STABILITAS OBAT

48
http://r-pramayudhapharmacy.blogspot.com/2013/04/stabilitas- obat-farmasi-fisika.html Stabilitas Obat (Farmasi Fisika) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Penyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua watak, pertama kali adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang terakhir dihasilkan dari bahan kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti suhu, kelembapan, udara, dan cahaya, menginduksi atau mempercepat reaksi yang yang berkurang nilainya. Faktor-faktor yang telah disebutkan menjadi efektif dalam skala tinggi adalah bergantung dari jenis galenik dari sediaan dalam obat padat, seperti serbuk, bubuk, dan tablet. Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya kita mengetahui pada keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dan dapat bertahan lama, sehingga obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menurunkan khasiat obat tersebut. Stabilitas obat mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suatu obat stabil artinya dalam waktu relatif lama obat akan berada dalam keadaan semula, tidak mengalami perubahan atau jika berubah masih dalam batas yang sesuai persyaratan. Semua sediaan obat memiliki batas usia simpan yangdapat mengalami penguraian karena proses oksidasi reduksi. Sehingga menyebabkan obat tersebut tidak berkhasiat bahkan memiliki sifat yang toksik. Oleh karenaitu, pengetahuan mengenai kestabilan suatu sediaan obat dapat diketahui. kestabilan

description

tugas

Transcript of STABILITAS OBAT

http://r-pramayudhapharmacy.blogspot.com/2013/04/stabilitas-obat-farmasi-fisika.htmlStabilitas Obat (Farmasi Fisika)

BAB IPENDAHULUAN

I.1 Latar belakangPenyebab ketidakstabilan sediaan obat ada dua watak, pertama kali adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri. Yang terakhir dihasilkan dari bahan kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor luar seperti suhu, kelembapan, udara, dan cahaya, menginduksi atau mempercepat reaksi yang yang berkurang nilainya. Faktor-faktor yang telah disebutkan menjadi efektif dalam skala tinggi adalah bergantung dari jenis galenik dari sediaan dalam obat padat, seperti serbuk, bubuk, dan tablet.Penjelasan di atas menjelaskan kepada kita bahwa betapa pentingnya kita mengetahui pada keadaan yang bagaimana suatu obat tersebut aman dan dapat bertahan lama, sehingga obat tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama tanpa menurunkan khasiat obat tersebut.Stabilitas obat mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suatu obat stabil artinya dalam waktu relatif lama obat akan berada dalam keadaan semula, tidak mengalami perubahan atau jika berubah masih dalam batas yang sesuai persyaratan.Semua sediaan obat memiliki batas usia simpan yangdapat mengalami penguraian karena proses oksidasi reduksi. Sehingga menyebabkan obat tersebut tidak berkhasiat bahkan memiliki sifat yang toksik. Olehkarenaitu,pengetahuan mengenai kestabilan suatu sediaan obat dapat diketahui. kestabilan fisika-kimia obat sangat penting dilakukan oleh seorang farmasist agar dapat menentukan dengan tepat, kapan suatu obat dapat digunakan dan kapan sudah rusak. mulai dari pengusaha obat sampai ke pasien. Pengusaha obat harus dengan jelas menunjukkan bahwa bentuk obat harus dengan sediaan yang dihasilkan cukup tabil dalam penyimpanan yang cukup lama dimana tidak berubah menjadi zat tidak berkhasiat atau racun, ahli farmasi harus mengetahui ketidakstabilan potensial dari obat yang dibuatnya. Dokter dan penderita harus diyakinkan bahwa obat yang ditulis atau digunakannya akan sampai pada tempat pengobatan dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai efek pengobatan yang diinginkan.I.2Tujuan Percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah untuk :1.Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi kestabilan suatu zat.2.Menentukan Ea (Energi aktifasi) dari reaksi penguraian suatu zat.3.Menentukanusia simpansuatu zat.

BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1 Teori umumKestabilan suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal ini penting mengingat suatu sediaan biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan memerlukan waktu yang lama untuk sampai ke tangan pasien yang membutuhkannya. Obat yang disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahayakan jiwa pasien. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum (Anonim : 2005).Stabilitas suatu obat adalah suatu pengertian yang mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suau obat stabil artinya dalam waktu relative lama, obat akan berada dalam keadaan semula, tidak berubah atau bila berubah masuh dalam batas yang diperbolehkan oleh peryaratan tertentu. Batas kadar obat masih bersisa 90% keatas masih bias digunakan, tetapi bila kadarny kurang dari 90% tidak dapat digunakan lagi atau disebut sebagai sub standar waktu diperlukan sehingga obat tinggal 90% disebut umur obat (Anonim : 2005).Apabila bentuk sediaan dari suatu obat diubah, (misalnya dengan dilarutkan dalam suatu cairan, diserbuk atau pun ditambahkan bahan-bahan penolong lain), atau juga dilakukan modifikasi terhadap kondisi lingkungan dari obat itu sendiri yaitu misalnya dengan mengubah-ubah kondisi penyimpanannya dan lain sebagainya, maka dengan demikian stabilitas obat yang bersangkutan mungkijn juga akan terpengaruh (Howard : 1989).Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat antara lain adalah panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH, mikroorganisme dan lain-lain, digunakan dalam formula sediaan obat tersebut. Sebagai contoh : senyawa-senyawa ester dan amida seperti amil ntrat dan kloramfenikol adalah merupakan suatu zat-zat yang mudah terhidrolisa dengan adanya lembab, sedangkan vitamin C mudah sekali mengalami oksidasi (Anonim : 2005).Penerapan prinsip fisika kimia tertentu pada pelaksanaan pengkajian stabilitas telah terbukti sangat mengntungkan pengambangan sediaan stabil. Hanya pendekatan itu yang memungkinkan pemamfaatan data yang diperoleh dari penyimpanan dalam kondisi yang melebihi keadaan normal secara tepat dan memadai, untuk maksud meramalkan stablitas pada penyimpanan normal selama jangka waktu yang lama. Sangat penting bagi produsen dari produk baru pada penyimpanan normal dari data penyimpanan dipercepat, dikarenakan keuntungan ekonomis besar yang diperoleh dari pemasaran produk baru secepat mungkin setelah formulasinya selesai (Connors : 1994).Pada masa lalu banyak perusahaan farmai mengadakan evaluasi mengenai kestabilan sediaan farmasi dengan pengamatan selama 1 tahun atau lebih, sesuai dengan waktu normal yang diperlukan dalam penyimpanan dan dalam penggunaan. Metode seperti itu memakan waktu dan tidak ekonomis. Penelitian yang dipercepat pada temperature tinggijuga banyak dilakukan oleh banyak perusahaan, tetapi kriterianya sering merupakan criteria yang tidak didasarkan pada prinsip-prinsip dasar kinetik. Contohnya beberapa perusahaan menggunakan aturan bahwa penyimpanan cairan pada 37C mempercepat penguraian 2x lajunya pada temperature normal, sementara perusahaan lain menggunakan bahwa kondisi tersebut mempercepat penguraian dengan 20x laju normal (Alfred Martin : 1993).Telah dilaporkan hasil pengamatan terhadap ketergantungan hidrolisis ampisilin terhadap suhu dan terlihat pada pH 4,93 dalam bentuk plot. Ampisilin juga telah menunjukkan dapat mengalami hidrolisis terkatalisis asam umum dan basa umum. Pada suhu 35C dan pH 1,2 efek garam atas hidrolisis ampisilin yang diamati adalah positif sedikit lurus. Tidak ada efek garam yang dapat diamati pada ph 4,49. pada pH 1,2 penambahan alkohol pada larutan akan menghasilkan penurunan laju hidrolisis, kali ini berkaitan dengan pengurangan tetapan dielektrikum pelarut. Ampisilin dalam larutan alcohol 50% memiliki waktu paruh 2 kali disbanding dalam pelarut yang semata-mata air (Gennaro, Alfonso : 2000).Untuk menghindari terjadinya hidrolisis pada cincin. -laktan, keberadaan air harus dihindarkan terutama jangan sampai kontak dengan bentuk pada padatan ampisilin. Suhu juga memainkan peranan penting dalam laju degradasi padatan dan larutan. Karena terbatasnya waktu paruh sediaan ampisilin yang berada dalam bentuk larutan dan suspensi, amka bentuk sediaan padat merupakan satu-satunya formulasi stabil untuk waktu yang lebih lama. Dengan menurunkan tetapan dielektrikum larutan ampisilin dengan alcohol akan menghasilkan stabilitas yang lebih baik dibanding bentuk larutan yang semata-mata air pada pH rendah. Pemakaian larutan dapar paa laju pH minimum dan penyimpanan pada konsentrasi yang relatif rendah merupakan salah satu alternatif dalam memperpanjang stabilitas bentuk cairan (Schunack, Walter : 1990).Pada umumnya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara kinetika kimia. Cara ini memerlukan waktu yang ama sehingga praktis digunakan dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan kestabilan suatu zat kinetika kimia adalah:1.Kecepatan reaksiKecepatan atau laju suatu reaksi diberikan sebagai dC/dt. Artinya terjadi penambahan (+) atau pengurangan (-) konsentrasi C dalam selang waktu dt. Menurut hokum aksi massa, laju suatu reaksi kimia sebanding hasil kali dari konsentrasi molar reaktan yang masing-masing dipangkatkan dengan angka yang menunjukkan jumlah molekul dari zat-zatyang ikut serta dalam reaksi. Dalam reaksi : aA + bB + .. = Produklaju reaksinya adalah :Laju = - 1/a d(A)/dt = -1/b d(B)/dt = = k(A)a(B)bk adalah konsentrasi laju. Laju berkurang masing-masing komponen reaksi diberikan dalam bentuk jumlah mol ekuivalen masing-masing komponen yang ikut serta dalam reaksi.2.Orde reaksiDari hukum aksi massa, suatu garis lurus di dapat bila laju reaksi diplot sebagai fungsi dari konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan bilangan tertentu. Orde reaksi keseluruhan adalah jumlah pangkat konsentrasi-konsentrasi yang menghasilkan seluruh garis lurus. Orde bagi tiap reaktan adalah pangkat dari tiap konsentrasi reaktan.3.TemperaturSejumlah faktor lain, selain konsentrasi dapat mempengaruhi kecepatan reaksi. Diantaranya adalah temperature, pelarut, katalis dan sinar. Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira dua atau tiga kalinya tiap kenaikan 10C. Pengaruh temperature terhadap laju ini diberikan dengan persamaan yang pertama kali dikemukakan oleh Arrhineus. k = Ae-Ea/RTataulog k = log A Ea.1 2,303 RT

Dimana laju spesifik, A adalah konstanta yang disebut factor frejuensi, Es asalah energi aktifasi R adalah konstanta gas, 1,987 kalori/derajat mol, dan T adalah temperature absolute. Konstanta itu dapat dicari dengan menentukan k pada berbagai temperature dan memplot 1/T terhadap log k.4.Kekuatan ionPengaruh kekuatan ion terhadap kecepatan reaksi dapat dilihat dari persamaan berikut : Log K = log ko+ 1,02 zAzB Dimana :K = Konstanta kecepatan penguraian pada kekuatan ion tertentuko = Konatanta kecepatan penguraian pada kekuatan ion = 0z = Muatan ion = Kekuatan ion5.Pengaruh pHReaksi penguraian beberapa larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa (OH-). Katalisator ini disebut katalisator asam basa khusus. Misalnya pada reaksi hidrolisa ester (S) dalam air (R).S + R ---------- PS + H+ ---------- SH+SH++ R ====== PSkema reaksi umum ini menganggap bahwa hasil reaksi P pada reaksi hidrolisis ini tidak bergantung kembali membentuk ester.Untuk reaksi ini pada umumnya, laju pembentukan hasil reaksi dinyatakan dengan :dP=k (SH+)dt (S)(H+) konsentrasi asam konjugat SH+merupakan jumlah yang dapat diukur, karena pra-kesetimbangan membutuhkan :K =(SH+) (S)(H+)Sehingga :(SH+) = K (S)(H+) Dan : dP= kK(S)(H+) dt ( Connors : 1994).

II.2Uraian bahan1. Air suling (Ditjen POM, 1979:96) Nama resmi : Aqua destillata Nama lain : Air suling RM/BM : H2O / 18,02 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik Kegunaan : Sebagai air pendingin2.NaOH (Ditjen POM, 1979:472)Nama resmi : Natrii hydroxydumNama lain : Natrium hidroksidaRM/BM : NaOH / 40,00Pemerian : Bentuk batang, butiran, rasa halus, tau keping, kering, keras, rapuh dan menunjukan susunan hablur putih, mudah meleleh, basah, sangat alkalis dan korosit segera menyerap karbondioksidaPenyimpanan : Dalam wadah tertutup baikKelarutan : Sngat mudah larut dalam air, dalam etanol 95%Kegunaan : Zat tambahan3 . Parasetamol(Ditjen POM, 1979:37)Nama resmi :AsetaminofenNama lain :ParasetamolRM/BM :C8H9NO2/151,16Pemerian :hablur atau serbuk putih, tidak berbau, rasa pahit.Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. Terlindung dari cahaya.Kelarutan :larut dalam 70 bagian etanol 95%P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida.Kegunaan :Sampel uji

BAB III

PROSEDURKERJA

III.1 Alat dan BahanIII.1.1 Alat1.Batang pengaduk2.Botol semprot3.Gelas kimia100 ml4.Gelas ukur 10 ml5.Kuvet6.Labu takar 10,50,dan 100ml7.Oven8.Penangas air9.Pipet tetes panjang10.Pipet tetes pendek11.Pipet volum 5 ml12.Spekrtofotometer13.Stopwatch14.Spoit 5 ml15.Timbangan16.Vial

III.1.2 Bahan1.Aquadest2.Parasetamoldry sirup3.NaOH0,1 N4.Tissue

III.2 Langkah Percobaan a.Penentuan panjang gelombang maksimalSejumlah baku pembanding parasetamol ditimbang seksama dan diencerkan dengan air suling hingga diperoleh konsentrasi 1000ppm. Sejumlah larutan ini dipipet kedalam labu ukur dan diencerkan dengan aquades sampai tanda hingga konsentrasinya 50 ppm, kemudian diukur serapannya pada rentang panjang gelombang 200-300. Selanjutnya dibuat kurva antara serapan terhadap panjang gelombang.b.Penentuan kurva bakuLarutan paracetamol dibuat dengan konsentrasi bervariasi. Kemudian masing-masing konsentrasi diukur serapannya pada panjang gelombang maksimal. Selanjutnya dibuat kurva antara serapan terhadap konsentrasi.c.Penetapan kadar paracetamolPenetapan kadar timbang saksama 1,5gr. Tambahkan 100ml air dan 20 ml natrium hidroksida 0,1N, encerkan dengan air secukupnya hingga 200 ml pada 5ml, tambahkan 9,5ml natrium hidroksida 0,1N, encerkan dengan air secukupnya higga 100ml. Ukur serapan. Hitung bobot zat dalam mg.d.Penentuan umur simpan sirup parasetamolSirup parasetamol diasukkan kedalam 21 vial masing-masing sebanyak 5m. Kemudian vial-vial tersebut dimasukkan kedalam oven dengan suhu 40 C,50C, dan 60. Pada jam ke 0,30,60,90, 120, dan 180 menit diambil 1 vial dan diukur kadar paracetamol.e.Penetapan kadar sirup paracetamolSirup paracetamol sebanyak 1 ml ditambahkan larutan natrium hidroksida 0,1 N, hingga 10ml kemudian dipipet sebanyak 1 ml ditambahkan air hingga 50ml. Ukur serapannya. Hitung bobot zat mg dalam sirup.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASANIV.1 Hasil percobaan dan perhitungana.Kurva BakuKadar PCTAbsorban

50,29

60,378

70,464

80,359

90,632

100,702

110,788

b.DataWaktu(menit)400500600

00,3270,41030,3267

300,320,43770,3327

600,31830,43030,3173

900,31230,4250,313

1200,29170,41810,3003

1500,28430,41030,3437

1800,2980,40130,2903

c.Perhitungan konsentrasi sirup PCTWaktu4050 60

032,3738238,43232,352

3031,8647340,4247332,78836

6031,7410939,8865531,66836

9031,3047339,5010931,35564

12029,8065538,9992730,432

15029,2683638,43233,58836

18030,2647337,7774529,70473

d.Perhitungan koefisien korelasi1.Untuk suhu 400CWaktuKonsentrasiLog C1/C

032,373821,510190,03089

3031,864731,503310,03138

6031,741091,501620,03150

9031,304731,495610,03194

12029,806551,474310,03355

15029,268361,466390,03417

18030,264731,480940,03304

2.Untuk suhu 500CWaktuKonsentrasiLog C1/C

038,4321,584690,02602

3040,424731,606650,02474

6039,886551,600830,02507

9039,501091,596610,02532

12038,999271,591060,02564

15038,4321,584690,02602

18037,777451,577230,02647

3.Untuk suhu 600CWaktukonsentrasiLog C1/C

032,3521,509900,03091

3032,788361,515720,03049

6031,668361,500630,03158

9031,355641,496320,03189

12030,4321,483330,03286

15033,588361,526190,02977

18029,704731,472830,03366

e.Penentuan orde reaksiOrdeKoefisien korelasi (r)

400500600

0-0,886830,56779-0,43410

1-0,882550,56869-0, 44816

2-0,877670,56960-0,46155

f.Penentuan nilai KSuhubK

401,67619 x 10-51,67619 x 10-5

505,33333 x 10-65,33333 x 10-6

609,63095 x 10-69,63095 x 10-6

g.Penentuan nilak k pada suhu 25oC dan usia simpan

SuhuSuhu (oK)1/T (x)KLog K

403133,19489 x 10-31,67619 x 10-5-4,77568

503233,09598 x 10-35,33333 x 10-6-5,27300

603333,00300 x 10-39,63095 x 10-6-5,01633

252983,35570 x 10-32,15933 x 10-5-4,66568

= 0,21440

IV.2PembahasanUntuk membuat suatu sediaan zat obat menjadi suatu bentuk sediaan akhir, bahan-bahan farmasetik dibutuhkan. Sebagai contoh, dalam pebuatan larutan sediaan farmasi, satu atau lebih pelarut digunakan untuk melarutkan bahan tersebut, pengawet dapat ditambahkan untuk mencegah pertunbuhan mikroba, penstabil bisa digunakan untuk mencegah peruraian obat, dan pemberi warna serta pemberi rasa ditambahkan untuk menambah penampilan produk.Salah satu aktivitas yang paling penting dalam kerja preformulasi adalah evaluasi kestabilan fisika dan kimia dari zat obat murni. Adalah perlu bahwa pengkajian awal ini dihubungkan dengan menggunakan sampel obat dengan kemurnian yang diketahui. Adanya pengotoran dapat mengakibatkan kesimpulan yang salah dalam evaluasi tersebut. Pengkajian kestablian yang dihubungkan dalam fase preformulasi termasuk kestabilan obat itu sendiri dalam keadaan padat, kestabilan fase larutan, dan kestabilan dalam adanya zat penambah yang diharapkan.Ketidakstabilan kimia dari zat obat dapat mengambil banyak bentuk, karena obat-obat yang digunakan sekarang adalah dari konstituen kimia yang beraneka ragam.Ketidakstabilan formulsai obat dapat dideteksi dalam beberapa hal dengan suatu perubahan penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut, sedangkan dalam hal lain perubahan kimia dapat terjadi yang tidak dibuktikan sendiri dan hanya dapat dipastikan melalui analisis kimia. Data ilmiah yang menyinggung kestabilan dari suatu formulasi menghasilkan ramalan shelf-life yang diharapkan dari produk yang diteliti tersebut dan bila perlu, untuk merangsang kembali obat tersebut dan untuk formulasi kembali bentuk sediaan tersebut. Jelaslah laju dan kecepatan terjadinya degradasi obat dalam suatu formulasi merupakan hal yang sangat penting. Pengkajian laju perubahan kimia dan cara di mana zat tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti konsentrasi obat atau reaktan, pelarut yang digunakan, kondisi temperatur dan tekanan, dan adanya zat-zat kimia lain dalam formulasi tersebut disebut reaksi kinetika.Kestabilan suatu zat merupakan factor yang harus diperhatikan yaitu pembuatan sediaan farmasi. Oleh karena itu hasil dari pembuatan sediaan farmasi itu khususnya obat dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil uaraian itu bersifat toksik sehingga sangat atau dapat membahayakan pada konsumen. Oleh karena itu kita perlu mengtahui factor-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu zat atau obat sehingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat optimum. Faktro-faktor yang dapat mempengaruhi kestabilan suatu obat antara lain yaitu panas, cahaya, kelembaban, oksigen, pH dan mikroorganisme.Stabilitas obat mencakup masalah kadar obat yang berkhasiat. Bila suatu obat stabil artinya dalam waktu lama obat akan berada dalam keadaan semula, tidak mengalami perubahan atau jika berubah masih dalam batas yang sesuai persyaratan.Efek farmakokinetik dari sampel obat yaitu absorpsi parasetamol cepat dan sempurna di saluran pencernaan .Konsentrasi tertinggi dicapai dalam waktu jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam .Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh.Dalam plasma 25% parasetamol terikat di protein plasma . Obat ini di metabolism oleh enzim mikrosom di hati . Sebagian asetaminofen (80%) dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat . obat ini diekskresi di ginjal , sebagian kecil sebagai parasetamol dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi.Dalam percobaan ini kita akan menentukan energi aktivasi (Ea) dimana Ea yaitu kemampuan suatu sediaan untuk dapat mengalami penguraian zat. Energi aktivasi (Ea) harus ditentukkan dengan cara mengamati perubahan konsentrasi pada suhu tinggi, dengan membadingkan dua harga konstanta penguraian zat pada temperatur atau suhu yang berbeda sehingga dapat ditentukkan energi aktivasinya. Dengan demikian batas kadaluarsa suatu sediaan farmasi dapat diketahui dengan tepat.Hasil percobaan adalahdiperolehhasil untuk waktu paruh atau (t1/2) adalah1,92961 dengan nilai t90 yaitu 0,21440.Mekanisme kerja spektrofotometri, sinar dari sumber sinar adalah sinar polikromatis maka dilewatkan terlebih dahulu melalui monokromator, kemudian sinar monokromatis dilewatkan melalui kuvet yang berisi contoh maka akan menghasilkan sinar yang ditransmisikan dan diterima oleh detektor untuk diubah menjadi energi listrik ang kekuatannya dapat diamati oleh alat pembaca (satuan yang dihasilkan adalah absorban atau transmitan).Aplikasi stabilitas bahan obat dalam dunia farmasi yaitu untuk mengetahui profil fisika kimia yang lengkap dari bahan obat yang tersedia, yaitu dengan diketahui stabilitas suatu obat, maka kita dapat mengetahui sifat-sifat fisika dan kimia dari obat tersebut. sangat penting dimana kita dapat mengetahui dan menetapkan massa kadaluarsa (data exp) dari setiap sediaan obat atau makanan yang diproduksi.

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN V.1 KESIMPULANDari percobaan dan pengamatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :1.Nilai dari t1/2 adalah1,9298242.Nilai darit 90 adalah 0,214403.Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan obat adalahsuhu, cahaya, kelembaban, oksigen, ph dan mikroorganisme.V.2 SaranSebaiknya alat dan bahan dilaboratorium dilengkapi agar mempermudah proses praktikum. Dan diharapkan kerjasama yang baik antara praktikan dan asisten.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005.Penuntun Praktikum Farmasi Fisika.UMI. MakassarAnsel, H..C, 1989.Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi IV.Diterjemahkan oleh Farida ibrahim, UI-press, Jakarta, 993.

Martin, A.dkk, 1993.Farmasi Fisika Edisi III Volume II. Diterjemahkan oleh yoshito, UI press, Jakarta. 1029, 1030,1143,1144.

Dirjen POM. 1979.Farmakope Indonesia Edisi III.Departemen kesehatan Indonesia RI, Jakarta.

Gennaro, A. R., et all., (1990), Remingtos Pharmaceutical Sciensces , Edisi 18th, Marck Publishing Company, Easton, Pensylvania, 591.Dra. Susanti dan Dra. Yeanny wenas.Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif.Universitas Hasanuddin,Makassar.

Tim Penyusun, 2006.Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Fakultas Farmasi, UMI,Makassar, 24,25,26.

http://mettidagger.blogspot.com/2011/06/teori-uji-stabilitas-obat.htmlStabilitas obat merupakan kemampuan suatu produk untukmempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat ( identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian) dalam batasan yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan ( shelf- life ). Sediaan obat / kosmetik yang setabil merupakan suatu sediaan yang masih berada dalam batas yang dapat dterima selama priode penyimpanan dan penggunaan, dimanasifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.Shelf life (waktu simpan) adalah periode penggunaan dan penyimpanan yaitu waktu dimana suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam wadahnya yang sesuai dengan kondisi penjualan dipasar. Waktu simpan minimum adalah periode yang dibutuhkan suatu produk yang berada pada batas spesifikasirelease saat pembuatan untuk mencpai batas spesifikasi periksa. Suatu produk dinyatakan stabil jika tidak menunjukan degradasi bermakna , tida terjadi perubahan fisika, kimia, mikrobiologi, sifat biologi, dan produk tetap dalam batas spesifikasi release / simpan.Penyimpanan obatObat harus disimpan sehingga terhindar dari pencemaran dan peruraian, terhindar dari pengaruh udara, panas dan cahaya. Obat yang mudah menyerap lembab harus disimpan dalam wadah tertutup rapat berisi kapur tohor. Keadaan kebasahan udara dinyatakan dengan tekanan uap air relative, yaitu perbandingan antara tekanan uap di udara dengan tekanan uap maksimum pada temperature tersebut. Tekanan uap relative ditentukan dengan hygrometer.Efek tidak diinginkan yang potensial dari ketidakstabilan obat:1.Hilangnya zat aktif2.Naiknya konsentrasi zat aktif3.Hilangnya keseragaman kandungan4.Menurunnya status mikrobiologis5.Pembentukan hasil urai yang toksik6.Hilangnya kekedapan kemasan7.Menurunnya kuaitas label8.Modifikasi factor hubungan fungsional.Jenis jenis penguraian:1.Kimia2.Fisika3.Biologi4.KombinasiTherapeuticToxicologicalDrug product stabilityJenis jenis stabilitas yang umum dikenal:1.Stabilitas kimia : mempertahankan keutuhan kimiawi dan potensi zat aktif yang tertera pada etiket dalam batasan spesifikasi2.Stabilitas fisika : mempertahankan sifat fisika awal dari suatu sediaan ( penampian,kesesuaian, keseragaman, disolusi, disintegrasi, kekerasan, kemampuan disuspensikan)3.Stabilitas mikrobiologi : sterilitas atau resistensi terhadap pertumbuhan mikroba dipertahankan sesuai dengan persyaratan4.Stabilitas Terapi : efek terapi tidak berubah selama waktu simpan ( shelf life ) sediaan5.Stabilitas toxikologi : tidk terjadi peningkatan toksisitas yang bermakna selama waktu simpan ( tidak terbentuk senyawa epi dan anhidro dalam suspense tetrasiklin )Umumnya uji stabilitas dilakukan seca kimia walaupun secara kimia suatu produk dapat setabil selama 3 tahun sebeum expired , tetapi perubahan fisik dapat saja terjadi. Kesetabilan secara fisika pada larutan adalah timbulnya endapan, mungkin kandungan kimianya tetap tetapi untuk larutan parenteral jelas tidak dapat diterima,demikian juga dalam larutan oral.Untuk sediaan larutan oral, dapat dilakikan uji organoleptik dan uji penampilan. Uji organoleptik bersifat subjektif, seorang tester akan menilai produk dan member skor baik secara numeric maupun secara deskriftif. Pada uji penampilan,ada statemen subjektif walaupun ada parameter instrument kuantitatif yang dicatat, misal kalorimetri.Uji stabilitas sediaan cair disarankan pada suhu leih rendah misalnya < 0 derajat celcius : - 10 samapi 20 derajat celcius.

https://haifarmasi.wordpress.com/2014/04/18/laporan-praktikum-farmasi-fisika-stabilitas-obat/STABILITAS OBATTUJUANMampu menentukan tingkat reaksi penguraian zat aktifMampu memperkirakan masa kadaluarsa zat aktifPRINSIPBerdasarkan penguraian obat oleh bertambahnya suhu.TEORIStabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan ( Connors,et al.,1986).Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatan degradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen, cahaya, kelembaban dan faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat kimia fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan. Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik, secara miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak 10% dari kandungan sebenarnya (Voight, R., 1994).Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa (OH-) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi. (Ansel, 1989).Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai ketangan pasien yang membutuhkannya. Oabt yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahaykan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan bahan dari formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu stabilitas kimia dan farmasi serta mempersatukannya sebelum memformulasikan menjadi bentuk-bentuk sediaan. (Ansel, 1989)Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas dipercepat dengan mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi. (Lachman, 1994).Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimasukkan dalam rantai peristiwa ini:Kestabilan dan tak tercampurkanProses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kima yang kurang diinginkan dari obat tersebut.DisolusiYang perlu diperhatikan dari faktor disolusi adalah kecepatan berubahnya obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.Proses absorpsi, distribusi, dan eliminasiBeberapa proses ini berkaitan dengan laju absorbs obat ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh, dan laju pengeluaran obat setalah proses ditribusi dengan berbagai faktor, seperti metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh, dan melalui jalur-jalur pelepasan.Kerja obat pada tingkat molekular obatObat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan suatu proses laju. (Martin, 1990)Kecepatan dekomposisi obat ditunjukkan oleh kecepatan perubahan mula-mula satu atau lebih reaktan dan ini dinyatakan dengan tetapan kecepatan reaksi k, yang untuk orde ke satu dinyatakan sebagai harga resiprok dari detik, menit, dan jam. Kecepatan terurainya suatu zat padat mengikuti reaksi orde nol, orde satu, ataupun orde dua, yang persamaan tetapan kecepatan reaksinya seperti tercantum dibawah ini:Orde nol k = CtOrde I k = 2,302 log Co atau k = 2,302 log Cot C t Co XOrde II k = XCo(Co X)tDimana:k = tetapan kecepatan reaksiCo = konsentrasi mula-mula zatC = konsentrasi zat pada waktu tX = jumlah obat yang terurai pada waktu tC = Co X = konsentrasi mula-mula jumlah yang terurai pada waktu t (Martin, 1990)Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode, yaitu:Metode SubstitusiData yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi. Jika persamaan itu menghasilkan harga k yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde reaksi tersebut.Metode GrafikPlot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi diplot terhadap t dan didapatkan garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (Co X) terhadap t menghasilkan garis lurus bila 1 / (Co X) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1 / (Co X)2 terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan konsenrasi mula-mulanya, reaksi adalah orde ketiga.Metode Waktu ParuhWaktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk terurai setengahnya dari konsentrasi mula-mula adalah waktu paruh. Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal (Co) seperti pada tabel waktu paruh:Orde Persamaan orde reaksi Persamaan waktu paruh0 X = k.t t1/2 = Co / 2k1 log Co = k . t(Co X) 2,303t 1/2 = 0,693 / k2 X = k.tCo(Co X) t = 1 / Co.k(Martin, 1990)Tidak tergantung dari karakter jalannya proses jalannya penguraian (perubahan kimia, fisika dan mikrobiologis) adalah terpenting untuk mengetahui waktu yang mana bahan obat atau sistem bahan obat dibawah persyaratan lingkungan tertentu. Memenuhi tuntutan yang telah dilaporkan. Untuk mendeteksi perbandingan stabilitas maka dipakai 2 metode yakni (1) tes daya tahan waktu panjang yang mengantarkan bahwa obat selama ruang waktu yang diminati disimpan di bawa persyaratan penyimpanan (suhu, cahaya, udara dan kelembapan) yang dituntut atau diharapkan di dalam lemari pendingin atau ruang pendingin dan dalam jarak waktu yang cocok dan pada akhir percobaan dikontrol kandungan bahan obat atau nilai efektifnya, sifat mikrobiologis, maupun sifat sensoris dan keadaan galeniknya yang dapat dideteksi dengan metode fisika. (2) tes daya tahan dipercepat dilakukan dibawah pembebanan panas, dengan ini digunakan membuat peraturan kinetika reaksi, lagi pula penguraian dipelajari pada suhu yang lebih tinggi daripada suhu ruang dan kemudian diekstrapolasikan pada suhu penyimpanan (Voight, 1995)Degradasi kimia konstituen dalam sebuah produk obat sering menyebabkan kerugian dalam potensi, misalnya, hidrolisis cincin b-laktam hasil benzilpenisilin dalam aktivitas antimikroba yang lebih rendah. dalam contoh beberapa produk degradasi dari obat mungkin degradasi beracun suatu eksipien dapat menimbulkan masalah stabilitas fisik atau mikrobiologis. Pada umumnya, reaksi kimia berlangsung lebih mudah dalam keadaan cair daripada dalam keadaan padat sehingga masalah stabilitas serius lebih umum ditemui dalam obat cair (Walter, 1994)Stabilitas farmasi harus diketahui untuk memastikan bahwa pasien menerima dosis obat yang diresepkan dan bukan hasil ditemukan degradasi efek terapi aktif. farmasi diproduksi bertanggung jawab untuk memastikan ia merupakan produk yang stabil yang dipasarkan dalam batas-batas tanggal kedaluwarsa. apoteker komunitas memerlukan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas bahwa ia benar dapat menyimpan obat-obatan, pemilihan wadah yang tepat untuk mengeluarkan obat tersebut, mengantisipasi interaksi ketika pencampuran beberapa bahan obat, persiapan, dan menginformasikan kepada pasien setiap perubahan yang mungkin terjadi setelah obat telah diberikan (Parrot, 1978)Ketidakstabilan yang terpenting adalah secara fisika :Perubahan struktur kristalBanyak bahan obat menunjukkan sifat polimorf artinya mereka berkemampuan muntuk muncul dalam modifikasi yang berlainan. Selama penyimpanan dapat berlangsung perubahan polimorf, yang disebabkan perubhan lingkungan dalam sediaan obat yang tidak dapat dilihat secara orgaleptik, tetapi umumnya menyebabkan perubahan dalam sikap pelepasan dan sikap rebsorbsinya (Ansel, 1985)Perubahan keadaan distribusiMelalui efektivitas gravitasi pada cairan sistem berfase banyak memungkinkan terjadi munculnya pemisahan, yang mula-mula terasakan hanya sebagai pergeseran tingkat dispersitas yang dapat dilihat secara mikroskopis, tetapi dalam stadium yang lebih maju dapat juga dilihat secara makroskopis sebagai sedimentasi atau pengapungan (Ansel, 1985)Perubahan konsistensi dan agregatSediaan obat semi padat seperti salep dan pasta selama penyimpanannya seringkali mengeras kemudia yang dalam kasus ekstrim mengarahnya padda suatu kerugian daya penerapannya (Ansel, 1985)Perubahan perbandingan kelarutanPada sistem dispersi monokuler misalnya larutan bahan obat dapat menyebabkan terlampauinya produk kelarutan, dengan demikian terjadi pemisahan (pengendapan) dari bahan terlarut melampaui perubahan konsentrasi yang disebabkan oleh penguapan bahan pelarut atau melalui perubahan suhu (Ansel, 1985)Perubahan perbandingan hidratasiMelalui pengambilan atau pelepasan dari cairan perbandingan hidratasi senyawa dipengaruhi dan denggan demikian menentukan sifat. Contoh yang jelas nyata adalah pencairan atau menjadi kotornya ekstrak disebabkan oleh higroskopisitas yang besar dari sediaan ini (Ansel, 1985)ALAT DAN BAHANAlatSpektrofotometer UV/VisGelas UkurGelas KimiaLabu UkurVialBahanKofeinAquadestPROSEDURDilakukan pembuatan spektrum absorpsi dengan cara dibuat larutan induk zat aktif dengan konsentrasi yang telah ditentukan terlebih dahulu (A = 0,2-0,8), diukur panjang gelombang maksimum zat aktif menggunakan spektrofotometer UV/Vis.Dilakukan pembuatan kurva kalibrasi dengan cara dibuat 6 seri larutan dengan variasi konsentrasi dari larutan induk yang telah dibuat, dihitung absorbansi masing-masing larutan pada panjang gelombang maksimumnya, dibuat kurva antara absorbansi terhadap konsentrasi.Dilakukan penentuan stabilitas obat dengan cara dilakukan uji stabilitas dipercepat pada suhu 700, 800, 900, dan 1000C, disiapkan 20 vial, diisi tiap vial dengan larutan induk zat aktif sebanyak 5mL, kemudian dipanaskan ke-20 vial tersebut pada suhu yang telah ditetapkan, diambil 1 vial dari masing-masing suhu setelah 3 menit pemanasan, kemudian dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang maksimum dan ditentukan konsentrasinya, dilakukan pengukuran tersebut pada waktu 3, 6, 9, 12, dan 15 menit dimana waktu dihitung setelah pengambilan awal, ditentukan konsentrasi masing-masing waktu dengan mamasukkan harga absorbansi ke persaman kurva kalibrasi, dibuat kurva konsentrasi terhadap waktu masing-masing suhu.Dilakukan penentuan waktu kadaluarsa dengan cara ditentukan tingkat reaksi penguraian berdasarkan kurva konsentrasi terhadap waktu, dihitung besar energi aktivitas dengan persamaan arrhenius, ditentukam waktu kadaluarsa pada suhu kamar.DATA PENGAMATANLarutan kafein 500 ppm dalam 500 mlKafein 250 mgAir 500 mlPengenceran : V1.N1 = V2.N2V1.500 = 100.100V1 = 10000/500 = 20 mL100 ppm A = 1,444Pengenceran untuk kurva bakuPengenceran 10 ppmV1.N1 = V2.N2V1.100 = 10.10V1 = 100/100 = 1 mLPengenceran 12 ppmV1.N1 = V2.N2V1.100 = 10.12V1 = 120/100 = 1,2 mLPengenceran 16 ppmV1.N1 = V2.N2V1.100 = 10.16V1 = 160/100 = 1,6 mLPengenceran 18 ppmV1.N1 = V2.N2V1.100 = 10.18V1 = 180/100 = 1,8 mLPengenceran 20 ppmV1.N1 = V2.N2V1.100 = 10.20V1 = 200/100 = 2 mLData Kurva Baku KafeinKonsentrasi (ppm) Absorban10 0,21112 0,26916 0,34618 0,39720 0,462Suhu 70 oCwatu/ menit Jam A C C/CO ln C/CO CT Log CT 1/CT3 0,05 0,543 23,794 7,93133 2,07082 1,1897 0,07544 0,840556 0,1 0,611 26,645 4,44083 1,49084 2,6645 0,42562 0,37539 0,15 0,549 24,069 2,67433 0,9837 3,61035 0,55755 0,2769812 0,2 0,537 23,555 1,96292 0,67443 4,711 0,67311 0,2122715 0,25 0,546 23,924 1,59493 0,46683 5,981 0,77677 0,1672Ln C/Co = -k x t-0,402x 2,344 = -k x t-0,402t 2,344 = -k x t-2,746 = -kK = 2,746Suhu 80 oCwatu/ menit Jam A C C/CO ln C/CO CT Log CT 1/CT3 0,05 0,557 24,382 8,12733 2,09523 1,2191 0,08604 0,820286 0,1 0,6 26,163 4,3605 1,47259 2,6163 0,41769 0,382229 0,15 0,54 23,677 2,63078 0,96728 3,55155 0,55042 0,2815712 0,2 0,55 24,103 2,00858 0,69743 4,8206 0,6831 0,2074415 0,25 0,55 24,076 1,60507 0,47317 6,019 0,77952 0,16614Ln C/Co = -k x t-0,401x 2,346 = -k x t-0,401t 2,346 = -k x t-2,747 = -kK = 2,747Suhu 90 oCwatu/ menit Jam A C C/CO ln C/CO CT Log CT 1/CT3 0,05 0,542 23,745 7,915 2,06876 1,18725 0,07454 0,842286 0,1 0,494 21,737 3,62283 1,28726 2,1737 0,3372 0,460059 0,15 0,53 23,242 2,58244 0,94874 3,4863 0,54236 0,2868412 0,2 0,544 23,854 1,98783 0,68705 4,7708 0,67859 0,2096115 0,25 0,544 23,84 1,58933 0,46331 5,96 0,77525 0,16779Ln C/Co = -k x t-0,381x 2,234 = -k x t-0,381t 2,234 = -k x t-2,615 = -kK = 2,615Suhu 100 oCwatu/ menit Jam A C C/CO ln C/CO CT Log CT 1/CT3 0,05 0,534 23,406 7,802 2,05438 1,1703 0,0683 0,854486 0,1 0,537 23,552 3,92533 1,36745 2,3552 0,37203 0,424599 0,15 0,35 24,096 2,67733 0,98482 3,6144 0,55804 0,2766712 0,2 0.545 23,866 1,98883 0,68755 4,7732 0,67881 0,209515 0,25 0,555 24,304 1,62027 0,48259 6,076 0,78362 0,16458Ln C/Co = -k x t-0,382x 2,262 = -k x t-0,382t 2,262 = -k x t-2,644 = -kK = 2,644Penentuan waktu simpant T 1/T 1/T x 106 k log k70 343 0,00291545 0,3090379 2,746 0,438780 353 0,00283286 0,30028329 2,747 0,4388690 363 0,00275482 0,29201102 2,615 0,41747100 373 0,00268097 0,28418231 2,644 0,42226y = -0,007x + 0,447y = mx + bbila m = (Ea/2.303 x R) dimana R = 1,987-0,007 = (Ea/2,303 x 1,987)Ea = (-0,007 x 2,303) / 1,987Ea = -0,0081132 jouleBila b = log A0,447 = log AA = 2,7989Log K = Log A [(Ea/2,303 . R) (1/T)]Log K = Log 0,447 [(-0,0081132 / 2.303 x 1,987) (1/0,0033556)]= 2,7989 (-1,7729 x 298,0092)= -525,5416K = 106,0718t90 = 0,105/106,0718 = 0,0009899 jam ~ 9,89 x 10-4Maka, nilai waktu simpan adalah 9,89 X 10-4jamPEMBAHASANKofein yang berupa serbuk hablur putih dilarutkan dalam aquadest karena mudah larut dalam aquadest. Pada percobaan ini larutan dibuat dengan mencampurkan kofein dan aquadest dalam 500ml. Larutan dibuat tanpa mengurangi kadar tersebut yang telah ditentukan. Larutan dibuat dengan melarutkan kofein dengan aquadestterlebih dahulu, kemudian ditambahkan dengan aquadest sampai 500ml.Larutan dibuat dalam labu ukur 500 ml agar volumenya lebih tepat dan lebih akurat karena labu ukur merupakan alat kimia yang mempunyai nilai akurasi tinggi dibandingkan dengan gelas beaker. Pemanasan dilakukan bukan dengan api langsung melainkan dengan penangas air karena jika dilakukan dengan api langsung akan menyebabkan kenaikan suhu yang sangat cepat, sementara dalam praktikum ini dibutuhkan suhu yang konstan.Selanjutnya larutan tersebut diukur panjang gelombangnya, kemudian dibuat kembali larutan tersebut dengan konsenrasi 100ppm, diukur panjang gelombangnya, dan dilakukan pengenceran menjadi 10ppm, 12ppm, 14ppm, 16ppm, 18ppm dan 20ppm, masing-masing diukur panjang gelombangnya, dan diambil yang 20ppm, kemudian dibuat larutan degan 20ppm, dan dimasukkan ke dalam vial-vial. Larutan yang ada di vial tersebut dilakukan pemanasan dengan suhu 700, 800, 900 dan 1000C tetapi dengan waktu pemanasan yang berbeda (3 menit, 6 menit, 9 menit, 12 menit dan 15 menit).Tujuan dari perbedaan waktu pemanasan ini adalah untuk mengetahui seberapa besar energi aktivasi yang diperlukan untuk masing-masing larutan. Dari data pengamatan yang diperoleh, panjang gelombang dari masing-masing vial tidak jauh berbeda satu sama lain hal ini dikarenakan perbedaan dari lamanya pemanasan.Metode pengujian stabilitas obat dengan kenaikan temperatur tidak dapat diterapkan untuk semua jenis sediaan terutama untuk produk yang mengandung bahan pensuspensi seperti metilselulosa yang menggumpal pada pemanasan, protein yang mungkin didenaturasi, salep dan suppositoria yang yang meleleh pada kondisi temperatur yang sedikit dinaikkan. Oleh karena itu, praktikan harus teliti dalam memilih metode pengujian stabilitas suatu obat atau suatu sediaan obat.Selain temperatur, stabilitas obat dapat dipengaruhi juga oleh efek pengemasan dan penyimpanan. Sediaan berupa larutan masa simpannya relatif lebih singkat dibandingkan dengan bentuk sediaan padat, karena sediaan larutan mudah terurai dan bereaksi dengan keadaan sekitarnya atau lingkungannya (suhu dan cahaya).KESIMPULANDari Hasil pengamatan yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan:Stabilitas obat sangat di pengaruhi oleh perubahan suhu, semakin tinggi suhu maka stabilitas suatu obat menurun. Semakin lama pemanasan maka semakin turun stabilitas obat Expired date cairan kofein berkurang dengan bertambahnya suhu.DAFTAR PUSTAKAAnsel, Howard C. 1985. PENGANTAR BENTUK SEDIAAN FARMASI EDISI IV. UI press. Jakarta.Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia, III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 760-779, 1514 1587Martin. A, 1993, Farmasi Fisika, Edisi III, Jilid II, Indonesia University Press.Moechtar, 1989, Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.Voight, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.

http://amalinamaurer.blogspot.com/2012/09/laporan-stabilitas-obat.htmlTUJUANMempelajari reaksi kinetika dan menentukan waktu kadaluarsa obatB.DASAR TEORIStabilitas obat adalah derajat degradasi suatu obat dipandang dari segi kimia. Stabilitas obat dapat diketahui dari ada tidaknya penurunan kadar selama penyimpanan ( Connors,et al.,1986).Pada pembuatan obat harus diketahui waktu paro suatu obat. Waktu paro suatu obat dapat memberikan gambaran stabilitas obat, yaitu gambaran kecepatan terurainya obat atau kecepatandegradasi kimiawinya. Panas, asam-asam, alkali-alkali, oksigen, cahaya,kelembabandan faktor-faktor lain dapat menyebabkan rusaknya obat. Mekanisme degradasi dapat disebabkan oleh pecahnya suatu ikatan, pergantian spesies, atau perpindahan atom-atom dan ion-ion jika dua molekul bertabrakan dalam tabung reaksi (Moechtar, 1989).Ada dua hal yang menyebabkan ketidakstabilan obat, yang pertama adalah labilitas dari bahan obat dan bahan pembantu, termasuk struktur kimia masing-masing bahan dan sifat kimia fisika dari masing-masing bahan. Yang kedua adalah faktor-faktor luar, seperti suhu, cahaya, kelembaban, dan udara, yang mampu menginduksi atau mempercepat reaksi degradasi bahan. Skala kualitas yang penting untuk menilai kestabilan suatu bahan obat adalah kandungan bahan aktif, keadaan galenik, termasuk sifat yang terlihat secara sensorik, secara miktobiologis, toksikologis, dan aktivitas terapetis bahan itu sendiri. Skala perubahan yang diijinkan ditetapkan untuk obat yang terdaftar dalam farmakope. Kandungan bahan aktif yang bersangkutan secara internasional ditolerir suatu penurunan sebanyak 10% dari kandungan sebenarnya (Voight, R., 1994).Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa (OH-) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi. (Ansel, 1989)Kestabilan dari suatu zat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam membuat formulasi suatu sediaan farmasi. Hal itu penting mengingat sediaannya biasanya diproduksi dalam jumlah yang besar dan juga memrlukan waktu yang lama untuk sampai ketangan pasien yang membutuhkannya. Oabt yang disimpan dalam jangka waktu yang lama dapat mengalami penguraian dan mengakibatkan hasil urai dari zat tersebut bersifat toksik sehingga dapat membahaykan jiwa pasien. Oleh karena itu, perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kestabilan suatu zat hingga dapat dipilih suatu kondisi dimana kestabilan obat tersebut optimum. (Anonim, 2004)Stabilitas fisik dan kimia bahan obat baik dan tersendiri dengan bahan bahan dari formulasi yang merupakan kriteria paling penting untuk menentukan suatu stabilitas kimia dan farmasi serta mempersatukannya sebelum memformulasikan menjadi bentuk-bentuk sediaan. (Ansel, 1989)Kestabilan suatu sediaan farmasi dapat dievaluasi dengan test stabilitas dipercepat dengan mengamati perubahan kosentrasi pada suhu yang tinggi. (Lachman, 1994)Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi setiap orang yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Beberapa prinsip dan proses laju yang berkaitan dimasukkan dalam rantai peristiwa ini:

a.Kestabilan dan tak tercampurkanProses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan ketidakaktifan obat melalui penguraian obat, atau melalui hilangnya khasiat obat karena perubahan bentuk fisik dan kima yang kurang diinginkan dari obat tersebut.b.DisolusiYang perlu diperhatikan dari faktor disolusi adalah kecepatan berubahnya obat dalam bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekular.c.Proses absorpsi, distribusi, dan eliminasiBeberapa proses ini berkaitan dengan laju absorbs obat ke dalam tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh, dan laju pengeluaran obat setalah proses ditribusi dengan berbagai faktor, seperti metabolisme, penyimpanan dalam organ tubuh, dan melalui jalur-jalur pelepasan.d.Kerja obat pada tingkat molekular obatObat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap timbulnya respon dari obat merupakan suatu proses laju.(Martin, 1990)Kecepatan dekomposisi obat ditunjukkan oleh kecepatan perubahan mula-mula satu atau lebih reaktan dan ini dinyatakan dengan tetapan kecepatan reaksi k, yang untuk orde ke satu dinyatakan sebagai harga resiprok dari detik, menit, dan jam. Kecepatan terurainya suatu zat padat mengikuti reaksi orde nol, orde satu, ataupun orde dua, yang persamaan tetapan kecepatan reaksinya seperti tercantum dibawah ini:Orde nolk =CtOrde Ik = 2,302 log Co atau k = 2,302logCotCtCo XOrde IIk =XCo(Co X)tDimana:k= tetapan kecepatan reaksiCo= konsentrasi mula-mula zatC= konsentrasi zat pada waktu tX= jumlah obat yang terurai pada waktu tC= Co X = konsentrasi mula-mula jumlah yang terurai pada waktu t(Martin, 1990)Orde reaksi dapat ditentukan dengan beberapa metode, yaitu:a.Metode SubstitusiData yang terkumpul dari hasil pengamatan jalannya suatu reaksi disubstitusikan ke dalam bentuk integral dari persamaan berbagai orde reaksi. Jika persamaan itu menghasilkan harga k yang tetap konstan dalam batas-batas variasi percobaan, maka reaksi dianggap berjalan sesuai dengan orde reaksi tersebut.b.Metode GrafikPlot data dalam bentuk grafik dapat digunakan untuk mengetahui orde reaksi tersebut. Jika konsentrasi diplot terhadap t dan didapatkan garis lurus, reaksi adalah orde nol. Reaksi dikatakan orde pertama bila log (Co X) terhadap t menghasilkan garis lurus bila 1 / (Co X) diplot terhadap t (jika konsentrasi mula-mula sama). Jika plot 1 / (Co X)2terhadap t menghasilkan garis lurus dengan seluruh reaktan konsenrasi mula-mulanya, reaksi adalah orde ketiga.c.Metode Waktu ParuhWaktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk terurai setengahnya dari konsentrasi mula-mula adalah waktu paruh. Dalam reaksi orde nol, waktu paruh sebanding dengan konsentrasi awal (Co) seperti pada tabel waktu paruh:OrdePersamaan orde reaksiPersamaan waktu paruh

0X = k.tt1/2 = Co / 2k

1logCo=k. t(Co X)2,303

t1/2 = 0,693 / k

2X= k.tCo(Co X)t = 1 / Co.k

(Martin, 1990)

A.ALAT dan BAHAN

ALAT :-Labu takar 1 liter-Pipet ukur-Tabung reaksi-Panci-Spektrofotometer UV-Vis-Stop watch-Bekker glass-Kompor listrik-Thermometer

BAHAN :-Asetosal-Alkohol-Aquadest-Es batu-Ferri nitrat 1%-Asam nitrat P

B.CARA KERJA

Menimbang seksama 0,2 gram Asetosal, larutkan dalam 15 ml Alkohol, encerkan dengan Aquadest sampai 1 liter

Memasukkan masing-masing larutan Asetosal ke dalam 5 tabung reaksi (diberi tanda t0 sampai dengan t40) @10 ml

Memanaskan didalamshaking thermostatic water bath (dalam praktikum ini di gunakan panci sebagai penggantinya) pada suhu yang dikehendaki (40 C, 55 C, 70 C)

Setelah mencapai suhu yang dikehendaki mengambil tabung reaksi t0, dinginkan di dalamcrused ice

Setelah 10 menit ambil tabung reaksi t10, dinginkan di dalamcrused ice, begitu juga perlakuan yang sama terhadap tabung reaksi t20 t40

Setelah dingin tambahkan 2 tetes asam nitrat P dan 2 ml Ferri nitrat 1%, kocok sampai homogen

Membaca absorbansinya pada panjang gelombang 525 nm

Hitung kadar obat yang terdegradasi dengan persamaan kurva baku Y=0,128X+0,004

Menghitung kadar Asetosal yang rusak

Menghitung kadar utuh AsetosalMenentukan peruraian Asetosal mengikuti orde reaksi 1 atau 2

F.PEMBAHASAN

Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mempelajari suatu reaksi dan menentukan waktu kadaluarsa suatu obat. (Anonim, 2012)Stabilitas obat adalah kemampuan suatu obat untuk mempertahankan sifat dan karakteristiknya agar sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat (identitas, kekuatan, kualitas, kemurnian) dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan sehingga mampu memberikan efek terapi yang baik dan menghindari efek toksik. Stabilitas adalah faktor penting kualitas, keamanan dan kemanjuran dari produk obat. Sebuah produk obat, yang tidak cukup stabil, dapat mengakibatkan perubahan fisik (seperti kekerasan, menilai pembubaran, pemisahan fase dll) serta karakteristik kimia (pembentukan risiko tinggi dekomposisi zat). (Anonim, 2000)Laju reaksi atau kecepatan reaksi menyatakan banyaknya reaksi yangberlangsung per satuan waktu. Laju reaksi menyatakan konsentrasi zat terlarutdalam reaksi yang dihasilkan tiap detik reaksi. Berdasarkan eksperimen, laju reaksi meningkat tajam dengan naiknya suhu. (Martin, 1990)T1/2 adalah periode penggunaan dan penyimpanan yaitu waktu dimana suatu produk tetap memenuhi spesifikasinya jika disimpan dalam wadahnya yang sesuai dengan kondisi atau waktu yang diperlukan untuk hilangnya konsentrasi setengahnya. Sedangkan T90 adalah waktu yang tertera yang menunjukkan batas waktu diperbolehkannya obat tersebut dikonsumsi karena diharapkan masih memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.(Martin, 1990)Pada praktikum stabilitas obat ini bahan yang digunakan adalah Asetosal. Dimana dilakukan penentuan stabilitas obat Asetosal menggunakan metode grafik berdasarkan nilai konstanta kecepatan reaksi, waktu paruh (T1/2) dan T90 (waktu kadaluarsa) dan menggunakan instrumen spektrofotometer pada berbagai suhu yaitu suhu 40C, 55C, dan 70C. Dimana panjang gelombang untuk Asetosal adalah 525 nm.

Berikut reaksi peruraian Asetosal :

Degradasi Asetosal dapat dipengaruhi oleh suhu, cahaya, dan faktor-faktor lainya. Berdasarkan mekanisme degradasi Asetosal diatas maka dapat disimpulkan bahwa konsentrasi Asetosal berkurang dalam jumlah yang sama dengan konsentrasi asam salisilat yang terbentuk selama reaksi berlangsung. (Anonim, 2011)Adapun tujuan dilakukan pada berbagai suhu 40C, 55C, dan 70C dimaksudkan untuk membedakan atau mengetahui pada suhu berapa obat dapat stabil dengan baik dan pada suhu berapa obat akan terurai dengan cepat. Jika menggunakan suhu yang tinggi kita mampu mengetahui penguraian obat dengan cepat. Sedangkan jika menggunakan suhu kamar dalam pengujian maka butuh waktu yang lama untuk dapat terurai atau terdegradasi walaupun sebenarnya dalam suhu kamarpun Asetosal sudah dapat terdegradasi.Proses yang dikerjakan dalam praktikum ini yaitu, mula-mula timbang secara seksama 0,2 gram Asetosal, lalu di larutkan dalam 15ml alkohol, adapun tujuan penambahan alkohol adalah untuk melarutkan asetosal, karena jika di lihat dari pemerian asetosal yakni agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol (95 %) P; larut dalam kloroform P, dan dalam eter P (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979), maka dipilih pelarut yang cocok yaitu alkohol atau etanol. Lalu encerkan dengan aquadest sampai 1 liter. Jika sudah di encerkan sampai dengan homogen lalu masukkan 10ml masing-masing larutan asetosal ke dalam 5 tabung reaksi ( diberi tanda t0 sampai t40). Panaskan dalamshaking thermostatic water bathyang dalam praktikum ini diganti dengan panci yang di dalamnya terdapat beker glass yang beisi air dan dididihkan di atas kompor listrik yang masing-masing di atur suhunya 40C, 55C, dan 70C. Alasan menggunakan suhu yang tinggi karena bila kita ingin mengetahui batas kestabilan suatu obat (batas kadaluarsanya), maka obat harus disimpan pada jangka waktu yang lama sampai obat tersebut berubah, hal ini tentu tidak bisa dilakukan karena keterbatasan waktu, sehingga kita menggunakan suhu yang tinggi karena uji kestabilan obat dapat dipercepat dengan menggunakan perubahan suhu atau menggunakan suhu yang tinggi. Semakin tinggi suhunya maka akan semakin cepat bahan obat tersebut untuk terurai. Metode ini dikenal sebagai studi stabilitas yang dipercepat. (Anonim, 2012)Setelah tercapai suhu yang di kehendaki ambil tabung reaksi t0 dinginkan dalam crussed ice, atau pecahan es batu. Setelah 10 menit ambil tabung reaksi t10, dinginkan dalam crussed ice, begitu halnya dengan perlakuan yang sama terhadap tabung reaksi t20 samapai tabung reksi t40. Tujuan pendinginan dalam crussed ice atau ice batu adalah untuk menghentikan reaksi degradasi yang terjadi didalam tabung reaksi. Setelah dingin tambahkan 2 tetes asam nitrat P dan 2 ml Feri Nitrat 1% kocok sampai homogen, adapun tujuan penambahan senyawa tersebut adalah untuk mengetahui apakah asetosal benar-benar telah terdegradasi menjadi asam salisilat dan asam asetat karena warna ungu yang di timbulkan pada saat penambahan adalah hasil dari asam salisilat dan feri nitrat yang menjadi feri salisilat (warna ungu).

Berikut adalah mekanisme pembentukan senyawa kompleks Ferri Salisilat

Setelah di tambahkan asam nitrat dan feri nitrat baca absorbansinya pada panjang gelombang 525 nm dengan spektrofotometri UV VIS. Alasan digunakanya Spektrofotometri UV-Vis karena Spektrofotometri UV-Vis mempunyai kelebihan diantaranya adalah Spektrofotometri UV-Vis merupakan gabungan antara spektrofotometri UV dan Visible, menggunakan dua buah sumber cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya Visible. Meskipun untuk alat yang lebih canggih sudah menggunakan hanya satu sumber sinar sebagai sumber UV dan Vis, yaitu photodiode yang dilengkapi dengan monokromator. (Anonim, 2012)Setelah dibaca absorbansinya, hitung kadar obat yang terdegradasi dengan persamaan kurva baku Y=0,128X+0,004, dengan memasukkan hasil absorbansi asam salisilat sebagai fungsi Y, adapun X sendiri adalah Kadar Asam salisilat yang dicari.Setelah mendapat kadar Asetosal yang terdegradasi, hitung kadar Asetosal yang rusak ( C ) dalam mg %, dengan cara membagi BM asetosal dengan BM asam salisilat, hasilnya di kali dengan kadar asetosal yang terdegradasi.Setelah mendapat kadar asetosal yang rusak, maka dihitung pula kadar utuh Asetosal dalam mg % , pertama-tama di hitung kadar asetosal mula-mula teoritis Co = 200 mg / 1000 ml, dan diperoleh 20 mg / 100 ml, setelah itu di hitung pula kadar asetosal mula-mula praktek dan di peroleh kadar 19,8 mg / 100 ml, kadar asetosal utuh dapat di ketahui dengan mengurangkan kadar C asetosal yang rusak dengan Co praktek, dan diperoleh kadar dalam mg %.

Setelah menghitung kadar utuh asetosal di tentukan juga peruraian asetosal, apakah asetosal mengikuti orde reaksi 1 atau 2, dalam percobaan ini peruraian asetosal mengikuti orde reaksi 2 dengan harga k = 0,9830. Penentuan orde reaksi di pilih dengan harga k yang paling mendekati angka 1. Dalam hal ini peruraian mengikuti orde 2 dan dapat di sebabkan banyak hal diantaranya adalah proses degradasi masih berjalan pada saat proses sudah di hentikan, ataupun bisa terjadi sebaliknya yaitu, proses degradasi sudah dimulai pada saat percobaan belum dilakukan, karena asetosal sendiri sudah dapat terdegradasi dalam suhu kamar. Dalam percobaan ini juga dicari waktu paro obat T50 atau T1/2 dengan rumus T1/2 = 0,693 di bagi dengan k27 dan diperoleh hasil 9,476 x 10 jam atau 3,9486 x 10 hari. Serta menentukan pula waktu kadaluarsa obat (t90) dengan rumus T90 = 0,105 dibagi dengan K27 dan diperoleh hasil 1,435 x 10 jam atau 5,9792 x 10 hari.

G.KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :1.Kinetika reaksi peruraian Asetosal mengikuti orde reaksi 22.Waktu paruh obat atau T1/2 yang didapat dari percobaan ini adalah9,476 x 10jam atau 3,9486 x 10hari.3.Waktu kadaluarsa obat atau T90 yang didapat dari percobaan ini adalah 1,435 x 10 jam atau 5,9792 x 10 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.Ansel, Howard C. 1985.PENGANTAR BENTUK SEDIAAN FARMASI EDISI IV. UI press. Jakarta.Lachman, L., Lieberman, H. A., Kanig, J. L., 1986,Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi ketiga, diterjemahkan oleh: Suyatmi, S., Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, 760-779, 1514 1587Martin. A, 1993,Farmasi Fisika, Edisi III, Jilid II, Indonesia University Press.Moechtar, 1989,Farmasi Fisika : Bagian Larutan dan Sistem Dispersi, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.Voight, R., 1994,Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.