st030506

7
1 ADAKAH PELUANG UNTUK EKSPOR BERAS BAGI INDONESIA Oleh Sumarno Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Penolakan keras terhadap impor beras yang disampaikan oleh beberapa kalangan, termasuk : petani padi, Gubernur, DPR, HKTI dan pengamat perberasan sejak penghujung tahun 2005 lalu menunjukkan adanya empati kepada petani dan merupakan hal yang amat positif dalam upaya melindungi kekuatan nilai tukar ekonomi petani. Dari segi kualitas, dibandingkan dengan total konsumsi beras yang mencapai hampir 31 juta ton per tahun, impor 110.000 ton sebenarnya merupakan jumlah yang relatif kecil, hanya 0,36% dari total kebutuhan beras nasional. Berkaitan dengan isu impor beras ini, banyak kalangan mempertanyakan tentang program perberasan nasional. Masih perlukah Indonesia mengimpor beras, mengapa tidak memprogramkan untuk mengekspor beras ?. Bukankah padi merupakan tanaman asli wilayah tropis yang dapat diproduksi sepanjang tahun di Indonesia ? Menapa negara- negara tetangga seperti Thailand, Vietnam dan Myanmar mampu mengkespor beras sedangkan Indonesia belum ? padahal teknologi budidaya padi telah kita kuasai, dan petani padi Indonesia termasuk petani padi yang terbaik di dunia. Luas Panen dan Jumlah Penduduk Teknologi produksi padi sawah di Indonesia sebenarnya banyak mendatangkan kekaguman tamu dari luar negeri, termasuk para petani padi luar negeri yang berkunjung ke Indonesia. Sayangnya kemampuan dan keunggulan teknologi ini belum dibarengi oleh tersedianya luas areal sawah yang memadai.

description

dffhft

Transcript of st030506

ADAKAH PELUANG UNTUK EKSPOR BERAS BAGI INDONESIA

Oleh SumarnoPusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Penolakan keras terhadap impor beras yang disampaikan oleh beberapa kalangan, termasuk : petani padi, Gubernur, DPR, HKTI dan pengamat perberasan sejak penghujung tahun 2005 lalu menunjukkan adanya empati kepada petani dan merupakan hal yang amat positif dalam upaya melindungi kekuatan nilai tukar ekonomi petani.

Dari segi kualitas, dibandingkan dengan total konsumsi beras yang mencapai hampir 31 juta ton per tahun, impor 110.000 ton sebenarnya merupakan jumlah yang relatif kecil, hanya 0,36% dari total kebutuhan beras nasional.

Berkaitan dengan isu impor beras ini, banyak kalangan mempertanyakan tentang program perberasan nasional. Masih perlukah Indonesia mengimpor beras, mengapa tidak memprogramkan untuk mengekspor beras ?. Bukankah padi merupakan tanaman asli wilayah tropis yang dapat diproduksi sepanjang tahun di Indonesia ? Menapa negara- negara tetangga seperti Thailand, Vietnam dan Myanmar mampu mengkespor beras sedangkan Indonesia belum ? padahal teknologi budidaya padi telah kita kuasai, dan petani padi Indonesia termasuk petani padi yang terbaik di dunia.

Luas Panen dan Jumlah Penduduk

Teknologi produksi padi sawah di Indonesia sebenarnya banyak mendatangkan kekaguman tamu dari luar negeri, termasuk para petani padi luar negeri yang berkunjung ke Indonesia. Sayangnya kemampuan dan keunggulan teknologi ini belum dibarengi oleh tersedianya luas areal sawah yang memadai. Indikator yang kuat untuk menunjukkan kekurangan luas areal sawah ini adalah rendahnya indeks luasan panen padi per kapita per tahun. Dibandingkan dengan negara-negera di Asia Tenggara, indeks luasan panen per kapita di Indonesia termasuk yang terkecil, hanya seluas 531 M2 per kapita. (tabel1).

1

Tabel 1 : Luas panen padi dan jumlah penduduk negara-negaraDi Asia Tenggara, tahuan 2002

NegaraLuas PanenPadi(ribuan ton)JumlahPenduduk(ribuan)Indeks luaspanen per kapita(M2/kapita)% Arealditanam VarietasUnggul

1. Kamboja1.9611.0001.78311

2. Laos7185.1631.3912

3. Malaysia69222.00031568

4. Myanmar6.00046.6941.28572

5. Philippina3.97877.00051689

6. Thailand10.00062.6281.60668

7. Vietnam7.65082.35492980

8. Indonesia11.35221.700053177

Sumber : IRRI Agric. Fact 2002

Angka ini setara dengan indeks luasan panen per kapita di Philippina (516 m2 per kapita) dan sedikit lebih luas dibandingkan Malaysia (315 M2 per kapita). Tetapi Philippina dan Malaysia kita ketahui adalah negara pengimpor beras secara reguler. Negara-negara pengekspor beras memiliki indeks luasan panen per kapita yang cukup luas : Vietnam929 M2 per kapita, Myanmar 1285 M2 per kapita, Thailand 1606 M2 per kapita. Kamboja dan Laos memiliki indeks luasan panen per kapita cukup besar, tetapi total luasan padi tidak seberapa, sehingga tidak mampu mengekspor beras. Sudah tentu indeks luasan areal panen per kapita bukan semata-mata penentu besarnya produksi beras. Luasan panen yang agak sempit dapat dikompensasi oleh produktivitas yang tinggi. Akan tetapi besarnya indeks luasan panen per kapita memberikan indikasi bahwa masih terdapat potensi peningkatan produksi, apabila produktivitas belum mencapai optimal. Sebaliknya indeks luasan panen per kapita yang kecil dengan tingkat produktivitas yang tinggi, menunjukkan adanya kemungkinan tingkat produksi yang sudah stagnasi, tidak dapat ditingkatkan lagi.

Perhitungan ketersediaan hasil panen dalam bentuk gabah atau beras per kapita juga dapat menjadi indikator kecukupan penyediaan produksi beras secara nasional. Walaupun tingkat produktivitas padi di Indonesia tergolong yang tertinggi di antara negara-negara Asia Tenggara, namun ketersediaan hsil panen dalam bentuk beras per kapita termasuk agak kecil, Dalam bentuk gabah, di Indonesia tersedia 228 kg GKG/kapita/tahun, sedangkan di negara-negara pengekspor beras seperti Vietnam tersedia 383 kg GKG/kapita/tahun,; Thailand menghasilkan 354 kg GKG/kapita/tahun; dan Myanmar menyediakan 416 kg GKG/kapita/tahun (table 2). Ketersediaan hasil panen dalam bentuk beras dapat menunjukkan adanya perbedaan kelimpahan penyediaan beras antara negara pengekspor dengan negara pengimpor. Dengan asumsi rendemen gabah kering ke beras sebesar 65%, Vietnam menyediakan 249 kg beras/kapita; Thailand 230 kg beras/kapita; Myanmar 217 kg beras/kapita; Indonesia 148 kg beras/kapita; Philippina99 kg beras/kapita dan Malaysia 60 kg beras/kapita. Angka ketersediaan beras per kapitatersebut masih perlu dikoreksi oleh terjadinya kehilangan pada proses penanganan gabah di penjemuran, penggilingan, pengkemasan, transportasi dan distribusi.

Tabel 2. Keterseidaan hasil panen dalam bentuk beras per kapita di negara-negara Asia Tenggara tahun 2002

NegaraProduktivitasPadi (t/haKetersediaan hasil panen(kg/kapita)

GKGBeras

Kamboja1.94346225

Laos2.93408265

Malaysia2.949360

Myanmar3.24416217

Philippina2.9515299

Thailand2.33354230

Vietnam4.11383249

Indonesia4.25228148

Sumber IRRI Agaric Fact, 2002 dan hasil perhitungan penulis.

Sebagai indikator kuantitatif, indeks luasan panen per kapita dan penyediaan beras per kapita tentu merupakan angka perkiraan yang agak kasar, akan tetapi indikator ini dapat memberikan gambaran yang lebih riil tentang ketersediaan beras bagi seluruh penduduk.

Adakah Peluang untuk Ekspor Beras ?

Indonesia memiliki petani padi yang mewarisi budaya kerja tinggi, tekun dan rajin. Petani dalam menanam padi telah menerapkan prosedur baku, atau yang dalam istilah modern disebut Standar Operasional dan Prosedur (SOP). Dapat dikatakan bahwa menanam padi bagi petani merupakan bagian dari ibadah, dan hampir belum pernah terjadi petani menanam padi lantas dibiarkan tanpa perawatan intensif. Namun sangat disayangkan bahwa keahlian petani dalam teknik menanam padi ini belum kita manfaatkan secara maksimal. Ibaratnya sangat banyak Insinyur ahli terpaksa tidak dapat sepenuhnya dimanfaatkan, karena pabriknya terlalu kecil. Andai saja petani padi Indonesia disediakan lahan sawah seluas lahan garapan petani Thailand atau Vietnam, dapat dipastikan Indonesia akan menguasai pasar beras internasional.

Dari data dan uraian di atas menunjukkan bahwa jalan untuk menuju swasembada beras secara berkelanjutan dan bahkan untuk menjadi pengekspor beras, sudah jelas, yaitu melalui penyediaan lahan garapan baru yang cukup. Penyediaan lahan garapan baru merupakan investasi untuk jangka panjang, yang pasti akan dihargai dan dipuji oleh anak cucu kita. Alangkah bagusnya, apabila pemerintah tidak lagi harus disibukkan oleh impor beras, karena beras produksi dalam negeri melimpah, dan cukup untuk diekspor setiap saat.Data luas lahan potensial untuk pertanian sawah menurut Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (d/h Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat) tersedia 10 juta ha. Potensi lahan tersebut harus dimanfaatkan agar rakyat Indonesia tidak lagi menderita busung lapar dan negara harus disibukkan urusan impor beras, padahal kalau mau sebenarnya Indonesia dapat mengekspor beras. Memproduksi beras bagi kebutuhan pangan untuk 223 juta orang memang tidak cukup hanya dengan perdebatgan, tetapi perlu tindakan nyata, termasuk terutama gerakan mencetak sawah baru guna memberikan kesempatan kepada petani padi Indonesia untuk dapat swasembada beras secara berkelanjutan dan untuk mengekspor beras. Adakah peluang itu ? peluang cukup besar, asal ada kemauan dengan tulus.

Diterbitkan : Sinar Tani No. 3148, tanggal 3 - 9 Mei 2006Sumarno, adalah Profesor Riset pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan