Sputum
-
Upload
isti-yanuari -
Category
Documents
-
view
395 -
download
6
description
Transcript of Sputum
PROSES SPUTUM
Definisi : bahan yang dikeluarkan dari paru, bronchus, dan trachea melalui mulut. Biasanya
juga disebut dengan expectoratorian. (Dorland ). Orang dewasa normal (menurut bu PW, price
wilson) katanya bisa memproduksi mukus (sekret kelenjar) sejumlah 100 ml dalam saluran napas
setiap hari. Mukus ini digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel yang
melapisi saluran pernapasan. Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena
gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa), menyebabkan proses
pembersihan tidak berjalan secara adekuat normal seperti tadi, sehingga mukus ini banyak
tertimbun. Bila hal ini terjadi, membran mukosa akan terangsang, dan mukus akan dikeluarkan
dengan tekanan intrathorakal dan intraabdominal yang tinggi. Dibatukkan, udara keluar dengan
akselerasi yg cepat beserta membawa sekret mukus yang tertimbun tadi. Mukus tersebut akan
keluar sebagai sputum.
Sputum yang dikeluarkan oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna,
volume, dan konsistensinya, karena kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik
proses kejadian patologik pada pembentukan sputum itu sendiri. Di sini saya cuma akan
menyingkat sedikit yang ada di bukunya bu PW...klasifikasi bentukan sputum dan kemungkinan
penyebabnya.
- Sputum yang dihasilkan sewaktu membersihkan tenggorokan, kemungkinan berasal dari sinus
atau asluran hidung, bukan berasal dari saluran napas bagian bawah.
- Sputum banyak sekali&purulen → proses supuratif (eg. Abses paru)
- Sputum yg terbentuk perlahan&terus meningkat → taanda bronkhitis/ bronkhiektasis.
- Sputum kekuning-kuningan → proses infeksi.
- Sputum hijau → proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya
verdoperoksidase yg dihasikan oleh PMN dlm sputum. Sputum hijau ini sering
ditemukan pada penderita bronkhiektasis karena penimbunan sputum dalam bronkus
yang melebar dan terinfeksi.
- Sputum merah muda&berbusa → tanda edema paru akut.
- Sputum berlendir, lekat, abu-abu/putih → tanda bronkitis kronik.
- Sputum berbau busuk → tanda abses paru/ bronkhiektasis.
Silia : Silium (jamak Silia) adalah organel sel yang berfungsi sebagai alat bantu pergerakan yang
menonjol dari sebagian sel yang diameternya kira-kira 0,25 μm dan panjangnya sekitar 2 sampai
20 μm serta biasanya muncul dalam jumlah banyak pada permukaan sel. Silia berbeda dengan
flagela (bentuk jamak dari flagelum) yang fungsinya dan diameternya sama dengan silia, hanya
saja lebih panjang, yaitu sekitar 10 hingga 200 μm. Selain itu, jumlah flagela biasanya terbatas,
hanya satu atau beberapa untuk setiap sel. Banyak organisme eukariot uniseluler bergerak di air
dengan bantuan silia dan flagela.[1] Jika silia atau flagela membentang dari sel yang merupakan
bagian dari lapisan jaringan, silia dan flagela ini berfungsi untuk menggerakkan lendir yang
berhasil menangkap kotoran-kotoran kecil agar keluar dari paru-paru.
http://abyfaqih.blogspot.com/2008/12/dahak-sputum.html
Penyakit Asma (Asthma)
Penyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran
pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga
bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang
mengalami sesak nafas. Penyakit Asma paling banyak ditemukan di negara maju, terutama yang
tingkat polusi udaranya tinggi baik dari asap kendaraan maupun debu padang pasir.
Selain itu terjadinya serangan asma sebagai akibat dampak penderita mengalami infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) baik flu ataupun sinisitis. Serangan penyakit asma juga bisa dialami oleh
beberapa wanita dimasa siklus menstruasi, hal ini sangat jarang sekali.
Angka peningkatan penderita asma dikaitkan dengan adanya faktor resiko yang mendukung
seseorang menderita penyakit asma, misalnya faktor keturunan. Jika seorang ibu atau ayah
menderita penyakit asma, maka kemungkinan besar adanya penderita asma dalam anggota
keluarga tersebut.
Tanda dan Gejala Penyakit Asma Adapun tanda dan gejala penyakit asma diantaranya :
- Pernafasan berbunyi (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas (exhalation).
Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang yang
nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma!
- Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale).
- Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau cuaca dingin.
- Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit..
- Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya
dalam mengatur pernafasan.
Pada usia anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal dirongga dada atau leher. Selama
serangan asma, rasa kecemasan yang berlebihan dari penderita dapat memperburuk keadaanya.
Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
Cara Menghindari Serangan Asma
Langkah tepat yang dapat dilakukan untuk menghindari serangan asma adalah menjauhi faktor-
faktor penyebab yang memicu timbulnya serangan asma itu sendiri. Setiap penderita umumnya
memiliki ciri khas tersendiri terhadap hal-hal yang menjadi pemicu serangan asmanya.
Setelah terjadinya serangan asma, apabila penderita sudah merasa dapat bernafas lega akan tetapi
disarankan untuk meneruskan pengobatannya sesuai obat dan dosis yang diberikan oleh dokter.
Penanganan dan Pengobatan Penyakit Asma
Penyakit Asma (Asthma) sampai saat ini belum dapat diobati secara tuntas, ini artinya serangan
asma dapat terjadi dikemudian hari. Penanganan dan pemberian obat-obatan kepada penderita
asma adalah sebagai tindakan mengatasi serangan yang timbul yang mana disesuaikan dengan
tingkat keparahan dari tanda dan gejala itu sendiri. Prinsip dasar penanganan serangan asma
adalah dengan pemberian obat-obatan baik suntikan (Hydrocortisone), syrup ventolin
(Salbutamol) atau nebulizer (gas salbutamol) untuk membantu melonggarkan saluran pernafasan.
Pada kasus-kasus yang ringan dimana dirasakan adanya keluhan yang mengarah pada gejala
serangan asma atau untuk mencegah terjadinya serangan lanjutan, maka tim kesehatan atau
dokter akan memberikan obat tablet seperti Aminophylin dan Prednisolone. Bagi penderita asma,
disarankan kepada mereka untuk menyediakan/menyimpan obat hirup (Ventolin Inhaler)
dimanapun mereka berada yang dapat membantu melonggarkan saluran pernafasan dikala
serangan terjadi.
http://www.infopenyakit.com/2008/02/penyakit-asma-asthma.html
CAIRAN DI PLEURA
Analisa cairan pleura
Transudat : jernih, kekuningan
Eksudat : kuning, kuning-kehijauan
Hilothorax : putih seperti susu
Empiema : kental dan keruh
Empiema anaerob : berbau busuk
Mesotelioma : sangat kental dan berdarah
http://lpmedikalbedah.blogspot.com/2011/08/lp-efusi-pleura.html
PERNAFASAN INTERNAL DAN EKSTERNAL
Sistem Respirasi Manusia
Istilah bernapas, seringkali diartikan dengan respirasi, walaupun secara harfiah sebenarnya kedua
istilah tersebut berbeda. Pernapasan (breathing) artinya menghirup dan menghembuskan napas.
Oleh karena itu, bernapas diartikan sebagai proses memasukkan udara dari lingkungan luar ke
dalam tubuh dan mengeluarkan udara sisa dari dalam tubuh ke lingkungan. Sementara, respirasi
(respiration) berarti suatu proses pembakaran (oksidasi) senyawa organik (bahan makanan) di
dalam sel sehingga diperoleh energi.
Energi yang dihasilkan dari respirasi sangat menunjang sekali untuk melakukan beberapa
aktifitas. Misalnya saja, mengatur suhu tubuh, pergerakan, pertumbuhan dan reproduksi. Oleh
karena itu, kegiatan pernapasan dan respirasi sebenarnya saling berhubungan.
1. Struktur Pernafasan Manusia
a. Hidung
Hidung merupakan alat pernapasan yang terletak di luar dan tersusun atas tulang rawan. Pada
bagian ujung dan pangkal hidung ditunjang oleh tulang nasalis. Rongga hidung dibagi menjadi
dua bagian oleh septum nasalis, yaitu bagian kiri dan kanan. Bagian depan septum
ditunjang oleh tulang rawan, sedangkan bagian belakang ditunjang oleh tulang vomer dan
tonjolan tulang ethmoid.
Bagian bawah rongga hidung dibatasi oleh tulang palatum, dan maksila. Bagian atas dibatasi
oleh
ethmoid, bagian samping oleh tulang maksila, konka nasalis inferior, dan ethomoid sedangkan
bagian tengah dibatasi oleh septum nasalis.
Pada dinding lateral terdapat tiga tonjolan yang disebut konka nasalis superior, konka media dan
konka inferior. Melalui celah-celah pada ketiga tonjolan ini udara inspirasi akan dipanaskan oleh
darah di dalam kapiler dan dilembapkan oleh lendir yang disekresikan oleh sel goblet. Lendir
juga dapat membersihkan udara pernapasan dari debu. Bagian atas dari rongga hidung terdapat
daerah olfaktorius, yang mengandung sel-sel pembau. Sel-sel ini berhubungan dengan saraf otak
pertama (nervus olfaktorius). Panjangnya sekitar 10 cm. Udara yang akan masuk ke dalam paru-
paru pertama kali akan masuk melalui hidung terlebih dahulu. Sekitar 15.000 liter udara setiap
hari akan melewati hidung.
b. Faring
udara dan makanan. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan
(nasofaring) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang. Udara
dari rongga hidung masuk ke faring. Faring berbentuk seperti tabung corong, terletak di belakang
rongga hidung dan mulut, dan tersusun dari otot rangka. Faring berfungsi sebagai jalannya udara
dan makanan. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofaring)
pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofaring) pada bagian belakang.
c. Laring
Dari faring, udara pernapasan akan menuju pangkal tenggorokan atau disebut juga laring. Laring
tersusun atas kepingan tulang rawan yang membentuk jakun. Jakun tersebut tersusun oleh tulang
lidah, katup tulang rawan, perisai tulang rawan, piala tulang rawan, dan gelang tulang rawan.
Pangkal tenggorokan dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorokan (epiglotis). Jika udara
menuju tenggorokan, anak tekak melipat ke bawah, dan ketemu dengan katup pangkal
tenggorokan sehingga membuka jalan udara ke tenggorokan. Saat menelan makanan, katup
tersebut menutupi pangkal tenggorokan dan saat bernapas katup tersebut akan membuka.
Pada pangkal tenggorokan terdapat pita suara yang bergetar bila ada udara melaluinya. Misalnya
saja saat kita berbicara.
d. Trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di
rongga dada. Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada
bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk
ke saluran pernapasan.
e. Bronkus
Bronkus tersusun atas percabangan, yaitu bronkus kanan dan kiri. Letak bronkus kanan dan kiri
agak berbeda. Bronkus kanan lebih vertikal daripada kiri. Karena strukturnya ini, sehingga
bronkus kanan akan mudah kemasukan benda asing. Itulah sebabnya paru-paru kanan
seseorang lebih mudah terserang penyakit bronkhitis.
Pada seseorang yang menderita asma bagian otot-otot bronkus ini berkontraksi sehingga akan
menyempit. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya lebih banyak benda asing yang
menimbulkan reaksi alergi. Akibatnya penderita akan mengalami sesak napas. Sedangkan pada
penderita bronkitis, bagian bronkus ini akan tersumbat oleh lendir. Bronkus kemudian bercabang
lagi sebanyak 20–25 kali percabangan membentuk bronkiolus. Pada ujung bronkiolus inilah
tersusun alveolus yang berbentuk seperti buah anggur.
f. Paru-paru
Organ yang berperan penting dalam proses pernapasan adalah paru-paru. Paru-paru merupakan
organ tubuh yang terletak pada rongga dada, tepatnya di atas sekat diafragma. Diafragma adalah
sekat rongga badan yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Paru-paru terdiri atas dua
bagian, paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan memiliki tiga gelambir yang
berukuran lebih besar daripada paru-paru sebelah kiri yang memiliki dua gelambir.
Paru-paru dibungkus oleh dua lapis selaput paru-paru yang disebut pleura. Semakin ke dalam, di
dalam paru-paru akan ditemui gelembung halus kecil yang disebut alveolus. Jumlah alveolus
pada paru-paru kurang lebih 300 juta buah. Adanya alveolus ini menjadikan permukaan paru-
paru lebih luas. Diperkirakan, luas permukaan paruparu sekitar 160 m2. Dengan kata lain, paru-
paru memiliki luas permukaan sekitar 100 kali lebih luas daripada luas permukaan tubuh.
Dinding alveolus mengandung kapiler darah. Oksigen yang terdapat pada alveolus berdifusi
menembus dinding alveolus, lalu menem bus dinding kapiler darah yang mengelilingi alveolus.
Setelah itu, masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat oleh hemoglobin yang terdapat di dalam
sel darah merah sehingga terbentuk oksihemoglobin (HbO2). Akhirnya, oksigen diedarkan oleh
darah ke seluruh tubuh. Setelah sampai ke dalam sel-sel tubuh, oksigen dilepaskan sehingga
oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Oksigen ini digunakan untuk oksidasi.
Karbon dioksida yang dihasilkan dari respirasi sel diangkut oleh plasma darah melalui pembuluh
darah menuju ke paru-paru. Sesampai di alveolus, CO2 menembus dinding pembuluh darah dan
din ding
alveolus. Dari alveolus, karbondioksida akan disalurkan menuju hidung untuk dikeluarkan. Jadi
proses pertukaran gas sebenarnya berlangsung di alveolus.
2. Mekanisme Pernafasan Manusia
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur
sekalipun, karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat
terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar
dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan
darah dalam kapiler. Pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam
kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan di
luar rongga dada lebih besar, maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga
dada lebih besar maka udara akan keluar.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara ( inspirasi) dan pengeluaran
udara ( ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan
dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
1. Pernafasan Dada
Apabila kita menghirup dan menghempaskan udara menggunakan pernapasan dada, otot yang
digunakan yaitu otot antartulang rusuk. Otot ini terbagi dalam dua bentuk, yakni otot antartulang
rusuk luar dan otot antartulang rusuk dalam.
Saat terjadi inspirasi, otot antartulang rusuk luar berkontraksi, sehingga tulang rusuk menjadi
terangkat. Akibatnya, volume rongga dada membesar. Membesarnya volume rongga dada
menjadikan tekanan udara dalam rongga dada menjadi kecil/berkurang, padahal tekanan udara
bebas tetap. Dengan demikian, udara bebas akan mengalir menuju paru-paru melewati saluran
pernapasan.
Sementara saat terjadi ekspirasi, otot antartulang rusuk dalam berkontraksi
(mengkerut/mengendur), sehingga tulang rusuk dan tulang dada ke posisi semula. Akibatnya,
rongga dada mengecil. Oleh karena rongga dada mengecil, tekanan dalam rongga dada menjadi
meningkat, sedangkan tekanan udara di luar tetap. Dengan demikian, udara yang berada dalam
rongga paru-paru menjadi terdorong keluar.
2. Pernafasan Perut
Pada proses pernapasan ini, fase inspirasi terjadi apabila otot diafragma (sekat rongga dada)
mendatar dan volume rongga dada membesar, sehingga tekanan udara di dalam rongga dada
lebih kecil daripada udara di luar, akibatnya udara masuk. Adapun fase ekspirasi terjadi apabila
otot-otot diafragma mengkerut (berkontraksi) dan volume rongga dada mengecil, sehingga
tekanan udara di dalam rongga dada lebih besar daripada udara di luar. Akibatnya udara dari
dalam terdorong ke luar.
3. Mekanisme Pertukaran Gas Oksigen (02)dan Karbondioksida (CO2)
Udara lingkungan dapat dihirup masuk ke dalam tubuh makhluk hidup melalui dua cara, yakni
pernapasan secara langsung dan pernapasan tak langsung. Pengambilan udara secara
langsung dapat dilakukan oleh permukaan tubuh lewat proses difusi. Sementara udara yang
dimasukan ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan dinamakan pernapasan tidak langsung.
Saat kita bernapas, udara diambil dan dikeluarkan melalui paruparu. Dengan lain kata, kita
melakukan pernapasan secara tidak langsung lewat paru-paru. Walaupun begitu, proses difusi
pada pernapasan langsung tetap terjadi pada paru-paru. Bagian paru-paru yang meng alami
proses difusi dengan udara yaitu gelembung halus kecil atau alveolus.
Oleh karena itu, berdasarkan proses terjadinya pernapasan, manusia mempunyai dua tahap
mekanisme pertukaran gas. Pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida yang dimaksud yakni
mekanisme pernapasan eksternal dan internal.
a. Pernafasan Eksternal
Ketika kita menghirup udara dari lingkungan luar, udara tersebut akan masuk ke dalam paru-
paru. Udara masuk yang mengandung oksigen tersebut akan diikat darah lewat difusi. Pada saat
yang sama, darah yang mengandung karbondioksida akan dilepaskan. Proses pertukaran oksigen
(O2) dan karbondioksida (CO2) antara udara dan darah dalam paru-paru dinamakan pernapasan
eksternal.
Saat sel darah merah (eritrosit) masuk ke dalam kapiler paru-paru, sebagian besar CO2 yang
diangkut berbentuk ion bikarbonat (HCO- 3) . Dengan bantuan enzim karbonat anhidrase,
karbondioksida (CO2) air (H2O) yang tinggal sedikit dalam darah akan segera berdifusi keluar.
Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.
Seketika itu juga, hemoglobin tereduksi (yang disimbolkan HHb) melepaskan ion-ion
hidrogen (H+) sehingga hemoglobin (Hb)-nya juga ikut terlepas. Kemudian, hemoglobin akan
berikatan dengan oksigen (O2) menjadi oksihemoglobin (disingkat HbO2).
Proses difusi dapat terjadi pada paru-paru (alveolus), karena adaperbedaan tekanan parsial
antara udara dan darah dalam alveolus. Tekanan parsial membuat konsentrasi oksigen dan
karbondioksida pada darah dan udara berbeda.
Tekanan parsial oksigen yang kita hirup akan lebih besar dibandingkan tekanan parsial oksigen
pada alveolus paru-paru. Dengan kata lain, konsentrasi oksigen pada udara lebih tinggi daripada
konsentrasi oksigen pada darah. Oleh karena itu, oksigen dari udara akan berdifusi menuju darah
pada alveolus paru-paru.
Sementara itu, tekanan parsial karbondioksida dalam darah lebih besar dibandingkan tekanan
parsial karbondioksida pada udara. Sehingga, konsentrasi karbondioksida pada darah akan lebih
kecil di bandingkan konsentrasi karbondioksida pada udara. Akibatnya, karbondioksida pada
darah berdifusi menuju udara dan akan dibawa keluar tubuh lewat hidung.
b. Pernafasan Internal
Berbeda dengan pernapasan eksternal, proses terjadinya pertukaran gas pada pernapasan internal
berlangsung di dalam jaringan tubuh. Proses pertukaran oksigen dalam darah dan karbondioksida
tersebut berlangsung dalam respirasi seluler.
Setelah oksihemoglobin (HbO2) dalam paru-paru terbentuk, oksigen akan lepas, dan selanjutnya
menuju cairan jaringan tubuh. Oksigen tersebut akan digunakan dalam proses metabolisme sel.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
Proses masuknya oksigen ke dalam cairan jaringan tubuh juga melalui proses difusi. Proses
difusi ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara
darah dan cairan jaringan. Tekanan parsial oksigen dalam cairan jaringan, lebih rendah
dibandingkan oksigen yang berada dalam darah. Artinya konsentrasi oksigen dalam cairan
jaringan lebih rendah. Oleh karena itu, oksigen dalam darah mengalir menuju cairan jaringan.
Sementara itu, tekanan karbondioksida pada darah lebih rendah daripada cairan jaringan.
Akibatnya, karbondioksida yang terkandung dalam sel-sel tubuh berdifusi ke dalam darah.
Karbondioksida yang diangkut oleh darah, sebagian kecilnya akan berikatan bersama
hemoglobin membentuk karboksi hemoglobin (HbCO2). Reaksinya sebagai berikut.
Namun, sebagian besar karbondioksida tersebut masuk ke dalam plasma darah dan
bergabung dengan air menjadi asam karbonat (H2CO3). Oleh enzim anhidrase, asam
karbonat akan segera terurai menjadi dua ion, yakni ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat
(HCO- Persamaan reaksinya sebagai berikut.
CO2 yang diangkut darah ini tidak semuanya dibebaskan ke luar tubuh oleh paru-paru,
akan tetapi hanya 10%-nya saja. Sisanya yang berupa ion-ion bikarbonat yang tetap
berada dalam darah. Ion-ion bikarbonat di dalam darah berfungsi sebagai bu. er atau larutan
penyangga.\ Lebih tepatnya, ion tersebut berperan penting dalam menjaga stabilitas pH (derajat
keasaman) darah.
Http://Zaifbio.Wordpress.Com/2010/01/13/Sistem-Respirasi-Manusia/
Asma bronkiale
Bab I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan dengan perubahan pola
hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam
makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit
asma. (Medlinux, 2008)
Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total.
Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari
ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta
faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi
penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi
oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu
lebih lama, sering menjadi problem tersendiri.
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan
peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas dan
batuk terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luas inflamasi,
menyebabkan obstruksi saluran napas yang bervariasi derajatnya dan bersifat reversibel secara
spontan maupun dengan pengobatan.
I.2. Tujuan
Dampak asma ditunjukkan oleh penelitian dari Amerika Serikat. Penderita asma anak
kehilangan 10,1 juta hari sekolah atau 2 kali lebih besar dibanding anak yang tidak menderita
asma, menyebabkan 12,9 juta kunjungan ke dokter dan perawatan di rumah sakit bagi sebanyak
200.000 penderita per tahun. Survei yang sama juga membuktikan adanya keterbatasan aktivitas
pada 30% penderita asma dibanding hanya 5% pada yang bukan penderita asma. Demikian pula
pada penderita asma dewasa. Suatu penelitian melaporkan jumlah pekerja yang absen karena
asma lebih dari 6 hari per tahun mencapai 19,2% pada
penderita asma derajat sedang dan berat, serta 4,4% pada penderita asma derajat ringan.
Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat juga melaporkan terdapat
sekitar 2 juta penderita asma yang mengunjungi unit gawat darurat dengan 500.000 penderita di
antaranya harus di rawat di rumah sakit setiap tahunnya. Ditinjau dari segi biaya, pengobatan
asma tidak dapat dikatakan murah.
Di negara maju biaya pengobatan asma setiap penderita berkisar antara 300-1300 US$ per tahun.
Sedangkan di Amerika Serikat secara keseluruhan mencapai 12 milyar US$ per tahun, baik
untuk biaya langsung seperti biaya dokter, obat, dan rumah sakit, maupun untuk biaya tidak
langsung akibat hilangnya produktivitas kerja. Selain menimbulkan morbiditas yang telah
dikemukakan di atas, asma juga dapat menyebabkan kematian. WHO memperkirakan tahun
2005 di seluruh dunia terdapat 255.000 penderita meninggal karena asma, sebagian besar atau
80% terjadi di negara - negara sedang berkembang.
Semoga dengan terbentuknya makalah ini dapat membantu saudara – saudara kita yang
membutuhkan informasi seputar asma, cara pencegahan, serta perawatan terhadap asma. Dan
semoga dengan adanya makalah ini, maka semakin banyak saudara – saudara kita yang
terselamatkan dari gangguan asma.
BAB II
Pembahasan
II.1.Definisi
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan
derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Soeparman,
1990).
Menurut Sylvia Anderson (1995 : 149) asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa
penyempitan bronkus yang reversibel, dipisahkan oleh masa di mana ventilasi jalan nafas
terhadap berbagai rangsang.
Asma adalah suatu inflamasi kronis saluran nafas yang melibatkan sel eosinofil, sel mast,
sel netrofil, limfosit dan makrofag yang ditandai dengan wheezing, sesak nafas kumat-kumatan,
batuk, dada terasa tertekan dapat pulih kembali dengan atau tanpa pengobatan (Cris Sinclair,
1994)
Samsuridjal dan Bharata Widjaja (1994) menjelaskan asma adalah suatu penyakit
peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Sifat
peradangan pada asma khas yaitu tanda-tanda peradangan saluran nafas disertai infliltrasi sel
eosinofil.
Asma merupakan suatu keadaan gangguan / kerusakan bronkus yang ditandai dengan
spasme bronkus yang reversibel (spasme dan kontriksi yang lama pada jalan nafas) (Joyce M.
Black,1996).
Menurut Crocket (1997) asthma bronkiale didefinisikan sebagai penyakit dari sistem pernafasan
yang meliputi peradangan dari jalan nafas dengan gejala bronkospasme yang reversibel.
Asma merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang
bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon
trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan
nafas. (Medicafarma,2008)
II.2.Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi
Gambar : Otot Polos Bronkhiolus Penderita Asma
Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang
masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap
oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses
dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui
penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui penglepasan Interleukin 2 (II-2)
oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel
plasthma dan membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil
yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh karena kedua sel tersebut pada
permukaannya memiliki reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki
reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel
mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang
tersebut sudah dianggap desentisisasi atau baru menjadi rentan
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang
sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastofit
dan basofil. Ikatan tersebut akan menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan
dalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel. Dalam proses
degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah mediator yang sudah terkandung dalam
granul-granul (preformed) di dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin,
Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic Factor (NCF), trypase dan
kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator tersebut ialah obstruksi oleh histamin
Hiperreaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut (konstriksi) bila
terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak
menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur,
bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan. Dewasa ini
telah diketahui bahwa hiper rektifitas bronkus disebabkan oleh inflamasi bronkus yang kronik.
Sel-sel inflamasi terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus
pasien asthma bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas berhubungan
dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan
dengan uji provokasi yang menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asthma dianggap secara klinik
sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi
bronkus dan secara patologik sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya, infiltrasi sel radang
terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang menyebabkan getaran silia dan mukus di
atasnya sehingga salah satu daya pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi.
Ditemukan pula pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh mukus
terutama pada cabang-cabang bronchus
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus serta hipersekresi
mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan percabangannya sehingga akan menimbulkan
rasa sesak, nafas berbunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress
yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno
corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah
akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan kemampuan untuk
melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada
bronkhus sehingga menimbulkan asma bronkiale.
Asma Ekstrinsik dibagi menjadi :
Asma ekstrinsik atopik
Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:
Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan dapat diperlihatkan
dengan reaksi kulit tipe
Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehdupan, 85% kasus timbul sebelum
usia 30 tahun
Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa puber, dengan serangan
asma yang berbeda-beda
Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya gejala yang timbul. Jika
serangan pertama pada usia muda disertai dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis
menjadi jelek.
Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan tubuh pada IgE yang
timbul terutama pada awal kehidupan dan cenderung berkurang di kemudian hari
Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif
Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik
Ada riwayat keluarga yang menderita asma
Terhadap pengobatan memberikan respon yang cepat
Asma ekstrinsik non atopik
Memiliki sifat-sifat antara lain:
Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-macam alergen yang spesifik
Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat dan ganda terhadap alergi yang
tersensitasi dapat menjadi positif
Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik
Timbulnya gejala cenderung pada saat akhir kehidupan atau di kemudian hari
(Medicafarma,2008)
Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Gambar: Penyempitan saluran nafas
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan alergen tetapi terjadi
akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani
yang berat, serta tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat gangguan
saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade adrenergik beta dan
hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan
daripada adrenergik alfa. Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga
meningkat yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang berada dalam membran sel
yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini
dirangsang, maka enzim adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam
sel menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi otot-otot polos
bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit / basofil dan menghambat sekresi
kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa
lebih dominan akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini dikenal
dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).
Sifat dari asma intrinsik :
• Alergen pencetus sukar ditentukan
• Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit memberi hasil negative
• Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma dicetuskan oleh penyebab
dan melalui mekanisme yang berbeda – beda
• Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30 tahun dan disebut juga
late onset asma
• Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan seringkali menimbulkan
kematian bila pengobatan tanpa disertai kortikosteroid.
• Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik, namun tidak dapat
dibuktikan dengan keterlibatan IgE
• Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan asma ekstrinsik
• Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid, misalnya sel LE
• Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%
• Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai
Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Sehingga
semakin kompleks. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
II.3.Patofisiologi Asma
Secara ringkas patofisiologi dari asma bronkhiale seperti gambar berikut :
Gambar: saluran nafas normal (kiri) dan saluran nafas penderita asma (kanan)
Suatu serangan asma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada
dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu
diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan
ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen
diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal
kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma
dan membentuk imunoglobulin E (IgE). IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada
dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang,
maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu
terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E
yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++
kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan
menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing
suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan
lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos
baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme,
peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang
menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan
peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi
ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat
alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat
lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma
intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap
pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu
binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma
intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus
yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti :
ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan
mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).
Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa
yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus.
Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak
nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ).
Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak
pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir
tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi
dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).
II.4.Faktor yang mempengaruhi timbulnya Asma
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen
kedalam tubuh. Serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida (CO2)
sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi (Lorraine M.wilson,1995).
Secara garis besar saluran pernafasan dibagi menjadi dua zona, zona konduksi yang dimulai
dari hidung, faring, laring,trakea, bronkus, bronkiolus segmentalis dan berakir pada bronkiolus
terminalis. Sedangkan zona respiratoris dimulai dari bronkiolus respiratoris, duktus alveoli dan
berakhir pada sakus alveulus terminalis (N.L.G.Yasmin, 1995 dan Syaifuddin,1997).
Saluran pernafasan mulai dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membran mukosa
yang bersilia. Ketika udara masuk kerongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan
dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari
epiotel thorak yang bertingkat, bersilia dan bersel goblet.Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan
mukus yang sisekresi sel goblet dan kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat
disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung. Sedangkan partikel yang
halus akan terjerat dalam lapisan mukus untuk kemudian dibatukkan atau ditelan. Air untuk
kelembapan diberikan oleh lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplai keudara inspirasi
berasal dari jaringan dibawahnya yang kaya dengan pembulu darah, sehingga bila udara
mencapai faring hampir bebas debu,bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembapanya mencapai
100%(Lorraine M. Wilson, 1995).
Asma ditandai dengan timbulnya mengi (wheezing), batuk dan rasa sesak di dada, sebagai
akibat adanya bronkokonstriksi. Angka kesakitan dan kematian terus meningkat, dan meskipun
telah dilakukan penelitian intensif, dasar penyebabnya masih belum diketahui. Namun terdapat 3
kelainan pada asma : sumbatan jalan napas yang sebagian reversible, inflamasi jalan napasserta
hiperrespins jalan napas etrhadap berbagai rangsang.
Adanya kaitan dengan alergi telah lama diketahui, dan kadar IgE plasma seringkali
meningkat. Protein yang dilepaskan dari eosinofil pada reaksi inflamasi dapat merusak epitel
saluran napas dan ikut berperan pada hiperrespons. Eosinofil dan sel mast melepaskan leukotrien
yang menyebebakan bronkokonstriksi. Takikinin yang dilepas dari saraf sensorik pada saluran
napas mungkin ikut berperan, dan didapatkan bukti adanya defisiensi VIP, suatu bronkodilator.
Serangan asma lebih berat saat larut malam dan dini hari, karena seperti telah diuraikan
sebelumnya, saat itu merupakan periode konstriksi maksimal irama sirkadian tonun bronkus.
Udara dingin dan latihan fisik, yang keduanya biasanya menyebabkan brokokonstriksi, juga
memicu serangan asma, dan pengaruh keduanya dicegah oleh penghambat sintesis atau kerja
leukotrien. Rseptpr adrenergik-b memperantarai bronkodilatasi, dan pengobatan dengan inhalasi
agonis adrenergik-b merupaka terapi standar ams. Reseptor muskarinik memperantarai
bronkokonstriksi, dan obat penghambat muskarinik kolinergik juga digunakan untuk pengobatan
asma. Obat tambahan lain yang lazim digunakan adalah kromolin, yang menghamat pelepasan
produk sel mast, dan glukokortikoid, yang menghambat respons inflamasi.
Udara mengalir dari hidung kefaring yang merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernafasan dan jalan makanan. Faring dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : nasofaring,
orofaring dan laringofaring. Dibawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa
tempat terdapat follikel getah bening yang dinamakan adenoid. Disebelahnya terdapat dua buah
tonsil kiri dan kanan dari tekak, (Syaifuddin,1997).
Laring merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan
bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke trakea di bawahnya
(Syaifuddin,1997). Laring merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot
dan mengandung pita suara. Diantara pita suara terdapat glotis yang merupakan pemisah saluran
pernafasan bagian atas dan bawah. Pada saat menelan, gerakan laring keatas, penutupan dan
fungsi seperti pintu pada aditus laring dari epiglotis yang berbentuk daun berperan untuk
mengarahkan makanan ke esofagus, tapi jika benda asing masih bisa melampaui glotis, maka
laring mempunyai fungsi batuk yang akan membantu merngeluarkan benda dan sekret keluar
dari saluran pernafasan bagian bawah, (Larroin M.W, 1995).
Trakea dibentuk 16 sampai dengan 20 cincin tulang rawan, yang berbentuk seperti kuku
kuda dengan panjang kurang lebih 5 inci (9-11 cm), lebar 2,5 cm, dan diantara kartilago satu
dengan yang lain dihubaungkan oleh jaringan fibrosa, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir
yang berbulu getar(sel bersilia) yang hanya bergerak keluar. Sel-sel bersilia ini berguna untuk
mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama udara pernafasan, dan dibelakang terdiri
dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos dan lapisan mukusa, (Syaifuddin,1997).
Bronkus merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yamg terdapat pada ketinggian
vertebra torakalis ke IV dan V. Sedangkan tempat dimana trakea bercabang menjadi bronkus
utama kanan dan kiri disebut karina. Karina memiliki banyak syaraf dan dapat menyebabkan
bronkospasme dan batuk yang kuat jika batuk dirangsang . Bronkus utama kanan lebih pendek ,
lebih besar dan lebih vertikal dari yang kiri. Terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang.
Bronkus utama kiri lebih panjang,dan lebih kecil, terdiri dari 9-12 cicin serta mempunyai dua
cabang,(Syaifuddin,1997).
Bronkiolus terminalis merupakan saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli
(kantung udara) dan memiliki garis 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan,
tapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukuranya dapat berubah. Seluruh saluran uadara ,mulai
dari hidung sampai bronkiolus terminalis ini disebut saluran penghantar udara atau zona
konduksi. Bronkiolus ini mengandung kolumnar epitellium yang mengandung lebih banyak sel
goblet dan otot polos, diantaranya strecch reseptor yang dilanjutkan oleh nervus vagus,(Lorraine
M. Wilson,1995).
Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru , yaitu
tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari : Bronkiolus respiratoris, duktus alveolaris dan sakus
alveolaris terminalis yang merupakan struktur akhir dari paru. (Lorraine M.Wilson,1995 ).
Secara garis besar fungsi pernafasan dapat dibagi menjadi dua yaitu pertukaran gas dan
keseimbangan asam basa. Fungsi pertukaran gas ada tiga proses yang terjadi.
Pertama ventilasi, merupakan proses pergerakan keluar masuknya udara melalui cabang-
cabang trakeo bronkial sehingga oksigen sampai pada alveoli dan karbondioksida dibuang.
Pergerakan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan. Udara akan mengalir dari tekanan yang
tianggi ke tekanan yang rendah. Selama inspirasi volume thorak bertambah besar karena
diafragma turun dan iga terangkat. Peningkatan volume ini menyebabkan menurunan tekanan
intra pleura dari –4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir) menjadi sekita –8mmHg. Pada saat
yang sama tekanan pada intra pulmunal menurun –2 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfir).
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menyebabkan udara mengalir kedalam paru
sampai tekanan saluran udara sama dengan tekanan atmosfir. Pada ekspirasi tekanan intra
pulmunal bisa meningkat 1-2 mmHg akibat volume torak yang mengecil sehingga udara
mengalir keluar paru,(Lorraine M. Wilson,1995).
Proses kedua adalah difusi yaitu masuknya oksigen dari alveoli ke kapiler melalui membran
alveoli-kapiler. Proses ini terjadi karena gas mengalir dari tempat yang tinggai tekanan
parsialnya ketempat yang lebih rendah tekanan partialnya. Oksigen dalam alveoli mempunyai
tekanan partial yang lebih tinggi dari oksigen yang berada didalam darah. Karbondioksida darah
lebih tinggi tekanan partialnya dari pada karbondioksida dialveoli. Akibatnya karbondioksida
mengalir dari darah ke alveoli,(John Gibson,1995).
Proses ketiga adalah perfusi yaitu proses penghantaran oksigen dari kapiler ke jaringan
melalui transpor aliran darah. Oksigen dapat masik ke jaringan melalui dua jalan : pertama
secara fisik larut dalam plasma dan secara kimiawi berikata dengan hemoglobin sebagai
oksihemoglobin, sedangkan karbondioksida ditransportasi dalam darah sebagai bikarbonat,
natrium bikarbonat dalam plasma dan kalium bikarbonat dalam sel-sel darah merah. Satu gram
hemoglobin dapat mengika 1,34 ml oksigen. Karena konsentrasi hemoglobin rata-rata dalam
darah orang dewasa sebesar 15 gram, maka 20,1 ml oksigen bila darah jenuh total ( Sa O2 =
100% ),bila darah teroksigenasi mencapai jaringan . Oksigen mengalir dari darah masuk ke
cairan jaringan karena tekanan partial oksigen dalam darah lebih besar dari pada tekanan dalam
cairan jaringan. Dari dalam cairan jaringan oksigen mengalir kedalan sel-sel sesuai kebutuhan
masing-masing. Sedangkan karbondioksida yang dihasilkan dalam sel mengalir kedalam cairan
jaringan. Tekanan partial karbondioksida dalam jaringan lebih besar dari pada tekanan dalam
darah maka karbondioksida mengalir dari cairan jaringan kedalam darah (Lorraine M.Wilson,
1995).
Fungsi sebagain pengaturan keseimbangan asam basa : pH darah yang normal berkisar 7,35
– 7,45. Sedangkan manusia dapat hidup dalam rentang pH 7,0 – 7,45. Pada peninggian CO2
baik karena kegagalan fungsi maupun tambahnya produksi CO2 jaringan yang tidak
dikompensasi oleh paru menyebabkan perubahan pH darah. Asidosis respiratoris adalah keadaan
terjadinya retensi CO2 atau CO2 yang diproduksi oleh jaringan lebih banyak dibandingkan yang
dibebaskan oleh paru. Sedangkan alkalosis respiratorius adalah suatu keadaan Pa CO2 turun
akibat hiper ventilasi, (Hudak dan Gallo,1997 ).
II.5.Faktor Pencetus Serangan Asthma Bronkiale
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asthma bronkiale atau sering disebut sebagai
faktor pencetus adalah :
(1) Alergen
Alergen adalah sat-zat tertentu bila dihisap atau di makan dapat menimbulkan serangan asthma,
misalnya debu rumah, tungau debu rumah (Dermatophagoides pteronissynus) spora jamur, serpih
kulit kucing, bulu binatang, beberapa makanan laut dan sebagainya.
(2) Infeksi saluran nafas
Infeksi saluran nafas terutama oleh virus seperti influenza merupakan salah satu faktor pencetus
yang paling sering menimbulkan asthma bronkiale. Diperkirakan dua pertiga penderita asthma
dewasa serangan asthmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran nafas (Sundaru, 1991).
(3) Tekanan jiwa
Tekanan jiwa bukan sebagai penyebab asthma tetapi sebagai pencetus asthma, karena banyak
orang yang mendapat tekanan jiwa tetapi tidak menjadi penderita asthma bronkiale. Faktor ini
berperan mencetuskan serangan asthma terutama pada orang yang agak labil kepribadiannya. Hal
ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Yunus, 1994). Tekanan jiwa merupakan pencetus
perubahan pada paru yang memungkinkan terjadinya asma. Kecemasan yang berlangsung terus
menerus tanpa adanya suatu tindakan akan mengakibatkan peningkatan kecemasan ke level yang
lebih parah dan meningkatkan resiko cedera, fungsi fisiologi abnormal (Carol Taylor, 1997 :
783). Respon yang ditimbulkan oleh kecemasan dapat dimanifestasikan oleh syaraf
otonom (simpatis dan parasimpatis). Respon simpatis akan menyebabkan pelepasan epineprin,
adanya peningkatan epineprin mengakibatkan denyut jantung cepat, pernafasan cepat dan
dangkal, tekanan pada arteri meningkat. Kecemasan juga berdampak negatif pada fisiologi tubuh
manusia antara lain dampak pada kardiovaskuler, sistem respirasi, gastro intestinal,
neuromuscular, traktus urinarius, kulit, dampak pada perilaku, kognitif dan afektif.
(4) Olah raga / kegiatan jasmani yang berat
Sebagian penderita asthma bronkiale akan mendapatkan serangan asthma bila melakukan olah
raga atau aktifitas fisik yang berlebihan. Lari cepat dan bersepeda paling mudah menimbulkan
serangan asthma. Serangan asthma karena kegiatan jasmani (Exercise induced asthma /EIA)
terjadi setelah olah raga atau aktifitas fisik yang cukup berat dan jarang serangan timbul
beberapa jam setelah olah raga.
(5) Obat-obatan
Beberapa pasien asthma bronkiale sensitif atau alergi terhadap obat tertentu seperti penicillin,
salisilat, beta blocker, kodein dan sebagainya.
(6) Polusi udara
Pasien asthma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik / kendaraan, asap rokok, asap
yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
(7) Lingkungan kerja
Diperkirakan 2 – 15% pasien asthma bronkiale pencetusnya adalah lingkunagn kerja (Sundaru,
1991).
II.6.Gejala Klinis Penyakit Asma
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang
lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk
yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan
tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak,
dirasakan makin lama makin meningkat atau tiba-tiba menjadi lebih berat. Wheezing terutama
terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau lambatnya aliran
udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot
pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk
hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin
kental dahak, maka keluhan sesak akan semakin berat.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk
dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien
dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak
napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi
pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita
tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2
dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan
memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta
meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai
110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons
hipoksemia.
Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang yang
nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma. Dan beberapa gejala lain yang dialami
penderita asma yaitu;
• Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale).
• Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau cuaca dingin.
• Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit.
Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya
dalam mengatur pernafasan.
Pada usia anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal dirongga dada atau leher. Selama
serangan asma, rasa kecemasan yang berlebihan dari penderita dapat memperburuk keadaanya.
Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
II.7.Dampak yang ditimbulkan oleh asma Bronkhiale
Dampak yang ditimbulkan oleh asma Bronkhiale pada:
Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan berupa :
a. Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas, perpendekan periode inspirasi,
pemanjangan ekspirasi
b. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan bahu waktu
bernafas).
c. Pernafasan cuping hidung.
d. Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.
e. Batuk keras, kering dan akhirnya batuk produktif.
f. Faal paru terdapat penurunan FEV1.
Sistem Kardiovaskuler
a. Takikardia
b. Tensi meningkat
c. Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah) 10 mmHg pada waktu inspirasi).
d. Sianosis
e. Diaforesis
f. Dehidrasi
Psikologis
a. Peningkatan ansietas (kecemasan) : takut mati, takut menderita, panik, gelisah.
b. Ekspresi marah, sedih, tidak percaya dengan orang lain, tidak perhatian.
c. Ekspresi tidak punya harapan, helplessness.
Hematologi
a. Eosinofil meningkat > 250 / mm3
b. Penurunan limfosit dan komponen sel darah putih yang lain.
c. Penurunan Immunoglobulin A (IgA)
II.8. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
• Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
• Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
• Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
• Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
Pemeriksaan darah
• Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
• Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
• Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
• Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan
menurun pada waktu bebas dari serangan. (Medicafarma,2008)
II.9. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan
rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi,
maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
• Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
• Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
• Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
• Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
• Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat
dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru. (Medicafarma,2008)
II.10. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi
yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel. (Medicafarma,2008)
II.9. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian,
dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
• Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwise
rotation.
• Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle
branch block).
• Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya
depresi segmen ST negative. (Medicafarma,2008)
II.10. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih
dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi
juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa
keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
II.11. Berdasarkan Keparahan Penyakit
Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam beberapa jam atau hari,
gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan, fungsi paru normal dan asimtomatik di
antara waktu serangan, Peak Expiratory Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second
(PEV1) > 80%
Asma ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari, eksaserbasi mengganggu
aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 >
80%
Asma sedang (moderate)
Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari
terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta 2 agonis kerja cepat dalam
keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%
Asma parah (severe)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma malam hari sering
terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF dan PEV1 < 60%
II.12. Penatalaksanaan
Pendidikan / edukasi kepada penderita dan keluarga
Pengobatan yang efektif hanya mungkin berhasil dengan penatalaksanaan yang komprehensif,
dimana melibatkan kemampuan diagnostik dan terapi dari seorang dokter Puskesmas di satu
pihak dan adanya pengertian serta kerjasama penderita dan keluarganya di pihak lain.
Pendidikan kepada penderita dan keluarganya adalah menjadi tanggung jawab dokter
Puskesmas, sehingga dicapai hasil pengobatan yang memuaskan bagi semua pihak.
Beberapa hal yang perlu diketahui dan dikerjakan oleh penderita dan keluarganya adalah :
1. Memahami sifat-sifat dari penyakit asma :
• Bahwa penyakit asma tidak bisa sembuh secara sempurna.
• Bahwa penyakit asma bisa disembuhkan tetapi pada suatu saat oleh karena
faktor tertentu bisa kambuh lagi.
• Bahwa kekambuhan penyakit asma minimal bisa dijarangkan dengan
pengobatan jangka panjang secara teratur.
2. Memahami faktor yang menyebabkan serangan atau memperberat serangan,
seperti :
• Inhalan : debu rumah, bulu atau serpihan kulit binatang anjing, kucing,
kuda dan spora jamur.
• Ingestan : susu, telor, ikan, kacang-kacangan, dan obat-obatan tertentu.
Kontaktan : zalf kulit, logam perhiasan.
• Keadaan udara : polusi, perubahan hawa mendadak, dan hawa yang
lembab.
• Infeksi saluran pernafasan.
• Pemakaian narkoba atau napza serta merokok.
• Stres psikis termasuk emosi yang berlebihan.
• Stres fisik atau kelelahan.
Penderita dan keluarga sebaiknya mampu mengidentifikasi hal-hal apa
saja yang memicu dan memperberat serangan asma penderita. Perlu diingat bahwa pada
beberapa pasien, faktor di atas bersifat individual dimana antara pasien satu dan yang lainnya
tidaklah sama tetapi karena hal itu sulit untuk ditentukan secara pasti maka lebih baik untuk
menghindari faktor-faktor si atas.
3. Memahami faktor-faktor yang dapat mempercepat kesembuhan, membantu
perbaikan dan mengurangi serangan :
• Menghindari makanan yang diketahui menjadi penyebab serangan
(bersifat individual).
• Menghindari minum es atau makanan yang dicampur dengan es.
• Berhenti merokok dan penggunakan narkoba atau napza.
• Menghindari kontak dengan hewan diketahui menjadi penyebab serangan.
• Berusaha menghindari polusi udara (memakai masker), udara dingin dan
lembab.
• Berusaha menghindari kelelahan fisik dan psikis.
• Segera berobat bila sakit panas (infeksi), apalagi bila disertai dengan batuk
dan pilek.
• Minum obat secara teratur sesuai dengan anjuran dokter, baik obat
simptomatis maupun obat profilaksis.
• Pada waktu serangan berusaha untuk makan cukup kalori dan banyak
minum air hangat guna membantu pengenceran dahak.
• Manipulasi lingkungan : memakai kasur dan bantal dari busa, bertempat di
lingkungan dengan temperatur hangat.
4. Memahami kegunaan dan cara kerja dan cara pemakaian obat – obatan yang
diberikan oleh dokter :
• Bronkodilator : untuk mengatasi spasme bronkus.
• Steroid : untuk menghilangkan atau mengurangi peradangan.
• Ekspektoran : untuk mengencerkan dan mengeluarkan dahak.
• Antibiotika : untuk mengatasi infeksi, bila serangan asma dipicu adanya
infeksi saluran nafas.
5. Mampu menilai kemajuan dan kemundur an dari penyakit dan hasil pengobatan.
6. Mengetahui kapan “self treatment” atau pengobatan mandiri harus diakhiri dan
segera mencari pertolongan dokter.
Penderita dan keluarganya juga harus mengetahui beberapa pandangan yang salah tentang asma,
seperti :
1. Bahwa asma semata-mata timbul karena alergi, kecemasan atau stres, padahal keadaan
bronkus yang hiperaktif merupakan faktor utama.
2. Tidak ada sesak bukan berarti tidak ada serangan.
3. Baru berobat atau minum obat bila sesak nafas saja dan segera berhenti minum obat bila sesak
nafas berkurang atau hilang.
Pengobatan asma
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan
farmakologik.
1. Pengobatan non farmakologik
a) Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehinggan
klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada lingkungannya,
serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan
yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan
drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan
pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent,
metrapel ).
b) Metil Xantin Golongan Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini
diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang
dewasa diberikan 125-200 mg empat kali sehari.
c) Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800
empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2
kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan
secara oral.
f) Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutkan drip
Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f) Antibiotik spektrum luas.
4. Pengobatan simptomatik
Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah :
a) Mengatasi serangan asma dengan segera.
b) Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.
c) Mencegah serangan berikutnya.
Obat pilihan untuk pengobatan simpatomimetik di Puskesmas adalah:
1) Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta)
a) Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Obat ini tersedia di Puskesmas dalam kemasan ampul 2 cc.
Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 : 1.000 injeksi subcutan.
Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis maksimal 0,25 cc. Bila belum ada perbaikan,
bisa diulangi sampai 3 X tiap15-30 menit.
b) Efedrin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 25 mg. Aktif dan efektif
diberikan peroral.
c) Salbutamol. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet kemasan 2 mg dan 4 mg. Salbutamol
merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja cepat dengan efek samping minimal. Dosis :
3-4 X 0,05-0,1 mg/kg BB
2) Bronkodilator golongan teofilin
a) Teofilin. Obat ini tidak tersedia di Puskesmas. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari oral atau IV.
b) Aminofilin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 200 mg dan injeksi 240 mg/ampul.
Dosis intravena : 5-6 mg/kg BB diberikan pelan-pelan. Dapat diulang 6-8 jam kemudian , bila
tidak ada perbaikan. Dosis : 3-4 X 3-5 mg/kg BB
c) Kortikosteroid. Obat ini tersedia di Puskesmas tetapi sebaiknya hanya dipakai dalam keadaan
pengobatan dengan bronkodilator baik pada asma akut maupun kronis tidak memberikan
hasil yang memuaskan dan keadaan asma yang membahayakan jiwa penderita (contoh :
status asmatikus). Dalam pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid dapat
diberikan dalam dosis besar baik oral maupun parenteral, tanpa perlu tapering off. Obat
pilihan hidrocortison dan dexamethason (Medlinux,2008)
d) Ekspektoran.
Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan menjadi salah
satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan dan dikeluarkan. Sebaiknya
jangan memberikan ekspektoran yang mengandung antihistamin, sedian yang ada di
Puskesmas adalah Obat Batuk Hitam (OBH), Obat Batuk Putih (OBP), Glicseril guaiakolat
(GG) (Medlinux,2008)
e) Antibiotik
Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh rangsangan infeksi
saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang meninggi.
5. Pengobatan Profilaksis
Pengobatan profilaksis dianggap merupakan cara pengobatan yang paling
rasional, kar ena sasaran obat-obat tersebut langsung pada faktor-faktor yang
menyebabkan bronkospasme. Pada umumnya pengobatan profilaksis berlangsung
dalam jangka panjang, dengan cara kerja obat sebagai berikut :
1) Menghambat pelepasan mediator.
2) Menekan hiperaktivitas bronkus.
Hasil yang diharapkan dari pengobatan profilaksis adalah :
a. Bila mungkin bisa menghentikan obat simptomatik.
b. Menghentikan atau mengurangi pemakaian steroid.
c. Mengurangi banyaknya jenis obat dan dosis yang dipakai.
d. Mengurangi tingkat keparahan penyakit, mengurangi frekwensi serangan dan meringankan
beratnya serangan.
Obat profilaksis yang biasanya digunakan adalah :
• Steroid dalam bentuk aerosol.
• Disodium Cromolyn.
• Ketotifen.
• Tranilast.
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah
ini. Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman
pada umumnya. Akhir kata saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua
pihak yang telah membantu terbentuknya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Perawat Sukses, http://ayosz.wordpress.com/2009/01/07/patofisiologi-asma/.pdf
2. Prof.Heru Sundaru. Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Ringkasan Pidato Mengenai Asma.
staff.ui.ac.id/internal/.../PidatopengukuhanProfHeruRingkasan
3. Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya
4. Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale.
http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html
5. Medlinux. (2008, Juli 18). Penatalaksanaan Asma Bronkial
http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.html
6. Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Depkes RI:
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf
Emfisema
A. Pengertian
Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus
terisi udara walaupun setelah ekspirasi.(Kus Irianto.2004.216)
Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara
distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya.(Robbins.1994.253)
Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas
permukaan alveoli.(Corwin.2000.435)
B. Klasifikasi
Terdapat 2 (dua) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang
terjadi dalam paru-paru :
1. Panlobular (panacinar), yaitu terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan
alveoli. Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak membesar, dengan sedikit
penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang hiperinflasi dan ditandai oleh
dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan.
2. Sentrilobular (sentroacinar), yaitu perubahan patologi terutama terjadi pada pusat lobus
sekunder, dan perifer dari asinus tetap baik. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-
ventilasi, yang menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah
arteri), polisitemia, dan episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada
sianosis, edema perifer, dan gagal napas.
C. Etiologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :
1. Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas,
menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar
mukus bromkus.
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka
kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi,
polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia
menghambat fungsi makrofag alveolar.
3. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi
saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah
pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4. Genetik
5. Paparan Debu
D. Manifestasi Klinis
1. Dispnea
2. Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
3. Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif, dan penggunaan otot-otot aksesori
pernapasan (sternokleidomastoid)
4. Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.
5. Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
6. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan umum
7. Distensi vena leher selama ekspirasi.
E. Patofisiologi
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang
tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian tau
seluruhparu.
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai
suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih
sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di
sebelah distal dari alveolus.
Pada emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan
obstruksi jalan nafas dan sesak, penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas paru-paru.
F. Komplikasi
1. Sering mengalami infeksi pada saluran pernafasan
2. Daya tahan tubuh kurang sempurna
3. Tingkat kerusakan paru semakin parah
4. Proses peradangan yang kronis pada saluran nafas
5. Pneumonia
6. Atelaktasis
7. Pneumothoraks
8. Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien.
G. Pemeriksaan diagnostik
Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma;
peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema);
peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).
Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan
apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat
disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis., bronkodilator.
TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan
emfisema
Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema
Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma
FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada
bronkitis dan asma
GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis
h.Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi, kollaps
bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronkitis
JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil
(asma)
Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa
emfisema primer
Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan
sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi
EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial
(bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis
vertikal QRS (emfisema)
EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi
keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.
Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Intervensi EMFISEMA Klik di Sini
Sumber : http://download-askep.blogspot.com