spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

58
78 BAB V SPIRITUALITAS MUSIK SALUANG SIROMPAK 5.1 Sejarah Munculnya Saluang Sirompak Istilah saluang sirompak, seperti telah disampaikan dalam bab pendahuluan, terdiri atas dua kata: Saluang dan Sirompak. Boestanoel Arifin Adam (1980: 97) mengatakan bahwa Sirompak berasal dari kata si dan kata rompak, si berarti pelaku kegiatan; seperti dalam kata si-pemukul, si-penggesek, dan si-peniup. Sementara itu rompak maksudnya adalah membuka atau merompak. Pengertian rompak di sini bukanlah merompak melainkan membuka hati seseorang yang masih tertutup (dalam kaitan percintaan). Kemudian istilah Basirompak berasal dari kata ba dan Sirompak, ba berarti melakukan atau menjalankan, dan Sirompak seperti yang telah disampaikan. Jadi berarti membuka, Basirompak dapat diartikan sebagai kegiatan spiritualitas yang menggunakan alat saluang sirompak untuk mengguna-gunai seorang perempuan agar menjadi ―gila‖. Latar belakang legenda saluang sirompak di Taeh Baruah berupa kisah cinta yang tak terbalas seorang pemuda miskin, berpenyakit kulit (kusta), yang bernama Simbabau. Simbabau jatuh cinta kepada seorang gadis kaya dan cantik yang bernama Puti Losuang Batu. Besarnya hasrat ingin memiliki Puti Losuang Batu, maka pada suatu hari Simbabau memberanikan diri untuk menyatakan keinginannya. Tak diduga, setelah Simbabau menyampaikan hasrat keinginan kepada Perempuan idaman hatinya, Simbabau ditolak oleh Puti Losuang Batu, yang terjadi malahan didamprat dengan kata-kata kotor, rendah, hina, dan nista

Transcript of spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

Page 1: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

78

BAB V

SPIRITUALITAS MUSIK SALUANG SIROMPAK

5.1 Sejarah Munculnya Saluang Sirompak

Istilah saluang sirompak, seperti telah disampaikan dalam bab

pendahuluan, terdiri atas dua kata: Saluang dan Sirompak. Boestanoel Arifin

Adam (1980: 97) mengatakan bahwa Sirompak berasal dari kata si dan kata

rompak, si berarti pelaku kegiatan; seperti dalam kata si-pemukul, si-penggesek,

dan si-peniup. Sementara itu rompak maksudnya adalah membuka atau

merompak. Pengertian rompak di sini bukanlah merompak melainkan membuka

hati seseorang yang masih tertutup (dalam kaitan percintaan). Kemudian istilah

Basirompak berasal dari kata ba dan Sirompak, ba berarti melakukan atau

menjalankan, dan Sirompak seperti yang telah disampaikan. Jadi berarti

membuka, Basirompak dapat diartikan sebagai kegiatan spiritualitas yang

menggunakan alat saluang sirompak untuk mengguna-gunai seorang perempuan

agar menjadi ―gila‖.

Latar belakang legenda saluang sirompak di Taeh Baruah berupa kisah

cinta yang tak terbalas seorang pemuda miskin, berpenyakit kulit (kusta), yang

bernama Simbabau. Simbabau jatuh cinta kepada seorang gadis kaya dan cantik

yang bernama Puti Losuang Batu. Besarnya hasrat ingin memiliki Puti Losuang

Batu, maka pada suatu hari Simbabau memberanikan diri untuk menyatakan

keinginannya. Tak diduga, setelah Simbabau menyampaikan hasrat keinginan

kepada Perempuan idaman hatinya, Simbabau ditolak oleh Puti Losuang Batu,

yang terjadi malahan didamprat dengan kata-kata kotor, rendah, hina, dan nista

Page 2: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

79

sehingga hatinya tak tertahankan untuk melakukan pembalasan. Dengan perasaan

penuh malu dan kekecewaan yang mendalam, Simbabau pergi meninggalkan Puti

Losuang Batu tanpa arah dan tujuan yang pasti. Tanpa disadari, malam telah

menjelang dan Simbabau mulai melampiaskan segala kekesalannya dari jeritan

hatinya dengan berpantun.

Pantun yang didendangkan oleh Simbabau, menurut Datuk Mukhtar Ajo

Marajo, merupakan mantra-mantra (Wawancara: 25 Juli 2008). Mantra-mantra

tersebut berupa pemanggilan roh-roh atau setan-setan yang bergentayangan di

sekitarnya. Simbabau, setelah membaca mantra-mantra yang berulang-ulang tanpa

disadari, sampai ia tak sadarkan diri (trance) atau kerawuhan. Di dalam

kerawuhan Simbabau berhasil menjalin kerja sama dengan makhluk halus (roh)

dan setan yang ikut mendengar jeritan batinnya, kemudian mengadakan mufakat

dengan bantuan roh halus dan setan yang memang berniat ingin membantu

Simbabau dalam membalaskan sakit hatinya dengan Puti Losuang Batu.

Makhluk halus yang diajak kerja sama mampu memengaruhi atau

menaklukkan perasaan dan pikiran Puti Losuang Batu. Puti Losuang Batu berada

di luar alam sadar seperti layaknya insan yang normal, seperti tidak terjadi apa

pun dalam dirinya, yang sebenarnya telah dikuasai oleh guna-guna dari Simbabau.

Berdasarkan latar belakang ini, maka jelas saluang sirompak pada saat ini

mengalami penyempurnaan bentuk dan ciri spiritualitas yang ada pada

Basirompak, dengan penambahan-penambahan unsur spiritualitas sesuai dengan

pengaruh ajaran agama yang masuk dan berkembang di wilayah Taeh Baruah.

Page 3: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

80

Pantun-pantun yang dilantunkan oleh Simbabau tersebut sekarang

dipergunakan dalam Basirompak sebagai mantra berbentuk pantun yang disajikan

dengan lagu yang disebut dendang. Selain mantra (pantun) yang menjadi pokok

sajian berupa dendang, ada beberapa penambahan agar Basirompak memiliki nilai

spiritualitas. Bentuk tambahan dari Basirompak berupa pembuatan instrumen

saluang sirompak dan gasiang tangkurak dengan berbagai pendukung dalam

pembuatannya, dan sesaji.

Kemunculan Basirompak berawal dari rasa sakit hati oleh pihak laki-laki

yang ditolak dengan kasar dalam niat pinangannya kepada pihak perempuan.

Untuk proses selanjutnya, agar masing-masing elemen dalam Basirompak

memiliki daya atau nilai spiritualitas yang tinggi, diperlukan proses yang cukup

rumit dan sakral termasuk proses persiapan bahan baku saluang sirompak yang

harus disiapkan dengan cara yang unik yaitu dengan cara pencarian bahan baku

oleh seorang bocah yang belum akil balig. Pembuatan nada-nada harus bersamaan

atau bertepatan dengan peristiwa kematian seseorang yang tidak wajar. Hal ini

diyakini oleh pelaku Basirompak sebagai saat yang tepat untuk memasukkan

nilai-nilai spiritualitas yang berkaitan dengan kesaktian/kemujaraban instrumen

tiup tersebut.

Pertunjukan Basirompak memiliki perjalanan sejarah yang begitu panjang,

dimulai dari generasi pertama kira-kira tahun 1870-an. Pengoordinasi pelaku

Basirompak yang ada sekarang adalah Datuk Mukhtar Ajo Marajo (merupakan

generasi ketiga). Apabila Datuk Mukhtar Ajo Marajo berhalangan, tugas tetua

pelaku Basirompak dilimpahkan kepada anaknya yang bernama Sayute. Akan

Page 4: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

81

tetapi, setelah di lapangan Sayute bisa saja menunjuk pelaku yang lain untuk

menjadi tetua dalam sajian Basirompak. Basirompak sebagai aktivitas budaya

hanya ditemukan di Desa Taeh Baruah, Kecamatan Payakumbuh Sumatera Barat.

Sebagai perbandingan antara Basirompak dan apa yang disebut dengan

Sijundai dapat dikemukakan hal yang berikut. Sijundai pada prinsipnya adalah

suatu usaha seseorang untuk menaklukkan seorang perempuan secara spiritualitas

atas permintaan seorang laki-laki. Dari hasil kegiatan Sijundai, pihak laki-laki

mau menerima perempuan yang diguna-gunai sebagai pasangan hidupnya.

Sementara itu dalam Basirompak perempuan menjadi gila dan pihak laki-laki

tidak mau menjadi pasangan hidupnya. Sementara itu untuk kegiatan Sijundai

hampir seluruh daerah kabupaten di Sumatera Barat banyak orang yang mampu

melakukan. Berbeda dengan jenis Basirompak, meskipun kegunaannya sama

untuk mengguna-gunai seorang perempuan, keberadaannya tidak ditemukan di

daerah lain selain di daerah Taeh Baruah, Kabupaten Payakumbuh, Sumatera

Barat.

Regenerasi pelaku Basirompak, menurut Sayute, tidak selalu kepada si

anak, namun bisa ke cucu, cicit, atau bisa juga keponakannya. Hal ini berarti

bahwa dalam regenerasi sulit untuk dipastikan siapa yang berhak menjadi generasi

berikutnya, karena dalam satu keluarga besar selalu ada kaitan garis keturunan.

Salah satu contoh, pelaku sekarang yang menjadi tetua adalah Datuk Mokhtar Ajo

Marajo, yang secara kebetulan untuk generasi berikutnya adalah anak kandungnya

yang bernama Sayute. Akan tetapi, anak kandung dari Sayute tidak ada yang

menjadi pelaku Basirompak hanya sebagai penari pada saat sajian Sirompak untuk

Page 5: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

82

hiburan, justru cucu keponakan Datuk (anak dari Elmizarlis) yang mulai

menampakkan kemampuannya untuk memainkan saluang sirompak (Wawancara

dengan Sayute, tanggal 14 Juni 2013).

5.2 Instrumentasi

Dalam pertunjukan Basirompak instrumentasi terdiri atas instrumen

saluang sirompak, gasiang tangkurak, dan vokal (dendang). Dendang yang di

dalamnya terdapat mantra-mantra merupakan hal yang sangat pokok dalam sajian

Basirompak, meskipun elemen lainnya juga menjadi bagian yang tak dapat

dipisah-pisahkan. Dalam pertunjukan ini, ada perbedaan antara seni pertunjukan

yang disuguhkan untuk hiburan dan pertunjukan yang dimanfaatkan dalam

menghukum seorang perempuan yang dianggap bersalah karena telah menghina

laki-laki yang meminangnya. Untuk lebih jelasnya, berikut disampaikan rincian

instrumentasi yang dimaksud.

5.2.1 Saluang Sirompak

Saluang sirompak adalah sebuah instrumen tiup yang terbuat dari seruas

bambu tipis yang mempunyai ukuran panjang sekitar 76 cm, dan besar lingkaran 9

cm. Saluang ini mempunyai lubang nada sebanyak lima buah yang terletak pada

bagian bawah Saluang. Instrumen ini berupa instrumen tiup tanpa menggunakan

alat bantu/tambah lain untuk menghasilkan bunyi. Pemain Saluang biasanya

memainkan instrumen ini dalam posisi duduk, dan memosisikan Saluang secara

membujur (seperti suling Bali, Jawa, atau Sunda). Adapun jarak-jarak lubang

Saluang dibuat demikian rupa dengan ukuran yang tidak sama. Lubang pertama

Page 6: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

83

berjarak 16,5 cm dari lubang bawah; lubang kedua 4,5 cm dari lubang pertama;

lubang ketiga 4,5 cm dari lubang kedua; lubang keempat 4,5 cm dari lubang

ketiga; dan lubang yang terakhir yaitu lubang kelima berjarak kira-kira 29,5 cm

dari lubang bawah, dan terletak di balik lubang pertama, kedua, ketiga, dan

keempat (Ikhwan, 2002:94). Hal ini adalah hasil pengukuran instrumen saluang

oleh peneliti dalam proses wawancara berdasarkan instrumen saluang milik M.

Mukhtar Datuk Ajomarajo (almarhum).

Pembuatan instrumen saluang sirompak melibatkan ritual yang unik dan

bersifat spiritualitas. M. Mukhtar Datuk Ajomarajo mengatakan bahwa proses

ritual spiritualitas ini merupakan langkah-langkah yang mutlak dan tidak boleh

terlambat atau tertinggal salah satu dari persyaratannya. Bambu terbaik untuk

dijadikan saluang sirompak, proses pemberian daya spiritualitas yang berupa

penggarapan, dan pemberian lubang-lubang nada. Setelah bambu tersebut

dipotong oleh pelaku sesuai dengan ukuran panjang saluang sirompak, kemudian

ditentukan jarak lubang sebagai simbol bersemayamnya roh-roh yang

direncanakan untuk menguasai nada-nada yang terdapat pada lubang saluang

sirompak tersebut (Wawancara dengan Sayute dan Erianto, tanggal 14 Juni 2013).

Kekuatan spiritualitas dari nada-nada saluang sirompak bisa dicapai

melalui tahapan peristiwa kematian yang tidak wajar untuk dimanfaatkan dalam

penggarapan kelima lubang-lubang nada saluang sirompak. Setiap lubang dibuat

berdasarkan peristiwa-peristiwa kematian tertentu. Untuk mengetahui bentuk fisik

saluang sirompak lihat gambar berikut.

Page 7: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

84

Gambar 5.1 Alat/Instrumen saluang sirompak

(Dokumen: Nil Ikhwan,14 Juni 2013)

Gambar 5.1 adalah instrumen saluang sirompak yang digunakan pada

ritual Basirompak ataupun dalam seni pertunjukan, dan instrumen ini telah ada

sejak generasi pertama. Generasi kedua (Datuk Mukhtar Ajo Marajo, wafat

Tanggal 20 Juni 2011) menceritakan kepada anaknya (generasi ketiga) bahwa

semenjak beliau masih kecil saluang sirompak ini sudah ada (Wawancara dengan

Sayute, 14 Juni 2013).

Page 8: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

85

Gambar 5.2 Peneliti dengan Sayute (generasi ketiga)

(Dokumen: Nil Ikhwan, 14 Juni 2013)

Gambar 5.2 adalah Sayute yang merupakan generasi ketiga setelah wafat

ayahandanya, Datuk Mukhtar Ajo Marajo, pada tanggal 20 Juni 2011. Secara

administrasi, kepengurusan dari kelompok saluang sirompak berada di tangan

Sayute, namun pada awal tahun 2013 Sayute menunjuk Erianto untuk mengurus

secara administratif hal yang berkaitan dengan kegiatan saluang sirompak.

Masing-masing lubang pada instrumen itu memiliki sistem atau proses

pembuatan yang berbeda-beda. Perbedaannya terletak pada peristiwa kematian

yang tidak wajar yang berbeda-beda pula. Sistem pembuatan lubang seperti yang

telah disampaikan, yakni dari lubang pertama hingga lubang kelima. Di samping

sistem pembuatan lubang tersebut juga masih ada unsur yang menambah daya

Page 9: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

86

spiritualitas instrumen saluang sirompak, yakni dengan menempatkan kemenyan

pada lubang bawah dengan kedalaman sekitar dua centimeter (cm) dari bawah

(luar bagian bawah).

Berikut penentuan pembuatan masing-masing lubang pada saluang

sirompak, dimulai dari pengukuran lubang pertama, diukur dari ujung bawah

saluang dengan jarak kira-kira16,5 cm, lubang kedua dengan jarak 4,5 cm dari

lubang pertama, lubang ketiga dengan jarak 4,5 cm dari lubang kedua, dan lubang

keempat dengan jarak 4,5 cm dari lubang ketiga. Sementara itu, jarak lubang

kelima hampir sejajar (lebih kurang 0,5 cm) dengan lubang keempat, hanya

tempatnya di belakang lubang keempat, dengan jarak dari ujung lubang bawah

kira-kira 29,5 cm.

6

5

4

3

2 29,5 cm

1

16,5 cm

Gambar 5.3 Saluang

Page 10: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

87

Keterangan Gambar 5.3:

1 adalah lubang pertama, berjarak 16,5 cm dari ujung bawah.

Nada: a+40 mh atau nada la+40 mh. (lubang tertutup semua);

2 adalah lubang kedua berjarak 4,5 cm dari lubang pertama.

Nada: c1 none + 40 mh atau do 1 none + 40 mh. (lubang terbuka

satu);

3 adalah lubang ketiga berjarak 4,5 cm dari lubang kedua.

Nada: d 1 none + 5 mh atau nada re 1 none + 5 mh. (lubang terbuka

dua);

4 adalah lubang keempat berjarak 4,5 cm dari lubang ketiga.

Nada: e 1 none – 35 mh atau nada mi 1 none – 35 mh. (lubang

terbuka tiga);

5 adalah lubang kelima, kira-kira sejajar dengan lubang keempat atau

kurang 0,5 cm dari lubang keempat dan di belakang,

Nada: f 1 none + 20 mh atau nada fa 1 none + 20 mh. (lubang

terbuka empat);

6 adalah lubang tiup, lubang tiup untuk saluang ini tidak mempunyai alat

bantu seperti layaknya suling yang ada di Jawa dan Bali,

Nada: fis 1 none + 5 mh atau nada fi 1 none + 5 mh. (lima lubang

terbuka semua).

Catatan: none sama dengan scon atau tinggi rendahnya frekuensi dari nada

satu dan nada berikut, seperti nada c dan d yang berbeda sekitar 4,005 none atau

scon, kemudian untuk kelebihan atau kekurangan dari none atau scon dihitung

dengan mega hage (mh), seperti 0,005 disebut mega hage (mh). Saluang sirompak

mempunyai 6 nada pokok yang dalam istilah musik disebut hexa tonic. Peneliti

melakukan pengukuran tingkat ketinggian nada saat ditiup dengan menggunakan

alat Korg milik teman Nil Ikhsan (orang Jerman) pada tanggal 20 Agustus 2008

yang menghasilkan nada-nada: a + 40mh, c lnone + 40mh, d lnone + 5mh, e l

none– 35mh, f l none+ 20mh, dan fis l none+ 5mh, dimulai dari penutupan semua

lubang hingga membuka semua lubang. Perlu disampaikan bahwa nada-nada yang

dihasilkan oleh instrumen saluang sirompak tidak sama dengan nada-nada

Page 11: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

88

diatonis ataupun nada-nada pentatonis yang telah ada di Indonesia pada

umumnya, maka dalam pengukuran hasil bunyi disampaikan dengan simbol nada

(f1none+ 20mh), karena realitas bunyi tidak sama persis dengan nada f1none

masih lebih tinggi sekitar 20 mh (ukuran nada). Seperti pegukuran frekuensi nada

yang terdapat pada http://afikriakbarhofa.blogspot.com/2012/02/menghitungnilai-

frekuensi-nada-nada.html disampaikan dalam bentuk tabel dari frekuensi terendah

hingga frekuensi tertinggi. Frekuensi terendah dari nada adalah c oktaf pertama

atau ke-1 yaitu 32,703 hz dan frekuensi tertinggi adalah b oktaf ke-7 adalah

3951,1 hz. Jadi, yang dimaksud dalam pengukuran nada saluang sirompak pada

a+40 mh adalah oktaf ke-4 nada a = 440 hz+40 mh, c l none + 40 mh = 523.25

hz+40 mh; jadi jika digabung dalam jumlah frekuensi menjadi 523 hz+65 mh.

Untuk nada d l none + 5 mh adalah dengan frekuensi nada d oktaf ke-5 dengan

tinggi nada 587.33, yang berarti jika digabung menjadi 587 hz + 38 mh. Nada e l

none – 35 mh, dimaksudkan oktaf ke-5 nada e dengan frekuensi 659.26 - 35 mh,

jika digabung tinggi frekuensinya = 658 hz 91 mh. Nada f l none + 20 mh, adalah

nada f oktaf ke 5 dengan frekuensi 698.46 + 20 mh, jika digabung tinggi frekuensi

nadanya menjadi 698 hz lebih 66 mh. Sementara itu nada fis l none + 5 mh sama

dengan nada f# + 5 mh adalah f# = 739.99 hz + 5 mh, yang berarti jika digabung

tinggi nada fis dalam saluang sirompak menjadi 740 hz lebih 0,04 mh. Untuk

lebih jelasnya, nada-nada saluang sirompak dalam oktaf sedang dan oktaf tinggi

(satu oktaf lebih tinggi) disampaikan dalam tabel sebagai berikut.

Page 12: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

89

Tabel 5.1

Frekuensi Nada Saluang Sirompak

Oktaf FREKUENSI NADA (HZ)

a C d E F f#

Sedang 440,40 523,65 587,38 658,91 698,66 740,04

Tinggi 880,40 1046,45 1175.2 1317,7 1397.4 1480,5

Dalam tabel 5.1 di atas tampak tinggi nada atau frekuensi nada dalam saluang

sirompak yang telah dijumlahkan dengan frekuensi nada yang ada dalam

pengukuran frekuensi nada di:

http://afikriakbarhofa.blogspot.com/2012/02/menghitungnilai-frekuensi-nada-

nada.html

Pengukuran nada saluang sirompak juga dilakukan ulang pada 14 Juni

2013 oleh peneliti dengan menggunakan alat ―Tunner gstrings-Vl.0.12‖ salah satu

program yang ada pada IPhone. Hasil dari pengukuran tersebut memperlihatkan

dua motif tiupan, yaitu tiupan rendah dan tiupan tinggi atau dalam dua oktaf saja.

Nada-nada hasil tiupan saluang sirompak ternyata tidak bisa stabil karena

kekuatan tiupan dalam tiap nadanya memunculkan perbedaan yang menghasilkan

selisih beberapa mega hage (mh), sehingga dalam pengukuran ulang yang peneliti

lakukan terdapat rentangan antara terkuat dan terlemah dalam tiupan setiap nada.

Hasil pengukuran ulang saluang sirompak dapat diuraikan sebagai berikut.

Tiupan rendah/sedang pada saluang sirompak menghasilkan nada sebagai berikut:

Page 13: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

90

1) Lubang bunyi tertutup semua dengan tiupan rendah menghasilkan nada

a+30 sampai dengan a+40 atau 440,30 hz hingga 440,40 hz.

2) Lubang bunyi terbuka satu dengan tiupan rendah menghasilkan bunyi

antara c1+30 mh sampai c 1+ 40 mh atau 523.55 hz sampai 523,65 hz.

3) Lubang bunyi terbuka dua dengan tiupan rendah menghasilkan bunyi

antara d1 sampai d1 + 5 mh atau 586,62 hz sampai587,38 hz.

4) Lubang bunyi terbuka tiga dengan tiupan rendah menghasilkan bunyi

antara e1 – 25 mh sampai e1 – 35 mh atau 658,71 hz sampai 658,91 hz.

5) Lubang bunyi terbuka empat dengan tiupan rendah menghasilkan bunyi

antara f1 + 10 mh sampai f 1 + 20 mh atau 698,56 hz sampai 698,66 hz.

6) Lubang bunyi terbuka semua dengan tiupan rendah menghasilkan bunyi

antara fis 1 - 5 mh sampai fis 1 + 5 mh atau 739,04 hz sampai 740,04 hz.

Jadi, yang dimaksud mh di sini adalah hz di belakang koma (,) seperti 740,04 hz

adalah 740 hz + 0,04 mh, dan rentangan antara tiupan kuat dan lemah rata-rata

0,10 mh atau 0,1 hz.

Untuk tiupan tinggi menghasilkan frekuensi sebagai berikut:

1) Lubang bunyi tertutup semua dengan tiupan rendah menghasilkan nada

a+30 sampai dengan a+40 atau 880,30 hz hingga 880,40 hz.

2) Lubang bunyi terbuka satu dengan tiupan rendah menghasilkan bunyi

antara c1+30 mh sampai c 1+ 40 mh atau 1046,35 hz sampai 1046,45 hz.

3) Lubang bunyi terbuka dua dengan tiupan rendah menghasilkan bunyi

antara d1 sampai d1 + 5 mh atau 1174.7 hz sampai 1175.2 hz.

Page 14: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

91

4) Lubang bunyi terbuka tiga dengan tiupan rendah menghasilkan bunyi

antara e1 – 25 mh sampai e1 – 35 mh atau 1317,5 hz sampai 1317,7 hz.

5) Lubang bunyi terbuka empat dengan tiupan rendah menghasilkan bunyi

antara f1 + 10 mh sampai f 1 + 20 mh atau 1397.3 hz sampai 1397.4 hz.

6) Lubang bunyi terbuka semua dengan tiupan rendah menghasilkan bunyi

antara fis 1 - 5 mh sampai fis 1 + 5 mh atau 1479,5 hz sampai 1480,5 hz.

Dari hasil pengukuran ulang yang dilakukan, hasilnya berupa jumlah frekuensi,

seperti yang telah terinci dan disampaikan di atas.

Proses pembuatan saluang sirompak yang melibatkan peristiwa budaya, di

samping cara penyiapan bahan juga dalam pembuatan lubang yang membutuhkan

peristiwa kematian dalam setiap lubangnya. Nama-nama orang yang meninggal

dan menjadi bagian proses pembuatan lubang sering kali tidak dapat

teridentifikasi dengan jelas. Hal ini karena kerap nama orang meninggal tidak

dikenal karena tinggal di daerah lain, peristiwa kematiannya menjadi hal yang

lebih dipentingkan daripada nama orangnya. Dalam prosesi pembuatan tiap

lubang tersebut digunakan mantra-mantra khusus yang berupa ayat-ayat

pemanggil jin. Penguasaan pembacaan ayat-ayat ini hanya dimiliki oleh si pelaku

dengan aturan dan konsekuensi yang mereka yakini sebelumnya. Dengan

demikian, penulisan ayat-ayat khusus ini juga tidak bisa dilakukan oleh

sembarang orang dengan bermacam maksud dan tujuan. Peneliti mengakui juga

mendapat kesulitan untuk dapat mengetahui ayat-ayat khusus tersebut karena

masyarakat memahaminya sebagai kearifan lokal terkait simbol-simbol penilaian

moral dan etika. Simbol-simbol semacam ini bersifat tertutup dan meruang waktu

Page 15: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

92

pada lingkup lokal masyarakat penggunanya. Terkait dengan hasil nada yang

dihasilkan, peneliti mengukurnya dengan menggunakan alat korg. Hal itu terurai

sebagai berikut.

1) Lubang pertama

Lubang pertama dapat digarap oleh pelaku setelah terjadinya satu

peristiwa kematian yang tidak wajar seorang penduduk setempat atau dari daerah

tetangga di sekitarnya, seperti bunuh diri melalui gantung diri. Nama yang

meninggal tidak dapat diinventarisasi karena meliputi daerah lain, juga dalam

kurun waktu yang tidak dapat dipastikan oleh si pelaku sendiri. Tanpa menunda

waktu yang ada, sang pelaku segera melakukan penggarapan lubang pertama

sambil membacakan mantra-mantra khusus yang berupa ayat-ayat pemanggil jin

(Ikhwan, 2002:95).

Dalam penggarapan lubang pertama, Sayute menyatakan bahwa setelah

terjadinya suatu kematian tidak wajar ritual dilakukan atas keyakinan pelaku

sirompak pada waktu seperti ini (ketika peristiwa bunuh diri terjadi) bahwa jin

dan setan bergentayangan di sekitar mayat, sehingga memudahkan si pelaku

melakukan komunikasi dengan mereka. Di samping itu, pelaku meyakini bahwa

arwah mayat tersebut masih berada di sekitarnya atau rumah mayat (Wawancara:

14 Juni 2013).

Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh pelaku dalam membantu

menyelesaikan hasratnya, yaitu Basirompak. Inti dari komunikasi antara pelaku

dan jin dan roh adalah pelaku berusaha untuk menempatkan pengaruh kekuatan

dari jin dan roh arwah ke dalam lubang pertama sebagai wilayah bunyi/nada

Page 16: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

93

kekuasaannya untuk memengaruhi siapa saja yang akan dijadikan target

permainan Sirompak (diguna-gunai). Lubang pertama ini menghasilkan nada a +

40 mh atau la + 40mh atau 440,40 hz jika ditiup dan ditutup semua lubang, dengan

penunggu yang disebut dengan nama Simambau Hitam.

2) Lubang kedua

Pembuatan lubang kedua dapat dilakukan pada waktu ada seorang ibu

yang meninggal ketika melahirkan. Pencatatan nama si ibu yang meninggal juga

tidak dapat dilakukan karena kadang-kadang si pelaku tidak mengenal secara pasti

namanya, tetapi hanya peristiwa meninggal ketika melahirkannya yang pelaku

ketahui (Ikhwan, 2002:96). Para setan sangat berperan untuk memengaruhi

keluarga yang ditinggalkan agar selalu dalam suasana sedih. Kondisi ini

dimanfaatkan oleh pelaku untuk mengajak jin bekerja sama dalam kegiatannya

nanti, yaitu dengan menempatkan pengaruh kekuatan jin dan roh arwah tersebut

pada nada kedua sebagai daerah kekuasaanya yang bertujuan untuk

menyampaikan nilai-nilai sedih pada objek yang akan dikenai melalui sirompak.

Sama seperti halnya proses pembuatan lubang pertama, pencatatan prosesi secara

lengkap (termasuk pencatatan ayat-ayat sebagai mantra khusus) tidak dapat

dilakukan karena terkait dengan sistem kepercayaan dan nilai etik masyarakat

yang masih kuat dipegang. Bunyi nada yang dihasilkan d 1 none + 5 mh atau nada

re 1 none + 5 mh atau 523,65 hz jika ditiup dan dibuka satu lubang paling bawah,

penunggu Simambau Merah (Sirah).

Page 17: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

94

3) Lubang ketiga

Pembuatan lubang ketiga dikaitkan dengan peristiwa pembunuhan. Hal ini

diyakini sebagai peristiwa yang juga sangat dipengaruhi oleh kekuatan jin dan

setan yang berpengaruh mengatur emosi dari kedua belah pihak yang bertikai,

sehingga terjadilah pembuhuhan itu. Emosi marah dan perasaan ingin membunuh

merupakan sasaran utama yang diciptakan oleh jin dan setan. Pelaku beranggapan

bahwa jin dan setan ini sangat pintar dalam mengendalikan emosi jiwa seseorang.

Kematian dari seseorang dianggap suatu hal yang dapat mematikan hati seseorang

terhadap orang lain, dan hanya dapat berguna untuk orang yang dituju dalam

sirompak. Hal ini berarti bahwa pada lubang ketiga tersebut bersemayam kekuatan

jin dan roh arwah manusia yang terbunuh, sehingga mampu mengendalikan emosi

calon dari Basirompak (Ikhwan, 2002:97). Nada bunyi yang dihasilkan e 1 none –

35 mh (mi 1 none – 35 mh) atau 587,38 hz jika ditiup dan dibuka dua lubang di

bawahnya, penunggu Simambau Tungga.

4) Lubang keempat

Kematian akibat perkelahian antara dua orang jawara merupakan

peristiwa yang ditunggu-tunggu untuk pembuatan lubang keempat. Dalam

peristiwa perkelahian ini biasanya kedua belah pihak berusaha ingin menang

dengan menghalalkan segala cara untuk menundukkan lawan. Menurut pandangan

pelaku Basirompak, alam pikiran, emosi, dan kondisi mereka pada saat itu

sepenuhnya telah dikuasai oleh jin yang merasuk ke dalam alam pikiran, dan

mengatur emosinya. Jin pada waktu merasuk dalam alam pikiran dianggap

mempunyai satu kemampuan yang tinggi dalam memengaruhi kedua insan

Page 18: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

95

tersebut. Hal ini dimanfaatkan oleh pelaku Basirompak untuk menjalin kerja sama

dengan jin dalam penempatan daerah kekuasaannya pada lubang keempat bersama

roh arwah orang yang kalah dari perkelahian jawara tersebut (Ikhwan, 2002:98).

Nada Bunyi yang dihasilkan f 1 none + 20 mh (2/re 1 none + 20 mh) atau 658,91

hz jika ditiup dan dibuka tiga lubang di bawahnya, penunggu Simambau Barantai.

5) Lubang kelima

Kematian akibat kecelakaan alam (mati terseret air atau tenggelam) adalah

peristiwa yang dinantikan untuk penggarapan lubang kelima dari saluang

sirompak. Kematian seperti ini dianggap sebagai sebuah kematian yang tidak

wajar. Roh mayat pada saat itu dianggap masih bergentayangan dan

membutuhkan pertolongan dari orang lain yang masih hidup. Kesempatan seperti

ini dimanfaatkan oleh si pelaku dan dijadikan sebagai pesuruh untuk menghuni

lubang kelima bersama jin pada saluang sirompak (Ikhwan, 2002:98). Nada yang

dimunculkan nada fis 1 none + 5 mh atau nada fi 1 none + 5 mh atau 698,66 hz

jika ditiup dan dibuka empat lubang lainnya, dengan penunggu Simambau Putih.

Berdasarkan lima peristiwa kematian yang ditunggu oleh pelaku

Basirompak, Datuk Mukhtar Ajo Marajo menyatakan bahwa pada instrumen

saluang sirompak tersebut telah ditempatkan roh-roh arwah dari orang yang telah

mati dan jin, yang setiap saat saluang sirompak dimanfaatkan dalam Basirompak

karena telah memiliki daya spiritualitas. Adapun untuk mempertahankan

keberadaan roh dan jin yang menunggu pada masing-masing lubang, telah

disediakan sesaji yang berupa kemenyan yang dibakar, lelehan dari pembakaran

kemenyan diteteskan pada lubang saluang sirompak di bagian bawah. Saluang

Page 19: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

96

sirompak ini kemudian disimpan di tempat yang aman, terhindar dari jangkauan

orang yang ingin meniup atau iseng untuk memainkan instrumen atau yang ingin

memilikinya (Wawancara: 25 Juli 2008).

6) Teknik permainan saluang sirompak

Nada-nada yang dihasilkan dari masing-masing lubang tergantung pada

keras atau lembutnya tiupan. Setiap lubang memiliki dua suara nada apabila

dalam peniupan berbeda, misalnya untuk tiupan sedang dengan lubang tertutup

semua menghasilkan suara nada a+40 mh atau nada la+40 mh atau 440,40 hz,

kemudian apabila ditiup keras akan menghasilkan nada yang sama dengan jarak

satu oktaf lebih tinggi kira-kira 880,40 hz. Dari susunan lubang yang ada dengan

tiupan sedang mengahasilkan nada-nada a + 40 mh, c l none + 40 mh, d l none +

5 mh, e l none – 35 mh, f l none + 20 mh, dan fis l none + 5 mh. Untuk lebih

jelasnya, berikut disampaikan teknik tutupan dan nada yang dihasilkan:

1) Lubang tertutup semua menghasilkan suara nada a+40 mh atau nada

la+40 mh atau 440,40 hz atau 440 hz lebih 40 mh.

2) Lubang pertama (paling bawah) terbuka menghasilkan nada c1 none + 40

mh atau do 1 none + 40 mh atau523,65 hz atau 523 hz lebih 65 mh.

3) Lubang kedua terbuka menghasilkan nada d 1 none + 5 mh atau nada re 1

none + 5 mh 587,38 hz atau 587 hz lebih 38 mh.

4) Lubang ketiga terbuka menghasilkan nada e 1 none – 35 mh atau nada mi

1 none – 35 mh 658,91 hz atau 658 hz lebih 91 mh.

5) Lubang keempat terbuka menghasilkan nada f 1 none + 20 mh atau nada

fa 1 none + 20 mh 698,66 hz atau 698 hz lebih 66 mh.

6) Lubang kelima terbuka semua menghasilkan nada fis 1 none + 5 mh atau

nada fis 1 none + 5 mh atau 740,04 hz atau 740 hz lebih 0,4 mh.

Untuk tiupan keras, semua nada yang dihasilkan sama dengan nada yang

dihasilkan dengan tiupan sedang, namun hasil suara satu oktaf lebih tinggi.

Page 20: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

97

5.2.2 Gasiang tangkurak

Gasiang tangkurak (gasing tengkorak) adalah sejenis instrumen yang

berbentuk bulat lonjong (Ikhwan, 2002:107). Bahan dasar dari pembuatan gasiang

tangkurak adalah tulang yang diambil dari kening orang yang telah meninggal,

terutama orang yang meninggal tersebut memiliki ilmu kebatinan tinggi atau

teguh menjalankan nilai-nilai syari‘at agama Islam semasa hidupnya.

Pengambilan dilakukan setelah seratus hari penguburan oleh salah satu dari

pelaku Basirompak tanpa bantuan orang lain. Bagian yang diambil adalah kening

dari tengkorak mayat dengan menggunakan sebilah belati. Tulang kening

dianggap sebagai bagian terbaik dari orang tersebut, karena terkait dengan

kepercayaan bahwa tulang kening sebagai tempat atau simbol kualitas hidup

seseorang. Terlebih lagi jika syarat tulang kering tersebut adalah orang yang

memiliki ilmu kebatinan tinggi atau teguh menjalankan nilai-nilai syari‘at agama

Islam semasa hidupnya. Kemudian setelah berhasil diambil dari liang kubur,

bagian kening tengkorak digantung di atas pohon yang cukup tinggi, dengan

tujuan agar tidak diketahui orang lain. Proses berikutnya selama tujuh kali setiap

malam Jumat, kening tengkorak tersebut diambil dan diasapi dengan kemenyan

yang disertai dengan doa-doa si pelaku agar nilai spiritualitas tetap terjaga.

Setelah proses pengasapan dengan kemenyan, kening tengkorak dikembalikan

pada pohon (tempat semula). Setelah tujuh kali pengasapan dengan kemenyan

setiap malam Jumat dengan berturut-turut tanpa sela, malam Jumat terakhir

merupakan proses pembuatan gasing (gasiang) dari kening tengkorak hingga

proses pemberian tali pengikat gasing dari bahan benang pincono atau dari bahan

Page 21: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

98

tali kafan pengikat bagian kepala atau bagian kaki mayat. Proses pengasapan

dengan kemenyan tidak dibenarkan ada yang tertinggal atau tertunda sekalipun

apalagi beberapa kali, karena diyakini bisa berdampak pada hilangnya atau tidak

bermanfaatnya gasiang tangkorak saat digunakan (Wawancara dengan Erianto, 27

Juli 2008).

Seluruh proses pengambilan, prosesi, ataupun pembuatan gasiang

tangkorak dilakukan secara rahasia (tidak dipublikasikan). Namun, apabila

seseorang mengetahui akan adanya proses tersebut maka ia diperbolehkan

mengikuti prosesi. Sejauh ini sangat jarang ritual tersebut diketahui oleh umum

sehingga dapat ditonton oleh orang banyak, hanya sebagian kecil orang yang

mengetahui dan boleh mengikutinya. Hal ini pada akhirnya terkait dengan gejolak

masyarakat yang berhasil dieliminasi jika mengetahui adanya prosesi ritual

Basirompak. Masyarakat jarang mengetahui adanya prosesi ini secara langsung,

termasuk sebagian masyarakat tidak mengetahui jika barang kali salah seorang

anggota keluarganya yang telah meninggal diambil tulang kening tengkoraknya

untuk pembuatan gasiang tangkurak. Masyarakat kebanyakan meyakini tidak

akan ada orang yang membuka lagi jenazah yang telah dikubur, apalagi hanya

untuk kepentingan memastikan pembuatan gasiang tangkurak. Dalam konteks

yang lebih luas, masyarakat mempunyai pandangan sebab akibat, basabab kok

bakarano, tidak ada suatu hal dilakukan jika tidak ada penyebab sebelumnya.

Cara pembuatan dari gasiang tangkurak dibuat dalam bentuk kembar siam

di tengah-tengahnya diberi dua buah lubang tempat memasukkan benang tujuh

warna yang telah dijalin menjadi satu untaian. Dalam sebutan masyarakat

Page 22: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

99

setempat benang tujuh warna (ragam) tersebut dikenal dengan nama banang

pincono. Benang ini dapat diganti dengan tali yang lain yaitu berupa tali pengikat

mayat yang terdapat di bagian kepala atau bagian kaki. Pengambilannya dapat

dilakukan pada saat mayat telah dimasukkan ke dalam liang kubur. Satu kebiasaan

dalam upacara penguburan mayat di Minangkabau adalah saat mayat akan

dimasukkan ke dalam liang kubur tali pengikat yang ada pada bagian kepala dan

kaki dilepas. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh pelaku atau orang suruhan untuk

mengambil tali tersebut demi keperluan sang pelaku (Ikhwan, 2002:107).

Jarak antara satu lubang dan lubang berikutnya dalam gasiang tangkurak

berkisar antara 0,5 cm hingga 1 cm, dibuat secara vertikal antara lubang atas dan

lubang bawah pada pertengahan gasiang tangkurak. Panjang tali benang tujuh

ragam itu diperkirakan antara 95 cm hingga 100 cm. Setelah tali benang tersebut

dimasukkan ke dalam lubang, maka kedua ujung benang diikat ujung satu dengan

ujung lainnya. Ukuran panjang dari gasiang tangkurak dapat dibayangkan dari

besarnya tulang kening manusia dewasa, kira-kira sekitar 14 cm panjangnya, dan

lebar 8 cm (Ikhwan, 2002:108).Tidak berbeda dengan saluang sirompak, setelah

proses spiritualitas terlaksana, benda tersebut disimpan pada suatu tempat yang

aman, dan dijauhkan dari jangkauan orang yang ingin mengetahui asal usul gasing

tengkorak, atau mencoba memainkannya bahkan memilikinya (Wawancara: 28

Juli 2008). Untuk mengetahui fisik gasiang tangkurak tersebut perhatikan gambar

berikut.

Page 23: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

100

Gambar/Photo 5.4 Replika Gasiang Tangkurak

(Dokumen: Nil Ikhwan, Juli 2008)

Gambar 5.4 adalah isntrumen duplikat gasiang tangkurak, cara

pembunyiannya ditarik di antara pucuk/ujung dua utas tali hingga berputar-putar,

dari bunyi yang dihasilkan gasiang tangkurak itu bertujuan untuk merusak saraf

otak besar dan otak kecil.

5.3 Bentuk Sajian

Dalam sajian saluang sirompak tidak dapat dipisahkan antara sajian yang

sifatnya estetis dan sajian yang sifatnya religius, yaitu sajian instrumen-instrumen

yang digunakan dalam saluang sirompak dan dibarengi dengan dendang yang

berupa mantram (mantra pokok) ataupun bunga mantra (tidak pokok) ini termasuk

sajian yang memiliki nilai estetis, sedangkan kelengkapan lain dalam sajian yang

Page 24: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

101

tidak mungkin ketinggalan adalah sesaji. Berdasarkan uraian tersebut dapat diurai

hal sebagai berikut.

5.3.1 Dendang

Dalam penyajian teks lagu ditemukan pembentukan jalinan nada-nada

yang membentuk kalimat-kalimat lagu musik, yang ditentukan oleh banyaknya

teks-teks lagu yang diucapkan saat pertunjukan berlangsung. Teks-teks ini berupa

mantra yang keberadaannya telah tersusun dengan rapi yang mempunyai struktur

baku dari zaman dahulu hingga sekarang. Jalinan nada tersebut dikenal dengan

istilah melodi. Melodi ini akan berakhir setelah satu ide teks disampaikan, satu ide

teks terdiri atas satu bait syair. Dalam satu bait terdapat pemakaian kalimat lagu,

ataupun musik antara empat hingga tujuh baris kalimat. Dengan demikian, dapat

dipahami bahwa dendang merupakan perpaduan antara teks-teks lagu yang berupa

mantra-mantra dengan mengikuti garis-garis melodi yang disampaikan oleh

pendendang (Ikhwan, 2002:109-110).

Pendendang diperankan oleh seorang anggota dari grup sirompak tersebut,

yang ditunjuk oleh ketua kelompok (penghulu). Pelaku dendang (pendendang)

duduk di samping saluang sirompak dengan menundukkan kepala, yang bertujuan

agar dapat berkonsentrasi penuh dalam menyampaikan teks lagu yang dibawakan,

dan menyatukan pikiran dengan pelaku (pelaku) dari Basirompak. Berdasarkan

atas ungkapan syair yang dibawakan dapat dikatakan bahwa teks-teks tersebut

merupakan mantra-mantra yang ditujukan kepada sasaran. Kehadiran dari

penyampaian dendang ini melalui proses setelah pelaku (pelaku) bersorak ke arah

atas, yang kemudian disambut oleh pemain saluang sirompak dengan memainkan

Page 25: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

102

melodi dalam beberapa frasa. Sajian selanjutnya, antara pendendang dan penyaji

saluang sirompak saling menjalin kerjasama dalam konteks menyelaraskan nada-

nada. Tujuan dari jalinan kerja sama untuk berkonsentrasi menyatukan pikiran

pada tujuan semula (Basirompak) (Ikhwan, 2002:110). Hal ini terlihat dari

kekompakan yang mereka capai saat pertunjukan berlangsung dengan menyatukan

alam pikiran, tingkah laku, jiwa, dan raga dalam lingkup Basirompak sebagai

kegiatan spiritualitas (Wawancara dengan Sayute, 26 Juli 2008 yang ditekankan

lagi pada wawancara tanggal 14 Juni 2013).

Teks yang didendangkan untuk mantra dalam ritual Basirompak berbentuk

pantun yang terdiri atas dua bagian yaitu bagian bunga mantra dan mantra pokok

seperti uraian berikut, sesuai dengan yang dikatakan oleh Sayute, pendendang

dalam ritual Basirompak.

Matrik, 5.1

Teks Bagian Bungo Mantra

No Syair (1) Arti Bebas (2)

1. Alu tataruang patah tigo

Alu tatumbuak pada tabiang

Den baluik luko jo kapeh

Indak den malu samalu nangko

Arang tacoreang pado kaniang

Alu tertarung patah tiga

Alu tertumbuk pada tebing

Saya balut luka dengan kapas

Tidak saya malu semalu ini

Arang tercoreng di kening

2. Kakak denai si Ui Bali

Da'ulu engkau nan tuo

Sakarang aku nan tuo

Angkau ka den suruah sarayo

Mancari Simambau Putiah

Duo jo Simambau Hitam,

Tigo jo Simambau Sirah

Kakak saya si Ui Bali

Dahulu engkau yang tua

Sekarang aku yang tua

Engkau saya suruh saya perintah

Mencari Simambau Putih

Dua Simambau Hitam,

Tiga Simambau Merah

3. Nan den huni tanjuang nan tujuah

Sampai ka Rawang Bancah Dalam

Nak den masuak ka dalam tubuah

Jantuang den huni siang dan malam

Yang saya huni tanjung yang tujuh

Sampai ke Rawang Bancah Dalam

Nak saya masuk ke dalam tubuh

Jantung saya huni siang dan malam

(Sumber: Nil Ikhwan, 2002:208)

Page 26: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

103

(1) (2)

4. Nan pincono panjang duo heto

Den randang bareh sipuluik

Kok tak namuah adiak den bao

Nan sijundai datang manjapuik

Banang tujuh ragam panjang dua hasta

Akan saya rendang beras pulut

Kalau tak mau adik saya bawa

Yang "sijundai‖ datang menjemput

5. Simambau pai balayia

Mambawo ragi dalam lipatan

Kok tak lalu dandang di aia

Di gurun den tanjakkan

Simambau pergi berlayar

Membawa "ragi" dalam lipatan

Kalau tak lalu "dandang" di air

Di gurun saya tanjakkan

6. Sipasan baranak putiah

Jatuah ka lapiak duo tigo

Abih sampan ganti jo upiah

Namun pulau dijalang juo

Lipan beranak putih

Jatuh ke tikar dua tiga

Habis perahu ganti dengan "upih"

Namun pulau dijelang juga

7. Kubu Gadang jo Dalam Koto

Parik Dalam sawah satumpak

Pado diseso iko juo

Elok ka tanjuang Basirompak

Kubu Besar dengan Dalam Koto

Parit Dalam sawah sepetak

(Dari) Pada disiksa ini juga

Elok ke tanjuang bersirompak

8. Gasiang denai gasiang tangkurak

Ka den bari banang pincono

Nan kok lalok bawolah togak

Bawo ka muko badan ambo

Gasing saya gasing tengkorak

Akan saya beri benang "pincono"

Yang jika lelap bawalah tegak

Bawa ke muka badan saya

9. Taeh Baruah Kotonyo tigo

Tampak nan dari Gunuang Bungsu

Tibo di darah ka den timbo

Tibo di jantuang ka den putuih

Taeh Baruah Kotanya tiga

Tampak yang dari Gunung Bungsu

Tiba di darah akan saya timba

Tiba di Jantuang akan saya putus

10. Hati jo jantuang alah sakato

Kok jatuah basopiah-sopiah

Nan dijopuk kok tak tabawo

Mambang ka konai sumpah sotia

Hati dengan jantung telah sepakat

Jika jatuh berserpih-serpih

Yang dijemput tidak terbawa

Mambang akan kena sumpah setia

11. Di lauik baaia masin

Abih sampan ganti jo upiah

Lauk lah lamo dipacamin

Tagah balaia balun buliah

Di laut berair asin

Habis perahu ganti dengan "upiah"

Laut telah lama dijadikan cermin

Karena berlayar belum boleh

12. Nan taserak ka dikumpuakan

Nan taicia dipilih juo

Rindu lah lamo ditangguangkan

Rambuik tagerai tampak juo

Yang terserak akan dikumpulkan

Yang tercecer dipilih juga

Rindu sudah lama ditanggungkan

Rambut tergerai tampak jua

13. Ka langik manjamua padi

Ditumbuak badikik-dikik

Kok tak dapek nan dicinto hati

Tiok bulu manangguang sakik

Ke langit menjemur padi

Ditumbuk "badikik-dikik"

Jika tak dapat yang dicinta hati

Setiap bulu manangguang sakit

14. Ramo-ramo di ateh atok

Turun manyosok bungo pudiang

Kok mato dapek den pokok

Hati jo apo ka den dindiang

Rama-rama di atas atap

Turun menghisap bunga "pudiang"

Jika mata dapat saya tutup

Hati dengan apa akan saya dinding

Page 27: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

104

(1) (2)

15. Ikan banamo sari aman

Panggang nan jauh dari api

Adiak den sangko ka pamenan

Kiro manjadi racun hati

Ikan bernama sari aman

Panggang yang jauh dari api

Adik saya sangka akan (jadi)

permainan

Kira(nya) menjadi racun hati

16. Kok kapeh bialah kapeh

Kok bonang tongah duo heto

Kok lopeh bialah lopeh

Kok tobang tali den helo

Kok kapas biarlah kapas

Kok Benang (panjang) dua hasta

Kok lepas biarlah lepas

Kok terbang tali saya tarik

17. Luruih jalan di tanjuang joriang

Nan ka suok ka Parak Juo

Tabayang adiak dalam piriang

Tiok manyuok tampak juo

Lurus jalan di Tanjung Jariang

Yang ke kanan ke Parak Jua

Terbayang adik dalam piring

Tiap menyuap tampak jua

18. Kikih dimalah ko nan tabang

Duo jo anak tiuang lampai

Sisiak dimalah ko nan malang

Tiok bagantuang tagurajai

"Kikih" manalah ini yang terbang

Dua dengan anak "tiung lampai"

Sirip manalah ni yang malang

Tiap bergantung "tagurajai"

19. Anak urang di Luak Anyia

Nan ka balai di hari patang

Dek iduik talampau pikia

Tingga kulik pambaluik tulang

Anak orang di Luhak Anyia

Yang ke balai di hari sore

Karena hidup terlampau pikir

Tinggal (lah) kulit pembalut tulang

20. Ka parak tanamlah jaguang

Ambiaklah buah sado nan mudo

Sapasai-pasai dek bagontuang

Dek adiak bagajaian juo

Ke ladang tanamlah jagung

Ambillah buah semua yang muda

Sepuas-puas karena bergantung

Karena adik "bagajaian" jua

21. Kok basayok tabang ka gunuang

Tiok tanjuang alah den jajak

Adiak tabayang dalam jantuang

Aia mato kakoriang indak

Kok bersayap terbang ke gunung

Tiap tanjung saya jajak

Adik terbayang dalam jantung

Air mata akan kekering tidak

22. Ka pondok bawolah lado

Lah kombang bungo ambocang

Pado bakariang aia mato

Eloklah dipanggialah Simambau

Ke gubuk bawalah lada

Sudah bunga bunga "ambacang"

(Dari) Pada kering air mata

Eloklah dipanggil Simambau

23. Adiak mandi denai manyauak

Nak samo basa-basa

Adiak mati denai mangamuak

Nak samo bakalang tanah

Adik mandi saya menyauk

Supaya sama basah-basah

Adik mati saya mengamuk

Supaya sama berkalang tanah

24. Jirak jilatang dalam rimbo

Sarai badaun molah dulu

Tulak balakang molah kita

Carai batuan molah dulu

"Jirak jilatang" dalam rimba

Serai berdauan malah dulu

Tolak belakang malah kita

Cerai bertuanmalah dulu

Page 28: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

105

(1) (2)

25. Ayam kuriak rambaian taduang

Ikua manjelo masuak padi

Jo tampuruang borilah makan

Dalam daerah tujuah kampuang

Tuan surang nan cinto hati

Nan lain buliah den haramkan

Ayam kurik rambayan tadung

Ekor menjurai masuk padi

Dengan tempurung berilah makan

Dalam daerah tujuh kampung

Tuam seorang yang cinta hati

Yang lain boleh diharamkan

26. Itiak baronang dalam tobek

Ayam baronak ateh banto

Tuan tagomang lai bajawek

Denai tagomang lopeh sajo

Itik berenang dalam kolam

Ayam beranak (di) atas (daun) "banto"

Tuan tergemang ada berjawat

Saya tergemang lepas saja

27. Nan lah masak rambai nan manih

Nan tak mungkin mudo lai

Nan lah bongkak mato manangih

Nan tak mungkin basuo lai

Yang sudah masak rambai yang manis

Yang tak mungkin muda lagi

Yang sudah bengkak mata menangis

Yang tak mungkin bersua lagi

28. Nan dek pandai denai baladang

Nan saparak pisang manih

Nan dek pandai denai batenggang

Muluik galak hati manangih

Yang karena pandai saya berladang

Yang sekebun pisang manis

Yang karena pandai saya bertenggang

Mulut ketawa hati menangis

29. Nan kok mati anjiang paburu

Den kubua di padang data

Di sinan aua den andaikan

Kok mati adiak da'ulu

Nantikan denai di Padang Masya

Di situ sayang den sampaikan

Yang karena mati anjing pemburu

Saya kubur di padang datar

Di situ aur saya andaikan (tandakan)

Jika mati adik dahulu

Nantikan saya di Padang Masyar

Di situ sayang saya sampaikan

30. Manangih sapanjang jalan

Mamakiak sampai ka gunuang

Nan bak mambilang kayu mati

Tuan kanduang jopuiklah badan

Sakik nan tido tatangguangkan

Raso ka putuih rangkai ati

Menangis sepanjang jalan

Memekik sampai ke gunung

Yang bak membilang kayu mati

Tuan kandung jemputlah badan

Sakit yang tidak tertanggungkan

Rasa akan putus rangkai hati

31. Manari dibawo togak

Diambuih Saluang jo buluahnyo

Pamanggia dagang nak pulang

Dendang ko dendang sirompak

Warisan untuang da'ulunyo

Malang katimpo ka badan surang

Menari dibawa tegak

Dihembus "Saluang" dengan buluhnya

Pemanggil dagang supaya pulang

Dendang ini dendang "sirompak"

Warisan untung dahulunya

Malang menimpa ke badan seorang

32. Anak rang Taeh Simalonggang

Ka balai baduo-duo

Kapeh kok tido jadi bonang

Suri tagantung lapuak sajo

Anak orang Taeh Simalanggang

Ke balai berdua-dua

Kapas jika tidak jadi benang

Suri tergantung lapuk saja

33. Puyuah Nan urang Koto Nopan

Bawo bapikek molah dulu

Guruah kok tido jadi hujan

Bumi jo langik dapek malu

Puyuh yang (milik) orang Koto Nopan

Bawa berpikat malah dulu

Guruh jika tidak jadi hujan

Bumi dengan langit dapat malu

(Sumber: Sayute tanggal 14 Juni 2013)

Page 29: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

106

Mantra yang terdapat dalam matrik, 5.1 berupa teks mantra pembuka yang

didendangkan dalam sajian Basirompak mempunyai tujuan-tujuan, seperti 1)

mengungkapkan perasaan yang dirasakan oleh seseorang yang memohon bantuan

dalam Basirompak, 2) menyuruh Ui Bali untuk memanggil para jin yang tinggal

di tujuh Tanjung/Tanjuang, 3) menyampaikan berbagai rasa dalam benak yang

gundah gulana.

Selain mantra pembuka yang tertuang dalam matrik, 5.1 juga ada mantra

pokok yang berupa pantun, seperti tertuang dalam matrik, 5.2 seperti berikut.

Matrik, 5.2

Mantra Pokok

No Mantra (1) Arti Bebas (2)

1. Ula godang menggulapai,

Baronak sambilan ikua,

Mangalombanglah ka lantai,

Satontang si anu tidua.

Ular besar menggelepar,

Beranak sembilan ekor,

Menggelombanglah ke lantai

Sejajar si ‖anu‖ tidur.

2. Si limau den si limau puruik

Masaknyo duo tagantuang

Imbau den Imbau bagaluik

Imbau manuntuk tali jantung

Si limau saya si limau purut

Masaknya dua tergantung

Himbau saya himbau bergelut

Himbau menuntut tali jantung

3. Uncang denai si rajo uncang

Uncang adiak sandang ka rimbo

Baok kapalo ka den kuncang

Darah di dado ka den timbo

Goncang saya si rajo goncang

Goncang adik bawa ke rimba

Bawa kepala akan saya goncang

Darah di dada akan saya timba

4. Nan si Mantuang maayun pucuak

Pucuak malepai awan biru

Sakali ayam bakutuak

Sodalah untuang badan kau

Nan si Mantuang mengayun pucuk

Pucuk (nya) menjurai (ke) awan biru

Sekali ayam berkokok

Sadarlah untung badan engkau

Page 30: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

107

(1) (2)

5. Angku Haji babaju jubah

Sambayang ateh pamatang

Indak tolok konai pakasiah

Iko sijundai nan ka datang

Angku Haji berbaju jubah

Sembahyang (di) atas pematang

Tidak sanggup oleh ―pekasih‖

Ini ―sijundai‖ yang akan datang

(Sumber: Sayute, tanggal 14 Juni 2013)

Matrik, 5.2 berupa mantra pokok, inti dari mantra pokok adalah ungkapan rasa

marah dan ancaman terhadap Puti Lasuang Batu (perempuan yang akan jadi

korban).

Selain dendang tersebut, juga ada pembacaan ayat-ayat dari kitab suci

Alquran yang tidak boleh disampaikan dalam tulisan ini, dikawatirkan akan terjadi

sesuatu yang tidak diinginkan. Kekhawatiran ini bukan hanya karena kekuatan

spiritualitasnya, namun dikhawatirkan kepada pihak-pihak yang mempelajarinya

tanpa kontrol dari penghulu yang berwenang. Karena sulit dikontrol, seperti yang

dikatakan oleh Penghulu Nan Tuo, siapa saja yang ingin menggunakan mantra dan

ayat-ayat yang dipergunakan dalam Basirompak tanpa pertimbangan yang

matang, akan menyasar kepada pelaku (berbalik) atau orang yang minta

pertolongan (Wawancara dengan Datuk Ajo Marajo, tanggal 26 Juli 2008).

Dalam Basirompak, tidaklah semena-mena atau setiap perempuan dapat

diguna-gunai dengan spiritualitas saluang sirompak, tetapi perlu pertimbangan

yang matang, layak tidaknya calon korban dapat ditetapkan sebagai orang yang

telah berbuat tidak baik (sebagai korban) terhadap si laki-laki. Kebijaksanaan atas

peraturan ini peneliti memahaminya sebagai kearifan lokal terkait dengan simbol-

simbol penilaian moral dan etika. Simbol-simbol semacam ini bersifat tertutup

dan meruang waktu pada lingkup lokal masyarakat penggunanya, seperti yang

Page 31: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

108

ditandaskan oleh Sayute bahwa amanat tetap harus dijaga dan dilaksanakan

dengan baik (Wawancara dengan Sayute, tanggal 14 Juni 2013).

5.3.2 Sesaji

Dalam Basirompak, unsur sesaji juga menjadi pokok sehingga tidak boleh

ada kekurangan, kesalahan, ataupun penggantian. Unsur-unsur sesaji yang

dipergunakan dalam Basirompak terdiri atas beberapa unsur, dari beberapa unsur

tidak boleh kurang atau diganti dengan unsur lain. Dalam sesaji, ada pelaku yang

menggunakan unsur bunga, ada ―dua jenis bunga‖ yang menjadi unsur sesaji,

kurang satu bunga atau digantikannya salah satu dari bunga itu akan memudarkan

semua unsur spiritualitas Basirompak. Sesaji yang berwujud ―telor itik‖,

digantikan dengan telor angsa meskipun lebih besar juga tidak memberikan daya

spiritualitas. Begitu juga unsur sesaji yang lainnya, ―beras kuning‖, ―kepala nasi‖,

dan tempat ―daun pisang batu‖, tidak akan dapat digantikan dengan yang lain,

apalagi dikurangi atau ditiadakan, serta ―kemenyan putih‖ sebagai sarana

menghantarkan sesaji ke tempat Basirompak (di Tanjung).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Datuk Mukhtar Ajo Marajo yang

bertindak sebagai pelaku tertua dalam Basirompak, bahwa Basirompak

membutuhkan sesaji (Ikhwan, 2002:106). Sesaji yang dibutuhkan berupa dua

jenis bunga, telor itik, bareh barandang, dan kepala nasi. Semua persyaratan

ditaruh di atas daun pisang batu, sebagai penghantarnya adalah pembakaran

kemenyan putih (kemenyan Arab). Berikut adalah rincian dari sesaji yang

dipergunakan dalam sajian Basirompak.

Page 32: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

109

1) Bunga/Bungo

Dua jenis bunga yang dipergunakan untuk sesaji, yaitu bungo parindu atau

bungo sipanggia-panggia dan bungo tanjuang. Untuk mengetahui bunga tersebut,

perhatikan gambar berikut.

Gambar 5.5 Bunga Parindu

(Dokumen: Nil Ikhwan, 27 Juli 2008)

Gambar 5.5 berupa Bungo si parindu (bunga si perindu) atau sering juga

disebut bungo si panggia-panggia (bunga si panggil-panggil), yang dipercaya

oleh pelaku Basirompak ataupun masyarakat pendukung merupakan bunga

pemanggil roh dan setan yang akan diajak kerja sama dalam proses Basirompak.

Pemberian nama bungo si parindu secara etimologi, mengandung dua

makna penting. Pertama, atas dasar kebutuhan pelaku kekuatan bathiniah

hubungannya dengan makhluk halus dalam mewujudkan misinya. Pelaku harus

melengkapi sesaji sebagai syarat mutlak untuk keberhasilannya. Meskipun hanya

pelaku yang mengerti tentang isi dialog yang dilakukan, perantara dialog

Page 33: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

110

menggunakan jenis bunga yang dibutuhkan sesuai dengan kesukaan makhluk

halus, jin, dan setan yang diundangnya. Makhluk halus memberikan gambaran

ciri-ciri bunga, tempat tumbuh bunga dan manfaat bunga tersebut. Kedua, bertolak

dari manfaat bunga dalam Basirompak berkaitan dengan si parindu dalam bahasa

Minangkabau, yaitu si-perindu. Kata si berarti menunjukkan kepada subjek,

sedangkan pa adalah kata sifat dari subjek seperti kata pe dalam kata pe-makan,

pe-minum, pe-malas, pe-mogok, dan sebagainya. Sementara itu, rindu artinya

kangen. Sifat kekuatan spiritualitas yang dimiliki bunga si perindu diasumsikan

sesuai dengan pemberian nama bunga tersebut. Pelaku dalam ritual Basirompak

tidak bekerja sendiri, namun selalu dibantu oleh anggotanya termasuk dalam

pencarian sesaji. Karena bahasa lokal yang digunakan, masyarakat Desa Taeh

Baruah mudah mengerti jenis bungo si parindu tersebut. Keberadaan bungo si

parindu atau bungo si panggia-panggia sebagai satu jenis bunga yang memiliki

dua sebutan.

Jenis bunga lainnya yang dipakai sesaji dalam Basirompak adalah bunga

Tanjung/Tanjuang. Bunga tanjung keberadaannya sangat mudah didapat karena

tidak akan pernah berhenti di setiap musimnya. Keberadaan bunga ini dalam

sesaji dipercaya dapat membantu pelaku dalam memanggil roh dan jin yang

dibutuhkan oleh pelaku. Untuk mengetahui bunga tanjung perhatikan gambar

berikut.

Page 34: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

111

Gambar 5.6 Bunga Tanjuang/Tanjung

(Dokumen: Nil Ikhwan, 28 Juli 2008)

Gambar 5.6 merupakan bunga tanjung yang buahnya berwarna merah

muda, wujudnya kecil atau semacam buah ―sawo kecik‖ yang bijinya coklat.

Bunga ini dipercaya oleh pelaku Sirompak dapat memanggil roh halus, jin, dan

setan, serta menebarkan bau wangi hingga mampu menembus ke tempat sasaran

berada. Dalam Basirompak, bila salah satu jenis bunga tidak ada, maka

Basirompak gagal dilaksanakan. Tanpa adanya bungo si parindu atau bungo si

panggia-panggia dan bungo tanjuang, dipercaya oleh pelaku bahwa rasa rindu

seseorang tidak dapat dibangkitkan atau tak dapat dipanggil. Semerbak wangi

bunga tanjung yang ditebarkan dianggap mampu memanggil roh, jin, dan setan

yang membantu dalam proses Basirompak.

Page 35: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

112

Saat saluang sirompak ditiup, bunga-bunga itu terlihat tidak mengalami

perubahan bentuk secara kasat mata. Menurut pelaku Basirompak, orang yang

dapat merasakan manfaat dari bunga adalah anggota saluang sirompak dan

makhluk halus yang diundangnya (Wawancara: 28 Juli 2008). Bila dilihat secara

kasat mata hal ini memang demikian, tetapi dengan melihat hasil yang dicapai, hal

itu merupakan data empiris yang menjadi keyakinan oleh seluruh masyarakat

Payakumbuh sebagai pelaku Basirompak. Berikut adalah gambar setangkai bungo

tanjuang.

Gambar 5.7 Bunga Tanjuang/Tanjung

(Dokumen: Nil Ikhwan, 28 Juli 2008)

Kedua jenis bunga dalam Basirompak itu memang tidak mengenal musim, yang

selalu berbunga sepanjang tahun. Kedua jenis bunga tidak dapat digantikan

dengan jenis bunga lainnya. Pencarian bunga tersebut dilakukan oleh pelaku

sendiri atas dasar pertimbangan pemenuhan spiritualitas.

Page 36: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

113

3) Bareh barandang

Bareh barandang (beras matang yang sudah digoreng), yang dihasilkan

melalui proses menggoreng tanpa minyak (merendang) secangkir beras. Jenis

berasnya adalah beras pilihan yang mempunyai kualitas paling bagus. Di

Minangkabau jenis beras yang bermutu kelas satu disebut beras sokan. Sebagai

contoh, perhatikan beras dan kunyit dalam gambar berikut.

Gambar 5.8 Beras dan Kunyit

(Dokumen: Nil Ikhwan 28 Juli 2009)

Gambar 5.8 berupa beras dan kunyit yang dapat dijadikan bareh

barandang. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut: kunyit diparut lalu

diperas dan diambil airnya lalu dicampurkan dengan beras dan digoreng. Setelah

digoreng beras ini disebut dengan bareh barandang. Beras yang sudah digoreng

Page 37: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

114

ini dipergunakan dalam Basirompak dengan tujuan untuk mempermudah menarik

rasa simpati makhluk halus agar dapat diajak berdialog dan bekerja sama.

4) Tolua itiak

Persyaratan selanjutnya berupa tolua itiak (telor bebek/itik) sebanyak tiga

butir yang direbus hingga matang, telor ini juga tidak dapat digantikan dengan

yang lain. Umpamanya, telur itu digantikan dengan telor angsa, meskipun lebih

besar dan bermanfaat secara nutrisi lebih banyak di banding dengan telor itik, hal

itu tidak mungkin dilakukan. Sebagai contoh, perhatikan telor itik seperti gambar

berikut.

Gambar 5.9 Tolua Itiak

(Dokumen: Nil Ikhwan, 28 Juli 2009)

Gambar 5.9 adalah gambar telor itik yang tidak dapat digantikan dengan

jenis telor yang lain. Hal itu disebabkan oleh telah diterimanya syarat-syarat atau

sesaji dari leluhur para pelaku Basirompak dengan jin dan setan yang menjadi

mitra kerja.

Page 38: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

115

5) Nasi kunyit dan kepala nasi

Nasi kunyit (nasi kuning) dibuat dari campuran beras dengan kunyit yang

dimasak hingga matang. Nasi kuning ini tidak boleh dibuat dengan sembarang

pewarna, harus dengan pewarna dari kunyit yang ditambah sedikit daun pandan

harum (pandan wangi). Aroma nasi kuning ini berbeda dari nasi yang

menggunakan pewarna kimia, dari sisi rasa jauh lebih enak dibanding dengan

pewarna lain.

Kemudian, syarat yang disebut ―kepala nasi‖ adalah nasi yang diambil

dari bagian yang paling atas pada saat menanak nasi. Meskipun sedikit, apabila

diambilkan dari yang paling atas, maka hal itu dapat disebut sebagai kepala nasi.

Kebiasaan menanak nasi oleh masyarakat Taeh Baruah masih menggunakan alat

yang disebut pariuak (periuk), kalau di Jawa disebut kendil, dan di Bali disebut

cublukan. Alat ini biasanya terbuat dari tanah liat yang biasa disebut dengan

gerabah, dan juga bisa dari bahan alumunium, baik yang tebal maupun yang tipis.

6) Daun pisang batu

Daun pisang batu adalah sebutan pisang yang biasa dibuat kripik pisang,

sebutan biudang sabo (Bali) dan pisang kapok (Jawa). Daun pisang ini merupakan

syarat yang harus dilaksanakan, yaitu untuk tempat menaruh semua sesaji yang

telah disiapkan. Daun pisang batu ini, tidak boleh digantikan dengan jenis daun

pisang yang lain, karena apabila digantikan dengan daun pisang jenis lain, tidak

ada manfaat apa-apa sesaji yang telah dibuat atau dipersiapkan. Berikut adalah

contoh gambar daun pisang batu.

Page 39: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

116

Gambar 5.10 Daun Pisang Batu

(Dokumen: Nil Ikhwan, 28 Juli 2009)

Gambar 5.10 adalah contoh daun pisang batu yang sengaja diperlihatkan dengan

buahnya agar mudah dimengerti karena masing-masing daerah menyebutnya

dengan nama yang berbeda. Daun pisang batu dipercaya oleh pelaku memiliki

tingkat kelembaban yang luar biasa, atau dipercaya bahwa daun yang dingin

merupakan kesenangan para roh halus dan setan.

7) Kemenyan putih/kemenyan arab

Jenis sesaji terakhir berupa kemenyan putih yang dibakar pada saat sesaji

telah disiapkan di atas daun pisang batu. Pembakaran kemenyan membutuhkan

sarabut kelapa kering yang mudah terbakar dan awet. Pembakaran ini dilakukan di

tempat sajian Basirompak, yaitu di salah satu dari tujuh tanjung di daerah terdekat

Page 40: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

117

dari pelaku (daerah Kota Madya Payakumbuh). Untuk lebih jelasnya, berikut

disajikan gambar kemenyan yang biasa dipergunakan dalam Basirompak.

Gambar 5.11 Kemenyan putih

(Dokumen: Nil Ikhwan, 28 Juli 2009)

Gambar 5.11 adalah kemenyan putih dan tungku pembakaran kemenyan. Dalam

proses pembakaran, tungku diberi sabut kelapa yang dibakar hingga menjadi bara.

Setelah bara api dari sabut kelapa memerah, kemenyan dimasukkan dalam bara.

Dalam setiap menjalankan kegiatan selalu ada doa-doa, namun tidak boleh

ditulis dalam penelitian ini, yang pasti setiap pembacaan doa selalu diawali

dengan bacaan Basmalah, ―Bismillah hirohman nirokhim‖ (dengan nama Allah

yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Hal ini diartikan bahwa semua

kegiatan dapat terlaksana atau gagal karena kemurahan dari Allah maha Pencipta.

Ketujuh tanjung tersebut oleh pelaku Basirompak dianggap sebagai

tanjung yang dihuni makhluk halus (jin) yang dikenal dengan nama Simambau

Page 41: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

118

Hitam, Simambau Sirah, Simambau Tungga, Simambau Barantai, dan Simambau

Putih. Makhluk halus yang berwujud jin inilah yang akan diajak bekerja sama

untuk mencapai tujuan dalam Basirompak. Berkaitan dengan pandangan Islam

tentang jin, pada Alquran Surat ke-72 ―Al-Jin‖, terdapat ayat 1 yang berbunyi:

Katakanlah hai Muhammad: Telah diwahyukan kepadaku

bahwasannya sekumpulan Jin telah mendengarkan Al Qur’an, lalu

mereka berkata sesungguhnya kami telah mendengarkan Al Qur’an

yang menakjupkan, selanjutnya ayat 5:dan sesungguhnya kami

mengira bahwa manusia dan Jin sekali-kali tidak akan mengatakan

perkataan yang dusta terhadap Allah, dan ayat 6:dan bahwasannya

ada beberapa orang laki-laki diantara manusia meminta

perlindungan kepada beberapa lelaki diantara Jin, maka Jin-Jin itu

menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.

Apabila dicermati bunyi ayat 1 tersebut bahwa jin juga bersaksi akan

adanya wahyu Allah yang berupa Alquran sebagai anutan hidup para Jin dan

manusia. Pada ayat ke-5, jin dan manusia tidak akan berkata dusta terhadap Allah.

Hal ini membuktikan bahwa jin dan manusia ada yang beriman. Pada ayat ke-6,

manusia yang meminta perlindungan kepada jin, maka manusia akan menambah

dosa dan kesalahannya karena ia sudah termasuk bersekutu dengan jin. Manusia

akan dijadikan kayu dalam neraka jahanam.

Peringatan Tuhan kepada manusia terdapat dalam Alquran Surat ke-15

―Al-Hijr‖, ayat ke-27 yang artinya: dan kami telah menciptakan Jin sebelum

(Adam) dari api yang sangat panas, kemudian pada surat ke-7 (Al-A‘raf), ayat

ke-27 telah memperingati manusia, yang artinya:

Hai anak Adam, janganlah kamu sekali-kali dapat ditipu oleh setan

sebagai mana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga,

ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan

kepada kedua auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya

melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka,

Page 42: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

119

sesungguhnya kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-

pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

Ayat itu memberikan peringatan bagi manusia untuk berhati-hati pada godaan

atau tipu muslihat setan yang merupakan pemimpin bagi orang yang tidak

beriman. Hal ini dipertegas dalam ayat ke-50 surat ke-18 ―Al Kahfi‖ yang berarti:

dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: sujudlah

kamu kepada Adam. Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah

dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah

kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin

selain dari pada Ku. Sedang mereka adalah musuhmu amat buruklah

iblis itu sebagai pengganti (Allah) bagi orang-orang yang Dzalim.

Jadi, ayat itu menggambarkan sifat iblis (jin yang ingkar dan tidak mau menuruti

perintah Allah). Selain itu, ayat itu juga menjelaskan bahwa jin ada yang beriman

kepada Tuhan. Hakikatnya ayat ini merupakan peringatan kepada manusia agar

tidak memilih jin (iblis) dan keturunannya untuk menjadi pemimpin karena akan

menyesatkan umat manusia dari hal yang menjadi perintah Allah.

Dalam dAl-Asyqar (2008:7-11) dikatakan bahwa jin memiliki dunia yang

lain dengan dunia manusia, dan dunia malaikat. Mereka memiliki beberapa hal

yang sama dengan manusia, dalam arti bahwa mereka memiliki akal dan

pemahaman, sehingga memiliki kemampuan untuk memilih antara yang baik dan

buruk. Sebutan ―Jin‖ diberikan karena mereka menyembunyikan diri (ijtinaan)

dari pandangan manusia. Jenis-jenis jin dan nama-nama dalam bahasa Arab, yaitu

jin itu disebut jinni, jika yang dimaksud adalah jin yang tinggal dengan manusia,

mereka disebut ‗Aamir (secara harfiah artinya penghuni), jika jin itu hinggap pada

anak kecil, mereka menyebutnya sebagai arwaah (jiwa), jika jin itu jahat dan

dapat menyebabkan bahaya, maka disebut syaitan. Jika jin itu lebih jahat lagi

Page 43: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

120

maka disebut maarid (durhaka atau roh jahat). Jika jin itu lebih jahat dan lebih

kuat, maka disebut Ifrit (kuat). Rasulullah bersabda, jin itu terdiri atas tiga jenis,

yaitu satu jenis terbang di air, satu jenis berbentuk ular dan anjing, dan satu jenis

lainnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Dari jenis jin yang telah

disampaikan, maka sesuai dengan sabda Rasullullah berkaitan jenis jin, yang ada

di Basirompak menurut Datuak Mukhtar Ajo Marajo adalah jenis jin yang terbang

di air (Wawancara: 23 Juli 2008).

5.3.3 Lokasi Ritual

Dalam Basirompak ada tempat khusus yang dipergunakan dalam

melakukan ritual ini, yaitu pada tujuh tanjung. Ketujuh tanjung yang ada di Desa

Taeh Baruah adalah: (1) Tanjung Situkak, (2) Tanjung Lilin, (3) Tanjung Pia, (4)

Tanjung Joriang, (5) Tanjung Runggai, (6) Tanjung Bancah Palam, dan (7)

Tanjung Whak Dingin. Ketujuh tanjung itu oleh pelaku Sirompak dianggap

sebagai tanjung yang dihuni oleh makhluk halus, dikenal dengan nama Simambau

Hitam, Simambau Merah/Sirah, Simambau Tungga, Simambau Barantai, dan

Simambau putih, yang semuanya disebut setan penunggu lubang saluang

sirompak. Dengan adanya kepercayaan ini ritual sirompak dapat dilakukan di

salah satu tanjung yang ada di Taeh Baruah atau tidak harus dilakukan di semua

tanjung. Syarat dan langkah prosesi ataupun elemen-elemennya tetap sama seperti

yang telah disebutkan di atas.

Page 44: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

121

Gambar 5.12 Lokasi Basirompak

(Dokumen: Nil Ikhwan, 28 Juli 2009)

Untuk mengenali tempat itu keramat atau tidak, dan sesaji itu diterima atau tidak,

ada tanda-tanda yang terjadi. Tanda-tanda tersebut adalah dimulai dari cuaca yang

tadinya cerah menjadi mendung, tempat di sekitar dingin, kulit dari masing-

masing pelaku terasa seperti ditusuk-tusuk jarum, disertai pula kedatangan

binatang-binatang kecil yang menyerupai belalang. Bagi yang menonton tidak

semua tanda-tanda itu ikut dirasakan, hanya pada cuaca dan udara dingin.

Dari kondisi tanjung yang didatangi di wilayah tersebut, akan timbul

pertanyaan, bagaimana jika sasaran Basirompak berada jauh dari desa tersebut (di

luar Taeh Baruah). Ternyata hal ini bukan faktor penghambat kegiatan Sirompak,

karena menurut keyakinan pelaku, di mana pun daerah yang berciri sama, seperti

yang digambarkan, dapat dipastikan bisa ditemukan penghuni dari tempat itu,

yaitu Simambau Hitam dan teman-temannya. Sudah barang tentu kendala yang

akan ditemukan pada proses kegiatan ini akan menelan waktu yang relatif lama,

Page 45: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

122

dan akan menimbulkan permasalahan baru, seperti: keingintahuan penduduk

setempat, rasa ketidaknyamanan di lokasi baru, sulit berkonsentrasi, dan

sebagainya (Wawancara: 20 Juli 2008).

Datuk Ajomarajo mengatakan bahwa dalam pemilihan tempat pada

tanjung disebabkan oleh adanya ―risalah‖ tentang cerita sahabat Rasul

(Muhammad) yang ingkar. Pada suatu saat mereka pergi ke suatu tempat yang

disebut tanjung, mereka berhari-hari tidak tahu arah. Suatu saat Rasul datang

menghampiri sahabatnya itu, dan bersabda ―Hai sobat, ada apa dengan hatimu

sehingga berhari-hari engkau berdiri di tanjung?‖ Kemudian, Rasul

memerintahkan sahabatnya untuk duduk di atas pohon besar sambil melafalkan

ayat-ayat suci Alquran, yang maksud dari ayat itu ―Kekuatan jin dan setan ada

pada pohon itu‖. Kemudian sahabat disuruh melihat pohon itu, kemudian pohon

bergerak dengan kerasnya yang diikuti datangnya angin kencang. Pada saat itu,

juga sahabat mempercayai bahwa pohon tersebut merupakan tempat makhluk

halus jin dan setan. Dari peristiwa itu, sahabat kemudian sadar dan mulai

mendekatkan diri kepada Allah, Sang Pencipta, dengan membaca ayat-ayat suci

yang dapat menangkal godaan/keganasan jin dan setan.

Kerja sama antara pelaku (pelaku) dan setan dimanfaatkan dalam

membuka dan mengunci serta menikam rantaian hati dan jantung serta seluruh

raga pada si korban. Karena korban (manusia) bergerak atau melakukan aktivitas

dari hati yang mendahului berkuasa dari individunya. Di mana pun korban itu

berada, baik dibatasi gunung, laut maupun pulau, akan tetap kena oleh spiritualitas

saluang sirompak. Meskipun si korban telah menyiapkan segala sesuatu untuk

Page 46: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

123

memagari dirinya dengan jampi-jampi oleh orang pintar (pelaku ), tetap dalam

kurun waktu dua puluh empat jam ada detik yang bisa ditembus oleh kekuatan

spiritualitas saluang sirompak. Istilah perempuan, selain yang telah dipagari dan

juga sulit ditembus dengan sesuatu yang gaib, disebut ―baju putih lengan biru‖,

pertanda perempuan itu keras bahwa mereka telah kuat dalam iman, dan mungkin

dipagari secara gaib dan sebagainya.

5.4 Estetika Saluang Sirompak

Estetika saluang sirompak memiliki keterkaitan dengan dendang yang

melantunkan mantra yang berbentuk pantun. Keterkaitan tersebut terletak pada

alunan musikal dari instrumen saluang sirompak, pada bagian tertentu saluang

sirompak memberikan ilustrasi pada lagu dendang. Nada-nada yang terdapat

dalam saluang sirompak terdiri atas enam nada, sepeti telah disebutkan dalam

cara pembuatan isntrumen dalam masing-masing lubang. Urutan nada dari a—–

c—– d—e— f – fis atau dalam pembacaan la – do – re – mi – fa – fi. Dalam

istilah musik, perbedaan interval yang dihasilkan instrumen saluang sirompak

dengan nada-nada diatonis yang telah memiliki standar baku disebut dissonan

atau diskordan (Djohan, 2003:260). Sistem notasi dalam musik biasa

menggunakan notasi angka atau solmisasi dan notasi balok. Namun, dalam

penulisan dengan sistem penotasian yang menggunakan notasi balok sulit untuk

mencari simbol-simbol nada yang tepat, seperti di mana letak penulisan c1 none +

40 mh, atau d1 none + 5 mh. Jadi, dalam penulisan notasi masih tetap digunakan

sistem notasi balok dengan simbol-simbol yang ada. Perlu disampaikan bahwa

melodi lagu Dendang dan melodi saluang sirompak menggunakan sistem ketukan

Page 47: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

124

bebas (nonmetris). Sementara itu, dalam sistem notasi balok sulit untuk dibuat

sistem penulisan dengan sistem ketukan bebas (nonmetris).

Lagu saluang sirompak dalam konteks ritual terdiri atas dua bagian besar,

sesuai dengan lagu sajian dendang. Dalam lagu ada bagian lagu yang disebut

dengan ilustrasi atau istilah musiknya interlute atau dalam istilah pelaku

Basirompak disebut ibauan (imbauan) sebelum saluang sirompak mengikuti atau

memberikan ilustrasi lagu dendang. Bagian-bagian lagu yang disebut Imbauan

dalam saluang sirompak adalah bagian lagu saluang sirompak yang belum ada

sajian dendang, notasi imbauan, atau bagian I, sebagai berikut.

Page 48: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

125

Larghetto (M.M. 60-63 Transkrip : Nil Ikhsan

5.4.2 Melodi Dendang

Page 49: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

126

Bagian I. Imbauan (Himbauan)

Pada awal melodi, saluang sirompak yang disebut bagian Imbauan, terdiri

atas sembilan frasa yang terbagi dalam empat frasa pertama hingga frasa ke-empat

disajikan overlute atau satu oktaf lebih tinggi dari penulisan notasi. Sementara itu,

untuk frasa ke-lima hingga frasa ke-sembilan disajikan sesuai dengan penulisan

notasi (sedang). Pada bagian lagu imbauan disajikan nada-nada tinggi sebanyak

empat frasa, secara berturut-turut dilakukan mulai frasa pertama sampai frasa ke-

empat. Ketukan nada dari masing-masing frasa tidak sama (asymmetrical) seperti

layaknya komposisi-komposisi musik Barat (symmetrical). Bila dikaitkan dengan

saat berlangsungnya pertunjukan spiritualitas saluang sirompak, hasil bunyi dari

saluang sirompak melengking yang bisa memecahkan suasana malam, dan

mengganggu kenyamanan orang yang sedang tidur. Untuk menghindari

terganggunya masyarakat yang sedang istirahat pada malam hari, pertunjukan ini

dilakukan di salah satu tanjung yang jauh dari pemukiman masyarakat, hal inilah

dapat dikatakan sebagai salah satu alasan mengapa kegiatan dilakukan di tanjung.

Page 50: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

127

Berikut adalah frasa penggalan dari bagian Imbauan.

Frasa Melodi Pertama

Page 51: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

128

Keempat frasa tersebut disajikan dengan nada tinggi atau overlute (satu oktaf

lebih tinggi) dalam penulisan musik yang diberi simbol 8-va. Menurut Elmizarlis

peniup saluang sirompak mengatakan bahwa nada-nada tinggi menghasilkan suara

yang lebih keras. terang, cemerlang, dan unggul (Wawancara dengan Elmizarlis,

tanggal 14 Juni 2013). Simbol 8-va itu mempunyai arti bahwa nada-nada yang

dimainkan tersebut dinaikkan satu oktaf lebih tinggi dari nada yang tertulis.

Sebagai pembanding dari pernyataan tersebut dapat dilihat pembagian wilayah

nada dengan realitas suara dari instrumen flute dengan sifat wilayah nada yang

dihasilkannya. Untuk mudah melihat klasifikasi sifat bunyi yang dimaksud diberi

tanda lingkar dibubuhkan dalam penotasian, seperti terlihat pada contoh berikut.

Disebabkan oleh sifat-sifat kekuatan nada yang dimiliki dalam penyuaraan

flute menghasilkan nada lebih keras, cemerlang, terang, dan unggul. Dari hasil

suara flute dengan realitas tulisan dalam notasi yang ada dengan simbol 8-va

memunculkan nada satu oktaf lebih tinggi dari standar penulisan notasi yang

menggunakan kunci G.

Pada kesempatan berikutnya, nada-nada tinggi itu tidak dimunculkan lagi.

Frasa-frasa melodi yang dimulai dan kelima hingga berakhirnya bagian imbauan

itu secara dominan hanya memanfaatkan nada-nada yang terdapat dalam notasi

Page 52: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

129

rendah dan tenang (weak and brighter). Jumlah dari frasa melodi itu sebanyak

lima buah, dan kemudian disambung dengan bagian kedua dari bentuk komposisi

saluang sirompak (paduan vokal) dengan saluang sirompak.

Berikut adalah frasa kelima hingga frasa ke sembilan bagian Imbauan

dalam sistem notasi.

Frasa Melodi Kelima

Page 53: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

130

Frasa Melodi Kesembilan

Frasa kelima hingga frasa kesembilan adalah sajian lagu yang sudah

masuk dalam lagu-lagu rendah, atau permainan saluang sirompak menyuarakan

nada-nada sama dengan notasi yang ada. Lagu dalam tulisan yang tidak

menggunakan simbol 8 va adalah penyuaraan flute atau saluang sirompak sesuai

dengan nada yang tertulis dengan menggunakan standar penulisan kunci G.

Dasar dari lagu dendang mengikuti nada yang ada pada nada-nada pada

saluang sirompak, dengan susunan a—– c—– d—e— f – fis atau la – do – re – mi

– fa – fi. Lagu bagian Imbauan merupakan tuntunan untuk pengambilan nada bagi

pendendang, karena saluang sirompak telah memberikan imbauan dalam frasa

kelima hingga frasa kesembilan atau akhir dari bagian lagu Imbauan. Dalam

dendang ada dua jenis lagu, yaitu dengan nada sedang dan nada tinggi atau satu

oktaf lebih tinggi dari nada sedang. Mantra yang berupa pantun juga ada dua

motif, ada yang terdiri atas empat baris setiap baitnya dan ada pula yang terdiri

atas enam baris setiap baitnya. Perbedaan jumlah baris dalam setiap barisnya akan

mengubah pula motif lagu yang dilantunkan. Lagu untuk melantunkan syair yang

terdiri atas enam baris dalam satu bait pada dasarnya sama dengan lagu yang

dipergunakan dalam pantun yang terdiri atas empat baris. Kemudian untuk

melantunkan lagu yang terdiri dari enam baris dalam satu bait dilagukan dengan

menggunakan baris ketiga dan baris keempat yang dipergunakan dalam lantunan

Page 54: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

131

baris kelima dan keenam, atau lagu baris ketiga dipergunakan untuk lagu baris

kelima dan lagu baris keempat dipergunakan untuk melagukan syair baris keenam.

Dalam praktiknya dendang terdiri atas dendang mantra pembuka dan

dendang mantra pokok, mantra pembuka terdiri atas 33 bait dan mantra pokok

terdiri lima bait. Dalam mantra pokok kebetulan terdiri atas empat baris dalam

setiap baitnya, sedangkan untuk mantra pembuka ada yang terdiri atas empat baris

sampai dengan tujuh baris dalam setiap baitnya.

Page 55: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

132

Page 56: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

133

Page 57: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

134

Bagian II. Lagu Saluang Sirompak

Page 58: spiritualitas musik saluang sirompak dalam masyarakat taeh baruah ...

135

Bagian II tersebut merupakan gabungan lagu dendang dengan lagu

saluang sirompak, yaitu pada notasi yang terdiri atas dua baris notasi. Baris notasi

yang di atas merupakan notasi untuk lagu dendang, sedangkan untuk baris yang

kedua untuk lagu saluang sirompak. Untuk kata-kata/syair yang suku katanya

sedikit cenderung digunakan teknik melismatis, yaitu beberapa buah not yang

diperuntukkan bagi satu suku kata (lihat garis lengkung). Melodi pada bagian

kedua tersebut dinyanyikan secara berulang-ulang dalam mantra yang berbeda,

mulai dari awal vokal didendangkan hingga berakhirnya sajian, yang dikenal

dengan istilah stropik.

Bentuk pengulangan juga ada penyesuaian jumlah suku kata dari masing-

masing barisnya, dan jumlah baris dari setiap baitnya. Dalam sajiannya, apabila

dalam satu baris terdapat lebih banyak suku kata yang disampaikan dalam

dendang, maka pendendang menggunakan nada-nada di tengah frasa untuk

diulang dalam beberapa suku kata. Kemudian untuk sajian yang terdiri atas lebih

dari empat baris dalam satu bait maka pendendang menggunakan frasa akhir

bagian untuk melantunkan dendangnya. Seperti bait yang terdiri atas lima baris,

maka pada baris terakhir digunakan frasa keempat, kemudian untuk menyajikan

dendang yang terdiri atas enam baris setiap baitnya, frasa ketiga dan keempat

dipergunakan untuk melantunkan baris kelima dan keenam. Sementara itu apabila

dalam satu bait terdiri atas tujuh baris maka pendendang menggunakan frasa

ketiga dan keempat yang diulang dua kali (frasa keempat).