Rumah BersalinO

4. Apotik/Rumah ObatO

5. Laboratorium kesehatanO

Pusat Kebugaran/Health Club

Dokter Praktek 24 jam

Peribadatan1. MusholaO

2. MesjidO

3. Tempat ibadah lainO

Bina Sosial/Pelayanan Umum1. Balai Warga/Gedung SerbagunaO

2. Gedung SerbagunaO

3. Pos KeamananO

4. WartelO

5. Gardu ListrikO

6. Tempat SampahO

7. Kantor KelurahanO

8. Kantor Pelayanan UmumO

9. Pos TramtibO

10. Pos Pemadam KebakaranO

11. Kantor Pos PembantuO

Control RoomO

Management Office

Function Room

Laundry

Gudang Bersama

Garbage Room

Beauty Saloon

Olahraga/Rekreasi1. Tempat bermain anak-anakO

2. Tempat bermain remaja/tamanO

3. Lapangan OlahragaO

4. Gedung OlahragaO

5. Kolam RenangO

6. TamanO

Fitness Center

Sauna

Lapangan Tenis

Lapangan Badminton

Squash

Putting Green

Jogging track

Parabola

Karaoke

Cineplex

Perbelanjaan/Niaga1. Warung/kiosO

2. Pertokoan miniO

3. Pusat pertokoanO

Bar/Coffe Shop

Restoran

Mini market/Pasar swalayan

Food Court

Bank

Business Corner/Business Lounge

Transportasi1. Shelter/Lay BayO

2. Tempat Parkir/Gedung parkirO

3. Pangkalan/Parkir UmumOO

Keterangan: O Sarana yang wajib disediakan

Sarana tidak wajib/pilihan/tambahanC. Standar Penempatan Hidran Kebakaran

Keberadaan hidran disuatu lingkungan sangatlah besar artinya, khususnya bila dilihat dalam segi keselamatan. Apabila terjadi kebakaran, maka keberadan hidran ini akan sangat diperlukan sebagai sumber air bagi pemadam kebakaran. Dalam suatu kawasan idelanya dalam radius beberapa ratus meter terdapat hidran guna mempermudah dalam hal pencarian sumber air.

Pada lingkungan perencanan, hidran merupakan salah satu fasilitas yang perlu disiapkan dan penyiapannya sangat dipengaruhi oleh rencana pengembangan jaringan air bersih. Lokasi hidran ini sangat dipengaruhi oleh luas daerah yang akan dilayani.

Pada umumnya dalam satu kilometer pipa distribusi terdapat 4-5 buah hidran. Ketentuan dalam penempatan hidran ini adalah sebagai berikut:

Sebaiknya hidran diletakkan pada jarak 60 180 cm dari tepi jalan.

Hidran diletakkan 1 meter dari bangunan permanen.

Penempatan hidran diprioritaskan dipersimpangan jalan sehingga jarak jangkauannya lebih luas.

Tangki persediaan air yang melayani keperluan hidran lingkungan wajib memenuhi ketentuan direncanakan dan dipasang sehingga dapat menyalurkan air dalam volume dan tekanan yang cukup untuk sistem hidran tersebut.

3.5.3.2 Standar Kebutuhan dan Teknis Parkir

Perparkiran mobil terdiri dari parkir didalam halaman atau didalam persil/perpetakan dan parkir di dalam daerah milik jalan.

A. Parkir Didalam Persil

1. Pada kawasan dengan pembatasan lalu lintas dan penggunaan moda angkutan umum sebagaimana diatur dalam rencana tata ruang wilayah, kewajiban parkir pada kawasan pembatasan satu dibatasi sebesar maksimal 70% dari kewajiban yang disyaratkan, kewajiban parkir pada kawasan pembatalan dua dibatasi sebesar maksimal 80%, kewajiban parkir pada kawasan pembatasan tiga dibatasi sebesar maksimal 90%.

2. Parkir didalam persil/perpetakan terdiri dari:

a. Pelataran parkir.

b. Parkir dalam bangunan, yang menyatu dengan bangunan utama dan atau didalam gedung parkir yang terletak diatas permukaan tanah dan atau di bawah permukaan tanah (besmen)

3. Bangunan atau gedung parkir dan atau pelataran parkir yang berdiri sendiri di atas persil atau perpetakan, maka bangunan dan atau pelataran parkir tersebut ditetapkan dengan penggunaan utama parkir.

4. Bangunan/gedung parkir atau pelataran parkir yang merupakan bagian dari suatu bangunan atau penggunaan utama, maka bangunan atau pelataran parkir tersebut berfungsi sebagai penggunaan pelengkap di dalam persil maupun lingkungan.

5. Penataan parkir di dalam bangunan dan di pelataran parkir harus mempertimbangkan dimensi, kemiringan dan pola sirkulasi keluar-masuk kendaraan sehingga dapat mengurangi terjadinya konflik antara pejalan kaki dengan lalu lintas kendaraan.

6. Parkir didalam persil merupakan kewajiban yang harus disediakan sesuai dengan pemanfaatan ruang yang disyaratkan.

7. Pada peruntukkan tanah ruang terbuka tidak diwajibkan menyediakan parkir kecuali pada penggunaan rekreasi, lapangan olahraga, tempat pemakaman.

8. Parkir bersama dalam bentuk pelataran parkir, taman parkir dan atau gedung parkir dapat dibangun pada semua peruntukkan tanah kecuali di peruntukkan tanah ruang terbuka.

9. Parkir bersama di peruntukkan tanah ruang terbuka diperkenankan pada besmen dengan tidak megurangi prinsip ruang terbuka yang memerlukan penghijauan dengan pohon pelindung.

10. Parkir bersama yang menghubungkan bangunan-bangunan pembangkit kendaraan di besmen diperkenankan secara terbatas.

11. Setiap bangunan diwajibkan menyediakan tempat parkir kendaraan sesuai dengan jumlah kebutuhan.

12. Penyediaan parkir di pekarangan tidak boleh mengurangi daerah penghijauan.

13. Kebutuhan parkir minimal untuk bangunan-bangunan yang didirikan harus dipenuhi dan disediakan di dalam persil atau perpetakan dengan memperhatikan kelancaran sirkulasi keluar masuk kendaraan dan pejalan kaki, keamanan, keselamatan, kesehatan umum, dan kenyamanan.

TabelStandar Kebutuhan Parkir

Jenis BangunanKebutuhan Parkir Minimal

Rumah susun/Apartemen

- Luas lantai > 150 m2 bruto1 mobil / 1 unit hunian

- Luas lantai 50 150 m2 bruto1 mobil / 2 unit hunian

- Luas lantai < 50 m2 bruto1 mobil / 5 unit hunian

Rumah susun murah1 mobil / 10 unit hunian

Rumah tinggal1 mobil / 1 unit hunian

Pempus/Pemda/Diplomatik1 mobil / 200 m2 lantai bruto

Perkantoran/Jasa/Bank1 mobil / 100 m2 lantai bruto

Pertokoan1 mobil / 60 m2 lantai bruto

Hotel Kelas I (Bintang 4 - 5)1 mobil / 5 kamar

Hotel Kelas II (Bintang 2 3) 1 mobil / 7 kamar

Hotel Kelas III (Melati & Bintang I)1 mobil / 10 kamar

Bar/NC/Amusement1 mobil / 10 m2 lantai bruto

Pusat kebugaran1 mobil / 60 m2 lantai bruto

Restoran/Cafe1 mobil / 50 m2 lantai bruto

Tempat hiburan lainnya1 mobil / 50 m2 lantai bruto

SARANA PELAYANAN UMUM

Terminal/Stasiun/Pelabuhan/Bandara1 mobil / 100 m2 lantai bruto

Tempat ibadah Kota dan Propinsi1 mobil / 200 m2 lantai bruto

Rumah Sakit1 mobil / 300 m2 lantai bruto

Puskesmas1 mobil / 300 m2 lantai bruto

Poliklinik/RSB/Spesialis1 mobil / 200 m2 lantai bruto

Praktek Dokter1 mobil / 100 m2 lantai bruto

Laboratorium1 mobil / 200 m2 lantai bruto

Apotik1 mobil / 200 m2 lantai bruto

PENDIDIKAN

Sekolah Menengah, Akademi, PT1 mobil / 200 m2 lantai bruto

Lembaga Pendidikan/Kursus1 mobil / 200 m2 lantai bruto

Perpustakaan1 mobil / 300 m2 lantai bruto

SOSIAL BUDAYA

Gd. Serba Guna Kelurahan/Kecamatan1 mobil / 50 m2 lantai bruto

Balai Latihan kerja1 mobil / 400 m2 lantai bruto

Panti Sosial1 mobil / 500 m2 lantai bruto

Gd. Jumpa Bakti > Kec.1 mobil / 50 m2 lantai bruto

Gd. Pertemuan/Balai Resepsi1 mobil / 20 m2 lantai bruto

Gd. Olahraga1 mobil / 50 m2 lantai bruto

Kolam renang1 mobil / 50 m2 lantai bruto

Stadion Olahraga1 mobil / 50 m2 lantai bruto

Gd. Olah Seni/Gd. Kesenian1 mobil / 50 m2 lantai bruto

Kompleks Olahraga/Gelanggang olahraga1 mobil / 50 m2 lantai bruto

MuseumSesuai kebutuhan

Bioskop1 mobil / 50 m2 lantai bruto

Taman/Taman rekreasiSesuai kebutuhan

PELAYANAN UMUM

Kantor kelurahan/Kecamatan1 mobil / 200 m2 lantai bruto

KUA/BP4/Balai Nikah1 mobil / 200 m2 lantai bruto

Kantor Pos/Telkom1 mobil / 200 m2 lantai bruto

Kantor Pelayanan Umum Lainnya1 mobil / 200 m2 lantai bruto

Kantor Polisi/TNI1 mobil / 200 m2 lantai bruto

Pemakaman Umum/Krematorium/Rumah DukaSesuai kebutuhan

FASILITAS NIAGA

Pasar Tradisional Kelurahan/Kecamatan1 mobil / 400 m2 lantai bruto

Pasar Kota/Propinsi1 mobil / 100 m2 lantai bruto

INDUSTRI

Industri/Pergudangan1 mobil / 400 m2 dan 1 truk/1000 lantai bruto

Industri/Pergudangan tipe Perpetakan/Susun1 mobil / 200 m2 dan 1 truk/1000 lantai bruto

KHUSUS

Instalasi Militer dan lain-lainSesuai kebutuhan

Standar parkir untuk satu mobil (sedan/van/pick up) minimum lebar 2,25 m dan panjang 4,50 m pada posisi tegak lurus. Sedangkan untuk parkir sejajar, minimum lebar 2,25 m dan panjang 6,00 m, parkir untuk satu truk minimul lebar 3,50 m dan panjang 10,00 m.

Rasio parkir pada bangunan parkir ditetapkan seluas 25 m2 untuk satu mobil.

Apabila disediakan pedestrian pada posisi parkir tegak (90), maka lebar pedestrian ditentukan minimal 1,50m.

Pada penataan parkir di pelataran yang terdiri dari tempat parkir dan sirkulasi kendaraan harus ditanam pohon-pohon pelindung/peneduh minimal satu pohon setiap 75m2 atau 4 mobil.

Setiap jumlah ruang parkir minimal 30 unit harus disediakan ruang tunggu/duduk untuk supir dengan ukuran 2x3 m2.

Penataan parkir pada ruang terbuka diantara GSB dan GSJ, diatur sebagai berikut:

NoLebar Rencana jalan (L)Luas minimum lahan parkir

1

2

3L < 26 m

26 m 50 mDiperbolehkan sampai dengan 75% dan penghijauan.

Diperbolehkan sampai dengan 50% dan penghijauan dan ruang publik lainnya.

Mutlak harus dihijaukan dan ruang publik lainnya.

B. Standar Bangunan ParkirPenempatan fasilitas parkir di dalam bangunan, baik pada sebagian bangunan utama, pada besmen, maupun pada bangunan khusus parkir, ditetapkan sebagai berikut:

a. Tinggi minimum ruang bebas struktur (head room) untuk ruang parkir adalah 2,25 m.

b. Setiap lantai parkir harus memiliki sarana untuk sirkulasi horisontal dan atau sirkulasi vertikal untuk orang dengan ketentuan bahwa tangga spiral dilarang digunakan.

c. Lantai untuk ruang parkir yang luasnya mencapai 500 m2 atau lebih harus dilengkapi ramp naik dan turun masing-masing dua unit.

d. Bangunan parkir yang menggunakan ramp spiral, diperkenankan maksimal 5 lantai.

e. Lebar ramp lurus satu arah minimum 3,00 m dan untuk dua arah harus terdapat pemisah minimum selebar 0,50 m sehingga lebar minimum berjumlah 6,5 m.

f. Ketentuan ramp pada bangunan parkir adalah sebagai berikut:

Kemiringan ramp lurus bagi jalan kendaraan pada bangunan parkir maksimal 1 berbanding 7.

Apabila lantai parkir mempunyai sudut kemiringan, maka sudut kemiringan tersebut maksimal 1 berbanding 20.

Pada ramp lurus jalan satu arah, lebar minimal 3 m dengan ruang bebas struktur di kanan kiri minimal 60 cm.

Pada ramp melingkar jalan satu arah, lebar jalan minimal 3,6 m dan untuk jalan dua arah lebar jalan minimal 7 m dengan pembatasan jalan lebar 50 cm, tinggi minimal 10 cm.

Jari-jari tengah ramp melingkar minimal 9 m dihitung dari as jalan terdekat.

Setiap jalan pada ramp melingkar harus mempunyai ruang bebas 60 cm terhadap struktur bangunan.

g. Ketentuan tentang parkir besmen adalah sebagai berikut:

Perencanaan luas bangunan besmen dan atau substruktur harus sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi batasan KTB dan KDH yang ditetapkan.

Bangunan parkir di besmen wajib memenuhi ketentuan jarak bebas sebagaimana diatur dalam peraturan daerah ini.

Fasilitas yang harus disediakan pada parkir besmen: Ruang tunggu supir, toilet, mushola, kantin dan ruang lainya sesuai kebutuhan.

3.5.3.3 Standar Perencanaan Prasarana Kota

3.5.3.4 Standar Gardu Listrik dan Saluran Tegangan Ekstra Tinggi

A. Standar Gardu Distribusi Listrik1. Ukuran dan Kapasitas Maksimum Gardu per unit.

a. Luas tanah

: 6 x 9 m2

b. Luas casis (bangunan): 4 x 7 m2c. Radius pelayanan

: 200 m2

d. Kapasitas maksimum: 630 KVA = 630.000 watt

e. Medan listrik yang bisa dicapai 6.257 m22. Kebutuhan Listrik/Gardu

a. Untuk perumahan

Tabel

Kebutuhan Listrik dan Pelayanan Tiap Gardu Standar

Jenis rumahUkuran petak rata-rata (m2)Luas bangunan rata-rata (m2)Kebutuhan (watt)Jumlah rumah yang dilayani gardu (unit)

Kecil100704501.400

Sedang2002401.500420

Besar4006006.600100

Khusus untuk lingkungan real estate kebutuhan gardu diperhitungkan sebagai berikut:

Medan elektris yang bisa dicapai gardu standar = 6.257 m2 atau dibulatkan 0,5 Ha untuk 1 gardu.

b. Untuk perkantoran/jasa/pertokoan

Untuk bangunan-bangunan perkantoran/jasa/pertokoan, disyaratkan untuk setiap luas lantai bangunan seluas 1.000 m2 / 50.000 m2 menyediakan satu gardu khusus.

B. Standar Ruang Terbuka Sempadan Saluran Udara Tegangan TinggiTanah, bangunan dan tanaman yang berada di bawah sepanjang jalur SUTT atau SUTET sebagai ruang aman tetap digunakan oleh pemiliknya sesuai dengan rencana tata ruang. Ruang bebas adalah ruang sekeliling penghantar SUTT atau SUTET, yang harus dibebaskan dari kegiatan orang, makhluk hidup lainnya maupun benda apapun, dapat dinaikkan dengan cara meninggikan menara dan atau memperpendek jarak antarmenara. Ruang bebas yang dimaksud tersebut besarnya tergantung tegangan, tekanan angin dan suhu kawat penghantar.

Faktor-faktor yang menentukan ruang bebas dan ruang aman adalah tegangan, kekuatan angin dan suhu di sekitar kawat penghantar:

a. Tegangan; makin besar tegangan yang bekerja pada penghantar makin besar jarak minimum (clearance) yaitu jarak yang terpendek yang diizinkan antara kawat penghantar dengan benda atau kegiatan lain sesuai dengan angka-angka yang tertera pada tabel berikut:

TabelJarak Bebas Minimum

antara Penghantar SUTT dan SUTET dengan Tanah dan Benda Lain

NoLokasiSUTT

66KV

(m)SUTT

150 KB

(m)SUTET 500 KV

Sirkit Ganda (m)Sirkit Tunggal (m)

1

2.1

2.2

2.3

2.4

2.5

2.6

2.7

2.8

2.9Lapangan Terbuka atau Daerah Terbuka

Daerah Dengan Keadaan Tertentu:

Bangunan tidak tahan api

Bangunan tahan api

Lalu lintas jalan/jalan raya

Pohon-pohon pada umumnya, hutan, perkebunan

Lapangan olahraga

SUTT lainnya, penghantar udara tegangan rendah, jaringan telekomunikasi, antena radio, antena televisi dan kereta gantung

Rel kereta biasa

Jembatan besi, rangka besi penahan penghantar, kereta listrik terdekat dan sebagainya

Titik tertinggi tiang kapal pada kedudukan air pasang/tertinggi pada lalu lintas air.6,5

12,5

3,5

8

3,5

12,5

3

8

3

3

7,5

13,5

4,5

9

4,5

13,5

4

9

4

410

14

8,5

15

8,5

14

8,5

15

8,5

8,511

15

8,5

15

8,5

15

8,5

15

8,5

8,5

b. Angin; makin besar tekanan angin, makin besar ayunan kawat penghantar ke kiri atau ke kanan dan pada satu gawang (jarak antara sua menara) ayunan yang terbesar karena pengaruh angin adalah pada kawat penghantar yang lengkungannya paling rendah sedangkan ayunan semakin kecil ke arah menara.

c. Suhu kawat penghantar; makin besar suhu yang mempengaruhi kawat penghantar makin mengendor kawat penghantar tersebut, sehingga andongannya menjadi lebih besar dan kenaikan suhu tersebut disebabkan oleh suhu di sekeliling dan suhu yang diakibatkan oleh besarnya arus yang mengalir pada kawat penghantar tersebut.

Ruang aman dapat dibentuk sedemikian rupa sehingga lahan/ruang yang ada dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk berbagai kepentingan, sehingga di satu pihak sistem listrik yang ada tidak terganggu oleh lingkungan dan di lain pihak lingkungan itu sendiri tidak terganggu oleh sistem listrik tersebut. Ruang bebas dapat dibentuk dengan menetapkan ketinggian menara direncanakan sedemikian rupa sehingga kuat medan listrik dan medan magnet yang dibangkitkan SUTT atau SUTET berada di bawah ambang batas yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia (WHO/World Health Organization) dengan ketentuan tertentu.

3.5.3.5 Standar Pembangunan Kawasan Sekitar Bandara

3.5.3.6 Standar Sempadan Jalan Tol dan Jalur Kereta

A. Standar Sempadan Jalan TolB. Standar Sempadan Jalur Kereta (Berdasar Kep. Men Hub. No. KM Tahun 2000)

Yang dimaksud dengan:

1. Kereta api adalah kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan kendaraan lainya yang akan atau sedang bergerak di jalan rel

2. Angkutan kereta api adalah pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan menggunakan kereta api

3. Jalur Kereta Api adalah daerah yang meliputi daerah manfaat jalan kereta api, daerah milik jalan kereta api, dan daerah pengawasan jalan kereta api termasuk bagian bawahnya serta ruang bebas di atasnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api.

4. Daerah manfaat jalan kereta api adalah jalan rel beserta bidang tanang atau bidang lain di kiri dan kanannya yang dipergunakan untuk konstruksi jalan rel yang selanjutnya disingkat Damaja.5. Daerah milik jalan kereta api dan pelebaran jalan rel maupun penambahan jalur dikemudian hari serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan konstruksi jalan rel kereta api yang selanjutnya disingkat Damija.

6. Daerah pengawasan jalan kereta api adalah ruang sepanjang jalan rel di luar daerah milik jalan kereta api yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu dan diperuntukkan bagi pengamanan dan kelancaran operasional kereta api yang selanjutnya disingkat Dawasja.

7. Ruang bebas adalah ruang tertentu yang senantiasa bebas dan tidak mengganggu gerakan kereta api sehingga kereta api dapat berjalan dengan aman.

8. Jalan rela dalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari bahan beton atau konstruksi lain yang terletak di permukaan , di bawah dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan jalanya kereta api.

9. Jembatan kereta api adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton atau konstruksi lain yang menghubungkan tepi sungai, jurang dan lain-lain untuk kepentingan lalu lintas kereta api.

10. Terowongan kereta api adalah jalur terobosan di bawah tanah atau di bawah air yang dibuat dan digunakan untuk lalu lintas kereta api.

11. Lintas adalah bagian dari jalur kereta api terdiri dari rangkaian beberapa petak jalan.Daerah Manfaat Jalan (Damaja)

1. Damaja merupakan jalan rel beserta bidang tanah atau bidang lain di kiri dan kanannya yang dipergunakan untuk konstruksi jalan rel serta bagi penempatan fasilitas operasional sarana kereta api dan/atau saluran air, dan/atau bangunan pelengkap lainnya.

2. Bidang tanah atau bidang lain di kiri dan kanannya dipergunakan untuk:

a. Konstruksi jalan rel

b. Peralatan persinyalan

c. Peralatan telekomunikasi

d. Instansi listrik

e. Saluran air

f. Bangunan pelengkap lainnya berupa:

Menara dan bangunan pelengkapnya

Gardu listrik

Bangunan pengendalian operasi kereta api terpusat.

3. Damaja (sebagaimana yang dimaksud pada no. 1) termasuk tanah bagian bawahnya dan ruan bebas di atasnya

4. Batas damaja dihitung dari sisi terluar bidang tanah atau bidang lain yang digunakan untuk penempatan konstruksi jalan rel, peralatan persinyalan, peralatan telekomunikasi, instalasi listrik, saluran air dan bangunan lainnya (seperti pada no. 2)

5. Batas damaja untuk jalan rel yang berada di permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau terowongan dan jembatan.

6. Bidang tanah di luar damaja yang dibangun untuk membangun bangunan pelengkap lainnya (sebagaimana dimaksud pada no.2, huruf f) diperlakukan sebagai damaja.

7. Bidang tanah di luar damaja (sebagaimana dimaksud pada no. 1) merupakan daerah tertutup untuk umum.

Daerah Milik Jalan Kereta Api

Damija terdiri dari damija beserta bidang tanah atau bidang lain di kiri dan kanannnya yang dipergunakan untuk pengamanan konstruksi

1. batas damija untuk jalan rel yang terletak di permukaan tanah adalah batas paling luar sisi kiri dan kanan daerah manfaat jalan kereta api, masing-masing sebesar 6 (enam) meter.

2. Batas damija untuk jalan rel yang terletak di bawah permukaan tanah adalah batas paling luar sisi kiri dan kanan serta bagian bawah daerah manfaat jalan kereta api, masing-masing 2 (dua) meter, serta bagian atas hingga permukaan tanah.

3. Batas damija untuk jalan rel yang terletak di atas permukaan adalah batas paling luar sisi kiri dan kanan daerah manfaat jalan kereta api, masing-masing sebesar 2 (dua) meter.

4. Penggunaan lahan pada damija di luar damaja untuk keperluan lain selain kepentingan operasi kereta api, dapat dilakukan atas izin Menteri.

5. Penggunaan lahan pada damija (sebagaimana dimaksud pada no.5) dengan persyaratan sebagai berikut: Tidak mebahayakan konstruksi jalan kereta api

Tidak mengganggu fasilitas operasional

Tidak mengganggu saluran air

Tidak mengganggu operasional kereta api

Tidak mengganggu bangunan pelengkap lainnya

Daerah Pengawasan Jalan Kereta Api (Dawasja)

Dawasja di luar damaja merupakan bidang tanah di kiri kanan selebar 9 (sembilan) meter dari daerah milik jalan kereta api yang berfungsi sebagai pengamanan dan kelancaran operasi kereta api.

Batas dawasja di luar damaja harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

2. Hal-hal yang mengganggu kelancaran dan operasi kereta api di daerah sebagaimana simaksud pada no. 1 huruf a untuk jari-jari lengkungan minimum berupa:

3. Tata jarak pengamanan batas dawasja sebagaimana dimaksud pada no. 1, dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah setempat.

Jalan Rel

Jalan Rel merupakan satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang berfungsi sebagai penyangga dan pengarah jalannya kereta api.

Jalan rel yang berfungsi sebagai penyangga dapat berupa:

a. Tubuh jalan rel

b. Viaduct/jembatan

c. Terowongan

d. Tiang

Jalan rel yang berfungsi sebagai pengarah dapat berupa:

a. Rel

b. Wesel

c. Kabel

d. Beton

Jalur kereta api dibagi dalam beberapa kelas jalur:

a. Jalur kereta api kelas I memiliki frekuensi minimum 105 kecepatan kereta api per satu jalur/hari atau memiliki daya angkut lintas >20.000.00-20.000.000 ton/tahun dan/atau kecepatan maksimum 120 km/jam serta beban gandar minimum 18 ton.b. Jalur kereta api kelas II memiliki frekuensi antara 55 s/d 104 kereta api per satu jalur/hari atau memiliki daya angkut lintas 10.000.000-20.000.000 ton/tahun dan/atau kecepatan maksimum 110 km/jam serta beban gandar maksimum 18 ton.

c. Jalurkerata kelas III memiliki frekuensi antara 26 s/d 54 kereta api per satu jalur/hari atau memiliki daya angkut lintas 5.000.000-10.000.000 ton/tahun dan/atau kecepatan maksimum 110 km/jam serta beban gandar maksimum 18 tond. Jalur kereta api kelas IV memiliki frekuensi antara 13 s/d 25 kereta api per satu jalur/hari atau memiliki daya angkut lintas 2.500.000-5.000.000 ton/tahun dan/atau kecepatan maksimum 90 km/jam serta beban gandar maksimum 18 ton

e. Jalur kereta api kelas V memiliki frekuensi maksimal 12 kereta api persatu jalur/hari atau memiliki daya angkut lintas 2.500.000 ton/tahun dan/atau kecepatan maksimum 80 km/jam serta beban gandar maksimum 18 ton.

3.5.3.7 Standar Pembangunan Menara Telekomunikasi

A. Maksud dan Tujuan Ketentuan Pembangunan Menara Telekomunikasi

Ketentuan pembangunan menara telekomunikasi dimaksudkan untuk memberikan arah penyelenggaraan telekomunikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku disamping kehandalan cakupan (coverage) frekuensi telekomunikasi dengan tujuan meminimalkan jumlah menara telekomunikasi yang ada, dengan prioritas mengarahkan pada penggunaan/dalam penggunaan/pengelolaannya maupun pengguaan ruang kota, namun tetap menjamin kehandalan cakupan pemancaran, pengiriman dan/atau penerimaan telekomunikasi.

B. Pola penyebaran Titik Lokasi, Bentuk, dan Ketinggian Menara Telekomunikasi

Pola penyebaran titik lokasi menara telekomunikasi dibagi dalam kawasan berdasarkan pola sifat lingkungan, kepadatan bangunan dan bangun-bangunan serta kepadatan jasa telekomunikasi yang lokasi persebarannya ditetapkan dengan keputusan Gubernur. Kawasan tersebut dibagi berdasarkan kriteria sebagai berikut:

Kriteria Kawasan I

1. Lokasi yang kepadatan bangunan bertingkat dan bangun-bangunan serta kepadatan penggunaan/pemakaian jasa tekelomunikasi padat.

2. Penempatan titik lokasi menara telekomunikasi pada permukaan tanah hanya untuk menara tunggal, keciali untuk kepentingan bersama beberapa operator dapat dibangun menara rangka sebagai menara bersama.

3. Menara telekomunikasi dapat didirikan dia ast tanah dan di atas bangunan denga memperhatikan keamanan, keselamatan, estetika dan keserasian lingkungan.

Kriteria Kawasan II

1. Lokasi yang kepadatan bangunan bertingkat dan bangun-bangunan kurang padat.

2. Penempatan titik lokasi menara telekomunikasi pada permukaan tanah dapat dilakukan untuk menara rangka dan menara tunggal.

3. Menara telekomunikasi dapat didirikan di atas bangunan jika tidak dimungkinkan didirikan di atas permukaan tanah dengan memperhatikan keamanan, keselamatan, estetika dan keserasian lingkungan.

Kriteria Kawasan III

1. Lokasi dimana kepadatan bangunan bertingkat dan bangun-bangunan tidak padat.

2. Penempatan titik lokasi menara telekomunikasi pada permukaan tanah dapat dilakukan untuk menara rangka dan menara tunggal.

3. Menara telekomunikasi di atas bangunan bertingkat tidak diperbolehkan kecuali tidak dapat dihindari karena terbatasnya pekarangan tanah dengan ketentuan ketinggian disesuaikan dengan kebutuhan frekuensi telekomunikasi dengan tinggi maksimum 52 meter dari permukaan tanah dengan memperhatikan keamanan, keselamatan, estetika dan keserasian lingkungan.

Menara telekomunikasi dibangun sesuai dengan kaidah penataan ruang kota, keamanan dan ketertiban, lingkungan, estetika dan kebutuhan telekomunikasi pada umumnya. Seperti disebutkan diatas, menara telekomunikasi diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu menara tungal dan menara rangka.

Menara telekomunikasi untuk mendukung sistem transmisi radio microwave, apabila merupakan menara rangka yang dibangun di permukaan tanah maksimum tingginya 72 meter, ditentukan hanya dapat dibangun dalam peruntukkan tanah II dan peruntukkan tanah III.

Dilarang membangun menara telekomunikasi pada:

1. Lokasi pada peruntukkan tanah spesifik perumahan kecuali pada peruntukkan tanah perumahan renggang dengan ketentuan harus dilengkapi dengan persyaratan tidak berkeberatan dari tetangga di sekitar menara dan diketahui oleh lurah setempat.

2. Bangunan bertingkat yang menyediakan fasilitas helipad.

3. Bangunan bersejarah dan cagar budaya.

3.5.3.8Standar Teknis Jalan

A. Standar/Ketentuan Teknis Jalan Berdasarkan PerannyaSistem perencanaan jaringan jalan yang terdapat di kawasan perencanaan sangat mengacu kepada hierarki jalan.

Tabel

Klasifikasi dan Hirarki Jalan

Hierarki JalanKecepatan kendaraan (km/jam)Lebar Badan Jalan (meter)GSJ terhadap Bangunan (meter)

Arteri primer 60 (enam puluh) 8 (delapan) 22 (dua puluh dua)

Arteri sekunder 30 (tiga puluh) 8 (delapan) 20 (dua puluh)

Kolektor primer 40 (empat puluh) 7 (tujuh) 17 (tujuh belas)

Kolektor sekunder 20 (dua puluh) 7 (tujuh) 7 (tujuh)

Lokal primer 20 (dua puluh) 6 (enam) 12 (dua belas)

Lokal sekunder 10 (sepuluh) 5 (lima) 4 (empat)

1. Secara umum sistem jaringan jalan dalam suatu kawasan harus menunjukkan adanya pola jaringan jalan yang jelas antara jalan-jalan utama dengan jalan kolektor/lokalnya, sehingga orientasi dari kawasan-kawasan fungsional yang ada dapat terstruktur.

2. Fungsi penghubung dalam peranan jaringan jalan pada suatu kawasan ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.

3. Penataan jalan tidak dapat terpisahkan dari penataan pedestrian, penghijauan, dan ruang terbuka umum.

4. Penataan ruang jalan dapat sekaligus mencakup ruang-ruang antarbangunan yang tidak hanya terbatas dalam Damija dan termasuk untuk penataan elemen lingkungan, penghijauan, dan lain-lain.

5. Pemilihan bahan pelapis jalan dapat mendukung pembentukan identitas lingkungan yang dikehendaki, dan kejelasan kontinuitas pedestrian.

Tabel

Fungsi Klasifikasi Jalan

KlasifikasiJenis Gerakan yang DilayaniPenanganan Akses yang DiinginkanPenanganan Desain yang Diinginkan

Arteri PrimerTerutama lalu lintas terusan, gerakan-gerakan antardaerah dan antarsektor Tidak ada aksesJalan berjalur 4-8 dengan pemisahan persimpangan sepenuhnya

Arteri SekunderTerutama untuk menanggung lalu lintas terusan, gerakan antarsektorAkses yang terbatas kemanfaat-manfaat tanah yang utamaTanjakan bagian jalan berjalur 2-6 memisahkan persimpangan-persimpangan lain terkendali

Kolektor PrimerKeseimbangan antara lalu lintas terusan dan lalu lintas akses, lalu lintas terusan tidak digiatkanAkses langsung, penggunaan bagian depan jalan terkendaliPersimpangan jalan dengan 2-4 jalur tidak terkontrol

Kolektor SekunderTerutama lalu lintas akses, lalu lintas terusan dicegahAkses langsungJalan akses dengan 1-2 jalur

LokalLalu lintas akses saja, bidang tanah atau pembangunan/peroranganAkses langsung

3.5.3.9 Standar Terminal

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan No. 31/1995, terminal penumpang berdasarkan fungsi pelayanannya dibagi menjadi:

1. Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan.

2. Terminal penumpang tipe B, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan.

3. Terminal penumpang tipe C, berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.

Persyaratan Lokasi Terminal

Penentuan lokasi terminal penumpang harus memperhatikan:

Rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan.

Rencana umum tata ruang.

Kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal.

Keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda.

Kondisi topografi, lokasi terminal.

Kelestarian lingkungan.

Persyaratan Lokasi Terminal Tipe A.

Terletak di Ibukota Propinsi, Kotamadya atau Kabupaten dalam jaringan trayek antarkota antarpropinsi dan/atau lalu lintas batas negara.

Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA.

Jarak antara dua terminal penumpang tipe A sekurang-kurangnya 20 km diPulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya. Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 Ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 Ha di pulau lainnya.

Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sekurang-kurangnya berjarak 100 meter di Pulau Jawa dan 50 meter di pulau lainnya.

Persyaratan Lokasi Terminal Tipe B.

Terletak di Kotamadya atau Kabupaten dan adlam jaringan trayek angkutan kota dalam propinsi.

Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIB.

Jarak antara dua terminal penumpang tipe B atau dengan terminal tipe A, sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa, 30 km di pulau lainnya.

Tersedia luas lahan sekurang-kurangnya 3 Ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 2 Ha di pulau lainnya.

Mempunyai jalan akses masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal, sekurang-kurangnya berjarak 50 meter di Pulau Jawa dan 30 meter di pulau lainnya.

Persyaratan Lokasi Terminal Tipe C.

Terletak di dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II dan dalam jaringan trayek angkutan pedesaan.

Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi IIIA. Tersedia lahan yang sesuai dengan permintaan angkutan.

Mempunyai jalan akses masuk atau keluar ke dan dari terminal, sesuai kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal.

Kriteria Pembangunan Terminal

Pembangunan terminal dilengkapi dengan:

Rancang bangun terminal.

Analisis dampak lalu lintas.

Analisis mengenai dampak lingkungan.

Dalam rancang bangun terminal penumpang harus memperhatikan:

Fasilitas penumpang yang disyaratkan.

Pembatasan yang jelas antara lingkungan kerja terminal dengan lokasi peruntukkan lainnya, misalnya pertokoan, perkantoran, sekolah dan sebagainya.

Pemisahan antara lalu lintas kendaraan dan pergerakan orang di dalam terminal.

Pemisahan yang jelas antara jalur angkutan antarkota antarpropinsi, angkutan antarkota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Manajemen lalu lintas di dalam terminal dan di daerah pengawasan terminal.

Kriteria Perencanaan Terminal

1. Sirkulasi lalu lintas.

Jalan masuk dan keluar kendaraan harus lancar, dan dapat bergerak dengan mudah. Jalan masuk dan keluar calon penumpang kendaraan umum harus terpisah dengan keluar masuk kendaraan. Kendaraan di dalam terminal harus dapat bergerak tanpa halangan yang tidak perlu. Sistem sirkulasi kendaraan di dalam terminal ditentukan berdasarkan:

Jumlah arah perjalanan.

Frekuensi perjalanan.

Waktu yang diperlukan untuk turun/naik penumpang.

Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan memisahkan jalur bus/kendaraan dalam kota dengan jalur bus angkutan antarkota.

2. Fasilitas utama terminal yang terdiri dari:

Jalur pemberangkatan kendaraan umum.

Jalur kedatangan kendaraan umum.

Tempat tunggu kendaraan umum.

Tempat istirahat sementara kendaraan umum.

Bangunan kantor terminal.

Tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar, menara pengawas, loket penjualan karcis, rambu-rambu, dan papan informasi, yang memuat petunjuk jurusan, tarif dan jadwal perjalanan, pelataran parkir kendaraan pengantar dan taksi.

3. Fasilitas penunjang sebagai fasilitas pelengkap dalam pengoperasian terminal antara lain:

Kamar kecil/toilet.

Musholla.

Kios/kantin.

Ruang pengobatan.

Ruang informasi dan pengaduan telepon umum.

Tempat penitipan barang

Taman.

4. Turun naik penumpang dan parkir bus harus tidak mengganggu kelancaran sirkulasi bus dan dengan memperhatikan keamanan penumpang.

5. Luas bangunan ditentukan menurut kebutuhan pada jam puncak berdasarkan kegiatan adalah:

Kegiatan sirkulasi penumpang, pengantar, penjemput, sirkulasi barang dan pengelola terminal.

Macam tujuan dan jumlah trayek, motivasi perjalanan, kebiasaan penumpang dan fasilitas penunjang.

6. Tata ruang dalam dan luar bangunan terminal harus memberikan kesan yang nyaman dan akrab.

Luas pelataran terminal ditentukan berdasarkan kebutuhan pada jam puncak berdasarkan:

Frekuensi keluar masuk kendaraan.

Kecepatan waktu naik/turun penumpang.

Kecepatan waktu bongkar/muat barang.

Banyaknya jurusan yang perlu ditampung dalam sistem jalur.

7. Sistem parkir kendaraan di dalam terminal harus ditata sedemikian rupa sehingga rasa aman, mudah dicapai, lancar dan tertib. Ada beberapa jenis sistem tipe dasar pengaturan platform, teluk dan parkir adalah:

Membujur, dengan platform yang membujur bus memasuki teluk pada ujung yang satu dan berangkat pada ujungyang lain. Ada tiga jenis yang dapat digunakan dalam pengaturan membujur yaitu satu jalur, dua jalur dan shallow saw tooth.

Tegak lurus, teluk tegak lurus bus-bus diparkir dengan muka menghadap ke platform, maju memasuki teluk dan berbalik keluar. Ada beberapa jenis teluk tegak lurus ini yaitu tegak lurus terhadap platform dan membentuk sudut dengan platform.

Alternatif Standar Terminal

Terminal penumpang berdasarkan tingkat pelayanan yangdinyatakan dengan jumlah arus minimum kendaraan per satu satuan waktu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

Terminal tipe A 50 100 kendaraan/jam.

Terminal tipe B 25 50 kendaraan/jam.

Terminal tipe C 25 kendaraan/jam.

Persyaratan Teknis, Luas, Akses dan Pejabat Penentu Lokasi Pembangunan Terminal

Luas Terminal Penumpang

Untuk masing-masing type terminal memiliki luas berbeda, tergantung wilayah dan type-nya, dengan ketentuan ukuran minimal:

Untuk terminal tipe A di Pulau Jawa dan Sumatera seluas 5 Ha, dan di pulau lainnya seluas 3 Ha.

Untuk terminal penumpang type B di Pulau Jawa dan Sumatera seluas 3 Ha, dan di pulau lainnya seluas 2 Ha.

Untuk terminal type C tergantung kebutuhan.

Akses

Akses jalan masuk dari jalan umum ke terminal, berjarak minimal:

Untuk terminal type A di Pulau Jawa 100 m dan di pulau lainnya 50 m.

Untuk terminal penunjang type B di Pulau Jawa 50 m dan di pulau lainnya 30 m.

Untuk terminal penumpang type C sesuai dengan kebutuhan.

Penentuan Lokasi

Penentuan lokasi dan letak terminal penumpangdilaksanakan oleh:

Direktur jenderal setelah mendengar pendapat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, untuk terminal penumpang tipe A.

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I setelah mendapat persetujuan Direktur Jenderal, untuk terminal penumpang tipe B.

Bupati Kepala Daerah/Walikotamadya Daerah Tingkat II setelah mendapat persetujuan dari Gubernur Kepala Daerah Tingkat I terminal penumpang tipe C.

3.5.3.10 Standar Ruang Terbuka Pekarangan

Fungsi dan Persyaratan Ruang Terbuka Hijau Pekarangan

a. Ruang Terbuka Hijau adalah ruang yang diperuntukkan sebagai daerah penanaman di kota/wilayah/halaman yang berfungsi untuk kepentingan ekologis, sosial, ekonomi maupun estetika.

b. Ruang Terbuka Hijau yang berhubungan langsung dengan bangunan gedung dan terletak pada persil yang sama disebut Ruang terbuka hijau Pekarangan (RTHP).

c. Ruang Terbuka Hijau pekarangan berfungsi sebagai tempat tumbuhnya tanaman, peresapan air, sirkulasi, uinsur-unsur estetik, baik sebagai ruang kegiatan dan maupun sebagai ruang amenity.

d. Sebagai ruang transisi, RTHP merupakan bagian integral dari penataan bangunan gedung dan sub-sistem dari penataan lansekap kota.

e. Syarat-syarat Ruang terbuka Hijau pekarangan ditetapkan dalam rencana tata ruang dan tata bangunan baik langsung maupun tidak langsung, dalam bentuk ketetapan GSB, KDB, KDH, KLB, Parkir dan ketetapan lainnya.

f. Ruang Terbuka Hijau Pekarangan yang telah ditetapkan dalam rencana tata ruang dan tata bangunan tidak boleh dilanggar dalam mendirikan atau memperbarui seluruhnya atau sebagian dari bangunan.

g. Apabila Ruang terbuka Hijau Pekarangan sebagaimana dimaksud sebelumnya belum ditetapkan dalam rencana tata ruang dan tata bangunan, maka dapat dibuat ketetapan yang bersifat sementara untuk lokasi/lingkungan yang terkait dengan setiap permohonan bangunan.

h. Ketentuan yag dimaksud dapat dipertimbangkan dan disesuaikan untk bangunan perumahan dan bangunan sosial dengan memperhatikan keserasian dan arsitektur lingkungan.

i. Setiap perencanaan bangunan baru harus memperhatikan potensi unsur-unsur alami yang ada dalam tapak seperti danau, sungai, pohon-pohon menahun, tanah dan permukaan tanah.

j. Dalam hal terdapat makro lansekap yang dominan seperti laut, sungai besar, gunung dan sebagainya. Terhadap suatu kawasan/daerah dapat diterapkan pengaturan khusus untuk orientasi tata letak bangunan yang mempertimbangkan potensi arsitektural lansekap yang ada.

k. Sebagai perlindungan atas sumber-sumber daya alam yang ada, dapat ditetapkan persyaratan khusus bagi permohonan ijin mendirikan bangunan dengan mempertimbangkan hal-hal pencagaran sumber daya alam, keselamatan pemakai dan kepentingan umum.

l. Ketinggian maksimum/minimum lantai dasar bangunan dari muka jalan ditentukan untuk pengendalian keselamatan bangunan, seperti dari bahaya banjir, pengendalianbentuk estetika bangunan secara keseluruhan/kesatuan lingkungan, dan aspek aksessibilitas, serta tergantung pada kondisi lahan.

Ruang Sempadan Bangunan

a. Pemanfaatan Ruang Sempadan Depan Bangunan harus mengindahkan keserasian lansekap pada ruas jalan yang terkait sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang dan tata bangunan yang ada. Keserasian tersebut antara lain mencakup pagar dan gerbang, vegetasi besar/pohon, bangunan penunjang seperti pos jaga, tiang bendera, bak sampah dan papan nama bangunan.

b. Bila diperlukan dapat ditetapkan karakteristik lansekap jalan atau ruas jalan dengan mempertimbangkan keserasian tampak depan bangunan, ruang sempadan depan bangunan, pagar, jalur pejalan kaki, jalur kendaraan dan jalur hijau median jalan berikut utilitas jalan lainnya seperti tiang listrik, tiang telepon di kedua sisi jalan/ruas jalan yang dimaksud.

c. Koefisien dasar hijau (KDH) ditetapkan sesuai dengan peruntukkan dalam rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan. KDH minimal 10% pada daerah sangat padat/padat. KDH ditetapkan meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya kepadatan wilayah.

d. Ruang Terbuka Hijau pekarangan sebanyak mungkin diperuntukkan bagi penghijauan/penanaman di atas tanah. Dengan demikian area parkir dengan lantai perkerasan masih tergolong RTHP sejauh ditanami pohon peneduh yang ditanam di atas tanah, tidak di dalam wadah/container kedap air.

e. KDH tersendiri dapat ditetapkan untuk tiap-tiap klas bangunan dalam kawasan-kawasan bangunan, dimana terdapat beberapa klas bangunan dan kawasan campuran.

Tapak Basement

a. Kebutuhan basement dan besaran koefisien tapak basement (KTB) ditetapkan berdasarkan rencana peruntukkan lahan, ketentuan teknis, dan kebijaksanaan daerah setempat.

b. Untuk keperluan penyediaan RTHP yang memadai, lantai basement pertama tidak dibenarkan keluar dari tapak bangunan (di atas tanah) dan atap basement kedua yang di luar tapak bangunan harus berkedalaman sekurangnya 2 (dua) meter dari permukaan tanah tempat penanaman.

Hijau Pada Bangunan

a. Daerah Hijau Bangunan (DHB) dapat berupa taman-atap (roof-garden) maupun penanaman pada sisi-sisi bangunan seperti pada balkon dan cara-cara perletakan tanaman lainnya pada dinding bangunan.

b. DHB merupakan bagian dari kewajiban pemohon bangunan untuk menyediakan RTHP. Luas DHB diperhitungkan sebagai luas RTHP namun tidak lebih dari 25% luas RTHP.

3.5.3.11 Standar Ruang Terbuka Kawasan Pejalan (Sirkulasi Pejalan Kaki)

1. Jalan untuk orang berlalu lalang pada trotoar dan di dalam persil dibedakan berdasarkan jalur pedestrian yang bersifat terbuka dan jalur pedestrian yang berada di bawah bangunan dalam bentuk teritisan dan arkade yang berfungsi sebagai ruang publik.

2. Pedestrian merupakan komponen yang penting pada penataan kawasan. Untuk dapat menciptakan fasilitas pedestrian yang optimal maka berbagai fasilitas kelengkapan pedestrian seperti lansekap, lampu jalan, trotoar dan sebagainya harus disiapkan dengan baik. Sistem sirkulasi pejalan kaki ini juga perlu menyediakan jalur bagi pemakai kursi roda (wheel chair) dengan aman dan nyaman serta memenuhi faktor kemampuan manusia.

3. Jalur utama pedestrian harus telah mempertimbangkan sistem pedestrian secara keseluruhan, aksessibilitas terhadap subsistem pedestrian dalam lingkungan dan aksessibilitas dengan lingkungan sekitarnya.

4. Jalur pedestrian harus berhasil menciptakan pergerakan manusia yang tidak terganggu oleh lalu lintas kendaraan.

5. Penataan pedestrian harus mampu merangsang terciptanya ruang yang layak digunakan, manusiawi, aman, nyaman dan memberikan pemandangan yang menarik.

6. Jalur pejalan kaki atau pedestrian terdiri atas jalur pedestrian di dalam suatu kawasan dan jalur pedestrian di pinggir jalan.

Jalur pedestrian didalam suatu kawasan disiapkan terutama untuk menghubungkan antarsatu kegiatan dengan kegiatan lainnya di dalam lokasi kawasan.

Jalur pedestrian dipinggir jalan disiapkan di sisi semua jalan yang ada di kawasan perencanaan.

7. Dimensi jalur pedestrian pada teritisan ditetapkan minimal 1,50 m dan arkade ditetapkan minimal 2,50 m yang disesuaikan dengan pergerakan orang berdasarkan kegiatan yang terjadi di lingkungan tersebut.

8. Sistem sirkulasi bagi penjalan kaki pada kawasan perencanaan terdiri atas jalur pejalan kaki primer dan jalur pejalan kaki sekunder. Sirkulasi pejalan kaki dapat melewati daerah hijau, jembatan penyebrangan atau terowongan bawah tanah, bahkan dapat menembus bangunan bila dirasakan perlu.

9. Untuk menghubungkan antar satu lokasi kegiatan dengan kegiatan lain dapat disiapkan jalur pedestrian yang berupa jembatan penyebrangan. Jembatan penyebrangan merupakan salah satu fasilitas pedestrian yang diperlukan untuk berpindah dari satu zona ke zona lain yang dipisahkan oleh jalan raya. Manfaat jembatan penyebrangan selain keamanan pedestrian adalah juga suatu usaha untuk menghindarkan terjadinya perlambatan lalu lintas yang disebabkan oleh adanya penyebrangan jalan. Jembatan penyebrangan ini disediakan pada jalur jalan kendaraan dengan intensitas kendaraan tinggi atau minimal 1.500 smp/jam dan berdasarkan kepadatan penyebrang.

10. Jalur pedestrian melintas jalan yang berbentuk Terowongan Bawah Tanah (TBT) harus disediakan pada jalur jalan kendaraan dengan intensitas kendaraan tinggi atau minimal 1.500 smp/jam dan berdasarkan kepadatan penyeberang.

11. Peruntukkan lantai dasar bangunan yang menghadap ke jalur pejalan kaki ini harus mampu merangsang tumbuhnya kegiatan bagi pejalan kaki serta memberikan pengalaman ruang dan pemandangan yang menarik. Elemen-elemen perancangan pedestrian (street furniture) yang dianjurkan harus berorientasi pada kepentingan pejalan kaki, seperti etalase toko (showcase windows), daerah masuk ke bangunan, cafe, dll. Untuk menciptakan tingkat kenyamanan yang tinggi, jalur pedestrian dapat dilengkapi pula dengan fasilitas pelindung seperti arkade atau markis terutama disepanjang kegiatan komersil.

3.5.3.12 Standar Kegiatan Perdagangan dan Pusat Belanja

A. Skala Pelayanan Kegiatan Perdagangan dan Pusat BelanjaMenurut White dan Grey (1996), ada empat kategori pusat perbelanjaan ditinjau dari skala pelayanannya, yaitu lingkungan, komunitas, regional, dan super regional. Keempat kategori ini dapat dilihat pada tabel berikut:TabelKategori Pusat Belanja Berdasarkan Skala Pelayanan

SpesifikasiSkala Pelayanan

LingkunganKomunitasRegionalSuper Regional

Luas area gross (m2)3.000 s/d 10.00010.000 s/d 30.00030.000 s/d 80.00080.000 s/d 150.000

Total area (Ha)7 2524 7474 124124 309

Jarak dari rumah atau radius pelayanan (km)2,254,5 91218

Waktu tempuh (menit)5 1010 -1515 2030 45

Jumlah toko (unit)15 2040100200 225

Penduduk yang dilayani2.500 s/d 40.00040.000 s/d 150.000150.000300.000

Departemen PU dalam buku Petunjuk Perencanaan Kawasan perumahan kota mengklasifikasikan pusat belanja menajdi tiga, yaitu pusat belanja lingkungan (30.000 penduduk), kota (120.000 penduduk), dan wilayah (480.000 penduduk).

TabelSkala Pelayanan Pusat Belanja di Indonesia

SpesifikasiKlasifikasi

Pusat Belanja LingkunganPusat Belanja KotaPusat Belanja Wilayah

Penduduk yang dilayani (jiwa)30.000120.000480.000

Luas unit berdasarkan kepadatan penduduk (m2)< 100 jiwa/Ha27.00072.000192.000

100 250 jiwa/Ha20.25054.000144.000

250 500 jiwa/Ha13.50036.00096.000

> 500 jiwa/Ha10.12527.00072.000

Luas tanah (m2)0,45 m2/p x 30.000p = 13.5000,3 m2/p x 120.000p = 36.0000,2 m2/p x 480.000p = 96.000

JenisToko-toko dan pasarToko-toko, pasar, bank, kantor, industri kecilToko-toko, pasar, bank, kantor, industri kecil

LokasiJalan utama lingkungan dan mengelompok dengan pusat lingkunganMengelompok dengan pusat kecamatanMengelompok dengan pusat wilayah

Prosentasi area permukiman yang dilayani (%)0,93 (atau 0,9 1)0,625 (atau 0,6)0,4

Sarana pelengkapTerminal/pangkalan kecil untuk pemberhentian kendaraanTerminal kecamatan atau pangkalan untuk kendaraan jenis angkutan berpenumpang kecilTerminal bis, oplet, dan kendaraan jenis angkutan penumpang kecil lainnya

Tempat parkir umum (sudah termasuk kebutuhan luas tanah), pos polisi, pos pemadam kebakaran, kantor pos pembantu, tempat ibadah

Seperti halnya pada pusat pelayanan lain, pada pusat belanja juga terdapat struktur wilayah perdagangan yang merupakan tingkatan wilayah perdagangan dari aktivitas eceran dalam menarik konsumen dengan variasi jarak atau wilayah konsuen yang berbeda. Adapun struktur wilayah perdagangan dapat dibagi atas tiga kelompok, sebagai berikut:

Wilayah perdagangan umum, termasuk didalamnya semua konsumen yang datang berbelanja di pusat belanja.

Wilayah perdagangan gabungan, merupakan gabungan beberapa wilayah perdagangan dengan struktur tersendiri sesuai dengan jenis barang yang dijual.

Wilayah perdagangan yang proporsional, diukur berdasarkan jarak/waktu tempuh konsumen dengan pusat belanja, adapun wilayah tersebut adalah sebagai berikut:

Wilayah perdagangan primer atau utama.

Daerah atau areal geografis dimana pusat belanja akan mendapatkan pangsa pasar terbesar dari penjualan yang cepat.

Waktu tempuh berkendara untuk toko swalayan (supermarket) sekitar 5 menit sedang untuk pusat belanja yang lebih besar mempunyai waktu tempuh sekitar 20-30 menit.

Menarik 60-70% dari total pengunjung yang datang ke pusat belanja tersebut dan memberikan kontribusi sekitar 60-70% dari total penjualan.

Wilayah perdagangan sekunder.

Waktu tempuh berkendara untuk toko swalayan sekitar 5-12 menit sedang untuk pusat belanja yang lebih besar mempunyai waktu tempuh sekitar 20-45 menit.

Wilayah geografis yang dapat memberikan tambahan konsumen sebesar 20-30% dari total pengunjung atau total penjualan sekitar 20-30%.

Wilayah perdagangan tersier.

Wilayah geografis yang dapat memberikan tambahan konsumen atau total penjualan sekitar 5-10%.

Waktu tempuh berkendara yang lebih lama atau lokasi bangkitan konsumen lebih jauh.

B. Standar Bangunan Perdagangan Pusat BelanjaSecara umum, standar bangunan ditetapkan ditetapkan sebagai acuan secara teknis yang diperlukan dalam mengatur dan mengendalikan tata bangunan, dalam hal ini meliputi: intensitas pemanfaatan lahan, garis sempadan bangunan, arsitektur dan lingkungan serta tata bangunan. Adapun tujuan standar bangunan pusat belanja antara lain bangunan pusat belanja dibangun berdasarkan ketentuan tata bangunan yang telah ditetapkan sehingga selain memenuhi fasilitas dan kelengkapan bangunan yang seharusnya ada, juga memberikan rasa nyaman dan aman bagi para pengguna, masyarakat dan lingkungan serta tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

1. Sirkulasi Kendaraan.

Lebar jalan kendaraan dalam tapak harus dapat dilalui oleh kendaraan darurat seperti mobil ambulans dan pemadam kebakaran. Dengan mempertimbangkan dimensi mobil ambulans dan pemadam kebakaran, maka lebar jalan di tapak adalah lebar mobil ditambah dengan ruang bukaan pintu atau sekitar 3,5 meter.

2. Sirkulasi Pejalan.

a. Lebar Jalur Pejalan

Lebar jalur pejalan harus dapat melayani volume pejalan yang ada. Lebar jalur pejalan disarankan tidak kuarng dari 2 meter. Hal ini diperkuat dengan adanya peraturan lebar minimum menurut penggunaan lahan sekitar, yaitu bila penggunaan lahan sekitar pertokoan/perbelanjaan, perkantoran dan halte/stop bus, maka lebar jalur pejalan yang direncanakan mempunyai batasan lebar minimum 2 meter. Menurut Chiara (1994), lebar jalur pejalan di tiap kawasan berbeda sesuai dengan jumlah dan jenis lalu lintas yang melalui kawasan tersebut. Lebar minimum adalah 4 kaki (1,2 meter) hingga 5 kaki 6 inchi (1,6 meter) dan disarankan minimum 6 kaki (1,8 meter) untuk lalu lintas dua arah yang sederhana. Pengguna jalur pejalan mempunyai banyak karakter yaitu pejalan dengan tingkat usia (anak-anak, remaja, dewasa, orang tua), pejalan yang membawa barang, orang yang cacat yang menggunakan alat bantu untuk berjalan, pedagang keliling, pengendara sepeda.

b. Kemiringan Jalur Pejalan

Permukaan jalur pejalan harus rata dan mempunyai kemiringan melintang 2,4% agar tidak terjadi genangan air. Kemiringanmemanjang trotoar disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan dan disarankan kemiringan memanjang maksimum 10%. Lintasan pejalan dengan kemiringan dibawah 5% masih dianggap sebagai trotoar, tetapi bila lebih dari 5% dianggap ramp dan memiliki persyaratan rancangan khusus. Lintasan dengan kemiringan sampai 5% dapat dilalui oleh pengguna kursi roda tetapi kemiringan 4%-5% yang menerus harus mempunyai daerah rata yang pendek (5) setiap 100 kak untuk memungkinkan para pengguna kursi roda untuk berhenti dan beristirahat. Untuk kemiringan sampai 3% cukup memadai apabila penggunaannya memungkinkan.

3. Intensitas Pemanfaatan Lahan

Batasan yang termasuk intensitas pemanfaatan lahan adalah Koefisien Dasar bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH). Penerapan batasan intensitas bangunan mengacu pada peraturan yang berlaku pada kawasan komersial setempat. Koefisien Dasar Bangunan adalah suatu nilai dari hasil perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan dan luas daerah perencanaan yang hasilnya dinyatakan dalam persen. Koefisien Lantai bangunan adalah nilai hasil perbandingan natara luas seluruh lantai bangunan dan luas daerah perencanaan. Sedangkan Koefisien Dasar Hijau (KDH) adalah nilai hasil pengurangan antara luas daerah perencanaan dengan luas proyeksi tapak bangunan dan tapak basement dibagi luas daerah perencanaan.

4. Tata Bangunan

Pengendalian terhadap ketinggian maksimal bangunan dimaksudkan untuk memberi skala yang manusiawi terhadap pejalan dan memberi kesempatan sinar matahari masuk ke dalam kawasan sehingga tidak lembab. Batasan ketinggian bangunan tergantung pada daya dukung dan daya tampung lahan, intensitas pemanfaatan lahan, serta potensi sarana/prasarana lingkungan yang bersangkutan. Batasan ketinggian bangunan seringkali didasari atas pertimbangan estetika, faktor keselamatan udara/penerbangan dan keselamatan bangunan akan bencana. Untuk persyaratan tinggi bangunan dan jarak bangunan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

TabelPersyaratan Tinggi dan Jarak Bangunan

Tinggi BangunanJarak Bangunan

0 - 8 meter

8 - 14 meter

14 - 40 meter

Diatas 40 meter3 meter

3 6 meter

6 8 meter

Diatas 8 meter

5. Kelengkapan Bangunan

Kelengkapan bangunan pusat belanja ini meliputi hal-hal sebagai berikut ini:

a. Beragam jenis dagangan, jasa dan hiburan yang ditawarkan.

b. Menyediakan transportasi vertikal sesuai standar bangunan.

c. Ruang parkir tersedia sesuai dengan standar kebutuhan ruang parkir.

d. Signage (papan informasi) tersedia pada tempat yang membutuhkan orientasi jelas seperti: di luar bangunan dalam tapak, entrance, dekat tangga, blok retail, dsb.

e. Kebutuhan pengunjung akan fasilitas hiburan dan rekreasi terpenuhi untuk bersantai dan bersosialisasi. Kebutuhan pengunjung akan fasilitas penunjang tersedia dan terencana baik dalam penataan ruang.

6. Pengaturan Ruang Luar

a. Perabot Jalan (street furniture)

Perabot jalan berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi pejalan, meliputi: signage, pencahayaan, kursi taman, bak sampah dan elemen lainnya. Pengaturan letak perabot jalan diperlukan untuk pencapaian keamanan, keselamatan dan keindahan (tidak tampak semrawut) bagi pengguna.

Jarak lampu diatur dengan mempertimbangkan kekuatan cahaya yang dipancarkan. Penerangan disepanjang trotoar harus berkisar antara 0,5 sampai 5 footcandle, tergantung padaintensitas penggunaan jalur pejalan, bahaya yang ada dan kebutuhan relatif akan faktor keamanan. Lampu pejalan harus cukup terang di malam hari. Cahaya lampu disarankan setinggi 7 kaki (2 meter) sehingga pejalan masih terlihat jelas. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kejahatan.

Jarak bak sampah diatur dengan mempertimbangkan kegiatan yang berdekatan dengan jalur pejalan dan ditempatkan pada tiap jarak tertentu. Bila jalur pejalan melalui atau dekat dengan tempat/bangunan yang banyak menarik pengunjung seperti tempat perbelanjaan, taman, tempat bermain, pujasera (pusat jajan serba ada) atau disekitar jalur pejalan ada pedagang kaki lima, maka diharuskan menyediakan tempat/bak sampah pada tempat tersebut.C. Standar Kegiatan Golongan Usaha Skala Kecil

1. Pengaturan kegiatan golongan usaha skala kecil/informal merupakan kewajiban pada kegiatan perpasaran swasta yang berada pada peruntukkan tanah bangunan umum dalam bentuk pusat perdagangan/pusat perbelanjaan, mall, plaza yang luas lantai bangunannya lebih besar dari 5.000 m2 tidak termasuk lantai untuk parkir.

2. Kewajiban tersebut besarnya minimal 10% dari luas lantai bangunan yang lokasi dan besaran kewajibannya ditetapkan dengan keputusan Gubernur.

3. Penyelenggaraan perpasaran swasta yangmenyediakan ruang untuk kegiatan golongan usaha kecil/informal mendapat insentif dalam bentuk pembebasan KLB dan pemenuhan kebutuhan parkir sesuai kewajiban.

4. Penataan kegiatan golongan usaha skala kecil ditetapkan sebagai berikut:

Besaran ruang untuk golongan usaha skala kecil/informal ditetapkan dalam Izin pemanfaatan lahan.

Penyediaan ruang ditetapkan dalam gambar arsitektur bangunan skala 1:200 yang merupakan lampiran perizinan.

Persyaratan dan tata cara penempatangolongan usaha skala kecil/informal diatur sebagai berikut:

Usaha kecil/informal yang diprioritaskan untuk ditempatkan adalah pedagang yang berada disekitar lokasi bangunan tempat usaha tersebut.

Apabila disekitar lokasi gedung tempat usaha tidak terdapat usaha kecil/informal, maka diambil dari yang berdekatan dengan bangunan tempat usaha tersebut.

Penempatan dan pengelolaan terhadap penempatan usaha bagi usaha kecil/informal diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Jenis barang dagangan harus saling melengkapi dengan jenis perdagangan utamanya.