Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

35
SPIRITUAL WELL-BEING PADA PENDETA GMIT YANG MELAYANI DI KUANFATU NUSA TENGGARA TIMUR OLEH ANASTHASYA FIELIA LITELNONI 802011094 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016

Transcript of Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

Page 1: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

SPIRITUAL WELL-BEING PADA PENDETA GMIT YANG

MELAYANI DI KUANFATU – NUSA TENGGARA TIMUR

OLEH

ANASTHASYA FIELIA LITELNONI

802011094

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016

Page 2: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...
Page 3: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...
Page 4: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang

bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Anasthasya Fielia Litelnoni

Nim : 802011094

Program Studi : Psikologi

Fakutas : Psikologi, Universitas Kristen SatyaWacana

Jenis Karya : Tugas Akhir

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW

hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya

berjudul:

SPIRITUAL WELL-BEING PADA PENDETA GMIT YANG MELAYANI DI

KUANFATU – NUSA TENGGARA TIMUR

Dengan hak bebas royalty non-exclusive ini, UKSW berhak menyimpan mengalih

media/mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan

mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis/pencita.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Salatiga

Pada Tanggal : 12 Januari 2016

Yang menyatakan,

Anasthasya Fielia Litelnoni

Mengetahui,

Pembimbing

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS

Page 5: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Anasthasya Fielia Litelnoni

Nim : 802011094

Program Studi : Psikologi

Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :

SPIRITUAL WELL-BEING PADA PENDETA GMIT YANG MELAYANI DI

KUANFATU – NUSA TENGGARA TIMUR

Yang dibimbing oleh :

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.

Adalah benar-benar hasil karya saya.

Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau

gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk

rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang seolah-olah sebagai karya saya sendiri

tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 12 Januari 2016

Yang memberi pernyataan

Anasthasya Fielia Litelnoni

Page 6: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

LEMBAR PENGESAHAN

SPIRITUAL WELL-BEING PADA PENDETA GMIT YANG MELAYANI DI

KUANFATU – NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh

Anasthasya Fielia Litelnoni

802011094

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk

Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Disetujui pada tanggal 12 Januari 2016

Oleh:

Pembimbing

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS

Diketahui oleh, Disahkan oleh,

Kaprogdi Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS Prof.Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016

Page 7: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

SPIRITUAL WELL-BEING PADA PENDETA GMIT YANG

MELAYANI DI KUANFATU – NUSA TENGGARA TIMUR

Anasthasya Fielia Litelnoni

Chr. Hari Soetjiningsih

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016

Page 8: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

Abstrak

Pendeta adalah sebutan bagi pemimpin agama Kristen Protestan di Indonesia. Pendeta

dari salah satu lembaga agama Kristen Protestan yang disebut Gereja Masehi Injili di

Timor (GMIT) memiliki tugas dan tanggung jawab sama seperti pendeta pada

umumnya yaitu memimpin kebaktian, dan ritual-ritual Kristen Protestan lainnya.

Namun ada hal yang berbeda dari pendeta GMIT yang melayani di Kuanfatu. Kuanfatu

adalah salah satu wilayah GMIT yang terletak di Kabupaten Timor Tengah Selatan

(TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain menjalankan tugas dan tanggung

jawab sebagai pendeta, semua pendeta yang ada di klasis Kuanfatu juga adalah seorang

petani ataupun orang yang berkebun. Mulai dari menyiapkan bibit, membakar lahan

untuk siap ditanam, menanam bibit pada musim tanam, merawat kebun dan

membersihkan kebun sampai memanen hasil kebun. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui dan mendeskripsikan secara komprehensif mengenai spiritual well-being

pada pendeta GMIT yang melayani di Kuanfatu dari sisi Personal Domain, Communal

Domain, Environmental Domain, dan Transcendental Domain. Penelitian ini

menggunakan metode kualitatif dengan alat ukur Spiritual Health And Life-Orientation

Measure (SHALOM) dengan jumlah 3 partisipan yang dipilih dengan teknik purposive

sampling. Hasil yang didapatkan adalah 2 partisipan menunjukkan adanya combine

effect yang positif antara semua domain spiritual well-being sedangkan 1 partisipan

menunjukkan adanya combine effect yang positif pada beberapa domain, tetapi pada

domain Personal Domain menunjukkan hasil yang negatif, dan tidak terdapat combine

effect pada semua domain.

Kata Kunci: Spiritual Well-Being, Pendeta, Spiritual Health, SHALOM.

Page 9: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

Abstract

Pastor is a predicate for a Chritistian religious leader in Indonesia. Pastors from on of

a Christian church institution which is called Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT)

have their duties and responsibilities same as the others Pastors in common such as

leading the worship, and rituals of other Protestant Christians. But there are some

different things from GMIT pastors who serve in Kuanfatu. Kuanfatu is one of the GMIT

region located in South Central Timor (TTS), East Nusa Tenggara (NTT). In addition to

performing their duties and responsibilities as a pastor, all the pastors in Klasis

Kuanfatu also is a farmer or someone who gardening. From preparing the seedlings,

ready for burning to clear land for planting, planting seedlings at planting, tending the

garden and cleaning the garden to harvest the crops. This study aims to identify and

describe comprehensively about the spiritual well-being at GMIT pastors serving in

Kuanfatu of the Personal Domain, Domain Communal, Environmental Domain, and

Transcendental Domain. This study used a qualitative method measuring devices

Spiritual Health And Life-Orientation Measure (SHALOM). The number of 3

participants were selected by purposive sampling technique. The results obtained are

two participants indicate a positive combine effect between all the domains of spiritual

well-being, while one participant showed a positive combine effect in multiple domains,

but the domain Personal Domain showed negative results, and there are no combine

effect in all domains.

Keywords: Spiritual Well-Being, Pastor, Spiritual Health, SHALOM.

Page 10: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

1

PENDAHULUAN

Semenjak akhir tahun 1980, terjadi peningkatan minat pada spiritualitas dan

religiusitas. Bukan hanya terjadi peningkatan minat, namun penelitian empiris dan

terkait dengan spiritualitas pun ikut berkembang pesat sejak tahun 1980-an dalam ilmu

sosial dan perilaku, pekerjaan sosial, keperawatan, kedokteran, neurobiologi, dan

spesialisasi akademik lainnya dan diterapkan profesi. (Moberg, 2010).

Spiritual berasal dari bahasa bahasa latin yaitu “spiritus” yang berarti “breath of

life” (nafas kehidupan). Dan dapat ditelusuri dari istilah Yunani yaitu “pneuma” yang

digunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan roh (spirit) seseorang yang

dituntun (guided) oleh God’s spirit (Roh Allah). Menurut Elkins, 1988 (dalam

Heintzman, 2010) Pada jaman sekarang, spiritualitas sering didefinisikan sebagai “cara

dalam menjadi dan mengalami apapun yang datang melalui kesadaran akan dimensi

transenden dan dapat dikarakteristikan dengan berbagai nilai yang dapat

diidentifikasikan mengenai diri, orang lain, alam, kehidupan dan sesuatu yang dianggap

sebagai yang Utama (The Ultimate).

Spiritualitas tidak terikat pada agama manapun. Spiritualitas dan religiusitas tentu

adalah dua hal yang berbeda. Spiritualitas berfokus pada makna hidup dan alasan untuk

hidup serta tidak dibatasi pada kepercayaan atau praktek-praktek tertentu, sedangkan

religiusitas berfokus pada kepercayaan individu, mengikuti dan mempraktekan agama

tertentu (Gastaud dkk, 2006). Lama-kelamaan istilah spiritual ini berkembang dan tidak

hanya membatasi pada salah satu agama saja, namun dapat digunakan oleh setiap

manusia.

Karena berkembangnya ilmu-ilmu yang mempelajari tentang spiritualitas, maka

pada tahun 1971 White House Conference on Aging (WHCA) mencetuskan istilah

spiritual well being pertama kali yang merupakan perluasan ilmu spiritualitas. Lalu

pada tahun 1975 National Interfaith Coalition on Aging mendefinisikan Spiritual Well-

Being sebagai penegasan dalam kehidupan akan hubungannya dengan Tuhan, dirinya

sendiri, komunitas, dan alam yang membentuk dan merayakan „keutuhan‟.

Page 11: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

2

Menurut Fisher (2010) Spiritual Well Being memiliki empat domain, yaitu

Trancendental Domain yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan yang

dianggap Sang Superior (The Ultimate). Domain ini berkaitan dengan yang dianggap

transenden. Domain ini membahas tentang hubungan antara seseorang dengan „sesuatu‟

ataupun seseorang yang berada diatas level manusia. Seperti sang ultimate, kekuatan

kosmik, realitas transenden, ataupun Tuhan. Hal ini melibatkan iman, kekaguman, dan

penyembahan akan misteri dari alam semesta. Yang kedua adalah Communal Domain

yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan manusia lain dalam satu atau lebih

komunitas. Domain ini berkaitan dengan hubungan individu dengan orang lain. Domain

ini ditunjukkan dalam kualitas dan kedalaman akan hubungan interpersonal, antara

dirinya dengan orang lain, berkaitan dengan moralitas, budaya, dan agama. Hal-hal ini

diekspresikan dalam kasih, pengampunan, kepercayaam, harapan, dan kepercayaan pada

hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Yang ketiga adalah Personal Domain yang berkaitan

dengan hubungan manusia dengan dirinya sendiri serta bagaimana manusia memahami

dirinya sendiri. Domain ini berkaitan dengan hubungan individu dengan dirinya sendiri.

Personal domain adalah suatu domain dimana seorang individu berhubungan dengan

diri sendiri berkaitan dengan makna, tujuan, dan nilai-nilai dalam kehidupan. Kesadaran

akan diri sendiri adalah kekuatan pendorong atau aspek transenden dari jiwa manusia

dalam mencari identitas dan harga diri. Yang ke-empat adalah Environmental Domain

yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Domain ini

berkaitan dengan hubungan individu dengan alam, lebih dari perawatan dan

pemeliharaan untuk hal-hal fisik dan biologis, dengan adanya rasa kagum, dan

pertanyaan-pertanyaan (wondering); untuk beberapa, dan bagaimana merasa dirinya

memiliki kesatuan dengan alam.

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk biopsikososiospiritual (Young &

Koopsen, 2011). Artinya dalam mendefinisikan manusia, tidak hanya aspek-aspek fisik

atau biologis saja, namun aspek psikologis, sosial dan juga spiritualitasnya. Fisher

(2011) menyatakan bahwa, “Manusia, pada intinya adalah makhluk spiritual.”

Pendeta pada hakikatnya adalah manusia yang merupakan makhluk biopsikososial

dan spiritual yang memiliki spiritual well-being. Pendeta (Dewanagari: pandit) adalah

sebutan bagi pemimpin agama. Kata pendeta (Sanskerta: Pandita)

Page 12: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

3

berarti brahmana atau guru agama Hindu atau Buddha. Di Indonesia, saat ini istilah

pendeta digunakan untuk sebutan pemimpin agama Kristen Protestan.

Pendeta adalah sebutan bagi pemimpin agama. Kata Pendeta berasal dari kata

Pandita (bahasa Sansekerta), yang berarti brahmana atau gutu agama Hindu atau

Buddha (http://id.wikipedia.org/wiki/Pendeta, 2015). Di Indonesia kata Pendeta lebih

mengacu pada pemimpin agam Kristen Protestan. Luther dalam Dahlenburg (2002)

menyatakan bahwa setiap orang Kristen adalah pendeta, tetapi pendeta-pendeta yang

dipanggil adalah pelayan-pelayan yang dipangil untuk melayani atas nama jemaat dan

jabatan mereka sebagai pendeta merupakan suatu pelayanan saja. Bons-Strom (2001)

menjelaskan pendeta merupakan gembala khusus penuh waktu (full time). Sewaktu

masih muda, seorang pendeta sudah belajar ilmu teologi, atau berdasarkan karunia

khusus diangkat menjadi pendeta. Di beberapa denominasi gereja, lulusan sarjana

teologia lah yang diangkat menjadi pendeta. Sedangkan di denominasi yang lain tidak

mementingkan lulusan mana, namun dengan adanya pembekalan rohani atau pelatihan

tertentu dapat menjadikan seseorang menjadi pendeta. Ilmu teologi atau pelatihan

tersebut yang dijadikan bekal dalam pengembangan jemaat. Menurut Luth (dalam

Dahlenburg, 2002) walaupun semua orang Kristen merupakan pendeta, namun tidak

semuanya sanggup dan boleh berkhotbah, mengajar atau memimpin.

GMIT adalah salah satu lembaga gereja Kristen Protestan yang lahir sebagai hasil

pekabaran Injil Badan-Badan Pekabaran Injil Belanda, berlatar belakang tradisi

Hervormd yang bersumber dari ajaran Calvin, yang dimulai pada abad XVII dalam

wilayah keresidenan Timor. Selanjutnya GMIT juga ikut dibidani oleh para pekabar

injil pribumi hasil didikan Badan-Badan Pekabaran Injil Belanda yang melibatkan para

penginjil awam. GMIT terbentuk sebagai sebuah gereja Oikumenis mandiri pada

tanggal 31 Oktober 1947 sebagai salah satu gereja bagian dari Gereja Protestan di

Indonesia (Indische Kerk) yang sebelumnya telah terbentuk atas inisiatif pemerintahan

kolonial Belanda. Sebagai suatu gereja teritorial yang meliputi wilayah NTT (kecuali

Sumba), dan Pulau Sumbawa di NTB, pada saat yang sama GMIT juga adalah bagian

dari gereja universal sebagai anggota tubuh Kristus. Atas dasar ini GMIT

mengembangkan hubungan oikumenis dengan gereja-gereja seasas, denominasi-

Page 13: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

4

denominasi Kristen, organisasi-organisasi Kristen (di lingkup nasional, regional, dan

internasional), agama-agama, masyarakat luas, serta lingkungan hidup.

Pada awal tahun 2015, GMIT adalah lembaga gereja terbesar setelah Huria Kristen

Batak Protestan (HKBP). GMIT memiliki 1207 pendeta. Jumlah anggota jemaat yang

terdaftar di GMIT adalah sekitar 1,2 juta jiwa, dengan 2200 jemaat (gereja). Wilayah

pelayanan GMIT tersebar di seluruh Nusa Tenggara Timur (kecuali Pulau Sumba),

Sumbawa NTB, dan Batam yang dibagi menjadi 44 Klasis. Salah satu klasis di GMIT

adalah klasis Kuanfatu. Di klasis Kuanfatu jumlah anggota jemaat yang terdaftar adalah

22.908 jiwa, terdapat 65 jemaat (gereja) yang dilayani oleh 11 orang pendeta. (Sumber:

Wawancara dengan pegawai kantor Sinode GMIT).

Pendeta GMIT di Kuanfatu dapat dikatakan berbeda dengan pendeta pada

umumnya. Pada umumnya, pendeta adalah sosok yang memimpin kebaktian dan

berkhotbah saja, namun di Kuanfatu pendeta juga dianggap sebagai pemimpin

masyarakat, bukan hanya dalam kehidupan bergereja, tetapi juga dalam kehidupan

bermasyarakat terutama di bidang pemerintahan. Pendeta di kuanfatu juga melakukan

aktifitas lain yang berhubungan langsung dengan alam seperti bertani, berkebun dan

berburu. Selain aktifitas yang berbeda, pendeta di Kuanfatu hanya berjumlah 11 orang

dan harus mengurus 65 jemaat (gereja) dengan total 22.908 jiwa yang terdaftar sebagai

jemaat. Karena uniknya fenomena yang ditemukan peneliti, maka peneliti menganggap

bahwa topik ini layak untuk diteliti terutama dengan metode kualitatif.

Di Amerika, penelitian dari sudut pandang cross-faith dan interdisipliner dilakukan

oleh Amy L. Ai, pada kaum lansia untuk melihat gambaran mengenai Spiritual Well-

Being, Spiritual Growth, dan Spiritual Care pada pemeluk agama Kristen dan Buddha.

Hasilnya adalah semua kebutuhan akan spiritual tersebut digunakan sebagai cara untuk

mengatasi peristiwa-peristiwa negatif dalam kehidupannya. (Ai, 2000)

Selama proses penelitian, peneliti belum menemukan penelitian mengenai spiritual

well-being pada pemuka agama di Indonesia, namun terdapat artikel mengenai

Spiritualitas Pelayan Kristen yang ditulis oleh Pdt. Minggus M. Pranoto pada tahun

2007 yang mengambil kesimpulan spiritualitas pelayanan Kristen mengikuti

keteladanan kehidupan dan pelayanan Tuhan Yesus Kristus, yang menyatakan kehendak

Page 14: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

5

Bapa dengan berdasarkan kuasa penyertaan Roh Kudus. Hal inilah yang membuat

peneliti merasa topik yang akan diteliti ini adalah topik yang jarang dan layak untuk

diteliti secara mendalam.

Penelitian ini mengambil tempat di desa Kuanfatu di Kabupaten Timor Tengah

Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur di Indonesia. Pendeta di sana bekerja sebagai

pemuka agama, yang bertugas untuk mempimpin ibadah setiap minggu dan perlu

memaknai Tuhan sebagai unsur transenden. Hal ini berkaitan dengan Trancendental

Domain. Sebagai pendeta, mereka juga bertugas untuk kunjungan ke jemaat-jemaat dan

membina relasi yang baik dengan anggota jemaat dan pemeluk agama lain di sekitarnya.

Hal ini berkaitan dengan Communal Domain. Sebagai seorang pemuka agama,

bagaimana seorang pendeta menganggap dirinya adalah hal yang berpengaruh dalam

kehidupan berjemaat. Bagaimana pendeta mendalami identitasnya sebagai pendeta,

merasakan inner-peace dan arti hidupnya dapat berkaitan dengan Personal Domain.

Dalam hal berkebun, bercocok tanam, beternak hewan, melakukan panen pada musim

panen dan sebagainya menunjukkan bahwa pendeta di Kuanfatu memiliki keunikan

tersendiri dengan memiliki interaksi langsung dengan alam sekitarnya. Hal ini berkaitan

dengan Environmental Domain yang dimiliki pendeta.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka pertanyaan penelitian yang ingin dijawab

adalah, bagaimana gambaran spiritual well-being pendeta GMIT yang melayani di desa

Kuanfatu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan secara

komprehensif mengenai spiritual well-being pada pendeta GMIT yang melayani di

Kuanfatu.

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Brannen (dalam Alsa, 2004)

menyatakan bahwa pendekatan kualitatif berasumsi bahwa manusia adalah makhluk

yang aktif, yang mempunyai kebebasan kemauan, yang perilakunya hanya dapat

dipahami dalam konteks budayanya, dan yang perilakunya tidak didasarkan pada

hukum sebab akibat. Oleh karena itu pendekatan kualitatif bertujuan untuk memahami

objeknya, tidak untuk menemukan hukum-hukum, tidak untuk membuat generalisasi.

Page 15: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

6

Prosedur Sampling

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposeful

sampling atau bisa juga disebut purposive sampling dimana partisipan dipilih

berdasarkan kepada ciri-ciri yang sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan.

(Herdiansyah, 2015)

Partisipan

Partisipan dalam penelitian ini adalah pendeta GMIT yang melayani di Kuanfatu.

Semua partisipan adalah lulusan S1 dari Fakultas Theologia ataupun dari Sekolah

Tinggi Theologia di luar NTT. Semua partisipan berasal dari etnis yang berbeda, namun

semuanya aktif dalam pelayanan dan melakukan tugas-tugas pendeta seperti memimpin

kebaktian minggu, kebaktian rayon, ibadah duka, pemberkatan orang nikah dan

berbagai tugas pendeta pada umumnya. Ketiga partisipan juga terlibat aktif dalam

bidang pertanian, perkebunan. Mereka melakukan hal-hal yang pada umumnya

dilakukan seorang petani seperti menyiapkan lahan, membakar lahan pada beberapa saat

sebelum memasuki musim tanam, lalu mulai menyebarkan bibit pada hujan pertama,

merawat, mengurus, dan juga memanen pada saat musim panen.

Partisipan pertama berinisial PM adalah seorang pendeta yang berusia 33 tahun

yang berasal dari suku Alor, Nusa Tenggara Timur. PM berjenis kelamin laki-laki dan

telah menjadi pendeta selama 5 tahun. PM ditempatkan di Kuanfatu sejak dirinya

ditahbiskan menjadi pendeta pada tahun 2010. PM menempuh pendidikan terakhirnya

di Sekolah Tinggi Theologia (STT) Intim di Makassar, Sulawesi Selatan. PM telah

menikah dan memiliki dua orang anak. Karena ketidak-tersediaan rumah bagi pendeta

jemaat PM, Istri dan anak PM tinggal di rumah mereka di Kecamatan Bena, sedangkan

PM menumpang di rumah jemaat selama melayani. Ketika selesai melayani, PM akan

kembali ke Bena untuk tinggal bersama istri dan anak-anaknya.

Partisipan kedua berinisial IS adalah seorang pendeta yang berusia 30 tahun. IS

berasal dari suku Sabu, NTT. IS berjenis kelamin perempuan dan telah menjadi pendeta

selama 2 tahun. IS ditempatkan di Kuanfatu semenjak dirinya menjalankan masa

vikaris, kemudian ia ditahbis menjadi pendeta di Kuanfatu pada tahun 2013 sampai

sekarang tahun 2015. IS menempuh pendidikan terakhirnya di STT Intim di Makassar,

Page 16: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

7

Sulawesi Selatan. IS telah menikah selama satu tahun, dan belum dikaruniai anak. Pada

saat penelitian berlangsung, IS tinggal di rumah pastori jemaat yang terletak tepat

disamping gereja tempat ia melayani. Tempat tinggal IS tidak memiliki aliran listrik

sama sekali sehingga akan menjadi sangat gelap pada malam hari. Satu-satunya

penerangan adalah dengan lampu senter yang berukuran cukup besar yang digunakan

hanya pada malam hari di dalam rumahnya. Tetapi tidak ada penerangan sama sekali di

lingkungan tempat tinggalnya.

Partisipan ketiga berinisial YT adalah seorang pendeta berusia 51 tahun. YT berasal

dari suku Timor, NTT. YT berjenis kelamin laki-laki dan telah menjadi pendeta selama

25 tahun. YT ditempatkan di beberapa tempat sebelum ia ditempatkan di jemaat yang

sekarang. Sebelumnya ia ditempatkan di wilayah Amfoang dan Lelogama NTT

sehingga kemudian ia ditempatkan di Kuanfatu karena pada saat itu di wilayah

Kuanfatu kekurangan pendeta pada tahun 1990. YT menempuh pendidikan terakhirnya

di Universitas Kristen Duta Wacana pada tahun 1984 dengan mengambil program

double degree untuk Jurusan Arsitektur dan Fakultas Theologia dan lulus untuk kedua

jurusan pada tahun 1989. IS telah menikah dan dikaruniai 3 orang anak. Dua

diantaranya adalah anak laki-laki dan satu orang anak perempuan. Pada saat ini YT

menjabat sebagai Ketua Klasis Majelis Jemaat Kuanfatu.

Proses Pengambilan Data

Perjalanan ke Kuanfatu menghabiskan waktu sekitar 4 jam dengan

menggunakan mobil. Peneliti menyempatkan diri untuk membeli Sirih Pinang dan juga

Kapur di salah satu pasar yang terletak antara Kupang – Kuanfatu sebagai tanda adat

agar peneliti dapat diterima di Kuanfatu. Sesampainya di tempat penelitian, peneliti

bertemu dengan Ketua Klasis Majelis Jemaat, menyerahkan Sirih Pinang dan kapur

serta tidak lupa menyampaikan maksud kedatangan peneliti.

Selanjutnya, peneliti bertemu dengan Ketua Klasis Majelis Jemaat dan

mengungkapkan maksud, tujuan, dan gambaran penelitian yang akan di lakukan di desa

tersebut serta mendapatkan rapport yang baik dengan pendeta-pendeta.

Peneliti kemudian berbincang-bincang dengan Ketua Klasis Majelis Jemaat dan

beberapa pendeta yang hadir di Loss Pelayan pada saat itu. Selanjutnya kami melihat-

Page 17: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

8

lihat keadaan di kuanfatu dengan menggunakan mobil, sambil mengunjungi beberapa

gereja yang ada di kuanfatu.

Dalam memilih dan memanfaatkan Informan, peneliti mendapat bantuan dari

Ketua Klasis Majelis Jemaat Kuanfatu yang akan menjadi informan dan menentukan

calon partisipan penelitian yang sesuai dengan kriteria yang peneliti sebutkan. Ketua

Klasis Majelis Jemaat sendiri bersedia untuk menjadi partisipan, setelah

memperkenalkan beberapa partisipan yang lain. Informasi dari informan sangat

membantu karena informan selain pendeta juga merupakan penduduk setempat yang

menguasai keadaan serta penduduk di lokasi penelitian dan informan sendiri adalah

pimpinan dari partisipan dalam hal ini adalah pendeta yang melayani di Kuanfatu.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan

metode wawancara yang dibuat berdasarkan pedoman wawancara (guideline interview)

dengan bentuk wawancara semi-terstruktur.

Aspek yang ingin diungkap melalui wawancara dalam penelitian ini adalah hal-

hal yang berhubungan dengan spiritual well-being pada pendeta GMIT yang

ditempatkan di desa Kuanfatu yang mencakup bagaimana gambaran spiritual well-

being.

Selama wawancara berlangsung dilakukan observasi, yaitu kegiatan memperhatikan

secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan

antar aspek dalam fenomena tersebut. Adapun hal-hal yang akan diobservasi adalah

kondisi fisik, emosional, dan setting lingkungan serta hal-hal yang mengganggu

jalannya wawancara.

Alat bantu yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Alat perekam (tape recorder dan MP4)

2. Pedoman wawancara

3. Lembar observasi

Peneliti menggunakan Spiritual Health And Life-Orientation Measure (SHALOM)

dalam pembuatan pedoman wawancara. SHALOM terdiri dari 20 item dengan lima item

Page 18: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

9

yang mencerminkan kualitas yaitu hubungan dengan diri sendiri, sesama, alam, dan

Tuhan yang adalah domain dari Spiritual Well-Being. SHALOM telah dites secara

mendalam dan dilaporkan sebagai Spiritual Well-Being Questionnaire (SWBQ) yang

jauh lebih baik untuk dijadikan acuan daripada SWBQ yang dibuat oleh Moberg

(Fisher, 2010). Menurut Fisher (2010) SHALOM sangat mungkin digunakan untuk

prosedur kualitatif untuk menggali dalamnya Spiritual Well-Being.

Analisi dan Uji Keabsahan

Proses analisis data kualitatif yang pertama dilakukan dengan mengetik kata demi

kata dengan mendengarkan pada rekaman wawancara ke dalam bentuk transkrip

wawancara. Selanjutnya peneliti memberi label dalam bentuk nomer secara berurutan

pada sebelah kiri dari tiap baris transkrip wawancara (verbatim) secara rapi dan

terorganisir. Hal ini dilakukan untuk memudahkan peneliti dalam melakukan koding

dan analisis dengan memberikan kolom khusus di samping verbatim untuk

mencantumkan catatan khusus atau makna yang terkait. Setelah itu, peneliti menentukan

dan mencantumkan tema serta makna dibalik kalimat yang diucapkan partisipan di

kolom yang telah disediakan. Selanjutnya peneliti mengelompokan data ke dalam

aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian kemudian mencoba untuk

membandingkan antara partisipan pertama, partisipan kedua dan partisipan ketiga.

Untuk memeriksa keabsahan data peneliti menggunakan 2 cara yaitu

Trianggulasi Perspektif atau (multilevel perspective) yang dimaksudkan yaitu dengan

menggunakan perspektif orang lain. (Herdiansyah, 2015) Yang dilakukan peneliti

adalah dengan cara membahas hasil wawancara partisipan dengan orang terdekat dari

partisipan tersebut. Cara kedua yang dilakukan peneliti adalah Validasi Responden

(respondent validation). Peneliti meminta responden atau partisipan untuk membaca

dan menilai verbatim yang telah diketik berdasarkan apa yang dibicarakan pada saat itu.

Page 19: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

10

HASIL

Hasil penelitian diperoleh dari tema-tema yang berkaitan dengan domain Spiritual

Well-Being, yaitu: Personal Domain, Communal Domain, Environmental Domain dan

Transcendental Domain, ditemukan juga tema-tema lain seperti rasa syukur akan

dukungan pasangan hidup.

1. Personal Domain

Partisipan pertama (P1) merasa dirinya dibentuk, diproses dan berubah ketika

berkuliah di STT Intim Makassar. Setelah lulus, ia merasa bahwa dirinya adalah

seorang hamba Tuhan yang diberi tugas untuk melayani Tuhan dan jemaatnya kapanpun

dan di lingkungan manapun. Bukan hanya tugas dalam pemberitaan Firman, tetapi juga

diberi tugas untuk mengatur jemaat yang ditunjuk secara organisasi. Oleh karena itu,

pendeta juga ditunjuk sebagai Ketua Majelis Jemaat. Semua tugas itu telah diatur dalam

aturan GMIT. Pelayanan yang dilakukannya sebagai hamba Tuhan bukan hanya dalam

hal rohani, namun juga dalam hal jasmani.

Hal yang paling membahagiakan bagi P1 adalah ketika dalam keadaan sulit

apapun, dirinya tetap beraada dalam tugas panggilan sebagai hamba Tuhan. Pengalaman

yang paling membahagiakan yang dirasakan P1 adalah ketika ia harus melayani

perjamuan, namun istrinya harus dioperasi untuk melahirkan anak keduanya. Pada saat

itu P1 menyerahkan istri dan anaknya kepada Tuhan, dan percaya penuh pada Tuhan

karena ia harus meninggalkan istrinya dan melayani perjamuan kudus di gereja. Ketika

ia percaya penuh pada Tuhan dan Tuhan menyelamatkan istri dan anaknya, pada saat itu

ia tidak ragu bahwa Tuhan adalah sumber kebahagiaan bagi dirinya. Selain Tuhan,

keluarga juga adalah hal yang membahagiakan bagi dirinya. P1 bersyukur memiliki istri

yang selalu mendukung pelayanannya dan anak-anaknya yang dianggap mampu

menghilangkan beban pelayanan yang membuatnya lelah. Apabila P1 menyadari bahwa

dirinya sedang menjalani tugas pelayanan dengan baik artinya kedamaian itu tetap

menjadi bagian yang tidak usah dipikirkan. Ketika ada pelayanan, P1 merasa sukacita,

dan ia merasa bahwa Tuhan adalah sumber kedamaian bagi dirinya. Kedamaian bagi P1

muncul karena Tuhan telah membuatnya merasa aman terlebih dahulu.

P1 merasa hidupnya bermakna apabila dirinya berguna bagi Tuhan dan bagi

orang lain. Berguna bagi Tuhan maksudnya bahwa dalam keadaan paling sulit seperti di

Page 20: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

11

Kuanfatu pun ia tetap ada untuk melayani Tuhan. Walaupun terpisah dari keluarga yang

tinggal di Bena, kondisi cuaca dan medan geografis yang berat seperti di kuanfatu ia

tidak menyerah dalam melayani Tuhan dan merasa bahwa Tuhan tidak salah menunjuk

dirinya untuk melayani Tuhan. Berguna bagi sesama ditunjukkan dengan cara dirinya

melayani jemaat. Bukan hanya dengan memberitakan Firman Tuhan, tetapi juga dengan

bertani, membantu perekonomian jemaat. P1 menyadari bahwa mata pencaharian

masyarakat Kuanfatu dari dulu sampai sekarang adalah bertani. Masyarakat Kuanfatu

bisa menanam sayur, tetapi malu untuk menjual, sehingga ia bertekad untuk membantu

jemaatnya dalam bertani, menjual hasil panen, dan sekarang ia bertugas sebagai

operator desa karena kemampuannya di bidang komputer. Apapun yang ia lakukan itu,

tujuannya adalah bagaimana semua itu bisa berguna bagi jemaat.

Partisipan kedua (P2) merasa terbeban akan target pelayanan yang dihadapinya.

Beberapa tuntutan dari jemaat membuat dirinya seperti merasa kecil di jemaat tersebut.

Contoh tuntutannya adalah jemaat ingin menggunakan liturgi yang menggunakan

Nyanyian Kidung Baru (NKB), dan Pelengkap Kidung Jemaat (PKJ) dalam kebaktian.

Namun P2 merasa hal tersebut belum bisa terrealisasi karena harus membeli dalam

jumlah banyak dikarenakan banyak juga jemaat yang tidak mampu membeli NKB dan

PKJ. Dalam berpakaian pun, P2 merasa terbeban karena harus berpakaian rapi (rok)

dalam memimpin ibadah, padahal terkadang udara sangat dingin sehingga membuat P2

menggunakan celana panjang kain. Hal-hal tersebut yang membuat dirinya merasa

belum sempurna dalam menjalankan tugasnya sebagai pendeta.

P2 melihat dirinya adalah seorang pelayan atau hamba. Ia memiliki target yang ia

buat sendiri mengenai seorang hamba. Menurutnya hamba adalah orang yang melayani

meskipun dirinya berada di tengah-tengah orang-orang dan bahkan situasi-situasi yang

tidak diinginkan. Menurutnya, hamba harus tulus, ikhlas, dan sederhana. Tidak perlu

yang muluk-muluk dan itulah yang ingin dicapai P2 sebagai seorang hamba. P2

melakukan pelayanannya dengan sepenuh hati. P2 mengungkapkan bahwa dalam

melakukan pelayanan, hanya perlu ketulusan, kesederhanaan.

P2 beberapa kali mengungkapkan bahwa dirinya tidak bisa menilai dirinya sendiri,

namun yang ia ketahui mengenai dirinya sendiri adalah dirinya adalah orang yang cepat

marah, tetapi juga cepat sedih dan menangis. Dalam mengekspresikan kemarahannya,

Page 21: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

12

P2 tidak pernah menunjukkan kemarahannya di depan orang yang membuatnya marah,

namun menunjukkan kemarahannya di rumah, ketika sendiri dan tidak ada orang di

rumah. Tidak pernah marah itu ditunjukkan langsung kepada orang yang membuatnya

marah.

Hal yang membuat P2 bahagia adalah ketika dirinya telah selesai melakukan

pelayanan untuk hari itu. Menurutnya, perasaan tersebut membuatnya lega dan bahagia

apalagi ketika semua pelayanan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya hambatan. Ia

merasa apabila pelayanan tersebut berjalan lancar, ia merasa bahwa pelayanan itu tidak

sia-sia. Bisa melayani sampai selesai itu membawa perasaan puas bagi dirinya dan

merasa sejahtera setelah itu. Ada kepuasan tersendiri bagi dirinya ketika selesai

melayani walaupun dirinya merasa lelah. Tetapi apabila pelayanan hari itu tertunda atau

bahkan dibatalkan, kadang itu menjadi beban bagi dirinya. Hal lain yang membuatnya

bahagia juga adalah ketika melakukan pelayanan bagi anak-anak seperti mengajar

sekolah minggu dan PAUD. Menurut P2, melihat anak-anak berlarian dan bisa bertemu

anak-anak adalah hal yang lucu dan pada saat itu dirinya merasa seperti beban-beban

pelayanan dan beban-beban hidup hilang seketika. Menurutnya setelah selesai melayani

itu ia merasa damai sejahtera. Selain itu, ia merasa bahagia ketika bisa jalan-jalan ke

luar daerah kuanfatu. Ketika pergi ke SoE atau ke Kupang. Yang ia lakukan ketika

keluar daerah itu adalah jalan-jalan, pergi melihat keluarganya di kupang.

Menurut P3, orang yang membawa damai adalah orang yang berbahagia. Orang

yang menciptakan kedamaian, bisa itu perselisihan yang terjadi pada dirinya dan ia yang

berupaya berdamai, atau bisa juga ia yang hadir ditengah-tengah orang yang berselisih

dan menciptakan kedamaian bagi kedua belah pihak. Dan hal itu adalah hal yang telah

berhasil dilakukan oleh P3. Selain bisa membawa damai, P3 merasa bahagia untuk

belajar Theologia dan menjadi pendeta. Alasannya adalah ia merasa bahwa dirinya

mampu meneruskan pelayanan yang dilakukan kedua orang-tuanya yang adalah

pendeta. Ia juga merasa bahagia karena memiliki istri yang sangat mendukungnya

dalam pelayaan. P3 merasa bahwa istrinya mampu mengerti keadaan dirinya dengan

keberadaannya sekarang ini. P3 mengungkapkan bahwa ia mengalami beberapa kali

kegagalan dalam membangun hubungan asmara dengan wanita lain, karena wanita

Page 22: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

13

tersebut tidak tahan dengan sifatnya yang tidak mau diatur. Berbeda dengan istrinya

yang sekarang, yang selalu mengerti akan keberadaan dirinya.

P3 selalu menggunakan kalimat yaitu “masing-masing dengan tiap-tiap.” Dalam

melihat dirinya sendiri. Setiap manusia tidak bisa disamakan. Ia tidak bisa memaksa

dirinya untuk menjadi orang lain, dan tidak mau orang lain untuk menjadi dirinya dalam

hal apapun. Ia merasa, lebih baik menjalani perbedaan itu kemudian dikelola sehingga

dapat saling melengkapi satu sama lain. Itulah kemauannya. P3 memiliki prinsip untuk

tidak membebani dirinya dengan beban yang bukan bebannya. Artinya, ia memilih

untuk tidak ikut campur dengan urusan orang lain mengenai dirinya. Tetapi hal itu

bukan berarti ia tidak mau membantu meringankan beban orang lain. Ia tetap merasa

memiliki kewajiban untuk membantu orang lain sesuai kemampuannya. Ia merasa

bersyukur apabila melihat adik-adiknya yang lebih sukses darinya. Ia tidak merasa iri

sama sekali.

P3 menyadari bahwa dirinya memiliki kekurangan, dan kekurangan itu salah

satunya adalah beliau tidak mau diatur terlalu ketat. Itulah kelemahannya yang paling

dirasakannya. Ia tidak mau hidupnya diatur oleh peraturan yang terlalu formal terlebih

dalam hal pelayanan. Seperti dalam penampilan harus bersepatu, berjas, berdasi dan

sebagainya dan jadwal pelayanan yang mengikat seperti sudah diatur di setiap jamnya.

Bukan karena ia membenci itu, tapi baginya itu bukanlah dirinya yang sebenarnya.

Selain itu, ia merasa bahwa dirinya cepat memberikan respon apabila hal tersebut

adalah hal yang negatif. Ia memberikan peribahasa “seperti air di batang leher”

begitulah dirinya apabila bertemu dengan hal-hal negatif dalam hidupnya. Ia merasa

seperti tidak tahan untuk cepat menanggapi hal negatif tersebut dengan cara berbicara

dengan nada yang tinggi dan keras, atau kelihatan seperti sudah marah akan sesuatu.

Namun hal itu hanya dilakukannya atas peristiwa yang menurutnya merugikan banyak

orang dan dianggap salah bagi dirinya.

Adapun kelebihan-kelebihan pada diri P3 yang dirasakannya, antara lain ia

merasa bahwa menjadi pendeta adalah kelebihan dirinya. Menurutnya, tidak semua

orang mampu menjadi pendeta. Ia juga menyebutkan bahwa adalah suatu kelebihan

dirinya apabila ia bisa menjadi suami bagi istrinya, bapak dari anak-anaknya, dan kakak

bagi adik-adiknya. Selain itu, salah satu kelebihan dirinya adalah ia dipercayakan oleh

Page 23: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

14

pemerintah dalam mengelola proyek-proyek di desa dengan anggaran berapapun yang

masuk di desa itu. Sebelumnya, ia menceritakan bahwa dirinya merasa bangga atas

prestasi yang diterimanya dalam menyelesaikan masa studi selama 4 tahun, dan

mendapatkan dua gelar sekaligus.

P3 merasa bahwa makna hidupnya ialah bahwa ia harus siap menerima untuk

diterima atau ditolak oleh orang lain. Terlepas dari hal itu, ia menganggap bahwa makna

hidup baginya adalah bagaimana dirinya memiliki manfaat bagi orang lain dan bagi

dirinya sendiri. Sehingga ketika ia bertemu dengan orang lain ada sesuatu yang bisa

didapatkan dari dirinya bagi orang lain itu.

2. Communal Domain

P1 dalam setiap harinya selalu membaurkan diri dengan jemaatnya dengan

berpakaian yang biasa-biasa saja, seperti celana jeans, jacket, sendal, tidak memakai jas

karena menurutnya dengan berpakaian seperti itu jemaat akan lebih menerima

keberadaan dirinya dan tidak segan-segan dalam meminta tolong atau bantuan. Menurut

dirinya hal itu adalah salah satu cara dirinya menunjukkan kasih bagi sesama.

Bagi P1 peengampunan itu bukan hanya sekedar maaf. Tetapi juga bagaimana

pengampunan yang disapa dalam kata maaf itu disertai dengan perubahan. Bagaimana

dirinya bisa menjadi motivator bagi mereka yang melakukan kesalahan untuk bisa

berubah. Tidak lagi dia berbuat itu pada orang lain.

Dalam kehidupan berjemaat, P1 menganggap masalah kepercayaan adalah hal

yang penting. Kepercayaan itu perlu bukti. Tapi bukti itu secara sederhana. P1 tidak

setiap hari berada di jemaatnya karena ia harus pulang ke keluarganya yang tinggal di

Bena, dan hal yang bisa membuat ia menjaga kepercayaan jemaatnya dan jemaat

menjaga kepercayaan pada dirinya adalah dengan berkomunikasi, dan komunikasi

adalah hal yang paling penting dalam saling menjaga kepercayaan.

Dengan bekerja P1 mampu mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan yang

dimilikinya. Selain menjadi pendeta, ia juga adalah seorang operator desa karena ia

adalah orang yang menguasai komputer di Kuanfatu tujuannya agar ia menghilangkan

oknum-oknum yang menyelewengkan dana-dana desa. Selain itu ia juga aktif dalam

bidang pertanian. Ia bekerja tani untuk jemaatnya bukan untuk mendapatkan uang

Page 24: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

15

tambahan, tetapi untuk membantu perekonomian jemaatnya yang kurang mampu,

sekaligus memberitakan Firman Tuhan melalui bertani karena masyarakat di Kuanfatu

akan lebih mudah mengerti apabila Firman Tuhan itu langsung dipraktekan pada

kehidupan sehari-hari karena pemberitaan itu bukan hanya berhenti pada pemberitaan

secara kata-kata namun juga dalam tindakan. Bertani adalah wujud nyata dari khotbah

atau yang disebutnya sebagai tindakan khotbah.

P2 berpandangan bahwa dirinya tidak menunjukkan kasih dengan materi yang ia

punya, namun kebaikan itu ditunjukkan dengan sikapnya kepada orang lain. Seperti

bertegur sapa dengan siapapun, senyum, kunjungan ke jemaat-jemaat, bercerita dengan

jemaat dan membangun hubungan inter-personal yang baik dengan jemaatnya.

Berkomunikasi dengan baik dan menerima orang lain secara langsung menurutnya

adalah salah satu bentuk penghargaan bagi orang lain.

Menurut P2, pengampunan sebenarnya adalah hal yang sulit dilakukan, apalagi

terhadap orang-orang yang menyakiti dirinya dalam pelayanan yang ia lakukan. Yang

dilakukan P2 untuk mengampuni orang lain adalah dengan cara berdoa untuk orang

tersebut, dan bukan dengan kata-kata kepada orang yang bersangkutan. Ketika dirinya

belajar mengampuni dan melepaskan, ada beban dalam hidupnya yang berkurang.

Dengan mengampuni, dirinya bisa melepaskan sakit hati, dendam, dan kepahitan. P2

belajar mengenai makna pengampunan yang sebenarnya pada saat ayahnya meninggal

dunia di Kuanfatu pada awal tahun 2014. Menurut berita yang didengarnya, ayahnya

diracun oleh rekan kerja ayahnya karena sebelumnya ayahnya sehat, kemudian dipaksa

ke kantor pada hari libur. Ketika pulang dari kantor, ayahnya meninggal dunia. P2

menuturkan bahwa ketika ada sesuatu yang membuat dirinya sakit hati, ia akan

menangis dan berdoa. Hal itulah yang mampu memberikan kekuatan apabila bertemu

dengan orang yang menyakitinya tersebut.

Dalam hidup berjemaat, perlu adanya sikap saling percaya. P2 mengungkapkan

bahwa sikap saling percaya dalam jemaat ini dibuktikan dengan cara memberi

kesempatan untuk orang lain supaya mereka bisa juga melayani dengan baik. Pendeta

harus dipercaya sebagai pemimpin dan pendeta mempercayai mereka sebagai jemaat.

Sikap saling percaya ditunjukkan dengan berani menaruh kepercayaan pada orang lain.

P2 mengambil Paulus dalam Alkitab sebagai contoh bahwa Tuhan mempercayai dirinya

Page 25: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

16

dan memberikan kesempatan untuk berubah. Ia berpendapat bahwa ia tidak seharusnya

berpikir bahwa orang lain tidak bisa, tidak mampu, tapi untuk menjaga itu semua,

dirinya harus beri orang lain tanggung jawab. Mempercayakan hal tersebut pada orang

lain agar orang tersebut bisa menunjukkan bahwa dirinya mampu.

P3 menganggap bahwa dalam berrelasi dengan sesama manusia, konsep mengenai

pemahaman budaya merupakan hal yang penting. Dengan mengetahui budaya dari

tempat yang ditinggali, akan membantu dirinya untuk mewujudkan rasa keakraban dan

persaudaraan. Kasih terhadap sesama ditunjukkan dengan perilaku yang mengerti

budaya dan bertata-krama menurut budaya yang berlaku. Yang dilakukan P3 adalah

mencari tahu budaya dari tempat yang ditinggalinya yaitu budaya kuanfatu. Tata bahasa

yang digunakan dalam bersosialisasi juga sangat mempengaruhi hubungan dari suatu

relasi. Di Kuanfatu, dan hampir seluruh tempat di NTT budaya sirih pinang sangat

melekat dan kental bagi masyarakat asli. Bagi P3 Sirih pinang adalah lambang

persahabatan dan persaudaraan yang erat serta bentuk penghargaan bagi orang lain,

yang harus dibagi pada saat duduk bercerita atau berkunjung, maupun menerima

kunjungan.

P3 menilai bahwa salah satu hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat

adalah perilaku meminta maaf dan mengakui kesalahan apabila melakukan kesalahan.

Setiap orang yang meminta maaf dan mengakui kesalahannya bisa merasa malu dan

gengsi, tetapi tidak bagi P3. P3 tidak setuju dengan istilah bahasa daerahnya yaitu, “mes

na ta tef en bi neut na.” Istilah ini berarti, “nanti biar ketemu di kuburan” artinya

kesalahan orang tersebut akan mereka bawa sampai mati, untuk dibuktikan siapa yang

benar dan siapa yang salah. Artinya dendam yang dibawa mati. P3 menentang hal

tersebut karena menurut beliau, selama manusia diberi kesempatan hidup ia harus

mengakui kesalahannya dan menyelesaikan saat itu juga, lalu mengapa harus menunggu

sampai mati?

3. Environmental Domain

P1 memahami bahwa alam adalah salah satu unsur yang sangat penting bagi P1.

Dirinya menyadari bahwa alam adalah jantung dan nafas hidup manusia. Karena alam

inilah yang menghidupi manusia. Di dalam alam ini terdapat Tuhan yang adalah

Page 26: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

17

penguasa alam. Apabila manusia memperlakukan alam dengan semena-mena, sama saja

manusia tidak menghormati Tuhan. P1 menganggap bahwa alam ini adalah “kakak” dari

manusia karena di Kitab Kejadian, Allah menciptakan alam terlebih dahulu dari

manusia.

P2 adalah pendeta yang aktif berkebun dalam jemaatnya. P2 mengungkapkan

bahwa berkebun dan bercocok tanam adalah hal yang menyenangkan bagi dirinya,

apalagi ketika yang ditanamnya itu berbuah dan menghasilkan sesuatu. P2 sangat

bahagia ketika mendapatkan hasil panen yang baik, bukan untuk dijual demi

mendapatkan uang, tetapi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Berkebun merupakan

suatu kenikmatan ketika apa yang diperjuangkan dan diusahakan kemudian

menghasilkan sesuatu. Selain itu, berkebun juga adalah refleksi dari iman. P2

mengutarakan bahwa dalam kitab Mazmur, ada tertulis bahwa apa yang ditabur itulah

yang dituai. Itulah yang dipegan dalam prinsip hidup P2 yaitu apa yang dilakukannya,

akan menjadi hal yang dituainya. Ia melihat bahwa ketika ingin menanam suatu

tanaman, tanah harus dibakar, dipotong, dibersihkan baru bisa ditanam. Menunggu

kebesaran Tuhan dengan hujan. Menurutnya, iman itu adalah sesuatu yang tidak

kelihatan, namun iman itu mampu diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari.

P2 melihat bahwa dirinya adalah ciptaan Tuhan, sama seperti alam semesta yang

lain. P2 mempercayai bahwa dirinya diberi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola

apa yang sudah diberikan Tuhan. Alam telah memberikan kehidupan bagi dirinya, dan

ia diberi kekuatan untuk membalas yaitu memberi sesuatu kepada mereka dengan

menjaga dan melestarikan alam disekitarnya.

P3 merasa tidak produktif apabila hanya melakukan tugas pendeta yaitu khotbah

di kampung. Ia melihat bahwa 90% pekerjaan di Kuanfatu adalah petani. Oleh karena

itu, dirinya mengikuti aktifitas jemaatnya di kebun mulai dari masa vikarisnya sampai

sekarang. Ia terkadang melihat bahwa cara menanam masyarakat masih tidak teratur,

masih asal tanam, tebas bakar dan sebagainya sehingga ia termotivasi untuk merubah

pola tanam masyarakat dengan pengalamannya sebelumnya. Ia berfokus pada tanaman-

tanaman umur panjang, dengan pemikiran bahwa suatu saat pohon-pohon besar akan

habis ditebang, tetapi tidak ada yang pernah menanam. Hal itu akan menimbulkan

berkurangnya mata air dan di masa depan, masyarakat akan kesulitan untuk membangun

Page 27: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

18

rumah karena pohon telah habis ditebang. Selain itu pohon-pohon berumur panjang

mampu menahan erosi dan juga bisa mendatangkan mata air. Daun-daun yang gugur

dari pohon besar mampu menjadi pupuk untuk menyuburkan tanah disekitarnya. Hal-

hal tersebut yang menjadi alasan bagi dirinya untuk menanam pohon atau tanaman

umur panjang. P3 tidak pernah merasa terpaksa dalam berkebun. Semua itu berangkat

dari pikiran-pikiran yang ia kembangkan sendiri, lalu ia aplikasikan dalam kehidupan

nyata sehari-hari.

Selain menanam pohon umur panjang P3 juga aktif berburu. Berburu babi hutan,

sapi hutan, menangkap udang di kali, memancing ikan kali, belut dan beruang malam.

Pada saat ia tinggal di Lelogama, masyarakat di sana selalu memiliki masa-masa khusus

untuk berburu, baik dengan panah maupun “senapan tumbuk”. Tujuan P3 berburu yaitu

untuk dapat merasakan daging binatang hutan. Untuk rusa, selain dagingnya

dikonsumsi, ia mengambil kepala dan tanduknya, sedangan untuk babi, ia mengambil

taringnya untuk menjadi hasil-hasil buruan yang dibuat menjadi kalung, hiasan dan

sebagainya. Namun, perilaku berburu P3 ini tidak sembarang dilakukannya, tetapi

dilakukan menurut peraturan adat yang berlaku. Ada masa KIO yaitu masa dimana

masyarakat tidak boleh berburu sama sekali. Seluruh hasil hutan, termasuk madu hutan

dalam bentuk buruan dilarang pada masa KIO. Setelah masa KIO selesai atau larangan

KIO diturunkan, pada masa itulah masyarakat boleh berburu. Selain KIO, ada juga

BANU. BANU adalah larangan untuk mengambil hasil hutan dalam bentuk tanaman

atau sesuatu yang dipanen seperti jeruk, pinang, kelapa, mengambil singkong dan

sebagainya. Apabila dilanggar ada denda adat yang berlaku pihak yang melanggar

tersebut.

P3 menganggap eksistensinya sebagai manusia adalah makhluk yang diciptakan

setelah Tuhan menciptakan seluruh alam semesta menurut kitab kejadian. Karena

pemahaman itulah ia menilai bahwa alam semesta ini adalah “kakak-kakak”nya

termasuk didalamnya hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan. Ia kemudian berpikir

bahwa manusia sepatutunya memiliki ketaatan, dan sikap penghargaan kepada alam

semesta ini. Menurut beliau, manusia diberi wewenang untuk mengelola, bukan

merusak, karena hidup manusia sebenarnya tergantung dari mereka.

4. Transcendental Domain

Page 28: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

19

Menurut Fisher (2011), Hubungan dengan yang disembah atau pada Tuhan

termasuk dalam definisi spiritualitas.

P1 memiliki hubungan pribadi yang khusus dengan Tuhan. Hubungan pribadi

dengan Tuhan ini dinyatakan P1 dengan menyediakan wakhtu khusus untuk bercerita

dengan Tuhan tentang keluarga, jemaat, dirinya sendiri, dan apapun itu. Selain berbicara

dengan Tuhan, ia juga sering memuji Tuhan dengan puji-pujian, alat musik dan

nyanyian. Puji-pujian itu dilantunkan apabila ia sangat lelah. Dengan menyanyi dan

memainkan alat musik, ia ingin menyatakan rasa syukur dan terimakasihnya atas

penyertaan Tuhan selama hari itu. Dalam setiap hari, ia pasti mengkhususkan waktunya

untuk menyembah Tuhan. Bagi P1, Tuhan adalah sahabatnya yang luar biasa. Bisa juga

sebagai Bapak, tetapi yang paling dirasakan adalah Tuhan sebagai sahabat. Sahabat

sejati, karena hanya seorang sahabat sejati yang bisa terus dan senantiasa bersama-sama

dengannya.

P2 percaya bahwa Tuhan adalah sosok yang besar, luar biasa, Tuhan memiliki

kekuatan di luar kekuatan manusia, karena Tuhan memiliki kekuatan pencipta.

Walaupun dirinya tidak bisa melihat Tuhan secara fisik, ia menganggap bahwa Tuhan

adalah sosok yang luar biasa dan lebih dari apapun dan P2 merasa kecil di

hadapannNya. P2 juga melihat Tuhan sebagai sumber kekuatan dan perlindungan bagi

dirinya. Ia selalu yakin bahwa Tuhan itu hidup dan Tuhan memiliki kekuatan yang

sangat luar biasa.

P2 selalu mempercayai bahwa Tuhan selalu menyertai dirinya. Ia percaya Tuhan

tidak meninggalkan dirinya dalam suasana terburuk sekalipun. Hubungan P2 dengan

Tuhan menurutnya, selama ini ia percaya bahwa segala sesuatu yang ia alami, terjadi

menurut rancangan Tuhan. Ia percaya bahwa dirinya sedang disiapkan untuk

megaproyek yang lebih besar daripada yang ia alami saat ini. Ada maksud dan tujuan

tertentu dari semua yang telah Tuhan lakukan di hidupnya.

Adapun upaya-upaya yang dilakukan P2 dalam menunjukkan hubungannya

dengan Tuhan. Ia berjanji, bernazar, berdoa, dan mengucap syukur kepada Tuhan.

Semua hal yang ia lakukan itu bersumber dari hatinya, bukan sebagai tuntutan karena

dirinya adalah pemuka agama. P2 berpendapat bahwa sebaiknya ucapan syukur, nazar,

Page 29: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

20

sebaiknya dilakukan sebelum jemaat ada di gereja karena dirinya merasa itu adalah

salah satu usahanya menjaga hubungannya secara pribadi denga Tuhan sehingga bukan

kesan bahwa dirinya ingin dilihat orang lain, ingin dilihat orang ketika memberikan

persembahan. Ketika P2 sakit hati, dan merasa terbeban, ia akan berdoa pada Tuhan,

ketika berkebun ia akan berdoa, berbincang dengan orang lain pun dirinya akan berdoa.

Sesering mungkin dan sedapat mungkin dirinya akan berdoa kepada Tuhan.

P3 melihat dalam hubungannya dengan Tuhan, ia merasakan bahwa Tuhan yang

disembah ada Allah Bapa, Allah Anak, dan Roh Kudus. Dengan Allah Bapa, ia melihat

bahwa ada sosok Bapak di dalam Tuhan yang ia sembah. Oleh karena itu, ia selalu

berdoa Bapa Kami karena ia menganggap Tuhan adalah Bapak. Ia menambahkan juga

dalam melihat Tuhan Yesus, Yesus adalah anak, sama seperti dirinya juga adalah

seorang anak, oleh karena itu ia menganggap Yesus sebagai Kakaknya. P3

mengidentifikasi dirinya sebagai anak Tuhan, bukan cucu dan bukan anak angkat.

Selain itu P3 merasa bahwa dirinya tidak pernah dibiarkan jalan sendirian. Ia percaya

bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan anak-anaknya sendirian. Ia tidak pernah

khawatir ke manapun ia pergi, karena ia percaya bahwa ia tidak sendiri. Ada Tuhan

yang selalu bersama-sama dengan dia dan merasa tidak ada tempat baginya untuk

bersembunyi dari Tuhan.

Ada beberapa hal yang ia lakukan dalam hubungannya dengan Tuhan. Yang

pertama adalah ia menyempatkan dirinya selama beberapa detik untuk memberi tahu

Tuhan akan kegiatan yang akan dilakukannya, tetapi tidak secara doa formal. Pada saat

P3 merasa tidak berdaya karena ada pergumulan yang ia hadapi entah itu dalam jemaat,

ataupun kesulitan-kesulitan lain yang ia hadapi ia akan meminta sesuatu kepada Tuhan

entah di kamar tidurnya, dan kalau sampai ia tidak kuat akan masalah yang dihadapinya,

ia akan berlutut dan berdoa di gereja. Hal yang lain yang ia lakukan adalah ia akan

menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan dalam persembahan. Seluruh anggota

keluarganya juga melakukan hal serupa, dengan menyiapkan sejumlah uang dan

meletakannya dalam sebuah toples khusus kolekte sebagai persembahan dari dirinya

bagi Tuhan. Cara P3 menyembah Tuhan yang lain adalah dari sikap hidupnya.

Bagaimana ia bersikap untuk menyatakan hal-hal yang baik sehingga orang yang

melihat dirinya menjadi yakin bahwa ada Tuhan yang bersama-sama dengan P3 dan

Page 30: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

21

termotivasi untuk melakukan hal yang baik juga. Selain itu, P3 menyembah Tuhan

dengan bagaimana ia menata lingkungan yang ada disekitarnya. Menurutnya

penyembahan bagi Tuhan itu tidak harus melalui kolekte, tidak harus selalu ke gereja

tetapi juga dalam melihat dan mengelola alam disekitar kita. P3 menegaskan bahwa

semua hal yang ia lakukan untuk berhubungan dengan Tuhan itu ia lakukan bukan

karena statusnya sebagai pendeta, namun benar-benar karena itulah pribadinya yang

sebenarnya.

PEMBAHASAN

Pada P1 peneliti melihat bahwa ada hubungan antara Transcendental Domain

dengan Personal Domain. P1 mengungkapkan bahwa Tuhan adalah sumber

kebahagiaan dan kedamaian bagi dirinya. Ia merasa sukacita dalam melakukan setiap

pelayanan. P1 berpendapat bahwa dirinya menyadari akan identitasnya sebagai hamba

Tuhan yang adalah seseorang yang melayani Tuhan. Ia juga merasa dirinya bermakna

bagi Tuhan karena selalu ada hadir untuk melayani walaupun cuaca, kondisi, dan medan

yang sangat berat di Kuanfatu.

P1 memiliki hubungan antara Communal Domain dengan Environmental

Domain. Hal ini dibuktikan dari penuturan P1 yang mengatakan bahwa ia berbuat

kebaikan dan menunjukkan kasih pada sesama dalam hal ini pada jemaatnya yaitu

dengan membantu mereka berkebun. Dengan berkebun, P1 dapat membantu

perekonomian jemaatnya agar lebih mandiri, tetapi juga sebagai bentuk dirinya merawat

dan mengelola alam semesta.

P1 juga memiliki hubungan antara Environmental Domain dengan

Transcendental Domain. Hal ini dibuktikan dengan pernyataannya yang mengatakan

bahwa di dalam alam terdapat Tuhan. Tuhan adalah penguasa alam, jadi apabila

manusia memperlakukan alam dengan semena-mena, hal itu berarti ia tidak

menghormati Tuhan. P1 memahami bahwa alam semesta ini adalah “kakak” bagi

dirinya karena manusia diciptakan Tuhan setelah Tuhan menciptakan alam semesta.

Hubungan antara Personal Domain dengan Transcendental Domain pada P2

dapat dilihat dari beberapa hal berikut. Yang pertama adalah P2 merasa terbeban akan

Page 31: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

22

beban pelayanan yang ia rasakan. Menurut P2, ia memposisikan dirinya sebagai hamba

yang tulus dan sederhana. Tidak perlu mencapai target pelayanan yang tinggi yang

penting melayani. P2 merasa bahagia apabila pelayanan yang dilakukann telah selesai,

karena ketika pelayanan telah selesai ia bisa jalan-jalan melihat ibukota kabupaten yaitu

kota SoE dan ibukota provinsi yaitu Kupang.

Hubungan antara Personal Domain dengan Communal Domain yang dialami

P2 adalah dalam hal pengampunan. P2 merasa dirinya benar-benar merasa memahami

mengenai makna pengampunan ketika ia disakiti orang yang bahkan ia tidak kenal.

Pengampunan bagi dirinya adalah hal yang sulit dilakukan, namun ketika ayahnya

meninggal dengan dugaan diracun oleh teman kerja ayahnya, disitu P2 merasa sangat

terpukul dan belajar mengampuni secara penuh. Hal itu akhirnya terbawa sampai

pelayanan, ketika ia merasa terluka dengan perlakuan jemaat yang dipimpinnya, ia akan

mengingat bahwa hal yang ia alami pernah lebih besar sehingga memudahkan dirinya

memaafkan orang lain.

P2 memiliki hubungan antara personal domain, environmental domain dengan

transcendental domain. Hal ini dibuktikan dari pernyataan P2 yang mengatakan bahwa

dirinya merasa bahagia apabila dapat bercocok tanam dan berkebun. Ketika ia

berkebun, ia mendapat kepuasan tersendiri. Kepuasan/kebahagiaan itu berasal dari

refleksi imannya kepada Tuhan. Apa yang ia tabur, itulah yang ia tuai. Menurut

pandangan P2, dirinya adalah ciptaan Tuhan sama seperti alam semesta yang lain, hanya

saja ia memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mengelola alam semesta ini.

Adanya hubungan antara Personal Domain dengan Transcendental Domain

pada P3 dapat dilihat dari pernyataannya bahwa ia tidak pernah merasa sendirian dan

kesepian karena Tuhan selalu bersama-sama dengan dirinya. P3 merasa penyertaan

Tuhan selalu ada baginya kemanapun ia pergi oleh karena itu ia tidak merasa khawatir.

P3 memiliki hubungan antara Personal Domain dengan Communal Domain. Hal

ini dibuktikan dengan beberapa pernyataan P3. P3 menyatakan bahwa orang yang

mampu membawa damai dalam perselisihan entah ia terlibat didalamnya, ataupun ia

mendamaikan orang lain yang berselisih adalah orang yang bahagia. Dan ia merasa

bahagia karena telah berhasil melakukannya. Selain itu P3 merasa bahagia karena

memiliki isteri yang sangat mengerti tentang dirinya. Ia mengemukakan bahwa pernah

Page 32: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

23

menjalani hubungan asmara dengan orang lain, namun gagal. Dan ia merasa bahagia

menjadi suami bagi istrinya. P3 memiliki istilah “masing-masing dengan tiap-tiap”.

Dengan prinsip ini P3 menjalani hidupnya dengan tidak menjadi orang lain, namun juga

tidak memaksa orang lain untuk menjadi dirinya karena menurutnya tiap orang itu

berbeda. Dengan perbedaan itulah, manusia akan hidup berdampingan saling

melengkapi.

P3 juga memiliki hubungan antara Environmental Domain dengan communal

domain. P3 melihat bahwa 90% masyarakat kuanfatu adalah petani dirinya termotivasi

untuk merubah pola tanam masyarakat yang masih tidak teratur. Dengan berkebun, ia

akan membantu memberikan pemahaman yang tepat mengenai pola tanam yang tepat

bagi masyarakat. Berkebun juga dapat mendatangkan mata air bagi masyarakat dan

kayu dari pohon bisa dipakai untuk masyarakat yang ingin membangun rumah. Selain

itu, P3 menghormati budaya masyarakat kuanfatu dalam mengambil hasil-hasil hutan

yang diatur dalam KIO dan BANU.

Dalam menunjukkan rasa syukur nya terhadap dukungan pasangan, P1

mengungkapkan bahwa dirinya sangat bersyukur telah memiliki istri seperti yang ia

miliki pada saat ini. Menurutnya, walaupun istrinya bukan pendeta, istrinya mampu

mengerti akan pelayanan yang dihadapi P1. P1 juga mengungkapkan bahwa istrinya

merupakan orang yang sabar menghadapi dirinya yang keras kepala dan tidak mau

diatur. Selain P1, P3 juga merasakan hal yang sama. Menurutnya, istrinya adalah hal

yang mampu membuat dirinya bahagia dalam pelayanan yang dilakukannya. P3 merasa

bersyukur, karena walaupun istrinya juga bukan pendeta, namun istrinya sangat

mendukung pelayanan dirinya, sehingga tidak ada perasaan curiga kepada P3. Hal ini

dirasa sangat penting bagi P3 karena dengan dukungan istrinya, ia menjadi kuat dalam

menjalani pelayanannya di Kuanfatu.

Page 33: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

24

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Spiritual health atau spiritual well being diindikasikan dengan adanya combine

effect dalam setiap domain yang dimiliki oleh individu. Spiritual Well-Being

ditingkatkan dengan mengembangkan hubungan yang positif pada setiap dominan.

(Fisher, 2011)

Dari hasil wawancara dan analisis data yang telah dilakukan, makan kesimpulan

yang diperoleh dalam penelitian ini berkaitan dengan hubungan antara keempat domain

yaitu Personal Domain, Communal Domain, Environmental Domain dan

Transcendental Domain dari Spiritual Well-Being pada masing-masing partisipan.

P1 memiliki combine effect yang positif antara semua domain Spiritual Well-

Being. Hubungan ini diwujudnyatakan dalam perilakunya dalam pelayanan dimana ia

memahami bahwa Tuhan adalah sumber kebahagiaan bagi dirinya, oleh karena itu ia

ingin menunjukkannya dalam bentuk kebaikan bagi orang lain dalam hal bekerja.

Bekerja yang dimaksud adalah berkebun, karena dengan berkebun ia mampu membantu

jemaatnya secara ekonomi. Berkebun juga adalah salah satu aksi nyata dari khotbah.

Menurut P1, dalam alam terdapat Tuhan sebagai penguasa alam semesta. Dengan

pernyataan ini, maka P1 menunjukkan bahwa dirinya memiliki Spiritual Well-Being.

Secara keseluruhan, P2 kurang memiliki combine effeect pada Spiritual Well-

Being karena hubungan yang terjadi hanya Personal Domain, Environmental Domain,

dengan Transcendental Domain. Selain itu, dalam memahami dirinya sendiri, pada

Personal Domain beberapa kali ia menuturkan bahwa ia kurang bisa menilai dirinya

sendiri. Ia juga merasa terbeban dengan beban pelayanan yang ia hadapi. Ia

mengungkapkan bahwa target pelayanan yang ia hadapi terlalu tinggi, padahal menurut

P2, seorang hamba seharusnya tulus, dan sederhana tidak usah tinggi-tinggi yang

penting melayani. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa P2 kurang berusaha untuk

mencapai target dari jemaat untuk ia lakukan dalam melayani. Hal ini ditunjang dengan

jawabannya yang mengatakan bahwa dirinya merasa bahagia apabila tugas pelayanan

pada saat itu telah selesai, tanpa tertunda dan sebagainya. Ketika ditanya hal lain yang

membuatnya bahagia, ia menuturkan bahwa ia bahagia apabila bisa jalan-jalan ke luar

Kuanfatu setelah melakukan pelayanan. Walaupun demikian, P2 tetap memiliki

Page 34: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

25

hubungan diantara domain-domain Spiritual Well-Being walaupun ada hasil yang

negatif pada salah satu domain, namun ketiga domain yang lain menunjukkan hasil

yang positif dan ada hubungan antara beberapa domain.

P3 memiliki Spiritual Well-Being yang ditunjukkan dengan adanya hubungan

positif antara keempat domain. P3 merasa bahagia apabila dapat berkebun, terutama

tanaman-tanaman umur panjang. Hal ini bertujuan agar tanaman-tanaman tersebut

mampu mendatangkan mata air bagi masyarakat, kemudian daun yang gugur bisa

menjadi pupuk yang sehingga tanah sekitarnya menjadi subur. Selain itu kayu pohon

dapat digunakan masyarakat untuk membangun rumah bagi masyarakat sehingga di

masa mendatang, masyarakat tidak susah-suah untuk mencari kayu. P3 juga memiliki

pandangan bahwa dengan merawat dan mengelola alam adalah salah satu bentuk

penyembahan kepada Tuhan. Ia menyembah Tuhan, karena ia merasa bahwa Tuhan

tidak pernah meninggalkan dirinya. Ia tidak pernah merasa khawatir dan kesepian

karena ia percaya bahwa penyertaan Tuhan selalu ada baginya.

Saran

Saran yang dapat diberikan peneliti

a. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan untuk menggali masalah Spiritual Well-

Being dengan metode yang berbeda yaitu dengan Focused Group Discussion

(FGD) agar hasil yang didapatkan lebih luas namun juga semakin mendalam.

Mengingat dalam penelitian ini pada saat mewawancarai salah satu partisipan,

partisipan yang lain ikut menjawab pertanyaan padahal pertanyaan tersebut

bukan untuk partisipan yang menjawab itu.

b. Bagi pimpinan sinode GMIT dalam membuat kebijakan yang tegas dalam

memperhatikan Spiritual Well-Being para pendeta yang melayani jemaat GMIT

di kuanfatu. Dalam hal ini, harap memperhatikan mengenai lamanya seorang

pendeta GMIT melayani dalam suatu jemaat, karena walaupun pendeta adalah

jabatan seumur hidup, tetapi periode pergantian struktur Anggota Majelis Sinode

GMIT berganti setiap 4 tahun dalam satu periodenya. Hal ini dapat dilakukan

agar pendeta di kuanfatu bisa berkesempatan memegang tanggung jawab jemaat

dan tantangan pelayanan yang berbeda.

Page 35: Spiritual Well-Being pada Pendeta GMIT yang Melayani di ...

26

DAFTAR PUSTAKA

Ai, A. (2000). Spiritual well-being, spiritual growth, and spiritual care for the aged:

A cross – faith and interdisciplinary effort. Journal of Religious Gerontology,

Vol. 11, No. 2, pp 3-27

Alsa, A. (2004). Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif Serta Kombinasinya Dalam

Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Bons-Storm, M. (2011). Apakah Penggembalaan itu. Jakarta: BPK Gunung Mulia

Dahlenburg, G. (2002). Siapakah Pendeta Itu?. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Fisher, J., Francis, T., Johnson, P. (2000). Assessing spiritual health via four domains

of spiritual well-being: The SH4D1. Pastoral Psychoogy, Vol. 49, No. 2, pp.

133-145

Fisher, J. (2010). Development and Application of a Spiritual Well-Being

Questionnaire Called SHALOM. Journal of Religion, Vol. 1, No. 105-121, pp.

105-121 from www.mdpi.com/journal/religions

Fisher, J. (2011). The four domains model: connecting spirituality, health, and well-

being. Journal of Religions, 2, 17-28, from www.mdpi.com/journal/religions

Fisher, J. (2013). You can‟t beat relating with god for spiritual well-being;

comparing a generic version with the original spiritual well-being

questionnaire called shalom. Journal of Religion, 4, 325-335, from

www.mdpi.com/journal/religions

Gastaud, M. B., Souza L. D., Braga, L., Horta C., Oliveira,F. M., Sousa P. L., & Da

Silva, R. A. (2006). Spiritual Well-Being and minor psychiatric disorder in

psychology students: a cross-sectional study. Original Article.

Herdiansyah, H. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu Psikologi.

Jakarta: Penerbit Salemba Humanika

https://id.wikipedia.org/wiki/Pendeta

Majelis Sinode GMIT (2011). Pokok-pokok eklesiologi GMIT, Tata dasar GMIT,

peraturan pokok klasis, peraturan pokok sinode, peraturan pemilihan

majelis sinode.

Moberg, D. (2010). Spirituality research: Measuring the immesurable?. Vol. 62, No.

2, pp. 99-114

Pranoto, M. M. (2007). Spiritualitas Pelayanan Kristen. Available (Online)

http://www.seabs.ac.id/journal/oktober2007/Spiritualitas%20Pelayanan%20

Kristen.pdf

Poerwandari, E. K. (2007). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku

Manusia. Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan

Pendidikan Psikologi (LPSP3).